• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN AIR BERSIH PDAM WAY RILAU DI BANDAR LAMPUNG (Studi PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN AIR BERSIH PDAM WAY RILAU DI BANDAR LAMPUNG (Studi PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung)"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh Imam Mukhlasin

Air merupakan suatu kebutuhan pokok yang sangat penting bagi masyrakat, untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih bagi masyarakat khususnya di Kota Bandar Lampung dikenal 2 (dua) sistem jaringan air: jaringan air perpipaan yang diselenggarakan oleh PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung dan jaringan air non perpipaan .

Dalam penyelengaraan penyediaan air bersih yang dilakukan oleh PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung ternyata masih banyak kekurangan dalam pelayanannya, maka dari itu konsumen harus mendapat perlindungan sebagaimana diamanahkan oleh UUPK. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan yang dikemukakan adalah (1) Apa sajakah hak dan kewajiban antara PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung dan konsumen? (2) Bagaimana standar pelayanan yang diterapkan oleh PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung dalam melayani konsumen? (3) Upaya apakah yang dapat dilakukan konsumen dalam pemenuhan hak sebagai konsumen ?

Jenis penelitian yang digunakan adalah Empiris. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan Normatif-terapan.Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, studi dokumen, dan wawancara. Data yang diperoleh selanjutnya akan diolah melalui tahap-tahap Seleksi data, Klasifikasi data dan Sistematika data yang kemudian dianilisis secara kualitatif.

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa hak dan kewajiban antara PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung dengan konsumen dimuat dalam perjanjian baku

berupa ”Surat Perjanjian Berlangganan Air Bersih”, mengenai standar pelayanan

mengutamakan : Pelayanan menjadi pelanggan air bersih, Pelayanan Informasi, Pengolahan dan Pengawasan Air Bersih. Upaya yang dapat dilakukan oleh konsumen dalam pemenuhan haknya, dengan cara mengadu atau melaporkan melalui email, telephone, fax, atau pun langsung melaporkan ke kantor. Untuk menyelesaiakan sengketa antara PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung dengan konsumen dapat melalui musyawarah untuk mufakat atau pun Pengadilan Kelas I Tanjung Karang .

(2)

(Studi Pdam Way Rilau Kota Bandar Lampung)

Oleh:

Imam Mukhlasin

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)
(4)
(5)

Penulis bernama lengkap Imam Mukhlasin, telahir sebagai anak ke-empat pasangan Bapak Mustofa Kamil dan Ibu Akila Raini. Penulis dilahirkan pada Tanggal 09 Maret 1991 di Desa Poncowarno Kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah. Penulis sendiri asli keturunan sub-suku Lintang Empat Lawang, Sumatera Selatan. Terlahir sebagai orang perantauan di Bumi Sai Bumi Ruwa Jurai, Selama menyelesaikan studi di Perguruan Tinggi, penulis tinggal di Lampung Tengah dan kemudian pindah untuk menetap di Kota Bandar Lampung.

Penulis menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Dasar SD Negeri 01 Kalirejo pada Tahun 2004, Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 01 Kalirejo, dan pada akhirnya penulis mengakhiri proses wajib belajar Sembilan tahun di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 01 Kalirejo, semua penulis selesaikan tepat pada waktunya.

(6)

Penelitian BEM FH UNILA 2012-2013 dan anggota Divisi Pengkaderan UKM-F Mahkamah 2012-2013. Pada tahun 2013, penulis aktif di BEM FH UNILA 2013-2014 sebagai Wakil Gubernur.

Selain aktif di organisasi internal kampus, penulis juga aktif dalam organisasi eksternal kampus. Penulis memilih Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bandar Lampung Komisariat Hukum UNILA sebagai batu loncatan dan tempat pembelajaran bagi penulis untuk mengasah kemampuan berorganisasi. Selain itu penulis juga tergabung di organisasi eksternal lainnya Gabungan Mahasiswa Peduli Pendidikan (GMPP) Lam-Teng sebagai Sekertaris Jenderal danagent of Ombudsman

RI Perwakilan Wilayah Lampung sebagai agen.

Singkat kata, sampai karya ini penulis selesaikan, sudah cukup rasanya penulis

menjadi bagaian dari “Kampus Hijau” Lampung. Walaupun kata “cukup” sebenarnya

tidak pernah ada, namun penulis rasa sudah saatnya mengatakan selamat tinggal pada dunia kampus, untuk mengatakan selamat datang untuk dunia lain, sebuah babak baru

yang mungkin sejatinya merupakan awal dari yang dinamakan “hidup”. Penulis

(7)

Maha Suci Allah dan Segala Puji untuk-Nya, sejumlah makhluk-Nya, Keridhaan diri-Nya, perhiasan Arsy-Nya dan sebanyak tinta

kalimah-Nya

Untuk-Nya yang tidak pernah tidur dan lupa akan makhluknya, Sang penguasa alam semesta beserta isinya

Untaian huruf, kata dan kalimat berpadu dengan angka, menjadi sebuah bentuk karya kecil bernama skripsi ini ku persembahkan untuk mereka yang ditakdirkan menjadi lumbung kasih sayang yang

tiada pernah bertemu tepi dan mengenal sebuah akhir .

Ayahanda-ku Mustofa Kamil, apapun bentuknya aku tahu, aku paham dan aku mengerti, bahwa itulah bentuk kasih sayang ayah

pada ku

Ibunda-ku Akila Raini, arsitek kasih sayang nomor satu yang paling setia menyayangiku dan tiada hentinya selalu membimbing dan

mengarahkan di khittah perjuangan dunia menuju akhirat, walaupun dengan cara yang sederhana

Saudara-saudaraku Fathonah, Hafizah, Fajrin Mustofa, Nurul Fitriyah

Kita punya cita-cita yang satu, kita tahu akan hal itu

(8)

“SEKALI HIDUP, HIDUPLAH YANG BERARTI”

Jangan pernah kita perhitungkan apa yang kita tidak punya untuk meraih impian, tapi pikirkanlah untuk meraih impian dengan apa yang kita punya

percaya lah bahwa

TUHAN TIDAK PERNAH TIDUR

(9)

Segala ucapan rasa syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang maha berhak menguasai seluruh langit dan bumi, yang tidak akan pernah memejamkan mata-Nya untuk selalu tetap mengawasi ciptaan-Nya yang paling mulia, serta yang akan menjadi hakim sangat adil di hari akhir nanti. Segala puji bagi Allah sejumlah apa yang di langit dan bumi. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi

dengan judul, “ Perlindungan Hukum Konsumen Air Bersih PDAM Way Rilau Di Bandar Lampung (Studi PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung)” merupakan hasil penelitian yang dibuat untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar sarjana di bidang Hukum Keperdataan.

(10)

Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan penghargaan dan menghaturkan terimakasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung dan sekaligus selaku Pembahas Satu dan Penguji, terimakasih atas segala kritik dan saran yang membangun terhadap penulis sehingga skripsi ini semakin mendekati dengan kesempurnaan;

3. Bapak Dr. Hamzah, S.H., M.H. selaku Pembimbing Satu atas semua pemikiran cemerlangnya, kesabaran, bimbingan, kritikan, dan kesedian untuk meluangkan waktu disela-sela kesibukan beliau sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Hukum Universitas Lampung, dan atas segala bantuan dan bimbinganya terhadap penulis selama menjadi pengurus Lembaga Kemahasiswaan;

4. Bapak Ahmad Zazili, S.H., M.H. selaku Pembimbing Dua yang telah meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, kritik dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;

(11)

mengarahkan sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dengan baik;

7. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang penuh dedikasi dan meneteskan ilmu-ilmu yang luar biasa selama ini kepada penulis dalam masa studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

8. Seluruh Bapak dan Ibu guru semasa penulis masih duduk di SD Negeri 01 Kali Rejo, SMP Negeri 01 Kali Rejo, dan SMA Negeri 01 Kali Rejo, yang telah meneteskan ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat dan rangkaian panjang proses pendidikan sehingga penulis mampu mengenyam dan menyelesaikan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri;

9. Sensei Cees Plek di Kampus, Mas Kancil, Prof. Marji, Pak Tarno, Babe, Kyay Zack dan Kyay Aulia atas wejengan, emak Ita dan Sari, nasehat dan canda tawanya dalam hangatnya bingkai kekeluargaan yang telah diberikan selama ini di kampus FH tercinta;

10. Sahabat-sahabat “Panca Warna” Muhammad Syauqi, Saeful Bachri, Desi

Wulandari, Payman, dan Riris, terimaksih telah menjadi sahabat yang tak terlupakan selama hampir 15 Tahun ini. Semoga kita bisa jadi orang sukses semua, amien;

(12)

12. Kawan-kawan satu bagian minat Keperdataan : Abung Pratama, Rendy Andika, Ines Septia Gumay, Ika Ristia, Indra Budhi P.E, Clara Lucky, M Gerry, Astari Maharani, Bram, lay Grace dan Juna, Danan Jaya Adjie, Himawan Amri, serta kawan-awan angkatan 2011 dan adek-adek 2012 mengambil minat keperdataan yang tidak bisa penulis sebutkan satu-satu, terimakasih atas kebersamaannya seneng rasanya telah mengenal kalian dan menjadi bagian dari kalian semua;

13. Dan rekan-rekan aktivis Mahasiwa yang tersebar keseluruh Lembaga Kampus FH : Herra Destriana, Jimmy Septian, Yola Dwi A, Zuliana, Chaha, Yuliana Qomariah, Amien dan Ariefin, Anissa Toriqi, Andi Mekar sari, Ayu Kumala Sari, Virgi, M. Fadel Noerman, , Andre Jevi S, Jonathan, Feri K, Daniel S, David P, Prisca O, kita pernah berada dalam perbedaan Garis, baju, dan bendera tetapi kita punya tanggung jawab dan tujuan yang satu, terimakasih atas dinamika dan proses pembelajaran ideologi, politik organisasi, strategi dan taktik serta motivasi dan dorongannya sehingga penulis mampu untuk menyelesaiakan perjuangan akhir mahasiswa yaitu Skripsi;

14. Teman-teman senasib dan sepenanggungan dari Lampung Tengah, Ade Pamungkas, Agus Windu, Andi, Feri Ferdianto, Okgit Rahmat P, Retno P, Winda Ariyanti, Suma Indra J, Putri Nugraheni, Masum Irvai “ Tetaplah

(13)

segera menyelesaikan penelitian ini, dan teman-teman KKN (Juzna, Butet, Intan, Gita) yang sampai akhir penelitian ini masih senantiasa membantu dan mendampingi penulis sebagai bentuk kekeluargaan dan bentuk soliditas diantara kita;

(14)

akan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Akhir kata penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya dalam proses penulisan skripsi ini, dan penulis sangat menyadari bahwasanya masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki dalam penulisan ini. Karena sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat menjadi hal yang berguna dan bermanfaat bagi pembacanya, dan bagi penulis dalam mengembangkan ilmu pengetahuannya dibidang hukum.

Bandar Lampung, ………

Penulis

(15)

DAFTAR ISI

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Konsumen ... 7

1. Istilah dan Pengertian Konsumen ... 7

2. Pengertian Perlindungan Konsumen ... 10

3. Asas dan Tujuan Perlindungan Hukum Konsumen ... 14

B.Pelaku Usaha ... 16

1. Pengertian Pelaku Usaha ... 16

2. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ... 18

C.Hubungan Hukum ... 20

1. Hubungan Hukum Melalui Perjanjian... 20

2. Hak dan Kewajiban ... 23

D.Upaya Hukum Penyelesaian Sengketa Konsumen ... 29

1. Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan ... 30

2. Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Proses Litigasi ... 32

E. Tinjauan Umum Air Bersih dan Air Minum ... 33

F. PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung ... 35

(16)

2. Visi dan Misi Perusahaan ... 36

3. Legalitas Pendirian PDAM Way Rilau ... 38

G. Kerangka Pikir ... 39

III. METODE PENELITIAN ... 41

A. Jenis Penelitian ... 41

B. Tipe Penelitian ... 42

C. Pendekatan Masalah ... 42

D. Data dan Sumber Data ... 43

E. Metode Pengumpulan Data ... 45

F. Metode Pengolahan Data ... 45

G. Analisis Data ... 46

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Hak dan Kewajiban PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung dengan konsumen ... 47

B. Standar Pelayanan PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung Dalam Melayani Konsumen ... 55

1. Standar prosedural menjadi pelanggan air PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung... 55

2. Standar Sistem Informasi dan pelayanan PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung ... 58

3. Standar Pengelolaan dan Pengawasan Air bersih PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung ... 60

C. Upaya Konsumen Dalam Pemenuhan Hak nya Sebagai Konsumen PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung ... 75

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 87 DAFTAR PUSTAKA

(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air merupakan salah satu kebutuhan pokok sehari-hari makhluk hidup di dunia ini yang tidak dapat terpisahkan. Tidak hanya penting bagi manusia, air merupakan bagian yang penting bagi makhluk hidup lainnya baik hewan maupun tumbuhan. Tanpa adanya air kemungkinan tidak ada kehidupan di dunia ini, karena semua makhluk hidup sangat memerlukan air untuk bertahan hidup.1

Untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih di Kota Bandar Lampung dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui jaringan air nonperpipaan dan jaringan air perpipaan .2 Dalam hal ini Perusahaan Daerah Air Minum Way Rilau (selanjutnya disebut PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung) merupakan Badan Usaha Milik Daerah yang bertugas sebagai pengelola penyediaan air bersih melalui sistem perpipaan untuk kebutuhan masyarakat di Kota Bandar Lampung.

1 Departemen Kesehatan, “Seminar Air Bersih untuk Masa Depan Indonesia” ,

<www.depkes.go.id> di unduh pada hari Rabu, 3 Desember 2014 pukul 20.08 WIB.

2 Dikutip dari “proposal Corporate plan PDAM Way Rilau” data pra-riset ke PDAM Way

(18)

PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung merupakan salah satu pelayanan umum yang bersifat profit. Meskipun profit, perusahaan milik pemerintah negara seperti PDAM ini harusnya sangat menguntungkan dan memakmurkan masyarakat. Hal ini menjadi suatu keharusan karena mengingat pentingnya akan kebutuhan air bersih bagi kehidupan manusia. Hal ini termaktub di dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat.

PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung diharapkan dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada pengguna air (selanjutnya disebut konsumen) yang harus diperhatikan hak-haknya sebagai konsumen. Sesuai dengan kedudukannya masyarakat sebagai pelanggan PDAM yang telah mengadakan perjanjian dengan pihak PDAM. Perjanjian antara konsumen dengan pihak PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung memakai bentuk perjanjian baku atau standar, bersifat baku karena isi perjanjian tersebut telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Dikatakan bersifat baku, karena baik perjanjian maupun klausula tersebut tidak dapat dan tidak mungkin dinegosiasikan atau ditawar oleh pihak lainnya (take it or leave it).

(19)

suatu posisi yang tidak seimbang dan cenderung memberatkan serta merugikan konsumen.

Selain itu juga konsumen banyak mengeluhkan pelayanan yang diberikan oleh pihak PDAM Way Rilau dalam kegiatan penyedian air bersih terutama pada kurangnya kontiniutas air yang diterima. Kalaupun ada, debit airnya kecil dan mengalir hanya pada malam hari. Kuantitas dan kelancaran debit air kerumah-rumah konsumen yang tidak menentu ini seringkali membuat aktivitas konsumen menjadi terhambat, mengingat air yang digunakan selain untuk minum, juga merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan mandi, cuci dan kakus.

Permasalahan yang terjadi bukan hanya pada kuantitas debit air ke rumah-rumah konsumen, tetapi juga pada kualitas air. Air yang diperoleh konsumen tidak jernih seperti halnya air yang layak untuk diminum atau air bersih pada umumnya.

(20)

ketentuan-ketentuan sebagaimana dilarang dalam Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan di dalam klausula baku tersebut wajib mengakomodir segala ketentuan mengenai hak dan kewajiban sebagaimana diatur pada Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 , dan Pasal 7 UUPK.

Kemudian PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung sebagai Perusahaan Pemerintah yang fungsi Pelayan Publik harus memperhatikan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik telah mengamanahkan bahwa penyelenggara pelayanan publik untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Artinya bahwa PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung harus benar-benar memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada pelanggan dengan Standar pelayanan seperti yang telah diatur oleh undang-undang tersebut.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, penulis ingin membahas masalah tersebut untuk dijadikan suatu bahan kajian yang berbentuk skripsi dengan judul : “Perlindungan Hukum Konsumen Air Bersih PDAM Way Rilau di Bandar

(21)

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

Berdasarkan urian dan penjelasan mengenai latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah :

1. Apa sajakah hak dan kewajiban antara PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung dan konsumen?

2. Bagaimana standar pelayanan yang diterapkan oleh PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung dalam melayani konsumen?

3. Upaya apakah yang dapat dilakukan konsumen dalam pemenuhan hak sebagai konsumen ?

Ruang lingkup penelitian ini meliputi ruang lingkup pembahasan dan ruang lingkup bidang ilmu. Ruang lingkup pembahasan adalah perlindungan hukum konsumen air bersih PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung di Bandar Lampung karena adanya indikasi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pihak pelaku usaha yang menyebabkan kerugian bagi pihak konsumen. Sedangkan ruang lingkup ilmu adalah Kajian Hukum Ekonomi khususnya Hukum Perlindungan Konsumen.

C. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan permasalahan di atas maka yang menjadi tujuan penelitian adalah :

(22)

2) Mendeskripsikan standar pelayanan yang dilakukan PDAM Way Riau Kota Bandar Lampung dalam melayani konsumen;

3) Mendeskripsikan upaya konsumen untuk memenuhi hak nya dalam penyedian air besih oleh PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Secara Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menunjang pengembangan ilmu pengetahuan dibidang hukum keperdataan lebih khususnya mengenai perlindungan hukum konsumen dalam penyedian air bersih oleh PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung.

2) Secara Praktis

a) Bagi pihak PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung, studi ini dapat dijadikan bahan evaluasi dan kajian dalam memberikan pelayanan penyedian air bersih yang sesuai dengan ketentuan undang-undang dan peraturan lainnya.

b) Bagi ilmu pengetahuan, diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap ilmu hukum perlindungan konsumen dalam penyediaan air bersih .

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsumen

1. Istilah dan Pengertian Konsumen

Sebelum tahun 1999, hukum positif Indonesia belum mengenal istilah konsumen. Kendatipun demikian, hukum positif Indonesia berusaha untuk menggunakan beberapa istilah yang pengertiannya berkaitan dengan konsumen. Variasi penggunaan istilah yang berkaitan dengan konsumen tersebut mengacu kepada perlindungan konsumen, namun belum memiliki ketegasan dan kepastian hukum tentang hak-hak konsumen.1

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Barang, dalam pertimbangannya

menyebutkan “kesehatan dan keselamatan rakyat, mutu dan susunan (komposisi)

barang”. Penjelasan Undang-Undang ini menyebutkan variasi barang dagangan yang

bermutu kurang baik atau tidak dapat membahayakan dan merugikan kesehatan rakyat. Maka perlu adanya pengaturan tentang mutu maupun susunan bahan serta pembukusan barang-barang dagangan.2

1

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen. (Jakarta: PT. Kencana, 2013), hlm. 13.

2Ibid

(24)

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,

secara tegas menyebutkan dengan istilah “pengguna jasa” (Pasal 1 angka 22) sebagai

konsumen jasa, yang diartikan sebagai setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan, baik angkutan orang maupun barang.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menggunakan istilah

“setiap orang” untuk pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat jasa kesehatan dalam

konteks konsumen, hal ini disebut dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 4,5,6 dan Pasal 8.

Mengenai Istilah konsumen ini jika kita merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (burgerlijk wetbook) ada beberapa istilah-istilah untuk konsumen, seperti yang ada di dalam BAB ke Lima tentang jual-beli pada Pasal 1460 yaitu, “jika kebendaan dijual itu berupa suatu barang yang sudah ditentukan, maka barang ini

sejak saat pembelian adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya

belum dilakukan, dan si penjual berhak menuntut harganya”. Dan dalam Bagian ke -tiga tentang kewajiban si pembeli Pasal 1513 “ kewajiban utama si pembeli adalah

membayar harga pembelian, pada waktu dan di tempat sebagaimana ditetapkan

menurut perjanjian”.3 Pada kedua pasal tersebut mengistilahkan konsumen sebagai pembeli. Adapun istilah lain untuk konsumen di dalam KUH Perdata yaitu sebagai penyewa yang terdapat pada Pasal 1550 dan Pasal 1548 KUH Perdata yang berisi tentang aturan-aturan yang sama-sama berlaku terhadap penyewaan rumah dan penyewaan tanah.4 Sedangkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

3Ibid

., hlm. 375.

4Ibid

(25)

(Wetboek van Koophandel voor) untuk istilah konsumen ditemukan istilah lain berupa tertanggung pada Pasal 246 KUHD dan Penumpang pada Pasal 393 serta Pasal 394 KUHD. Dari kedua Kitab undang-undang tersebut tidak secara khusus mendefiniskan mengenai konsumen. Tetapi dapat kita temukan Istilah-istilah tersebut antara lain pembeli, penyewa, peminjam pakai dan lain sebagainya. Pada dasarnya istilah-istilah tersebut merupakai pemakai yang dapat kita sebut juga sebagai konsumen.

Sedangkan pengertian dari kata “konsumen” menurut AZ. Nasution mengartikan

konsumen adalah setiap pengguna barang atau jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga dan tidak untuk memproduksi barang/jasa lain atau memperdagangkanya kembali.5

Inosentius Samsul menyebutkan konsumen adalah pengguna atau pemakai akhir suatu produk, baik sebagai pembeli maupun diperoleh melalui cara lain, seperti pemberian, hadiah, dan undangan. Mariam Darus Badrul Zaman mendefinisikan konsumen dengan cara mengambil alih pengertian yang digunakan leh kepustakaan

Belanda, yaitu: “ semua individu yang menggunakan barang dan jasa secara konkret

dan riil”.6

Kendatipun Anderson dan Krumpt menyatakan kesulitannya untuk merumuskan definisi konsumen, namun para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah pemakain terkahir dari benda/atau jasa (uiteindelijke gebruiker ven

5

Wahyu Sasongko, Ketentuan-ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, (Penerbit Unila: Bandar Lampung) 2007, hlm. 54.

6

(26)

goederen en diensten) yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha (ondernemer).7

2. Pengertian Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen merupakan hal yang sangat perlu utnuk terus dilakukan karena berkaitan dengan upaya menyejahterakan masyarakat dalam kaitan semakin berkembangnya transaksi perdagangan pada zaman modern saat ini. Perhatian mengenai perlindungan konsumen ini bukan hanya di Indonesia tetapi telah mejadi perhatian dunia.

Dalam pertimbangan Undangan-Undangan Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dikatakan:8

a) Bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual dalam era Demokrasi Ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

b) Bahwa pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan jasa yang memiliki kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan/jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa merugikan konsumen;

7Ibid

., hlm. 16

8

(27)

c) Bahwa semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat proses globalisasi ekonomi harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah dan keamanan barang dan/jasa yang diperolehnya di pasar;

d) Bahwa untuk meningkatkan harkat martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuh kembangkan sikap perilaku usaha yang bertanggung jawab;

e) Bahwa ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen di Indonesia belum memadai;

f) Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut diatas diperlukan perangkat perundangan-undangan untuk mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat;

g) Bahwa untuk itu perlu dibentuk undang-undang tentang perlindungan konsumen.

Hukum perlindungan konsumen secara umum bertujuan memberikan perlindungan bagi konsumen baik dalam bidang hukum privat maupun hukum publik. Kedudukan Hukum Perlindungan Konsumen berada kajian Hukum Ekonomi. Berdasarkan

ketentuan Pasal 1 angka (1) UUPK, perlindungan konsumen adalah “segala upaya

yang menjamin adanya kepasatian hukum untuk memberi perlindungan hukum

kepada konsumen” kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya

(28)

sewenang-wenang pelaku usaha yang dapat merugikan konsumen dan tidak pula merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen.

Dengan pemahaman bahwa perlindungan konsumen mempersoalkan perlindungan (hukum) yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memperoleh barang dan jasa dari kemungkinan timbulnya kerugian karena penggunaannya, maka hukum perlindungan konsumen dapat dikatakan sebagai hukum yang mengatur tentang pemberian perlindungan kepada konsumen dalam rangka pemenuhan kebutuhan konsumen. Dengan demikian, hukum perlindungan konsumen mengatur hak dan kewajiban produsen, serta cara-cara mempertahankan hak dan kewajiban itu.9

Dalam berbagai literatur ditemukan sekurang-kurangnya dua istilah mengenai hukum yang mempersoalkan konsumen, yaitu hukum konsumen dan hukum pelindungan konsumen. A.Z. Nasution menjelaskan bahwa kedua istilah itu berbeda, yaitu bahwa hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari konsumen.10 Hukum konsumen

menurut beliau adalah “ keseleluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang

mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup.” Sedangkan hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang

9

Janus Sidabalok. Hukum Perlindungan Konsumen di Indoensia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010), hlm. 45.

10Ibid

(29)

memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen.11

Pada dasarnya, baik hukum konsumen maupun hukum perlindungan konsumen membicarakan hal yang sama, yaitu kepentingan hukum (hak-hak konsumen). Bagaiamana hak-hak konsumen itu diakui dan diatur di dalam hukum serta bagaiamana ditegakkan di dalam praktik hidup bermasyarakat, itulah yang menjadi materi pembahasannya. Dengan demikian, hukum perlindungan konsumen atau hukum konsumen dapat diartikan sebagai keseluruhan peraturan yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya.

Kata keseluruhan dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa di dalamnya termasuk seluruh pembedaan hukum menurut jenisnya jadi temasuk di dalamnya, baik aturan hukum pedata, pidana, administrasi negara maupun hukum internasional. Sedangkan cakupannya adalah “hak dan kewajiban serta cara-cara pemenuhannya dalam

usahanya untuk memenuhi kebutuhannya”, yaitu bagi konsumen mulai dari usaha

untuk mendapatkan kebutuhannya dari produsen, meliputi : informasi, memilih harga, sampai pada akibat-akibat yang timbul karena penggunaan kebutuhan itu, misalnya untuk mendapatkan penggantian kerugian. Sedangkan bagi produsen meliputi

11

(30)

kewajiban yang berkaitan dengan produksi, penyimpanan, peredaran dan perdagangan produk, serta akibat dari pemakaian produk itu.12

Dengan demikian, jika perlindungan konsumen diartikan sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian pemenuhan hak-hak konsumen sebagi wujud perlindungan kepada konsumen, maka hukum perlindungan konsumen tidak lain adalah hukum yang mengatur upaya-upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap kepentingan konsumen.

3. Asas dan Tujuan Perlindungan Hukum Konsumen

Secara umum semangat perlindungan konsumen di Indonesia adalah untuk mendukung pembangunan Indonesia terutama dari segi ekonomi yang seimbang dan adil, untuk mencapai semangat tersebut perlindungan konsumen dilaksanakan berdasarkan asas-asas sebagaimana dijelaskan pada Pasal 2 UUPK, yaitu:

a. Asas manfaat; b. Asas keadilan; c. Asas keseimbangan;

d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen; e. Asas kepastian hukum;

Pasal 2 Undang-Undang ini menguraikan, perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan

12Ibid

(31)

nasional yaitu:13

1) Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha.

2) Asas keadilan, maksudnya adalah agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

3) Asas keseimbangan, berguna untuk memberikan keseimbagan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil maupun spiritual.

4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen, untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatn barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;

5) Asas kepastian hukum, bertujuan agar pelaku usaha dan konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelengaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Pasal 3 UUPK juga menyatakan bahwa perlindungan konsumen memiliki tujuan, diantaranya: Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

13

(32)

1) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

2) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

3) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi; 4) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan

konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

5) Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksibarang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

B. Pelaku Usaha

1. Pengertian Pelaku Usaha

Pelaku usaha sering diartikan sebagai pengusaha yang sering menghasilkan barang dan jasa. Dalam pengertian ini termasuk di dalamnya pembuat, grosir, leveransir dan pengecer professional, yaitu setiap orang atau badan yang ikut serta dalam penyedian barang dan jasa sehingga samapai ke tangan konsumen. Sifat professional merupakan syarat mutlak dalam hal menuntut pertanggungjawaban dari produsen.14

14

(33)

Menurut pengertian Pasal 1 angka 3 UUPK, pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Pelaku usaha yang dimaksud dalam UUPK sama dengan cakupan produsen yang dikenal di Belanda, karena produsen dapat berupa perorangan atau badan hukum. Dalam pengertian pelaku usaha tersebut tidaklah mencakup eksportir usaha di luar negeri, karena UUPK membatasi orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun yang non badan hukum yang didirikan dan berkedudukan dan melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia.15

Pengertian pelaku usaha yang bermakna luas tersebut, akan memudahkan konsumen menuntut ganti kerugian. Konsumen yang dirugikan akibat penggunaan produk tidak begitu kesulitan dalam menemukan kepada siapa tuntutan diajukan, karena banyak pihak yang dapat digugat, namun akan lebih baik lagi seandainya UUPK tersebut memberikan rincian sebagaimana directive (pedoman bagi negara masyarakat Uni

15Ibid.

(34)

Eropa), sehingga konsumen dapat lebih mudah lagi utnuk menentukan kepada siapa ia akan mengajukan tuntutan jiak ia dirugikan akibat penggunaan produk.16

2. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

Dominasi perusahaan-persahaan pemerintah (BUMN/BUMD) di bidang kelistrikan, air minum, dan telekomunikasi, masih menyimpan persoalan tersendiri yang menempatkan konsumen pada posisi lemah.17

Dalam hal ini disamping Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dikenal juga Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yang menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 dikenal dengan nama Perusahaan Daerah. Perusahaan Daerah didirikan berdasarkan peraturan daerah, dan merupakan badan hukum, serta kedudukannya diperoleh dengan berlakunya peraturan daerah tersebut. Badan usaha milik daerah (BUMD) adalah suatu badan yang dikelola oleh daerah untuk menggali potensi daerah, yang bertujuan untuk menambah pendapatan asli daerah yang berguna untuk pembangunan daerah tersebut.

Perusahaan daerah adalah suatu produksi yang bersifat memberi jasa, menyelenggaraan kemanfaatan umum dan memupuk pendapatan. Perusahaan Daerah bergerak dalam lapangan yang sesuai dengan urusan rumah tangganya menurut peraturan perundangan tentang pemerintahan daerah.Undang-undang Nomor 23

16Ibid

. hlm. 27.

17

(35)

Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Pasal 331 ayat (1) menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah dapat mendirikan BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Modal perusahaan daerah terdiri dari seluruh atau sebagian dari kekayaan daerah yang dipisahkan. Modal perusahaan daerah yang untuk seluruhnya terdiri atas kekayaan suatu daerah dipisahkan tidak terdiri atas saham. Sebaliknya modal perusahaan daerah yang sebagian terdiri dari kekayaan daerah yang dipisahkan, modal itu terdiri atas saham. Saham perusahaan daerah terdiri atas saham prioritas hanya dapat dimiliki oleh daerah, sedangkan saham biasa dapat dimiliki oleh daerah, warga negara Indonesia dan/atau badan hukum yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Indonesia dan pesertanya terdiri dari warga Indonesia. Besarnya jumlah nominal saham prioritas dan saham biasa ditetapkan dalam peraturan pendirian perusahaan daerah.

1. Tujuan Badan Usaha Milik Daerah

(36)

2. Fungsi Badan Usaha Milik Daerah

Fungsi badan usaha milik daerah (BUMD) adalah sebagai fasilitator dalam menjalankan otonomi daerah, yang berfungsi membantu pemerintah daerah dalam menjalankan pemerintahannya yang berlandaskan pada otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah harus dapat membiayai rumah tangganya sendiri dengan mengandalakan pendapatan asli daerah, salah satu aset daerah adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang mempunyai tujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya yang nantinya akan diberikan sebagian kepada pemerintah dalam hal peningkatan pendapatan asli daerah.

C. Hubungan Hukum

Hubungan hukum adalah hubungan antar subyek hukum menurut ketentuan hukum yang dapat berupa ikatan hak dan kewajiban. Tidak semua hubungan antar subyek hukum merupakan hubungan hukum, mungkin saja hanya merupakan hubungan sosial biasa. Dengan demikian, kriteria adanya hubungan hukum adalah apabila hubungan antarsubyek hukum itu diatur oleh dalam suatu norma atau peraturan hukum. Hubungan hukum dapat dibedakan dalam hubungan :18

1) Sederajat, misal hubungan suasmi isteri dalam hukum perdata dan dalam HTN hubungan antar Provinsi, dan beda derajat, misal hubungan orang tua dan anak

18

(37)

dalam hukum perdata dan dalam HTN misal hubungan antara Pemerintah dengan warga negara.

2) Timbal balik, para pihak sama-sama memiliki hak dan kewajiban, dan hubungan yang timpang, pihak yang satu mempunyai hak, pihak yang lain mempunyi kewajiban.

1. Hubungan hukum melalui Perjanjian

Pasal 1313 KUH Perdata secara umum menyebutkan bahwa “Perjanjian adalah suatu

perbuatan hukum dimana salah satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Maka dapat dikatakan bahwa Perjanjian adalah sumber

perikatan. Menurut Pasal 1233 KUH Perdata, “Perikatan lahir karena perjanjian atau

karena Undang-Undang”.

Perikatan artinya hal yang mengikat antara orang yang satu dan orang yang lain. Hal yang mengikat itu merupakan peristiwa hukum. Peristiwa hukum tersebut menciptakan hubungan hukum.19 Perjanjian berupa suatu rangkaian perikatan yang mengandung janji-janji atas kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

Menurut C. Accer, ciri utama perikatan adalah hubungan hukum antara para pihak, dimana dengan hubungan itu terdapat hak (prestasi) dan Kewajiban (kontra prestasi)

19

(38)

yang saling dipertukarkan para pihak.20 Pada hubungan hukum dalam perjanjian, tiap pihak mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut (kreditur) sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain wajib memenuhi (debitur) tuntutan itu, dan sebaliknya. Suatu yang dituntut disebut prestasi.21

Prestasi (consideration) dapat dirumuskan secara luas sebagai sesuatu yang diberikan, dijanjikan, atau dilakukan secara timbal balik.22 Menurut ketentuan Pasal 1234 KUH Perdata, ada 3(tiga) kemungkinan wujud prestasi, yaitu:

a. Memberikan sesuatu; b. Berbuat sesuatu; c. Tidak berbuat sesuatu.

Apabila pada perjanjian pihak debitur tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan maka debitur dikatakan berbuat

wanprestasi (ingkar janji). Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh dua kemungkinan alasan, yaitu:

a. Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi kewajiban maupun karena kelalaian;

b. Karena keadaan memaksa (overmacht), force majeure, jadi diluar kemampuan debitur, Debitur tidak bersalah.23

20

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Personalitas dalam Kontrak Komersial (Jakarta: Kencana) 2011, hlm. 20.

21

Abdulkadir Muhammad, 2000, Op. Cit, hlm. 199.

22

(39)

Keadaan memaksa ialah keadaan tidak dipenuhinya prestasi oleh debitur karena terjadi peristiwa yang tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi ketika membuat perikatan. Dan pabila diperhatikan di masyarakat, perikatan yang bersumber dari kontrak atau perjanjian begitu mendominasi.

2. Hak dan Kewajiban

a. Hak dan Kewajiban Konsumen

Presiden Jhon F. Kennedy mengemukakan empat hak konsumen yang harus dilindungi,24 yaitu :

1) Hak memperoleh keamanan (the right to safety)

Aspek ini ditujukan pada perlindungan konsumen dari pemasaran barangdan/atau jasa yang membahayakan keselamatan konsumen. Pada posisi ini, intervensi, tanggung jawab dan peranan pemerintah dalam rangka menjamin keselamatan dan keamanan konsumen sangat penting. Karena itu pula, pengaturan dan regulasi perlindungan konsumen sangat dibutuhkan untuk menjaga konsumen dari perilaku produsen nantinya dapat merugikan dan membahayakan keselamatan konsumen.

2) Hak memilih (the right to choose)

Bagi konsumen, hak memilih merupakan hak prerogratif konsumen apakah ia akan membeli atau tidak membeli suatu barang dan/atau jasa. Oleh karena itu, tanpa

23

Abdulkadir Muhammad, 2000, Op. Cit, hlm. 203.

24

(40)

ditunjang oleh hak untuk mendapatkan informasi yang jujur, tingkat pendidikan yang patut, dan pengahasilan yang memadai, maka hak ini tidak akan banyak artinya. Apalagi dengan meningkatnya teknik penggunaan pasar, terutama lewat iklan, maka hak untuk memilih ini lebih banyak ditentukan oleh faktor-faktor di luar diri konsumen.

3) Hak mendapatkan informasi (the right to be informed)

Hak ini mempunyai arti yang sangat fundamental bagi konsumen bila dilihat dari sudut kepentingan dan kehidupan ekonominya. Setiap keterangan mengenai sesuatu barang yang akan dibelinya atau akan mengikat dirinya, haruslah diberikan selengkap mungkin dan dengan penuh kejujuran. Informasi baik secara langsung maupun secara umum melalui berbagai media komunikasi seharusnya disepakati bersama agar tidak menyesatkan konsumen.

4) Hak untuk didengar (the right to be heard)

(41)

PBB melalui Resolusi Nomor A/RES/39/248 tanggal 16 April 1985 tentang Pelindungan Konsumen (Guildelines for Consumer Protection) merumuskan enam kepentingan konsumen yang harus dilindungi, meliputi :25

a) Perlindungsn konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya.

b) Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen.

c) Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan mereka melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi.

d) Pendidikan konsumen.

e) Tersedianya ganti rugi yang efektif.

f) Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organsasi lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka.

Organisasi Organisasi Sedunia (International Organization of Consumers Union-IOCU) menambahkan emapat hak dasar konsumen yang harus dilindungi, yaitu:26

a) Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup. b) Hak untuk memperoleh ganti rugi.

c) Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen.

25

Ahmadi Miru dan Sutarman Yudo, Op.Cit., hlm. 38.

26Ibid

(42)

d) Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat.

YLKI menambahkan satu hak dasar lagi sebagai pelengkap empat hak dasar konsumen yang di kemukakan oleh Jhon F. Kennedy, yaitu hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Sehingga keseluruhannya dikenal sebagai “

Panca Hak Konsumen”.27

Di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen melalui Pasal 4 menetapkan hak-hak konsumen sebagai berikut :

a) Hak atas keamanan, kenyamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa.

b) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. c) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa.

d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakannya.

e) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f) Hak untuk mendapat pembinaan da pendidikan konsumen.

g) Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur secara tidak diskriminatif.

27

(43)

h) Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai atau tidak sebagaiman mestinya.

i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen menghendaki agar masyarakat menjadi konsumen yang baik. Oleh sebab itu, dalam Pasal 5 UUPK diatur tentang kewajiban konsumen, yaitu :28

a) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan, dan keselamatan. Kelalaian atas kewajiban ini dapat beresiko bagi konsumen terhadap penuntutan hak-haknya;

b) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. Indikator adanya itikad baik dapat diketahui dari rangkaian tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh konsumen, sehingga menjadi akibat terjadinya suatu peristiwa.

c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. Kewajiban konsumen untuk membayar harus dipenuhi sesuai dengan kesepakatan, termasuk jumlah dan nilai tukar barang dengan uang serta cara-cara pembayarannya.

d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen dapat dilakukan sesuai dengan syarat dan prosedur dalam UUPK. Kewajiban ini konsisten dengan asas kepastian hukum dalam perlindungan konsumen.

28

(44)

b. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Berdasarkan Pasal 6 UUPK, hak pelaku usaha adalah:

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.

Berdasarkan Pasal 7 UUPK, kewajiban pelaku usaha adalah : a) beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b) memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c) memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

(45)

e) memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

D. Upaya Hukum Penyelesaian Sengketa Konsumen

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, membagi penyelesaian sengketa konsumen menjadi 2 bagian, yaitu :

1) Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan : a. Penyelesaian secara damai para pihak sendiri;

b. Penyelesaian sengketa melalui lembaga yang berwenang yaitu melalui BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dengan menggunakan mekanisme konsiliasi, mediasi, atau arbitrase.

(46)

1. Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan

a. Penyelesaian sengketa secara damai oleh para pihak yang bersengketa

Penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada pasal 43 ayat (2) UUPK, tidak menutup kemungkinan dilakukannya penyelesaian secara damai oleh para pihak yang bersengketa, yaitu pelaku usaha dan konsumen, tanpa melalui pengadilan atau badan penyelesaian sengketa konsumen dan sepanjang tidak bertentangan dengan UUPK. Bahkan dalam penjelasan pasal tersebut dikemukakan bahwa pada setiap tahap diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Dari penjelesan pasal 45 ayat (2)dapat diketahui bahwa UUPK menghendaki agar penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa , sebelum para pihak memilih untuk menyelesaiakan sengketa mereka melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau badan peradilan.

b. Penyelesaian sengketa melalui Badan Penylesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

(47)

Putusan majelis bersifat final dan mengikat (final and binding). Adapun yang dimaksud dengan putusan majelis bersifat final adalah tidak ada upaya banding dan kasasi. BPSK wajib mengeluarkan putusan paling lambat dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan di terima. Kemudian, dalam waktu paling lambat tujuh hari kerja sejak menerima putusan dari BPSK, pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut.29

Terhadap putusan BPSK, para pihak ialah konsumen dan pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut. Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau ditetapkan, maka ia dianggap menrima putusan dari BPSK.30

Apabila putusan BPSK itu ternyata tidak dijalankan oleh pelaku usaha, maka BPSK menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik agar melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Putusan BPSK, merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan. Dengan demikian, terbuka peluang untuk dilakukannya pemeriksaan perkara pidana.31

Putusan BPSK diminta penetapan eksekusi (fiat executie) kepada pengadilan negeri di tempat konsumen yang dirugikan. Pengadilan negeri wajib mengeluarkan putusan atas keberatan, dalam waktu paling lambat 21(dua puluh satu) hari sejak diterimanya

29Ibid

., Hlm. 148.

(48)

keberatan. Terhadap putusan Pengadilan Negeri tersebut, para pihak dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Untuk itu, MA wajib mengeluarkan putusan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak menerima permohonan kasasi.32

2. Penyelesaian sengketa Konsumen Melalui Proses Litigasi

Penyelesaian sengketa melalui Pengadilan. Pasal 48 Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan pasal 45.33

Cara penyelesaian sengketa konsumen melalui proses litigasi dilakukan apabila upaya perdamaian telah gagal mencapai kata sepakat, atau para pihak tidak mau lagi menempuh alternatif perdamaian, berdasarkan ketentuan Pasal 46 UUPK maka para pihak dapat menempuh penyelesaian sengketanya melalui pengadilan dengan cara :

a) Gugatan Perdata Konvesional;

b) Gugatan perwakilan atau gugatan kelompok (Class action);

c) Gugatan atau hak gugat Lembaga Swadaya Masyarakat yang memenuhi syarat;

d) Gugatan oleh pemerintah atau instansi terkait.

32Ibid

.

33

(49)

E. Tinjaun Umum Air Bersih dan Air Minum

Air menjadi kebutuhan dasar untuk kehidupan manusia, terutama untuk digunakan sebagai air minum, memasak makanan, mencuci, mandi, dan sanitasi. Berdasarkan RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990, tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air , mendefinisikan mengenai air adalah air bersih, air minum, air kolam renang, dan air pemandian umum.

Ketersedian air bersih sudah selayaknya diprioritaskan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan. Hingga saat ini penyediaan air bersih oleh pemerintah menghadapi keterbatasan baik sumber air, sumber daya manusia, maupun dana. Di daerah perkotaan, pada umumnya sumber air baku berasal dari sumur air tanah dangkal dan PDAM. Sementara itu di daerah pedesaan sumber air baku berasal dari sungai atau sumur air tanah dangkal.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengartikan air adalah cairan jernih tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau yg terdapat dan diperlukan untuk kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan yg secara kimiawi mengandung hidrogen dan oksigen.34

Sedangkan Air bersih secara umum diartikan sebagai air yang layak untuk dijadikan air baku bagi air minum. Dengan kelayakan ini maka air tersebut layak pula untuk keperluan mandi, cuci dan sanitasi (MCK).

34

(50)

Jadi, air bersih sangat dibutuhkan oleh manusia, bahkan ketiadaan air bersih itu akan mengakibatkan:35

a. Penyakit diare.

Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian kedua terbesar bagi anak-anak di bawah umur lima tahun. Sebanyak 13 juta anak-anak balita mengalami diare setiap tahun. Air yang terkontaminasi dan pengetahuan yang kurang tentang budaya hidup bersih ditenggarai menjadi akar permasalahan ini. Sementara itu 100 juta rakyat Indonesia tidak memiliki akses air bersih.

b. Penyakit cacingan. c. Pemiskinan.

Rumah tangga yang membeli air dari para penjaja membayar dua kali hingga enam kali dari rata-rata yang dibayar bulanan oleh mereka yang mempunyai sambungan saluran pribadi untuk volume air yang hanya sepersepuluhnya.

Di samping pertimbangan kegunaan dari air bagi manusia, maka persyaratan bagi masing-masing standar kualitas air masih perlu ditentukan oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 492/MEN.KES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air, yang membagi persyaratan kualitas air minum menjadi 2 (dua) bentuk parameter, parameter wajib dan parameter tambahan. Parameter wajib merupakan persyaratan kualitas air minum yang wajib diikuti dan ditaati oleh seluruh penyelenggara air

35Departemen Kesehatan, “Seminar Air Bersih untuk Masa Depan Indonesia” ,

(51)

minum. Sedangkan parameter tambahan merupakan persyaratan kualitas air minum yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi kualitas lingkungan daerah masing-masing dengan mengacu pada para meter tambahan yang diatur dalam pertauran menteri kesehatan. Maka dari itu Air minum dikatakan aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan.

F. PDAM WAY RILAU

1. Sejarah Berdirinya PDAM Way Rilau

Sistim penyediaan sarana dan prasarana air bersih di Kota Bandar Lampung dikelola sejak zaman Pemerintah Belanda yaitu sejak tahun 1917 dengan mengusahakan atau memanfaatkan Sumber Mata Air WAY RILAU yang berkapasitas produksi 18 Liter/Detik, yang bertujuan untuk melayani kebutuhan air bersih bagi masyarakat Tanjung Karang dan sekitarnya. Pengelolaan sarana dan prasarana air bersih dilaksanakan oleh Seksi Air Minum Pemerintah Daerah Tingkat I Tanjung karang-Teluk betung. Status perubahan ini pun belum memenuhi pertumbuhan dan perkembangan seksi air minum, mengingat status kelembagaan belum mendukung untuk menambah modal kerja guna perluasan dan pengembangan jaringan akibat keterbatasan APBD Tingkat II.36

36Dikutip dari “proposal Corporate plan PDAM Way Rilau” data pra

(52)

Pada tanggal 11 Maret 1976 dikeluarkan peraturan daerah (PERDA) Nomor : 02 tahun 1976, yang mengatur tentang pendirian Perusahaan Daerah Air Minum, dengan nama PDAM WAY RILAU Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjung karang-Teluk betung dan merupakan salah satu Badan Usaha Milik Daerah Kotamadya Tingkat II Tanjung karang-Teluk betung.37

Dengan adanya perubahan nama Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjung karang-Teluk betung menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bandar Lampung, sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor : 24 Tahun 1983, maka nama Perusahaan Daerah Air Minum WAY RILAU berubah menjadi Perusahaan Daerah Air Minum WAY RILAU Kota Bandar Lampung.38

PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung yang menjadi salah satu Perusahaan Milik Daerah yang mempunyai tugas melaksanakan, mengelola prasarana dan sarana di bidang penyediaan air bersih dengan tujuan memberikan pelayanan air bersih secara adil dan terus menerus, disamping mempunyai fungsi ganda yaitu fungsi Sosial dan profit dengan penerapan prinsip-prinsip ekonomi perusahaan.39

2. Visi dan Misi Perusahaan

(53)

dengan menyesuaikan kondisi ekonomi, sosial dan budaya masyarakat ditengah persaingan yang begitu ketat. Dalam upaya tersebut, perusahaan harus segera berbenah diri dan menjalankan usahanya dengan menggunakan prinsip-prinsip “Good Corporate Governance” (GCG) yang terdiri dari lima prinsip yaitu :40

1) Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan;

2) Kemandirian, yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;

3) Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggung jawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif;

4) Pertanggung jawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;

5) Kewajaran (Fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Langkah awal dan kunci utama dalam menerapkan prinsip GCG dalam menjalankan perusahaan adalah dengan menetapkan tujuan dan sasaran jangka panjang/menengah

40Ibid

(54)

yang akan dicapai serta dengan strategi yang tepat. Oleh karena itu Visi dan Misi perusahaan harus dirumuskan berdasarkan kebutuhan dan harapan/kepentingan dari para stakeholder, harus dapat diukur, realistis dan dapat dicapai dalam jangka waktu yang telah ditetapkan serta memiliki kerangka yang jelas.

VISI PERUSAHAAN: Mewujudkan Pelayanan Yang Terbaik, Profesional dan Mandiri Dalam pernyataan visi diatas mengandung arti : “Pelayanan Terbaik,

mengandung arti bahwa PDAM mampu memberikan jaminan pelayanan Kuantitas,

Kualitas dan Kontonuitas (K3) kepada masyarakat/konsumen”.

MISI PERUSAHAAN: Misi merupakan gambaran kegiatan yang akan dilakukan guna mencapai visi yang selanjutnya dijadikan sebagai pedoman dalam penyusunan tujuan, sasaran dan strategi dalam mengalokasikan sumber daya yang ada. Oleh karena itu misi harus dirumuskan dan dinyatakan dengan jelas dan lugas agar dapat selalu diingat oleh para pelaksana dan para stakeholder lainnya.

3. Legalitas Pendirian PDAM Way Rilau

Dasar hukum pendirian Perusahaan Daerah Air Minum Way Rilau Kota Bandar Lampung adalah Peraturan Daerah (PERDA) Nomor : 02 Tahun 1976 Tanggal 11 Maret 1976 yang disyahkan dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Lampung Nomor : G/395/B/ III/HK/1976 Tanggal 26 Juni 1976 dan di Undangkan dalam Lembaran Daerah Seri D Nomor 22 Tanggal 14 Juli 1976.41

41Ibid

(55)
(56)

Penjelasan :

Antara PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung dengan Konsumen dalam pelayanan air bersih melakukan sebuah kesepakatan dalam bentuk “Surat Perjanjian

Berlangganan Air Bersih”, sehingga menimbulkan adanya hubungan hukum yang

menimbulkan hak dan kewajiban para pihak-pihak.

(57)

III. METODE PENELITIAN

Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya. Sistematis artinya menggunakan sistem tertentu, metodologis artinya menggunakan metode atau cara tertentu dan konsisten berarti tidak ada hal yang bertentangan dalam kerangka tertentu.1

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum empiris, yang dilakukan dengan cara mengkaji keberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang atau kontrak) secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang berlaku dalam masyarakat.2 Penelitian ini akan mengkaji tentang perlindungan hukum terhadap anak dari bahaya mainan anak-anak ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), peraturan perundang-undangan dan literatur yang berkaitan dengan perlindungan hukum konsumen air bersih PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung.

1

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004),

hlm.2

2

(58)

B. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif, yang menggambarkan secara lengkap, jelas tentang perlindungan hukum konsumen air bersih PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, peraturan perundang-undangan dan literatur yang berkaitan. Selanjutnya menguraikan secara detail keseluruhan data yang diperoleh dalam penelitian untuk menjawab masalah yang ada.3

C. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan Normatif-terapan (applied law approach), yaitu pendekatan masalah dengan terlebih dahulu telah merumuskan masalah dan tujuan penelitian. Dalam pendekatan normatif-terapan, penulis mengikuti prosedur yang terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:

1) Identifikasi pokok bahasan (topical subject) dan subpokok (subtopical subject) berdasarkan rumusan masalah penelitian;

2) Identifikasi ketentuan hukum normatif yang menjadi tolak ukur terapan yang bersumber dari dan lebih sesuai dengan subpokok bahasan;

3

(59)

3) Penerapan ketentuan hukum normatif tolak ukur terapan pada peristiwa hukum yang bersangkutan, yang menghasilkan perilaku terapan yang sesuai atau tidak sesuai.4

D. Data dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan 2 (dua) jenis data yang meliputi : 1) Data Primer

Data Primer adalah data yang bersumber dari kebiasaan atau kepatutan yang tidak tertulis, dilakukan dengan observasi atau penerapan tolak ukur normatif terhadap peristiwa hukum in concreto dan wawancara dengan responden yang terlibat dalam peristiwa hukum yang bersangkutan.5

Data primer bersumber dari wawancara dari pihak-pihak yang terlibat dalam kasus yang menjadi objek penelitian yaitu pihak PDAM Way Rilau dan konsumen. Konsumen yang di pilih yaitu pelanggan PDAM Way Rilau yang tersebar di 4 Kecamatan (Teluk Betung, Kedaton, Kemiling,Tanjung Senang) yang mengalami permasalahan dalam pelayanan air bersih. Di tiap Kecamatan akan dipilih 10 orang konsumen di beberapa Desa atau wilayah untuk di wawancarai.

2) Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang bersumber dari ketentuan perundang-undangan, yurisprudensi, dan buku literatur hukum atau bahan hukum tertulis lainnya.6

(60)

a) Bahan hukum primer, yaitu bahan yang bersumber dari ketentuan perundang-undangan dan dokumen hukum. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari:

(1) Kitab Hukum Perdata.

(2)Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. (3)Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. (4)Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI.

(5)Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air minum.

(6)Dokumen Surat Perjanjian Berlangganan Air PDAM Way Rilau.

b) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari bahan-bahan kepustakaan berupa buku-buku ilmu hukum, bahan kuliah, maupun literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian atau masalah yang dibahas.

(61)

E. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui :

1) Studi kepustakaan (library research), yaitu studi yang dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan serta dokumen-dokumen lainnya yang mendukung penulisan ini.

2) Studi Dokumen, yaitu studi yang dilakukan dengan cara membaca, menelaah, dan mengkaji dokumen-dokumen yang menjadi berkaitan dengan penelitian ini. 3) Wawancara (interview), yaitu studi yang dilakukan melalui proses tanya jawab

dengan cara menanyakan langsung kepada pihak-pihak yang secara langsung berhubungan dengan objek yang diteliti. Dalam hal ini khususnya pihak PDAM Way Rilau.

F. Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh selanjutnya akan diolah melalui tahap-tahap, sebagai berikut: 1) Seleksi data, yaitu memeriksa kembali apakah data yang diperoleh itu relevan dan

sesuai dengan bahasan, selanjutnya apabila data ada yang salah akan dilakukan perbaikan dan terhadap data yang kurang lengkap akan dilengkapi.

2) Klasifikasi data, yaitu pengelompokan data sesuai dengan pokok bahasan agar memudahkan pembahasan.

3) Sistematika data, yaitu penelusuran data berdasarkan urutan data yang telah ditentukan sesuai dengan ruang lingkup pokok bahasan secara sistematis.7

7

(62)

G. Analisis Data

Referensi

Dokumen terkait

Kita mengharapkan agar semua pemikiran, niat dan kepentingan yang ada di masyarakat disampaikan secara jelas dan benar karena hanya dengan demikian kita

Subarsono, A.G., 2009, Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi, Cetakan Keempat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.. Sugiyono, 2005, Metode Penelitian Kualitatif,

b) Timbunan yang diklasifkasikan sebagai timbunan pilihan harus terdiri dari bahan tanah atau batu yang memenuhi semua ketentuan di atas untuk timbunan biasa dan sebagai tambahan

Indriani (2002) berpendapat sama dengan penelitian ini, yang menyimpulkan bahwa pengetahuan Dewan tentang anggaran berpengaruh secara signifikan terhadap pengawasan keuangan

Potensi PNBP di sini didefinsikan sebagai PNBP potensial yang baru akan diperoleh jika volume limbah kayu dari pemanenan hutan alam dan dari pemanenan hutan tanaman

Berdasarkan judul yang penulis teliti yaitu “Pembinaan Shalat Dhuha di SMP Jati Agung islamic full day School” penelitian yang penulis gunakan menggunakan penelitian

[r]

Pernyataan Informan Tentang Kelengkapan Material dan Alat yang Digunakan Untuk Pelaksanaan Fogging di Puskesmas PB Selayang II.. Informan