• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efisiensi hormon oksitosin dan ovaprim pada dosis berbeda dalam pemijahan buatan ikan lele Sangkuriang Clarias sp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efisiensi hormon oksitosin dan ovaprim pada dosis berbeda dalam pemijahan buatan ikan lele Sangkuriang Clarias sp."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

EFISIENSI HORMON OKSITOSIN DAN OVAPRIM PADA

DOSIS BERBEDA DALAM PEMIJAHAN BUATAN IKAN

LELE SANGKURIANG

Clarias

sp.

MAYYANTI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Efisiensi Hormon Oksitosin Dan Ovaprim Pada Dosis Berbeda Dalam Pemijahan Buatan Ikan Lele Sangkuriang Clarias sp.” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

MAYYANTI. Efisiensi hormon oksitosin dan ovaprim pada dosis berbeda dalam pemijahan buatan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. Dibimbing oleh HARTON ARFAH dan DINAR TRI SOELISTYOWATI.

Ikan lele merupakan ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Produksi benih ikan lele terus ditingkatkan melalui pemijahan buatan dengan penyuntikan hormon. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi penggunaan kombinasi hormon oksitosin dan ovaprim pada pemijahan induk betina ikan lele dengan dosis campuran yang berbeda. Penelitian terdiri dari 5 perlakuan dan 3 ulangan menggunakan rancangan acak lengkap. Perlakuan terdiri dari P0 (ovaprim 100%), P1 (oksitosin 25% dan ovaprim 75%), P2 (oksitosin 50% dan ovaprim 50%), P3 (oksitosin 75% dan ovaprim 25%) dan P4 (oksitosin 100%). Hasil terbaik yang didapatkan adalah perlakuan P3 atau dosis 75% penyuntikan hormon oksitosin dan 25% ovaprim dengan rata - rata waktu ovulasi 9 jam 33 menit dan menunjukkan paling efisien dengan biaya suntik sebesar Rp. 1 525,00,-

.

Kata kunci: Hormon, ikan lele, oksitosin, ovaprim.

ABSTRACT

MAYYANTI. Efficiency of oxytocin hormone and ovaprim at different doses in artificial spawning of Sangkuriang catfish Clarias sp. Supervised by HARTON ARFAH and DINAR TRI SOELISTYOWATI.

Catfish is a freshwater fish that has a high economic value. Larval production of catfish constantly improved through artificial spawning by injecting hormones. The purpose of this research was to determine the effectiveness and efficiency used of a combination oxytocin hormone and ovaprim on spawning female catfish with a mixture of different doses. The research consist of 5 treatments and 3 replications using complete random design. Treatment consist of P0 (ovaprim 100%), P1 (oxytocin 25% and ovaprim 75%), P2 (oxytocin 50% and ovaprim 50%), P3 (oxytocin 75% and ovaprim 25%) and P4 (oxytocin 100%). The best result showed that P3 or treatment dose of 75% oxytocin hormone and 25% ovaprim injection was the most efficient with an average ovulation time 9 hours 38 minutes and inducing cost Rp. 1 525,00,-.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

EFISIENSI HORMON OKSITOSIN DAN OVAPRIM PADA

DOSIS BERBEDA DALAM PEMIJAHAN BUATAN IKAN

LELE SANGKURIANG

Clarias

sp.

MAYYANTI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Efisiensi hormon oksitosin dan ovaprim pada dosis berbeda dalam pemijahan buatan ikan lele Sangkuriang Clarias sp.

Nama : Mayyanti

NIM : C14080038

Disetujui oleh

Ir. Harton Arfah, M.Si Pembimbing I

Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Sukenda, M.Sc Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan tiada henti kepada Allah subhanahu wa

ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil

diselesaikan dengan judul “Efisiensi Hormon Oksitosin dan Ovaprim pada Dosis Berbeda dalam Pemijahan Buatan Ikan Lele Sangkuriang Clarias sp..

Karya ilmiah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar sarjana di Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan di Kolam Percobaan FPIK IPB dan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik BDP FPIK IPB selama bulan April – Mei 2013.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya karya ilmiah ini, terutama ucapan terima kasih kepada

1. Bapak Ir. Harton Arfah, M.Si selaku Pembimbing 1 dan Pembimbing Akademik penulis serta Ibu Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA selaku Pembimbing 2 yang selalu memberikan motivasi, dorongan dan bantuan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Ibu Dr. Dinamella Wahjuningrum, S.Si., M.Si selaku dosen penguji tamu dan Ibu Yuni Puji Hastuti, S.Pi., M.Si selaku perwakilan Komisi Program Studi yang telah memberikan banyak kritik serta saran – sarannya.

3. Seluruh Dosen dan Staf BDP FPIK IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan akademik selama ini.

4. Kedua orangtua tersayang Bapak Arief Arifin dan Ibu Mursinah, abang Denny, abang Dicky, Mba Utami Widi, Zahra Putri F. dan Aurellia Shabira atas segala doa terbaik, dukungan dan semangat.

5. Bapak Pogram dan Rima Khasanawati, S.Pi atas ide nya.

6. Tubagus Fikri Ramad yang selalu ada menemani, memberikan bantuan, semangat dan motivasi yang positif.

7. Sahabat-sahabat BDP 45, Sofyan Agustiawan, SPi, Yulianti Zaenal, SPi, Garry Raffiano, kotak-kotak ikan, Hilmi Fauzi, Cahyadin, Mita I, Fahmi, Monalisa Arput, Neti Kayaku, I Made Teguh, BDP 44, BDP 46, atas segala bantuan, semangat, pertemanan, doa dan kasih sayangnya. 8. Sahabat terkasih Leony Anatasia Maranatha, S.Ked dan Riana Jayanti,

S.T atas semua waktu kebersamaan selama ini.

Demikian prakata ini dibuat, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 1

METODE PENELITIAN ... 2

Bahan Uji ... 2

Rancangan Perlakuan ... 2

Prosedur Kerja ... 2

Analisis Biaya Suntik ... 5

Analisis Data ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5

Hasil ... 5

Pembahasan ... 9

KESIMPULAN DAN SARAN ... 12

Kesimpulan ... 12

Saran ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 13

(11)

DAFTAR TABEL

1 Analisis biaya suntik yang diperhitungkan berdasarkan beberapa asumsi yang dibuat ... 8

DAFTAR GAMBAR

1 Diameter telur (mm) ikan lele Sangkuriang Clarias sp. sebelum ovulasi yang diamati sebelum perlakuan penyuntikan dilakukan ... 5 2 Posisi inti telur ikan lele Sangkuriang Clarias sp. yang diamati (a)

sebelum penyuntikan dilakukan, dan (b) sesudah penyuntikan dilakukan. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop perbesaran 4 kali ... 6 3 Persentase posisi inti telur ikan lele Sangkuriang Clarias sp. yang berada

di tepian oosit sebelum penyuntikan, dan diitung setelah pengamatan

mikroskopik dilakukan ……….……….. 6

4 Waktu ovulasi ikan lele Sangkuriang Clarias sp.pada tingkat persentase pemberian kombinasi oksitosin dan ovaprim yang berbeda dan tercatat untuk setiap perlakuan penyuntikan ... 7 5 Bobot telur ikan lele Sangkuriang Clarias sp. setelah proses stripping

dilakukan pada tingkat persentase pemberian kombinasi oksitosin dan ovaprim yang berbeda ... 7 6 Fekunditas telur ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada tingkat

persentase pemberian kombinasi oksitosin dan ovaprim yang berbeda ... 8 7 Mekanisme kerja anti dopamin dalam menghambat dopamin di

hipotalamus ... 10 8 Mekanisme pematangan akhir telur yang terjadi di reproduksi induk

betina ... 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Contoh perhitungan dosis untuk perlakuan (P1) yaitu oksitosin 25% + ovaprim 75%. ... 15 2 Konversi dosis yang digunakan (mL) dengan konsentrasi

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan lele merupakan ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Jumlah permintaannya cenderung naik setiap tahunnya. Menurut KKP (2012), tahun 2012 produksi lele nasional diprediksi naik menjadi 400.000 ton dibanding tahun 2011 sebesar 346.000 ton. Di Jakarta, kebutuhan ikan lele per hari mencapai 80 ton, namun yang terpenuhi baru sekitar 62,5% atau 50 ton. Dari segi ekonomi, permintaan yang cukup tinggi membuat harga ikan lele dipasaran stabil pada kisaran Rp 15 000,00,- per kg sampai Rp 16 000,00,- per kg.

Peningkatan produksi diperlukan dengan menerapakan motede budidaya yang dapat mengefisiensikan biaya produksinya. Metode budidaya yang telah dikembangkan selama ini salah satunya meliputi sistem resirkulasi, bioflok, polikultur ikan, pemijahan cangkringan, jadula dan sebagainya. Pemijahan pun meliputi pemijahan alami, semi alami dan buatan. Untuk mencapai jumlah produksi yang diinginkan pada budidaya ikan lele ini dapat dilakukan dengan budidaya intensif dengan menerapkan teknik pemijahan buatan secara terukur dan terencana siklusnya. Pemijahan buatan pada ikan lele dapat menghasilkan jumlah telur yang terbuahi lebih banyak daripada pemijahan alami, sehingga didapatkan jumlah larva dan benih yang lebih banyak pula.

Pemijahan buatan dapat dilakukan dengan perangsangan menggunakan hormon berupa ovaprim yang dapat memicu proses pematangan akhir telur dan pengeluaran telur ikan. Namun, harga hormon ini cukup mahal, yaitu Rp 170 000,00 – Rp 200 000,00,- per 10 mL sehingga dicari alternatif lain yaitu hormon dapat melengkapi kerja ovaprim untuk dikombinasikan saat penyuntikan tetapi harganya lebih murah yaitu hormon oksitosin. Harga hormon ini hanya Rp 35 000,00,- per 10 mL. Hormon oksitosin pada manusia digunakan sebagai induksi pada wanita yang akan melahirkan dengan cara memicu kontraksi otot rahim agar bayi mudah dilahirkan (WHO 1965). Pada beberapa spesies ikan, oksitosin diketahui memiliki keterlibatan pada pemijahan dan proses melahirkan di induk betina. Namun, peran oksitosin pada reproduksi ikan tidak sepenuhnya diketahui seperti pada kelas vertebrata lainnya karena oksitosin tidak pernah dievaluasi pada spesies ikan (Viveiros et al. 2003).

Penggunaan oksitosin untuk menginduksi reproduksi pada ikan lele Afrika telah dilaporkan hanya 1 studi kasus. Induk betina di uji dengan oksitosin pada dosis yang sama untuk menginduksi kontraksi ovari dan menfasilitasi pelepasan telur. Hasilnya 50% pemijahan betina terjadi setelah penyuntikan oksitosin, dibandingkan pemijahan betina setelah penyuntikan dengan kombinasi hormon HCG dan ekstrak kelenjar pituitari terjadi hampir mencapai 100%. Namun, perlu adanya penelitian lanjutan tentang dosis dan waktu laten untuk spesies ini (Viveiros et al. 2003).

Tujuan Penelitian

(13)

2

METODE

Bahan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 15 induk ikan lele Sangkuriang betina Clarias sp. yang berukuran 870 ± 133 g dari Balai Besar Air Tawar (BBAT) Sukabumi. Induk yang didapatkan merupakan induk muda dengan kondisi mulai mengisi telur. Hormon yang digunakan untuk pemijahan buatan berupa ovaprim yang mempunyai kandungan 20 µg LHRH-a dan 10 µg antidopamin per 1 mL dan hormon oksitosin dengan konsentrasi 10 International Unit (IU) per 1 mL.

Rancangan Perlakuan

Penelitian ini merupakan penyuntikan hormon oksitosin dan ovaprim dengan persentase dosis yang berbeda yaitu 5 perlakuan dan 3 ulangan, rinciannya sebagai berikut :

Dosis untuk masing – masing perlakuan sebanyak 0,2 mL/kg induk ikan. Konversi dosis untuk setiap perlakuan dilakukan sesuai dengan persentase dosis yang telah ditentukan (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Persentase dosis yang telah ditentukan dikalikan dengan bobot tubuh ikan yang telah ditimbang sebelumnya dan dikalikan juga dengan total dosis. Perhitungan ini berlaku baik untuk hormon oksitosin dan juga ovaprim. Setelah kedua bahan tersebut tercampur dalam 1 syringe ukuran 1 mL, maka dilakukan pengenceran hormon menggunakan larutan akuabides dengan perbandingan 1:1. Selanjutnya semua kombinasi cairan tersebut dihomogenkan dengan cara diayunkan membentuk angka 8. Setelah tercampur rata, maka bahan siap digunakan untuk proses penyuntikan.

Prosedur Kerja

Persiapan Wadah

(14)

3 Aklimatisasi dan Pemeliharaan Induk

Induk yang baru datang direndam dengan larutan Kalium Permanganat (PK) dosis 2 ppm selama 10 menit untuk mencegah timbulnya penyakit yang dapat diakibatkan pascatransportasi ikan. Induk dipelihara selama 4 minggu dengan pemberian pakan dua kali dalam sehari pada pagi dan sore hari secara ad satiation. Pakan yang digunakan untuk pemeliharaan induk adalah pakan buatan berupa pelet apung dengan kadar protein 38%.

Sampling Telur

Sampling telur dilakukan sebanyak satu kali pada akhir minggu ke-4 untuk mengecek parameter ukuran diameter telur dan posisi inti telur. Sampling telur dilakukan dengan cara kanulasi menggunakan alat kanulasi berupa kateter diameter 1,7 mm. Kanulasi dilakukan dengan memasukkan ujung selang kedalam

genital pore indukan menuju kantong telur. Kemudian dilakukan penghisapan alat kanulasi untuk menarik sampel telur. Sampel telur yang didapatkan disimpan dalam microtube yang telah diberi larutan serra. Larutan serra digunakan sebagai larutan pengawet telur agar posisi inti telur ikan secara jelas dapat diamati dengan mikroskop. Larutan ini mengandung 10% asam asetat, 30% formalin dan 60% etanol (Slembrouck et al. 2003). Selanjutnya telur diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 4 kali.

Penyuntikan Induk

Penyuntikan ikan dilakukan pada minggu ke-5 dengan menggunakan hormon oksitosin dikombinasikan dengan ovaprim pada persentase berbeda dengan total dosis yang diberikan sebanyak 0,2 mL/kg bobot induk. Metode penyuntikan dilakukan dengan 1 kali suntik dan dilakukan secara intra-muscular

agar diharapkan hormon lebih cepat masuk kedalam aliran darah dan kemudian direspon oleh hipotalamus. Setelah penyuntikan induk betina akan dilepaskan di bak perlakuan dan pasca 8 jam penyuntikan dilakukan stripping untuk pengambilan telur. Induk betina yang belum ovulasi diamati dan di cek kembali setiap interval waktu 30 menit.

Parameter Penelitian

Diameter Telur

Sampel telur yang didapatkan dan diawetkan dengan larutan serra akan diamati diameter telurnya. Diameter telur diukur dengan mikroskop mikrometer dengan perbesaran 4 kali sebanyak 15 butir setiap ulangan. Kemudian nilai yang tertera pada mikroskop dikonversi dengan tingkat perbesaran 4 kali. Keseluruhan diameter telur yang teramati dicari nilai tengahnya dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

(15)

4

Xi = diameter telur yang diamati n = jumlah telur yang diamati

Untuk perbesaran 4x100, setiap nilai yang tertera dikalikan dengan faktor konversi 24 mikrometer kemudian dikonversi menjadi millimeter.

Posisi Inti Telur

Posisi inti telur diamati ketika pengamatan diameter telur dilakukan. Letak inti telur dilihat dari keberadaannya di tengah oosit atau di tepian oosit. Jika banyaknya inti telur yang teramati telah berada di tepian oosit, artinya telur akan siap untuk diovulasikan atau disebut juga dengan germinal vesicle break down

(gvbd). Siapnya telur untuk diovulasikan ditandai dengan meleburnya inti telur tesebut. Pengamatan posisi inti telur dilakukan sebelum ovulasi dan sesudah ovulasi. Rumus posisi inti telur ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Waktu Ovulasi

Ovulasi telur dilakukan pasca 8 jam penyuntikan perlakuan. Keberhasilan ovulasi ditandai dengan keluarnya telur dengan lancar ketika dilakukan stripping pada induk betina perlakuan. Jika belum ovulasi maka stripping dilanjutkan setiap interval 30 menit berikutnya. Waktu ovulasi setiap ulangan kemudian dicatat.

Keterangan : X = nilai rerata waktu ovulasi ikan lele Xi = lamanya waktu ovulasi yang didapatkan n = jumlah induk ikan yang diamati

Bobot Telur

Bobot telur diketahui dengan menimbang seluruh telur yang didapatkan setelah proses stripping. Bobot ini diketahui dengan timbangan digital pada tingkat ketelitian 0,01 g. Kemudian dihitung nilai rerata nya dari semua nilai yang didapatkan dalam 1 perlakuan.

Keterangan : X = nilai rerata bobot telur Xi = bobot telur yang didapatkan n = jumlah induk ikan yang diamati

X = ∑Xi / n X = ∑Xi / n Persentase posisi inti telur =

teramati telur

GVBD telur

(16)

5 Fekunditas

Fekunditas telur adalah jumlah telur yang dikeluarkan oleh ikan (Effendie 1997). Telur dihitung dengan cara menghitung jumlah telur yang dihasilkan induk. Perhitungan fekunditas yang dilakukan pada penelitian ini adalah fekunditas relatif. Perhitungan fekunditas relatif dilakukan dengan menghitung jumlah telur per satuan bobot ikan (g). Fekunditas relatif dihitung dengan rumus dalam Effendie (1979) sebagai berikut:

Analisis Biaya Suntik

Analisis usaha yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah analisis biaya 1 kali suntik. Perhitungan dilakukan dengan beberapa asumsi. Asumsi – asumsi yang dibuat meliputi harga hormon oksitosin Rp 35 000,00 per 10 mL, harga ovaprim Rp 200 000,00 per 10 mL, bobot induk sebesar 1 kg, penyuntikan dilakukan sebanyak 1 kali. Perhitungan dilakukan sesuai dengan dosis perlakuan yaitu untuk penggunaan hormon oksitosin 0% + ovaprim 100% (P0), hormon

oksitosin 25% + ovaprim 75% (P1), hormon oksitosin 50% + ovaprim 50% (P2),

hormon oksitosin 75% + ovaprim 25% (P3), dan hormon oksitosin 100% +

ovaprim 0% (P4) dengan total dosis 0,2 mL/kg induk untuk setiap ulangan.

Analisis Data

Data diolah dengan persamaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan hipotesis H0 = Penyuntikan hormon oksitosin tidak mempengaruhi parameter

pengamatan. H1 = Penyuntikan hormon oksitosin mempengaruhi parameter

pengamatan. Data yang diperoleh dianalisis dengan program MS. Excel 2007 dan SPSS 16.0 meliputi Analisis Ragam (ANOVA) dengan uji F pada selang kepercayaan 95% untuk parameter diameter telur, posisi inti telur, waktu ovulasi, bobot telur dan fekunditas. Analisis deskriptif dilakukan pada parameter analisis biaya suntik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Diameter Telur Sebelum Ovulasi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, secara statistik parameter diameter telur sebelum ovulasi (Gambar 1) didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata pada setiap telur yang akan disuntikkan hormon sesuai perlakuan (P>0,05).

(17)

6

Gambar 1 Diameter telur (mm) ikan lele Sangkuriang Clarias sp. sebelum ovulasi yang diamati sebelum perlakuan penyuntikan dilakukan.

Posisi Inti Telur

Hasil pengamatan posisi inti telur dilakukan sebelum ovulasi (Gambar 2a) terlihat inti telah bergerak ke arah tepi tanda siap dipijahkan dan sesudah ovulasi (Gambar 2b) terlihat inti sudah melebur.

(a) (b)

Gambar 2 Posisi inti telur ikan lele Sangkuriang Clarias sp. yang diamati (a) sebelum penyuntikan dilakukan, dan (b) sesudah penyuntikan dilakukan. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop perbesaran 4 kali

Untuk persentase posisi inti telur (Gambar 3) secara statistik tidak berbeda nyata antar perlakuan (P>0,05).

(18)

7

Waktu Ovulasi

Nilai waktu ovulasi yang terlama pada perlakuan oksitosin 75% sebesar 9,33 ± 0,29 jam (P3), sedangkan waktu ovulasi tercepat pada perlakuan oksitosin 0% sebesar 8,00 ± 0,00 jam (P0), sedangkan pada perlakuan oksitosin 100% (P4) ikan gagal ovulasi (Gambar 4). Pada parameter ini merupakan hasil yang berbeda nyata dan yang paling berbeda nyata adalah perlakuan oksitosin 75% (P3) dan oksitosin 100% (P4) (p < 0,05).

Gambar 4 Waktu ovulasi ikan lele Sangkuriang Clarias sp.pada tingkat persentase pemberian kombinasi oksitosin dan ovaprim yang berbeda dan tercatat untuk setiap perlakuan penyuntikan

Bobot Telur

Pada parameter bobot telur memperoleh hasil yang menunjukkan bahwa perlakuan oksitosin 25% (P1) memiliki bobot telur yang terendah sebesar 81,32 ± 30,96 g dan perlakuan oksitosin 50% (P2) memiliki bobot telur yang tertinggi sebesar 120,35 ± 50,16 g (Gambar 5). Secara statistik, parameter bobot telur didapatkan hasil yang berbeda nyata dan yang paling beda nyata pada perlakuan oksitosin 100% atau P4 (P<0,05).

Gambar 5 Bobot telur ikan lele Sangkuriang Clarias sp. setelah proses stripping dilakukan pada tingkat persentase pemberian kombinasi oksitosin dan ovaprim yang berbeda

(19)

8

Fekunditas

Hasil yang didapatkan untuk parameter fekunditas disajikan pada Gambar 6. Nilai yang didapatkan pada perlakuan oksitosin 25% (P1) merupakan yang terendah dan perlakuan oksitosin 50% (P2) merupakan yang tertinggi. Secara statistik, parameter fekunditas didapatkan hasil yang berbeda nyata dan yang paling beda nyata pada perlakuan P4 yaitu oksitosin 100% (P<0,05).

Gambar 6 Fekunditas telur ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada tingkat persentase pemberian kombinasi oksitosin dan ovaprim yang berbeda.

Analisis Biaya Suntik

Berdasarkan hasil perhitungan biaya satu kali suntik dengan asumsi harga ovaprim sebesar Rp 200 000,00,- per 10 mL, harga oksitosin sebesar Rp 35 000,00,- per 10 mL. Dosis penyuntikan yang dilakukan yaitu 0,2 mL/kg induk ikan lele. Semua asumsi diatas diketahui bahwa biaya 1 kali suntik yang termurah didapatkan pada perlakuan 75% sebesar Rp 1 525,00,- dan tertinggi pada perlakuan kontrol sebesar Rp 4 000,00,- (Tabel 1). Pada perlakuan 100% penyuntikan oksitosin memang termurah tetapi ikan gagal ovulasi, sehingga tidak dipilih sebagai biaya suntik termurah.

(20)

9

Pembahasan

Keberhasilan pemijahan ikan lele sangkuriang harus didukung oleh kesiapan induk betina. Kesiapan induk betina dilihat dari hasil kanulasi telur dengan mengukur diameter telur sebelum penyuntikan dilakukan dan melihat posisi inti telur. Diameter telur yang teramati terendah pada perlakuan oksitosin 0% (P0) sebesar 1,12 ± 0 mm dan tertinggi pada perlakuan oksitosin 50% (P2) sebesar 1,21 ± 0,18 mm. Semua nilai diameter telur menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). Menurut Peteri et al. (1992) diameter telur ikan lele berkisar ± 1,2 mm siap untuk dipijahkan.

Kesiapan induk untuk dipijahkan juga didukung oleh hasil persentase posisi inti telur yang sudah berada di tepian oosit dan pengamatan mikroskopik posisi inti telur. Pada perhitungan persentase posisi inti telur yang bermigrasi ke tepian oosit terendah pada perlakuan P3 sebesar 82,23 ± 3,87 % dan tertinggi pada perlakuan P0, P1, P2 dan P4 sebesar 84,47 ± 3,87 %. Nilai persentase posisi inti telur menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan (P>0,05). Untuk pengamatan mikroskopik pada Gambar 2a terlihat inti telah bergerak ke arah tepian oosit. Menurut Billard et al. (1995) tahap akhir pematangan telur yaitu adanya pergerakan germinal vesicle ke tepi dan akhirnya melebur. Peleburan inti telur juga terlihat pada Gambar 2b dimana posisi inti terlihat telah melebur. Pengamatan ini dilakukan setelah proses stripping, sehingga hasil yang didapatkan meyakinkan bahwa telur memang telah siap untuk terbuahi.

Waktu ovulasi tercepat yang didapatkan pada perlakuan (P0) oksitosin 100% selama 8,00 ± 0,00 jam dan terlama pada perlakuan (P3) oksitosin 75% selama 9,33 ± 0,29 jam. Sedangkan perlakuan (P4) oksitosin 100%, ikan tidak mengalami ovulasi. Pada ikan lele telah diketahui waktu laten atau periode waktu antara saat penyuntikan sampai ovulasi adalah 10 – 15 jam (Setyani 2007). Artinya perlakuan P0, P1, P2 dan P3 sesuai dengan waktu ovulasi ikan lele dan menunjukkan bahwa penyuntikan kombinasi hormon tersebut hingga perlakuan oksitosin 75% berpengaruh terhadap pemijahan buatan ikan lele Sangkuriang. Menurut Rothbard (1997) lamanya waktu laten tergantung pada beberapa faktor yaitu jenis ikan, suhu dan kadar hormon yang digunakan pada pemijahan buatan.

Untuk penyuntikan hormon oksitosin 100% tanpa ovaprim tidak menghasilkan ovulasi. Kegagalan pengeluaran telur ikan lele yang disuntik dengan oksitosin 100% diduga karena hormon tersebut perannya hanya untuk mempermudah kontraksi otot halus ovari ikan lele, namun tidak mengandung bahan aktif pemicu percepatan pematangan akhir telur seperti antidopamin yang terdapat pada ovaprim.

(21)

10

Antidopamin dalam pematangan akhir gonad dan pemijahan buatan mempunyai peranan besar. Mekanismenya secara alamiah (Gambar 7) yaitu sinyal lingkungan yang diterima oleh hipotalamus menyebabkan tersekresinya 2 hormon, yaitu Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) dan juga Gonadotropin Release Inhibitory Factor (GnRIF). GnRH bekerja untuk merangsang hipofisis anterior untuk mensekresikan hormon Gonadotropin (Gth). Hormon Gth terbagi menjadi 2, yaitu Gth 1 berupa Folicle Stimulating Hormone (FSH) yang berperan dalam proses vitelogenesis dan Gth 2 berupa Luitenizing Hormone (LH) yang berperan dalam pematangan akhir gonad dan pemijahan ikan. Hormon GnRIF sendiri mensekresikan substansi penghambat pelepasan Gth, yaitu dopamin (Zairin 2003). Karena itu, untuk menghambat dopamin dibutuhkan antidopamin sehingga GnRIF ini tidak menghambat proses pematangan akhir dan pemijahan ikan. Pada perlakuan oksitosin 100% tidak terdapat anti dopamin sehingga dapat diduga kerja luitenizing hormone (LH) untuk merangsang ovulasi menjadi terhalangi.

Gambar 7 Skema mekanisme kerja anti dopamin (Zairin 2003).

Karena itu, dalam penelitian ini hormon oksitosin dan ovaprim diduga bekerja secara terpisah. Ovaprim bekerja untuk merangsang terjadinya percepatan pematangan akhir telur dan ovulasi, sedangkan hormon oksitosin untuk memicu kontraksi otot halus ovari sehingga lebih memudahkan induk mengeluarkan telur ketika stripping dilakukan.

Baik ovaprim dan oksitosin disekresikan dari kelenjar pituitari dibagian yang berbeda. Menurut Campbell et al. (2004) kelenjar pituitari dibagi dalam 2 bagian yaitu hipofisis anterior yang mensekresikan Folicle Stimulating Hormone (FSH), Luitenizing Hormone (LH), Adrenocorticotropic Hormone (ACTH), Thyrotropin Stimulating Hormone (TSH), Prolaktin, Growth Hormone (GH) dan hipofisis posterior yang mensekresikan hormon oksitosin dan vasopressin.

Mekanisme ovaprim bekerja pada pematangan akhir telur (Gambar 8). Ovaprim merupakan kombinasi antara 20 µg LHRH-a dan 10 µg antidopamin. LHRH-a memengaruhi kelenjar pituitari untuk melepaskan hormon LH yang akan bekerja pada gonad. Di gonad, LH diterima oleh sel teka yang akan melepaskan 17α-hidroksi progesteron dan masuk ke sel granulosa untuk diubah menjadi 17α,20β-dihidroksi progesteron (Maturating inducing hormone / MIS) oleh enzim 20β-hidroksi steroid dehidrogenase. MIS memicu pembentukan maturation

(22)

11 promoting factor yang menyebabkan inti telur bermigrasi ke tepian oosit dan sesaat sebelum ovulasi akan melebur. Lapisan folikel akan pecah dan telur keluar menuju rongga ovari. Proses tersebut dikenal dengan ovulasi dan telur siap untuk dikeluarkan dari dalam tubuh (Zairin 2003).

Gambar 8 Mekanisme pematangan akhir telur (Aida et al. 1991 dalam Zairin 2003).

Dugaan selanjutnya hormon oksitosin bekerja setelah telur siap untuk dikeluarkan dari dalam tubuh. Mekanisme kerja hormon oksitosin yang dihasilkan oleh hipofisis posterior melalui sistem persarafan, sedangkan hipofisis anterior melalui sistem pembuluh darah. Hormon hipofisis posterior yang dihasilkan oleh badan sel neuron di dalam paraventrikular dan nukleus supraoptik hipotalamus, mengalir melalui serabut saraf ke hipofisis posterior dan dilepaskan ke dalam aliran darah saat saraf terstimulasi (CCL 1998). Selain itu, menurut Ester (2004) berdasarkan efek fisiologinya, hormon oksitosin ini berfungsi mempercepat proses persalinan dengan merangsang kontraksi otot polos uterus pada manusia. Oksitosin menyebabkan otot polos uterus berkontraksi dalam stadium akhir kehamilan, selain itu juga memulai kontraksi sel mioepitel pada alveoli dan saluran keluar kelenjar mammae (Tambajong 1995). Pemberian oksitosin merangsang timbulnya kontraksi otot uterus yang belum berkontraksi dan meningkatkan kekuatan serta frekuensi kontraksi otot pada uterus yang sudah berkontraksi (Francis and John 1998).

(23)

12

kontraksi pada testis jantan dengan bertambahnya konsentrasi cairan sperma induk jantan.

Bobot telur terendah tercatat pada perlakuan P1 sebesar 81,32 ± 30,96 g dan yang tertinggi pada perlakuan P2 sebesar 120,35 ± 50,16 g. Nilai fekunditas terendah didapatkan pada perlakuan P1 sebesar 60.683 ± 21.883,32 butir telur dan tertinggi pada perlakuan P2 sebesar 114.816 ± 60.021,05 butir telur, sedangkan perlakuan P0 sebesar 74.181 ± 22.317 butir telur. Ketiga parameter ini menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05).

Pada perlakuan oksitosin 50% atau P2 menunjukkan bobot telur dan fekunditas yang tertinggi daripada perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena induk yang digunakan tidak semuanya indukan dara atau induk yang belum pernah memijah. Sebelumnya bobot induk awal perlakuan dibagi secara rata hingga semua perlakuan memiliki bobot yang menyerupai. Hal ini seharusnya tidak akan menyebabkan perbedaan nilai yang mencolok. Menurut Lam (1985) induk muda yang baru mulai bertelur mempunyai jumlah telur yang sedikit sedangkan menurut Setyani (2003) pada ikan cupang Betta splenden menunjukkan adanya variasi kisaran jumlah telur dan produksi larva yang amat besar pada induk yang masih muda. Pada ikan yang berumur tua, kisaran ini akan menyempit. Artinya pada setiap induk dengan ukuran yang sama, jumlah telur yang dihasilkan berfluktuasi dipengaruhi oleh umur induk dan pengalaman bertelur.

Berdasarkan perhitungan ekonomis penggunaan penyuntikan campuran hormon oksitosin dan hormon ovaprim pada ikan lele Sangkuriang relatif lebih murah dibandingkan dengan penyuntikan ovaprim saja. Penyuntikan menggunakan ovaprim 100% pada ikan lele Sangkuriang ukuran 1 kg dengan dosis 0,2 mL/kg induk dibutuhkan biaya sebesar Rp 4 000,00,- sedangkan pada penyuntikan hormon oksitosin 75% dan hormon ovaprim 25% dibutuhkan biaya sebesar Rp 1 525,00,- atau lebih murah 61,9% dari biaya penyuntikan dengan ovaprim saja.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perlakuan penyuntikan induk betina ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan dosis 75% oksitosin yang dikombinasikan hormon ovaprim 25% merupakan perlakuan terbaik dengan waktu ovulasi selama 9 jam 33 menit dan efisiensi biaya penyuntikan yang dikeluarkan hanya sebesar Rp. 1 525,00,-. Lebih efisien sebesar 61,9% atau Rp. 2 475,00,- dari biaya suntik kombinasi hormon oksitosin 0% dan ovaprim 100%.

Saran

(24)

13

DAFTAR PUSTAKA

Billard S, Cosson J, Perchec G, Linhart O. 1995. Biology of Sperm an Artificial Reproduction in Carp. J Aquaculture.129(1):95-112.

[CCL] Cambrigde Communication Limited. 1998. Kelenjar Endokrin dan Sistem Persarafan. Asih Y, penerjemah; Monica E, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Anatomy & physiology: a self-intructional course 2 The Endocrine Glands and The Nervous system.

Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2004. Biologi. Wasmen Manalu, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Biology. Ed ke-5.

Effendie, MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sari. Bogor. 112 p. Effendie MI. 1997. Biologi perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka

Nusantara

Ester M. 2004. Farmakologi Kebidanan. Jakarta (ID). EGC.

Francis SG, John DB. 1998. Endokrinologi dasar dan klinik. Jakarta (ID). EGC. Head WD, Watanabe WO, Ellis SC, Ellis EP. 1996. Hormone induced multiple

spawning of captive nassau grouper broodstock. J The Progessive Fish Culturist. 58(1):65-69.doi:10.1577/1548-8640(1996)058<0065:HIMSOC > 2.3.CO;2.

[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2012. Bisnis ikan lele menggiurkan. [diunduh 2011 Nov 23]; tersedia pada: http://www.kkp.go.id/inde x.php/arsip/c/6990/Bisnis-Ikan-Lele-Menggiurkan/.

Lam TJ. 1985. Induce spawning in fish. Di dalam: Lee CS, Liao IC, editor. Reproduction culture of milk fish; 1985 April 22-24; Taiwan (TW): Oceanic Institute and Tukang Marine Laboratory.

Michel G, Chauvet J, Chauvet MT, Clarke C, Bern H, Acher R. 1993. Chemical identification of the mammalian oxytocin in Holocephalian Fish Hydrolagus colliei. J General and Comparative Endocrinology. 92: 260-268.

Peteri A, Nandi S, Chowdhury SN. 1992. Manual on seed production of African catfish Clarias gariepinus. FAO Corporate Document Repository [Internet]. [diunduh 2013 Jun 26]; Bangladesh. Tersedia pada: http://www.fao.org/docrep/field/003/ac378e/AC378E00.htm.

Rothbard, S. 1997. Propagation of The Japanese ornamental carp. United States (USA): TFH Publication Inc.

Setyani D. 2003. Pengaruh umur induk ikan cupang Betta splenden dan jenis pakan terhadap fekunditas dan produksi larvanya.. J. Pen. Perikanan Ind. 9(2):13-18.

Setyani D. 2007. Reproduksi dan pembenihan ikan hias air tawar. Depok (ID). Balai riset perikanan budidaya air tawar.

(25)

14

Viveiros ATM, Jatzkowski, Komen J. 2003. Effect of Oxytocin on semen release respone in African catfish Clarias gariepinus. J Theriogenology. 59: 1905-1917.

[WHO] World Health Organization. 1965. Nervous influences on the hypothalamus. Geneva (SUI): WHO Scientific Group.

(26)

15

LAMPIRAN

Lampiran 1. Contoh perhitungan dosis untuk perlakuan (P1) yaitu oksitosin 25% + ovaprim 75%.

Diketahui :Bobot indukan 1 kg dengan total dosis penyuntikan 0,2 mL/kg induk

Ditanyakan :Dosis yang oksitosin dan ovaprim yang dibutuhkan (mL/kg induk) Hormon oksitosin = 25% x 0,2 mL/kg induk x 1 kg = 0,05 mL oksitosin Ovaprim = 75%x 0,2 mL/kg induk x 1 kg = 0,15 mL ovaprim

Total dosis yang disuntikkan = 0,2 mL/kg induk Begitu juga untuk perhitungan yang dilakukan pada perlakuan P0, P2, P3, dan P4, yang disesuaikan dengan bobot tubuh induk yang didapatkan.

Lampiran 2. Konversi dosis yang digunakan (mL) dengan konsentrasi masing-masing hormon.

Diketahui : Total dosis penyuntikan ikan lele = 0,2 mL/kg induk 1 mL/kg induk oksitosin = 10 IU/kg induk

1 mL/kg induk ovaprim = 20 µg LHRH-a + 10 µg anti dopamin Contoh perhitungan pada perlakuan P1 yaitu oksitosin 25% + ovaprim 75% Oksitosin = 0,2 mL/kg induk x 10 IU/mL x 25%

= 0,5 IU/ kg induk

Ovaprim = (0,2 mL/kg induk x 20 µg LHRH-a x 75%) + (0,2 mL/kg induk x 10 µg anti dopamin x 75%) = 3 µg LHRH-a + 1,5 µg anti dopamin

Begitu juga untuk perhitungan dosis lainnya pada perlakuan P0, P1, P3 dan P4

Perlakuan Dosis

(27)
(28)

17

RIWAYAT HIDUP

Riwayat hidup penulis yang bernama Mayyanti di lahirkan di Jakarta, 03 Mei 1990 adalah anak bungsu dari tiga bersaudara, putri pasangan Bapak. Arief Arifin dan Ibu Mursinah.

Penulis menyelesaikan sekolahnya dari tahun 1996 - 2002 di SDN Cempaka Putih Barat 07 Jakarta, pada tahun 2002-2005 di SMPN 71 Jakarta dan pada tahun 2005-2008 di SMAN 77 Jakarta.

Kemudian penulis diterima sebagai mahasiswi di Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor di tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama masa studi berlangsung, penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) tahun 2010-2011 di divisi olahraga dan seni tari, Bogor. Penulis pernah menjadi asisten praktikum beberapa mata kuliah seperti mata kuliah Fisiologi Reproduksi Organisme Akuatik di tahun 2012 dan Industri Perbenihan Organisme Akuatik di tahun 2012. Penulis juga pernah melakukan praktek lapangan akuakultur dalam teknik pembenihan dan pembesaran tiram mutiara Pinctada maxima di Balai Budidaya Laut (BBL) Lombok. Magang pembenihan bawal bintang Pompano sp. di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Situbondo. Magang pembenihan dan pembesaran kuda laut hippocampus kuda di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Laut (BBPBAL) Lampung.

Gambar

Gambar 1 Diameter telur (mm)  ikan lele Sangkuriang Clarias sp. sebelum
Gambar 4 Waktu ovulasi ikan lele Sangkuriang Clarias sp.pada tingkat
Gambar 7 Skema mekanisme kerja anti dopamin (Zairin 2003).
Gambar  8 Mekanisme pematangan akhir telur (Aida et al. 1991 dalam Zairin

Referensi

Dokumen terkait

Tugas Sarjana yang berjudul “Pengaruh Bilangan Reynold Terhadap Kecepatan Sudut Turbin Gorlov Hydrofoil NACA 0012-34 Sudut Kemiringan 45°” ini dimaksudkan untuk memenuhi

Dengan adanya permasahan seperti ini, penulis tertarik untuk meneliti dan mengetahui lebih mendalam dari sudut pandang hukum Islam tentang permasalahan tersebut, yang

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perubahan pelat absorber dari bentuk pelat ratamenjadi bentuk-V terhadap unjuk kerja (kenaikan

Yang paling kita perlukan dalam kehidupan ialah adanya seseorang yang selalu memberi semangat untuk melaksanakan hal-hal yang dapat kita kerjakan. ~Davey

Setelah membuat basis data, langkah selanjutnya adalah melakukan proses Extraction Transformation dan Loading (ETL). Ekstraksi adalah operasi mengekstrak data dari sistem

Permasalahan pokok yang dibahas dalam perancangan ini adalah sebagai berikut : (1) Bagaimana mendesain interior Organic Vegetarian Center yang informatif,

Perkembangbiakan tumbuhan dengan cara setek daun merupakan cara perkembangbiakan yang mudah dilakukan. Kita hanya menggunakan daun tumbuhan sebagai bibit untuk dijadikan

VOLUM E 5, NO.. agar penilaian yang selama ini tentang pengendalian sampah di fakultas dapat berubah menjadi lebih baik dengan partisipasi dari semua civitas akademik FKIK.