KEANEKARAGAMAN BURUNG AIR DI KAWASAN
PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG
SKRIPSI
OLEH
RIRIS POPPY LESTARI 090805004
Skripsi Ini Diajukan
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keanekaragaman Burung Air di Kawasan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang
ABSTRAK
Burung air merupakan jenis burung yang sangat tergantung pada lahan basah yang digunakan sebagai tempat mencari makan, istirahat dan berkembang biak. Pantai Labu merupakan salah satu daerah yang memiliki lahan basah yang termasuk kedalam Daerah Penting Burung (DPB) di Sumatera. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman burung air meliputi kekayaan, kemerataan dan kesamaan jenis pada masing masing lokasi pengamatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode concentration count. Selama 3 bulan penelitian didapatkan 38 jenis burung air yang tergolong kedalam 8 famili dan 20 genus. Nilai keanekaragaman tertinggi terdapat di Pantai Baru pada bulan Februari dengan nilai 2,8. Sementara nilai keanekaragaman terendah terdapat di Pantai Ancol dengan nilai 0,881. Indeks kekayaan spesies tertinggi terdapat di Pantai Muara Indah pada bulan Februari dengan nilai 4,8 dan terendah di Pantai Ancol pada bulan April yaitu 1,2.
The Diversity of Waterbirds in Pantai Labu, Deli Serdang Regency
Abstract
Waterbids is a group of birds that depends on wetland, which is used as their breeding, resting and feeding area. Pantai Labu is one of the areas that has wetland and is included in Important Birds Area (IBA) in Sumatera. This study is aimeds to gather information about waterbirds diversity, including richness, evenness and species similarity on each location in the study. This study used concentration method. Thirty eight species of waterbirds which consisted of 8 family and 30 genera were found during 3 months study. The highest diversity value was found in Pantai Baru in February with the value of 2,8, while the lowest diversity value was found in Pantai Ancol with the value of 0,88. The highest richness index was found in Pantai Muara Indah on February with the value of 4,8 and the lowest richness index was found in Pantai Ancol on April with the value of 1,2.
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang berjudul “Keanekaragaman Burung Air di Kawasan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang”. Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Biologi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orangtua serta keluarga yang mencurahkan kasih sayang tidak terhingga, dukungan dan doa kepada penulis.
Ucapan terima kasih sudah selayaknya penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Erni Jumilawaty, M.Si., dan Bapak Drs. Arlen H. J, M.Si., selaku dosen pembimbing I, dan Pembimbing II atas segala bantuan, bimbingan, perhatian, masukan serta dukungannya selama penyusunan skripsi. Selanjutnya, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS selaku dosen penasehat akademik.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi dan Ibu Dr. Saleha Hanum, M.Si selaku Sekretaris Departemen Biologi. Ibu Roslina Ginting dan Bang Erwin selaku pegawai Departemen Biologi serta Ibu Nurhasni Muluk selaku analis dan laboran di Laboratorium Biologi yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman seperjuangan stambuk 2009: Afni, Zulfan, Hema, Rachmi, Rita, Fauziah, Fika, Nurul, Fivin, Siska, Arfah, Zubeir, Sepwin, Imam, Raymon atas segala bantuan, perhatian, dan dukungannya selama penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi yang disajikan ini masih terdapat kekurangan, oleh sebab itu penulis banyak mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan penulisan skripsi ini. Demikianlah skripsi ini disampaikan semoga dapat lebih bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Medan, Maret 2014
DAFTAR ISI
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
BAB 2 Tinjauan Pustaka 4
2.1 Pengertian Keanekaragaman 4
2.2 Pengertian Burung Air 4
2.3 Pembagian Burung Air 5
2.4 Habitat Burung Air 9
2.5 Migrasi Burung 9
2.6 Jalur Migrasi Burung Air Migran (Flyways) 10
BAB 3 Metodologi Penelitian 12
3.1 Waktu dan Tempat 12
3.2 Alat 12
3.3 Deksripsi Area 12
3.3.1 Deskripsi Umum 12
3.3.2 Lokasi 1 13
3.3.3 Lokasi 2 13
3.3.4 Lokasi 3 14
3.4 Metode Penelitian 14
3.4.1 Pengamatan dan Perhitungan Burung Air 14
3.5 Analisis Data 15
3.5.1 Kelimpahan Relatif 15
3.5.2 Indeks Kekayaan Jenis 16
3.5.3 Indeks Kemerataan Jenis 16
3.5.4 Indeks Keanekaragaman Jenis 16
4.4.5 Indeks Kesamaan 16
BAB 4 Hasil dan Pembahasan 17
4.1 Jenis Burung Air yang Ditemukan di Kawasan
Lokasi Pengamatan
4.2.1 Komposisi Jenis Burung Air di Pantai Ancol 21 4.2.2 Komposisi Jenis Burung Air di Pantai Baru 24 4.2.3 Komposisi Jenis Burung Air di Pantai
Muara Indah 26
4.3 Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap
Keberadaan Burung Air 28
4.4 Pembagian Burung Air Berdasarkan Lokasi
Mencari Makan 29
4.5 Keanekaragaman, Kekayaan Spesies dan
Kemerataan Jenis Burung Air 31
4.6 Indeks Kesamaan pada Tiap lokasi Penelitian 32
BAB 5 Kesimpulan dan Saran 34
5.1 Kesimpulan 34
5.2 Saran 34
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
4.1 Jenis Burung Air yang Ditemukan pada Beberapa
Lokasi di Kawasan Pantai Labu 18
4.2 Komposisi Jenis Burung Air Berdasarkan Kelimpahan
Relatif di Pantai Ancol 21
4.3 Komposisi Jenis Burung Air Berdasarkan Kelimpahan
Relatif di Pantai Baru 24
4.4 Komposisi Jenis Burung Air Berdasarkan Kelimpahan
Relatif di Pantai Muara Indah 27
4.5 Nilai Korelasi antara Faktor Lingkungan dan Jumlah
Burung Air 28
4.6 Persentase Perbandingan Jumlah Burung Air di Pantai
Labu, Sumatera dan Indonesia 29
4.7 Status Keterancaman dan Perlindungan Burung Air
Berdasarkan IUCN dan Peraturan Pemerintah RI 31 4.8 Keanekaragaman, Indeks Kekayaan Spesies dan
Kemerataan Jenis Burung Air 31
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1 Famili Charadriidae 6
2.2 Famili Scolopacidae 6
2.3 Dendrogcyna javanica 7
2.4 Cairina scutulata 7
2.5 Burung Merandai Famili Ardeidae 8
2.6 Burung Merandai Famili Ciconiidae 8
2.7 Siklus Migrasi Burung Air Migran 10
2.8 Jalur Migrasi Burung Air Migran Seluruh Dunia 11
3.1 Lokasi Pengamatan 1 di Pantai Ancol 13
3.2 Lokasi Pengamatan 2 di Pantai Baru 13
3.3 Lokasi Pengamatan 3 di Pantai Muara Indah 14
3.4 Perkiraan Menghitung Jumlah Burung dengan
Metode Blok 15
4.1 Fluktuasi Jumlah Individu dan Jenis Burung Air di
Pantai Ancol 20
4.2 Fluktuasi Jumlah Individu dan Jenis Burung Air di
Pantai Baru 22
4.3 Fluktuasi Jumlah Individu dan Jenis Burung Air di
Pantai Muara Indah 25
4.4 Grafik Hubungan Curah Hujan dengan Jumlah
Burung Air 28
4.5 Persentase Jumlah Burung Air Berdasarkan Lokasi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
A Nilai Kelimpahan Relatif Burung Air di Kawasan
Pantai Labu 36
B Faktor Lingkungan di Kawasan Pantai Labu 37
C Data Pasang Surut di Kawasan Pantai Labu 38
D Profil Kedalaman Lumpur di Kawasan Pantai Labu 40
E Foto Pengamatan di Lapangan 41
F Peta lokasi Penelitian di Kawasan Pantai Labu 42
G Deskripsi dan Klasifikasi Burung Air yang
Keanekaragaman Burung Air di Kawasan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang
ABSTRAK
Burung air merupakan jenis burung yang sangat tergantung pada lahan basah yang digunakan sebagai tempat mencari makan, istirahat dan berkembang biak. Pantai Labu merupakan salah satu daerah yang memiliki lahan basah yang termasuk kedalam Daerah Penting Burung (DPB) di Sumatera. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman burung air meliputi kekayaan, kemerataan dan kesamaan jenis pada masing masing lokasi pengamatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode concentration count. Selama 3 bulan penelitian didapatkan 38 jenis burung air yang tergolong kedalam 8 famili dan 20 genus. Nilai keanekaragaman tertinggi terdapat di Pantai Baru pada bulan Februari dengan nilai 2,8. Sementara nilai keanekaragaman terendah terdapat di Pantai Ancol dengan nilai 0,881. Indeks kekayaan spesies tertinggi terdapat di Pantai Muara Indah pada bulan Februari dengan nilai 4,8 dan terendah di Pantai Ancol pada bulan April yaitu 1,2.
The Diversity of Waterbirds in Pantai Labu, Deli Serdang Regency
Abstract
Waterbids is a group of birds that depends on wetland, which is used as their breeding, resting and feeding area. Pantai Labu is one of the areas that has wetland and is included in Important Birds Area (IBA) in Sumatera. This study is aimeds to gather information about waterbirds diversity, including richness, evenness and species similarity on each location in the study. This study used concentration method. Thirty eight species of waterbirds which consisted of 8 family and 30 genera were found during 3 months study. The highest diversity value was found in Pantai Baru in February with the value of 2,8, while the lowest diversity value was found in Pantai Ancol with the value of 0,88. The highest richness index was found in Pantai Muara Indah on February with the value of 4,8 and the lowest richness index was found in Pantai Ancol on April with the value of 1,2.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Burung merupakan salah satu keanekaragaman hayati yang harus dijaga
kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan keanekaragaman jenis.
Menurut Sujatnika et al. (1995) keberadaan suatu jenis burung dapat dijadikan sebagai indikator keanekaragaman hayati, karena kelompok burung memiliki
sifat-sifat yang mendukung, diantaranya hidup di seluruh habitat, peka terhadap
perubahan lingkungan, serta penyebarannya telah cukup diketahui.
Menurut Peterson (1980) penyebaran jenis-jenis burung dipengaruhi oleh
kesesuaian tempat hidup burung, meliputi adaptasi burung terhadap lingkungan,
kompetisi, strata vegetasi, ketersediaan pakan dan seleksi alam. Selanjutnya
Wisnubudi (2009) menjelaskan bahwa burung untuk hidupnya memerlukan
syarat-syarat tertentu seperti kondisi habitat yang sesuai dan aman dari segala
macam gangguan. Siregar (2008) menambahkan bahwa keanekaragaman dan
jumlah burung air sangat dipengaruhi oleh kondisi habitat.
Burung dapat menempati tipe habitat yang beranekaragam, salah satunya
adalah lahan basah. Secara umum, burung memanfaatkan habitat tersebut sebagai
tempat mencari makan, beraktifitas, berkembangbiak dan berlindung. Faktor yang
menentukan keberadaan burung adalah ketersediaan makanan, tempat untuk
istirahat, bermain, kawin, bersarang, bertengger, dan berlindung pada suatu
habitat (Elfidasari dan Junardi, 2006).
Kehidupan burung air tergantung kepada keberadaan pantai atau lahan
basah secara umum. Burung air menjadikan areal pantai dan lahan basah serta
tegakan tumbuhan yang ada di atasnya baik sebagai tempat untuk mencari makan
maupun beristirahat (Howes et al., 2003).
Burung air sangat tergantung, baik harian maupun musiman terhadap
lahan basah untuk memperoleh makanan dan mendukung sistem hidupnya. Lahan
basah merupakan habitat penting bagi burung air sebagai tempat berbiak,
tempat berlindung dan melakukan interaksi sosial (Stewart, 2001; Weller, 2004).
Selanjutnya dijelaskan bahwa hubungan antara lahan basah dengan burung air
dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya ketersediaan makanan, ketinggian
dan kualitas air, tempat bersarang dan berlindung dari gangguan predator.
Menurut Howes et al. (2003), mangrove merupakan habitat penting bagi sebagian besar kelompok burung air, serta beberapa jenis burung daratan.
Kawasan mangrove merupakan habitat burung air maupun darat yang digunakan
juga untuk mencari makan, berbiak, atau sekedar beristirahat. Mangrove di
Provinsi Sumatera Utara tersebar di 13 Kabupaten/Kota dengan luasan yang
bervariasi. Kabupaten tersebut meliputi Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai,
Asahan, Tanjung Balai, Labuhan Batu, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal,
Tapanuli Tengah, Sibolga, Nias Utara dan Nias Selatan.
Pantai Labu yang terdapat di Kabupaten Deli Serdang merupakan daerah
pesisir pantai berupa lahan basah yang terdiri dari hamparan lumpur berpasir dan
kawasan hutan mangrove yang dijadikan sebagai tempat mencari makan dan
beristirahat oleh burung air. Kawasan Pantai Labu juga merupakan lintasan
burung pantai yang bermigrasi dan termasuk kedalam salah satu kawasan pesisir
pantai timur Sumatera Utara dan merupakan salah satu Daerah Penting Burung
(DPB) di Sumatera. Dewasa ini adanya laju pertumbuhan penduduk terutama di
kawasan Pantai Labu diduga berpengaruh terhadap keberadaan burung air. Hal ini
dikarenakan sebagian dari habitat burung air berupa lahan basah dan mangrove
telah dialih fungsikan menjadi lahan perkebunan, pertanian, perikanan dan daerah
wisata yang dapat menyebabkan degradasi dan perusakan habitat yang
menyebabkan penurunan populasi burung air. Keanekaragaman jenis burung air
meliputi burung migran maupun residen di kawasan Pantai Labu perlu diketahui
mengingat peranannya sebagai indikator biologi di kawasan tersebut sehingga perlu dilakukan penelitian tentang “Keanekaragaman Burung Air di Kawasan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang”.
1.2 Permasalahan
Kawasan Pantai Labu merupakan salah satu wilayah lahan basah dan
Kawasan ini telah mengalami banyak gangguan diantaranya pembangunan
bandara, pelelangan ikan, daerah wisata dan konversi hutan mangrove menjadi
lahan sawit, tambak dan sawah. Konversi ini akan menyebabkan fragmentasi
habitat burung air yang menggunakan hamparan lumpur sebagai tempat mencari
makan (feeding ground) dan hutan mangrove sebagai tempat berbiak dan berisitrahat. Namun sejauh ini belum diketahui bagaimana keanekaragaman
meliputi kekayaan spesies burung air di kawasan Pantai Labu Kabupaten Deli
Serdang.
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis burung air
di kawasan Pantai Labu meliputi kekayaan, kemerataan dan kesamaan jenis.
1.4Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah untuk memberikan
informasi mengenai data keanekaragaman burung air serta kekayaan jenis dan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Keanekaragaman
Menurut Krebs (1978) keanekaragaman (diversity) merupakan banyaknya jenis yang biasanya disebut kekayaan jenis (species richness). Helvoort (1981) menyatakan bahwa keanekaragaman merupakan ciri khas bagi suatu komunitas
yang berhubungan dengan banyaknya jenis dan jumlah individu tiap jenis sebagai
komponen penyusun komunitas. Selanjutnya Odum (1993) menyatakan bahwa
keanekaragaman jenis tidak hanya kekayaan atau banyaknya jenis, tetapi juga
kemerataan (evenness) dari kelimpahan individu tiap jenis. Selanjutnya dijelaskan bahwa keanekaragaman jenis mempunyai komponen yang dapat memberikan
reaksi berbeda terhadap faktor geografis, perkembangan atau fisik.
Keanekaragaman terdiri dari 2 komponen yaitu kekayaan jenis dan kemerataan.
2.2. Pengertian Burung Air
Burung air merupakan jenis burung yang sangat tergantung pada lahan basah
meliputi rawa, paya, hutan bakau/hutan payau, muara sungai/estuari, danau,
sawah, sungai dan pantai sebagai tempat mencari makan, istirahat dan
berkembang biak (Sibuea et al., 1996). Burung-burung air ini memanfaatkan hutan mangrove sebagai tempat beristirahat dan hamparan lumpur pada saat
pasang surut serta areal lahan basah lainnya seperti tambak dan sawah sebagai
tempat mencari makan (feeding area) (Jumilawaty & Aththorick, 2007; Akasia Indonesia, 2007).
Menurut Konvensi Ramsar, burung air merupakan jenis burung yang
ekologinya bergantung pada lahan basah seperti rawa payau, lahan gambut,
perairan tergenang, perairan mengalir, dan wilayah perairan laut yang
kedalamannya tidak lebih dari 6 meter. Burung ini memiliki ciri-ciri kaki dan
paruh panjang yang memudahkannya untuk berjalan dan mencari makan di sekitar
air; contohnya bangau, kuntul, trinil, dan cerek (Sibuea, 1997). Burung air
burung penetap berkembang biak di tempat dia mencari makan dan tinggal
sedangkan burung migran tidak akan berkembang biak di daerah migrasinya
(Annisa, 2012).
Burung air diduga berperan penting dalam pertukaran energi antara
kehidupan daratan dan perairan, sehingga burung tersebut turut menentukan
dinamika produktivitas pada lahan basah. Burung air menyediakan sejumlah
pupuk alami bagi vegetasi pantai dan daerah-daerah yang lebih tinggi, dan
vegetasi tersebut berfungsi sebagai stabilisator lingkungan pantai terhadap
pengaruh erosi. Kehadiran burung air dapat mempercepat suksesi yang terjadi di
lahan basah (Wirasiti, 2004). Burung air sangat peka terhadap polusi dan
penurunan kondisi makanannya, karena berada pada urutan akhir dalam tingkatan
rantai makanan. Oleh sebab itu, kelompok burung air tersebut dapat digunakan
sebagai indikator perubahan kualitas lingkungan (Ismanto, 1990).
Rose & Scott (1994), menyebutkan bahwa famili burung air mencakup
Podicipedidae (titihan), Phalacrocoracidae (pecuk), Pelecanidae (pelikan),
Ardeidae (cangak, kuntul, kowak), Ciconiidae (bangau), Threskiornithidae
(pelatuk besi), Anatidae (bebek, mentok, angsa), Gruidae (burung jenjang),
Rallidae (ayam ayaman, mandar, kareo, terbombok), Heliornithidae, Jacanidae
(ucing-ucingan), Rostratulidae, Haemotopodidae, Charadriidae (cerek),
Scolopacidae (gajahan, berkik), Recurvirostridae, Phalaropididae, Burhinidae,
Glareolidae (terik), dan Laridae (camar). Famili tersebut terdapat di Indonesia, sedangkan famili Gaviidae, Balaenicipitidae, Scopoidae, Phoenicopteridae,
Anhimidae, Pedionomidae, Eurypygidae, Dromadidae, Ibidorhynchidae,
Thinocordae, dan Rhynchopidae merupakan burung air yang tidak terdapat di Indonesia (Andrew, 1992).
2.3. Pembagian Burung Air
Berdasarkan lokasi mencari makan, burung air dapat dibagi menjadi empat
sebagai berikut:
a. Burung Pantai (Shore birds)
Burung pantai merupakan jenis dari burung air yang mencari makan di hamparan
Beberapa jenis dari famili Charadriidae umumnya mencari makan di hamparan lumpur yang tidak tergenang air sementara jenis Scolopacidae mencari makan sangat dekat ke air (Faaborg, 1988).
Menurut Howes et al. (2003) secara umum burung pantai dapat diartikan sebagai sekelompok burung air yang secara ekologis bergantung kepada kawasan
pantai sebagai tempat mereka mencari makan dan/atau berbiak, berukuran kecil
sampai sedang dengan berbagai bentuk dan ukuran paruh yang disesuaikan
dengan keperluannya untuk mencari dan memakan mangsanya. Lebih lanjut
Eldridge (1992) mengatakan burung pantai merupakan sekelompok burung air
yang hidupnya tergantung pada kawasan pantai.
Sebagian besar burung pantai yang dikenal merupakan burung pendatang
(migran) yang bermigrasi ke Indonesia untuk menghindari kondisi alam yang
ekstrim di lokasi berbiaknya dan menghabiskan waktunya di lahan basah
Indonesia untuk mencari makan sambil menunggu untuk kembali ke daerah
berbiaknya, baik di belahan bumi Utara (Rusia dan sekitarnya) maupun di belahan
bumi Selatan yaitu Australia dan Negara-negara pasifik (Howes et al., 2003). Secara taksonomis, burung pantai termasuk kedalam ordo
Charadriiformes (Ericson et al., 2003). Sebagian besar burung pantai tergolong kedalam dua famili yaitu Charadriidae dan Scolopacidae (Howes et al., 2003). Menurut MacKinnon et al. (1998), karakteristik suku Charadriidae memiliki paruh lurus yang mengalami penebalan pada bagian ujungnya, tungkai panjang
dan kuat, sayap agak panjang, ekor pendek, kebanyakan berpola warna coklat,
hitam dan putih (Gambar 2.1). Famili Scolopacidae memiliki ciri seperti kaki panjang, sayap meruncing panjang, dan paruh ramping memanjang (Gambar 2.2).
b.Waterfowl
Waterfowl adalah burung air yang mencari makan di air tawar mencakup perairan kolam, rawa, danau dan perairan dangkal. Beberapa dari jenis ini mencari makan
di dalam lumpur atau akar, umbi, atau dedaunan tumbuhan air. Beberapa jenis lain
seperti Cairina dan Dendrocygna mencari makan di perairan berhutan rawa, sungai dan mangrove pesisir. Jenis Anserina dan Cygnina memakan tumbuhan air di perairan dangkal atau danau dan bersarang di kolam-kolam di daerah tundra
(Faaborg, 1988).
Waterfowl atau bebek dan angsa termasuk ke dalam ordo Anseriformes
bersifat kosmopolitan yang tersebar pada daerah tropis. Waterfowlmemiliki ciri lebih mencolok dari burung air lain karena ukurannya dan merupakan ternak
berukuran besar. Spesies-spesies yang hidup di daerah dataran tinggi lebih mampu
bermigrasi dan menjadi pionir dalam penemuan habitat baru. Penempatan sarang
sangat bervariasi dari daerah tebing dan lubang dengan adanya vegetasi yang
lembab dan berair. Setelah berkembang biak Waterfowl jantan umumnya akan bermigrasi mencari daerah yang sesuai untuk mencari makan terutama daerah
perairan yang dangkal (Weller, 2004).
Famili Anatidae merupakan famili yang tersebar luas dengan jumlah jenisnya banyak. Burung perenang dengan kaki berselaput dan paruh yang khas
yaitu lebar dan pipih (Gambar 2.3 dan Gambar 2.4). Tungkai pendek, sayap
sempit-runcing dan terletak agak ke belakang. Secara taksonomis famili Anatidae
dibagi dalam beberapa kelompok yaitu Dendrocygna, Anas, Sythya, Nettapus dan
Cairina (MacKinnon et al., 2010).
Gambar 2.3.Dendrocygna javanica Gambar 2.4.Cairina scutulata
c. Burung Laut (Sea birds)
Burung laut merupakan sekelompok burung air yang memakan ikan atau
plankton yang terdapat di samudera atau lautan lepas. Beberapa jenis burung laut
mampu hidup di laut terbuka selama bertahun-tahun sementara beberapa yang lain
mencari makan beberapa mil dari pantai (Faaborg, 1988). Harrison (1987)
menambahkan jenis penguin, albatros, fulmar, prion (whalebirds), burung penciduk, boobies, gannet, puffin, auk, razorbill, murrelet, doveky, jaeger, skuas,
guillemot, auklet, camar dan burung dara.
d. Burung Merandai (Wading Birds)
Burung merandai mencari makan di daerah rawa, persawahan, hutan mangrove
dan perairan tawar yang dangkal (Faaborg, 1988). Ismanto (1990) menambahkan
bahwa beberapa spesies dari famili Ardeidae menjadikan daerah perairan tawar atau disekitar perairan seperti rawa, tambak, hutan bakau dan muara sungai
sebagai habitat dan tempat mencari makan.
Kelompok burung merandai terdiri dari famili Ardeidae, Ciconiidae dan
Threskiornidae. Burung merandai merupakan kelompok burung air yang memiliki paruh besar, leher panjang, ukuran tubuh besar dengan ekor pendek, kaki panjang
dan sayap lebar (Gambar 2.5 dan Gambar 2.6). Umumnya memiliki warna bulu
kombinasi dari abu-abu, cokelat, hitam atau putih (Andrew, 1992).
2.4. Habitat Burung Air
Menurut Sozer (1999) habitat adalah tempat makhluk hidup berada secara alami.
Selanjutnya Alikodra (2002) menjelaskan bahwa habitat adalah kawasan yang
digunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiaknya satwa liar. Satwa liar
menempati habitat sesuai dengan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung
kehidupannya.
Burung air cenderung berkumpul dan terkonsentrasi dalam mencari makan
pada suatu daerah dimana keberadaan mangsa mereka mudah untuk didapat.
Jenis- jenis mangsa utama yang disukai oleh burung air antara lain Bivalvia, Gastropoda, Crustaceae, Polychaeta dan Pisces. Jenis-jenis mangsa tersebut biasa terdapat dalam air berlumpur pada kawasan mangrove. Hal inilah yang
menyebabkan banyak jenis burung air mendatangi kawasan mangrove dan lahan
basah untuk mencari makan (Noor et al., 2004).
Burung pantai dalam kehidupannya banyak bergantung kepada keberadaan
lahan basah. Burung pantai menjadikan lahan basah serta tegakan tumbuhan yang
ada di atasnya sebagai tempat untuk mencari makan dan beristirahat. Untuk
kelompok jenis burung pantai migran (khususnya Charadriidae dan
Scolopacidae) hamparan lumpur merupakan habitat yang sangat sesuai untuk mencari mangsa. Disamping itu, akar mangrove merupakan tempat istirahat yang
baik selama air pasang dalam musim pengembaraannya (Howes et al., 2003). Hilangnya habitat burung air migran di jalur terbang, umumnya
diakibatkan kegiatan alih fungsi lahan oleh manusia. Misalnya kehilangan habitat
yang menjadi tempat berbiak burung air migran akibat intensifikasi pertanian,
hilangnya tempat persinggahan burung-burung air migran akibat kegiatan
reklamasi pesisir, dan hilangnya wilayah-wilayah tidak berbiak yang diakibatkan
pengeringan lahan basah (Hasudungan, 2012).
2.5. Migrasi Burung
Menurut Kirby (2008) kata migrasi berasal dari Migrare yang artinya pergi dari satu tempat ke tempat lain. Menurut Howes et al. (2003) yang termasuk kedalam kelompok burung air migran adalah kelompok burung air yang
pada musim tidak berbiak, dimana biasanya individu yang bermigrasi tersebut
menghindari perubahan kondisi alam yang ekstrim di lokasi berbiak mereka.
Menurut Hasudungan (2009), migrasi diawali pada bulan Agustus-September
dimana belahan bumi utara mendekati awal musim dingin. Siklus dilanjutkan
dengan perjalanan migrasi pada bulan September-November. Dari bulan
November-Maret burung migran mencari makan di belahan bumi selatan yang
memiliki iklim lebih hangat kemudian kembali ke belahan bumi utara pada bulan
Maret-Mei untuk berbiak (Gambar 2.7).
Gambar 2.7. Siklus Migrasi Burung Air Migran
(Howes et al., 2003)
2.6.Jalur Migrasi Burung Air Migran (F lyways)
Flyways adalah alur terbang spesies burung air migran yang bergerak secara tahunan dari tempat berkembang biak ke daerah-daerah tidak berbiak, termasuk
beristirahat dan daerah mencari makan bagi burung-burung bermigrasi (Boere &
Stroud, 2006).
Menurut EAAF (East Asian-Australian Flyway), Saat ini ada 700 situs penting yang diakui secara internasional untuk burung air migran di sepanjang
jalur migrasi (flyway), banyak yang terletak berdekatan dengan pemukiman manusia dan rentan terhadap pembangunan. Tanpa kerja sama internasional untuk
akan menghadapi kepunahan dalam waktu dekat. Ada sembilan jalur migrasi
burung di seluruh dunia (Gambar 2.8) yaitu :
a. Atlantic Americas Flyway.
b. Black Sea/Mediterranean Flyway. c. Central Asian Flyway.
d. East Asian-Australasian Flyway. e. East Atlantic Flyway.
f. Mississippi Americas Flyway. g. Pacific Americas Flyway.
h. West Asian-East African Flyway. i. West Pacific Flyway.
Gambar 2.8. Jalur Migrasi Burung Air Migran Seluruh Dunia (Sumber : EAAF, 2010).
Dari 9 jalur terbang ini yang melalui wilayah sumatera adalah jalur East
Asian-Australasian Flyway yaitu daerah berbiak di Siberia, Alaska dan Cina hingga ke Asia Tenggara, Papua New Guinea, Australia, Selandia Baru dan
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli 2013 di
Kawasan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara yang
terdiri dari Pantai Ancol desa Rugemuk, Pantai Baru desa Pantai Labu Pekan dan
Pantai Muara Indah desa Denai Kuala serta identifikasi dan pengolahan data
dilakukan di laboratorium Sistematika Hewan Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.2. Alat
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, teropong
monokuler Nikon Field Scope ED, Bushnell 15-60×60 mm dan teropong binokuler Bushnell 12×50 mm, kamera SLR Canon PowerShot SX40 HS, GPS (Global Positioning System) Garmin 60 CSx, alat tulis dan buku panduan lapangan burung Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (MacKinnon et al., 2010).
3.3. Deskripsi Area 3.3.1.Deskripsi Umum
Secara geografis kawasan Pantai Labu terletak pada 3°36'44"LU dan 98°54'33"LS
yang berbatasan dengan :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Beringin dan Kecamatan Batang
Kuis.
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai.
3.3.2Lokasi 1
Lokasi 1 terletak di kawasan Pantai Ancol Desa Rugemuk dengan titik
koordinat 3°41'04,51"LU dan 98°53'30,47"LS yang merupakan hamparan lumpur
berpasir. Tipe lahan basah yang terdapat di sekitar lokasi adalah pertambakan dan
persawahan. Vegetasi dominan Rhizopora spp., dan Avicennia spp.
Gambar 3.1. Lokasi 1 di Pantai Ancol
3.3.3. Lokasi 2
Lokasi 2 terletak di kawasan Pantai Baru Desa Pantai Labu Pekan dengan titik
koordinat 3°40'8,21"LU 98°53'3,00"LS. Tipe lahan basah yang terdapat disekitar
lokasi pengamatan yaitu pertambakan dan rawa. Vegetasi dominan terdiri dari
Avicennia spp. dan Exoecaria spp.
3.3.4.Lokasi 3
Lokasi 3 terletak di kawasan Pantai Muara Indah desa Denai Kuala dengan
titik koordinat 3°40'55,6"LU dan 98°56'52,3LS yang merupakan hamparan
lumpur berpasir. Vegetasi dominan Avicennia spp., dan Rhizopora spp.
Gambar 3.3. Lokasi 3 di Pantai Muara Indah
3.4. Metode Penelitian
Penentuan lokasi pengamatan menggunakan Metode Purposive, yaitu penentuan lokasi tempat burung air berada dan lokasi tersebut dapat mewakili
keberadaan burung secara keseluruhan (Fachrul, 2007). Pengamatan burung air
dilakukan dengan metode concentration count. Metode ini mengamati burung dari suatu lokasi dalam waktu tertentu berdasarkan kelompok makan pada lokasi
tempat burung air berkumpul mencari makan (Bibby et al., 2000).
3.4.1.Pengamatan dan Perhitungan Burung Air
Pengamatan dilakukan sesuai waktu pasang surut setiap harinya yaitu pagi
hari berkisar antara jam 08.00–10.00 WIB dan sore hari pada jam 16.00–18.00
WIB. Pengamatan dilakukan pada minggu I dan III selama 3 hari setiap bulan.
Adapun komponen yang diamati dan dicatat adalah jenis burung air yang
memanfaatkan lahan basah, keadaan cuaca dan kondisi pasang surut.
Perhitungan burung pantai menggunakan Metode Block, dimana perhitungan dilakukan pada kelompok burung yang sedang terbang atau hinggap
menghitung burung dengan cara membuat lingkaran imajiner dan memperkirakan
jumlah individu yang diamati berdasarkan jumlah blok yang ada dalam suatu
kelompok. Bergantung kepada jumlah seluruh individu dalam kelompok, satu
blok bisa terdiri dari 10, 20, 30, 40 dan 50 individu. Pengamat kemudian
menghitung jumlah blok dalam kelompok tersebut. Total perkiraan jumlah
individunya adalah jumlah blok dalam suatu kelompok dikalikan dengan jumlah
individu dalam suatu blok ditambah beberapa individu yang tersisa, yang
dianggap tidak termasuk dalam blok yang ada (Howes et al., 2003).
Gambar 3.4. Perkiraan Menghitung Jumlah Burung dengan Metode Blok
3.5. Analisis Data
3.5.1. Kelimpahan Relatif
Kelimpahan relatif dihitung dengan membandingkan jumlah individu suatu jenis
dengan jumlah individu seluruh jenis dengan rumus (Helvoort, 1981) :
= ℎ �
ℎ ℎ 100%
Dimana Ki = nilai kelimpahan relatif
Berdasarkan kelimpahan relatif spesies burung yang ditemukan di
lapangan, dapat ditentukan kategori kehadiran jenis burung air yang dimodifikasi
dari Bibby et al. (2000) menjadi lima kelas yaitu: Sangat banyak : > 40,0
Banyak : 10,1 – 40,0
Cukup banyak :2,1 – 10
Sedikit : 0,1 – 2,0
3.5.2. Indeks Kekayaan Jenis
Indeks kekayaan spesies tiap burung dihitung menggunakan Indeks Margaleff
(Magurran, 2004) yaitu :
� =
(� −1)
�
Dengan Dmg = Indeks Margaleff S = jumlah spesies
N = jumlah total individu di tiap lokasi
3.5.3. Indeks Kemerataan Jenis
Indeks kemerataan jenis burung pada tiap lokasi pengamatan menggunakan
Indeks Kemerataan Shannon (Magurran 2004) yaitu :
′ = �′ �
Dengan S = jumlah spesies
3.5.4. Indeks Keanekaragaman Jenis
Indeks keanekaragaman jenis burung pada tiap lokasi pengamatan ditentukan
menggunakan Indeks Shannon (Magurran, 1988) yaitu : H’ = ∑ pi ln pi
� � =
�
Dimana ni = jumlah individu spesies ke-i
N = total jumlah individu semua jenis yang ditemukan
3.5.5. Indeks Kesamaan
Kesamaan atau perbedaan komposisi spesies burung berdasarkan lokasi
pengamatan ditentukan menggunakan indeks kesamaan Jaccard (Magurran, 2004)
:
=
+ +
Dengan Cj = indeks kesamaan Jaccard
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Jenis Burung Air yang Ditemukan di Kawasan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang
Hasil penelitian yang dilaksanakan pada Bulan Februari sampai bulan
April 2013 di kawasan Pantai Labu yang meliputi Pantai Ancol, Pantai Baru dan
Pantai Muara Indah didapatkan sebanyak 37 jenis burung air dan 1 subspesies
yang tergolong kedalam 8 famili dan 20 genus. Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa
famili yang paling mendominasi adalah Scolopacidae (6 genus dan 13 spesies), kemudian diikuti famili Ardeidae (5 genus dan 8 spesies). Banyaknya spesies yang muncul dan mendominasi diduga karena keberadaan mangsa yang mudah
didapat. Menurut Howes et al. (2003), burung air cenderung berkumpul dan terkonsentrasi dalam mencari makan pada suatu area dimana keberadaan mangsa
mudah untuk didapatkan.
Selanjutnya famili yang tergolong sedikit adalah Charadriidae (1 genus dan 5 spesies), Sternidae (1 genus dan 4 spesies), dan famili Laridae,
Phalacrocoridae dan Rallidae hanya terdiri dari 1 genus dan 1 spesies. Jenis burung air yang sedikit ditemukan diduga karena adanya faktor kompetisi serta
perbedaan pola dalam mencari makan. Menurut Elfidasari dan Junardi (1996),
perbedaan pola dan cara memperoleh mangsa mampu menciptakan kebersamaan
antara beberapa jenis burung untuk dapat hidup dan mencari mangsa
bersama-sama pada waktu dan lokasi yang bersama-sama.
Bila dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Jumilawaty
(2012) sebanyak 34 spesies, dan pada penelitian Putra (2011) ditemukan 36 jenis
burung air di Pantai Labu, maka jumlah jenis burung air di Pantai Labu pada
penelitian ini (37 spesies dan 1 subspesies) lebih banyak. Perbedaan jumlah jenis
yang ditemukan kemungkinan karena perbedaan waktu pengamatan, lamanya
waktu yang digunakan untuk pengamatan, perbedaan lokasi pengamatan serta
adanya faktor lingkungan. Penelitian ini memakan waktu lebih singkat yaitu
sekitar 3 bulan pengamatan (Februari sampai April 2013), dibandingkan dengan
sampai Maret 2011), dan Putra (2011) selama 6 bulan pengamatan (Januari
sampai Juni 2011). Faktor lingkungan yang diduga berpengaruh terhadap
perbedaan jumlah jenis yang ditemukan adalah kondisi pasang surut yang berbeda
tiap lokasi pengamatan.
Tabel 4.1. Jenis Burung Air yang Ditemukandi Beberapa Lokasi di Kawasan Pantai Labu Charadriidae 9. Charadrius alexandrinus - √ √ Charadrius alexandrinus-dealbatus - - √ 10. Charadrius lesschenaultii √ √ √ 11. Charadrius mongolus √ √ √ 12. Charadrius veredus - √ √
13. Pluvialis fulva √ √ √
14. Pluvialis squatarola - √ √ Laridae 15. Chlidonias leucopterus √ √ √ Phalacrocoridae 16. Phalacrocorax niger √ √ √ Rallidae 17. Amaurornis phoenicurus √ √ √ 18. Gallinula chloropus - - √ 19. Galliralus striatus - - √ 20. Porzana cinerea - - √ Scolopacidae 21. Arenaria interpres √ √ √
22. Calidris alba - √ √
Menurut Sukmantoro et al. (2007) di Indonesia kurang lebih terdapat 244 jenis burung air. Jumlah spesies yang ditemukan di lokasi penelitian 37 spesies
habitat penting bagi burung air karena menyumbang 15% jenis burung dari
jumlah burung air yang terdapat di Indonesia.
Hasil pengamatan menunjukkan adanya beberapa spesies yang hanya
ditemukan pada satu lokasi pengamatan dan tidak ditemukan pada lokasi lain.
Spesies ini antara lain Ardea cinerea dan Mycteria cinerea yang hanya ditemukan di Pantai Ancol. Limicola falcinellus hanya ditemukan di Pantai Baru. Gallinula chloropus, Galliralus striatus, Porzana cinerea, dan Charadrius alexandrinus-dealbatus yang hanya ditemukan di Pantai Muara Indah. Hal ini diduga karena perbedaan karakteristik lokasi pengamatan yang digunakan sebagai habitat untuk
mencari makan. Perbedaan karakteristik lokasi pengamatan dapat dilihat dari
profil kedalaman sedimen, dimana kedalaman sedimen di Pantai Ancol berkisar
antara 25-195 cm, di Pantai Baru berkisar antara 25-105 cm dan Pantai Muara
Indah berkisar antara 25-95 cm. C. alexandrinus-dealbatus merupakan spesies yang hanya sekali ditemukan selama pengamatan. Menurut Iqbal et al. (2010) jenis Charadrius dealbatus merupakan jenis yang sangat langka. Perjumpaan dengan jenis ini hanya sesekali di kawasan Sumatera yaitu, Pantai cemara Jambi
tahun 2008 dan Pulau Betet tahun 2009. Perjumpaan dengan jenis ini pada
penelitian merupakan perjumpaan yang pertama kali di pesisir Sumatera Utara.
4.2. Fluktuasi dan Komposisi Burung Air Berdasarkan Lokasi Pengamatan Hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan adanya fluktuasi harian
baik jumlah individu maupun jumlah spesies pada masing masing lokasi
pengamatan.
Pantai Ancol
Berdasarkan pengamatan, jumlah spesies maupun jumlah individu pada
lokasi ini mengalami fluktuasi harian (Gambar 4.1). Pada bulan Februari, jumlah
spesies cenderung meningkat pada hari ketiga sebanyak 192 individu
dibandingkan dengan pengamatan hari pertama sebanyak 94 individu dan hari
Gambar 4.1. Fluktuasi Jumlah Individu dan Jenis Burung Air di Pantai Ancol
Selanjutnya pada bulan Maret dan April jumlah individu yang paling
banyak ditemukan pada hari kedua. Fluktuasi ini dipengaruhi oleh faktor
lingkungan terutama ketinggian air yang berhubungan dengan pasang surut,
dimana pada hari ketiga di bulan April air tidak surut sehingga hamparan lumpur
tidak terbentuk. Hal ini menyebabkan burung air tidak muncul karena tidak
adanya lokasi untuk mencari makan. Menurut Kozulin et al. (2001) distribusi, jumlah dan komposisi burung air yang ditemukan pada suatu wilayah sangat
dipengaruhi oleh badan air,yaitu ketinggian air. Anderson (2003) menambahkan
bahwa pertukaran pasang surut dapat mempengaruhi perilaku burung air yang
berhubungan dengan ketersediaan wilayah mencari makan.
Berdasarkan pengamatan, dalam mencari makan jenis burung yang
pertama datang ke hamparan lumpur ketika air mulai surut adalah Tringa totanus. Hal ini kemungkinan karena jenis ini lebih mampu merespon perubahan kondisi
pasang surut sehingga datang pertama ke hamparan lumpur. Jenis ini membentuk
kelompok kecil dan hinggap di hamparan lumpur didekat mangrove dan
menunggu hingga air benar-benar surut. Jenis Sterna spp. terlihat hanya sesekali beterbangan dan tidak hinggap karena jenis ini menyukai hamparan pasir yang
digunakan untuk beristirahat, namun dilokasi ini tidak ditemukan hamparan pasir
sehingga jenis Sterna spp. hanya beterbangan.
Jarak antara lokasi burung mencari makan dengan pantai ± 50 m. Semua
burung mencari makan dalam 2 lokasi yang berdekatan dimana lokasi makan
Mycteria cinerea yang merupakan burung merandai berbeda dengan kelompok
burung pantai. Hamparan lumpur di lokasi makan M. cinerea cenderung lebih dalam (145 cm). Jenis ini lebih menyukai daerah lumpur yang lebih dalam untuk
mencari makan. Sedangkan jenis burung merandai lainnya yaitu Egretta spp. mencari makan bergabung dengan kelompok burung pantai. Pada saat mulai
pasang, burung tetap mencari makan sampai air benar-benar mencapai atau
menutupi hamparan lumpur di lokasi burung mencari makan kemudian
burung-burung air ini terbang.
Pada bulan April, ada dua jenis yang sebelumnya ditemukan banyak, tidak
ditemukan lagi seperti jenis Arenaria interpres dan Xenus cinereus. Hal ini diduga karena burung tersebut telah kembali ke daerah asalnya. Jenis Ardea purpurea dan
Ardea cinerea terlihat sedang tidak mencari makan di hamparan lumpur melainkan hinggap di pepohonan mangrove.
4.2.1 Komposisi Jenis Burung Air di Pantai Ancol
Berdasarkan kelimpahan relatif, dapat ditentukan kategori kehadiran
spesies burung air menjadi 5 kelas yaitu sangat banyak, banyak, cukup banyak,
sedikit dan sangat sedikit. Berdasarkan kelas kelimpahan relatif, pada lokasi ini
jenis burung air yang sangat banyak ditemukan adalah Tringa totanus, sedangkan jenis yang banyak ditemukan adalah Arenaria interpres, dan Tringa cinereus
seperti terlihat pada Tabel 4.2. Ketiga jenis ini termasuk dalam famili
Scolopacidae yang merupakan burung migran. Banyaknya jenis Scolopacidae
yang ditemukan karena pengamatan dilakukan pada saat musim migrasi.
Tabel 4.2.Komposisi Jenis Burung Berdasarkan Kelimpahan Relatifdi Pantai Ancol
Banyak Arenaria interpres, Tringa cinereus 10,1-40,0 2 9,09 Cukup
Banyak
Egretta alba, Egretta garzetta, Tringa hypoleucos, Sterna hirundo
2,1-10,0 4 18,18
Sedikit Ardea cinerea, Ardea purpurea,Butorides striatus,Egretta intermedia, Mycteria cinerea, Charadrius lesschenaultii, Charadrius mongolus, Numenius phaeopus, Pluvialis fulva, Sterna albifrons
0,1-2,0 10 45,45
Sangat Sedikit Amaurornis phoenicurus, Calidris canutus, Chlidonias leucopterus,
Jenis yang sangat sedikit pada lokasi ini adalah Amaurornis phoenicurus, Calidris canutus, Chlidonias leuocopterus, Phalacrocorax niger dan Sterna nilotica
dengan nilai 22,72 %. Perjumpaan dengan jenis A. phoenicurus dan P . niger
hanya sekali pada saat air mulai pasang dan ditemukan sedang bertengger diantara
pohon mangrove. Kedua jenis ini tidak mencari makan di lokasi penelitian.
Menurut Ruskhanidar dan Hambal (2007) Amaurornis phoenicurus sering dijumpai sendiri dan tidak berkelompok ketika sedang mencari makan di daerah
tambak. Jenis ini sudah mengalami penurunan jumlah sebagai akibat dari
perburuan.
Pantai Baru
Hasil pengamatan menunjukkan pada lokasi ini ditemukan jumlah individu
yang paling banyak diantara lokasi pengamatan lain dengan total jumlah individu
yang ditemukan selama 3 bulan pengamatan adalah 3949 individu. Jumlah
individu yang ditemukan mengalami fluktuasi harian yang cenderung menurun
setiap bulannya (Gambar 4.2).
Gambar 4.2. Fluktuasi Jumlah Individu dan Jenis Burung Air diPantai Baru
Pada Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah individu yang paling banyak
ditemukan pada bulan Februari pada hari pertama pengamatan dengan jumlah 517
individu dan 32 spesies. Hal ini menunjukkan bahwa pada bulan Februari lebih
banyak ditemukan baik jumlah spesies maupun jumlah individu burung air
dibandingkan dengan bulan lainnya, keadaan ini disebabkan banyaknya burung
migran yang ditemukan, luasnya hamparan lumpur yang terbentuk serta
ketersediaan makanan yang melimpah. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis
Mollusca yang ada di hamparan lumpur. Menurut Howes et al. (2003), jenis-jenis hewan yang dijadikan mangsa oleh burung pantai adalah Polychaeta, Mollusca, serta berbagai jenis udang. Jumilawaty (2012) menambahkan pada bulan Februari
ditemukan lebih banyak jenis burung air. kedatangan burung migran menambah
banyaknya jumlah spesies yang hadir. Hamparan lumpur yang luas dan saling
berdekatan memudahkan burung air untuk berpindah dari satu lokasi ke lokasi
makan lainnya.
Selanjutnya pada bulan Maret dan April terjadi penurunan jumlah individu
yang sangat drastis terutama pada bulan April. Pada bulan ini, ketinggian air pada
saat air surut cukup tinggi yaitu berkisar antara 80-240 cm. Pada saat pengamatan,
hamparan lumpur tidak terbentuk melainkan hanya hamparan pasir. Hal ini
menyebabkan menurunnya jumlah burung air yang ditemukan karena tidak
adanya lokasi untuk mencari makan. Menurut Howes (2003); Battley (2003),
kondisi habitat yang baik akan mendukung lebih banyak spesies yang hadir.
Berdasarkan pengamatan, dalam mencari makan burung yang muncul
pertama kali pada saat air mulai surut adalah Tringa hypoleucos dan Egretta spp.
Tringa hypoluecos datang menyendiri dan hinggap dipinggir pantai hingga air benar-benar surut dan terbentuk hamparan lumpur sedangkan Egretta spp. datang berkelompok dan langsung mencari makan di air dangkal menunggu air surut. Hal
ini diduga karena jenis burung-burung air ini lebih mampu merespon kondisi
lingkungan yang sudah mulai surut. Hal ini sesuai dengan penelitian Jumilwaty
(2012), burung air yang datang berkelompok dan soliter dapat dijadikan indikator
untuk mengetahui bahwa air laut akan segera surut. Jenis Egretta spp. yang tergolong famili Ardeidae datang dan bertengger di atas pohon mangrove menunggu surut.
Pada saat mulai pasang di bulan Februari, burung–burung air tidak
berpindah tempat hal ini disebabkan lokasi makan lebih tinggi dibandingkan
lokasi yang tidak digunakan untuk mencari makan. Pemilihan lokasi makan juga
dipengaruhi oleh tekstur tanah berupa lumpur berpasir bila dibandingkan dengan
lokasi yang tidak dipilih sebagai tempat mencari makan karena tekstur tanahnya
beristirahat di hamparan pasir, kelompok Sterna spp. yang merupakan burung laut cenderung berada ditengah dikelilingi burung pantai.
Pada bulan Maret, pengamatan dilakukan pada saat pasang besar dimana
air yang surut cenderung lebih jauh dari pinggir pantai dan burung air cenderung
beristirahat dan mencari makan di batas air. Pada saat air mulai pasang burung
mulai terbang kecuali jenis Calidris padahal hamparan lumpur masih luas. Berbeda pada saat pasang mati, dimana burung akan terbang saat lokasi mencari
makan benar-benar tertutup air.
4.2.2 Komposisi Jenis Burung Air di Pantai Baru
Pada lokasi ini, spesies yang sangat sedikit adalah Amaurornis phoenicurus, Calidris ruficolis, Chlidonias leucopterus, Numenius madagascariensis, dan Sterna nilotica dengan nilai 15,12 %. N. Madagascariensis hanya ditemukan sekali selama pengamatan (Tabel 4.3).
Tabel 4.3. Komposisi Jenis Burung Berdasarkan Kelimpahan Relatif di Pantai Baru
Arenaria interpres, Egretta alba, Egretta garzetta, Egretta intermedia, Charadrius alexandrinus, Charadrius mongolus,Charadrius
leschenaultii,Calidris alba, Calidris ferruginea, Pluvialis fulva, Pluvialis squatarola, Tringa cinereus, Sterna albifrons, Sterna bengalensis
2,1-10,0 14 43,75
Sedikit Ardea purpurea, Bulbucus ibis, Butorides striatus, Limicola falcinelus, Limosa lapponica,Numenius arquata, Numenius phaeopus,Calidris canutus,Charadrius veredus,Tringa hypoleucos, Tringa totanus, Phalacrocorax niger
0,1-2,0 12 37,5
Sangat Sedikit Amaurornis phoenicurus, Calidris ruficolis, Chlidonias leucopterus, Numenius madagascariensis, Sterna nilotica
<0,1 5 15,12
Spesies yang termasuk kedalam kelas Cukup Banyak merupakan spesies
kelompok ini membentuk stratifikasi makan masing-masing dan menempati lokasi
yang berbeda dalam mencari makan. Jenis dari famili Scolopacidae dan
Charadriidae memilih mencari makan dan beristirahat di hamparan pasir yang terbentuk pada saat surut. Sedangkan Ardeidae memilih mencari makan disekitar muara sungai. Menurut Mackinnon (1993); Elfidasari dan Junardi (2006), jenis ini
memiliki kebiasaan mencari makan secara berkelompok di daerah rawa, sawah
dan muara. Hasil penelitian Putra (2011) menunjukkan bahwa famili Ardeidae
sering ditemukan pada habitat lahan basah seperti kawasan mangrove, rawa payau,
tambak dan muara sungai.
Pantai Muara Indah
Lokasi pengamatan ini memiliki hamparan lumpur yang paling luas
diantara lokasi pengamatan yang lain dimana lokasi ini memiliki beberapa titik
yang digunakan burung air dalam mencari makan. Fluktuasi jumlah jenis pada
lokasi ini mengalami kenaikan maupun penurunan (Gambar 4.3).
Gambar 4.3. Fluktuasi Jumlah Individu dan Jenis Burung Air di Pantai Muara Indah
Pada pengamatan bulan Februari jumlah individu sangat banyak terutama
pada hari kedua, yaitu sebanyak 270 individu dan 34 spesies. Kemudian diikuti
pada bulan berikutnya yang mengalami penurunan drastis dengan jumlah individu
berkisar antara 67-80 individu. Pada bulan April, jumlah individu yang jumlahnya
berkisar 51-80 individu. Penurunan jumlah individu diduga karena banyaknya
masyarakat dan nelayan yang sedang mencari kepah. Menurut Jumilawaty (2012)
melimpahnya jumlah burung air pada Februari karena pada bulan ini keadaan
lingkungan terbaik bagi kehidupan burung air meliputi ketersediaan makanan,
faktor lingkungan diantaranya curah hujan, suhu dan salinitas. Selanjutnya Zwart
dan Wanink (1993) mengatakan bahwa iklim yang baik akan membantu burung
air untuk mengeluarkan energi yang tinggi akibat proses termoregulasi.
Dari hasil pengamatan, terdapat 10 titik lokasi burung mencari makan
yang tersebar di beberapa lokasi. Beberapa titik terdapat di batas air dengan jarak
± 300 m dari pantai dan sebagian lagi berjarak ± 60 m. Terdapat 2 titik yang
homogen dimana masing-masing titik terdiri dari kelompok Numenius spp., dan
Sterna spp. Sedangkan 8 titik yang lain terdiri dari beberapa jenis burung yaitu
Pluvialis spp., Charadrius spp., Calidris spp dan Arenaria interpres.
Banyaknya jumlah individu yang ditemukan karena waktu pengamatan
dilakukan dua kali yaitu pagi hari dan sore hari karena pasang besar sehingga
surut terjadi dua kali. Pada pengamatan sore hari, burung cenderung lebih sedikit
karena angin kencang sehingga mempengaruhi keberadaan burung yang kesulitan
hinggap di hamparan lumpur. Jenis Charadrius cenderung tidak berkelompok dan hanya ditemukan pada saat pagi hari. Tanpa ada gangguan, sesekali jenis Calidris
dan Xenus cinereus terbang dan berpindah ke lokasi makan yang lain. Jenis
Numenius phaeopus tetap beristirahat di hamparan lumpur walaupun air mulai pasang dan mencapai lokasi tersebut.
Pada bulan Maret, terjadi penurunan jumlah jenis yang ditemukan
dibandingkan dengan pengamatan sebelumnya. Burung pantai yang ditemukan
4.2.3. Komposisi Jenis Burung Air di Pantai Muara Indah
Fluktuasi harian dipengaruhi oleh kehadiran dari jumlah spesies. Dimana
pada lokasi ini spesies yang banyak ditemukan adalah Numenius phaeopus,
Plufialis fulva,Sterna albifrons dan Sterna hirundo. Spesies yang sangat sedikit ditemukan pada lokasi ini adalah C. alexandrinus-dealbatus, L. laponica, P. Niger,
G. striatusdan P. Cinerea(Tabel 4.4). Charadrius alexandrinus-dealbatus hanya ditemukan sekali pada bulan Februari dan merupakan spesies yang baru pertama
sekali ditemukan di kawasan Pantai Labu. Hal ini diduga karena jenis ini
menyimpang dari jalur migrasi tahunannya sehingga baru pertama sekali
ditemukan di pesisir Sumatera Utara.
Tabel 4.4. Komposisi Jenis Burung Berdasarkan Kelimpahan Relatif di Pantai Muara Indah
Banyak Pluvialis fulva, Numenius Phaeopus, Sterna albifrons, Sterna hirundo
10,1-40,0 4 11,42
Cukup Banyak
Bulbucus ibis, Egretta alba, Egretta garzetta, Egretta intermedia, Charadrius lesschenaultii, Charadrius mongolus, Arenaria interpres, Calidris alba, Pluvialis squatarola, Tringa cinereus
2,1-10,0 10 28,57
Sedikit Ardea purpurea, Butorides striatus, Charadrius alexandrinus, Charadrius veredus, Chlidonias leucopterus, Amaurornis phoenicurus, Gallinula chloropus, Calidris canutus, Calidris ferruginea,Calidris ruficolis, Numenius arquata, Tringa hypoleucos, Tringa totanus, Sterna bengalensis, Sterna nilotica
0,1-2,0 12 34,28
Sangat Sedikit Charadrius dealbatus, Galiralus striatus,Limosa
lapponica,Phalacrocorax niger, Porzana cinerea
<0,1 5 16,12
Burung air dalam mencari makan umumnya tersebar. Dimana kelompok
Ardeidae membentuk kelompok sendiri dengan mencari makan di perairan yang lebih dalam, sedangkan kelompok Scolopacidae dan Sternidae mencari makan dan beristirahat di hamparan lumpur yang dekat dengan batas air surut. Hal ini
tergenang untuk mencari makan. Menurut Jumilawaty (2012) jenis dari famili
Scolopacidae, Charadriidae dan Sternidae datang setelah air surut dan mencari lokasi di area yang berair dangkal, setelah surut menyebar pada hamparan lumpur.
4.3. Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Keberadaan Burung Air
Kehadiran burung air di suatu area juga dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan. Faktor lingkungan yang diduga mempengaruhi fluktuasi kehadiran
burung air adalah curah hujan, kelembaban, temperatur dan kecepatan angin.
Berdasarkan pengamatan, faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi
keberadaan burung air adalah curah hujan dan kecepatan angin. Hal ini terlihat
dari gambar 4.4 dimana pada saat curah hujan tinggi (pada bulan April curah
hujannya 229 mm, jumlah individu yang muncul sebanyak 674). Hasil analisis
korelasi menunjukkan pengaruh curah hujan terhadap keberadaan burung air
memperlihatkan pengaruh negatif sebesar 58% (Tabel 4.5). Hal ini didukung
penelitian Djohan (2005), pada saat curah hujan tinggi keberadaan burung air
cenderung menurun. Hanya burung air bertubuh besar yang ditemukan.
Selanjutnya faktor lingkungan yang lain juga menunjukkan pengaruh
negatif dan positif. Dari tabel 4.5 terlihat bahwa faktor lingkungan yang
berkorelasi sangat kuat adalah suhu sebesar 71%. Sesuai dengan pernyataan
Begon et al. (2004), adanya perubahan suhu akan mempengaruhi perilaku burung air dalam mencari makan. Suhu berpengaruh terhadap proses fisiologi dan
distribusi hewan pada suatu area.
0
Tabel 4.5. Nilai Korelasi antara Faktor Lingkungan dan Jumlah Burung Air
Faktor Lingkungan Nilai Korelasi
Curah hujan -0,58
Kecepatan angin 0,19
Suhu -0,71
Kelembaban -0,66
Berdasarkan penelitian Desmawati (2011), jenis Scolopacidae, Lariidae
dan Ardeidae lebih menyukai daerah terbuka dengan temperatur tinggi untuk mencari makan, beristirahat, dan terbang berkeliling. Hasil pengamatan
menunjukkan pada saat kecepatan angin tinggi maka jenis burung laut sedikit
ditemukan. Hal ini dikarenakan cara burung laut mencari makan dengan terbang
dan memburu mangsa yang ada di air, sedangkan jenis burung migran dan burung
merandai tidak terpengaruh karena kecepatan angin yang tinggi. Hal ini
disebabkan burung air migran dan burung merandai mencari makan langsung di
hamparan lumpur yang terbentuk saat surut.
4.4. Pembagian Burung Air Berdasarkan Lokasi Mencari Makan
Berdasarkan lokasi mencari makan, burung air dibagi menjadi 4 kelompok
yaitu burung pantai (shorebirds) yaitu jenis burung air berukuran kecil yang mencari makan di hamparan lumpur dan lahan basah yang tidak tergenang air
(Charadriidae dan Scolopacidae); burung merandai (wadingbirds) yaitu burung air berukuran besar dengan paruh dan kaki panjang yang mencari makan di
perairan dangkal, lahan basah yang tergenang air, daerah rawa dan persawahan
serta hutan mangrove (Ardeidae dan Ciconiidae); burung laut (seabirds) yaitu burung air yang mencari makan dengan cara terbang dan menyelam di laut
(Laridae, Sternidae dan Phalacrocoridae) dan Waterfowl yaitu burung air yang mencari makan dengan cara berenang di air tawar yang dangkal mencakup kolam
Gambar 4.5. Persentase Jumlah Burung Air Berdasarkan Lokasi Mencari Makan
Burung merandai dan waterfowl memiliki kecenderungan meningkat berdasarkan jumlah spesies, sebaliknya burung pantai dan burung laut mengalami
penurunan jumlah spesies selama pengamatan (Gambar 4.5). Pada bulan Maret
tidak ditemukan jenis waterfowl, hal ini diduga pada bulan ini merupakan masa panen padi, sehingga kehadiran para petani pada saat memanen padi
menyebabkan jenis ini tidak muncul, karena jenis ini sangat sensitif terhadap
kehadiran manusia didekatnya.
Pantai Labu merupakan salah satu Daerah Penting Burung yang ada di
Indonesia. Daerah yang dikatakan penting bagi burung air memiliki beberapa
kriteria yaitu ditemukannya kelompok makan burung dalam jumlah besar,
ditemukannya jenis burung yang memiliki status keterancaman IUCN
rentan/vulnerable serta adanya jenis yang langka dan endemik. Tabel 4.6 menunjukkan persentase jumlah spesies yang ditemukan di Pantai Labu terhadap
total keseluruhan jumlah spesies yang ada di Sumatera dan Indonesia.
Tabel 4.6. Persentase Perbandingan Jumlah Burung Air di Pantai Labu, Sumatera dan Indonesia
Jumlah Jenis Sumatera (%) Indonesia (%)
Shorebirds 20 12,2 8,19
Seabirds 6 3,68 2,45
Wadingbirds 8 4,90 3,27
Waterfowl 4 2,45 1,63
Jumlah jenis burung air yang didapat dilokasi penelitian (38) menyumbang
23% dari jumlah keseluruhan burung air yang terdapat di pulau Sumatera (163)
dan menyumbang 15 % dari jumlah burung air yang ada di Indonesia (244).
Kelompok shorebirds menempati nilai persentase paling tinggi yaitu 12,2% dan 8,19% dari keseluruhan jumlah burung air di pulau Sumatera dan Indonesia.
Untuk melihat peranan Pantai Labu bagi burung air dapat dilihat melalui
status keterancaman dan perlindungan (Tabel 4.6). Menurut status keterancaman
IUCN 3.1 burung air di Pantai Labu memiliki 2 kategori yaitu kurang
mengkhawatirkan/least concern (LC),dan rentan/vulnerable (VU). Dalam Peraturan Pemerintah RI termasuk 2 kategori yaitu A: UU No.5 tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; B: PP No. 7
tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.
Tabel 4.7.Status Keterancaman dan Perlindungan Burung Air Berdasarkan IUCN dan Peraturan Pemerintah RI
No. Jenis Burung Air Peraturan Pemerintah RI IUCN
1. Bubulcus ibis AB LC
2. Egretta alba AB LC
3. Egretta garzetta AB LC
4. Egretta intermedia AB LC
5. Mycteria cinerea AB VU
6. Chlidonias leucopterus AB LC
7. Numenius arquata AB LC
8. Numenius phaeopus AB LC
9. Numenius madagascariensis AB VU
10. Sterna albifrons AB LC
11. Sterna bengalensis AB VU
12. Sterna hirundo AB LC
13. Sterna nilotica AB LC
4.5. Keanekaragaman, Kekayaan Spesies dan Kemerataan jenis Burung Air Setiap lokasi pengamatan memiliki nilai keanekaragaman dan kekayaan spesies
yang berbeda tiap bulan.
Tabel 4.8. Keanekaragaman, Indeks Kekayaan Spesies dan Kemerataan Jenis di Kawasan Pantai Labu
Pantai Ancol Pantai Baru Pantai Muara Indah
H’ Dmg E’ H’ Dmg E’ H’ Dmg E’
Hasil analisis menunjukkan dilokasi penelitian secara keseluruhan
memiliki tingkat keanekaragaman sedang dengan nilai 2,5 dan kemerataan jenis
0,2. Tingkat keanekaragaman, kekayaan dan kemerataan jenis bervariasi setiap
bulannya. Nilai keanekaragaman yang paling tinggi terdapat di lokasi Pantai Baru
pada bulan Februari yaitu 2,876 dengan nilai kekayaan spesies 4,09 dan
kemerataan 0,09. Hal ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan jenis pasang
surut pada saat pengamatan dimana pengamatan dilakukan pada saat keadaan
pasang mati dan pasang besar. Menurut Burger et al. (1977) siklus pasang surut pada garis pantai dan hamparan lumpur akan mempengaruhi perubahan
ketersediaan ruang mencari makan dan ketersediaan serta diversitas mangsa.
Selain itu, burung air cenderung menyebar saat mencari makan dimana
ditemukan hanya satu jenis saja yang membentuk kelompok yaitu dari jenis
Numenius spp. Sedangkan jenis dari burung laut yaitu Sterna spp. hanya berkelompok dan bergabung dengan jenis Charadrius spp. pada saat beristirahat di hamparan pasir yang terbentuk pada saat air surut. Sedangkan nilai
keanekaragaman yang paling rendah di Pantai Ancol yaitu 0,881 dengan nilai
kekayaan spesies terendah 1,2. Hal ini disebabkan burung air hanya
memanfaatkan satu lokasi untuk mencari makan padahal hamparan lumpur cukup
luas. Kedalaman sedimen (30 cm –195 cm) diduga mempunyai pengaruh besar
terhadap keberadaan burung air karena sedimen di lokasi ini lebih dalam
dibanding dengan dua lokasi pengamatan lain.
Nilai keanekaragaman sangat erat hubungannya dengan nilai kekayaan
spesies.Menurut Johnsingh & Joshua (1994) kekayaan spesies burung berbeda dari satu area dengan area lainnya. Jumilawaty (2012) menambahkan bahwa kekayaan spesies dan kelimpahan individu sangat mempengaruhi nilai keanekaragaman
spesies. Nilai kekayaan yang paling tinggi terdapat pada lokasi Pantai Muara
indah yaitu 4,86. Hal ini diduga karena lokasi ini memiliki hamparan lumpur yang
paling luas diantara kedua lokasi pengamatan lain sehingga ketersediaan ruang
untuk mencari makan lebih banyak.
keanekaragaman spesies di suatu wilayah ditentukan oleh ukuran luas habitat. Semakin luas habitatnya, cenderung semakin tinggi keanekaragaman jenis burungnya.
4.6. Indeks Kesamaan pada tiap Lokasi Penelitian
Setiap lokasi pengamatan memiliki kesamaan spesies. Kesamaan atau
perbedaan komposisi spesies burung air berdasarkan lokasi pengamatan
ditentukan menggunakan indeks kesamaan Jaccard.
Tabel 4.9.Indeks Kesamaan Spesies
Pantai Ancol Pantai Baru Pantai Muara Indah
Pantai Ancol - 0,606 0,600
Pantai Baru - - 0,771
Pantai Muara Indah - - -
Ketiga lokasi pengamatan memiliki indeks kesamaan spesies yang hampir
sama. Ancol-Baru dan Ancol-Indah memiliki indeks kesamaan spesies yang sama
yaitu 0,6 dan Baru-Indah memiliki indeks kesamaan spesies 0,771. Indeks
kesamaan spesies yang hampir sama diduga karena jarak antara lokasi
pengamatan yang berdekatan yaitu berkisar antara 1-4 Km. Selain itu kondisi
habitat dan ketersediaan makanan juga mempengaruhi tingkat kesamaan spesies.
Menurut Jumilawaty (2012), hamparan lumpur yang terbentuk saat air surut dan
berdekatan satu dengan lainnya menyediakan lokasi makan yang cukup bagi
burung air, keadaan ini mempermudah burung air berpindah-pindah tempat dari
satu hamparan lumpur ke hamparan lumpur lainnya untuk mencari makan sesuai
kebutuhannya. Nilai kesamaan spesies menunjukkan bahwa spesies yang
ditemukan pada lokasi satu dengan lain memiliki kesamaan spesies hampir sama
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
a. Jenis burung air yang ditemukan selama penelitian dari bulan Februari sampai
April di Kawasan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang terdiri dari 38 spesies
burung air yang tergolong dalam 8 famili dan 20 genus. Jumlah individu yang
paling banyak ditemukan adalah Sterna hirundo (1.058) dan jumlah individu paling sedikit ditemukan adalah Charadrius alexandrinus-dealbatus (1).
b. Jumlah individu maupun jumlah jenis burung air paling banyak ditemukan
pada bulan Februari. Secara keseluruhan indeks keanekaragaman jenis burung
air di kawasan Pantai Labu tergolong sedang dengan indeks keanekaragaman
jenis burung yang paling tinggi ditemukan di Pantai Baru dan indeks
keanekaragaman paling rendah di Pantai Ancol.
5.2 Saran
Saran dalam penelitian ini adalah :
a. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai peranan lahan basah terhadap
keberadaan burung air di Kawasan Pantai Labu.
b. Perlu dilakukan upaya perlindungan dan dukungan dari Pemerintah Kabupaten
Deli Serdang dan masyarakat terhadap habitat burung air yang semakin