INDUKSI KALUS MANGGIS (Garcinia mangostana L.) DARI SUMBER EKSPLAN DAUN DENGAN PEMBERIAN ZAT
PENGATUR TUMBUH SECARA IN VITRO
Oleh:
Ribka Meylani Aritonang NIM 4113220027 Program Studi Biologi
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul ““
Induksi Kalus Manggis (Garcinia mangostana L.) dari Sumber Eksplan Daun dengan Pemberian Zat Pengatur Tumbuh secara In Vitro”.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Cicik Suryani, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran-saran sejak dimulainya penulisan proposal dan sampai selesainya skripsi ini. Terima kasih juga kepada Dr. Fauziyah Harahap, M.Si selaku dosen penguji dan Kepala Laboratorium Kultur Jaringan Yahdi, yang telah memberikan saran dan bimbingan serta memberikan ijin penelitian. Terima kasih juga kepada Ibu Dra. M. Sinambela, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan bimbingan. Terima kasih juga kepada Bapak Drs. Nusyirwan, M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji yang telah memberikan saran dan bimbingan.
Teristimewa saya sampaikan terima kasih kepada ayah saya Anton Aritonang dan ibu saya Lumaida Siahaan atas kasih sayang yang diberikan dan telah mendidik, mendukung, serta mendoakan saya. Juga buat kakakku Titin Erika Aritonang yang selalu memberi doa dan dukungan dan abangku Hendrik Oberton
Aritonang (†) yang saya sayangi dan juga buat keluarga yang memberikan doa
vi
teman-teman non Non Dik B 2011 yang telah memberikan doa dan dukungan. Juga kepada Kak Yati selaku laboran di Laboratorium Kultur Jaringan YAHDI yang telah membimbing dan menuntun penulis dalam melakukan penelitian.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun pembaca.
Medan, Maret 2015
iii
Induksi Kalus Manggis (garcinia mangostana l.) dari Sumber Eksplan Daun dengan Pemberian Zat
Pengatur Tumbuh Secara In Vitro
Ribka Meylani Aritonang (4113220027)
ABSTRAK
iv
Callus Induction Mangosteen ( Garcinia mangostana l. ) from Leaf Explants Source with Plant Growth Regulator
Through In Vitro
Ribka Meylani Aritonang (4113220027)
ABSTRACT
This experiment was knew effect of plant growth regulator ( ZPT ) on callus induction mangosteen (Garcinia mangostana L.) from leaf explants source. This experiment was performed on December 2014 - March 2015 in Tissue Culture Laboratory YAHDI zone of Perum Pelabuhan in Jl. Lambung No.18 Tanah 600 Medan Marelan. Methode of experiment is Completelly Randomized Design (RAL) with a combination of ZPT that are: A= MS (Kontrol), B = 1 ppm 2,4-D, C = 1 ppm 2,4-D + 1 ppm Kinetin, D = 1 ppm 2,4-D + 0,5 ppm TDZ, E = 1 ppm 2,4-D + 1 ppm Kinetin + 0,5 ppm TDZ, dan F = 1 ppm Kinetin + 0,5 ppm TDZ. Combination treatments amounted to 6 with 4 replications. Process carried out during the 28 -days observation . Parameters measured were the time of callus formation , callus texture , and callus biomass. The most rapid callus formation occurred in treatment E was 12 HSI and was the most occurred on a treatment that was 20 HSI. The most beautiful
vii
2.1.1. Taksonomi dan Morfologi Tanaman Manggis
(Garcinia mangostana L.) 10
2.1.2 Potensi Nilai Gizi Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) 12
2.2. Kultur Jaringan Tanaman 13
2.3. Induksi Kalus 16
2.4. Medium Kultur 17
2.5. Eksplan dalam Kultur In Vitro 18
2.6. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) 20
2.7. Hipotesis Penelitian 24
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 25
viii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil 36
4.1.1. Pengaruh Pemberian ZPT terhadap Induksi Kalus 36
4.1.1.1. Waktu Terbentuknya Kalus 36
4.1.1.2. Tekstur Kalus 37
4.1.1.3. Biomassa Kalus 38
4.2. Pembahasan 41
4.2.1. Pengaruh Pemberian ZPT terhadap Waktu Munculnya Kalus 41 4.2.2. Pengaruh Pemberian ZPT terhadap Tekstur Kalus 43 4.2.3. Pengaruh Pemberian ZPT terhadap Biomassa Kalus 44
BAB V KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan 45
5.2. Saran 45
x
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1. Kandungan dan komposisi gizi buah manggis
Dalam tiap 100 gr bahan 13
Tabel 3.1. Analisis Varians (ANAVA) secara RAL Faktorial 33
Tabel 4.1. Waktu Terbentuknya Kalus 36
Tabel 4.2. Tekstur Kalus Manggis umur 28 HSI 37 Tabel 4.3. Pengaruh Pemberian ZPT Terhadap Biomassa
Kalus umur 28 HSI 38
Tabel 4.4. Analisis Varians (ANAVA) Pengaruh Pemberian
ZPT Terhadap Biomassa Kalus umur 28 HSI 39 Tabel 4.5. Notasi Pengaruh Pemberian ZPT Terhadap Biomassa
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. (a) Buah manggis; (b) Pohon Manggis 8 Gambar 2.2. Struktur Kimia ZPT
(a) 2,4-dichlorophenoxyacetic acid; (b) Kinetin;
(c) Thidiazuron (TDZ) 23
Gambar 3.4. Skema Prosedur Kerja 27
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Komposisi Media Murashige and Skoog (MS) 49 Lampiran 2. Pembuatan Media MS 1,5 Liter + ZPT 50 Lampiran 3. Waktu Terbentuknya Kalus Selama 28 HSI 51 Lampiran 4. Perhitungan Statistik Biomassa Kalus 52 Lampiran 5. Tahap Pembentukan Kalus Manggis 57 Lampiran 6. Menimbang Biomassa Kalus Manggis 61
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Wilayah yang beriklim tropis di dunia memiliki keragaman sumber daya tanaman buah-buahan cukup banyak untuk digali dan didayagunakan potensi sosial-ekonominya sebagai komoditas komersial. Beberapa jenis buah tropis yang makin popular di dunia antara lain mangga, durian, dan manggis (Rukmana, 1995).
Garcinia meliputi lebih dari 400 jenis yang sudah diketahui dan 40 jenis diantrannya termasuk yang dapat dimakan. Di hutan Kalimantan Timur, terdapat banyak manggis liar (Garcinia sp). Akan tetapi, dari sekian banyak jenisnya, hanya Garcinia mangostana L. yang terpenting dan sudah banyak dibudidayakan sebagai salah satu komoditas buah-buahan tropik menyongsong daerah globalisasi.
Tanaman manggis berasal dari semenanjung Malaysia. Sebagian para peneliti berpendapat bahwa hanya terdapat satu jenis manggis di dunia. Hal ini disebabkan karena tanaman ini bersifat apomiksis, yaitu embrionya berasal dari organ nonseksual. Kalau hal ini memang benar, maka manggis dapat disebut sebagai kultivar. Namun dilaporkan terdapat variasi bentuk, ukuran dan warna buah dari berbagai daerah sentra produksi buah manggis. Mungkin, variasi morfologi disebabkan karena pengaruh faktor lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh. Di antara jenis bebuahan tropis lainnya, mungkin buah manggis adalah yang termahal (Ashari, 2006).
Buah manggis ini cukup digemari masyarakat, karena mempunyai rasa segar, enak serta bentuk buah yang unik dan relatif seragam. Orang Inggris member nama buah ini sebagai “the Queen of fruits atau ratu dari
buah-buahan” (Irianto, 2010). Sebagian kalangan menyebut tanaman manggis ibarat
“Mutiara Hutan Belantara”(Rukmana, 1995).
2
luka. Kulit buah dimanfaatkan sebagai pewarna termasuk tekstil dan air rebusannya dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Batang pohon dipakai sebagai bahan bangunan, kayu bakar/kerajinan (Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 2010).
Buah manggis dan kulitnya terbukti mengandung antioksidan yang sangat tinggi yakni senyawa yang dapat bereaksi dengan radikal bebas sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan pada sel, jaringan dan atau organ. Namun kulit buah manggispun sangat kaya dengan zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh; seperti zat-zat aktif xanton dan antosianin yang merupakan antioksidan. Kemampuan antioksidan xanton yang terdapat pada kulit buah manggis, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan buah-buahan lain. Di Indonesia buah dan kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) banyak digunakan untuk mengobati berbagai penyakit infeksi dan degeneratif seperti hipertensi, aterosklerosis. Bahkan dipercayai dengan mengkomsumsi buah dan kulit manggis secara rutin dapat menghilangkan resiko terhadap kanker (Darmawansyih, 2014).
Di Indonesia, pengembangan budidaya manggis belum sepesat di negara-negara lain. Tanaman ini pada umumnya tumbuh liar di hutan-hutan (habitat asli) di beberapa daerah, dan sebagian kecil mulai dibudidayakan di lahan-lahan kering milik rakyat, pekarangan-pekarangan tanpa perawatan yang intensif (Rukmana, 1995).
Produktivitas pohon manggis di Indonesia berkisar 30-70 kg buah per pohon dan masih tergolong rendah dibandingkan dengan Malaysia dan India yang mencapai 200-300 kg buah per pohon. Produktivitas yang rendah disebabkan kebun manggis tidak dikelola dengan baik (Qosim, 2013).
3
menjadi mahal (Harahap, 2011). Hal serupa dinyatakan Qosim (2004) menanam manggis dengan menggunakan biji kurang menguntungkan karena menghasilkan bibit tanaman yang pertumbuhannya lambat dan awal berbuahnya yang lama, yakni setelah berumur 10 – 15 tahun. Hal serupa dinyatakan oleh Roostika, Novianti dan Ika (2005) yang menyatakan bahwa biji manggis hanya tersedia pada musim tertentu ketika musim berbuah (1-2 kali setahun). Setiap buah hanya menghasilkan 1-2 biji yang berukuran besar dan yang layak untuk dijadikan benih. Biji manggis bersifat rekalsitran sehingga biji tidak dapat bertahan lama dan perbanyakan tidak dapat dilakukan sepanjang tahun. Hal serupa dinyatakan juga oleh Rukmana (1995) bahwa pada prinsipnya tanaman manggis dapat diperbanyak dengan cara generative melalui biji-bijinya, dan vegetative berupa bibit asli penyambungan. Biji manggis bersifat apomixes (tanpa proses perkawinan), sehingga tanaman yang berasal dari biji memiliki sifat yang sama (identik) dengan sifat induknya. Meskipun demikian, perbanyakan manggis dengan biji memiliki kelemahan, yaitu masa remaja (juvenilitas) sampai masa berbuah sangat panjang, yakni setelah berumur lebih dari 15 tahun. Oleh karena itu, perbanyakan manggis dengan biji sebaiknya mulai ditinggalkan dan hanya diarahkan untuk keperluan bibit batang bawah pada penyambungan saja. Maka dari itu diharapkan pula dengan kultur jaringan ketersediaan bibit dapat diperbanyak tanpa menunggu saat waktu musim berbuah tanaman.
Tersedianya bibit yang berkualitas, seragam dan harga yang terjangkau oleh petani merupakan langkah awal untuk meningkatkan produksi bahan manggis. Cara perbanyakan yang sudah dilakukan seperti grafting dan sambung pucuk juga membutuhkan batang bawah yang berasal dari biji. Pertumbuhan batang bawah sangat lambat sehingga dibutuhkan waktu 2 sampai 3 tahun untuk mencapai siap sambung (Harahap, 2011).
4
mempunyai sifat sama seperti induknya. Teknologi ini banyak digunakan untuk pengadaan bibit seragam dan kualitasnya terjamin terutama pada berbagai tanaman holtikultura. Melalui kultur jaringan, tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan karena faktor perbanyakannya yang tinggi. Hasil perbanyakan tunas tersebut dapat langsung digunakan sebagai bibit atau dapat juga digunakan sebagai batang atas (Harahap, 2011). Sehingga dapat dihasilkan bibit yang seragam dan kualitasnya terjamin.
Dalam kultur jaringan dikenal istilah kultur kalus. Kalus adalah sekumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel jaringan awal yang membelah diri secara terus menerus. Kalus tersusun oleh sel-sel parenkim yang mana ikatannya dengan sel lainnya sangat renggang. Jaringan ini belum mengalami diferensiasi lanjut. Untuk menginduksi terbentuknya tunas, diperlukan media regenerasi, dengan modifikasi ZPT (Zat Pengatur Tumbuh). Kultur kalus bertujuan untuk memperoleh kalus dari eksplan yang diisolasi dan ditumbuhkan dalam lingkungan terkendali. Kalus diharapkan mampu memperbanyak dirinya (mengganda massa selnya) secara terus menerus (Santoso dan Fatimah, 2002).
Kultur kalus ini penting dilakukan untuk melihat kemampuan eksplan dalam membentuk kalus yang selanjutnya dapat ditumbuhkan pada media regenerasi secara terus-menerus sehingga dapat dimanfaatkan dalam mempelajari metabolisme dan siferensiasi sel, morfogenesis sel, variasi somaklonal, transformasi genetik serta produksi metabolit sekunder. Selain itu, kultur kalus juga dilakukan untuk perbanyakan klon tanaman melalui pembentukan organ dan embrio, regenerasi varian-varian genetika, mendapatkan tanaman bebas virus dan sebagai sumber untuk kreopreservasi (Ariati, dkk., 2012).
5
Santoso dan Fatimah, (2002) memperoleh hasil bahwa macam eksplan sangat mempengaruhi kecepatan membentuk kalus. Eksplan daun mempunyai kemampuan tumbuh lebih cepat dibandingkan eksplan batang utama, cabang batang, atau tangkai bunga.
Di dalam teknik kultur jaringan, kehadiran ZPT sangat nyata pengaruhnya. Bahkan, Pierik (1997) dalam Zulkarnain (2009) menyatakan bahwa sangat sulit untuk menerapkan teknik kultur jaringan pada upaya perbanyakan tanaman tanpa melibatkan ZPT (Zulkarnain, 2009). Penggunaan ZPT di dalam kultur jaringan tergantung pada arah pertumbuhan jaringan tanaman yang diinginkan. Untuk pembentukan tunas pada umumnya digunakan sitokinin sedangkan untuk pembentukan akar atau pembentukan kalus digunakan auksin. Namun demikian sering pula dibutuhkan keduanya tergantung pada perbandingan/ratio sitokinin terhadap auksin atau sebaliknya. Adanya salah satu ZPT tertentu dapat meningkatkan daya aktivitas ZPT lainnya. Jenis dan konsentrasi ZPT yang tepat untuk masing-masing tanaman tidak sama karena tergantung pada genotip serta kondisi fisiologi jaringan tanaman. Dalam perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan di samping melalui pembentukan tunas ganda atau tunas adventif dapat pula melalui pembentukan embriosomatik. Dengan teknik tersebut bibit dapat berasal dari satu sel somatik. Sehingga bibit yang dihasilkan persatuan wadah persatuan waktu lebih banyak dibandingkan dari organogenesis (Lestari, 2011).
eksplan-6
eksplan yang diberi zat pengatur tumbuh ini cenderung menunjukkan respon berupa munculnya nodul-nodul kalus, yang mana nodul kalus ini akan mengalami regenerasi jika dipindahkan ke media regenerasi (Harahap, 2012).
Hasil penelitian Sugito, Yatno dan Edhi (2006) menyatakan bahwa perlakuan kombinasi ZPT Thidiazuron + 2,4-D menghailkan kecepatan terbentuknya kalus dan persentase pembentukan kalus lebih cepat yaitu memberikan saat inisiasi kalus 10-20 hari setelah induksi (HSI) dan selanjutnya menghasilkan persentase pembentukan embrio tertinggi dengan kombinasi 6 ppm thidiazuron + 0,5 ppm 2,4-D.
Santoso dan Fatimah (2002) mencoba menginduksi kalus tanaman
Artemisia vulgaris media MS dengan penambahan zat pengatur tumbuh BAP 1
ppm dan 2,4-D sebesar 1 ppm terbukti lebih menghasilkan kalus yang lebih baik dan tidak mudah mencoklat.
Hasil penelitian Satria (1996), ternyata media WPM (Woody Plant Medium) yang diperkaya dengan arang aktif 2,0 ppm media dan komposisi konsentrasi 1,75 ppm BAP + 0,50 ppm NAA dapat memacu pertumbuhan kalus, dan tunas terbaik pada kultur epikotil manggis.Dan hasil penelitian Satria (1999) Komposisi media WPM + 2,00 ppm 2,4-D + 2,00 ppm kinetin adalah media induksi terbaik guna mendorong induksi kalus manggis.
Hasil penelitian Swandar, Idris dan Netty (2012) menyatakan bahwa menggunakan TDZ pada konsentrasi 0,5 ppm menghasilkan jumlah tunas Andalas (Morus macroura) terbaik.
Hasil penelitian Yelnititis (2010), yang menggunakan eksplan dari tanaman Ramin (Gonystylus spp.) Media dasar Murashige dan Skoog (MS) dijadikan sebagai media tumbuh. Perlakuan yang diuji untuk induksi kalus adalah penggunaan 2,4-D (3.0 – 5.0 ppm). Kalus yang diperoleh diperbanyak pada perlakuan terbaik dan kombinasi dengan thidiazuron (1.0–2.0 ppm).
7
1.2. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada pengaruh auksin dan sitokinin yang digunakan terhadap induksi kalus manggis dari sumber eksplan daun secarain in vitro dengan kombinasi 1 ppm 2,4-D; 1 ppm 2,4-D + 1 ppm kinetin; 1 ppm 2,4-D + 0,5 ppm TDZ; 1 ppm 2,4-D + 1 ppm kinetin + 0,5 ppm TDZ; 1 ppm kinetin + 0,5 ppm TDZ.
1.3. Rumusan Masalah
Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah ada pengaruh pemberian ZPT terhadap induksi kalus manggis
(Garcinia mangostana L.) dari sumber eksplan daun secara in vitro?
2. Kombinasi ZPT berapakah yang paling baik terhadap induksi kalus manggis (Garcinia mangostana L.) dari sumber eksplan daun secara in
vitro?
1.4. Tujuan Penelitian
Yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh pemberian ZPT terhadap induksi kalus manggis
(Garcinia mangostana L.) dari sumber eksplan daun secara in vitro.
2. Mengetahui kombinasi ZPT yang paling baik terhadap induksi kalus manggis (Garcinia mangostana L.) dari sumber eksplan daun secara in
vitro.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dilakukan adalah:
1. Menambah wawasan peneliti tentang pengembangan tanaman manggis dengan metode kultur jaringan.
2. Sebagai bahan informasi untuk petani dan pemulia tanaman manggis yang ingin mengembangkan tanaman manggis secara in vitro.
45
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
1. Induksi kalus tanaman manggis dari sumber eksplan daun dengan pemberian ZPT menghasilkan pengaruh sangat nyata terhadap waktu terbentuknya kalus, tekstur kalus dan biomassa kalus secara In Vitro. 2. Perlakuan E (1 ppm 2,4-D + 1 ppm Kinetin + 0,5 ppm TDZ) merupakan
perlakuan terbaik dalam membentuk kalus tercepat yaitu 12 HSI, menghasilkan kalus yang bagus yaitu kalus remah bernodul dan menghasilkan rata-rata biomassa kalus tertinggi yaitu 0,30 gr secara In
Vitro.
5.2. Saran
46
DAFTAR PUSTAKA
Andaryani, S., (2010), Kajian Penggunaan berbagai Konsentrasi BAP dan 2,4-D
terhadap Induksi Kalus Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Secara In Vitro. FP UNS, Surakart
Anonim., (2010). Khasiat Kulit Manggis. http://logicprobe10.wordpress.com. Tanggal diakses 23 November 2014
Anonim., (2013). Khasiat Manggis Manfaat & Efek Sampingnya.http://kuratif.blo gspot.com. Tanggal diakses 23 November 2014
Anton., dan Tinton., (2008), Buku Pintar Tanaman Obat 431 jenis tanaman
penggempur aneka penyakit, PT Agromedia Pustaka, Jakarta
Ariati, S. N., Waeniati, Muslimin, Suwastika, I. N., (2012), Induksi kalus Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) pada Media MS dengan Penambahan 2,4-D, BAP dan Air Kelapa, Jurnal Natural Science 1(1): 74-84
Ashari, S., (2006), Meningkatkan Keunggulan Bebuahan Tropis Indonesia, C.V ANDI OFFSET (Penerbit Andi), Yogyakarta
Bekti, R., Solichatum., Endang, A., (2003), Pengaruh Asam 2,4-Diklorofenoksiasetat (2,4-D) terhadap Pembentukan dan Pertumbuhan Kalus serta Kandungan Flavonoid Kultur Kalus Acalypha indica L.,
Biofarmasi 1(1):1-6
Darmawansyih., (2014), Khasiat Buah Manggis untuk Kehidupan, Jurnal Al
Hikmah, 15(1): 60-68
Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (2010), Budidaya Tanaman Manggis, http://w ww.warintek.ristek.go.id/pertanian/manggis.pdf, Tanggal diakses 27 Oktober 2014
Dewi. A. I. R., (2008), Peranan dan Fungsi Fitohormon.
http:/pustaka.unpad.ac.id?wp-content uploads 2009.06 Makalah Fitohormon.pdf. Diakses tanggal 26 Maret 2015
Harahap, F., (2011), Kultur Jaringan, FMIPA Unimed, Medan
Harahap, F., (2012), Fisiologi Tumbuhanj, FMIPA Unimed, Medan
47
Irianto, Koes., (2010), Sukse beragrobisnis Pisang, Cokelat, Manggis, Melon dan
Erbis Unggul Indonesia, PT. Puri Delco, Bandung
Karomah, N.M., (1998), Embriogenesis Somatik dari Calon Bunga Jantan dari
beberapa Kultivar Pisang (Musa spp), Tesis Jurusan Biologi FMIPA IPB,
Bogor
Lili, S., dan Paramita, C. K., (2014), Induksi kalus daun binahong (Anredera
cordifolia L.) dalam upaya pengembangan tanaman obat tradisional, J. Sain dasar, 3 (1):56-60
Nurchasanah., (2014), Khasiat Sakti Manggis Tumpas berbagai Penyakit, Dunia Sehat, Jakarta Timur
Raghavan, V., (2004), Role of 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) In Somatic Embryogenesis on Cultured Zygotic Embryos of Arabidopsis: Cell Expansion, Cell Cycling, and Morphogenesis During Continuous Exposure of Embryos to 2,4-D, American Journal of Botany 91(11): 1743-1756
Rahardja, P.C., (1994), Kultur Jaringan: Teknik Perbanyakan Tanaman Secara
Modern, Penebar Swadaya, Jakarta
Roostika, I., Novianti, S., dan Ika, M.,( 2005), Mikropropagasi Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L). J. AgroBiogen. 1 (1) : 20-25.
Rukmana, R., (1995), Budidaya Manggis, Kanisius, Yogyakarta
Santoso, U., dan Fatimah, N., (2002), Kultur Jaringan Tanaman, Universitas Muhammadiyah Malang Press, Malang
Satria, B., (1999), Induksi Kalus Manggis (Garcinia mangostana L.) Melalui Kultur In-Vitro, http://www.pdf-finder.com/pengaruh-konsentrasi-IAA-dan-BAP-terhadap-pertumbuhan-dan html, diakses tanggal 27 Oktober 2011
Silitonga, P.M., (2011), Statistik Teori dan Aplikasi dlam Penelitian, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNIMED, Medan
Sugito, H., Yanto Santoso., Edhi Sandra., (2006), Penggunaan Thidiazuron, 2,4-D dan Giberellin dalam pembentukan Embrio Somatik Pule Pandak (Rauvolfia serpentina (L.) Benth. Ex Kurz) melalui Kultur In Vitro, Jurnal Media Konservasi 11(2): 66-71
Swandra, E., Idris dan Netty W. Surya., Multiplikasi Tunas Andalas (Morus
macroura Miq.var.macroura) dengan menggunakan Thidiazuron dan
Sumber Eksplan Berbeda secara In Vitro, Jurnal Biologi Universitas
48
Tsuro, M et al., 1998. Comparation Effect Of Different Types Of Cytokinin For
Shoot Formation And Plant Regeneration In Leaf-Derived Callus Of Lavender, (Lavandula Vera DC). Japan. Laboratory Of Plant Breeding
Science, Faculty Of Agriculture, Kyoto Prefecural University
Qosim, W. A., (2004), Pemuliaan Manggis tak Sesulit Dibayangkan. Diakses dari
www.pikiran-rakyat.com/cetak/1204/cakrawala/lainnya4.htm. Tanggal 26
Oktober 2011.
Qosim, W.A., (2013), Pengembangan Buah Manggis sebagai Komoditas Ekspor Indonesia. Jurnal Kultivasi 12(1): 40-45
Warnita, Hervasi, D., Yanti, Y., (2011), Pertumbuhan Kalus Kentang pada beberapa Zat Pengatur Tumbuh, Jerami 4(3): 169-174
Warsidi, Edi., (2008), Manggis Buah Eksotik dari Tropis, Sanggabuana, Bandung
Wetter, L.R., dan F Constable., (1991), Metode Kultur Jaringan Tanaman, ITB, Bandung
Yelnititis., (2010). Upaya Induksi Kalus Embriogenik dari Potongan Daun Ramin.
Itto Cites Project Bekerja Sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan:
Bogor
Yelnititis., (2012). Pembentukan Kalus Remah dari Eksplan Daun Ramin (Gonystylus bancanus (Miq) Kurz.), Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan 6 (3): 181-194
Yusnita., (2003), Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien, Agromedia Pustaka, Jakarta