ABSTRAK
PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARANGROUP INVESTIGATION
DENGAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (Studi Pada Kelas VIII SMP Negeri 7 Kotabumi
Semester Ganjil TP 2014/2015)
Oleh Agustin Ryanti
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbandingan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa antara model pembelajaran GI dan STAD untuk meningkatkan nilai kriteria ketuntasan minimum (KKM). Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 7 Kotabumi Tahun Pelajaran 2014/2015 yang terdiri dari delapan kelas, kemudian diambil dua kelas sebagai sampel melalui teknikpurposive random sampling. Data penelitian diperoleh melalui tes kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman konsep matematis dalam model pembelajaran GI lebih rendah daripada STAD di SMPN 7 Kotabumi Tahun Pelajaran 2014/2015.
PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARANGROUP INVESTIGATION
DENGAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (Studi Pada Kelas VIII SMP Negeri 7 Kotabumi
Semester Ganjil TP 2014/2015)
(Skripsi)
Oleh
AGUSTIN RYANTI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
DAFTAR ISI
B. Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation 13
C. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD 16
D. Pemahaman Konsep Matematis 19
D. Teknik Dan Alat Pengumpulan Data 29
2. Reliabilitas 32
3. Daya Pembeda 34
4. Tingkat Kesukaran 35
F. Teknik Analisis Data 37
1. Uji Normalitas 37
2. Uji Hipotesis 38
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 39
B. Pembahasan 42
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan 47
B. Saran 47
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 2.1 Perhitungan Skor Peningkatan individu 18
Tabel 2.2 Kriteria Penghargaan Kelompok 18
Tabel 3.1 Rata-rata Nilai Ujian Semester Ganjil Kelas VIII
SMP Negeri 7 Kotabumi Tahun Pelajaran 2013/2014 26 Tabel 3.2 Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Pemahaman
Konsep Matematis 29
Tabel 3.3 Validitas Butir Soal 32
Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas 33
Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Daya Pembeda 34
Tabel 3.6 Daya Pembeda Butir Item Soal 35
Tabel 3.7 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran 36
Tabel 3.8 Tingkat Kesukaran Butir Item Soal 36
Tabel 3.9 Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan
Pemahaman konsep Matematis 38
Tabel 4.1. Rekapitulasi Data Kemampuan Pemahaman
Konsep Matematis Siswa 39
Tabel 4.2 Rekapitulasi Uji Kesamaan Dua Rata-Rata
Data Kemampuan Representasi Matematis 40
Tabel 4.3 Data Pencapaian Indikator Kemampuan
MOTO
Allah Dulu, Allah Lagi, Allah Terus
(Ust. Yusuf Mansyur)
Kekecewaan Diciptakan Bukan Untuk Melemahkan Harapan,
Tapi Untuk Menguatkan Upaya Berikutnya
PERSEMBAHAN
Dengan rasa bahagia diiringi rasa syukur, kuucapkan kepada Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Allah SWT dan junjunganku Nabi Besar Muhammad SAW. Penulis persembahkan sebuah karya kecil ini sebagai bukti
cinta kasih kepada:
mama dan papa tercinta, yang selalu mendoakan dan senantiasa menanti keberhasilan anandamu.
Emik, mita, pipit, bung dan seluruh keluarga besar atas segala motivasi, dukungan, doa, dan perhatiannya.
Clara, gesca, iisy, zuma, mukh, candra, abi dan sahabat-sahabat terbaikku yang selalu memberikan dukungan dan semangat.
Guru dan dosen atas ilmu dan semua yang telah diberikan kepadaku, yang menjadi penerang jalanku.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara pada tanggal 17 Agustus 1992. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara pasangan
Bapak Wahyudi dan Ibu Hasimah.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di MIN 1 Kotabumi pada tahun 2004, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 8 Kotabumi pada tahun 2007, dan pendidikan menengah atas di SMA Selamet Ryadi Kotabumi pada tahun 2010.
Penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Lampung pada tahun 2010 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dengan mengambil program studi Pendidikan Matematika.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik pada tahun 2013 di Kelurahan Panaragan Jaya, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat. Selain itu, penulis menjalankan Program Pengalaman
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menye-lesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Perbandingan Kemampuan
Pemahaman Konsep Matematis Siswa Antara Model Pembelajaran GI dengan STAD (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 7 Kotabumi Tahun Pelajaran 2014/2015).”
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Papa dan Mama tercinta atas semangat, kasih sayang, dan doa yang tak pernah
berhenti mengalir.
2. Ibu Dra. Arnelis Djalil, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik sekaligus Dosen Pembimbing kedua yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan, sumbangan pemikiran, kritik, dan saran selama penyusunan skripsi.
3. Ibu Dr. Tina Yunarti, M.Si., dosen pembimbing pertama yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk bimbingan, menyumbangkan banyak ilmu, memberikan perhatian, motivasi dan semangat kepada penulis demi
terselesaikannya skripsi ini.
4. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku dosen pembahas dan selaku Ketua
iv Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan masukan, kritik,
dan saran kepada penulis.
5. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
6. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.
7. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung beserta staf dan jajarannya.
8. Bapak Drs. Hutasoit, M.Pd. selaku Kepala SMP Negeri 28 Bandarlampung. 9. Ibu Yuntarsih, A.Md., selaku guru mitra yang telah banyak membantu dalam
penelitian.
10. Adik-adikku Emik, Mita, Pipit, Bung, Bilal serta nenek tersayang Hasnona dan Rohani atas segala motivasi, dukungan, doa, dan perhatiannya.
11. Pemberi semangat yang tiada henti Mukhroni atas semua bantuan, semangat,
perhatian, dan doa.
12. Keluarga kecilku di Pendidikan Matematika angkatan 2010, Ibund, Tante,
Adek, Zume, Kakak, Kakung, Abi, Imam dan Datuk atas motivasi, persahabatan, dan kebersamaanya selama ini.
13. Sahabat yang dari sekolah dasar telah mengenalku Rima Mauli AD atas segala
motivasi dan dukungan serta kebersamaannya. Serta teman yang sering direpotkan Riris Ardho.
v teman-teman seperjuangan di Pendidikan Matematika 2010 kelas A, Kakak
tingkat angkatan 2007, 2008 dan 2009, serta adik tingkat Pendidikan Matematika Unila atas kebersamaannya.
15. Sahabat-sahabat KKN dan PPL: Rohimin, Teguh, Ayu, Imas, Dista atas kebersamaannya.
16. Teman-teman di kosan yang tidak ada namanya: Candra, Tami, Putri, Tri atas
kebersamaannya.
17. Siswa-siswi SMA Negeri 1 Tulang Bawang Tengah dan SMPN 7 Kotabumi.
18. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga dengan bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala
di sisi Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat. Aamiin.
Bandarlampung, Februari 2015 Penulis,
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu matematika sangat penting dalam kehidupan manusia. Bisa dikatakan bahwa semua aspek kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari ilmu ini. Artinya
bahwa matematika digunakan oleh manusia dalam segala bidang. Bahkan ilmu-ilmu lain juga menggunakan matematika sebagai ilmu-ilmu dasar.
Matematika sebagai ilmu dasar memiliki peranan penting dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain sebagai alat untuk mengembangkan cara berpikir, matematika mampu menjadi alat yang secara substansial memuat pengembangan kemampuan berpikir yang berlandaskan pada kaidah-kaidah
penalaran secara logis, kritis, sistematis dan akurat. Kemampuan berpikir tersebut secara umum dikenal dengan kemampuan berpikir matematis.
Winataputra (2007: 12) mengatakan bahwa matematika merupakan pelajaran yang tidak mudah untuk dipelajari dan pada akhirnya banyak siswa yang kurang tertarik
terhadap pelajaran matematika. Ketidaksenangan siswa pada mata pelajaran matematika mungkin disebabkan oleh sukarnya memahami konsep yang
2
Matematika adalah salah satu ilmu yang harus dipelajari pada setiap jenjang
pendidikan di Indonesia, agar siswa memiliki pola pikir yang sistematis dan rasional serta ketajaman penalaran sehingga matematika dapat digunakan secara
fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang tercantum pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa salah satu tujuan pendidikan matematika pada pendidikan menengah adalah agar
peserta didik memahami konsep matematika, mampu menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan
masalah.
Menurut Slavin (2005: 25) pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan kecil, yaitu antara empat sampai
lima orang yang mempunyai latar belakang akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda. Sedangkan Lie (2002: 18) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sistem kerja kelompok yang terstruktur. Terstruktur berarti
pembelajaran kooperatif tersusun dari lima unsur pokok yang membedakan dengan pembelajaran berkelompok biasa, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individu, interaksi interpersonal, keahlian bekerjasama, dan
proses kelompok.
Menurut Lie (2002: 33) model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran sebaiknya adalah model pembelajaran yang memberikan interaksi guru dengan
3
yang tepat, yaitu pembelajaran yang mampu melibatkan semua siswa sehingga
diharapkan siswa dapat lebih berperan aktif dalam pembelajaran. Jadi, faktor yang paling menentukan tercapainya tujuan pembelajaran adalah pembelajaran
yang mampu melibatkan siswa secara optimal.
Berdasarkan hasil survei TIMSS (Mulliset al. 2012) diketahui bahwa dalam studi TIMSS, pengukuran terhadap ranah kognitif siswa dibagi menjadi tiga domain.
Domain pertama,knowing, mencakup fakta, konsep, dan prosedur. Domain kedua yaitu applying yang berfokus pada kemampuan siswa untuk menerapkan pengetahuan dan pemahaman konsep untuk memecahkan masalah. Domain
ketiga, reasoning, lebih dari sekedar menemukan solusi dari masalah rutin tetapi juga mencakup situasi asing, konteks yang kompleks, danmultistep problems.
Kemampuan pemahaman konsep matematis yang masih rendah juga terjadi di SMPN 7 Kotabumi, khususnya yang terjadi pada kelas VIII. Berdasarkan hasil
observasi dan wawancara dengan guru bidang studi, pembelajaran matematika yang diterapkan masih menekankan pada pentingnya meningkatkan hasil belajar
matematika. Hal ini ditunjukkan dari rendahnya rata-rata nilai yang diperoleh siswa pada Ulangan harian yang diberikan guru setelah materi pembelajaran berakhir, yaitu sebesar 65,00. Dari hasil wawancara juga diperoleh fakta bahwa
umumnya kemampuan siswa untuk memahami suatu konsep masih rendah. Pembelajaran yang diterapkan di SMP Negeri 7 Kotabumi masih berupa
4
satu arah, siswa hanya menggunakan alat indra yaitu pendengaran dan
penglihatan.
Sebagai contoh sederhana sebuah lingkaran memiliki panjang jari-jari 14 cm,
Hitunglah luas daerah lingkaran tersebut. Melalui pertanyaan ini, siswa diharuskan menggali seluruh ingatan dan pemahamannya mengenai lingkaran. Secara tidak langsung, pertanyaan tersebut mengharuskan siswa untuk
merumuskan masalah dan merencanakan strategi penyelesaian masalah.
Contoh jawaban dari siswa sebagai berikut: Siswa pertama:
Contoh jawaban siswa yang salah r = 14
Jadi luas daerah lingkaran tersebut adalah 1936 cm
Siswa kedua:
Contoh jawaban siswa yang benar
5
Jadi didapat luas daerah lingkaran adalah 616 cm.
Berdasarkan contoh sederhana di atas, kita dapat melihat bahwa tidak semua
pertanyaan kemampuan pemahaman konsep dapat di jawab secara baik oleh siswa. Kondisi yang dijelaskan di atas disebabkan kurangnya keterlibatan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Hal ini dipengaruhi peran guru yang
masih sangat besar dalam proses pembelajaran. Siswa terbiasa dibimbing oleh guru untuk menemukan konsep-konsep matematika. Hasil observasi dan
wawancara juga menunjukkan bahwa model pembelajaran yang digunakan hanya model pembelajaran konvensional. Akibatnya siswa menjadi jenuh dalam belajar matematika. Oleh karena itu, kebanyakan siswa tidak mampu mencapai nilai
kriteria ketuntasan minimal yang diberikan sekolah sebesar 75,00. Hal ini kurang sesuai dengan karakter siswa yang cukup aktif dalam proses pembelajaran di
kelas.
Menanggapi permasalahan kurangnya kemampuan pemahaman konsep siswa di atas, perlu dilakukan perubahan model mengajar guru. Dengan dilakukannya perubahan ini, diharapkan kemampuan pemahaman konsep siswa dapat
ditingkatkan. Jika siswa menguasai kemampuan pemahaman konsep dengan baik, maka siswa tidak hanya dapat dikatakan memahami konsep matematika, tetapi
6
menuntut siswa untuk aktif dalam memahami pokok bahasan yang diajarkan.
Model pembelajaran tersebut antara lain model pembelajaran Group Investigation (GI).
Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation merupakan model
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan lebih aktif dalam menentukan topik, mengidentifikasinya, merencanakan, dan
menentukan cara untuk mempelajarinya melalui investigasi di dalam kelompok. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rusdi (2014) dalam pembelajaran ini guru harus mengondisikan siswa dalam suatu keadaan yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengeksploitasi gagasan-gagasan mereka dan berusaha menyempurnakan jawaban-jawaban dari permasalahan yang dibahas.
Oleh karena itu, model pembelajaran seperti model pembelajaran Group Investigationini sangat cocok untuk membantu siswa yang terbiasa dengan model
pembelajaran konvensional yang diberikan guru pada waktu sekolah masih menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang sekarang
beralih memakai kurikulum 2013. Yang dalam hal ini SMPN 7 kotabumi mempunyai siswa yang telah terbiasa melakukan tanya jawab kepada teman-teman sekelas maupun kepada gurunya, siswa yang aktif dalam pembelajaran
dikelas serta siswa yang memiliki rasa tanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diberikan guru disekolah.
Dalam pelaksanaan model kooperatif tipe GI ini, siswa-siswa bekerja secara
7
diimplementasikan dalam lingkungan pendidikan yang tidak mendukung dialog
interpersonal atau yang tidak memerhatikan dimensi rasa sosial dalam pembelajaran di kelas. Jadi, komunikasi dan interaksi kooperatif dalam kelas
mempunyai peranan yang sangat penting dalam GI. Solusi lain yang dapat digunakan untuk membuat kemampuan pemahaman konsep matematis siswa meningkat adalah model pembelajaran Student Teams Achievement Divisions
(STAD).
STAD merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Pada pembelajaran ini, siswa ditempatkan dalam kelompok belajar yang beranggotakan
empat sampai lima orang yang merupakan campuran menurut tingkat kemampuannya, jenis kelamin dan suku. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Zuma (2014) kegiatan pembelajaran diawali dengan guru menyajikan materi kemudian siswa bekerja dalam tim. Untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut, siswa diberikan kuis berdasarkan materi
mingguan, kemudian dihitung poin peningkatan individu tiap kelompok yang selanjutnya kelompok yang mendapat poin peningkatan tertinggi akan diberikan penghargaan.
Model pembelajaran ini memungkinkan mampu mendorong siswa untuk berperan
aktif dalam pembelajaran, belajar dari teman sendiri di dalam kelompok, melakukan diskusi kelompok kecil, produktif berbicara atau mengeluarkan
8
bersama teman sekelompoknya. Model pembelajaran STAD merupakan
pembelajaran sederhana yang kebanyakan digunakan oleh guru untuk melatih siswa belajar berkelompok. Kedua model ini mempunyai karakter pembelajaran
yang hampir sama tetapi ada perbedaan saat siswa melakukan pembelajaran dikelas. Dengan demikian, kemampuan pemahaman konsep matematis siswa pun dapat menjadi lebih baik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apakah kemampuan pemahaman konsep matematis siswa antara model pembelajaran GI
dengan model pembelajaran STAD dapat membantu siswa mencapai nilai kriteria ketuntasan minimum?”
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemahaman
konsep matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran GI dengan model pembelajaran STAD di kelas VIII SMP Negeri 7 Kotabumi tahun pelajaran 2014/2015.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
9
model pembelajaran STAD serta hubungannya dengan kemampuan
pemahaman konsep matematis siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi sekolah, memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya
mengadakan perbaikan mutu pembelajaran matematika.
b. Bagi guru dan calon guru, sebagai bahan masukan mengenai pembelajaran
matematika yang melibatkan diskusi kelompok dan memberikan susasana baru dalam pembelajaran yang mendorong peningkatan kemampuan pemahaman konsep siswa.
c. Bagi peneliti lain, dapat menjadi sarana bagi pengembangan diri, menambah pengalaman, wawasan baru dan pengetahuan peneliti terkait
dengan penelitian menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe GI dan STAD serta sebagai referensi untuk penelitian lain yang sejenis.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:
1. Kemampuan pemahaman konsep matematis adalah kemampuan siswa yang
berupa penguasaan materi pelajaran, dimana siswa tidak sekedar menghapal atau mengingat sejumlah konsep yang dipelajari, tetapi mampu
mengungkapkan kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti,.
2. Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation merupakan model pembelajaran yang pada dasarnya untuk membimbing para siswa
10
masalah itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan menguji
hipotesis.
3. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran kooperatif
yang dimulai dengan penyajian materi secara singkat oleh guru, kemudian siswa ditempatkan ke dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen beranggota 4 sampai 5 siswa pada setiap kelompoknya untuk berdiskusi
menyelesaikan tugas yang diberikan. Dalam berdiskusi, guru dapat memberikan bantuan secara individu bagi siswa yang membutuhkannya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik. Selain itu juga, model pembelajaran kooperatif efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Model pembelajaran ini unggul dalam membantu
siswa memahami konsep-konsep yang sulit dalam pemecahan masalah. Siswa secara individu membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk
menyelesaikan masalah-masalah matematika, sehingga akan mengurangi bahkan menghilangkan rasa cemas terhadap matematika (math anxiety) yang banyak dialami para siswa. Pembelajaran kooperatif juga telah terbukti sangat bermanfaat
bagi para siswa yang heterogen. Dengan menonjolkan interaksi dalam kelompok, model pembelajaran ini dapat membuat siswa menerima siswa lain yang berkemampuan dan berlatar belakang yang berbeda.
Abdurrahman (1999: 122) mengatakan bahwa
12
Dalam pembelajaran kooperatif, peran teman sebaya menjadi hal yang sangat
penting. Di dalam kelas pengaruh teman sebaya dapat digunakan untuk tujuan-tujuan positif dalam kelompoknya siap dan produktif di dalam kelas. Dorongan
teman untuk mencapai prestasi akademik yang baik adalah salah satu faktor penting dari pembelajaran kooperatif. Para siswa termotivasi belajar secara baik, siap dengan pekerjaannya, dan menjadi penuh perhatian selama jam pelajarannya.
Menurut Artzt dan Newman (Trianto, 2011: 56) mengemukakan bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap anggota
kelompok memiliki tanggung jawab yang sama dalam keberhasilan kelompoknya.
Selain itu, pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk bertatap muka, berdiskusi dan berargumentasi sehingga mem-bangun pengetahuan di antara mereka. Selanjutnya melalui komunikasi antar
anggota dalam kelompok, secara bersama-sama setiap anggota mengevaluasi proses pembelajaran dan hasil kerja kelompok mereka.
Terkait dengan pembelajaran kooperatif, menurut Abdurrahman (2009: 123)
ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1) Saling ketergantungan positif yang menuntut tiap anggota kelompok saling membantu demi keberhasilan kelompok.
2) Akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan bahan pelajaran tiap anggota kelompok dan kelompok diberikan balikan tentang prestasi belajar anggota-anggota kelompoknya, sehingga mereka saling mengetahui teman yang memerlukan bantuan.
3) Terdiri dari anak-anak yang berkemampuan atau memiliki karakteristik heterogen.
4) Pemimpin kelompok dipilih secara demokratis.
13
6) Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas, tetapi juga pada upaya mempertahankan hubungan interpersonal antaranggota kelompok. 7) Keterampilan sosial yang dibutuhkan dalam kerja gotong royong,
mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
8) Pada saat pembelajaran kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan observasi terhadap komponen-komponen belajar dan melakukan intervensi jika terjadi masalah antaranggota kelompok. 9) Guru memperhatikan proses keefektifan proses belajar kelompok.
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa-siswa yang
tergabung dalam kelompok harus menjalin kerja sama dan memiliki soliditas yang kuat serta harus menyadari bahwa setiap pekerjaan individu dalam kelompok mempunyai akibat langsung dalam keberhasilan kelompoknya.
B. Pembelajaran Kooperatif TipeGroup Investigation
Investigasi atau penyelidikan merupakan kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan dan hasil belajar sesuai pengembangan yang dilalui siswa. Kegiatan
belajarnya diawali dengan pemecahan soal-soal atau masalah-masalah yang diberikan oleh guru, sedangkan kegiatan belajar selanjutnya cenderung terbuka, artinya tidak terstruktur secara ketat oleh guru, yang dalam pelaksanaannya
mengacu pada berbagai teori investigasi.
Huda (2011: 123) menyatakan bahwa dalam model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation, siswa diberi kontrol dan pilihan penuh untuk merencanakan
14
informasi apa yang akan dikumpulkan, bagaimana mengolahnya, bagaimana
menelitinya, dan bagaimana menyajikan hasil penelitiannya di depan kelas.
Menurut Kunandar (2007: 344), model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik
maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Model ini menuntut para siswa untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilannya dalam
memecahkan suatu masalah melalui kegiatan kelompok.
Height (Krismanto, 2004: 7) mengemukakan bahwa to investigate berkaitan dengan kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara sistematis. Dari pemaparan tersebut terlihat bahwa, investigasi adalah proses penyelidikan yang
dilakukan seseorang, dan selanjutnya orang tersebut mengomunikasikan hasil perolehannya, sehingga dapat membandingkannya dengan perolehan orang lain, karena dalam suatu investigasi dapat diperoleh satu atau lebih hasil. Oleh karena
itu, kegiatan investigasi dapat membiasakan siswa mengembangkan rasa ingin tahu. Hal ini akan membuat siswa lebih aktif berpikir dan mencetuskan ide-ide
atau suatu gagasan, serta dapat menarik kesimpulan berdasarkan hasil diskusi di kelas.
Dalam pelaksanaan model kooperatif tipe GI ini, siswa-siswa bekerja secara
berkelompok mengadakan penyelidikan dalam upaya memahami konsep yang mereka hadapi. Menurut Slavin (2005: 215) GI tidak akan dapat diimplementasikan dalam lingkungan pendidikan yang tidak mendukung dialog
15
pembelajaran di kelas. Jadi, komunikasi dan interaksi kooperatif dalam kelas
mempunyai peranan yang sangat penting dalam GI.
Slavin (2005: 218) mengemukakan tahapan-tahapan dalam menerapkan pembelajaran kooperatif tipe GI adalah sebagai berikut:
1.1 Tahap Pengelompokan(Grouping)
Yaitu tahap mengidentifikasi topik yang akan diinvetigasi serta membentuk kelompok investigasi, dengan anggota tiap kelompok 4 sampai 5 orang. Pada tahap ini:
a. Siswa mengamati sumber, memilih topik, dan menentukan kategori-kategori topik permasalahan,
b. Siswa bergabung pada kelompok-kelompok belajar berdasarkan topik yang mereka pilih atau menarik untuk diselidiki,
c. Guru membatasi jumlah anggota masing-masing kelompok antara 4 sampai 5 orang berdasarkan keterampilan dan keheterogenan.
1.2 Tahap Perencanaan(Planning)
Tahapplanningatau tahap perencanaan tugas-tugas pembelajaran. Pada tahap ini siswa bersama-sama merencanakan tentang:
a. Apa yang mereka pelajari? b. Bagaimana mereka belajar? c. Siapa dan melakukan apa?
d. Untuk tujuan apa mereka menyelidiki topic tersebut? 1.3 Tahap penyelidikan(investigation)
Tahap investigation, yaitu tahap pelaksanaan proyek investigasi siswa. Pada tahap ini, siswa melakukan kegiatan sebagai berikut:
a. Siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data dan membuat simpulan terkait dengan permasalahan-permasalahan yang diselidiki, b. Masing-masing anggota kelompok memberikan masukan pada setiap
kegiatan kelompok,
c. Siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi dan mempersatukan ide dan pendapat.
1.4 Tahap Pengorganisasian(Organizing)
Yaitu tahap persiapan laporan akhir. Pada tahap ini kegiatan siswa sebagai berikut:
a. Anggota kelompok menentukan pesan-pesan penting dalam proteknya masing-masing,
b. Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana mempresentasikannya.
c. Wakil dari masing-masing kelompok membentuk panitia diskusi kelas dam presentasi investigasi.
1.5 Tahap Presentasi(Presenting)
16
a. Penyajian kelompok pada keseluruhan kelas dalam berbagai variasi bentuk penyajian
b. Kelompok yang tidak sebagai penyaji terlibat secara aktif sebagai pendengar,
c. Pendengar mengevaluasi, mengklarifikasi dan mengajukan pertanyaan atau tanggapan terhadap topik yang disajikan.
1.6 Tahap evaluasi(evaluating)
Pada tahap evaluating atau penilaian proses kerja dan hasil proyek siswa. Pada tahap ini, kegiatan guru atau siswa dalam pembelajaran sebagai berikut: a. Siswa menggabungkan masukan-masukan tentang topiknya, pekerjaan
yang telah mereka lakukan, dan tentang pengalaman-pengalaman efektifnya,
b. Guru dan siswa mengkolaborasi, mengevaluasi tentang pembelajaran yang telah dilaksanakan,
c. Penilaian hasil belajar haruslah mengevaluasi tingkat pemahaman siswa.
C. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari beberapa tipe
model pembelajaran kooperatif yang banyak dipraktikkan para guru di Indonesia dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas. Slavin (2008: 143) menyatakan bahwa dalam STAD, siswa dibagi ke dalam tim heterogen yang
terdiri dari tiga sampai empat siswa. Idealnya masing-masing tim memasukkan anak yang memiliki kemampuan tinggi maupun rendah, berasal dari latar
belakang etnik yang berbeda dan berjenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan.
Sedangkan Andayani (Jasman, 2013) mengungkapkan bahwa dalam kegiatan
pembelajaran STAD, siswa ditempatkan dalam kelompok belajar yang terdiri dari empat orang yang heterogen. Anggota kelompok terdiri dari siswa yang tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku berbeda-beda. Pada awal pembelajaran, guru
17
memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.
Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi tersebut secara individual.
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki banyak kelebihan. Kelebihan penggunaan pembelajaran tipe STAD menurut Slavin (2008) adalah sebagai
berikut.
a. Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dan menjunjung tinggi norma-norma kelompok.
b. Masing-masing siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama.
c. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok.
d. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.
Teknik instruksional di dalam STAD menurut Slavin (2008: 143), secara khusus
terdiri dari lima langkah yaitu :
1. Presentasi. Materi dipresentasikan di depan kelas oleh guru, biasanya dengan menggunakan pendekatan konvesional seperti ceramah atau tanya jawab. Siswa harus memperhatikan dengan baik selama presentasi kelas karena materi yang dipresentasikan tersebut akan membantu siswa dalam menyelesaikan tugas kelompok dan juga membantu siswa dalam tes nantinya.
2. Team work. Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari siswa. Mereka dimotivasi atau didorong untuk saling membantu satu dengan yang lain dan menyakinkan bahwa setiap orang memahami dan mengetahui materi. Penekanannya ialah pada kinerja tim. Guru memberi bantuan dengan memperjelas perintah, mengulang konsep dan menjawab pertanyaan.
3. Kuis/tes. Siswa diberikan kuis berdasarkan pada materi mingguan secara individual dan tanpa saling membantu satu dengan yang lainnya.
18
Tabel 2.1. Cara Perhitungan Skor Peningkatan individu.
Skor Tes Skor Perkembangan
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5 10 poin hingga 1 poin dibawah skor awal 10 Skor awal hingga 10 poin di atas skor awal 20 Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal 30
5. Penghargaan tim
Setelah poin peningkatan individu dilakukan, tim kemudian diberikan penghargaan. Hasil tes siswa diberi poin peningkatan yang ditentukan ber-dasarkan selisih skor tes terdahulu. Untuk menentukan poin kelompok digunakan rumus:
= poin peningkatan kelompok
Berdasarkan poin peningkatan kelompok, terdapat tiga kriteria penghargaan menurut Slavin (2008 : 143) dengan modifikasi seperti yang ditunjukkan tabel 2.2.
Tabel 2.2. Kriteria Penghargaan Kelompok Kriteria Predikat kelompok
15 Cukup
15 25 Baik
25 Sangat Baik
Langkah kerja STAD dalam penelitian ini adalah siswa dikelompokkan secara heterogen dilihat dari hasil akhir semester mereka, tiap kelompok diberikan
lembar kerja peserta didik. Dalam kerja kelompok, siswa yang ber-kemampuan tinggi membimbing dan menuntun siswa yang berber-kemampuan rendah dalam kelompoknya. Apabila dalam berdiskusi terdapat hal yang tidak
19
kelompok, guru memberikan tes individu di akhir pembelajaran, bentuk
soalnya yaitu soal uraian. Pada minggu pertama dan minggu kedua guru melakukan pengambilan poin pada kegiatan individu dan kelompok,
Kemudian dipertemuan keenam, setelah pelaksanaan posttest guru mengumumkan dan memberikan penghargaan kepada siswa yang memperoleh poin tertinggi (Lampiran C.10).
D. Pemahaman Konsep Matematis
Pemahaman berasal dari kata paham yang dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti mengerti atau mengetahui. Sedangkan konsep berarti rancangan atau ide yang abstrak. Menurut Soedjadi (2000 : 13) konsep merupakan ide abstrak yang
digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek yang biasanya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata. Jadi, pemahaman konsep adalah cara untuk memahami atau mengerti suatu rancangan
atau ide abstrak.
Pemahaman merupakan aspek yang sangat penting dalam pembelajaran matema-tika, karena dengan memahami konsep, siswa dapat mengembangkan
kemam-puannya dalam pembelajaran matematika dan siswa dapat menerapkan konsep yang telah dipelajari untuk menyelesaikan permasalahan sederhana sampai
dengan yang kompleks. Pemahaman konsep merupakan salah satu aspek dalam ranah kognitif dari tujuan pembelajaran. Sesuai dengan yang dikemukakan Bloom (dalam Uno, 2008 : 35), ranah kognitif ini meliputi pengetahuan
20
Kemampuan pemahaman konsep matematis adalah salah satu tujuan penting
dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, tetapi juga dengan pemahaman siswa
dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Pemahaman matematis juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang
diharapkan. Belajar konsep merupakan hal yang penting bagi siswa, seperti yang diungkapkan Hamalik (2002: 164) bahwa konsep berguna untuk mengurangi
kerumitan lingkungan, konsep membantu kita untuk mengidentifikasi hal-hal di sekitar kita, konsep membantu kita untuk mempelajari sesuatu yang baru, lebih luas, dan lebih baru, konsep mengarahkan kegiatan instrumental, konsep
memungkinkan pelaksanaan pengajaran.
Dalam penelitian ini, hasil belajar siswa diperoleh berdasarkan hasil tes evaluasi pemahaman konsep. Peraturan Dirjen Dikdasmen Nomor 506/C/Kep/PP/2004
(dalam Wardhani 2008 : 10) tentang indikator pemahaman konsep matematika adalah:
a. Menyatakan ulang suatu konsep.
b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu. c. Memberi contoh dan noncontoh dari konsep
d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika. e. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.
f. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu. g. Mengaplikasikan konsep.
Berdasarkan uraian di atas, pemahaman konsep matematis adalah kemampuan sis-wa dalam menerjemahkan, menafsirkan, dan menyimpulkan suatu konsep
21
E. Kerangka Pikir
Pemahaman konsep merupakan kemampuan yang paling mendasar yang harus dimiliki oleh siswa. Pemahaman konsep yang baik akan sangat membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan matematis dalam kegiatan
pembelajaran maupun dalam masalah di kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan matematika. Pemahaman konsep memiliki beberapa indikator yaitu
menyatakan ulang suatu konsep, mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai konsepnya, memberi contoh dan noncontoh konsep, menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis,
mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep, menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu, dan mengaplikasikan
konsep.
Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation merupakan model
pembelajaran yang berfokus pada keaktifan siswa dalam menyelesaikan masalah. Pada model ini dilakukan suatu investigasi terhadap suatu masalah yang berkaitan
dengan kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara sistematis. Jadi, investigasi adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang, kemudian melaporkan hasil perolehannya. Dengan demikian, siswa akan dibiasakan untuk
mengembangkan rasa ingin tahunya. Hal ini membuat siswa lebih aktif berpikir dan mencetuskan ide-ide atau gagasan, serta dapat menarik kesimpulan
berdasarkan hasil diskusinya di kelas selama proses pembelajaran.
22
Tahap 1 yaitu mengidentifikasi topik dan mengatur ke dalam kelompok-kelompok
penelitian. Tahap ini secara khusus ditujukan untuk masalah pengaturan. Guru mempresentasikan serangkaian masalah, kemudian para siswa
mengidentifikasi-kan dan memilih berbagai macam subtopik untuk dipelajari sesuai ketertarimengidentifikasi-kan dan latar belakang siswa.
Tahap 2 yaitu merencanakan investigasi di dalam kelompok. Setelah berkumpul
dengan kelompok masing-masing, kemudian para siswa mengalihkan perhatian mereka pada subtopik yang mereka pilih. Pada tahap ini aktivitas yang dilakukan siswa adalah memformulasikan sebuah masalah yang akan diteliti, memutuskan
bagaimana melaksanakannya, dan menentukan sumber-sumber mana yang akan dibutuhkan untuk melakukan investigasi tersebut. Pelaksanaan kegiatan tersebut
menuntut partisipasi dari semua anggota kelompok. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan tugas kepada masing-masing anggota kelompok untuk mengumpulkan informasi yang mendukung proyek investigasi kelompok. Jadi,
pada tahap ini setiap siswa berpartisipasi aktif dalam berdiskusi untuk merencanakan penyelesaian masalah yang akan diinvestigasi secara rinci, mengemukakan gagasan-gagasan dalam menentukan langkah-langkah dan
sumber-sumber yang dibutuhkan di dalam suatu penyelidikan, dan tanya jawab antar anggota kelompok.
Tahap 3 yaitu melaksanakan investigasi. Dalam tahap ini setiap kelompok
23
siswa menganalisis, mengevaluasi, dan membuat kesimpulan-kesimpulan dari
hasil penyelidikan. Kegiatan ini dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan suatu masalah matematis terhadap materi karena siswa telah dapat
memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah dan menyelesaikan masalah sesuai rencana melalui kegiatan investigasi.
Tahap 4 yaitu menyiapkan laporan akhir. Tahap ini merupakan tahap transisi dari
tahap pengumpulan data dan klarifikasi ke tahap dimana kelompok-kelompok yang ada melaporkan hasil investigasinya. Pada tahap ini juga, dilakukan pengecekan kembali terhadap semua tahap yang telah dikerjakan. Aktivitas yang
dilakukan kelompok adalah mengabstrasikan gagasan utama dari proyek kelompok, mengintegrasikan semua bagian menjadi sebuah kesatuan, dan
merencanakan sebuah presentasi yang bersifat intruktif dan menarik. Dengan demikian, pada tahap ini siswa aktif melakukan diskusi dalam menyiapkan laporan akhir.
Tahap 5 yaitu mempresentasikan laporan akhir. Presentasi dilakukan oleh
per-wakilan masing-masing kelompok, sedangkan anggota lainya mendukung ke-giatan presentasi seperti meyiapkan bahan-bahan presentasi, alat bantu atau alat peraga, dan membantu menjawab pertanyaan pendengar jika perwakilan setiap
kelompok yang maju untuk presentasi belum tepat menjawab.
Aktivitas siswa yang melakukan presentasi adalah menyajikan hasil investigasi kelompok terhadap subtopik masalah dari kelompoknya kepada seluruh siswa di
24
Tahap 6 yaitu evaluasi pencapaian. Evaluasi yang dilakukan adalah untuk
menge-tahui kemampuan pemecahan masalah matematis siswa terhadap keseluruhan materi pelajaran. Guru harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi siswa
mengenai subyek yang sedang dipelajari, bagaimana mereka menginvestigasi aspek-aspek tertentu dari suatu subyek, dan bagaimana mereka mengaplikasikan pengetahuan mereka pada solusi dari masalah-masalah baru, serta bagaimana
mereka menggunakan kesimpulan dari apa yang mereka pelajari.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari beberapa tipe model
pembelajaran kooperatif yang banyak dipraktikkan para guru di Indonesia dalam
pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas. Langkah-langkah dalam model pembelajaran
kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut:
Langkah 1. Presentasi. Materi dipresentasikan di depan kelas oleh guru, biasanya dengan menggunakan pendekatan konvesional seperti ceramah atau tanya jawab.
Siswa harus memperhatikan dengan baik selama presentasi kelas karena materi yang dipresentasikan tersebut akan membantu siswa dalam menyelesaikan tugas kelompok dan juga membantu siswa dalam tes nantinya.
Langkah 2. Team work. Guru membagikan LKPD kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari siswa. Mereka dimotivasi atau didorong
untuk saling membantu satu dengan yang lain dan menyakinkan bahwa setiap orang memahami dan mengetahui materi. Penekanannya ialah pada kinerja tim. Guru memberi bantuan dengan memperjelas perintah, mengulang konsep dan
menjawab pertanyaan.
Langkah 3. Kuis/tes. Siswa diberikan kuis berdasarkan pada materi mingguan
25
Langkah 4. Nilai perkembangan individu. Nilai tim kemudian dikalkulasikan
berdasarkan jumlah poin tiap individu (anggota). Di sini akan terlihat poin peningkatan tiap kelompok. Selanjutnya tim yang memperoleh nilai total
tertinggi akan menjadi pemenang dan akan diberikan penghargaan. Tim yang menjadi pemenang tersebut ialah mereka yang secara individual paling berkembang. Dalam hal ini para siswa yang meraih prestasi rendah bisa
memberikan kontribusi sebanyak mungkin pada total nilai tim.
Langkah 6. Penghargaan tim. Setelah poin peningkatan individu dilakukan, tim
kemudian diberikan penghargaan. Hasil tes siswa diberi poin peningkatan yang ditentukan berdasarkan selisih skor tes terdahulu.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti berasumsi bahwa akan terdapat perbedaan
kemampuan pemahaman konsep matematis antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran GI dengan model pembelajaran STAD.
F. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pikir, Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematis antara siswa yang belajar
19
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Penelitian akan dilaksanakan di SMP Negeri 7 Kotabumi. Populasi yang diambil adalah seluruh siswa kelas VIII di SMP Negeri 7 Kotabumi Tahun 2014/2015
sebanyak 246 siswa yang terdistribusi dalam delapan kelas, yaitu VIIIA - VIIIH. Distribusi kelas VIII SMP Negeri 7 Kotabumi tahun pelajaran 2013/2014 dan rata-rata nilai ujian semester ganjil kelas VIII SMP Negeri 7 Kotabumi sebagai
berikut:
Tabel 3.1 Rata-rata Nilai Ujian Semester Genap Kelas VIII SMP Negeri 7 Kotabumi Tahun Pelajaran 2013/2014
NO Kelas Banyak Siswa Rata-rata
1 VIII.A 29 80,52
2 VIII.B 30 78,68
3 VIII.C 32 79,64
4 VIII.D 30 79,00
5 VIII.E 34 80,00
6 VIII.F 31 80,00
7 VIII.G 30 81,83
8 VIII.H 31 79,00
Jumlah Populasi 246 638,67
27
Sampel dalam penelitian ini diambil melalui teknik Purposive Random Sampling.
Teknik ini diambil disebabkan terdapat tiga guru yang mengajar di kelas VIII di SMP Negeri 7 Kotabumi, maka sampel yang akan diambil berasal dari dua kelas
yang diajar oleh guru yang sama agar dapat memperkecil faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Dari tujuh kelas di SMP Negeri 7 Kotabumi diambil dua kelas yang memiliki kemampuan yang sama, dilihat dari nilai hasil
ujian semester ganjil. Kelas yang diambil adalah VIII E dan VIII F sebagai sampel penelitian. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam pemilihan
sampel.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment (eksperimen semu) karena peneliti tidak dapat mengendalikan semua variabel yang mungkin berpengaruh terhadap variabel yang diteliti. Desain penelitian yang dipergunakan adalah
posttest only control design yang merupakan bentuk desain penelitian eksperimen semu. Pada penelitian ini, satu kelas eksperimen diberi perlakuan berupa
penerapan model pembelajaran GI dan kelas eksperimen lainnya diberi perlakuan berupa penerapan model pembelajaran STAD, kemudian di akhir pertemuan dilakukan posttest untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kedua model
28
C. Langkah–Langkah Penelitian
Adapun langkah-langkah penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Melakukan Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk melihat kondisi SMP Negeri 7
Kotabumi sebelum penelitian dilaksanakan, seperti jumlah kelas
yang ada terutama kelas VIII, seluruh jumlah siswa di sekolah, jumlah siswa
di seluruhkelas VIII, pembelajaran matematika di sekolah, dan metode yang digunakanguru matematika selama pembelajaran,
2. Membuat bahan ajar, silabus pembelajaran, rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP), dan instrument penelitian.
3. Melakukan uji coba instrument penelitian.
4. Merevisi instrument penelitian.
5. Melaksanakan penelitian yaitu melaksanakan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI)dan STAD pada
kelas eksperimen. Pada pertemuan kedua pembelajaran STAD dilakukan tesuntuk melihat peningkatan siswa secara individu dan kelompok menggunakan acuan yang skor peningkatan individu berdasarkan Slavin
(2008:159). Selanjutnya di akhir pembelajaran diadakanpost-testdikedua kelas 6. Mengumpulkan data penelitian
29
D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
1. Data Penelitian
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang diperoleh melalui soal-soal matematika yang berhubungan dengan kemampuan pemahaman konsep matematis. Data-data
tersebut dikumpulkan melalui tes setelah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran GI dan model pembelajaran STAD.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini berupa tes. Tes ini untuk mengukur kemampuan
pemehaman konsep matematis siswa dibuat dalam bentuk tes uraian. Pada setiap tes terdapat soal-soal yang dibuat berdasarkan indikator pembelajaran dan skor jawaban siswa berdasarkan indikator kemampuan pemehaman konsep matematis.
Adapun rubrik/pedoman pensekoran untuk menilai setiap jawaban soal tes uraian menurut Depdiknas (dalam Wardhani, 2008: 10) dapat dilihat pada Tabel 3.2.
30
4. Mengaplikasikan konsep a. Tidak menjawab 0 b. Mengaplikasikan konsep pembelajaran. Tes dilakukan pada kelas eksperimen dengan tipe soal yang setara. Setiap soal yang diberikan harus valid, realibel, memiliki tingkat kesukaran, dan
memiliki daya pembeda yang baik sehingga dapat mengukur kemampuan siswa dengan benar dan akurat.
E. Validitas Instrumen
Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan adalah validitas isi dan validitas
butir soal.
1. Uji Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur atau tes menjalankan fungsi ukurnya
31
a. Validitas isi
Validitas isi dari tes kemampuan pemahaman konsep matematis ini dapat diketahui dengan cara membandingkan isi yang terkandung dalam tes kemampuan pemahaman konsep matematika dengan indikator pembelajaran yang telah
ditentukan. Tes yang dikategorikan valid adalah yang telah dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur berdasarkan penilaian guru
mitra. Dengan asumsi bahwa guru mata pelajaran matematika mengetahui dengan benar kurikulum SMP, maka validitas instrumen tes ini didasarkan pada penilaian guru mata pelajaran matematika. Berdasarkan penilaian guru mitra, soal yang
di-gunakan telah dinyatakan valid.
b. Validitas Butir Soal
Validitas butir soal yaitu ketepatan butir tes dalam mengukur apa yang seharusnya diukur. Dalam penelitian ini, pengujian validitas butir soal dilakukan dengan
menggunakan rumus korelasi product moment. Rumus korelasi product momento dalam Widoyoko (2012: 137) adalah sebagai berikut:
= ( )( )
( ( ) )( ( ) )
Keterangan:
= Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y N = Jumlah siswa
32
= Jumlah hasil perkalian skor siswa pada setiap butir dengan total skor siswa
Penafsiran harga korelasi dilakukan dengan membandingkan harga dengan
validitas butir instrumen, yaitu 0,3. Artinya apabila lebih besar atau sama
dengan 0,3 nomor butir tersebut dikatakan valid dan memuaskan. Hasil perhitungan koefisien validitas butir soal dari uji coba soal disajikan pada tabel
3.3 berikut
Tabel 3.3 Validitas Butir Soal
Nomor Soal Intepretasi
1 0,71 Valid
2 0,69 Valid
3a 0,64 Valid
3b 0,64 Valid
4 0,53 Valid
kriteria soal yang diinginkan adalah , . Berdasarkan hasil perhitungan
diperoleh bahwa seluruh butir soal memenuhi kriteria yang diinginkan (valid)
sehingga layak untuk digunakan. Perhitungan validitas butir soal selengkapnya pada lampiran C.1.
2. Reliabilitas
Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali
untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Perhitungan untuk mencari nilai reliabilitas instrumen didasarkan pada pendapat
33
r : nilai reliabilitas instrumen (tes)
n
: banyaknya butir soal (item)
2i
σ : jumlah varians dari tiap-tiap item tes : varians total
N : banyaknya data : jumlah semua data
: jumlah kuadrat semua data
Guilford (Suherman, 1990: 177), menginterpretasikan koefisien reliabilitas seperti yang terlihat pada tabel berikut.
Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas
Koefisien relibilitas (r11) Kriteria
r11≤ 0,20 Sangat Rendah
0,20 <r11≤ 0,40 Rendah 0,40 <r11≤ 0,60 Sedang 0,60 <r11≤ 0,80 Tinggi 0,80 <r11≤ 1,00 Sangat Tinggi
Kriteria yang akan digunakan adalah soal yang memiliki nilai reliabilitas tinggi dan sangat tinggi.Berdasarkan hasil perhitungan uji coba instrumen tes, diperoleh bahwa nilai koefisien reliabilitas tes adalah 0,62. Hal ini menunjukkan bahwa
instrumen tes yang diujicobakan memiliki reliabilitas yang tinggi sehingga instrumen tes ini dapat digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman
konsep matematis siswa. Hasil perhitungan reliabilitas uji coba soal dapat dilihat pada Lampiran C.2.
34
3. Daya Pembeda
Daya beda suatu butir tes adalah kemampuan suatu butir untuk membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah. Daya beda butir dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya tingkat diskriminasi atau
angka yang menunjukkan besar kecilnya daya beda. Sudijono (2008:120) mengungkapkan menghitung daya pembeda ditentukan dengan rumus:
DP =JA JB IA
Keterangan :
DP : indeks daya pembeda satu butir soal tertentu
JA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah JB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah)
Menurut Sudjiono (2008:121), hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang tertera dalam Tabel 3.5 berikut :
Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Nilai Interpretasi
Negatif≤ DP ≤ 0.10 Sangat Buruk
0.10≤ DP ≤ 0.19 Buruk
0.20≤ DP ≤ 0.29 Agak baik, perlu revisi
0.30≤ DP ≤ 0.49 Baik
35
Kriteria soal tes yang digunakan dalam penelitian ini memiliki interpretasi baik,
yaitu memiliki nilai daya pembeda≥ 0,30. Hasil perhitungan daya pembeda butir item soal yang telah diujicobakan disajikan pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6 Daya Pembeda Butir Item Soal
No. Butir Item Nilai DP Interpretasi
1 0,57 Sangat Baik
2 0,5 Sangat Baik
3a 0,57 Sangat Baik
3b 0,57 Sangat Baik
4 0,64 Sangat Baik
Dengan melihat hasil perhitungan daya pembeda butir item soal yang diperoleh, maka instrumen tes yang sudah diujicobakan telah memenuhi kriteria daya pembeda soal yang sesuai dengan kriteria yang diharapkan. Hasil perhitungan
daya pembeda butir item soal dapat dilihat pada Lampiran C.3.
4. Tingkat Kesukaran
Sudijono (2008:372) mengatakan bahwa suatu tes dikatakan baik jika memiliki derajat kesukaran sedang, tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah.
Per-hitungan tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus sebagai berikut:
36
Keterangan:
TK : tingkat kesukaran suatu butir soal
JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh
IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal
Menurut Sudijono (2008: 372), untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu
butir soal digunakan kriteria indeks kesukaran sebagai berikut :
Tabel 3.7 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran
Nilai Interpretasi
0.00≤ TK ≤ 0.15 Sangat sukar
0.16≤ TK ≤ 0.30 Sukar
0.31≤ TK ≤ 0.70 Sedang
0.71≤ TK ≤ 0.85 Mudah
0.86≤ TK ≤ 1.00 Sangat mudah
Kriteria soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah memiliki interpretasi sedang, yaitu memiliki nilai tingkat kesukaran 0.31 ≤ TK ≤ 0.70. Hasil
perhitungan tingkat kesukaran uji coba soal disajikan pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8 Tingkat Kesukaran Butir Item Soal
No. Butir Item Indeks TK Interpretasi
1 0,67 Sedang
2 0,65 Sedang
3a 0,5 Sedang
3b 0,67 Sedang
37
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh bahwa seluruh butir soal memenuhi kriteria
yang diharapkan. Perhitungan tingkat kesukaran selengkapnya pada Lampiran C.3.
F. Teknik Analisis Data
Data penelitian yang telah diperoleh adalah nilai posttestkemampuan pemahaman
konsep matematis siswa dari kelas yang menggunakan pembelajaran kooperatif
tipe GI dan kelas yang menggunakan pembelajaran STAD.
1. Uji Normalitas
Tujuan dilakukan uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah data yang
diperoleh memiliki keadaan awal populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah:
H0: data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1: data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal Uji ini menggunakan ujiChi-Kuadrat:
dengan:
x2 = harga Chi-kuadrat Oi = frekuensi pengamatan Ei = frekuensi yang diharapan k = banyaknya kelas interval
Dengan taraf nyata , maka kriteria pengujian adalah , jika x2hitung x2tabel
dengan dk = k - 1, maka data berasal dari kelompok data yang berdistribusi
38
Hasil perhitungan uji normalitas diberikan pada Tabel 3.9 di bawah ini.
Tabel 3.9 Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis
Kelas Jumlah Siswa . Keterangan
GI 31 0,000 H0ditolak
STAD 34 0,007 H0ditolak
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa kedua kelas berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya pada lampiran C.6.
2. Uji Hipotesis
Setelah melakukan uji normalitas data, analisis berikutnya adalah menguji
hipotesis. Berdasarkan hasil uji prasyarat, data kemampuan pemahaman konsep matematis pada kedua kelas GI dengan STAD tidak berdistribusi normal. Maka
uji kesamaan dua rata-rata dapat dilakukan menggunakan uji Mean Whitney.Pasangan hipotesis yang akan diuji menurut Sugiyanto,( 2010: 4) adalah:
H0 : median gain kelompok GI sama dengan median gain kelompok STAD.
H1 : median gain kelompok GI tidak sama dengan median gain kelompok STAD.
Untuk menguji hipotesis digunakan rumus sebagai berikut:
Pada penelitian ini uji mann whitney u dilakukan dengan bantuan SPSS versi 17.0 dengan kriteria pengujian tolak Ho jika nilai probabilitas (sig.) lebih kecil dari
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dengan model pembelajaran GI lebih rendah daripada kemampuan pemahaman konsep matematis siswa
dengan model pembelajaran STAD
2. Terdapat perbedaaan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa antara
model pembelajaran GI dengan model pembelajaran STAD.
3. Rata-rata pencapaian indikator kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dengan model pembelajaran GI lebih rendah daripada rata-rata
kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dengan model pembelajaran STAD.
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan dan penelitian, dikemukakan saran-saran sebagai
berikut:
1. Guru dapat menggunakan model pembelajaran GI dan STAD sebagai
48
dalam materi fungsi lebih baik digunakan model pembelajaran STAD daripada
GI.
2. Pembaca dan peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan
mengenai perbandingan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa antara model pembelajaran GI dengan STAD hendaknya:
a. Melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama
b. Mempertimbangkan karakter siswa dalam menerapkan model pembelajaran yang sesuai.
c. Peneliti harus benar-benar paham dengan karakter siswa yang dapat mendukung jalannya proses pembelajaran dikelas saat melakukan penelitian.
d. Menerapkan kedua model pembelajaran pada kedua kelas secara bergantian.
3. Sekolah diharapkan lebih selektif dalam menentukan jam pelajaran
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2009. Pendidikan Bagi Anak Berkemampuan Rendah. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
---. 2005. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Bell, F. H. 1978. Teaching and Learning Mathematics in secondary Schools. Dubuque: Wm.C. Brown Company.
Budiningsih, Asri. 2005.Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. .
Hamalik, Oemar. 2002. Perencanaan Pengajaran Matematika Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.
Herdiyanti, Zuma. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. (Skripsi). Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Huda, Miftahul. 2011.Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jasman. 2013.Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model STAD.[online]. Tersedia: http://www.m-edukasi.web.id.(diakses pada tanggal 9 juni 2014) Kunandar. 2007.Guru profesional: implementasi kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) dan persiapan menghadapi sertifikasi guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Krismanto. 2004. BeberapaTeknik, Model, dan Strategi dalam Pembelajaran Matematika. [Online] tersedia di http:// Dunia guru.com (diakses pada tanggal 5 Februari 2014, 23:30 WIB)
50
Mullis.2012. TIMSS 2011 International Results in Mathematics. .Tersedia:http://timssandpirls.bc.edu (diakses pada 13 april 2014).
Setiono, rusdi. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran GI Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa. (Skripsi). Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Slavin, Robert E. 2005.Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
---. 2008. Cooveratif Learning teori dan praktik. Jakarta: PT. Indeks.
Soedjadi, R. 2000.Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Depdiknas. Sudijono, Anas. 2008.Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Pustaka.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika.Bandung: Tarsito..
Suherman, E. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana.
---. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Surabaya: Predana Media.
Wardhani, Sri. 2008. Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika. Yogyakarta: Depdiknas..
Widjajanti, Djamilah Bondan. 2009.Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Mahasiswa Calon Guru Matematika. [Online]. Tersedia di http://eprints.uny. ac.id. (diakses pada 20 November 2013).