MODEL EVAPORASI AIR GARAM
AKFIA RIZKA KUMALA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Evaporasi Air Garam adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016 Akfia Rizka Kumala
RINGKASAN
AKFIA RIZKA KUMALA. Model Evaporasi Air Garam. Dibimbing oleh BUDI INDRA SETIAWAN, SATYANTO KRIDO SAPTOMO, dan RUDIYANTO.
Keberhasilan produksi garam pada musim kemarau sangat ditentukan oleh faktor cuaca selama musim produksi. Oleh sebab itu diperlukan teknologi pembuatan garam sepanjang tahun tanpa diganggu oleh faktor iklim. Desain evaporator garam pada penelitian ini mengacu pada dampak proses salinisasi pada tanah. Salinisasi adalah suatu proses yang menyebabkan garam terlarut dalam air terakumulasi di atas tanah. Akibat evaporasi tinggi dan kandungan garam tanah tinggi, sering terjadi proses salinisasi sehingga mengakibatkan garam mengendap di permukaan tanah.
Penelitian ini diawali dengan analisis karakteristik tanah sebagai membran evaporator. Tabung evaporator berisi membran pasir hitam dan pasir putih. Analisis tersebut antara lain analisis distribusi partikel tanah, konduktivitas hidrolik jenuh (ks), bulk density (ρb), dan kadar air tanah jenuh (θs). Penelitian
terdiri dari dua perlakuan dan masing-masing dilakukan pada dua tabung. Perlakuan pertama (P1) yakni dengan mengalirkan air garam dari tabung mariot secara terus menerus, sehingga diasumsikan kadar air tanah (θ) dalam kondisi stabil dan tidak jenuh. Sedangkan perlakuan kedua (P2) dilakukan dengan memberikan genangan pada membran dan membiarkan hingga genangan air garam menguap dan kadar air tanah berkurang. Bahan dasar berupa larutan air garam dapur (NaCl) dengan konsentrasi 50 g/l.
Karakteristik fisik membran pasir hitam (T1) memililiki nilai ks 0.07
0.004 mm/detik, ρb sebesar 1.44 gram/cm3 dan θs sebesar 0.35 cm3/cm3. Sementara itu, membran pasir putih (T2) memiliki nilai ks sebesar 0.12 0.009
mm/detik, ρb sebesar 1.35 gram/cm3 dan θs sebesar 0.52 cm3/cm3. Berdasarkan hasil analisis distribusi partikel tanah, pasir hitam memiliki partikel berukuran lebih kecil daripada pasir putih. Laju evaporasi pada membran pasir hitam (T1), rata-rata sebesar 0.75 pada P1 dan 1.23 cm/hari pada P2. Laju evaporasi pada membran pasir putih (T2) sebesar 0.375 pada P1 dan 0.95 cm/hari pada P2. Kadar air tanah pada P1 cenderung konstan sedangkan P2 cenderung mengalami penurunan. Suhu membran P1 lebih tinggi daripada membran P2. Kadar garam pada membran cenderung tinggi pada nilai θ tinggi (0.29 m3/m3), T rendah (32 oC), dan EC tinggi (0.9 mS/cm). Namun evaporator mampu menghasilkan garam di atas membran pasir pada kondisi tidak tergenang. P1 menghasilkan kristal garam 14.7 gram pada P1T1 dan 15 gram pada P1T2. P2 menghasilkan garam dengan jumlah lebih sedikit, yaitu 6 gram pada P2T1 dan 4 gram pada P2T2.
SUMMARY
AKFIA RIZKA KUMALA. Brine Evaporation Model. Supervised by BUDI INDRA SETIAWAN, SATYANTO KRIDO SAPTOMO, and RUDIYANTO.
The successful production of salt in the dry season is determined by the weather during the production season. Therefore, we need a technology to product salt throughout the year without interruption by climatic factors. Salt evaporator designed in this study refers to the impact on soil salinization process. Salinization is a process that causes the dissolved salts in the water accumulates on the ground. Due to high evaporation and high soil salt content, salinisation process often resulting salt settles at ground level.
This study began with an analysis of the characteristics of the soil as a membrane evaporator. The analysis included analysis of soil particle distribution, saturated hydraulic conductivity (ks), bulk density (ρb), and saturated soil water
content (θs). The study consisted of two treatments and each performed in two tubes. The first treatment (P1) which flowed by brine from the mariot tube continuously, so it was assumed the soil water content (θ) in a stable condition and was not saturated. While the second treatment (P2) was done by giving the puddle on the membrane and allow water to evaporate brine inundation and soil moisture content was reduced. Evaporator tube were containing black sand (T1) and white sand (T2) membrane. Brine in this research was made by a water solution of common salt (NaCl) at a concentration of 50 g/l.
The physical characteristics of black sand membrane had ks value of 0.07 ±
0.004 mm/sec, ρb 1.44 gram/cm3 and θs of 0.35 cm3/cm3. Meanwhile, white sand membrane had a ks value of 0.12 ± 0.009 mm/sec, ρb of 1.35 gram/cm3 and θs 0.52 cm3/cm3. Based on the results of the analysis of the distribution of soil particle, the black sand had a particle size smaller than the white sand. The rate of evaporation of the black sand membranes (T1), an average of 0.75 cm/day in P1 and 1.23 cm/day on P2. The rate of evaporation of the white sand membranes (T2) of 0.375 on the P1 and 0.95 cm/day on P2. The water content in the soil was relatively constant whereas P1 P2 tends to decrease. P1 membrane temperature was higher than P2 membrane. Increase of salinity was effected by high value of θ (0.29 mm3/mm3), low temperature (32 oC), and high EC (0.9 mS/cm). The evaporator could product salt on the sand membrane. P1 produced more salt crystals, ie 14.7 grams on P1T1 and 15 grams on P1T2. Meanwhile, P2 produced salt with much smaller amounts, ie 6 grams on P2T1 and 4 grams on P2T2.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan
MODEL EVAPORASI AIR GARAM
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2016
PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia yang telah diberikan sehingga tesis yang berjudul Model Evaporasi Air Garam dapat diselesaikan. Tesis ini dimaksudkan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan.
Naskah tesis ini tidak akan selesai tanpa bimbingan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof Dr Ir Budi Indra Setiawan, MAgr selaku ketua komisi pembimbing, serta Satyanto K Saptomo, STP, MSi, Dr Rudiyanto, STP, MSi, selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan masukan selama penelitian berlangsung dan dalam menyusun naskah tesis ini
2. Dr Ir Roh Santoso BW, MT selaku penguji luar komisi pada Ujian Tesis 3. Dr Ir M Yanuar J Purwanto, MS selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB arahan dan moivasi untuk tetap disiplin selama tesis dan studi
4. Keluarga penulis atas bimbingan, nasihat, dukungan dan doa sehingga penulis dapat menjalankan penelitian dan menyelesaikan naskah tesis ini
5. Seluruh karyawan Laboratorium Wageningen Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB yang telah memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian
6. Rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan (Angkatan 2013) Sekolah Pascasarjana IPB yang selalu memberi semangat serta bantuan saat pelaksanaan penelitian dan penyusunan naskah tesis
7. Seluruh pihak-pihak pendukung kelancaran dari penelitian dan penyusunan naskah tesis ini
Tesis ini disusun sesuai dengan ketentuan teknis penyusunan yang ada di Institut Pertanian Bogor. Semoga ide dalam penelitian ini dapat tersampaikan dengan baik dan memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan.
DAFTAR ISI
RINGKASAN ii
SUMMARY iii
PRAKATA iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Evaporasi Air Garam 3
Salinisasi 3
METODE 5
Waktu dan Lokasi Penelitian 5
Alat dan Bahan 5
Uji Karakteristik Membran Pasir 6
Desain Penelitian 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Karakteristik Fisik Membran 8
Proses Evaporasi Air garam pada Perlakuan Tanpa dan dengan Genangan 9 Hasil dan Kadar Garam Optimal Berdasarkan Model ANN 12
SIMPULAN DAN SARAN 15
Simpulan 15
Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16
LAMPIRAN 18
DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi penelitian 5
2 Skema penelitian (a) tanpa genangan (P1); (b) dengan genangan (P2) 7 3 Ukuran partikel: (a) distribusi ukuran partikel; (b) sebaran normal 8
4 Konduktivitas hidrolik 8
5 Laju evaporasi (mm/hari) pada P1 (tanpa genangan) dan P2 (dengan genangan) pada T1 (membran pasir hitam) dan T2 (membran pasir
putih) 9
6 Kadar air tanah volumetrik pada (a) perlakuan tanpa genangan dan (b)
dengan genangan 10
7 Suhu tanah pada perlakuan (a) tanpa genangan; (b) dengan genangan 11 8 Variasi suhu harian membran pada (a) perlakuan tanpa genangan dan
(b) dengan genangan 12
9 Kadar garam pada (a) perlakuan tanpa genangan dan (b) dengan
genangan 12
10 Grafik optimasi kadar garam berdasarkan parameter (a) suhu, (b)
kadar air, (c) konduktivitas elektrik 13
11 Garam di atas membran 14
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kegiatan penelitian 19
2 Data hasil pengujian konduktivitas hidrolik tanah 20
3 Data pengukuran distribusi ukuran partikel membran 21
4 Data pengukuran sensor membran pasir hitam tanpa genangan
(P1T1) 22
5 Data pengukuran sensor membran pasir putih tanpa genangan (P1T2) 24
6 Data pengukuran sensor membran pasir hitam dengan genangan
(P2T1) 26
7 Data pengukuran sensor membran pasir hitam tanpa genangan
(P2T2) 28
8 Data pengamatan 30
9 Data hasil optimasi kadar garam (C) 33
10 Grafik optimasi kadar garam berdasarkan parameter kadar air dan
EC dengan T tetap 38
11 Grafik optimasi kadar garam berdasarkan parameter suhu dan EC
dengan kadar air tetap 40
12 Grafik optimasi kadar garam berdasarkan parameter suhu dan kadar
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Total kebutuhan garam nasional mencapai 2.6 juta ton pada tahun 2015. Kebutuhan garam dipenuhi dari produksi nasional yang dihasilkan dari tambak garam rakyat dan tambak garam milik PT. Garam (Persero) serta impor dari Australia dan India. Tahun 2015, impor garam tahun 2009 mencapai 1.7 juta ton (Saputro et al. 2011). Produksi garam di Indonesia sangat bergantung pada cuaca dan iklim. Oleh sebab itu, garam hanya dapat diproduksi pada saat musim kemarau. Keberhasilan produksi garam pada musim kemarau sangat ditentukan oleh faktor cuaca selama musim produksi (Moinier 1999; Akridge 2008; Korovessis dan Lekkas 2006; DKP 2003, Zhiling dan Guangyu 2008).
Proses pembentukan garam dipengaruhi oleh laju evaporasi dan dihambat oleh faktor hujan dan iklim mikro penghambat evaporasi. Oleh sebab itu, suatu teknologi diperlukan untuk memproduksi garam dalam jumlah besar dan berkualitas baik dalam rangka memenuhi kebutuhan garam nasional ketika iklim kurang mendukung. Awal mula upaya penulis pada penelitian ini merupakan langkah awal untuk memperoleh ilmu dasar pembentukan garam, yakni mengetahui model evaporasi air garam.
Proses pembuatan garam bergantung pada laju evaporasi air garam. Faktor-faktor iklim yang perlu diperhatikan pada saat produksi garam untuk meningkatkan laju evaporasi (Moinier 1999), antara lain:
a. suhu berfungsi memanaskan molekul-molekul air pada saat penguapan
b. kelembapan udara untuk meningkatkan laju evaporasi. Jika kelembapan tinggi, laju evaporasi menjadi rendah karena kejenuhan udara akan lebih cepat tercapai
c. radiasi surya untuk meningkatkan energi panas saat evaporasi
d. angin berfungsi menggantikan udara jenuh dengan udara belum jenuh untuk mendukung proses evaporasi
Bahan dasar yang digunakan pada pembuatan garam adalah air laut. Air laut merupakan air dengan kandungan garam-garam tertentu, terutama garam pembentuk garam dapur, yakni NaCl. Proses pembentukan kristal garam dapur merupakan hasil proses evaporasi air laut kemudian mengendapkan kristal garam NaCl. Pada penelitian ini menggunakan air garam sebagai bahan dasar.
Perumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana karakteristik fisik membran pasir pada penelitian?
2. Bagaimana proses evaporasi air garam pada membran pasir yang dialiri air garam dari bawah dan atas permukaan membran?
3. Apakah rancangan alat evaporator menghasilkan garam dapur?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui karakteristik fisik membran pasir yang digunakan pada penelitian 2. Mengetahui proses evaporasi air garam pada membran pasir yang dialiri air
garam dari bawah dan atas permukaan 3. Menghasilkan kristal garam dapur
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian bagi masyarakat ilmiah dapat dijadikan sebagai dasar proses evaporasi air garam. Pada akhirnya hasil penelitian ini dapat digunakan oleh industri dan masyarakat sebagai acuan pengembangan produksi garam dan air tawar, maupun proses evaporasi air garam yang lain.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini:
1. Penelitian ini dilakukan dengan bahan berupa larutan garam dengan konsentrasi 50 gram/liter
2. Membran yang diteliti berupa pasir dengan dua jenis yang berbeda, yakni pasir hitam dan pasir putih
TINJAUAN PUSTAKA
Evaporasi Air Garam
Akridge (2008) melakukan analisis evaporasi air garam untuk menghasilkan garam kristal. Garam yang diproduksi dihitung menggunakan rumus:
(1)
Adapun ms adalah masa (kg) kristal garam, mw adalah masa (kg) air yang
terevaporasi, dan S adalah konsentrasi air garam mula-mula dalam wt% NaCl, Rumus tersebut berlaku dengan asumsi garam terlarut merupakan sodium klorida murni, sehingga kehadiran komponen kecil lain akan memberikan dampak pada simulasi numerik.
Modivikasi persamaan Penman (1948) oleh Akridge (2008) dalam perhitungan laju evaporasi pada produksi garam adalah sebagai berikut:
(2)
Adapun E adalah laju evaporasi (mm/hari), λ adalah kalo laten, ∆ adalah gradient tekanan uap dengan kurva temperatur, γ adalah konstanta psychrometrik, Rn
adalah radiasi surya netto, f (u) adalah fungsi anginserta es dan e adalah tekanan
uap jenuh dan tekanan uap actual udara ambien.
Leon-Hidalgo et al. (2009) menginformasikan bahwa penambahan konsentrasi NaCl pada larutan garam akan menurunkan tekanan uap. Selain itu, tekanan uap ditentukan oleh kandungan garam-garam dari air laut. Adapun NaCl memiliki tekanan uap yang lebih rendah daripada air murni, namun lebih tinggi daripada MgSO4 dan garam-garam lain yang terkandung.
Model numerik yang dikembangkan dari persamaan evaporasi Penman memberikan hasil yang signifikan antara hasil model dengan hasil observasi evaporasi dan produksi garam di Pegaraman La Plasita pada tahun 2000. Akan tetapi model numerik tidak memberikan hasil signifikan dengan hasil observasi pegaraman di Teluk Hangchou, China pada abad ke-18 (Akridge 2008).
Gran et al. (2011) memodelkan evaporasi air garam menggunakan prinsip proses termodinamik. Proses tersebut fokus pada keseimbangan masa air (water balance), yakni pada fase cair dan gas, masa udara (air balance) terlarut di dalam air dan dalam bentuk gas pada tekanan tertentu, serta keseimbangan energy (energy balance). Persamaan dan parameter model numerik Gran et al. (2011) meliputi model modifikasi model van Genuchten, fungsi permeabilitas relatif. Hukum Darcy, Hukum Fick’s, dan persamaan psikrometrik.
Salinisasi
menghambat pertumbuhan tanaman dengan membatasi kemampuan tanaman untuk mengambil air. Faktor-faktor pendukung salinisasi antara lain proses hidrologi, iklim, irigasi drainase, tutupan lahan dan karakteristik perakaran, serta pertanian. Kejadian yang mempengaruhi salinisasi antara lain keberadaan garam dalam tanah, laju evaporasi yang tinggi, serta curah hujan tahunan rendah.
Jumlah garam tinggi di dalam tanah mengakibatkan akar tanaman memerlukan upaya lebih besar untuk mengambil air dari tanah. Tanah salin memicu gangguan fisiologi dan metabolik tanaman, sehingga berdampak pada pertumbuhan, produktivitas, dan kualitas tanaman (Jouyban 2012). Salinisasi mampu mennurunkan kualitas air tanah dan sumber-sumber air seperti kolam dan rawa.
Salinitas adalah keberadaan garam terarut dalam konsentrasi yang berlebihan dalam larutan tanah atau keadaan tinggi/rendah kadar garam di dalam tanah. Semakin tinggi salinitas tanah, semakin tinggi pula daya hantar listrik (DHL) larutan tanah. Salinitas dapat diestimasi melalui pengukuran electric conductivity (EC) tanah (Rhoades et al. 1999).
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Wageningen Institut Pertanian Bogor (Gambar 1) serta Laboraturium Mekanika Tanah, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Penelitian dimulai pada Maret 2015 sampai November 2015.
Gambar 1 Lokasi penelitian
Alat dan Bahan
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi:
a. Tabung mariot dan tabung evaporator berdiameter 4 inci dengan perlengkapan berupa selang dan katup, lampu 75 watt, kipas angin, dan kabel listrik
b. Penyangga membran pasir berupa kain dan tutup pipa
c. Alat untukpengukuran θ, Tsoil, dan EC berupa sensor 5-TE dan GS-3
d. Alat untuk menyimpan hasil pengukuran sensor secara otomatis berupa data logger Decagon
e. Alat untuk mengukur masa berupa timbangan digital
f. Alat uji konduktivitas hidrolik jenuh dengan metode falling head
g. Alat uji tekstur berupa saringan berdiameter 2 mm; 0.84 mm, 0.42 mm; 0.25 mm; 0.105 m; dan 0.074 mm
h. Oven untuk pengering
i. Perangkat komputer untuk mengunduh data pengukuran sensor dan analisis data penelitian
j. Program Ms. Excel, Ms. Word, Backpropagation ANN, dan Autocad
Bahan
a. Larutan garam yang dibuat dari garam meja (NaCl) kristal dengan konsentrasi 50 gram/liter
Uji Karakteristik Membran Pasir
Penelitian ini diawali dengan analisis karakteristik tanah sebagai membran evaporator. Tabung evaporator berisi membran pasir hitam dan pasir putih. Uji karakteristik tanah dilakukan dengan melakukan analisis distribusi partikel tanah, konduktivitas hidrolik jenuh (ks), bulk density (ρb), dan kadar air tanah jenuh (θs).
Analisis distribusi partikel tanah dilakukan dengan menggunakan saringan. Konduktivitas hidrolik jenuh (ks) dianalisis dengan menggunakan uji falling head,
yakni mengukur waktu yang diperlukan air melewati sampel tanah pada ring sample. Bulk density (ρb) dan kadar air tanah jenuh (θs) diukur dengan membandingkan massa tanah dalam kondisi jenuh air dengan massa tanah pada kondisi kering setelah dioven.
Analisis distribusi ukuran partikel tanah dilakukan menggunakan model persamaan Setiawan dan Nakano (1993)
(3)
dengan σ adalah persentase partikel berukuran lebih kecil dari diameter φ (mm) dan a, b, c adalah parameter hasil analisis solver pada microsoft excel. Pada pengujian pasir hitam nilai a1, b1, c1 berturut-turut sebesar 0.002; 1.06; dan
3449.9. Pada pasir putih, nilai a1, b1, c1 berturut-turut sebesar 0.03; 1.98; dan
10887.8.
Desain Penelitian
Penelitian dirancang menggunakan dua desain evaporator. Evaporator pertama (P1) menggunakan tabung mariot dan evaporator kedua (P2) tanpa menggunakan tabung mariot. P1 mengalirkan air garam dari tabung mariot berdiameter 6 inci secara terus-menerus dengan debit 0.002 mm/detik, hingga
nilai θ diasumsikan mendekati nilai θs. P2 dilakukan dengan menggenangkan air garam di atas membran dan dibiarkan hingga air garam menguap. P1 merupakan simulasi pembuatan garam seperti kejadian salinisasi tanah akibat intrusi air laut. Tanah terkontaminasi air garam secara terus menerus dalam kondisi stabil dari bawah permukaan. Tabung mariot digunakan untuk mengontrol air salin masuk ke dalam evaporator sehingga kadar air tetap atau stabil pada P1. Ketika kadar air membran pada tabung evaporator berkurang karena mengalami evaporasi, air salin dari tabung mariot secara otomatis akan mengalir menuju evaporator dan membasahi membran. Kadar air dari membran dibuat tidak sampai jenuh. P2 merupakan simulasi pembuatan garam dari genangan di atas tanah. Bahan dasar pebuatan garam adalah larutan air garam dapur (NaCl) dengan konsentrasi 50 g/l. Konsenrasi air garam tersebut melebihi salinias air laut yang bernilai sekitar 35,000-42,000 ppm atau 35-42 g/l (Biyantoro dan Basuki 2007). Konsentrasi air garam ini mengandung garam NaCl murni, sedangkan air laut mengandung garam-garam lain, seperti Fe, Pb, Cd, Cu, Mn, Mg dll.
berasal dari bola lampu dan kipas angin yang memindahkan uap air yang terbentuk di lingkungan sekitar evaporator sehingga berpindah ke tempat lain. Proses evaporasi yang diujicobakan mengikuti prinsip neraca air, energi, dan massa garam terlarut yang telah disimulasikan Gran et al. (2011).
Pengukuran suhu tanah, kadar air, dan electric conductivity (EC) dilakukan dengan menggunakan sensor dengan pencatatan setiap 1 jam. Pengukuran parameter tersebut dilakukan dengan menggunakan sensor GS3 dan 5TE. Sensor 5TE ditancapkan pada membran tabung 1 (pasir hitam) dan GS3 pada membran tabung 2 (pasir putih). Kedua sensor tersebut mengukur suhu tanah dalam satuan derajat Celcius, kadar air tanah dalam m3/m3, dan EC dalam milisiemens/centimeter (ms/cm). Sensor EC memberikan informasi tentang salinitas tanah (UN FAO 2005) dan konduktivitas elektrik tanah (Grisso et al. 2009). Nilai salinitas dikonversi dari satuan ms/cm ke dalam satuan gram/liter garam dengan cara melakukan kalibrasi kandungan garam dalam larutan yang dicampurkan dengan tanah. Menduga kadar garam dalam satuan gram/liter dilakukan dengan menggunakan metode Artificial Neural Network (ANN) dengan data input berupa data kadar air volumetrik, suhu tanah, dan EC yang terukur pada saat kalibrasi. Hal ini didasarkan pada pernyataan Rhoades et al. (1999) bahwa kadar garam tanah dapat diukur dengan menggunakan EC dan dipengaruhi oleh suhu dan kadar air.
(a) (b)
Gambar 2 Skema penelitian (a) tanpa genangan (P1); (b) dengan genangan (P2)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Fisik Membran
Tabung 1 berupa membran pasir hitam dengan ρb sebesar 1.44 gram/cm3 dan
θs sebesar 0.35 cm3/cm3, sedangkan tabung 2 berupa membran pasir putih dengan
ρb sebesar 1.35 gram/cm3 dan θs sebesar 0.52 cm3/cm3. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pasir hitam memiliki proporsi kadar air yang lebih kecil pada kondisi jenuh, namun memiliki jumlah partikel pasir yang lebih banyak daripada pasir putih.
Berdasarkan hasil analisis distribusi partikel tanah, pasir hitam memiliki partikel berukuran lebih kecil daripada pasir putih (Gambar 3a). Partikel berdiameter kurang dari 0.25 mm lebih banyak ditemukan pada pasir hitam daripada pasir putih, yakni berturut-turut 60% dan 40%. Pasir hitam mengandung partikel berdiameter kurang dari 0.1 mm sebanyak 39% sedangkan pasir putih sebanyak 17%. Sebaran normal (Gambar 3b) menunjukkan bahwa pasir putih memiliki partikel yang lebih seragam daripada pasir hitam. Akan tetapi pasir putih didominasi oleh partikel lebih besar daripada pasir hitam.
(a) (b)
Gambar 3 Ukuran partikel: (a) distribusi ukuran partikel; (b) sebaran normal
Gambar 4 Konduktivitas hidrolik
0.0
data pasir hitam data pasir putih
Kemampuan tanah melewatkan air pada kondisi jenuh, ketika seluruh pori-pori tanah terisi oleh air digambarkan dari nilai ks (Delgado-Rodriguez et al.
2011). Membran pasir putih memiliki nilai konduktivitas hidrolik tinggi, yakni rata-rata 0.12 0.009 mm/detik, sedangkan membran pasir hitam melewatkan air rata-rata 0.07 0.004 mm/detik (Gambar 4). Pasir putih memiliki ukuran partikel besar dengan konduktivitas hidrolik jenuh lebih tinggi daripada pasir hitam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gulser dan Cdanemir (2014) serta Schuhmann et al. (2011) bahwa semakin banyak partikel dengan ukuran besar, semakin tinggi pula konduktivitas hidrolik jenuh dari tanah tersebut.
Proses Evaporasi Air garam pada Perlakuan Tanpa dan dengan Genangan
Evaporasi merupakan salah satu faktor pendukung pembentukan garam dan salinisasi (Abdelrady 2013; Gran et al. 2011; Xue dan Akae 2010; Zhang et al. 2013a; Zhang et al. 2013b). Gambar 5 memberikan informasi perbedaan evaporasi pada empat kondisi, yakni tabung tanpa genangan pada membran pasir hitam (P1T1) dan membran pasir putih (P1T2) serta tabung dengan genangan pada membran pasir hitam (P2T1) dan membran pasir putih (P2T2).
Gambar 5 Laju evaporasi (mm/hari) pada P1 (tanpa genangan) dan P2 (dengan genangan) pada T1 (membran pasir hitam) dan T2 (membran pasir putih)
Laju evaporasi pada P1, yakni P1T1 dan P1T2 cenderung mengalami penurunan pada pengamatan hari ke-4 dan ke-5 (Gambar 5). Laju evaporasi P1T1 pada awal pengamatan mencapai 1.7 cm/hari, sedangkan P1T2 hanya sebesar 0.4 cm/hari. Setelah mengalami salinisasi, beberapa rongga pori-pori tanah terisi oleh larutan garam sehingga mengalami penurunan kemampuan evaporasi. Abdelrady (2013) mengungkapkan bahwa air dengan kandungan garam 100 gram/liter dan 300 gram/liter akan mengalami penurunan laju evaporasi 3.4% dan 31.9%. Partikel pasir putih lebih besar, sehingga rongga udara antar partikel menjadi lebih luas.
Partikel dengan rongga udara luas memberikan ruang larutan garam untuk mengisi. Keberadaan garam di antara partikel tersebut menyebabkan penuruan kemampuan evaporasi. Dengan demikian, laju evaporasi pada membran pasir putih lebih kecil daripada pasir hitam.
Laju evaporasi pada P2 memberikan nilai lebih tinggi daripada membran tanpa genangan (Gambar 5). Evaporasi hanya diukur di atas membran, sehingga evaporasi lebih banyak dipengaruhi oleh kemampuan air di atas membran kemudian mengubah menjadi kalor laten untuk evaporasi. Laju evaporasi pada membran pasir hitam (T1), rata-rata sebesar 0.75 pada P1 dan 1.23 cm/hari pada P2. Laju evaporasi pada membran pasir putih (T2) sebesar 0.375 pada P1 dan 0.95 cm/hari pada P2. Laju evaporasi tinggi tersebut disebabkan oleh kemampuan air di permukaan membran untuk menyerap dan mengubah kalor menjadi kalor laten lebih tinggi daripada air pada pori-pori tanah P1. Laju evaporasi air laut dengan konsentrasi 40 gram/liter adalah 0.6 cm/hari (Kokya dan Kokya 2006). Laju evaporasi pada penelitian ini cenderung lebih tinggi pada P2. Kondisi ini terjadi karena lingkungan penelitian dibuat sedemikian rupa sehingga mendukung percepatan evaporasi.
Proses evaporasi air garam memberikan dampak perubahan kadar air volumetrik berdasarkan pengamatan sensor. Kadar air volumetrik membran P1 cenderung stabil, yakni 0.25 0.01 m3/m3 pada T1 dan 0.1 0.005 m3/m3 pada T2 (Gambar 6a). P1 melibatkan tabung mariot untuk mengontrol ketinggian air garam pada tabung evaporator sehingga kadar air cenderung stabil. Membran pasir hitam dan putih pada P1 hanya dibasahi oleh air garam, tetapi tidak sampai tergenang. Air garam mengalir dari tabung mariot menuju bagian bawah membran tabung evaporator kemudian secara bersamaan dilakukan upaya penguapan dengan bantuan energi bola lampu di atas tabung evaporator. Pengurangan kadar air pada membran pasir akibat proses evaporasi selalu digantikan oleh air garam dari tabung mariot.
(a) (b)
genangan air garam telah habis, sehingga air di dalam pori-pori membran mengalami evaporasi. Hal serupa juga terjadi pada T2, tetapi air garam pada T2 surut lebih lambat. Hal ini terkait dengan laju evaporasi pada pasir hitam cenderung lebih tinggi daripada pasir putih.
(a) (b)
Gambar 7 Suhu tanah pada perlakuan (a) tanpa genangan; (b) dengan genangan Selain itu, energi panas dari bola lampu dan variasi suhu harian di sekitar lingkungan penelitian memberikan dampak pada perubahan suhu membran dan proses evaporasi air garam. Suhu membran pasir putih (T2) cenderung lebih tinggi daripada suhu membran pasir hitam (T1) (Gambar 7). Suhu P1T2 mencapai nilai maksimum 41.2 oC pada sore hari dan nilai minimum 33.9 oC pada pagi hari. Kondisi ini merupakan dampak dari fluktuasi suhu harian akibat energi matahari yang cukup besar pada siang hari dan rendah pada pagi hari (Neuberger et al. 2014). Suhu P1T1 lebih rendah, mencapai nilai maksimum 37.5 oC pada sore hari dan nilai minimum 25.5 oC pada pagi hari. Hal ini terjadi karena kadar air di dalam membran pasir putih tanpa genangan lebih rendah daripada membran pasir hitam pada perlakuan serupa (Gambar 7a). Nobel dan Geller (1987) mengemukakan bahwa suhu maksimal tanah kering mencapai 45 oC, sedangkan tanah lembap 30 oC, merupakan akibat dari peningkatan kapasitas kalor volumetrik seiring dengan peningkatan kadar air tanah. Alnefaie dan Abu-Hamdeh (2013) mengemukakan bahwa kalor spesifik meningkat seiring dengan peningkatan kadar air tanah.
Suhu P2 juga mengalami peningkatan seiring pertambahan waktu. Hal ini disebabkan oleh penurunan kadar air membran tanpa ada suplai air garam (Gambar 7b). Membran P2T2 cenderung mengalami fluktuasi suhu harian tetap sejak awal hingga akhir percobaan. P2T1 cenderung mengalami kenaikan suhu pada akhir percobaan. Hal ini terjadi karena laju evaporasi pasir putih lebih rendah daripada pasir hitam. Oleh sebab itu kadar air T1 lebih cepat berkurang sehingga suhu harian lebih cepat meningkat.
Sedangkan pada P1, jumlah air sedikit hanya mampu menampung sedikit kalor kemudian diubah menjadi panas laten. Ketika kalor sampai ke permukaan membran lebih banyak, suhu membran menjadi lebih tinggi.
Suhu membran pasir hitam dan putih mengalami titik puncak maksimum dan minimum mengikuti variasi suhu harian akibat pengaruh radiasi surya lingkungan. Pasir hitam dan putih pada P1 dan P2 mengalami titik maksimum pada pukul 14:00 – 16:00 WIB dan minimum pada pukul 05:00 – 07:00 WIB. Pukul 14:00 – 16:00 WIB merupakan waktu-waktu terpanas karena matahari memancarkan radiasi optimal sekitar pukul 12:00 – 13:00 WIB, sedangkan puncak terdingin pada pukul 06:00 – 09:00 WIB (Gambar 8).
(a) (b)
Gambar 8 Variasi suhu harian membran pada (a) perlakuan tanpa genangan dan (b) dengan genangan
Hasil dan Kadar Garam Optimal Berdasarkan Model ANN
Kadar garam tinggi seringkali menyebabkan salinisasi pada tanah. Oleh sebab itu, kondisi kadar garam pada membran pasir diamati dan dikonversi pada satuan konsentrasi garam, yakni gram/liter. Kadar garam pada P1T1 tidak konstan (Gambar 9a), seperti kondisi grafik kadar air P1T1. Sedangkan kadar garam pada membran dengan genangan lebih besar daripada membran tanpa genangan (Gambar 9b). Hal ini sesuai dengan pernyataan Grisso et al. 2009 bahwa kadar air mempengaruhi nilai EC tanah.
Kadar garam (C) diduga menggunakan model ANN berdasarkan input
parameter T, θ, dan EC. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa kadar garam dalam membran evaporator paling tinggi dihasilkan pada saat suhu minimal, yakni 32 oC (Gambar 10a). Kadar garam akan menurun seiring dengan peningkatan suhu. Penurunan kadar garam akan berkurang setelah mencapai suhu 35 oC, pada nilai EC berapa pun. Kondisi ini mengakibatkan grafik kadar garam pada P2 lebih tinggi daripada kadar garam pada P1 (Gambar 9b).
(a) (b)
(c)
Gambar 10 Grafik optimasi kadar garam berdasarkan parameter (a) suhu, (b) kadar air, (c) konduktivitas elektrik
Kadar garam hasil estimasi ANN ini juga sensitif dengan peningkatan gram/liter. Hal ini menunjukkan bahwa hasil estimasi garam menggunakan ANN ini bernilai tinggi jika suhu membran rendah. Pada saat suhu membran rendah, kemampuan evaporasi berkurang sehingga kadar garam banyak mengendap di dalam membran, sehingga kadar garam terukur pada membran lebih tinggi. Selain itu, semakin banyak kandungan air pada membran, kandungan garam lebih banyak terakumulasi di dalam membran.
kenaikan 1 mS/cm. Peningkatan nilai C serupa dan sebanding dengan peningkatan C pada nilai θ berbeda. Namun demikian, kadar air tinggi tetap menunjukkan kadar garam tinggi pada suhu dan EC sama (Gambar 10c).
Setelah evaporasi berlangsung, air salin akan meninggalkan garam di permukaan membran. Hal ini terjadi karena garam tidak ikut menguap bersama uap air tetapi tetap tinggal di atas permukaan membran dan membentuk kristal garam (Gambar 11). Garam tersebut terlarut dalam air salin mengisi pori-pori membran kemudian mengalami penguapan (Saxton dan Rawls 2006). Garam kristal terbentuk di atas membran pada P1 lebih banyak daripada pada P2. Hal ini menunjukkan bahwa ketika evaporasi air salin disuplai terus menerus oleh air salin dari bawah permukaan tanah, kristal garam akan terakumulasi terus menerus hingga kondisi jenuh. Namun ketika evaporasi air salin disebabkan oleh genangan air salin maka jumlah garam yang terbentuk cenderung tetap sejumlah kandungan garam yang terdapat di dalam air salin tersebut.
Gambar 11 Garam di atas membran
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Karakteristik fisik membran pasir hitam memililiki nilai ks 0.07 0.004
mm/detik, ρb sebesar 1.44 gram/cm3 dan θs sebesar 0.35 cm3/cm3. Sementara itu, membran pasir putih memiliki nilai ks sebesar 0.12 mm/detik, ρb sebesar 1.35
gram/cm3 dan θs sebesar 0.52 cm3/cm3. Pasir hitam memiliki partikel berukuran lebih kecil daripada pasir putih.
Laju evaporasi pada membran pasir hitam (T1), rata-rata sebesar 0.75 pada P1 dan 1.23 cm/hari pada P2. Laju evaporasi pada membran pasir putih (T2) sebesar 0.375 pada P1 dan 0.95 cm/hari pada P2. Kadar air tanah pada membran teraliri air garam terus menerus cenderung konstan sedangkan membran tergenang cenderung mengalami penurunan. Suhu membran tanpa genangan lebih tinggi daripada membran dengan genangan air garam. Suhu membran berfluktuasi mengikuti suhu harian. Sedangkan kadar garam membran sensitif dengan perubahan suhu, kadar air dan kadar garam.
Membran evaporator mengandung kadar garam optimum pada suhu rendah, 3 oC, kadar air tertinggi 0.29 mm3/ mm3, dan konduktivitas elektrik tertinggi 0.9 mS/cm, yakni pada kondisi tergenang. Namun evaporator mampu menghasilkan garam di atas permukaan membran terbanyak pada kondisi tidak tergenang. Perlakuan tanpa genangan menghasilkan kristal garam lebih banyak, yaitu 14.7 gram pada pasir hitam dan 15 gram pada pasir putih. Sementara itu, perlakuan dengan genangan menghasilkan garam dengan jumlah lebih sedikit, yaitu 6 gram pada pasir hitam dan 4 gram pada pasir putih.
Saran
Saran untuk pengembangan penelitian berdasarkan hasil penelitian antara lain:
- Membran evaporator perlu dikembangkan selain menggunakan pasir untuk menghasilkan garam lebih berkualitas.
- Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk melihat model evaporasi air garam dengan mengadopsi kejadian salinisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdelrady AR. 2013. Evaporation Over Fresh and Saline Water Using SEBS [tesis]. Enschede (NL): The University of Twente.
Alnefaie KA, Abu-Hamdeh NH. 2013. Specific heat and volumetric heat capacity of some saudian soils as affected by moisture and density. Jeddah (SA): International Conference on Mechanics, Fluids, Heat, Elasticity and Electromagnetic Fields. hlm 139-143.
Akridge DG. 2008. Methods for calculating brine evaporation rates during salt production. J. Archeol. Sci. 35:1453-1462.
Biyantoro D, Basuki KT. 2007. Pengukuran dan analisis unsur-unsur pada air laut muria unuk air primer. Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): PPI-PDIPTN. hlm 68-73.
Delgado-Rodriguez O, Peinado-Guevara HJ, Green Ruiz CR, Herrera Barrientos J, Shevnin V. 2011. Determination of hydraulic conductivity and fines content in soils near an unlined irrigation canal in Guasave, Sinaloa, Mexico. J. Soil Sci. Plant Nutr.11(3):13-31.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2003. Pemberdayaan Garam Rakyat. Jakarta (ID): Dirjen Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran. Gran M, Carrera J, Olivella S, Saaltink MW. 2011. Modelling evaporation process
in a saline soil from saturation to oven dry condition. Hydrol. Earth Syst. Sci. Disc. 8: 529-554.
Grisso R, Alley M, Holshouser D, Thomason W. 2009. Precision farming tools: soil electrical conductivity. Virginia (VA): Virginia State University. 442:1-6. Gulser C, Candemir F. 2014. Using soil moisture constants and physical
properties to predict saturated hydraulic conductivity. Eurasian J. Soil Sci. 3:77-81.
Jouyban Z. 2012. The effects of salt stress on plant growth. Tech J. Eng. Apl. Sci. 2 (1): 7-10.
Kokya, B. A., & Kokya, T. A. 2006. Proposing a formula for the evaporation measurement from salt water resources. Hydrol. Processes. 22:2005-2012. Korovessis NA, Lekkas TD. 2006. Comparison of solar saltworks with saline
coastal wetlands. Santorini Island (GR): The 1st of the International Conference on the Ecological Importance of Solar Saltworks (CEISSA 06). hlm 52-61.
Moinier B. 1999. The appropriate size of saltworks to meet environmental and production requirements. Paris (FR): Post Conference Symposium proceeding saltworks: Preserving Saline Coastal Ecosystem. hlm 49-65
Neuberger P, Adamovsky R, Sed’ova M. 2014. Temperatures and heat flows in a soil enclosing a slinky horizontal heat exchanger. Energies. 7:972-987. Nobel PS, Geller GN. 1987. Temperature modelling of wet and dry desert soils.
Journal of Ecology. 75(1): 247-258.
Rhoades, JD, Chanduvi, F, Lesch, S. 1999. Soil Salinity Assessment: Methods and Interpretations of Electrical Conductivity [paper]. Rome (IT): FAO. 57 Saputro GB, Hartini S, Setyawan IE, Rosaji FSC, Adzan G, Handayani W,
Saxton KE, Rawls WJ. 2006. Soil water characteristic estimates by texture and organic matter for hydrologic solutions. Soil Sci. Soc. Am. J. 70:1569-1578. Setiawan BI, Nakano M. 1993. On the Determination of Unsaturated Hydraulic
Conductivity from Soil Moisture Profiles and from Water Retention Curves. Soil Sci. Soc. Am. J. 156(6):389-395.
Schuhmann R, Koniger F, Emmerich K, Stefanescu E, Stacheder M. 2011. Determination of hydraulic conductivity based on (soil) - moisture content of fine grained soils, hydraulic conductivity – issues. Determination and applications. Prof. LakshmananElango (Ed.) [Internet]. [diunduh 15 Agustus 2015]; ISBN: 978-953-307-288-3. Tersedia pada:
http://www.intechopen.com/books/hydraulic-conductivity-issues- determinationand-applications/determination-of-hydraulic-conductivity-based-on-soil-moisture-content-of-fine-grained-soils
[UN FAO] United Nations Food and Agriculture Organization. 2005. 20 hal untuk diketahui tentang dampak air laut pada lahan pertanian di propinsi NAD. (panduan lapang). [diunduh 28 Desember 2015]. Tersedia pada: http://www.fao.org/ag/tsunami/docs/20_things_on_salinity_bahasa.pdf [USDA] US Department of Agriculture. 1998. Soil quality resources cocerns:
Salinization (Soil Quality Information Sheet). Washington (US): USDA Natural Resources Conservation Service. [diunduh pada 28 Desember 2015]. Tersedia pada: http://www.nrcs.usda.gov/Internet/FSE_DOCUMENTS/nrcs 142p2_053151.pdf
Xue Z, Akae T. 2010. Effect of soil water content and salinity on daily evaporation from soil column. J. Am. Sci. 6(8):576-580.
Zhang C, Li L, Lockington D. 2013a. Numerical study of evaporation-induced salt accumulation and precipitation in bare saline soils: mechanism and feedback. Water Resour. Res. 50:8084-8016.
Zhang C, Xu XW, Lei JQ, Hill RL, Zhao Y. 2013b. The effects of soil salt crusts on soil evaporation chemical changes in different ages of Taklimakan Desertbelts. J. Soil Sci. Plant Nutr. 13(4):1019-1028.
Zhiling J, Guangyu Y. 2008. The promotion of salt quality trough optimizing
Lampiran 1 Kegiatan penelitian
Gambar Keterangan Gambar
Membran 2 tanpa genangan menjadi kering setelah terevaporasi dan tampak endapan garam di atas membran
Penggenangan membran oleh larutan garam dengan kedalaman genangan 0.8 cm
Kondisi membran yang mulai mengering akibat evaporasi
Membran yang telah kering mengendapkan garam di permukaan membran dan siap dipanen
Lampiran 2 Data hasil pengujian konduktivitas hidrolik tanah
sampel tanah
t(detik)
1 2 3 4 5 Rata-rata
a. Pasir hitam
waktu (detik) 9.58 10.12 10.44 10.53 11.1
pasir hitam (mm/detik) 0.076 0.072 0.070 0.069 0.066 0.070
ks1-ksrata-rata (mm/detik) 0.0055 0.0015 -0.0007 -0.0013 -0.0049
(ks1-ksrata-rata)^2 0.0000304 0.0000021 0.0000006 0.0000018 0.0000239
StDev (mm/detik) 0.0
m0 (gram) 124.7 ms (gram) 144.3 mw (gram) 34.5
ma (gram) 303.5 ρb (g/cm3) 1.443 Ɵw (g/cm3) 0.345
mb (gram) 269.0
b. Pasir putih
waktu (detik) 5.62 5.98 6.34 6.66 6.79
pasir putih (mm/detik) 0.129 0.122 0.115 0.109 0.107 0.116
ks2-ksrata-rata (mm/detik) 0.0130 0.0052 -0.0017 -0.0072 -0.0093
(ks2-ksrata-rata)^2 0.0001689 0.0000271 0.0000029 0.0000520 0.0000865
StDev (mm/detik) 0.0091838 0.0092
m0 (gram) 123.4 ms (gram) 134.6 mw (gram) 52.2
ma (gram) 310.2 ρb (g/cm3) 1.346 Ɵb (gram/cm3) 0.522
mb (gram) 258
Lampiran 3 Data pengukuran distribusi ukuran partikel membran
a. data pasir putih Diameter (mm) masa (gram)
kumulatif lolos
%kumulatif lolos
model
E2
2 1.9 100.0 100 100 0
0.84 11.4 98.1 98.1 99.92 3.33
0.42 42.9 86.7 86.7 83.81 8.32
0.25 26.8 43.8 43.8 47.84 16.35
0.105 13.0 17.0 17 11 36.02
0.074 0.5 4.0 4 5.66 2.74
<0.074 3.5 3.5 66.76
total 100.0
b. data pasir hitam Diameter (mm) masa (gram)
kumulatif lolos
%kumulatif lolos model E2
2 2.4 100
0.84 13.0 97.6 97.6 99.9 5.41
0.42 25.6 84.6 84.6 83.8 0.62
0.25 19.6 59.0 59.0 47.8 124.47
0.105 25.4 39.4 39.4 11.0 806.66
0.074 3.0 14.0 14.0 5.7 69.64
11.0 11.0 1006.8
Lampiran 4 (lanjutan) Data pengukuran sensor membran pasir hitam tanpa genangan (P1T1)
P1T1
θ Ts EC
0.231 31.700 0.210 4.358
0.285 37.500 0.720 5.112
waktu pengukuran pukul time m³/m³ VWC °C Temp
mS/cm EC
Bulk gram/liter
6/1/2015 2:00 2:00:00 AM 60 0.239 34.00 0.25 4.43
6/1/2015 3:00 3:00:00 AM 61 0.238 33.70 0.25 4.44
6/1/2015 4:00 4:00:00 AM 62 0.237 33.70 0.25 4.44
6/1/2015 5:00 5:00:00 AM 63 0.235 33.30 0.25 4.46
6/1/2015 6:00 6:00:00 AM 64 0.234 32.90 0.25 4.36
6/1/2015 7:00 7:00:00 AM 65 0.232 32.70 0.24 4.39
6/1/2015 8:00 8:00:00 AM 66 0.231 32.90 0.24 4.36
6/1/2015 9:00 9:00:00 AM 67 0.244 33.60 0.29 4.45
6/1/2015 10:00 10:00:00 AM 68 0.277 33.90 0.61 4.95
6/1/2015 11:00 11:00:00 AM 69 0.275 34.60 0.53 4.96
6/1/2015 12:00 12:00:00 PM 70 0.278 35.40 0.58 4.96
6/1/2015 13:00 1:00:00 PM 71 0.274 35.90 0.49 4.83
6/1/2015 14:00 2:00:00 PM 72 0.264 36.40 0.34 4.66
6/1/2015 15:00 3:00:00 PM 73 0.258 35.80 0.29 4.68
6/1/2015 16:00 4:00:00 PM 74 0.255 36.00 0.26 4.67
6/1/2015 17:00 5:00:00 PM 75 0.253 35.60 0.25 4.54
6/1/2015 18:00 6:00:00 PM 76 0.252 35.00 0.25 4.55
6/1/2015 19:00 7:00:00 PM 77 0.250 34.20 0.24 4.57
6/1/2015 20:00 8:00:00 PM 78 0.250 33.80 0.24 4.57
6/1/2015 21:00 9:00:00 PM 79 0.250 33.70 0.24 4.58
6/1/2015 22:00 10:00:00 PM 80 0.249 33.60 0.24 4.58
6/1/2015 23:00 11:00:00 PM 81 0.249 33.40 0.24 4.58
6/2/2015 0:00 12:00:00 AM 82 0.248 33.40 0.25 4.58
6/2/2015 1:00 1:00:00 AM 83 0.247 33.20 0.25 4.59
6/2/2015 2:00 2:00:00 AM 84 0.247 33.00 0.25 4.60
Lampiran 5 Data pengukuran sensor membran pasir putih tanpa genangan
EC Bulk gram/liter
Lampiran 5 (lanjutan) Data pengukuran sensor membran pasir hitam tanpa genangan (P1T2)
P1T2
θ Ts EC
0.099 33.900 0.029 3.049
0.118 41.200 0.438 3.137
Waktu pengukuran pukul Time m³/m³ VWC °C
Temp
mS/cm EC
Bulk gram/liter
5/31/2015 23:00 11:00:00 PM 57 0.107 36.6 0.1 3.1
6/1/2015 0:00 12:00:00 AM 58 0.107 36.3 0.1 3.1
6/1/2015 1:00 1:00:00 AM 59 0.108 36.0 0.1 3.1
6/1/2015 2:00 2:00:00 AM 60 0.108 35.7 0.1 3.1
6/1/2015 3:00 3:00:00 AM 61 0.109 35.5 0.1 3.1
6/1/2015 4:00 4:00:00 AM 62 0.110 35.2 0.1 3.1
6/1/2015 5:00 5:00:00 AM 63 0.111 34.8 0.1 3.1
6/1/2015 6:00 6:00:00 AM 64 0.111 34.3 0.1 3.1
6/1/2015 7:00 7:00:00 AM 65 0.112 34.0 0.1 3.1
6/1/2015 8:00 8:00:00 AM 66 0.112 34.6 0.1 3.1
6/1/2015 9:00 9:00:00 AM 67 0.112 35.7 0.1 3.1
6/1/2015 10:00 10:00:00 AM 68 0.112 36.8 0.1 3.1
6/1/2015 11:00 11:00:00 AM 69 0.112 38.1 0.1 3.1
6/1/2015 12:00 12:00:00 PM 70 0.112 39.2 0.1 3.1
6/1/2015 13:00 1:00:00 PM 71 0.112 40.0 0.1 3.1
6/1/2015 14:00 2:00:00 PM 72 0.112 40.3 0.1 3.1
6/1/2015 15:00 3:00:00 PM 73 0.115 39.1 0.1 3.1
6/1/2015 16:00 4:00:00 PM 74 0.115 38.7 0.1 3.1
6/1/2015 17:00 5:00:00 PM 75 0.116 38.1 0.1 3.1
6/1/2015 18:00 6:00:00 PM 76 0.116 37.1 0.1 3.1
6/1/2015 19:00 7:00:00 PM 77 0.117 36.1 0.1 3.1
6/1/2015 20:00 8:00:00 PM 78 0.117 35.6 0.1 3.1
6/1/2015 21:00 9:00:00 PM 79 0.117 35.4 0.1 3.1
6/1/2015 22:00 10:00:00 PM 80 0.117 35.3 0.0 3.1
6/1/2015 23:00 11:00:00 PM 81 0.117 35.1 0.0 3.1
6/2/2015 0:00 12:00:00 AM 82 0.117 35.0 0.0 3.1
6/2/2015 1:00 1:00:00 AM 83 0.117 34.9 0.0 3.1
6/2/2015 2:00 2:00:00 AM 84 0.117 34.7 0.0 3.1
Lampiran 6 Data pengukuran sensor membran pasir hitam dengan genangan
Waktu pengukuran pukul Time
Lampiran 6 (lanjutan) Data pengukuran sensor membran pasir hitam tanpa genangan (P2T1)
P2T1
θ Ts EC
0.140 25.500 10.100 4.202
0.340 37.500 23.100 9.005
Waktu pengukuran pukul Time
m³/m³ VWC
°C
Temp mS/cm EC Bulk gram/liter
9/18/2015 3:00 3:00:00 61 0.205 30.0 23.1 8.924
9/18/2015 4:00 4:00:00 62 0.202 30.0 23.1 8.923
9/18/2015 5:00 5:00:00 63 0.199 29.8 23.1 8.941
9/18/2015 6:00 6:00:00 64 0.197 29.4 23.1 8.957
9/18/2015 7:00 7:00:00 65 0.196 29.5 23.1 8.953
9/18/2015 8:00 8:00:00 66 0.194 30.1 23.1 8.907
9/18/2015 9:00 9:00:00 67 0.192 30.8 23.1 8.659
9/18/2015 10:00 10:00:00 68 0.190 32.1 23.1 6.340
9/18/2015 11:00 11:00:00 69 0.187 33.7 23.1 5.230
9/18/2015 17:00 12:00:00 70 0.157 37.5 17.4 4.309
9/18/2015 18:00 13:00:00 71 0.156 36.8 16.7 4.283
9/18/2015 19:00 14:00:00 72 0.154 35.7 15.8 4.248
9/18/2015 20:00 15:00:00 73 0.153 34.7 15.1 4.220
9/18/2015 21:00 16:00:00 74 0.151 34.0 14.4 4.202
9/18/2015 22:00 17:00:00 75 0.150 33.5 13.9 4.215
9/18/2015 23:00 18:00:00 76 0.149 33.0 13.4 4.306
9/19/2015 0:00 19:00:00 77 0.148 32.9 12.9 4.311
9/19/2015 1:00 20:00:00 78 0.147 32.7 12.6 4.393
9/19/2015 2:00 21:00:00 79 0.146 32.4 12.1 4.635
9/19/2015 3:00 22:00:00 80 0.145 31.9 11.6 5.559
9/19/2015 4:00 23:00:00 81 0.144 31.7 11.4 6.081
9/19/2015 5:00 0:00:00 82 0.143 31.4 11.1 6.916
9/19/2015 6:00 1:00:00 83 0.142 31.1 10.7 7.563
9/19/2015 7:00 2:00:00 84 0.141 30.8 10.4 7.953
Lampiran 7 Data pengukuran sensor membran pasir hitam tanpa genangan
Waktu pengukuran pukul Time
Lampiran 7 (lanjutan) Data pengukuran sensor membran pasir hitam tanpa
Waktu pengukuran pukul Time
Lampiran 8 Data pengamatan
Perlakuan Tanggal waktu
Kejadian
T1 (Pasir Hitam) (mariot 4 inci)
T2 (pasir putih) (mariot 6 inci)
T
an
p
a Gena
n
gan
29 Mei 15 14:30 pasang sensor port 3 dipasang sensor port 2
penambahan air baru dimulai dengan kadar garam terlarut 50 gram/liter sebanyak 50 liter
level air (cm)
74.3 67.6
30 Mei 15 10:31 pasir mulai basah tanah belum basah
14:37 suhu ruang 34.5 o
C RH 54%
kecepatan angin 2.2-4.7 mph kecepatan angin 3.5-4.8 mph
cahaya 500-600 lux 300-500 lux
level air (cm)
76 68
pasir mulai basah
31 Mei 15 13:44 ada kebocoran ada kebocoran
suhu air 32 oC suhu air 33 oC
level air (cm)
7.3 68.6
kecepatan angin 60.4 mph
31
T
an
p
a Gena
n
gan
level air (cm)
67 63
panen garam (gram)
1 Juni 15 7 15
levell (cm)
67.5 63.2
2 Juni 15 14:50 lepas sensor
pasang sensor kembali level air (cm)
68 63.5
panen garam (gram)
7.7
De
n
gan
Genan
gan
11 Juni 15 14:45
pasir putih marriot 6 inci tinggi pasir :0.8 cm
Tinggi genangan (cm) 3.8
12 Juni 15 9:00 Tinggi genangan (cm)
Perlakuan Tanggal waktu
Lampiran 8 (Lanjutan) Data pengamatan
13:16 1
14 Juni 15 14:35 Tinggi genangan (cm)
0
De
n
gan
Genan
gan
15 Juni 15 Berat garam (gram)
4
15 Sep 15 Tinggi genangan (cm)
4.2
17 Sep 15 Tinggi genangan (cm)
0
Berat garam (gram) 3
ditambahkan air sambil digenangi kembali
Tinggi genangan (cm) 2.8
18 Sep 15 Tinggi genangan (cm)
0
19 Sep 15 Berat garam (gram)
3
Perlakuan Tanggal waktu Kejadian
Lampiran 10 (Lanjutan) Grafik optimasi kadar garam berdasarkan parameter kadar air dan EC dengan T tetap
Lampiran 11 Grafik optimasi kadar garam berdasarkan parameter suhu dan EC dengan kadar air tetap
Lampiran 11 (Lanjutan) Grafik optimasi kadar garam berdasarkan suhu dan EC dengan kadar air tetap
Lampiran 12 Grafik optimasi kadar garam berdasarkan parameter suhu dan kadar air dengan EC tetap
Lampiran 12 (Lanjutan) Grafik optimasi kadar garam berdasarkan parameter suhu dan kadar air dengan EC tetap
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jombang, Jawa Timur pada tanggal 12 Juni 1989 dari ayah Moh, Zuhdi dan ibu Muli’ Inayatin. Penulis telah menempuh pendidikan di SDN Jelakombo 2 Jombang (1996-2002), SMP Muhammadiyah 1 Jombang (2002-2005), dan SMAN 1 Jombang (2005-2008).
Penulis diterima di Program Studi S1 Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008. Penulis dinyatakan lulus sarjana pada bulan Juni 2012 setelah menyelesaikan tugas akhir dengan menulis skripsi
berjudul “Analisis Pengaruh Curah Hujan terhadap Produktivitas Garam, Studi
Kasus: Pegaraman I PT. Garam Sumenep”.
Penulis pernah menjadi asisten peneliti di Center for Climate Risk andOpportunity Management of Southeast Asia and Pacific, Institut Pertanian Bogor (CCROM-SEAP IPB) pada tahun 2012-2013. Kemudian penulis mendapatkan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN) untuk melanjutkan studi pada Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan, penulis menyusun Tesis yang berjudul “Model Evaporasi Air Garam”.