PERAWATAN IBU NIFAS (BAK AFU-AFU) PERSPEKTIF BUDAYA LEUKHON DI DESA LUBUK BAIK KECAMATAN ALAFAN
TESIS
Oleh
EPA SAFRIYANTI 127032209/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PERAWATAN IBU NIFAS (BAK AFU-AFU) PERSPEKTIF BUDAYA LEUKHON DI DESA LUBUK BAIK KECAMATAN ALAFAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
EPA SAFRIYANTI 127032209/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PERAWATAN IBU NIFAS (BAK AFU-AFU) PERSPEKTIF BUDAYA LEUKHON DI DESA LUBUK BAIK KECAMATAN ALAFAN Nama Mahasiswa : Epa Safriyanti
Nomor Induk Mahasiswa : 127032209
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D )
Ketua Anggota (Dra. Syarifah, M.S)
Dekan
Tanggal Lulus : 28 Agustus 2014 Telah Diuji
pada Tanggal : 28 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Drs.Heru Santosa, M.S, Ph.D Anggota : Dra. Syarifah, MS
PERNYATAAN
PERAWATAN IBU NIFAS (BAK AFU-AFU) PERSPEKTIF BUDAYA LEUKHON DI DESA LUBUK BAIK KECAMATAN ALAFAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2014 Penulis
ABSTRAK
Nifas adalah periode waktu setelah lahirnya placenta sampai 40 hari kemudian. Pada masa nifas terjadi proses pemulihan alat reproduksi menjadi keadaan seperti sebelum hamil. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perawatan masa nifas (bak afu-afu) yang dilakukan pada suku Leukhon di Desa Lubuk baik Kecamatan Alafan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif fenomenologi. Jumlah informan 10 orang terdiri dari 3 orang ibu nifas, 1 orang ibu yang mempunyai bayi umur 11 bulan, 2 orang kader posyandu, 2 orang dukun dan 2 orang tokoh masyarakat.Proses pengumpulan data melalui wawancara dengan informan dengan menggunakan alat perekam suara. Pengumpulan data berlangsung pada bulan Juni 2014 di Kecamatan Alafan Kabupaten Simeulue.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawatan ibu nifas pada suku Leukhon didasari oleh budaya. Jenis perawatan nifas yang dilakukan selama masa nifas antara lain penggunaan kapur sirih dan minyak makan, mandi air daun-daunan, penggunaan gurita, penggunaan batu hangat (bulancing), pengasapan (naite), pantangan makanan,minum obat kampung (jamu), kusuk atau urut, dan larangan keluar rumah selama 40 hari. Perawatan nifas tersebut ada yang sesuai dengan kesehatan ada yang merugikan kesehatan. Yang terutama merugikan kesehatan adalah pengasapan dan pantang makanan.
Disarankan pada Puskesmas Alafan untuk mengembangkan upaya promosi kesehatan yang sasarannya tidak hanya pada ibu nifas tetapi juga mencakup masyarakat generasi sebelumnya (orang tua) tentang pengaruh perawatan nifas secara tradisional yaitu kebiasaan berpantang makanan dan pengasapan pada masa nifas yang dapat berpengaruh bagi kesehatan ibu dan bayi.
ABSTRACT
Nifas (the period of confinement) is the period from the placenta is born to the next 40 days. In this period, reproduction organ restores to the condition before pregnancy. The objective of the research was to find out the treatment during nifas (bak afu-afu) period conducted by Leukhon tribe in Lubuk baik Alafan Subdistrict.
The research used qualitative phenomenology type of research. There were ten informants that consisted of three nifas mothers, one mother who had a 11 year-old baby, two posyandu cadres, and two public figures. The data were gathered by conducting interviews with the informants, using a tape recorder in Alafan Subdistrict, Simeulue District, in June, 2014.
The result of the research showed that the treatment of nifas mothers in Leukhon tribe was based on culture. Nifas treatment was done by using kapur sirih (lime chewed with a betel quid) and cooking oil, bathing with water and leaves, using gurita (abdominal belt), using warm stone (bulancing), fumigation (naite), restricted to certain foods, drinking traditional medicine, massaging, and prohibiting to go out of the house for 40 days. This nifas treatment could harm health and could give the benefit for health. Those which harmed health was fumigation and restricted to certain foods.
It is recommended that the management of Alafan Puskesmas develop health promotion not only to mothers but also to the whole community, including the old generation, about the traditional nifas treatment, particularly about restricted to certain foods and fumigation which can harm the health of mothers and their babies.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT,
atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Tesis ini
yang berjudul “Perawatan Ibu Nifas Perspektif Budaya Leukhon di Kecamatan
Alafan Kabupaten Simeulue”.
Penulis menyadari penelitian ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dan
kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih banyak kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D selaku pembimbing I yang penuh kesabaran dalam
memberikan bimbingan kepada penulis.
5. Dra. Syarifah, M.S selaku pembimbing II dengan ketulusannya memberikan
arahan, bimbingan dan nasehat kepada penulis.
6. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bearti
7. Secara khusus terima kasih penulis persembahkan kepada Suami dan anak-anak
tersayang, yang telah memberikan dukungan baik moral maupun materil dan doa
sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
8. Kepada kedua orang tua dan saudara-saudari yang telah memberikan motivasi
dan semangat pada penulis.
9. Sahabat, rekan-rekan mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
dan minat studi Kesehatan Reproduksi angkatan tahun 2012 Universitas
Sumatera Utara atas dukungan, semangat dan kebersamaan yang diberikan
selama ini.
10. Kepala dan seluruh stafPuskesmas Kecamatan Alafan Kabupaten Simeulue yang
telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.
11. Semua Informan yang telah bersedia menjadi sumber Informasi dalam penelitian
ini.
Peneliti mengharapkan semoga Tesis ini dapat membawa manfaat bagi
tenagakesehatan, pendidikan dan para pembaca sekalian.
Medan, Oktober 2014 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Epa Safriyanti, lahir pada tanggal 08 Januari 1982 di Sinabang, anak dari
pasangan Ayahanda Sarifuddin dan Ibunda Rahmaniar.
Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di Sekolah Dasar
Negeri No 2 Simeulue Timur tamat Tahun 1995, Sekolah Menengah Pertama SMPN
I Simeulue Timur tamat Tahun 1998, Sekolah Menengah Umum Negeri I Simeulue
Timur tamat Tahun 2001, Sekolah D-III Kebidanan Akademi Kebidanan Nusantara
2000 tamat Tahun 2006, D IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara tamat Tahun 2008.
Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di ProgramStudi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2012 dan menyelesaikan pendidikan tahun
2014.
Pada tahun 2009 penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Rumah Sakit
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Perumusan Masalah ... 9
1.3Tujuan Penelitian ... 9
1.4Manfaat Penelitian ... 9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Masa Nifas ... 10
2.2 Tujuan Asuhan Masa Nifas ... 13
2.3 Tahapan Masa Nifas ... 14
2.4 Perubahan Sistem Reproduksi ... 15
2.5 Program Dan Kebijakan Teknis Masa Nifas ... 25
2.6 Proses Adaptasi Psikologis ... 28
2.7 Post Partum Blues ... 31
2.8Kebutuhan Ibu Nifas ... 32
2.9 Konsep Budaya Dalam Perawatan Nifas ... 35
210 Budaya Dalam Perawatan Masa Nifas ... 37
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 60
3.1Jenis Penelitian ... 60
3.2Informan ... 60
3.3Tempat Penelitian ... 61
3.4Waktu Penelitian ... 61
3.5Alat Pengumpulan Data ... 61
3.6Prosedur Pengumpulan Data ... 62
3.7Tehnik Analisa Data ... 63
3.8Kriteria Keabsahan Data ... 64
BAB 4. HASILPENELITIAN ... 66
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 66
4.2 Karakteristik Informan ... 67
4.3 Hasil Wawancara Tentang Perawatan Ibu Setelah Melahirkan 68
BAB 5. PEMBAHASAN ... 110
5.1 Perawatan Ibu Nifas (bak afu-afu) ... 111
5.1.1 Kapur Sirih Dan Minyak Makan ... 111
5.1.2 Mandi Air Daun-Daunan ... 114
5.1.3 Penggunaan Gurita ... 115
5.1.4 Penggunaan Batu Hangat ... 117
5.1.5 Pengasapan ... 118
5.1.6 Obat Kampung (Jamu) ... 121
5.1.7 Kusuk Atau Urut ... 122
5.2 Pantangan Makanan Selama Masa Nifas ... 124
5.3 Larangan Keluar Rumah ... 131
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 133
6.1. Kesimpulan ... 133
6.2 Saran ... 135
DAFTAR PUSTAKA ... 136
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
4.1. Punggung Ibu Sedang Dioleskan Minyak Makan ... 69
4.2. Perut Ibu Sedang Di oleskan Kapur Sirih ... 70
4.3. Jenis Daun yang Digunakan Untuk Mandi ... 71
4.4. Ibu Sedang Dimandikan oleh Dukun... 71
4.5. Ibu Sedang Dipakaikan Gurita ... 73
4.6. Batu Saat Dibakar ... 74
4.7. Batu Panas yang Sudah Dibungkus Kain Sedang Digosokkan di Perut Ibu ... 74
4.8. Ibu Sedang Diasapkan ... 76
4.9. Ikan yang Boleh Dimakan Ibu ... 78
4.10. Ikan yang tidak Boleh Dimakan Ibu ... 78
4.11. Sayur yang Boleh Dimakan Ibu ... 80
4.12. Sayur yang tidak Boleh Dimakan Ibu ... 80
4.13. Buah yang Boleh Dimakan Ibu ... 81
4.14. Buah yang tidak Boleh Dimakan Ibu ... 81
4.15. Jenis Daun yang Diminum Ibu (Jamu/Obat Kampung) ... 83
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Formulir Persetujuan Menjadi Informan ... 141
2. Karakteristik Ibu... 142
3. Panduan Wawancara Perawatan Ibu Nifas ... 143
4. Karakteristik Informan Penelitian ... 146
ABSTRAK
Nifas adalah periode waktu setelah lahirnya placenta sampai 40 hari kemudian. Pada masa nifas terjadi proses pemulihan alat reproduksi menjadi keadaan seperti sebelum hamil. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perawatan masa nifas (bak afu-afu) yang dilakukan pada suku Leukhon di Desa Lubuk baik Kecamatan Alafan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif fenomenologi. Jumlah informan 10 orang terdiri dari 3 orang ibu nifas, 1 orang ibu yang mempunyai bayi umur 11 bulan, 2 orang kader posyandu, 2 orang dukun dan 2 orang tokoh masyarakat.Proses pengumpulan data melalui wawancara dengan informan dengan menggunakan alat perekam suara. Pengumpulan data berlangsung pada bulan Juni 2014 di Kecamatan Alafan Kabupaten Simeulue.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawatan ibu nifas pada suku Leukhon didasari oleh budaya. Jenis perawatan nifas yang dilakukan selama masa nifas antara lain penggunaan kapur sirih dan minyak makan, mandi air daun-daunan, penggunaan gurita, penggunaan batu hangat (bulancing), pengasapan (naite), pantangan makanan,minum obat kampung (jamu), kusuk atau urut, dan larangan keluar rumah selama 40 hari. Perawatan nifas tersebut ada yang sesuai dengan kesehatan ada yang merugikan kesehatan. Yang terutama merugikan kesehatan adalah pengasapan dan pantang makanan.
Disarankan pada Puskesmas Alafan untuk mengembangkan upaya promosi kesehatan yang sasarannya tidak hanya pada ibu nifas tetapi juga mencakup masyarakat generasi sebelumnya (orang tua) tentang pengaruh perawatan nifas secara tradisional yaitu kebiasaan berpantang makanan dan pengasapan pada masa nifas yang dapat berpengaruh bagi kesehatan ibu dan bayi.
ABSTRACT
Nifas (the period of confinement) is the period from the placenta is born to the next 40 days. In this period, reproduction organ restores to the condition before pregnancy. The objective of the research was to find out the treatment during nifas (bak afu-afu) period conducted by Leukhon tribe in Lubuk baik Alafan Subdistrict.
The research used qualitative phenomenology type of research. There were ten informants that consisted of three nifas mothers, one mother who had a 11 year-old baby, two posyandu cadres, and two public figures. The data were gathered by conducting interviews with the informants, using a tape recorder in Alafan Subdistrict, Simeulue District, in June, 2014.
The result of the research showed that the treatment of nifas mothers in Leukhon tribe was based on culture. Nifas treatment was done by using kapur sirih (lime chewed with a betel quid) and cooking oil, bathing with water and leaves, using gurita (abdominal belt), using warm stone (bulancing), fumigation (naite), restricted to certain foods, drinking traditional medicine, massaging, and prohibiting to go out of the house for 40 days. This nifas treatment could harm health and could give the benefit for health. Those which harmed health was fumigation and restricted to certain foods.
It is recommended that the management of Alafan Puskesmas develop health promotion not only to mothers but also to the whole community, including the old generation, about the traditional nifas treatment, particularly about restricted to certain foods and fumigation which can harm the health of mothers and their babies.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Isu kesehatan reproduksi perempuan sudah menjadi salah satu goal dalam
program Millennium Development Goals (MDGs) yang dicanangkan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kesehatan reproduksi perempuan menjadi
penting untuk segera ditangani karena angka kematian ibu yang melahirkan tidak bisa
dihiraukan. Menurut data yang dimiliki oleh PBB, lebih dari 350.000 perempuan
meninggal dunia setiap tahunnya akibat komplikasi yang dialami saat melahirkan,
dan 99% dari mereka berasal dari negara berkembang (BKKBN, 2012).
Angka kematian merupakan salah satu indikator status kesehatan di
masyarakat. Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Anak (AKA), Angka
Kematian Bayi (AKB) dan Angka Harapan Hidup Waktu Lahir (AHH) telah
ditetapkan sebagai indikator derajat kesehatan di Indonesia Sehat 2010. AHH bahkan
digunakan sebagai salah satu komponen untuk menghitung Human Development
Index (HDI). Ditinjau dari HDI, Indonesia menduduki ranking 109 dari 174 negara
jauh tertinggal dari Negara-negara ASEAN lainnya. Ranking ini relatif tak beranjak,
bahkan cenderung lebih buruk (tahun 2003 urutan 112 dari 175 negara) (Qomariah,
2013).
Data menunjukkan masih tingginya AKI yaitu 359 per 100.000 kelahiran
kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100
ribu kelahiran hidup. AKB yaitu 42 per 1.000 kelahiran hidup. Berdasarkan
kecenderungan angka-angka tersebut, akan sulit dicapai target MDG tahun 2015.
Penurunan AKI hanya mencapai 52% dari keadaan tahun 1990 dari target 75% dan
penurunan AKB mencapai 53% dari target 67%. Penilaian sistem kesehatan berbagai
negara, Indonesia menempati urutan 106 dari 191 negara yang dinilai untuk indikator
pencapaian yang mencakup status kesehatan.
Fakta lain dari kematian maternal yang terjadi di Indonesia berdasarkan
Survey Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2010 adalah jumlah kematian
absolut tertinggi justru terjadi di propinsi dengan fasilitas dan tenaga kesehatan yang
memadai, salah satunya Jawa Tengah (Hartiningtiyaswati, 2010).
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi
Aceh hingga saat ini masih tergolong tinggi. Berdasarkan data terakhir Desember
2011, jumlah AKI melahirkan di Aceh berkisar 190/100.000 kelahiran hidup (KH)
dan AKB berkisar 30/1.000 KH. Karenanya, upaya pengurangan terus dilakukan oleh
Pemerintah Aceh sebagai salah satu indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
bidang kesehatan (Yoes, 2013).
Berdasarkan data Puskesmas Alafan tahun 2011, jumlah ibu hamil 119
sasaran, ibu bersalin 113 sasaran, bayi 108 sasaran, dan mempunyai Angka Kematian
Ibu (AKI) 1 orang dari 113 sasaran ibu bersalin, Angka Kematian Bayi (AKB) 3
AKB 1 dari 104 sasaran. Tahun 2013 Alafan memiliki ibu hamil 112 sasaran, ibu
bersalin 72 sasaran, dan bayi 73 sasaran. Tahun 2013 Alafan memiliki AKI nol dan
AKB 3 orang dari 73 sasaran bayi. Pada tahun 2011, dari 4 orang kematian bayi, 2
bayi meningggal karena asfiksia, 1 lahir meninggal dan 1 BBLR (Berat Badan Lahir
Rendah). Tahun 2012, 6 orang bayi meninggal. 2 orang meninggal karena asfiksia, 2
orang lahir mati, 1 BBLR dan 1 febris. Tahun 2013, 4 orang bayi meninggal. 2 orang
asfiksia, 1 orang lahir mati dan 1 orang febris.
Secara universal adat atau kepercayaan menyambut masa-masa kehamilan,
masa melahirkan dan masa nifas terkait dengan tabu ada di seluruh negara, baik di
negara yang teknologinya sudah maju maupun di negara berkembang. Pantangan atau
tabu adalah suatu larangan untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu, karena
terdapat ancaman bahaya terhadap barang siapa yang melanggarnya. Dalam ancaman
bahaya ini terdapat kesan magis, yaitu adanya kekuatan super power yang berbau
mistik, yang akan menghukum orang-orang yang melanggar pantangan atau tabu
tersebut (Sri, 2006).
Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya. Berbedanya kebudayaan
ini menyebabkan banyaknya mitos mengenai masa kehamilan, persalinan dan nifas.
Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi
pentingnya perawatan kehamilan, persalinan, nifas dan perawatan Bayi Baru Lahir
(BBL). Pelayanan bersalin, pasca persalinan yang baik sangat penting karena
sebagian besar kematian ibu dan bayi baru lahir terjadi pada 2 hari pertama dan pasca
Budaya atau kebiasaan masyarakat merupakan salah satu yang mempengaruhi
status kesehatan. Diantara kebudayaan maupun adat istiadat dalam masyarakat, ada
yang mengutungkan ada pula yang merugikan. Banyak pengaruh yang menyebabkan
berbagai aspek kesehatan di negara kita, bukan hanya karena pelayanan medik yang
tidak memadai atau kurangnya perhatian dari dinas kesehatan. Dalam konteks
kehamilan, persalinan, dan kelahiran bayi itu, setiap masyarakat mempunyai
cara-cara budaya mereka sendiri untuk memahami dan menanggapi peristiwa pertumbuhan
janin dan kelahiran bayi, yang sudah dimasukkan jauh sebelum masuknya sistem
medis biomedikal di lingkungan komuniti mereka. Berbagai kelompok masyarakat
juga mempunyai cara-cara tertentu dalam mengatur aktifitas-aktifitas mereka saat
menghadapi wanita yang hamil dan bersalin. Demikian pula di dalam berbagai
kebudayaan, terdapat cara-cara tertentu sebagai respon mereka saat menanggapi
kematian bayi dan ibunya (Swasono, 1998).
Faktor yang paling mempengaruhi status kesehatan masyarakat terutama bagi
ibu hamil, bersalin, dan nifas, adalah lingkungan juga pendidikan dari masing-masing
dari kaum ibu tersebut dan seandainya mengetahui dan memahami hal-hal yang
mempengaruhi status kesehatan terhadap hal itu, maka diharapkan masyarakat tidak
melakukan kebiasaan atau adat istiadat yang merugikan kesehatan khususnya bagi ibu
nifas (Qomariah 2013).
Memasuki masa persalinan merupakan suatu periode yang kritis bagi para ibu
dengan faktor sosial budaya masyarakat, seperti tingkat pendidikan penduduk,
khususnya wanita dewasa yang masih rendah, keadaan sosial ekonomi yang belum
memadai, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan petugas
kesehatan yang masih rendah, jauhnya lokasi tempat pelayanan kesehatan dari
rumah-rumah penduduk, kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat, perilaku masyarakat yang
kurang menunjang dan lain sebagainya. Tingkat kepercayaan masyarakat kepada
petugas kesehatan, di beberapa wilayah masih rendah. Mereka masih percaya kepada
dukun karena kharismatik dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga ia lebih
senang berobat dan meminta tolong kepada ibu dukun. Di daerah pedesaan,
kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan
yang biasanya dilakukan di rumah (Swasono, 1998).
Delapan puluh persen
non-kesehatan, seperti dukun. Dukun di masyarakat masih memegang peranan
penting, dukun dianggap sebagai tokoh masyarakat. Masyarakat masih
mempercayakan pertolonga
oleh dukun dianggap murah dan dukun tetap memberikan pendampingan pada ibu
setelah melahirkan, seperti merawat dan memandikan bayi (Diah, 2012).
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini, karena merupakan masa
kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat
kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24
Masyarakat Indonesia mengartikan masa nifas merupakan periode waktu
sejak selesai persalinan sampai 40 hari setelah itu. Periode nifas adalah masa 6
minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal
seperti sebelum hamil. Pada masa nifas ini, terjadi perubahan-perubahan anatomi dan
fisiologi pada ibu. Perubahan fisiologi sangat jelas, walaupun dianggap normal,
dimana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik. Banyak faktor, termasuk
energi, tingkat kenyaman, kesehatan bayi baru lahir dan perawatan serta dorongan
semangat yang diberikan oleh tenaga kesehatan, baik dokter, bidan, perawat dan
keluarga (Qomariah, 2013).
Suku Leukhon Kabupaten Simeulue Kecamatan Alafan adalah salah satu dari
ratusan suku bangsa di Indonesia. Masyarakatnya mayoritas beragama Islam.
Masyarakatnya lebih memilih untuk melahirkan di rumah, kalaupun ada yang harus
dirujuk, akan mengalami proses yang sangat lambat sampai ibu dapat dibawa ke
rumah sakit, juga tidak jarang ibu dan bayinya meninggal sebelum ibu dan bayinya
sampai kerumah sakit dikarenakan oleh sanak keluarga yang bermusyawarah dulu,
atau tidak mengizinkannya untuk dirujuk dan jalan yang rusak. Selain itu masih ada
persalinan yang ditolong oleh dukun, kalau ditolong oleh tenaga kesehatan, dukun
tetap juga mendampingi untuk mengikuti proses persalinan dan perawatan ibu nifas
dan perawatan bayi (Hasil wawancara dengan Bidan Desa).
Ibu-ibu suku Leukhon mempunyai kebiasaan untuk melakukan pengasapan
repot untuk menggendong bayinya, jika sibayi menangis. Dengan menghidupkan api,
membakar kayu, kulit bawang atau sabut kelapa yang dapat mengeluarkan asap yang
banyak hingga dapur dapat dipenuhi oleh asap. Asap ini dapat memperburuk
kesehatan bayi dan ibunya karena dapat mengganggu proses pernapasan dan
menyebabkan infeksi saluran pernapasan (Hasil wawancara dengan Bidan Desa).
Pengasapan dilakukan selama 10 hari. Manfaat asap untuk menghangatkan
ibu, agar ibu berkeringat sehingga ibu tidak sakit kepala, dan tidak dingin. jika
kepala ibu sakit itu berarti darah putih telah naik ke kepala. Manfaat lain dari
pengasapan untuk menjauhkan mahluk halus yang dapat mengganggu ibu dan
bayinya. Ibu juga meletakkan batu yang telah dibakar dan dibungkus dengan kain
sampai beberapa lapis dan panasnya masih dirasakan, batu diletakkan di atas perut
sambil diurut-urut. Manfaat dari pemakaian batu panas agar rahim ibu layu
(mengecil) karena setelah melahirkan rahim bengkak dan akhirnya darah keluar yang
artinya rahim sudah layu dan mencegah sakit diare. Jika ibu tidak menggunakan batu
panas maka ibu akan cepat hamil lagi.
Ibu diberikan makan bubur selama 3 hari untuk mempercepat keluarnya ASI.
Pada hari pertama sebelum ASI keluar bayi diberikan minum air putih yang telah
dicampur dengan gula karena ASI belum ada. Jika bayi rewel, maka bayi diberikan
makan pisang awak atau bubur. Dengan tujuan agar bayi kenyang dan tidur. Setelah
melahirkan ibu diberikan air perasan daun Pepaya yang telah dicampur dengan
kunyit, lada, pala, asam, bawang putih lalu dipanaskan dan diminumkan pada ibu
yang telah dicampur daun-daunan, minum jamu dari bahan rempah-rempah. Kusuk
dilakukan setelah 3 hari melahirkan, untuk merilaxkan ibu, dan memeriksa rahim ibu
apakah sudah layu. Jika rahim sudah layu berarti rahim ibu sudah sembuh.
Penggunaan Gurita dilakukan selama 12 hari bahkan bisa sampai 40 hari.
Pada hari pertama perut ibu diolesi dengan kapur sirih yang telah dicampur dengan
minyak makan setelah itu perut ibu diikat dengan gurita. Gurita digunakan untuk
mengecilkan perut ibu agar terlihat langsing dan menghilangkan warna kulit yang
hitam akibat kehamilan.
Ibu dan bayi tidak boleh keluar rumah sebelum 40 hari, karena itu merupakan
pantangan. Jika dilanggar menyebabkan bayi diganggu oleh mahluk halus. Ibu tidak
boleh makan makanan yang pedas, tidak boleh makan dengan ikan yang digulai
dengan santan, karena dapat menyebabkan bayi diare dan proses penyembuhan rahim
akan semakin lama, tidak boleh makan daging dan ikan karang, udang, cumi dan
kepiting. Ibu hanya makan dengan ikan yang direbus, digoreng tapi tidak boleh
pedas, dan ikan yang dibakar, jika ibu tidak mematuhinya, maka ibu akan lama
sembuhnya. Sayur-sayuran yang boleh dimakan sayur daun katuk dan daun pepaya
yang direbus untuk melancarkan ASI dan mencegah naiknya darah putih ke kepala.
Jika ibu makan sayuran selain yang telah dianjurkan dukun, maka ASI yang keluar
akan lebih sedikit. Ibu boleh berjalan, tapi harus jalan dengan sangat hati-hati, karena
dapat menyebabkan daerah kewanitaan terluka dan mengeluarkan darah yang banyak.
Berdasarkan fakta yang terjadi pada masyarakat di atas, dapatlah dikatakan
bahwa memang benar ada beberapa nilai kepercayaaan masyarakat yang berhubungan
dengan perawatan nifas. Mengingat bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat
yang multikultural, maka fenomena tersebut sangat wajar terjadi, dan pengetahuan
tentang aspek budaya merupakan hal penting diketahui oleh pelayan kesehatan untuk
memudahkan dalam melakukan pendekatan dan pelayanan kesehatan. (Swasono,
1998).
Dari uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti perawatan ibu
nifas(bak afu-afu) perspektif budaya Leukhon di Desa Lubuk baik Kecamatan Alafan.
1.2. Perumusan Masalah
Ada sebagian perawatan ibu nifas (bak afu-afu) Suku Leukhon yang tidak
sesuai menurut Kesehatan.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui perawatan masa nifas (bak afu-afu) yang dilakukan pada
Suku Leukhon di Desa Lubuk baik Kecamatan Alafan.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi Puskesmas Alafan.
Menjadi bahan masukan bagi tenaga kesehatan untuk memberikan konseling pada
ibu-ibu Suku Leukhon di Desa Lubuk baik Kecamatan Alafan tentang perawatan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Post Partum/ Masa Nifas
Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai
alat-alat kandungan kembali seperti prahamil. Batasan waktu nifas yang paling
singkat (minimum) tidak ada batas waktunya, bahkan bisa jadi dalam kurun waktu
yang relatif pendek darah keluar sedangkan batasan maksimumnya adalah 40 hari.
Jadi masa nifas adalah masa setelah lahirnya placenta sampai alat-alat reproduksi
pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6
minggu atau 40 hari (Ambarwati, 2009).
Masa nifas dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6
minggu (42) hari setelah itu. Pelayanan nifas harus terselenggara pada masa itu untuk
memenuhi kebutuhan ibu dan bayi yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan
pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan
pelayanan pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi
ibu (Qomariah, 2013).
Periode pasca persalinan meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi, dan
dan persalinan, keadaan yang sebenarnya justru malah sebaliknya, oleh karena resiko
kesakitan dan kematian ibu serta bayi lebih sering terjadi pada pasca persalinan.
Keadaan ini terutama disebabkan konsekuensi ekonomi, disamping ketidak tersediaan
peranan fasilitas kesehatan dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang cukup
berkualitas (Qomariah, 2013).
Masa nifas adalah fase khusus bagi ibu dan bayi. Bagi ibu yang mengalami
persalinan untuk pertama kalinya, ibu menyadari terjadinya perubahan kehidupan
yang sangat bermakna dalam hidupnya. Keadaan ini ditandai dengan perubahan
emosional, perubahan fisik secara dramastis, hubungan keluarga dan aturan serta
penyesuaian terhadap aturan yang baru. Termasuk perubahan seorang perempuan
menjadi ibu, disamping masa nifas juga merupakan masa perubahan dan penyesuaian
sosial ataupun perseorangan (individual) ( Prawirohardjo, 2002).
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa
kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 69% kematian ibu akibat
kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24
jam pertama (Prawirohardjo, 2002).
Perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab utama dari 150.000
kematian ibu setiap tahun di dunia, dan hampir 4 dari 5 kematian karena perdarahan
tidak mampu untuk mengatasi kehilangan darah yang terjadi jika dibandingkan
dengan seorang ibu dengan kebutuhan nutrisi cukup. Dalam waktu 1 jam setelah
persalinan, penolong persalinan harus memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan
baik dan tidak terjadi perdarahan dalam jumlah besar. Bila terjadi perdarahan berat,
tranfusi darah adalah jalan satu-satunya untuk menyelamatkan kehidupan ibu.
Perdarahan pasca persalinan adalah komplikasi yang terjmadi pada tenggang
waktu di antara persalinan dan masa pasca persalinan. Faktor predisposisi yang lain
adalah anemia, yang berdasarkan prevalensi di negara berkembang merupakan
penyebab yang paling bermakna kejadian perdarahan pasca persalinan. Bila placenta
masih terdapat di dalam rahim atau keluar secara tidak lengkap pada jam pertama
setelah persalinan, harus segera dilakukan plasenta manual untuk melahirkan
plasenta, untuk mencegah terjadinya perdarahan (Qomariah, 2013).
Di beberapa negara didapatkan adanya korelasi antara timbulnya gejala di atas
dengan persalinan yang ditolong oleh dukun bayi. Faktor predisposisi adalah infeksi
genital pada masa nifas yang disebabkan oleh persalinan macet, ketuban pecah dini,
pemeriksaan dalam yang terlalu sering, pemantauan janin intravaginal, dan bedah
caesar. Salah satu penyebab infeksi nifas yang paling berbahaya dan menyebabkan
kematian adalah Grup A Streptokokus. Komplikasi pasca persalinan lain yang sering
mengalami nyeri pada daerah perineum dan vulva selama beberapa minggu, terutama
apabila terdapat kerusakan jaringan atau episiotomi pada persalinan kala II. Perineum
ibu harus diperhatikan secara teratur terhadap kemungkinan terjadinya infeksi.
Pada masa pasca persalinan, seorang ibu memerlukan :
1. Informasi dan konseling tentang
a. Perawatan bayi dan pemberian ASI
b. Apa yang terjadi termasuk adanya gejala yang mungkin timbul
c. Kesehatan pribadi, higiene, dan masa penyembuhan
d. Kehidupan sexual
e. Kontrasepsi
f. Nutrisi
2. Dukungan dari
a. Petugas kesehatan
b. Kondisi emosional dan psikologis suami serta keluarganya
c. Pelayanan kesehatan untuk kecurigaan munculnya tanda-tanda komplikasi.
2.2. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Adapun tujuan asuhan masa nifas adalah:
2. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau
merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya.
3. Memberikan pendidikan kesehatan, tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB,
menyusui, pemberian Imunisasi dan perawatan bayi sehat.
4. Memberikan pelayanan Keluarga Berencana.
2.3. Tahapan Masa Nifas
Tahapan yang dijalani ibu dalam masa nifas adalah:
1. Puerpurium Dini
Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan, dalam
agama Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2. Puerpurium Intermedial
Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3. Remote Puerpurium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama
hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat
sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan dan tahunan.
4. Kunjungan Masa Nifas
1. Kunjungan I : Asuhan 6-8 jam setelah melahirkan
2. Kunjungan II : Asuhan 6 hari setelah melahirkan
2.4. Perubahan Sistem Reproduksi
1. Involusi
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus
kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai
segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus, dan akhirnya
dengan kontraksi ototnya mengeluarkan bayi ke dunia. Sekarang unsur-unsur tersebut
telah dilalui, dan rahim menjalani involusi, segera setelah melahirkan, berat rahim
menjadi 1000 gram dan dapat dirasakan sebagai kantung yang kuat membulat,
mencapai tali pusar, pada hari ke 14 setelah kelahiran, ukurannya menyusut menjadi
350 gram dan tidak lagi dapat dirasakan keberadaannya di dalam perut, pada hari ke
60 (8 minggu) setelah kelahiran, rahim kembali ke ukuran normal. Involusi di
sebabkan oleh pembengkakan serabut otot dan penyerapan substansinya. Sebagian ke
dalam aliran darah dan sebagian lagi ke dalam lochea (Jones, 2005).
2. Proses Involusi Uteri
Pada akhir kala III persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di
bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Pada
saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia kehamilan 16
minggu dengan berat 1000 gram. Peningkatan kadar estrogen dan progesteron
selama prenatal, tergantung pada hyperplasia, peningkatan sel-sel otot dan hipertropi,
yaitu pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa nifas penurunan kadar
hormon-hormon menyebabkan terjadinya Autolisys.
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
a. Autolisys
Autolisys merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot
uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat
mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan 5 kali lebar dari semula
selama kehamilan. Sitoplasma sel yang berlebih akan tercerna sendiri sehingga
yang tertinggal hanya jaringan fibro elastic dalam jumlah renik sebagai bukti
kehamilan.
b. Atrofi Jaringan
Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah yang besar,
kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi tehadap penghentian produksi estrogen
yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada otot-otot uterus,
lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan
c. Efek Oksitosin (Kontraksi)
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang
sangat besar. Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan
mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah dan membantu proses
hemostatis. Kontraksi dan retraksi otot uterus akan mengurangi suplai darah ke
uterus. Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat implantasi placenta
serta mengurangi perdarahan. Luka bekas perlekatan placenta memerlukan waktu 8
minggu untuk sembuh total. Selama 1 sampai 2 jam pertama nifas intensitas utama
kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi teratur. Karena itu penting sekali
menjaga dan mempertahankan kontraksi uterus pada masa ini. Suntikan Oksitosin
biasanya diberikan secarara intravena atau intramusculer segera setelah kepala bayi
lahir. Pemberian ASI segera setelah bayi akan merangsang pelepasan oksitosin karena
isapan pada payudara.
3. Bagian Bekas Implantasi Placenta
a. Bekas implantasi plasenta segera setelah plasenta lahir seluas 12x5 cm,
b. Pada pembuluh darah terjadi pembentukan trombosis disamping pembuluh
darah tertutup karena kontraksi otot rahim.
c. Bekas luka implantasi dengan cepat mengecil, pada minggu ke 2 sebesar
6-8cm pada akhir masa nifas sebesar 2 cm.
d. Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk jaringan nekrosis bersama
dengan lochea.
e. Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh karena pertumbuhan
endometrium yang berasal dari tepi luka dan lapisan basalis endometrium.
f. Luka sembuh sempurna pada 6-8 minggu nifas.
4. Perubahan-perubahan Normal pada Uterus Selama Nifas
a. Involusi uterus dari luar dapat diamati yaitu dengan memeriksa fundus uterus
dengan cara: segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm di atas pusat,
12 jam kemudian kembali 1 cm setiap hari.
b. Pada hari ke 2 setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm di bawah pusat.
Pada hari 3-4 tinggi fundus uteri 2 cm di bawah pusat. Pada hari ke 5-7 tinggi
fundus uteri setengah pusat simpisis. Pada hari ke 10 tinggi fundus uteri tidak
teraba. Bila uterus tidak mengalami atau terjadi kegagalan dalam proses
involusi disebut dengan subinvolusi. Subinvolusi dapat disebabkan oleh
5. Lochea
Lochea adalah darah yang dibuang dari rahim yang kini telah mengerut
kembali ke ukuran semula. Selama kehamilan, rahim merupakan kapsul tempat janin
hidup dan tumbuh. Rahim melindungi janin dari lingkungan luar, menyediakan gizi
melalui uri.
a. Lochea Rubra/Merah (Kruenta)
Lochea ini muncul pada hari 1 sampai hari ke 4 masa nifas. Cairan yang keluar
berwarna merah karena berisi darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding
rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi) dan mekonium.
b. Lochea Sanguinolenta
Cairan yang keluar berwarna merah kecoklat-coklatan dan berlendir. Berlangsung
dari hari ke 4 sampai hari ke 7 nifas.
c. Lochea Serosa
Lochea ini berwarna kecoklatan karena mengandung serum, leukosit dan
robekan/laserasi plasenta. Muncul pada hari ke 7 sampai hari ke 14 nifas.
d. Lochea Alba/ Putih
Mengandung leukosit dan sel desidua, sel epitel, selaput lendir servik dan serabut
jaringan yang mati. Lochea alba keluar pada hari ke 15 sampai 40 hari atau
6. Serviks
Perubahan yang terjadi pada servik ialah bentuk servik agak menganga seperti
corong, segera setelah bayi lahir. Bentuk ini disebabkan oleh corpus uteri yang dapat
mengadakan kontraksi, sedangkan servik tidak berkontraksi sehingga seolah-olah
pada perbatasan antara korvus dan servik berbentuk semacam cincin. Muara servik
yang berdilatasi 10cm pada waktu persalinan, menutupi secara bertahap-bertahap.
Setelah bayi lahir, tangan masih dapat masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat
dimasuki 2-3 jari, pada minggu ke 6 nifas servik menutup.
1. Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat
besar selama proses persalinan dan akan kembali secara bertahap dalam 6-8
minggu nifas. Penurunan estrogen pada masa nifas berperan dalam penipisan
mukosa vagina dan hilangnya rugae. Rugae akan terlihat kembali pada sekitar
minggu ke 4.
2. Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya ibu akan mengalami obstipasi setelah melahirkan karena pada
waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan colon
menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan
Supaya buang air besar kembali lancar dapat diberikan diit yang mengandung
serat dan pemberian cairan yang cukup. Bila usaha ini tidak berhasil dalam 2-3
hari dapat ditolong dengan hugna atau diberikan obat pencahar.
3. Perubahan Sistem Perkemihan
Kadang-kadang masa nifas sulit untuk BAK (Buang Air Kecil) karena
sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus
sfingterani selama persalinan, juga oleh karena adanya oedema kandung kemih
yang terjadi selama proses persalinan. Sisa urine dan trauma pada kandung kemih
waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi.
7. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Ligamen, fasia, dan difragma pelvis yang meregang pada saat persalinan,
setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga
tidak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamen
rotundum menjadi kendor. Stabilisasi secara sempurna 6-8 minggu setelah
persalinan. Sebagai akibat putusnya serat-serat elastik kulit dan distensi yang
berlangsung lama akibat besarnya uterus pada saat hamil, dinding abdomen masih
8. Perubahan Endokrin
a. Hormon Plasenta
Selama periode pasca partum terjadi perubahan hormon yang besar.
Pengeluaran placenta menyebabkan penurunan signifikan hormon-hormon
yang diproduksi oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat
setelah persalinan. Penurunan hormon hpl (human placental lactogen,
estrogen dan progesteron serta placental enzime insulinase membalik efek
diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun secara bermakna
pada nifas.
b. Hormon Pituitary
Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui
menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH meningkat pada fase
konsentrasi folikuler pada minggu ke- 3 dan LH tetap rendah sehingga ovulasi
terjadi.
c. Hormon Oksitosin
Oksitosin dikeluarkan dari kelenjar bawah otak bagian belakang, bekerja
terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ke-3 persalinan,
oksitosin menyebabkan pemisahan plasenta. Kemudian seterusnya bertindak
mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih menyusui bayinya, isapan
sang bayi merangsang keluarnya oksitosin lagi dan ini membantu uterus
kembali ke bentuk normal dan pengeluaran air susu.
d. Hipotalamik Pituitari Ovarium
Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyususi akan mempengaruhi
lamanya ia mendapatkan menstruasi. Seringkali menstruasi pertama itu
bersifat anovulasi dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan progestron.
Diantara wanita laktasi sekitar 15% memperoleh menstruasi selama 6 minggu
dan 45% setelah 12 minggu. Diantara wanita yang tidak laktasi 40%
menstruasi setelah 6 minggu, 65% setelah 12 minggu dan 90% setelah 24
minggu. Untuk wanita laktasi 80% menstruasi pertama anovulasi dan untuk
wanita yang tidak laktasi 50% siklus pertama anovulasi.
9. Perubahan tanda-tanda vital
a. Suhu badan
24 jam post partum suhu badan akan naik sedikitnya (37,5ºC- 38°C) sebagai
akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan.
b. Nadi
Nadi berkisar antara 60-80 denyutan permenit setelah partus, sehabis
melahirkan biasanya denyut nadi akan lebih cepat. Tapi jika lebih dari 100 x
permenit adalah abnormal, hal itu disebabkan oleh adanya infeksi atau
perdarahan nifas yang tertunda.
c. Tekanan darah
Tekanan darah pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi nifas akan
menghilang dengan sendirinya apabila tidak turun, berarti adanya tanda
pre-eklamsia.
d. Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut
nadi. Apabila suhu dan denyut nadi tidak normal pernafasan juga akan
mengikutinya kecuali ada gangguan khusus pada saluran pernafasan.
10. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300-400 cc. Bila
kelahiran melalui section caesaria kehilangan darah dapat dua kali lipat. Perubahan
terdiri dari volume darah dan hemokonsentrasi. Setelah melahirkan shunt akan hilang
dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan
penderita vitium cordia. Untuk keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme
kompensasi dengan timbulnya haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali
seperti sediakala.
11. Perubahan Hematologi
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan kadar fibrinogen dan plasma serta
faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama nifas, kadar fibrinogen
dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan
viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah (Ambarwati, 2008).
2.5. Program dan Kebijakan Teknis Masa Nifas
Pada masa nifas dilakukan paling sedikit 4 kali kunjungan, masa nifas
dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir, dan untuk mencegah
mendeteksi dan menangani masalah–masalah yang terjadi. Kunjungan pertama,
dilakukan pada 6-8 jam setelah persalinan. Kunjungan ini dilakukan dengan tujuan
mencegah pendarahan masa nifas karena atonia uteri, mendeteksi dan merawat
penyebab lain pendarahan, dan merujuk bila pendarahan berlanjut, memberikan
konseling kepada ibu dan salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah
pendarahan masa nifas karena atonia uteri, pemberian ASI awal, melakukan
hubungan antara ibu dan bayi baru lahir, juga menjaga bayi tetap sehat dengan cara
mencegah hipotermia dan jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus
tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau
Kunjungan kedua, dilakukan pada 6 hari setelah persalinan. Kunjungan ini
dilakukan dengan tujuan untuk memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus
berkontraksi, fundus dibawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada
bau, menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau cairan, dan istirahat,
memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda
penyulit, memberikan konseling pada ibu mengenali asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
Kunjungan ke 3 dilakukan pada 2 minggu setelah persalinan, kunjungan ini
tujuannya sama dengan kunjungan yang ke 2. Setelah kunjungan ke 3 maka
dilakukanlah kunjungan ke 4 dilakukan 6 minggu setelah persalinan yang merupakan
kunjungan terakhir selama masa nifas kunjungan ini bertujuan untuk menanyakan
pada ibu tentang penyulit–penyulit yang ia atau bayi alami, juga memberikan
konseling untuk mendapatkan pelayanan KB secara dini. (Prawirohardjo, 2002).
Bila wanita itu sangat mengeluh tentang adanya afterpains atau mules, dapat
diberi analgetik atau sedatif supaya ia dapat beristirahat atau tidur. Delapan jam nifas
wanita tersebut disuruh mencoba menyusui bayinya untuk merangsang timbulnya
laktasi. Kecuali bila ada kontra indikasi untuk menyusui bayinya, seperti wanita yang
menderita tifus adominalis, tubercolosis aktif, diabetes mellitus berat, psikosis, puting
tidak dapat menyusui oleh karena tidak dapat mengisap. Hendaknya hal ini diketahui
oleh bidan atau dokter yang menolongnya. Minumannya harus diberikan melalui
sonde. Begitu pula dengan bayi yang dilahirkan dengan alat seperti ekstrasi vakum
atau cunam dianjurkan untuk tidak menyusui sebelum benar-benar diketahui tidak
ada trauma kapitis. Pada hari ke 3 atau ke 4 bayi tersebut baru diperbolehkan untuk
menyusui bila tidak ada kontra indikasi.
Perawatan mammae harus sudah dilakukan sejak kehamilan, areola mammae
dan puting susu dicuci teratur dengan sabun dan diberi minyak atau cream, agar tetap
lemas, jangan sampai kelak mudah lecet dan pecah-pecah, sebelum menyusui
mammae harus dibuat lemas dengan melakukan massage secara menyeluruh. Setelah
areola mammae dan putting susu dibersihkan, barulah bayi disusui (Prawirohardjo,
2002).
Secara tradisional, bagian pertama dari periode ini adalah masa istirahat.
Ketika ibu dipisahkan oleh orang lain (khususnya pria) karena kehilangan zat
darahnya dari vagina sehingga tidak bersih. Pada saat itu, tanpa disadari zat darah
tersebut (lochea) yang merupakan campuran dari darah dan produk jaringan dari
dinding rahim secara perlahan-lahan luruh, ketika rahim mengalami pengecilan
kembali atau pengerutan, kembali ke ukuran rahim semula. Tradisi pemisahan selama
sekelilingnya, seperti keyakinan bahwa wanita tersebut tidak bersih, sampai kini.
(Jones, 2005).
2.6. Proses Adaptasi Psikologis Masa Nifas
Setelah melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan fisiologis yang juga
mengakibatkan adanya perubahan psikisnya. Ia mengalami kegembiraan yang luar
biasa, menjalani proses eksplorasi dan asimilasi terhadap bayinya, berada dibawah
tekanan untuk dapat menyerap pembelajaran yang diperlukan tentang apa yang harus
diketahuinya dan perawatan untuk bayinya, dan merasa tanggung jawab yang luar
biasa sekarang untuk menjadi seorang ibu. Reva Rubin membagi periode menjadi 3
bagian:
• Periode ”Taking In”
a. Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu baru pada umumnya
pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya.
b. Ia mungkin akan mengulang-ngulang menceritakan pengalamannya waktu
melahirkan.
c. Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi gangguan kesehatan
akibat kurang istirahat.
d. Peningkatan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat penyembuhan dan
2. Periode”Taking Hold”
a. Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 nifas.
b. Ibu menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi orang tua yang sukses
dan meningkatkan tanggung jawab terhadap bayi.
c. Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, BAB, BAK, serta
kekuatan dan ketahanan tubuhnya.
d. Ibu berusaha untuk menguasai keterampilan perawatan bayi, misalnya
menggendong, memandikan, memasang popok, dan sebagainya.
e. Pada masa ini, ibu biasanya agak sensitif dan merasa tidak mahir dalam
melakukan hal-hal tersebut.
f. Tahap ini merupakan waktu yang tepat bagi bidan untuk memberikan
bimbingan cara perawatan bayi, namun harus diperhatikan tehnik
bimbingannya, jangan sampai menyinggung perasaan atau membuat perasaan
ibu tidak nyaman karena ia sangat sensitif. Hindari kata ”jangan begitu” atau
”kayak gitu salah” pada ibu karena hal itu akan sangat menyakiti perasaannya
dan akibatnya ibu akan putus asa untuk mengikuti bimbingan yang diberikan
3. Periode ”Letting Go”
a. Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Periode ini pun
sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diperlukan oleh
keluarga.
b. Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan ia harus
beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi yang sangat tergantung
terhadapnya. Hal ini menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan, dan
hubungan sosial.
c. Depresi nifas umumnya terjadi pada periode ini.
Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi
orangtua, pada masa nifas antara lain:
1) Respon dan dukungan keluarga dan teman
Bagi nifas, apa lagi pada ibu yang baru pertama kali melahirkan akan
sangat membutuhkan dukungan orang-orang terdekatnya karena ia belum
sepenuhnya berada pada kondisi stabil, baik fisik maupun psikologisnya.
2) Hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan aspirasi.
Hal yang dialami oleh ibu ketika melahirkan akan sangat mewarnai alam
tahu bahwa begitu beratnya ia harus berjuang untuk melahirkan bayinya
dan hal tersebut akan memperkaya pengalaman hidupnya untuk lebih
dewasa.
3) Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak
Walaupun kali ini bukan pengalaman pertama melahirkan bayinya,
namun kebutuhan mendapatkan dukungan positif dari lingkungannya
tidak jauh berbeda dengan ibu yang melahirkan anak pertama.
4) Pengaruh budaya
Lalu adanya adat-istiadat yang dianut oleh lingkungan dan keluarga
sedikit banyak akan mempengaruhi keberhasilan ibu dalam melewati saat
transisi ini (Sulistyawati, 2009).
2.7. Post Partum Blues
Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya.
Keadaan ini disebut dengan baby blues, yang disebabkan oleh perubahan perasaan
alami ibu saat hamil sehingga sulit menerima kehadiran bayinya. Perubahan perasaan
ini merupakan respon alami terhadap rasa lelah yang dirasakan. Gejala-gejala baby
blues antara lain: menangis, mengalami perubahan perasaan, cemas, kesepian,
khawatir mengenai sang bayi, penurunan gairah sex, dan kurang percaya diri terhadap
Gejala-gejala depresi pasca persalinan
1. Sulit tidur bahkan ketika bayi sudah tidur
2. Nafsu makan hilang
3. Perasaan tidak berdaya atau kehilangan kontrol
4. Terlalu cemas atau tidak perhatian sama sekali pada bayi
5. Tidak menyukai atau takut menyentuh bayi
6. Pikiran yang menakutkan mengenai bayi
7. Sedikit atau tidak ada perhatian terhadap penampilan pribadi
8. Gejala fisik seperti banyak wanita sulit bernafas atau perasaan bedebar-debar.
Jika ibu mengalami gejala-gejala tersebut sebaiknya ibu memberitahu suami,
bidan, atau dokter. Depresi masa nifas adalah keadaan yang sangat serius, seorang
wanita memerlukan banyak dukungan dari suami, keluarga dan lingkungannya
(Ambarwati, 2008).
2.8. Kebutuhan Ibu Nifas
1. Gizi
Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan
metabolismenya. Beberapa anjuran untuk memenuhi kebutuhan gizi ibu:
a. Mengkonsumsi tambahan kalori tiap hari sebanyak 500 kalori
c. Minum sedikitnya 3 liter setiap hari
d. Mengkonsumsi tablet zat besi selama nifas
e. Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar dapat memberikan vitamin A
kepada bayinya melalui ASI (Sulistyawati, 2009).
2. Ambulansi dini
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk secepat mungkin membimbing pasien
keluar dari tempat tidurnya dan membimbing untuk berjalan dalam 24-48 jam
post partum. Keuntungannya adalah:
a. Ibu merasa lebih baik, lebih sehat, dan lebih kuat
b. Faal usus dan kandung kencing lebih baik
c. Dapat lebih memungkinkan dalam mengajari ibu untuk merawat atau
memelihara anaknya, memandikan dan lain-lain selama ibu masih perawatan.
3. Eliminasi (buang air kecil dan besar)
Dalam 6 jam pertama post partum, pasien harus sudah dapat buang air kecil.
Semakin lama urine tertahan dalam kandung kemih maka dapat mengakibatkan
kesulitan pada organ perkemihan. Dalam 24 jam pertama, pasien juga harus sudah
dapat air besar karena semakin lama feses tertahan dalam usus maka akan
4. Kebersihan diri
5. Perawatan payudara
a. Menjaga payudara tetap bersih dan kering terutama puting susu terutama
dengan menggunakan BH yang menyokong payudara.
b. Jika puting lecet masa oleskan ASI pada sekitar puting susu setiap selesai
menyusui. Menyusui dimulai dari puting yang tidak lecet.
c. Apabila lecet sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam, ASI
dikeluarkan dan diminumkan dengan menggunakan sendok.
d. Istirahat
Ibu post partum sangat membutuhkan istirahat yang cukup. Kurang istirahat
dapat menyebabkan:
a. Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi
b. Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan.
c. Menyebabkan depresi dan ketidak nyamanan untuk merawat bayi dan
dirinya.
6. Seksual
Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah
berhenti dan ibu dapat memasukkan 1atau 2 jari ke dalam vagina tanpa rasa
seksual sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu
setelah kelahiran. Keputusan bergantung pada pasangan yang bersangkutan.
7. Latihan atau senam nifas
Untuk mencapai hasil pemulihan otot yang maksimal sebaiknya latihan masa nifas
seawal mungkin dengan catatan menjalani persalinan dengan normal dan tidak ada
penyulit post partum.
2.9. Konsep Budaya dalam Perawatan Masa Nifas
Budaya berasal dari bahasa Sansekerta (buddhayah) yaitu bentuk jamak dari
buddhi yang berarti “budi”atau “akal” semua hal-hal yang berkaitan dengan akal.
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang di dalamnya terkandung
ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, kebiasaan yang didapatkan oleh
manusia sebagai anggota masyarakat (Syafrudin, 2008).
Kebudayaan adalah komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, dan adat istiadat. Kebudayaan semua hasil karya, rasa, dan
cipta masyarakat yang berfungsi sebagai:
1. Tempat berlindung
2. Kebutuhan makan dan minum
Serta mempunyai kepribadian yaitu organisasi faktor-faktor biologis, psikologis, dan
sosialisasi yang mendasari perilaku individu (Syafrudin, 2008).
Faktor yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat terutama ibu hamil,
bersalin dan nifas adalah faktor lingkungan yaitu pendidikan disamping faktor-faktor
lainnya. Jika masyarakat mengetahui dan memahami hal-hal yang mempengaruhi
status kesehatan tersebut maka diharapkan masyarakat tidak melakukan
kebiasaan/adat-istiadat yang merugikan kesehatan khususnya bagi ibu bersalin dan
nifas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu:
1. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan sosial yaitu interaksi masyarakat adat-istiadat, pendidikan dan
tingkat ekonomi. contoh: ibu yang baru melahirkan dan sedang menyusui
mengurangi makan ikan, karena meyakini ASI akan berbau amis.
2. Faktor Prilaku
Faktor budaya setempat dan pengetahuan sendiri serat sistem nilai sangat
berpengaruh terhadap keputusan yang diakses oleh pasien dan keluarga.
3. Faktor Pelayanan Kesehatan
Faktor tingkat pelayanan kesehatan merupakan faktor ke 3 yang mempengaruhi
Contoh: seorang ibu hamil akan bersalin, untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
harus melintasi jarak berkilo-kilo meter dengan jalan kaki. Artinya pusat
pelayanan kesehatan sangat berpengaruh dari segi jarak pemukiman, kelengkapan
alat-alat dan obat yang tersedia serta tenaga ahli yang terampil dan menguasai
teknologi kesehatan.
4. Faktor Keturunan
Faktor keturunan merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia yang
dibawa sejak lahir (Asma, Diabetes melitus, hipertensi, dll) (Syafrudin, 2008).
2.10. Budaya dalam Perawatan Masa Nifas
Kebudayaan maupun adat istiadat dalam masyarakat Indonesia ada yang
menguntungkan, ada pula yang merugikan bagi status kesehatan ibu hamil, ibu
bersalin maupun ibu nifas (Syafrudin, 2008).
Pada masa nifas, ibu memerlukan tambahan nutrisi 3 kali lipat dari kondisi
biasanya untuk pemulihan tenaga atau aktivitas ibu, metabolisme, cadangan dalam
tubuh, penyembuhan luka jalan lahir, serta untuk memenuhi kebutuhan bayi berupa
produksi ASI. Diet yang diberikan harus bermutu tinggi dengan cukup kalori, cukup
protein, cairan, serta banyak buah-buahan karena ibu nifas mengalami
hemokonsentrasi (Jones, 2005).
Tarak atau pantangan makanan adalah kebiasaan, budaya atau anjuran yang
buah, ikan dan biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya
yang dapat mempengaruhi produksi ASI, ada pula makanan tertentu yang dilarang
karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Pantangan makanan dalam
masa nifas jenis pantang makanannya yaitu: jenis buah yang bulat, jenis buah yang
asam /kecut macam-macam ikan, jenis makanan yang licin, dianggap menyebabkan
perut sakit. Ikan basah, ikan lele, ikan mujair, dan udang dianggap dapat
mengakibatkan kemaluan menjadi licin juga daun genjer, daun kangkung, daun talas
daun, seraung dan daun kacang. Buah mangga, jeruk, pepaya, jambu air, crème,
dianggap dapat menyebabkan perut menjadi bengkak dan cepat mudah hamil (buah
yang asam /kecut), nangka, durian, kluih, dan waluh. Ibu hanya boleh makan
makanan tertentu, lalapan tertentu, sambel oncom, kunyit bakar, dianggap
mengembalikan alat reproduksi agar cepat kembali pulih (Damayanti, 2010).
Pola makan yang sehat adalah makanan yang dikonsumsi memiliki jumlah
kalori dan zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan seperti air, lemak, karbohidrat,
protein, dan mineral. Ibu nifas hendaknya mengusahakan mengkonsumsi daging
khususnya daging sapi agar penurunan berat badan berjalan lebih cepat dan produksi
ASI tetap lancar, karena daging sapi memiliki banyak serat yang dapat memperlancar
buang air besar. Sehingga tanpa diet ibu tetap memiliki badan yang ideal. Selain itu
sayur dan buah pun juga mengandung banyak serat yang dapat memperlancar buang
Alasan budaya tarak di masyarakat adanya pantangan makanan merupakan
gejala yang hampir universal berkaitan dengan konsepsi "panas-dingin" yang dapat
mempengaruhi keseimbangan unsur-unsur dalam tubuh manusia -tanah, udara, api
dan air. Apabila unsur-unsur di dalam tubuh terlalu panas atau terlau dingin maka
akan menimbulkan penyakit. Memang tidak semua praktek/perilaku masyarakat yang
pada awalnya bertujuan untuk menjaga kesehatan dirinya adalah merupakan praktek
yang sesuai dengan ketentuan medis/kesehatan (Damayanti 2010).
Kebutuhan gizi pada masa nifas atau menyusui kurang sesuai dengan
aturan pemenuhan gizi yang baik dan seimbang. Hal ini disebabkan karena adanya
aturan atau budaya yang berlaku dalam keluarga. Pantang makanan yang sering
terjadi misalnya dilarang makan daging, telur dan ayam, sayur sawi dan bayam,
pantang dengan makanan yang panas dan pantangan terhadap ikan laut. Dampak dari
perilaku pantang makanan pada masa nifas adalah kekurangan zat gizi sehingga
penyembuhan luka akan lebih lama sembuh bahkan bisa timbul infeksi. Apalagi pada
ibu nifas tentu sangat membutuhkan makanan bergizi untuk memulihkan kondisi,
mempercepat kesembuhan luka dan proses laktasi. Jika nutrisi ibu nifas dapat
terpenuhi dengan baik maka luka jahitan perineum dapat sembuh dengan cepat dan
ibu dapat dengan segera mengerjakan aktivitas sehari-hari (Qomariah, 2013).
Di Meksiko-Amerika seorang wanita hamil dan setelah melahirkan dilarang
makan makanan yang bersifat “dingin” seperti cabe, acar (makanan yang disajikan
dengan cuka), tomat, bayam, produk-produk dari daging babi dan sebagian besar
lainnya harus dihindari karena keasamannya dan karena buah-buahan tersebut
dipercayai menyebabkan pembuluh mekar pada ibu-ibu (Sri, 2006).
Di Vietnam buah-buahan dan sayur-sayuran juga dilarang dimakan oleh
wanita yang sedang hamil dan melahirkan. Kaki dan tulang kaki babi diijinkan untuk
dimakan karena kaki babi dipercaya dapat memperbaiki pengeluaran air susu (Sri,
2006).
India, di pedesaannya menganggap sapi merupakan binatang yang suci,
sehingga tidak diperkenankan dagingnya untuk dimakan. Di beberapa negara
berkembang umumnya ditemukan larangan, pantangan atau tabu tertentu bagi
makanan ibu hamil. Latar belakang pantangan atau tabu tersebut didasarkan pada
kepercayaan agar tidak mengalami kesulitan pada waktu melahirkan dan bayinya
tidak terlalu besar. Untuk jenis makanan panas diantaranya kacang polong yang
sudah dikupas, gula kasar, susu kerbau, telur dan ikan. Jenis makanan dingin
diantaranya daun wortel dan dadih. Berbeda di pantai timur Malaysia, jenis makanan
”dingin” yang dilarang dikonsumsi ibu nifas yaitu hampir semua sayuran, semua
buah-buahan mentah kecuali durian, semua makanan asam, semua makanan mentah,
gorengan, berbagai jenis ikan, kare, bumbu dan kopi. Sedangkan yang dianggap
sebagai makanan ”panas” yaitu durian, telur, madu, gandum, tapioka, pisang yang
dimasak, ikan panggang, lada hitam serta kopi (Hartiningtiyaswati, 2010).
Di Malaysia Ibu pada nifas dilarang memakan ikan asin atau ikan kering
ikan yang berbisa seperti bawal hitam, terubuk, duri, pari, sembilang serta parang
karena takut menyebabkan bisa pada pintu rahim. Selain ikan berbisa, jenis ikan yang
dilarang yang menyebabkan kegatalan kulit serta menimbulkan reaksi lainnya ialah
ikan kembung, tamban, cencaru, atau tongkol dan makanan laut seperti udang,
sotong, kerang dan lain-lain. Ibu bersalin dilarang memakan sayur-sayuran menjalar.
Diantaranya ialah kangkung, timun, sayur keladi, pucuk ubi, pucuk paku, bayam,
sayur atau daun keti (bunga putih), kacang panjang, petola, labu, rebung, kacang
botor, jeruk maman, petai, jering serta terung. Ibu bersalin juga tidak boleh
minum-minuman bergas, dingin, seperti air tebu, cincau, kelapa muda serta buah-buahan
seperti nenas, jambu, belimbing, sirsak, mangga, pepaya, duku, langsat, tembikai
cina, nangka, cempedak, pisang masak hijau, pisang nangka, pisang embun, pisang
udang, ubi kayu, ubi keladi, bengkuang, manggis, bacang, dan kuini. Makanan
tersebut dilarang karena dapat mengakibatkan sakit tulang serta lemah sendi, yang
dikenal nama lainnya adalah artritis dan rheumatisme (Iefa, 2014).
Berbeda dengan etnis Tionghoa, yang merupakan salah satu etnis pendatang
di Indonesia yang jumlahnya cukup besar dibandingkan masyarakat pendatang
lainnya, yang memiliki aturan bagi perempuan selama masa nifas meliputi pantangan
bagi wanita nifas untuk keluar rumah selama 1 bulan, tidak boleh mandi dan keramas
selama 1 bulan dengan alasan kondisi ibu yang dianggap dingin setelah melahirkan
sehingga bila terpapar sesuatu yang dingin lagi akan menyebabkan masuk angin.
makanan, juga penyajian makanan yang juga dilakukan secara khusus (A Yung,
2013).
Di suku Timor pantang terhadap makanan terutama sumber protein hewani
seperti daging dan ikan selama 40 hari dengan alas an luka akan lama sembuhnya.
Alasan lain yaitu bahwa ada pihak-pihak yang akan menentukan apa yang harus
dilakukan atau tidak boleh dilakukan oleh ibu nifas, pihak tersebut adalah orang tua
dan suami maupun orang yang memiliki kemampuan seperti dukun.
(Hartiningtiyaswa