• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja pada polisi lalu lintas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja pada polisi lalu lintas"

Copied!
184
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRES KERJA PADA POLISI LALU LINTAS

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Disusun oleh :

Lutfiyah

NIM: 107070002761

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

ii

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRES KERJA PADA POLISI LALU LINTAS

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat

memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh: LUTFIYAH NIM: 107070002761

Di bawah bimbingan:

Pembimbing I Pembimbing II

Yunita Faela Nisa, M.Psi., Psi Liany Luzvinda,M.si, Psi NIP: 19770608 200501 2 003 NIP: 150 411 152

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

iii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Lutfiyah

NIM : 107070002761

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Stres Kerja Pada Polisi Lalu Lintas” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun

kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber

pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan

undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya

orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 10 September 2011

(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

“Berfokuslah pada KEKUATAN, bukan pada KElEMAHAN.” , Mario Teguh.

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. 55:25)

“It is not length of life, but depth of life..“ Ralph Waldo Emerson

“A person who never made a mistake never tried anything new.“ Albert Einstein

“Everything has its wonders, even darkness and silence, and I learn, whatever state I may be in, therein to be content.” Helen Kelller.

“Apa yang kita inginkan dan harapkan belum tentu selalu yang terbaik untuk kita. ” Me

PERSEMBAHAN:

Skripsi ini saya persembahkan untuk Tuhan, keluarga saya

tercinta dan diri saya sendiri, kita tidak akan pernah tahu apa

yang akan terjadi dan yang akan kita dapatkan sampai kita

(5)

v

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

(B) September 2011

(C) Lutfiyah

(D) xv + 139 halaman + lampiran

(E) Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stres Kerja Pada Polisi Lalu Lintas

(F) Stres kerja adalah respon adaptif, tanggapan, penyesuaian diri pada suatu kondisi antar individu dan lingkungan. Pekerjaan sebagai polisi lalu lintas rentan terhadap stres kerja karena pekerjaan mereka yang mencakup banyak aspek, berbahaya, tidak mudah dan stresful. Faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja pada polisi lalu lintas adalah beban kerja, konflik peran yang terdiri dari time based conflict, strain based conflict, dan behavior based conflict, pengembangan karir, iklim organisasi, tipe kepribadian Big Five yang terdiri dari

agreeableness, conscientiousness, neuroticism, extraversion dan openness, umur, masa kerja dan sub divisi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar faktor-faktor tersebut terhadap stres kerja pada polisi lalu lintas. Penelitian kuantitatif dengan analisis regresi melibatkan 113 sampel pada polisi lalu lintas di Polda Metro Jaya yang memenuhi kriteria (masih aktif bekerja). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur stres kerja mengacu pada teori Beehr dan Newman tahun 1978, kemudian untuk mengukur beban kerja mengacu pada teori Munandar tahun 2006, untuk varibel konflik peran mengacu pada teori Greenhaus dan Beutell tahun 2000, untuk pengembangan karir mengacu pada teori Munandar tahun 2006, untuk iklim organisasi mengacu pada teori Kolb dan Rubin tahun 1984, untuk mengukur tipe kepribadian menggunakan alat ukur baku yang diambil dari IPIP (International Personality Item Pool) milik Goldberg, dan untuk umur, masa kerja serta sub divisi diperoleh melalui data diri responden.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil 'alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT atas segala rahmat, kekuatan, dan keajaiban yang diberikan-Nya, sehingga penulis

dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul ”Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Stres Kerja Pada Polisi Lalu Lintas”. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW.

Penulisan laporan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat

untuk mencapai gelar sarjana psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari kemualiaan hati berbagai pihak yang telah

memberikan peneliti motivasi, semangat, bimbingan, tenaga, kemudahan, pemikiran dan

kekuatan yang selama ini telah mendorong peneliti untuk mampu menyelesaikan skripsi ini.

Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Jahja Umar.Phd, sebagai Dekan Faktultas Psikologi, terima kasih atas segala

bimbingan, waktu dan tenaga yang diberikan selama saya menjalani perkuliahan.

2. Ibu Yunita Faela Nisa, M.Psi., Psi., sebagai Dosen Pembimbing I, terima kasih atas

bimbingan, kritikan, pemikiran, dan kemudahan yang telah diberikan kepada saya. Terima

kasih telah menyempatkan waktu dan tenaga selama proses pengerjaan skripsi ini.

3. Ibu Liany Luzvinda. M.si,.Psi., sebagai Dosen Pembimbing II, terima kasih atas

(7)

vii

4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak

memberikan pengetahuan kepada penulis dna inspirasi baik itu dalam pendidikan maupun

pelajaran hidup.

5. Bapak Jamaluddin Harahap, mantan direktur pengamanan kepolisian, terima kasih telah

membantu saya dalam memberikan kemudahan berhubungan dengan pihak-pihak tertentu

ketika penelitian di Polda Metro Jaya.

6. Seluruh pihak di kepolisian Polda Metro Jaya, teurtama Direktorat Lalu Lintas, terima

kasih atas kemudahan, kesempatan dan kebaikan yang telah diberikan peneliti dalam proses

menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak

membantu saya dalam menjalani proses perkuliahan dan menyelesaikan skripsi.

8. Keluarga besar saya. Ayah saya, Prof.Dr. Muslim Nasution, terima kasih atas motivasi,

semangat, bantuan fisik dan psikis serta bantuan yang diberikan kepada saya. Ibu saya,

Nurmiah Lubis S.Hi, terima kasih atas dukungan psikologis, perhatian, dan kesabaran yang

selama ini tidak pernah berhenti dicurahkan kepada saya. Kakak-kakak dan adik-adikku,

Mufidah, Uswah, Sakinah, Izzah, Iffah dan Muhammad Ihsan atas keceriaan yang selalu

menghibur saya. Terima kasih yang tak terbatas atas yang cinta, doa, dukungan moril dan

materiil, dan segala-galanya yang kalian berikan. (Aku cinta kalian dengan segala

kesempurnaan dan ketidaksempurnaan yang ada, kalian adalah karunia terindah dari Allah

untukku dan idak ada yang bisa mengganti kalian di hidupku.)

9. Sahabat saya, Muna, terima kasi atas segala kebaikan, kesabaran yang sangat amat

(8)

viii

tetap setia, tetap pengertian, tetap menjadi pendengar , tetap menjadi sandaran keluh kesah

saya selama bertahun-bertahun sampai skripsi ini akhirnya selesai.

8. “Dbibiers”, teman-teman special saya sejak awal perkuliahan, Anya, Farah, Laras, Winda,

Uty, Rara, Nuran dan Lala. Terima kasih atas segala kebahagiaan, suka dan duka, obrolan

yang tidak penting tapi asik untuk dibahas. Banyak hadiah hidup, kebahagian, kesedihan dan

pelajaran yang saya terima dari mereka, dan yang terpenting terima kasih atas sangat

banyaknya canda dan tawa yang kalian berikan, terima kasih banyak dari awal perkuliahan

sampai kelulusan.

9. Teman-teman dekat saya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terutama teman-teman

angkatan 2007, khususnya kelas C yang banyak variasi nya. Terima kasih atas suka dan duka

selama empat tahun ini, abnormal bareng di kelas, sharing dan diskusi bersama saya. Risna

dan Adiyo, terima kasih atas bantuan yang memudahkan kelancaran peneliti dalam

menyelesaikan analisis data skripsi ini. Terutama Risna, teman seperjuangan dan senasib,

terima kasih atas segala bantuan yang sangat banyak diberikan kepada peneliti.

14. Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih untuk segala

dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu saya dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Akhirnya penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan keterbatasan yang ada,

maka segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan penulis sebagai

bahan penyempurnaan

Jakarta, 28 Maret 2011

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Lembar Pengesahan Pembimbing ... ii

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... iii

Pernyataan Orisinal... ... iv

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... ... 10

1.3. Pembatasan Masalah ... 11

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13

1.4.1. Tujuan Penelitian ... 12

2.2.1. Tahapan Stres Kerja ... 17

2.2.2. Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja ... 18

2.2.3. Gejala-Gejala Stres ... 25

2.3. Beban Kerja ... 28

2.4. Konflik Peran ... 29

2.5. Pengembangan Karir ...,... 33

2.6.Iklim Organisasi... 37

2.6.1 Aspek Iklim Organisasi... 38

(10)

x

2.8. Umur ... 45

2.9. Masa Kerja ... 46

2.10. Polisi Republik Indonesia ... 47

2.10.1. Sub Divisi DitLantas ... 49

2.11. Kerangka Berpikir ... 50

2.12. Hipotesis Penelitian ... 54

2.12.1. Hipoptesis Mayor ... 54

2.12.2. Hipotesis Minor ... 54

BAB 3 Metode Penelitian ... 56

3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 56

3.2. Populasi dan Sampel ... 56

3.2.1. Populasi ... 56

3.2.2. Sampel ... 57

3.2.3. Teknik Pengambilan Sampel ... 57

3.3. Variabel dan Definisi Variabel ... 57

3.3.1. Variabel Penelitian ... 57

3.3.2. Definisi Konseptual ... 58

3.3.3. Definis Operasional ... 59

3.4. Pengumpulan Data ... 61

3.4.1.Teknik Pengambilan Data ... 61

3.4.2. Instrumen Penelitian ... 62

3.5.Prosedur Penelitian ... 67

3.6. Metode Analisis Data... 69

3.7. Uji Validitas ... 72

3.7.1. Uji Validitas Skala Stres Kerja ... 73

(11)

xi

3.7.3.2. Strain Based Conflict ... 83

3.7.3.3. Behavior Based Conflict ...84

3.7.4. Pengembangan Karir ... 85

3.7.4.1 . Ketidakpastian Kerja ... 85

3.7.4.2. Promosi Kurang ... 86

3.7.5.6. Kehangatan dan Dukungan ... 93

3.7.5.7. Kepemimpinan ... 94

3.7.6. Tipe Kepribadian Big Five ... 95

3.7.6.1. Agreeableness ... 95

3.7.6.2. Conscientiousness ... 96

3.7.6.3. Neuoriticism ... 98

4.2.1. Analisis Regresi Variabel Penelitian ... 105

4.2.2. Hasil Uji Hipotesis 1 ... 108

4.2.3. Hasil Uji Hipotesis 2 ... 108

4.2.4. Hasil Uji Hipotesis 3 ... 110

4.2.5. Hasil Uji Hipotesis 4 ... 110

4.2.6. Hasil Uji Hipotesis 5 ... 111

4.2.7. Hasil Uji Hipotesis 6 ... 112

4.2.8. Hasil Uji Hipotesis 7 ... 113

4.2.9. Hasil Uji Hipotesis 8 ... 113

(12)

xii

BAB 5 Kesimpulan, Diskusi, dan Saran ... 120

5.1. Kesimpulan ... 120

5.2. Diskusi ... 121

5.3. Saran ... 129

5.3.1. Saran Teoritis ... 129

5.3.2. Saran Praktis ... 130

Daftar Pustaka ... 137

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Faktor-Faktor Trait Big Five ... 46

Tabel 3.1 Blue Print Skala Stres Kerja ... ... 65

Tabel 3.2 Blue Print Skala Beban Kerja ... ... 67

Tabel 3.3 Blue Print Skala Konflik Peran ... 67

Tabel 3.4 Blue Print Skala Pengembangan Karir ... 68

Tabel 3.5 Blue Print Skala Iklim Organisasi ... 69

Tabel 3.6 Blue Print Skala Tipe Kepribadian Big Five ... 69

Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Stres Kerja Dimensi Gejala Fisik ... 77

Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Stres Kerja Dimensi Gejala Perilaku ... 79

Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Stres Kerja Dimensi Gejala Psikologis ... 81

Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Beban Kerja Dimensi Kualitatif ... 83

Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Beban Kerja Dimensi Kuantitatif ... 84

Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Konflik Peran Dimensi Time Based Conflict... 85

Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Konflik Peran Dimensi Strain Based Conflict ... 86

Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Konflik Peran Dimensi Behavior Based Conflict ... 87

Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Pengembangan Karir Dimensi Ketidakpastian Deskripsi Kerja ... 89

Tabel 3.16 Muatan Faktor Item Pengembangan Karir Dimensi Promosi Kurang ... 90

Tabel 3.17 Muatan Faktor Item Pengembangan Karir Dimensi Promosi Berlebih ... 90

Tabel 3.18 Muatan Faktor Item Iklim Organisasi Dimensi Konformitas ... 92

Tabel 3.19 Muatan Faktor Item Iklim Organisasi Dimensi Tanggung Jawab ... 93

(14)

xiv

Tabel 3.21 Muatan Faktor Item Iklim Organisasi Dimensi Imbalan ... 94

Tabel 3.22 Muatan Faktor Item Iklim Organisasi Dimensi Kejelasan Organisasi ... 95

Tabel 3.23 Muatan Faktor Item Iklim Organisasi Dimensi Kehangatan dan Dukungan ... 96

Tabel 3.24 Muatan Faktor Item Iklim Organisasi Dimensi Kepemimpinan ... 98

Tabel 3.25 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Big Fve Dimensi Agreeableness ... 99

Tabel 3.26 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Big Fve Dimensi Conscientiousness .... 100

Tabel 3.27 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Big Fve Dimensi Neuroticism ... 101

Tabel 3.28 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Big Fve Dimensi Extraversion ... 102

Tabel 3.29 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Big Fve Dimensi Openness ... 104

Tabel 4.1 Tabel Responden Berdasarkan Usia ... 105

Tabel 4.2 Tabel Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 106

Tabel 4.3 Tabel Responden Berdasarkan Sub Divisi ... ... 107

Tabel 4.4 Tabel Anova ... 108

Tabel 4.5 Tabel Rsquare ... 109

Tabel 4.6 Tabel Koefisien Regresi ... 110

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuisioner

Lampiran 2 Analisis Faktor Konfirmatorik FISIK

(17)
(18)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang

penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan

sistematika penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Stres dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stres tidak hanya dapat

berdampak positif tetapi juga dapat berdampak negatif. Jika stres tersebut

berdampak negatif pada orang yang sehari-hari berhubungan langsung dengan

masyarakat dan bekerja dengan menggunakan senjata seperti polisi, maka hal itu

dapat mengakibatkan sesuatu yang buruk terjadi, seperti salah satunya

penyalahgunaan senjata api. Selama ini banyak ditemukan perilaku anggota polisi

yang menyimpang dari aturan yang dapat menimbulkan antipati dan menurunkan

citra polisi, antara lain yaitu diberitakan mengenai penembakan terhadap

Wakapoltabes Semarang yang dilakukan oleh anak buahnya (Hermanto, 2007).

Sedangkan kasus lainnya diberitakan bahwa seorang polisi menembak istrinya

karena konflik rumah tangga (Rusli, 2011). Di sepanjang tahun 2005 sampai

tahun 2008 banyak sekali kasus penyalahgunaan senjata api di lingkungan

kepolisian yang dilatarbelakangi oleh stres. Hal serupa juga dibenarkan oleh

pensiunan Jenderal polisi yang pernah bekerja sebagai direktur bagian

pengamanan kepolisian (Komunikasi personal, 10 Juni 2011). Ia membenarkan

(19)

2

terutama dalam hal penyalahgunaan wewenang. Tindakan-tindakan seperti

penyalahgunaan wewenang, pungutan liar, asusila, narkoba / miras dan kasus

penembakan serta bunuh diri merupakan gambaran fenomena perilaku polisi yang

mengalami stres.

Penelitian yang pernah dilakukan mengenai stres kerja dengan sampel

polisi mendapatkan hasil penelitian bahwa derajat stres kerja polisi secara

keseluruhan berada pada tingkat menengah (Jayanegara, 2007). Selan itu, direktur

utama ACLU (American Civil Liberties Union), Ira Glasser (dalam Amaranto, 2003) juga menyatakan bahwa polisi adalah pekerjaan yang mencakup banyak

aspek, sulit, berbahaya, dan stressfull.

He, Zhao, dan Archbold (dalam Magdalena, 2008) menyebutkan bahwa

secara umum, petugas polisi menempati posisi dimana ia mengalami interaksi

yang langsung dan sering dengan publik dan dihadapkan pada elemen-elemen

masyarakat yang paling mengancam, antisosial dan tidak dapat dipercaya. Mereka

ini adalah orang-orang yang melanggar hukum dan melakukan tindakan yang

membahayakan orang lain. Misalnya saja pembunuh, teroris atau massa yang

mengamuk. Kontak langsung dan sering dengan publik membuat polisi rentan

terhadap efek negatif dari stres. Howard juga menuliskan bahwa pekerjaan

sebagai polisi juga dapat dikatakan sebagai pekerjaan yang stresful karena petugas

polisi tidak memiliki kontrol atas penugasan yang diberikan kepadanya dan

sulitnya pelaku kejahatan yang dihadapi. (Howard,dkk, 2004, dalam Magdalena,

(20)

3

Sebagai studi pendahuluan, peneliti melakukan wawancara dengan 4

sumber penting di kepolisian, yaitu Kabag psikologi di Polda Metro Jaya, Kabag

polisi Lantas bagian Laka (kecelakaan lalu lintas) Jakarta Timur, staff polisi

bagian Reksa (pemeriksaan bagian lalu lintas) Jakarta Timur dan mantan direktur

kepolisian bagian pengamanan kepolisian. Dari wawancara peneliti dengan

Kabag Psikologi, Nurcahyo, ia membenarkan bahwa memang terdapat

perilaku-perilaku menyimpang dari polisi yang mungkin diakibatkan oleh stres misalnya

yaitu melakukan penyalahgunaan senjata api dan melakukan perilaku

menyimpang seperti mencuri, disersi (lari dari tugas) atau memukul. Ia

berpendapat pekerjaan yang paling stresful adalah polisi yang bekerja di lapangan

yaitu polisi lalu lintas dibandingkan dengan yang bekerja di kantor (Komunikasi

personal, 14 Juni 2011). Berdasarkan data anggota bermasalah yang diperoleh dari

Direktorat Lantas Polda Metro Jaya bagian psikologi tahun 2010 diketahui bahwa

terdapat 13 anggota yang bermasalah sejak 19 Januari 2010 – 13 November 2010.

Perilaku bermasalah mereka antara lain adalah pencurian, disersi (lari dari tugas),

sering absen dinas, penyalahgunaan senjata api dan pemukulan. Beberapa dari

anggota bermasalah tersebut berhubungan dengan psikis antara lain depresi,

permasalahan dengan rumah tangga, jenuh, dan permasalahan keuangan.

Nurcahyo mengatakan bahwa pekerjaan sebagai polisi lalu lintas

merupakan sandaran terdepan kepolisian yang bekerja di lapangan dan diamati

oleh masyarakat secara langsung. Hal ini menyebabkan banyak aspek pekerjaan

sebagai stressor antara lain beban kerja yang banyak, personil yang belum cukup

(21)

4

Polisi peka terhadap variasi yang luas dari tekanan pekerjaan atau

penyebab stres. Penyebab stres ini dapat dikelompokkan dalam kategori yang

berikut: (1) di luar departemen polisi, yang meliputi keputusan pengadilan yang

tak menguntungkan, ketiadaan dukungan masyarakat, dan potensi kekerasan

warga bahkan ketika berhadapan dengan penyelidikan lalu-lintas rutin atau

pertengkaran rumah tangga; (2) sumber internal, yang meliputi gaji rendah,

kemajuan karir yang terbatas, pengembangan atau perangsang profesional yang

kecil, dan ketiadaan dukungan administratif; dan (3) penyebab stres yang berasal

pada peran polisi itu sendiri, termasuk perputaran shift, kerja administratif yang

berlebihan. (Eisenberg, 1975; Stratton, 1978, dalam Murtiningrum, 2005).

Menurut Seyle (1976, Munandar, 2006), stres adalah keadaan didalam

karateristik mahluk hidup dengan sindrom adaptasi umum. Dengan kata lain,

adalah respon non spesifik dari tubuh terhadap permintaan yang dibuat untuk itu.

Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi secara optimal, atau

yang menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam

pembangkit stres, tetapi datang dari beberapa macam pembangkit stres, dan

sebagian besar adalah dari waktu manusia bekerja, karena lingkungan pekerjaan

mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan pekerja ( Ferdy, 2010).

Dalam profesi sebagai polisi, lingkungan kerja mereka memiliki

kemungkinan tinggi mengalami hal-hal yang menakutkan, mengejutkan atau

mengakibatkan trauma psikologis sehingga dapat menimbulkan terjadinya stres

dan terjadi perubahan dalam kepribadian seseorang dari pengalaman yang

(22)

5

Faktor-faktor penyebab stres dalam pekerjaan sangatlah banyak. Pada

polisi, stresor yang dapat mempengaruhi stres mereka dapat dikarenakan oleh

banyak faktor, baik karena faktor kondisi pekerjaan ataupun faktor organisasi.

(Indri, 2010).

Diantara stresor-stresor yang ada, beban kerja adalah salah satu faktor

yang merupakan stresor stres kerja pada polisi lalu lintas. Beban kerja merupakan

salah satu yang mengakibatkan stres pada polisi. Kompleksitas tugas polisi

menyebabkan hampir tidak ada waktu santai karena kasus datang susul menyusul

dan polisi harus melayani masyarakat yang jumlahnya pasti lebih besar dari

jumlah anggota polisi itu sendiri.

Hal itu juga diperkuat dengan hasil wawancara peneliti dengan salah satu

polisi lalu lintas di wilayah Jakarta Timur yang bekerja di bagian Reksa. Ia

mengatakan bahwa ia dan teman sekerjanya merasakan stres saat bekerja. Hal

yang paling membuatnya stres adalah saat ia harus mencari dan menetapkan

pelaku dari suatu kejadian, banyaknya kasus yang harus ditangani dan kekurangan

anggaran dalam melakukan tugas di lapangan. Sehubungan dengan beban kerja

yang diembannya, ia juga mengatakan diperkirakan pada tahun 2010-2011

terdapat 38%-40% kasus tabrak lari oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

Banyak kasus yang harus ditangani rata-rata setiap harinya adalah 6 buah kasus.

Kepala bidang penerangan umum Polri tahun 2005, Komisaris besar

(23)

6

lapangan diduga mempunyai pekerjaan yang mempunyai derajat stres yang lebih

tinggi (Daryanto, 2005).

Berdasarkan wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap kepala

polisi lalu lintas bagian Laka di wilayah Jakarta Timur yaitu AKP Purwito

diketahui bahwa terdapat stres pada polisi, terutama pada polisi yang bekerja di

lapangan dibandingkan polisi yang bekerja dikantor. Hal-hal yang menjadi

penyebab stres pada polisi yang bekerja dibagian Laka adalah beban tugas yang

berat, sulitnya mencari pelaku dari suatu kejadian, dan sulitnya mengatur lalu

lintas terutama saat banjir (Komunikasi Personal, 7 Juni 2011).

Hal lain yang dapat menjadi sumber stres pada polisi adalah konflik peran.

Dimana konflik peran ini mengenai harapan-harapan dari seseorang untuk

aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan peran yang mereka jalankan.

Harapan yang diinginkan akan mengakibatkan tekanan pada pemegang peranan

untuk menunjukkan kinerja yang lebih baik antara satu dengan yang lain. Hal ini

dapat mengarah pada konflik peran, dimana pelaksanaan kegiatan atau kerja

dengan satu tekanan dapat menyulitkan hal yang lain dengan tekanan yang

menyertainya.

Pinto Jayanegara melakukan wawancara dengan salah satu perwira tinggi

Polri (tanggal 7 Mei 2007), ia mengatakan bahwa penyebab stres yang dialami

anggota polisi di Indonesia salah satunya yang berhubungan dengan konflik peran

ini adalah keharusan melaksanakan perintah atasan yang seringkali tidak mudah

(24)

7

manusia. Hal itu juga diutarakan oleh pensiunan jenderal polisi yaitu pada tingkat

jabatan yang lebih tinggi misalnya kolonel, diduga terdapat konflik peran dan

batin. Ketika masih menjalani profesi sebagai polisi, ia sendiri mengalami

pertentangan antara tuntutan tugas dengan hati nuraninya (Komunikasi personal,

10 Juni 2011). Berhubungan dengan konflik peran yang dikaitkan dengan

keluarga, AKP Purwito mengatakan bahwa dalam hubungan dengan masalah

keluarga, dikatakan tidak begitu menjadi hal yang menimbulkan stres pada polisi

(Komunikasi Personal, 14 Juni 2011).

Demikian pula halnya dengan konflik peran, pengembangan karir dan

iklim organisasi juga merupakan pembangkit stres potensial. Dalam hal ini

pengembangan karir mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih dan

promosi yang kurang. Kepuasan dan ketidakpastian kerja berkaitan dengan

penilaian dari struktur dan iklim organisasi. Faktor stres yang ditemui terpusat

pada sejauh mana tenaga kerja dapat terlibat atau berperan serta dalam organisasi.

Studi empiris mengenai stres polisi menemukan bahwa sepanjang 13 tahun

pertama pengabdian, stres meningkat sebab petugas baru tak percaya pada

kemampuan mereka sendiri, harus melaksanakan sejumlah pekerjaan administrasi

besar, dan merasa suatu gap antara pelatihan akademi formal dan keterampilan

yang nyata diperlukan untuk menjadi efektif di jalanan. Stres berkurang ketika

petugas menjadi lebih nyaman dengan tuntutan pekerjaan mereka dan promosi

(25)

8

Namun, berhadapan dengan suatu stresor tidak selalu mengakibatkan

gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Faktor kunci dari stres adalah

persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk

menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi (Diana, 1991,

dalam Widyasari, 2011). Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stres

dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu

peristiwa. Penilaian kognitif individu dalam stres di tentukan oleh individunya

sendiri, sejauhmana ia melihat situasinya sebagai penuh stres. Sehubungan dengan

ini, ciri individu salah satunya tipe kepribadian dapat berpengaruh dalam

menimbulkan stres. Pada penelitian ini tipe kepribadian yang peneliti pilih untuk

di analisis adalah tipe kepribadian Big Five.

Hal lain yang dapat mempengaruhi stres kerja pada polisi yaitu adalah

umur dan masa kerja. Nurcahyo membenarkan bahwa umur memiliki pengaruh

dalam stres, karena dari umur tersebut berhubungan dengan kematangan

seseorang secara psikologis maupun fisik. Sedangkan masa kerja pada polisi

dihubungkan dengan adaptasi dengan pekerjaan dan kenaikan jabatan/ karir dalam

pekerjaannya.Selain itu, pada polisi lalu lintas hal yang dimungkinkan menjadi

stresor bagi pekerja adalah perbedaan penempatan kerja di bagian lalu lintas,

karena dari komunikasi personal yang didapat oleh peneliti, terdapat sub divisi

dalam DitLantas, beberapa diantaranya yaitu Bin Operasional, Pamwal

Pengamanan dan Pengawalan), PJR (Patroli Jalan Raya) dan Gatur (Penjagaan

dan Pengaturan). Masing-masing dari subdivisi tersebut memiliki perbedaan baik

(26)

9

Kemungkinan besar beban dan tuntutan tugas serta tuntutan di luar tugas

melebihi kemampuan yang dimiliki para anggota, kondisi ini akan memberikan

dampak pada munculnya stres kerja yang berkepanjangan. Stres yang

berkepanjangan ini dapat mengubah perilaku anggota menjadi perilaku yang tidak

diterima di lingkungan tugas maupun di luar lingkungan tugas. Hubungan antar

sesama anggota menjadi kurang harmonis, penuh kecurigaan yang dapat

menimbulkan kemarahan serta perilaku agresi, seperti yang telah ditunjukkan oleh

beberapa anggota Polri (Sumantri, 2011).

Dampak stres pada polisi dijelaskan oleh Morash dan Haar (Morash, Haar

& Kwak, 2006) dimana petugas polisi yang mengalami tingkat stres kerja yang

tinggi mengalami masalah psikologis dan fisik yang tinggi. Pada umumnya,

mereka mengalami kesehatan yang buruk, sering absen dari pekerjaan, mengalami

burnout, dan tidak puas terhadap pekerjaan mereka, dan karena lemahnya komitmen organisasi yang dimiliki maka mungkin petugas polisi tidak seutuhnya

melibatkan diri dalam pekerjaan atau mereka mungkin akan berhenti dari

pekerjaannya lebih awal.

Sedangkan Arnold (1986, dalam Adypato, 2011) menyebutkan bahwa ada

empat konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh

individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performa,

serta mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan.

Oleh karena itu, berdasarkan berbagai penelitian tentang stres pada polisi

(27)

10

dikemukakan di atas, peneliti melihat bahwa penting dilakukan penelitian untuk

mengkaji berbagai faktor yang mempengaruhi stres kerja pada polisi lalu lintas

dan juga melihat faktor mana yang paling berpengaruh besar terhadap stres kerja

pada polisi lalu lintas. Karena itu peneliti melakukan penelitian “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas.”

1.2. Perumusan Masalah

Secara umum, rumusan masalah pada penelitian ini adalah “apakah ada

pengaruh yang signifikan faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja terhadap

stres kerja pada polisi lalu lintas?”.

Sedangkan secara khusus rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan beban kerja terhadap stres kerja

pada polisi lalu lintas?

2. Apakah ada pengaruh yang signifikan konflik peran yaitu Time Based Conflict, Strain Based Conflict dan Behavior Based Conflict terhadap stres kerja pada polisi lalu lintas?

3. Apakah ada pengaruh yang signifikan pengembangan karir terhadap stres

kerja pada polisi lalu lintas?

4. Apakah ada pengaruh yang signifikan iklim organisasi terhadap stres kerja

(28)

11

5. Apakah ada pengaruh yang signifikan kepribadian Big Five yaitu

Agreeableness, Conscientiousness, Neuroticism, Extrovertion, dan

Openness terhadap stres kerja pada polisi lalu lintas?

6. Apakah ada pengaruh yang signifikan umur terhadap stres kerja pada

polisi lalu lintas?

7. Apakah ada pengaruh yang signifikan masa kerja terhadap stres kerja

pada polisi lalu lintas?

8. Apakah ada pengaruh yang signifikan sub divisi terhadap stres kerja pada

polisi lalu lintas?

1.3. Pembatasan masalah :

Pembatasan masalah pada penelitian ini adalah peneliti menganalisis

faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja pada polisi lalu lintas dengan melihat

faktor mana yang secara signifikan dan paling besar mempengaruhi stres kerja.

Faktor-faktor yang akan diteliti adalah beban kerja, konflik peran yang terdiri dari

time based conflict, strain based conflict dan behavior based conflict,

pengembangan karir, iklim organisasi, tipe kepribadian Big Five yang terdiri dari

agreeableness, conscientiousness, neuroticism, extraversion, dan openness, umur, masa kerja, dan sub divisi.

(29)

12

1.4.1. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui

seberapa besar faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja yaitu beban kerja,

konflik peran yang terdiri dari dari time based conflict, strain based conflict dan

behavior based conflict, pengembangan karir, iklim organisasi, tipe kepribadian

Big Five yang terdiri dari agreeableness, conscientiousness, neuroticism, extraversion dan openness, umur, masa kerja dan sub divisi pada polisi lalu lintas sehingga dapat dijadikan bahan sekaligus informasi dalam meminimalisir stres

kerja yang ada pada polisi lalu lintas.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Teoritis :

 Penelitian ini diharapkan mampu mendapatkan dimensi yang paling

mempengaruhi stres kerja pada polisi lalu lintas sehingga dapat

diminimalisir .

Praktis :

 Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berkembangnya ilmu

pengetahuan, khususnya bagi pengembangan teori-teori psikologi

terutama yang berkaitan dengan bidang psikologi kesehatan, klinis

(30)

13

 Memberikan informasi dari hasil analisis peneliti mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja sehingga dapat dijadikan bahan

kebijakan untuk mengontrol stres kerja pada polisi lalu lintas.

1.5. Sistematika Penulisan

Berikut ini adalah sistematika penulisan dari laporan penelitian yang akan

dilakukan.

BAB I : Pendahuluan

Berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan penelitian tentang analisis

faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja, pembatasan dan perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Di dalam bab ini akan dibahas sejumlah teori yang berkaitan dengan

masalah yang akan diteliti secara sistematis, kerangka berpikir dan hipotesis

penelitian.

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini meliputi pendekatan dan jenis penelitian, populasi dan sampel,

(31)

14

operasional, pengumpulan data, prosedur penelitian, metode analisis data, baik uji

validitas dan uji hipotesis.

BAB IV : Analisis Hasil Penelitian

Dalam bab ini peneliti akan membahas mengenai gambaran responden

penelitian, deskripsi data dan hasil uji hipotesis.

BAB V : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

Pada bab ini, peneliti akan merangkum keseluruhan isi penelitian dan

meyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran.

BAB 2

(32)

15

Bab ini akan membahas teori-teori yang dipakai sebagai dasar dalam

melaksanakan penelitian. Teori yang terdapat dalam kajian teori adalah mengenai

faktor-faktor stres kerja yaitu beban kerja, konflik peran, pengembangan karir,

iklim organisasi, tipe kepribadian Big Five, umur, masa kerja dan sub divisi polisi lalu lintas.

2.1. Stres

2.1.1. Definisi Stres

Kata stres diartikan oleh Oxford Dictionary yaitu “as a state of affair involving demand of physical or mental energy” atau dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang melibatkan tuntutan energi fisik atau mental. Stres adalah

ketegangan dan tekanan yang dihasilkan ketika individu melihat situasi yang

menampilkan suatu tuntutan yang mengancam dari kemampuan yang ia punyai

(Bisen, Priya, 2010).

Stres adalah emosi negatif, kognitif, tingkah laku dan proses fisiologi yang

terjadi pada individu untuk mencoba menyesuaikan atau menawar dengan stresor

yang ada. Dimana, dapat mengganggu atau mengancam fungsi sehari-hari

individu dan menyebabkan individu tersebut untuk membuat penyesuaian. Dalam

menghadapi stresor tersebut dapat ditandai dengan adanya adanya respon fisik,

psikologis dan tingkah laku. (Taylor, 2002, Bernstein, Penner, Stewart, Roy,

2008). Dalam kata lain, stress meliputi sebuah transaksi antara orang dan fisik

(33)

16

Menurut Seyle (1976, Munandar, 2006), stres adalah keadaan didalam

karateristik mahluk hidup dengan sindrom adaptasi umum. Dengan kata lain,

adalah respon non spesifik dari tubuh terhadap permintaan yang dibuat untuk itu.

Fincham dan Rhodes (1988, Munandar, 2006) mengasumsikan bahwa

stres dapat disimpulkan dari gejala-gejala dan tanda-tanda faal, perilaku,

psikologikal dan somatik, adalah hasil dari tidak/kurang adanya kecocokan antara

orang (dalam arti kepribadiannya, bakatnya, dan kecakapannya) dan

lingkungannya, yang mengakibatkan ketidakmampuannya untuk menghadapi

berbagi tuntutan terhadap dirinya secara efektif.

Dari berbagai pendapat yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa

stres adalah respon biologis dan psikologis pada seseorang yang disebabkan oleh

perubahan dan tuntutan kehidupan untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik.

2.2 Stres Kerja

Menurut Munandar (2006) stres kerja adalah respon individu terhadap

stresor yang ada pada pekerjaan yang dapat menyebabkan seseorang tidak

berfungsi optimal. Reaksi yang dapat terjadi yaitu dapat berupa reaksi fisik,

psikologis atau tingkah laku.

Robin (dalam Supardi, 2007) memberikan definisi stres kerja sebagai

suatu kondisi dinamis dimana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan

dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat

(34)

17

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa stress kerja adalah respon

adaptif, tanggapan, penyesuaian diri pada suatu kondisi antara individu dan

lingkungan.

2.2.1 Tahapan Stres Kerja

Menurut Hans Selye (Rice, 2000), bahwa ada tiga fase atau tahapan

stress adalah sebagai berikut :

a. Tahap reaksi waspada, pada tahap ini dapat terlihat reaksi psikologis ”fight or flight syndrome” dan reaksi fisiologis. Pada tahap ini individu mengadakan reaksi pertahanan terekspos pada stressor. Tanda fisik akan muncul adalah curah jantung

meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir

ke kepala dan ekstremitas. Sehingga banyak organ tubuh yang terpengaruh, maka

gejala stress akan mempengaruhi denyut nadi dan ketegangan otot. Pada saat yang

sama daya tahan tubuh akan berkurang dan bahkan bila stressor sangat besar atau

kuat dapat menimbulkan kematian.

b. Tahap melawan, pada tahap ini individu mencoba berbagai macam mekanisme

penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi untuk

mengatasi stressor. Tubuh berusaha menyeimbangkan proses fisiologis yang telah

dipengaruhi selama reaksi waspada untuk sedapat mungkin kembali keadaan

normal dan pada waktu yang sama pula tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor

penyebab stress. Apabila proses fisiologis telah teratasi maka gejala- gejala stress

akan menurun, tubuh akan secepat mungkin berusaha normal kembali karena

(35)

18

atau terkontrol maka ketahanan tubuh beradaptasi akan habis dan individu tidak

akan sembuh.

c. Tahap kelelahan, tahap ini terjadi ketika ada suatu perpanjangan tahap awal

stress yang tubuh individu terbiasa. Energi penyesuaian terkuras dan individu

tersebut tidak dapat lagi mengambil dari berbagai sumber penyesuaian yang

digambarkan pada tahap kedua. Akan timbul gejala penyesuaian terhadap

lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, bisul,

dan kolitis. Tanpa ada usaha untuk melawan atau mencegahnya kelelahan bahkan

kematian dapat terjadi. Bila tubuh terekspos pada stressor yang sama pada waktu

yang lama secara terus menerus, maka tubuh yang semula telah terbiasa

menyesuaikan diri akan kehabisan energi untuk beradaptasi. Daya tahan tubuh

terhadap stressor tidak dapat dianggap dapat bertahan selamanya karena suatu saat

energi untuk adaptasi itu akan habis.

2.2.2. Faktor – faktor Penyebab Stres Kerja

Penyebab-penyebab umum stres pada tempat kerja menurut Bisen dan

Priya (2010) adalah :

a. Ketakutan akan kehilangan pekerjaan.

b. Tuntutan yang tidak masuk akal terhadap kinerja.

c. Kurangnya hubungan interpersonal antara pekerja.

(36)

19

e. Lamanya jam kerja.

f. Sedikitnya waktu untuk menghabiskan waktu dengan keluarga.

g. Upah yang tidak sesuai.

h. Promosi yang tidak terlaksana.

Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau

yang menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam

pembangkit tetapi dari beberapa pembangkit stres. Sebagian besar waktu manusia

adalah bekerja. Karena itu lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar

terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Pembangkit stres dipekerjaan

merupakan pembangkit stres yang besar perannya terhadap kurang berfungsinya

atau jatuh sakitnya seseorang tenaga kerja yang bekerja. Menurut Hurrel,

faktor-faktor di pekerjaan yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dapat

dikelompokkan ke dalam lima kategori besar yaitu faktor-faktor intrinsik dalam

pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam

pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi (Munandar, 2006) :

1. Faktor-faktor Intrinsik dalam Pekerjaan

Termasuk dalam kategori ini ialah tuntutan fisik dan tuntutan tugas.

Tuntutan fisik meliputi: bising, vibrasi dan hygiene. Sedangkan faktor-faktor tugas mencakup kerja malam, beban kerja, dan penghayatan dari resiko dan

(37)

20

a. Tuntutan fisik : kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap faal dan

psikologis diri seorang tenaga kerja. Kondisi fisik dapat merupakan pembangkit

stres (stressor). Suara bising selain dapat menimbulkan gangguan sementara atau

tetap pada alat pendengaran kita, juga dapat merupakan sumber stres yang

menyebabkan peningkatan dari kesiagaan dan ketidakseimbangan psikologis kita.

Kondisi demikian memudahkan timbulnya kecelakaan.

Misalnya tidak mendengar suara-suara peringatan sehingga timbul kecelakaan.

Ivancevich & Matteson (dalam Munandar, 2006) bependapat bahwa bising yang

berlebih (sekitar 80 desibel) yang berulangkali didengar, untuk jangka waktu yang

lama, dapat menimbulkan stres. Dampak psikologis dari bising yang berlebih

ialah mengurangi toleransi dari tenaga kerja terhadap pembangkit stres yang lain,

dan menurunkan motivasi kerja.

b. Tuntutan tugas :

 Shift kerja : penelitian menunjukkan para pekerja shift malam lebih sering

mengeluh tentang kelelahan dan gangguan perut daripada para pekerja

pagi/siang dan dampak dari kerja shift terhadap kebiasaan makan yang

mungkin menyebabkan gangguan perut (Monk & Tepas dalam Munandar,

2006:383-389).

 Beban kerja : Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit juga

merupakan pembangkit stres. Beban kerja dapat dibedakan lebih lanjut ke

dalam beban kerja berlebih/terlalu sedikit "kuantitatif”, yang timbul

sebagai akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak/sedikit diberikan

(38)

21

kerja berlebih/terlalu sedikit "kualitatif” yaitu jika orang merasa tidak

mampu untuk melakukan suatu tugas, atau tugas tidak menggunakan

ketrampilan dan/atau potensi dari tenaga kerja (Munandar, 2006).

2. Peran Individu dalam Organisasi

Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi,

artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan

sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh

atasannya. Kurang baik berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit stres

yaitu meliputi: konflik peran dan ketaksaan peran (role ambiguity).

Menurut Kahn, dkk (dalam Munandar , 2006) stres yang timbul karena

ketidakjelasan sasaran akhirnya mengarah ketidakpuasan pekerjaan, ketegangan

pekerjaan yang lebih tinggi, dan menimbulkan stres fisiologikal.

3. Pengembangan Karir

Unsur-unsur penting pengembangan karir meliputi (Evelyn, Girdano, dalam

Munandar, 2006):

 Peluang untuk menggunakan ketrampilan jabatan sepenuhnya

 Peluang mengembangkan keterampilan yang baru

 Penyuluhan karir untuk memudahkan keputusan-keputusan yang

menyangkut karir.

(39)

22

Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya

kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah

dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan ketaksaan

peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai

antara pekerja dan ketegangan psikologikal dalam bcntuk kepuasan pekerjaan

yang rendah, penurunan dari kodisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan

rekan-rekan kerjanya (Kahn dkk, dalam Munandar, 2006).

5. Struktur dan iklim Organisasi

Faktor stres yang dikenali dalam kategori ini adalah terpusat pada sejauh

mana tenaga kerja dapat tcrlihat atau berperan serta pada support sosial.

Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan

berhubungan dengan suasana hati dan perilaku negatif. Peningkatan peluang

untuk berperan serta menghasilkan peningkatan produktivitas, dan peningkatan

taraf dari kesehatan mental dan fisik (Munandar, 2006).

6. Tuntutan dari Luar Organisasi/Pekerjaan

Kategori pembangkit stres potensial ini mencakup segala unsur kehidupan

seseorang yang dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa kehidupan dan kerja

didalam suatu organisasi, dan dapat memberi tekanan pada individu. Isu-isu

tentang keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keuangan, keyakinan-keyakinan

pribadi dan organisasi yang bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan

(40)

23

pekerjaannya, sebagaimana halnya stres dalam pekerjaan mempunyai dampak

yang negatif pada kehidupan keluarga dan pribadi (Munandar, 2006).

7. Ciri-ciri Individu

Menurut pandangan interaktif dari stres, stres ditentukan pula oleh

individunya sendiri, sejauh mana ia melihat situasinya scbagai penuh stres.

Reaksi-reaksi psikologis, fisiologis, dan dalam bentuk perilaku terhadap stres

adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya, mcncakup ciri-ciri

kepribadian yang khusus dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada sikap,

kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman masa lalu, keadaan kehidupan dan kecakapan

(antara lain inteligensi, pendidikan, pelatihan, dan pembelajaran). Dengan

demikian, faktor-faktor dalam diri individu berfungsi sebagai faktor pengaruh

antara rangsang dari lingkungan yang merupakan pembangkit stres potensial

dengan individu. Faktor pengubah ini yang menentukan bagaimana, dalam

kenyataannya, individu bereaksi terhadap pembangkit stres potensial (Munandar,

2006).

a. Kepribadian : mereka yang berkepribadian introvert bereaksi lebih negatif dan

menderita ketegangan yang lebih besar daripada mereka yang berkepribadian

extrovert, pada konflik peran. Kepribadian yang flexible (orang yang lebih

lerbuka terhadap pengaruh dari orang lain sehingga lebih mudah mendapatkan

(41)

24

konflik, dibandingkan dengan mereka yang berkepribadian kaku (Munandar,

2006).

b. Kecakapan : merupakan variabel yang ikut menentukan stres atau tidaknya

suatu situasi yang sedang dihadapi. Jika seorang pekerja menghadapi masalah

yang ia rasakan tidak mampu ia pecahkan, sedangkan situasi tersebut mempunyai

arti yang penting bagi dirinya, situasi tersebut akan ia rasakan sebagai situasi yang

mengancam dirinya sehingga ia mengalami stres. Ketidakmampuan menghadapi

situasi menimbulkan rasa tidak berdaya. Sebaliknya jika merasa mampu

menghadapi situasi orang justru akan merasa ditantang dan motivasinya akan

meningkat (Munandar, 2006).

c. Nilai dan kebutuhan : setiap organisasi mempunyai kebudayaan

masing-masing. Kebudayaan yang terdiri dari keyakinan-keyakinan, nilai-nilai dan

norma-norma perilaku yang menunjang organisasi dalam usahanya mengatasi

masalah-masalah adaptasi eksternal dan internal. Para tenaga kerja diharapkan

berperilaku sesuai dengan norma-norma perilaku yang diterima dalam organisasi

(Munandar, 2006).

Teori lain mengatakan terdapat dua faktor penyebab atau sumber stress

yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor lingkungan kerja dapat

berupa kondisi fisik, manajemen atau hubungan sosial di lingkungan pekerjaan.

Sedangkan faktor personal berupa kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi

maupun kondisi sosial ekonomi keluarga, dimana pribadi berada dan

(42)

25

Menurut Cooper dan Marshall (1976), terdapat enam kategori utama

sumber-sumber stres pada kerja, yaitu:

a. Faktor Intrinsik pada pekerjaan

b. Peran dalam organisasi

c. Pengembangan karir

d. Struktur dan iklim organisasi

e. hubungan dalam pekerjaan

f. sumber-sumber ekstra-organisasi

2.2.3. Gejala – gejala Stres

Menurut Bisen dan Priya (2010), gejala stres pada individu dapat dilihat

dari :

a. Gejala fisik yaitu pusing, sakit leher, nyeri punggung, lemah, gangguan perut,

kelelahan kronik, nafas cepat/ sulit dan tidur terlampau banyak.

b. Gejala emosional yaitu depresi, mimpi buruk, sensitif, mudah marah, cemas,

perilaku neurotik, adanya pikiran untuk bunuh diri, frustasi, tidak berdaya dan

gelisah.

c. Gejala fisik yaitu gigi menggretak, menggigit jari, makan kompulsif,

penggunaan rokok meningkat, mengetuk jari, kehilangan minat pada penampilan

(43)

26

Teori Terry Beehr dan Newman (1978, Rout, 2002) membagi gejala stress

menjadi tiga aspek yaitu gejala psikologis, gejala fisik dan perilaku.

Gejala psikologis terdiri dari :

- Kecemasan, ketegangan

- Bingung, marah, sensitif

- Memendam perasaan

- Komunikasi tidak efektif, menurunnya fungsi intelektual

- Mengurung diri, ketidak puasan bekerja

- Depresi, kebosanan, lelah mental

- Merasa terasing dan mengasingkan diri,kehilangan daya konsentrasi

- Kehilangan spontanitas dan kreativitas

- Kehilangan semangat hidup, menurunnya harga diri dan rasa percaya diri

Gejala fisik :

- Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah

- Meningkatnya sekresi adrenali dan non adrenalin

- Gangguan gastrointestial, misalnya gangguan lambung

- Mudah terluka, kematian, gangguan kardiovaskuler

(44)

27

- Lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit

- Kepala pusing, migrain, kanker

- Ketegangan otot, problem tidur.

Gejala perilaku :

- Menunda atau menghindari pekerjaan atau tugas

- Penurunan prestasi dan produktifitas

- Meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk

- Perilaku sabotase

- Meningkatnya frekuensi absensi

- Perilaku makan yang tidak normal

- Kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan

- Kecendrungan perilaku yang beresiko tinggi seperti ngebut,berjudi

- Meningkatnya agresivitas dan kriminalitas

- Penurunan kualitas hubungan interpersoal dengan keluarga dan tema

- Kecenderungan bunuh diri.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gejala-gejala stress kerja

terdiri dari gejala psikologis,gejala fisik dan gejala perilaku.

(45)

28

Beban kerja adalah keadaan dimana pekerja dihadapkan pada tugas yang

harus diselesaikan dalam batas waktu tertentu. Beban kerja berlebih dan beban

kerja terlalu sedikit merupakan pembangkit stres. Beban kerja secara kuantitatif

timbul akibat tugas-tugas terlalu banyak atau sedikit, sedangkan secara kualitatif

jika pekerja merasa tidak mampu untuk melakukan tugas, atau tugas tidak

menggunakan keterampilan atau potensi dari tenaga kerja. Beban kerja selama

jumlah jam kerja yang sangat banyak, hal ini merupakan sumber tambahan stres

(Munandar, 2006). Everly & Girdano (dalam Munandar, 2006), menambahkan kategori lain dari beban kerja, yaitu kombinasi dari beban kerja berlebih

kuantitatif dan kualitatif. Beban berlebih secara fisikal ataupun mental, yaitu harus

melakukan terlalu banyak hal, merupakan kemungkinan sumber stres pekerjaan.

Unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitatif ialah kondisi kerja, yaitu

setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara tepat dan

cermat. Pada saat tertentu hal ini merupakan motivasi dan menghasilkan prestasi,

namun bila desakan waktu menyebabkan banyak kesalahan atau menyebabkan

kondisi kesehatan seseorang berkurang, maka ini merupakan cerminan adanya

beban berlebih kuantatif. Beban kerja terlalu sedikit kuantitatif juga dapat

mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Pada pekerjaan yang

sederhana, dimana banyak terjadi pengulangan akan timbul rasa bosan, rasa

monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau

sedikitnya tugas yang harus dilakukan, dapat menghasilkan berkurangnya

perhatian. Hal ini secara potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk

(46)

29

Beban berlebihan kualitatif merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh

manusia makin beralih titik beratnya pada pekerjaan otak. Pekerjaan makin

menjadi majemuk. Kemajemukan teknikal dan intelektual yang lebih tinggi

daripada yang dimiliki. Pada titik tertentu kemajemukan pekerjaan tidak lagi

produktif, tetapi menjadi destrutif. Pada titik tersebut kita telah melewati

kemampuan kita untuk memecahkan masalah dan menalar dengan cara yang

konstruktif. Timbulah kelelahan mental, sakit kepala, dan gangguan-gangguan

pada perut merupakan hasil dari kondisi kronis dari beban berlebihan kualitatif.

Sedangkan beban terlalu sedikit kualitatif merupakan keadaan dimana tenaga

kerja tidak diberi peluang untuk menggunakan ketrampilan yang diperolehnya,

atau untuk mengembangkan kecakapan potensialnya. Beban terlalu sedikit

disebabkan kurang adanya rangsangan akan mengarahkan semangat dan motivasi

yang rendah untuk kerja. Tenaga kerja akan merasa bahwa ia “tidak maju-maju”

dan merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan bakat dan ketrampilannya

(Sutherlan & Cooper, Munandar, 2006).

2. 4. Konflik peran

Konflik peran terjadi ketika harapan terhadap kerja kita dan apa yang kita

pikir harus dilakukan tidak sama dengan pekerjaan yang sebetulnya harus kita

lakukan. Konflik peran juga dapat terjadi ketika pekerja memiliki peran yang

berlawanan. Misalnya, peran seorang pekerja sebagai manajer mungkin

(47)

30

memerlukan ia untuk menghadiri pertandingan olahraga anaknya pada hari yang

sama (Aamodt, 2010).

Menurut Greenhaus dan Beutell peran adalah satu set ekspektasi yang

dikenakan oleh pengirim peran (Kahn, Wolfe, Quinn, Snoek, dan Rosenthal,

1964, dalam Shien & Chen, 2011). Kahn dan Quinn (Edwards & Rothbard, 2000,

Shein & Chen, 2011) lebih lanjut menjelaskan bahwa harapan peran didefinisikan

seperti ketika individu fokus menciptakan harapan yang didasarkan pada

nilai-nilai nya sendiri mengenai pekerjaan atau perilaku keluarga peran. Konflik antar

peran terjadi ketika harapan yang terkait dengan satu peran mengganggu

kemampuan seseorang untuk secara memadai memenuhi peran lainnya.

Konflik peran adalah hasil ketika individu menerima dua atau lebih peran

yang menyebabkan konflik satu dengan yang lain. Dalam hal ini individu tersebut

merasa tidak mampu dengan tekanan yang ada dan menjadi demokratik pada saat

yang sama (Altman, Valenzi, Hodgetts, 1985).

Tidak jauh berbeda, Kahn (1964, Cooper, Dewe, 2004) juga

mendefinisikan konflik peran sebagai “simultaneous occurence of two (or more) sets of pressures such that compliance with one would make more difficult compliance with the other”. Atau dapat diartikan yaitu terjadinya simultan dari dua (atau lebih) kumpulan tekanan seperti keharusan patuh dengan yang satu

dimana akan menimbulkan kepatuhan yang lebih sulit dengan yang lain.

Maka konflik peran dapat disimpulkan sebagai suatu kesulitan yang

(48)

31

waktu yang bersamaan serta adanya pertentangan antara individu dengan

perannya.

Myers (1988, dalam Marfizal, 2006) membagi konflik peran menjadi 3

yaitu :

1. Konflik antara individu dengan peran.

Pertentangan antara kepribadian atau sikap individu dengan harapan atau

tuntutan dari perannya, misalnya : seorang polisi harus menangkap seorang

pencuri yang ternyata adalah keponakannya. Polisi akan mengalami konflik peran

antara membantu keponakannya atau menjalankan tugasnya sebagai penegak

hukum.

2. Intrarole conflict

Ketegangan yang ditimbulkan oleh tuntutan atau harapan yang

bertentangan mengenai bagaimana suatu peran harus dilakukan. Salah satu

contohnya adalah seorang kakak dituntut untuk selalu membantu adiknya oleh

ibunya, sedangkan ayahnya melarang ia membantu adiknya supaya adiknya

menjadi mandiri. Hal ini akan menimbulkan konflik peran karena ada harapan

yang bertentangan.

3. Interrole conflict

Ketegangan atau konflik yang terjadi karena tuntutan dari dua peran yang

(49)

32

ibu yang bekerja, pada saat yang sama ia harus berperan sebagai pekerja dan

sebagai ibu rumah tangga.

Selanjutnya Duxbury dan Higgins (1991, dalam Marfizal, 2006)

mengatakan bahwa akibat dari berbagai peran yang dimiliki (multiple roles)

individu akan menghasilkan ketegangan fisik dan psikologis dalam dua cara yaitu:

a. Beban peran yang berlebih (role overload), yang menimbulkan kesulitan untuk menentukan prioritas peran mana yang akan didahulukan.

b. Tuntutan terhadap kedua peran akan menimbulkan kesulitan untuk memenuhi

harapan dari masing-masing peran tersebut.

Konflik antara keluarga dan pekerjaan dapat disebabkan oleh dua aspek

utama dari lingkungan pekerjaan atau keluarga yaitu :

a. Faktor yang berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menampilkan

peran pekerjaan dan keluarga.

b. Keadaan psikologis yang disebabkan oleh tekanan dari satu peran ke peran

yang lain. (Greenhaus dan Beutell, 1985; Piotrkowski, Voydanoff, dalam Marfizal

2006).

Greenhaus dan Beutell (Edwards, Rothbard, 2000) mengemukakan tiga

bentuk konflik keluarga dan pekerjaan :

(50)

33

Konflik yang terjadi karena tuntutan waktu dari peran yang satu

mempengaruhi partisipasi dalam peran yang lain. Konsep-konsep yang termasuk

dalam konflik ini diantaranya : waktu bekerja yang berlebihan, kurangnya waktu

untuk pasangan atau anak dan jadwal yang tidak fleksibel.

b. Strain-based conflict

Konflik yang disebabkan oleh gejala-gejala stres seperti kelelahan dan

mudah marah, yang diakibatkan oleh satu peran mengganggu peran yang lain.

Konflik ini melibatkan stres dalam keluarga dan pekerjaan.

c. Behavior- based conflict

Konflik yang terjadi jika tingkah laku tertentu dituntut oleh satu peran

mempersulit individu dalam memenuhi tuntutan dari peran yang lain, misalnya

tuntutan peran keluarga dengan tuntutan peran pekerjaan.

2.5. Pengembangan karir

Ada empat fase siklus kehidupan karir, yaitu (Kitchi, 2010) :

1. Memulai karir, stres yang timbul adalah dari keharusan untuk mempelajari

budaya oganisasi dan struktur organisasi di tempat kerja.

2. Pengembangan karir, yaitu di mana pilihan mungkin harus dibuat antara karir

dan keluarga.

3. Memelihara karier, di mana individu mungkin harus melihat apakah karir

(51)

34

antara karir dan keluarga.

4. Karir berakhir.

Dalam bukunya, Rout (2002) mengatakan bahwa pengembangan karir

meliputi sejumlah isu yang dapat bertindak sebagai stressor potensial untuk

karyawan. Misalnya, kurangnya keamanan pekerjaan, over atau under promosi, takut pensiun, dan banyak penilaian kinerja lainnya dapat mempengaruhi

kehidupan seseorang. Pada stressor keamanan pekerjaan, ancaman kehilangan

pekerjaan merupakan sumber potensial dari stres. Beberapa orang mungkin harus

tetap pada pekerjaan mereka bahkan jika mereka tidak menyukainya karena

mereka tidak memiliki alternatif yang cocok untuk perubahan. Sedangkan pada

permasalahan promosi di tempat kerja, ketika seorang individu dipromosikan

terlalu cepat, tanpa memiliki keterampilan yang dibutuhkan atau sudah bekerja

keras di pekerjaan sebelumnya, ia mungkin mengalami self-esteem rendah. Kurangnya prospek promosi juga dapat menjadi sumber stres ketika seorang

individu telah menguasai pekerjaannya. Pada kinerja kerja, penilaian kinerja dapat

menjadi sumber potensial stres bagi penilai dan yang dinilai. Dalam praktek

umum penilaian rutin karyawan oleh manajer dapat menyebabkan stres terutama

ketika harus mengambil keputusan. Stressor yang terakhir pada pengembangan

karir adalah pensiun. Tekanan tertentu dapat timbul bagi individu yang dipaksa

untuk pensiun dini. Misalnya, Fryer dan Payne (1986, Rout, 2002) menunjukkan

bahwa seseorang mungkin akan menderita dari hilangnya pekerjaan, merasa

gagal, menurunnya harga diri, kepuasan hidup yang rendah, depresi, kesepian dan

(52)

35

Sumber stres lain yang menyebabkan stres pada pekerja adalah masalah

dalam pengembangan karir, jika aspirasi karir tidak memuaskan, frustasi dapat

menjadi intens (Schultz, 2006).

Di sisi lain, Munandar (2006) merumuskan unsur-unsur penting

pengembangan karir meliputi :

-

Peluang untuk menggunakan ketrampilan jabatan sepenuhnya

-

Peluang mengembangkan ketrampilan yang baru

-

Penyuluhan karir untuk memudahkan keputusan-keputusan yang

menyangkut karir.

Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang

mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi yang kurang

(Munandar, 2006) :

a. Job Insecurity : perubahan-perubahan lingkungan menimbulkan masalah baru yang dapat mempunyai dampak pada perusahaan. Reorganisasi dirasakan perlu

untuk dapat mcnghadapi perubahan lingkungan dengan lebih baik. Sebagai

akibatnya ialah adanya pekerjaan lama yang hilang dan adanya pekerjaan yang

baru. Dapat terjadi bahwa pckerjaan yang baru memerlukan keterampilan yang

baru. Setiap reorganisasi menimbulkan ketidakpastian pekerjaan, yang merupakan

sumber stres yang potensial (Munandar, 2006).

(53)

36

ada pula yang tidak tumbuh atau setelah tumbuh besar mengalami penurunan,

organisasi menjadi lebih kecil. Pola pertumbuhan organisasi industri

berbeda-beda. Salah satu akibat dari proses pertumbuhan ini ialah tidak adanya

kesinambungan dari mobilitas vertical dari para tenaga kerjanya. Peluang dan

kecepatan promosi tidak sama setiap saat. Dalam pertumbuhan organisasi yang

cepat, banyak kedudukan pimpinan mcmerlukan tenaga, dalam keadaan

sebaliknya, organisasi terpaksa harus mcmperkecil diri, tidak ada peluang untuk

mendapatkan promosi, malahan akan timbul kecemasan akan kehilangan

pekerjaan. Peluang yang kecil untuk promosi, baik karena keadaan tidak

mengizinkan maupun karena dilupakan, dapat merupakan pembangkit stres bagi

tenaga kerja yang rnerasa sudah waktunya mendapatkan promosi. Perilaku yang

mengganggu, semangat kerja yang rendah dan hubungan antarpribadi yang

bermutu rendah, berkaitan dengan stres dari kesenjangan yang dirasakan antara

kedudukannya sekarang di organisasi dengan kedudukan yang diharapkan.

(Munandar, 2006).

Sedangkan stres yang timbul karena over-promotion memberikan kondisi

beban kerja yang berlebihan serta adanya tuntutan pengetahuan dan ketrampilan

yang tidak sesuai dengan bakatnya (Schultz, 2006).

2.6. Iklim Organisasi

Sumber stres potensial lainnya di dalam pekerjaan muncul dari organisasi

(54)

37

dapat membuat kehidupan kerja menjadi stressful atau memuaskan, seperti

misalnya sedikit atau tidak adanya partisipasi dalam membuat keputusan,

kurangnya komunikasi efektif dan konsultasi serta batasan dalam tingkah laku

(Cooper & Marshal, 1976, Rout, 2002).

Tidak jauh berbeda, Kitchin (2010) juga mengatakan bahwa struktur dan

iklim organisasi adalah salah satu sumber potensial di dalam organisasi yang

dapat mengancam kebebasan individu, otonomi dan identitas. Masalah utama dari

iklim organisasi yaitu dalam hal partisipasi seperti pengambilan keputusan, tidak

ada rasa memiliki, kurangnya konsultasi yang efektif, komunikasi yang buruk,

pembatasan pada perilaku dan politik kantor.

Kolb dan Rubin (1984, h.333 dalam Rani 2007) mengatakan bahwa iklim

organisasi merupakan suatu perangkat manajemen yang efektif untuk memadukan

motivasi individu dengan tujuan serta tugas-tugas dalam organisasi. Sedangkan

menurut Lumsdaine (1995, h.271, dalam Rani 2007), iklim organisasi merupakan

persepsi karyawan terhadap karakteristik dari prosedur yang ada dalam sebuah

perusahaan.

Setiap organisasi memiliki budaya, tradisi dan metode yang berbeda-beda,

yang secara keseluruhan akan membentuk iklim dalam hubungan antar manusia di

dalam organisasi tersebut. Iklim dalam suatu organisasi seperti halnya kepribadian

dalam diri manusia. Dalam membangun iklim yang dapat memotivasi karyawan

Gambar

Tabel 3.1. Blue Print Skala Stres Kerja.
Tabel 3.3. Blue Print Skala Konflik Peran
Tabel 3.4. Blue Print Skala Pengembangan Karir
Tabel 3.6. Blue Print Skala Kepribadian Big Five
+7

Referensi

Dokumen terkait

dependent pada materi bangun datar segiempat. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian terdiri dari 2 siswa dengan

Pendapat dan pertimbangan Hukum Hakim adalah suatu pendapat Hukum Hakim yang diuraikan dengan menganalisis suatu fakta-fakta yang ada dalam persidangan. Yang mana Hakim

Untuk melengkapi dan mendukung hasil yang lebih baik dan agar permasalahan tidak meluas dan menghindari kesalahan maksud sehingga penelitian lebih efektif dan

Dari satu sisi pemerintah dalam upayanya memberikan kesempatan bagi masyarakat miskin untuk mengenyam pendidikan pada sekolah-sekolah favorit, tetapi pada sisi yang

Sedangkan pada opsi put Eropa, writer juga dapat mengalami kerugian jika yang terjadi pada saat maturity time adalah strike price lebih besar dibanding harga

Pengolahan minyak kayu putih yang dilakukan oleh penduduk asli yang tinggal di kawasan TN Wasur secara finansial layak diusahakan dengan nilai NPVsebesar Rp 258.686.275 dan BCR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangannya dengan judul

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama