• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konflik Dan Kekuasaan Suatu Studi Perjuangan Politik Datuk Badiuzzaman Surbakti Dalam Perang Sunggal (1872-1895)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Konflik Dan Kekuasaan Suatu Studi Perjuangan Politik Datuk Badiuzzaman Surbakti Dalam Perang Sunggal (1872-1895)"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

KONFLIK DAN KEKUASAAN

Suatu Studi Perjuangan Politik Datuk Badiuzzaman Surbakti Dalam Perang Sunggal (1872-1895)

D I S U S U N OLEH : Farid Mas Hadi

( 080906072 )

Dosen Pembimbing : Drs. Antonius Sitepu, M. Si Dosen Pembaca : Muryanto Amin, S. Sos, M. Si

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

ABSTRAK ...iv

KATA PENGANTAR ...v

UCAPAN TERIMA KASIH ...ix

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah ...1

2. Perumusan Masalah ...8

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...9

3.1Tujuan Penelitian ...9

3.2 Manfaat Penelitian ...9

4. Studi Kepustakaan ...10

5. Pentingnya Penelitian ...10

6. Kerangka Teori ………...12

6.1 Teori Konflik ...12

6 .1.2 Penyebab Konflik ...14

6.1.3 Tipe-tipe Konflik ...16

6.1.4 Struktur Konflik ...17

(3)

6.1.6 Intensitas Konflik ...20

6.1.7 Pengaturan dan Pengendalian Konflik ...22

6.2 Kekuasaan ...23

6.2.1 Kekuasaan Menurut Harold D. Laswell ...24

6.2.2 Dimensi Kekuasaan ...25

6.2.3 Sumber Kekuasaan ...27

6.2.4 Unsur-unsur Saluran Kekuaan ...27

6.2.5 Kedalaman Pengaruh Kekuasaan ...30

6.2.6 Cara Mempertahankan Kekuasaan ...31

7. Metodologi Penelitian ………...……..32

7.1 Metode Penelitian ………..…………...32

7.2 Jenis Penelitian ………...34

7.3 Teknik Pengumpulan Data ………...36

7.4 Teknik Analisa Data ………...36

8. Sistematika Penulisan …………...………….………...37

BAB II BIOGRAFI DATUK BADIUZZAMAN SURBAKTI 2. Biografi Datuk Badiuzzaman Surbakti ...40

2.1 Datuk Badiuzzaman Surbakti dan Kerajaan Sunggal ...45

(4)

BAB III KONFLIK DAN KEKUASAN YANG DICERMINKAN DALAM PERJUANGAN POLITIK DATUK BADIUZZAMAN SURBAKTI DALAM PERANG SUNGGAL (1872-1895)

3. Datuk Badiuzzaman Surbakti Dalam Perang Sunggal ...62

3.1 Perjuangan Lewat Perang dan Perundingan ...77

3.2 Kekuasaan Datuk Badiuzaman Surbakti Dalam Perang Sunggal ...88

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ...101

4.2 Saran ...101

LAMPIRAN ...103

(5)

ABSTRAK

Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh rasa keingintahuan saya terhadap tokoh dan sekaligus pemimpin dalam Perang Sunggal (1872-1895), yaitu Datuk Sri Diraja Badiuzzaman Sri Indera Pahlawan Surbakti. Beliau memiliki taktik dan strategi perang yang unik, seperti “politik bumi hangus”. Dengan perlengkapan senjata tradisional ia dan para pejuang pribumi lainnya tidak gentar melawan kolonialisme Belanda dengan perlengkapan senjata yang lebih canggih. Namun, faktanya pihak Belanda sangat kualahan dalam mengatasi perlawanan yang dipimpin oleh Datuk Badiuzzaman Surbakti tersebut.

Dalam penelitian ini saya menggunakan metode deskribtif, yaitu suatu langkah-langkah melakukan reinterpretasi obyektif tentang fenomena-fenomena sosial yang terdapat dalam masalah yang diteliti. Dengan menggunakan pendekatan konflik dan kekuasaan dalam menganalisis ketokohan selama ia menjadi Raja Kerajan Tradisional Sunggal dan pemimpin dalam Perang Sunggal.

Melalui penelitian yang telah saya lakukan ini akhirnya saya dapat mengetahiu bahwa beliau merupakan sosok penguasa yang bijak dan gigih yang benar-benar menjaga wilayah kekuasaanya dan memperjuangkan kedaulatan rakyatnya. Ia juga memiliki rasa nasionalisme yang tinggi dan berjiwa patriotik serta seorang raja yang mencintai dan dicintai rakyatnya.

(6)

ABSTRACT

Writing this thesis background by my curiosity to the character and also a leader in Sunggal War (1872-1895), namely Datuk Sri Indera Heroes of Kings Badiuzzaman Surbakti. He has the tactics and strategies of war are unique, such as the "scorched earth policy". With his traditional armor and other indigenous fighters did not flinch against Dutch colonialism with more advanced armor. However, the fact that the Dutch are very kualahan in overcoming resistance led by Datuk Bediuzzaman Surbakti it.

In this study I use deskribtif method, which is a step-by-step do reinterpretation objective social phenomena contained in the problem under study. By using this approach in analyzing conflict and power during his persona became King Traditional Sunggal chaplain and leader in Sunggal War.

Through research I have done this I can finally figure know that he was a wise ruler and persistent truly maintain their authority, territory and fight for the people's sovereignty. It also has a high sense of nationalism and a patriotic spirit and a king who loved and loved people.

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillah itu permulaan kalam

dengan nama Allah Kholikul Alam

di permulaan kitab diperbuat nazam

supaya diingat sejarah yang tersulam

Tahun 1872 dalam kitab dicatatkan

sejarah perang Sunggal mulai dimulakan

tahun 1895 Batak Oorlog lain sebutan

akhir perang besar memakan banyak korban

Datuk Kecil pahlawan yang disebutkan

mempertahankan prinsip dan keyakinan

Datuk Jalil dan Sulong Barat menyambut sahutan

menjaga Sunggal dari kejahatan dan keserakahan

Datuk Kecil menyerang menerjang

bersama Datuk Jalil dan Sulong Barat berjuang

rakyat kecil menjadi semakin senang

jaga Serbanyaman dari amukan perang

(8)

Tuanku Mahmud Perkasa Alam namanya

berhubungan dengan pemerintah Belanda

menyerahkan tanah sebagai cinderamata

Syair tersebut menggambarkan awal mulanya terjadi Perang Sunggal.

Maka, perangpun telah dimulai, Korps ekspedisi lalu dipersenjatai, tiga kali

pengiriman Sunggal dibantai, khianat Van Stuwe, pahlawan kita terkulai.

Perjuangan tidaklah sampai di situ Datuk Sri Diraja ikut menjadi pemersatu

bersama adiknya, Datuk Alang, terus menyerbu menghancurkan Belanda,

menjadikannya abu Perlawanan rakyat semakin berapi-api gerilya Langkat di

Gunung Tinggi, jadilah bukti perang Tuan Rondahain, di Bedagai, semakin berani

gerilya Pak Netek, di Asahan, juga menjadi saksi Seperti Datuk Kecil dan Datuk

Jalil sebelumnya Datuk Sri Diraja dan Datuk Alang bernasib sama di bawah

rongrongan Belanda dan antek-anteknya, akhirnya wilayah Datuk Sunggal

porak-poranda.

Perlawanan terhadap kekuasaan Belanda sebagai advokasi atau pembelaan

kepentingan rakyat kecil, yaitu para petani atau pengusaha perkebunan

bumiputera, merupakan inti perjuangan Datuk Badiuzzaman Surbakti. Pemodal

asing atau pemerintah kolonial dilawan karena tindakan atau perbuatannya yang

tidak memenuhi rasa keadilan. Tentu saja, belum dapat dikatakan bahwa

perlawanan dan perjuangan rakyat itu menjadi satu-satunya sumber inspirasi dari

perjuangan itu. Akan tetapi, perlawanan-perlawanan yang muncul itu ada benang

merahnya, yaitu suatu gerakan emansipasi atau persamaan hak dan status

(9)

kekuasaan kolonialisme Belanda. Perang yang dipimpin oleh Datuk Badiuzzaman

Surbakti dalam Perang Sunggal memang berakhir pada 1895, tetapi bukan berarti

perlawanan rakyat itu berakhir. Dengan berbagai cara dan tindakannya sendiri,

rakyat meneruskan perlawanan menentang kolonialisme dan ekspansi pemodal

asing yang mengisap kekayaan alam bumi Indonesia. Lewat gangguan pada

pemukiman para kuli dan pembakaran bangsal penggilingan tembakau, rakyat

menunjukkan bahwa perlawanan itu masih terus berlangsung. Perlawanan Datuk

Badiuzzaman Surbakti dapat dipatahkan lewat konspirasi dan kolusi pemodal

swasta asing dengan pemerintah Belanda, dibantu oleh elite tradisional yang tidak

memiliki jiwa nasionalistik. Meskipun berbeda kepentingan dan pandangan

politik dengan Sultan Deli, dalam rangka menjalin semangat perjuangan bangsa

atau kaumnya, Datuk Badiuzzaman Surbakti tetap meneruskan tali silaturahmi

dengan tetap mau diajak berunding. Perundingan sebagai niat baik sang datuk pun

bisa ditunggangi oleh kepentingan Belanda, tetapi datuk tetap tidak mundur.

Melihat kekuatan lawan, pasti Datuk Sunggal bisa memperhitungkan hasilnya,

bahwa perjuangan itu tidak mudah, namun dia tidak mau menyerah. Ia dengan

rela menanggung risiko atas prinsip perjuangan yang dipikulnya dengan hukuman

pembuangan hingga akhir hayatnya. Memang, perjuangan untuk masyarakat

mewujudkan keadilan, persatuan, dan kemerdekaan tidak mudah, bahkan pada

masa sekarang pun. Usaha itu memerlukan perjuangan panjang yang menuntut

pengorbanan besar, baik waktu, materi, bahkan pengorban jiwa. Perjuangan Datuk

Badiuzzaman Surbakti telah menjadi inspirasi dan semangat bagi masyarakat pada

(10)

emansipasi dan mewujudkan kesejahteraan bangsa ini tidak akan pernah selesai.

Dalam konteks itulah, bangsa Indonesia menghargai dan tetap menjunjung tinggi

semangat dan perjuangan Datuk dari Sunggal ini untuk diaktualisasikan pada

(11)

UCAPAN TERIMA KASIH

1. Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas kehadiratnya.

Karena dengan hidayah, innayahnya serta karunianya saya dapat

melakukan penelitian ini dengan baik.

2. Tidak lupa pula saya ucapkan sholawat dan salam kepada junjungan besar

Nabi Muhammad SAW, semoga kita mendapat hikmahnya dihari kelak.

3. Ucapan terimaksih yang sangat besar terutama kepada ibu saya yang

selama ini memberikan doa, kasih sayang, perhatian dari kecil hingga

tumbuh dewasa seperti sekarang dan selalu memberikan semangat selama

perkuliahan sampai kepada penelitian ini.

4. Kepada kakak dan abang-abang saya, terima kasih sudah banyak

memberikan dukungan moral dan semangatnya.

5. Kepada Ibu Asmyta Surbakti yang telah banyak membantu dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

6. Kepada Ibu Ani yang dulunya adalah wali kelas SMA saya sampai

sekarang ia merupakan motivator bagi saya.

7. Kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M. Si. selaku Dekan FISIP USU.

8. Kepada Ibu Dra. T. Irmayani, M. Si. selaku Ketua Departemen Ilmu

Politik FISIP USU

9. Kepada Bapak Drs. Anthonius Sitepu, M. Si. selaku dosen dosen

(12)

10.Kepada Bapak Muryanto Amin, S. Sos, M. Si selaku dosen pembacaya

saya.

11.Kepada Marco Bangun, Benson A. Kaban, Fernando Bangun dan kelurga

yang telah memberikan inspirasi dan informasi sehingga saya mengangkat

judul ini.

12.Kepada kawan-kawan khususnya jurusan Ilmu Politik angkatan 2008

khususnya dan semua mahasiswa Ilmu Politik umumnya yang telah

memberi masukan-masukan bagi kelancaran penelitian ini.

13.Kepada guru-guru SMA NEGERI 1 NGUNUT, Tulung Agung, Jatim.

Terima kasih sudah memberikan pelajaran dan pengalaman yang sangat

berharga dalam kehidupan saya.

14.Kepada guru-guru SMP NEGERI 1 MEDAN, terima kasih atas segala

pelajaran dan bimbingannya.

15.Kepada guru-guru TK dan SD, atas kesabaran dan ketekunanya dalam

mengajar dan membimbing saya, sehingga saya dapat membaca dan

(13)

ABSTRAK

Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh rasa keingintahuan saya terhadap tokoh dan sekaligus pemimpin dalam Perang Sunggal (1872-1895), yaitu Datuk Sri Diraja Badiuzzaman Sri Indera Pahlawan Surbakti. Beliau memiliki taktik dan strategi perang yang unik, seperti “politik bumi hangus”. Dengan perlengkapan senjata tradisional ia dan para pejuang pribumi lainnya tidak gentar melawan kolonialisme Belanda dengan perlengkapan senjata yang lebih canggih. Namun, faktanya pihak Belanda sangat kualahan dalam mengatasi perlawanan yang dipimpin oleh Datuk Badiuzzaman Surbakti tersebut.

Dalam penelitian ini saya menggunakan metode deskribtif, yaitu suatu langkah-langkah melakukan reinterpretasi obyektif tentang fenomena-fenomena sosial yang terdapat dalam masalah yang diteliti. Dengan menggunakan pendekatan konflik dan kekuasaan dalam menganalisis ketokohan selama ia menjadi Raja Kerajan Tradisional Sunggal dan pemimpin dalam Perang Sunggal.

Melalui penelitian yang telah saya lakukan ini akhirnya saya dapat mengetahiu bahwa beliau merupakan sosok penguasa yang bijak dan gigih yang benar-benar menjaga wilayah kekuasaanya dan memperjuangkan kedaulatan rakyatnya. Ia juga memiliki rasa nasionalisme yang tinggi dan berjiwa patriotik serta seorang raja yang mencintai dan dicintai rakyatnya.

(14)

ABSTRACT

Writing this thesis background by my curiosity to the character and also a leader in Sunggal War (1872-1895), namely Datuk Sri Indera Heroes of Kings Badiuzzaman Surbakti. He has the tactics and strategies of war are unique, such as the "scorched earth policy". With his traditional armor and other indigenous fighters did not flinch against Dutch colonialism with more advanced armor. However, the fact that the Dutch are very kualahan in overcoming resistance led by Datuk Bediuzzaman Surbakti it.

In this study I use deskribtif method, which is a step-by-step do reinterpretation objective social phenomena contained in the problem under study. By using this approach in analyzing conflict and power during his persona became King Traditional Sunggal chaplain and leader in Sunggal War.

Through research I have done this I can finally figure know that he was a wise ruler and persistent truly maintain their authority, territory and fight for the people's sovereignty. It also has a high sense of nationalism and a patriotic spirit and a king who loved and loved people.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak asing lagi dengan apa yang biasa

kita sebut dengan istilah konflik. Konflik ini terjadi antar individu maupun antar

kelompok yang memperebutkan hal yang sama, mengingat sifat manusia yang

tiada batas akan sebuah kepuasan dan selalu ingin berkuasa. Begitu juga dengan

kekuasaan, disetiap jalinan hubungan disitu pula terdapat sebuah kuasa antara

yang satu dengan yang lain. Kekuasaan sebenarnya hanya menjadi salah satu

objek, tapi tidak pula bisa dipungkiri bahwa kekuasaan merupakan aspek yang

relatif penting dalam kehidupan. Konflik yan terjadi bukanlah tanpa sebab dan

tujuan, yang salah satunya adalah ingin memperebutkan sumber-sumber yang

sama (disatu pihak ingin merebut/memiliki, dan dipihak lain ingin

mempertahankannya. Kekuasaan yang dimaksud disini adalah pihak yang satu

mengusai pihak lain. Pada akhirnya konflik yang terjadi adalah dalam rangka

ingin memperebutkan sebuah kekuasaan (sumber-sumber kekuasaan yang sama)

yang terlepas dari perbedaan suku, ras, dan agama (meskipun tidak bisa kita

(16)

Melihat perjalanan sejarah bangsa Indonesia, terutama pada masa

penjajahan oleh Belanda dengan jangka waktu cukup lama, Belanda datang ke

Indonesia dengan berbagai alasan, diantaranya adalah karena tanahnya yang

sangat subur untuk di tanami rempah-rempah dan tanaman lainnya seperti

tembakau. Melihat hal yang demikian, setelah beberapa waktu menduduki

beberapa wilayah yang ada di Indonesia, maka pihak Belanda berinisiatif untuk

memperluas tanah kekuasaannya secara paksa di wilayah Indonesia. Kekuasaan

dalam hal ini berarti bagaimana para kolonialis Belanda ingin menguasai tanah air

penduduk pribumi dan bagaimana pula penduduk pribumi melakukan

perlindungan terhadap daerah kekuasaannya dengan berbagai bentuk perlawanan

atas usaha-usaha Belanda untuk memperluas daerah kekuasaannya.

Para pahlawan terdahulu telah bersedia mengangkat senjata,

mengorbankan segenap jiwa dan raganya dalam rangka menentang kolonial

Belanda yang ingin menduduki bumi pertiwi ini. Banyak peristiwa bersejarah

yang tidak sedikit merenggut nyawa para pahlawan kita yang membela akan

kesucian tanah air nenek moyang kita. Seperti misalnya Perang Diponegoro,

perang ini adalah perang besar dan berlangsung selama lima tahun (1825-1830)

yang terjadi di

De Kock melawan penduduk pribumi yang dipimpin seorang pangeran

Yogyakarta bernam

korban yang tidak sedikit baik korban harta maupun jiwa. Begitupula di

(17)

oleh Sisingamangaraja, ini adalah sebagian kecil dari sejarah perjalanan bangsa

Indosensia menuju kemerdekaannya.

Dan khususnya di tanah Sunggal, Medan, Sumatera Utara telah terjadi

perlawanan rakyat pribumi melawan Belanda, perang ini merupakan salah satu

peristiwa sejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia menuju kemerdekaannya.

Perang ini adalah perjuangan rakyat Sunggal dalam mempertahankan tanah

tumpah darahnyadari penguasaan tangan penjajahan Belanda. Wilayah Sunggal

(Serbanyaman) yang sangat subur ketika itu ingin dikuasai oleh perusahaan

perkebunan Belanda untuk ditanami tembakau. Penguasaan itutanpa seizin raja

dan rakyat Sunggal sehingga timbullah peperangan.Perang ini merupakan salah

satu perang yang terbesar sehingga pemerintah Hindia Belanda harus

mengeluarkan 'Medali Khusus' untuk menghargai para pemimpin perang ini dari

pihak mereka. Hal itu diketahui dari catatan yang terdapat di Museum KNIL,

Bronbeek(Belanda).1

Ada beberapa tokoh pejuang yang terlibat secara langsung dalam Perang

Sunggal ini. Mereka berusaha mempertahankan Sunggal (Serbanyaman), tanah

airnya, dari penjajahan Belanda. Tokoh- tokoh tersebut antara lain ialah Datuk

Badiuzzaman Surbakti, Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti, Datuk Mahini

Surbakti (Datuk Kecil), Datuk Jalil Surbakti, dan Datuk Sulong Barat Surbakti.

Pemicu terjadinya Perang Sunggal ini adalah masalah tanah. Ketika itu ada sistem

1 Tengku Lukman Sinar, SH. 1988. Perang Sunggal (1872-1895). Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan

(18)

pemerintahan tradisional yang di sebut Urung (desa/perkampungan), dan di

daerah Deli sendiri terdpat 4 wilayah Urung anatara lain: Sunggal, Sepuluh Dua

Kuta Hamparan Perak, dan Sukapiring.2

Pada tahun 1872 Datuk Badiuzzaman Surbakti dan adiknya Datuk Alang

MuhammadBahar Surbakti dengan didukung rakyat Serbanyaman (Sunggal) dan

suku-suku lainnya mulai mengadakan perlawanan dengan mengangkat senjata

terhadap Belanda. Ketika itu, Belanda didukung oleh Sultan Mahmud Perkasa

Alam. Datul-datuk Sunggal tersebut menghendaki Sunggal merdeka dari

siapapun. Kedatukan Sunggal telah melihat bahwa di Deli terdapat pemberian

tanah tanah rakyat secara besar-besaran kepada maskapai-maskapai

perkebunan tembakau Belanda dan keuntungan-keuntungan yang besar serta

pajak yang masuk ke kantong Belanda memebuat Sunggal menentang perluasan Pada masa itu wilayah Sunggallah yang

memiliki tanah paling subur yang cocok untuk dijadikan perkebunan oleh

maskapai-maskapai perkebunan Belanda dan sekaligus wilayah Sunggal adalah

Urung yang terkuat di daerah Deli. Pada tahun 1870 Sultan Mahmud Perkasa

Alam (Sultan Deli) memberikan tanah yang subur di wilayah Sunggal untuk

dijadikan konsensi perkebunan perusahaan Belanda yang bernama De

Rotterdam dan Deli Maschapij. Pemberian tanah ini tanpa melalui perundingan

dengan penguasa serta rakyat wilayah Sunggal sehingga timbullah perlawanan

bersenjata.

2 Tengku Lukman Sinar, SH. 2009. Sejarah Medan Tempo Doeloe. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan

(19)

perkebunan-perkebunan itu kedalam wilayah Sunggal, sedangkan Belanda dan

maskapai-maskapai perkebunan menganggap Sunggal itu adalah taklukan Sultan

Deli sehingga izin mendapat tanah cukup dengan persetujuan Sultan Deli saja.

Atas hal tersebutlah maka Datuk Kecil mengumpulkan dukungan rakyat Melayu

dan Karo dari hulu Sunggal yang juga takut bila tanah adat mereka akan diambil

Belanda begitu saja.

Perlawanan rakyat Serbanyaman (Sunggal) dilakukan rakyat dengan

bergerilya sambil membakar bangsal-bangsal tembakau diatas tanah rakyat yang

dikuasai oleh Belanda. Dalam perang ini, beliau, Datuk Badiuzzaman Surbakti

terlihat taktis dalam melakukan perlawanan terhadap pihak Belanda, ia

memecahbelah konsentrasi taktik penyerangan yang dilakukan Belanda,

meskipun para pejuang hanya memiliki senjata yang sederhana seperti pedang,

tombak, senapan locok melawan musuh yang dipersenjatai dengan senjata yang

lebih canggih, tetapi hal ini tidak menyurutkan semangat juang para pahlwanan

untuk tetap maju dan perang demi perang alhasil sering dimenangkan oleh para

pejuang dengan tidak sedikit mengorbankan nyawa para pejuang yang ikut

didalam medan perang. Begitu juga dari pihak Belanda yang sering kualahan

melawan para pejuang dan sering meminta bantuan pasukan dari pusat yang

berada di Jawa ketika itu.

Yang pertama, tibanya Korps Ekspedisi Militer Belanda yang ke-1. Untuk

(20)

segera dibentuk secara tergesa-gesa dengan gabungan Angkatan Darat dan

Korps Marinir Angkatan Laut dari kapal-kapal perang Banka dan Den Briel.

Panglima Korps Ekspedisi I ini adalah Kapten W. Koops, dan langsung menuju Ke

Sunggal pada tanggal 15 Mei 1872. Bantuan Korps Ekspedisi Militer Belanda yang

ke-2, hal inipun tidak banyak memberikan bantuan terhadap pasukan Belanda

dalam peperangan. Dan yang terakhir tibanya Korps Ekspedisi Militer Belanda

yang ke-3. Panglima Angkata Darat Hindia Belanda menganggap bahwa pimpinan

Letnan Kolonel Von Hombracht tidak becus untuk mengatasi situasi di Deli,

karena tidak ada kemajuan apa-apa yang berarti yang dapat dicapainya. Pada

tanggal 24 September tibalah di Deli kapal perang Willem III membawa

anggota-anggota pasukan baru Belanda dalam Ekspedisi Militer ke-3 yang dipimpin oleh

Mayor N. W. C. STuwe.3

Dengan pimpinan Datuk Sunggal Badiuzzaman Surbakti dan adiknya

Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti, rapat-rapat rahasia dengan pemuka

rakyat sering diadakan untuk merencanakan strategi perang melawanpasukan

Belanda. Keadaan di Deli sendiri ketika itu sedang gawat karena bahaya

kelaparan mengancam yang disebabkan kaum tani turut bersimpati tidak

menjual beras kepada Belanda. Sehingga Belanda terpaksa mengimpor beras

secara besar-besaran dari Rangoon, Birma. Di samping itu perlawanan terus

terjadi dimana-mana yang dipimpin oleh Sri Diraja dengan bergerilya dan

membakar bangsal-bangsal tembakau milik Belanda. Kerena perlawanan yang

(21)

dipimpin Datuk Badiuzzaman Surbakti ini sulit dipadamkan oleh Belanda, maka

Belanda secara licik menipu belia dalam sebuah perundingan damai,beliau

tiba-tiba ditangkap oleh pasukan Belanda pada tahun 1895 dan kemudian beliau

bersama adiknya Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti di buang ke Tanah

Jawa seumur hidup.

Meskipun perang ini oleh pihak Belanda di sebut “Perang Batak “ karena

pertempuran yang sering terjadi berada di wilayah pegunungan yang didiami

suku Batak Karo, namun perang ini bersifat nasionalis, karena :

1. Tidak berunsur keagamaan (di sini suku Melayu Islam yang bersatu

dengan suku Batak Karo yang belum beragama pada masa itu).

2. Kerjasama dari berbagai suku bangsa, yaitu suku Melayu, suku Batak

Karo, Suku Aceh Gayo).

3. Menentang perampasan tanah-tanah rakyat oleh pihak perkebunan milik

Belanda.

4. Mempertahankan tanah air terhadap ekspansi kolonial Belanda.

5. Membentuk popular front untuk pembebasan dimana Belanda sudah

bercokol.4

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan ada beberapa masalah

menarik yang tentunya akan dibahas dalam bab selanjutnya. Yang pertama, apa

sebenarnya hal yang melatarbelakangi bahwasannya Sultan Deli yaitu Sultan

(22)

Mahmud Perkasa Alam memberikan tanah Sunggal yang subur kepada Belanda

untuk ditanami tembakau. Hal ini sangat menarik untuk diketahui jika melihat

kebelakang bahwa keturunan nenek moyang Kesultanan Deli berasal dari

seorang perempuan yang bersuku Karo bernama Nang Baluan Surbakti yang

dikawini oleh Gocah Pahlawan Laksamana Khoja Bintan, salah satu seorang

Panglima Dari Sultan Iskandar Muda Aceh di tahun 1612. Yang kedua, dalam

penelitian ini penulis juga akan memberikan penjelasan-penjelasan mengenai

sebuah permasalahan mengapa Kesultanan Deli lebih memilih untuk bersekutu

kepada Belanda. Yang ketiga, dalam perjalanan perang, mengapa pihak Belanda

dengan senjata yang lebih canggih sering kualahan dalam perang melawan para

pejuang dengan senjata yang bersifat tradisional. Pemimpin perang Sunggal

seperti Datuk Badiuzzaman Surbakti dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya ketika

itu tentunya mempunyai taktik khusus untuk melawan musuh sehingga ia dan

para pejuangnya sering mendominasi peperangan.

Melihat proses dan memakan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 23

tahun, dan banyak korban yang berjatuhan dalam medan perang (baik dari pihak

para pejuang maupun dari pasukan Belanda), serta kepiawaian Datuk

Badiuzzaman Surbakti dalam memimpin perang, hal ini juga menarik minat

penulis untuk melakukan penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui dan

mengeksplorasi berbagai fakta yang sebenarnya terjadi dalam perang sunggal.

(23)

penelitian ini dengan judul KONFLIK DAN KEKUASAAN: Suatu Studi Perjuangan

Politik DatukBadiuzzaman Surbakti Dalam Perang Sunggal (1872-1895).

2. Perumusan Masalah

Dalam menganalisis bagaimana konflik dan kekuasaan yang terjadi

didalam Perang Sunggal yang di pimpin oleh Datuk Badiuzzaman Surbakti, tentu

diperlukaan kajian yang mendalam tentang konsep konflik dan kekuasaan,

sehingga dapat membentuk sebuah pemaparan yang jelas mengenai kepiawaian

beliau dalam memimpin Perang Sunggal. Berbeda ketika perang yang dipimpin

langsung oleh pamannya, Datuk Muhammad Dhini Surbakti, Datuk Badiuzzaman

Surbakti terlihat lebih taktis dalam dalam merencanakan strategi perang dan

mengkoordinasi para pejuang lainnya. Kemudian kekuasaan yang ditunjukkan

oleh beliau sebagai Raja Sunggal yang begitu perhatian dan sangat bijaksana

dapat dirasakan oleh rakyatnya, sehingga rakyatnya sangat mencintai beliau dan

memberikan dukungan yang sangat besar, bahkan rakyatnya mau mengorbankan

jiwa, raga dan hartanya untuk membantu beliau dalam mempertahankan wilayah

Sunggal dari penjajahan Belanda. Berdasarkan latar belakang yang telah

dipaparkan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah :

(24)

3. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 3.1 Tujuan Pemelitian

Adapun tujuan penulis mengadakan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengeksplorasi kedudukan konflik dan perebutan kekuasaan

antara Datuk Badiuzzaman Surbakti melawan Belanda yang bersekutu

dengan Kesultanan Deli dalam Perang Sunggal.

3.2 Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis sendiri, melalui penelitian ini dapat mengembangkan

kemampuan berfikir serta mengekplorasi pemikirannya dalam karya

ilmiah ini.

2. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

terhadap perkembangan dan pendalaman terhadap studi politik lokal,

khususnya kajian tentang teori konflik dan teori kekuasaan.

3. Bagi akademisi, penelitian ini dapat dijadikan sebagai khasanah

kekayaan ilmu politik di FISIP USU dan lembaga-lembaga atau

praktisi yang terkait dalam bidang penelitian ini.

4. Studi Kepustakaan

Mengenai penelitian ini yaitu tentang konflik dan kekuasaan yang

dicerminkan oleh Datuk Badiuzzaman surbakti dalam perang Sunggal

(1875-1895), belum ada penelitian sebelumnya yang menyinggung secara langsung

Datuk Badiuzzaman Surbakti tersebut. Tetapi karena dalam penelitian ini ada

(25)

Kesultanan Deli, yaitu tesis dari Asmyta Surbakti M. Si, Jurusan Ilmu Budaya

(Cultur Studies), Fakultas Sastra, Universitas Udayana, Bali, 2004. Beliau

melakukan penelitian mengenai Istana Mimoon yang di kaji dari sudut pandang

kajian budaya dengan konsentrasi dalam bidang pariwisata industri. Berbeda

dengan penelitian ini yang dikaji melalui sudut pandang ilmu politik.

5. Pentingnya Penelitian

Datuk Badiuzzaman Surbakti merupakan keturunan dari Kedatukan

Sunggal. Kedatukan Sunggal itu sendiri merupakan merupakan suatu institusi adat

yang mempunyai pemimpin, dari sejarah berdirinya tidak pernah mereka berjuang

sendiri-sendiri tanpa berkoordinansi dengan yang lainnya. Apalagi dalam

perjuangan melawan Belanda, dan pemimpin perang ketika itu adalah Datuk

Badiuzzaman Surbakti yang dibantu dengan Datuk Mahini Surbakti (Datuk

Kecil), Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti, Datuk Jalil Surbakti, dan Datuk

Sulong Barat Surbakti. Yang ada hanya semangat perjuangan untuk menjadikan

mereka berjuang melampui batas dirinya dan keluarganya.

Datuk Badiuzzaman Surbakti merupakan sosok yang memiliki jiwa

patriotik dan berjuang tanpa pamrih serta diselimuti semangat nasionalisme yang

tinggi. Terbukti dalam membendung penjajahan yang dilakukan oleh Belanda, ia

berjuang melalui diplomasi yaitu membentuk persekutuan agung dengan Suku

Karo, Aceh Gayo dan Suku Melayu untuk bersatu padu melawan Belanda. Beliau

(26)

Dalam hal strategi peperangan, ia membentuk suatu badan perjuangan

untuk memobilisasi rakyat pribumi melawan pasukan Belanda yang terorganisir

yang terletak di Desa Gajah. Badan perjuangan ini di pimpin oleh Datuk Kecil

Surbakti, Datuk Jalil Surbakti, dengan panglima perangnya Datuk Sulong Barat

Surbakti dan Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti dibantu dengan Nabung

Surbakti dan panglima dari Aceh yaitu Nyak Makam. Datuk Badiuzzaman

Surbakti merupakan sosok pemimpin yang pantang menyerah, meskipun ketika

pamannya yang bernama Datuk Kecil ditangkap oleh Belanda dan dibuang

seumur hidup ke Jawa, beliau tetap semangat dalam melawan Belanda dengan

mengubah pola perjuangan yang semula perang secara frontal dan terbuka

menjadi aksi-aksi sabotase dan perang gerilya. Dalam hal ini beliau mampu

membaca dan mencermati situasi politik yang berubah sekaligus sebagai taktik

untuk terus memupuk semangat perlawanan rakyat hingga titik darah terakhir.

Datuk Badiuzzaman Surbakti juga memiliki sikap non kompromi terhadap

penjajahan Belanda, karena hal itu adalah nilai dari leluhur bahwa pantang

menyerah dan tunduk terhadap penjajah Belanda. Dengan keuletan dan

kegigihannya dalam memimpin perang ia sangat berjasa pada masyarakat

Indonesia pada umumnya dan masyarakat Sumatera pada khususnya, karena telah

melawan Belanda demi mempertahankan tanah airnya, selama kurang lebih 23

tahun ia berperang melawan Belanda. Datuk Badiuzzaman Surbakti adalah

pejuang yang sangat berkonsisten tinggi karena hampir seluruh usianya yaitu

hampir 2/3 dari umurnya ia abdikan untuk berjuang dan berbakti demi

(27)

6.Kerangka Teori 6.1 Konflik

Menurut kamus besar bahasa Indonesia konflik adalah percekcokkan,

perselisihan, pertentangan. Konflik berasal dari kata kerja bahasa latin yaitu

configure yang berarti saling memukul. Secara Sosiologis konflik diartikan

sebagai proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana

salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau

membuatnya tidak berdaya atau sikap saling mempertahankan diri

sekurang-kurangnya diantara dua kelompok, yang memiliki tujuan dan pandangan berbeda,

dalam upaya mencapai satu tujuan sehingga mereka berada dalam posisi oposisi,

bukan kerjasama. Konflik dapat berupa perselisihan (dissagreement), adanya

ketegangan (the presence of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di

antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antara

kedua belah pihak, sampai kepada tahap di mana pihak-pihak yang terlibat

memandang satu sama lain sebagai penghalang dan pengganggu tercapainya

kebutuhan dan tujuan masing-masing. Penyelesaian efektif dari suatu konflik

seringkali menuntut agar faktor-faktor penyebabnya diubah.5

Sosiolog besar, Ralf Dahendorf mengatakan bahwa konflik pada dasarnya

mempunyai dua makna. Pertama, konflik merupakan akibat dari suatu proses

integrasi didalam masyarakat yang tidak tuntas (tidak terselesaikan). Dalam

5Dikutip dar

(28)

konteks ini Dahendorf ingin mengatakan bahwa, konflik merupakan sebuah

gejala penyakit sosial yang dapat merusak persatuan dan kesatuan masyarakat.

Pada derajat intensitas yag tinggi, konflik semacam ini tentu dapat

meluluhlantakkan sebuah negara kesatuan hancur berkeping-keping. Kedua,

menurutnya lebih lanjut, konflik dapat pula dipahami sebagai sebuah proses

alamiah dalam rangka sebuah proyek rekonstruksi sosial. Dalam konteks ini

konflik dapat dilihat secara fungsional sebagai suatu strategi untuk

menghilangkan unsur-unsur disintegrasi didalam masyarakat yang tidak

terintegrasi secara sempurna.6

Konflik yang mengandung kekerasan, pada umumnya terjadi dalam

masyarakat-negara yang belum memiliki konsensus dasar mengenai dasar dan

tujuan negara, dan mengenai mekanisme pengaturan dan penyelesaian konflik Istilah konflik dalam ilmu politik acap kali dikaitkan dengan kekerasan,

seperti kerusuhan, kudeta, terorisme, dan revolusi. Konflik persaingan dan

pertentangan antara individu dan individu, kelompok dan kelompok dengan

pemerintah. Masing- masing berupaya keras untuk mendapatkan dan/atau

mempertahankan sumber yang sama. Namun guna mendapatkan dan/atau

mempertahankan sumber yang sama itu, kekerasan bukan satu-satunya cara. Pada

umunya kekerasan cenderung digunakan sebagai alternatif terakhir. Dengan

demkian, konflik dibedakan menjadi dua, yaitu konflik yang berwujud kekerasan

dan konflik yang tak berwujud kekerasan.

6 Leo Agustino. 2007. PERIHAL ILMU POLITIK; Sebuah Bahasan Memahami Ilmu Politik. Graha Ilmu.

(29)

yang melembaga. Huru-hara (riot), kudeta, pembunuhan atau sabotase yang

berdimensi politik (terorisme), pemberontakan, dan sparatisme, serta revolusi

merupakan sejumlah contoh konflik yang mengandung kekerasan.

Sedangkan konflik yang tak berwujud kekerasan pada umumnya dapat

ditemui masyarakat-negara yang memiliki konsensus mengenai dasar dantujuan

negara, dan mengenai mekanisme pengaturan dan penyelesaian konflik yang

melembaga. Adapun contoh konflik yang ak berwjud kekerasan adalah unjuk rasa

(demonstrasi), pemogokan (dengan segala bentuknya), pembangkangan sipil

(civil disobedience), pengajuan petisi dan protes, dialog (musyawarah), dan

polemik melalui surat kabar.

6.1.2 Penyebab Konflik

Pada dasarnya konflik politik disebabkan oleh dua hal. Konflik politik itu

mencakup kemajemukan horizontal dan kemajemukan vertikal. Yang dimaksud

dengan kemajemukan horizontal ialah struktur masyarakat yang majemuk secara

kultural, seperti suku bangsa, daerah, agama, dan ras; dan majemuk secara sosial

dalam arti pekerjaan dan profesi, seperti buruh, petani, pedagang, pengusaha,

pegawai negeri sipil, militer, wartawan, dokter, alim ulama, dan cendikiawan, dan

arti perbedaan karakteristik tempat tingal seperti desa dan kota. Kemajemukan

horizontal kultural dapat menimbulkan konflik karena masing-masing kultural

berupaya mempertahankan identitas dan karakteristik budaya dari ancaman kultur

(30)

nilai yang menjadi pegangan bersama, konflik politik karena benturan budaya

akan menimbulkan perang saudara atau gerakan sparatisme.

Kemajemukan vertikal ialah sttruktur masyarakat yang terpolarisasikan

menurut pemilikan kekayaan, pengetahuan, dan kekuasan. Kemajemukan vertikal

dapat menimbulkan konflik sebab sebagian besar masyarakat yang tidak memilki

atau hanya memiliki sedikit kekayaan, pengetahuan, dan kekuasaan akan memiliki

kepentingan yang bertentangan dengan kelompok kecil masyarakat yang

mendominasi ketiga sumber pengaruh tersebut. Jadi, distribusi kekayaan,

pengetahuan, dan kekuasaan yang pincang merupakan penyebab utama timbulya

konflik politik.

Konflik terjadi manakala terdapat benturan kepentingan. Dalma rumusan

lain dapat dikemukakan konflik terjadi jika ada pihak yang merasa diperlakukan

tidak adil atau manakala pihak berperilaku menyentuh “titik kemarahan” pihak

lain. Dengan kata lain, perbedaan kepentingan karena kemajemukan vertikal dan

kemajemukan horizontal merupakan kondisi yang harus ada (necessary condition)

bagi timbulnya konflik, tetapi perbedaan kepentingan itu bukan kondisi yang

memadai (sufficien condition) untuk menimbulkan konflik.

6.1.3 Tipe – tipe Konflik

Konflik politik dikelompokkan menjadi dua tipe. Kedua tipe ini meliputi

konflik positif dan konflik negatif. Yang dimaksud dengan konflik positif ialah

konflik yang tak mengancam eksistensi sistem politik, yang biasanya disalurkan

(31)

Mekanisme yang dimaksud adalah lembaga-lembaga demokrasi, seperti partai

politik, badan-badan perwakilan rakyat, pengadilan, pemerintah, pers, dan

forum-forum terbuka yang lain. Tuntutan akan perubahan yang diajukan oleh sejumlah

kelompok masyarakat melalui lembaga-lembaga itu merupakan contih konflik

positif. Sebaliknya, konflik negatif ialah konflik yang dapat mengancam

eksistensi sitem politik yang biasanya disalurkan melalui cara-cara

nonkonstitusional, seperti kudeta, separatisme, terorisme dan revolusi. Kategori

ini mengandung kelemahan. Apabila mayoritas masyarakat memandang lembaga

dan struktur yang ada tidak mencerminkan kepentingan umum, konflik yang

disalurkan melalui mekanisme politik justru dipandang sebagai konflik yang

negatif. Sebaliknya, tindakan yang menentang sistem yang tidak mencerminkan

kepentingan umum dipandang sebagai konflik positif.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mentukan

suatu konflik bersifat positif atau negatif sangat bergantung pada persepsi

kelompok yang terlibat dalam konflik, terutama pada sifat masyarakat umum

terhadap sistem politik yang berlaku. Dalam hal ini, yang menjadi patokan untuk

suatu konflik yang bersifat positif atau negatif, yakni tingkat legimitasi sistem

politik yang ada. Hal ini dapat dilihat dari dukungan masyarakat umum terhadap

sistem politik yang berlaku.7

(32)

Menurut Paul Conn, situasi konflik pada dasarnya dibedakan menjadi

konflik menang-kalah (zero-sum conflic) dan konflik menang-menang (

non-zero-sum conflic).

Konflik menang-kalah ialah situasi konflik yang bersifat antagonistik

sehingga tidak memungkinkan tercapainya suatu kompromi diantara pihak-pihak

yan terlibat dalam konflik. Ciri struktur konflik ini adalah tak mungkin

mengadakan kerjasama, hasil kompetisi akan dinikmati oleh pemenang saja

(pihak pemenang akan semuanya), dan yang dipertaruhkan biasanya menyangkut

hal-hal yang dianggap prinsipiil, seperti harga diri, iman kepercayaan, masalah

hidup atau mati, dan jabatan penting pemerintahan. Konflik antara penganut iman

dan kepercayaan tertentu dengan partai atau kelompok yang menganut ideologi

komunis merupakan konflik menang-kalah. Hal ini disebabkan keduanya tidak

mungkin mengadakan kompromi dan bekerja sama secara utuh. Sementara itu,

pemilihan umum, misalnya pemilihan presiden dan anggota kongres secara

langsung di Amerika Serikat yang menggunakan formula pluralitas dalam

menentukan siapa yang menjadi pemenang merupakan salah satu contoh tentang

konflik menang kalah.

Konflik menang-menang ialah suatu situasi dalam mana pihak-pihak yan

terlibat dalam konflik masih mungkin mengadakan kompromi dan bekerja sama

sehingga semua pihak akan mendapatkan bagian dari konflik tersebut. Yang

dipertaruhkan dalam situasi konflik biasanya bukan hal-hal yang prinsipiil, tetapi

bukan pula hal yang tidak penting. Namun justru hal itu dianggap penting, maka

(33)

Ciri struktur konflik ini, yakni kompromi dan kerja sama, hasil kompetisi akan

dinikmati oleh kedua pihak tetapi tidak secara maksimal. Konflik yang terjadi

dalam proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja negara antara

pemerintah dan fraksi-fraksi di badan-badan perwakilan rakyat biasanya

diselesaikan secara kompromi. Akibatnya, semua pihak berhasil memperjuangkan

usulannya, walaupun tidak secara maksimal.

6.1.5 Tujuan Konflik

Secara umum ada dua tujuan dasar setiap konflik, yakni mendapatkan

dan/atau mempertahankan sumber-sumber. Tujuan konflik untuk mendapatkan

sumber-sumber merupakan ciri manusia yang hidup bermasyarakat karena

manusia memerlukan sumber-sumber tertentu baik yang bersifat

materiil-jasmaniah maupun spiritual-rohaniah untuk dapat hidup secara layak dan

terhormat dalam masyarakat. Yang ingin diperoleh manusia meliputi hal-hal yang

sesuai dengan kehendak dan kepentingannya.

Tujuan konflik untuk mempertahankan sumber-sumber yang selama ini

sudah dimiliki juga merupakan kecenderungan hidup manusia. Manusia ingin

memelihara sumber-sumber yang menjadi milikya, dan berupaya mempertahan

dari usaha pihak lain untuk merebut atau mengurangi sumber-sumber tersebut.

Yang ingin dipertahankan bukan hanya harga diri, keselamatan hidup, dan

keluarganya, tetapi juga wilayah/daerah tempat tinggal, kekayaan, dan kekuasaan

yang dimiliki. Tujuan mempertahankan diri tidak menjadi monopoli manusia saja

(34)

Perbedaan tujuan konflik ini merupakan perbedaan yang bersifat analitis

sebab dalam kenyatan jarang terjadi konflik yang bertujuan mendapatkan atau

mempertahankan saja. Yang sering terjadi berupa perpaduan keduanya. Dalam hal

ini, baik yang berupaya mendapatkan ataupun beupaya mempertahankan. Itu

sebabnya mengapa tujuan konflik dirumuskan sebagai mendapatkan dan/atau

mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting.

Dalam setiap kasus konflik, pihak-pihak yang terlibat biasanya membuat

perhitungan untung dan rugi. Maksudnya untuk memaksimalkan perolehan dan

meminimalkan risiko yang akan terjadi. Artinya setiap pihak berusaha untuk

mendapatkan sebanyak mungkin sumber-sumber tetapi dengan kerugian sekecil

mungkin. Yang terakhir ini sesungguhnya menjadi motif atau tujuan

mempertahankan sumber yang selama ini ingin dikuasai.

Berdasrkan deskripsi diatas, disimpulkan dalam setiap situasi konflik

selalu akan bertemu pelbagai tujuan. Dengan asumsi ini, dibuat kategorisasi

tujuan konflik sebagai berikut.

1. Pihak-pihak yan terlibat dalam konflik memiliki tujuan yang sama,

yakni sama-sama berupaya mendapatkan.

2. Di satu pihak, hendak mendapatkan, sedangkan dipihak lain, berupaya

keras mempertahankan apa yang dimiliki.8

6.1.6 Intensitas Konflik

(35)

Konflik yang inten tidak selalu sama artinya denga konflik yang

mengandung kekerasan. Intensitas konflik lebih merujuk pada besarnya energi

(ongkos) yang dikeluarkan dan tingkat keterlibatan partisipan dalam konflik.

Sebaliknya, konflik yang mengandung kekerasan lebih merujuk pada akibat

konflik dari pada sebab-sebabnya. Dalam hal ini, menyangkut senjata yang

digunakan oleh pihak-pihak yang berkonflik untuk menyatakan permusuhannya.

Sementara itu, dimensi lamanya konflik (duration) dapat saja terjadi baik pada

konflik yang intens maupun konflik yang mengandung kekerasan karena

kekerasan akan dibalas dengan kekerasan sehingga konflik akan terjadi

berkepanjangan.

Pertanyaan yang muncul, apakah faktor-faktor yang mempengaruhi

intensitas dan violent (mengandung kekerasan) tidaknya suatu konflik politik?

Jawaban atas pertanyaan ini ada dua aspek. Pertama, segi eksternal. Apek ini

meliputi kondisi organisasi, stratifikasi sosial, kelas, dan kemunginan perubahan

status.

Apabila kondisi organisasi kelompok yang berkonflik secara sah

terorganisasikan, konflik terjadi cenderung tanpa kekerasan. Sebaliknya, apabila

kelompok yang berkonflik tidak terorganisasikan secara sah, kemungkinan

konflik yang mengandung kekerasan semakin besar. Apabila dari segi stratifikasi

mencakup ekonomi, pertentangan antara pihak-pihak yang berkonflik mencakup

pelbagai jenis, seperti orang desa, wong cilik, dan abangan yang berhadapan

dengan orang kota, priayi, sedangkan yang lain wong cilik tetapi kedua pihak

(36)

Selain itu, apabila dari segi kelas yang mendominasi dan yang

didominasikan, pertentangan itu mencakup pelbagai sektor, seperti kels yang

dominan di dalam negara, industri, partai, dan agama berhadapan dengan kelas

yang mendominasi di dalam negara, industri, partai, dan agama, konflik

cenderung mengandung kekerasan. Sebaliknya, pertentangan yang bersifat kelas

itu terjadi pada satu sektor saja, misalnya disatu pihak menjadi kelas domonan di

dalam suatu negara tetapi menjadi kelas yang didominasi di dalam negara namun

menjadi kelas yang dominan dalam agama, konflik tidak mengandung kekerasan.

Lalu, apabila kelas dominan dalam industri, konflik cenderung bersifat intens.

Selanjutnya, apabila pihak yang berkonflik memandang kemungkinan

perubahan status tidak hanya terjadi bagi keturunannya (mobilitas

intergenerasional), tetapi juga bagi diri sendir (mobilitas intragenerasional),

konflik tidak akan intens. Sebaliknya, apabila yang bersangkutan menilai tidak

mungkin terjadi peningkatan status bagi dirinya dan keturunannya, konflik tidak

saja cenderung intens, tetapi juga mengandung kekerasan.

Kedua, segi internal atau yang dipertaruhakn dalam konflik terdapat dua

faktor yang mempengaruhi intensitas suatu konflik, yakni besar-kecilnya

sumber-sumber yang diperebutkan, dan besar-kecilnya risiko yang timbul dari konflik

tersebut. Apabila kontestan/pihak yang terlibat dalam konflik memandang

sumber-sumber yang diperebutkan begitu besar artinya bagi dirinya, kemungkinan

terjadi konflik yang intens bukan hal yang mustahil. Persepsi kontestan mengenai

bertambah tidaknya sumber yag diperebutkan, dan kegunaan

(37)

mempengaruhipandanga kontestan mengenai besar-kecilnya sumber-sumber yang

diperebutkan. Artinya, kalau kontestan menganggap jumlah sumber yang

diperebutkan tidak bertambah/tetap, kemungkinan timbulnya konflik yang intens

semakin besar.

Demikian pula, manakala kontestan menilai sumber yang diperebutkan itu

bermakna mendalam dan sangat penting bagi kehidupannya, konflik yang intens

akan terjadi. Sementara itu, kalau pihak yang terlibat didalam konflik menilai

risiko yang bakal terjadi lebih kecil dari pada keuntungan (yang tak selalu dalam

arti materil, tetapi juga nonmateril) yang akan diperoleh dari konflik, konflik yang

intens bukan tidak mungkin terjadi.9

Di dalam studi perdamaian (peace studies) terdapat tiga istilah yang perlu

dipahami secara baikguna tidak mengacaukan pemahaman, yakni: pertama,

penyelesaian konflik (conflic resolution) merujuk pada sebab-sebab konflik

daripada manifestasi konflik. Logika yang bekerja pada pemahaman ini ialah

konflik selalu akan ada didalam kehidupan manusia. Kedua, pembasmian konflik,

merujuk kepada manifesatasi konflik dari sebab-sebb konflik. Logika yang

bermain dalam konteks pembasmian konflik adalah dalam jangka pendek konflik

dapat dibasmi dengan kekerasan, tetapi untuk jangka panjang tidak akan mungkin

menggunakan konflik karena semakin dibasmi dengan konflik, maka konflik itu

sendiri akan semakin muncul berkobar dan membesar. Selanjutnya, ketiga,

6.1.7 Pengaturan dan Pengendalian Konflik

(38)

pengaturan konflik berupa bentuk-bentuk pengendalian yang lebih diarahkan pada

manifestasi konflikdari pada sebab-sebab konflik. Dengan asumsi konflik tidak

akan dapat diselesaikan dan dibasmi, maka konflik dapat diatur saja. Oleh karena

itu, dalam bagian akhir ini dipaparkan beberapa kajian kebijakan yang berupaya

untuk mengatur dan mengendalikan konflik.

6.2 Kekuasaan

Kekuasaan pada dasarnya melekat secara inheren pada diri manusia

sebagai manusia politik (zoon politicon). Jadi setiap manusia secara mendasar

akan memiliki keinginan yang mutlak tentangn kekuasaan. Paling tidak seseorang

akan menjadi penguasa bagi dirinya sendiri, keluarga, organisasi sederhana

sampai pada tataran organisasi yan sangat dominan dalam cakupan kekuasan

yakni negara.

Kekuaan secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan yang

terdapat dalam diri manusia atau sekelompok manusia yang dapat mempengaruhi

tingkah laku orang atau sekelompok orang lain dalam interaksinya sehingga hasil

dari interaksi yan dilakukan secara aktif ini dapat menimbulkan hasil yang sesuai

dengan tujuan dan keinginan yan terdapat pada orang atau kelompok orang yang

berkuasa itu. Jadi ini pada intinya merupakan gejala masyarakat yang muncul

dalam berbagai bentuk yang kondusif dalam kehidupan bersama.10

Ketertarikan seseorang akan kekuasaan berasal dari keinginan dan tujuan

yang dengan konsisten ingin dicapainya. Sebagai konskuensinya dia atau mereka

10

(39)

berusaha memaksakan kemauannya itu kepada pihak lain. Daya paksa ini

dilakukan dengan cara mengendalikan oran lain dengan mengutamakan

keselamatan dirinya. Demikian pentingnya kekuasaan itu sehingga simbolnya

menjadi simbol sosial. Artinya kekuasaan ini menjadi kekuasaan sosial yang akan

selalu muncul dalam hubungan-hubungan sosial dalam semua lini organisasi yang

tumbuh dan berkembang sebagai fasilitasnya.11

Ia berasumsi bahwa kekuasaan adalah suatu hubugan di mana seseorang

atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain

ke arah tujuan dari pihak pertama (power is relationship in wich one person or

group is able to determine the action of another in the direction of t she former’s

own ends). Berkaitan dengan hal ini ia juga merumuskan kekuasaan itu adalah

sebagai who gets what, when and how.

6.2.1 Kekuasaan Menurut Harold D. Laswell

12

Defenisi tentang kekuasaan yang dikemukakan diatas, setidaknya telah

membantu kita dalam memahami konsep kekuasaan, meskipun tidak bisa

dipungkiri pula bahwa interpretasi tiap orang tentang kekuassan mungkin berbeda

antara yang satu dengan lainnya. Tapi setidaknya defenisi-defenisi tesebut telah

bisa mengantarkan kita untuk sedikit mengerti tentang kekuasaan. Selanjutnya

untuk lebih memahami konsep kekuasaan dalam ilmu politik secara lebih

komprehensif, berikut ini dikemukakan beberapa dimensi kekuasaan, antara lain;

6.2.2 Dimensi Kekuasaan

(40)

1. Potensial - Aktual

Seseorang dikatakan memiliki kekuasaan potensial apabila dia memiliki

sumber-sumber kekuasaan seperti, kekayaan, senjata, status sosial yang tiggi,

popularitas, pengetahuan dan informasi, massa yang terorganisi, serta jabatan.

Selanjutnya, seseorang dikatakan memiliki kekuasaan aktual jika dia mampu

menggunakan sumber-sumber yang dimilikinya kedalam kegiatan politik secara

efektif.

2. Konsensus – Paksaan

Aspek konsensus dari kekuasaan adalah ketika kekuasaan dijadikan alat

untuk mencapai tujuan dari masyarakat secara keseluruhan. Sedangkan aspek

paksaan dari kekuasaan adalah sekelompok kecil orang menggunakan kekuassan

sebagai alat untuk mencapai tujuan tanpa menghiraukan masyarakat secara

keseluruhan dan dengan menggunakan kekerasan baik secara fisik maupun secara

psikis.

3. Positif – negatif

Aspek ini melihat kekuasaan dari tujuannya. Dikatakan kekuasaan positif

jika kekuasaan digunakan untuk mencapai tujuan yang dipandang penting dan

diharuskan. Sebaliknya dikatakan kekuasaan negatif apabila kekuasaan digunakan

untuk menghalangi orang atau pihak lain mencapai tujuannya yang tidak hanya

diandang tidak perlu, tetapi juga merugikan pihak yang berkuasa.

(41)

Aspek ini lebih melihat kekuasaan pada pihak yang memegang kekuasaan.

Kekuasaan jabatan dimaksudkan apa bila seseorang memiliki kekuasaan karena

jabatan yang didudukinya tanpa memperhatikan kualitas pribadi dari oroang

tersebut. Sedangkan kekuasaan pribadi dimaksudkan apabila sesorang memiliki

kekuasaan karena kulitas pribadi (kharisma, kekayaan kecerdasan, status sosial

yang tinggi, dsb) yang dimilikinya.

5. Implisit – Eksplisit

Kekuasaan Implisit adalah pengaruh yang tidak dapat dilihat tatapi dapat

dirasakan, sedangkan kekuasaan eksplisit adalah pengaruh yang secara jelas

dilihat dan dirasakan.

6. Langsung – tidak langsung

Kekuasaan langsung adalah penggunaan sumber-sumber untuk

mempengaruhi pembuat dan pelaksana keputusan politik dengan melakukan

hubungan secara langsung tanpa melalui perantara. Sedangkan kekuasaan tidak

langsung adalah penggunaan sumber-sumber untuk mempengaruhi pembuat dan

pelaksana keputusan politik melalui perantara pihak lain yang dianggap memliki

pengaruh yang lebih besar.13

Yang termasuk dalam kategori sumber kekuasaan ialah sarana paksaan

fisik, kekayaan dan harta benda (ekonomi), normatif, jabatan, keahlian, informasi,

6.2.3 Sumber Kekuasaan

13

Soemardji, Soelaiman. 1984, ”Cara -cara Pendekatan Terhadap Kekuasaan Sebagai Suatu Gejala Sosial”,

(42)

status sosial, popularitas pribadi, dan massa yang terorganisasi. Senjata

tradisional, senjata konvensional, senjata modern, penjara, kerja paksa, teknologi,

dan aparat yang menggunakan senjata-senjata ini merupakan sejumlah contoh

sarana paksaan fisik.14

1. Rasa Takut

6.2.4 Usur-Unsur Saluran Kekuasaan

Kekuasaan yang dapat dijumpai pada interaksi soisial antara manusia

maupun antara kelompok mempunyai beberapa unsur pokok, yaitu sebagai

berikut.

Perasaan takut pada seseorang (yang merupakan penguasa, misalnya)

menimbulkan suatu kepatuhan terhadap segala kemauan dan tindakan orang yang

ditakuti tadi. Rasa takut merupakaan perasaan negatif karena seseorang tunduk

kepada orang lain dalam keadaan terpaksa. Orang yang mempunyai rasa takut

akan berbuat segala sesuatu yang sesuai dengan keinginan orang yang ditakutinya

agar terhindar dari kesukaran-kesukaran yang akan menimpa dirinya, seandainya

ia tidak patuh. Rasa takut juga akan menyebabkan orang yang bersangkutan

meniru tindakan-tindakan orang yang ditakuinya. Gejala ini yang dinamakan

matched dependent behavior,15

14

Kartodirdjo, Sartono. 1984, Kepemimpinan dalam Dimensi Sosial, LP3ES, Jakarta.

15 Soerjono Soekanto. 2006. SOSIOLOGI; Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 233.

yang tak mempunyai tujuan kongret bagi yang

melakukannya. Rasa takut merupakan gejala universal yan terdapat di mana-mana

dan biasanya dipergunakan sebaik-baiknya dalam masyarakat pemerintahan

(43)

2. Rasa Cinta

Rasa cinta menghasilkan perbuatan yang pada umumnya positif.

Orang-orang lain bertindak sesuai dengan kehendak pihak yang berkuasa untuk

menyenangkan semua pihak. Artinya ada titik-titik pertemuan antara pihak-pihak

yang bersangkutan. Rasa cinta yang biasanya yang telah mendarah daging

(internalized) dalam diri seseorang atau sekelompok orang. Rasa cinta yang

efisien seharusya dimulai dari pihak penguasa. Apabila ada suatu reaksi positif

dari masyarakat yang dikuasai, kekuasan akan dapat berjalan dengan baik dan

teratur.

3. Kepercayaan

Kepercayaan dapat timbul sebagai hasil hubungan langsung antara dua

orang atau lebih yang bersifat asosiatif. Misalnya, B sebagai orang yang dikuasai

mengadakan hubungan langsung denga A sebagai pemegang kekuasaan. B

percaya sepenuhnya A kalau A akan selalu bertindak dan berlaku baik. Dengan

demikian, setiap keinginan A akan akan selalu dilaksanakan oleh B.

Kemungkinan sekali bahwa B sama sekali tidak mengetahui kegunaan

tindakan-tindakannya itu. Akan tetapi, karena dia telah menaruh kepercayaan kepada si A,

dia akan berbuat hal-hal yang sesuai dengan kemauan si A yang merupakan

penguasa agar A semakin mempercayai B. Pada contoh tersebut hubungan yang

terjadi bersifat pribadi, tetapi mungkin saja hubungan demikian akan berkembang

di dalam suatu organisasi atau masyarakat secara luas. Soal kepercayaan memang

(44)

4. Pemujaan

Sistem kepercayaan mungkin masih dapat disangkal oleh orang-orang lain.

Akan tetapi, di dalam sistem pemujaan, seseorang atau sekelompok orang yang

memegang kekuasaan mempunyai dasar pemujaan dari orang-orang lain.

Akibatnya adalah segala tindakan penguasa dibenarkan atau setidak-tidaknya

dianggap benar.

Keempat unsur tersebut merpakan sarana yang biasanya digunakan oleh

penguasa untuk dapat menjalankan kekuasaan yang ada di tangannya. Apabila

seseorang hendak menjalankan kekuasaan, biasanya dilakukan secara langsung

tanpa perantara. Keadaan semacam itu umumnya dapat dijumpai pada

masyarakat-masyarakat kecil dan bersahaja, di mana para warganya saling

mengenal dan belum dikenal adanya diferensiasi. Namun, di dalam masyarakat

yan sudah rumit, hubungan antara penguasa dan yang dikuasai terpakasa

dilaksanakan secara tidak langsung. Misalnya di Indonesia, tak akan mungkin

presiden setiap kali berhubungan langsung dengan rakyatnya yang berjuta-juta itu

dan tersebar tempat kediamannya.16

Kedalaman pengaruh kekuasaan ialah seberapa dalam perilaku individu

dipengaruhi oleh pemegang kekuasaan. Apakah mempengaruhi perilaku luar

ataukah sampai mempengaruhi perilaku dalam, seperti persepsi, orientasi, sikap

dan cara berfikir? Pemegang kekuasaan dalam sistem politik otokrasi tradisional

6.2.5 Kedalaman Pengaruh Kekuasaan

(45)

mempengaruhi perilaku luar agar anggota masyarakat tidak berperilaku yang

dapat menimbulkan gejolak-gejolak yang mengganggu keselarasan,

keharmonisan, dan ketertiban dalam masyarakat. Berbeda dengan pemegang

kekuasaan pada sistem poitik totaliter menggunakan sarana-sarana paksaan fisik

maupun psikologis untuk tidak hanya mempengaruhi perilaku luar, tetapi juga

perilaku dalam. Akibatnya , muncul gejolak massa karena desakan etnis dan

agama maupun golongan pekerja dan intelektual pada negara-negara totaliter di

penghujung tahun 1980-an.

Berbeda dengan keduanya, pemegang kekuasaan pada sistem politik

demokrasi (liberal) menciptakan sebuah suasana yang memungkinkan individu

berperilaku dalam dan berperilaku luar yang demokratis. Setiap orang sadar akan

hak-haknya, dan menghormati hak orang lain sementara pemerintah menjamin

hak-hak tersebut. Kecuali itu, setiap warga negara patuh pada hukum yang

ditegakkan pemerintah. Angota masyarakat disosialisasikan melalui lembaga

pendidikan dan media massa untuk berpersepsi, berorientasi, bersikap, dan

berperilaku demokratis.17

17 Ramlan Surbakti. op., cit. Hal. 93.

6.2.6 Cara Mempertahankan Kekuasaan

Setiap penguasa yang telah memegang kekuaaan di dalam masyarakat,

demi stabilnya masyarakat tersebut, akan berusaha untuk mempertahankannya.

(46)

1. Dengan jalan menghilangkan segenap peraturan-peraturan lama, terutama

dalam bidang politik, yang merugikan kedudukan penguasa, di mana

peraturan-peraturan tersebut akan digantikan dengan peraturan-peraturan

yang baru yang akan menguntungkan penguasa, keadaan tersebut biasanya

terjadi pada waktu ada pergantian kekuasaan dari seorang penguasa

kepada penguasa lain (yang baru);

2. Mengadakan sistem-sistem kepercayaan (belief-system) yang akan dapat

memperkokoh kedudukan penguasa atau golongannya, yang meliputi

agama, ideologi, dan seterusnya;

3. Pelaksanan admistrasi dan birokrasi yang baik;

4. Mengadakan konsolidasi horizintal dan vertikal.18

7. Metodologi Penelitian

Kajian ilmu sosial terhadap satu fenomena sosial sudah tentu

membutuhkan kecermatan. Sebagai suatu ilmu tentang metode atau tata cara

kerja, maka metodologi adalah pengetahuan tentang tata cara mengkonstruksi

bentuk dan instrument penelitian. Konstruksi teknik dan istumen yang baik dan

benar akan mampu menghimpun data secara obyektif, lengkap dan dapat dianalisa

untuk memecahkan suatu permasalahan. Menurut Antonius Birowo, metodologi

akan mengkaji tentang proses penelitian yaitu bagaimana peneliti berusaha

(47)

menjelaskan apa yang diyakini dapat diketahui dari masalah penelitian yang akan

dilakukan.19

1. Untuk mengetahui perkembangan sarana fisik tertentu atau frekuensi

terjadinya suatu aspek fenomena sosial tertentu.

7.1 Metode Penelitian

Berangkat dari uraian serta penjelasan tujuan penelitian maupun kerangka

dasar teori diatas, penelitian ini memiliki tujuan metodologis, yaitu Deskripsi

(Melukiskan). Penelitian Deskriptif adalah langkah-langkah melakukan

reinterpretasi obyektif tentang fenomena-fenomena sosial yang terdapat dalam

masalah yang diteliti. Penelitian Deskriptif biasanya mempunyai 2 tujuan, yaitu:

2. Untuk mendeskripsikan secara terperinci fenomena sosial tertentu, seperti

interaksi sosial, sistem kekerabatan dan lain-lain.

Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antar

variabel yang ada, tidak dimaksudkan untuk menarik generalisasi yang

menjelaskan variabel-variabel yang menyebabkan suatu gejala atau kenyataan

sosial. Karenanya pada penelitian deskriptif tidak menggunakan atau tidak

melakukan pengujian hipotesa (seperti yang dilakukan pada penelitian

eksplanatif) berarti tidak dimaksudkan untuk membangun dan mengembangkan

perbendaharaan teori.20

19 Antonius Birowo. 2004. Metode Penelitian Komunikasi, Yogyakarta: Gintanyali. hal. 71-72.

20 Sanafiah Faisal. 1995. Format Penelitian Sosial Dasar-Dasar Aplikasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

hal. 20.

Penelitian seperti ini juga biasanya dilakukan tanpa

(48)

menguji hipotesa melainkan hanya mendeskripsikan, membuat deskripsi,

gambaran atau lukisan secara sistematik, faktual dan akurat mengenai keadaan

saat ini. Metode Deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok

manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun peristiwa

pada masa sekarang.

Metode ini merupakan langkah-langkah melakukan representasi obyektif

tentang gejala-gejala yang terdapat di dalam masalah yang diteliti.Ciri-ciri pokok

penelitian yang menggunakan penelitian deskriptif adalah :

1. Memusatkan perhatian pada masalah yang ada pada saat penelitian

dilakukan atau masalah-masalah yang bersifat faktual.

2. Menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki

sebagaimana adanya, diiringi dengan interpretasinasional yang memadai.

Menurut Nasir, gambaran penelitian deskriptif adalah sebagai studi untuk

menentukan fakta dengan interpretasi yang tepat. Melukiskan secara akurat

sifat-sifat dari beberapa fenomena individu atau kelompok, menentukan frekuensi

terjadinya suatu keberadaan untuk meminimalkan bias dan memaksimalkan

reabilitas. Analisisnya dikerjakan berdasarkan “exposy facto” yang artinya data

dikumpulkan setelah semua kejadian berlangsung.21

Studi ini pada dasarnya bertumpu pada penelitian kualitatif. Aplikasi

penelitian kualitatif ini adalah konsekuensi metodologis dari penggunaan metode 7.2 Jenis Penelitian

(49)

deskriptif. Bogdan dan Taylor mengungkapkan bahwa “metodologi kualitatif”

sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati22

Konsep dan ide yang pernah ditulis dalam karya-karya tokoh akan dapat

dikaji dengan melihat kualitas karya-karyanya yang mempunyai pengaruh

terhadap pemikiran politik masyarakat pada saat itu. Pengaruh tersebut bukan

hanya dalam perkembanga teri tetapi juga praktek sehingga akan dapat dikatakan

apakah pemikiran tokoh tersebut dapat dikatakan ilmiah atau memenuhi kriteria

ilmu pengetahuan. Objek penelitian ini adalah karya –karya tokoh. Penelitian

seoarang tokoh seperti yang dikemukakan Arief Furchan dan Agus Maimum

dikatagorikan kedalam jenis penelitian kualitatif, yang menelusuri pemikiran . Penelitian

kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses penjaringan

informasi, dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan

dengan pemecahan masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Dari

pengertian diatas jelaslah bahwa penelitian kualitatif bersifat induktif, karena

tidak dimulai dari hipotesa sebagai generalisasi, untuk diuji kebenarannya melalui

pengumpulan data yang bersifat khusus.

Menurut Arief Furchan dan Agus Maimum dalam bukunya “Studi Toko :

Metode Penelitian Mengenai Tokoh” mengemukakan penulis harus dapat apa

yang dirasakan sang tokoh pada saat dia mengemukakan opininya. Disamping itu

metode kualitatif dapat dipergunakan untuk menyelidiki lebih mendalam

mengenai konsep-konsep atau ide-ide.

(50)

melalui karya-karya, peristiwa yang melatar belakangi lahirnya karya tersebut dan

pengaruh karya tersebut dihasilkan.23

Data kualitatif terdiri dari kutipan-kutipan orang dan deskriptif keadaan,

kejadian, interaksi dan kegiatan. Dengan menggunakan jenis kualitatif,

memungkinkan peneliti mendekati data sehingga mampu menggembangkan

komponen-komponen keterangan yang analistis, konseptual dan katagoris dari

data itu sendiri arena itu dalam penelitian ini, penulis mengembangkan konsep

dan menghimpun berbagai fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa.24

Dalam suatu penelitian, disamping menggunakan metode yang tepat

diperlukan pula kemampuan memimlih dan bahkan juga menyusun teknik dan alat

pengumpulan data yang relevan. Kecermatan dalam memilih dan menyusun

teknik dan alat pengumpul data ini sangat berpengaruh terhadap obyektifitas hasil 7.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan sebuah penelitian, ada beberapa metode yang biasa

digunakan untuk mengumpulkan data antara lain wawancara (interview), dan

dokumentasi (documentation) serta kajian pustaka (library research). Tatang M.

Arifin mengatakan bahwa “data adalah segala keterangan atau informasi

mengenai segala hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian.” Dengan demikian

tidak semua informasi atau keterangan merupakan data, hanyalah sebagian saja

dari informasi, yakni berkaitan dengan penelitian.

23 Arief Furchan dan Agus Maimum. 2005. Studi Tokoh : Metode Penelitian Mengenai Tokoh. Yogjakarta.

Pustaka Pelajar. hal. 16.

(51)

penelitian. Mempertimbangkan hal tersebut, dan keharusan untuk memenuhi

validitas dan reabilitas dalam teknik pengumpulan datanya. Teknik ini adalah cara

mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsip-arsip dan

termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum, dan

lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian.

7.4 Teknik Analisa Data

Data sekunder yang dikumpulkan untuk memperoleh hasil yang lebih

mendalam ( in- depth ) dan tidak melebar (out-depth). Setelah data yang diperoleh

dirasa sudah memenuhi untuk mendukung proses analisa, maka tahapan

selanjutnya adalah analisa data. Analisa yang dilakukan dalam penafsiran karya

tokoh dalan penelitian ini mempergunakan analisa sejarah.Menurut Tolfsen, ada

dua unsur pokok yang dihasilkan oleh analisa sejarah :

1. Rekrontruksi proses genetis, perubahan dan perkembangan.

2. Kegunaan dari konsep periodeisasi atau derivasi.

Dengan kedua konsep diatas maka manusia akan dapat dilacak asal mula

situasinya yang melahirkan suatu karya ataupun ide dari seorang tokoh.

Melalui analisa sejarah juga dapat diketahui seorang tokoh dalam berbuat

atau berpikir sesungguhnya dipaksa oleh keinginan-keinginan atau

tekanan-tekanan yang muncul dari diri sendiri. Kita dapat melihat tindakan-tindakan

Referensi

Dokumen terkait