• Tidak ada hasil yang ditemukan

DUA PILAR KEHIDUPAN KEBANGSAAN DALAM KOMPETISI GLOBAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DUA PILAR KEHIDUPAN KEBANGSAAN DALAM KOMPETISI GLOBAL"

Copied!
1
0
0

Teks penuh

(1)

16 12 - 24 RABIULAWAL 1432 H

K O L O M

F

akta sosial menunjuk keberadaan elit dalam kehidupan bersama dimana gagasan-gagasan besar lebih sering lahir dari kelompok elit tersebut. Hampir mustahil dalam kehidupan suatu komunitas tanpa kehadiran lapisan elit, segelintir orang pemroduk gagasan dan penggerak dinamika publik. Lapisan elit itu seringkali dibedakan dalam dua simbol yang lebih dikenal sebagai ulama dan umara. Posisi keduanya berubah dan berkembang searah mobilitas sosial warga komunitas selain dipengaruhi oleh bakat bawaan masing-masing.

Kelompok elit selalu membutuhkan legitimasi dukungan dari kelompok yang sering disebut sebagai rakyat lebih khusus lagi wong cilik. Dalam hubungan ini, para pemikir Islam klasik, seperti Imam Al-Ghozali dan juga Ibn Rusd, membagi masyarakat ke dalam dua kelompok yang pertama disebut kelompok khos, yakni sekelompok kecil orang yang cenderung menjadi panutan publik atau umat. Kelompok kedua disebut kelompok

‘aam atau umat sebagai mayoritas anggota dalam suatu komunitas kehidupan bersama.

Dalam pemikiran dan tradisi Islam kelompok pertama itu bisa terdiri dari apa yang selama ini kita kenal sebagai ulama (kiai, pemimpin gerakan Islam, khatib, dai atau muballigh; yang lebih berkaitan dengan moral, akhlak, dan hal-hal yang bersifat spiritual) dan persoalan-persoalan surgawi. Sementara yang lain sering lebih dikenal sebagai umara (pemimpin kegiatan-kegiatan yang lebih bersifat duniawi atau sekuler) yang tampil sebagai birokrat dalam sistem pemerintahan modern yang lebih menguasai persoalan sekuler dan duniawi.

Dalam perkembangan politik nasional, hubungan dua pilar kehidupan kebangsaan tersebut sampai pada satu titik yang boleh disebut sebagai “ketegangan” ketika terjadi kebuntuan komunikasi dan semacam distrust di antara keduanya. Hal itu ditunjukkan ketika beberapa waktu lalu beberapa tokoh agama negeri ini menyatakan tentang kebohongan publik yang dilakukan oleh elit pemerintahan. “Badan Pekerja Gerakan Tokoh Agama menilai, delapan poin janji Presiden SBY tidak atau belum direalisasikan. Persoalan yang dilontarkan perwakilan Badan Pekerja Tokoh Lintas Agama itu masih berkaitan dengan tema besar yang mereka sebut “18 Kebohongan Pemerintahan Presiden SBY”. Terdiri dari “9 Kebohongan Lama dan 9 Kebohongan Baru”. (Gatra, No. 11 Tahun XVII, 26 Januari 2011 hlm 16-19)

DUA PILAR KEHIDUPAN KEBANGSAAN

DALAM KOMPETISI GLOBAL

Fakta ideal yang bisa dibaca dalam sejarah kebang-saan bangsa-bangsa di dunia atau juga dalam sejarah kebangsaan negeri ini bisa menjadi pelajaran berharga ketika kedua pilar kebangsaan itu menjalankan fungsi dan peran masing-masing. Negara mestinya memberi ruang bagi kehadiran ulama atau yang lebih luas lagi kehadiran tokoh dan pemimpin agama secara lebih terlembaga sebagai bagian dari eksistensi dan dinamika kehidupan negara. Dalam sejarah kebangsaan bangsa-bangsa modern situasi politik-kekuasaan di atas mendorong lahirnya teologi pembebasan setelah jauh sebelumnya memunculkan model profetis (kenabian) elit keagamaan yang lebih kritis pada pusat kekuasaan politik tapi lebih memihak rakyat kebanyakan dan kaum marginal. Fenomena demikian mengandaikan keniscayaan fungsi dan peran elit keagamaan profetis yang humanis sebagai terjemah dari fungsi kenabian para nabi (anbiya) yang lebih mendahulukan kepentingan kemanusiaan. Kita bisa membaca peran dan fungsi ideal ulama dan pemimpin keagamaan yang lebih memihak kemanusiaan kaum marginal daripada dukungan terhadap penguasa politik.

Ketika fungsi kenabian tersebut gagal dipenuhi, maka kehancuran kekuasaan dan kehidupan kebangsaan ha-nyalah soal waktu sebagaimana juga bisa dibaca dari sejarah kekuasaan Islam saat penguasa melupakan fungsi profetiknya. Sementara ulama melupakan fungsi kritis dan pemihakan pada kaum marginal.

Soalnya ialah apakah para pemimpin agama dan atau ulama memilih jalan profetis dalam memainkan peran kritisnya yang karenanya bisa berakibat tidak memperoleh fasilitas ekonomi atau tergiur glamor kekuasan politik dengan limpahan ekonomi dan harta benda? Jawaban atas pertanyaan itu akan menentukan nasib kaum marginal dan rakyat kebanyakan selain posisi gerakan keagamaan dalam percaturan kekuasaan politik. Namun lebih penting lagi ialah kehendak penguasa politik (umara) untuk secara sadar menempatkan fungsi kritis ulama sebagai bagian dari pemenuhan fungsi kekuasaan yang dimilikinya. Karena itu diperlukan kehadiran apa yang sering disebut sebagai sang negarawan, yang lebih mendahulukan kepentingan kemanusiaan universal yang berguna untuk mengangkat harkat dan martabat warga bangsa dalam dinamika dan kompetisi global kehidupan kebangsaan negeri ini di tengah persaingan bangsa-bangsa di dunia yang semakin sengitl

ABDUL MUNIR MULKHAN

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Anggota Komnas HAM RI

De

m

o (Vi

si

t ht

tp:

//www.pdfspl

itm

erge

r.c

om

Referensi

Dokumen terkait

Dalam permainan yang menggunakan strategi campuran ( mixed strategy), setiap pemain tidak mengetahui strategi apa yang akan digunakan oleh pemain lain, setiap pemain

Perlindungan kesehatan juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Ru- mah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah

Banyaknya model evaluasi yang telah diuraikan di atas, peneliti akan mengambil salah satu model yang menurut peneliti lebih tepat untuk diterapkan dalam melakukan

Namun, dalam suasana formal seperti saat rapat atau dalam kegiatan-kegiatan lain yang bersifat resmi. Personal yang bukan mahasiswa atau mahasiswi lebih sering menerima pesan

Halaman utama website e-commerce memiliki beberapa menu yang dapat diakses oleh pengunjung. Halaman ini tampil saat pertama kali pengguna mengakses website e-commerce untuk

Selain kesamaan dalam hobi dan ketertarikan, dimana dalam konteks ini adalah ketertarikan untuk menggunakan aplikasi MOLOME sebagai media sharing foto di dunia maya,

Model ASSURE dikembangkan oleh Sharon Smaldino, Robert Henich, James Russell dan Michael Molenda (2005) dalam buku “Instructional Technology and Media

Menyatakan Pasal 15 beserta lampiran huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya, sepanjang tidak