• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Putusan Maffezini terhadap Interpretasi Klausul Most-Favored Nation dalam hal Persetujuan (Consent) Pengajuan Penyelesaian Sengketa Investasi ke International Centre for the Settlement of Investment Disputes (ICSID)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Dampak Putusan Maffezini terhadap Interpretasi Klausul Most-Favored Nation dalam hal Persetujuan (Consent) Pengajuan Penyelesaian Sengketa Investasi ke International Centre for the Settlement of Investment Disputes (ICSID)"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PUTUSAN MAFFEZINI TERHADAP INTERPRETASI KLAUSUL

MOST-FAVORED NATION DALAM HAL PERSETUJUAN (CONSENT) PENGAJUAN PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI KE

INTERNATIONAL CENTRE FOR THE SETTLEMENT OF INVESTMENT DISPUTES (ICSID)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

Nama : Assyfa Humairah

NIM : 110200566

Departemen : Hukum Internasional

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Disetujui

Ketua Departemen Hukum Internasional

(Dr. Chairul Bariah, S.H., M.Hum) NIP. 195612101986012001

Dosen pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Dr. Sutiarnoto, SH, M.Hum Dr. Mahmul Siregar, SH,M.Hum NIP. 195610101986031003 NIP. 197302202002121001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

DAMPAK PUTUSAN MAFFEZINI TERHADAP INTERPRETASI KLAUSUL

MOST-FAVORED NATION DALAM HAL PERSETUJUAN (CONSENT) PENGAJUAN PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI KE

INTERNATIONAL CENTRE FOR THE SETTLEMENT OF INVESTMENT DISPUTES (ICSID)

Dr. Sutiarnoto, SH. M.Hum1 Dr. Mahmul Siregar, SH. M.Hum**

Assyfa Humairah***

ABSTRAKSI

Sejak putusan arbitrase ICSID dalam kasus Emilio Agustin Maffezini v. Spain di tahun 2000, interpretasi prinsip Most-Favoured Nation(MFN) telah menjadi suatu perdebatan dalam dunia penyelesaian sengketa investasi internasional khususnya dalam konteks BIT. Terdapat 3 (tiga) yang menjadi perumusan permasalahan skripsi ini. Pertama, Bagaimana prinsip Most-Fabored Nation dalam hukum internasional. Kedua, Bagaimana persetujuan (consent) dalam penyelesaian sengketa investasi melalaui arbitrase internasional. Ketiga, Dampak putusan Maffezini terhadap klausul Most-Favored Nation dalam hal persetujuan (consent) pengajuan sengketa investasi ke arbitrase internasional ditinjau dari putusan-putusan arbitrase internasional.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan yang didasarkan pada data sekunder yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan dari kepustakaan, peraturan perundang-undangan, konvensi internasional, jurnal internasional, internet, dan hasil tulisan ilmiah lainnya seperti paper atau makalah yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan skripsi ini adalah bahwa Prinsip MFN memiliki peran yang sangat penting dalam foreign direct investment yaitu sebagaimana diatur dalam prinsip MFN yang terkandung dalam BIT antara para pihak bahwa host States harus memberikan perlakuan yang sama dan tidak membeda-bedakan investor khususnya dari negara asing. Dalam penyelesaian sengketa investasi, arbitrase selalu berdasarkan dari perjanjian yang dibuat antara para pihak. Persetujuan (consent) dalam penyelesaian sengketa ke arbitrase internasional merupakan hal yang indispensable atau sangat dibutuhkan sebagai tribunal’s jurisdiction. Namun, Sejak putusan Maffezini, klausul MFN standart yang dapat diperluas jauh dari yang diperkirakan sebelumnya, yaitu investor asing dapat membawa sengketa investasi ke       

1

Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II

(4)

forum ICSID tanpa harus memenuhi kewajiban untuk membawa kasus tersebut ke pengadilan nasional sebagaimana yang telah disepakati oleh kedua pihak dalam BIT mereka dan merujuk ke BIT antara Chile dan Spanyol dimana dalam BIT tersebut tidak perlu harus menunggu 18 bulan untuk membawa sengketa ke ICSID. Dampak putusan Maffezini berlangsung sampai sekarang, diikuti oleh beberapa kasus yang dijabarkan dalam skripsi ini, yaitu kasus Impregilo SpA v Argentina Republic, Garanti Koza v. Turkmenistan dan Daimler Financial Services AG v. Argentine Republic

(5)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan berkahnya, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan penulisannya sesuai dengan waktu yang tepat.

Skripsi ini adalah sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam skripsi ini, penulis membahas mengenai “Dampak Putusan Maffezini terhadap Interpretasi Klausul Most-Favored Nation dalam hal Persetujuan (Consent) Pengajuan Penyelesaian Sengketa Investasi ke International Centre for the Settlement of Investment Disputes (ICSID)”

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari ketidaksempurnaan sehingga besar harapan kepada para pembaca yang telah meluangkan waktunya untuk membaca skripsi ini agar dapat memberikan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi menghasilkan sebuah karya ilmiah yang baik dan sempurna lagi.

(6)

Dalam proses penyusunan skripsi ini saya juga mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sebagai penghargaan dan ucapan terima kasih terhadap semua dukungan dan bantuan yang telah diberikan, saya menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

2. Bapak Prof Dr. Budiman Ginting SH.,M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

3. Bapak Syafruddin SH., M.Hum.,DFM., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

4. Bapak OK Saidin S.H.,M.Hum. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

5. Ibu Zaidar S.H selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis selama mengikuti masa perkuliahan;;

6. Ibu Dr. Chairul Bariah, S.H., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

(7)

8. Bapak Dr. Sutiarnoto,SH.,MH selaku Dosen Pembimbing I yang telah menyediakan waktu untuk memberikan saran dan petunjuk serta bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini

9. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II, dalam kesibukannya sehari-hari beliau tetap meluangkan waktu bagi penulis untuk pengarahan dalam penyelesaian skripsi ini dan sebagai pembimbing penulis dalam Foreign Direct Investment Arbitration Moot Competition 2015.

10.Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, S.H., M.LI. selaku Pembina Tim USU dalam Phillip C. Jessup International Moot Court Competition;

11.Bapak dan ibu staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini;

12.Seluruh civitas Fakultas Hukum USU: jajaran staf administrasi dan seluruh pegawai Fakultas Hukum USU lainnya;

13.Sahabat-Sahabat penulis sejak SD, SMP dan SMA: Soraya Nurfitria, Aisha Citra Nissa, Aida Violiny, Raisa Chairisina Ritonga, M. Ridha Tantawi, dan Gabysca Martova.

(8)

C. Manurung S.H, Natassya Rehulina Bangun S.H, , Sabilla Dien Tharra, , dan Stevany Claudia. The boys: Muhammad Zuhdi Lubis, Muhammad Febriyandri, S.H Tengku Azlansyah Alsani S.H dan Muhammad Ibnu. S.H. Thank you for all the joy you guys have brought to my life :)

15.Ahmad Arief Harahap, Thank you for sticking by my side through the thick and thin.

16.Teman-teman dan coaches di International Law Moot Court Competition (ILMCC) FH USU, Heriyanto Yang, Paulina Tandiono, Michael Timothy, Herbert, Yuthi Sinari, Yohana Rosendra, Frans Joshua Sinuhaji, Elisa Aprilia Sidabutar dan Steven Martin.

17.Teman-teman penulis di International Law Student Association (ILSA).

(9)

Medan, 16 September 2015 Hormat Penulis,

Assyfa Humairah

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAKSI ... ii

KATA PENGANTAR ... ..iv

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... .xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Judul ... 9

E. Tinjauan Kepustakaan ... 10

F. Metode Penelitian ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II PRINSIP MOST FAVOURED-NATION DALAM HUKUM INTERNASIONAL A. Prinsip Most Favoured-Nation (MFN) ... 18

1. Struktur dan Lingkup Klausul MFN ... 20

2. Kodifikasi klausul Most-Favoured Nation oleh International Law Commision (ILC) ... 23

3. Prinsip-prinsip umum hukum internasional yang mengatur Most-Favoured Nation ... 28

a. Prinsip Res Inter Alios ... 28

(11)

4. Perbedaan Prinsip Most Favoured-Nation dalam Perdagangan

Internasional dan Prinsip Most Favoured-Nation dalam Investasi. ... 32

B. Sejarah dan Perkembangan prinsip Most-Favoured Nation ... 35

C. Klausul Most Favoured-Nation dalam Bilateral Investment Treaties ... 39

BAB III PERSETUJUAN (CONSENT) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI MELALUI ARBITRASE INTERNASIONAL A. Persetujuan (consent) dalam penyelesaian sengketa investasi melalui arbitrase atau pengadilan internasional ... 46

1. Persetujuan melalui perjanjian langsung antara para pihak (direct agreementbetween the parties) ... 49

2. Persetujuan melalui Host States Legislation ... 50

3. Persetujuan melalui Bilateral Investment Treaties (BIT) ... 55

B. Bentuk Penyelesaian Sengketa Investor dan Host States ... 61

1. Upaya Penyelesaian Penanaman Modal Asing melalui Pengadilan (judicial settlement) ... 62

a. Pengadilan Negeri (National Court) ... 63

b. Perlindungan Diplomatik (Diplomatic Protection) ... 64

2. Upaya Penyelesaian Sengketa Alternatif ... 67

a. Negosiasi ... 67

b. Mediasi ... 69

c. Konsiliasi ... 71

d. Arbitrase ... 73

C. Penyelesaian sengketa Investor dan Negara Penerima Modal (Host State) melalui arbitrase ICSID ... 74

1. Yuridiksi ICSID ... 75

2. Pilihan Hukum (Choice of Law) ... 77

(12)

BAB IV DAMPAK PUTUSAN MAFFEZINI TERHADAP KLAUSUL MFN

DALAM HAL PERSETUJUAN (CONSENT) PENGAJUAN

SENGKETA INVESTASI KE ARBITRASE INTERNASIONAL

DITINJAU DARI PUTUSAN-PUTUSAN ARBITRASE

INTERNASIONAL

A. Kasus Agustin Maffezini v. Kingdom of Spain (ICSID Case No. ARB/97/7, Decision of the Tribunal on Objections to Jurisdiction, 25 Januari 2000) .... 82 B. Dampak putusan Maffezini dalam kasus Impregilo SpA v Argentina Republic

(ICSID Case No ARB/07/17) ... 94 C. Dampak putusan Maffezini dalam kasus Daimler Financial Services AG v.

Argentine Republic, (ICSID Case No. ARB/05/1, Awards 22 Agustus 2012) ... 98 D. Dampak putusan Maffezini dalam kasus Garanti Koza v. Turkmenistan...103

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 103 B. Saran ... 109

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 General function of MFN clauses ...21

(14)

DAFTAR SINGKATAN

ADR : Alternative Dispute Resolution

BIT : Bilateral Investment Treaty

BKPM : Badan Koordinasi Penanaman Modal

FDI : Foreign Direct Investment

FTA : Free Trade Agreement

GATT : General Agreement on Tariffs and Trade

GSP : Generalized System of Preferences

GSP : Generalized System of Preferences

ICC : International Chamber of Commerce

ICJ : International Court of Justice

ICSID : International Centre for the Settlement of Investment Disputes

IIA : International Investment Agreement

ILC : International Law Commission

ITO : International Trade Organization

MFN : Most Favoured Nations

NAFTA : The North American Free Trade Agreement

PCIJ : Permanent Court of International Justice

SCC : Stockholm Chamber of Commerce

UNCITRAL : United Nations Commissions on International Trade Law

(15)

UNGA : General Assembly of the United Nations

VCLT : The 1969 Vienna Convention of the Law of Treaties

(16)

DAMPAK PUTUSAN MAFFEZINI TERHADAP INTERPRETASI KLAUSUL

MOST-FAVORED NATION DALAM HAL PERSETUJUAN (CONSENT) PENGAJUAN PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI KE

INTERNATIONAL CENTRE FOR THE SETTLEMENT OF INVESTMENT DISPUTES (ICSID)

Dr. Sutiarnoto, SH. M.Hum1 Dr. Mahmul Siregar, SH. M.Hum**

Assyfa Humairah***

ABSTRAKSI

Sejak putusan arbitrase ICSID dalam kasus Emilio Agustin Maffezini v. Spain di tahun 2000, interpretasi prinsip Most-Favoured Nation(MFN) telah menjadi suatu perdebatan dalam dunia penyelesaian sengketa investasi internasional khususnya dalam konteks BIT. Terdapat 3 (tiga) yang menjadi perumusan permasalahan skripsi ini. Pertama, Bagaimana prinsip Most-Fabored Nation dalam hukum internasional. Kedua, Bagaimana persetujuan (consent) dalam penyelesaian sengketa investasi melalaui arbitrase internasional. Ketiga, Dampak putusan Maffezini terhadap klausul Most-Favored Nation dalam hal persetujuan (consent) pengajuan sengketa investasi ke arbitrase internasional ditinjau dari putusan-putusan arbitrase internasional.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan yang didasarkan pada data sekunder yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan dari kepustakaan, peraturan perundang-undangan, konvensi internasional, jurnal internasional, internet, dan hasil tulisan ilmiah lainnya seperti paper atau makalah yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan skripsi ini adalah bahwa Prinsip MFN memiliki peran yang sangat penting dalam foreign direct investment yaitu sebagaimana diatur dalam prinsip MFN yang terkandung dalam BIT antara para pihak bahwa host States harus memberikan perlakuan yang sama dan tidak membeda-bedakan investor khususnya dari negara asing. Dalam penyelesaian sengketa investasi, arbitrase selalu berdasarkan dari perjanjian yang dibuat antara para pihak. Persetujuan (consent) dalam penyelesaian sengketa ke arbitrase internasional merupakan hal yang indispensable atau sangat dibutuhkan sebagai tribunal’s jurisdiction. Namun, Sejak putusan Maffezini, klausul MFN standart yang dapat diperluas jauh dari yang diperkirakan sebelumnya, yaitu investor asing dapat membawa sengketa investasi ke       

1

Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II

(17)

forum ICSID tanpa harus memenuhi kewajiban untuk membawa kasus tersebut ke pengadilan nasional sebagaimana yang telah disepakati oleh kedua pihak dalam BIT mereka dan merujuk ke BIT antara Chile dan Spanyol dimana dalam BIT tersebut tidak perlu harus menunggu 18 bulan untuk membawa sengketa ke ICSID. Dampak putusan Maffezini berlangsung sampai sekarang, diikuti oleh beberapa kasus yang dijabarkan dalam skripsi ini, yaitu kasus Impregilo SpA v Argentina Republic, Garanti Koza v. Turkmenistan dan Daimler Financial Services AG v. Argentine Republic

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Globalisasi dan liberalisasi ekonomi merupakan suatu keadaan yang meningkatkan kebergantungan ekonomi melalui perdagangan internasional dan penanaman modal asing langsung (foreign direct investment). Penanaman modal asing telah berkembang pesat pada abad ke-20 melebihi perkembangan perdagangan internasional.2

Investasi merupakan sektor utama yang dihandalkan negara-negara di dunia untuk menggerakan roda perekonomian negara. Investasi dapat berperan dalam perkembangan ekonomi, meningkatkan produksi, memberi perluasan kesempatan kerja, mengolah sumber potensi ekonomi di kesempatan kerja, mengolah sumber-sumber potensi ekonomi di dalam negeri. Penanaman modal asing diharapkan dapat pula ikut berperan dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dan pembangunan ekonomi pada umumnya. Investasi juga dipandang sebagai bidang yang sangat menguntungkan bagi negara tuan rumah (host States), karena dengan adanya investasi ini, negara penerima modal asing dapat menjamin dan mengalihkan modal dalam negeri yang tersedia untuk digunakan bagi kepentingan publik.3

      

2 United Nation Confrence on Trade and Development (UNCTAD), World Investment Report 1996, Investment, Trade and International Policy Arrangements, Transnational Corporation, Vol.5 No.3 December 1996, hal. 112

3

(19)

Arus penanaman modal asing ke suatu negara biasanya sangat dipengaruhi oleh iklim investasi yang cukup kondusif seperti adanya stabilitas politik dan keamanan, sumber daya alam yang melimpah, tenaga kerja yang terampil, kebijakan ekonomi dan keuangan yang terbuka dan berorirentasi pasar. Hal ini akan menjadi daya tarik yang besar bagi investor untuk menanamkan modalnya di negara tersebut.4Namun, terdapat hal yang tidak kalah pentingnya dari hal-hal tersebut adalah sejauh mana perlindungan terhadap hak-hak yang sah dari investor asing yang dapat diberikan oleh negara tuan rumah atau negara penerima modal (host states), terutama terhadap kegiatan dan modal yang ditanamkan. Bagi investor, perlindungan ini sangat penting karena dalam keadaan-keadaan tertentu dapat saja terjadi tindakan yang merugikan investor, baik yang dilakukan oleh negara maupun warga negara terhadap modal yang ditanamkan.5 Tindakan yang merugikan tersebut mencakup antara lain tindakan nasionalisasi (nationalization), pengambilalihan (expropriation), diskriminasi (discrimination) dan penyitaan (consfication). Untuk itu, diperlukan suatu jaminan dari host States bahwa tindakan-tindakan tersebut diberikan perlindungan yang layak terhadap investor asing.6

Oleh karena itu, demi menumbuhkan kepercayaan investor akan investasinya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, berbagai perjanjian internasional yang memberi perlindungan investor diikuti dan dibuat oleh pemerintah host states. Negara-negara bekerja sama dengan membuat Perjanjian Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M) atau Bilateral Investment Treaty (BIT) yang dibuat untuk       

4 Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman, Hukum investasi dan Pasar Modal, Sinar Grafika,

Jakarta,2010,halaman 115.

5 Ibid 6

(20)

memberikan fasilitas dan perlindungan hukum bagi investor asing. BIT merupakan perjanjian antara dua negara mengenai kerja sama dan perlindungan investasi oleh individu ataupun pelaku bisnis dari pihak yang melakukan perjanjian. Dalam BIT secara umum menjelaskan mengenai investasi, prosedur-prosedur masuknya investasi ke suatu negara, menentukan bentuk kompensasi investasi yang layak untuk diambil alih, menyediakan bebas biaya transfer, menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa (baik untuk individu maupun negara) dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam BIT yaituNational Treatment, Fair and Equitable Treatment dan Most-Favored Nation.7 Didalam BIT termasuk juga mekanisme penyelesaian sengketa antara investor dan host states. Arbitrase yang umumnya merujuk pada sebuah perjanjian antarnegara yang dinamai Convention on the Settlement of Investment Dispute between State and National of Other State. Berdasarkan konvesi tersebut dibentuklah lembaga penyelesaian sengketa yang diberi nama International Center for Settlement of Investment Dispute (ICSID).8

Mengenai prinsip-prinsip yang terkandung dalam BIT, salah satu prinsip dalam investasi yang terkandung sebagai klausul dalam BIT, yaitu klausul MFN. Klausul ini menimbulkan suatu perdebatan dalam dunia penyelesaian sengketa investasi internasional, khususnya dalam konteks BIT, perdebatan tersebut mengenai apakah investor dapat menggunakan klausul MFN dari suatu perjanjian dasar atau basic treaty

      

7 UNCTAD, “What Are BITs”, http://www.unctadxi.org/templates/Page1006.aspx, (terakhir kali

di akses 10 April 2015)

8

United Nations Conference on Trade and Development, Investor-State Dispute Settlement,

(21)

dan menghubungkannya ke klausul penyelesaian sengketa antara investor dan host states dengan merujuk BIT negara ketiga (third states).9

Awalnya, konsep dasar dibalik MFN tetap sama yaitu menentang adanya perlakuan diskriminasi atau lebih menguntungkan dibandingkan negara yang lain. Berdasarkan aturan MFN,host Statesharus memberikan perlakuan kepada penanam modal dari sebuah negara asing, sama seperti perlakuan yang telah mereka berikan kepada penanam modal dari negara asing lainnya. Dari sejumlah perjanjian mengenai penanaman modal yang eksis telah menunjukkan bahwa prinsip MFN telah secara luas dimasukkan di dalam hampir perjanjian bilateral, regional dan multilateral.10

Meskipun, penggunaan klausul MFN telah merupakan ketentuan yang sudah lama diterapkan, namun, sekarang ini, klausul MFN menjadi hal yang secara signifikan menarik perhatian dalam perjanjian investasi internasional atau International Investment Arbitration (IIA).11Sejak putusanarbitrase ICSID dalam kasus Emilio Agustin Maffezini v. Spain di tahun 2000.12 Didalam kasus ini merupakan putusan pertama yang mengaplikasikan klausul MFN ke dalam ketentuan penyelesaian sengketa.13 Sehingga hal ini menimbulkan interpretasi baru klausul MFN standart yang dapat diperluas jauh

       9

Zachary Douglas, The MFN Clause in Investment Arbitration: Treaty Interpretation Off the Rails, Journal of International Dispute Settlement, Vol. 2, No. 1,

http://jids.oxfordjournals.org/content/2/1/97.full.pdf+html terakhir di akses 29 Mei 2015

10

Lihat Working Group The Relationship between Trade and Investment, “Concept Paper on Non-Discrimination”, World Trade Organization, WT/WGTI/W/122, Original: English, diakses dari http://trade-info.cec.eu.int/doclib/ docs/2003/april/tradoc_111121.pdf h. 1, diakses tanggal 10 April 2015.

11 Christoph Schreuer, The Oxford Handbook of International Investment Law: Consent to Arbitration (United Kingdom: Oxford Univ. Press, 2008).

12

Maffezini v. Kingdom of Spain, ICSID Case No. ARB/97/7, Award, November 13, 2000.

13

(22)

dari yang diperkirakan sebelumnya.14 Sebagai contoh, ketentuan penyelesaian sengketa yang biasanya ditemukan dalam BIT yang merupakan perjanjian dasar (basic treaty) dapat memperluas cakupannya sampai ke ketentuan penyelesaian sengketa negara ketiga melalui aplikasi klausul MFN.Hal ini jelas lebih menguntungkan investor, investor dapat memanfaatkan klausul MFN untuk mengelak ketentuan-ketentuan seperti peraturan arbitrase atau institusi yang berlaku, keharusan untuk menempuh upaya hukum domestik dari negara penanaman modal sebelum mengajukan ke arbitrase.15Hal ini menyebabkan interpretasi klausul MFN digunakan secara luas dan diterapkan secara salah.16

Aplikasi klausul MFN bahkan sudah menyentuh prinsip yang paling fundamental dalam penyelesaian sengketa internasional, yaitu persetujuan dari pihak bersengketa dalam mengajukan sengketa ke arbitrase internasional. 17 Dalam penyelesaian sengketa investasi, arbitrase selalu berdasarkan dari perjanjian yang dibuat antara para pihak.18Yuridiksi mengacu sebagai kekuasaan arbitrator atau hakim dalam melanjutkan persidangan ataupun memutus perkara. Persetujuan dari negara merupakan sebagai dasar yuridiksi dalam mengajukan sengketa ke pengadilan internasional maupun arbitrase internasional, khususnya dalam sengketa investasi. Dalam kasus       

14 United Nations Conference on Trade and Development, Most-Favoured-Nation Treatment” UNCTAD Series on Issues in International Investment Agreements II (United Nations: New York & Geneva, 2010), hal XIV

15 M. Sornarajah, op,cit., hal.216-19 16

K. Hornbeck, The Most-Favored-Nation Clause: Part One. (United States: American Journal International law 1909), hal 395

17

Eric De Brabandere, “Importing Consent to ICSID Arbitration?A critical Appraisal of Garanti Koza v. Turkmenistan. https://www.iisd.org/itn/2014/05/14/importing-consent-to-icsid-arbitration-a-critical-appraisal-of-garanti-koza-v-turkmenistan/ diakses pada tanggal 2 Mei 2015, hal 1

18

(23)

Corfu Channel, International Court of Justice (ICJ) menegaskan bahwa consent provides the cornerstone for the exercise of jurisdiction by any international court or tribunal, including itself.19

Persetujuan merupakan hal yang fundamental dalam pengadilan internasional. Para pihak harus memberikan persetujuannya dalam menentukan suatu perkara, baik sebelum timbulnya sengketa maupun sesudah timbulnya sengketa. Dalam arbitrase investasi, persetujuan umumnya diberikan oleh host States sebagai dasar yang dimuat dalam perjanjian investasi, peraturan perundang-undangan nasional maupun melalui negosiasi klausul arbitrase dalam kontrak antara investor dengan negara.20 Persetujuan atau consent dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional merupakan hal yang indispensable atau sangat dibutuhkan sebagai tribunal’s jurisdiction. Penyertaan dalam perjanjian investasi memaikan peran penting untuk tribunal’s jurisdiction tapi tidak dapat satu pihak saja membuat suatu yuridiksi sendiri. Maka, kedua belah pihak harus menyatakan persetujuan mereka.21Kesepakatan yang harusnya berdasarkan kedua belah pihak ini dapat dikesampingkan melalui penggunaan klausul MFN.22

Bahkan setelah lebih dari satu dekade sejak putusan Maffezini, aplikasi klausul MFN terhadap ketentuan penyelesaian sengketa tetap belum menemukan putusan yang

      

19Corfu Channel Case. (United Kingdom v. Albania). Preliminary Objections, ICJ Rep. 194815 20 Michael Waibel, op.cit., hal 2

21

Christoph Schreuer, “Consent to Arbitration”, http://www.univie.ac.at/intlaw/con_arbitr_89, diakses pada tanggal 28 April 2015, hal 1

(24)

tetap, malah menjadi pertanyaan yang tidak terpecahkan (unsettled question) dalam perjanjian arbitrase investasi.23

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan diangkat dan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan hukum Internasional mengenai prinsip Most-Favored Nation?

2. Bagaimana persetujuan (consent) dalam mengajukan sengketa investasi ke arbitrase internasional?

3. Bagaimana dampak putusan Maffezini terhadap interpretasi klausul Most-Favored Nation dalam hal persetujuan (consent) ditinjau dari putusan-putusan arbitrase internasional?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan

Berdasarkan uraian yang terdapat dalam rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:

a. Tujuan Umum:       

23Kılıç

(25)

Untuk memberikan masukan dan sumbangan pemikiran dalam halmengetahui dampak putusan Maffezini terhadap interpretasi klausul MFN dalam hal persetujuan (consent) pengajuan penyelesaian sengketa investasi ke International Centre for The Settlement of Investment Disputes(ICSID).

b. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui prinsip Most-Favoured Nation (MFN) dalam hukum internasional.

2. Untuk mengetahui persetujuan (consent) dalam penyelesaian sengketa investasi melalui arbitrase internasional.

3. Untuk mengetahui dampak putusan Maffezini terhadap klausul MFN dalam hal persetujuan (consent) pengajuan sengketa investasi ke arbitrase internasional ditinjau dari putusan-putusan arbitrase internasional

2. Manfaat

Tulisan ini mempunyai manfaat teoritis dan praktis. Adapun kedua manfaat tersebut adalah sebagai berikut :

a. Secara Teoritis

(26)

b. Secara Praktis

Tulisan ini secara praktis dapat memberikan bahan masukan bagi para pihak yang berkaitan dengan sengketa internasional di bidang investasi dalam hal prinsip MFN dan persetujuan mengajukam sengketa investasi ke ICSID.

D. Keaslian Penulisan

Karya tulis ini merupakan karya tulis asli, sebagai refleksi dan pemahaman dari apa yang telah penulis pelajari selama program magang di Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, di bagian Direktorat Jendral Ekonomi, Sosial dan Budaya. Penulis berupaya untuk menuangkan seluruh gagasan dengan sudut pandang yang netral dengan menguji satu isu kontroversial di bidang hukum investasi internasional saat ini adalah dampak putusan Maffezini terhadap interpretasi MFN dalam hal persetujuan (consent) antara para pihak untuk menyelesaikan sengketa investasi melalui ICSID.

Sepanjang yang ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan tentang “Dampak Putusan Maffezini terhadap Interpretasi Klausul MFN dalam hal Persetujuan (consent) Pengajuan Penyelesaian Sengketa Investasi ke Arbitrase Internasional.” belum pernah ditulis sebelumnya.

(27)

E. Tinjauan Kepustakaan

Menurut Prof M. Sonarajah, penanaman modal asing merupakan transfer modal, baik yang nyata maupun yang tidak nyata dari suatu negara ke negara lain, tujuannya adalah untuk digunakan di negara tersebut agar menghasilkan keuntungan di bawah pengawasan dari pemilik modal, baik secara menyeluruh atau sebagian. Dalam definisi ini, penanaman modal asing dikonstruksikan sebagai pemindahan modal dari negara yang satu ke negara lain.24

Bilateral Investment Treaty (BIT) adalah perjanjian antara dua negara mengenai kerja sama dan perlindungan investasi oleh individu ataupun pelaku bisnis dari pihak yang melakukan perjanjian. Dalam BIT secara umum menjelaskan mengenai investasi, prosedur-prosedur masuknya investasi ke suatu negara, menentukan bentuk kompensasi investasi yang layak untuk diambil alih, menyediakan bebas biaya transfer, menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa (baik untuk individu maupun negara) dan prinsip-prinsip national treatment, Most-Favored Nation dan fair-and equitable treatment.25

      

24 Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia (Jakarta : PT Raja Grafindo

Persada, 2012), hal 149

25

(28)

Klausul Most-Favored Nation (MFN) adalah ketentuan dalam perjanjian di mana suatu negara mempunyai kewajiban terhadap negara lain untuk memberikan perlakuan MFN dalam suatu hubungan yang telah disetujui.26

Arbitrase Internasional menurut Riwan Widiastiro adalah kebalikan dari arbitrase nasional, yaitu penyelesaian sengketa melalui badan arbitrase yang dapat dilakukan di luar ataupun di dalam suatu negara salah satu pihak yang bersengketa di mana unsur-unsur yang terdapat di dalamnya memiliki nasionalitas yang berbeda satu sama lain (foreign element).27 Menurut Sudargo Gautama yang dmaksud dengan unsur asing (foreign element) dalam suatu perjanjian arbitrase sebagai berikut:28

1. Para pihak yang membuat klausul atau perjanjian arbitrase pada saat membuat perjanjian itu mempunyai tempat usaha (place of business) mereka di negara-negara yang berbeda

2. Jika tempat arbitrase yang ditentukan dalam perjanjian arbitrase ini letaknya diluar negara tempat para pihak mempunyai usaha mereka.

3. Jika suatu tempat dimana bagian terpenting kewajiban atau hubungan dagang para pihak harus dilaksanakan atau tempat dimana objek sengketa paling erat hubungannya (most closely connected) letaknya diluar negara tempat usaha para pihak.

      

26 International Law Commission, Draft Articles on Most-Favoured-Nation Clauses 1978, vol. II

(1978), diadopsi oleh Majelis Umum (General Assembly) Perserikatan Bangsa – Bangsa pada pertemuan ke-1522 tertanggal 20 Juli 1978.

27 Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, (Jakarta: Rajawali Press, 2000), hal 52 28

(29)

4. Apabila para pihak secara tegas telah menyetujui bahwa objek perjanjian arbitrase mereka ini berhubungan dengan lebih dari satu negara.

F. Metode Penelitian

Untuk melengkapi penelitian ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabakan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan sebagai berikut:

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.29 Dengan metode penelitian normatif tersebut, penelitian ini akan menganalisis hukum baik yang tertulis dalam literatur - literatur, maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan. Adapun data yang digunakan dalam menyusun penulisan ini diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research), yaitu teknik pengumpulan data dengan memanfaatkan berbagai literatur berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, karya-karya ilmiah, serta sumber data sekunder lainnya.

2. Data Penelitian

      

29Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

(30)

Sumber data dari penelitian ini berasal dari penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan dilakukan terhadap berbagai macam sumber bahan hukum yang dapat diklasifikasikan atas 3 (tiga) jenis, yaitu:30

a. Bahan hukum primer (primary resource atau authoritative records), yaitu: Berbagai dokumen peraturan nasional yang tertulis, sifatnya mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini antara lain adalah berbagai konvensi dan perjanjian internasional seperti 1966 Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States International Centre For Settlement of Investment Disputesserta berbagai putusan arbitrase internasional dan perjanjian-perjanjian internasional baik bilateral maupun multilateral lainnya.

b. Bahan Hukum Sekunder (secondary resource atau not authoritative records) yaitu:

Bahan-bahan hukum yang dapat memberikan kejelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan yang digunakan antara lain, semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang Most-Favored Nation, buku, jurnal ilmiah dan laporan-laporan organisasi internasional.

c. Bahan Hukum Tersier (tertiary resource), yaitu:

Bahan-bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, mencakup kamus bahasa

(31)

untuk pembenahan bahasa Indonesia serta untuk menerjemahkan beberapa literatur asing.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengna cara penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan serta jurnal-jurnal hukum.

Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut :

a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian.

b. Melakukan penulusuran kepustakaan melalui, artikel-artikel media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan.

c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengaan permasalahan.

(32)

4. Analisis Data

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, termasuk pula bahan tersier yang telah disusun secara sistematis sebelumnya, akan dianalisis dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut:31

a. Metode induktif, dimana proses berawal dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang berkebenaran empiris. Dalam hal ini, adapun data-data yang telah diperoleh akan dibaca, ditafsirkan, dibandingkan dan diteliti sedemikian rupa sebelum dituangkan dalam satu kesimpulan akhir.

b. Metode deduktif, yang bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui (diyakini) yang merupakan kebenaran ideal yang bersifat aksiomatik (self evident) yang esensi kebenarannya tidak perlu diragukan lagi dan berakhir pada kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus. c. Metode komparatif, yaitu dengan melakukan perbandingan (komparasi) antara

satu sumber bahan hukum dengan bahan hukum lainnya.

G. Sistematika Penulisan

Dalam melakukan pembahasan skripsi ini, penulis membagi dalam 5 (lima) bab yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

       31

(33)

BAB I : PENDAHULUAN.

Bab ini meliputi latar belakang pemilihan judul, dimana penulis melihat adanya perdebatan di bidang hukum investasi internasional saat ini mengenai dampak putusan Maffezini terhadap interpretasi klausul MFN dalam hal persetujuan (consent) pengajuan penyelesaian sengketa investasi ke ICSID.Selanjutnya, bab ini diikuti dengan perumusan masalah, tujuan penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan yang terakhir yaitu sistematika pembahasan.

BAB II : PRINSIP MOST FAVOURED-NATION DALAM HUKUM INTERNASIONAL

Di dalam bab ini,prinsip MFN dalam BIT berdasarkan hukum internasional dibahas secara komprehensif dan mendalam. Bab ini memaparkan tentang definisi, sejarah MFN, prinsip MFN dalam perdagangan internasional dan investasi internasional demi memberi gambaran umum tentang penggunaan prinsip MFN. Kemudian, dilanjutkan dengan bagaimana prinsip MFN dalam BIT yang merupakan perjanjian internasional sebagaimana salah satu sumber hukum investasi internasional.

BAB III : PERSETUJUAN (CONSENT) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI MELALUI ARBITRASE INTERNASIONAL.

(34)

juga memaparkan bagaimana penyelesaian sengketa investasi secara alternatif maupun melalui pengadilan. Dan membahas ICSID lebih dalam sebagai badan arbitrase yang paling banyak digunakan dalam membahas penyelesaian sengketa investor dan host States.

BAB IV : DAMPAK PUTUSAN Maffezini TERHADAP KLAUSUL MOST FAVOURED NATION DALAM HAL PERSETUJUAN (CONSENT)

PENGAJUAN SENGKETA INVESTASI KE ARBITRASE

INTERNASIONAL DITINJAU DARI PUTUSAN-PUTUSAN

ARBITRASE INTERNASIONAL

Di dalam bab ini membahas bagaimana dampak putusan Maffezini dalam intepretasi klausul MFN terutama dalam hal consent yang diatur dalam BIT. Dalam bab ini dibahas bagaimana putusan Maffezini mempengaruhi putusan-putusan arbitrase internasional.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

(35)

BAB II

PRINSIP MOST FAVOURED-NATION DALAM HUKUM INTERNASIONAL

A. Prinsip Most Favoured-nation (MFN)

Prinsip MFN merupakan prinsip yang paling tua dan yang paling penting baik dalam hukum investasi internasional maupun perdagangan internasional. Prinsip MFN memberikan suatu prinsip ataupun kepastian atas persamaan kondisi yang kompetitif di antara investor yang memiliki kewarganegaraanya berbeda. Menurut International Law Commission (ILC), Draft Articles on Most-Favoured-Nation Clauses 1978, pengaturan prinsip MFN dalam bidang investasi internasional diterapkan melalui perlakuan MFN (MFN treatment) dan klausul MFN (MFN clause). Beberapa IIAs menunjukkan bahwa prinsip MFN telah secara luas dimasukkan di dalam hampir perjanjian bilateral, regional dan multilateral.

Definisi klausul MFN adalah: 32

“A most-favoured-nation clause is a treaty provision whereby a State undertakes an obligation towards another State to accord most-favoured-nation treatment in an agreed sphere of relations.” Definisi perlakuan MFN adalah:33

“Most-favoured-nation treatment is treatment accorded by the granting State to the beneficiary State, or to persons or things in a determined relationship with that State, not less favourable than treatment extended by the granting State to a third State or to persons or things in the same relationship with that third State.”

       32

Draft Articles on Most-Favoured-Nation Clauses 1978, vol. II (1978),op.cit.,Pasal 3

(36)

Prinsip Most-Favoured-Nation (MFN) diterapkan melalui pengaturan yang terkandung dalam perlakuan MFN (MFN treatment) dan klausul MFN (MFN clause) pada perjanjian investasi internasional. Klausul MFN adalah bagian yang pada saat ini dianggap sebagai suatu yang umum dalam perjanjian investasi internasional34dan juga merupakan elemen yang utamakhusunya dalam modern BIT.35Berdasarkan aturan MFN, host States harus memberikan perlakuan yang adil dan tidak kurang menguntungkan kepada investor khususnya dari negara asing dan apa yang mereka investasikan. Sebagaimana yang berlaku,perlakuan mereka harus sama seperti perlakuan yang telah mereka berikan kepada investor dari negara asing lainnya.36 Khususnya di beberapa negara berkembang yang cenderung melakukan tindakan sepihak terhadap investor asing di dalam wilayahnya yang mengakibatkan sengketa ekonomi yang dapat berubah menjadi sengketa politik.37

Dalam konteks perdagangan internasional, perlakuan MFN sangat penting untuk memastikan kesetaraan antara semua mitra dagang dan karena itu menjadi pilar utama dari sistem perdagangan internasional. Sama dengan tujuan dan lingkup prinsip MFN dalam perdagangan, demikian juga, perlakuan MFN di IIAs dimaksudkan untuk menjamin kesetaraan kondisi persaingan antara investor asing yang ingin mendirikan sebuah investasi di wilayah host States. Investor asing mencari jaminan yang cukup

       34

M. Sornarajah, op.cit., hal, 204.

35 Rudolf Dolzer and Christoph Schreuer., Principles of International Investment Law,

(Newyork: Oxford University Press, 2008)

36 United Nations Conference on Trade and Development, “Most-Favoured-Nation Treatment”,UNCTAD Series on Issues in International Investment Agreements II (United Nations: New York & Geneva, 2010), hal 13 [“UNCTAD MFN”]

37

(37)

bahwa tidak akan ada diskriminasi yang kan merugikan inestor dan menempatkan mereka pada kerugian kompetitif. Diskriminasi tersebut termasuk situasi di mana pesaing dari negara-negara asing lainnya menerima perlakuan yang lebih baik. Namun, dengan klausul MFN membantu membangun kesetaraan dalam memperoleh kesempatan dilapangan yang sangat kompetitif antara investor dari negara-negara asing38 juga prinsip MFN ditujukan untuk menghindari diksriminasi atas alasan-alasan kewarganegaraan, dimana alasan ini kerap mencemaskan investor asing untuk menanamkan modalnya di negara tertentu. Klausul MFN merupakan alat perjanjian dengan tujuan dan maksud dari perjanjian investasi itu sendiri. Klausul MFN akan memainkan peran menjamin perlakuan yang sama dan kondisi yang adil antara investor-investor asing.39

1. Struktur dan Lingkup Klausul MFN dalam Hukum Internasional

Penerapan klausul MFN dalam hukum internasional mengandaikan hubungan setidaknya tiga negara (lihat Gambar 1): Negara A (The Granting State) yang membuat perjanjian dengan Negara B (the Beneficiary State) wajib memperpanjang hak dan manfaat yang diberikan dalam konteks tertentu pada setiap Negara C sebagai negara ketiga (third State). Konsekuensi dari klausul MFN ini adalah, bahwa dalam perjanjian antara Negara A dan B, Negara B dapat mengacu dan mengandalkan semua keuntungan yang diberikan Negara A kepada Negara C selama keuntungan yang diberikan masih dalam lingkup klausul MFN antara Negara A dan Negara B. Perjanjian yang memiliki       

38

(38)

klausul MFN antara A dan B dianamai sebagai perjanjian dasar atau “basic treaty” karena itu mengandung keadaan yang lebih menguntungkan yang diberikan kepada pihak ketiga dalam hubungan perjanjian antara negara A dan B. sementara perjanjian antara negara A dan negara C disebut juga sebagai perjanjian pihak ketiga (third-party treaty).40

Gambar 1. General function of MFN clauses

BIT with MFN

A B

(granting state) (beneficiary State)

b e n e f

i Benefits extended by MFN

t s

C

Third State

Sumber: Stephan W. Schill – The Multilateralization of International Investment Law

Dalam lingkup investasi internasional, biasanya prinsip MFN langsung diterapkan dan diatur melalui pencantuman klausul MFN di dalam BITs. Pada BITs, klausuk–klausul MFN yang diatur pada umumnya bersifat timbal balik (reciprocal),

       40

(39)

tanpa syarat (unconditional) dan tidak tentu (indeterminate).41 Oleh karena itu, MFN merupakan treaty-based obligation yaitu perjanjian yang dasar hukumnya selalu terdapat dalam suatu perjanjian dasar (basic treaty) yang secara spesifik menyebutkan penerapan klausul MFN. Klausul tersebut dapat berbentuk pasal yang spesifik ataupun kombinasi dari pasal-pasal yang ada dalam perjanjian. Meskipun terdapat ribuan IIAs yang berlaku pada saat ini yang mengandung klausul MFN, itu merupakan treaty-based obligation, yaitu kewajiban yang biasa dan bukan prinsip hukum internasional yang berlaku terhadap negara sebagai kewajiban hukum umum dari perjanjian tertentu. Meskipun perlakuan MFN dilihat tepat sebagai praktek perjanjian yang umum dan tetap, dalam hal IIAs, sangat jelas bahwa negara-negara memberi keuntungan ini dan memperoleh kewajiban dalam konteks klausul tertentu (bersifat reciprocal) yang terkandung dalam perjanjian yang mengikat.42 Sebagaimana diatur dalam pasal 7 Draft Articles on MFN:

“Nothing in the present articles shall imply that a State is entitled to be accorded most-favoured-nation treatment by another State otherwise than on the basis of an international obligation undertaken by the latter State.”

Sementara komentar dalam MFN draft Articles sangat jelas:

“In practice, such an obligation cannot normally be proved otherwise than by means of a most-favoured- nation clause, i.e. a conventional undertaking by the granting State to that effect.... ... Although the grant of most-favoured-nation treatment is frequent in commercial treaties, there is no evidence that it has developed into a rule of customary international law. Hence it is widely held that only treaties are the foundation of most-favoured-nation treatment.”

       41

Ibid, hal 121

(40)

2. Kodifikasi Klausul MFN oleh International Law Commision (ILC)

Pada tahun 1964, International Law Commission (ILC) memulai sebuah proyek untuk mempersiapkan satu set rancangan undang-undang mengenai klausul MFN. Ide untuk proyek tersebut awalnya berasal dalam konteks karya ILC sebelumnya mengenai hukum perjanjian internasional, dan seperti yang tercantum dalam pendahuluan draft article, klausulMFN harus diinterpretasikan sehubungan dengan hukum perjanjian dalamVienna Convention on the Law of Treaties 1969 (VCLT). Dalam menentukan kelanjutan proyek tersebut, ILC mengakui betapa pentingnya perlakuan MFN dalam hukum internasional dan dengan mempersiapkan “Draft on Most-Favoured-Nation” di tahun 1978, ILC merekomendasikan General Assembly of the United Nations (UNGA) untuk mengadopsi suatu Convention, yang belum pernah dilakukan atau dibuat sebelumnya. Instrumen ini dilakukan untuk mengkodifikasi dan mengembangkan penggunaan klausul MFN yang menghubungkan perjanjian-perjanjian antar negara.43Draft Article MFN, mengatur mengenai masalah-masalah seputar MFN, mulai dari definisi (definition), lingkup aplikasi MFN (scope of application), pengaruh atau akibat yang berasal dari klausul MFN (effects deriving from the conditional or unconditional character of the clause), sumber perlakuan MFN (source of treatment), dan pengakhiran (termination) ataupun penundaan (suspension).44

ILC bertujuan untuk, “apply to most-favoured-nation clauses contained in treaties between States” (Article 1). Klausul MFN, sebaliknya, didefinisikan sebagai       

43

UNCTAD MFN, op.cit., hal 12

44

(41)

“treaty provision(s) whereby a State undertakes an obligation towards another State to accord most-favoured-nation treatment in an agreed sphere of relations” (Article 4) yang artinya, dalam pasal tersebut MFN merupakan salah satu klausul dalam perjanjian dimana suatu negara melalukan sebuah kewajiban terhadap negara lain dengan memberikan perlakuan MFN dalam hubungan yang telah disepakati. Yaitu dalam Pasal 5 dijelaskan “treatment accorded by the granting State to the beneficiary State, or to persons or things in a determined relationship with that State, not less favorable than treatment extended by the granting State to a third State or to persons or things in the same relationship with that third State” yang artinya perlakuan yang diberikan oleh granting state kepada beneficiary state atau kepada orang tertentu yang ditentukan dalam hubungan yang ditentukan dengan Negara tersebut, tidak kurang menguntungkan daripada perlakuan diperluas oleh granting states ke third states atau orang atau badan atau hal-hal dalam hubungan yang sama dengan third states.45

Sesuai dengan putusan ICJ dalam kasus Anglo-Iranian Oil Company, Draft Article MFN mengklafikasikan dasar hukum dari perlakuan MFN, “arises only from the most-favoured-nation clause ... in force between the granting State and the beneficiary” dan “the most-favoured-nation treatment to which the beneficiary State, for itself or for the benefit of persons or things in determined relationship with it, is entitled under a clause ... is determined by the treatment extended by the granting State to a third State or persons or things in the same relationship with that third State” (Article 8). “The

      

(42)

right arises at the moment the more favorable treatment is extended to the third State” (Article 20)

Pasal 9 dan 10 menjabarkan aturan-aturan akan interpretasi dalam hal menentukan apakah perlakuan tertentu oleh granting states jatuh dalam lingkup dari aplikasi klausul MFN. Maka, Article 9(1) mengklarifikasikan bahwa “the beneficiary State acquires, for itself or for the benefit of persons or things in a determined relationship with it, only those rights which fall within the limits of the subject-matter of the clause.” Sementara Article 10(1) menegaskan bahwa “only if the granting State extends to the third State treatment within the limits of the subject matter of the clause” yang artinya, hanya apabila granting states memperluas MFN sampai ke third states dalam batas perihal-perihal yang diatur dalam klausul. Maka, begitu beneficiary state memperoleh perlakuan yang lebih menguntungkan dalam klausul MFN.

(43)

hukum yang melampaui lingkup perdagangan internasional, khususnya untuk pengoperasian klausul di bidang lain sebanyak mungkin.46 Selanjutnya, Draft Article akan dianggap sebagai pedoman untuk penafsiran klausul MFN. Jadi, bahkan jika Draft Article telah resmi diadopsi oleh negara-negara sebagai perjanjian internasional,maka perjanjian ini hanya akan sebagai suatu intrsumen mengenai intrepretasi klausul MFN agar berkontribusi, dalam konteks ini, lebih stabilitas hukum dan prediktabilitas.47

Akhirnya, alasan utama mengapa Draft Articles tidak pernah diambil lebih lanjut berkaitan dengan perbedaan pendapat bukan tentang penafsiran prinsip umum yang Draft Article tetapkan, namun lebih kedua isu yang lebih sempit. Perselisihan tersebut, di satu sisi, mengenai hubungan antara klausul dan kebiasaan perjanjian perdagangan masing-masing daerah, dan, di sisi lain, hubungan antara klausul MFN dan sistem pilihan terhadap negara berkembang. Mengingat fakta bahwa kedua isu terkait perdagangan ini sementara ditangani dalam kerangka WTO, ILC memutuskan pada tahun 2007 untuk membentuk Working Group untuk meneliti kemungkinan (kembali) mengingat topik, khususnya masalah interpretasi klausul MFN dalam perjanjian investasi.48

Working Group, selanjutnya, menyimpulkan bahwa "the Commission could play a useful role in providing clarification on the meaning and effect of the most-favored-nation clause in the field of investment agreements ... building on the past work of the Commission on the most-favoured- nation clause.” Artinya, ILC bisa memainkan peran

       46Ibid, hal 137

47

Report on the Most-Favoured-Nation Clause, 30 ILC Ybk., vol. II, Part One, p. 1, para. 328 (1978).

(44)

yang berguna dalam memberikan klarifikasi tentang arti dan akibat dari klausul MFN di bidang perjanjian investasi. “therefore recommend[ed] that the topic of the most- favoured-nation clause be included in the long-term programme of work of the Commission” artinya, oleh karena itu, merekomendasikan topik klausul MFN dimasukkan dalam program jangka panjang kerja ILC melalui pendirian Working Group yang akan mempelajari, antara lain, State practice dan yurisprudensi dalam klausul MFN sejak tahun 1978 dan masalah yang timbul dari perjanjian investasi.49

Working Group menekankan karya sebelumnya ILC mengenai klausul MFN, sebagai informasi, pemahaman dan bagaimana interpretasi dari klausul MFN terutama dalam perjanjian investasi internasional. Konsekuensinya, Draft ArticlesMFNumumnya dianggap menjadi sebagai suatu penunjuk atau menjadi State Practice dan opinio juris dalam pemahaman umum dan penafsiran akan klausul MFN dalam perjanjian internasional. Mengabadikan apa yang dianggap sebagai makna sebenarnya dari klausul MFN dalam Article 31 VCLT. Singkatnya, Draft Articles mendukung pemahaman klausul MFN seperti biasanya meliputi perlakuan MFN yang tak bersyarat, dimulai melalui fungsi umum dan secara langsung menggabungkan perlakuan yang lebih baik ke dalam basic treaty, dan membuang beberapa argumen sering digunakan untuk melawan penerapan klausul MFN, yang tidak berperan dalam penerapan dan interpretasi klausul. Selain itu, sebagai pengembangan dari klausul MFN dalam State practice serta Draft Articles umumnya dipahami secara luas dan mendukung multilateralisme sebagai paradigma atas hubungan internasional. Dorongan ini

      

(45)

merupakan aplikasi dan interpretasi dari klausul MFN dalam perjanjian investasi internasional.50

3. Prinsip-Prinsip Hukum Umum yang Mengatur Prinisp MFN

a. Prinsip Res Inter Alios Acta

Prinsip res inter alios acta merupakan salah satu prinsip utama yang mengatur prinsip MFN. Prinsip res inter alios acta diserap dari bahasa latin yang berarti “a thing done beteween others” merupakan suatu isu, apakah suatu perlakuan lebih menguntungkan dalam third-party treaty (granting State dengan third State) dapat menjadi rujukan di luar basic treaty (granting State dengan beneficiary State) dan apakah rujukan yang ditujukan terhadap third-party treaty berdampak pada hak-hak yang dimiliki oleh investor yang bukan merupakan pihak dari perjanjian tersebut. Dalam hak ini, third-party treaty tidak memberikan perubahan atas hubungan perjanjian yang dibuat antara granting State dengan beneficiary State. ICJ mengatakan dalam kasus Anglo-Iranian Oil Company:51

“It is this [i.e., the basic] treaty which established the juridical link between the [beneficiary State] and a third-party treaty and confers upon that State the rights enjoyed by the third party. A third party treaty, independ- ent of and isolated from the basic treaty, cannot produce any legal effect as between the [beneficiary State] and [the granting State]: it is res inter alios acta.”

      

50 Stephan W. Schill, op.cit., hal 139 51

Putusan Anglo-Iranian Oil Company (United Kingdom v. Iran), 22 Juli, 1952, I.C.J. Reports 1952, paragraf 109; Putusan terhadap yuridiksi (decision on jurisdiction) Suez and InterAguas v.

(46)

Maksud dari pernyataan ICJ adalah, bahwa basic treaty yang mengandung klausul MFN dapat digunakan atau diandalkan oleh beneficiary state. Basic treaty tersebutlah yang membuat “juridical link” antara beneficiary state dan third state and memberikan beneficiary state hak-hak yang dianugerahkan kepada pihak ketuga. Oleh karena itu, Pihak ketiga atau third states, “independent of and isolated from the basic treaty” tidak dapat secara hukum mempengaruhi hubungan anatara para pihak, itulah yang disebut res inter alios acta.52

b. Prinsip Ejusdem Generis

Klausul MFN diatur oleh prinsip internasional yaitu Ejusdem Generis. Menurut Black’s Law Dictionary prinsip Ejusdem Generis merupakan “a canon of construction holding that when a general word orphrase follows a list of specific words, the general word or phrase will be interpretedto include only items of the same type as those listed.”53 Dalam lingkup hukum internasional, khusunya dalam bidang investasi, prinsip ini merupakan prinsip yang mengatur bahwa suatu klausul MFN hanya dapat mencakup hal yang termasuk di dalam kategori subjek yang sama dan berkaitan dengan klausul MFN itu sendiri.54 Dan dalam hal ini hanya berlaku terhadap-terhadap masalah-masalah yang memiliki subyek yang sama atau memiliki kategori yang sama yang berhubungan

      

52 Stephen Fietta, Most Favoured Nation Treatment And Dispute Resolution Under Bilateral Investment Treaties: A Turning Point? (Most Favoured Nation Treatment and Dispute Resolution, 2005 Int.A.L.R) hal 132

53Black’s Law Dictionary hal 594 (9th ed. 2009). 54

(47)

dengan klausul MFN.55Sebagai contoh, sebuah klausul MFN menerapkan perlakuan mengenai konsesi tarif yang lebih menguntungkan tidak akan memberikan hak kepada beneficiary state untuk mendapat perlakuan yang lebih menguntungkan dalam hal ekstradisi, dimana masalah tariff dan ekstradisi merupakan hal yang berbeda. Maka, prinsip ini menentukan ruang lingkup yang benar-benar sama seperti perihal-perihal yang diatur dalam klausul, oleh karena itu, harus sama seperti penafsiran klausul MFN yang terkandung dalam basic treaty.56

Prinsip ini, secara konsisten, diterapkan melalui praktek dan putusan hakim baik itu domestikmaupun international, prinsip ini khususnya diterapkan dalam putusan kasus Ambiatelos dan dijelaskan lebih lanjut dalam Draft Articles on MFN. Dalam bidang investasi, prinsip ini diterapkan dalam putusan Maffezini dan tidak dipertanyakan lagi beberapa kasus sesudahnya.57Article 9 dari Draft Articles on Most- Favoured-Nation Clauses menyatakan bahwa:

1) Under a most-favoured-nation clause the beneficiary State acquires, for itself or for the benefit of persons or things in a determined relationship with it, only those rights which fall within the limits of the subject-matter of the clause.

2) The beneficiary State acquires the rights under paragraph 1 only in respect of persons or things which are specified in the clause or implied from its subject-matter.

Maksud dari Article 9 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa beneficiary State dari suatu klausa MFN seharusnya memperoleh keuntungan untuk beneficiary State itu sendiri atau untuk individual maupun kepentingan untuk perihal lain yang telah       

55

UNCTAD MFN, op.cit., hal 24

56

Stephan W. Schill, op.cit., hal 136

(48)

ditetapkan melalui klausa MFN. Sementara dalam Article 10 dari Drafts on Most-Favoured-Nation Clauses menyatakan bahwa:

(1) Under a most-favoured-nation clause the beneficiary State acquires the right to most-favoured-nation treatment only if the granting State extends to a third State treatment within the limits of the subject-matter of the clause.

(2) The beneficiary State acquires rights under paragraph 1 in respect of persons or things in a determined relationship with it only if they: (a) belong to the same category of persons or things as those in a determined relationship with a third State which benefit from the treatment extended to them by the granting State and (b) have the same relationship with the beneficiary State as the persons and things referred to in subparagraph (a) have with that third State

Article 10 menyatakan bahwa beneficiary State memperoleh hak perlakuan MFN hanya apabila granting State memperluaskan cakupan klausul MFN terhadap third State atau negara ketiga.

Prinsip Ejusdem Generis membatasi aplikasi atau penerapan klausul MFN terhadap hal-hal pokok yang diatur dalam perjanjian dasar (basic treaty).58 Misalnya, jika suatu perjanjian antar negara mengatur mengenai kegiatan investasi yang telah disetujui para pihak dan klausa MFN dicantumkan di dalamnya, maka perlakuan MFN hanya dapat diberlakukan untuk perihal kegiatan investasi saja dan tidak bisa diberikan untuk perihal selain perihal investasi yang telah disepakati para pihak. Diilustrasikan melalui negara A dan B, tidak dapat berlaku atau mengambil keuntungan kepada apa yang telah diberikan oleh Negara A kepada Negara C (untuk kepentingan Negara B)

       58

(49)

mengenai kekebalan diplomatik atau penerbangan atau manfaat pajak. Dalam IIAs, subjek/ penerima manfaat adalah investor dan pokok permasalahan adalah investasi. Tergantung pada ruang lingkup perjanjian, pokok permasalahan dapat menjadi peningkatan investasi, perlindungan investasi, liberalisasi investasi dan / atau kombinasi keduanya. Klausul MFN akan berlaku terhadap “investasi” dan atau “investor” tergantung dari substantifnya yaitu lingkup pelaksanaan dan kata-kata yang spesifik. Oleh Karena itu, klausul MFN hanya berhubungan dengan perlakuan yang diterima oleh seseorang atau asset perusahaan sebagaimana tercantum dalam definisi investasi.59

ILC menggunakan kasus Anglo-Iranian Oil Company Case sebagai suatu pertimbangan disebabkan oleh kasus ini merupakan penerapan prinsip ejusdem generis dan ILC dapat menganalisinya, ditambah lagi ILC menganalisis klausul MFN melalui perbandingan hak-hak beneficiary State di bawah perjanjian yang dibuat dengan granting State dengan hak-hak yang diatur di dalam perjanjian antara granting State dengan third State.

4. Perbedaan Prinsip MFN dalam Perdagangan Internasional dengan

Prinsip MFN dalam Investasi Internasional.

Dalam perdagangan internasional, prinsip MFN memiliki sejarah panjang dan telah muncul dalam perjanjian perdagangan bilateral setidaknya sejak abad kedua belas. Prinsip MFN diatur dalam Article I section (1) GATT 1947. Article I (1) dari GATT 1947 menyatakan bahwa:

(50)

“With respect to customs duties and charges of any kind imposed on or in connection with importation or exportation or imposed on the international transfer of payments for imports or exports, and with respect to the method of levying such duties and charges, and with respect to all rules and formalities in connection with importation and exportation, and with respect to all matters referred to in paragraphs 2 and 4 of Article III, any advantage, favour, privilege or immunity granted by any contracting party to any product originating in or destined for any other country shall be accorded immediately and unconditionally to the like product originating in or destined for the territories of all other contracting parties.”60

Menurut prinsip ini, semua negara anggota terikat untuk memberikan negara-negara lainnya perlakuan yang sama dalam pelaksanaan dan kebijakan impor dan ekspor serta menyangkut biaya-biaya lainnya. Perlakuan yang sama tersebut harus dijalankan dengan segera dan tanpa syarat terhadap produk yang berasal atau yang ditujukan kepada semua anggota GATT. Karena itu, suatu negara tidak boleh memberikan perlakuan istimewa kepada negara lainnya atau melakukan tindakan diskriminasi terhadapnya. Pengecualian terhadap prinsip ini sebagaimana diatur dalam Article XXIV GATT 1947, yaitu tidak berlaku apabila dalam hubungan ekonomi antara negara-negara anggota Free Trade Area/Customs Union dengan negara-negara yang bukan anggota dan juga dalam hubungan dagang antara negara maju dan negara-negara berkembang melalui GSP (Generalized System of Preferences).61

Seperti yang telah dijelaskan diatas, perlakuan MFN muncul dan berkembang dalam konteks perdagangan internasional sebelum digunakan dalam perjanjian investasi. Namun, meskipun alasan di balik prinsip MFN dalam perdagangan dan       

60

General Agreement on Tariffs for Trade 1947 (GATT), Art 1 (1)

61

Gambar

Gambar 1. General function of MFN clauses
Gambar 2. Distribution of known investor – states dispute settlement cases

Referensi

Dokumen terkait

Tampilan informasi yang ditampilkan adalah dalam bentuk grafis maupun laporan, yang dapat mewakili hubungan atau pola-pola informasi yang penting yang terdapat

menunjukkan bahwa model regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel Biaya Bahan Baku dan Biaya Tenaga Kerja Langsung terhadap Harga Pokok Produksi atau bisa

Teknik motion graphic dan efek visual adalah inti dari skripsi yang penulis ambil, yaitu “Analisis Dan Pembuatan Animasi Motion Graphic Serta Visual Effect Pada

Selain itu, sistem ini juga akan memberikan informasi data pelaporan perangkat keras yang rusak sehingga informasi yang diterima oleh teknisi jelas misal, siapa

apex sering membuat identifikasi jenis tersebut menjadi bias. Secara morfologi ukuran cangkang Cerithidea cingulata relatif kecil. Beberapa karakter dapat digunakan sebagai

Dana Alokasi Khusus Nonfisik untuk perbaikan kualitas pendidikan, kesehatan, serta pelayanan pemerintah. 123,5

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Kompensasi, Komunikasi,