• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS VII MTS NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2012/2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MENINGKATKAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS VII MTS NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2012/2013"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

MENINGKATKAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS

VII MTS NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2012/2013.

Oleh

ADITYA ARDHI RIZAL

Tujuan penelitian untuk meningkatkan komunikasi interpersonal siswa menggunakan teknik assertive training. Masalah dalam penelitian ini adalah komunikasi interpersonal pada diri siswa rendah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah “apakah kemampuan komunikasi interpersonal dapat ditingkatkan dengan menggunakan teknik Assertive Training pada siswa kelas VII di MTs Negeri 2 Bandarlampung tahun pelajaran 2012/2013?”

Metode yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan desain one-group pretest-posttest. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi terstruktur. Subjek sebanyak 15 siswa kelas VII yang memiliki komunikasi interpersonal rendah.

Hasil yang diperoleh adanya peningkatan komunikasi interpersonal siswa setelah mengikuti assertive training, hal ini ditunjukkan dari analisis data menggunakan teknik analisis data Wilcoxon, dari hasil pretest posttest diperoleh Zhitung > Ztabel adalah 6 > 12, artinya terjadi peningkatan komunikasi interpersonal siswa setelah mengikuti assertive training.

Kesimpulannya adalah terdapat peningkatan komunikasi interpersonal setelah mengikuti assertive training pada siswa kelas VII MTs Negeri 2 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013.

Saran kepada (1) siswa yang memiliki komunikasi interpersonal rendah, hendaknya mengikuti assertive training untuk meningkatkan komunikasi interpersonalnya, (2) guru bimbingan dan konseling hendaknya dapat membantu siswa meningkatkan komunikasi interpersonal dengan menggunakan teknik Assertive Training. (3) para peneliti dapat melakukan penelitian mengenai masalah yang sama tetapi dengan subjek yang berbeda.

(2)

MENINGKATKAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL MENGGUNAKAN

TEKNIK

ASSERTIVE TRAINING

PADA SISWA KELAS VII

MTS NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG

TAHUN 2012/2013

Oleh

ADITYA ARDHI RIZAL

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

pada

Program Studi Bimbingan dan Konseling Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)
(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

ADITYA ARDHI RIZAL lahir di Bandar Lampung, 12 Maret 1991, sebagai anak pertama dari empat bersaudara, dari ayahanda Basrizal dan ibunda Sasmala Dewi.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Al-Azhar 2 Bandar Lampung diselesaikan tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 4 Bandar Lampung diselesaikan tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 3 Bandar Lampung diselesaikan tahun 2009.

(7)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur pada Allah SWT atas

terselesaikannya penulisan skripsi ini yang kupersembahkan

karya kecilku ini pada :

Ayah Ibuku, Adik-adikku , Paman Bibiku, Saudaraku dan

teman-temanku yang sudah memberikan dan mengorbankan

segala nya hingga selesai pendidikan sarjana ini.

serta

(8)

MOTO

Pendidikan mempunyai akar yang pahit, tapi buahnya manis 

-Aristoteles-

“Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa

kehilangan semangat”

(9)

SANWACANA

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan

hidayah-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi yang berjudul “Meningkatkan Komunikasi Interpersonal Menggunakan Assertive Training pada Siswa kelas VII MTs Negeri 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013” ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Lampung.

2. Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Yusmansyah, M.Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan

Konseling sekaligus pembimbing akademik. Terima kasih atas kesediaannya

memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi

ini.

4. Bapak Drs. Giyono, M.Pd., selaku dosen pembimbing utama dalam

pembuatan skripsi ini. Terimakasih atas segala waktu dan ilmu yang telah

(10)

5. Ibu Shinta Mayasari, S.Psi.,M.Psi.,Psi., selaku dosen pembimbing kedua skripsi ini. Terima kasih atas kesediaannya memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Dr. Syarifuddin Dahlan, M.Pd., selaku dosen pembahas skripsi ini. Terima kasih atas kesediaannya memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen Bimbingan Konseling FKIP Unila, terima kasih atas

didikannya selama kurang lebih empat tahun perkuliahan, semoga apa yang

bapak dan ibu berikan akan sangat bermanfaat bagi saya di masa depan.

8. Bapak dan Ibu Staff Administrasi FKIP Unila, terima kasih atas bantuannya selama ini dalam menyelesaikan segala keperluan administrasi kami.

9. Bapak Drs. H. Ridwan Hawari, MM. selaku Kepala MTs Negeri 2 Bandar Lampung beserta guru bimbingan dan konseling dan para stafnya, terima kasih atas kesediannya membantu penulis dalam mengadakan penelitian.

10.Almarhum Ayahanda ku yang dulu selalu memotivasi untuk menjadi orang yang berguna, Ibunda ku tercinta, Adik-adikku, serta saudaraku yang selalu memberikan doa, semangat dan cinta kepadaku dalam menggapai cita-citaku. 11.Sahabat-sahabat Kuliahku dari Absen A-Z, Sahabat-Sahabat GCFC tercinta,

(11)

Semoga segala keikhlasan dan ketulusan hati yang telah diberikan mendapat balasan-nya. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua, Amiin

Bandarlampung, Juli 2014 Penulis

(12)

DAFTAR ISI

2. Identifikasi Masalah... 4

3. Batasan Masalah ... 5

4. Rumusan Masalah ... 5

B. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 5

1. Tujuan Penelitian ... 5 A. Komunikasi Interpersonal ... 12

1. Pengertian Komunikasi ... 12

2. Pengertian Komunikasi Interpersonal... 13

3. Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal ... 14

4. Pentingnya Komunikasi Interpersonal ... 15

5. Fungsi Komunikasi Interpersonal ... 16

B. Bimbingan dan Konseling dan Pendekatan Behavioral... 17

1. Pengertian Bimbingan dan Konseling ... 17

2. Pendekatan Behavioral ... 18

C. Teknik Assertive Training ... 20

1. Pengertian Assertive Training ... 20

2. Perilaku Assertive ... 21

3. Tujuan Assertive Training ... 22

4. Manfaat Assertive Training ... 23

5. Tahapan Pelaksanaan Assertive Training ... 24

(13)

III. METODELOGI PENELITAN

A. Metode Penelitian ... 29

B. Desain Penelitian... 29

C. Subjek Penelitian... 30

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 31

E. Teknik Pengumpulan Data ... 32

F. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 36

G. Teknik Analisis Data ... 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 38

B. Pembahasan ... 69

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 75 LAMPIRAN

(14)

x

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel

3.1 Kisi-kisi observasi ... 35

4.1 Daftar nama siswa... 39

4.2 Kriteria kepercayaan diri siswa ... 40

4.3 Data komunikasi interpersonal siswa sebelumpretest ... 41

4.4 Data perubahan komunikasi interpersonal Ch ... 46

4.5 Data perubahan komunikasi interpersonal Fh ... 48

4.6 Data perubahan komunikasi interpersonal And ... 51

4.7 Data perubahan komunikasi interpersonal Aj... 54

4.8 Data perubahan komunikasi interpersonal Nl... 56

4.9 Data perubahan komunikasi interpersonal Ns ... 59

4.10 Data perubahan komunikasi interpersonal Okt... 61

4.11 Data perubahan komunikasi interpersonal Mr ... 63

4.12 Data perubahan komunikasi interpersonal Ant... 65

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Lampiran 1 kisi-kisi instrument observasi ... 80

2. Lampiran 2 item observasi ... 81

3. Lampiran 3 validitas instrument ... 82

4. Lampiran 4 reliabilitas instrument ... 84

5. Lampiran 5 modul assertive training ... 86

6. Lampiran 6 tahap pelaksanaan penelitian ... 97

7. Lampiran 7 hasil pretest ... 98

8. Lampiran 8 hasil postest ... 99

9. Lampiran 9 tabel analisis data ... 100

10.Lampiran 10 tabel nilai kritis wilcoxon ... 101

11.Lampiran 11 foto ... 102

(16)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar

(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang

Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam proses kehidupannya guna melangsungkan aktivitas hidupnya dan melanjutkan garis keturunannya. Dalam menjalin hubungan dengan orang lain, setiap manusia memerlukan kemampuan komunikasi. Menurut Enjang (2009) Komunikasi dalam kehidupan menjadi jembatan untuk mengantar kita pada berbagai kebutuhan. Dalam keseharian, kita lebih banyak menghabiskan waktu untuk berkomunikasi dari pada aktivitas yang lainnya, dan dapat dipastikan bahwa kita berkomunikasi hampir di semua aspek kehidupan. Oleh karena itu kemampuan komunikasi yang baik sangat dibutuhkan agar setiap individu dapat menjalin hubungan antar manusia dengan baik pula dan tidak terisolir di lingkungan masyarakat dimana dia tinggal.

(18)

2

Permasalahan yang sering ditemui saat ini adalah masih ada siswa-siswa yang memiliki kesulitan dalam hal komunikasi interpersonal . Hal ini dapat dilihat berdasarkan observasi yang peneliti lakukan yang menggambarkan banyak siswa yang malu dalam mengemukakan pendapat, memiliki perilaku komunikasi yang kurang baik dengan siswa lain dan masih banyak lagi permasalahan yang muncul karena kurangnya kemampuan komunikasi interpersonal. Siswa dituntut mampu berkomunikasi dengan baik dengan warga di lingkungan sekolah. Siswa yang memiliki perilaku komunikasi interpersonal yang baik akan mudah bersosialisasi dan lancar dalam memperoleh pemahaman dari guru dan sumber belajar di sekolah.

Menurut Packard (Budiman:2011) disebutkan bahwa saat berkomunikasi dibutuhkan sikap yang dapat mengomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain yang disebut sikap asertif. Sikap dan perilaku asertif sangat berpengaruh dalam membina hubungan baik dengan orang lain, sehingga dapat menambah pengetahuan yang mungkin belum diketahui yang dapat menunjang prestasi akademik maupun non akademik dan bermanfaat bagi hubungan sosial. Dan apabila seseorang mengalami kegagalan dalam melakukan komunikasi interpersonal dengan

orang lain ia akan menjadi agresif, senang berkhayal, „dingin‟, sakit fisik dan

(19)

3

Melihat betapa pentingnya kemampuan komunikasi interpersonal bagi siswa dalam kehidupannya dan mengingat tujuan khusus dari layanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah membantu peserta didik agar mampu memahami tentang siapa sebenarnya dirinya dan tahu akan potensinya, serta peserta didik mampu memecahkan berbagai kesulitan yang dihadapi secara mandiri, hidup tergantung atau menggantungkan kepada orang lain, guru BK atau Konselor Sekolah harus memahami besarnya pengaruh rasa percaya diri dalam berkomunikasi ini terhadap perkembangan pada diri peserta didik.

Seperti yang dijelaskan diatas, kurangnya kemampuan dalam berkomunikasi akan berdampak cukup besar terhadap masa depan siswa dalam menjalani sisa hidupnya oleh karena itu kemampuan berkomunikasi harus di tumbuhkan dalam diri anak sedini mungkin. Dan dalam hal ini ditemukan kasus kurangnya kemampuan dalam berkomunikasi interpersonal di tempat penelitian yaitu MTs Negeri 2 Bandar Lampung.

(20)

4

Bimbingan konseling memiliki berbagai pendekatan dan teknik yang dapat digunakan untuk membantu siswa meraih pengembangan diri yang optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan tuntutan lingkungan sekitarnya. Salah satu teknik yang dapat digunakan yaitu latihan asertif. Menurut Corey (2009) latihan asertif bisa diterapkan terutama pada situasi-situasi interpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar. Selain itu menurut Zastrow (dalam Nursalim 2005) menyatakan latihan asertif dirancang untuk membimbing manusia menyatakan, merasa dan bertindak pada asumsi bahwa mereka memiliki hak untuk menjadi dirinya sendiri dan untuk mengekspresikan perasaannya secara bebas. Seseorang diharapkan dapat berperilaku asertif ketika berinteraksi dengan orang lain artinya seseorang mampu mengekspresikan dirinya secara terbuka tanpa menyakiti atau melanggar hak-hak orang lain, maupun mempertahankan dan meningkatkan penguat dalam situasi interpersonal melalui suatu ekspresi perasaan atau keinginan.

2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah-masalah yang ada dalam penelitian ini dapat di identifikasi sebagai berikut :

1. Ditemukan ada beberapa siswa yang malu, gugup, dan ragu-ragu dalam menyampaikan pendapat.

(21)

5

3. Ada beberapa siswa yang sulit mengawali dan mengakhiri pembicaraan dengan orang yang lebih tua.

4. Ada beberapa siswa yang sulit menolak jika diminta maju kedepan kelas. 5. Ditemukan beberapa siswa yang susah mengatakan tidak.

3. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka pembatasan masalah dalam

penelitian ini yaitu “upaya meningkatkan kemampuan komunikasi

interpersonal siswal dengan menggunakan teknik Assertive Trainingpada siswa Kelas VII MTs Negeri 2 Bandar Lampung tahun 2012/2013.”

4. Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam komunikasi interpersonal rendah maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah skor komunikasi interpersonal siswa meningkat secara signifikan setelah diberikan Assertive Training.

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

(22)

6

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan teori tentang teknik-teknik bimbingan dan konseling menggunakan teknik Assertive Training dalam meningkatkan komunikasi interpersonal siswa, sehingga dapat dijadikan sumber informasi pendidikan dalam penerapan layanan bimbingan dan konseling dalam setting sekolah.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi sekolah, dapat menjadi masukan pada sekolah MTs Negeri 2 Bandar Lampung tentang teknik Assertive Training dalam meningkatkan komunikasi interpersonal siswanya yang rendah.

2) Bagi guru bimbingan dan konseling, dapat menjadi masukan bahwa melalui teknik Assertive Training, guru bimbingan dan konseling bisa memberikan informasi yang dibutuhkan oleh remaja, misalnya saja informasi tentang bagaimana meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara interpersonal.

3) Bagi siswa, untuk mengenalkan teknik Assertive Training pada siswa bahwa dengan kegiatan tersebut dapat membantu siswa dalam meningkatkan kepercayaan dirinya dalam berkomunikasi sehingga dia mampu untuk berinteraksi dan membangun hubungan interpersonal dengan orang lain.

(23)

7

5) Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan informasi bagi penelitian selanjutnya dan melengkapi hasil penelitian terdahulu berkenaan dengan teknik Assertive Training dalam meningkatkan kemampuan dalam komunikasi interpersonal .

C. Ruang Lingkup

1. Ruang lingkup objek dalam penelitian ini adalah bagaimana penggunaan teknik Assertive Training dalam meningkatkan rasa percaya diri dalam berkomunikasi pada siswa di MTs Negeri 2 Bandar Lampung.

2. Ruang lingkup subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi MTs Negeri 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 yang kurang memiliki rasa percaya diri dalam berkomunikasi secara interpersonal. 3. Ruang lingkup wilayah penelitian ini akan dilakukan di MTs Negeri 2

Bandar Lampung pada tahun pelajaran 2012/2013.

4. Ruang lingkup waktu penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013.

5. Penelitian ini dilakukan sesuai dengan izin penelitian pendahuluan yang diajukan oleh peneliti untuk mempermudah mendapatkan data-data yang diperlukan.

D. Kerangka Pikir

(24)

8

penelitian ini adalah rendahnnya kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara interpersonal.

Namun pada kenyatannya, masih terdapat siswa yang memiliki komunikasi interpersonal rendah. Oleh sebab itulah, dengan layanan bimbingan konseling melalui teknik Assertive Training siswa diharapkan mulai dapat berkomunikasi secara interpersonal.

Pada penelitian ini peneliti mencoba mengemukakan alternatif lain untuk menyelesaian permasalahan tersebut yaitu melalui teknik assertive training. Corey (2009) menjelaskan bahwa assertive training (latihan asertif) merupakan penerapan latihan tingkah laku dengan sasaran membantu individu-individu dalam mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-situasi interpersonal. Fokusnya adalah mempraktekkan melalui permainan peran, kecakapan-kecakapan bergaul yang baru diperolah sehingga individu-individu diharapkan mampu mengatasi ketakmemadaiannya dan belajar mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara lebih terbuka disertai keyakinan bahwa mereka berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka itu.

(25)

9

dipikirkan kepada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain.

Menurut Corey (2009) latihan asertif bisa diterapkan terutama pada situasi-situasi interpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar. Selain itu menurut Zastrow (dalam Nursalim 2005) menyatakan latihan asertif dirancang untuk membimbing manusia menyatakan, merasa dan bertindak pada asumsi bahwa mereka memiliki hak untuk menjadi dirinya sendiri dan untuk mengekspresikan perasaannya secara bebas. Dalam hubungan dengan orang lain seseorang diharapkan dapat berperilaku asertif artinya seseorang mampu mengekspresikan dirinya secara terbuka tanpa menyakiti atau melanggar hak-hak orang lain, maupun mempertahankan dan meningkatkan penguat dalam situasi interpersonal melalui suatu ekspresi perasaan atau keinginan.

(26)

10

Berdasarkan uraian diatas timbul kerangka pikir untuk membantu siswa dalam meningkatkan kepercayaan dirinya. Peneliti dapat menggunakan salah satu layanan bimbingan yaitu bimbingan kelompok dengan teknik AssertiveTraining untuk membantu meningkatkan kepercayaan diri siswa. Untuk lebih memperjelas maka kerangka pikir dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1.1. Kerangka Pikir Teknik Assertive

Training

Komunikasi Interpersonal Meningkat Komunikasi

(27)

11

E. Hipotesis

Menurut Arikunto (2002) hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi interpersonal siswa Kelas VII MTs Negeri 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 dapat ditingkatkan dengan menggunakan teknik Assertive Training, dengan rumusan hipotesis yaitu Ha = Z hitung ≤ Z tabel dan Ho = Z hitung > Z tabel.

Berdasarkan hipotesis penelitian tersebut, maka hipotesis statistik yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Ha : skor komunikasi interpersonal sebelum dan sesudah pemberian perlakuan Assertive Training mengalami peningkatan.

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi Interpersonal 1. Pengertian Komunikasi

Komunikasi mencakup pengertian yang luas dari sekedar wawancara. Setiap bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga juga merupakan sebentuk komunikasi. Sedangkan Rogers bersama Kuncaid (Cangara, 2010) mendefinisikan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.

Secara sempit komunikasi diartikan sebagai pesan yang dikirimkan seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk mempengaruhi tingkah laku penerima. Setiap bentuk komunikasi setidaknya dua orang saling mengirimkan lambang-lambang yang memiliki makna tertentu. Lambang-lambang tersebut bisa bersifat verbal berupa kata-kata, atau bersifat nonverbal berupa ekspresi atau ungkapan tertentu dan gerakan tubuh

(29)

13

2. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Pada hakikatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator dan komunikan. Komunikasi ini paling efektif mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang. Komunikasi interpersonal bersifat dialogis. Artinya, arus balik terjadi langsung. Komunikator dapat mengetahui tanggapan komunikan saat itu juga. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan saat itu juga. Komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif, negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak berhasil maka komunikator dapat memberi kesempatan komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.

Menurut Cangara (2010) komunikasi Interpersonal merupakan proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka. Sedangkan definisi umum komunikasi interpesonal menurut Enjang (2009: 68) adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap peserta menangkap reaksi yang lain secara langsung, baik verbal maupun nonverbal.

(30)

14

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal adalah proses komunikasi yang terjadi antara dua orang atau lebih secara langsung (tatap muka) dan terjadi timbal balik secara langsung pula baik secara verbal maupun non-verbal.

3. Ciri-Ciri Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal bersifat dialogis, dalam arti arus balik antara komunikator dengan komunikan terjadi langsung, sehingga pada saat itu juga komunikator dapat mengetahui secara langsung tanggapan dari komunikan, dan secara pasti akan mengetahui apakah komunikasinya positif, negatif dan berhasil atau tidak. Apabila tidak berhasil, maka komunikator dapat memberi kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.

Menurut Kumar (dalam Wiryanto, 2005: 36) bahwa ciri-ciri komunikasi interpersonal yaitu:

a. Keterbukaan (openess), yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan interpersonal; b. Empati (empathy), yaitu merasakan apa yang dirasakan orang lain. c. Dukungan (supportiveness), yaitu situasi yang terbuka untuk

mendukung komunikasi berlangsung efektif.

d. Rasa positif (positivenes), seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif. e. Kesetaraan atau kesamaan (equality), yaitu pengakuan secara

(31)

15

Berdasarkan paparan diatas mengenai ciri-ciri komunikasi interpersonal, dapat disimpulkan bahwa dalam komunikasi interpersonal, agar diperoleh komunikasi yang efektif maka dibutuhkannya keterbukaan (opennes), empati (empathy), sikap mendukung (supportivenes), rasa positif (positivenes) dan kesetaraan (equality).

4. Pentingnya Komunikasi Interpersonal

Sebagai makhluk sosial, komunikasi interpersonal sangat penting bagi kebahagiaan hidup kita. Jhonson (Supratiknya, 2003:9) menunjukkan beberapa peranan yang disumbangkan oleh komunikasi interpersonal dalam rangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia, yaitu sebagai berikut : 1. Komunikasi interpersonal membantu perkembangan intelektual dan

sosial kita;

2. Identitas dan jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan orang lain;

3. Dalam rangka menguji realitas disekeliling kita serta menguji kebenaran kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang di dunia disekitar kita, kita perlu membandingkannya dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain tentang realitas yang sama;

(32)

16

Jadi, secara tidak langsung dengan berkomunikasi individu akan mengenali jati dirinya. Komunikasi juga memberikan berbagai informasi yang dapat membantu individu untuk belajar dan mengembangkan kemampuan intelektualnya. Kondisi mental seseorang juga dipengaruhi oleh kualitas komunikasinya. Oleh karena itu, sebagai makhluk sosial komunikasi interpersonal merupakan hal yang penting bagi individu.

5. Fungsi Komunikasi Interpersonal

Tanpa kita sadari, keberadaan komunikasi interpersonal telah berperan aktif dalam kehidupan, bahkan tidak sedikit manusia yang melakukan praktik komunikasi interpersonal ini.

Menurut Enjang (2009: 77-79) komunikasi Interpersonal memiliki fungsi yaitu :

a. Memenuhi kebutuhan sosial dan psikologis. Dengan komunikasi inetrpersonal, kita bisa memenuhi kebutuhan sosial atau psikologis kita; b. Mengembangkan kesadaran diri. Melalui komunikasi interpersonal akan

terbiasa mengembangkan diri;

c. Matang akan konvensi sosial. Melalui komunikasi interpersonal kita tunduk atau menentang konvensi sosial;

d. Konsistensi hubungan dengan orang lain. Melalui komunikasi interpersonal kita menetapkan hubungan kita. Kita berhubungan dengan orang lain, melalui pengalaman dengan mereka, dan melalui percakapan– percakapan bersama mereka;

(33)

17

dan tepat waktu merupakan kunci untuk membuat keputusan yang efektif;

f. Bisa mempengaruhi atau dipengaruhi orang lain.

B. Pengertian Bimbingan Konseling dan Pendekatan Behavioral 1. Pengertian bimbingan dan konseling

Menurut Prayitno (1995) menyatakan bahwa Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, atau orang dewasa; agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku. Dan Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.

(34)

18

dalam menyelesaikan masalahnya serta dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Ada dua macam pemberian bantuan yang diberikan jika dilihat dari jumlah konseli yang diberi bantuan, yaitu konseling perseorangan dan bimbingan- konseling kelompok. Dan dalam penelitian ini peneliti menggunakan bimbingan kelompok dalam praktek aplikasi penelitian.

2. Pendekatan Behavioral

Pendekatan konseling behavioral adalah pendekatan yang berfokus pada tingkah laku klien yang luas cakupannya. Sering kali seseorang mengalami kesulitan karena tingkah laku yang kurang atau berlebihan dari kelaziman. Konselor yang mengambil pendekatan tingkah laku berupaya membantu klien mempelajari cara bertindak yang baru dan tepat, atau membantunya mengubah atau menghilangkan tindakan yang berlebihan. Cormier dkk (dalam Gladding, 2012), mengungkapkan bahwa pendekatan behavioral juga berguna dalam menangani kesulitan yang berhubungan dengan kegelisahan, stres, kepercayaan diri, hubungan dengan orang tua, dan interaksi sosial.

(35)

19

berperilaku yang spesifik. Dalam proses itu, konselor berfungsi sebagai konsultan, guru, penasihat, fasilitator, dan pendukung.

Konselor behavioral memberikan instruksi atau memberikan tenaga pendukung di lingkungan klien yang membantu proses perubahan. Konselor behavioral yang efektif bekerja dari suatu perspektif yang luas dan melibatkan klien di dalam setiap tahapan konseling. Pada dasarnya konselor ingin membantu klien untuk menyesuaikan diri dengan baik terhadap kondisi kehidupannya, dan mencapai tujuan pribadi dan profesionalnya. Langkah besar dalam pendekatan behavioral adalah bahwa konselor dan klien mencapai tujuan yang telah disepakati bersama.

Satu aspek yang penting dari peran klien dalam pendekatan behavioral adalah klien didorong untuk bereksperimen dengan tingkah laku baru dengan maksud memperluas perbendaharaan tingkah laku adaptifnya. Dalam terpi, klien dibantu untuk menggeneralisasikan dan mentransfer belajar yang diperoleh di dalam situasi konseling ke dalam situasi di luar konseling. konseling ini belum lengkap apabila verbalisasi-verbalisasi tidak atau belum diikuti oleh tindakan-tindakan. Klien harus berbuat lebih dari sekedar memperoleh pemahaman-pemahaman, sebab dalam pendekatan ini klien harus bersedia mengambil resiko. Masalah-masalah dalam kehidupan nyata harus dipecahkan dengan tingkah laku baru di luar konseling,berarti fase tindakan merupakan hal yang esensial. Keberhasilan dan kegagalan usaha-usaha menjalankan tingkah laku baru adalah bagian yang vital dari perjalanan konseling.

(36)

20

1. Pengertian Assertive Training

Assertive training merupakan salah satu teknik dalam terapi behavioral. Menurut Willis (2004) terapi behavioral berasal dari dua arah konsep yakni Pavlovian dari Ivan Pavlov dan skinerian dari B.F Skinner. Mula-mula terapi ini dikemabangkan oleh Wolpe untuk menanggulangi neurosis. Neurosis dapat dijelaskan dengan mempelajari perilaku yang tidak adaptif melalui proses belajar. Dengan kata lain perilaku yang menyimpang bersumber dari hasil belajar di lingkungan.

Willis (2004) menjelaskan bahwa assertive training merupakan teknik dalam konseling behavioral yang menitikberatkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya. Assertive Training adalah suatu teknik untuk membantu klien dalam hal-hal berikut: a. Tidak dapat menyatakan kemarahan atau kejengkelannya;

b. Mereka yang sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil keuntungan padanya;

c. Mereka yang mengalami kesulitan berkata “tidak”;

d. Mereka yang sukar menyatakan cinta dan respon positif lainnya;

e. Mereka yang merasakan tidak punya hak untuk menyatakan pendapat dan pikirannya.

Selain itu Gunarsih (2007) dalam bukunya Konseling dan Psikoterapi menjelaskan pengertian latihan asertif yaitu prosedur latihan yang diberikan kepada klien untuk melatih perilaku penyesuaian sosial melalui ekspresi diri dari perasaan, sikap, harapan, pendapat, dan haknya.

(37)

21

untuk membantu peningkatan kepercayaan diri dalam mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan pada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain.

2. Perilaku Asertif

Perilaku asertif merupakan terjemahan dari istilah assertiveness atau assertion, yang artinya titik tengah antara perilaku non asertif dan perilaku agresif. Frensterhim dan Baer, mengatakan bahwa orang yang memiliki tingkah laku atau perilaku asertif orang yang berpendapat dari orientasi dari dalam, memiliki kepercayan diri yang baik, dapat mengungkapkan pendapat dan ekspresi yang sebenarnya tanpa rasa takut dan berkomunikasi dengan orang lain secara lancar. Sebaliknya orang yang kurang asertif adalah mereka yang memiliki ciri terlalu mudah mengalah atau lemah, mudah tersinggung, cemas, kurang yakin pada diri sendiri, sukar mengadakan komunikasi dengan orang lain, dan tidak bebas mengemukakan masalah atau hal yang telah dikemukakan.

(38)

22

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif adalah perilaku sesesorang dalam hubungan antar pribadi yang menyangkut, emosi, perasaan, pikiran serta keinginan dan kebutuhan secara terbuka, tegas dan jujur tanpa perasaan cemas atau tegang terhadap orang lain, tanpa merugikan diri sendiri dan orang lain.

3. Tujuan Assertive Training

Teknik assertive training dalam pelaksanaannya tentu memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh konselor dan klien. Day (2008) menjelaskan bahwa assertive training membantu klien belajar kemandirian sosial yang diperlukan untuk mengekspresikan diri mereka dengan tepat.

Sedangkan menurut Corey (2009) terdapat beberapa tujuan assertive training yaitu :

a. Mengajarkan individu untuk menyatakan diri mereka dalam suatu cara sehingga memantulkan kepekaan kepada perasaan dan hak-hak orang lain;

b. Meningkatkan keterampilan behavioralnya sehingga mereka bisa menentukan pilihan apakah pada situasi tertentu perlu berperilaku seperti apa yang diinginkan atau tidak;

c. Mengajarkan pada individu untuk mengungkapkan diri dengan cara sedemikian rupa sehingga terefleksi kepekaanya terhadap perasaan dan hak orang lain;

(39)

23

Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan latihan assertif adalah untuk melatih individu mengungkapkan dirinya, mengemukakan apa yang dirasakan dan menyesuaikan diri dalam berinteraksi sehingga dapat menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam berkomunikasi.

4. Manfaat Assertive Training

Menurut pendapat Corey (2009), manfaat latihan asertif yaitu membantu bagi orang-orang yang:

a. tidak mampu mengungkapkan kemarahan dan perasaan tersinggung; b. menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang

lain untuk mendahuluinya ;

c. memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak”;

d. mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainnya merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manfaat latihan asertif adalah membantu peningkatan kemampuan mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan pada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain.

5. Tahapan Pelaksanaan Assertive Training

(40)

24

melakukan latihan asertif, mendasarkan pada prosedur belajar dalam diri seseorang yang perlu diubah, diperbaiki dan diperbarui. Masters (Gunarsih, 2007) meringkas beberapa jenis prosedur latihan asertif, yakni:

1. Identifikasi terhadap keadaan khusus yang menimbulkan persoalan pada pasien atau klien.

2. Memeriksa apa yang dilakukan atau dipikirkan pasien atau klien pada situasi tersebut.

3. Dipilih sesuatu situasi khusus di mana pasien atau klien melakukan permainan peran (role play) sesuai dengan apa yang ia perlihatkan. 4. Terapis memberikan umpan balik secara verbal, menekankan hal yang

positif dan menunjukkan hal-hal yang tidak sesuai ( tidak cocok, inadekuat) dengan sikap yang baik dan dengan cara yang tidak menghukum atau menyalahkan.

5. Terapis memperlihatkan model perilaku yang lebih diinginkan, pada pasien atau klien menerima model perilaku jika sesuai ( terjadi pergantian peran).

6. Terapis membimbing, menjelaskan hal-hal yang mendasari perilaku yang diinginkan.

7. Selama berlangsung proses peniruan, terapis meyakinkan pernyataan dirinya yang positif yang diikuti oleh perilaku.

8. Pasien atau klien kemudian berusaha untuk mengulangi respon tersebut. 9. Terapis menghargai perkembangan yang terjadi pada pasien atau klien

(41)

25

(Langkah nomor lima, enam, tujuh dan delapan, diulang sampai terapis dan pasien atau klien puas terhadap respon-responnya yang setidaknya sudah berkurang ansietasnya dan tidak membuat pernyataan diri(self-sentiment) yang negatif.)

10. Sekali pasien atau klien dapat menguasai keadaan sebelumnya menimbulkan sedikit ansietas, terapis melangkah maju ke hierarki yang lebih tinggi dari keadaannya yang menjadi persoalan.

11. Kalau interaksinya terjadi dalam jangka waktu lama, harus dipecah menjadi beberapa bagian yang diatur waktunya. Selanjutnya terapis bersama pasien atau klien menyusun kembali urutan keseluruhannya secara lengkap.

12. Diantara waktu-waktu pertemuan, terapis menyuruh pasien atau klien melatih dalam imajinasinya, respon yang cocok pada beberapa keadaan. Kepada mereka juga diminta menyertakan pernyataan diri yang terjadi selama melakukan imajinasi. Hasil apa yang dilakukan pasien atau klien, dibicarakan pada pertemuan berikutnya.

13. Pada saat pasien atau klien memperlihatkan ekspresi yang cocok dari perasaan-perasaannya yang negatif, terapis menyuruhnya melakukan dengan respon yang paling ringan. Selanjutnya pasien atau klien harus memberikan respons yang kuat kalau respon tidak efektif.

(42)

26

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa assertive training merupakan terapi perilaku yang dirancang untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan individu yang diganggu kecemasan dengan berbagai teknik yang ada agar individu tersebut dapat memiliki perilaku asertif yang diinginkan.

D. Teknik Assertive Training dalam Bimbingan dan Konseling

Menurut Peters dan Shertzer (Willis, 2004) bimbingan merupakan proses bantuan terhadap individu agar ia memahami dirinya dan dunianya, sehingga dengan demikian ia dapat memanfaatkan potensi-potensinya. Sedangkan pengertian konseling menurut Willis (2004) adalah upaya yang diberikan seorang pembimbing yang telah berpengalaman, terhadap individu-individu yang membutuhkannya, agar individu tersebut dapat berkembang potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalahnya, dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah.

Dalam pelaksanaan praktek bimbingan dan konseling diperlukan berbagai pendekatan-pendekatan konseling. Menurut Willis (2004) pendekatan konseling (counseling approach) disebut juga teori konseling merupakan dasar bagi suatu praktek konseling. Pendekatan itu dirasakan penting karena jika dapat dipahami berbagai pendekatan atau teori-teori konseling, akan memudahkan dalam menentukan arah proses konseling.

(43)

27

satu tekniknya yaitu assertive training yang merupakan bagian dari terapi tingkah laku.

2. Teknik Assertive Training Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Interpersonal

Pada hakikatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator dan komunikan. Komunikasi ini paling efektif mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang. Komunikasi interpersonal bersifat dialogis. Artinya, arus balik terjadi langsung. Komunikator dapat mengetahui tanggapan komunikan saat itu juga. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan saat itu juga. Komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif, negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak berhasil maka komunikator dapat memberi kesempatan komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.

Siswa dikatakan memiliki kemampuan dalam komunikasi interpersonal yang efektif apabila ia mampu menanggapi informasi yang diterima dengan senang hati dalam menghadapi hubungan interpersonal, dapat berempati, artinya mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain, mendukung komunikasi berlangsung efektif, memiliki rasa positif, yaitu memandang diri dan orang lian secara positif serta menghargai orang lain. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri komunikasi itu sendiri yaitu menurut Kumar (Wiryanto, 2005) bahwa ciri-ciri komunikasi interpersonal tersebut yaitu:

(44)

28

c. Dukungan (supportiveness), yaitu situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif.

d. Rasa positif (positivenes), seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif. e. Kesetaraan atau kesamaan (equality), yaitu pengakuan secara

diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.

Saat berkomunikasi sangat diperlukan sikap asertif yaitu sikap yang dapat mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain. Sehingga diperlukan suatu upaya untuk dapat menumbuhkan sikap asertif agar dapat berkomunikasi dengan baik. Assertive Training merupakan teknik dalam konseling behavioral yang menitikberatkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Corey (2009) bahwa latihan asertif bisa diterapkan terutama pada situasi-situasi interpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar.

(45)

29

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang di gunakan untuk mengumpulkan data dengan tujuan tertentu. Penggunaan metode dimaksudkan agar kebenaran yang diungkap benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dan memiliki bukti ilmiah yang akurat dan dapat dipercaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experimental). Alasan peneliti menggunakan metode ini karena untuk meneliti manusia sulit mengontrol variabel-variabel. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Seniati (2005:37) yang menyatakan bahwa eksperimen kuasi berbeda dengan penelitian eksperimen karena tidak memenuhi tiga syarat utama dari suatu penelitian eksperimen yaitu manipulasi, kontrol dan randomisasi. Pada penelitian ini, peneliti tidak menggunakan kelompok kontrol dan randomisasi, peneliti hanya melihat hasil dari pemberian assertive training pada siswa yang komunikasi interpersonalnya rendah di MTS N 2 Bandar Lampung.

B. Desain Penelitian

(46)

30

antara 01 dan 02 yakni 01---02 diasumsikan merupakan efek dari treatment atau eksperimen.

Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 . Pola pre eksperimental design

Keterangan :

O1 : observasi diawal penelitian sebelum siswa diberikan perlakuan X : Perlakuan

O2 : observasi diakhir penelitian setelah siswa diberikan perlakuan

C. Subjek Penelitian

Menurut Sangadji dan Sopiah (2010) subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Berdasarkan hal tersebut, peneliti akan mengambil subjek penelitian siswa dari kelas VII yang memiliki skor rendah pada kemampuan komunikasi interpersonal. Hal ini dilakukan karena siswa kelas VII sebagai siswa baru di sekolah diperkirakan masih memiliki kesulitan dalam komunikasi interpersonal dengan orang-orang yang berada disekolah.

Untuk menjaring subjek, sebelumnya melakukan observasi pendahuluan, lalu peneliti berkonsultasi dengan guru BK di sekolah tentang anak anak yang sulit dalam melakukan komunikasi secara interpersonal dengan orang lain. setelah peneliti mendapatkan beberapa calon subjek, lalu peneliti menggunakan teknik observasi untuk menjaring kembali anak anak yg memiliki komunikasi interpersonal terendah.

(47)

31

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Menurut Arikunto (2010) variabel adalah objek penelitian, atau yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Menurut Hatch dan Fardhy (dalam Sugiyono, 2010) secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau objek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lainnya atau satu objek dengan objek lainnya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen), yaitu :

a. Variabel bebas (independen) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu teknik assertive training.

b. Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah komunikasi interpersonal.

2. Definisi Operasional

(48)

32

orang lain; Empati (empathy), yaitu merasakan apa yang dirasakan orang lain; Dukungan (supportiveness), yaitu memiliki keterpedulian dan perhatian terhadap orang lain; Rasa positif (positivenes), memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif; Kesetaraan atau kesamaan (equality), yaitu saling menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan serta mengkomunikasikan penghargaan dan rasa hormat pada perbedaan pendapat dan keyakinan. Sedangkan assertive training atau latihan asertif adalah prosedur latihan yang diberikan untuk membantu peningkatan kemampuan mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan pada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain.

E. Teknik Pengumpulan Data

Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu, kualitas instrumen penelitian, dan kualitas pengumpulan data. Untuk mengumpulkan data penelitian, tentunya peneliti harus menentukan teknik pengumpulan apa yang akan digunakan sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi.

(49)

33

pengamatan dan ingatan. Teknik observasi yang akan digunakan peneliti yaitu observasi terstruktur yang memakai teori Kumar (Wiryanto, 2005). Observasi terstruktur adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan di mana tempatnya. Pada penelitian ini, peneliti akan mengamati perilaku siswa yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi interpersonal. Sesuai dengan indikator penelitian yang akan digunakan, maka peneliti merancang pedoman observasi yang akan digunakan dalam kegiatan observasi.

Menurut Nazir (2009) pada pengamatan berstruktur, peneliti telah mengetahui aspek apa dari aktivitas yang diamatinya yang relevan dengan masalah serta tujuan peneliti, dengan pengungkapan yang sistematis untuk menguji hipotesisnya. Seperti yang tercantum dalam pedoman observasi, peneliti telah mengetahui aspek komunikasi interpersonal yang akan diamati dalam penelitiannya. Observasi dalam penelitian ini digunakan saat pre-test dan post-test. Hal ini dikarenakan yang akan diteliti adalah perilaku siswa, sehingga pengamatan terhadap perubahan perilakunya akan lebih mudah dilakukan.

(50)

34

selama observasi. Perhitungan skor pada lembar observasi dilakukan dengan menghitung skor total yang diperoleh dari muncul atau tidaknya perilaku yang diamati. Pada tahap observasi ini kriteria kemampuan komunikasi interpersonal siswa dikategorikan menjadi 3 yaitu: tinggi, sedang, dan rendah. Untuk mengkategorikannya, terlebih dahulu ditentukan besarnya interval dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

I = interval NT = Nilai tertinggi NR = Nilai terendah K = Kriteria

NT-NR (16x5) – (16x1)

I = = = 64/3= 21,33 = 21

K 3

Table 4.2 Kriteria Komunikasi Interpersonal Siswa

Interval Kriteria

59-80 Tinggi

38-58 Sedang

(51)

35

Tabel. 3.1. Kisi-kisi Pengembangan Instrumen Observasi Kemampuan Komunikasi Interpersonal

Indikator Deskriptor Target Observasi

(Aspek tingkah laku) 1. Keterbukaan 1.1Ketersediaan membuka diri.

1.2Memiliki reaksi terhadap orang lain.

1.3Memberikan pendapat dan menyimak.

a. siswa mau memulai pembicaraan dengan teman.

b. Mau mengobrol dengan orang yang baru dikenal

c. Memberikan tanggapan terhadap apa yang dibicarakan lawan bicara. 2. Empati 2.1 Memahami dan merasakan

perasaan orang lain

a. siswa tidak memotong pembicaraan orang lain.

b. siswa mendengarkan dengan seksama saat orang lain berbicara.

c. Memberikan ekspresi non verbal yang tepat sesuai dengan keadaan lawan bicara saat berkomunikasi.

3. dukungan 3.1 Memiliki perhatian dan keterpedulian terhadap orang lain

Siswa melakukan kontak mata dengan lawan bicara.

4. rasa positif 4.1memiliki rasa positif terhadap diri sendiri dan orang lain. 4.2Mendorong orang lain lebih

aktif dalam berkomunikasi.

a. Siswa tidak gugup dan ragu-ragu saat berbicara.

b. Siswa meminta tanggapan atau umpan balik saat berkomunikasi.

c. Siswa memberikan pujian kepada lawan bicara.

d. Siswa aktif bertanya

e. Siswa aktif mengungkapkan pendapat

5. Kesetaraan

a. Siswa tidak berkata kasar kepada lawan bicara.

b. Siswa tidak memaksakan pendapat c. tidak mengejek/mengolok-olok

(52)

36

F. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas 1. Uji Validitas

Panduan Observasi

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan ketika observasi sebelum dan sesudah perlakuan adalah lembar observasi yang merupakan pengembangan dari pedoman observasi berisi rincian dari aspek-aspek yang diobservasi. Validitas yang digunakan adalah Face Validity. Menurut Sukardi (2003) Untuk menguji validitas wajah, dapat digunakan pendapat dari ahli (judgments experts). Dalam hal ini, setelah instrumen dibentuk tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya diuji ahli oleh dosen penguji yang dilampirkan pada lampiran 03 halaman 82.

2. Uji Reliabilitas Panduan Observasi

(53)

37

Untuk menentukan toleransi perbedaan hasil pengamatan, digunakan pengetesan reliabilitas pengamatan. Berdasarkan hasil perhitungan uji reliabilitas, diperoleh koefisien reliabilitas lembar observasi sebesar 0,66. Menurut Koestoro dan Basrowi (2006) jika koefisien reliabilitas terletak antara 0,6- 0,799 maka reliabilitasnya tinggi. Jadi dapat disimpulkan bahwa koefisien reliabilitas lembar observasi tersebut adalah tinggi yang dilampirkan pada lampiran 04 halaman 84.

G. Teknik Analisis Data

(54)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil statistik yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hasil pretest dan posttest yang diperoleh nilai z hitung= 6. Kemudian dibandingkan dengan z tabel, dengan nilai α = 1% adalah 12,oleh karena z hitung = 6 < z tabel =12 maka Ho ditolak, artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada komunikasi interpersonal siswa, sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi latihan asertif. Kesimpulan penelitianadalah bahwa komunikasi interpersonal siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan pendekatan Assertive Training pada 15siswa Kelas VII di MTs Negeri 2 Bandar Lampung.

B. Saran

Adapun saran yang dapat dikemukakan dari penelitian yang telah dilakukan di MTs Negeri 2 Bandar Lampungadalah:

1. Kepada SiswaMTs Negeri 2:

(55)

75

kemampuan komunikasi interpersonal secara signifikanpada siswa yang sudah memiliki komunikasi interpersonal yang tinggi.

2. Kepada Guru Bimbingan dan Konseling

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, Soli. 1996. Teknik dan Laboratorium Konseling. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: PT. Rieneka Cipta

Azwar, S. 2000. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka.

Basrowi dan Kasinu.A. 2007. Metodelogi Penelitian Sosial. Kediri: Jenggala Pustaka Utama.

Budiman, Amin. 2011. Peranan Bimbingan Dan Konseling Terhadap Komunikasi Interpersonal Siswa Disekolah. http://ilmucerdaspendidikan.wordpress.com (di akses pada tanggal 19 Mei 2012).

Cangara, H. 2010. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Corey, G. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.

Day, X S. 2008. Theory and Design in Counseling and Psychotherapy. New York: Lahaska Press.

Enjang, AS. 2009. Komunikasi Konseling.Bandung: Nuansa.

Fatimah, E. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung : pustaka Setia

Frensterheim dan Baer. 2011. Perilaku Asertif. www.duniapsikologi.com. (diakses pada tanggal 17 Oktober 2011)

Gladding, S.T. 2012. Konseling Profesi yang Menyeluruh. Jakarta. PT. Indeks

Gunarsah, S. D. 2007 . Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : Gunung Mulia.

Hakim, Thursan. 2002. Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta : Puspa Swara.

Harley, P.2001. Interpersonal Communication. New York: Routledge. Indeks. Kanisius.

(57)

Monks, F.J., Knoers, A.M.P., Haditono, S.R. 2004. Psikologi Perkembangan. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta

Nazir, M. 2009. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia : Bogor

Nelson, R dan Jones. 2006. Human Relationship Skill. New York: Routledge.

Nursalim, M.2005.Strategi Konseling.Surabaya: Unesa University Press.

Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Jakarta : Ghalia Indonesia. 1999. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Rineka Cipta.

Rakhmat, J. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sangadji, E M dan Sopiah. 2010. Metode Penelitian pendekatan praktis dalam Penelitian. Yogyakarta: Andi.

Santoso, S. 2010. Statistik Non Parametrik Konsep Dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta

Seniati, L., Yulianto, A., dan Setiadi, B. N. 2005. Psikologi Eksperimen. Jakarta: SPSS. PT. Elex Media Komputindo: Jakarta

Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung : Tarsito.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Alfabeta

Sukardi,D.K. 2008. Pengantar Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Supratiknya. 2003. Komunikasi Antarpribadi Tinjauan Psikologis. Yogyakarta:

Tim Unila. 2011. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Bandar Lampung: UNILA.

Usman, H dan Purnomo S.A. 2009. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Waridah, E.2008. EYD dan Seputar Kebahasa-Indonesiaan. Jakarta: Kawan Pustaka.

(58)

Winkel, WS. (2004). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta. PT Grasindo.

Gambar

Gambar 1.1. Kerangka Pikir
Table 4.2 Kriteria Komunikasi Interpersonal Siswa
Tabel. 3.1. Kisi-kisi Pengembangan Instrumen Observasi Kemampuan

Referensi

Dokumen terkait

terima terima kasih.. Pengaruh Konseling Kelompok Teknik Assertive Training Dalam Meningkatkan Kejujuran Akademik Siswa Kelas VII-3 SMP Al-Ulum Medan Tahun Ajaran

Keterampilan manajerial kepemimpinan yang dilakukan oleh Kepala MTs Negeri 2 Bandar Lampung terhadap guru melalui manajerial human skill yaitu dengan dilakukannya

Kesimpulan penelitian adalah ada hubungan yang signifikan antara kepercayaan diri dalam berkomunikasi dengan komunikasi interpersonal di sekolah pada siswa kelas VII SMP

Penelitian bertujuan menguji keefektifan program layanan bimbingan dan konseling menggunakan teknik konseling Assertive Training, untuk meningkatkan tanggung jawab

Dalam penelitian ini variabel terkait adalah percaya diri, jadi ada yang mempengaruhi variabel bebas yaitu layanan konseling kelompok dengan teknik assertive training dan

penelitian ilmiah di MTs Negeri 1 Bandar Lampung dengan judul “ Hubungan Antara Budaya Organisasi dengan Kinerja Guru di MTs Negeri Bandar Lampung

Berdasarkan data data yang penulis peroleh dari hasil wawancara peneliti dengan guru mata pelajaran fiqih dan beberapa siswa kelas VII Mts Negeri 2 Bandar

Prosedur penelitian melalui tiga tahap kegiatan, yaitu mengumpulkan data awal, penyusunan program dan uji coba program menggunakan teknik konseling Assertive Training dengan