HUBUNGAN KETINGGIAN TEMPAT DAN KEMIRINGAN LERENG TEHADAP PRODUKSI KOPI ARABIKA SIGARAR UTANG PADA BERBAGAI JENIS TANAH DI KECAMATAN LINTONG NIHUTA
SKRIPSI
OLEH :
LEONARD SIHITE 100301033 AET-ILMU TANAH
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
Judul Penelitian : Hubungan KetinggianTempat, Kemiring Lereng
Terhadap Produksi Kopi Arabika Sigarar Utang Pada Bebagai Jenis Tanah di Kecamatan Lintong Nihuta
Nama : LEONARD SIHITE
NIM : 100301033
Program Studi : AGROEKOTEKNOLOGI
Mengetahui
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Ir. Posma Marbun, M.P.
NIP : 196707121993032002 NIP : 196012211987011002 Ir. Supriadi, M.S
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRACT
Leonard Sihite ‘ THE ELEVATION RELATION AND SLOPE
TOWARD SIGARAR UTANG ARABICA COFFEE (Coffea arabica) PRODUCTION IN MANY TIPES OF GROUD IN LINTONG NIHUTA REGENCY OF HUMBANG HASUNDUTAN’ is leaded by Ir. Posma Marbun, M.P. and Ir. Supriadi, M.S. The purpose of the study was to find out the location with the highest production of arabicca coffee (Coffea Arabica) in Lintong Nihuta regency of Humbang Hasundutan. The study was done with corelating map of place height, map of slope, map of ground tipe.
It was found 31 SPT (set of land) of resulting map of slope, map of ground tipe, map of place height overlaying from topography map with the scale 1 : 25.000. Sum of point of sampling which meet the location condition and is found coffee in the field are 13 sample points.
The result of data analysis showed the higest sum of ripe seed coffe production at SPL (set of land) 12 and the lowest sum of ripe seed coffee production at SPL (set of land) 3. The highest weight production of ripe seed coffee production at SPl (set of land) 12 and the lowest weight production of ripe seed coffee production at SPL (set of lan) 2. The highest weight production of dry seed coffee at SPL 8 and the lowest weight production of dry seed coffee at SPL 3. Keywords : Height Place, Slope, Types of Soil, Coffee Production
ABSTRAK
Leonard Sihite, “HUBUNGAN KETINGGIAN TEMPAT DAN KEMIRINGAN LERENG TEHADAP PRODUKSI KOPI ARABIKA SIGARAR UTANG PADA BERBAGAI JENIS TANAH DI KECAMATAN LINTONG NIHUTA” di bawah bimbingan by Ir. Posma Marbun, M.P. and Ir. Supriadi, M.S. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produksi kopi arabika (Coffea arabicca) tertinggi di Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan. Hal ini dilakukan dengan mengkorelasikan peta ketinggian tempat, peta kemiringan lereng dan peta jenis tanah.
Diperoleh 31 (tiga puluh satu) SPT (satuan peta tanah) dari hasil overlay peta kemiringan lereng, peta jenis tanah dan peta ketinggian tempat yang dihasilkan dari peta topografi dengan skala 1 : 25.000. Jumlah titik sampel yang sesuai dengan kondisi di lapangan dan terdapat tanaman kopi adalah 13 titik sample.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi jumlah biji merah tertinggi terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 12 dan produksi jumlah biji merah terendah terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 3. Untuk produksi berat biji merah tertinggi terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 12 dan produksi berat biji merah terendah terdapat pada Satuan peta lahan (SPL) 2. Untuk produksi berat biji kering tertinggi terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 8 dan produksi berat biji kering terendah terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 3.
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
karena begitu besar Kasih Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Adapun judul dari Usulan Penelitian ini adalah “ HUBUNGAN
KETINGGIAN TEMPAT DAN KEMIRINGAN LERENG TEHADAP
PRODUKSI KOPI ARABIKA SIGARAR UTANG (Coffea arabica) PADA
BERBAGAI JENIS TANAH DI KECAMATAN LINTONG NIHUTA”. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui lokasi dengan produksi kopi
tertinggi di Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir.
Posma Marbun, MP selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Bapak
Ir. Supriadi, M.S selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa
penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang turut membantu
dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak
kekurangan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi seluruh pihak yang membutuhkan.
Medan, Mei 2013
DAFTAR ISI
Hubungan Jenis Tanah, Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng dengan Produksi Kopi Arabika...14
Analisis Regresi...16
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 18
Bahan dan Alat ... 18
Metodologi Penelitian ... 18
Pelaksanaan Penelitian ... 19
Tahap Kegiatan di Lapangan... 19 Parameter Yang Diukur... 20 Analisis Data... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil……….. . 22 Pembahasan ... 29
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan………. 33 Saran ... 33
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman 1. Matriks Korelasi Antara Ketinggian Tempat terhadap Jumlah Biji
Merah………... 22
2. Matriks Korelasi Antara Ketinggian Tempat terhadap Berat Biji Merah……….…………...………... 23
3. Matriks Korelasi Antara Ketinggian Tempat terhadap Berat Biji Kering………...……...……….. 23
4. Matriks Korelasi Antara Kemiringan Lereng terhadap Jumlah Biji Merah ………...……... 23
5. Matriks Korelasi Antara Kemiringan Lereng terhadap
Berat Biji Merah ………… …... 24
6. Matriks Korelasi Antara Kemiringan Lereng terhadap Berat Biji Kering………. ... 24
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta SPL (Satuan Peta Lahan)
2. Peta Jenis Tanah Kecamatan Lintong Nihuta
3. Peta Ketinggian Tempat Kecamatan Lintong Nihuta
4. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Lintong Nihuta
5. Peta Administrasi Kecamatan Lintong Nihuta
6. Peta Titik Sampel Kopi Arabika Kecamatan Lintong Nihuta
7. Pasca panen
8. Tabel Jumlah Biji Merah Merah (biji/ha)
9. Tabel Berat Biji Merah (kg/ha/SPL)
RIWAYAT HIDUP
Leonard Sihite dilahirkan di Desa Sileang pada tanggal 06 Juni 1993.
Anak pertama dari 5 (lima) bersaudara. Putra dari Ayah Hasudungan Sihite dan
Ibu Antina Wati Br. Silaban.
Riwayat Pendidikan
- SD Negeri 173406 Sileang, lulus pada tahun 2004. - SMP Negeri 1 Dolok Sanggul, lulus pada tahun 2007. - SMA Negeri 1 Dolok Sanggul, lulus pada tahun 2010.
- Tahun 2010 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB PTN di Program Studi Agroekoteknologi, dan memilih minat Ilmu
Tanah pada semester VII, Departemen Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian.
Aktivitas Selama Pendidikan
- Anggota Paduan Suara Transeamus FP USU
- Mengikuti Festival (PES PARAWI NASIONAL 2014) di Jakarta - Asisten Laboratorium Genesis Klasifikasi Tanah 2014/2015
- Asisten Dasar Ilmu Tanah di Universitas Methodis Indonesia, Medan 2014/2015
- Tenaga Pengajar Bimbingan Les Smart Club Medan (Bahasa Inggris SMP dan SMA) pada Maret – September 2013.
- Anggota CEC USU (Creative English Club)
- Mengikuti Praktek Kerja Lapangan di PTPN IV Kebun Balimbingan pada bulan Juli 2013.
- Anggota Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah (IMILTA) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
ABSTRACT
Leonard Sihite ‘ THE ELEVATION RELATION AND SLOPE
TOWARD SIGARAR UTANG ARABICA COFFEE (Coffea arabica) PRODUCTION IN MANY TIPES OF GROUD IN LINTONG NIHUTA REGENCY OF HUMBANG HASUNDUTAN’ is leaded by Ir. Posma Marbun, M.P. and Ir. Supriadi, M.S. The purpose of the study was to find out the location with the highest production of arabicca coffee (Coffea Arabica) in Lintong Nihuta regency of Humbang Hasundutan. The study was done with corelating map of place height, map of slope, map of ground tipe.
It was found 31 SPT (set of land) of resulting map of slope, map of ground tipe, map of place height overlaying from topography map with the scale 1 : 25.000. Sum of point of sampling which meet the location condition and is found coffee in the field are 13 sample points.
The result of data analysis showed the higest sum of ripe seed coffe production at SPL (set of land) 12 and the lowest sum of ripe seed coffee production at SPL (set of land) 3. The highest weight production of ripe seed coffee production at SPl (set of land) 12 and the lowest weight production of ripe seed coffee production at SPL (set of lan) 2. The highest weight production of dry seed coffee at SPL 8 and the lowest weight production of dry seed coffee at SPL 3. Keywords : Height Place, Slope, Types of Soil, Coffee Production
ABSTRAK
Leonard Sihite, “HUBUNGAN KETINGGIAN TEMPAT DAN KEMIRINGAN LERENG TEHADAP PRODUKSI KOPI ARABIKA SIGARAR UTANG PADA BERBAGAI JENIS TANAH DI KECAMATAN LINTONG NIHUTA” di bawah bimbingan by Ir. Posma Marbun, M.P. and Ir. Supriadi, M.S. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produksi kopi arabika (Coffea arabicca) tertinggi di Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan. Hal ini dilakukan dengan mengkorelasikan peta ketinggian tempat, peta kemiringan lereng dan peta jenis tanah.
Diperoleh 31 (tiga puluh satu) SPT (satuan peta tanah) dari hasil overlay peta kemiringan lereng, peta jenis tanah dan peta ketinggian tempat yang dihasilkan dari peta topografi dengan skala 1 : 25.000. Jumlah titik sampel yang sesuai dengan kondisi di lapangan dan terdapat tanaman kopi adalah 13 titik sample.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi jumlah biji merah tertinggi terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 12 dan produksi jumlah biji merah terendah terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 3. Untuk produksi berat biji merah tertinggi terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 12 dan produksi berat biji merah terendah terdapat pada Satuan peta lahan (SPL) 2. Untuk produksi berat biji kering tertinggi terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 8 dan produksi berat biji kering terendah terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 3.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama
dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi. Konsumsi kopi
dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi arabika dan 26% berasal dari
spesies kopi robusta. Kopi berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di Etopia.
Namun, kopi sendiri baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman tersebut
dikembangkan di luar daerah asalnya, yaitu Yaman di bagian selatan Arab,
melalui para saudagar Arab (Rahardjo, 2012).
Kopi Arabika varietas Sigargar Utang Lintong Nihuta telah dikenal di
mancanegara dengan keunggulan komperatif dibanding kopi lain di Indonesia.
Kopi Lintong Nihuta merupakan natural endowment bagi Kabupaten Humbang Hasudutan dengan keunggulan citra rasa seperti: aroma dan rasa yang prima serta
mutu yang lebih tinggi. Kopi Arabika Lintong Nihuta telah diakui sebagai
specialty coffee oleh Speciality Coffee Association of America (SCAA) sejajar dengan kopi Gayo, Takengon, Toraja Coffee, dan Java Coffee (Dinas Perkebunan
Provinsi Sumatera Utara, 2013).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (2009) Humbang Hasundutan bahwa secara geografis Kecamatan
Lintong Nihuta terletak pada 2013’ -2020’ LU dan 98047’ – 98057’ dengan
ketinggian 1000 - >1500 meter di atas permukaan laut. Terdapat 3 (tiga) jenis
tanah di Kecamatan Lintong Nihuta, yaitu: Entisol dan Inceptisol untuk tanah
mineral; dan Histosol (Gambut) untuk tanah organik. Luas tanah Gambut yang
tinggi (Topogen) yang sangat langka keberadaannya di dunia. Tanah Gambut ini
berfungsi sebagai reservoir dan pengatur tata air bagi kecamatan ini dan daerah
lain disekitarnya, sehingga tanah ini perlu dilindungi menjadi kawasan lindung
(Adiwiganda, 2008).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten
Humbang Hasundutan (2012), Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang
Hasundutan dengan luas wilayah 18.126,03 ha dimana luas lahan kebun rakyat
sebesar 1.185 ha, dengan luas lahan perkebunan kopi Arabika sebesar 2.949 ha.
Produksi kopi Arabika sebesar 1.474,91 ton/ha. Produksi ini masih jauh dari
potensi produksi kopi Arabika sejenis yang dapat mencapai 1,50 - 2,0 ton/ha.
Penelitian sebelumnya, Yardha & Abubakar Karim (2012) tentang
pengembangan kopi arabika mengatakan bahwa komponen iklim yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kopi adalah curah hujan, bulan
kering, suhu dan kelembaban. Suhu dan kelembaban dipengaruhi oleh ketinggian
tempat. Sementara sifat tanah berkaitan dengan produksi kopi. Kopi dapat
berproduksi baik apabila ditanam pada tanah yang sesuai, yaitu tanah dengan
kedalaman efektif yang cukup dalam (> 100 cm), gembur, berdrainase baik, serta
cukup tersedia air, unsur hara terutama kalium (K), harus cukup tersedia bahan
organik (> 3 %). Sedangkan untuk kemiringan lereng akan mempengaruhi tingkat
bahaya erosi yang dihasilkan. Semakin besar % kemiringan lereng maka akan
semakin besar tingkat erosi yang dihasilkan. Tentunya hal ini perlu diperhatikan
sebagai salah satu pertimbangan dalam budidaya kopi arabika.
Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari hasil wawancara peneliti
INDONESIA, menyatakan bahwa produksi kopi tertinggi di Kecamatan Lintong
Nihuta pada tahun 2013 adalah dari desa Pea Arung dan Lobu Tua. Mereka
mengetahui hal ini dari petani – petani yang berasal dari 2 desa tersebut dan juga
hasil rekapitulasi bulanan PT VOLKOPI INDONESIA, dimana para petani dari 2
desa tersebut memiliki angka produksi kopi tertinggi di Kecamatan Lintong
Nihuta. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk mengetahui hal yang sebenarnya
di lapangan.
Saat ini, peningkatan produksi kopi di Indonesia masih terhambat oleh
rendahnya mutu biji kopi yang dihasilkan sehingga mempengaruhi pengembangan
produksi akhir kopi. Hal ini tentunya dapat mengurangi pendapatan Negara yang
disebabkan oleh berkurangnya jumlah kopi yang diekspor. Berdasarkan masalah
tersebut perlu diketahui hubungan kondisi lapangan yaitu jenis tanah, ketinggian
tempat, dan kemiringan lereng terhadap produksi kopi arabika varietas Sigarar
Utang.
Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan jenis
tanah, ketinggian tempat dan kemiringan lereng dengan Produksi kopi arabika
Sigarar Utang di Kecamatan Lintong Nihuta.
Hipotesis Penelitian
- Ada hubungan ketinggian tempat dan kemiringan lereng dengan produksi
kopi arabika Sigarar Utang di Kecamatan Lintong Nihuta pada berbagai
Kegunaan Penelitian
- Untuk mengetahui lokasi yang paling cocok jika petani hendak
membudidayakan kopi arabika Sigarar Utang di Kecamatan Lintong
Nihuta.
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di
TINJAUAN PUSTAKA Kopi Arabika
Kopi arabika merupakan kopi yang paling banyak di kembangkan di
dunia maupun di Indonesia khususnya. Kopi ini ditanam pada dataran tinggi yang
memiliki iklim kering sekitar 1350-1850 m dari permukaan laut. Sedangkan di
Indonesia sendiri kopi ini dapat tumbuh dan berproduksi pada ketinggian 1000 –
1750 m dari permukaan laut. Jenis kopi cenderung tidak tahan Hemilia Vastatrix. Namun kopi ini memiliki tingkat aroma dan rasa yang kuat. Berikut sistematika
kopi arabika :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdo m : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Sifat-Sifat Penting Tanaman Kopi Arabika Sigarar Utang
Akar
Kopi arabika mempunyai sistem perakaran tunggang dengan
memiliki 2-3 akar tunggang semu. Bibit kopi yang berasal dari kultur jaringan
dengan teknik emrio genesis juga memiliki akar tunggang seperti pada biji. Kopi
Arabika tergolong memiliki sifat perakaran dangkal, sebagian besar akarnya
terletak di dekat permukaan tanah (0-30 cm).
Tajuk (Cabang dan Daun)
Kopi Arabika mempunyai dua macam cabang yaitu : cabang ortotrof
(tumbuh ke atas, vertical) yang dapat menghasilkan cabang plagiotrof, dan cabang
plagiotrof (tumbuh ke samping, horizontal). Cabang plagiotrof primer (tumbuh
pada batang pokok) hanya tumbuh sekali, jadi kalau sudah mati tidak pernah
tumbuh cabang primer baru di tempat yang sama, Cabang plagiotrof primer dapat
menghasilkan cabang plagiotrof sekunder. Di ketiak daun terdapat seri mata
tunas, satu seri biasanya terdiri atas 3-5 mata tunas, dan tiap mata tunas dapat
menghasilkan 3-5 primordia bunga. Mata tunas dapat berkembang menjadi bunga
atau menjadi cabang tergantung kondisi lingkungan. Daun-daun baru kopi
Arabika terbentuk dalam waktu antara 3-4 minggu sekali.
Bunga
Bunga kopi tumbuh dari tunas mata seri yang terdapat di ketiak daun. Dalam
perkembangannya bunga kopi mengalami fase dormansi (berupa lilin hijau) dan
fase aktif (berupa lilin putih, pemekaran bunga, dan terjadinya penyerbukan serta
pembuahan). Fase dormansi biasanya terjadi pada saat tanaman mengalami
cekaman (stress) air, dan fase ini akan segera berakhir setelah turun hujan atau ada
pengairan. Kopi Arabika bersifat menyerbuk sendiri, penyerbukan terjadi mulai
dini (waktu fajar) hari sampai sekitar jam 10.00 pagi yang dapat dibantu oleh
dan serangga.
Buah
Pada kopi Arabika mulai terjadi penyerbukan sampai dengan buah masak
memerlukan waktu antara 6-9 bulan, tergantung faktor genetik dan lingkungan
tumbuh tanaman.
Kopi Arabika memiliki daging buah (pulp) yang lebih tebal dan berair serta
kulit tanduknya juga lebih tebal jika dibanding dengan kopi Robusta. Dalam
keadaan normal satu buah kopi Arabika akan menghasilkan dua biji normal.
Biji
Kopi Arabika memiliki biji normal dan biji yang tidak normal. Biji tidak
normal pada kopi Arabika ada beberapa macam, yaitu : biji bulat (round bean), biji gajah (elephant bean), biji segitiga (triangle bean), dan biji kosong (empty bean).
Biji normal adalah biji yang memiliki satu keping biji dan satu lembaga (calon
tunas). Biji gajah adalah biji yang memiliki beberapa keping biji yang dipisahkan
oleh kulit ari. Pada saat penggerbusan keping-keping biji tersebut biasanya lepas
dan seringkali pecah. Biji segitiga adalah biji yang bentuknya segitiga, dihasilkan
dari buah kopi yang memiliki tiga ruas biji. Biji segitiga memiliki satu keping biji
dan satu lembaga. Biji kosong adalah biji yang tidak memiliki keping biji. Jadi di
dalam kulit tanduk tidak ada isinya (Mawardi, dkk, 2008). Deskripsi Morfologi Kopi Arabika Varietas Sigarar Utang
Kopi Arabika Varietas Sigarar Utang tidak diketahui secara pasti asal-usul
genetiknya. Pohon induk berasal dari pertanaman milik opung Sopan boru
Humbang Hasundutan. Berikut ciri-ciri Kopi Arabika Varietas Sigarar Utang
beserta kelebihan dan kelemahannya :
1. Tipe tajuk perdu semi katai (agak meninggi), kompak, daun rimbun
sampai ke dasar permukaan tanah, menutup batang pokok. Penanaman
pada ketinggian > 1000 m dpl saat berumur 2 tahun, tinggi tanaman ± 120
cm, diameter tajuk ± 170 cm (apabila dipangkas dengan sistem batang
tunggal).
2. Cabang primer tumbuh terkulai lentur teratur, terjuntai sampai permukaan
tanah, panjang antar ruas batang 4-6 cm, ruas cabang 3-4 cm. Daun tua
berwarna hijau gelap, daun muda berwarna coklat kemerahan. Bentuk
daun oval memanjang runcing, pangkal daun runcing, ujung meruncing,
tepi daun bergelombang tegas, apabila naungan kurang (tanpa penaung)
helai daun mengatup ke atas. Saat awal berbunga 1,0 tahun setelah
ditanam di lapangan. Berbunga beberapa kali mengikuti pola sebaran
hujan sepanjang tahun.
3. Buah muda oval memanjang berwarna hijau bersih, buah tua berbentuk
bulat memanjang berukuran besar, diskus kecil tanpa perhiasan buah, buah
masak tidak serempak, mengikuti pola pembungaan yang terus menerus,
buah masak berwarna merah tua cerah. Jumlah buah per ruas 10-16, berat
100 buah masak merah 148 gram, letak buah dalam pohon tersembunyi di
balik daun.
4. Bentuk biji oval agak memanjang, berat 100 butir biji 16,4 gram, nisbah
biji buah 14,9; biji normal 80%, biji gajah 2%, biji bulat 6%, biji triase 7%
penyakit karat daun, Hemileia vastatrix, rentan bubuk buah kopi (PBKo).
Produktivitas 2.000 kg/ha - 2.500 kg/ha untuk populasi 2.000 pohon/ha di
ketinggian tempat > 1.000 m dpl. Mutu fisik biji cukup baik, mutu
seduhan baik (good). (Mawardi, dkk, 2008). Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah adalah pengelompokan tanah-tanah atas karakteristik
yang sama dan memberikan nama tertentu, tanpa referensi penggunaanya. Tujuan
klasifikasi tanah adalah: (1) membuat suatu kerangka hubungan antara tanah dan
lingkungan, (2) menetapkan kelompok-kelompok tanah yang berguna dan
interpretasi yang dapat dibuat, misal: potensi produksi, bahaya erosi. Soil
Taxonomy adalah sistem klasifikasi tanah yang dikembangkan oleh USA, dengan
lembaga USDA, didasarkan kepada pengamatan horizon dan sebagian sifat
penciri tanah. Proses pembentukan tanah tidak diperhatikan. Prinsip Klasifikasi
terdiri atas beberapa kategori (multi kategori) seperti taksonomi tumbuhan,
dimulai dari yang bersifat umum hingga yang khusus yaitu: Ordo, Sub Ordo,
Great Group, Sub Group, Famili dan Seri (Darmawijaya, 1975).
Entisol
Konsep pokok dari Entisol (recent, umur geologi Holosin) adalah tanah-tanah mineral yang masih muda atau yang berumur muda (Holosin), tanah-tanah baru
diendapkan, atau belum/masih sedikit mengalami pelapukan atau berasal dari
tanah sisa hasil erosi dicirikan oleh profil A/C atau A/R
Tanah tidak memiliki banyak horizon hanya berupa lapisan-lapisan tanah,
lereng atau pada slope yang tererosi, menerima deposit (endapan) banjir, dan
sebagainya.
Menurut Taksonomi Tanah, Entisol didefenisikan sebagai tanah yang
memenuhi syarat bila regim suhu adalah mesik, isomesik atau lebih panas dari
waktu kering, ditemukan retakan – retakan selebar 1 cm pada kedalaman 50 cm
pada kadar liat < 39 %, di beberapa sub horison pada kedalaman < 50 cm dan
memenuhi salah satu syarat dari kriteria berikut ini yaitu : bahan sulfidik pada
kedalaman < 50 cm dari permukaan tanah mineral atau mempunyai horison
penciri epipedon okhrik, albik, anthropik, histik atau spodik pada kedalaman lebih
dari 2 meter (Munir, 1996).
Tanah Entisol terdiri dari 5 sub ordo dan 4 diantaranya termasuk dalam
tanah pertanian utama, yaitu Aquent adalah Entisol basah yang selalu jenuh air
sehingga drainase terhambat, Flavuent terbentuk dari bahan endapan di dataran
banjir sungai, Psamment adalah Entisol bertekstur pasir atau berlempung dan
Orthent adalah Entisol berpenampang dangkal atau tipis serta berbatu di lereng –
lereng curam (Subagyo, dkk, 2000).
Kesuburan tanahnya bervariasi tergantung pada bahan induk dan topografi
seperti reaksi tanah antara Aquent dan Fluvent atau Psamment. Reaksi tanah
Aquent biasanya masam sampai agak masam (pH 4,7 – 6,6), Fluvent
dan Orthent cenderung masam sampai agak masam (pH 5,0 – 6,5) sedangkan
Psamment sangat masam sampai masam (pH 4,0 – 4,8) dan lapisan bawahnya
umumnya lebih masam daripada lapisan atas. Kejenuhan basa bervariasi,
KTK bervariasi baik antara horison A maupun horizon C, kandungan P bervariasi
Entisol mempunyai kejenuhan basa bervariasi, pH dari asam, netral
sampai alkalin, KTK bervariasi baik pada horizon A maupun horizon C,
mempunyai nisbah C/N < 20% dimana tanah yang mempunyai tekstur kasar
berkadar bahan organik dan nitrogen lebih rendah dibandingkan tanah yang
bertekstur lebih halus. Hal ini disebabkan oleh kadar air yang lebih rendah dan
kemungkinan oksidasi yang lebih baik dalam tanah yang bertektur kasar juga
penambahan alamiah dari sisa bahan organik kurang dari pada tanah bertekstur
halus (Munir, 1996).
Menurut Darmawijaya (1990) tanah Entisol umumnya cukup mengandung
unsur P dan K yang masih segar dan belum siap untuk diserap tanaman tetapi
kekurangan unsur N.
Entisol mempunyai kadar lempung dan bahan organik rendah, sehingga
daya menahan airnya rendah, struktur remah sampai berbutir dan sangat sarang,
hal ini menyebabkan tanah tersebut mudah melewatkan air dan air mudah hilang
karena perkolasi (Mowidu, 2001).
Data analisis tanah Entisol dari berbagai wilayah menunjukkan bahwa
sifat tanahnya tergantung dari komposisi bahan endapan yang membentuknya.
Entisol memiliki kelas tekstur yang sangat beragam, dari berpasir, berliat, sampai
berlempung dengan kandungan debu tinggi. Reaksi tanah juga bervariasi mulai
masam hingga agak masam. Lapisan bawah lebih asam daripada lapisan atas.
Kandungan bahan organik beragam dari sedang sampai tinggi, bahkan ada yang
sangat rendah sampai rendah. Nilai ratio C/N tergolong sedang sampai tinggi,
kandungan P potensial bervariasi, sebagian sangat rendah sampai rendah dan
tukar, KB dan KTK juga bervariasi dari rendah sampai tinggi. Potensi kesuburan
Entisol sangat bervariasi tergantung komposisi bahan dari sedang sampai tinggi.
Troporthents adalah Orthents utama daerah intertropis yang memiliki
rezim kelembaban udic. Sebagian besar troporthents berada pada kelerengan
sedang hingga curam yang berasal dari bentukan geologi alami yang masih baru.
Troporthents memiliki beberapa reaksi, tergantung sifat dari bahan induk, tetapi
sebagian besar bereaksi masam. Troporthents biasanya ditumbuhi vegetasi hutan
hujan, savana antropis, atau tanaman budidaya. Kebanyakan tanah ini dimasukkan
kedalam Litosol dan Regosol.
Troporthents adalah Orthents (1) yang memiliki rezim suhu isomesik atau
iso yang hangat ; (2) tidak kering di beberapa atau semua bagian dengan
kelembaban sebanyak 90 hari kumulatif hampir sepanjang tahun dan (3) memiliki
salinitas < 2 mmhos per sentimeter pada suhu 250 C di semua sub horizon atas
dimana kedalaman berikutnya setidaknya: terdapat kontak litik atau paralitik,
pada kedalaman 1,25 m jika ukuran kelas partikel berpasir; 90 cm jika
berlempung dan 75 cm jika berliat.
Inceptisol
Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah matang, dan
masih banyak menyerupai sifat bahn induknya. Penggunaan Inceptisol untuk
pertanian atau non pertanian beraneka ragam. Daerah-daerah yang berlereng
curam atau hutan, yang berdrainase buruk hanya dapat dipergunakan untuk
Inceptisol dapat berkembang dari bahan induk batuan beku, sedimen dan
metamorf. Karena Inceptisol merupakan tanah yang baru berkembang, biasanya
mempunyai tekstur yang beragam dari kasar hingga halus, Dalam hal ini dapat
tergantung dari tingkat kelapukan bahan induknya. Bentuk wilayah beragam dari
berombak hingga bergunung. Kesuburan tanahnya rendah, jeluk efektifnya
beragam dari dangkal hingga dalam. Di dataran rendah pada umumnya solumnya
tebal, sedangkan pada daerah berlereng curam solummya tipis. Pada
tanah berlereng cocok bagi tanaman tahunan atau tanaman permanen untuk
menjaga kelestarian tanah (Munir, 1996).
Sebagian besar Inceptisol menunjukkan kelas tekstur berliat dengan
kandungan liat cukup tinggi (35 – 78%), tetapi sebagian termasuk berlempung
halus dengan kandungan liat lebih rendah (18 – 35%). Reaksi tanah masam
sampai agak masam (pH 4,6 – 5,5) dan agak masam sampai netral (pH 5,6 – 6,8).
Kandungan bahan organik sebagian rendah sampai sedang dan sebagian lagi
sedang sampai tinggi. Kandungan bahan organik lapisan atas selalu
lebih tinggi daripada lapisan bawah dengan ratio C/N tergolong
rendah (5 – 10) sampai sedang (10 – 18). Kandungan P Potensial rendah sampai
tinggi dan K potensial sangat rendah sampai sedang. Kandungan P
potensial umumnya lebih tinggi daripada K potensial, baik lapisan atas maupun
lapisan bawah.
Jumlah basa – basa dapat tukar di seluruh lapisan tergolong sedang sampai
tinggi. Kompleks absorbsi didominasi ion Mg dan Ca, dengan kandungan
ion K relatif lebih rendah. Kapasitas tukar kation (KTK) sedang sampai tinggi di
disimpulkan kesuburan alami Inceptisol bervariasi dari rendah sampai tinggi
(Damanik, dkk, 2010).
Humitropepts adalah Tropepts (sub ordo Inceptisol) yang kaya akan humus yang relatif dingin dan terdapat pada daerah dataran tinggi yang lembab.
Rezim kelembaban tanah sebagian besar udik, dan rezim suhu sebagian besar
isoterm atau isomesik. Kejenuhan basa biasanya rendah atau sangat rendah.
Tanah ini memiliki epipedon umbrik ataupun ochrik dan sebagian besar memiliki
horison bawah penciri kambik. Sub ordo ini merupakan sebagian besar
ditumbuhi hutan cemara berdaun lebar, tetapi banyak yang digunakan untuk
perladangan berpindah (Soil Survey Staff, 1975).
Humitropepts adalah Tropopepts yang (1) memiliki 12 kg atau lebih karbon organik yang berasal dari serasah permukaan di tanah per meter persegi
hingga kedalaman 1 meter, (2) memiliki kejenuhan basa < 50 persen (NH4OAc)
pada beberapa subhorizon antara kedalaman 25 cm dan 1 meter dan (3) tidak
memiliki horison sombric (Soil Survey Staff, 1975).
Hubungan Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng dengan Produksi Kopi Arabika pada Berbagai Jenis Tanah
Pada umumnya tanaman kopi menghendaki tanah yang lapisan atasnya
dalam, gembur, subur, banyak mengandung humus, atau dengan kata lain tekstur
tanah harus baik. Tanah yang tekstur/strukturnya baik adalah tanah yang berasal
dari abu gubung berapi atau yang cukup mengandung pasir. Tanah yang
demikian pergiliran udara dan air di dalam tanah berjalan dengan baik. Tanah
tidak menghendaki air tanah yang dangkal, karena dapat membusukkan
perakaran, sekurang‐kurangnya kedalaman air tanah 3 meter dari permukaannya.
drainasenya kurang baik dan tanah liat berat adalah tidak cocok. Dalam
penelitian Asmac (2008) tanaman kopi dapat tumbuh baik pada pH 5,5 – 6,5. 2)
DHL yang umumnya rendah menunjukkan bahwa kebun kopi tersebut tidak
memiliki masalah terhadap kadar garam total, karena apabila kadar garam total
yang semakin tinggi justru dapat berbahaya bagi tanah (pemadatan tanah) dan
tanaman (plasmolisis). 3) Kadar kalium (K) yang tinggi, berarti tidak diperlukan
pemupukan dengan menggunakan pupuk yang mengandung unsur K (misalnya
pupuk KCl). 4) Faktor pembatas yang dapat membatasi pertumbuhan dan hasil
kopi adalah bahan oranik tanah, Nitrogen, dan Fosfor. Untuk mengatasi hal itu,
perlu dilakukan pemupukan seperti dengan pupuk kandang, urea, dan SP-36.
Ketinggian tempat akan mempengaruhi kondisi iklim sekitarnya. Tanaman
kopi akan tumbuh baik dengan ketinggian tempat 1250 s/d 1.850 m dpl, Suhu
udara rata‐rata 17-21 oC. Tempat yang semakin tinggi tentunya mempunyai suhu
yang lebih rendah atau lebih dingin. Pada kondisi dingin, suhu yang relatif tinggi
pada musim panas dan awal musim gugur tampaknya dapat merangsang inisiasi
bunga. Fungsi suhu di sini adalah mematahkan dormansi kuncup. Hal ini akan
mempengaruhi terhadap produksi akhir yang dihasilkan. Dengan banyaknya
jumlah bunga yang dihasilkan maka produksi kopi akan semakin banyak. Hasil
penelitian Karim (1993) menunjukkan, ketinggian tempat di atas permukaan laut
dan lereng berpengaruh sangat nyata, baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap produksi. Besarnya pengaruh langsung tersebut adalah
36,85% dan 40,45%, sedangkan besarnya pengaruh tidak langsung adalah 0,10%
Perbedaan kesesuaian lingkungan dan tipe pembungaan menyebabkan
tingkat permasalahan yang dihadapi. Pemberian naungan juga akan memberikan
pengaruh terhadap kualitas biji dimana penelitian Muschler (2001) menyatakan
bahwa terjadi perubahan bobot biji dari 49 dan 43% tanpa naungan menjadi 69
dan 72% bobot biji dengan adanya naungan.
Hasil penelitian karim (1996) menunjukkan, selain suhu, bulan kering,
curah hujan, dan kelembaban udara berkorelasi dengan produksi kopi Arabika.
Meningkatnya persentase berat biji diikuti oleh penurunan persentase biji
terapung. Semakin rendahnya persentase buah terapung dengan meningkatnya
ketinggian tempat dapat dipahami karena serangan hama bubuk buah dan tidak
ditemukan tanaman terserang penyakit karat daun (Hemielia vastatrix).
Kemiringan lereng <15% akan mendukung pertumbuhan tanaman kopi
arabika. Kemiringan >15% akan menyebabkan erosi dan mempercepat aliran
permukaan, sehingga kekuatan aliran permukaan untuk mengangkut meningkat.
Lereng yang semakin panjang menyebabkan volume air yang mengalir menjadi
semakin besar. Apabila dalamnya air menjadi dua kali lipat, maka kecepatan
aliran menjadi empat kali lebih besar, akibatnya maka besar /berat benda yang
dapat diangkut juga berlipat ganda. Hal ini akan mengangkut bahan organik
maupun serasah yang ada di permukaan tanah yang diperlukan oleh tanaman kopi.
Sementara bahan organik turut serta dalam menyumbang unsur hara tanaman
kopi. Hal ini tentunya akan mengurangi produksi kopi (Kustantini, 2014).
Analisis Regresi
menjadi regresi linear dan non linear. Disebut regresi linear apabila antara
variabel bebas dan variabel respon berhubungan secara linear sedangkan pada
regresi non linear maka antara variabel bebas dengan variabel respon
berhubungan secara nonlinear. Untuk regresi linear secara garis besar terbagi
menjadi dua yaitu regresi sederhana dan berganda. Regresi sederhana terjadi
apabila dalam model regresi hanya memuat satu variabel bebas sedangkan pada
regresi berganda memuat paling sedikit dua variabel bebas (Pramesti, 2009).
Model regresi linear untuk analisis regresi linear berganda secara umum,
yaitu : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 dengan Y adalah variabel respon ke X, a, b1,
b2, b3 merupakan parameter regresi dan X merupakan variabel bebas (Pramesti,
2009).Koefisien determinasi digunakan untuk menghitung besarnya peranan atau
pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung. Besarnya R berkisar antara
0-1 yang berarti semakin kecil besarnya R, maka hubungan kedua variabel
semakin lemah. Sebaliknya jika R semakin mendekati 1, maka hubungan kedua
variabel semakin kuat (Sarwono, 2012).
Jika hasil tabel dari suatu data menunjukkan semua koefisien regresi
bernilai positif, maka pengaruh X1 dan X2 mempunyai kecendrungan positif
terhadap Y. Dapat diperhatikan pula bahwa ∝ = 0,05 > Sig.X1 maka pengaruh
koefisien X1 signifikan dalam persamaan model regresi linear berganda
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kebun kopi Arabika rakyat di Kecamatan
Lintong Nihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan dengan ketinggian tempat
1.000-1.500 mdpl. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret s/d Agustus 2014.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah: biji merah
kopi arabika Lintong Nihuta, serta bahan-bahan yang pendukung lainnya yang
digunakan.
Peralatan yang akan digunakan adalah: Peta Satuan Peta Lahan (SPL)
Kecamatan Lintong Nihuta skala 1 : 25.000 , peta yang dihasilkan dari overlay
antara Peta Jenis Tanah skala 1 : 25.000, Peta Kemiringan Lereng skala 1 :
25.000, dan Peta Ketinggian Tempat skala 1 : 25.000 , GPS, timbangan, kantong
plastik, kertas label, spidol, peralatan tulis serta peralatan pendukung lainnya yang
digunakan.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei yang di
uji dengan uji korelasional dengan mengidentifikasi hubungan antara variable
dengan produksi kopi arabika sigarar utang.
Pengamatan produksi di lapangan dilakukan berdasarkan pengamatan
produksi kopi tiap SPL. Setiap Satuan Peta Lahan (SPL) yang dijadikan objek
penelitian diperoleh dari hasil tumpang tindih antara peta ketinggian tempat, peta
kemiringan lereng dan peta jenis tanah. Peta-peta tersebut disesuaikan dengan peta
Semua titik pengamatan (SPL) dilakukan pada kebun kopi rakyat di
Kecamatan Lintong Nihuta dengan varietas yang sama yaitu kopi Arabika Sigarar
Utang dengan umur dan pengelolaan yang relatif yang sama, sehingga yang
membedakanya hanya ketiga variebel tersebut (jenis tanah, ketinggian tempat dan
kemiringan lereng).
Setelah data produksi kopi setiap SPL didapat, maka data tersebut
dikorelasikan dengan ketiga variabel tersebut yaitu : jenis tanah, ketinggian
tempat dan kemiringan lereng untuk diketahui hubungannya dengan produksi kopi
arabika Sigarar Utang.
Pelaksanaan Penelitian Tahap Persiapan
Sebelum kegiatan penelitian dilakukan maka terlebih dahulu diadakan
rencana penelitian, konsultasi dengan dosen pembimbing, telaah pustaka,
penyusunan usulan penelitian, pengadaan peta-peta yang dibutuhkan, mengadakan
pra survey ke lapangan dan persiapan alat dan bahan yang akan digunakan dalam
penelitian ini.
Tahap Kegiatan di Lapangan
Daerah penelitian dan perolehan Satuan Peta Lahan (SPL) ditentukan
berdasarkan peta jenis tanah, peta kemiringan lereng dan peta ketinggian tempat.
- Kebun petani yang ditetapkan sebagai daerah pengamatan adalah mewakili
seluruh areal petani kopi di Kecamatan Lintong Nihuta, Kabupaten
Humbang Hasundutan pada setiap SPL.
- Daerah pengamatan ditetapkan di kebun kopi milik petani untuk melihat.
- Daerah pengamatan unit kopi rakyat diplot titik koordinatnya dengan
menggunakan GPS.
Parameter yang Diamati 1. Jumlah biji merah (Ha)
2. Berat biji merah per ha (Kg/Ha)
3. Berat biji kering per ha (Kg/Ha)
Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi dan korelasi. Analisis
regresi bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel X terhadap Y, sementara
analisis korelasional bertujuan untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan
variabel X terhadap Y. Tingkat hubungan tersebut dapat dibagi menjadi tiga
kriteria, yaitu mempunyai hubungan positif, mempunyai hubungan negatif dan
tidak mempunyai hubungan.
Data dianalisis dengan rancangan multivariat dengan menggunakan SPSS.
Jumlah pengambilan sampel Biji Merah sebanyak 390 sampel. Model yang
diasumsikan adalah sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2
Dengan:
Y = variabel respon
a = intersep dari garis sumbu Y
b= koefisien regresi linear
X = variabel bebas (ketinggian tempat dan kemiringan lereng).
Jumlah produksi merupakan variabel respon dalam persamaan multivariat
variabel bebas dengan kata lain (X1), kemiringan lereng merupakan variabel bebas
(X2).
Metode analisis data yang digunakan untuk nilai R yang menunjukkan
tingkat atau kategori pengaruh X terhadap Y, Sugiyono (2007) memberi nilai
sebagai berikut :
0,00 - 0,199 = Sangat rendah
0,20 - 0,399 = Rendah
0,40 - 0,599 = Sedang
0,60 - 0,799 = Kuat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Karakteristik data di lapangan menunjukkan bahwa produksi jumlah biji
merah tertinggi terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 12 dengan ordo entisol
dan produksi jumlah biji merah terendah terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 3
dengan ordo inseptisol. Untuk produksi berat biji merah tertinggi terdapat pada
satuan peta lahan (SPL) 12 dengan ordo entisol dan produksi berat biji merah
terendah terdapat pada Satuan peta lahan (SPL) 2 dengan ordo inseptisol. Untuk
produksi berat biji kering tertinggi terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 8 dengan
ordo inseptisol dan produksi berat biji kering terendah terdapat pada satuan peta
lahan (SPL) 3 dengan ordo inseptisol.
Secara satistik dengan menggunakan aplikasi SPSS dilakukan analisis
faktor yang menghasilkan tabel-tabel matriks korelasi. Berikut adalah tabel-tabel
tersebut.
Tabel 1. Tabel Matriks Korelasi Antara Ketinggian Tempat terhadap Jumlah Biji Merah
Correlation Matrixa
Ketinggian tempat Jumlah biji merah
Correlation Ketinggian tempat 1.000 .395
Jumlah biji merah .395 1.000
Sig. (1-tailed) Ketinggian tempat .091
Jumlah biji merah .091
Tabel 2. Tabel Matriks Korelasi Antara Ketinggian Tempat terhadap Berat Biji Merah
Correlation Matrixa
Berat biji merah Ketinggian tempat
Correlation Beratbiji merah 1.000 .573
Ketinggian tempat .573 1.000
Sig. (1-tailed) Berat biji merah .020
Ketinggian tempat .020
a. Determinant = ,672
Tabel 3. Tabel Matriks Korelasi Antara Ketinggian Tempat terhadap Berat Biji Kering
Correlation Matrixa
Ketinggian tempat Berat biji kering
Correlation Ketinggian tempat 1.000 .523
Beratbiji kering .523 1.000
Sig. (1-tailed) Ketinggian tempat .031
Berat biji kering .031
a. Determinant = ,717
Tabel 4. Tabel Matriks Korelasi Antara Kemiringan Lereng terhadap Jumlah Biji Merah
Correlation Matrixa
Kemiringan lereng Jumlah biji merah
Correlation Kemiringan lereng 1.000 -.117
Jumlah biji merah -.117 1.000
Sig. (1-tailed) Kemiringan lereng .243
Jumlah biji merah .243
Tabel 5. Tabel Matriks Korelasi Antara Kemiringan Lereng terhadap Berat Biji Merah
Correlation Matrixa
Kemiringan lereng Berat biji merah
Correlation Kemiringan lereng 1.000 .142
Berat biji merah .142 1.000
Sig. (1-tailed) Kemiringan lereng .330
Berat biji merah .330
a. Determinant = ,982
Tabel 6. Tabel Matriks Korelasi Antara Kemiringan Lereng terhadap Berat Biji Kering
Correlation Matrixa
Kemiringan lereng Berat biji kering
Correlation Kemiringan lereng 1.000 .206
Berat biji kering .206 1.000
Sig. (1-tailed) Kemiringan lereng .345
Berat biji kering .345
a. Determinant = ,985
Dalam persamaan yang diperoleh dari tabel koefisien regresi (lampiran)
antara ketinggian tempat (X1) dengan produksi jumlah biji merah (Ybiji), berat
biji merah (Ybrtbm), berat biji kering (Ybrtbk) disajikan sebagai berikut :
Ybiji = 8,05 + 0,42 X R2 = 0,156tn ...(1)
Ybrtbm = -103,569 + 0,138X R2 = 0,326* ...(2)
Ybrtbk = -76,88 + 0,1X R2 = 0,273tn ...(3)
Keterangan : 1000 < X < 1500 m dpl
Sedangkan hubungan antara Kemiringan lereng (X2) dengan produks i
jumlah biji merah (Ybiji), berat biji merah (Ybrtbm), berat biji kering (Ybrtbk)
Ybiji = 67,630 - 0,444X R2 = 0,014tn ...(4)
Ybrtbm = 75,333 + 1,222X R2 = 0,020tn ...(5)
Ybrtbk = 50.440 +1,420 R2 = 0,043tn ...(6)
Keterangan : 0 < X < 16 %
Dengan memperhatikan nilai signifikasi yang ada pada masing masing
tabel koefisien regresi (lampiran), maka dapat dilihat signifikasi nyata dan tidak
nyata dalam tabel berikut :
Tabel 7. Korelasi antara Karakteristik Lahan dengan Produksi Kopi Arabika ...Sigarar Utang di Kecamatan Lintong Nihuta, Kabupaten Humbang ...Hasundutan
Keterangan :
X1= Ketinggian Tempat X2= Kemiringan Lereng
Y1= Jumlah Biji Merah per ha (biji/ha) Y2= Berat Biji Merah per ha (kg/ha) Y3= Berat Biji Kering per ha (kg/ha) tn = Tidak Nyata
*= = Nyata
Y1 Y2 Y3
X1 0, 395tn 0,573* 0,523tn
Gambar 1. Hubungan antara Ketinggian Tempat terhadap Jumlah Biji Merah
Y = -103,569 + 0,138X R2 = 0,326
Ketinggian Tempat (m dpl)
Jumlah Biji Merah (Biji/Ha)
Ketinggian Tempat (m dpl)
Gambar 3. Hubungan antara Ketinggian Tempat terhadap Berat Biji Kering Y = -76,388 + 0,1X R2 = 0,273
Kemiringan Lereng (%)
Gambar 4. Hubungan antara Kemiringan Lereng terhadap Jumlah Biji Merah
Y = 50.440 +1,42 R2 = 0,043
Kemiringan Lereng (%)
Gambar 6. Hubungan antara Kemiringan Lereng terhadap Berat Biji Kering Y = 75,333 + 1,222X R2 = 0,020
Kemiringan Lereng (%)
Gambar 5. Hubungan antara Kemiringan Lereng terhadap Berat Biji Merah
4 8 12 16
Pembahasan
Berdasarkan tabel (1-6), dimana nilai determinasi tertinggi ada pada
variabel kemiringan lereng terhadap berat biji kering yaitu sebesar 0,985. Hal ini
menunjukkan adanya tingkat hubungan yang cukup tinggi. Sedangkan nilai
determinasi terendah ada pada variabel kemiringan lereng terhadap berat biji
merah yaitu sebesar 0,672. Hal ini menunjukkan adanya tingkat hubungan yang
sedang.
Pembahasan ditujukan pada 3 (tiga) parameter, yaitu : jumlah biji merah
(biji/ha), berat biji merah (kg/ha), dan berat biji kering (kg/ha). Pemilihan
parameter tersebut berkaitan dengan satuan atau takaran dalam pemasaran kopi
Arabika Sigarar Utang di pasar tradisional, nasional, maupun internasional.
Berdasarkan tabel sidik ragam (lampiran) menunjukkan bahwa hubungan
ketinggian tempat terhadap jumlah biji merah tidak berpengaruh nyata dimana
nilai signifikasi > taraf 5%. Sementara pengaruh ketinggian tempat terhadap
jumlah biji merah adalah rendah dengan nilai R 0, 395. Angka ini disesuaikan
dengan tulisan Sugiono (2007) terhadap penggolongan pengaruh variabel X
terhadap Y yang didasarkan pada nilai R.
Berdasarkan tabel sidik ragam menunjukkan bahwa hubungan variabel
ketinggian tempat terhadap berat biji merah adalah nyata. Karim (1996)
menyatakan bahwa semakin tinggi ketinggian tempat, maka suhu semakin rendah
(dingin). Pada kondisi suhu yang relatif rendah dapat merangsang inisiasi bunga
sehingga menghasilkan biji yang kualitasnya baik (berat biji meningkat). Fakta ini
bermakna bahwa ukuran biji merah kopi bertambah besar seiring dengan
peningkatan ketinggian tempat. Dijelaskan lagi bahwa peningkatan berat biji
buah terapung akan semakin terapung dengan meningkatnya ketinggian tempat.
Berdasarkan tabel sidik ragam (lampiran 4-15) menunjukkan bahwa
hubungan ketinggian tempat terhadap berat biji kering tidak berpengaruh nyata
dimana nilai signifikasi > taraf 5%. Sementara pengaruh ketinggian tempat
terhadap jumlah biji merah adalah sedang dengan nilai R 0, 523.
Ketinggian tempat merupakan salah satu karakteristik lahan yang menjadi
salah satu variabel bebas dalam penelitian ini. Dalam pengamatan di lapangan
dengan karakteristik lahan ketinggian terendah pada 1.200 m dpl dan 1.500 m dpl
sebagai daerah pengamatan tetinggi.
Persamaan regresi menunjukkan bahwa variabel ketinggian tempat untuk
koefisien regresi untuk Ybijibernilai positif, untuk Ybrtbmbernilai positif dengan
konsanta bernilai negatif, dan untuk Ybrtbk bernilai positif dengan konstanta
negatif. Maka dari ketiga persamaan diatas, variabel ketinggian tempat
memberikan tingkat pengaruh yang paling tinggi terhadap Ybrtbm dengan
determinasi R2 sebesar 32,6%.
Persamaan regresi (Gambar 1.) menunjukkan, semakin tinggi tempat
hingga 1500 m dpl produksi jumlah biji merah semakin tertinggi dengan jumlah
produksi bijimerah 79.532 kg/ha. Dalam hal ini variabel ketinggian tempat
mempunyai nilai determinasi R2 sebesar 15, 6 %.
Persamaan regresi (Gambar 2.) menunjukkan produksi berat biji merah
tertinggi ada pada ketinggian tempat 1.400-1.500 sebesar 123,25 kg/ha, dimana
dalam hal ini ketinggian tempat berpengaruh nyata atau memberikan nilai
rendah yaitu 32,6%. Maka, semakin tinggi tempat maka produksi berat biji merah
akan semakin tinggi.
Persamaan regresi (Gambar 3.) menunjukkan produksi berat biji kering
tertinggi ada pada ketinggian 1.400-1.500 m dpl dengan berat biji kering tertinggi
sebesar 94,9 kg/ha, maka semakin tinggi tempat produksi berat biji kering akan
semakin tinggi. Berikut disajikan grafik hubungan ketinggian tempat dengan
produksi jumlah biji merah (biji/ha), berat biji merah (kg/ha) dan berat biji kering
(kg/ha).
Berdasarkan tabel sidik ragam (lampiran 4-15) menunjukkan bahwa
hubungan kemiringan lereng terhadap jumlah biji merah tidak berpengaruh nyata
dimana nilai signifikasi > taraf 5%. Sementara pengaruh kemiringan terhadap
jumlah biji merah adalah sangat rendah dengan nilai R 0, 143.
Berdasarkan tabel sidik ragam (lampiran 4-15) menunjukkan bahwa
hubungan kemiringan lereng terhadap berat biji merah tidak berpengaruh nyata
dimana nilai signifikasi > taraf 5%. Sementara pengaruh kemiringan terhadap
jumlah biji merah adalah sangat rendah dengan nilai R 0, 148.
Berdasarkan tabel sidik ragam (lampiran 4-15) menunjukkan bahwa
hubungan kemiringan lereng terhadap berat biji kering tidak berpengaruh nyata
dimana nilai signifikasi > taraf 5%. Sementara pengaruh kemiringan lereng
terhadap jumlah berat biji kering adalah sangat rendah dengan nilai R 0, 101.
Persamaan regresi (Gambar 4.) menunjukkan Jumlah biji merah tertinggi
ada pada kemiringan lereng (0-4), dalam hal ini kemiringan lereng tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah biji merah dengan determinasi R2 relatif
Persamaan regresi (Gambar 5.) menunjukkan berat biji merah tertinggi ada
pada kemiringan lereng (8-16), dalam hal ini kemiringan lereng tidak berpengaruh
nyata terhadap berat biji merah dengan determinasi R2 relatif rendah yaitu 2%.
Persamaan regresi (Gambar 6.) menunjukkan Jumlah biji merah tertinggi
ada pada kemiringan lereng (8-16), dalam hal ini kemiringan lereng tidak
berpengaruh nyata terhadap berat biji kering dengan determinasi R2 relatif rendah
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Variabel ketinggian tempat dan variabel kemiringan lereng sebagai
karakteristik pembentuk satuan lahan secara umum berkorelasi dengan
karakteristik lahan lainnya.
2. Persamaan regresi untuk hubungan antara komponen produksi kopi
Arabika Sigarar Utang dengan variabel ketinggian tempat adalah :
Ybiji = 8,05 + 0,42 X R2 = 0,156tn
Ybrtbm = -103,569 + 0,138X R2 = 0,326n
Ybrtbk = -76,88 + 0,1X R2 = 0,273tn
3 Persamaan regresi untuk hubungan antara komponen produksi Arabika
Sigarar Utang t dengan kemiringan lereng adalah :
Ybiji = 67,630 - 0,44X R2 = 0,014tn
Ybrtbm = 75,333 + 1,222X R2 = 0,020tn
Ybrtbk = 50,440 + 1,420X R2 = 0,043tn
Saran
1. Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan dengan menghitung produktivitas
kopi arabika sigarar Utang (Ton/Ha/Tahun).
2. Sebaiknya permerindah daerah maupun pemerintah pusat lebih
memperhatikan pemasaran produk Kopi Arabika Sigarar Utang di tingkat
nasional mengingat produk kopi ini lebih di kenal di kalangan luar negri
DAFTAR PUSTAKA
Aak.1980. Budidaya Tanaman Kopi. Yayasan Kanisius, Yogyakarta.
Adiwiganda, R. 2008. Peranan Evaluasi Lahan dalam Penataan Ruang. Bahan Kuliah Keragaman Lahan untuk Penataan Ruang. Program Doktor Ilmu Pertanian, Pascasarjana Fakultas Pertanian USU, Medan.
Asmacs, 2008. Budidaya Tanaman Kopi. http: //Asmacs. Wordpress. Com. Diakses 14 Februari 2014.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). 2009. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan 2011 - 2031. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan.
Badan Pusat Statistik, 2012. Humbang Hasundutan Dalam Angka infigures. BPS-Statistics of Humbang Hasundutan Regency
Damanik, M. M. B., B. E. Hasibuan., Fauzi., Sarifuddin dan H. Hanum. 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukkan. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Darmawijaya, I.M, 1975. Klasisikasi Tanah Kopi. Komisi Teknis Perkebunan Ke-V. Budidaya Kopi-Coklat, Tretes, 4-7 Agustus 1975.
Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara – Medan. 2011. (http://www.taputkab. go.id/page.php, 2012). Diakses pada tanggal 14 Maret 2013.
Hardjowigeno, S., 1993. Ilmu Tanah. Akademi Pressindo, Jakarta.
Karim, A. 2007. Pengembangan Kopi Arabika Organik di Bener Meriah. Pelatihan Penuyuluh Pertanian Lapangan Kabupaten Bener Meriah Pondok Gajah.
Karim, A; U.S.Wiradisastra, Sudarsono, S.Yahya,, 2012. Pengelolaan Lahan Kopi Arabika Gayo Berbasis Satuan Lahan dan Hubungannya dengan Indikasi Geografis. Makalah pada Seminar: Balanced Nutrition and Sustainable Soil Fertility Management in Arabica Coffee Production in North Sumatera and Aceh, Medan.
Kustantini. D. 2014. Pentingnya Konservasi Tanah Pada Pengelolaan Kebun Sumber Benih Kopi (PBT Ahli Pertama) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya
Mowidu, I. 2001. Peranan Bahan Organik dan Lempung Terhadap Agregasi dan Agihan Ukuran Pori pada Entisol. Tesis Pasca Sarjana. Univeristas Gadjah Mada Yogyakarta.
Munir, M., 1996. Geologi dan Mineralogi Tanah. Pustaka Jaya, Jakarta.
Musler, R, G. 2001. Shade Improves Coffee Quality in a Sub-Optimal Zone of Costa Rica. Agroforestry Systems 85. Page 131-139
Pramesti, G, 2009. Aplikasi SPSS Dalam Penelitian. Elexmedia Komputindo. JakartaJakarta
Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Swadaya. Jakarta
Ritung, S., Wahyunto, F. Agus, H. Hidayat. 2007. Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan dengan Contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Barat. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor
Sarwono, J. 2012. Metode Riset Skripsi Pendekatan Kuantitatif Menggunakan Prosedur SPSS. PT GRAMEDIA. Jakarta
Soil Survey Staff, 1975. Soil Taxonomy A Basic System of Soil Classification for Makiing and Interpreting Soil Surveys. Soil Conservation Service USDA. Washington, DC.
Subagyo, H, N. Suharta dan A. B. Siswanto. 2000. Tanah Pertanian Indonesia dalam Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (ed) Sumber Daya
Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Hal 36 – 37, 52.
LAMPIRAN
Peta Administrasi Kecamatan Lintong Nihuta
Peta Titik Sampel Kopi Arabika Kecamatan Lintong Nihuta
Tabel 1. Jumlah Biji Merah Merah (biji/ha)
No SPL Jarak Tanam (m) Populasi Tanaman Kopi (Ha) Biji Merah /pokok/SPL Biji Merah/Ha/SPL
1 2x2.5 400 159,23 63.692
2 2x2.5 400 139,1 55.640
3 2x2.5 400 135,2 54.080
4 2x2.5 400 137,03 54.812
5 2x2.5 400 138,13 55.252
6 2x2.5 400 137,63 55.052
7 2x2.5 400 173,33 69.332
8 2x2.5 400 183,03 73.212
9 2x2.5 400 163,23 65.292
10 2x2.5 400 168,53 67.412
11 2x2.5 400 179,16 71.664
12 2x2.5 400 198,83 79.532
Tabel 2. Berat Biji Merah (kg/ha/SPL)
No SPL Jumlah Biji Merah (1Kg/SPL) Jumlah Biji Merah/Ha/SPL Berat Biji Merah (Kg/Ha/SPL)
1 965 63.692 66
2 1056 55.640 52,68
3 818 54.080 66,11
4 648 54.812 84,58
5 916 55.252 60,31
6 689 55.052 79,9
7 863 69.332 80,33
8 594 73.212 123,25
9 705 65.292 92,61
10 914 67.412 73,75
11 716 71.664 100,08
12 705 79.532 112,81
Tabel 3. Berat Biji Kering (kg/ha/SPL)
Berat Biji Kering dari 1 Kg Berat Biji Kering
No SPL Jumlah Biji Merah (1Kg/SPL) Biji Merah/SPL (Kg) (Kg/Ha/SPL)
1 965 0,88 58,08
2 1056 0,67 35,3
3 818 0,57 37,68
4 648 0,78 65,97
5 916 0,66 39,81
6 689 0,76 60,72
7 863 0,72 57,84
8 594 0,77 94,9
9 705 0,68 62,97
10 914 0,72 53,1
11 716 0,69 69,06
12 705 0,68 76,71
Tabel 4. Nilai Koefisien Korelasi Hubungan antara Ketinggian Tempat dengan Jumlah Biji Merah
Model Summary
R R Square Adjust R Square Std. Error of the Estimate
.395 .156 .080 8.740
Tabel 5. Nilai koefisien Regresi Hubungan antara Ketinggian dengan Jumlah Biji Merah
Coefficients
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
ketinggiantempat .042 .029 .395 1.428 .181tn
Tabel 6. Nilai Koefisien Korelasi Hubungan antara Ketinggian Tempat dengan Berat Biji Merah
Model Summary
R R Square Adjust R Square Std. Error of the Estimate
.573 .328 .267 17.733
Tabel 7. Nilai koefisien Regresi Hubungan antara Ketinggian Tempat dengan Berat Biji Merah
Coefficients
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
ketinggiantempat .138 .059 .573 2.318 .041*
(Constant) -103.569 80.750 -1.283 .226
Tabel 8. Nilai Koefisien Korelasi Hubungan antara Ketinggian Tempat dengan Berat Biji Kering
Model Summary
R R Square Adjust R Square Std. Error of the Estimate
Tabel 9. Nilai koefisien Regresi Hubungan antara Ketinggian Tempat dengan Berat Biji Kering
Coefficients
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
ketinggiantempat .100 .049 .523 2.034 .067tn
(Constant) -76.388 67.003 -1.140 .278
Tabel 10. Nilai Koefisien Korelasi Hubungan antara Kemiringan Lereng dengan Jumlah Biji Merah
Model Summary
R R Square Adjust R Square Std. Error of the Estimate
Tabel 11. Nilai koefisien Regresi Hubungan antara Kemiringan Lereng dengan Jumlah Biji Merah
Coefficients
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
ketinggiantempat -.444 1.136 -.117 -.391 .704tn
(Constant) 67.630 7.793 8.679 .000
Tabel 12. Nilai Koefisien Korelasi Hubungan antara Kemiringan Lereng dengan Berat Biji Merah
Model Summary
R R Square Adjust R Square Std. Error of the Estimate
.142 .020 -.069 21.416
Tabel 13. Nilai koefisien Regresi Hubungan antara Kemiringan Lereng dengan Berat Biji Merah
Coefficients
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
ketinggiantempat 1.222 2.574 .142 .475 .644tn
Tabel 14. Nilai Koefisien Korelasi Hubungan antara Kemiringan Lereng dengan Berat Biji Kering
Model Summary
R R Square Adjust R Square Std. Error of the Estimate
.206 .043 -.044 16.889
Tabel 15. Nilai koefisien Regresi Hubungan antara Kemiringan Lereng dengan Berat Biji Kering
Coefficients
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
ketinggiantempat 1.420 2.030 .206 .700 .599tn
N0 Nama Petani Koordinat Nomor PRODUKSI
N0 Nama Petani Koordinat Nomor PRODUKSI
Gambar . Jumlah Biji Merah Per Kg
Gambar. Biji Merah Kopi Siap Untuk di Giling
Gambar. Proses Penggilingan Biji Merah
Gambar. Setelah Perendaman
Gambar. Penjemuran Biji Kopi