• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan KetinggianTempat, Kemiring Lereng Terhadap Produksi Kopi Arabika Sigarar Utang Pada Bebagai Jenis Tanah di Kecamatan Lintong Nihuta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan KetinggianTempat, Kemiring Lereng Terhadap Produksi Kopi Arabika Sigarar Utang Pada Bebagai Jenis Tanah di Kecamatan Lintong Nihuta"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KETINGGIAN TEMPAT DAN KEMIRINGAN LERENG TEHADAP PRODUKSI KOPI ARABIKA SIGARAR UTANG PADA BERBAGAI JENIS TANAH DI KECAMATAN LINTONG NIHUTA

SKRIPSI

OLEH :

LEONARD SIHITE 100301033 AET-ILMU TANAH

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Judul Penelitian : Hubungan KetinggianTempat, Kemiring Lereng

Terhadap Produksi Kopi Arabika Sigarar Utang Pada Bebagai Jenis Tanah di Kecamatan Lintong Nihuta

Nama : LEONARD SIHITE

NIM : 100301033

Program Studi : AGROEKOTEKNOLOGI

Mengetahui

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ir. Posma Marbun, M.P.

NIP : 196707121993032002 NIP : 196012211987011002 Ir. Supriadi, M.S

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(3)

ABSTRACT

Leonard Sihite ‘ THE ELEVATION RELATION AND SLOPE

TOWARD SIGARAR UTANG ARABICA COFFEE (Coffea arabica) PRODUCTION IN MANY TIPES OF GROUD IN LINTONG NIHUTA REGENCY OF HUMBANG HASUNDUTAN’ is leaded by Ir. Posma Marbun, M.P. and Ir. Supriadi, M.S. The purpose of the study was to find out the location with the highest production of arabicca coffee (Coffea Arabica) in Lintong Nihuta regency of Humbang Hasundutan. The study was done with corelating map of place height, map of slope, map of ground tipe.

It was found 31 SPT (set of land) of resulting map of slope, map of ground tipe, map of place height overlaying from topography map with the scale 1 : 25.000. Sum of point of sampling which meet the location condition and is found coffee in the field are 13 sample points.

The result of data analysis showed the higest sum of ripe seed coffe production at SPL (set of land) 12 and the lowest sum of ripe seed coffee production at SPL (set of land) 3. The highest weight production of ripe seed coffee production at SPl (set of land) 12 and the lowest weight production of ripe seed coffee production at SPL (set of lan) 2. The highest weight production of dry seed coffee at SPL 8 and the lowest weight production of dry seed coffee at SPL 3. Keywords : Height Place, Slope, Types of Soil, Coffee Production

(4)

ABSTRAK

Leonard Sihite, “HUBUNGAN KETINGGIAN TEMPAT DAN KEMIRINGAN LERENG TEHADAP PRODUKSI KOPI ARABIKA SIGARAR UTANG PADA BERBAGAI JENIS TANAH DI KECAMATAN LINTONG NIHUTA” di bawah bimbingan by Ir. Posma Marbun, M.P. and Ir. Supriadi, M.S. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produksi kopi arabika (Coffea arabicca) tertinggi di Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan. Hal ini dilakukan dengan mengkorelasikan peta ketinggian tempat, peta kemiringan lereng dan peta jenis tanah.

Diperoleh 31 (tiga puluh satu) SPT (satuan peta tanah) dari hasil overlay peta kemiringan lereng, peta jenis tanah dan peta ketinggian tempat yang dihasilkan dari peta topografi dengan skala 1 : 25.000. Jumlah titik sampel yang sesuai dengan kondisi di lapangan dan terdapat tanaman kopi adalah 13 titik sample.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi jumlah biji merah tertinggi terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 12 dan produksi jumlah biji merah terendah terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 3. Untuk produksi berat biji merah tertinggi terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 12 dan produksi berat biji merah terendah terdapat pada Satuan peta lahan (SPL) 2. Untuk produksi berat biji kering tertinggi terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 8 dan produksi berat biji kering terendah terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 3.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa

karena begitu besar Kasih Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Adapun judul dari Usulan Penelitian ini adalah “ HUBUNGAN

KETINGGIAN TEMPAT DAN KEMIRINGAN LERENG TEHADAP

PRODUKSI KOPI ARABIKA SIGARAR UTANG (Coffea arabica) PADA

BERBAGAI JENIS TANAH DI KECAMATAN LINTONG NIHUTA”. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui lokasi dengan produksi kopi

tertinggi di Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir.

Posma Marbun, MP selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Bapak

Ir. Supriadi, M.S selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing

penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa

penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang turut membantu

dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak

kekurangan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi seluruh pihak yang membutuhkan.

Medan, Mei 2013

(6)

DAFTAR ISI

Hubungan Jenis Tanah, Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng dengan Produksi Kopi Arabika...14

Analisis Regresi...16

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

Bahan dan Alat ... 18

Metodologi Penelitian ... 18

Pelaksanaan Penelitian ... 19

(7)

Tahap Kegiatan di Lapangan... 19 Parameter Yang Diukur... 20 Analisis Data... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil……….. . 22 Pembahasan ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan………. 33 Saran ... 33

(8)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman 1. Matriks Korelasi Antara Ketinggian Tempat terhadap Jumlah Biji

Merah………... 22

2. Matriks Korelasi Antara Ketinggian Tempat terhadap Berat Biji Merah……….…………...………... 23

3. Matriks Korelasi Antara Ketinggian Tempat terhadap Berat Biji Kering………...……...……….. 23

4. Matriks Korelasi Antara Kemiringan Lereng terhadap Jumlah Biji Merah ………...……... 23

5. Matriks Korelasi Antara Kemiringan Lereng terhadap

Berat Biji Merah ………… …... 24

6. Matriks Korelasi Antara Kemiringan Lereng terhadap Berat Biji Kering………. ... 24

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta SPL (Satuan Peta Lahan)

2. Peta Jenis Tanah Kecamatan Lintong Nihuta

3. Peta Ketinggian Tempat Kecamatan Lintong Nihuta

4. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Lintong Nihuta

5. Peta Administrasi Kecamatan Lintong Nihuta

6. Peta Titik Sampel Kopi Arabika Kecamatan Lintong Nihuta

7. Pasca panen

8. Tabel Jumlah Biji Merah Merah (biji/ha)

9. Tabel Berat Biji Merah (kg/ha/SPL)

(10)

RIWAYAT HIDUP

Leonard Sihite dilahirkan di Desa Sileang pada tanggal 06 Juni 1993.

Anak pertama dari 5 (lima) bersaudara. Putra dari Ayah Hasudungan Sihite dan

Ibu Antina Wati Br. Silaban.

Riwayat Pendidikan

- SD Negeri 173406 Sileang, lulus pada tahun 2004. - SMP Negeri 1 Dolok Sanggul, lulus pada tahun 2007. - SMA Negeri 1 Dolok Sanggul, lulus pada tahun 2010.

- Tahun 2010 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB PTN di Program Studi Agroekoteknologi, dan memilih minat Ilmu

Tanah pada semester VII, Departemen Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian.

Aktivitas Selama Pendidikan

- Anggota Paduan Suara Transeamus FP USU

- Mengikuti Festival (PES PARAWI NASIONAL 2014) di Jakarta - Asisten Laboratorium Genesis Klasifikasi Tanah 2014/2015

- Asisten Dasar Ilmu Tanah di Universitas Methodis Indonesia, Medan 2014/2015

- Tenaga Pengajar Bimbingan Les Smart Club Medan (Bahasa Inggris SMP dan SMA) pada Maret – September 2013.

- Anggota CEC USU (Creative English Club)

- Mengikuti Praktek Kerja Lapangan di PTPN IV Kebun Balimbingan pada bulan Juli 2013.

(11)

- Anggota Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah (IMILTA) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

(12)

ABSTRACT

Leonard Sihite ‘ THE ELEVATION RELATION AND SLOPE

TOWARD SIGARAR UTANG ARABICA COFFEE (Coffea arabica) PRODUCTION IN MANY TIPES OF GROUD IN LINTONG NIHUTA REGENCY OF HUMBANG HASUNDUTAN’ is leaded by Ir. Posma Marbun, M.P. and Ir. Supriadi, M.S. The purpose of the study was to find out the location with the highest production of arabicca coffee (Coffea Arabica) in Lintong Nihuta regency of Humbang Hasundutan. The study was done with corelating map of place height, map of slope, map of ground tipe.

It was found 31 SPT (set of land) of resulting map of slope, map of ground tipe, map of place height overlaying from topography map with the scale 1 : 25.000. Sum of point of sampling which meet the location condition and is found coffee in the field are 13 sample points.

The result of data analysis showed the higest sum of ripe seed coffe production at SPL (set of land) 12 and the lowest sum of ripe seed coffee production at SPL (set of land) 3. The highest weight production of ripe seed coffee production at SPl (set of land) 12 and the lowest weight production of ripe seed coffee production at SPL (set of lan) 2. The highest weight production of dry seed coffee at SPL 8 and the lowest weight production of dry seed coffee at SPL 3. Keywords : Height Place, Slope, Types of Soil, Coffee Production

(13)

ABSTRAK

Leonard Sihite, “HUBUNGAN KETINGGIAN TEMPAT DAN KEMIRINGAN LERENG TEHADAP PRODUKSI KOPI ARABIKA SIGARAR UTANG PADA BERBAGAI JENIS TANAH DI KECAMATAN LINTONG NIHUTA” di bawah bimbingan by Ir. Posma Marbun, M.P. and Ir. Supriadi, M.S. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produksi kopi arabika (Coffea arabicca) tertinggi di Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan. Hal ini dilakukan dengan mengkorelasikan peta ketinggian tempat, peta kemiringan lereng dan peta jenis tanah.

Diperoleh 31 (tiga puluh satu) SPT (satuan peta tanah) dari hasil overlay peta kemiringan lereng, peta jenis tanah dan peta ketinggian tempat yang dihasilkan dari peta topografi dengan skala 1 : 25.000. Jumlah titik sampel yang sesuai dengan kondisi di lapangan dan terdapat tanaman kopi adalah 13 titik sample.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi jumlah biji merah tertinggi terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 12 dan produksi jumlah biji merah terendah terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 3. Untuk produksi berat biji merah tertinggi terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 12 dan produksi berat biji merah terendah terdapat pada Satuan peta lahan (SPL) 2. Untuk produksi berat biji kering tertinggi terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 8 dan produksi berat biji kering terendah terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 3.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama

dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi. Konsumsi kopi

dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi arabika dan 26% berasal dari

spesies kopi robusta. Kopi berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di Etopia.

Namun, kopi sendiri baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman tersebut

dikembangkan di luar daerah asalnya, yaitu Yaman di bagian selatan Arab,

melalui para saudagar Arab (Rahardjo, 2012).

Kopi Arabika varietas Sigargar Utang Lintong Nihuta telah dikenal di

mancanegara dengan keunggulan komperatif dibanding kopi lain di Indonesia.

Kopi Lintong Nihuta merupakan natural endowment bagi Kabupaten Humbang Hasudutan dengan keunggulan citra rasa seperti: aroma dan rasa yang prima serta

mutu yang lebih tinggi. Kopi Arabika Lintong Nihuta telah diakui sebagai

specialty coffee oleh Speciality Coffee Association of America (SCAA) sejajar dengan kopi Gayo, Takengon, Toraja Coffee, dan Java Coffee (Dinas Perkebunan

Provinsi Sumatera Utara, 2013).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah (2009) Humbang Hasundutan bahwa secara geografis Kecamatan

Lintong Nihuta terletak pada 2013’ -2020’ LU dan 98047’ – 98057’ dengan

ketinggian 1000 - >1500 meter di atas permukaan laut. Terdapat 3 (tiga) jenis

tanah di Kecamatan Lintong Nihuta, yaitu: Entisol dan Inceptisol untuk tanah

mineral; dan Histosol (Gambut) untuk tanah organik. Luas tanah Gambut yang

(15)

tinggi (Topogen) yang sangat langka keberadaannya di dunia. Tanah Gambut ini

berfungsi sebagai reservoir dan pengatur tata air bagi kecamatan ini dan daerah

lain disekitarnya, sehingga tanah ini perlu dilindungi menjadi kawasan lindung

(Adiwiganda, 2008).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten

Humbang Hasundutan (2012), Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang

Hasundutan dengan luas wilayah 18.126,03 ha dimana luas lahan kebun rakyat

sebesar 1.185 ha, dengan luas lahan perkebunan kopi Arabika sebesar 2.949 ha.

Produksi kopi Arabika sebesar 1.474,91 ton/ha. Produksi ini masih jauh dari

potensi produksi kopi Arabika sejenis yang dapat mencapai 1,50 - 2,0 ton/ha.

Penelitian sebelumnya, Yardha & Abubakar Karim (2012) tentang

pengembangan kopi arabika mengatakan bahwa komponen iklim yang

berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kopi adalah curah hujan, bulan

kering, suhu dan kelembaban. Suhu dan kelembaban dipengaruhi oleh ketinggian

tempat. Sementara sifat tanah berkaitan dengan produksi kopi. Kopi dapat

berproduksi baik apabila ditanam pada tanah yang sesuai, yaitu tanah dengan

kedalaman efektif yang cukup dalam (> 100 cm), gembur, berdrainase baik, serta

cukup tersedia air, unsur hara terutama kalium (K), harus cukup tersedia bahan

organik (> 3 %). Sedangkan untuk kemiringan lereng akan mempengaruhi tingkat

bahaya erosi yang dihasilkan. Semakin besar % kemiringan lereng maka akan

semakin besar tingkat erosi yang dihasilkan. Tentunya hal ini perlu diperhatikan

sebagai salah satu pertimbangan dalam budidaya kopi arabika.

Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari hasil wawancara peneliti

(16)

INDONESIA, menyatakan bahwa produksi kopi tertinggi di Kecamatan Lintong

Nihuta pada tahun 2013 adalah dari desa Pea Arung dan Lobu Tua. Mereka

mengetahui hal ini dari petani – petani yang berasal dari 2 desa tersebut dan juga

hasil rekapitulasi bulanan PT VOLKOPI INDONESIA, dimana para petani dari 2

desa tersebut memiliki angka produksi kopi tertinggi di Kecamatan Lintong

Nihuta. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk mengetahui hal yang sebenarnya

di lapangan.

Saat ini, peningkatan produksi kopi di Indonesia masih terhambat oleh

rendahnya mutu biji kopi yang dihasilkan sehingga mempengaruhi pengembangan

produksi akhir kopi. Hal ini tentunya dapat mengurangi pendapatan Negara yang

disebabkan oleh berkurangnya jumlah kopi yang diekspor. Berdasarkan masalah

tersebut perlu diketahui hubungan kondisi lapangan yaitu jenis tanah, ketinggian

tempat, dan kemiringan lereng terhadap produksi kopi arabika varietas Sigarar

Utang.

Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan jenis

tanah, ketinggian tempat dan kemiringan lereng dengan Produksi kopi arabika

Sigarar Utang di Kecamatan Lintong Nihuta.

Hipotesis Penelitian

- Ada hubungan ketinggian tempat dan kemiringan lereng dengan produksi

kopi arabika Sigarar Utang di Kecamatan Lintong Nihuta pada berbagai

(17)

Kegunaan Penelitian

- Untuk mengetahui lokasi yang paling cocok jika petani hendak

membudidayakan kopi arabika Sigarar Utang di Kecamatan Lintong

Nihuta.

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di

(18)

TINJAUAN PUSTAKA Kopi Arabika

Kopi arabika merupakan kopi yang paling banyak di kembangkan di

dunia maupun di Indonesia khususnya. Kopi ini ditanam pada dataran tinggi yang

memiliki iklim kering sekitar 1350-1850 m dari permukaan laut. Sedangkan di

Indonesia sendiri kopi ini dapat tumbuh dan berproduksi pada ketinggian 1000 –

1750 m dari permukaan laut. Jenis kopi cenderung tidak tahan Hemilia Vastatrix. Namun kopi ini memiliki tingkat aroma dan rasa yang kuat. Berikut sistematika

kopi arabika :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdo m : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Sifat-Sifat Penting Tanaman Kopi Arabika Sigarar Utang

Akar

Kopi arabika mempunyai sistem perakaran tunggang dengan

(19)

memiliki 2-3 akar tunggang semu. Bibit kopi yang berasal dari kultur jaringan

dengan teknik emrio genesis juga memiliki akar tunggang seperti pada biji. Kopi

Arabika tergolong memiliki sifat perakaran dangkal, sebagian besar akarnya

terletak di dekat permukaan tanah (0-30 cm).

Tajuk (Cabang dan Daun)

Kopi Arabika mempunyai dua macam cabang yaitu : cabang ortotrof

(tumbuh ke atas, vertical) yang dapat menghasilkan cabang plagiotrof, dan cabang

plagiotrof (tumbuh ke samping, horizontal). Cabang plagiotrof primer (tumbuh

pada batang pokok) hanya tumbuh sekali, jadi kalau sudah mati tidak pernah

tumbuh cabang primer baru di tempat yang sama, Cabang plagiotrof primer dapat

menghasilkan cabang plagiotrof sekunder. Di ketiak daun terdapat seri mata

tunas, satu seri biasanya terdiri atas 3-5 mata tunas, dan tiap mata tunas dapat

menghasilkan 3-5 primordia bunga. Mata tunas dapat berkembang menjadi bunga

atau menjadi cabang tergantung kondisi lingkungan. Daun-daun baru kopi

Arabika terbentuk dalam waktu antara 3-4 minggu sekali.

Bunga

Bunga kopi tumbuh dari tunas mata seri yang terdapat di ketiak daun. Dalam

perkembangannya bunga kopi mengalami fase dormansi (berupa lilin hijau) dan

fase aktif (berupa lilin putih, pemekaran bunga, dan terjadinya penyerbukan serta

pembuahan). Fase dormansi biasanya terjadi pada saat tanaman mengalami

cekaman (stress) air, dan fase ini akan segera berakhir setelah turun hujan atau ada

pengairan. Kopi Arabika bersifat menyerbuk sendiri, penyerbukan terjadi mulai

dini (waktu fajar) hari sampai sekitar jam 10.00 pagi yang dapat dibantu oleh

(20)

dan serangga.

Buah

Pada kopi Arabika mulai terjadi penyerbukan sampai dengan buah masak

memerlukan waktu antara 6-9 bulan, tergantung faktor genetik dan lingkungan

tumbuh tanaman.

Kopi Arabika memiliki daging buah (pulp) yang lebih tebal dan berair serta

kulit tanduknya juga lebih tebal jika dibanding dengan kopi Robusta. Dalam

keadaan normal satu buah kopi Arabika akan menghasilkan dua biji normal.

Biji

Kopi Arabika memiliki biji normal dan biji yang tidak normal. Biji tidak

normal pada kopi Arabika ada beberapa macam, yaitu : biji bulat (round bean), biji gajah (elephant bean), biji segitiga (triangle bean), dan biji kosong (empty bean).

Biji normal adalah biji yang memiliki satu keping biji dan satu lembaga (calon

tunas). Biji gajah adalah biji yang memiliki beberapa keping biji yang dipisahkan

oleh kulit ari. Pada saat penggerbusan keping-keping biji tersebut biasanya lepas

dan seringkali pecah. Biji segitiga adalah biji yang bentuknya segitiga, dihasilkan

dari buah kopi yang memiliki tiga ruas biji. Biji segitiga memiliki satu keping biji

dan satu lembaga. Biji kosong adalah biji yang tidak memiliki keping biji. Jadi di

dalam kulit tanduk tidak ada isinya (Mawardi, dkk, 2008). Deskripsi Morfologi Kopi Arabika Varietas Sigarar Utang

Kopi Arabika Varietas Sigarar Utang tidak diketahui secara pasti asal-usul

genetiknya. Pohon induk berasal dari pertanaman milik opung Sopan boru

(21)

Humbang Hasundutan. Berikut ciri-ciri Kopi Arabika Varietas Sigarar Utang

beserta kelebihan dan kelemahannya :

1. Tipe tajuk perdu semi katai (agak meninggi), kompak, daun rimbun

sampai ke dasar permukaan tanah, menutup batang pokok. Penanaman

pada ketinggian > 1000 m dpl saat berumur 2 tahun, tinggi tanaman ± 120

cm, diameter tajuk ± 170 cm (apabila dipangkas dengan sistem batang

tunggal).

2. Cabang primer tumbuh terkulai lentur teratur, terjuntai sampai permukaan

tanah, panjang antar ruas batang 4-6 cm, ruas cabang 3-4 cm. Daun tua

berwarna hijau gelap, daun muda berwarna coklat kemerahan. Bentuk

daun oval memanjang runcing, pangkal daun runcing, ujung meruncing,

tepi daun bergelombang tegas, apabila naungan kurang (tanpa penaung)

helai daun mengatup ke atas. Saat awal berbunga 1,0 tahun setelah

ditanam di lapangan. Berbunga beberapa kali mengikuti pola sebaran

hujan sepanjang tahun.

3. Buah muda oval memanjang berwarna hijau bersih, buah tua berbentuk

bulat memanjang berukuran besar, diskus kecil tanpa perhiasan buah, buah

masak tidak serempak, mengikuti pola pembungaan yang terus menerus,

buah masak berwarna merah tua cerah. Jumlah buah per ruas 10-16, berat

100 buah masak merah 148 gram, letak buah dalam pohon tersembunyi di

balik daun.

4. Bentuk biji oval agak memanjang, berat 100 butir biji 16,4 gram, nisbah

biji buah 14,9; biji normal 80%, biji gajah 2%, biji bulat 6%, biji triase 7%

(22)

penyakit karat daun, Hemileia vastatrix, rentan bubuk buah kopi (PBKo).

Produktivitas 2.000 kg/ha - 2.500 kg/ha untuk populasi 2.000 pohon/ha di

ketinggian tempat > 1.000 m dpl. Mutu fisik biji cukup baik, mutu

seduhan baik (good). (Mawardi, dkk, 2008). Klasifikasi Tanah

Klasifikasi tanah adalah pengelompokan tanah-tanah atas karakteristik

yang sama dan memberikan nama tertentu, tanpa referensi penggunaanya. Tujuan

klasifikasi tanah adalah: (1) membuat suatu kerangka hubungan antara tanah dan

lingkungan, (2) menetapkan kelompok-kelompok tanah yang berguna dan

interpretasi yang dapat dibuat, misal: potensi produksi, bahaya erosi. Soil

Taxonomy adalah sistem klasifikasi tanah yang dikembangkan oleh USA, dengan

lembaga USDA, didasarkan kepada pengamatan horizon dan sebagian sifat

penciri tanah. Proses pembentukan tanah tidak diperhatikan. Prinsip Klasifikasi

terdiri atas beberapa kategori (multi kategori) seperti taksonomi tumbuhan,

dimulai dari yang bersifat umum hingga yang khusus yaitu: Ordo, Sub Ordo,

Great Group, Sub Group, Famili dan Seri (Darmawijaya, 1975).

Entisol

Konsep pokok dari Entisol (recent, umur geologi Holosin) adalah tanah-tanah mineral yang masih muda atau yang berumur muda (Holosin), tanah-tanah baru

diendapkan, atau belum/masih sedikit mengalami pelapukan atau berasal dari

tanah sisa hasil erosi dicirikan oleh profil A/C atau A/R

Tanah tidak memiliki banyak horizon hanya berupa lapisan-lapisan tanah,

(23)

lereng atau pada slope yang tererosi, menerima deposit (endapan) banjir, dan

sebagainya.

Menurut Taksonomi Tanah, Entisol didefenisikan sebagai tanah yang

memenuhi syarat bila regim suhu adalah mesik, isomesik atau lebih panas dari

waktu kering, ditemukan retakan – retakan selebar 1 cm pada kedalaman 50 cm

pada kadar liat < 39 %, di beberapa sub horison pada kedalaman < 50 cm dan

memenuhi salah satu syarat dari kriteria berikut ini yaitu : bahan sulfidik pada

kedalaman < 50 cm dari permukaan tanah mineral atau mempunyai horison

penciri epipedon okhrik, albik, anthropik, histik atau spodik pada kedalaman lebih

dari 2 meter (Munir, 1996).

Tanah Entisol terdiri dari 5 sub ordo dan 4 diantaranya termasuk dalam

tanah pertanian utama, yaitu Aquent adalah Entisol basah yang selalu jenuh air

sehingga drainase terhambat, Flavuent terbentuk dari bahan endapan di dataran

banjir sungai, Psamment adalah Entisol bertekstur pasir atau berlempung dan

Orthent adalah Entisol berpenampang dangkal atau tipis serta berbatu di lereng –

lereng curam (Subagyo, dkk, 2000).

Kesuburan tanahnya bervariasi tergantung pada bahan induk dan topografi

seperti reaksi tanah antara Aquent dan Fluvent atau Psamment. Reaksi tanah

Aquent biasanya masam sampai agak masam (pH 4,7 – 6,6), Fluvent

dan Orthent cenderung masam sampai agak masam (pH 5,0 – 6,5) sedangkan

Psamment sangat masam sampai masam (pH 4,0 – 4,8) dan lapisan bawahnya

umumnya lebih masam daripada lapisan atas. Kejenuhan basa bervariasi,

KTK bervariasi baik antara horison A maupun horizon C, kandungan P bervariasi

(24)

Entisol mempunyai kejenuhan basa bervariasi, pH dari asam, netral

sampai alkalin, KTK bervariasi baik pada horizon A maupun horizon C,

mempunyai nisbah C/N < 20% dimana tanah yang mempunyai tekstur kasar

berkadar bahan organik dan nitrogen lebih rendah dibandingkan tanah yang

bertekstur lebih halus. Hal ini disebabkan oleh kadar air yang lebih rendah dan

kemungkinan oksidasi yang lebih baik dalam tanah yang bertektur kasar juga

penambahan alamiah dari sisa bahan organik kurang dari pada tanah bertekstur

halus (Munir, 1996).

Menurut Darmawijaya (1990) tanah Entisol umumnya cukup mengandung

unsur P dan K yang masih segar dan belum siap untuk diserap tanaman tetapi

kekurangan unsur N.

Entisol mempunyai kadar lempung dan bahan organik rendah, sehingga

daya menahan airnya rendah, struktur remah sampai berbutir dan sangat sarang,

hal ini menyebabkan tanah tersebut mudah melewatkan air dan air mudah hilang

karena perkolasi (Mowidu, 2001).

Data analisis tanah Entisol dari berbagai wilayah menunjukkan bahwa

sifat tanahnya tergantung dari komposisi bahan endapan yang membentuknya.

Entisol memiliki kelas tekstur yang sangat beragam, dari berpasir, berliat, sampai

berlempung dengan kandungan debu tinggi. Reaksi tanah juga bervariasi mulai

masam hingga agak masam. Lapisan bawah lebih asam daripada lapisan atas.

Kandungan bahan organik beragam dari sedang sampai tinggi, bahkan ada yang

sangat rendah sampai rendah. Nilai ratio C/N tergolong sedang sampai tinggi,

kandungan P potensial bervariasi, sebagian sangat rendah sampai rendah dan

(25)

tukar, KB dan KTK juga bervariasi dari rendah sampai tinggi. Potensi kesuburan

Entisol sangat bervariasi tergantung komposisi bahan dari sedang sampai tinggi.

Troporthents adalah Orthents utama daerah intertropis yang memiliki

rezim kelembaban udic. Sebagian besar troporthents berada pada kelerengan

sedang hingga curam yang berasal dari bentukan geologi alami yang masih baru.

Troporthents memiliki beberapa reaksi, tergantung sifat dari bahan induk, tetapi

sebagian besar bereaksi masam. Troporthents biasanya ditumbuhi vegetasi hutan

hujan, savana antropis, atau tanaman budidaya. Kebanyakan tanah ini dimasukkan

kedalam Litosol dan Regosol.

Troporthents adalah Orthents (1) yang memiliki rezim suhu isomesik atau

iso yang hangat ; (2) tidak kering di beberapa atau semua bagian dengan

kelembaban sebanyak 90 hari kumulatif hampir sepanjang tahun dan (3) memiliki

salinitas < 2 mmhos per sentimeter pada suhu 250 C di semua sub horizon atas

dimana kedalaman berikutnya setidaknya: terdapat kontak litik atau paralitik,

pada kedalaman 1,25 m jika ukuran kelas partikel berpasir; 90 cm jika

berlempung dan 75 cm jika berliat.

Inceptisol

Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah matang, dan

masih banyak menyerupai sifat bahn induknya. Penggunaan Inceptisol untuk

pertanian atau non pertanian beraneka ragam. Daerah-daerah yang berlereng

curam atau hutan, yang berdrainase buruk hanya dapat dipergunakan untuk

(26)

Inceptisol dapat berkembang dari bahan induk batuan beku, sedimen dan

metamorf. Karena Inceptisol merupakan tanah yang baru berkembang, biasanya

mempunyai tekstur yang beragam dari kasar hingga halus, Dalam hal ini dapat

tergantung dari tingkat kelapukan bahan induknya. Bentuk wilayah beragam dari

berombak hingga bergunung. Kesuburan tanahnya rendah, jeluk efektifnya

beragam dari dangkal hingga dalam. Di dataran rendah pada umumnya solumnya

tebal, sedangkan pada daerah berlereng curam solummya tipis. Pada

tanah berlereng cocok bagi tanaman tahunan atau tanaman permanen untuk

menjaga kelestarian tanah (Munir, 1996).

Sebagian besar Inceptisol menunjukkan kelas tekstur berliat dengan

kandungan liat cukup tinggi (35 – 78%), tetapi sebagian termasuk berlempung

halus dengan kandungan liat lebih rendah (18 – 35%). Reaksi tanah masam

sampai agak masam (pH 4,6 – 5,5) dan agak masam sampai netral (pH 5,6 – 6,8).

Kandungan bahan organik sebagian rendah sampai sedang dan sebagian lagi

sedang sampai tinggi. Kandungan bahan organik lapisan atas selalu

lebih tinggi daripada lapisan bawah dengan ratio C/N tergolong

rendah (5 – 10) sampai sedang (10 – 18). Kandungan P Potensial rendah sampai

tinggi dan K potensial sangat rendah sampai sedang. Kandungan P

potensial umumnya lebih tinggi daripada K potensial, baik lapisan atas maupun

lapisan bawah.

Jumlah basa – basa dapat tukar di seluruh lapisan tergolong sedang sampai

tinggi. Kompleks absorbsi didominasi ion Mg dan Ca, dengan kandungan

ion K relatif lebih rendah. Kapasitas tukar kation (KTK) sedang sampai tinggi di

(27)

disimpulkan kesuburan alami Inceptisol bervariasi dari rendah sampai tinggi

(Damanik, dkk, 2010).

Humitropepts adalah Tropepts (sub ordo Inceptisol) yang kaya akan humus yang relatif dingin dan terdapat pada daerah dataran tinggi yang lembab.

Rezim kelembaban tanah sebagian besar udik, dan rezim suhu sebagian besar

isoterm atau isomesik. Kejenuhan basa biasanya rendah atau sangat rendah.

Tanah ini memiliki epipedon umbrik ataupun ochrik dan sebagian besar memiliki

horison bawah penciri kambik. Sub ordo ini merupakan sebagian besar

ditumbuhi hutan cemara berdaun lebar, tetapi banyak yang digunakan untuk

perladangan berpindah (Soil Survey Staff, 1975).

Humitropepts adalah Tropopepts yang (1) memiliki 12 kg atau lebih karbon organik yang berasal dari serasah permukaan di tanah per meter persegi

hingga kedalaman 1 meter, (2) memiliki kejenuhan basa < 50 persen (NH4OAc)

pada beberapa subhorizon antara kedalaman 25 cm dan 1 meter dan (3) tidak

memiliki horison sombric (Soil Survey Staff, 1975).

Hubungan Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng dengan Produksi Kopi Arabika pada Berbagai Jenis Tanah

Pada umumnya tanaman kopi menghendaki tanah yang lapisan atasnya

dalam, gembur, subur, banyak mengandung humus, atau dengan kata lain tekstur

tanah harus baik. Tanah yang tekstur/strukturnya baik adalah tanah yang berasal

dari abu gubung berapi atau yang cukup mengandung pasir. Tanah yang

demikian pergiliran udara dan air di dalam tanah berjalan dengan baik. Tanah

tidak menghendaki air tanah yang dangkal, karena dapat membusukkan

perakaran, sekurang‐kurangnya kedalaman air tanah 3 meter dari permukaannya.

(28)

drainasenya kurang baik dan tanah liat berat adalah tidak cocok. Dalam

penelitian Asmac (2008) tanaman kopi dapat tumbuh baik pada pH 5,5 – 6,5. 2)

DHL yang umumnya rendah menunjukkan bahwa kebun kopi tersebut tidak

memiliki masalah terhadap kadar garam total, karena apabila kadar garam total

yang semakin tinggi justru dapat berbahaya bagi tanah (pemadatan tanah) dan

tanaman (plasmolisis). 3) Kadar kalium (K) yang tinggi, berarti tidak diperlukan

pemupukan dengan menggunakan pupuk yang mengandung unsur K (misalnya

pupuk KCl). 4) Faktor pembatas yang dapat membatasi pertumbuhan dan hasil

kopi adalah bahan oranik tanah, Nitrogen, dan Fosfor. Untuk mengatasi hal itu,

perlu dilakukan pemupukan seperti dengan pupuk kandang, urea, dan SP-36.

Ketinggian tempat akan mempengaruhi kondisi iklim sekitarnya. Tanaman

kopi akan tumbuh baik dengan ketinggian tempat 1250 s/d 1.850 m dpl, Suhu

udara rata‐rata 17-21 oC. Tempat yang semakin tinggi tentunya mempunyai suhu

yang lebih rendah atau lebih dingin. Pada kondisi dingin, suhu yang relatif tinggi

pada musim panas dan awal musim gugur tampaknya dapat merangsang inisiasi

bunga. Fungsi suhu di sini adalah mematahkan dormansi kuncup. Hal ini akan

mempengaruhi terhadap produksi akhir yang dihasilkan. Dengan banyaknya

jumlah bunga yang dihasilkan maka produksi kopi akan semakin banyak. Hasil

penelitian Karim (1993) menunjukkan, ketinggian tempat di atas permukaan laut

dan lereng berpengaruh sangat nyata, baik secara langsung maupun tidak

langsung terhadap produksi. Besarnya pengaruh langsung tersebut adalah

36,85% dan 40,45%, sedangkan besarnya pengaruh tidak langsung adalah 0,10%

(29)

Perbedaan kesesuaian lingkungan dan tipe pembungaan menyebabkan

tingkat permasalahan yang dihadapi. Pemberian naungan juga akan memberikan

pengaruh terhadap kualitas biji dimana penelitian Muschler (2001) menyatakan

bahwa terjadi perubahan bobot biji dari 49 dan 43% tanpa naungan menjadi 69

dan 72% bobot biji dengan adanya naungan.

Hasil penelitian karim (1996) menunjukkan, selain suhu, bulan kering,

curah hujan, dan kelembaban udara berkorelasi dengan produksi kopi Arabika.

Meningkatnya persentase berat biji diikuti oleh penurunan persentase biji

terapung. Semakin rendahnya persentase buah terapung dengan meningkatnya

ketinggian tempat dapat dipahami karena serangan hama bubuk buah dan tidak

ditemukan tanaman terserang penyakit karat daun (Hemielia vastatrix).

Kemiringan lereng <15% akan mendukung pertumbuhan tanaman kopi

arabika. Kemiringan >15% akan menyebabkan erosi dan mempercepat aliran

permukaan, sehingga kekuatan aliran permukaan untuk mengangkut meningkat.

Lereng yang semakin panjang menyebabkan volume air yang mengalir menjadi

semakin besar. Apabila dalamnya air menjadi dua kali lipat, maka kecepatan

aliran menjadi empat kali lebih besar, akibatnya maka besar /berat benda yang

dapat diangkut juga berlipat ganda. Hal ini akan mengangkut bahan organik

maupun serasah yang ada di permukaan tanah yang diperlukan oleh tanaman kopi.

Sementara bahan organik turut serta dalam menyumbang unsur hara tanaman

kopi. Hal ini tentunya akan mengurangi produksi kopi (Kustantini, 2014).

Analisis Regresi

(30)

menjadi regresi linear dan non linear. Disebut regresi linear apabila antara

variabel bebas dan variabel respon berhubungan secara linear sedangkan pada

regresi non linear maka antara variabel bebas dengan variabel respon

berhubungan secara nonlinear. Untuk regresi linear secara garis besar terbagi

menjadi dua yaitu regresi sederhana dan berganda. Regresi sederhana terjadi

apabila dalam model regresi hanya memuat satu variabel bebas sedangkan pada

regresi berganda memuat paling sedikit dua variabel bebas (Pramesti, 2009).

Model regresi linear untuk analisis regresi linear berganda secara umum,

yaitu : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 dengan Y adalah variabel respon ke X, a, b1,

b2, b3 merupakan parameter regresi dan X merupakan variabel bebas (Pramesti,

2009).Koefisien determinasi digunakan untuk menghitung besarnya peranan atau

pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung. Besarnya R berkisar antara

0-1 yang berarti semakin kecil besarnya R, maka hubungan kedua variabel

semakin lemah. Sebaliknya jika R semakin mendekati 1, maka hubungan kedua

variabel semakin kuat (Sarwono, 2012).

Jika hasil tabel dari suatu data menunjukkan semua koefisien regresi

bernilai positif, maka pengaruh X1 dan X2 mempunyai kecendrungan positif

terhadap Y. Dapat diperhatikan pula bahwa ∝ = 0,05 > Sig.X1 maka pengaruh

koefisien X1 signifikan dalam persamaan model regresi linear berganda

(31)
(32)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kebun kopi Arabika rakyat di Kecamatan

Lintong Nihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan dengan ketinggian tempat

1.000-1.500 mdpl. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret s/d Agustus 2014.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah: biji merah

kopi arabika Lintong Nihuta, serta bahan-bahan yang pendukung lainnya yang

digunakan.

Peralatan yang akan digunakan adalah: Peta Satuan Peta Lahan (SPL)

Kecamatan Lintong Nihuta skala 1 : 25.000 , peta yang dihasilkan dari overlay

antara Peta Jenis Tanah skala 1 : 25.000, Peta Kemiringan Lereng skala 1 :

25.000, dan Peta Ketinggian Tempat skala 1 : 25.000 , GPS, timbangan, kantong

plastik, kertas label, spidol, peralatan tulis serta peralatan pendukung lainnya yang

digunakan.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei yang di

uji dengan uji korelasional dengan mengidentifikasi hubungan antara variable

dengan produksi kopi arabika sigarar utang.

Pengamatan produksi di lapangan dilakukan berdasarkan pengamatan

produksi kopi tiap SPL. Setiap Satuan Peta Lahan (SPL) yang dijadikan objek

penelitian diperoleh dari hasil tumpang tindih antara peta ketinggian tempat, peta

kemiringan lereng dan peta jenis tanah. Peta-peta tersebut disesuaikan dengan peta

(33)

Semua titik pengamatan (SPL) dilakukan pada kebun kopi rakyat di

Kecamatan Lintong Nihuta dengan varietas yang sama yaitu kopi Arabika Sigarar

Utang dengan umur dan pengelolaan yang relatif yang sama, sehingga yang

membedakanya hanya ketiga variebel tersebut (jenis tanah, ketinggian tempat dan

kemiringan lereng).

Setelah data produksi kopi setiap SPL didapat, maka data tersebut

dikorelasikan dengan ketiga variabel tersebut yaitu : jenis tanah, ketinggian

tempat dan kemiringan lereng untuk diketahui hubungannya dengan produksi kopi

arabika Sigarar Utang.

Pelaksanaan Penelitian Tahap Persiapan

Sebelum kegiatan penelitian dilakukan maka terlebih dahulu diadakan

rencana penelitian, konsultasi dengan dosen pembimbing, telaah pustaka,

penyusunan usulan penelitian, pengadaan peta-peta yang dibutuhkan, mengadakan

pra survey ke lapangan dan persiapan alat dan bahan yang akan digunakan dalam

penelitian ini.

Tahap Kegiatan di Lapangan

Daerah penelitian dan perolehan Satuan Peta Lahan (SPL) ditentukan

berdasarkan peta jenis tanah, peta kemiringan lereng dan peta ketinggian tempat.

- Kebun petani yang ditetapkan sebagai daerah pengamatan adalah mewakili

seluruh areal petani kopi di Kecamatan Lintong Nihuta, Kabupaten

Humbang Hasundutan pada setiap SPL.

- Daerah pengamatan ditetapkan di kebun kopi milik petani untuk melihat.

(34)

- Daerah pengamatan unit kopi rakyat diplot titik koordinatnya dengan

menggunakan GPS.

Parameter yang Diamati 1. Jumlah biji merah (Ha)

2. Berat biji merah per ha (Kg/Ha)

3. Berat biji kering per ha (Kg/Ha)

Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi dan korelasi. Analisis

regresi bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel X terhadap Y, sementara

analisis korelasional bertujuan untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan

variabel X terhadap Y. Tingkat hubungan tersebut dapat dibagi menjadi tiga

kriteria, yaitu mempunyai hubungan positif, mempunyai hubungan negatif dan

tidak mempunyai hubungan.

Data dianalisis dengan rancangan multivariat dengan menggunakan SPSS.

Jumlah pengambilan sampel Biji Merah sebanyak 390 sampel. Model yang

diasumsikan adalah sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2

Dengan:

Y = variabel respon

a = intersep dari garis sumbu Y

b= koefisien regresi linear

X = variabel bebas (ketinggian tempat dan kemiringan lereng).

Jumlah produksi merupakan variabel respon dalam persamaan multivariat

(35)

variabel bebas dengan kata lain (X1), kemiringan lereng merupakan variabel bebas

(X2).

Metode analisis data yang digunakan untuk nilai R yang menunjukkan

tingkat atau kategori pengaruh X terhadap Y, Sugiyono (2007) memberi nilai

sebagai berikut :

0,00 - 0,199 = Sangat rendah

0,20 - 0,399 = Rendah

0,40 - 0,599 = Sedang

0,60 - 0,799 = Kuat

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Karakteristik data di lapangan menunjukkan bahwa produksi jumlah biji

merah tertinggi terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 12 dengan ordo entisol

dan produksi jumlah biji merah terendah terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 3

dengan ordo inseptisol. Untuk produksi berat biji merah tertinggi terdapat pada

satuan peta lahan (SPL) 12 dengan ordo entisol dan produksi berat biji merah

terendah terdapat pada Satuan peta lahan (SPL) 2 dengan ordo inseptisol. Untuk

produksi berat biji kering tertinggi terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 8 dengan

ordo inseptisol dan produksi berat biji kering terendah terdapat pada satuan peta

lahan (SPL) 3 dengan ordo inseptisol.

Secara satistik dengan menggunakan aplikasi SPSS dilakukan analisis

faktor yang menghasilkan tabel-tabel matriks korelasi. Berikut adalah tabel-tabel

tersebut.

Tabel 1. Tabel Matriks Korelasi Antara Ketinggian Tempat terhadap Jumlah Biji Merah

Correlation Matrixa

Ketinggian tempat Jumlah biji merah

Correlation Ketinggian tempat 1.000 .395

Jumlah biji merah .395 1.000

Sig. (1-tailed) Ketinggian tempat .091

Jumlah biji merah .091

(37)

Tabel 2. Tabel Matriks Korelasi Antara Ketinggian Tempat terhadap Berat Biji Merah

Correlation Matrixa

Berat biji merah Ketinggian tempat

Correlation Beratbiji merah 1.000 .573

Ketinggian tempat .573 1.000

Sig. (1-tailed) Berat biji merah .020

Ketinggian tempat .020

a. Determinant = ,672

Tabel 3. Tabel Matriks Korelasi Antara Ketinggian Tempat terhadap Berat Biji Kering

Correlation Matrixa

Ketinggian tempat Berat biji kering

Correlation Ketinggian tempat 1.000 .523

Beratbiji kering .523 1.000

Sig. (1-tailed) Ketinggian tempat .031

Berat biji kering .031

a. Determinant = ,717

Tabel 4. Tabel Matriks Korelasi Antara Kemiringan Lereng terhadap Jumlah Biji Merah

Correlation Matrixa

Kemiringan lereng Jumlah biji merah

Correlation Kemiringan lereng 1.000 -.117

Jumlah biji merah -.117 1.000

Sig. (1-tailed) Kemiringan lereng .243

Jumlah biji merah .243

(38)

Tabel 5. Tabel Matriks Korelasi Antara Kemiringan Lereng terhadap Berat Biji Merah

Correlation Matrixa

Kemiringan lereng Berat biji merah

Correlation Kemiringan lereng 1.000 .142

Berat biji merah .142 1.000

Sig. (1-tailed) Kemiringan lereng .330

Berat biji merah .330

a. Determinant = ,982

Tabel 6. Tabel Matriks Korelasi Antara Kemiringan Lereng terhadap Berat Biji Kering

Correlation Matrixa

Kemiringan lereng Berat biji kering

Correlation Kemiringan lereng 1.000 .206

Berat biji kering .206 1.000

Sig. (1-tailed) Kemiringan lereng .345

Berat biji kering .345

a. Determinant = ,985

Dalam persamaan yang diperoleh dari tabel koefisien regresi (lampiran)

antara ketinggian tempat (X1) dengan produksi jumlah biji merah (Ybiji), berat

biji merah (Ybrtbm), berat biji kering (Ybrtbk) disajikan sebagai berikut :

Ybiji = 8,05 + 0,42 X R2 = 0,156tn ...(1)

Ybrtbm = -103,569 + 0,138X R2 = 0,326* ...(2)

Ybrtbk = -76,88 + 0,1X R2 = 0,273tn ...(3)

Keterangan : 1000 < X < 1500 m dpl

Sedangkan hubungan antara Kemiringan lereng (X2) dengan produks i

jumlah biji merah (Ybiji), berat biji merah (Ybrtbm), berat biji kering (Ybrtbk)

(39)

Ybiji = 67,630 - 0,444X R2 = 0,014tn ...(4)

Ybrtbm = 75,333 + 1,222X R2 = 0,020tn ...(5)

Ybrtbk = 50.440 +1,420 R2 = 0,043tn ...(6)

Keterangan : 0 < X < 16 %

Dengan memperhatikan nilai signifikasi yang ada pada masing masing

tabel koefisien regresi (lampiran), maka dapat dilihat signifikasi nyata dan tidak

nyata dalam tabel berikut :

Tabel 7. Korelasi antara Karakteristik Lahan dengan Produksi Kopi Arabika ...Sigarar Utang di Kecamatan Lintong Nihuta, Kabupaten Humbang ...Hasundutan

Keterangan :

X1= Ketinggian Tempat X2= Kemiringan Lereng

Y1= Jumlah Biji Merah per ha (biji/ha) Y2= Berat Biji Merah per ha (kg/ha) Y3= Berat Biji Kering per ha (kg/ha) tn = Tidak Nyata

*= = Nyata

Y1 Y2 Y3

X1 0, 395tn 0,573* 0,523tn

(40)

Gambar 1. Hubungan antara Ketinggian Tempat terhadap Jumlah Biji Merah

Y = -103,569 + 0,138X R2 = 0,326

Ketinggian Tempat (m dpl)

(41)

Jumlah Biji Merah (Biji/Ha)

Ketinggian Tempat (m dpl)

Gambar 3. Hubungan antara Ketinggian Tempat terhadap Berat Biji Kering Y = -76,388 + 0,1X R2 = 0,273

Kemiringan Lereng (%)

Gambar 4. Hubungan antara Kemiringan Lereng terhadap Jumlah Biji Merah

(42)

Y = 50.440 +1,42 R2 = 0,043

Kemiringan Lereng (%)

Gambar 6. Hubungan antara Kemiringan Lereng terhadap Berat Biji Kering Y = 75,333 + 1,222X R2 = 0,020

Kemiringan Lereng (%)

Gambar 5. Hubungan antara Kemiringan Lereng terhadap Berat Biji Merah

4 8 12 16

(43)

Pembahasan

Berdasarkan tabel (1-6), dimana nilai determinasi tertinggi ada pada

variabel kemiringan lereng terhadap berat biji kering yaitu sebesar 0,985. Hal ini

menunjukkan adanya tingkat hubungan yang cukup tinggi. Sedangkan nilai

determinasi terendah ada pada variabel kemiringan lereng terhadap berat biji

merah yaitu sebesar 0,672. Hal ini menunjukkan adanya tingkat hubungan yang

sedang.

Pembahasan ditujukan pada 3 (tiga) parameter, yaitu : jumlah biji merah

(biji/ha), berat biji merah (kg/ha), dan berat biji kering (kg/ha). Pemilihan

parameter tersebut berkaitan dengan satuan atau takaran dalam pemasaran kopi

Arabika Sigarar Utang di pasar tradisional, nasional, maupun internasional.

Berdasarkan tabel sidik ragam (lampiran) menunjukkan bahwa hubungan

ketinggian tempat terhadap jumlah biji merah tidak berpengaruh nyata dimana

nilai signifikasi > taraf 5%. Sementara pengaruh ketinggian tempat terhadap

jumlah biji merah adalah rendah dengan nilai R 0, 395. Angka ini disesuaikan

dengan tulisan Sugiono (2007) terhadap penggolongan pengaruh variabel X

terhadap Y yang didasarkan pada nilai R.

Berdasarkan tabel sidik ragam menunjukkan bahwa hubungan variabel

ketinggian tempat terhadap berat biji merah adalah nyata. Karim (1996)

menyatakan bahwa semakin tinggi ketinggian tempat, maka suhu semakin rendah

(dingin). Pada kondisi suhu yang relatif rendah dapat merangsang inisiasi bunga

sehingga menghasilkan biji yang kualitasnya baik (berat biji meningkat). Fakta ini

bermakna bahwa ukuran biji merah kopi bertambah besar seiring dengan

peningkatan ketinggian tempat. Dijelaskan lagi bahwa peningkatan berat biji

(44)

buah terapung akan semakin terapung dengan meningkatnya ketinggian tempat.

Berdasarkan tabel sidik ragam (lampiran 4-15) menunjukkan bahwa

hubungan ketinggian tempat terhadap berat biji kering tidak berpengaruh nyata

dimana nilai signifikasi > taraf 5%. Sementara pengaruh ketinggian tempat

terhadap jumlah biji merah adalah sedang dengan nilai R 0, 523.

Ketinggian tempat merupakan salah satu karakteristik lahan yang menjadi

salah satu variabel bebas dalam penelitian ini. Dalam pengamatan di lapangan

dengan karakteristik lahan ketinggian terendah pada 1.200 m dpl dan 1.500 m dpl

sebagai daerah pengamatan tetinggi.

Persamaan regresi menunjukkan bahwa variabel ketinggian tempat untuk

koefisien regresi untuk Ybijibernilai positif, untuk Ybrtbmbernilai positif dengan

konsanta bernilai negatif, dan untuk Ybrtbk bernilai positif dengan konstanta

negatif. Maka dari ketiga persamaan diatas, variabel ketinggian tempat

memberikan tingkat pengaruh yang paling tinggi terhadap Ybrtbm dengan

determinasi R2 sebesar 32,6%.

Persamaan regresi (Gambar 1.) menunjukkan, semakin tinggi tempat

hingga 1500 m dpl produksi jumlah biji merah semakin tertinggi dengan jumlah

produksi bijimerah 79.532 kg/ha. Dalam hal ini variabel ketinggian tempat

mempunyai nilai determinasi R2 sebesar 15, 6 %.

Persamaan regresi (Gambar 2.) menunjukkan produksi berat biji merah

tertinggi ada pada ketinggian tempat 1.400-1.500 sebesar 123,25 kg/ha, dimana

dalam hal ini ketinggian tempat berpengaruh nyata atau memberikan nilai

(45)

rendah yaitu 32,6%. Maka, semakin tinggi tempat maka produksi berat biji merah

akan semakin tinggi.

Persamaan regresi (Gambar 3.) menunjukkan produksi berat biji kering

tertinggi ada pada ketinggian 1.400-1.500 m dpl dengan berat biji kering tertinggi

sebesar 94,9 kg/ha, maka semakin tinggi tempat produksi berat biji kering akan

semakin tinggi. Berikut disajikan grafik hubungan ketinggian tempat dengan

produksi jumlah biji merah (biji/ha), berat biji merah (kg/ha) dan berat biji kering

(kg/ha).

Berdasarkan tabel sidik ragam (lampiran 4-15) menunjukkan bahwa

hubungan kemiringan lereng terhadap jumlah biji merah tidak berpengaruh nyata

dimana nilai signifikasi > taraf 5%. Sementara pengaruh kemiringan terhadap

jumlah biji merah adalah sangat rendah dengan nilai R 0, 143.

Berdasarkan tabel sidik ragam (lampiran 4-15) menunjukkan bahwa

hubungan kemiringan lereng terhadap berat biji merah tidak berpengaruh nyata

dimana nilai signifikasi > taraf 5%. Sementara pengaruh kemiringan terhadap

jumlah biji merah adalah sangat rendah dengan nilai R 0, 148.

Berdasarkan tabel sidik ragam (lampiran 4-15) menunjukkan bahwa

hubungan kemiringan lereng terhadap berat biji kering tidak berpengaruh nyata

dimana nilai signifikasi > taraf 5%. Sementara pengaruh kemiringan lereng

terhadap jumlah berat biji kering adalah sangat rendah dengan nilai R 0, 101.

Persamaan regresi (Gambar 4.) menunjukkan Jumlah biji merah tertinggi

ada pada kemiringan lereng (0-4), dalam hal ini kemiringan lereng tidak

berpengaruh nyata terhadap jumlah biji merah dengan determinasi R2 relatif

(46)

Persamaan regresi (Gambar 5.) menunjukkan berat biji merah tertinggi ada

pada kemiringan lereng (8-16), dalam hal ini kemiringan lereng tidak berpengaruh

nyata terhadap berat biji merah dengan determinasi R2 relatif rendah yaitu 2%.

Persamaan regresi (Gambar 6.) menunjukkan Jumlah biji merah tertinggi

ada pada kemiringan lereng (8-16), dalam hal ini kemiringan lereng tidak

berpengaruh nyata terhadap berat biji kering dengan determinasi R2 relatif rendah

(47)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Variabel ketinggian tempat dan variabel kemiringan lereng sebagai

karakteristik pembentuk satuan lahan secara umum berkorelasi dengan

karakteristik lahan lainnya.

2. Persamaan regresi untuk hubungan antara komponen produksi kopi

Arabika Sigarar Utang dengan variabel ketinggian tempat adalah :

Ybiji = 8,05 + 0,42 X R2 = 0,156tn

Ybrtbm = -103,569 + 0,138X R2 = 0,326n

Ybrtbk = -76,88 + 0,1X R2 = 0,273tn

3 Persamaan regresi untuk hubungan antara komponen produksi Arabika

Sigarar Utang t dengan kemiringan lereng adalah :

Ybiji = 67,630 - 0,44X R2 = 0,014tn

Ybrtbm = 75,333 + 1,222X R2 = 0,020tn

Ybrtbk = 50,440 + 1,420X R2 = 0,043tn

Saran

1. Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan dengan menghitung produktivitas

kopi arabika sigarar Utang (Ton/Ha/Tahun).

2. Sebaiknya permerindah daerah maupun pemerintah pusat lebih

memperhatikan pemasaran produk Kopi Arabika Sigarar Utang di tingkat

nasional mengingat produk kopi ini lebih di kenal di kalangan luar negri

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Aak.1980. Budidaya Tanaman Kopi. Yayasan Kanisius, Yogyakarta.

Adiwiganda, R. 2008. Peranan Evaluasi Lahan dalam Penataan Ruang. Bahan Kuliah Keragaman Lahan untuk Penataan Ruang. Program Doktor Ilmu Pertanian, Pascasarjana Fakultas Pertanian USU, Medan.

Asmacs, 2008. Budidaya Tanaman Kopi. http: //Asmacs. Wordpress. Com. Diakses 14 Februari 2014.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). 2009. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan 2011 - 2031. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan.

Badan Pusat Statistik, 2012. Humbang Hasundutan Dalam Angka infigures. BPS-Statistics of Humbang Hasundutan Regency

Damanik, M. M. B., B. E. Hasibuan., Fauzi., Sarifuddin dan H. Hanum. 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukkan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Darmawijaya, I.M, 1975. Klasisikasi Tanah Kopi. Komisi Teknis Perkebunan Ke-V. Budidaya Kopi-Coklat, Tretes, 4-7 Agustus 1975.

Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara – Medan. 2011. (http://www.taputkab. go.id/page.php, 2012). Diakses pada tanggal 14 Maret 2013.

Hardjowigeno, S., 1993. Ilmu Tanah. Akademi Pressindo, Jakarta.

Karim, A. 2007. Pengembangan Kopi Arabika Organik di Bener Meriah. Pelatihan Penuyuluh Pertanian Lapangan Kabupaten Bener Meriah Pondok Gajah.

Karim, A; U.S.Wiradisastra, Sudarsono, S.Yahya,, 2012. Pengelolaan Lahan Kopi Arabika Gayo Berbasis Satuan Lahan dan Hubungannya dengan Indikasi Geografis. Makalah pada Seminar: Balanced Nutrition and Sustainable Soil Fertility Management in Arabica Coffee Production in North Sumatera and Aceh, Medan.

Kustantini. D. 2014. Pentingnya Konservasi Tanah Pada Pengelolaan Kebun Sumber Benih Kopi (PBT Ahli Pertama) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya

(49)

Mowidu, I. 2001. Peranan Bahan Organik dan Lempung Terhadap Agregasi dan Agihan Ukuran Pori pada Entisol. Tesis Pasca Sarjana. Univeristas Gadjah Mada Yogyakarta.

Munir, M., 1996. Geologi dan Mineralogi Tanah. Pustaka Jaya, Jakarta.

Musler, R, G. 2001. Shade Improves Coffee Quality in a Sub-Optimal Zone of Costa Rica. Agroforestry Systems 85. Page 131-139

Pramesti, G, 2009. Aplikasi SPSS Dalam Penelitian. Elexmedia Komputindo. JakartaJakarta

Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Swadaya. Jakarta

Ritung, S., Wahyunto, F. Agus, H. Hidayat. 2007. Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan dengan Contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Barat. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor

Sarwono, J. 2012. Metode Riset Skripsi Pendekatan Kuantitatif Menggunakan Prosedur SPSS. PT GRAMEDIA. Jakarta

Soil Survey Staff, 1975. Soil Taxonomy A Basic System of Soil Classification for Makiing and Interpreting Soil Surveys. Soil Conservation Service USDA. Washington, DC.

Subagyo, H, N. Suharta dan A. B. Siswanto. 2000. Tanah Pertanian Indonesia dalam Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (ed) Sumber Daya

Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat

Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Hal 36 – 37, 52.

(50)

LAMPIRAN

(51)
(52)
(53)
(54)

Peta Administrasi Kecamatan Lintong Nihuta

(55)

Peta Titik Sampel Kopi Arabika Kecamatan Lintong Nihuta

(56)

Tabel 1. Jumlah Biji Merah Merah (biji/ha)

No SPL Jarak Tanam (m) Populasi Tanaman Kopi (Ha) Biji Merah /pokok/SPL Biji Merah/Ha/SPL

1 2x2.5 400 159,23 63.692

2 2x2.5 400 139,1 55.640

3 2x2.5 400 135,2 54.080

4 2x2.5 400 137,03 54.812

5 2x2.5 400 138,13 55.252

6 2x2.5 400 137,63 55.052

7 2x2.5 400 173,33 69.332

8 2x2.5 400 183,03 73.212

9 2x2.5 400 163,23 65.292

10 2x2.5 400 168,53 67.412

11 2x2.5 400 179,16 71.664

12 2x2.5 400 198,83 79.532

(57)

Tabel 2. Berat Biji Merah (kg/ha/SPL)

No SPL Jumlah Biji Merah (1Kg/SPL) Jumlah Biji Merah/Ha/SPL Berat Biji Merah (Kg/Ha/SPL)

1 965 63.692 66

2 1056 55.640 52,68

3 818 54.080 66,11

4 648 54.812 84,58

5 916 55.252 60,31

6 689 55.052 79,9

7 863 69.332 80,33

8 594 73.212 123,25

9 705 65.292 92,61

10 914 67.412 73,75

11 716 71.664 100,08

12 705 79.532 112,81

(58)

Tabel 3. Berat Biji Kering (kg/ha/SPL)

Berat Biji Kering dari 1 Kg Berat Biji Kering

No SPL Jumlah Biji Merah (1Kg/SPL) Biji Merah/SPL (Kg) (Kg/Ha/SPL)

1 965 0,88 58,08

2 1056 0,67 35,3

3 818 0,57 37,68

4 648 0,78 65,97

5 916 0,66 39,81

6 689 0,76 60,72

7 863 0,72 57,84

8 594 0,77 94,9

9 705 0,68 62,97

10 914 0,72 53,1

11 716 0,69 69,06

12 705 0,68 76,71

(59)

Tabel 4. Nilai Koefisien Korelasi Hubungan antara Ketinggian Tempat dengan Jumlah Biji Merah

Model Summary

R R Square Adjust R Square Std. Error of the Estimate

.395 .156 .080 8.740

Tabel 5. Nilai koefisien Regresi Hubungan antara Ketinggian dengan Jumlah Biji Merah

Coefficients

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

ketinggiantempat .042 .029 .395 1.428 .181tn

(60)

Tabel 6. Nilai Koefisien Korelasi Hubungan antara Ketinggian Tempat dengan Berat Biji Merah

Model Summary

R R Square Adjust R Square Std. Error of the Estimate

.573 .328 .267 17.733

Tabel 7. Nilai koefisien Regresi Hubungan antara Ketinggian Tempat dengan Berat Biji Merah

Coefficients

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

ketinggiantempat .138 .059 .573 2.318 .041*

(Constant) -103.569 80.750 -1.283 .226

Tabel 8. Nilai Koefisien Korelasi Hubungan antara Ketinggian Tempat dengan Berat Biji Kering

Model Summary

R R Square Adjust R Square Std. Error of the Estimate

(61)

Tabel 9. Nilai koefisien Regresi Hubungan antara Ketinggian Tempat dengan Berat Biji Kering

Coefficients

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

ketinggiantempat .100 .049 .523 2.034 .067tn

(Constant) -76.388 67.003 -1.140 .278

Tabel 10. Nilai Koefisien Korelasi Hubungan antara Kemiringan Lereng dengan Jumlah Biji Merah

Model Summary

R R Square Adjust R Square Std. Error of the Estimate

(62)

Tabel 11. Nilai koefisien Regresi Hubungan antara Kemiringan Lereng dengan Jumlah Biji Merah

Coefficients

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

ketinggiantempat -.444 1.136 -.117 -.391 .704tn

(Constant) 67.630 7.793 8.679 .000

Tabel 12. Nilai Koefisien Korelasi Hubungan antara Kemiringan Lereng dengan Berat Biji Merah

Model Summary

R R Square Adjust R Square Std. Error of the Estimate

.142 .020 -.069 21.416

Tabel 13. Nilai koefisien Regresi Hubungan antara Kemiringan Lereng dengan Berat Biji Merah

Coefficients

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

ketinggiantempat 1.222 2.574 .142 .475 .644tn

(63)

Tabel 14. Nilai Koefisien Korelasi Hubungan antara Kemiringan Lereng dengan Berat Biji Kering

Model Summary

R R Square Adjust R Square Std. Error of the Estimate

.206 .043 -.044 16.889

Tabel 15. Nilai koefisien Regresi Hubungan antara Kemiringan Lereng dengan Berat Biji Kering

Coefficients

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

ketinggiantempat 1.420 2.030 .206 .700 .599tn

(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)

N0 Nama Petani Koordinat Nomor PRODUKSI

(85)
(86)

N0 Nama Petani Koordinat Nomor PRODUKSI

(87)
(88)
(89)
(90)

Gambar . Jumlah Biji Merah Per Kg

(91)

Gambar. Biji Merah Kopi Siap Untuk di Giling

(92)

Gambar. Proses Penggilingan Biji Merah

(93)

Gambar. Setelah Perendaman

(94)

Gambar. Penjemuran Biji Kopi

Gambar

Tabel 1. Tabel Matriks Korelasi Antara Ketinggian Tempat terhadap Jumlah Biji               Merah
Tabel 2. Tabel Matriks Korelasi Antara Ketinggian Tempat terhadap Berat Biji               Merah
Gambar 1. Hubungan antara Ketinggian Tempat terhadap Jumlah Biji Merah
Gambar 3. Hubungan antara Ketinggian Tempat terhadap Berat Biji Kering
+7

Referensi

Dokumen terkait

Paparan di atas merupakan ilustrasi bagaimana Peserta didik belajar cara mengatasi masalah yang dihadapinya. Selain itu dapat pula meningkatkan rasa kepedulian

H4.FPOK/N/1993 perihal seperti pokok surat ini, maka dengan ini kami mohon agar Saudara sudi memberi izin kepada Dosen IKIP Padang:.. N a m a :

Pembuatan alat pengatur suhu dan kelembaban otomatis dilakukan untuk mengetahui suhu dan kelembaban pada ruangan budidaya jamur tiram untuk mengetahui kondisi saat itu yang

Pakai tabung sentrifus klinik yang lain, agar seimbang dan masukkan ke dalam alat..

Efektifitas dan efisiensi penggunaan elearning di Akuntabilitas: Kejelasan target Etika Publik: Cermat, tanggung jawab Komitmen Mutu: Anti Korupsi: Tanggung jawab

Upaya yang bisa dilakukan oleh Perpustakaan Perguruan Tinggi memang tidak bisa menjadi &#34;single fighter&#34; dalam upaya penegakan hukum hak cipta ini, namun Perpustakaan

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa tokoh perempuan dalam iklan permen sukoka ini telah sengaja dikonstruksi oleh pihak pengiklan dan medianya kedalam kategori citra peraduan,

 Menganalisis kedudukan dan kandungan hadis tentang nikmat Allah dan cara mensyukurinya yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Nukman bin Basyir ( ركشي مل ليلقلا ركشي مل نم