• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIKAP ORANGTUA SISWA REGULER TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SIKAP ORANGTUA SISWA REGULER TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSIF"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

SIKAP ORANGTUA SISWA REGULER TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSIF

SKRIPSI

DISUSUN :

NOVI RIA KUSUMAWARDANI 07810194

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

SIKAP ORANGTUA SISWA REGULER TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSIF

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Sebagai salah satu persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi

DISUSUN :

NOVI RIA KUSUMAWARDANI 07810194

FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)
(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Sikap Orangtua Siswa Reguler terhadap Pendidikan Inklusif”, sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

Muhammadiyah Malang.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan

bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Tulus Winarsunu, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Malang

2. Ibu Hudaniah, M.Si., Psi dan Ibu Ni’matuzahroh, S.Psi., M.Si selaku

Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu

untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna, hingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik

3. Bapak Ari Firmanto, S.Psi selaku dosen wali yang telah mendukung dan

memberikan pengarahan sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini

4. Kepala SDN Sumbersari I Malang dan orangtua siswa reguler yang telah

memberikan ijin dan bantuan bagi penulis untuk melakukan penelitian

5. Ayah dan Ibu yang selalu memberikan dukungan, doa, kasih sayang yang

tidak pernah berhenti sehingga saya memiliki semangat dalam menyelesaikan

skripsi ini

6. Buat Adik-adikku yang selalu berdoa dan mensupport saya dalam

menyelesaikan skripsi. Buat Dek Mita, cepet dikelarin kuliahnya terus nyusul

(7)

7. Buat Dwi Atma yang selalu mendukung, menyemangati dan berdoa, sehingga

saya dapat menyelesaikan skripsi. Terimakasih sudah menemani selama ini

8. Buat Darmayanti, SE rencana buat lulus bareng tidak terlaksana, kamu lulus

duluan. Tapi terimakasih buat supportnya demi terselesaikannya skripsi ini

9. Buat teman-temanku angkatan 2007 khususnya kelas D yang selalu

memberikan semangat sehingga saya termotivasi dalam menyelesaikan

skripsi ini

10.Buat my best friend (Huda, Chita, Agung Cino, Septian, Wiedya, Trinur, Dhedhe “Ronz”, Nandar “Dudulz”), kalian adalah motivasiku, terimakasih untuk dukungan kalian terutama buat dhedhe yang nemenin saat bimbingan.

11. Buat Nak Nik Nuk (Rierief, Ana Ndutz, Mbeckz, Phena, Chacha, Endah,

Bang Zein, Afika), yang selalu memberi motivasi dan doanya terutama buat

Rierief yang selalu menemaniku penelitian meskipun sudah lulus duluan, you are my d’best

12.Buat keluarga besar UPT PMB Universitas Muhammadiyah Malang tahun

2011 terutama Geng Kamis (Ryo, Novi, Debby, Prima, Rizal) dan Korlap

Satriyo,yang selalu memberi dukungan dan membuat hari-hariku penuh

canda

13.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis, yang

telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam

menyelesaikan penulisan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Sehingga kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski

demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti

khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 17 November 2011

Novi Ria Kusumawardani

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………... i

INTISARI … ………. iii

ABSTRACT ……….. iv

DAFTAR ISI ………. v

DAFTAR TABEL ………. vi

DAFTAR LAMPIRAN ………. vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………... 1

B. Rumusan Masalah ……… 6

C. Tujuan Penelitian ………. 6

D. Manfaat Penelitian ………... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Inklusif ……….. 8

B. Sikap ………. 17

C. Sikap Orangtua Siswa Reguler terhadap Pendidikan Inklusif ……… 30

D. Kerangka Berfikir ……… 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ………... 33

B. Definisi Operasional Variabel ……….. 33

C. Populasi dan Sampel ……… 34

D. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ………. 35

1. Jenis Data ………. 35

2. Metode Pengumpulan Data ……….. 35

3. Validitas dan Reliabilitas ………. 37

a. Validitas ………... 37

b. Reliabilitas ………... 40

E. Prosedur Penelitian ………... 41

F. Teknik Analisis Data ……….... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ……….. 44

B. Analisis Data ……… 45

C. Pembahasan ……….. 48

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ……….. 53

B. Saran ………. 53

DAFTAR PUSTAKA ……… 55

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

Tabel 3.1 Jumlah Orangtua SDN Sumbersari I Malang ………. 35

Tabel 3.2 Blue Print Skala Sikap Orangtua Siswa Reguler terhadap

Pendidikan Inklusif……… 36

Tabel 3.3 Tabel skor pilihan jawaban……… 37

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Item Skala Sikap Orangtua Siswa

Reguler terhadap Pendidikan Inklusif……….. 39

Tabel 3.5 Blue Print Skala Sikap Orangtua Siswa Reguler terhadap

Pendidikan Inklusif Pasca Tryout……….. 40

Tabel 3.6 Hasil Uji Reliabilitas Skala Sikap Orangtua Siswa Reguler

terhadap Pendidikan Inklusif………... 41

Tabel 4.1 Deskripsi subjek Penelitian ……… 44

Tabel 4.2 Tabel Sebaran T-score Sikap Orangtua Siswa Reguler

terhadap Pendidikan Inklusif ……… 45

Tabel 4.3 Tabel Sikap Orangtua Siswa Reguler terhadap Pendidikan

Inklusif Berdasarkan Usia ……… 46

Tabel 4.4 Tabel Sikap Orangtua Siswa Reguler terhadap Pendidikan

Inklusif Berdasarkan tingkat Pendidikan ……….. 47

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran Halaman

Lampiran 1 Surat Keterangan Penelitian ………... 59

Lampiran 2 Skala Sikap Orangtua Siswa Reguler terhadap Pendidikan Inklusif ……….. 60

Lampiran 3 Data Tryout ……… 67

Lampiran 4 Validitas dan Reliabilitas skala Tryout………... 70

Lampiran 5 Data Penelitian ……….. 93

Lampiran 6 Perhitungan tiap indikator ………. 97

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M., Mustaph, R. & Jelas, Z. M. (2006). An Empirical Study On Theacers’ Perceptions Towards Inclusive Education in Malaysia. International Journal of Special education VOL 21. 2006. No 3. Diakses 5 juni 2011.

Anshory, I., Poerwanti, Endang., dan Chamisijatin, L. (2010). Paradigma “Education For All” Dalam Praktek Pembelajaran Di SD Kota Malang (Analisis Perilaku Guru Berwawasan Pendidikan Inklusi Dalm Penenganan Anak Berkebutuhan Khusus). Malang: Fakultas keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta

Asyhabuddin. (2008). Difabilitas dan Pendidikan Inklusif: Kemungkinannya Di STAIN Purwokerto. Insania Jurnal pemikiran Alternatif Pendidikan Vol. 13 No.3 Sep-Des 2008--

Azwar, S. (2009). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya Edisi ke-2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

_______. (2006). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

Barokah, S. (2008). Moralitas Peserta Didik Pada Pendidikan Inklusif (Studi Kasus pada Sekolah Inklusi SD Hj. Isriati Semarang) Thesis. Semarang: Program Magister Institut Agama Islam Negeri Walisongo

Dayakisni, T & Hudaniah. (2001). Psikologi Sosial. Malang: UMM Press

____________________. (2006). Psikologi Sosial Edisi Revisi. Malang: UMM Press

Dewi, E. (2008). Analisis Kesiapan Psikologis Guru Dalam Pelaksanaan Pendidikan Inklusif di SMP Negeri 18 Malang Thesis. Malang: Program Magister Universitas Muhammadiyah Malang

Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar (PPK-LK Dikdas). Tanpa tahun. Sukarlik dan Anak Berkebutuhan Khusus (Online). http://www.pkplk-plb.org/index2.php?option=com _content&do _pdf=1&id=3214. Diakses 9 Mei 2011

Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. (2007). Pedoman Khusus Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif : Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Pendidik. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

(12)

Garnida, D. dkk. (2008). Peran dan Fungsi Supporting System Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi (Studi kasus tentang peranan dan fungsi suppoting system dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi di sekolah inklusi di Jawa Barat). Bandung: Departemen Pendidikan Nasional Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Taman Kanak-kanak dan Pendidikan Luar Biasa

Gerungan Dipl Psych. (1991). Psikologi Sosial. Bandung: PT Eresco

Hidayat. Tanpa tahun. Model dan Strategi Pembelajaran ABK Dalam setting Pendidikan Inklusif. Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia

Hurlock, E. (1978). Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga

Ifdlali. (2010). Pendidikan Inklusif (Pendidikan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus) (Online). http://smanj.sch.id/index.php/arsip-tulisan-bebas/40- artikel/115-pendidikan-inklusi-pendidikan-terhadap-anak-berkebutuhan-khusus. Diakses 4 Mei 2011.

Latief. (2009). Pendidikan Inklusi Masih Banyak Kendala (Online). http://beritapendidikan.com/. Diakses 16 Maret 2011.

Moleong, L. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Mudjito. Tanpa tahun. Mudjito AK MSi, Direktur PPKLKPD Kementerian

Pendidikan Nasional Perjuangkan Anak

Berkebutuha(Online).http://www.indopos.co.id. Diakses 4 Mei 2011.

Mueller, D. (1992). Mengukur Sikap Sosial. Jakarta: Bumi Aksara

Poerwanti, E. (2000). Dimensi – Dimensi Riset Ilmiah. Malang: Pusat Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang

Rulianto,A., Nurhayati, N., Akbari, R. (2004). Yang Normal dan Yang Khusus

Dalam Satu Kelas(Online). Tempo Online.

http://majalah.tempointeraktif.com. Diakses 4 Mei 2011.

Santrock, J. (2002). Life-Span Development. Jakarta: Penerbit Erlangga

Sarwono, S. (1983). Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Sears, D., Freedman, J., Peplau, L. (1988). Psikologi Sosial jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga

Stubbs, S. (2002). Inclusive Education Where There Are Few resources. Versi Bahasa Indonesia disponsori oleh idpnorway. The Atlas Alliance. Global Support to Disabled People. Diterjemahkan oleh Rakhmawati, SS.

(13)

Sugiyono. (2002). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta

Sukardi. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara

Sumanto. (1990). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset

Sunaryo. (2009). Manajemen Pendidikan Inklusif. Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia

Supriadi. (2009). Implementasi Kebijakan Pendidikan Sekolah Dasar Inklusi di Kota Malang Thesis. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang

Surakhmad, W. (1985). Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metoda Teknik. Bandung: Penerbit Tarsito

Surapranata, S.( 2006). Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interprestasi Hasil Tes Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Tarsidi, D. (2000). Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi Mengenai Pendidikan Kebutuhan Khusus. Versi Bahasa Indonesia disponsori oleh Braillo Norway dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Diakses 1 Maret 2011.

UNESCO. (2003). Overcoming Exclusion Through Inclusive Approaches in Education: A Challenge & A Vision Conceptual Paper. Section for Early Chilhood and Inclusive Education Basic Education Division. http://unesdoc.unesco.org/. Diakses 21 Juni 2011.

Walgito, B. (1994). Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Andi Offset

Winarsunu, Tulus. (2007). Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang : UMM Press.

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Pembangunan pendidikan

merupakan bagian penting dari upaya menyeluruh dan sungguh-sungguh untuk

meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Keberhasilan dalam membangun

pendidikan akan memberikan kontribusi besar pada pencapaian tujuan pembangunan

nasional. Oleh karena itu pada UUD 1945 pasal 31 (1), negara memiliki kewajiban

untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya

tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan

(difabel) seperti anak-anak berkebutuhan khusus (Ifdlali, 2010).

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) pada awalnya lebih dikenal dengan

istilah anak cacat, anak berkelainan atau anak luar biasa. Anak kebutuhan khusus

(ABK) adalah anak yangsecara signifikan (bermakna) mengalami kelainan

ataupenyimpangan (phisik, mental-intelektual, sosial, emosional)dalam proses

pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkandengan anak-anak lain seusianya

sehingga mereka memerlukanpelayanan pendidikan khusus.Dengan demikian,

meskipun seorang anak mengalami kelainanatau penyimpangan tertentu, tetapi

kelainan atau penyimpangantersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak

memerlukanpelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anakdengan

kebutuhan khusus (Barokah, 2008)

Hasil sensus pada tahun 2001 menggambarkan baru sekitar 3,7% (33.850

anak) yang terlayani di lembaga persekolahan, baik di sekolah umum maupun

sekolah luar biasa (sekolah khusus). Kenyataan ini menandakan bahwa masih banyak

anak berkebutuhan khusus (96,3%) yang berada di Indonesia belum memperoleh hak

(15)

2

cukup jauh, dan (3)sekolah umum (SD, SMP) tidak mau menerima anak-anak

berkebutuhan khusus belajar bersama-sama dengan anak-anak normal, oleh karena

itu perlu diupayakan model layanan pendidikan yang memungkinkan anak-anak

berkebutuhan khusus belajar bersama-sama dengan anak normal di sekolah umum

(Direktorat PSLB, 2007). Data resmi Direktorat PSLB tahun 2007 menyebutkan

bahwa jumlah ABK yang sudah mengikuti pendidikan formal baru mencapai 24,7%

atau 78.689 anak dari populasi anak cacat di Indonesia, yaitu 318.600 anak. Ini

artinya masih terdapat sebanyak 65,3% ABK yang masih terseklusi,

termarjinalisasikan dan terabaikan hak pendidikan. Bahkan angka tersebut

diperkirakan dapat jauh lebih besar mengingat kecilnya angka prevalensi yang

digunakan, yaitu 0,7% dari populasi penduduk serta masih buruknya sistem

pendataan (Sunaryo, 2009). Data ini menunjukkan betapa masih banyaknya ABK

yang tidak berkesempatan mendapatkan pendidikan dan tidak terfasilitasi potensinya.

Selama ini, pendidikan bagi anak berkelainan disediakan dalam tiga macam

lembaga pendidikan, yaitu Sekolah Berkelainan (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa

(SDLB), dan Pendidikan Terpadu. SLB, sebagai lembaga pendidikan khusus tertua,

menampung anak dengan jenis kelainan yang sama, sehingga ada SLB Tunanetra,

SLB Tunarungu, SLB Tunagrahita, SLB Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan SLB

Tunaganda. Sedangkan SDLB menampung berbagai jenis anak berkelainan sehingga

di dalamnya mungkin terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,

tunalaras, dan/atau tunaganda. Sedangkan pendidikan terpadu adalah sekolah biasa

yang juga menampung anak berkelainan, dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran,

dan kegiatan belajar mengajar yang sama. Namun baru menampung anak tunanetra,

dengan perkembangan kurang menggembirakan karena banyak sekolah umum yang

keberatan menerima anak berkelainan (Depdiknas 2004 dalam Anshory, Poerwanti

& Chamisijatin, 2010). Menurut Syamsudin (Tarmansyah dalam Dewi, 2008),

sebelum tahun 1900 pendidikan khusus masih belum mendapat perhatian, masih

terasing dari masyarakat dan cenderung mendapat penolakan. Mulai tahun

1901-1980 perhatian anak kebutuhan khusus melalui pendidikan segresi, ditandai dengan

buka SLB-SLB. Pada dekade 1980-1990 pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus

(16)

3

Negeri. Selanjutnya dilakukan penggabungan antara pendidikan khusus dengan

sekolah normal dalam bentuk sekolah integrasi. Di Indonesia, sistem ini dikenal

dengan pendidikan terpadu, yakni menggabungkan ABK dalam sekolah reguler.

Pada dekade 1990-2000 muncul kesepakatan masyarakat dunia konsep pendidikan

inklusif, dimana sekolah-sekolah reguler secara bertahap menerima anak

berkebutuhan khusus yang berada disekitar sekolah tersebut.

Sebenarnya perubahan paradigma mengakibatkan adanya pergeseran makna

dari Pendidikan Luar Biasa (Special Education) menjadi Pendidikan Kebutuhan

Khusus (Special Needs Education). Perubahan ini dipengaruhi oleh sikap dan

kesadaran masyarakat terhadap anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat

menetap dan pendidikannya, metodologi serta perubahan konsep yang digunakan.

Sebagai tindaklanjutnya, hambatan belajar dan perkembangan anak tidak ditangani

berdasarkan pendekatan medis melainkan humanistik. Disini anak lebih dipandang

sebagai individu yang unik dengan segala potensi yang telah termanifestasi pada

dirinya. Banyak hal-hal penyebab munculnya sekolah-sekolah inklusi di Indonesia.

Seperti halnya SDN Klampis Ngasem I-246 Surabaya. SDN Klampis Ngasem I-246

Surabaya awalnya adalah sekolah reguler yang diperuntukkan bagi anak-anak

normal. Namun, kebutuhan masyarakat sekitar yang ingin supaya anak berkebutuhan

khsusus tak diasingkan di sekolah luar biasa membuat Kepala Sekolah SDN Klampis

Ngasem I-246, Sukarlik, sejak 1989 coba membaurkan anak- anak normal dengan

anak-anak berkebutuhan khusus (Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan

Layanan Khusus Pendidikan Dasar (PPK-LK Dikdas), tanpa tahun).

Seiring dengan berkembangnya tuntutan kelompok difabel dalam menyuarakan hak – haknya, maka kemudian muncul konsep pendidikan inklusif.

Pendidikan inklusi adalah termasuk hal yang baru di Indonesia. Menurut Anshory,

dkk (2010) menyebutkan bahwa pendidikan inklusi adalah mengikutsertakan ABK

untuk belajar bersama-sama dengan anak normal di sekolah umum dan menjadi

bagian dari masyarakat sekolah tersebut, sehingga tercipta suasana yang kondusif.

Dengan program inklusi, ABK menyatu dalam satu kelas besama murid-murid

(17)

4

dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya.

Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan

penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, maupun

sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik.

Model pendidikan khusus tertua adalah model segresi yang menempatkan

anak berkelainan di sekolah-sekolah khusus, terpisah dari teman sebayanya. Sekolah

ini memiliki kurikulum, metode mengajar, sarana pembelajaran, sistem evaluasi, dan

guru khusus. Dari segi pengelolaan, model segresi memang menguntungkan, karena

mudah bagi guru dan administrator. Namun demikian, dari sudut Pandang peserta

didik, model segresi merugikan. Disebutkan oleh Reynolds dan Birch (dalam

Anshory, dkk, 2010), antara lain bahwa model segretif tidak menjamin kesempatan

anak berkelainan mengembangkan potensis secara optimal, karena kurikulum

dirancang berbeda dengan kurikulum sekolah biasa. Kecuali itu, secara filosofis

model segresi tidak logis, karena menyiapkan peserta didik untuk kelak dapat

berintegrasi dengan masyarakat normal, tetapi mereka dipisahkan dengan masyarakat

normal. Kelemahan lain yang tidak kalah penting adalah bahwa model segretif relatif

mahal.

Dalam pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar di sekolah inklusif yang

peserta didiknya terdiri atas anak-anak normal dan anak-anak berkebutuhan khusus,

diperlukan guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru pendidikan khusus (GPK) yang

bertugas sebagai pendamping guru kelas dan guru mata pelajaran dalam melayani

anak berkebutuhan khusus agar potensi yang dimiliki berkembang secara optimal

(Direktorat PSLB, 2007). Namun demikian, karena di dalam kelas inklusif di

samping terdapat anak normal juga terdapat anak luar biasa yang mengalami

kelainan/penyimpangan (baik fisik, intelektual, sosial, emosional, dan/atau sensoris

neurologis) dibanding dengan anak normal, maka dalam kegiatan belajar-mengajar

guru yang mengajar di kelas inklusif di samping menerapkan prinsip-prinsip umum

juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip khusus sesuai dengan kelainan

anak. Kegiatan belajar mengajar di kelas inklusif akan berbeda baik dalam srategi,

kegiatan media, dan metoda (Direktorat PLB, 2006). Menurut Direktorat Pembinaan

(18)

5

untuk anak berkebutuhan khusus tetapi juga bagi anak normal yaitu sekolah inklusi

mengajarkan banyak hal, antara lain terbuka terhadap perbedaan, menanamkan rasa

empati, tidak memandang rendah anak berkebutuhan khusus dan memupuk sikap

saling menolong.

Hasil penelitian mengenai pendidikan inklusif yang dilakukan oleh Anshory

dkk (2010) menunjukkan bahwa guru sudah cukup paham tentang pengertian,

kebijakan maupun bagaimana melaksanakan sekolah inklusi tetapi guru merasa

bahwa pengetahuan yang mereka miliki belum cukup, karena mempraktekkannya di

pembelajaran ternyata tidak semudah pengetahuan yang didapat dan dimilikinya.

Dalam hal ini, guru juga belum dibekali bagaimana menangani berbagai kekhususan

yang dimiliki anak.Sehingga ada kesan bahwa kebijakan ini terkesan terlalu cepat

digulirkan, sehingga pelaksanaannya relatif ngawur, tergantung kepala sekolah

masing-masing. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2008) menunjukkan bahwa

masih cukup banyak guru yang asing dengan istilah pendidikan inklusif dan banyak

juga yang tidak mengerti konsep dan pelaksanaannya. Bahkan seorang guru pengajar

inklusif mempersepsikan bahwa adanya ABK dalam kelasnya merupakan kebijakan

pemerintah yang tidak jelas dan asumsinya adalah di Indonesia telah terjadi

penggelembungan jumlah ABK, sementara SLB tidak mampu menampungnya lagi

sehingga dititipkan di sekolah regular.Disamping itu, ada ketidakpuasan bahkan

protes orangtua walimurid yang anaknya dijadikan satu kelas dengan ABK.

Menurut sumber lain, seperti yang dijelaskan Mudjito, Direktur Pembinaan

Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan

Nasional (PPKLKPD Kemendiknas, tanpa tahun), tidak sedikit orang tua yang

khawatir anaknya yang normal tertular karena sekolah menerima siswa berkebutuhan

khusus dan ada siswa yang tidak bisa menerima kehadiran anak berkebutuhan khusus

dengan menebar ejekan atau bahkan sampai pada ancaman fisik. Tetapi biasanya hal

seperti itu hanya terjadi di awal(http://www.indopos.com). Menurut Rulianto,

Nurhayati, dan Akbari, (2004), dalam proses belajar-mengajar, mereka menolak

anak-anaknya di campur dalam satu kelas dengan anak-anak penyandang cacat.

(19)

6

Bagi orang tua reguler keberadaan Anak Berkebutuhan Khusus disekolah

juga sering menjadi pertanyaan seperti apakah anak tersebut tidak akan mengganggu

proses belajar mengajar disekolah, apakah dengan keberadaan anak tersebut

perhatian guru akan lebih terfokus pada anak ABK dibandingkan dengan

teman-temannya yang lain dan lain-lain. Dalam paparan laporan situasi pendidikan inklusi

di Indonesia dan Malaysia dikeluhkan, banyak orangtua yang enggan mengirim anak

yang berkebutuhan khusus ke sekolah biasa karena khawatir akan mendapat

penolakan atau diskriminasi. Menurut Wakil Direktur Kantor UNESCO di Jakarta

Robert Lee memaparkan bahwa orangtua anak normal tidak mau anaknya satu kelas

dengan anak berkebutuhan khusus karena takut proses belajar anak mereka

terganggu (Latief, 2009).Keadaan ini sangat logis karena pada kenyataannya

orangtua siswa reguler sangat tidak mau untuk mengirimkan anak-anaknya ke

sekolah reguler dan mereka tidak mau kalau anak-anak mereka bergabung dengan

anak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusif tidak akan berhasil optimal apabila

tidak ada dukungan dari orangtua siswa reguler itu sendiri mengenai pelaksanaan

pendidikan inklusif. Program inklusif ini, sangat diharapkan dapat disosialisasikan

secara efektif kepada masyarakat maupun orangtua baik orangtua ABK atau reguler.

Penelitian yang selama ini ada dalam konteks inklusif masih lebih pada

manajemen pelaksanaannya, misalnya sikap guru terhadap pendidikan inklusif.

Dalam penelitian ini akan menjelaskan sikap orangtua siswa reguler dalam

pendidikan inklusif baik sikap positif maupun sikap negatif dari orangtua. Dari

penjelasan diatas, penulis akan mengadakan penelitian yang berjudul “Sikap Orangtua Siswa Reguler terhadap Pendidikan Inklusif”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka diambil rumusan

masalahnya yaitu bagaimana gambaran sikap orangtua siswa reguler terhadap

(20)

7

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang akan diungkapkan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui sikap orangtua siswa reguler terhadap pendidikan inklusif.

D. Manfaat Penelitian a. Secara Teoritik

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi

perkembangan ilmu psikologi, khususnya dalam bidang Psikologi Pendidikan

dan selanjutnya ada usaha yang nyata untuk meningkatkan sikap yang positif.

b. Secara Praktis

Diharapkan informasi yang diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan oleh

sekolah inklusi sebagai masukan untuk meningkatkan sikap positif orangtua

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan: 1) perencanaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus, 2) pelaksanaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus , 3) evaluasi

(Sekolah biasa yang mengakomodasi peserta didik baik anak normal maupun anak berkebutuhan

Perubahan-perubahan ini tidak hanya relevan bagi kepentingan anak berkebutuhan khusus, tetapi juga bagi semua yang terlibat, yaitu anak-anak (dengan atau tanpa kebutuhan khusus),

Dengan pola kecenderungan bahwa sekolah yang melaksanakan inklusi cenderung merniliki sikap positif, demikian pula sebaliknya Sebagian besar jenis ABK (anak berkebutuhan

Tidak jarang juga seseorang anak berkebutuhan khusus membutuhkan layanan yang sama seperti anak normal pada umumnya (dapat di lihat dari standar kurikulum 2005 yang untukkan bagi

Dengan adanya Pendidikan inklusi memberikan kesempatan yang sama bagi anak-anak berkebutuhan khusus dan menciptakan kondisi atau sikap yang tidak diskriminatif antara anak yang normal

memahami penerapan pendidikan karakter pada anak berkebutuhan khusus di sekolah

Rudiyati et al., 2021 menjelaskan bahwa upaya pemenuhan kebutuhan siswa khususnya anak berkebutuhan khusus dalam sekolah inklusi yang dapat dilakukan oleh guru sebagai bentuk