UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING
PADA SISWA KELAS X SMA MUHAMMADIYAH 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Oleh Yossi Hartati L
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEPENDIDIKAN
Pada
Program Studi Bimbingan dan Konseling Jurusan Ilmu Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang dan Masalah ... 1
1. Latar Belakang Masalah ... 1
2. Identifikasi Masalah ... 6
3. Batasan Masalah ... 6
4. Rumusan Masalah ... 6
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
1. Tujuan penelitian ... 7
2. Manfaat Penelitian ... 7
C. Ruang Lingkup penelitian ... 8
D. Kerangka Pikir ... 9
E. Hipotesis ... 13
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi interpersonal ... 15
1. Pengertian Komunikasi ... 15
2. Pengertian Komunikasi Interpersonal... 16
3. Ciri-Ciri Komunikasi Interpersonal ... 17
4. Pentingnya Komunikasi Interpersonal ... 19
5. Fungsi Komunikasi Interpersonal ... 20
6. Prinsip-Prinsip Komunikasi Interpersonal ... 21
7. Komunikasi Interpersonal dalam Bimbingan dan Konseling……... 22
B. Teknik Assertive Training ... 24
1. Perilaku Asertif ... 24
2. Pengertian Assertive Training ... 26
3. Tujuan Assertive Training ... 28
4. Manfaat Assertive Training ... 28
5. Tahapan Pelaksanaan Assertive Training ... 29
III. METODE PENELITIAN
A. Metode penelitian ... 35
B. Desain Penelitian ... 35
C. Subjek Penelitian ... 36
D. Variabel pebelitian dan Desain Operasional ... 37
1. Variabel penelitian ... 37
2. Definisi Operasional ... 38
E. Teknik Pengumpulan Data ... 40
F. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 44
1. Uji Validitas Instrumen ... 45
1. Gambaran Hasil Pra Assertive Training ... 51
2. Pelaksanaan Kegiatan Assertive Training ... 55
3. Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa Sebelum dan Sesudah Diberikan Perlakuan Assertive Training ... 57
4.Grafik Perubahan Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa Sebelum dan Sesudah Diberikan Perlakuan……… 58
5. Analisis Data Hasil Penelitian……… 58
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 3.1. Rencana Pemberian Alternatif Jawaban... ... 43 Tebel 3.2 Hasil Uji Validitas Item Yang Tidak Valid... 46 Tabel 4.1. Kriteria kemampuan komunikasi interpersonal……… 52 Tabel 4.2. Data siswa yang memiliki kemampuan komunikasi interpersonal rendah…… 53 Tabel 4.3. Kriteria kemampuan komunikasi interpersonal (lembar observasi)……… 54 Tabel 4.4. Data pretest (pre-observation test) siswa sebelum diberikan perlakuan………. 54 Tabel 4.5. Data kemampuan komunikasi interpersonal siswa sebelum dan sesudah diberi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1.1. Alur kerangka pikir……… 12 Gambar 3.1 . Pola pre eksperimental design... 36 Gambar 4.1. grafik peningkatan skor kemampuan komunikasi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Mei 1990 di Desa Sumber Bening, Kecamatan
Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. Penulis adalah anak pertama dari Bapak Lukmanul Hakim dan Ibu Samini.
Penulis menempuh pendidikan formal yang diawali dari : TK Nurul Kamal, lulus tahun 1995; SD Negeri 48 Sember Bening, lulus tahun 2003; SMP Negeri 1
Selupu Rejang, lulus tahun 2005; kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 2 Curup (sekarang SMA Negeri 1 Curup Timur), lulus tahun 2008.
Pada tahun 2008, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Bimbingan
dan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selanjutnya, pada tahun 2011
penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Praktik Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah (PLBK-S) di MTs Hidayatul Muslihin,
kedua kegiatan tersebut dilaksanakan di Desa Bumi Jaya, Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Way Kanan, Lampung.
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat
(QS. Al-Mujadalah :11)
Jadilah salah satu dari orang yang bermanfaat
untuk orang lain dan lingkungan sekitarmu
(Bang Andi “Amei” Meisak, S.PdI)
Tiada beban tanpa pundak, maka sesungguhnya jika kau memiliki kemauan dan
niat yang tulus, percayalah Allah akan memberimu kemudahan. Niat, aksi dan
integritas adalah pengali ! Man Jada Wajadda.
PERSEMBAHAN
Bismillairrohmanirrohim...
Dengan segala kerendahan hati, skripsi ini kupersembahkan untuk :
Ayahanda Lukmanul Hakim dan Ibunda Samini,
Ande Suwarni dan Bapak Sofyan (alm),
Adik-adikku yang hebat: abang Yusrizal Permana Lukman dan kakak
Yoga Febriansyah Lukman,
Keluarga besarku, dosen-dosenku, sahabat-sahabatku serta
almamaterku.
SANWACANA
Dengan nama Allah SWT yang Maha pengasih dan Maha penyayang. Segala puji
bagi Allah SWT yang tak henti-hentinya melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, yang dinantikan syafaatnya di
yaumul akhir nanti.
Terimakasih tiada bertepi penulis ucapkan kepada Ayah dan Ibu yang tiada hentinya mendoakan, memberikan kasih sayang dan memberi semangat kepada
penulis. Terimaksih kepada Ande Suwarni dan Bapak Sofyan (alm) yang telah banyak berkorban untuk penulis selama penulis menimba ilmu, terimakasih untuk semuanya.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis mendapat bantuan, masukan dan bimbingan dari berbagai pihak. Karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
3. Bapak Drs. Yusmansyah, M.Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Lampung;
4. Bapak Drs. Syaifuddin Latif, M.Pd., selaku Pembimbing I yang telah
menyediakan waktunya dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik;
5. Ibu Shinta Mayasari, S.Psi.,M.Psi.,Psi., selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan motivasi, bantuan, bimbingan dan arahan kepada penulis selama ini;
6. Bapak Drs. Giyono, M.Pd., selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan, kritik dan saran yang membangun.
7. Bapak dan Ibu Dosen Bimbingan dan Konseling Unila. Terimakasih atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan selama ini.
8. Ibu Dra. Iswani, selaku Kepala Sekolah, Ibu Lailanis, B.A. selaku
koordinator guru BK, Siswa-siswi, dewan guru, staf TU dan seluruh warga SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung yang telah banyak memberikan bantuan dan bimbingan selama penelitian.
9. Ayah dan Ibu yang telah memberikan kasih sayang, doa dan semangat yang tak pernah berhenti kepadaku. My beloved brothers (Abang Rizal
dan Kakak Yoga).
10.Ande Suwarni, Bapak Sofyan (alm), Uni Epi, Abang Pendi dan Buyung. Rasanya tak dapat ku katakan lagi rasa terimakasih ku untuk kalian.
12.Titis, terimaksih semuanya ukhti...indahnya kebersamaan ini dan mimpi-mimpi kita tak akan pernah terhapus oleh apapun. Sebiru hari-hari yang telah kita lalui. Terimakasih untuk semuanya. Bukankah hati kita telah
lama menyatu dalam tali kisah persahabatan Illahi?
13.Sahabat-sahabatku : Milan, Adek Rika, Neng Sari, Eni, Dhenia, Dwi, Ucil,
Mas Ari, Mamang Riky, Bendol Bagus. Kalian warnai hari-hariku seindah pelangi. Terimakasih untuk semuanya.
14.Sahabat-sahabat KKN dan PPL Bumi Jaya ‘ngumbeh’ : Bik Anisah, Wan
Tara, Iney, Sekar Nurudin, Gika, Pipi Syarofi, Muhammad ‘dono’ Aldino, Jeremy ‘wawan’ Tetty, Dio Angger dan Kiki.
15.Asrama Green House Community : Mas Eko dan Mbak Maya sekeluarga, Dewi, Bina Yamamoto, Mbak Yayuk, Bang Rice, Mas Fadil, Bang Berry, Yeyen, Mas Lulus, Bang Bim2, terimakasih atas kebersamaan selama ini.
16.Teman-teman seperjuangan angkatan 2008: Abang (Idris Dan Tio), Nurul, Putu, Yeni, Gesha, Lilis, Mella, Rahmat, Hendy, Riky Gembul, Cindy, Cempaka, Umi, Esti, Yonda, Widia, Amel, Yuspa, Arini, Ariska, Wiwit,
Rahmat, Shinta, Mbak Ratih, Mifta.
17.Kakak tingkat (khususnya Bapak Asep, Mas Dwi, kak Roni...terimakasih
atas motivasi dan traktirannya, hehe) dan adik tingkat di Bimbingan dan Konseling FKIP Unila.
20.Teman-teman ku di luar kampus: Nemanja Vidic, terimakasih atas motivasinya, Mas Putra yang aneh, Midi, Widodo, terimakasih atas segala bantuan yang kau berikan, dan Bang Amei....you are my inspiration.
21.Almamaterku tercinta.
Semoga Allah SWT membalas amal kebajikan semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga bermanfaat. Aamiin.
Bandar Lampung, Juli 2012 Penulis,
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang dan Masalah
1. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan
melakukan segala sesuatunya sendiri. Setiap aktivitas yang dilakukan
sehari-hari, manusia membutuhkan orang lain untuk menunjang aktivitasnya. Dalam
menjalin hubungan dengan orang lain, setiap manusia memerlukan
kemampuan komunikasi. Menurut Enjang (2009:9) Komunikasi dalam
kehidupan menjadi jembatan untuk mengantar kita pada berbagai kebutuhan.
Dalam keseharian, kita lebih banyak menghabiskan waktu untuk
berkomunikasi dari pada aktivitas yang lainnya, dan dapat dipastikan bahwa
kita berkomunikasi hampir di semua aspek kehidupan. Oleh karena itu
kemampuan komunikasi yang baik sangat dibutuhkan agar setiap individu
dapat menjalin hubungan antar manusia dengan baik pula dan tidak terisolir di
lingkungan masyarakat dimana dia tinggal.
Siswa sebagai anggota masyarakat hendaknya memiliki kemampuan
disebabkan karena sebagian besar waktu siswa digunakan untuk berinteraksi
dengan orang-orang yang berada di lingkungan sekolahnya, baik itu dengan
teman sebaya, guru atau warga sekolah lainnya. Berdasarkan hasil
pengamatan, rata-rata setiap sekolah khususnya tingkat SMA di Bandar
Lampung memulai aktivitas belajar pada pukul 07.00-14.00 WIB. Artinya
siswa menghabiskan waktu selama 7 jam di sekolah, bahkan bisa saja lebih
dari itu jika siswa tersebut mengikuti berbagai macam kegiatan
ekstrakurikuler di sekolah. Oleh karena itu kemampuan komunikasi
interpersonal yang baik akan mendukung kegiatan siswa di sekolah. Seperti
saat proses pembelajaran di kelas, hubungan antar teman dan guru, serta
kegiatan–kegiatan lain di sekolah.
Permasalahan yang sering ditemui saat ini adalah masih ada siswa-siswa yang
memiliki kesulitan dalam hal komunikasi interpersonal. Hal ini dapat dilihat
berdasarkan observasi yang peneliti lakukan yang menggambarkan banyak
siswa yang malu dalam menyampaikan pendapat, memiliki perilaku
komunikasi yang kurang baik dengan siswa lain dan masih banyak lagi
permaslahan yang muncul karena kurangnya kemampuan komunikasi
interpersonal sedangkan di lingkungan sekolah siswa dituntut mampu
berkomunikasi dengan baik dengan warga sekolah yakni guru, staf tata usaha
Komunikasi interpersonal mempunyai dampak yang cukup besar bagi
kehidupan siswa. Penelitian Vance Packard (Budiamin:2011) ” bila seseorang
mengalami kegagalan dalam melakukan komunikasi interpersonal dengan
orang lain ia akan menjadi agresif, senang berkhayal, ‘dingin’ sakit fisik dan
mental, dan mengalami ‘flight syndrome’ (ingin melarikan diri dari
lingkungannya)”.
Siswa yang memiliki kesulitan dalam melakukan komunikasi interpersoanl
menurut Tedjasaputra (Budiman:2011) akan sulit menyesuaikan diri,
seringkali marah, cenderung memaksakan kehendak, egois dan mau menang
sendiri sehingga mudah terlibat dalam perselisihan. Keterampilan komunikasi
interpersonal pada siswa ini menjadi sangat penting karena dalam bergaul
dengan teman sebayanya siswa seringkali dihadapkan dengan hal-hal yang
membuatnya harus mampu menyatakan pendapat pribadinya tanpa disertai
emosi, marah atau sikap kasar, bahkan siswa harus bisa mencoba
menetralisasi keadaan apabila terjadi suatu konflik. Siswa yang memiliki
perilaku komunikasi interpersonal yang baik akan mudah bersosialisasi dan
lancar dalam memperoleh pemahaman dari guru dan sumber belajar di
sekolah.
Saat berkomunikasi dibutuhkan sikap yang dapat mengomunikasikan apa
yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain yang disebut
sikap asertif. Sikap dan perilaku asertif sangat berpengaruh dalam membina
yang mungkin belum diketahui yang dapat menunjang prestasi akademik
maupun non akademik dan bermanfaat bagi hubungan sosial.
Horgie menjelaskan perilaku asertif merupakan terjemahan dari istilah
assertiveness atau assertion, yang artinya titik tengah antara perilaku non
asertif dan perilaku agresif. Frensterhim dan Baer, mengatakan bahwa orang
yang memiliki tingkah laku atau perilaku asertif orang yang berpendapat dari
orientasi dari dalam, memiliki kepercayan diri yang baik, dapat
mengungkapkan pendapat dan ekspresi yang sebenarnya tanpa rasa takut dan
berkomunikasi dengan orang lain secara lancar.
Pasal 3 UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menjelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk manusia indonesia yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Dijelaskan bahwa dalam rangka mewujudkan manusia Indonesia yang
bermartabat dan cakap serta berilmu ini dapat dikembangkan melalui kegiatan
sekolah yaitu kegiatan kokurikuler, intrakurikuler dan ektrakurikuler, di
membimbing siswa meraih pengembangan diri yang optimal sesuai dengan
tahap perkembangan dan tuntutan lingkungan yang positif .
Bimbingan konseling memiliki berbagai pendekatan dan teknik yang dapat
digunakan untuk membantu siswa meraih pengembangan diri yang optimal
sesuai dengan tahap perkembangan dan tuntutan lingkungan sekitarnya. Salah
satu teknik yang dapat digunakan yaitu latihan asertif. Menurut Corey (2009:
213) latihan asertif bisa diterapkan terutama pada situasi-situasi interpersonal
dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa
menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar.
Selain itu menurut Zastrow (Nursalim 2005:129) menyatakan latihan asertif
dirancang untuk membimbing manusia menyatakan, merasa dan bertindak
pada asumsi bahwa mereka memiliki hak untuk menjadi dirinya sendiri dan
untuk mengekspresikan perasaannya secara bebas. Seseorang diharapkan
dapat berperilaku asertif ketika berinteraksi dengan orang lain artinya
seseorang mampu mengekspresikan dirinya secara terbuka tanpa menyakiti
atau melanggar hak-hak orang lain, maupun mempertahankan dan
meningkatkan penguat dalam situasi interpersonal melalui suatu ekspresi
perasaan atau keinginan.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai upaya meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal siswa
diharapkan secara optimal siswa dapat mengalami perubahan dan mencapai
peningkatan yang positif setelah mengikuti kegiatan latihan asertif.
2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah-masalah yang
ada dalam penelitian ini dapat di identifikasi sebagai berikut :
1. Terdapat beberapa siswa yang malu, gugup, dan ragu-ragu dalam
menyampaikan pendapat;
2. Terdapat beberapa siswa yang hanya diam saja ketika diberi kesempatan
untuk bertanya saat proses pembelajaran di kelas atau di luar kelas;
3. Terdapat beberapa siswa yang tidak mau bertegur sapa terlebih dahulu
apabila bertemu dengan guru;
4. Terdapat beberapa siswa yang sulit mengawali dan mengakhiri
pembicaraan dengan orang yang lebih tua dan orang yang baru dikenal; 5. Terdapat beberapa siswa yang sulit berkata tidak pada sesuatu yang
tidak ia sukai.
3. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka pembatasan masalah dalam
penelitian ini yaitu “upaya meningkatkan kemampuan komunikasi
interpersonal dengan menggunakan teknik assertive training pada siswa kelas
X SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun 2011/2012. ”
4. Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi interpersonal
ini adalah apakah kemampuan komunikasi interpersonal siswa dapat
ditingkatkan dengan menggunakan teknik Assertive Training.
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan
komunikasi interpersonal siswa dengan menggunakan teknik Assertive
Training.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Secara teoritis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep-konsep tentang
teknik assertive training, khususnya penggunaannya untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi interpersonal.
2. Secara praktis.
a. Bahan masukan guru bimbingan dan konseling dalam memberikan
bantuan yang tepat terhadap siswa-siswa yang memiliki permasalahan
dalam komunikasi interpersonal.
pembimbing, peneliti selanjutnya dan tenaga kependidikan lainnya
dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal
siswa dengan menggunakan teknik assertive training.
C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam hal ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini agar penelitian ini
lebih jelas dan tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan, diantaranya
adalah:
1. Ruang lingkup ilmu
Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu bimbingan dan
konseling.
2. Ruang lingkup objek
Ruang lingkup objek dalam penelitian ini adalah meningkatkan
kemampuan komunikasi interpersonal siswa melalui penggunaan
teknik assertive training .
3. Ruang lingkup subjek
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun 2011/2012 yang
kemampuan komunikasi interpersonalnya rendah.
4. Ruang lingkup wilayah
Ruang lingkup wilayah dalam penelitian ini adalah SMA
5. Ruang lingkup waktu
Ruang lingkup waktu dalam penelitian ini dilakukan pada semester
genap tahun pelajaran 2011/2012.
D.Kerangka Pikir
Masalah dalam penelitian ini adalah komunikasi interpersonal. Masalah ini juga
sering ditemukan pada siswa. Siswa adalah makhluk sosial yang merupakan
anggota masyarakat, setiap siswa hendaknya memiliki kemampuan komunikasi
interpersonal yang baik, terutama di lingkungan sekolah. Hal ini disebabkan
karena sebagian besar waktu siswa digunakan untuk berinteraksi dengan
orang-orang yang berada di lingkungan sekolahnya, baik itu dengan teman sebaya, guru
atau warga sekolah lainnya.
Menurut Cangara (2010:32) komunikasi Interpersonal merupakan proses
komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka.
Sedangkan definisi umum komunikasi interpesonal menurut Enjang (2009:68)
adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan
setiap peserta menangkap reaksi yang lain secara langsung, baik verbal maupun
nonverbal.
Selain itu, Peter (2001:20) dalam bukunya Interpersonal Communication
komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang memiliki karakteristik yaitu komunikasi terjadi dari satu orang ke orang lain, komunikasi berlangsung secara tatap muka dan isi dari komunikasi itu merefleksikan karakter pribadi dari tiap individu itu sebaik hubungan dan peran sosial mereka.
Siswa dikatakan memiliki perilaku komunikasi interpersonal yang efektif apabila
ia mampu menanggapi informasi yang diterima dengan senang hati dalam
menghadapi hubungan antar pribadi, dapat berempati, artinya mampu merasakan
apa yang dirasakan orang lain, mendukung komunikasi berlangsung efektif,
memiliki rasa positif, yaitu memandang diri dan orang lain secara positif serta
menghargai orang lain. Dengan kata lain, siswa memiliki perilaku komunikasi
yang tidak efektif jika ia tidak mampu menanggapi informasi yang diterima
dengan senang hati, tidak berempati, tidak mendukung komunikasi berlangsung
efektif, dan tidak memiliki rasa positif terhadap dirinya dan orang lain.
Rendahnya kemampuan komunikasi interpersonal tentunya akan berdampak
negatif pada siswa. Zahriyoh (2007) menjelaskan bahwa siswa yang kurang dapat
berkomunikasi akan dapat menghambat pembentukan kepribadian dan aktualisasi
diri dalam kehidupan, terutama dalam meraih prestasi di sekolah dan
dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah-masalah lain yang lebih kompleks
lagi.
Berdasarkan uraian tersebut, maka rendahnya kemampuan komunikasi
interpersonal perlu mendapat penanganan khusus, sehingga kemampuan
komunikasi interpersonal dapat ditingkatkan. Pada penelitian sebelumnya yang
Kelompok dalam Meningkatkan Perilaku Komunikasi Antarpribadi Siswa Kelas X
SMA Negeri 1 Ungaran Tahun Pelajaran 2006/2007” menunjukkan bahwa layanan
bimbingan kelompok efektif digunakan untuk meningkatkan perilaku komunikasi
antarpribadi siswa. Pada penelitian ini peneliti mencoba mengemukakan alternatif
lain untuk menyelesaian permasalahan tersebut yaitu melalui teknik assertive
training. Corey (2009:215) menjelaskan bahwa :
assertive training (latihan asertif) merupakan penerapan latihan tingkah laku dengan sasaran membantu individu-individu dalam mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-situasi interpersonal. Fokusnya adalah mempraktekkan melalui permainan peran, kecakapan-kecakapan bergaul yang baru diperolah sehingga individu-individu diharapkan mampu mengatasi ketakmemadaiannya dan belajar mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara lebih terbuka disertai keyakinan bahwa mereka berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka itu.
Hal yang mendasari peneliti dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi
interpersonal siswa dengan menggunakan teknik assertive training adalah bahwa
sikap asertif sangat dibutuhkan dalam proses komunikasi. Hal ini dikarenakan
dengan adanya sikap asertif maka individu akan mampu mengkomunikasikan apa
yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun tetap menjaga
dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain.
Menurut Corey (2009:213) latihan asertif bisa diterapkan terutama pada
situasi-situasi interpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima
kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak
latihan asertif dirancang untuk membimbing manusia menyatakan, merasa dan
bertindak pada asumsi bahwa mereka memiliki hak untuk menjadi dirinya sendiri
dan untuk mengekspresikan perasaannya secara bebas. Dalam hubungan dengan
orang lain seseorang diharapkan dapat berperilaku asertif artinya seseorang
mampu mengekspresikan dirinya secara terbuka tanpa menyakiti atau melanggar
hak-hak orang lain, maupun mempertahankan dan meningkatkan penguat dalam
situasi interpersonal melalui suatu ekspresi perasaan atau keinginan.
Assertive training diharapkan dapat membantu dalam upaya peningkatkan
kemampuan komunikasi interpersonal siswa. Kemampuan komunikasi
interpersonal yang baik, akan mendukung kegiatan siswa di sekolah dalam proses
pembelajaran maupun interaksi sosial.
Berdasarkan uraian tersebut, maka muncul kerangka pikir untuk melihat apakah
kemampuan komunikasi interpersonal siswa dapat ditingkatkan dengan
menggunakan teknik assertive training. Untuk lebih memperjelas maka kerangka
pikir dapat digambarkan sebagai berikut :
Berdasarkan gambar kerangka pikir tersebut siswa yang memiliki kemampuan
komunikasi interpersonal rendah akan diberikan perlakuan berupa latihan asertif
(assertive training) dengan menggunakan role playing, modelling dan tugas rumah
sehingga diharapkan setelah diberi perlakuan tersebut, maka siswa akan
memperoleh perubahan yaitu berupa peningkatan dalam kemampuan komunikasi
interpersonalnya.
E.Hipotesis
Menurut Arikunto (2006:110) hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara
terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi
interpersonal dapat ditingkatkan menggunakan teknik assertive training pada
siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun pelajaran
2011/2012.
Berdasarkan hipotesis penelitian tersebut, maka hipotesis statistik yang diajukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ha : kemampuan komunikasi interpersonal dapat ditingkatkan menggunakan
teknik assertive training pada siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2
Ho : kemampuan komunikasi interpersonal tidak dapat ditingkatkan
menggunakan teknik assertive training pada siswa kelas X SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2011/2012.
Untuk menguji hipotesis ini, peneliti menggunakan uji statistik dengan uji-t
dengan ketentuan jika hasil t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, tetapi
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.Komunikasi Interpersonal
1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi mencakup pengertian yang luas dari sekedar wawancara. Setiap
bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga juga merupakan
sebentuk komunikasi. Sedangkan Rogers bersama Kuncaid (Cangara, 2010:20)
mendefinisikan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau
lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama
lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.
Secara sempit komunikasi diartikan sebagai pesan yang dikirimkan seseorang
kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk mempengaruhi
tingkah laku penerima. Setiap bentuk komunikasi setidaknya dua orang saling
mengirimkan lambang-lambang yang memiliki makna tertentu.
Lambang-lambang tersebut bisa bersifat verbal berupa kata-kata, atau bersifat nonverbal
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi
adalah suatu proses penyampaian ide, gagasan atau pesan-pesan yang dilakukan
oleh dua orang atau lebih secara lisan maupun tulisan untuk tujuan tertentu.
2. Pengertian Komunikasi Interpersonal
Pada hakikatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara
komunikator dan komunikan. Komunikasi ini paling efektif mengubah sikap,
pendapat, atau perilaku seseorang. Komunikasi interpersonal bersifat dialogis.
Artinya, arus balik terjadi langsung. Komunikator dapat mengetahui tanggapan
komunikan saat itu juga. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan saat
itu juga. Komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif,
negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak berhasil maka komunikator dapat
memberi kesempatan komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.
Menurut Cangara (2010:32) komunikasi Interpersonal merupakan proses
komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka.
Sedangkan definisi umum komunikasi interpesonal menurut Enjang (2009:68)
adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan
setiap peserta menangkap reaksi yang lain secara langsung, baik verbal maupun
nonverbal.
Selain itu, Peter (2001:20) dalam bukunya Interpersonal Communication
komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang memiliki karakteristik yaitu komunikasi terjadi dari satu orang ke orang lain, komunikasi berlangsung secara tatap muka dan isi dari komunikasi itu merefleksikan karakter pribadi dari tiap individu itu sebaik hubungan dan peran sosial mereka.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
komunikasi interpersonal adalah proses komunikasi yang terjadi antara dua
orang atau lebih secara langsung (tatap muka) dan terjadi timbal balik secara
langsung pula baik secara verbal maupun non-verbal.
3. Ciri-Ciri Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal bersifat dialogis, dalam arti arus balik antara
komunikator dengan komunikan terjadi langsung, sehingga pada saat itu juga
komunikator dapat mengetahui secara langsung tanggapan dari komunikan, dan
secara pasti akan mengetahui apakah komunikasinya positif, negatif dan berhasil
atau tidak. Apabila tidak berhasil, maka komunikator dapat memberi kesempatan
kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.
Menurut Kumar (Wiryanto, 2005:36) bahwa ciri-ciri komunikasi interpersonal
yaitu:
a. Keterbukaan (openess), yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati
informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan interpersonal. ;
b. Empati (empathy), yaitu merasakan apa yang dirasakan orang lain.
c. Dukungan (supportiveness), yaitu situasi yang terbuka untuk
d. Rasa positif (positivenes), seseorang harus memiliki perasaan positif
terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan
menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif.
Rakhmat (2005:105) menyatakan bahwa sukses komunikasi
interpersonal banyak tergantung pada kualitas pandangan dan perasaan
diri, positif atau negative. Pandangan tentang diri yang positif, akan
lahir pola perilaku kmunikasi interpersonal yang positif pula.
e. Kesetaraan atau kesamaan (equality), yaitu pengakuan secara diam-diam
bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu
yang penting untuk disumbangkan. Dalam persamaan tidak
mempertegas perbedaan, artinya tidak menggurui, tetapi berbincang
pada tingkat yang sama, yaitu mengkomunikasikan penghargaan dan
rasa hormat pada perbedaan pendapat dan keyakinan.
Individu dikatakan memiliki perilaku komunikasi interpersonal yang efektif
apabila ia mampu menerapkan ciri-ciri dari keefektifan komunikasi interpersonal
tersebut diatas dalam proses komunikasinya. Oleh karena itu, komunikasi
interpersonal menjadi tidak efektif apabila individu-individu yang terlibat dalam
proses komunikasi tidak memiliki dan menerapkan keterbukaan (opennes),
empati (empathy), sikap mendukung (supportivenes), rasa positif (positivenes)
Berdasarkan paparan diatas mengenai ciri-ciri komunikasi interpersonal, dapat
disimpulkan bahwa dalam komunikasi interpersonal, agar diperoleh komunikasi
yang efektif maka dibutuhkannya keterbukaan (opennes), empati (empathy),
sikap mendukung (supportivenes), rasa positif (positivenes) dan kesetaraan
(equality).
4. Pentingnya Komunikasi Interpersonal
Sebagai makhluk sosial, komunikasi interpersonal sangat penting bagi
kebahagiaan hidup kita. Jhonson (Supratiknya, 2003:9) menunjukkan beberapa
peranan yang disumbangkan oleh komunikasi interpersonal dalam rangka
menciptakan kebahagiaan hidup manusia, yaitu sebagai berikut :
1. Komunikasi interpersonal membantu perkembangan intelektual dan sosial
kita;
2. Identitas dan jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan
orang lain;
3. Dalam rangka menguji realitas disekeliling kita serta menguji kebenaran
kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang di dunia disekitar kita,
kita perlu membandingkannya dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain
tentang realitas yang sama;
4. Kesehatan mental kita sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas
orang-orang yang merupakan tokoh-tokoh signifikan (significant figure) dalam
hidup kita.
Jadi, secara tidak langsung dengan berkomunikasi individu akan mengenali jati
dirinya. Komunikasi juga memberikan berbagai informasi yang dapat membantu
individu untuk belajar dan mengembangkan kemampuan intelektualnya. Kondisi
mental seseorang juga dipengaruhi oleh kualitas komunikasinya. Oleh karena itu,
sebagai makhluk sosial komunikasi interpersonal merupakan hal yang penting
bagi individu.
5. Fungsi Komunikasi Interpersonal
Tanpa kita sadari, keberadaan komunikasi interpersonal telah berperan aktif
dalam kehidupan, bahkan tidak sedikit manusia yang melakukan praktik
komunikasi interpersonal ini.
Menurut Enjang (2009:77-79) komunikasi Interpersonal memiliki fungsi yaitu :
1. Memenuhi kebutuhan sosial dan psikologis. Dengan komunikasi
inetrpersonal, kita bisa memenuhi kebutuhan sosial atau psikologis kita;
2. Mengembangkan kesadaran diri. Melalui komunikasi interpersonal akan
terbiasa mengembangkan diri;
3. Matang akan konvensi sosial. Melalui komunikasi interpersonal kita
tunduk atau menentang konvensi sosial;
4. Konsistensi hubungan dengan orang lain. Melalui komunikasi
orang lain, melalui pengalaman dengan mereka, dan melalui percakapan–
percakapan bersama mereka;
5. Mendapatkan informasi yang banyak. Melalui komunikasi interpersonal,
kita juga akan memperoleh informasi yang lebih. Informasi yang akurat
dan tepat waktu merupakan kunci untuk membuat keputusan yang efektif;
6. Bisa mempengaruhi atau dipengaruhi orang lain.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal
berfungsi dalam pemenuhan kebutuhan manusia, baik itu kebutuhan psikologis
maupun kebutuhan sosial manusia dalam rangka membina hubungan dan
interaksi sosial.
6. Prinsip Komunikasi Interpersonal
Menurut Enjang (2009:79-82) untuk menuju efektivitas berkomunikasi,
komunikasi Interpersonal memiliki beberapa prinsip, yaitu :
1. Komunikasi Interpersonal bersifat relasional. Karena semua aktivitas
komunikasi orang tidak sekedar saling menyampaikan makna, tetapi juga
bernegosiasi mengenai hubungan mereka.
2. Komunikasi Interpersonal mengandung makna tertentu. Ketika seseorang
berbicara dengan orang lain, orang itu mempunyai alasan untuk
melakukannya.
3. Komunikasi interpersonal bisa dipelajari. Keefektifan komunikasi
4. Komunikasi interpersonal berlangsung terus-menerus. Karena komunikasi
interpersonal bisa berbentuk non-verbal maupun verbal, kita selalu
mengirim “pesan” yang kemudian disimpulkan atau dimaknai orang lain.
5. Pesan komunikasi interpersonal berubah-ubah dalam proses encoding
secara sadar. Berbagi (saling menyampaikan) makna dengan orang lain
meliputi encoding dalam bentuk pesan verbal maupun non-verbal.
6. Komunikasi Interpersonal mempunyai implikasi etis.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
komunikasi interpersonal memiliki hal-hal yang harus diperhatikan dan dipahami
dalam berkomunikasi. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam komunikasi
interpersonal merupakan hal-hal yang mendukung berlangsungnya komunikasi
sehingga dapat berjalan dengan efektf.
7. Komunikasi Interpersonal dalam Bimbingan dan Konseling
Bimbingan konseling merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari dunia
pendidikan. Prayitno (Sukardi 2008: 37) menyatakan bahwa:
Berdasarkan teori tersebut dapat diketahui bahwa selain untuk membantu
individu mandiri secara pribadinya, bimbingan juga dapat membantu individu
dalam menghadapi lingkungan sosialnya.
Dalam bimbingan dan konseling, selain istilah bimbingan yang telah dipaparkan
sebelumnya, ada satu istilah lagi yang sangat erat kaitannya dengan bimbingan
yakni konseling. Keduannya baik bimbingan maupun konseling merupakan
bagian integral dari bimbingan bahkan menjadi inti dari keseluruhan layanan
bimbingan. Proses konseling merupakan bagian penting dalam upaya membantu
siswa. Sukardi (2008: 38) menjelaskan bahwa:
Konseling merupakan suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan tatap muka antara konselor dan klien yang berisi usaha yang laras, unik, manusiawi, yang dilakukan dalam suasana keahlian yang didasarkan atas norma yang berlaku, agar klien memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri dalam memperbaiki tingkah lakunya pada saat ini dan mungkin pada masa yang akan datang.
Menurut Sukardi (2008:52) secara umum tujuan penyelenggaraan bantuan
pelayanan bimbingan dan konseling adalah berupaya membantu siswa
menemukan pribadinya, dalam hal mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya,
serta menerima dirinya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan
diri lebih lanjut. Secara khusus layanan bimbingan dan konseling disekolah
bertujuan untuk membantu siswa agar mereka dapat mencapai tujuan-tujuan
perkembangan yang meliputi aspek pribadi sosial, belajar dan karir. Komunikasi
intepersonal erat kaitannya dengan bidang pribadi-sosial. Bidang ini memiliki
1. Pemantapan tentang kelemahan diri dan usaha-usaha penanggulangannya;
2. pemantapan kemampuan berkomunikasi baik melalui ragam lisan maupun
tulisan secara efektif;
3. pemantapan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial baik
dirumah, disekolah, maupun dimasyarkat luas dengan menjunjung tinggi
tata krama, sopan santun, serta nilai-nilai agama, adat, hukum, ilmu dan
kebiasaan yang berlaku;
4. pemantapan kemampuan menerima dan menyampaikan pendapat serta
berargumentasi secara dinamis, kretaif dan produktif.
Dalam hubungannya dengan komunikasi interpersonal siswa, siswa yang
memiliki komunikasi interpersonal yang rendah, akan mengalami hambatan
dalam pemenuhan kebutuhan sosialnya, hambatan tersebut nantinya akan
berpengaruh kepada keberhasilan individu tersebut dalam proses penyesuaian
dirinya sekarang dan dimasa yang akan datang, maka disinilah bimbingan dan
konseling khusunya bidang pribadi-sosial berperan.
B. Teknik Assertive Training
1. Perilaku Asertif
Perilaku asertif merupakan terjemahan dari istilah assertiveness atau
assertion, yang artinya titik tengah antara perilaku non asertif dan perilaku
agresif. Frensterhim dan Baer, mengatakan bahwa orang yang memiliki
dalam, memiliki kepercayan diri yang baik, dapat mengungkapkan pendapat
dan ekspresi yang sebenarnya tanpa rasa takut dan berkomunikasi dengan
orang lain secara lancar. Sebaliknya orang yang kurang asertif adalah mereka
yang memiliki ciri terlalu mudah mengalah/ lemah, mudah tersinggung,
cemas, kurang yakin pada diri sendiri, sukar mengadakan komunikasi dengan
orang lain, dan tidak bebas mengemukakan masalah atau hal yang telah
dikemukakan.
Nelson dan Jones (2006:184) menjelaskan bahwa perilaku asertif adalah
perilaku yang merefleksikan rasa percaya diri dan menghormati diri sendiri
dan orang lain. hal ini sejalan dengan pengertian perilaku asertif yang
dikemukakan oleh Alberti dan Emmons, yaitu :
Perilaku asertif meningkatkan kesetaraan dalam hubungan sesama manusia, yang memungkinkan kita untuk menunjukkan minat terbaik kita, berdiri sendiri tanpa hatrus merasa cemas, mengeekspresikan perasaan kita dengan jujur dan nyaman, melatih kepribadian kita yang sesungguhnya tanpa menolak kebenaran dari orang lain.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif
adalah perilaku sesesorang dalam hubungan antar pribadi yang menyangkut,
emosi, perasaan, pikiran serta keinginan dan kebutuhan secara terbuka, tegas
dan jujur tanpa perasaan cemas atau tegang terhadap orang lain, tanpa
2) Pengertian Assertive Training
Assertive training merupakan salah satu teknik dalam terapi behavioral.
Menurut Willis (2004:69) terapi behavioral berasal dari dua arah konsep
yakni Pavlovian dari Ivan Pavlov dan Skinerian dari B.F Skinner. Mula-mula
terapi ini dikemabangkan oleh Wolpe untuk menanggulangi neurosis.
Neurosis dapat dijelaskan dengan mempelajari perilaku yang tidak adaptif
melalui proses belajar. Dengan kata lain perilaku yang menyimpang
bersumber dari hasil belajar di lingkungan.
Willis (2004:72) menjelaskan bahwa assertive training merupakan teknik
dalam konseling behavioral yang menitikberatkan pada kasus yang
mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam
menyatakannya. Assertive Training adalah suatu teknik untuk membantu
klien dalam hal-hal berikut:
1. Tidak dapat menyatakan kemarahan atau kejengkelannya;
2. Mereka yang sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil
keuntungan padanya;
3. Mereka yang mengalami kesulitan berkata “tidak”;
4. Mereka yang sukar menyatakan cinta dan respon positif lainnya;
5. Mereka yang merasakan tidak punya hak untuk menyatakan pendapat
dan pikirannya.
Corey (2009:215) menjelaskan bahwa :
assertive training (latihan asertif) merupakan penerapan latihan
mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-situasi interpersonal. Fokusnya adalah mempraktekkan melalui permainan peran, kecakapan-kecakapan bergaul yang baru diperolah sehingga individu-individu diharapkan mampu mengatasi ketakmemadaiannya dan belajar mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara lebih terbuka disertai keyakinan bahwa mereka berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka itu.
Selain itu Gunarsih (2007:217) dalam bukunya Konseling dan Psikoterapi
menjelaskan pengertian latihan asertif menurut Alberti yaitu prosedur latihan
yang diberikan kepada klien untuk melatih perilaku penyesuaian sosial
melalui ekspresi diri dari perasaan, sikap, harapan, pendapat, dan haknya.
Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa assertive
training atau latihan asertif adalah prosedur latihan yang diberikan untuk
membantu peningkatan kemampuan mengkomunikasikan apa yang
diinginkan, dirasakan dan dipikirkan pada orang lain namun tetap menjaga
dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain.
3) Tujuan Assertive Training
Teknik assertive training dalam pelaksanaannya tentu memiliki beberapa
tujuan yang ingin dicapai oleh konselor dan klien. Day (2008:338)
menjelaskan bahwa assertive training membantu klien belajar kemandirian
sosial yang diperlukan untuk mengekspresikan diri mereka dengan tepat.
Sedangkan menurut Fauzan (2010) terdapat beberapa tujuan assertive training
a. Mengajarkan individu untuk menyatakan diri mereka dalam suatu cara
sehingga memantulkan kepekaan kepada perasaan dan hak-hak orang lain;
b. Meningkatkan keterampilan behavioralnya sehingga mereka bisa
menentukan pilihan apakah pada situasi tertentu perlu berperilaku seperti
apa yang diinginkan atau tidak;
c. Mengajarkan pada individu untuk mengungkapkan diri dengan cara
sedemikian rupa sehingga terefleksi kepekaanya terhadap perasaan dan
hak orang lain;
d. Meningkatkan kemampuan individu untuk menyatakan dan
mengekspresikan dirinya dengan enak dalam berbagai situasi sosial;
e. Menghindari kesalahpahaman dari pihak lawan komunikasi.
Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan assertive
training adalah untuk melatih individu mengungkapkan dirinya,
mengemukakan apa yang dirasakan dan menyesuaikan diri dalam berinteraksi
tanpa adanya rasa cemas karena setiap individu mempunyai hak untuk
mengungkapkan perasaan, pendapat, apa yang diyakini serta sikapnya.
Dengan demikian individu dapat menghindari terjadinya kesalahpahaman
dalam berkomunikasi.
4) Manfaat Assertive Training
Setiap perlakuan atau latihan yang diberikan tentu memiliki berbagai manfaat
bagi individu yang menggunakannya.Menurut pendapat Corey (2009:213),
a. tidak mampu mengungkapkan kemarahan dan perasaan tersinggung;
b. menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang
lain untuk mendahuluinya ;
c. memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak”;
d. mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon
positif lainnya merasa tidak punya hak untuk memiliki
perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manfaat
latihan asertif adalah membantu peningkatan kemampuan
mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan pada
orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang
lain.
5) Tahapan Pelaksanaan Assertive Training
Prosedur adalah tata cara melakukan suatu instruksi. Pelaksanaan assertive
training memiliki beberapa tahapan atau prosedur yang akan dilalui ketika
pelaksanaan latihan. Pada umumnya teknik untuk melakukan latihan asertif,
mendasarkan pada prosedur belajar dalam diri seseorang yang perlu diubah,
diperbaiki dan diperbarui. Masters (dalam Gunarsih, 2007:217-220)
meringkas beberapa jenis prosedur latihan asertif, yakni:
1. Identifikasi terhadap keadaan khusus yang menimbulkan persoalan pada
2. Memeriksa apa yang dilakukan atau dipikirkan klien pada situasi tersebut.
Pada tahap ini, akan diberikan juga materi tentang perbedaan perilaku
agresif, asertif, dan pasif.
3. Dipilih sesuatu situasi khusus di mana klien melakukan permainan peran
(role play) sesuai dengan apa yang ia perlihatkan.
4. Diantara waktu-waktu pertemuan, konselor menyuruh klien melatih dalam
imajinasinya, respon yang cocok pada beberapa keadaan. Kepada mereka
juga diminta menyertakan pernyataan diri yang terjadi selama melakukan
imajinasi. Hasil apa yang dilakukan pasien atau klien, dibicarakan pada
pertemuan berikutnya.
5. Konselor harus menentukan apakah klien sudah mampu memberikan
respon yang sesuai dari dirinya sendiri secara efektif terhadap keadaan
baru, baik dari laporan langsung yang diberikan maupun dari keterangan
orang lain yang mengetahui keadaan pasien atau klien.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa assertive training
merupakan terapi perilaku yang dirancang untuk mengembangkan
keterampilan-keterampilan individu yang diganggu kecemasan dengan
berbagai teknik yang ada agar individu tersebut dapat memiliki perilaku
asertif yang diinginkan.
6) Teknik Assertive Training dalam Bimbingan dan Konseling
Menurut Peters dan Shertzer (Willis, 2004:14) bimbingan merupakan proses
dengan demikian ia dapat memanfaatkan potensi-potensinya. Sedangkan
pengertian konseling menurut Willis (2004:18) adalah:
Upaya yang diberikan seorang pembimbing yang telah berpengalaman, terhadap individu-individu yang membutuhkannya, agar individu tersebut dapat berkembang potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalahnya, dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah.
Dalam pelaksanaan praktek bimbingan dan konseling diperlukan berbagai
pendekatan-pendekatan konseling. Menurut Willis (2004: 55) pendekatan
konseling (counseling approach) disebut juga teori konseling merupakan dasar
bagi suatu praktek konseling. Pendekatan itu dirasakan penting karena jika dapat
dipahami berbagai pendekatan atau teori-teori konseling, akan memudahkan
dalam menentukan arah proses konseling.
Dalam pelaksanaan praktek konseling terdapat berbagai macam pendekatan
konseling dengan teknik-teknik konseling yang terdapat didalamnya. Salah satu
tekniknya yaitu assertive training yang merupakan bagian dari terapi tingkah
laku.
Berdasarkan uraian diatas, jelas sekali bahwa teknik assertive training
merupakan bagian dari bimbingan dan konseling. Merupakan salah satu teknik
konseling behavioral yang dapat digunakan untuk membantu individu merubah
perilaku yang tidak diinginkan menjadi perilaku yang diharapkan ada pada
C. Keterkaitan Penggunaan Teknik Assertive Training Untuk Meningkatkan
Kemampuan Komunikasi Interpersonal
Pada hakikatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator
dan komunikan. Komunikasi ini paling efektif mengubah sikap, pendapat, atau
perilaku seseorang. Komunikasi interpersonal bersifat dialogis. Artinya, arus
balik terjadi langsung. Komunikator dapat mengetahui tanggapan komunikan saat
itu juga. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan saat itu juga.
Komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif, negatif,
berhasil atau tidak. Jika tidak berhasil maka komunikator dapat memberi
kesempatan komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.
individu dikatakan memiliki perilaku komunikasi interpersonal yang efektif
apabila ia mampu menanggapi informasi yang diterima dengan senang hati dalam
menghadapi hubungan interpersonal, dapat berempati, artinya mampu merasakan
apa yang dirasakan orang lain, mendukung komunikasi berlangsung efektif,
memiliki rasa positif, yaitu memandang diri dan orang lian secara positif serta
menghargai orang lain. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri komunikasi itu sendiri yaitu
menurut Kumar (Wiryanto, 2005:36) bahwa ciri-ciri komunikasi interpersonal
tersebut yaitu:
a. Keterbukaan (openess), yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati
informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan interpersonal;
c. Dukungan (supportiveness), yaitu situasi yang terbuka untuk
mendukung komunikasi berlangsung efektif.
d. Rasa positif (positivenes), seseorang harus memiliki perasaan positif
terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan
menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif.
e. Kesetaraan atau kesamaan (equality), yaitu pengakuan secara diam-diam
bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu
yang penting untuk disumbangkan.
Saat berkomunikasi sangat diperlukan sikap asertif yaitu sikap yang dapat
mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada
orang lain. Sehingga diperlukan suatu upaya untuk dapat menumbuhkan sikap
asertif agar dapat berkomunikasi dengan baik. Assertive Training merupakan
teknik dalam konseling behavioral yang menitikberatkan pada kasus yang
mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Corey (2009: 213) bahwa latihan asertif bisa
diterapkan terutama pada situasi-situasi interpersonal dimana individu mengalami
kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri
adalah tindakan yang layak atau benar.
Berdasarkan hal tersebut, maka diperkirakan diketahui bahwa komunikasi
interpersonal erat kaitannya dengan assertive training. Hal itu dapat dilihat dari
pengertian asertif itu sendiri yaitu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa
berperilaku asertif tersebut sangat diperlukan dalam berkomunikasi khususnya
komunikasi interpersonal, sehingga diperlukan pelatihan asertif (assertive
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang di gunakan untuk
mengumpulkan data dengan tujuan tertentu. Penggunaan metode dimaksudkan
agar kebenaran yang diungkap benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dan
memiliki bukti ilmiah yang akurat dan dapat dipercaya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi
experimental). Alasan peneliti menggunakan metode ini karena tidak
menggunakan kelompok kontrol dan subyek tidak dipilih secara random. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Seniati (2005:37) yang menyatakan bahwa
eksperimen kuasi berbeda dengan penelitian eksperimen karena tidak
memenuhi tiga syarat utama dari suatu penelitian eksperimen yaitu
manipulasi, kontrol dan randomisasi. Pada penelitian ini, peneliti tidak
menggunakan kelompok kontrol dan randomisasi, peneliti hanya melihat hasil
dari pemberian assertive training pada siswa yang komunikasi
interpersonalnya rendah di SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung.
B. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan yaitu Pre–test and post-test group design.
Observasi dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen (01) disebut
antara 01 dan 02 yakni 01---02 diasumsikan merupakan efek dari treatment
atau eksperimen.
Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1 . Pola pre eksperimental design
Keterangan :
O1 : observasi awal sebelum siswa diberikan perlakuan X : Perlakuan
O2 : observasi akhir setelah siswa diberikan perlakuan
C. Subjek Penelitian
Menurut Sangadji dan Sopiah (2010:183) subjek penelitian adalah subjek
yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Berdasarkan hal tersebut, peneliti akan
mengambil subjek penelitian siswa dari kelas X yang memiliki skor rendah
pada kemampuan komunikasi interpersonal. Hal ini dilakukan karena siswa
kelas X sebagai siswa baru di sekolah diperkirakan masih memiliki kesulitan
dalam komunikasi interpersonal dengan orang-orang yang berada disekolah.
Untuk menjaring subjek, peneliti menggunakan instrumen skala kemampuan
komunikasi interpersonal yang akan diisi oleh siswa. Skala akan diberikan
kepada siswa kelas X sebanyak 156 orang, setelah skala diisi, skor
masing-masing siswa dihitung, sejumlah siswa yang memiliki skor rendah untuk
kemampuan komunikasi interpersonalnya akan menjadi subjek penelitian.
skor rendah dalam komunikasi interpersonal dan ketiga siswa tersebut
dijadikan subjek penelitian.
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
Menurut Arikunto (2010:161) variabel adalah objek penelitian, atau yang
menjadi titik perhatian suatu penelitian. Menurut Hatch dan Fardhy (dalam
Sugiyono, 2010:60) secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai
atribut seseorang, atau objek yang mempunyai variasi antara satu orang
dengan yang lainnya atau satu objek dengan objek lainnya.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas
(independen) dan variabel terikat (dependen), yaitu :
a. Variabel bebas (independen) adalah variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau
timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel bebas dalam
penelitian ini yaitu teknik assertive training.
b. Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah komunikasi
interpersonal.
2. Definisi Operasional
Definisi operasional komunikasi interpersonal dalam penelitian ini adalah
langsung dan terjadi timbal balik secara langsung pula meliputi
keterbukaan (opennes), empati (empathy), sikap mendukung
(supportiveness), rasa positif (positiveness) dan kesetaraan atau kesamaan
(equality) yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Keterbukaan (openess), yaitu kemauan bersedia membuka diri,
memiliki reaksi terhadap orang lain, dan menerima
masukan/kritik dari orang lain
2. Empati (empathy), yaitu merasakan apa yang dirasakan orang
lain.
3. Dukungan (supportiveness), yaitu memiliki keterpedulian dan
perhatian terhadap orang lain.
4. Rasa positif (positivenes), seseorang harus memiliki perasaan
positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif
berpartisipasi, danmenciptakan situasi komunikasi kondusif
untuk interaksi yang efektif.
5. Kesetaraan atau kesamaan (equality), yaitu pengakuan secara
diam- diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan
mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan serta
mengkomunikasikan penghargaan dan rasa hormat pada
perbedaan pendapat dan keyakinan.
Individu dikatakan memiliki perilaku komunikasi interpersonal yang
efektif apabila ia mampu menerapkan ciri-ciri dari keefektifan komunikasi
interpersonal tersebut diatas dalam proses komunikasinya. Oleh karena itu,
yang terlibat dalam proses komunikasi tidak memiliki; keterbukaan
(opennes) artinya individu tersebut tidak mau membuka diri, tidak mau
menerima kritik dan saran dari orang lain dan tidak memiliki reaksi
terhadap orang lain, empati (empathy) artinya individu tersebut tidak dapat
ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain saat berkomunikasi, sikap
mendukung (supportivenes) artinya tidak memiliki keterpedulian dan
perhatian terhadap orang lain, rasa positif (positivenes) artinya saat
berkomunikasi tidak memiliki rasa positif terhadap dirinya sendiri dan
orang lain serta lingkungan sekitarnya dan kesetaraan (equality) yaitu
merasa dirinya tidak sama atau sederajkat dengan lawan bicara.
Sedangkan assertive training atau latihan asertif adalah prosedur latihan
yang diberikan untuk membantu peningkatan kemampuan
mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan pada
orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan
orang lain.
Adapun yang menjadi dasar pembuatan indikator dalam penelitian ini yang
nantinya akan dipecah lagi menjadi deskriptor adalah ciri-ciri komunikasi
interpersonal, yaitu :
a. Keterbukaan (opennes)
b. empati (empathy)
c. sikap mendukung ( supportiveness)
d. rasa positif (positiveness)
E. Teknik Pengumpulan Data
Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian,
yaitu, kualitas instrumen penelitian, dan kualitas pengumpulan data. Untuk
mengumpulkan data penelitian, tentunya peneliti harus menentukan teknik
pengumpulan apa yang akan digunakan sesuai dengan penelitian yang akan
dilakukan. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan
menggunakan observasi dan skala (skala kemampuan komunikasi
interpersonal).
1. Observasi
Hadi dalam Sugiyono (2010:203) mengemukakan bahwa observasi
merupakan suatu proses kompleks, suatu proses yang tersusun dari
pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting
adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
Teknik observasi yang akan digunakan peneliti yaitu observasi terstruktur.
Observasi terstruktur adalah observasi yang telah dirancang secara
sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan di mana tempatnya.
Pada penelitian ini, peneliti akan mengamati perilaku siswa yang
berkaitan dengan kemampuan komunikasi interpersonal. Sesuai dengan
indikator penelitian yang akan digunakan, maka peneliti merancang
pedoman observasi yang akan digunakan dalam kegiatan observasi.
Menurut Nazir (2009:181) pada pengamatan berstruktur, peneliti telah
mengetahui aspek apa dari aktivitas yang diamatinya yang relevan dengan
menguji hipotesisnya. Seperti yang tercantum dalam pedoman observasi,
peneliti telah mengetahui aspek komunikasi interpersonal yang akan
diamati dalam penelitiannya. Observasi dalam penelitian ini digunakan
saat pre-test dan post-test. Hal ini dikarenakan yang akan diteliti adalah
perilaku siswa, sehingga pengamatan terhadap perubahan perilakunya
akan lebih mudah dilakukan.
Saat pelaksanaan observasi peneliti dan observer lain yaitu mahasiswa
yang melakukan penelitian di sekolah yang sama dengan peneliti akan
mengamati perilaku siswa dalam satu hari selama jam sekolah
berlangsung. Dalam pengamatan tersebut akan diperhatikan berapa kali
perilaku-perilaku yang menjadi target pengamatan muncul pada siswa
(sesuai dengan lembar observasi).
Peneliti menggunakan bentuk rating scales dengan 5 alternatif jawaban
dalam lembaran observasi, jawaban ini menunjukkan frekuensi muncul
atau tidaknya perilaku yang diharapkan saat dilakukan observasi oleh
observer. Skor 5 diberikan jika perilaku muncul sebanyak 4 kali , skor 4
juka muncul sebanyak 3 kali, skor 3 jika muncul sebanyak 2 kali, skor 2
jika perilaku muncul sebanyak 1 kali dan skor 1 jika perilaku sama sekali
tidak muncul selama observasi. Perhitungan skor pada lembar observasi
dilakukan dengan menghitung skor total yang diperoleh dari muncul atau
tidaknya perilaku yang diamati. Pada tahap observasi ini kriteria
yaitu: tinggi, sedang, dan rendah. Untuk mengkategorikannya, terlebih
dahulu ditentukan besarnya interval dengan rumus sebagai berikut:
= −
Keterangan:
: interval : nilai tertinggi : nilai terendah : jumlah kategori
2. Skala (skala kemampuan komunikasi interpersonal)
Menurut Sugiyono (2010:133) skala pengukuran merupakan kesepakatan
yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya
interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila
digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif.
Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan skala model Likert untuk
menjaring subjek penelitian. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang
fenomena sosial.
Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi
indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik
tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan
atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala
Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif dengan
Menurut Usman dan Purnomo (2009:57) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun pertanyaan atau pernyataan dengan skala Likert adalah sebagai berikut:
1. Bentuk standar skala Likert adalah 1 sampai 5;
2. Sebaiknya jumlah item dibuat berkisar 25-30 pernyataan atau pertanyaan untuk mengukur sebuah variabel, sehingga reliabilitasnya cenderung tinggi;
3. Buatlah item dalam bentuk positif dan negatif dengan proporsi yang seimbang serta ditempatkan secara acak.
Pada penelitian ini, Skala yang dibagikan pada siswa berisikan lima
aternatif jawaban, yaitu sangat sesuai, sesuai, ragu-ragu, tidak sesuai,
sangat tidak sesuai. Dengan memiliki masing-masing skor yang berbeda,
apabilah pertanyaan positif maka jawaban sangat setuju (SS) skornya 5,
jawaban sesuai (S) skornya 4, jawaban ragu-ragu (R) skornya 3, jawaban
tidak sesuai (TS) skornya 2, dan sangat tidak sesuai (STS) skornya 1,
sebaliknya apabilah pertanyaan negatif jawaban sangat tidak sesuai (STS)
skornya 5, jawaban tidak sesuai (TS) skornya 4, jawaban ragu-ragu (R)
skornya 3, jawaban sesuai (S) skornya 2 dan jawaban sangat sesuai (SS)
skornya 1.
Tabel 3.1. Rencana Pemberian Alternatif Jawaban No Pernyataan Sangat
Sesuai Sesuai Ragu-ragu Sesuai Tidak Sangat Tidak
Kriteria skala kemampuan komunikasi interpersonal siswa dikategorikan
menjadi 3 yaitu: tinggi, sedang, dan rendah. Untuk mengkategorikannya,
terlebih dahulu ditentukan besarnya interval dengan rumus sebagai
= −
Keterangan:
: interval : nilai tertinggi : nilai terendah : jumlah kategori
F. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
1. Uji Validitas
Menurut Arikunto (2010:211) validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen.
Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi.
Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.
a.Panduan Observasi
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan ketika observasi
sebelum dan sesudah perlakuan adalah lembar observasi yang
merupakan pengembangan dari pedoman observasi berisi rincian dari
aspek-aspek yang diobservasi. Validitas yang digunakan adalah
validitas konstruk (construc validity). Menurut Sugiyono (2010: 177)
Untuk menguji validitas konstruks, dapat digunakan pendapat dari ahli
(judgments experts). Dalam hal ini, setelah instrumen dikonstruksi
tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori
tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli yaitu dosen
pembimbing. Hasil yang diperoleh adalah terdapat 16 aspek perilaku