KEMAMPUAN MEMBACA AL-QUR’AN BERDASARKAN
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN SISWA
(Studi Kasus di SMP Islamiyah Ciputat Tangerang)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd.I.)
Oleh:
AHMAD SAEFULMILLAH
NIM.: 103011026799
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
LEMBAR PERSETUJUAN
KEMAMPUAN MEMBACA AL-QUR’AN BERDASARKAN
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN SISWA
(STUDI KASUS DI SMP ISLAMIYAH CIPUTAT TANGERANG)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd.I.)
Oleh:
AHMAD SAEFULMILLAH NIM: 103011026799
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA Abdul Ghofur, MA NIP: 19520520 198103 1 001 NIP: 19681208 199703 1 003
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul: “Kemampuan Membaca Al-Qur’an Berdasarkan
Latar Belakang Pendidikan Siswa (Studi Kasus di SMP Islamiyah Ciputat
Tangerang)” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasyah
pada tanggal 26 Januari 2010 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis
berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S. Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama.
Jakarta, 26 Januari 2010
Panitia Ujian Munaqasyah
Tanggal Tanda tangan
Ketua Panitia (Ketua Jurusan PAI)
Dr. H. Abd. Fattah Wibisono, MA. ... ... NIP.: 19580112 198803 1 002
Sekretaris Jurusan PAI
Drs. Sapiudin Shiddiq, MA. ... ... NIP.: 19670328 200003 1 001
Penguji I
Prof. Dr. H. Salman Harun, MA. ... ... NIP.:
Penguji II
Drs. Sapiudin Shiddiq, MA. ... ... NIP.: 19670328 200003 1 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ahmad Saefulmillah
Tempat/tgl.Lahir : Tangerang, 24 Februari 1985
Nim : 103011026799
Fakultas/Jurusan : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan/Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : Kemampuan Membaca Al-Qur’an Berdasarkan Latar
Belakang Pendidikan Siswa (Studi Kasus di SMP
Islamiyah Ciputat Tangerang).
Dosen Pembimbing : 1. Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA.
2. Abdul Ghofur, MA.
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis yang diajukan untuk
memnuhi salah satu syarat memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang penulis gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya penulis
atau hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 26 Januari 2010
ABSTRAK
Ahmad Saefulmillah, Nomor Induk : 103011026799 “Kemampuan Membaca al-Qur’an Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan Siswa (Studi Kasus di SMP Islamiyah Ciputat Tangerang).”
Al-Qur’an merupakan firman Allah yang agung, yang dijadikan pedoman oleh seluruh kaum Muslimin. Membacanya bernilai ibadah dan mengamalkannya merupakan kewajiban yang diperintahkan dalam agama. Seorang muslim harus mampu membaca ayat-ayat al-Qur’an dengan baik sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Al-Qur’an juga adalah gudangnya ilmu dan gerbangnya adalah membacanya. Mungkin tepat untuk mengilustrasikan betapa besarnya peranan membaca bagi tumbuhnya kekuatan akal dan intelektual.
Berkenaan dengan latar pendidikan pendidikan siswa yang berbeda sehingga kemampuan dalam membaca al-Qur’an pun akan berbeda pula, terutama dalam penerapan kaidah ilmu Tajwid dan pengucapan Makharijul Huruf Hijaiyah. Maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana tingkat kemampuan membaca al-Qur’an siswa SMP Islamiyah yang berasal dari Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan bagaimana tingkat kemampuan membaca al-Qur’an siswa SMP Islamiyah yang berasal dari Sekolah Dasar (SD), serta apakah ada perbedaaan yang signifikan tingkat kemampuan membaca al-Qur’an siswa yang berasal dari latar belakang pendidikan yang berbeda. Begitu juga dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada pengaruhnya antara siswa yang berbeda latar belakang pendidikan terhadap kemampuan (kompeten) siswa dalam pembelajaran membaca al-Qur’an di SMP Islamiyah Ciputat.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, yaitu lebih menitik beratkan pada pengumpulan data empiris, kemudian diolah menggunakan data statistik. Guna menjawab permasalahan ada atau tidaknya perbedaan kedua variabel yang diteliti. Sedangkan jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Komparasional yaitu untuk mencari perbedaan antara dua variabel. Teknik pengumpulan datanya yaitu dengan teknik observasi, wawancara, tes lisan dan dokumentasi. Tekhnik pengolahan data menggunakan teknik analisis komparasional tes “t” yang bersumber dari hasil tes lisan dan nilai raport BTQ siswa kelas 1 SMP Islamiyah, kemudian diolah dan dijelaskan secara deskriptif. Hal ini untuk mengetahui tingkat perbedaan kedua variabel tersebut.
Penelitian ini juga menggunakan pendekatan tabel “r” product moment
ternyata dengan df sebesar 38 dan taraf signifikansi 5% diperoleh r tabel = 0,325; sedangkan pada taraf signifikansi 1% diperoleh r tabel = 0,418; karena r xy atau ro
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pendidikan Islam sebagai suatu proses pengembangan segala potensi peserta didik, bertujuan untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt., cerdas terampil, memiliki etos kerja yang tinggi, berbudi pekerti luhur, mandiri dan bertanggung jawab terhadap dirinya, bangsa dan negara serta Agama. Proses itu sendiri sudah berlangsung sepanjang sejarah kehidupan manusia.1
Begitu juga di dalam GBPP PAI, dijelaskan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pangajaran, dan/atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.2
Dari pengertian di atas, ternyata Pendidikan Islam sangat memperhatikan penataan individu (peserta didik) dan sosial yang membawa penganutnya pada pemelukan dan pengaplikasian Islam secara komprehensif. Agar penganutnya mampu memikul amanat yang dikehendaki oleh Allah, pendidikan Islam harus kita maknai secara rinci. Karena itu, keberadaan referensi atau sumber pendidikan Islam harus merupakan sumber utama Islam itu sendiri, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah.
Dasar-dasar pendidikan Islam, secara prinsipal diletakkan pada dasar-dasar ajaran Islam dan seluruh perangkat kebudayaannya. Dasar-dasar pembentukan dan pengembangan pendidikan Islam yang pertama dan utama tentu saja adalah al-Qur’an dan as-Sunnah. Al-Qur’an misalnya memberikan prinsip yang sangat penting bagi pendidikan, yaitu penghormatan kepada akal manusia, bimbingan ilmiah, tidak menentang fitrah manusia, serta memelihara kebutuhan sosial. Dasar pendidikan Islam selanjutnya adalah nilai-nilai sosial kemasyarakatan dan warisan pemikiran Islam yang tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah atas prinsip mendatangkan kemanfaatan dan menjauhkan kemudharatan bagi manusia.3
Al-Qur’an adalah sumber utama ajaran Islam dan merupakan pedoman hidup bagi setiap Muslim. Al-Qur’an bukan sekedar memuat petunjuk tentang hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (hablum min Allah wa hablum min an-nas), bahkan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Untuk memahami ajaran Islam secara sempurna (kaffah), maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah memahami kandungan isi al-Qur’an dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari secara sungguh-sungguh dan konsisten.4
Dalam surat Al-Isra’ ayat 9 Allah berfirman:
! " #$%
&'()* +, $
1
Dr. Armai Arief, MA., Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), cet. 1, h. 3.
2
Drs. Muhaimin, M.A. et.al. Paradigma Pendidikan Islam (Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah). (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), cet. 3, h. 75-76.
3
Prof. Dr. Azyumardi Azra, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002), Cet. 4, h. 9.
4
-. / 024
-5 #67
"8
48 ,
9
2
:;
$%
<&=>+
? @A$%
/'
B
C
DEF
“Sesunguhnya Al-Qur’an ini memberi petunjuk kepada jalan yang lebih lurus dan memberi kabar gembira bagi kaum mukminin yang banyak berbuat amal kebajikan, sesungguhnya bagi mereka pahala yang besar.” (Al-Isra’: 9).
Al-Qur’an merupakan salah satu sumber dari pendidikan yang berbasis Islam. Maka dari itu, siswa yang berada pada lembaga tersebut harus mempunyai kemampuan dalam membaca al-Qur’an dengan fasih, memahami isi kandungan al-Qur’an dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Membaca al-Qur’an merupakan bagian dari ibadah misalnya shalat. Oleh karena itu kemampuan membaca al-Qur’an menjadi pra syarat syahnya ibadah shalat seseorang.
Dalam pengajaran agama di sekolah banyak sekali problem yang dihadapi
guru PAI, khususnya dalam membaca al-Qur’an. Siswa yang berasal dari Sekolah
Dasar memasuki sekolah yang berbasis Islam yakni SMP Islam atau Madrasah,
mungkin pengetahuan dan pengalaman belajar yang diperolehnya dalam membaca
Qur’an sangat sedikit. Maka dapat diduga minatnya dalam mempelajari
al-Qur’an pun tidak terlalu besar. Sedangkan siswa yang berasal dari Madrasah
Ibtidaiyah kemudian masuk ke SMP Islam tidak akan terlalu kesulitan dalam
membaca al-Qur’an ini karena mereka mendapatkan pengalaman belajar yang
lebih daripada siswa yang berasal dari Sekolah Umum. Hal ini akan menyebabkan
perbedaan kemampuan membaca al-Qur’an yang diraih oleh siswa-siswa yang
berbeda latar belakang pendidikannya tersebut.
Salah satu faktor yang menghambat sampainya informasi yang
disampaikan oleh guru kepada murid-muridnya dalam proses pembelajaran adalah
latar belakang pendidikan siswa. Latar belakang pendidikan di sini adalah jenjang
pendidikan yang dilalui oleh siswa sebelum siswa tersebut masuk ke jenjang
pendidikan berikutnya, pada penelitian ini ditujukan pada pendidikan mereka
sebelum mereka memasuki Sekolah Menengah Pertama. Pendidikan yang
dimaksud adalah pendidikan formal yakni pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
Bentuk lembaga pendidikan di Indonesia tidak hanya sekolah, melainkan
juga Madrasah. Dari masing-masing pengelola ini memiliki karakteristik dan
kekhususan tersendiri yang tercermin dalam tujuan intitusionalnya. Perbedaan ini
berimplikasi kepada perbedaan struktur program pengajarannya tertuang dalam
kurikulum yang digunakan oleh lembaga tersebut. Namun demikian, kesemuanya
mengarah satu tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kapada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.5
Begitu pentingnya keseimbangan antara keimanan dan pengetahuan
seseorang. Oleh karena itu disamping ilmu pengetahuan umum siswa mungkin
juga harus mempelajari ajaran-ajaran Allah yang terdapat di dalam al-Qur’an,
dengan cara membaca dan memahami isi kandungannya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih
dalam mengenai hal tersebut dan dituangkan dalam sebuah karya ilmiah yang
berjudul: “KEMAMPUAN MEMBACA AL-QUR’AN BERDASARKAN
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN SISWA (Studi Kasus di SMP Islamiyah Ciputat Tangerang)”.
5
Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
a. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka timbullah beberapa pertanyaan yang diidentifikasikan antara lain sebagai berikut:
a. Perbedaan kemampuan membaca al-Qur’an siswa yang berasal dari
Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah di SMP Islamiyah Ciputat
Tangerang.
b. Praktek Pembelajaran Membaca al-Qur’an di SMP Islamiyah Ciputat
Tangerang.
c. Metode yang digunakan pada pembelajaran membaca al-Qur’an di SMP
Islamiyah Ciputat Tangerang.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca al-Qur’an di
SMP Islamiyah Ciputat Tangerang.
e. Pengaruh antara siswa yang berbeda latar belakang pendidikan dengan
kemampuan (kompeten) siswa SMP Islamiyah Ciputat dalam
pembelajaran membaca al-Qur’an.
2. Pembatasan masalah
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam pembahasan ini, penulis
membatasi permasalahan pada:
a. Perbedaan kemampuan memahami tajwid dalam membaca al-Qur’an SMP
Islamiyah Ciputat siswa yang berasal dari Sekolah Dasar dan siswa yang
berasal dari Madrasah Ibtidaiyah dengan cara membandingkan
kemampuan memahami tajwid dalam membaca al-Qur’an mereka.
b. Pengaruh antara siswa yang berbeda latar belakang pendidikan dengan
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan permasalahannya
adalah:
Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan lisan dalam
membaca al-Qur’an siswa yang berasal dari Sekolah Dasar dengan
kemampuan membaca al-Qur’an siswa yang berasal dari Madsarah
Ibtidaiyah.
Apakah ada pengaruh yang signifikan antara siswa yang berbeda latar
belakang pendidikan dengan kemampuan (kompeten) siswa dalam
pembelajaran membaca al-Qur’an.
Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian pada skripsi ini adalah untuk:
Menemukan data terkait dengan realitas kemampuan membaca al-Qur’an siswa SMP Islamiyah Ciputat yang berasal dari Sekolah Dasar.
Menemukan data terkait dengan realitas kemampuan membaca al-Qur’an siswa SMP Islamiyah Ciputat yang berasal dari Madrasah Ibtidaiyah.
Menemukan data terkait dengan perbedaan kemampuan membaca al-Qur’an siswa SMP Islamiyah Ciputat yang berasal dari Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah yang nanti akan dilihat dari nilai raport dan kemampuan lisan dalam membaca al-Qur’an siswa.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG KEMAMPUAN MEMBACA
AL-QUR’AN BERDASARKAN LATAR BELAKANG
PENDIDIKAN SISWA
Al-Quran dan Keutamaan Membacanya
Pengertian al-Qur’an dari segi bahasa, terdapat berbagai macam pendapat
berbeda yang dikemukakan oleh para ahli. Sebagian berpendapat, penulisan lafal
al-Qur’an dibubuhi huruf hamzah. Pendapat lain mengatakan penulisannya tanpa
dibubuhi huruf hamzah. Asy-Syafi’i, al-Farra, dan al-Asy’ari termasuk di antara
ulama yang berpendapat bahwa lafal al-Qur’an ditulis tanpa huruf hamzah. Dan
pendapat ini jauh dari kaidah pemecahan kata (isytiqaq) dalam bahasa Arab. Di antara para ulama yang berpendapat bahwa lafal al-Qur’an ditulis dengan tambahan huruf hamzah di tengahnya adalah al-Zajjaj, dan al-Lihyani.
Pendapat yang terakhir bahwa al-Qur’an dengan tambahan huruf hamzah
di tengahnya itu lebih kuat dan lebih tepat, karena dalam bahasa Arab lafal
al-Qur’an adalah bentuk masdar yang maknanya sinonim dengan qira’ah berarti
bacaan. Ia merupakan kata turunan (Masdar) dari kata Qara’a (fiil madhi) dengan
ism al-maf’ul, yaitu maqru’ yang artinya dibaca. Pengertian ini merujuk pada sifat al-Qur’an yang difirmankan-Nya dalam al-Qur’an (Q.S. al-Qiyamah [75]: 17-18).
Dalam ayat tersebut Allah berfirman:
/ GH
I&>
8J2
I&> K
8# $
DLMF
2N O2P
&>
KP%
2#
@Q R S
2P
I&> K
8#
DLF
“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu”. (QS. Al-Qiyamah: 17-18).6
6
Menurut Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan dalam bukunya
Pengantar Ilmu Tafsir bahwa Al-Qur’an itu Kalamullah, meliputi dua macam Kalam yaitu Nafsi dan Lafdzi. Mereka yang cenderung pada kalam nafsi hanya kalangan Mutakallimin. Mereka mungkin berkepentingan untuk membebaskan
Allah dari sifat-sifat yang hadits di satu pihak. Adapun yang lebih condong pada
kalam lafdzi adalah dari kalangan: Ushuliyyin, para Fuqaha dan ahli bahasa Arab. Ulama Ushul dan Fuqaha cenderung pada kalam lafdzi karena mereka
berkepentingan dengan lafaz-lafaz al-Qur’an itu dalam rangka menentukan
dalil-dalil hukum atau dalam rangka istinbath hukum, karena untuk itu semua, tidak
mungkin dilakukan tanpa ada lafaz.
Dengan pola pikir tersebut di atas, dari segi istilah ulama Ushul, Fuqaha
dan ahli bahasa Arab menyepakati definisi al-Qur’an sebagai berikut:
ﺕ
!
"ﺡ $
%
&ﺕ'
(
“Al-Qur’an adalah kalamullah yang mengandung i’jaz yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw yang termaktub dalam mushaf-mushaf (utsmani) yang dinukilkan kepada kita dengan jalan mutawatir yang dianggap bernilai ibadah.”7
Menurut Manna’ al-Qaththan, al-Qur’an adalah firman Allah (kalamullah)
yang diturunkan kepada Muhammad saw. yang pembacaannya menjadi suatu
ibadah.8
Menurut Abu Syuhbah al-Qur’an adalah firman Allah swt. yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., yang memiliki kemu’jizatan lafal,
membacanya bernilai ibadah, diriwayatkan secara mutawatir, yang tertulis dalam
mushaf, dimulai dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas.9 Menurut Dr. Subhi as-Shalih merumuskan definisi al-Qur’an adalah
Kalam Ilahi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dan tertulis di dalam
7
Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Bulan Binatang, 1992), h. 38-39.
8
Syaikh Manna’ al-Qaththan, H. Aunur Rafiq el-Mazni, Lc. (Penterjemah), Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2009), cet. Ke-4, h. 18.
9
mushaf berdasarkan sumber-sumber mutawatir yang bersifat pasti kebenarannya,
dan yang dibaca umat Islam dalam rangka ibadah. Penamaan al-Qur’an yang
demikian itu telah disepakati bulat oleh semua ulama ahli ilmu kalam, ulama ahli
ilmu Fiqh dan ulama ahli ilmu bahasa Arab.10
Dari definisi-definisi di atas terdapat beberapa segi yang membedakan
al-Qur’an dari kitab-kitab lainnya, yaitu:
1. Isi al-Qur’an
Dari segi isi, al-Qur’an adalah kalamullah atau firman Allah. Dengan jenis
ini, ucapan Rasulullah, Malaikat, Jin, dan sebagainya tidak dapat disebut
al-Qur’an. Kalamullah mempunyai keistimewaan yang tak mungkin dapat
ditandingi oleh perkataan lainnya.
2. Cara turunnya
Dari segi turunnya, al-Qur’an disampaikan melalui Malaikat Jibril yang
terpercaya (al-Ruh al-Amin). Dengan demikian, jika ada wahyu Allah langsung disampaikan kepada Nabi Muhammad saw, tanpa perantaraan
Malaikat jibril, seperti hadis qudsi, tidaklah termasuk al-Qur’an.
3. Penerimanya
Dari segi penerimanya, al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad
saw, seorang Rasul yang dikenal bergelar al-Amin (terpercaya). Ini berarti bahwa wahyu Tuhan yang disampaikan kepada Nabi lainnya tidak dapat
disebut al-Qur’an.
4. Fungsinya
Dalam definisi al-Qur’an tersebut di atas disebutkan bahwa al-Qur’an
antara lain berfungsi sebagai dalil atau petunjuk atas kerasulan
Muhammad saw, pedoman hidup bagi umat manusia, menjadi ibadah bagi
yang membacanya, serta pedoman dan sumber petunjuk dalam kehidupan.
5. Susunannya
10
Al-Qur’an terhimpun dalam suatu mushaf yang terdiri dari ayat-ayat dan
surah-surah. Ayat-ayat al-Qur’an disusun sesuai dengan petunjuk Nabi
Muhammad saw. Sedangkan urutan surah dimulai dengan al-Fatihah dan
diakhiri surah an-Nas disusun atas tauqifi, usaha, dan kerja keras para
sahabat di zaman pemerintahan khalifah Abu bakar dan Usman bin Affan.
Para sahabat yang menyusun urutan surah-surah tersebut terkenal jujur,
cerdas, pandai, sangat mencintai Allah dan Rasul, dan hidup serta
menyaksikan hal-hal yang berkaitan pada waktu ayat al-Qur’an turun.
6. Penyampaiannya
Al-Qur’an disampaikan kepada kita dengan cara mutawatir, dalam arti,
disampaikan oleh sejumlah orang yang semuanya sepakat bahwa ia
benar-benar wahyu Allah swt, terpelihara dari perubahan atau pergantian.
Al-Qur’an merupakan Kitab suci yang diturunkan Allah kepada Nabi
Muhammad saw., sebagai salah satu rahmat yang tak ada taranya bagi
orang-orang yang taqwa. Di dalamnya terkumpul wahyu Ilahi yang menjadi petunjuk,
pedoman dan pelajaran bagi siapa saja yang mempercayai serta mengamalkannya.
Bukan itu saja, tetapi juga al-Qur’an itu adalah kitab suci yang paling penghabisan
diturunkan Allah, yang isinya mencakup segala pokok-pokok syari’at yang
terdapat dala kitab-kitab suci yang diturunkan sebelumnya. Karena itu, setiap
orang yang mempercayai al-Qur’an, akan bertambah cinta kepadanya, cinta untuk
membacanya, untuk mempelajari dan memahaminya serta pula untuk
mengamalkan dan mengajarkanya sampai merata rahmatnya dirasai dan dikecap
oleh penghuni alam semesta.
Selanjutnya, Setiap Mukmin yakin bahwa membaca al-Qur’an saja sudah
termasuk amal yang sangat mulia dan akan mendapat pahala yang berlipat ganda,
sebab yang dibacanya itu, sebab yang dibacanya itu adalah Kitab Suci Ilahi.
Al-Qur’an adalah sebaik-baik bacaan bagi orang Mukmin, baik di kala senang
al-Qur’an itu bukan saja menjadi amal dan ibadah, tetapi juga menjadi obat
penawar bagi orang yang gelisah di jiwanya.11
Sungguh banyak ayat al-Qur’an dan hadis Rasulullah saw. yang
menunjukkan kelebihan dan keutamaan membaca dan mempelajari al-Qur’an.
Berikut ini beberapa keutamaan membaca al-Qur’an:
1. Orang yang membaca al-Qur’an akan bernilai pahala yang melimpah.
Firman Allah dalam QS. Faatir: 29-30:
-5 #67
U"8 V ,
W
V
C
X7
Y
"0
2#$% $
HZ["H :;
Y
"
\K$% $
]4 0
<^
/ #
_ `
'(a
/b G Kc
$
U"A
,
/Z
b^ 0
d6
`"&R2S
DeEF
g^ G hP "
<8
`"Ai%
<8
,j
, $
d k0
\l %
@E2P
[
I&> K
m`" \
n
m`" B
6
Dj
F
o
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Faatir: 29-30).12
Membaca al-Qur’an dengan niat ikhlas dan maksud baik adalah suatu
ibadah yang karenanya seorang muslim mendapatkan pahala. Begitu juga kegiatan
membaca al-Qur’an per satu hurufnya dinilai satu kebaikan dan satu kebaikan ini
dapat dilipatgandakan hingga sepuluh kebaikan. Bayangkan bila satu ayat atau
satu surah saja mengandung puluhan aksara Arab, sebuah anugerah Allah swt.
yang agung. Sebagaimana dalam satu hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud
bahwa Rasulullah saw. telah bersabda:
11
Muhammad Slamet Saubary, Catatan Kaki Secara Illmiah dalam al-Qur’an, (Jakarta: Perpustakaan Slamet Saubary, 1999), Jilid 1, h. 135.
12
) *ﺡ & & +
, -
ﺡ . /
-%
0 1 . 2 ) * '
%
/ 3
4 ﺡ 5 ' 4 ﺡ 3' 4 ﺡ " . - ' 4 ﺡ 5 .
6
7 '8
9:
;
“Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah, maka ia akan mendapatkan satu kebaikan dan setiap kebaikan itu akan dibalas dengan sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf, melainkan alif satu huruf, laam satu huruf, dan mim satu huruf.” (HR. At-Turmudzi).13
2. Membaca al-Qur’an merupakan sebagai obat (terapi) jiwa yang gundah.
Membaca al-Qur’an bukan saja amal ibadah, namun juga bisa menjadi
obat dan penawar jiwa gelisah, pikiran kusut, nurani tidak tenteram, dan
sebagainya. Allah swt. berfirman:
pkr ?&K $
sd 0
F
0
"8
m 7
\ 6
tb J" ` $
-. / 024P
h
a
DeF
“Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang beriman...” (QS. al-Isra’: 82).
Hal ini sesuai dengan pernyataan para ulama ahli terapi hati. Mereka
menyebutkan salah satu obat hati yang utama adalah membaca al-Qur’an dengan
khusyu’ seraya merenungkan makna kandungannya di samping lima hal yang lain,
yaitu berteman dengan orang saleh, zikir di waktu sunyi, shalat malam, dan puasa.
Dalam ilmu jiwa (psikologi) modern dinyatakan bahwa berkomunikasi
dengan orang lain sangat efektif untuk mengurangi beban berat yang ditanggung
jiwa. Para psikolog menyarankan orang-orang yang jiwanya tengah menanggung
beban berat untuk berkomunikasi dengan orang lain, bicara dari hati ke hati, agar
terkurangi bebannya. Sementara membaca al-Qur’an ibaratnya adalah komunikasi
dengan Allah. Otomatis, dengan komunikasi itu, orang yang membaca al-Qur’an
jiwanya akan menjadi tenang dan tenteram, lebih-lebih bila dihubungkan bahwa
malaikat akan turun memberikan ketenangan kepada orang yang tengah membaca
al-Qur’an.
13
Jika membaca al-Qur’an efektif mengobati penyakit hati atau mental
(psikoterapi), tidak menutup kemungkinan, membaca Kitab Suci (al-Qur’an) ini
juga efektif untuk mengobati berbagai penyakit fisik, karena sekian penyakit fisik
awalnya banyak dipicu oleh gangguan kejiwaan seperti pikiran kacau, panik,
cemas, gelisah, emosi tak terkendali, dan sebagainya.14
3. Orang yang membaca al-Qur’an akan mendapat syafaat pada hari kiamat.
Al-Qur’an bisa hadir memberikan pertolongan bagi orang-orang yang senantiasa membacanya di dunia. Dari Abu Umamah, Dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah saw, Bersabda:
/!
<
& ﺹ> ?ﺵ )
ی ﺕBی &ﻥD .
'
6
5 * 7 '8
;
“Bacalah al-Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi para pembacanya.” (HR. Muslim).15
Adab Membaca Al-Qur’an
Adab membaca al-Qur’an sangatlah diperlukan ketika kita hendak akan
membaca al-Qur’an. Adapun adab membaca al-Qur’an adalah sebagai berikut:
a. Adab Hati
Menurut Abu ‘Abdu al-Rahman dalam bukunya Pedoman Menghayati dan Menghafal Al-Qur’an bahwa adab membaca al-Qur’an secara hati (Bathin) antara lain:
1. Niat ikhlas membacanya semata-mata karena Allah, dengan mengharapkan ridha Allah dan memusatkan hati serta membuang semua bisikan yang ada dalam hati tatkala membaca.
2. Tadabbur (merenungkan) dan berusaha menguasai artinya, karena hal ini merupakan perintah tuhan alam semesta yang harus dilaksanakan oleh hamba Allah dengan penuh semangat setelah memahami dan merenungkannya.
3. Berusaha terkesan sehingga memberi reaksi terhadap setiap ayat yang dibacanya. Pada ayat ancaman hatinya bergetar karena takut. Terhadap ayat janji hatinya bersuka ria. Di saat disebutkan Allah, sifat-sifat dan nama-nama-Nya, hatinya tertunduk merendah.
14
Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak, Membaca, Menulis, dan Mencintai al-Qur’an,
(Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 47.
15
4. Berlepas diri dari daya dan upayanya, karena tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah swt, dan tidak memperhatikan dirinya sendiri dengan penuh keridhaan dan pensucian.16
Sedangkan menurut Imam al-Ghazali di dalam kitabnya Ihya Ulumuddin,
adab membaca secara hati (bathin) itu diperinci lagi menjadi arti memahami asal
kalimat, cara hati membesarkan Allah, menghadirkan hati di kala membaca
sampai ke tingkat memperluas, memperhalus perasaan dan membersihkan jiwa.
Bagi pembaca al-Qur’an ketika dia memulainya, maka terlebih dahulu ia harus
menghadirkan dalam hatinya betapa kebesaran Allah yang mempunyai
kalimat-kalimat itu. Dia harus yakin dalam hatinya, bahwa yang dibacanya itu bukanlah
kalam manusia, tapi adalah kalam Allah swt. membesarkan kalam Allah itu,
bukan saja dalam membacanya, tetapi juga dalam menjaga tulisan-tulisan
al-Qur’an itu sendiri.17
b. Adab Lahiriyah
Dianjurkan bagi orang yang hendak membaca al-Qur’an harus
memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan tata cara membaca al-Qur’an. Abu
‘Abdu al-Rahman menerangkan dalam bukunya Pedoman Menghayati dan Menghafal Al-Qur’an bahwa adab membaca al-Qur’an sebagai berikut:
Disunnahkan untuk bersuci dan berwudhu terlebih dahulu sebelum membaca al-Qur’an dan bersiwak (sikat gigi) dahulu.
Lebih utamanya, membaca al-Qur’an ditempat yang bersih dan tempat yang lebih utama adalah masjid. Dengan menghadap ke arah kiblat, karena kiblat adalah arah yang paling mulia.
Membaca Ta’awudz, kemudian membaca basmalah, jika mulai dari awal surat serta jangan memotong bacaan dengan pembicaraan yang tidak penting dan memperindah suara bacaan al-Qur’an semampunya.
Memilih tempat yang layak, seperti masjid atau suatu ruangan dirumahnya yang jauh dari hal-hal yang dapat menghilangkan nilai kesuciannya. Memilih waktu yang tepat dan waktu disaat-saat Allah memperhatikan
hamba-hambanya dan saat-saat Allah menurunkan curahan-Nya. Dan waktu yang paling utama adalah sepertiga malam terakhir dan waktu menjelang subuh.
16
Abu ‘Abdu al-Rahman, Pedoman Menghayati dan Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta: Hadi Press, 1997), cet. I, h. 37-39.
17
Menangis saat membaca al-Qur’an, khususnya saat membaca ayat-ayat adzab atau melewati ayat-ayat yang melukiskan Masyhad, yaitu pada hari diperlihatkannya peristiwa yang pasti terjadi di hari kiamat dan peristiwa-peristiwa yang bakal terjadi di akhirat serta keadaan yang sangat mengerikan yang pasti diperlihatkan.18
Sedangkan menurut Ahsin W. Al-Hafidz dalam bukunya Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an ia berpendapat bahwa adab membaca al-Qur’an antara lain adalah:
1. Disunnahkan membaca al-Qur’an dengan tartil (pelan-pelan sambil memperhatikan tajwidnya).
2. Disunnahkan merenungi dan memahami kandungan al-Qur’an sebab hal itu merupakan maksud dan tuntutan yang paling mulia.
3. Disunnahkan membaca al-Qur’an dengan tafkhim.
4. Disunnahkan dengan mengeraskan suara ketika membaca al-Qur’an. Atau membacanya dengan jahr, karena membacanya dengan jahr yakni dengan suara yang keras lebih uatama, sebagaimana diterangkan dalam hadits Nabi yang artinya:
“Allah tidak mendengarkan sesuatu selain suara merdu Nabi yang membacakan al-Qur’an dengan suara jahr.” (HR. Bukhori dan Muslim)19
Sedangkan menurut Syaikh Manna’ al-Qaththan menerangkan dalam
bukunya Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an bahwa adab membaca al-Qur’an sebagai berikut:
1. Membaca al-Qur’an sesudah berwudhu karena ia termasuk dzikir yang paling utama dan bersiwak sebelum mulai membaca.
2. Membacanya di tempat yang bersih dan suci, untuk menjaga keagungan membaca al-Qur’an.
3. Membacanya dengan khusyuk, tenang dan penuh hormat. Dan membaca ta’awudz pada permulaannya serta membaca basmalah pada permulaan setiap surah.
4. Membacanya dengan tartil, yaitu dengan bacaan yang pelan-pelan dan jelas serta memberikan hak setiap huruf, seperti membaca mad dan idghom.
5. Membaguskan suara dengan membaca al-Qur’an dan mengeraskan bacaan al-Qur’an, karena membacanya dengan suara jahar (keras) lebih utama. 6. Membaca al-Qur’an dengan melihat langsung kepada mushaf dan
membacanya dengan hafalan.20
18
Abu ‘Abdu al-Rahman, Pedoman Menghayati dan Menghafal Al-Qur’an, h. 39-42.
19
Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 34.
20
Kompetensi dalam Membaca Al-Quran
Kompetensi dalam membaca al-Qur’an merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari dan dipraktikan ketika membaca Qur’an, karena dengan memperhatikan kompetensi tersebut, maka kita akan mudah untuk membaca al-Qur’an dengan fasih dan benar. Adapun kompetensi dalam membaca al-al-Qur’an itu antara lain :
Tajwid
Tajwid secara bahasa berasal dari kata “Jawwada-yujawwidu-tajwidan”
yang artinya membaguskan atau membuat jadi bagus. Dan pengertian yang lain
menurut lughoh (bahasa), tajwid dapat juga diartikan:
ﺕ E
“Segala sesuatu yang mendatangkan kebajikan.”21
Dalam buku Tajwid dan Ilmu al-Qur’an Depag RI, Tajwid juga menurut bahasa berarti tahsin (memperindah). dikatakan hadza syaiun jayyidun artinya saya telah memperindah sesuatu.22
Sedangkan pengertian Tajwid menurut istilah adalah:
F'
' G ?$ - & * ' & ﺡ 4 ﺡ H, I J ! & 4 ی 5
ﻥ' 5 K? ' L /
, M N O'
“Ilmu yang memberikan segala pengertian tentang huruf, baik hak-hak huruf (haqqul huruf) maupun hukum-hukum baru yang timbul setelah hak-hak huruf (mustahaqqul huruf) dipenuhi, terdiri atas sifat-sifat huruf, hukum-hukum madd, dan sebagainya. Sebagai contoh adalah tarqiq, tafhim, dan semisalnya.”23
Dari pengertian Tajwid di atas, maka secara garis besar pokok bahasan (ruang lingkup) Ilmu Tajwid dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Haqqul Huruf, yaitu segala sesuatu yang lazimat (wajid ada) pada setiap huruf. Hak huruf ini meliputi sifat-sifat huruf (sifatul huruf) dan tempat keluarnya huruf (makharijul huruf). Apabila hak huruf ditiadakan, maka semua suara yang diucapkan tidak mungkin mengandung makna karena bunyinya menjadi tidak jelas.
b. Mustahaqqul Huruf, yaitu hukum-hukum baru (Aridlah) yang timbul oleh sebab-sebab tertentu setelah hak-hak huruf melekat pada setiap huruf. Mustahaqqul Huruf meliputi hukum-hukum seperti Izh-har, Ikhfa’, Iqlab, Idghom, Qolqolah, Ghunnah, Tafkhim, Tarqiq, Mad, Waqaf, dan lain-lain.
Selain pembagian di atas, ada juga yang membagi pokok bahasan Ilmu Tajwid ke dalam enam cakupan masalah, yaitu:
Makharijul Huruf, membahas tentang tempat-tempat keluarnya huruf.
21
Syeikh Muhammad al-Mahmud, Hidayatul Mustafid fi Ahkam at-Tajwid, (Semarang: Pustaka al-‘Alawiyyah), h. 4.
22
Departemen Agama RI, Tajwid dan Ilmu al-Qur’an, h. 23.
23
Sifatul Huruf, membahas tentang sifat-sifat huruf.
Ahkamul Huruf, membahas tentang hukum-hukum yang lahir dari hubungan anatr huruf.
Ahkamul Mad Wal Qashr, membahas tentang hukum-hukum memanjangkan dan memendekkan bacaan. Ahkamul Waqfi Wal Ibtida’, membahas tentang hukum-hukum menghentikan dan memulai bacaan. Al-Khoththul Utsmaniy, membahas tentang bentuk tulisan mushaf Ustmaniy.24
Para ahli qira’ah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tajwid adalah menghiasi bacaan al-Qur’an, yakni memerlukan setiap huruf sesuai dengan haknya dan runtutannya mengembalikan huruf pada makhrajnya masing-masing melantunkannya dengan cara yang baik dan sempurna tanpa berlebih-lebihan.25
Para ulama, dahulu dan sekarang, menaruh perhatiaan besar terhadap
tilawah (cara membaca) al-Qur’an sehingga mengucapkan lafaz-lafaz al-Qur’an
menjadi lebih baik dan benar. Cara membaca ini, di kalangan mereka dikenal
dengan Tajwidul Qur’an. Mereka mendefinisikan Tajwid sebagai ”memberikan kepada huruf akan hak-hak dan tertibnya, mengembalikan huruf kepada makhraj
dan asalnya, serta mengaluskan pengucapannya dengan cara yang sempurna tanpa
berlebihan, kasar, tergesa-gesa dan dipaksa-paksakan.”
Tajwid sebagai suatu disiplin ilmu mempunyai kaidah-kaidah tertentu yang harus dipedomani dalam pengucapan huruf-huruf dari makhrajnya disamping harus pula diperhatikan hubungan setiap huruf dengan yang sebelum dan sesudahnya dalam cara pengucapannya. Oleh karena itu tidak dapat diperoleh hanya sekedar dipelajari namun juga harus melalui latihan, praktek dan menirukan orang yang baik bacaannya.26
Membaca al-Qur’an termasuk ibadah dan karenanya harus sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Sikap memperbaiki bacaan al-Qur’an dengan menata huruf sesuai dengan tempatnya merupakan suatu ibadah, sama halnya meresapi, memahami, dan mengamalkan isi kandungan al-Qur’an merupakan suatu ibadah. Sahabat Abdullah bin Mas’ud berpesan, “Jawwidul Qur’an,” ‘bacalah al-Qur’an itu dengan baik’ (bertajwid). Para ulama menyebut membaca al-Qur’an yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah tajwid sebagai al-Lahn, yakni kekeliruan atau cacat dalam membaca.
Atas dasar perlunya membaca al-Qur’an secara bertajwid, anak (siswa) hendaknya diajarkan ilmu tajwid. Dalam ilmu tajwid diajarkan bagaimana cara melafalkan huruf yang berdiri sendiri, huruf yang dirangkaikan dengan huruf yang lain, melatih lidah mengeluarkan huruf dari makhrajnya, belajar mengucapkan bunyi yang panjang dan pendek, cara menghilangkan bunyi huruf dengan menggabungkannya (idghom), berat atau ringan, berdesis atau tidak, mempelajari tanda-tanda berhenti dalam bacaan, dan sebagainya.27
Al-Qur’an merupakan firman Allah yang agung, yang dijadikan pedoman oleh seluruh kaum Muslimin. Membacanya bernilai ibadah dan mengamalkannya merupakan kewajiban yang diperintahkan dalam agama. Seorang muslim harus mampu membaca ayat-ayat al-Qur’an dengan baik sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah saw.. Inilah salah satu tujuan mempelajari Ilmu Tajwid, sebagaimana diterangkan oleh Syekh Muhammad al-Mahmud sebagai berikut :
24
Moh. Wahyudi, Ilmu Tajwid Plus, (Surabaya: Halim Jaya, 2008), cet. Ke-2, h. 2-3.
25
Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasni, Mutiara Ilmu-Ilmu al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 54.
26
Syeikh Manna’ al-Qaththan, H. Aunur Rafiq el-Mazni, Lc. (Penterjemah), Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, h. 229-230.
27
)ی ( P Q
- R ﺕ
S?
ﺕ
)ی 0 T
& ی O
ﺕ +
,
I JK -
*
ﺹ & ی O H /' ) $ 3
“Tujuan (mempelajari Ilmu Tajwid) adalah agar dapat membaca ayat-ayat al-Qur’an secara betul (fasih) sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah saw, juga agar dapat memelihara lisan dari kesalahan-kesalahan ketika membaca kitab Allah ta’ala (al-Qur’an).”28
Hukum mempelajari Tajwid sebagai disiplin ilmu adalah Fardlu kifayah atau merupakan kewajiban kolektif. Artinya, mempelajari secara mendalam tidak diharuskan bagi setiap orang, tetapi cukup diwakili oleh beberapa orang saja. Namun, jika dalam suatu kaum tidak ada seorangpun yang mempelajari Ilmu Tajwid, maka berdosalah kaum itu. Adapun hukum membaca al-Qur’an dengan menggunakan aturan Tajwid adalah Fardlu ‘Ain atau merupakan kewajiban pribadi, karenanya apabila seseorang membaca al-Qur’an dengan tidak menggunakan Ilmu Tajwid, hukumnya dosa.
Dalam kitab Hidayatul Mustafid Fi Ahkamit Tajwid dijelaskan:
H,
- U & H
' )ی ?, U &ﻥ
4 ﺥ3 ی
- ?
- ) * ' 5 *
“Tidak ada perbedaan pendapat bahwa (mempelajari) Ilmu Tajwid hukumnya Fardlu Kifayah, sementara mengamalkannya (ketika membaca al-Qur’an) hukumnya Fardlu ‘Ain bagi setiap muslim dan muslimah yang telah mukallaf.”29
Makharijul Huruf
Makhraj ditinjau dari morfologi berasal sari fi’il Madly WX ﺥW yang berarti keluar. Kemudian diikutkan wazan WH ?W
yang bershigot isim makan, maka menjadi WX KW yang berarti tempat keluar. Bentuk jama’nya adalah 4' X8 K
yang berarti tempat-tempat keluar. Jadi “Makharijul Huruf” berarti tempat-tempat keluarnya huruf. Secara bahasa Makhraj artinya; X' K Yﺽ yang berarti tempat keluar.
Sedang menurut istilah, makhraj adalah:
5ﺱ !
4
& I 2 ی \: H
“Suatu nama tempat, yang padanya huruf dibentuk (diucapkan).”
Jadi, Makharijul Huruf adalah tempat-tempat keluarnya huruf pada waktu huruf tersebut dibunyikan. Ketika membaca al-Qur’an, setiap huruf harus dibunyikan sesuai Makhrajnya. Kesalahan dalam pengucapan huruf dapat menimbulkan perbedaan makna atau kesalahan arti pada bacaan yang sedang dibaca. Dalam kondisi tertentu, kesalahan ini bahkan dapat menyebabkan kekafiran apabila dilakukan dengan sengaja dan benar.
28
Syeik Muhammad al-Mahmud, Hidayatul Mustafid fi Ahkam at-Tajwid, h. 4.
29
Contoh kesalahan Makhraj yang menyebabkan berubahnya arti misalnya ‘Ainnya lafaz W- W pada kalimat + W
- 8
W yang terbaca Hamzah. Arti W- W dengan ‘Ain adalah semesta alam, sedang W- 3W dengan hamzah adalah (segala) penyakit.30
Para ulama berbeda pendapat tentang pembagian Makharijul Huruf. Imam Syibawaih dan asy-Syatihiby berpendapat bahwa Makhraj Huruf terbagi atas 16 Makhraj, sementara menurut Imam al-Farra’ terbagi atas 14 Makhraj. Namun pendapat yang paling masyhur dalam masalah ini adalah yang menyatakan bahwa Makhorijul Huruf terbagi atas 17 Makhraj. Imam Kholil bin Ahmad menjelaskan bahwa pendapat inilah yang banyak dipegang oleh qori’ termasuk Imam Ibnu Jazariy – serta para ahli Nahwu.
Selanjutnya, ketujuhbelas Makhraj ini klasifikasikan ke dalam lima tempat. Lima tempat inilah yang merupakan letak Makhraj dari setiap huruf. Lima tempat yang dimaksud dalam Makharijul Huruf ialah:
a. Al-Jauf, lobang (rongga) tenggorokan dan mulut.= 1 Makhraj
b. Al-Halq, tenggorokan = 3 Makhraj
c. Al-Lisan, Lidah = 10 Makhraj
d. Asy-Syafatan, dua bibir = 2 Makhraj
e. Al-Khoisyum, pangkal hidung = 1 Makhraj +
17 Makhraj Adapun perincian mengenai Makharijul Huruf yaitu:
Al-Jauf
Al-jauf artinya rongga tenggorokan dan mulut. Dari Makhraj al-Jauf ini keluar tiga huruf Mad, yaitu Alif, Wawu, da Ya’ yang bersukun. Dan ketiga huruf Mad tersebut disebut juga huruf W) ﺝW
Al-Halq
Al-Halq artinya tenggorokan. Maksudnya, tempat keluarnya huruf terletak pada tenggorokan. Dari al-Halq ini keluar tiga Makhraj, yang digunakan untuk tempat keluarnya 6 (enam) huruf. Ketiga Makhraj tersebut antara lain:
Aqshal Halq adalah pangkal tenggorokan atau tenggorokan bagian dalam. Dari Makhraj ini keluar huruf Hamzah
6 I
; dan Ha ^; 6
Watsul Halq adalah tenggorokan bagian tengah. Dari makhraj ini keluar huruf ‘Ain ;_6 dan ha;`6
Adnal Halq adalah tenggorokan bagian luar atau ujung tenggorokan. Dari Makhraj ini keluar huruf Kho ;a6 dan Ghoin;T6
Keenam huruf di atas
;
I
-
^
-
`
-
_
-
_
-
a
-
T
6
disebut juga huruf W) ﺡW yang artinya tenggorokan, karena huruf-huruf tersebut keluar dari tenggorokan.Al-Lisan
Al-Lisan artinya lidah. Maksudnya tempat keluarnya huruf yang terletak pada lidah. Jumlah huruf Hijaiyah yang keluar dari Makhraj ini berjumlah 18 huruf dan terbagi atas 10 Makhraj.
Kedelapanbelas huruf tersebut:
;
i
-
h
-
-
g
-
f
-
N
-
e
-
F
-
G
-
8
-
-
-
U
-
\
-
X
-
d
-
c
-
b
6
Asy-Syafatan
Asy-Syafatan artinya dua bibir. Maksudnya, tempat keluarnya huruf yang terletak pada dua bibir. Bibir atas dan bibir bawah asy-Syafatan ini terbagi atas dua Makhraj, yaitu:
30
Perut (bagian dalam) bibir bawah atau bagian tengah bibir bawah dengan ujung dua buah gigi seri yang atas. Dari Makhraj ini keluar huruf Fa’ ;46
Kedua bibir atas dan bawah bersama-sama, jika kedua bibir tersebut tertutup rapat, keluarlah huruf Mim ;6 dan Ba
6
; . Ba’ lebih rapat daripada Mim. Dan jika terbuka, keluarlah huruf Wawu;'6. Keempat huruf di atas ;'- --46 disebut juga huruf W)ی ?ﺵW yang artinya dua bibir. Al-Khoisyum
Al-Khoisyum artinya Aqshal anfi (pangkal hidung). Dari al-Khoisyum ini keluar satu Makhraj, yaitu al-Ghunnah (sengau/dengung), sehingga dari Makhraj inilah keluar segala bunyi dengung/sengau. Bunyi sengau ini terjadi pada:
Nun sakinah ; 6 atau tanwun ketika dibaca idgham Bigunnah, Ikhfa’ dan ketika Nun itu bertasydid. Mim sakinah;6 ketika dibaca Idghom (Mitslain) Ikhfa (Syafawiy) dan ketika Mim itu bertasydid.31
Tartil
Dalam seni suara (nyanyian) dikenal istilah tempo untuk menunjukkan apakah suatu lagu dibawakan dengan cepat dan semangat seperti lagu-lagu mars atau dengan lambat dan khidmat seperti lagu hymne. Membaca al-Qur’an juga tidak terlepas hubungannya dengan masalah tempo ini.
Ada empat tingkatan (tempo) yang telah disepakati oleh ahli Tajwid, yaitu:
At-Tartil yaitu membaca dengan pelan dan tenang, mengeluarkan setiap huruf dari makhrajnya dengan memberikan sifat-sifat yang dimilikinya, baik asli maupun baru dating (hukum-hukumnya) serta memperhatikan makna (ayat). Membaca dengan pelan dan tenang maksudnya tidak tergopoh-gopoh namun tidak tidak pula terseret-seret. Huruf diucapkan satu persatu dengan jelas dan tepat menurut makhrajnya dan sifatnya. Ukuran panjang pendeknya terpelihara dengan baik serta berusaha mengerti kandungan maknanya.
Al-Hadr yaitu membaca dengan cepat tetapi masih menjaga hukum-hukumnya. Yang dimaksud cepat di sini adalah dengan menggunakan ukuran terpendek dalam peraturan Tajwid, jadi bukannya keluar dari peraturan sebagaimana yang sering kita jumpai.
At-Tadwir yaitu tingkat pertengahan antara tartil dan hard. Bacaan at-Tadwir ini lebih dikenal dengan bacaan sedang tidak terlalu cepat juga tidak terlalu pelan, tetapi pertengahan anatara keduanya.
At-Tahqiq yaitu membaca seperti halnya tartil tetapi lebih tenang dan
perlahan-lahan. Tempo ini hanya boleh dipakai untuk belajar (latihan) dan
mengajar. Dan tidak boleh dipakai pada waktu shalat atau menjadi imam.32
Membaca al-Qur’an tidak sama dengan membaca bahan bacaan lainnya karena ia adalah kalam Allah swt. Oleh karena itu, membacanya mempunyai etika zahir adalah membacanya dengan tartil. Makna membaca dengan tartil adalah dengan perlahan-lahan, sambil memperhatikan huruf-huruf dan barisnya.
As-Suyuti mengatakan bahwa disunnahkan membaca al-Qur’an dengan tartil. Sebagaimana Allah swt berfirman dalam QS. Al-Muzammil ayat 4:
Fu ZS ` $
v
S
2S
DF
o
“Dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.”(QS. Al-Muzammil: 4).33
31
Moh. Wahyudi, Ilmu Tajwid Plus, h. 28-36.
32
Dalam kitab al-Burhan karya az-Zarkasyi dikatakan kesempurnaan tartil adalah dengan membaca dengan seksama lafal-lafalnya serta jelas huruf-hurufnya,
dan satu huruf tidak ada yang tercampur dengan huruf lain. Dan yang paling
sempurna adalah dengan membacanya di rumahnya. Jika ia membaca ayat yang
berisi ancaman maka ia membacanya dengan ekspresi ancaman dan jika ayat itu
berisi pemuliaan maka ia membacanya dengan ekspresi pemuliaan.
Al-Ghazali mengatakan bahwa tartil disunnahkan tidak semata untuk
tadabbur. Karena non-Arab yang tidak memahami makna al-Qur’an juga disunnahkan untuk membaca dengan tartil karena tartil lebih dekat kepada
pemuliaan dan penghormatan terhadap al-Qur’an, dan lebih berpengaruh bagi hati
daripada membaca dengan tergesa-gesa dan cepat.34
Metode-Metode Pembelajaran Membaca al-Qur’an
Metode merupakan alat atau fasilitas untuk mengantarkan bahan pelajaran
mencapai tujuan. Oleh karena itu, bahan pelajaran yang disampaikan tanpa
memperhatikan pemakaian metode justru akan mempersulit guru dalam mencapai
tujuan pengajaran. Pengalaman membuktikan bahwa kegagalan pegajaran salah
satunya disebabkan oleh pemilihan metode yang kurang tepat. Kelas yang kurang
bergairah dan kondisi anak didik yang kurang kreatif dikarenakan penentuan
metode yang kurang sesuai dengan sifat bahan dan tidak sesuai dengan tujuan
pengajaran.35
Dalam menggunakan model mengajar sudah barang tentu guru yang tidak
mengenal metode mengajar jangan diharap bisa melaksanakan proses belajar
mengajar sebaik-baiknya. Hal yang penting dalam metode ialah, bahwa setiap
metode pembelajaran yang digunakan bertalian dengan tujuan belajar yang ingin
dicapai.
Adapun jenis-jenis metode pembelajaran membaca al-Qur’an adalah :
Metode Musyafahah (Adu Lidah)
33
Dr. Yusuf al-Qaradhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, h. 231.
34
Dr. Yusuf al-Qaradhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, h. 233.
35
Dalam metode ini guru membaca terlebih dahulu, kemudian disusul anak
atau murid. Dengan metode ini, guru dapat menerapkan cara membaca huruf
dengan benar melalui lidahnya. Sedangkan anak dapat melihat dan menyaksikan
langsung praktik keluarnya huruf dari lidah guru untuk ditirukannya, yang disebut
Musyafahah (adu lidah). Metode ini diterapkan oleh Nabi Muhammad saw kepada
kalangan sahabat.
Metode Sorogan atau ‘Ardul Qira’ah (Setoran Bacaan)
Dalam metode ini murid membaca di depan guru, sedangkan guru
menyimaknya. Metode ini dikenal dengan metode Sorogan atau ‘Ardul Qira’ah
(Setoran Bacaan). Metode ini terdapat sisi positif yaitu aktifnya murid (cara
belajar siswa aktif).36 Metode Al-Bayan
Metode al-Bayan merupakan metode yang mengajarkan cara cepat belajar
al-Qur’an dengan bacaan yang baik dan benar menurut ilmu tajwid, disusun
secara sistematis, dilengkapi dengan pengetahuan tajwid praktis, dan dibantu
dengan cara membaca versi Indonesia. Bacaannya menggunakan bacaan yang
sudah umum di Indonesia yakni menurut riwayat Imam Hafsh ‘an ‘Ashim Thariq
Syathibiyah.
Metode bayan menggunakan tingkat usia sekolah dan jumlah pertemuan
sebagai tolak ukur pembelajarannya, sehingga bagi mereka mempunyai masa
pembelajaran yang berbeda. (Lihat Tabel).
Usia Sekolah Waktu yang diperlukan Buku Panduan
TK B s/d kelas 3 SD 21 pertemuan Jilid 1
Kelas 4 SD s/d 3 SMP 19 pertemuan Jilid 2
SMU s/d seterusnya 16 pertemuan Jilid 3
Adapun bagi mereka yang ingin mengajar dan belajar mandiri dengan
metode al-Bayan, cukup menggunakan jilid 4.
Dengan berpegang pada tolak ukur tersebut maka hingga pertemuan
terakhir, dijamin akan mampu membaca al-Qur’an dengan baik, lancar,
36
menguasai bacaan panjang-pendek, bacaan dengung (gunnah) dan hukum-hukum bacaan panjang (mad).
Untuk memperoleh manfaat terbaik dan mencapai hasil yang maksimal
dengan metode al-Bayan, lakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Gunakan skema proses pembelajaran, yakni 10 (sepuluh) pertemuan untuk
menguasai cara membaca,dan 11 (sebelas) pertemuan untuk menguasai
cara membaca yang benar dengan ilmu tajwid.
b. Tidak berpindah ke pertemuan selanjutnya, jika pertemuan sebelunya
belum dikuasai.
Manfaat yang dapat diambil dari belajar dengan menggunakan Metode
al-Bayan antara lain adalah terbebas dari buta huruf al-Qur’an, mempermudah
belajar membaca al-Qur’an, dapat membaca al-Qur’an secara baik dan benar
dalam waktu singkat, dan dapat menguasai pengetahuan ilmu tajwid.37
Metode Drill (Latihan).
Setelah menjelaskan metode-metode di atas, perlu juga dibahas metode Driil. Metode drill (latihan) adalah suatu metode dalam pendidikan dan pengajaran dengan jalan melatih anak-anak terhadap pelajaran yang sudah diberikan.
Metode ini berasal dari metode pengajaran Herbart, yaitu metode asosiasi
dan ulangan tanggapan, yang dimaksud dengan memperkuat tangggapan pada
murid-murid. Metode driil biasanya digunakan pada pelajaran yang bersifat
motoris seperti pelajaran menulis, pelajaran bahasa, pelajaran keterampilan, dan
pelajaran yang bersifat kecakapan mental, dalam arti melatih anak-anak berfikir
cepat. Dalam pendidikan agama metode ini sering dipakai untuk melatih ulangan
pelajaran al-Qur’an dan praktik ibadah.38
Metode latihan (drill) atau metode training merupakan suatu cara mengajar
yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Juga sebagai sarana
untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan
dari apa yang sudah dipelajari. Metode latihan mempunyai kebaikan-kebaikan,
37
O. Surasman, Metode Al-Bayan Cara Cepat Belajar Membaca al-Qur’an, (Jakarta: Erlangga, 2008), h. vii-viii.
38
antara lain adalah pembentukan kebiasaan yang dilakukan dengan
mempergunakan metode ini akan menambah ketepatan dan kecepatan
pelaksanaan, pemanfaatan kebiasaan-kebiasaan tidak memerlukan banyak
konsentrasi dalam pelaksanaannya, dan pembentukan kebiasaan membuat
gerakan-gerakan yang kompleks, rumit menjadi otomatis.39
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca
al-Qur’an
Dalam diri setiap muslim mempunyai kemampuan membaca Al-Qur’an,
ada berbagai macam tingkat kemampuan membaca Al-Qur’an dari yang tinggi,
sedasng, sampai yang rendah. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor di antaranya
yaitu:
Faktor Pembawaan
Sebelum kita utarakan lebih lanjut, dapatlah kiranya kita mengatakan
bahwa pembawaan adalah seluruh kemungkinan-kemungkinan atau
kesanggupan-kesanggupan (potensi) yang terdapat pada suatu individu yang selama masa
perkembangannya benar-benar dapat diwujudkan (direalisasikan).
Kesanggupan untuk membaca Al-Qur’an yang diawali dengan terbata-bata
telah ada dalam pembawaannya akan berkembang, dan karena lingkungan dan
kematangannya pada suatu saat tertentu anak dapat membaca Al-Qur’an dengan
baik dan benar. Sehinga jelas pembawaan dapat mempengaruhi kemampuan
membaca Al-Qur’an.
Faktor Keturunan
Maksud dari keturunan di sini adalah sifat-sifat atau ciri-ciri pada seorang
anak. Jika sifat-sifat atau ciri-ciri tersebut diwariskan atau diturunkan melalui
sel-sel kelamin dari generasi yang lain. Misalnya seorang Bapak atau Ibu ada
persamaan dengan anaknya dalam membaca Qur’an pada waktu membaca
Al-Qur’an. Dapat juga sifat-sifat ini bersembunyi selama beberapa generasi mungkin
39
juga sifat-sifat keturunan itu diwsarisi dari nenek atau buyutnya. Sehingga anak
tersebut mempunyai kemampuan membaca Al-Qur’an sesuai dengan keturunan.
Faktor Lingkungan
Seorang ahli psikologi dari Amerika yang bernama Sartain mengatakan
bahwa:
Lingkungan (environment) adalah meliputi segala kondisi-kondisi dalam
dunia ini yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita,
pertumbuhan, perkembangan kita kecuali gen-gen, dan bahkan gen-gen dapat pula
dipandang sebagai menyiapkan lingkungan bagi gen yang lain.40
Ditambahkan oleh Sartain bahwa lingkungan itu dibagi menjadi 3 bagian
sebagai berikut:
a. Lingkungan Alam/Luar (Extenalor Physical Environment)
Lingkungan alam adalah segala sesuatu yang ada dalam dunia ini yang
bukan manusia, seperti rumah, tumbuh-tumbuhan, air, iklim, hewan dan
sebagainya.
b. Lingkungan Dalam (Internal Environmet)
Lingkungan dalam adalah segala sesuatu yang termasuk lungkungan luar.
Contohnya makanan dan air yang telah berada di dalam
pembuluh-pembuluh darah atau di dalam cairan limpa yang mempengaruhi tiap-tiap
sel di dalam tubuh.
c. Lingkungan Sosial (Social Environment)
Lingkungan sosial adalah semua orang atau manusia lain yang
mempengaruhi kita. Pengaruh lingkungan soaial itu ada yang kita terima
secara langsung, seperti dalam pergaulan sehari-hari dengan orang lain,
keluarga kita, teman-teman kita, kawan sekolah, seperjaan, dan
sebagainya.41
Dari uraian faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca
Al-Qur’an di atas, bahwa faktor pembawaan, keturunan, dan lingkungan merupakan
40
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), cet. Ke-23, h. 28.
41
faktor yang sangat penting sekali dalam proses meningkatkan kemampuan
membaca Al-Qur’an.
Pendidikan sebagai Faktor Pengaruh terhadap Kemampuan Membaca Al-Qur’an
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.42
Pendidikan juga dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak
didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai
anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada.
Pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan tetapi
lebih ditekankan pada proses pembinaan kepribadian anak didik secara
menyeluruh sehingga anak menjadi lebih dewasa.43
Dilihat dari sudut proses bahwa pendidikan adalah proses dalam rangka
mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin
dengan lingkungannya dan yang akan menimbulkan perubahan pada dirinya.
Dilihat dari sudut pengertian atau definisi, dengan demikian pendidikan itu ialah
usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah melaui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan yang berlangsung dalam bentuk
pendidikan formal, non formal, dan informal di sekolah dan di luar sekolah. Usaha
sadar tersebut dilakukan dalam bentuk pembelajaran dimana ada pendidik yang
melayani para siswanya melakukan kegiatan belajar, dan pendidik menilai atau
mengukur tingkat keberhasilan belajar siswa tersebut dengan prosedur yang
ditentukan.
Dengan mulainya anak bersekolah, dunia anak semakin luas dan demikian
pula pemahamannya. Pemahaman anak mengenai lingkungan meningkat tidak
hanya melalui pengajaran formal yang diterima di kelas tetapi juga diperluas
42
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Naisonal, h. 2-3.
43
melalui pertukaran pikiran dengan teman-teman sebayanya dan melalui
kemampuan membaca di lingkungan tempat tinggalnya.
Secara lebih khusus Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah memiliki
jumlah mata pelajaran yang berbeda di mana materi pada Sekolah Dasar lebih
bersifat pendidikan umum, sedangkan materi pelajaran di Madrasah Ibtidaiyah
selain pendidikan umum juga mencakup pendidikan agama sehingga materi
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
B. Variabel Penelitian
Variabel dapat diartikan sebagai sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian.44
Sering pula dinyatakan variabel penelitian sebagai faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Variabel dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca al-Quran siswa yang berasal dari Madrasah Ibtidaiyah dan variabel kedua adalah kemampuan membaca al-Qur’an siswa yang berasal Sekolah Dasar.
A. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Islamiyah Ciputat Tangerang yang beralamat di Jalan Ki hajar Dewantara No. 23 Ciputat Tangerang-Banten. Adapun waktu pelaksanaan penelitian adalah selama empat bulan, dimulai dari tanggal 7 September sampai 23 Desember 2009.
B. Metode penelitian
Metode penilitian yang penulis gunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif lebih menitikberatkan pada pengumpulan data empiris, kemudian diolah menggunakan statistik guna menjawab permasalahan
ada atau tidaknya perbedaan kedua variabel yang diteliti. Jenis pendekatan yang
digunakan dala penelitian ini adalah komparasional yang bertujuan untuk mencari perbandingan antara dua variabel dan menjelaskan hasil penelitian secara
deskriptif. Hal ini agar penulis dapat memperoleh data yang lengkap dan
gambaran mengenai keadaan yang sebenarnya dari objek yang diteliti, yaitu
gambaran perbandingan antara kemampuan membaca al-Qur’an siswa.
Adapun jenis pendekatan yang digunakan juga dalam penelitian ini adalah
korelasional yang bertujuan untuk mencari hubungan (pengaruh) antara dua variabel dan menjelaskan hasil penelitian secara deksriptif. Hal ini agar penulis
dapat memperoleh data yang lengkap dan gambaran mengenai keadaan yang
sebenarnya dari objek yang diteliti, yaitu gambaran pengaruh siswa yang berbeda
latar belakang pendidikan dengan kemampuan (kompeten) siswa dalam
pembelajaran membaca al-Qur’an. Dalam teknik penulisan penulis berpedoman
pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
44
C. Populasi dan sampel 1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti.45 Adapun populasi yang terdapat pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas satu
SMP Islamiyah Ciputat Tangerang Tahun Pelajaran 2008-2009 yang berjumlah
292 orang.
2. Sampel
Sampel adalah suatu proses proporsi kecil dari populasi yang seharusnya
diteliti, yang dipilih atau ditetapkan untuk keperluan analisa.46 Penulis mengambil sampel sebanyak 13 % dari keseluruhan populasi yang ada, yaitu 40 orang siswa
masing-masing 20 orang siswa berlatar belakang pendidikan madrasah ibtidaiyah
dan 20 orang siswa berlatar belakang pendidikan sekolah dasar. Dengan tehnik
pengambilan sampel yang diambil secara acak yaitu menggunakan tehnik purposive random sampling.
D. Teknik pengumpulan data
Mengenai perbedaan kemampuan membaca al-Qur’an siswa berdasarkan
latar belakang pendidikan siswa, dan hubungan (pengaruh) antara sikap siswa
yang berbeda latar belakang pendidikan dengan kemampuan (kompeten) siswa
dalam pembelajaran al-Qur’an di SMP Islamiyah, maka penulis menggunakan
beberapa alat untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah
penelitian sehingga tercapai tujuan yang telah dirumuskan, teknik tersebut yaitu:
1. Teknik Observasi
Teknik observasi digunakan sebagai pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap gejala yang yang tampak pada objek penelitian mengenai
perbedaan kemampuan membaca al-Qur’an siswa berdasarkan latar belakang
siswa, dan pengaruh antara siswa yang berbeda latar belakang pendidikan
45
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), h. 108.
46
dengan kemampuan (kompeten) siswa dalam pembelajaran membaca
al-Qur’an di SMP Islamiyah serta mengamati secara langsung data-data yang
diperlukan. Dengan demikian data yang didapat oleh penulis selama observasi
berlangsung dapat menjadi masukan bagi penulisan skripsi ini.
Observasi dilakukan untuk mengadakan pengumpulan dan pencatatan
secara sistematis terhadap yang berkaitan dengan kejadian penelitian. Adapun
yang menjadi sasaran observasi adalah lingkungan sekolah, sarana prasarana
sekolah, keadaan para siswa dan para guru serta pengajaran membaca al-Quran
di Lingkungan SMP Islamiyah Ciputat Tangerang.
2. Dokumentasi
Metode dokumentasi digunakan untuk mendapat hal-hal atau varibel yang
berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, dan
peratura-peraturan. Dalam hal ini, penulis gunakan untuk mendapatkan data-data yang
berkenaan dengan latar belakang berdirinya SMP Islamiyah Ciputat yang
memberi input sebagai bahan dalam penulisan skripsi ini.
3. Tes Lisan
Tes lisan dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan
membaca al-Quran siswa. Dalam melakukan tes lisan ada empat kategori nilai
kemampuan dalam membaca al-Qur’an. Kategori tersebut adalah sebagai berikut:
a. Nilai antara 80-100: kategori kemampuan membaca al-Qur’an sangat
baik (istimewa), dilihat dari segi bacaan sesuai tajwid, fasih dalam
pengucapan huruf atau makharijul huruf, serta lancar dalam membaca.
Kategori baik dalam penguasaan ilmu tajwid.
c. Nilai antara 70-79: kategori membaca al-Qur’an baik, dilihat dari segi
bacaan sesuai tajwid, fasih dalam pengucapan huruf atau makharijul
huruf, akan tetapi membacanya sedikit terbata-bata atau belum lancar.
Kategori cukup dalam mengetahui ilmu tajwid.
d. Nilai antara 60-69: kategori membaca al-Qur’an cukup, dilihat dari
segi bacaan tajwid belum benar, pengucapan huruf atau makharijul
huruf kurang benar dan membacanya masih terbata-bata atau belum
e. Nilai antara 50-59: kategori membaca al-Qur’an kurang atau tidak
mampu. Masih pengenalan huruf hijaiyah, sanagt kurang dalam
mengetahui ilmu tajwid.
4. Wawancara
Secara umum wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan
keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara
sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan.
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan untuk menanyakan kepada kepala
sekolah, guru, dan siswa mengenai pengajaran membaca al-Quran di Lingkungan
SMP Islamiyah Ciputat Tangerang. Hal ini penulis lakukan untuk memperoleh
data yang menyempurnakan dari hasil observasi, guna mendukung kebenaran
yang diperoleh sekaligus menambah data yang lebih sempurna. Sehingga penlitian
yang penulis lakukan dapat diterima kebenarannya.
5. Angket
Teknik pengumpulan data dengan cara memberikan beberapa pertanyaan
[image:36.612.115.507.98.580.2](kuesioner) kepada siswa SMP Islamiyah Ciputat yang menjadi responden. Dalam hal ini penulis menggunakan pertanyaan-pertanyaan multiple choice dan bersifat langsung.
Tabel 1
KISI-KISI ANGKET
Siswa yang berbeda latar belakang pendidikan dalam pembelajaran membaca al-Qur’an.
No. Indikator No. Butir Jumlah Item
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Keinginan Perhatian Disiplin Perasaan
Menyelesaikan tugas Meningkatkan kemampuan Mengembangkan bakat
1, 4 5, 6
8, 11, 14, 15, 17 3, 13, 20 7
9, 12, 16, 18, 19 2, 10