II TINJAUAN PUSTAKA
D. Metoda Analisis
Lingkungan internal dan eksternal dunia usaha terus berubah secara diskontinyu ditandai dengan munculnya pasar baru, kompetitor baru, kebutuhan konsumen baru, kombinasi teknologi baru, rangkaian rantai distribusi baru sampai dengan peraturan perundang-undangan yang baru. Untuk merespon perubahan tersebut, ketika menyusun rencana bisnis ke depan, para manajer biasanya menggunakan metode perkiraan (forecasting) berdasarkan sejumlah kecenderungan masa lalu. Para manajer biasanya mengalami kesulitan ketika dihadapkan pada situasi yang sama sekali berbeda dengan apa yang direncanakan sejak awal karena tidak siap mengantisipasi perubahan.
Agar organisasi mampu memperkirakan apa yang akan terjadi di masa depan pada lingkup kegiatan usahanya, maka diperlukan metodologi yang dapat menggabungkan pembuatan sebuah skenario dengan proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penyusunan strategi manajemen ke depan. Randall dan Fahey (1998) menyebut proses ini sebagai pembelajaran skenario (scenario learning).
Konsep skenario bukan hal baru, karena konsep ini telah dikembangkan sejak akhir perang dunia kedua dengan berbagai istilah dan model. Ringland (1998) menjelaskan bahwa konsep skenario bertujuan membuat gambaran kehidupan nyata (real life) masa depan sehingga dapat menjawab dua hal mendasar yaitu: (1) untuk mengantisipasi kemungkinan kejadian masa depan yang sebelumnya tidak diperkirakan, dengan menggali berbagai hambatan, perubahan lingkungan eksternal atau hubungan antar berbagai faktor terkait, dan (2) untuk membuat sebuah mental model yang memungkinkan para pengguna mengetahui bukti-bukti yang terlihat jelas maupun tidak jelas sejak awal tentang gambaran kehidupan saat ini.
Randall dan Fahey (1998), mengatakan bahwa konsep pembelajaran skenario berguna bagi organisasi untuk mengantisipasi tiga hal berikut. Pertama,
merumuskan konteks bisnis di masa depan baik yang menyangkut produk, pelanggan, rantai distribusi, pemasok, kompetitor, teknologi maupun regulasi pemerintah. Faktor-faktor tersebut diperkirakan akan mengalami perubahan sangat berarti dibandingkan dengan kondisi saat ini. Kedua, menyusun sejumlah alternatif masa depan yang situasinya berbeda sama sekali satu dengan lainnya, termasuk dengan aspek lingkungan ketika skenario dibuat. Ketiga, menyusun sejumlah kebijakan darurat untuk mengantisipasi kejadian penting yang terjadi secara tidak terduga di masa mendatang.
Skenario merupakan sebuah deskripsi naratif tentang proyeksi berbagai pilihan yang masuk akal dari bagian-bagian spesifik di masa mendatang. Sejumlah kombinasi peristiwa di masa depan, ada yang mudah dan sulit diperkirakan sehingga memunculkan berbagai pilihan di masa depan. Gambaran masa depan menurut Randall dan Fahey (1998) dibatasi oleh informasi yang berhasil diperoleh, kemampuan untuk memahami informasi dan kemampuan untuk membuat imajinasi. Kendala inilah yang mengakibatkan gambaran masa depan tetap gelap karena ketidakmampuan mengetahui secara pasti apa yang akan terjadi di masa mendatang. Selanjutnya pembelajaran skenario dapat melatih manajer mengorganisasikan berbagai hal yang mereka ketahui dan mereka bayangkan di masa mendatang dengan membuat cerita tentang berbagai hal yang tidak mereka ketahui.
Ringland (1998) mengartikan skenario sebagai bagian perencanaan strategis yang berkaitan dengan sejumlah piranti (tools) dan teknologi untuk mengatur ketidakpastian di masa mendatang. Selanjutnya, di tengah lingkungan bisnis yang makin tidak menentu, Ringland menyatakan bahwa teknik forecasting
untuk perencanaan bisnis tidak lagi memadai dan bahkan bisa menyesatkan, yang disebabkan karena lebarnya lingkup ketidakpastian lingkungan masa mendatang. Perencanaan yang baik mutlak memerlukan sejumlah pandangan tentang masa depan.
Proses penyusunan skenario (Marsh, 1998), bisa didekati melalui dua pendekatan. Pertama, pendekatan future backward approach yang dikenal dengan metode deduktif (pendekatan top-down). Skenario disusun melalui identifikasi sejumlah kemungkinan hasil akhir tentang apa yang terjadi di masa depan yang selanjutnya disusun sejumlah langkah yang bisa ditempuh agar
kejadian masa depan tersebut bisa menjadi kenyataan. Tiap skenario terdiri atas
sejumlah alur cerita tentang gambaran kejadian masa depan. Kedua,
pendekatan future forward approach dengan cara memproyeksikan sejumlah kondisi yang masuk akal di masa mendatang berdasarkan atas analisis sejumlah faktor yang terjadi saat ini. Langkah ini disebut juga sebagai metode intuitif atau metode induktif.
Faktor-faktor penyusun skenario dapat berasal dari lingkungan internal perusahaan maupun lingkungan eksternal. Faktor internal yang berpengaruh antara lain potensi, visi dan misi perusahaan, sumberdaya perusahaan (resource), kapabilitas, kesempatan dan ancaman. Sedangkan faktor eksternal yang berperan antara lain kompetitor, pemasok, jalur distribusi ke pasar, kebijakan pemerintah, sampai dengan preferensi perubahan kebutuhan konsumen.
Tujuan pembelajaran skenario bukan sekedar menyusun sebuah cerita, sebab skenario diharapkan dapat memberikan sejumlah masukan penting bagi para pengambil keputusan sekaligus mempengaruhi peningkatan kualitas pengambilan keputusan. Randall dan Fahey (1998), menjelaskan bahwa skenario dapat bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman persoalan, menghasilkan keputusan baru, membingkai ulang keputusan yang ada dan mengidentifikasi kebijakan darurat.
Pembelajaran skenario tersusun atas sejumlah alternatif alur cerita. Masing-masing organisasi bisnis, organisasi pemerintah atau para konsultan memiliki pola pendekatan masing-masing tentang penyusunan skenario ini. Randall dan Fahey (1998) berpendapat ada empat komponen pokok penyusunan skenario ini, yaitu faktor pendorong (driving foces), logika (logics), alur cerita (plot), dan hasil akhir (end states) seperti tersaji pada Gambar 1.
Alur Cerita Hasil Akhir
Logika Data Aktual
(Faktor Pendorong)
1. Faktor pendorong.
Faktor pendorong sebagai predetermined elements yaitu sejumlah
perisriwa atau kejadian yang terjadi saat ini dan selanjutnya mempengaruhi dan diperkirakan menghasilkan kejadian lanjutan di masa mendatang. Faktor pendorong dalam penelitian ini adalah faktor sosial, ekonomi, politik dan teknologi yang terjadi pada saat ini.
2. Logika.
Logika skenario merupakan penjelasan masuk akal hasil rasionalisasi alur cerita yang disusun sehingga bisa menjawab sejumlah pertanyaan: mengapa, apa, dan bagaimana sebuah alur cerita. Logika berkembang dari kondisi sosial, ekonomi dan politik yang bisa terjadi saat ini maupun masa yang akan datang.
3. Alur cerita.
Alur cerita merupakan gambaran atas apa yang akan terjadi secara spesifik atau kemungkinan apa yang akan terjadi di masa depan. Masing-masing alur cerita menjelaskan sebuah cerita yang menghubungkan kejadian masa sekarang dengan hasil akhir di masa depan. Pada penelitian ini telah ditentukan 4 (empat) alur cerita atau skenario yaitu skenario pesimistis, skenario semi pesimistis, skenario semi optimistis dan skenario optimistis.
4. Hasil Akhir.
Agar skenario spesifik dan tidak multi-intepretasi (unambiguous), maka harus menggambarkan sebuah hasil akhir yang khusus pada titik waktu tertentu.Hasil Akhir dari penelitian ini adalah menentukkan alur cerita yang terjadi pada saat ini. Apakah itu skenario pesimistis, skenario semi pesimistis, skenario semi optimistis atau skenario optimistis?
Untuk dapat menjawab perencanaan, alokasi sumberdaya, dan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki pihak yang terlibat (aktor) dalam situasi konflik digunakan AHP (Saaty, 1993). Kelebihan dari AHP ini adalah kemampuan jika dihadapkan pada situasi yang kompleks atau tidak terkerangka, yaitu jika data, informasi statistik dari masalah yang dihadapi sangat minim atau tidak ada sama sekali. AHP dapat menggunakan data kualitatif yang mungkin didasari oleh persepsi, pengalaman, ataupun intuisi.
Saaty (1993), mengemukakan bahwa AHP merupakan analisis pengambilan keputusan yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan
sistem sehingga bisa membantu di dalam melakukan prediksi untuk mengambil keputusan. Prinsip dasar dalam mengambil keputusan tersebut adalah:
1. dekomposisi yaitu memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika menginginkan hasil yang akurat maka dilakukan pemecahan unsur-unsur tersebut sampai tidak dapat dipecah lagi, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi.
2. comparative judgement, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison.
3. synthesis of priority dari setiap matriks pairwise comparison vektor eigen (ciri) untuk mendapatkan prioritas lokal. Karena matriks pairwise comparison
terdapat pada setiap tingkat maka untuk mendapatkan prioritas global, harus dilakukan sintesis di antara prioritas lokal. Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki. Pengaruh elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis yang dinamakan priority setting. 4. logical consistency, yang memiliki dua makna, yaitu: Pertama, adalah bahwa
objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keseragaman dan relevansinya; Kedua, adalah tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu.
Penyusunan analisis data dalam AHP dilakukan dalam beberapa tahap berikut: (1) identifikasi sistem, (2) penyusunan struktur hirarki, (3) membuat matriks perbandingan atau komparansi berpasangan (pairwise comparison), (4) menghitung matriks pendapat individu, (5) menghitung pendapat gabungan, (6) pengolahan horizontal, (7) pengolahan vertikal, dan (8) revisi pendapat.
Beberapa keuntungan yang diperoleh bila memecahkan persoalan dan mengambil keputusan dengan menggunakan AHP (Marimin, 2004) adalah sebagai berikut.
1. Kesatuan: AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tidak terstruktur.
2. Kompleksitas: AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.
3. Saling ketergatungan: AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.
4. Penyusunan Hirarki: AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat.
5. Pengukuran: AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal yang diwujudkan dalam suatu metode untuk menetapkan prioritas.
6. Konsistensi: AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas.
7. Sintesis: AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.
8. Tawar-menawar: AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka.
9. Penilaian dan konsensus: AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesiskan suatu hasil yang representatif dari penilaian yang berbeda. 10. Pengulangan Proses: AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisi
mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.