KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
BEBERAPA VARIETAS PADI PADA DUA KONDISI SUHU
YANG BERBEDA
RAGIL HOMSYATUN MUBARROZAH
AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaan Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Padi pada Dua Kondisi Suhu yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
RAGIL HOMSYATUN MUBARROZAH. Keragaan Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Padi pada Dua Kondisi Suhu yang Berbeda. Dibimbing oleh DESTA WIRNAS.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang keragaan pertumbuhan dan produksi padi pada dua kondisi suhu yang berbeda dan mempelajari pengaruh cekaman suhu tinggi pada karakter hasil. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB Bogor, Jawa Barat pada bulan April sampai Agustus 2013. Padi yang ditanam ditempatkan pada dua kondisi yaitu pada suhu optimum (di lahan terbuka) dan suhu tinggi (di dalam rumah kaca). Penelitian ini disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap teracak dengan tiga ulangan. Suhu yang terlalu tinggi akan meningkatkan sterilitas pada gabah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara varietas yang diuji pada semua karakter yang diamati. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa waktu heading, waktu berbunga dan panjang malai tidak dipengaruhi oleh kondisi suhu. Karakter jumlah anakan produktif, umur heading, umur berbunga, tinggi tanaman saat panen, kehijauan daun saat panen, umur panen, jumlah gabah bernas, jumlah gabah total, bobot gabah bernas, dan bobot 1000 butir dipengaruhi oleh interaksi genotipe dengan kondisi suhu. Berdasarkan penelitian ini, varietas yang dapat mempertahankan hasil di bawah kondisi suhu tinggi yaitu Situ Patenggang, Mekongga, IR-64, Kalimutu, dan IPB 6R. Varietas ini dapat digunakan sebagai materi genetik dalam program pemuliaan.
Kata kunci: kondisi tropis, padi, suhu tinggi
ABSTRACT
RAGIL HOMSYATUN MUBARROZAH. Growth and Production Performance of Rice Varieties in Two Different Temperature Conditions. Supervised by DESTA WIRNAS.
generative stage, the leaf greenness at generative stage, time of harvesting, number of filled grain, number of total grain, weight of filled grain, and weight of 1000 grain were affected by genotypes x temperature conditions. Based on this study, the varieties that could maintain their yield under high temperature conditions are Situ Patenggang, Mekongga, IR-64, Kalimutu, and IPB 6R. The varieties could be used as genetic material in breeding program.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA
VARIETAS PADI PADA DUA KONDISI SUHU YANG
BERBEDA
RAGIL HOMSYATUN MUBARROZAH
AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Keragaan Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Padi pada Dua Kondisi Suhu yang Berbeda
Nama : Ragil Homsyatun Mubarrozah NIM : A24090032
Disetujui oleh
Dr Desta Wirnas, SP MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini telah dilaksanakan sejak April sampai Agustus 2013 dengan judul Keragaan Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Padi pada Dua Kondisi Suhu yang Berbeda.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr Desta Wirnas, SP MSi selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan masukan, arahan, saran, dan motivasi untuk pelaksanaan penelitian.
2. Dr Tatiek Kartika S., MS selaku pembimbing akademik atas arahan dan masukan selama penulis melaksanakan studi.
3. Dr Ir Ahmad Junaedi, Msi dan Dr Ir Heni Purnamawati, MS selaku dosen penguji atas masukan, motivasi, dan revisi yang diberikan terhadap skripsi saya.
4. Bapak, Mamah, Kakak dan Adik saya, Irfan Maulana beserta seluruh keluarga besar yang selalu mendukung dalam aktivitas penulis.
5. Eci, Fita, Dyan, Ena, Selvi dan teman-teman Jaika yang selalu mendukung dan membantu penulis.
6. Dira, Milda, Akbar, teman-teman AGH 46 yang senantiasa memberi masukan kepada penulis.
7. Catur, Mayang, Patric, Ida, Mba Mawi dan teman-teman lainya di Laboratorium Pemuliaan Tanaman yang selalu bersedia membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian ini.
Semoga penelitian ini bermanfaat untuk penulis dan pembaca.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Hipotesis Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Pengaruh Pemanasan Global dan Produksi Pertanian 2 Pengaruh Suhu Tinggi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi 2
Pemuliaan Tanaman Padi 3
Heritabilitas 4
METODE PENELITIAN 4
Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 4
Bahan 5
Alat 5
Prosedur Percobaan 5
Prosedur Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Kondisi Umum Penelitian 7
Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Padi pada Berbagai Genotipe serta Nilai Heritabilitas dan Koefisien Keragaman Genetik pada Karakter yang tidak
dipengaruhi Kondisi Suhu 9
Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Padi pada Berbagai Genotipe 11 Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Padi pada Berbagai Kondisi Suhu 13 Interaksi Pengaruh Genotipe dengan Suhu Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Padi 15
Heritabilitas dan Keragaman Genetik 19
KESIMPULAN DAN SARAN 20
Kesimpulan 20
Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21
LAMPIRAN 24
DAFTAR TABEL
1 Analisis ragam gabungan menggunakan model acak 7
2 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh genotipe dan suhu serta interaksinya pada karakter agronomi varietas nasional 9 3 Nilai tengah tinggi tanaman dan kehijauan daun saat 45 HST 10 4 Nilai tengah karakter tinggi tanaman dan kehijauan daun saat 45 HST
pada kondisi suhu optimum 10
5 Komponen ragam, heritabilitas dan koefisien keragaman genetik pada karakter tinggi tanaman dan kehijauan daun 45 HST 10 6 Nilai tengah jumlah anakan total dan jumlah anakan produktif pada
berbagai genotipe padi 11
7 Nilai tengah umur heading, umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman
dan kehijuauan daun saat panen 12
8 Nilai tengah panjang malai, jumlah gabah hampa, jumlah gabah bernas, jumlah gabah total, presentase gabah hampa, bobot gabah bernas, dan bobot 1000 butir per tanaman pada berbagai genotipe 13 9 Nilai tengah karakter pertumbuhan dan hasil pada kondisi suhu optimum
dan kondisi suhu tinggi 15
10 Nilai tengah interaksi genotipe dengan suhu pada karakter jumlah anakan
produktif, umur heading, dan umur berbunga 16
11 Nilai tengah interaksi genotipe dengan suhu pada karakter tinggi tanaman saat panen, kehijauan daun saat panen, dan umur panen 17 12 Nilai tengah interaksi genotipe dengan suhu pada karakter jumlah gabah
bernas, jumlah gabah total, bobot gabah bernas, dan bobot 1000 butir per
tanaman 18
13 Respon beberapa karakter padi dari dua kondisi yang berbeda 19 14 Nilai komponen ragam, heritabilitas dan koefisien keragaman genetik 20
DAFTAR GAMBAR
1 Hama menyerang lahan penelitian, (a) belalang, (b) wereng coklat, (c)
walang sangit, (d) burung 8
DAFTAR LAMPIRAN
1 Sidik ragam pengaruh faktor tunggal genotipe dan suhu serta interaksinya terhadap karakter tinggi tanaman 45 HST, kehijauan daun 45 HST, jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, umur heading, dan umur
berbunga 24
2 Sidik ragam pengaruh faktor tunggal genotipe dan suhu serta interaksinya terhadap karakter tinggi tanaman saat panen, kehijauan daun 45 saat panen, umur panen, panjang malai, dan bobot 1000 butir per tanaman 25 3 Sidik ragam pengaruh faktor tunggal genotipe dan suhu serta interaksinya
gabah total, presentase gabah hampa, dan bobot gabah bernas per
tanaman 26
4 Gambar malai padi 27
5 Alat yang digunakan untuk penelitian 27
6 Deskripsi Varietas Mekongga 28
7 Deskripsi Varietas IR-64 29
8 Deskripsi Varietas Inpari-13 30
9 Deskripsi Varietas IPB IPB 3S 31
10 Deskripsi Varietas IPB IPB 4S 32
11 Deskripsi Varietas Situ Patenggang 33
12 Deskripsi Varietas Kalimutu 34
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertambahan penduduk Indonesia akan menyebabkan permintaan beras meningkat. Beras merupakan bahan makanan pokok untuk sebagian besar penduduk Inonesia. Menurut Kemensetneg (2011), Indonesia merupakan salah satu negara Asia dengan konsumsi beras tinggi yaitu mencapai 139 kg per kapita per tahun, sedangkan negara-negara Asia lainnya tidak lebih dari 100 kg per kapita per tahun seperti Thailand dan Malaysia. Permasalahan yang terjadi adalah permintaan beras yang tinggi tidak diimbangi dengan peningkatan produksi beras yang memadai di dalam negeri. Salah satu kendala yang dihadapi adalah perubahan cuaca yang ekstrim. Cuaca ekstrim yang saat ini terjadi yaitu pemanasan global yang mengakibatkan suhu bumi menjadi lebih tinggi.
Suhu yang tinggi akan mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman, khususnya tanaman pangan seperti padi. Menurut Mejayana (2010), saat ini dunia tengah menghadapi perubahan iklim yang ekstrim dan berpotensi menurunkan produksi dan produktivitas akibat naiknya suhu, peningkatan gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT), perubahan pola hujan, serta peningkatan frekuensi kejadian iklim yang ekstrim. Badan Pusat Statistik (2012) menyatakan bahwa produktivitas padi rata-rata nasional tahun 2009 yaitu 4.99 ton/ha dan tahun 2010 meningkat menjadi 5.01 ton/ha, tetapi pada tahun 2011 produktivitas turun menjadi 49.8 ton/ha.
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi keragaan pertumbuhan dan produksi padi. Nishiyama (1976) menyatakan bahwa kisaran suhu optimal untuk proses fotosintesis padi adalah 25-33°C. Produktivitas tanaman akan menurun jika mengalami suhu di luar suhu optimum baik itu lebih rendah atau lebih tinggi. Suhu yang melebihi suhu optimum akan meningkatkan respirasi, umur tanaman semakin pendek, dan peningkatan strerilitas sehingga produktivitas secara keseluruhan akan sangat berkurang. Tschirley (2007) menyatakan bahwa pemanasan global akan menurunkan produktivitas tanaman pangan secara signifikan, terutama di daerah tropis. Hasil tanaman akan turun 0.6 ton/ha untuk setiap kenaikan suhu 1°C.
2
Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan informasi keragaan pertumbuhan dan produksi beberapa varietas padi pada dua kondisi suhu yang berbeda.
2. Mempelajari pengaruh cekaman suhu tinggi terhadap karakter hasil padi.
Hipotesis Penelitian
1. Terdapat perbedaan keragaan pertumbuhan dan produksi padi pada dua kondisi suhu yang berbeda.
2. Terdapat interaksi antara genotipe padi dengan kondisi suhu.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengaruh Pemanasan Global dan Produksi Pertanian
Saat ini bumi mengalami perubahan cuaca yang ekstrim akibat pemanasan global. BMKG (2012) menyatakan bahwa pemanasan global yaitu meningkatnya suhu rata-rata bumi yang disebabkan terakumulasinya gas rumah kaca di atmosfer. Macam-macam gas rumah kaca diantaranya yaitu CO2 (Karbon Dioksida), CH4
(Metana), N2O (Nitrogen Oksida), dan SF6 (Sulphur Hexafluoro). Dampak
peningkatan suhu sangat mempengaruhi produksi pertanian, seperti tanaman pangan yang rentan terhadap peningkatan suhu. Las (2007) menyatakan bahwa dampak peningkatan suhu terhadap tanaman pangan adalah terjadinya peningkatan transpirasi yang menurunkan produktivitas tanaman, peningkatan konsumsi air, percepatan pematangan buah/biji yang menurunkan mutu hasil, dan perkembangan beberapa organisme pengganggu tanaman (OPT).
Produksi pertanian yang mampu mencapai ketahanan pangan nasional berkelanjutan adalah produksi yang dapat mencukupi kebutuhan seluruh penduduk pada kondisi iklim dan alam yang seperti apapun. Menurut Sumarno et al. (2008), prediksi kecukupan pangan hingga tahun 2025 bagi Indonesia tidak menggembirakan yaitu akan mengalami kekurangan pangan jika tidak melakukan inovasi terhadap semua komoditas pertanian yang akan dihadapkan dengan pemanasan global.
Pengaruh Suhu Tinggi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi
3 Abdullah et al. (2008) menyatakan bahwa salah satu penyebab kehampaan pada gabah adalah tidak seimbangnya antara sink (limbung) yang besar dengan source (sumber) yang sedikit. Sifat-sifat yang akan terjadi antara lain daun terkulai dan cepat luruh, berumur genjah sehingga asimilat yang dihasilkan rendah dan kurang mencukupi untuk pengisian gabah, akibatnya kehampaan tinggi. Hubungan antara jumlah gabah dan presentase gabah isi biasanya berkorelasi negatif. Hal ini ada hubungannya antara keseimbangan sumber dan limbung yang dipengaruhi oleh organ-organ lain seperti daun, batang, akar dan lingkungan.
Suhu yang terlalu tinggi akan mengurangi mutu padi yaitu saat menjadi beras akan mudah hancur dan berkapur. Tsukaguchi dan Iida (2008) menyatakan bahwa suhu yang tinggi menyebabkan meningkatnya putih susu atau biji putih pada bulir padi, selain itu suhu tinggi selama periode pengisian bulir dapat mempercepat pertumbuhan bulir, sehingga kualitas bulir tidak maksimal. Hal ini disebabkan karena kurangnya akumulasi pati selama tahap pematangan.
Arai-Sanoh et al. (2010) menyatakan bahwa secara keseluruhan suhu tinggi dapat menurunkan produksi karena bulir menjadi steril. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, beras merah akan mengalami penurunan hasil saat suhunya melebihi 28°C. Izumi Oh-e et al. (2007) menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara presentase bulir hampa dan suhu maksimum selama periode berbunga (heading pertama sampai penuh) dan presentase bulir hampa melebihi 10% ketika suhu maksimum sekitar 37°C.
Pemuliaan Tanaman Padi
Tantangan iklim yang semakin berat menjadi alasan untuk para pemulia tanaman melakukan inovasi terhadap padi yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Kegiatan pemuliaan padi dilakukan dengan cara melakukan rekayasa terhadap sifat genetik yang menyesuaikan dengan kondisi lingkungannya. Daradjat (2009) menyatakan bahwa varietas unggul padi sawah merupakan kunci keberhasilan peningkatan produksi padi di Indonesia. Perakitan varietas padi sawah selain bertujuan untuk meningkatkan hasil, juga dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi agroekosistem, sosial, budaya, dan preferensi masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, pemuliaan padi bersifat dinamis. Cara yang tepat yaitu dengan cara melakukan penelitian yaitu kegiatan pemuliaan tanaman melalui perakitan padi tipe baru (PTB).
Sebelum merakit PTB, para pemulia tanaman harus memilih tetua-tetua yang unggul dalam beberapa hal, misalnya tahan terhadap hama dan penyakit dan toleran terhadap suhu tinggi. Suprihatno dan Daradjat (2009) menyatakan bahwa varietas unggul modern memiliki batang pendek, daun tegak, dan anakan banyak sehingga memiliki kemampuan intersepsi cahaya yang lebih besar dengan laju fotosintesis yang lebih baik. Peluang untuk perbaikan genetik padi masih terbuka, terutama dengan memanfaatkan introgresi gen-gen dari strain primitif, tipe liar, dan varietas lokal. Progam pemuliaan padi tidak akan kehabisan peluang untuk memperbaiki atau meningkatkan potensi genetik yang telah ada.
4
fotosintat ke sink daripada ke source. Caranya adalah dengan meningkatkan sink size, yang meliputi peningkatan jumlah gabah per malai dan translokasi asimilat ke gabah, serta meningkatkan masa pengisian gabah antara lain dengan penundaan senescence kanopi, memperpanjang masa pengisian biji, dan meningkatkan ketahanan terhadap rebah. Biomassa tanaman ditingkatkan dengan memodifikasi kanopi sehingga pembentukan kanopi dan penyerapan hara berlangsung cepat serta konsumsi karbon berkurang.
Heritabilitas
Karakter agronomi, produksi, dan kualitas hasil dikendalikan oleh banyak gen. Permasalahannya adalah seberapa jauh suatu karakter disebabkan oleh faktor genetik sebagai akibat aksi gen dan seberapa jauh disebabkan oleh lingkungan (Syukur et al. 2012). Karakter yang muncul dari suatu tanaman merupakan hasil dari genetik dan lingkungan, yaitu P = G+E. Ragam fenotipe terdiri dari ragam
genetik (σ2
g) dan ragam lingkungan (σ2e) serta intraksi antara keduanya. Ragam
genetik suatu populasi sangat penting dalam progam pemuliaan sehingga pendugaan peranannya perlu dilakukan. Seberapa besar ragam fenotipe akan diwariskan dan diukur oleh parameter yang dinamakan heritabilitas. Pengujian suatu genotipe padi terhadap lingkungan tertentu atau seleksi pada lingkungan tertentu, selain menilai pertumbuhannya di lapangan dan hasilnya secara fenotipe juga diperlukan data genetiknya, seperti nilai duga heritabilitas. Heritabilitas merupakan perbadingan antara ragam genotipe dan total ragam fenotipe dari suatu karakter. Hubungan ini menggambarkan besarnya kontribusi genetik pada suatu karakter. Heritabilitas dibedakan menjadi heritabilitas arti luas dan heritabilitas arti sempit (Syukur et al. 2012). Klug dan Cummings (2005) menyatakan bahwa heritabilitas dalam arti luas mengukur proporsi ragam fenotip yang disebabkan oleh variasi genetik bagi populasi tunggal pada lingkungan yang terbatas selama penelitian.
Menurut Mc. Whiter dalam Alnopri (2004), nilai heritabilitas dikatakan tinggi apabila nilai > 50%, sedang apabila nilai 20-50% dan rendah apabila nilai <20%. Nilai duga heritabilitas yang tinggi menunjukan bahwa faktor genetik lebih berperan dibanding faktor lingkungan, sedangkan nilai heritabilitas yang rendah sebaliknya. Kondisi heritabilitas yang tinggi pada umumnya seleksi dapat dilakukan pada generasi awal (Pinaria et al. 1995). Nilai heritabilitas yang tinggi sangat berperan dalam meningkatkan efektifitas seleksi. Karakter yang memiliki heritabilitas tinggi, seleksi akan berlangsung lebih efektif karena pengaruh lingkungan kecil, sehingga faktor genetik lebih dominan dalam penampilan genetik tanaman (Aryana 2007).
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
5 Muara Bogor. Penimbangan dan pengeringan bulir padi dilakukan di Laboratorium Pemuliaan, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima varietas padi nasional yaitu Mekongga, IR-64, Inpari-13, Situ Patenggang, Kalimutu dan lima varietas padi unggul baru dari IPB yaitu IPB IPB 3S, IPB IPB 4S, IPB IPB 5R, IPB IPB 6R, dan IPB IPB 7R. Media tanam yaitu campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1. Pupuk dasar yang digunakan adalah Urea 250 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 75 kg/ha, insektisida sistemik berbahan dasar fipronil 50g/l, dan pupuk NPK 60g/m2.
Alat
Alat yang akan digunakan adalah alat-alat pengolahan tanah, ember, bak plastik penyemaian, bagan warna daun (BWD), meteran, alat tulis, termometer maksimum-minimum, timbangan digital, oven, dan seed counter automatic (Lampiran 5).
Prosedur Percobaan
Pelaksanaan percobaan dilakukan di dua tempat yaitu lahan terbuka dan di dalam rumah kaca. Padi ditanam dalam ember yang diisi campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1. Masing-masing kondisi suhu memiliki 90 tanaman. Benih disemai pada bak plastik di tempat persemaian dengan media tanam tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Karbofuran diberikan sekitar tujuh butir bersamaan dengan penyemaian benih untuk mencegah serangan serangga. Persemaian diberi pupuk NPK 60g/m². Bibit hasil persemaian dipindah tanam setelah berumur 14 hari ke media tanam dalam ember. Bibit ditanam satu bibit per ember. Semua tanaman mulai awal tanam sampai fase bunting berada pada kondisi yang sama yaitu kondisi suhu optimum.
6
penimbangan bobot 1000 butir dan bobot gabah bernas dilakukan menggunakan timbangan digital.
Pengamatan dilakukan pada semua tanaman dengan komponen yang diamati meliputi :
1. Tinggi tanaman saat 45 HST dan saat panen diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi dengan menggunakan meteran.
2. Kehijauan daun saat 45 HST dan saat panen dengan menggunakan bagan warna daun (BWD) pada daun yang telah membuka sempurna.
3. Jumlah anakan total dan jumlah anakan produktif diamati saat fase reproduktif.
4. Umur heading yaitu saat malai muncul pada batang daun bendera.
5. Umur berbunga yaitu dihitung mulai dari tanam sampai 50% tanaman dalam setiap satuan percobaan berbunga.
6. Umur panen yaitu dihitung mulai dari tanam sampai 80% tanaman telah menguning dalam setiap satuan percobaan.
7. Panjang malai dihitung setelah dipanen yaitu diukur dari leher malai sampai ujung malai pada saat panen.
8. Jumlah gabah hampa dari setiap tanaman. 9. Jumlah gabah bernas dari setiap tanaman.
10.Jumlah gabah total yaitu jumlah gabah hampa dengan gabah bernas dari setiap tanaman.
11.Persentase gabah hampa yaitu jumlah gabah hampa dibagi dengan jumlah gabah total dikali 100%.
12.Bobot gabah bernas per tanaman yaitu pada saat gabah kering panen
13.Bobot 1000 butir per tanaman yaitu bobot 1000 butir gabah bernas pada saat kering panen.
Prosedur Analisi Data
Perlakuan disusun menurut rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan tiga ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah kondisi suhu dan genotipe, sehingga terdapat 60 satuan percobaan. Kondisi suhu yang pertama adalah suhu
µ = Nilai rata-rata pengamatan αi = Pengaruh genotipe ke-i
j = Pengaruh suhu ke –j
(α ) ij = Pengaruh interaksi genotipe ke-i dan suhu ke-j k = Pengaruh kelompok ke-k
7 nyata 5% kecuali data pengaruh faktor tunggal suhu menggunakan uji lanjut BNT pada taraf nyata 5%. Data juga dihitung nilai hertitabilitas dan koefisien keragaman genetik (KKG). Analisis ragam gabungan untuk dua kondisi suhu disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Analisis ragam gabungan menggunakan model acak
Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah Nilai harapan kuadrat tengah Suhu (s) s-1 M5 σ2 e + g (σ2 r/s) + gr (σ2 s) Ulangan/suhu s(r-1) M4 σ2 e + g (σ2 r/s)
Genotipe (g) g-1 M3 σ2 e + r (σ2 gs) + rs (σ2 g) g x s (s-1)(g-1) M2 σ2 e + r (σ2 gs)
Galat s(r-1)(g-1) M1 σ2 e
Pendugaan komponen ragam genetik, ragam interaksi genotipe dengan lingkungan (kondisi suhu), ragam lingkungan , dan ragam fenotipe berdasarkan Tabel 1. Menurut Singh dan Chaudhary (1979), dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Ragam genetik (σ2g) = (�3−�2) ; Ragam interaksi (σ2gs) = (�2−�1)
Ragam galat (σ2
e) = M1 ; Ragam fenotipe (σ2p) = σ2g + (σ2gs ) + (σ2e) Nilai heritabilitas dan KKG :
h2bs= (σ2g/σ2p)x100% KKG = (√σ2g/� ) x 100%
Keterangan : � = rataan umum r = jumlah ulangan
s = jumlah kondisi lingkungan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
8
Belalang (Valanga nigricornis), wereng coklat (Nilaparvata lugens), dan walang sangit (Leptocorisa spp.) menyerang tanaman pada fase reproduktif. Wereng coklat menyerang bagian bawah batang padi yang menyebakan tanaman menjadi layu dan kering (Gambar 1(b)). Sugiono (2003) menyatakan bahwa pada gejala yang ekstrim serangan wereng coklat bisa menyebabkan tanaman layu dan mati dan area yang terserang bersifat tidak merata (bergerombol). Walang sangit menyerang bulir padi saat masak susu, sehingga bulir padi menjadi kosong atau hampa (Gambar 1(c)). Pengandalian wereng coklat dan walang sangit dilakukan secara kimia yaitu dengan penyemprotan pestisida. Burung juga merusak beberapa tanaman yang menyebabkan batang menjadi terkulai dan rebah (Gambar 1(d)). Pengendalian serangan burung yaitu dengan memasang jaring di atas dan di sekeliling area penelitian.
(a) (b) (c) (d)
Gambar 1 Hama yang menyerang lahan penelitian, (a) belalang, (b) wereng coklat, (c) walang sangit, (d) burung
Pertumbuhan tanaman padi dibagi ke dalam tiga fase yaitu: 1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordia); 2) reproduktif (primordia sampai pembungaan); dan 3) pematangan (pembungaan sampai gabah matang) (Makarim dan Suhartatik 2009). Lama fase vegetatif tidak sama untuk semua varietas sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan umur panen, sedangkan fase reproduktif dan pematangan gabah umumnya sama untuk setiap varietas (BPTP Bengkulu 2007). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa genotipe mempengaruhi semua karakter pertumbuhan dan produksi padi, yaitu karakter kehijauan daun pada 45 HST, jumlah gabah bernas per tanaman, dan bobot gabah bernas per tanaman, sedangkan karakter yang berpengaruh sangat nyata yaitu tinggi tanaman pada 45 HST dan saat panen, kehijauan daun saat panen, jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, umur heading, umur berbunga, umur panen, panjang malai, jumlah gabah hampa per tanaman, jumlah gabah total per tanaman, presentase gabah hampa, dan bobot 1000 butir (Tabel 2).
Yoshida (1981) menyatakan bahwa suhu, radiasi matahari, dan curah hujan mempengaruhi hasil panen padi dengan mempengaruhi secara langsung proses fisiologis yang terlibat dalam produksi biji-bijian dan secara tidak langsung melalui penyakit dan serangga. Menurut Suhartatik et al. (2008), suhu udara yang tinggi pada fase vegetatif diperlukan untuk merangsang pembentukan anakan, sedangkan dari fase pengisian gabah sampai panen diperlukan udara yang sejuk.
9 suhu. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kondisi suhu tinggi tidak mempengaruhi karakter tinggi tanaman pada saat panen, umur heading, umur berbunga, dan panjang malai, sedangkan karakter kehijauan daun saat panen, jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, umur panen, jumlah gabah hampa per tanaman, jumlah gabah bernas per tanaman, jumlah gabah total per tanaman, presentase gabah hampa, bobot gabah bernas per tanaman, dan bobot 1000 butir sangat dipengaruhi oleh kondisi suhu yang tinggi. Interaksi yang nyata antara genotipe dan suhu yaitu pada karakter umur heading, umur berbunga, jumlah gabah bernas, jumlah gabah total, dan bobot gabah bernas per tanaman. Interaksi yang sangat nyata yaitu pada karakter tinggi tanaman saat panen, kehijauan daun saat panen, jumlah anakan produktif, umur panen, dan bobot gabah 1000 butir per tanaman (Tabel 2).
Tabel 2 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh genotipe dan suhu serta interaksinya pada karakter agronomi varietas nasional
No Karakter
Huruf yang dicetak tebal belum dipengaruhi perlakuan suhu ; ** = berpengaruh sangat nyata (1%); * = berpengaruh nyata (5%); tn = tidak berpengaruh nyata
Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Padi pada Berbagai Genotipe serta Nilai Heritabilitas dan Koefisien Keragaman Genetik pada Karakter yang tidak
dipengaruhi Kondisi Suhu
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tinggi tanaman 45 HST yang tertinggi terdapat pada Situ Patenggang dan berbeda nyata dengan Mekongga, IR-64, Inpari-13, IPB 4S, IPB 6R, dan Kalimutu dan tidak berbeda nyata dengan IPB 3S, IPB 5R, dan IPB 7R. Kehijaun daun saat 45 HST dari semua genotipe berada pada rentang 3-4 dengan menggunakan bagan warna daun (BWD), namun yang memiliki kehijauan daun 45 HST yang terhijau adalah Situ Patenggang dan IR-64 berbeda nyata dengan Inpari-13, IPB 6R, dan IPB 7R (Tabel 3).
10
berada pada kondisi yang sama dari awal penanaman sampai fase bunting (Tabel 4).
Mc Whiter dalam Alnopri (2004) menyatakan bahwa nilai heritabilitas dibagi menjadi tiga, yaitu : tinggi apabila nilai heritabilitas > 50%, sedang apabila nilai heritabilitas 20-50%, dan rendah apabila nilai heritabilitas < 20%. Karakter tinggi tanaman 45 HST memiliki nilai heritabilitas yang tinggi. Karakter yang memiliki nilai heritabilitas tinggi mengindikasikan bahwa penampilan karakter tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dibandingkan faktor lingkungan. Karakter kehijauan daun 45 HST memiliki nilai heritabilitas yang sedang. Faktor genetik dan faktor lingkungan, keduanya saling mempengaruhi penampilan karakter kehijauan daun 45 HST (Tabel 5).
Alnopri (2004) menyatakan bahwa nilai koefisien keragaman genetik (KKG) yang digunakan dibagi menjadi tiga, yaitu : sempit 0-10%, sedang 10-20%, dan luas > 20%. Karakter tinggi tanaman 45 HST memiliki kategori KKG yang sedang. Karakter kehijauan daun 45 HST memiliki nilai KKG yang sempit (Tabel 5). Nilai KKG yang sempit keragamannya rendah yaitu cenderung homogen sehingga menyulitkan dalam kegiatan seleksi.
Tabel 3 Nilai tengah tinggi tanaman dan kehijauan daun saat 45 HST
Varietas Karakter
Tinggi 45 HST (cm) Kehijauan daun 45 HST
Mekongga 102.9d 3.4abc
Situ Patenggang 125.2a 3.6a
Kalimutu 90.4f 3.5abc
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
Tabel 4 Nilai tengah karakter tinggi tanaman dan kehijauan daun saat 45 HST pada kondisi suhu optimum
Karakter Kondisi suhu optimum Kondisi suhu tinggi
Tinggi umur 45 HST (cm) 112.0 110.4 Kehijauan daun 45 HST 3.4 3.4
Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan hasil yang berbeda nyata menurut uji DMRT
Tabel 5 Komponen ragam, heritabilitas dan koefisien keragaman genetik pada karakter tinggi tanaman dan kehijauan daun 45 HST
11
Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Padi pada Berbagai Genotipe
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa IR-64, Mekongga, dan Kalimutu adalah genotipe yang memiliki jumlah anakan total paling banyak dan berbeda nyata dengan Inpari-13, IPB 3S, IPB 4S, IPB 5R, IPB 6R, IPB 7R, dan Situ Patenggang, namun jumlah anakan total tidak semua memiliki malai. Makarim dan Suhartatik (2009) menyatakan bahwa mata tunas akan tumbuh menjadi anakan ditentukan oleh jarak tanam, radiasi, hara mineral, dan budi daya. Jumlah anakan produktif adalah jumlah anakan yang mempunyai malai. Fadjry et al. (2012) menyatakan bahwa jumlah anakan produktif berpengaruh langsung terhadap jumlah malai yang dihasilkan, makin banyak anakan produktif makin tinggi jumlah gabah yang akan diperoleh. Genotipe Kalimutu, Mekongga, IR-64 memiliki jumlah anakan produktif yang paling banyak dan berbeda nyata dengan Inpari-13, IPB 3S, IPB 4S, IPB 5R, IPB 6R, IPB 7R, dan Situ Patenggang. Berdasarkan deskripsi varietas dari BB padi (2009) jumlah anakan produktif pada Mekongga yaitu 13-16 batang, sedangkan pada penelitian ini memiliki 26 batang. Jumlah anakan produktif Mekongga saat penelitian lebih banyak dari deskripsi varietas. Hal ini diduga suhu yang tinggi lebih cepat merangsang perkembangan jumlah anakan sehingga jumlahnya menjadi lebih banyak (Tabel 6).
Tabel 6 Nilai tengah jumlah anakan total dan jumlah anakan produktif pada berbagai genotipe padi
Varietas Jumlah anakan total Jumlah anakan produktif
Mekongga 29.1a 26.3a
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
12
tertinggi yaitu terdapat pada IPB 3S dan IPB 5R. Genotipe ini berbeda nyata dengan Mekongga, IR-64, Inpari-13, IPB 4S, IPB 6R, IPB 7R, Situ Patenggang, dan Kalimutu. BB Padi (2009) menyatakan bahwa tinggi padi IR-64 yaitu berkisar 115-126 cm, sedangkan dalam penelitian ini memiliki tinggi 109.1 cm. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini laju pertumbuhan fase vegetatif berkurang dan bisa memperpendek umur tanaman. Kehijauan daun saat panen pada semua genotipe mengalami penurunan kehijaun daun dari fase sebelumnya. Hal ini dikarenakan suplai hara dari daun berkurang yang disalurkan ke organ lain seperti bulir padi. Kehijauan daun saat panen yang terhijau menurut penelitian ini terdapat pada Inpari-13 dan IPB 5R dan genotipe ini berbeda nyata dengan genotipe lainnya (Tabel 7).
Tabel 7 Nilai tengah umur heading, umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman dan kehijuauan daun saat panen Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
Menurut penelitian ini genotipe IPB 3S, IPB 4S, IPB 5R, IPB 6R, dan IPB 7R memiliki panjang malai yang terpanjang dan berbeda nyata dengan Mekongga, IR-64, Inpari-13, Situ Patenggang dan Kalimutu. Padi unggul dari IPB memiliki panjang malai yang lebih panjang dibandingkan varietas lainnya. Dokumentasi panjang malai terdapat pada Lampiran 4.
13 (2008) persentase kehampaan ditentukan oleh suhu udara pada fase kritis. Fase kritis yaitu saat terjadi meiosis (9-10 hari sebelum terjadinya pembungaan) dan saat pembungaan. Menurut penelitian ini Situ Patenggang memiliki presentase gabah hampa sebesar 34.7%, sedangkan menurut penelitian Choliq et al. (2004) Situ Patenggang memiliki presentase gabah hampa sebasar 7.9%. Terdapat perbedaan presentase yang cukup jauh. Hal ini diduga kondisi suhu saat ini lebih tinggi sehingga mengganggu dalam proses pengisian gabah. Genotipe Mekongga, Situ Patenggang, Kalimutu, IPB 4S, dan IPB 3S memiliki presentase gabah hampa sedikit dan berbeda nyata dengan IR-64, Inpari-13, IPB 5R, IPB 6R dan IPB 7R. Bobot gabah bernas pada genotipe Mekongga, Inpari-13, IPB 3S, IPB 4S, IPB 6R, dan Kalimutu memiliki bobot gabah bernas yang tinggi dan berbeda nyata dengan IR-64, IPB 5R, IPB 7R, dan Situ Patenggang. Bobot 1000 butir dapat menggambarkan ukuran gabah padi yaitu besar kecilnya gabah. Semakin berat bobot 1000 butir mengindikasikan genotipe tersebut memiliki gabah yang besar. Bobot 1000 butir pada penelitian ini menunjukan bahwa IPB 4S, IR-64, IPB 3S, Situ Patenggang dan Kalimutu adalah yang paling berat dan berbeda dengan Mekongga, Inpari-13, IPB 5R, IPB 6R, dan IPB 7R. Berdasarkan penelitian ini Inpari-13 memiliki bobot 1000 bulir 23.1 g, sedangkan berdasarkan Fadjry et al. (2012) bobot 1000 bulir Inpari13 adalah 33.3 g. Penurunan bobot 1000 butir diduga karena adanya cekaman suhu yang tinggi (Tabel 8).
Tabel 8 Nilai tengah panjang malai, jumlah gabah hampa, jumlah gabah bernas, jumlah gabah total, presentase gabah hampa, bobot gabah bernas, dan bobot 1000 butir per tanaman pada berbagai genotipe
Varietas Inpari13 25.7b 1621.5ab 1787.0ab 3408.5ab 46.7abcd 41.8abcd 23.1c IPB 3S 29.7a 1214.8cd 1781.0ab 2996.0abc 40.4bcde 48.8ab 26.1ab Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Padi pada Berbagai Kondisi Suhu
14
Irianto (1993) menyatakan bahwa metode akumulasi satuan panas (heat unit) merupakan metode kuantitatif tentang hubungan suhu dan tanaman. Menurut Wang (1960), penggunaan metode akumulasi heat unit didasari bahwa suhu dipandang sebagai faktor yang mewakili tersedianya energi untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Heat unit adalah jumlah panas yang harus tersedia bagi tanaman untuk optimalisasi pertumbuhan (Bootsma 1993).
Jumlah anakan total dan jumlah anakan produktif pada kondisi suhu optimum berbeda nyata dengan kondisi suhu yang tinggi. Jumlah anakan total dan produktif pada kondisi suhu optimum lebih banyak dibandingkan pada kondisi suhu yang tinggi. Kehijauan daun saat panen pada kondisi suhu optimum berbeda nyata dengan kondisi suhu tinggi. Tanaman pada kondisi suhu tinggi memiliki daun yang lebih hijau (Tabel 9). Hal ini dikarenakan di dalam rumah kaca terdapat efek naungan. Lakitan (2001) menyatakan bahwa daun yang ternaungi lebih tampak berwarna hijau karena merupakan adaptasi daun agar menyerap cahaya lebih efektif.
Umur heading, umur berbunga, dan panjang malai pada kondisi suhu optimum tidak berbeda nyata dengan kondisi suhu yang tinggi. Umur panen pada kondisi suhu optimum berbeda nyata dengan kondisi suhu tinggi. Umur panen pada kondisi suhu yang tinggi lebih cepat panen. Hal ini dikarenakan suhu yang tinggi dapat menurunkan laju pertumbuhan tanaman. Lama fase vegetatif akan lebih pendek dari biasanya karena heat unit lebih cepat terpenuhi, sedangkan lama fase reproduktif dan pematangan tetap. Umur heading, berbunga dan panen memiliki hubungan yang positif, yaitu semakin cepat umur heading maka umur berbunga dan panen akan semakin cepat pula. Jumlah gabah hampa per tanaman pada kondisi suhu optimum berbeda nyata dengan kondisi suhu tinggi. Jumlah gabah hampa pada kodisi suhu tinggi lebih sedikit dikarenakan jumlah anakan produktif lebih sedikit dari kondisi suhu optimum, sehingga gabah yang dihasilkan lebih sedikit. Jumlah gabah bernas dan jumlah gabah total per tanaman pada kondisi suhu optimum lebih banyak dan berbeda nyata dengan kondisi suhu tinggi. Presentase gabah hampa pada kondisi suhu optimum lebih tinggi dan berbeda nyata dengan kondisi suhu tinggi. Bobot gabah bernas dan bobot 1000 butir per tanaman pada kondisi suhu optimum lebih berat dan berbeda nyata dengan kondisi suhu tinggi (Tabel 9).
15 Tabel 9 Nilai tengah karakter pertumbuhan dan hasil pada kondisi suhu optimum
dan kondisi suhu tinggi
Persentase hampa 46.5a 40.2b
Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan hasil yang berbeda nyata menurut uji BNT
Interaksi Pengaruh Genotipe dengan Suhu Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi
Suatu genotipe padi bisa menampilkan keragaan yang berbeda pada kondisi yang berbeda. Hal ini disebabkan adanya interaksi antara genotipe dengan suhu. Tabel 10 menunjukan bahwa jumlah anakan produktif yang paling banyak adalah IR-64 pada kondisi suhu tinggi dan Kalimutu pada kondisi suhu optimum. Guswara dan Yamin (2008) menyatakan bahwa perbedaan jumlah anakan padi yang terjadi pada fase vegetatif lebih dipengaruhi oleh sifat genetik tanaman atau tergantung pada sensitivitas dari varietas terhadap lingkungan. Situ Patenggang mempunyai jumlah anakan produktif yang paling sedikit baik pada kondisi suhu optimum maupun kondisi suhu tinggi. Genotipe Mekongga, IPB 4S, IPB 6R, IPB 7R, dan Situ Patenggang pada kondisi suhu optimum maupun kondisi suhu tinggi memiliki jumlah anakan produktif yang tidak berbeda nyata. Genotipe IR-64 pada kondisi suhu tinggi memiliki jumlah anakan produktif lebih banyak dan berbeda nyata pada kondisi suhu optimum. Genotipe Inpari-13, IPB 3S, IPB 5R, dan Kalimutu memiliki jumlah anakan produktif lebih banyak pada kondisi suhu optimum dan berbeda nyata pada kondisi suhu tinggi.
16
optimum maupun kondisi suhu tinggi umur heading dan umur berbunga tidak berbeda nyata kecuali IR-64 (Tabel 10).
Tabel 10 Nilai tengah interaksi genotipe dengan suhu pada karakter jumlah anakan produktif, umur heading, dan umur berbunga
Varietas Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris dan peubah yang sama menunjukan hasil yang berbeda nyata menurut uji DMRT
Tinggi tanaman saat panen yang paling tinggi adalah IPB 3S pada kondisi suhu optimum sedangkan yang paling rendah adalah Kalimutu pada kondisi suhu tinggi. Genotipe IR-64, IPB 4S, IPB 7R memiliki perbedaan yang nyata pada dua kondisi yang berbeda, sedangkan Mekongga, Inpari-13, IPB 3S, IPB 5R, IPB 6R, Situ Patenggang, dan Kalimutu tidak berbeda nyata antara dua kondisi. Kehijaan daun saat panen pengalami penurunan dari fase vegetatif. Mekongga, IPB 7R, dan Situ Patenggang memiliki kehijauan daun saat panen yang tidak berbeda nyata anatara dua kondisi, sedangkan IR-64, Inpari-13, IPB 3S, IPB 4S, IPB 5R, IPB 6R, dan Kalimutu berbeda nyata antara kondisi suhu optimum dan kondisi suhu tinggi. Kehijauan daun pada kondisi suhu tinggi pada umumnya lebih hijau (Tabel 11).
17 Tabel 11 Nilai tengah interaksi genotipe dengan suhu pada karakter tinggi
tanaman saat panen, kehijauan daun saat panen, dan umur panen
Varietas Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris dan peubah yang sama menunjukan hasil yang berbeda nyata menurut uji DMRT
Jumlah gabah bernas paling banyak adalah Inpari-13 pada kondisi suhu optimum dan yang paling sedikit yaitu IPB 5R pada kondisi suhu tinggi. Genotipe Mekongga, IR-64, IPB 3S, IPB 4S, IPB 6R, IPB 7R, Situ Patenggang dan Kalimutu memiliki jumlah gabah bernas per tanaman tidak berbeda nyata antara kondisi suhu optimum dengan kondisi suhu tinggi. Jumlah gabah bernas pada kondisi optimum lebih banyak dari kondisi suhu tinggi. Hal ini di karenakan tanaman pada kondisi suhu tinggi mendapatkan gangguan karena suhu yang terlalu tinggi terutama pada fase reproduktif sehingga dapat menurunkan kuantitas dan kualitas bulir padi. Jumlah total gabah yang paling banyak adalah IPB 5R pada kondisi suhu optimum dan yang paling sedikit adalah Situ Patenggang pada kondisi suhu tinggi. Genotipe Mekongga, IR-64, IPB 3S, IPB 6R, Situ Patenggang, dan Kalimutu memiliki jumlah gabah total yang tidak berbeda nyata antara dua kondisi, sedangkan Inpari-13, IPB 4S, IPB 5R, dan IPB 7R berbeda nyata antar kondisi suhu optimum dengan kondisi suhu tinggi (Tabel 12).
18
tanaman pada kondisi suhu yang tinggi memiliki bobot 1000 bulir lebih rendah dari kondisi optimum. Hal ini disebabkan pengisian bulir padi pada kondisi suhu tinggi tidak akan sempurna yang menyebabkan bobot yang yang lebih rendah. Genotipe Situ Patenggang dan Kalimutu memiliki bobot 1000 butir yang tidak berbeda nyata antara kondisi suhu optimum dengan kondisi suhu tinggi, sedangkan genotipe lainnya bebeda nyata antara dua kondisi suhu.
Tabel 12 Nilai tengah interaksi genotipe dengan suhu pada karakter jumlah gabah bernas, jumlah gabah total, bobot gabah bernas, dan bobot 1000 butir per tanaman Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris dan peubah yang sama menunjukan hasil yang berbeda nyata menurut uji DMRT
19
Tabel 13 Respon beberapa karakter padi dari dua kondisi yang berbeda
Karakter Mekongga * = respon yang berbeda antara kondisi suhu optimum dan suhu tinggi ; tn = respon sama antara kondisi optimum dan suhu tinggi
Heritabilitas dan Keragaman Genetik
Heritabilitas dibedakan menjadi heritabilitas arti luas (h2(bs)) dan heritabilitas
arti sempit (h2(ns)) yang sesuai dengan komponen genetiknya. Berdasarkan Tabel
14 semua karakter yang diamati memiliki nilai heritabilitas yang tinggi kecuali kehijauan daun saat panen, jumlah gabah bernas, jumlah gabah total, dan bobot pernas per tanaman. Nilai heritabilitas tinggi artinya faktor genetik lebih mempengaruhi penampilan tanaman dibandingkan dengan faktor lingkungan. Kondisi yang memiliki nilai heritabilitas tinggi dapat dilakukan seleksi pada generasi awal dan dapat meningkatkan efektifitas kegiatan seleksi. Karakter jumlah gabah bernas dan bobot gabah bernas memiliki nilai heritabilitas yang rendah, artinya karakter ini lebih dipengaruhi lingkungan (Tabel 14). Hal ini dikarenakan di area penelitian terdapat gangguan suhu yang tinggi dan serangan burung yang memakan gabah saat fase pematangan sampai menjelang panen.
20
Tabel 14 Nilai komponen ragam, heritabilitas dan koefisien keragaman genetik
Karakter σ2g σ
2
p h
2
bs (%) KKG Jumlah anakan total 59.70 62.42 95.64 38.44 Jumlah anakan produktif 46.83 51.82 90.38 37.33 Umur heading 11.35 12.04 94.30 4.56 Umur berbunga 11.37 12.02 94.55 4.33
Umur panen 9.11 10.01 91.07 2.72
Tinggi tanaman saat panen 172.53 178.84 96.47 10.56 Kehijauan daun saat panen 0.03 0.12 27.61 11.72 Panjang malai 7.23 7.48 96.69 9.92 Jumlah gabah hampa/tanaman 95516.68 127683.70 74.81 23.10 Jumlah gabah bernas/tanaman 3634.65 44776.71 8.12 3.60 Jumlah gabah total/tanaman 114537.11 230994.26 49.58 11.23 Presentase gabah hampa 28.24 33.49 84.33 12.23 Bobot gabah bernas/tanaman 0.01 32.61 0.04 0.28 Bobot 1000 butir 2.62 3.27 79.91 6.60
σ2
g= ragam genetik ; σ2p = ragam fenotipe ; h2bs = nilai heritabilitas ; KKG = koefisien keragaman genetik
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kondisi suhu tinggi berpengaruh terhadap keragaan pertumbuhan dan produksi pada genotipe Mekongga, IR-64, Inpari-13, IPB 3S, IPB 4S, IPB 5R, IPB 6R, IPB 7R, Situ Patenggang, dan Kalimutu. Karakter yang tidak dipengaruhi oleh pengaruh suhu yaitu umur heading, umur berbunga, tinggi tanaman saat panen, dan panjang malai.
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
A Choliq, Widarto, dan Joko S. 2004. Pengambangan Padi Gogo Varietas Situ Patenggang di Lahan Kering Kabupaten Blora. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
Abdulah B, S Tjokrowidjojo, dan Sularjo. 2008. Status , Perkembangan, dan Prospek Pembentukan Padi Tipe Baru di Indonesia. Prosiding Simposium V Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.Bogor. hlm 271.
Alnopri. 2004. Variabilitas genetik dan heritabilitas sifat-sifat pertumbuhan bibit tujuh genotipe kopi robusta-arabica. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 6(2) : 91-96.
Arai-Sanoh Y, T. Ishimaru, A. Ohsumi, and M. Kondo. 2010. Effect of soil temperature on growth and root function in rice [catatan penelitian]. Plant Prod. Sci. 13(3) : 235-242.
Aryana M. 2007. Uji keseragaman, heritabilitas dan kemajuan genetik galur padi beras merah hasil seleksi silang balik di lingkungan gogo [internet].
BMKG. 2012. Pengaruh pemanasan global [internet].[diunduh 27 Sept 2012]; tersedia pada: www.bmkg.go.id.
[BPTP Bengkulu] Badan Penelitian Tanaman Padi. 2007. Morfologi tanaman padi. [internet]. [diunduh 11 September 2012]. Tersedia pada : www.deptan.go.id /litbang/bptp/Bengkulu/patekbaru.htm
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Pusat Data Statistik Pertanian [internet].[diunduh 11 Oktober 2013]. Tersedia pada : www.bps.go.id
Brown DM and Bootsma A. 1993. Crop heat units for corn and other warm-season crops in Ontario. Tanaman panas unit untuk jagung dan tanaman hangat-musim lainnya di Ontario. Ontario Ministry of Agriculture and Food Factsheet No. 93-119, Agdex 111/31, 4pp. Ontario Departemen Pertanian dan Pangan 93-119.
D Fadjry, Arifuddin K, Syafruddin K, dan Nicholas. 2012. Pengkajian Varietas Unggul Baru Padi yang Adaptif pada Lahan Sawah Bukaan Baru untuk Meningkatkan Produksi > 4 Ton/Ha GKP di Kabupaten Merauke Provinsi Papua. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua (ID) : Prosiding InsiNas (29-30 Nop 2012).
Daradjat AA, U. Susanto, dan B. Suprihatno. 2009. Perkembangan pemuliaan padi sawah di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Padi : Sukamandi. hlm 125-131.
22
Guswara A, Samaullah MY. 2008. Penampilan beberapa varietas unggul baru pada sistem pengelolaan tanaman dan sumberdya terpadu di lahan sawah irigasi. Di dalam Anisrehan Gani, Pirngadi K, Susanti Z, Agus SY, editor. Padi Buku 2 : Prosiding Seminar Nasional Padi : Inovasi Teknologi Padi Mengantisipasi Perubahan Iklim Global Mendukung Ketahanan Pangan ; 2008 Jul 23-24; Sukamandi (ID) : Balai Besar Tanaman Padi. Balitbangtan. Hlm 629-637.
Horrie T, K Homma, and H Yoshida. 2006. Physiological and morphological traits associated with high yield potential in rice. Second International Rice Congress 2006. International Rice Research Conference. P. 12-13.
Jen Hu Wang. 1960. A critique of heat unit approach to plant responses studies. Ecology 41: 785-790.
[Kemensetneg] Kementrian Sekretariat Negara RI. 2011. Inflasi dan Kenaikan Harga Beras [internet]. [diunduh 11 September 2013]. Tersedia pada : www.setneg.go.id
Khush, G.S. 1996. Prospects of and approaches to increasing the genetic yield potential of rice. In R.I. Everson, R.W. Herdt, and M. Hossain (Eds). Rice Research in Asia: Progress and Priorities. IRRI, Philippines.
Klug, W. S. dan M. R. Cummings. 2005. Essentials of genetics. 5th ed. Upper Saddle River, New Jersery. Pearson Education, Inc.
Lakintan. 2001. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta (ID) : PT Raja Grafindo Pesada.
Makarim AK dan E. Suhartatik. 2009. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi. Subang (ID) : Badan Penelitian Tanaman Padi.
Mejayana JM. 2010. Jalan panjang ketahanan pangan nasional [internet]. [diunduh 10 Mar 2012]. tersedia pada : www. reportersubang.com/ketahanan pangan.
Nishiyama, I. 1976. Effect of Temperature on vegetatif growth of Rice Plant. In : climate and rice. Los Banos (PH) : International Rice Research Institute (IRRI).
Oh-e I, K Saitoh, and T Kuroda. 2007. Effects of high temperature on Growth, yield, and dry-matter production of rice grown in the paddy field. Plant Prod. Sci. 10(4) : 412-422.
Ooy, S.L, Husin M.T, Irsal L. 2002. Deskripsi Varietas Unggul Baru Padi. Balai Penelitian Tanaman Padi.
Tschirley. 2007. Climate change adaptation: planning and practices. Power Point Keynote Presentation of FAO Environment, Climate change, Bioenergy Division, 10-12 September 2007, Rome.
Las. I. 2007. Menyiasati fenomena anomali iklim bagian pemantapan produksi padi nasional pad era revolusi hijau lestari. J Bioetk-LIPI. Naskah Orasi Pengukuhan Profesor Riset, 6 Agustus 2004.
23 Pinaria, A, A. Baihari, R Setimihardja, dan A.A. Dradjat. 1995. Variabilitas genetik dan heritabilitas karakter karakter biomasa 53 genotipe kedelai. Zuriat 6 (2) : 88-92
Singh, R.K. and B.D. Chaudhary. 1979. Biometrical Methods in Quantitative Genetic Analysis. Kalyani Pub. Ludhiana, New Delhi.
Sugiono M, Bambang S, Ida NO. 2003. Panduan Sistem Karakterisasi dan Evaluasi Tanaman Padi. Penerjemah;. Sudiaty TS, Ida HS, Aan Andang D, Hakim K. Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Komisi Nasional Plasma Nutfah.
Suhartatik E, A.K. Makarim, dan Tita R. 2008. Pertumbuhan dan Produktivitas Padi Sawah di Tanah Ultisol Sukamandi pada Dua Musim Tanam. Subang (ID): Balai besar Penelitian Tanaman Padi.
Suprihatno B. Dan AA Daradjat. 2009. Kemajuan dan ketersediaan varietas unggul padi [internet]. [diunduh 30 sept 2012]. tersedia pada : www.litbang.deptan.go.id.
Syukur M, S Sujiprihati, dan A Siregar. 2010. Panduan parameter genetik beberapa karakter agronomi cabai F4 dan evaluasi daya hasilnya menggunakan rancangan perbesaran (augmented design). Jurnal Agrotropika (15)1:9-16.
Yetti H, Ardian. 2010. Pengaruh penggunaan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah (Oryza sativa L.) varietas IR 42 dengan metode SRI. Sagu 9(1): 21-27.
24
Lampiran 1 Sidik ragam pengaruh faktor tunggal genotipe dan suhu serta interaksinya terhadap karakter tinggi tanaman 45 HST, kehijauan daun 45 HST, jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, umur heading, dan umur berbunga
25 Lampiran 2 Sidik ragam pengaruh faktor tunggal genotipe dan suhu serta interaksinya terhadap karakter tinggi tanaman saat panen, kehijauan daun 45 saat panen, umur panen, panjang malai, dan bobot 1000
Genotipe 9 540.4 60.0 44.9** <.0001
Suhu 1 56.1 56.1 42.0** <.0001
Genotipe*Suhu 9 48.3 5.4 4.0** 0.0
Galat 38 50.8 1.3
Panjang malai
Ulangan 2 2.1 1.1 0.9 0.4 4.1
Genotipe 9 403.8 44.9 36.5** <.0001
Suhu 1 0.3 0.3 0.2tn 0.6
26
Lampiran 3 Sidik ragam pengaruh faktor tunggal genotipe dan suhu serta interaksinya terhadap karakter jumlah gabah hampa, jumlah gabah bernas, jumlah gabah total, presentase gabah hampa, dan bobot Genotipe 9 6894919.7 766102.2 7.7** <.0001
Suhu 1 4964551.4 4964551.4 49.8** <.0001 Genotipe*Suhu 9 1737019.2 193002.1 1.9tn 0.1 Galat 38 3792289.8 99797.1
Jumlah gabah bernas/tanaman
Ulangan 2 176550.8 88275.4 0.8 0.5 20.1 Genotipe 9 2417942.4 268660.3 2.4* 0.0
Suhu 1 1074949.4 1074949.4 9.5** 0.0 Genotipe*Suhu 9 2221671.2 246852.3 2.2* 0.0 Galat 38 4309802.5 113415.9
Jumlah total gabah/tanaman
Ulangan 2 393340.4 196670.2 0.6 0.5 18.6 Genotipe 9 12473690.1 1385965.6 4.4** 0.0
Suhu 1 10659735.0 10659735.0 33.9** <.0001 Genotipe*Suhu 9 6288686.0 698742.9 2.2* 0.0 Galat 38 11961064.2 314764.9
% gabah hampa
Ulangan 2 18.1 9.1 0.3 0.8 13.2 Genotipe 9 1808.3 200.9 6.1** <.0001
Suhu 1 600.1 600.1 18.2** 0.0
Suhu 1 2023.3 2023.3 29.2** <.0001 Genotipe*Suhu 9 1760.4 195.6 2.8* 0.0 Galat 38 2634.5 69.3
27 Lampiran 4 Gambar malai padi
(a) (b) (c) (d) (e)
Gambar 2 panjang malai varietas padi unggul baru IPB, (a) IPB 3S, (b) IPB 4S, (c) IPB 5R, (d) IPB 6R, (d) IPB 7R
(a) (b) (c) (d) (e)
Gambar 3 panjang malai varietas nasional, (a) Mekongga, (b) IR-64, (c) Inpari-13, (d) Situ Patenggang, (e) Kalimutu
Lampiran 5 Alat yang digunakan untuk penelitian
(a) (b) (c)
(d) (e)
28
Lampiran 6 Deskripsi Varietas Mekongga Nomor seleksi : S4663-5D-KN-5-3-3 Asal persilangan : A2790/2*IR64
Golongan : Cere
Umur tanaman : 116-125 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 91-106 cm Anakan produktif : 13-16 batang Warna kaki : Hijau
Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun : Hijau
Muka daun : Agak kasar Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak
Bentuk gabah : Ramping panjang Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23% Indeks glikemik : 88 Bobot 1000 butir : 28 gram Rata-rata hasil : 6.0 ton/ha Potensi hasil : 8.4 ton/ha
Hama : Agak tahan terhadap wereng coklat, biotipe 2 dan 3 Penyakit : Agak tahan terhadap hawar daun bakteri strain IV
Anjuran tanam : Lahan sawah dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl Instansi pengusul : Balipta dan BPTP Sultra
Pemulia : Z. A. Simanullang, Idris Hadade, Aan A. Daradjat, dan Sahardadi
Tim peneliti : B. Suprihatno, Y. Samaullah, Atito DS., Ismail B.P., Triny S. Kadir, dan A. Rifki
29 Lampiran 7 Deskripsi Varietas IR-64
Nomor seleksi : IR18348-36-33 Asal persilangan : IR5657/IR2061
Golongan : Cere
Umur tanaman : 110-120 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 115-126 cm Anakan produktif : 20-35 batang Warna kaki : Hijau
Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun : Hijau
Muka daun : Kasar Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak
Bentuk gabah : Ramping panjang Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Tahan
Kerebahan : Tahan
Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23% Indeks glikemik : 70
Bobot 1000 butir : 24.1 gram Rata-rata hasil : 5.0 ton/ha Potensi hasil : 6.0 ton/ha
Hama : Tahan wereng coklat, biotipe 1, 2 dan agak tahan wereng coklat biotipe 3
Penyakit : Agak tahan hawar daun bakteri strain IV, tahan virus kerdil rumput
Anjuran tanam : Lahan sawah irigasi dataran rendah sampai sedang Pemulia : Introduksi dari IRRI
30
Lampiran 8 Deskripsi Varietas Inpari-13 Nomor seleksi : OMI1490
Golongan : Cere
Umur tanaman : 103 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 101 cm Anakan produktif : 17 batang Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Putih Warna lidah daun : Hijau Warna daun : Hijau Muka daun : Kasar Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Agak terkulai Bentuk gabah : Panjang ramping Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 22.4% Bobot 1000 butir : 25.2 gram Rata-rata hasil : 6.59 ton/ha Potensi hasil : 8.0 ton/ha
Hama : Tahan wereng coklat, biotipe 1, 2 dan 3
Penyakit : Agak rentan terhadap penyakit hawar daun bakteri strain III, IV, dan VIII, tahan terhadap penyakit blas ras 033 dan agak rentan terhadap ras 133, 073, dan 173
Anjuran tanam : Ekosistem tadah hujan dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl
Pemulia : Nafisah, Cucu Gunarsih, Bambang Suprihatno, Aan A. Daradjat, Trias Sitaresmi, M. Yamin Samaullah
Peneliti : Baehaki SE, Triny SK, Suprihatno, Prihadi Wibowo, Anggiani Nasution, Rina Dirgahayu, A.A. Kamandalu, Akmal, Ali Imran, Zairin
Tekinisi : Thoyib S. Maaruf, Maman Suherman, Uan DS, Karmita, Meru Suwarsa, Dede Munawar
31 Lampiran 9 Deskripsi Varietas IPB IPB 3S
Nomor silsilah : IPB97-F-15-1-1
Asal persilangan : IPB6-d-10s-1-1-1/Fatmawati
Golongan : Cere
Umur tanaman : 112 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 118 cm Anakan produktif : 7-11 batang Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun : Hijau
Muka daun : Kasar Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak Bentuk gabah : Medium Warna gabah : Kuning jerami Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Tahan
Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 21.6% Bobot 1000 butir : 28.2 gram
Rata-rata hasil : 7.04 ton/ha GKG Potensi hasil : 10.23 ton/ha GKG
Hama : Agak rentan wereng coklat biotipe 1, 2 dan 3
Penyakit : Tahan terhadap tungro, agak tahan terhadap blas ras 033, agak tahan terhadap HBD ras III
Anjuran tanam : Lahan irigasi dan tadah hujan, 0-600 m dpl
Pemulia : Hajrial Aswidinnoor, Willy Bayuardi S., Desta Wirnas, dan Yudiwanti WE Kusumo, Tony Eka Putra, Sutardi, Titiek Ismaryati, Asep
Peneliti : Suryana, Said Gatta, Winda Halimah, Deni Hamdan Permana, Sumiyati, Baehaki SE, Triny S. Kadir
Tekinisi : Adang, Jaenal, Suti’ah, Jusiman, Joko Mulyono, Sulaeman, Rohana, Iroh, Siti Nurmah, Odah, Robiah
32
Lampiran 10 Deskripsi Varietas IPB IPB 4S
Asal persilangan : IPB6-d-10s-1-1- * Fatmawati
Golongan : Cere
Umur tanaman : 112 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 114 cm Anakan produktif : 8-12 batang Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun : Hijau
Muka daun : Kasar Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak
Bentuk gabah : Medium (agak gemuk) Warna gabah : Kuning jerami
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Tahan
Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 22.3% Bobot 1000 butir : 27.6 gram Rata-rata hasil : 7.0 ton/ha GKG Potensi hasil : 10.5 ton/ha GKG
Hama dan Penyakit : Tahan penyakit tungro, agak tahan penyakit blas ras 003 dan ras 073, agak tahan hawar daun bakteri patotipe III Anjuran tanam : Lahan irigasi dan tadah hujan, 0-600 m dpl
Pemulia : Hajrial Aswidinnoor, Willy Bayuardi S., Desta Wirnas, dan Yudiwanti WE Kusumo.
33 Lampiran 11 Deskripsi Varietas Situ Patenggang
Asal persilangan : Kartuna / TB47H-MR-10
Golongan : Cere
Umur tanaman : 110-120 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 100-110 cm Anakan produktif : 10-11 batang Warna kaki : Ungu tua Warna batang : Hijau tua Warna telinga daun : Kuning kotor Warna lidah daun : Ungu
Warna daun : Hijau
Muka daun : Bagian atas kasar, bawah permukaan halus Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Menyudut 35-50° Bentuk gabah : Agak gemuk Warna gabah : Kuning kotor Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Tahan
Tekstur nasi : Sedang Kadar amilosa : 24% Bobot 1000 butir : 27 gram Rata-rata hasil : 4.6 ton/ha Potensi hasil : 6.0 ton/ha Penyakit : Tahan blas
Anjuran tanam : Lahan kering musim hujan, tumpang sari, lahan tipe tanah Aluvial dan Podsolik ketinggian tidak lebih dari 300 m dpl Pemulia : Ismail BP, Yamin S., Z.A Simanullang, dan A.A. Daradjat Tim peneliti : Atito D, Husin Toha, Irsal L., dan Mukelar A.
34
Lampiran 12 Deskripsi Varietas Kalimutu Nomor galur : IAC 220/79
Asal : Introduksi dari kenya
Umur : 90-95 hari
Tinggi tanaman : 105-110 cm Kerontokan : Agak tahan
Tekstur : Sedang
Kadar amilosa : 23.5 Rata-rata hasil : 2.5 ton/ha
Sifat lain : Tahan blas dan toleran kekeringan
Lampiran 13 Deskripsi Varietas IPB Batola IPB 5R ( Jenis Padi Rawa) Umur tanaman : 116 hari
Bentuk gabah : Ramping Jumlah gabah/malai : 183 butir Rata-rata hasil : 4.3 ton/ha Potensi hasil : 5.3 ton Bobot 1000 butir : 23.9 gram Tekstur nasi : pulen
Sifat lain : Agak tahan terhadap wereng batang coklat, tahan terhadap hawar daun bakteri patotipe III, agak rentan hawar daun bakteri patotipe VIII
Anjuran tanam : di lahan rawa
Lampiran 14 Deskripsi Varietas IPB Batola IPB 6R ( Jenis Padi Rawa) Umur tanaman : 117 hari
Bentuk gabah : Ramping Jumlah gabah/malai : 186 butir Rata-rata hasil : 4.2 ton/ha Potensi hasil : 4.9 ton/ha Bobot 1000 butir : 25.1 gram Tekstur nasi : Pulen
Sifat lain : Agak tahan terhadap penyakit blas (ras 033 dan ras 133), tahan terhadap hawar daun bakteri III
35
Lampiran 15 Deskripsi Varietas IPB Batola IPB 7R ( Jenis Padi Rawa) Umur tanaman : 112 hari
Bentuk gabah : Ramping Jumlah gabah/malai : 211 butir Rata-rata hasil : 4.5 ton/ha Potensi hasil : 5.1 ton/ha Bobot 1000 butir : 24 gram Tekstur nasi : Pulen
36
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 15 Februari 1991 dari bapak Nono Hidayat Permana dan ibu Lilis Sulastri. Penulis adalah anak ke tiga dari lima bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 6 Tasikmalaya dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.
Penulis mengikuti beberapa organisasi UKM di IPB yaitu Archery (panahan) IPB sebagai anggota, Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM-A) sebagai staff komisi 2, dan Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON) sebagai anggota divisi kewirausahaan. Penulis juga aktif mengikuti event departemen dan IPB seperti panitia masa perkenalan departeman (MPD) dan panitia Festival Tanaman (FESTA). Tahun ajaran 2011-2012 bulan Juni-Agustus penulis melaksanakan kuliah kerja profesi (KKP) di Kabupaten Pekalongan yang bekerja sama dengan IPB dengan melakukan berbagai progam pertanian, sosial, kesehatan, pengajaran ilmu pengetahuan, dan sebagainya.