• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA MIKRO DAN KECIL SEKTOR WISATA BAHARI DI PULAU KECIL (Studi Kasus Pulau Bunaken, Kota manado, Sulawesi Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA MIKRO DAN KECIL SEKTOR WISATA BAHARI DI PULAU KECIL (Studi Kasus Pulau Bunaken, Kota manado, Sulawesi Utara)"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

TRIA FRILIYANTIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Tugas Akhir saya

yang berjudul :

“Strategi Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Kecil” (Studi Kasus Pulau Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara)

adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada

program sejenis di perguruan tinggi lain dan di dalam forum apapun, dengan

pembimbingan komisi Pembimbing.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas

dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, April 2009

Tria Friliyantin

(3)

ABSTRACT

TRIA FRILIYANTIN. Strategy Analysis for Development of Micro and Small-Scale Industry Sector Marine Tourisme in Small Island (Case Study Bunaken Island, Sulawesi Utara). Under direction of Aida Vitayala S. Hubeis as head and Aris Munandar as member.

As a part of ecotourism, marine tourism activities depend on the attractiveness of the marine itself. This marine tourism becomes one of promising marine industry for year to year comes. The attractiveness of the marine tourism is diversely including marine traveling, marine observing and many activities right on the coast and ocean per say, such as fishing, diving, surfing, canoeing as well as traditional ceremony which takes place right on the ocean or beaches.

Businesses categorized as small, middle to micro business become supporting business in developing marine ecotourism particularly in small island. Some of these developing businesses which support the marine tourism activity are small bars and restourants, souvenir shops, renting equipments for snorkling, diving, surfing, jet skying, game fishing and boating, renting small transportation such as bicycles, motorcycles, cars, and some other services including translaters, snack selling including coconut selling and other economic generating activities.

The aims to the study are (1) to identify any small business which support marine tourism in small island, (2) to analyze small business management related to marine tourime which able to aweken local community to achieve better local incomes, and (3) to perform strategic development of the small business supporting marine tourism in small island which can be applied individually or group of people. Purposive sampling method was applied to obtain respondents of small island population, by means the respondents are determined based on the qualification made for the study.

Scenario analysis was performed in order to obtain the link story, scenaries were performed, they were pesimistic, semi pesimistic, semi optimistic, and optimistic. The developing strategy for small business management which supporting marine tourism of small island then was analyzed by using internal and external factors which included social, economics, social facilities, environments and policies, presumably all of these factors would affect the development of the marine tourism industry from now untill the years come.

Analytical Hierarchy Process (AHP) was used in order to obtain the accurate decision made for determining strategic alternative of developing small business related to marine tourism in small island. The obtaining strategic alternatives were (a) the use of a small island as an object for small business in marine tourism, (b) awekening of local community related to many sectors of marine tourism, (c) menchanism improvement of the marine tourism management in small island, (d) development of marine tourism facilities in the small island, (e) improvement of human/local capacity and capability which supporting the business, and (f) improvement of policies maikin and agencies.

All of these strategic alternatives were applied in strategic analisys for developing of small business in marine tourism sector which suitable to be applied in others small islands. It was also expected that these analysis strategics were able to accomodate many other stakeholders with their wills to evoke local community capacity in which in return this would be able to stimulate sustainable and natural resources based economic growth locally and nationally.

(4)

RINGKASAN

TRIA FRILIYANTIN. Strategi Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Kecil (Studi Kasus Pulau Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara). Dibimbing oleh Aida Vitayala S. Hubeis sebagai Ketua dan Aris Munandar sebagai Anggota.

Wisata bahari adalah bagian dari wisata lingkungan atau ekowisata yang kegiatannya berdasarkan pada daya tarik kelautan. Kegiatan ini merupakan industri maritim yang kian hari makin menjanjikan. Daya tarik wisata bahari mencakup kegiatan yang beragam, antara lain perjalanan dengan moda laut, pengamatan kekayaan alam laut dan melakukan kegiatan di laut seperti memancing, menyelam, berselancar, berolahraga dayung maupun menonton upacara adat.

Usaha menengah, kecil dan mikro (UMKM) merupakan aktivitas pendukung dalam pengembangan usaha wisata bahari di pulau kecil. Beberapa jenis UMKM yang dapat dikembangkan dalam mendukung wisata bahari antara lain: penjual cindramata dan makanan, jasa penyewaan peralatan diving, homestay, pemandu wisata, pedagang buah kelapa dan kegiatan ekonomi lainnya.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil, (2) Menganalisis mekanisme pengelolaan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil dalam rangka pemberdayaan masyarakat mencapai pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal yang lebih baik dan (3) menyusun strategi pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil yang tepat baik dalam bentuk perseorangan maupun kelompok. Teknik

pengambilan responden menggunakan pusposive sampling yaitu responden

dipilih secara sengaja artinya responden yang dipilih sesuai dengan kebutuhan data penelitian.

Analisis skenario diperlukan dalam mencari alur cerita yang telah ditentukan menjadi 4 (empat) skenario yaitu: skenario pesimistis, skenario semi pesimistis, skenario semi optimistis dan skenario optimis. Strategi pengembangan pengelolaan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil dianalisis dengan mencermati faktor lingkungan internal dan eksternal (aspek sosial, ekonomi, sarana dan prasarana, lingkungan dan kebijakan) yang mempengaruhi pengembangan industri tersebut baik masa sekarang maupun di masa yang akan datang.

Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process – AHP) digunakan untuk memperoleh keputusan yang tepat dalam menentukan alternatif strategi pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil. Alternatif strategi yang dicapai adalah sebagai berikut: (a) pemanfaatan pulau kecil sebagai obyek usaha kecil sektor wisata bahari, (b) peningkatan kesadaran masyarakat lokal, (c) peningkatan mekanisme pengelolaan wisata bahari di pulau kecil, (d) pembangunan sarana dan prasarana di pulau kecil, (e) peningkatan keterampilan SDM dalam mendukung usaha kecil dan (f) perbaikan kebijakan dan kelembagaan

(5)

pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional yang berkelanjutan dengan berbasis kekuatan sumberdaya lokal.

Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan responden, maka jenis usaha mikro kecil dan menengah pendukung wisata bahari di pulau Bunaken dapat dikategorikan sebagai berikut :

1. Usaha kecil sektor wisata bahari primer : Penyewaan alat selam, homestay, dan sewa perahu katamaran.

2. Usaha kecil sektor wisata bahari sekunder : penjual cinderamata dan makanan, penjual kelapa muda dan pemandu wisata.

3. Usaha kecil sektor wisata bahari tersier : Cottage, Hotel, Restaurant dan pemilik perahu.

Pengukuran dilakukan melalui alat Multicriteria Analysis serta Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan memperhatikan faktor politik, ekonomi, sosial dan sarana prasarana dalam mekanisme pengelolaan pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau Bunaken. Urutan skenario berdasarkan yang terjadi pada saat ini menghasilkan sebagai berikut: (1) skenario optimistis dengan bobot sebesar 0,29, (2) skenario semi optimistis dengan bobot sebesar 0,18, (3) skenario pesimistis dengan bobot sebesar 0,16, dan (4) skenario semi pesimistis dengan bobot sebesar 0,14.

Strategi yang dihasilkan dalam mendukung pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di Pulau Bunaken adalah dengan dukungan peningkatan sarana dan prasarana serta pelibatan masyarakat Pulau Bunaken maka tercapailah peningkatan pendapatan masyarakat dalam pemanfaatan pulau kecil sebagai objek usaha kecil sektor wisata bahari. Berdasarkan alur strategi yang telah di susun secara hierarki yang tersusun dari fokus strategi : Strategi Pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil diperoleh prioritas sebagai berikut:

1) faktor pertama yang mendukung adalah faktor sarana dan prasarana sedangkan urutan kedua adalah sumberdaya alam.

2) Aktor yang paling berperan pada urutan pertama adalah masyarakat pulau-pulau kecil dan urutan kedua adalah pelaku industri.

3) Tujuan yang ingin dicapai adalah peningkatan pendapatan masyarakat dan urutan kedua adalah perluasan usaha.

4) Strategi yang menjadi prioritas adalah strategi pemanfaatan pulau kecil sebagai objek usaha kecil sektor wisata bahari dengan prioritas kedua adalah pembangunan sarpras di pulau kecil dan peningkatan keterampilan SDM dalam mendukung usaha kecil.

Dari hasil penelitian ini dapat disarankan sebagai berikut.

(1) Peningkatan kualitas sumberdaya manusia sebagai upaya meningkatkan pelayanan yang dapat memberikan kepuasan bagi pengguna wisata bahari di Pulau Bunaken.

(2) Peningkatan sarana prasarana pendukung kegiatan wisata bahari.

(3) Memberdayakan serta memberikan peran yang lebih besar terhadap usaha, mikro, kecil dan menengah (UMKM) baik yang berupa koperasi maupun badan usaha.

(4) Perlu adanya kerjasama dengan lembaga keuangan setempat berupa

pinjaman modal tanpa anggunan dengan rate yang kompetitif dan

persyaratan yang mudah.

(5) Perlu sosialisasi dari Pemerintah Daerah maupun lembaga terkait lainnya mengenai pelestarian dan kebersihan lingkungan.

(6)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB

(7)

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA MIKRO DAN KECIL

SEKTOR WISATA BAHARI DI PULAU KECIL

(Studi Kasus Pulau Bunaken, Kota manado, Sulawesi Utara)

TRIA FRILIYANTIN

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Profesional pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tugas Akhir : Strategi Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Kecil (Studi Kasus Pulau Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara)

Nama : Tria Friliyantin

NIM : F352064095

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr.Ir. Aida Vitayala S. Hubeis Dr.Ir. Aris Munandar, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Industri Kecil Menengah

Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Prof.Dr.Ir. H. Khairil A. Notodiputro, MS

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian tesis dengan judul “Strategi Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil

Sektor Wisata Bahari di Pulau Kecil” (Studi Kasus: Pulau Bunaken, Kota Manado,

Sulawersi Utara), yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil dan Menengah, Sekolah

Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis Menyadari bahwa karya ilmiah ini dapat tersusun karena bantuan

berbagai pihak, baik staf pengajar dan pembimbing di sivitas akademika IPB,

Pemerintah Kota Manado dan seluruh stafnya yang telah membantu kelancaran

penelitian. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada ibu

Prof.Dr.Ir. Aida Vitayala S. Hubeis selaku pembimbing utama dan bapak

Dr.Ir.Aris Munandar, MS selaku pembimbing anggota yang telah memberikan

bimbingan dan motivasinya sehingga penulis bersemangat menyelesaikan tesis

ini. Tidak lupa pula penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Eko Sriwiyono S.Pi, M.Si, sebagai dosen penguji IPB yang telah

memberikan koreksi dan masukan guna penyelesaian tesis ini.

2. Segenap Dosen pengajar mata kuliah di program MPI angkatan 9 yang telah

memberikan wawasan pengetahuan bagi penulis.

3. Ibu Nelda Luntungan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Manado, Mas

Engko dari Universitas Sam Ratulangi, Ibu Ebi selaku perwakilan dari LSM

serta seluruh Pemerintah daerah terkait di Kota Manado serta masyarakat

Pulau Bunaken atas segala bantuan dan fasilitasnya.

4. Ibunda dan Almarhum Ayahanda tercinta atas doa dan dukungannya serta

kakak-kakak (Teh Dinny dan Kak Andi, Kak Ican dan Teh Lenny), adik-adikku

(Keke dan Tommy) dan keponakanku (Reyhan, Farhan dan Taki) yang selalu

memberikan motivasi dan semangat hingga penyelesaian tugas akhir ini

5. Rekan-rekan mahasiswa S2 IPB program MPI angkatan 9 atas

kekompakkannya khususnya teman seperjuanganku mba Dewi dan mba Tely

atas segala dukungan dan bantuannya.

6. Rekan-rekan petugas administrasi pada program MPI khususnya mba Vera,

(10)

kelancaran dalam administrasi dari awal perkuliahan sampai akhir

pembuatan tugas akhir ini.

7. Bapak Prof.Dr.Ir. Alex Retraubun M.Sc selaku Direktur Pemberdayaan

Pulau-pulau Kecil (PPK), Ir. Sunarto, MM (Kasubdit. Identifikasi Potensi PPK)

dan Ir. Sentot Widjaya, MM (Kasubdit. Sarana dan Prasarana PPK) serta

teman-teman Direktorat Pemberdayaan Pulau-pulau Kecil atas bimbingan

dan dukungannya.

8. Ibu Pamuji Lestari dan Ibu Endang Linirin yang telah membantu memberikan

masukan-masukan yang membangun serta kakak-kakakku di Bogor (teh lia,

kang herman, mas Krishna dan mba Farah), ponakan-ponakanku di

Narasoma, anak-anak Cikuray 25, mama dida, papa didit dan ka ama yang

telah memberikan dorongan serta motivasi dalam pembuatan tugas akhir ini.

9. Semua pihak yang telah memberikan support yang tidak dapat disebutkan

satu per satu.

Akhirnya penulis berharap hasil penelitian ini akan berguna sebagai

penambah wacana dan wawasan bagi orang-orang yang memerlukannya dan

dapat memberikan kontribusi pemikiran dan bermanfaat bagi semua pihak yang

berkepentingan.

Bogor, April 2008

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 10 April 1980

sebagai anak ke-3 dari pasangan Maman Sanudin Martadiredja (Alm) dan Letty

Sulaeti. Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMAN BPI 3

Bandung, Jawa Barat lulus pada tahun 1998 dan melanjutkan pendidikan

Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Jurusan Sosial Ekonomi

Perikanan, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2001. Kemudian penulis

melanjutkan studi pada Program Magister Profesional Industri Kecil dan

Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Pada Tahun 2003 penulis diterima bekerja hingga saat ini di Direktorat

Pemberdayaan Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan sebagai

(12)

D

D

A

A

F

F

T

T

A

A

R

R

I

I

S

S

I

I

H

Haallaammaann

DAFTAR ISI ...xii

DAFTAR TABEL ...xiii

DAFTAR GAMBAR ...xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan ... 6

D. Kegunaan ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Definisi Pulau-pulau Kecil ... 7

B. Usaha Kecil, Menengah dan Mikro ... 10

C. Wisata Bahari ... 11

D. Metoda Analisis ... 13

III. METODE PENELITIAN ... 19

A. Lokasi dan waktu Penelitian ... 19

B. Metode Kerja ... 19

C. Aspek Kajian ... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 31

B. Aspek Pendukung Skenario Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Bunaken ... 39

C. Identifikasi Usaha Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Bunaken ... 45

D. Skenario Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Bunaken ... 47

E. Strategi Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Bunaken ... 52

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(13)

D

D

A

A

F

F

T

T

A

A

R

R

T

T

A

A

B

B

E

E

L

L

H

Haallaammaann

No.

1. Penentuan Scaling dan Pembobotan Multicriteria Analysis ... 23

2. Pembobotan masing-masing Kriteria Analisis ... 24

3. Penilaian Kriteria ... 26

4. Aktivitas Wisata Bahari menurut Zonasi di Pulau Bunaken ... 33

5. Sarana Prasarana Pokok Pengelolaan di TNB Tahun 2008 ... 41

6. Sarana Prasarana Pokok Wisata Alam di TNB Tahuin 2008 ... 41

7. Data Hotel, resort, homestay dan Jasa Penyewaan Alat Selam di TNB Tahun 2008 ... 42

8. Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara di TNB Tahun 2007 ...43

9. Kategori Usaha Mikro dan Kecil Wisata Bahari di Pulau Bunaken Tahun 2008 .... ... 45

10. Rekapitulasi Responden Berdasarkan Kategori Usahanya ... 46

11. Jenis Usaha Kecil, Mikro, Menengah yang bisa melibatkan Masyarakat Lokal dalam Pengembangan Wisata Bahari di Pulau Bunaken Tahun 2008 ... ... 47

(14)

D

D

A

A

F

F

T

T

A

A

R

R

G

G

A

A

M

M

B

B

A

A

R

R

H

Haallaammaann

No.

1. Faktor-faktor kunci penyusunan skenario ...

..15

2. Lokasi Pulau Bunaken, Kota Manado ... 20

3. Struktur Hirarki dalam AHP ... 25

4. Bagan Alir Kerangka Pikir, tahap dan proses penelitian ...30

5. Peta Taman Nasional Laut di Sulawesi ...31

6. Pulau Bunaken ... 34

7. Lencana sebagai tanda masuk Taman Nasional Laut Bunaken ...38

8. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 39

9. Responden Berdasarkan Usaha Kecil yang dikembangkan ... 40

10. Kunjungan Wisatawan Taman Nasional Laut Bunaken Berdasarkan Tiket Tahun 2007 – 2008 ... 44

11. Kunjungan Wisatawan Taman Nasional Laut Bunaken Berdasarkan Usia Tahun 2007 – 2008 ... 44

12. Skema Pelibatan Masyarakat Lokal dalam Pengembangan Wisata Bahari di Pulau Bunaken ...46

13. Tiga Unsur Faktor Kunci Penyusun Skenario ...48

14. Model Analisis Skenario ...49

(15)

D

D

A

A

F

F

T

T

A

A

R

R

L

L

A

A

M

M

P

P

I

I

R

R

A

A

N

N

H

Haallaammaann

No.

1. Data Peluang Usaha Sektor Wisata Bahari di Indonesia ...65

2. Kuisioner ...68

3. Jadwal Penyusunan Tugas Akhir ... ...75

4. Dokumentasi ...76

(16)

I PENDAHULUAN

A. Latar

Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki

sekitar 17.504 pulau, dengan panjang garis pantai kurang lebih 91.524km, dan

luas perairan laut mencapai 5,8 km2. Kondisi ini didukung oleh keanekaragaman

hayati terumbu karang yang mencapai sekitar 600 species dan 40 genera,

dengan luasan terumbu karang sekitar 7.500 km2 yang tersebar dan dimiliki oleh

pulau-pulau kecil. Kondisi yang kaya tersebut dapat diandalkan untuk kegiatan

pembangunan nasional, khususnya dalam pembangunan bidang wisata bahari

(Departemen Kelautan dan Perikanan atau DKP, 2006). Pembangunan wisata

bahari di pulau-pulau kecil sejalan dengan amanat Undang–Undang No. 27

Tahun 2007 beserta turunannya, yaitu Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan Republik Indonesia No. PER.20/MEN/2008 tentang pemanfaatan

pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya.

Laut Indonesia merupakan bagian terbesar di kawasan Asia Tenggarayang

memiliki potensi wisata bahari yang beraneka ragam dengan berbagai keunikan

yang lebih tinggi dan kelangkaan yang lebih banyak. ASEAN yang merupakan

bagian dari Asia Tenggara memiliki potensi pariwisata bahari yang lebih baik

dibandingkan dengan kawasan Mediterranian dan Carribean. Dalam konteks tersebut, Indonesia berpeluang menjadi salah satu tujuan wisata bahari terbesar

di dunia, dengan basis Marine Ecotourism, khususnya dalam pengembangan wisata bahari di pulau-pulau kecil (PPK) termasuk kawasan pulau-pulau kecil

terluar (PPKT). Pengalaman yang diperoleh dari negara-negara yang telah

mengembangkan kegiatan wisata bahari di PPK terbukti dapat membangkitkan

pengaruh berganda (multiplier effect) yang sangat besar pada kegiatan dan

pertumbuhan ekonomi. Skala nasional menunjukkan bahwa pertumbuhan

ekonomi yang berasal dari wisata bahari memberikan dampak positif bagi neraca

keuangan negara, baik dari sisi pendapatan domestik maupun nasional atau

GNP. Prediksi pariwisata I ndonesia terhadap GNP tahun 2007 menurut World Tourism Center adalah 10,1% . Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sekitar 8,5 juta orang (DKP, 2006).

Upaya pengelolaan dan pemanfaatan potensi wisata bahari di pulau kecil

secara optimal dapat dilakukan melalui pembinaan usaha kecil, menengah dan

(17)

keahlian dengan mengadakan (mendatangkan) pelatihan secara berkala, dengan

harapan dapat meningkatkan keahlian masyarakat setempat, sehingga akhirnya

dapat menciptakan lapangan pekerjaan dalam mendukung pengembangan

usaha wisata bahari di pulau-pulau kecil.

UMKM dalam penelitian ini adalah usaha kecil sebagaimana dimaksud

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008, yang menyatakan

bahwa:

1. usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan

usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur

dalam undang-undang ini.

2. usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan

anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,

atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha

menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

Pengembangan UMKM merupakan aktivitas pendukung dalam

pengembangan wisata bahari di pulau kecil. Menurut Lubis (2008), peran

strategis dari UMKM di Indonesia patut diperhitungkan dalam segi peningkatan

perekonomian masyarakat karena berdasarkan data Pusat Inovasi UMKM Tahun

2007 sebagai berikut.

1) Jumlah unit usaha sekitar 48,9 juta (99% dari unit usaha nasional).

2) Penyerapan tenaga kerja sekitar 85,4 juta (96,2% dari tenaga kerja

nasional).

3) Sumbangan terhadap nilai PDB sekitar Rp. 1.778,7 triliun (53,3% dari PDB

Nasional).

4) Sumbangan terhadap nilai ekspor non-migas sekitar Rp. 110,3 triliun

(20,3% dari ekspor nasional).

5) Sumbangan terhadap nilai investasi sekitar Rp. 369,8 triliun (46,2% dari

investasi nasional).

Kondisi ini mengindikasikan bahwa UMKM di Indonesia memiliki peran yang

besar dalam jumlah, paling efektif dalam menyerap tenaga kerja, serta paling

bertahan dalam menghadapi dinamika dunia usaha.

Beberapa jenis UMKM yang dapat dikembangkan dalam mendukung

(18)

1. Usaha wisata bahari berbasis laut seperti jasa penyewaan peralatan

snorkling, diving, surfing, jet ski, game fishing dan boat.

2. Usaha wisata bahari berbasis pesisir atau daratan seperti penginapan, kedai

minuman dan restoran kecil, toko atau warung cindramata.

3. Usaha wisata bahari pendukung seperti jasa penyewaan sepeda, motor dan

mobil, penyedia translater, warung internet, warung telepon, pedagang asongan, pedagang buah kelapa dan kegiatan ekonomi lainnya.

Jenis UMKM tersebut di atas, khususnya di sektor wisata bahari tidak serta

merta dapat diterapkan begitu saja di pulau-pulau kecil. Hal ini antara lain

dikarenakan pulau-pulau kecil memiliki karakteristik khusus dari segi sosial,

ekonomi, budaya, ekologi, serta daya dukung yang terbatas, terutama

menyangkut terbatasnya ketersediaan lahan dan air tawar yang tersedia.

Sisi lain menunjukkan pula bahwa pengembangan UMKM yang telah ada di

pulau-pulau kecil selama ini masih bersifat parsial, belum melibatkan stakeholder

terkait dan masyarakat lokal, serta belum dikelola secara optimal dan profesional.

Berdasarkan kondisi dimaksud maka dibutuhkan adanya strategi pengembangan

usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil yang lebih bersifat lintas sektoral,

dan memerlukan suatu studi yang komprehensif karena pariwisata bahari

cenderung borderless. Kebijakan harus standar, tetapi tetap tidak menghilangkan hak daerah terhadap pengelolaan sumberdaya alam yang berada dalam batas

kewenangan Pemerintah Daerah. Hal ini perlu diwujudkan dalam suatu analisis

strategi pengembangan usaha kecil yang tepat bagi sektor wisata bahari di

pulau-pulau kecil, yang diharapkan dapat mengakomodasi berbagai kepentingan

yang didasarkan atas niat baik untuk memberdayakan masyarakat lokal bagi

pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional yang berkelanjutan, dengan berbasis

kekuatan sumberdaya lokal. Strategi dimaksud menggambarkan pula dengan

jelas kelemahan, kekuatan, peluang serta ancaman dalam pengembangan usaha

kecil sektor wisata bahari di pulau kecil yang tepat arah (systemic) dan khas (specific) termasuk nilai-nilai sosial, ekonomi dan budaya.

Dalam penelitian ini Pulau Bunaken di Kota Manado, Sulawesi Utara,

diambil sebagai studi kasus mengingat di Pulau Bunaken telah terdapat institusi

dan aktivitas wisata bahari yang cukup berkembang. Disamping itu pada tahun

(19)

strategi yang dihasilkan dapat diaplikasikan pada pengembangan di pulau-pulau

kecil yang memiliki karakteristik yang mirip dengan Pulau Bunaken.

B. Perumusan

Masalah

Potensi pasar regional dan global, untuk industri wisata bahari (marine tourism) ternyata tumbuh dan berkembang pesat dengan volume permintaan (demand) yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Sisi lain menunjukkan terjadinya persaingan di sisi penawaran (supply) yang semakin ketat sehingga pengembangan wisata bahari membutuhkan perhatian yang serius dari

pemerintah.

Pengembangan UMKM dalam pengembangan usaha wisata bahari harus

dianalisis dampaknya pada triple bottom line benefit cost (Munandar, 2007). Secara ekonomi dampak tersebut meliputi pertumbuhan perekonomian,

pertumbuhan usaha, income atau kesejahteraan masyarakat sebagai dampak dari usaha berbasis wisata. Dari sisi kualitas lingkungan adalah integritas

lanskap, kerusakan obyek atau ekosistem khas, serta berkurangnya spesies

langka. Secara secara sosial budaya adalah keterlibatan masyarakat dalam

kegiatan wisata bahari.

Permasalahan yang timbul bagi pengembangan usaha kecil sektor wisata

bahari di pulau kecil antara lain sebagai berikut.

1. Permodalan. Umumnya usaha-usaha yang dilakukan berskala

rumahtangga yang dimiliki oleh masyarakat, yang notabene adalah para

pemodal kecil.

2. Aksesibilitas. Usaha yang dilakukan di pulau kecil membutuhkan pasar

yang sangat tergantung pada jumlah kunjungan wisatawan. Sisi lain

kunjungan wisatawan sangat tergantung pada aksesibilitas yang relatif

lebih mahal dan minim ketersediannya untuk mencapai pulau kecil.

3. Ketergantungan terhadap alam. Usaha sektor wisata bahari di pulau kecil

yang dilakukan sangat tergantung pada kelestarian sumberdaya alam yang

ada. Sementara di sisi lain pemahaman akan arti penting lingkungan belum

menjadi prioritas masyarakat pulau kecil dan Pemerintah Daerah, sehingga

degradasi lingkungan pulau kecil tetap berjalan.

Berbagai faktor umum penghambat pengembangan usaha wisata bahari,

(20)

(1) Belum tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung. Terbatasnya

sarana dan prasarana di pulau-pulau kecil, khususnya sarana seperti

transportasi, cenderung menyebabkan pulau-pulau kecil relatif terisolir dan

sulit untuk mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Tanggung jawab

pemerintah untuk melakukan investasi berupa sarana dan prasarana dasar

di pulau-pulau kecil adalah mutlak.

(2) Kualitas sumber daya manusia, serta kesadaran masyakarakat dan

Pemerintah Daerah yang relatif masih rendah. Kurangnya pelibatan

masyarakat dalam pengembangan wisata bahari di pulau kecil merupakan

salah satu kendala yang perlu diperhatikan. Undang-undang No.9 Tahun

1990 tentang kepariwisataan menyatakan, bahwa masyarakat memiliki

kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperanserta dalam

penyelenggaraan pariwisata. Salahsatu pelibatan masyarakat lokal dalam

mendukung pengembangan wisata bahari adalah melalui pembinaan dan

pelatihan dari pemerintah atau lembaga atau LSM dalam peningkatan

kemampuan (skill) untuk pengembangan UMKM.

(3) Kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan yang tidak konsisten baik di

tingkat Pusat maupun daerah. Adanya euforia otonomi daerah

menciptakan koordinasi dan sosialisasi yang belum optimal sehingga saat

kebijakan diimplementasikan di lapangan cenderung menimbulkan

ketidakkonsistenan.

(4) Minimnya anggaran pembiayaan yang ada. Pemerintah dengan anggaran

yang terbatas sesungguhnya hanya bertindak sebagai fasilitator dan

promotor. Keterlibatan pihak swasta, baik sebagai pemodal maupun

sebagai operator diharapkan dapat ditingkatkan untuk membangun

salahsatu mesin penghasil devisa negara di bidang pariwisata bahari.

Mengingat volume investasi yang dibutuhkan dan resiko finansial yang

cukup besar, diperlukan pendekatan yang cermat (prudent) dan sistematis untuk meningkatkan gairah swasta dalam berinvestasi dan mengelola

bisnis wisata bahari.

(5) Dalam rangka investasi maka peraturan, hukum dan kemudahan

(21)

pembangunan sarana transportasi, jaminan keamanan, perijinan,

keimigrasian dan bea cukai, baik untuk wisatawan maupun investor.

Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2006), agar pengembangan

wisata bahari dapat tercapai maka faktor-faktor penghambat tersebut harus

ditangani dengan serius, sistematis dan menyeluruh berdasarkan skala prioritas.

Berdasarkan analisis di atas, maka dapat dirumuskan permasahan penelitian

untuk mendapatkan penanganan pengembangan UMKM di pulau kecil sebagai

berikut.

1. Usaha mikro dan kecil apa sajakah yang telah berkembang?

2. Bagaimana mekanisme pengelolaan usaha mikro dan kecil sektor wisata

bahari sehingga dapat menunjang pemberdayaan masyarakat lokal?

3. Bagaimana strategi pengembangan yang tepat berdasarkan skala prioritas?

C.

Tujuan

1. Mengidentifikasi usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di pulau kecil.

2. Menganalisis mekanisme pengelolaan usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di pulau kecil dalam rangka pemberdayaan masyarakat

guna mencapai pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal yang lebih baik.

3. Menyusun strategi pengembangan usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di pulau kecil yang tepat.

D. Kegunaan

1. Sebagai masukan untuk meningkatkan pengembangan usaha mikro

dan kecil sektor wisata bahari yang dimiliki oleh masyarakat di lokasi

penelitian.

2. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi setiap kelompok

bisnis atau usaha, stakeholders di bidang wisata bahari, serta Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam pengambilan

kebijakan yang mendukung tumbuhkembangnya usaha mikro dan

(22)

II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Pulau-pulau Kecil

Pulau adalah massa daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi oleh

air dan selalu muncul atau berada di atas air pasang. Peraturan Menteri Kelautan

dan Perikanan Republik Indonesia No. PER.20/MEN/2008 tentang pemanfaatan

pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya, menyatakan karakteristik pulau kecil

yang memiliki batasan-batasan sebagai berikut.

Pulau kecil adalah pulau dengan luas daratan lebih kecil atau sama dengan

2.000 km2 beserta kesatuan ekosistemnya.

Pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya adalah kumpulan pulau kecil beserta

perairannya yang memiliki kesatuan ekologis dan ekonomis.

Memiliki batas fisik yang jelas dan terpencil dari habitat pulau induk sehingga

bersifat insular.

Memiliki sejumlah besar endemik dan keanekaragaman hayati yang tipikal dan

bernilai tinggi.

Memiliki daerah tangkapan air (water catchment area) yang relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke lautan.

Masyarakat pulau-pulau kecil memiliki ciri khas dari segi ekonomi, sosial dan

budaya dibandingkan dengan pulau induknya.

Menurut Bengen (2003), berdasarkan pada proses geologinya, pulau atau

kepulauan yang terdapat di dunia dapat digolongkan ke dalam beberapa tipe

sebagai berikut.

Pulau Kontinental (Continental Island) yang terbentuk sebagai bagian dari benua, dan setelah itu terpisah dari daratan utama. Sebagai contoh, diantaranya

adalah Selandia Baru, Jepang, Filipina, Kepulauan Sunda Besar (Sumatra,

Jawa, Kalimantan) dan Papua.

Pulau Vulkanik (Vulcanic Island) yang sepenuhnya terbentuk dari kegiatan gunung berapi yang timbul secara perlahan-lahan dari dasar laut ke

permukaan. Sebagai contoh, adalah Galapagos, Hawaii, dan Kepulauan

Sunda Kecil (Bali, Lombok, Sumba, Flores, dan Timor).

Pulau Karang Timbul (Raised Coral Island) yang terbentuk oleh terumbu karang yang terangkat ke atas permukaan laut, karena adanya gerakan ke atas

(23)

Pulau Daratan Rendah (Low Island) yang terbentuk dari pulau vulkanik maupun non vulkanik, dengan ketinggian daratannya dari muka laut tidak besar.

Sebagai contoh, adalah Kepulauan Seribu.

Pulau Atol (Atolls) yang umumnya merupakan pulau vulkanik yang ditumbuhi terumbu karang tepi (fringing reef), berubah menjadi terumbu karang penghalang (barrier reef), dan terakhir berubah menjadi atol (bentuk cincin). Sebagai contoh, adalah Kepulauan Tukang Besi dan Takabone Rate.

Departemen Kelautan dan Perikanan (2006), menyatakan bahwa

pulau-pulau kecil di Indonesia memiliki arti penting atas beberapa fungsi berikut.

(1) Fungsi Pertahanan dan Keamanan. Pulau-pulau kecil terutama di wilayah

perbatasan dari sudut pertahanan dan keamanan memiliki arti penting

sebagai garda depan dalam menjaga dan melindungi keutuhan Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pulau-pulau kecil tersebut menjadi

pintu gerbang keluar masuknya aliran orang dan barang seperti misalnya di

Pulau Sabang (NAD), Pulau Sebatik (Kalimantan Timur) dan Pulau Batam

(Kepulauan Riau), yang juga rawan terhadap penyelundupan

barang-barang ilegal, narkotika, senjata, dan obat-obatan terlarang.

(2) Fungsi Ekonomi. Wilayah pulau-pulau kecil memiliki peluang yang besar

untuk dikembangkan sebagai wilayah bisnis-bisnis potensial yang berbasis

pada sumberdaya (resource based industry) seperti industri perikanan, pariwisata, jasa transportasi, industri olahan dan industri-industri lainnya

yang ramah lingkungan sebagai pendukung pertumbuhan wilayah.

(3) Fungsi Ekologi. Secara ekologis, ekosistem pesisir dan laut pulau-pulau

kecil berfungsi sebagai pengatur iklim global, siklus hidrologi dan

bio-geokimia, penyerap limbah, sumber plasma nutfah, sumber energi alternatif,

dan sistem penunjang kehidupan lainnya. Hal ini terkait erat dengan

potensi/karakteristik penting pulau-pulau kecil, yaitu mengandung habitat

dan ekosistem (terumbu karang, lamun, mangrove) yang menyediakan

barang (ikan, minyak, mineral logam) dan jasa lingkungan (penahan ombak,

wisata bahari) bagi masyarakat.

Lebih lanjut dinyatakan oleh Bengen (2003), bahwa pembangunan

pulau-pulau kecil merupakan kasus khusus pembangunan karena memiliki ciri khusus

yang meliputi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia beserta aspek

(24)

untuk dikembangkan dengan mengindahkan kaidah-kaidah pengelolaan yang

berkelanjutan baik secara ekologis maupun ekonomi dalam pemanfaatannya.

Beberapa karakteristik pulau-pulau kecil yang dapat menjadi kendala

pengembangannya antara lain adalah sebagai berikut.

(1) Ukuran yang kecil dan terisolasi menyebabkan sangat mahalnya sarana

dan prasarana, serta minimnya sumberdaya manusia (SDM) yang handal.

(2) Kesulitan atau ketidakmampuan untuk mencapai skala ekonomi yang

optimal dan menguntungkan (dalam hal administrasi, usaha produksi, dan

transportasi).

(3) Ketersediaan sumberdaya alam (SDA) dan jasa-jasa lingkungan yang ada

pada akhirnya akan menentukan daya dukung suatu sistem pulau-pulau

kecil dalam menopang kehidupan manusia dan kegiatan

pengembangannya.

(4) Produktivitas sumberdaya alam (SDA) dan jasa-jasa lingkungan yang ada

saling terkait satu sama lain secara erat. Keberhasilan usaha pertanian,

perkebunan atau kehutanan di lahan darat yang melupakan prinsip-prinsip

ekologis, dapat mengakibatkan kematian atau kerusakan pada industri

perikanan pantai dan pariwisata bahari di pulau-pulau kecil.

(5) Budaya lokal yang kadangkala bertentangan dengan kegiatan

pembangunan (terutama pariwisata), karena budaya wisatawan (asing)

yang tidak sesuai dengan adat atau agama setempat.

Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) melalui Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. PER.20/MEN/2008 yaitu turunan

dari Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang pemanfaatan pulau-pulau kecil

dan perairan di sekitarnya telah memberikan arahan bahwa pemanfaatan

pulau-pulau kecil dengan luas ≤ 2.000 km2 hanya dapat digunakan untuk kepentingan

sebagai berikut.

(1) Konservasi.

(2) Pendidikan dan pelatihan.

(3) Penelitian dan Pengembangan.

(4) Budidaya laut.

(5) Pariwisata.

(6) Usaha perikanan dan kelautan secara lestari.

(7) Pertanian organik.

(25)

Pengelolaan pulau-pulau kecil adalah bagian dari persoalan bangsa dan

negara yang sangat penting. Perumusan kebijakan yang menyangkut

pengelolaan pulau-pulau kecil harus memenuhi segenap kriteria pembangunan

berkelanjutan, antara lain adalah sebagai berikut.

(1) Secara ekonomi efisien dan optimal (economically sound),

(2) Secara sosial-budaya berkeadilan dan dapat diterima (socio-culturally accepted and just), dan

(3) Secara ekologis tidak melampaui dayadukung lingkungan (enviromentally friendly).

B. Usaha Kecil, Menengah dan Mikro

Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2008 Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah, definisi tentang usaha kecil dan menengah adalah sebagai berikut.

3. usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan

usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur

dalam undang-undang ini.

4. usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan

anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,

atau menjadi bagian perusahaan, baik langsung maupun tidak langsung dari

usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

Kriteria usaha mikro dan kecil dibatasi pengertiannya sebagai berikut.

(1) Kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut:

1) memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh

juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;atau

2) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,- (tiga

ratus juta rupiah).

(2) Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut:

1) memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta

(26)

2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,- (tiga ratus

juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua

milyar lima ratus juta rupiah).

Menggunakan definisi operasional hasil penelitian Lubis (2008), usaha kecil

menengah berdasarkan besarnya jumlah pekerja adalah sebagai berikut.

(1) Kerajinan rumah tangga, dengan jumlah tenaga kerja di bawah 3 orang

termasuk tenaga kerja yang tidak dibayar.

(2) Usaha kecil, dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 5 - 9 orang.

(3) Usaha menengah, sebanyak 20-99 orang.

Berbagai aktivitas ekonomi kecil turut mendukung kegiatan-kegiatan wisata

bahari. Diantaranya adalah kedai minuman dan restoran kecil, toko atau warung

cindramata, jasa penyewaan peralatan snorkling, diving, surfing, jet ski dan boat, jasa penyewaan sepeda, motor dan mobil, penyedia translater, warung internet,

warung telepon, pedagang asongan, pedagang buah kelapa dan kegiatan

ekonomi lainnya (Ruhijat, 2005).

C. Wisata Bahari

Lautan Indonesia mengandung berbagai kekayaan hayati ikan yang

mencapai 8.500 spesies dan keanekaragaman terumbu karang (coral reef) yang

lebih dari 800 jenis. Indonesia memiliki garis pantai 91.524 km, total area laut

sekitar 5,8 juta km2, dengan memiliki sekitar 28.000 spesies flora, 350 spesies

fauna, dan 110.000 spesies mikroba. Keanekaragaman hayati tersebut menjadi

daya tarik tersendiri bagi perkembangan sektor wisata bahari. Wisata bahari

adalah bagian dari wisata lingkungan atau ekowisata yang kegiatannya

berdasarkan daya tarik kelautan. Kegiatan ini merupakan industri maritim yang

kian hari makin menjanjikan. Daya tarik wisata bahari mencakup kegiatan yang

beragam, antara lain perjalanan dengan moda laut, pengamatan kekayaan alam laut dan melakukan kegiatan di laut seperti memancing, selam, selancar, dayung

maupun menonton upacara adat (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006).

Pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat, terutama perkembangan

global yang berlangsung, beriringan dengan kemajuan teknologi komunikasi atau

informasi membawa pada konsekuensi iklim persaingan yang sangat ketat.

Setiap negara akan terseret dalam interaksi global yang semakin membuat

batas-batas negara menjadi transparan. Pemahaman yang mendalam tentang

(27)

sektor pariwisata sebagai ” The Biggest Foreign Exchange Earner”. Pariwisata adalah salahsatu industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi

yang dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan serta

menstimulasi sektor-sektor lainnya (Hidayat, 2002).

Menurut Undang-Undang No. 19 Tahun 1990 tentang pariwisata, maka

pariwisata dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan

wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha

yang berkaitan di bidang tersebut. Usaha pariwisata adalah kegiatan yang

bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau

mengusahakan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana wisata dan kegiatan

lain yang terkait dengan pariwisata.

Pengertian wisata bahari adalah meliputi berbagai aktivitas wisata yang

menyangkut kelautan. Aktivitas wisata bahari tersebut diantaranya adalah santai

di pantai atau menikmati lingkungan alam sekitar, berenang, tour keliling (boat tour, cruising atau extended boat tour), surfing, diving, water ski dan sailing. Beberapa atraksi wisata adalah taman laut (terumbu karang dan biota laut),

formasi karang buatan (artifisial reef), obyek purbakala, ikan-ikan buruan dan

pantai yang indah. Pendayagunaan laut sebagai medium wisata memerlukan

persyaratan tertentu, antara lain: (1) keadaan musim atau cuaca yang cukup baik

sepanjang tahun, (2) lingkungan laut yang bersih dan bebas pencemaran, (3)

keadaan pantai yang bersih dan alami, yang disertai pengaturan-pengaturan

tertentu akan bangunan dan macam kegiatan, (4) keadaan dasar laut yang masih

alami, misalnya taman laut yang merupakan habitat dari berbagai fauna dan flora,

dan (5) gelombang dan arus yang relatif tidak terlalu besar serta aksesibilitas

yang tinggi (Hidayat, 2002).

Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 16 Tahun 2005 tentang

Kebijakan Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata, Pemerintah telah

mengintruksikan kepada sejumlah menteri untuk melakukan keterpaduan

pembangunan kebudayaan dan pariwisata. Salahsatu instruksinya adalah

kepada Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri Perindustrian. Instruksi

untuk Menteri Kelautan dan Perikanan adalah: (1) mendukung pengembangan

pariwisata bahari dengan menyediakan informasi kebaharian, dan (2)

meningkatkan pengelolaan dan pengawasan terhadap kelestarian Taman Laut

(28)

mengembangkan industri mikro, kecil dan menengah untuk mendukung sektor

kebudayaan dan pariwisata.

Kegiatan wisata bahari yang sudah berkembang di beberapa wilayah di

Indonesia, antara lain adalah di wilayah Sunda Kecil (Bali hingga Lombok), Jawa,

Sumatera, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Usaha berbasis wisata bahari yang

dilakukan di beberapa tempat di Indonesia disesuaikan dengan keistimewaan

yang ada di daerah masing-masing. Wisatawan penggemar kegiatan selam

(diving)denganlokasi tersaji pada Lampiran 1.

D. Metoda Analisis

Lingkungan internal dan eksternal dunia usaha terus berubah secara

diskontinyu ditandai dengan munculnya pasar baru, kompetitor baru, kebutuhan

konsumen baru, kombinasi teknologi baru, rangkaian rantai distribusi baru

sampai dengan peraturan perundang-undangan yang baru. Untuk merespon

perubahan tersebut, ketika menyusun rencana bisnis ke depan, para manajer

biasanya menggunakan metode perkiraan (forecasting) berdasarkan sejumlah kecenderungan masa lalu. Para manajer biasanya mengalami kesulitan ketika

dihadapkan pada situasi yang sama sekali berbeda dengan apa yang

direncanakan sejak awal karena tidak siap mengantisipasi perubahan.

Agar organisasi mampu memperkirakan apa yang akan terjadi di masa

depan pada lingkup kegiatan usahanya, maka diperlukan metodologi yang dapat

menggabungkan pembuatan sebuah skenario dengan proses pengambilan

keputusan yang berkaitan dengan penyusunan strategi manajemen ke depan.

Randall dan Fahey (1998) menyebut proses ini sebagai pembelajaran skenario

(scenario learning).

Konsep skenario bukan hal baru, karena konsep ini telah dikembangkan

sejak akhir perang dunia kedua dengan berbagai istilah dan model. Ringland

(1998) menjelaskan bahwa konsep skenario bertujuan membuat gambaran

kehidupan nyata (real life) masa depan sehingga dapat menjawab dua hal mendasar yaitu: (1) untuk mengantisipasi kemungkinan kejadian masa depan

yang sebelumnya tidak diperkirakan, dengan menggali berbagai hambatan,

perubahan lingkungan eksternal atau hubungan antar berbagai faktor terkait,

dan (2) untuk membuat sebuah mental model yang memungkinkan para

pengguna mengetahui bukti-bukti yang terlihat jelas maupun tidak jelas sejak

(29)

Randall dan Fahey (1998), mengatakan bahwa konsep pembelajaran

skenario berguna bagi organisasi untuk mengantisipasi tiga hal berikut. Pertama,

merumuskan konteks bisnis di masa depan baik yang menyangkut produk,

pelanggan, rantai distribusi, pemasok, kompetitor, teknologi maupun regulasi

pemerintah. Faktor-faktor tersebut diperkirakan akan mengalami perubahan

sangat berarti dibandingkan dengan kondisi saat ini. Kedua, menyusun sejumlah alternatif masa depan yang situasinya berbeda sama sekali satu dengan lainnya,

termasuk dengan aspek lingkungan ketika skenario dibuat. Ketiga, menyusun sejumlah kebijakan darurat untuk mengantisipasi kejadian penting yang terjadi

secara tidak terduga di masa mendatang.

Skenario merupakan sebuah deskripsi naratif tentang proyeksi berbagai

pilihan yang masuk akal dari bagian-bagian spesifik di masa mendatang.

Sejumlah kombinasi peristiwa di masa depan, ada yang mudah dan sulit

diperkirakan sehingga memunculkan berbagai pilihan di masa depan. Gambaran

masa depan menurut Randall dan Fahey (1998) dibatasi oleh informasi yang

berhasil diperoleh, kemampuan untuk memahami informasi dan kemampuan

untuk membuat imajinasi. Kendala inilah yang mengakibatkan gambaran masa

depan tetap gelap karena ketidakmampuan mengetahui secara pasti apa yang

akan terjadi di masa mendatang. Selanjutnya pembelajaran skenario dapat

melatih manajer mengorganisasikan berbagai hal yang mereka ketahui dan

mereka bayangkan di masa mendatang dengan membuat cerita tentang

berbagai hal yang tidak mereka ketahui.

Ringland (1998) mengartikan skenario sebagai bagian perencanaan

strategis yang berkaitan dengan sejumlah piranti (tools) dan teknologi untuk

mengatur ketidakpastian di masa mendatang. Selanjutnya, di tengah lingkungan

bisnis yang makin tidak menentu, Ringland menyatakan bahwa teknik forecasting

untuk perencanaan bisnis tidak lagi memadai dan bahkan bisa menyesatkan,

yang disebabkan karena lebarnya lingkup ketidakpastian lingkungan masa

mendatang. Perencanaan yang baik mutlak memerlukan sejumlah pandangan

tentang masa depan.

Proses penyusunan skenario (Marsh, 1998), bisa didekati melalui dua

pendekatan. Pertama, pendekatan future backward approach yang dikenal dengan metode deduktif (pendekatan top-down). Skenario disusun melalui identifikasi sejumlah kemungkinan hasil akhir tentang apa yang terjadi di masa

(30)

kejadian masa depan tersebut bisa menjadi kenyataan. Tiap skenario terdiri atas

sejumlah alur cerita tentang gambaran kejadian masa depan. Kedua,

pendekatan future forward approach dengan cara memproyeksikan sejumlah kondisi yang masuk akal di masa mendatang berdasarkan atas analisis sejumlah

faktor yang terjadi saat ini. Langkah ini disebut juga sebagai metode intuitif atau

metode induktif.

Faktor-faktor penyusun skenario dapat berasal dari lingkungan internal

perusahaan maupun lingkungan eksternal. Faktor internal yang berpengaruh

antara lain potensi, visi dan misi perusahaan, sumberdaya perusahaan

(resource), kapabilitas, kesempatan dan ancaman. Sedangkan faktor eksternal yang berperan antara lain kompetitor, pemasok, jalur distribusi ke pasar,

kebijakan pemerintah, sampai dengan preferensi perubahan kebutuhan

konsumen.

Tujuan pembelajaran skenario bukan sekedar menyusun sebuah cerita,

sebab skenario diharapkan dapat memberikan sejumlah masukan penting bagi

para pengambil keputusan sekaligus mempengaruhi peningkatan kualitas

pengambilan keputusan. Randall dan Fahey (1998), menjelaskan bahwa

skenario dapat bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman persoalan,

menghasilkan keputusan baru, membingkai ulang keputusan yang ada dan

mengidentifikasi kebijakan darurat.

Pembelajaran skenario tersusun atas sejumlah alternatif alur cerita.

Masing-masing organisasi bisnis, organisasi pemerintah atau para konsultan

memiliki pola pendekatan masing-masing tentang penyusunan skenario ini.

Randall dan Fahey (1998) berpendapat ada empat komponen pokok penyusunan

skenario ini, yaitu faktor pendorong (driving foces), logika (logics), alur cerita (plot), dan hasil akhir (end states) seperti tersaji pada Gambar 1.

Alur Cerita Hasil Akhir

Logika Data Aktual

[image:30.595.116.536.621.725.2]

(Faktor Pendorong)

(31)

1. Faktor pendorong.

Faktor pendorong sebagai predetermined elements yaitu sejumlah

perisriwa atau kejadian yang terjadi saat ini dan selanjutnya mempengaruhi

dan diperkirakan menghasilkan kejadian lanjutan di masa mendatang.

Faktor pendorong dalam penelitian ini adalah faktor sosial, ekonomi, politik

dan teknologi yang terjadi pada saat ini.

2. Logika.

Logika skenario merupakan penjelasan masuk akal hasil rasionalisasi alur

cerita yang disusun sehingga bisa menjawab sejumlah pertanyaan:

mengapa, apa, dan bagaimana sebuah alur cerita. Logika berkembang dari

kondisi sosial, ekonomi dan politik yang bisa terjadi saat ini maupun masa

yang akan datang.

3. Alur cerita.

Alur cerita merupakan gambaran atas apa yang akan terjadi secara spesifik

atau kemungkinan apa yang akan terjadi di masa depan. Masing-masing

alur cerita menjelaskan sebuah cerita yang menghubungkan kejadian masa

sekarang dengan hasil akhir di masa depan. Pada penelitian ini telah

ditentukan 4 (empat) alur cerita atau skenario yaitu skenario pesimistis,

skenario semi pesimistis, skenario semi optimistis dan skenario optimistis.

4. Hasil Akhir.

Agar skenario spesifik dan tidak multi-intepretasi (unambiguous), maka harus menggambarkan sebuah hasil akhir yang khusus pada titik waktu

tertentu.Hasil Akhir dari penelitian ini adalah menentukkan alur cerita yang

terjadi pada saat ini. Apakah itu skenario pesimistis, skenario semi

pesimistis, skenario semi optimistis atau skenario optimistis?

Untuk dapat menjawab perencanaan, alokasi sumberdaya, dan prioritas

dari strategi-strategi yang dimiliki pihak yang terlibat (aktor) dalam situasi konflik

digunakan AHP (Saaty, 1993). Kelebihan dari AHP ini adalah kemampuan jika

dihadapkan pada situasi yang kompleks atau tidak terkerangka, yaitu jika data,

informasi statistik dari masalah yang dihadapi sangat minim atau tidak ada sama

sekali. AHP dapat menggunakan data kualitatif yang mungkin didasari oleh

persepsi, pengalaman, ataupun intuisi.

Saaty (1993), mengemukakan bahwa AHP merupakan analisis

(32)

sistem sehingga bisa membantu di dalam melakukan prediksi untuk mengambil

keputusan. Prinsip dasar dalam mengambil keputusan tersebut adalah:

1. dekomposisi yaitu memecahkan persoalan yang utuh menjadi

unsur-unsurnya. Jika menginginkan hasil yang akurat maka dilakukan pemecahan

unsur-unsur tersebut sampai tidak dapat dipecah lagi, sehingga didapatkan

beberapa tingkatan dari persoalan tadi.

2. comparative judgement, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di

atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh

terhadap elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam

bentuk matriks pairwise comparison.

3. synthesis of priority dari setiap matriks pairwise comparison vektor eigen (ciri) untuk mendapatkan prioritas lokal. Karena matriks pairwise comparison

terdapat pada setiap tingkat maka untuk mendapatkan prioritas global, harus

dilakukan sintesis di antara prioritas lokal. Prosedur melakukan sintesis

berbeda menurut bentuk hirarki. Pengaruh elemen-elemen menurut

kepentingan relatif melalui prosedur sintesis yang dinamakan priority setting. 4. logical consistency, yang memiliki dua makna, yaitu: Pertama, adalah bahwa

objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keseragaman dan

relevansinya; Kedua, adalah tingkat hubungan antara obyek-obyek yang

didasarkan pada kriteria tertentu.

Penyusunan analisis data dalam AHP dilakukan dalam beberapa tahap

berikut: (1) identifikasi sistem, (2) penyusunan struktur hirarki, (3) membuat

matriks perbandingan atau komparansi berpasangan (pairwise comparison), (4) menghitung matriks pendapat individu, (5) menghitung pendapat gabungan, (6)

pengolahan horizontal, (7) pengolahan vertikal, dan (8) revisi pendapat.

Beberapa keuntungan yang diperoleh bila memecahkan persoalan dan

mengambil keputusan dengan menggunakan AHP (Marimin, 2004) adalah

sebagai berikut.

1. Kesatuan: AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti,

luwes untuk aneka ragam persoalan tidak terstruktur.

2. Kompleksitas: AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan

berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.

3. Saling ketergatungan: AHP dapat menangani saling ketergantungan

(33)

4. Penyusunan Hirarki: AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk

memilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan

dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat.

5. Pengukuran: AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal yang

diwujudkan dalam suatu metode untuk menetapkan prioritas.

6. Konsistensi: AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan

yang digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas.

7. Sintesis: AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan

setiap alternatif.

8. Tawar-menawar: AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari

berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif

terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka.

9. Penilaian dan konsensus: AHP tidak memaksakan konsensus tetapi

mensintesiskan suatu hasil yang representatif dari penilaian yang berbeda.

10. Pengulangan Proses: AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisi

mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan

(34)

III METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Pulau Bunaken (Gambar 2), Kota Manado, Sulawesi

Utara, dengan waktu penelitian sekitar 8 (delapan) bulan (Juli 2008 – Februari

2009). Jadwal pelaksanaan dimulai dari tahap persiapan, survei lapangan,

[image:34.595.176.457.219.372.2]

pengolahan data dan penulisan (Lampiran 2).

Gambar 2. Lokasi Pulau Bunaken, Kota Manado.

B. Metode Kerja

1. Pendekatan Studi.

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus di Pulau Bunaken,

Kota Manado, Sulawesi Utara dengan melalui pengamatan langsung di

lokasi penelitian. Untuk menganalisis skenario pengembangan wisata

bahari digunakan analisis skenario, sedangkan untuk strategi

pengembangan wisata bahari melalui evaluasi faktor-faktor yang

mempengaruhi digunakan Analytical Hierarchy Process (AHP).

2. Jenis dan Pengumpulan Data.

Data yang dikumpulkan terbagi dalam 2 (dua) jenis data sebagai

berikut.

1) Data Primer, diperoleh dengan melakukan penelitian ke lapangan

dengan cara:

a) wawancara langsung (interview) berupa tanya jawab dengan

praktisi pariwisata (pelaku industri), pemda setempat (instansi

(35)

serta organisasi pengelola (DPTNB) yang bergerak di bidang

usaha wisata bahari, baik lisan maupun tertulis.

b) observasi dilakukan dengan cara pengamatan langsung

terhadap objek yang diteliti berupa kegiatan usaha wisata bahari

di Pulau Bunaken dari proses pelayanan jasa sampai

pemasarannya.

2) Data Sekunder, dikumpulkan melalui data-data yang telah tersedia

dalam bentuk berikut.

a) Publikasi-publikasi dari lembaga-lembaga pemerintah maupun

swasta meliputi dinas dan instansi daerah serta DPTNB yang

dapat dipercaya kebenarannya .

b) Metode studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data dari

kepustakaan yang menunjang dan berhubungan dengan

variabel masalah atau dengan topik yang akan dibahas dan

mempunyai manfaat sebagai data aktual. Jenis data lainnya

yang dikumpulkan adalah data umum, seperti potensi usaha

kecil wisata bahari di pulau kecil tentang lokasi, kondisi fisik,

ekosistem, komposisi anggota, rataan pendapatan dan lama

berusaha.

c) Jenis data yang dikumpulkan antara lain: (1) peta kawasan

Pulau Bunaken, (2) peta administrasi Prov. Sulawesi Utara, (3)

Rencana Strategis Kota Manado, (4) Laporan Tahunan dari

Dinas Pariwisata Prov. Sulawesi Utara, Dinas Pariwisata Kota

Manado, Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Sulawesi Utara,

Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Manado, dan Dewan

Pengelola Taman Nasional Bunaken, (5) Rencana Induk

Pariwisata Daerah Kota Manado, serta data pendukung lainnya.

3. Teknik Penentuan Responden.

Teknik penentuan responden dalam rangka menggali data yang

dibutuhkan ditentukan dengan teknik dipilih secara sengaja

(purposive sampling) artinya responden yang dipilih sesuai dengan

kebutuhan data penelitian. Adapun responden yang sengaja dipilih

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Manado.

(36)

3) Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Manado.

4) Dinas Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah Kota Manado.

5) Dewan Pengelola Taman Nasional Laut Bunaken (DPTNB).

6) Universitas Sam Ratulangi.

7) LSM.

8) Wisatawan lokal dan wisatawan manca negara.

9) Camat Kecamatan Bunaken, Kota Manado.

10) Penduduk Pulau Bunaken (Kecamatan Bunaken). 11) Tour and Travel.

12) Pengusaha kecil, menengah dan mikro.

Total jumlah responden terpilih yang merupakan representasi dari

stakeholders di Kota Manado untuk pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil berjumlah 5 responden terpilih

(Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Manado, Dinas Kebudayaan

dan Pariwisata Kota Manado, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Sam Ratulangi, Dinas Koperasi Pengusaha Kecil dan

Menengah Kota Manado, dan DPTNB) untuk penilaian expert dan 25 responden untuk pendukung.

4. Pengolahan dan Analisis Data

1) Pengolahan Data

Analisis data secara kualitatif dan kuantitatif, meliputi tahap

transfer data, editing data, pengolahan data dan interpretasi

data secara deskriptiif. Analisis kualitatif digunakan untuk

mengetahui aspek manajemen, aspek teknis, dan produksi,

serta aspek pemasaran. Analisis kuantitatif digunakan untuk

mengetahui aspek bobot dan prioritas dihitung dengan

manipulasi matrik atau melalui penyelesaian persamaan

matematik.

2) Analisis Data

Beberapa skenario yang digunakan dalam penelitian ini,

khususnya dalam menyusun strategi pengembangan wisata

bahari dalam mendukung usaha mikro di pulau kecil terhadap

(37)

a. Skenario Pesimistis: Usaha mikro dan kecil sektor wisata

bahari di pulau Bunaken menurun, karena menurunnya

wisatawan yang berkunjung ke pulau Bunaken.

b. Skenario Semi Pesimistis: Usaha mikro dan kecil sektor

wisata bahari di pulau kecil tetap ada, tetapi tidak mengalami

perkembangan yang berarti (stagnan).

c. Skenario Semi Optimistis: Usaha mikro dan kecil sektor

wisata bahari di pulau kecil semakin tumbuh dan

berkembang, namun belum memberikan dampak yang

optimal terhadap peningkatan ekonomi masyarakat lokal dan

upaya-upaya pelestarian lingkungan.

d. Skenario Optimistis: Usaha mikro dan kecil sektor wisata

bahari di pulau kecil akan tumbuh dan berkembang secara

optimal dan memberikan dampak peningkatan ekonomi

masyarakat lokal seiring dengan pelestarian lingkungan

pulau kecil dan sekitarnya.

Setelah menentukan alur skenario, proses selanjutnya adalah menentukan

scaling nilai-nilai ukuran kriteria dalam bentuk multicriteria analysis. Seluruh skenario yang telah diterapkan ke dalam suatu kriteria, kemudian merubah

semua nilai ukuran kriteria tersebut menjadi skor yang paling besar

kemungkinannya untuk dapat mengidentifikasi skenario yang terbaik, yaitu

skenario dengan manfaat dan keuntungan yang maksimal dengan kerugian dan

biaya yang minimal.

Identifikasi skenario ini dapat diketahui dari pendugaan nilai rata-rata untuk

setiap skenario yang ada, sehingga menghasilkan sebuah skor dengan skala

ordinal, yang berarti secara keseluruhan metode ini tidak dapat menentukan

seberapa besar keunggulan suatu skenario dibandingkan dengan skenario

(38)
[image:38.595.115.520.108.491.2]

Tabel 1. Penentuan Scaling dan Pembobotan Multicriteria Analysis Alternatif Skenario Kriteria Pesimis (Skenario A) Semi Pesimis (Skenario B) Semi Optimis (Skenario C) Optimis (Skenario D) Politik • Pajak • Subsidi

• Stabilitas Keamanan • Kebijakan/Peraturan

A11 A12 A13 A14 B11 B12 B13 B14 C11 C12 C13 C14 D11 D12 D13 D14

Rataan 1 A1 B1 C1 D1

Ekonomi

• Kurs Rupiah • Suku Bunga • Pemasaran • Fluktuasi harga

A21 A22 A23 A24 B21 B22 B23 B24 C21 C22 C23 C24 D21 D22 D23 D24

Rataan 2 A2 B2 C2 D2

Sosial

• Demografi • Kesadaran

lingkungan

• Penyerapan tenaga kerja

• Tradisi masyarakat lokal A31 A32 A33 A34 B31 B32 B33 B34 C31 C32 C33 C34 D31 D32 D33 D34

Rataan 3 A3 B3 C3 D3

Sarana dan Prasarana

• Efisiensi Biaya • Akses Transportasi • Sistem Informasi • Promosi

A41 A42 A43 A44 B41 B42 B43 B44 C41 C42 C43 C44 D41 D42 D43 D44

Rataan 4 A4 B4 C4 D4

Rataan Total A B C D

Sumber: Brown, 2001.

Rataan skor pada tiap grup kriteria (politik, ekonomi, sosial, sarana dan

prasarana) yaitu dengan menghitung rata-rata skor sub kriteria tiap grup kriteria.

Misalkan nilai rataan untuk kriteria politik.

Pada skenario A : A1 = (A11+A12+A13+A14)/4

Pada skenario B : B1 = (B11+B12+B13+B14)/4

Pada skenario C : C1 = (C11+C12+C13+C14)/4

Pada skenario D : D1 = (D11+D12+D13+D14)/4

Rumus di atas juga digunakan untuk mencari rataan pada kriteria ekonomi,

sosial, politik, dan sarana prasarana untuk tiap skenario. Rataan yang dihasilkan

dari tiap kriteria (politik, ekonomi, sosial dan sarana prasarana) kemudian

dihitung rata-ratanya lagi untuk menghasilkan keseluruhan skor akhir (rataan

(39)

Skenario A = (A1+A2+A3+A4)/4

Skenario B = (B1+B2+B3+B4)/4

Skenario C = (C1+C2+C3+C4)/4

Skenario D = (D1+D2+D3+D4)/4

Banyaknya kriteria tergantung pada aspek yang dianggap paling

mempengaruhi di dalam proses pengambilan keputusan dalam menentukan

alternatif pengembangan yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini kriteria

rataan dikembangkan berdasarkan triple bottom line benefit cost (Munandar, 2007). Berdasarkan rataan total ini kita dapat menentukan alternatif skenario

pengembangan terbaik dengan tidak mengikutsertakan pilihan atau keinginan

dari stakeholders atau pengambil keputusan sebagai pembobot dalam

pengambilan keputusan akhir.

Perhitungan pembobotan dilakukan melalui pendekatan Analytical

[image:39.595.115.513.417.548.2]

Hierarchy Process (AHP) untuk masing-masing kriteria yang telah ditentukan sebelumnya, seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pembobotan Masing-masing Kriteria Analisis

Alternatif Skenario Kriteria

Pesimis (Skenario A)

Semi Pesimis (Skenario B)

Semi Optimis (Skenario C)

Optimis (Skenario D)

Politik (Bobot 1 x A) (Bobot 1 x B) (Bobot 1 x C) (Bobot 1 x D)

Ekonomi (Bobot 2 x A) (Bobot 2 x B) (Bobot 2 x C) (Bobot 2 x D)

Sosial (Bobot 3 x A) (Bobot 3 x B) (Bobot 3 x C) (Bobot 3 x D)

Sarana dan Prasarana

(Bobot 4 x A) (Bobot 4 x B) (Bobot 4 x C) (Bobot 4 x D)

Total

Total hasil kali pembobotan dengan skor pada masing-masing skenario adalah :

Skenario A = (Bobot 1 x A) + (Bobot 2 x A) + (Bobot 3 x A)+(Bobot 4 x A)

Skenario B = (Bobot 1 x B) + (Bobot 2 x B) + (Bobot 3 x B)+(Bobot 4 x B)

Skenario C = (Bobot 1 x C) + (Bobot 2 x C) + (Bobot 3 x C)+(Bobot 4 x C)

Skenario D = (Bobot 1 x D) + (Bobot 2 x D) + (Bobot 3 x D)+(Bobot 4 x D)

Bobot 1, 2, dan 3 didapat melalui pendekatan Analytical Hierarchy Process

(40)

Hasil ini dianggap lebih akurat daripada hasil keputusan pada metode rataan

sebelumnya tanpa adanya pembobotan untuk tiap kriteria berdasarkan pada

keinginan atau pilihan dari stakeholders sebagai pengambil keputusan terakhir. AHP selanjutnya digunakan untuk menganalisis prioritas strategi

pengembangan. Dengan AHP, analisis dimulai dengan penyederhanaan suatu

persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategis dan dinamik menjadi

bagian-bagiannya, serta menata dalam sebuah hirarki yang diperoleh dari kuisioner yang

diajukan kepada responden. Tingkat kepentingan setiap variable diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variable tersebut secara relatif

dibandingkan dengan variable lain untuk memformulasikan strategi

pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau Bunaken. Kuisioner

(Lampiran 3) diinput sebagai data menggunakan AHP dengan syarat hanya

pendapat responden yang memiliki rasio konsistensi ≤ 10% yang akan dianalisis

lebih lanjut. Dalam penelitian ini proses AHP dilakukan sebagai berikut.

1. Penyusunan Hirarki

Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu

alternatif strategi, tujuan, aktor, faktor dan sasaran atau goal, kemudian disusun menjadi struktur hirarki. Beberapa alternatif strategi untuk membuat

keputusan adalah pemanfaatan pulau kecil sebagai obyek usaha kecil sektor

wisata bahari, peningkatan kesadaran masyarakat lokal, peningkatan

mekanisme pengelolaan wisata bahari di pulau kecil, pembangunan sarana

dan prasarana di pulau kecil, peningkatan keterampilan SDM dalam

mendukung usaha kecil dan perbaikan kebijakan dan kelembagaan beserta

Gambar

Gambar 1. Faktor-faktor Kunci Penyusunan Skenario.
Gambar 2. Lokasi Pulau Bunaken, Kota Manado.
Tabel 1. Penentuan Scaling dan Pembobotan Multicriteria Analysis
Tabel 2. Pembobotan Masing-masing Kriteria Analisis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Aroma khas susu dihasilkan oleh perlakuan yang tidak diberi penambahan kayu secang karena dalam pembuatan es krim biji nangka menggunakan bahan-bahan yang terbuat dari susu,

kompetensi sumber daya manusia yang ada pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan belum cukup mendukung terhadap strategi pengembangan dan pengelolaan objek- objekwisata

1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dalam Pasal 1 angka 2, yaitu pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan

Jalur ini selaras antara koagulasi dan fibrinolisis, juga terdiri dari trombin, trombomodulin, dan suatu zymogen yang diaktivasi menjadi suatu enzim yang dikenal sebagai

◦ Pada stadium ini., proses degenerasi belum menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga akan terlihat bilik mata depan dengan kedalaman yang normal, iris dalam posisi

sesuai dengan penelitian ini dimana pupuk organik cair dengan perlakuan 40% adalah perlakuan yang memiliki tinggi tanaman dan jumlah daun tertinggi oleh sebab

Adalah Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sehubungan dengan penelitian skripsi berjudul : "Pengaruh Komitmen

Kelompok Kerja (Pokja) Jasa Konsultansi dan Jasa Lainnya Panitia Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Sabu Raijua akan melaksanakan Seleksi Umum