• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan emisi karbon potensial akibat pemanenan kayu secara mekanis pada hutan alam tropis (studi kasus di IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan Tengah)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan emisi karbon potensial akibat pemanenan kayu secara mekanis pada hutan alam tropis (studi kasus di IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan Tengah)"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

PADA HUTAN ALAM TROPIS

(Studi Kasus di IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan Tengah)

PASKARI ARISKA WAYANA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

PADA HUTAN ALAM TROPIS

(Studi Kasus di IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan Tengah)

PASKARI ARISKA WAYANA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

PASKARI ARISKA WAYANA. E14063005. Pendugaan Emisi Karbon Potensial Akibat Pemanenan Kayu Secara Mekanis pada Hutan Alam Tropis (Studi Kasus di IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan Tengah). Dibimbing oleh TEDDY RUSOLONO.

Pemanenan kayu di hutan alam dengan sistem tebang pilih dapat mempengaruhi potensi simpanan karbon hutan melalui kegiatan penebangan pohon-pohon komersial serta kematian pohon-pohon yang mengalami kerusakan sebagai dampak dari kegiatan pemanenan kayu tersebut. Simpanan karbon yang hilang dari pohon-pohon yang rusak akibat pemanenan kayu maupun sisa-sisa penebangan yang berada di dalam hutan yang nantinya terdekomposisi akan berpotensi menghasilkan emisi karbon. Besarnya pengurangan simpanan karbon ini perlu diketahui untuk mengkaji dampak pemanenan kayu terhadap potensi emisi karbon yang ditimbulkan.

Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh kegiatan pemanenan kayu terhadap kerusakan tegakan tinggal dan menentukan besarnya emisi karbon potensial akibat kegiatan penebangan dan penyaradan kayu. Penelitian dilakukan di areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan Tengah dengan mengukur sebanyak 10 plot contoh, masing-masing seluas 1 ha. Karbon hutan didekati dengan pendugaan biomassa hutan, dimana 50% dari biomassa adalah karbon (Brown 1997). Pendugaan biomassa dilakukan dengan menggunakan persamaan alometrik yang dibuat oleh Brown (1997). Untuk memperhitungkan emisi karbon potensial akibat pemanenan kayu maka dapat diduga dari besarnya biomassa hutan yang terdapat pada pohon yang dipanen, pohon yang rusak akibat penebangan dan dari pohon yang rusak akibat penyaradan.

Volume tegakan yang dipanen dalam penelitian ini rata-rata sebesar 55,45 m3/ha dengan rata-rata intensitas pemanenan nya adalah 11,70 pohon/ha. Kegiatan pemanenan kayu dalam bentuk penebangan dan penyaradan mengakibatkan terjadinya kerusakan tegakan tinggal, yang terdiri dari kerusakan ringan 32,51%, kerusakan sedang 23,19% dan kerusakan berat 44,31%. Pemanenan kayu sebesar 55,45 m3/ha mengakibatkan tinggi intensitas pemanenan menyebabkan peningkatan kerusakan tegakan tinggal. Rata-rata potensi simpanan karbon yang terdapat pada plot penelitian adalah 114,14 ton C/ha. Setelah dilakukan kegiatan pemanenan kayu, emisi karbon potensial yang terjadi adalah 34,53 ton C/ha, sehingga terdapat pengurangan simpanan karbon sebesar 30,25%. Emisi karbon potensial ini berasal dari karbon yang hilang dari pohon yang dipanen sebesar 27,64 ton C/ha dan karbon yang hilang dari kerusakan pohon akibat pemanenan kayu sebesar 6,89 ton C/ha.

(4)

PASKARI ARISKA WAYANA. E14063005. Estimation of Potential Carbon Emission Caused by Mechanical Timber Harvesting in Tropical Natural Forest (Case Study in IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber, Central Kalimantan). Supervised by TEDDY RUSOLONO.

Timber harvesting in natural forest using selective logging system can affect carbon stock potential in the forest through commercial trees logging and mortality of damaged trees caused by timber harvesting activities. Carbon stock loss from damaged trees caused by timber harvesting and the remnant from logging within the forest which later decomposed will potentially generate carbon emission. The amount of carbon stock reduction is necessary known for assessment the impact of timber harvesting on the potential carbon emission generated.

This research aims to analyze the effect of timber harvesting activities on residul stand damage and to determine the amount of potential carbon emission from logging and skidding. The research was conducted at IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber, Central Kalimantan by measuring as many as 10 sample plots which is 1 ha each. Forest carbon approximated by using forest biomass estimation, where 50% of biomass is carbon (Brown 1997). Biomass estimation is done by using allometric equation created by Brown (1997). Calculation of the potential carbon emission from timber harvesting can be predicted from the amount of forest biomass contained in harvested trees, trees damaged by logging and trees damaged by skidding.

The stand volume that were harvested in this study on average of 55,45 m3/ha where the average of its harvesting intensity is 11,70 trees/ha. Timber harvesting activities in the shape of logging and skidding resulted in damage to the residual stand, consisting of 32,51% minor damage, 23,19% medium damage and 44,31% severe damage. Harvesting wood for 55,45 m3/ha caused damage to the residual stand by severe category at 11,14 m3/ha. This means that every harvesting of 1 m3 resulted in severe damage to the residual stand at 0,20 m3 per hectare. Severe damage on residual stand most occur in the diameter class of 20-29 cm which is 13,70 trees/ha. Damage to residual stand was significantly (p < 0,05) related to the intensity of tree harvesting, the higher the intensity of harvesting caused increased damage to residual stand. The average of carbon stock potential that contained in the research plots was 114,14 tonnes C/ha. After timber harvesting activities is done, potential carbon emission that occur is 34,53 tonnes C/ha, this shows the reduction of carbon stock amounted to 30,25%. Potential carbon emission derived from carbon loss from harvested trees is 27,64 tonnes C/ha and carbon loss from damaged trees due to timber harvesting which is 6,89 tonnes C/ha.

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Emisi

Karbon Potensial Akibat Pemanenan Kayu Secara Mekanis pada Hutan

Alam Tropis (Studi Kasus di IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber,

Kalimantan Tengah) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan

bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah

pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2011

(6)

Nama : Paskari Ariska Wayana

NIM : E14063005

Menyetujui: Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS NIP. 19621024 198803 1 002

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Hutan

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001

(7)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul Pendugaan Emisi Karbon Potensial Akibat

Pemanenan Kayu Secara Mekanis pada Hutan Alam Tropis (Studi Kasus di

IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan Tengah).

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua tercinta (Ahmad Ramadhan dan Ni Nyoman Tamin)

serta adik-adikku (Koming Ayu Juliana Sari dan Sinta Anggraini Indah

Pebrialita) atas kasih sayang, dukungan moral dan material, doa serta

semangat yang diberikan kepada penulis.

2. Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS selaku dosen pembimbing atas saran, kritik,

bimbingan dan arahan yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.

3.

Segenap direksi, staf, dan karyawan PT. Sarmiento Parakantja Timber atas

bantuan, dukungan, dan kerjasamanya.

4.

Dian Octavianingsih beserta keluarga atas doa, kesabaran dan semangat

yang diberikan selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

5.

Rekan seperjuangan, Nosesa Hijrianto atas kebersamaan dan bantuannya

dalam pengambilan data selama penelitian.

6. Teman-teman Manajemen Hutan angkatan 43 atas dukungan, keceriaan

dan kekeluargaannya.

7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang

tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam

skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Mei 2011

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Denpasar pada tanggal 3 April 1988 sebagai

anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Ahmad

Ramadhan dan Ibu Ni Nyoman Tamin. Pada tahun 2000 penulis

menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 64 Jambi, kemudian

dilanjutkan ke SMP Negeri 11 Jambi dan lulus tahun 2003. Pada

tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Jambi dan pada tahun yang sama

lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada

Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama masa perkuliahan di IPB, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dendrologi tahun 2008-2010, asisten praktikum mata kuliah Inventarisasi Sumberdaya Hutan tahun 2008-2009. Penulis aktif menjadi pengurus Divisi Media dan Komunikasi Forest Management Student Club

(FMSC) tahun 2007-2008, Public Relation (PR) International Forest Student

Association (IFSA) tahun 2007-2008, panitia Bina Corp Rimbawan (BCR) tahun

2008 dan panitia Temu Manajer (TM) Jurusan Manajemen Hutan tahun 2008. Selain itu penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan Tengah pada tahun 2010.

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor,

penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Pendugaan

Emisi Karbon Potensial Akibat Pemanenan Kayu Secara Mekanis pada Hutan

Alam Tropis (Studi Kasus di IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber,

(9)

DAFTAR ISI

2.3 Dampak Pemanenan Kayu Terhadap Kerusakan Vegetasi dan Emisi Karbon di Hutan Alam Tropis ... 7

(10)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 49

6.2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Emisi karbon akibat degradasi hutan dan deforestasi di hutan tropis .... 7

2. Emisi karbon dari praktek logging konvensional di hutan tropis ... 9

3. Persamaan alometrik untuk menduga biomassa di hutan alam tropis berdasarkan zona iklim ... 12

14. Analisis ragam hubungan kerusakan tegakan tinggal dengan kerapatan tegakan dan intensitas pemanenan ... 37

21. Analisis ragam hubungan emisi karbon potensial dengan potensi karbon awal tegakan dan intensitas pemanenan ... 47

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bentuk dan ukuran plot contoh dalam penelitian ... 15

2. Distribusi kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan

berdasarkan kelas diameter ... 32

3. Distribusi kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penyaradan

berdasarkan kelas diameter ... 35

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Daftar nama jenis pohon yang ditemukan di lokasi penelitian ... 54

2. Kondisi tegakan plot penelitian sebelum dan pasca pemanenan ... 55

3. Kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan kayu ... 56

4. Simpanan karbon plot penelitian sebelum dan pasca pemanenan ... 57

5. Pecah batang akibat pemanenan ... 59

6. Patah batang akibat pemanenan ... 59

7. Rusak tajuk akibat pemanenan ... 60

8. Roboh akibat pemanenan ... 60

9. Peta areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber ... 61

10. Peta kerja RKT 2010 IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber ... 62

(14)

1.1 Latar Belakang

Aktifitas kehutanan sangat mempengaruhi potensi simpanan karbon yang

ada di dalam hutan. Pemanenan kayu sebagai salah satu kegiatan pengelolaan

hutan dapat mengakibatkan terjadinya pengurangan simpanan karbon melalui

kegiatan penebangan pohon-pohon komersial serta kematian pohon-pohon yang

mengalami kerusakan sebagai dampak dari kegiatan pemanenan kayu tersebut.

Simpanan karbon yang hilang dari pohon-pohon yang rusak akibat pemanenan

kayu maupun sisa-sisa penebangan yang berada di dalam hutan yang nantinya

terdekomposisi akan berpotensi menghasilkan emisi karbon. Lasco (2002)

menyatakan bahwa aktifitas penebangan hutan untuk pemanenan kayu berperan

dalam menurunkan simpanan karbon di atas permukaan tanah minimal 50%. Pada

hutan tropis asia penurunan simpanan karbon akibat aktifitas pemanenan kayu

berkisar antara 22-67%, di Indonesia diperkirakan 38-75%.

Pemanenan kayu di hutan alam tropis umumnya menggunakan sistem

tebang pilih yang berdasarkan limit diameter dan jenis pohon. Salah satu sistem

silvikultur yang diterapkan di Indonesia adalah sistem silvikultur Tebang Pilih

Tanam Indonesia Intensif (TPTII). Pemanenan kayu dengan sistem tebang pilih

ini dilakukan pada pohon-pohon komersial yang memiliki diameter ≥ 40 cm

sehingga akan semakin banyak pohon yang ditebang dan menyebabkan dampak

kerusakan yang lebih besar. Penerapan metode pemanenan kayu berdampak

rendah atau Reduced Impact Logging (RIL) sebagai salah satu pemenuhan syarat dalam sertifikasi konsesi hutan merupakan bentuk dari perhatian dunia

internasional yang diharapkan dapat mengurangi dampak kerusakan akibat

kegiatan pemanenan kayu sehingga emisi karbon potensial yang dihasilkan akan

semakin rendah dan simpanan stok karbon pada pohon di dalam hutan dapat

(15)

Kegiatan pemanenan kayu yang hingga saat ini dilakukan oleh pemegang

IUPHHK mengakibatkan terjadinya perubahan komposisi dan struktur vegetasi

hutan. Perubahan komposisi dan struktur vegetasi hutan berakibat terhadap

kemampuan vegetasi hutan tersebut untuk menyerap ataupun melepaskan karbon

ke atmosfir sehingga dapat menimbulkan emisi karbon.

Penelitian mengenai pendugaan emisi karbon potensial akibat pemanenan

kayu di hutan alam tropis ini khususnya di Indonesia sangat penting untuk

dilakukan. Hal ini untuk mengkaji seberapa besar dampak kegiatan pemanenan

kayu terhadap besarnya potensi emisi karbon yang dihasilkan.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mempelajari pengaruh dari kegiatan pemanenan kayu terhadap

kerusakan tegakan tinggal yang terjadi di IUPHHK PT. Sarmiento

Parakantja Timber.

2. Menentukan emisi karbon potensial akibat kegiatan penebangan dan

penyaradan kayu di IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber.

1.3 Manfaat Penelitian

Mendapatkan informasi mengenai besarnya emisi karbon potensial akibat

kegiatan pemanenan kayu pada hutan yang terdapat di areal IUPHHK

PT. Sarmiento Parakantja Timber yang dapat digunakan untuk kepentingan

(16)

2.1 Pemanenan Kayu

Pemanenan kayu merupakan upaya pemanfaatan hutan berupa kayu.

Pemanenan kayu didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan kehutanan yang

mengubah pohon dan biomassa lainnya menjadi bentuk yang dapat dipindahkan

ke lokasi lain sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat (Suparto

1979). Conway (1982) mendefinisikan pemanenan kayu sebagai aktifitas-aktifitas

yang mengurangi area hutan melalui pengeluaran kayu sebagai hasil pemanenan

dalam bentuk kayu bulat untuk kemudian dikirim ke pabrik pengolahan kayu

dengan biaya yang semurah mungkin. Pemanenan kayu juga didefinisikan sebagai

kegiatan yang meliputi semua kegiatan penebangan pohon dan kegiatan

memindahkan pohon dari hutan ke jalan untuk diangkut keluar dari hutan

(Sessions 2007).

Kegiatan pemanenan kayu menentukan kesuksesan dan kegagalan

pengelolaan hutan secara lestari dalam jangka panjang karena hal tersebut

merupakan hal yang paling dominan dalam manajemen hutan secara keseluruhan.

Ilmu dan teknologi di bidang pemanenan kayu hingga saat ini telah mengalami

berbagai perkembangan, hal ini sebagai konsekuensi perubahan pendekatan

manajemen hutan dari prinsip kelestarian hasil kepada prinsip pembangunan hutan

lestari. Menurut Elias (2002) arah perkembangan pemanenan kayu tersebut adalah

meliputi pengertian pemanenan kayu yang mengalami perluasan yang lebih

menekankan pada perencanaan sebelum pemanenan, supervisi teknik dan

pencegahan kerusakan lebih lanjut; usaha memperpendek rantai tahapan

pemanenan kayu; menerapkan sistem pemanenan kayu sesuai dengan klasifikasi

fungsional lapangan di bidang kehutanan; mengintegrasikan pengolahan kayu

primer ke dalam tahapan pemanenan kayu; penciptaan peralatan pemanenan kayu

dengan perhatian ditekankan pada keunggulan produktivitas tinggi, keunggulan

(17)

Kegiatan pemanenan kayu akan lebih optimal apabila disesuaikan dengan

tipe hutan dimana pemanenan tersebut dilakukan. Hutan di Indonesia termasuk ke

dalam tipe hutan tropis. Menurut Sessions (2007) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kegiatan pemanenan kayu di hutan tropis yaitu 1). iklim, intensitas

terjadinya hujan, kering dan lengas dalam satu tahun mempengaruhi pemilihan

alat-alat yang akan digunakan, lamanya kegiatan dan produktivitas pekerja;

2). topografi, topografi dalam hutan keadaannya bervariasi dari keadaan datar

hingga berbukit-bukit; 3). tanah, tanah yang lunak dan basah memiliki daya

dukung yang kurang baik terhadap pembuatan akses jalan darat sehingga

membutuhkan perlakuan khusus dan pada akhirnya menimbulkan biaya yang

besar; 4). jenis/spesies, tajuk pohon bersifat rapat atau berdekatan dengan tajuk

pohon lain yang dihubungkan oleh tumbuh-tumbuhan merambat dan liana.

Tahapan kegiatan pemanenan kayu dibedakan menjadi empat komponen yaitu :

1. Penebangan, yaitu mempersiapkan kayu seperti menebang pohon serta

memotong kayu sesuai dengan ukuran batang untuk disarad.

2. Penyaradan, yaitu usaha untuk mengangkut kayu dari tempat penebangan

ke tepi jalan angkutan.

3. Pengangkutan, yaitu usaha untuk mengangkut kayu dari hutan ke tempat

penimbunan atau pengolahan kayu.

4. Penimbunan, yaitu usaha untuk menyimpan kayu dalam keadaan baik

sebelum digunakan atau dipasarkan, dalam keadaan ini termasuk

pemotongan ujung-ujung kayu yang pecah atau kurang rata sebelum

ditimbun.

Sistem pemanenan kayu ditinjau dari derajat mekanisasi nya dibagi

menjadi tiga macam yaitu sistem manual, sistem semi mekanis dan sistem

mekanis. Sistem manual dicirikan dengan penggunaan alat-alat pemanenan kayu

tradisional yang melibatkan teknologi sederhana dan umum nya dilaksanakan

dengan tenaga manusia. Sejak dari proses penebangan, pemangkasan cabang dan

ranting, pemotongan batang-batang pohon menjadi ukuran tertentu, penyaradan

hasil penebangan ke TPn serta pengangkutan dilakukan dengan tenaga manusia.

Sistem semi mekanis merupakan sistem pemanenan kayu yang dilakukan dengan

(18)

sistem ini proses penebangan, pemangkasan cabang dan ranting, pembagian

batang, penyaradan dan pengangkutan dilakukan secara semi mekanis. Sistem

mekanis merupakan sistem pemanenan kayu dengan menggunakan mesin-mesin

pemanenan kayu dengan teknologi yang lebih maju. Dalam sistem mekanis sejak

dari tahap penebangan, pemangkasan cabang dan ranting, pembagian batang, serta

penyaradan dan pengangkutan dilakukan secara mekanis. Sistem ini pada umum

nya diterapkan pada pekerjaan yang berskala besar seperti pemanenan kayu di

hutan alam. Dalam merekayasa sistem dan teknik pemanenan kayu selain aspek

teknis, aspek sosial, ekonomis dan lingkungan juga harus dipertimbangkan

terutama aspek penciptaan lapangan kerja baru (Elias 2002).

2.2 Hutan Alam Tropis

Ada beragam definisi mengenai hutan maupun hutan alam tropis.

Budiharto (2009) merangkum beragam definisi yang telah digunakan oleh

berbagai negara dan institusi internasional. Dari beragam definisi yang

dikemukakan, yang terkait dengan perubahan stok karbon adalah definisi pada

kelompok definisi hutan sebagai penutup lahan. Pada umumnya hutan dibatasi

dengan persentase tutupan tajuk/kerapatan, tinggi pohon, dan luas minimum.

FAO (2006) mendefinisikan hutan adalah lahan dengan luas lebih dari 0,5

hektar, tinggi pohon lebih dari 5 meter dan tutupan tajuk lebih besar dari 10%.

Menurut UNFCCC (2001), hutan didefinisikan sebagai areal dengan luas 0,05

sampai 1 hektar, tinggi pohon mencapai 2-5 meter dan tutupan tajuk pohon

10-30%. Indonesia melalui Peraturan Menteri Kehutanan No.14/Menhut-II/2004

menetapkan bahwa yang dimaksud hutan ialah lahan yang luasnya minimal 0,25

hektar dan ditumbuhi oleh pohon dengan persentase penutupan tajuk minimal

30% yang pada akhir pertumbuhan mencapai ketinggian minimal 5 meter.

Hutan alam tropis merupakan hutan yang memiliki keanekaragaman

tumbuhan yang sangat tinggi dengan pohon-pohon yang tinggi, iklim yang hangat

dan curah hujan yang tinggi. Mabberley (1992) menyebutkan bahwa hutan alam

tropis merupakan suatu komunitas tumbuhan yang bersifat selalu hijau, selalu

basah dengan tinggi tajuk sekurang-kurangnya 30 meter serta mengandung

(19)

Hutan alam tropis merupakan habitat yang paling kaya serta kompleks.

Hutan ini terdapat di wilayah tropis dengan suhu relatif seragam berkisar antara

25-30⁰ C, serta curah hujan yang tinggi berkisar antara 2000 mm - 3000 mm per

tahunnya (Ewusie 1990). Pada umumnya wilayah hutan tropis dicirikan oleh

adanya 2 musim dengan perbedaan yang jelas, yaitu musim penghujan dan musim

kemarau. Ciri lainnya adalah suhu dan kelembapan udara yang tinggi, demikian

juga dengan curah hujan, sedangkan hari hujan merata sepanjang tahun.

Berdasarkan luasannya hutan alam tropis di Indonesia menempati urutan

ketiga setelah Brazil dan Republik Demokrasi Kongo di mana hutan-hutan ini

memiliki kekayaan yang unik. Forest Watch Indonesia (2001) mengemukakan

bahwa tipe-tipe hutan utama di Indonesia berkisar dari hutan-hutan

dipterocarpaceae dataran rendah yang selalu hijau di Sumatera dan Kalimantan,

sampai hutan-hutan monsun musiman dan padang savanna di Nusa Tenggara,

serta hutan-hutan non dipterocarpaceae dataran rendah dan kawasan alpin di

Papua. Hutan alam tropis di Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman hayati

yang tinggi karena memiliki 11% spesies tumbuhan yang terdapat di dunia, 10%

spesies mamalia dan 16% spesies burung (Forest Watch Indonesia 2001).

Keberadaan hutan alam tropis merupakan bagian yang penting dalam

menunjang kehidupan secara keseluruhan. Hutan tropis merupakan jalur hijau

sepanjang equator ± 10⁰ LU/LS atau kira-kira hanya 8% dari seluruh daratan di

bumi, tetapi merupakan habitat dari lebih 50% tumbuhan kayu yang ada. Selain

itu hutan tropis merupakan ekosistem yang paling kompleks dan paling tinggi

keanekaragamannya (Soerjani 1990). Hutan tropis membantu menstabilkan iklim

dunia dengan cara menyerap karbon dioksida dari atmosfer. Pembuangan karbon

dioksida ke atmosfer menyebabkan terjadinya perubahan iklim melalui

pemanasan global. Karenanya hutan tropis mempunyai peran yang penting dalam

mengatasi pemanasan global.

Saat ini keberadaan hutan alam tropis di Indonesia sudah sangat

mengkhawatirkan, laju deforestasi dan degradasi hutan dari tahun ke tahun

semakin meningkat. Kerusakan hutan alam tropis ini dikarenakan para pengelola

hutan dalam melakukan pengelolaan hutan tidak menerapkan prinsip pengelolaan

(20)

Deforestasi dan degradasi hutan di hutan tropis berpengaruh terhadap

proses penyerapan CO2 dari atmosfir yang dapat mempengaruhi kondisi iklim

global, yaitu menimbulkan efek gas rumah kaca (GRK). Pengurangan deforestasi

dan degradasi hutan merupakan langkah ke depan untuk stabilisasi konsentrasi

GRK. Deforestasi dari hutan tropis diperkirakan menyumbang 15-35% dari

global emisi tahunan CO2. Diperkirakan sekitar 350-430 GtC (Giga ton Carbon)

saat ini tersimpan di hutan tropis dan dapat diemisikan ke atmosfir melalui

peningkatan deforestasi dan degradasi hutan (Laporte et al. 2008).

Tabel 1 Emisi karbon akibat degradasi hutan dan deforestasi di hutan tropis

Sumber Republik Kongo

Tabel 1 memperlihatkan besarnya penurunan stok karbon dari pohon hidup

yang diestimasikan dari biomassa di atas permukaan tanah akibat deforestasi dan

degradasi hutan melalui kegiatan pemanenan kayu dengan sistem tebang pilih

pada tiga negara di hutan tropis yaitu Republik Kongo, Indonesia, dan Bolivia.

Perbedaan yang cukup besar diantara tiga negara tersebut terkait besarnya

degradasi hutan disebabkan oleh perbedaan terhadap intensitas pemanenan kayu

(sekitar 3 hingga 22 m3/ha).

2.3 Dampak Pemanenan Kayu Tehadap Kerusakan Vegetasi dan Emisi Karbon di Hutan Alam Tropis

Dampak dari kegiatan pemanenan kayu di hutan alam tropis salah satunya

adalah dapat mengakibatkan kerusakan terhadap vegetasi yang ditinggalkan

seperti vegetasi tegakan tinggal. Kerusakan tersebut dapat berupa tumbang atau

roboh, luka-luka pada batang, kerusakan tajuk, dan kerusakan terhadap anakan.

Menurut Elias (1998) tingkat kerusakan vegetasi tegakan tinggal ditetapkan

berdasarkan perbandingan antara jumlah pohon yang rusak akibat kegiatan

pemanenan kayu dengan jumlah pohon yang terdapat di dalam areal tersebut

(21)

Tingkat kerusakan tegakan tinggal di hutan alam tropis dapat dipengaruhi

oleh teknik pemanenan kayu yang digunakan. Kegiatan pemanenan kayu dengan

sistem Conventional Logging mengakibatkan kerusakan yang besar pada tegakan tinggal dan tanah. Menurut Sukanda (2002) sistem pemanenan dengan teknik

Reduced Impact Logging dapat menekan tingkat kerusakan tegakan tinggal sampai 48% dan kerusakan tanah dapat ditekan sampai 50%, areal yang terbuka

akibat pembuatan jalan hutan dapat ditekan sebesar 68%.

Kerusakan tegakan tinggal di hutan alam tropis akibat kegiatan pemanenan

dengan sistem Conventional Logging (CL) disebabkan oleh kegiatan penyaradan, yaitu pohon rebah 88,32%, condong 4,47%, luka batang/kulit 4,47%, rusak tajuk,

banir dan batang 2,74% (Elias 1993). Beberapa hasil penelitian menyimpulkan

bahwa dampak pemanenan hutan alam di Indonesia diakibatkan oleh kegiatan

penebangan dan penyaradan yang menyebabkan kerusakan tegakan tinggal

sebesar 25-45% dan keterbukaan areal sebesar 20-35% (Elias 1998).

Menurut hasil penelitian CIFOR (1998) di beberapa negara di dunia

seperti Brazil, Indonesia, Malaysia, Kamerun, Bolivia, Tanzania, dan Zambia

menunjukkan bahwa kerusakan tegakan tinggal dan tanah akibat kegiatan

pemanenan hutan di hutan hujan tropis dapat ditekan sampai 25% dengan

menggunakan teknik Reduced Impact Logging, sedangkan dengan menggunakan teknik pemanenan konvensional (Conventional Logging) dapat merusak tegakan tinggal dan kerusakan tanah yang cukup besar berkisar antara 5-50%.

Aktifitas penebangan hutan untuk pemanenan kayu memberikan dampak

yang cukup besar terhadap terjadinya emisi karbon dan berperan dalam

menurunkan cadangan karbon di atas permukaan tanah minimal 50%. Di hutan

tropis Asia penurunan cadangan karbon akibat aktifitas pemanenan kayu berkisar

antara 22-67%, di Indonesia diperkirakan 38-75% (Lasco 2002). Sumber emisi

karbon yang berasal dari pemanenan kayu (logging) dan degradasi hutan adalah berasal dari (1) pembukaan wilayah hutan yang meliputi pembuatan basecamp,

jalan angkutan, jalan sarad, TPn, dan logyard; (2) fragmentasi hutan dan termasuk

dampak di sekitar jalan logging dan kehilangan biomassa dari fragmentasi hutan;

(3) penebangan kayu yaitu volume yang ditebang, pohon yang mengalami

(22)

Tabel 2 Emisi karbon dari praktek logging konvensional di hutan tropis

2.4 Biomassa, Pool Karbon dan Cara Pendugaannya

Biomassa merupakan jumlah total dari bahan organik yang dinyatakan

dalam berat kering oven ton per ha (Brown 1997). Menurut Whitten et al. (1984) biomassa hutan adalah jumlah total bobot kering semua bagian tumbuhan hidup,

baik untuk seluruh atau sebagian tubuh organisme dan dinyatakan dalam berat

kering per satuan luas (ton/ha). Biomassa dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu

biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan di bawah permukaan tanah (below ground biomass). Menurut Hairiah (2002) yang termasuk ke dalam komponen biomassa di atas permukaan tanah adalah semua vegetasi di

atas permukaan tanah yang masih hidup termasuk semak-semak, tumbuhan

bawah, dan bagian-bagian vegetasi yang mati (nekromassa) termasuk serasah di

atas permukaan tanah, batang, cabang dan ranting.

Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap

karbondioksida dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik

melalui proses fotosintesis. Jumlah biomassa di dalam hutan adalah hasil dari

perbedaan antara produksi melalui fotosintesis dengan konsumsi melalui respirasi

dan proses penebangan (Whitten et al. 1984).

Menurut Chapman (1976) secara garis besar metode pendugaan biomassa

di atas permukaasn tanah dapat dikelompokkan menjadi dua cara yaitu :

1. Metode Pendugaan Langsung (Destructive Sampling) a. Metode Pemanenan Individu Tanaman

Metode ini dapat digunakan pada tingkat kerapatan yang cukup rendah dan

komunitas dengan jenis yang sedikit. Nilai total biomassa diperoleh dengan

(23)

b. Metode Pemanenan Kuadrat

Metode ini mengharuskan memanen semua individu dalam suatu unit area

contoh dan menimbangnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan

mengkonversi berat bahan organik tumbuhan yang dipanen di dalam suatu

unit area contoh.

c. Metode Pemanenan Individu Pohon yang Mempunyai Luas Bidang Dasar

Rata-rata

Metode ini biasanya diterapkan pada tegakan yang memiliki ukuran

individu seragam. Pohon yang ditebang ditentukan berdasarkan rata-rata

diameternya dan kemudian menimbangnya. Nilai total biomassa diperoleh

dengan menggandakan nilai berat rata-rata dari pohon contoh yang

ditebang dengan jumlah individu pohon dalam suatu unit area tertentu atau

jumlah berat dari semua pohon contoh yang digandakan dengan rasio

antara luas bidang dasar dari semua pohon dalam suatu unit area dengan

jumlah luas bidang dasar dari semua pohon contoh.

2. Metode Pendugaan Tidak Langsung (Non Destructive Sampling) a. Metode Hubungan Alometrik

Persamaan alometrik dibuat dengan mencari korelasi yang paling baik

antar dimensi pohon dengan biomassanya. Sebelum membuat persamaan

tersebut, pohon-pohon yang mewakili sebaran kelas diameter ditebang dan

ditimbang. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan semua

berat individu pohon dari suatu unit area tertentu.

b. Metode Crop Meter

Pendugaan biomassa metode ini dengan cara menggunakan seperangkat

peralatan elektroda listrik yang kedua kutubnya diletakkan di atas

permukaan tanah pada jarak tertentu. Biomassa tumbuhan yang terletak

antara dua elektroda dipantau dengan memperhatikan electrical capacitance yang dihasilkan alat tersebut.

Menurut Brown (1997), ada dua pendekatan untuk menduga biomassa dari

pohon, yaitu pendekatan pertama berdasarkan pendugaan volume kulit sampai

batang bebas cabang yang kemudian diubah menjadi kerapatan biomassa (ton/ha),

(24)

atau lebih dikenal dengan persamaan alometrik. Persamaan alometrik digunakan

untuk mempermudah pendugaan biomassa berdasarkan parameter pohon hidup

dengan mengukur dimensi pohon atau tegakan yang mudah diukur, biasanya

menggunakan diameter setinggi dada (Dbh) sebagai dasar pendugaan. Metode ini

menggunakan biomassa sebagai fungsi dari diameter pohon dengan persamaan

sebagai berikut :

Biomassa di atas tanah (Y) = a Db

Dimana :

Y = Biomassa pohon (kg)

D = Diameter setinggi dada (130 cm) a dan b merupakan konstanta

Menurut Ketterings et al. (2001) metode yang paling akurat dalam pengukuran biomassa tegakan di atas permukaan tanah adalah dengan cara

menimbang biomassa pohon secara langsung di lapangan, tetapi metode tersebut

membutuhkan banyak waktu, sangat merusak dan pada umumnya terbatas pada

area yang sempit serta ukuran pohon yang kecil. Pendugaan biomassa

meggunakan metode non destructive dengan alometrik bisa lebih cepat dilaksanakan dan area yang lebih luas bisa dijadikan contoh. Persamaan alometrik

sering digunakan pada studi-studi ekologi dan inventarisasi hutan dalam menduga

hubungan antara diameter setinggi dada atau variabel-variabel lain yang mudah

diukur dengan volume pohon atau biomassa pohon.

Penetapan persamaan alometrik yang akan digunakan dalam pendugaan

biomassa merupakan tahapan penting proses pendugaan biomassa. Setiap

persamaan alometrik dikembangkan berdasarkan kondisi tegakan dan variasi jenis

tertentu yang berbeda satu dengan yang lain. Penelitian Brown (1997) telah

menghasilkan persamaan alometrik untuk menduga biomassa vegetasi di atas

permukaan tanah di hutan alam tropis. Pada Tabel 3 disajikan beberapa persamaan

alometrik yang telah dibuat untuk menduga biomassa di hutan alam tropis

berdasarkan perbedaan curah hujan. Persamaan tersebut dikembangkan dari data

371 pohon dari 3 daerah tropis dengan rentang diameter antara 5-148 cm yang

(25)

Tabel 3 Persamaan alometrik untuk menduga biomassa di hutan alam tropis berdasarkan zona iklim

Zona Iklim Persamaan Kisaran Dbh

(cm)

Persamaan tersebut diperuntukkan untuk 3 zona iklim yang berbeda, yaitu

kering, lembab dan basah. Suatu tempat dikatakan masuk dalam zona kering

apabila curah hujan lebih rendah dibandingkan dengan potensial evapotranspirasi

(curah hujan <1500 mm/th dan periode kering selama beberapa bulan). Zona

lembab adalah zona yang curah hujannya mendekati seimbang dengan potensial

evapotranspirasi (curah hujan antara 1500-4000 mm/th dengan tanpa periode

kering atau periode kering sangat pendek). Zona basah mempunyai curah hujan

yang lebih besar dari potensial evapotranspirasi (curah hujan >4000 mm/th dan

tanpa periode kering).

Dalam inventarisasi karbon hutan, terdapat setidaknya ada 4 pool karbon

(carbon pool) yang diperhitungkan. Keempat pool karbon tersebut adalah biomassa atas permukaan, biomassa bawah permukaan, bahan organik mati dan

karbon organik tanah. Biomassa atas permukaan adalah semua material hidup di

atas permukaan. Termasuk bagian dari pool karbon ini adalah batang, tunggul,

cabang, kulit kayu, biji dan daun dari vegetasi baik dari strata pohon maupun dari

strata tumbuhan bawah di lantai hutan. Biomassa bawah permukaan adalah semua

biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga

ukuran diameter tertentu yang ditetapkan. Hal ini dilakukan sebab akar tumbuhan

dengan diameter yang lebih kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan

dengan bahan organik tanah dan serasah. Bahan organik mati meliputi kayu mati

(26)

diameter yang lebih kecil dari diameter yang telah ditetapkan dengan berbagai

tingkat dekomposisi yang terletak di permukaan tanah. Kayu mati adalah semua

bahan organik mati yang tidak tercakup dalam serasah baik yang masih tegak

maupun yang roboh di tanah, akar mati, dan tunggul dengan diameter lebih besar

dari diameter yang telah ditetapkan. Karbon organik tanah mencakup karbon pada

tanah mineral dan tanah organik termasuk gambut.

Karbon di hutan alam dapat diduga dengan menggunakan pendugaan

biomassa hutan. Brown (1997) menyatakan bahwa umumnya 50% dari biomassa

hutan tersusun atas karbon. IPCC (2006) menyatakan bahwa konsentrasi karbon

dalam bahan organik adalah sekitar 47%, dengan demikian estimasi jumlah

karbon tersimpan dapat dihitung dengan mengalikan total berat massanya dengan

konsentrasi karbon yaitu total biomassa dikalikan dengan konsentrasi karbon

dalam biomassa sebesar 0,47. Untuk memperhitungkan besarnya emisi karbon

potensial akibat kegiatan pemanenan kayu maka dapat diduga dari besarnya

biomassa hutan yang terdapat pada pohon yang di panen/ditebang, pohon yang

mengalami kerusakan akibat kegiatan penebangan dan dari pohon yang

mengalami kerusakan akibat kegiatan penyaradan.

Total emisi karbon tahunan merupakan fungsi dari (1) luas areal yang

ditebang per tahun; (2) jumlah kayu yang dipanen per unit area (ha) per tahun;

(3) jumlah limbah per ha per tahun yang merupakan sisa penebangan, pohon yang

rusak/mati akibat penebangan, kematian pohon akibat jalan sarad, jalan angkut,

TPn, logyard; (4) biomassa kayu yang dipakai lama sebagai produk kayu

(27)

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK-HA PT. Sarmiento

Parakantja Timber, Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah.

Waktu penelitian dilakukan selama dua bulan dari bulan April 2010 sampai

dengan bulan Juni 2010.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tally sheet, alat tulis, kalkulator, peta areal kerja, phiband meter untuk mengukur diameter pohon, haga hypsometer untuk mengukur tinggi pohon, meteran untuk mengukur areal penelitian, kompas untuk menunjukkan arah, Global Positioning System (GPS) untuk mengetahui jalur penyaradan dan luasan keterbukaan areal, cat untuk

menandai pohon dalam jalur pengukuran dan pengamatan, patok untuk menandai

batas-batas jalur dan petak pengamatan, seperangkat komputer dengan software Microsoft Excel dan SPSS 17 untuk mengolah data, software Map Info untuk pemetaan, serta kamera untuk dokumentasi. Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah tegakan hutan dan data hasil ITSP dari petak yang ditebang.

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Metode Kerja

Langkah awal dalam melaksanakan penelitian ini adalah dengan cara

menentukan secara purposive petak tebang yang akan dilakukan penebangan. Petak tebang yang terpilih dalam penelitian ini adalah petak 90V pada RKT 2010

yang merupakan areal hutan bekas tebangan tahun 1984. Petak tebang yang

terpilih kemudian dibuat plot berukuran 100 m x 100 m sebanyak 10 plot dengan

lokasi mengikuti kegiatan pemanenan dalam petak tersebut. Pendugaan emisi

karbon potensial akibat pemanenan kayu dilakukan dengan cara pengamatan

langsung terhadap pohon yang ditebang/dipanen, pohon yang mengalami

(28)

akibat kegiatan penyaradan. Untuk kerusakan setelah penyaradan dilakukan

dengan mengikuti jalur sarad pohon yang ditebang.

3.3.2 Metode Pengumpulan Data

Tahapan kerja yang dilakukan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut :

1. Menentukan plot contoh

a. Melakukan observasi lokasi tebangan dengan melihat peta kerja

IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber yang masuk dalam RKT

(Rencana Kerja Tahunan) yang akan dilakukan kegiatan penebangan.

b. Menetapkan plot contoh sebanyak 10 plot dengan luas tiap plot

sebesar 100 m x 100 m (1 ha). Plot yang diambil terletak pada petak

90V yang akan dilakukan penebangan. Plot yang diambil mewakili

kerapatan tegakan yang berbeda dan intensitas penebangan yang

berbeda. Pembuatan plot dilakukan dengan metode jalur dengan ukuran

20 m x 100 m, seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Bentuk dan ukuran plot contoh dalam penelitian.

2. Inventarisasi pohon pada plot contoh

a. Memeriksa kebenaran LHC (Laporan Hasil Cruising), mengambil beberapa pohon untuk dihitung ulang dan dicocokkan dengan data yang

terdapat pada LHC.

(29)

b. Inventarisasi ulang pohon yang berdiameter lebih dari 20 cm pada plot

contoh (10 plot). Mencatat nama/jenis pohon, nomor pohon, mengukur

diameter pohon setinggi dada (1,3 m di atas permukaan tanah) dan

mengukur tinggi pohon.

3. Penebangan

a. Menghitung jumlah dan jenis pohon yang ditebang pada setiap plot.

b. Menghitung jumlah dan jenis pohon yang rusak pada setiap plot akibat

kegiatan penebangan.

c. Menghitung bentuk kerusakan pohon :

 Jenis kerusakan (rusak tajuk, luka batang, patah batang, pecah

batang, roboh, miring, dan rusak banir).

 Menghitung persentase kerusakan dengan cara membandingkan

data jumlah pohon sebelum penebangan dengan sesudah

penebangan.

 Mengkategorikan kerusakan yang akan dikelompokkan

berdasarkan kategori tingkat kerusakan pohon yaitu kerusakan

ringan, sedang atau berat.

4. Penyaradan

a. Menghitung jumlah dan jenis pohon yang rusak pada setiap plot akibat

kegiatan penyaradan.

b. Menghitung bentuk kerusakan pohon seperti pada kegiatan penebangan.

c. Menghitung persentase kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan

penyaradan.

d. Mengukur panjang dan lebar jalan sarad kemudian menghitung luasnya

sehingga mendapatkan keterbukaan areal akibat pembuatan jalan sarad.

e. Melakukan tracking jalan sarad dengan menggunakan GPS. 3.3.3 Data Sekunder

Data sekunder yang diambil adalah berupa data potensi tegakan sebelum

dilakukannya kegiatan penebangan yang diperoleh dari Laporan Hasil Cruising

(LHC), data kondisi umum perusahaan, peta areal kerja pengusahaan hutan dan

daftar nama pohon yang berada di kawasan IUPHHK PT. Sarmiento

(30)

3.4 Analisis Data

3.4.1 Perhitungan Volume Tegakan

Perhitungan volume tegakan dilakukan untuk mengetahui besarnya potensi

volume tegakan yang terdapat pada plot penelitian serta untuk mengetahui

seberapa besar volume pemanenan yang dilakukan. Volume tegakan per hektar

diperoleh dengan cara merata-ratakan volume tegakan yang terdapat pada seluruh

plot contoh dan volume tegakan tiap plot ditentukan melalui penjumlahan nilai

volume pohon-pohon yang ditemukan pada plot tersebut. Untuk menentukan

besarnya volume dilakukan dengan menggunakan rumus :

V = ¼. π. D2. Hbc. f

Dimana :

V = Volume pohon (m3) D = Diameter pohon (m)

Hbc = Tinggi pohon bebas cabang (m) π = Phi (3,14)

f = Faktor angka bentuk (0,7)

3.4.2 Perhitungan Biomassa dan Karbon

Perhitungan biomassa yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan

persamaan alometrik biomassa yang disusun oleh Brown (1997) yang diterapkan

pada zona iklim lembab yaitu :

Y = exp [-2,134 + 2,530 x ln(D)]

Dimana :

Y = Biomassa per pohon (Kg)

D = Diameter pohon setinggi dada (cm)

Kandungan karbon di hutan alam dapat dihitung dengan menggunakan

pendugaan biomassa hutan. Brown (1997) menyatakan bahwa umumnya 50% dari

biomassa hutan tersusun atas karbon sehingga dari hasil perhitungan biomassa

(31)

Untuk memperhitungkan besarnya emisi karbon potensial akibat kegiatan

pemanenan kayu maka dapat diduga dari besarnya karbon yang terdapat pada

pohon yang di panen/ditebang, karbon pada pohon yang rusak akibat penebangan

dan karbon pada pohon yang rusak akibat penyaradan.

3.4.3 Tingkat Kerusakan Tegakan Tinggal

Beberapa tingkat bentuk kerusakan yang terjadi pada individu pohon

menurut Elias (1993) yaitu :

1. Tingkat kerusakan berat

a. Patah batang.

b. Pecah batang.

c. Roboh, tumbang atau miring sudut <45° dengan permukaan tanah.

d. Rusak tajuk (>50% tajuk rusak), juga didasarkan atas banyaknya

cabang pembentuk tajuk patah.

e. Luka batang/rusak kulit (>1/2 keliling pohon atau 300-600 cm kulit

mengalami kerusakan).

f. Rusak banir/akar (>1/2 banir atau perakaran rusak/terpotong).

2. Tingkat kerusakan sedang

a. Rusak tajuk (30-50% tajuk rusak atau 1/6 bagian tajuk mengalami

kerusakan).

b. Luka batang/rusak kulit (1/4-1/2 keliling pohon rusak atau 150-300 cm

kulit rusak).

c. Rusak banir/akar (1/3-1/2 banir/akar rusak atau terpotong).

d. Condong atau miring (pohon miring membentuk sudut >45° dengan

tanah).

3. Tingkat kerusakan ringan

a. Rusak tajuk (<30% tajuk rusak).

b. Luka batang/rusak kulit (1/4-1/2 keliling dan panjang luka <1,5 m

atau kerusakan sampai kambium dengan lebar lebih dari 5 cm, lebih

kurang sepanjang garis sejajar sumbu longitudinal dari batang).

(32)

Kerusakan tegakan tinggal dihitung berdasarkan persentase jumlah pohon

yang rusak terhadap jumlah pohon yang seharusnya tinggal dan sehat. Untuk

menghitung tingkat kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan dan

penyaradan kayu digunakan rumus :

K = R

P−Q × 100%

Dimana :

K = Tingkat kerusakan tegakan tinggal (%)

R = Jumlah pohon yang mengalami kerusakan (pohon/ha) P = Jumlah pohon 20 cm up sebelum penebangan (pohon/ha) Q = Jumlah pohon yang ditebang (pohon/ha)

3.4.4 Perhitungan Keterbukaan Areal Akibat Penyaradan

Perhitungan keterbukaan areal berasal dari pembuatan jalan sarad pada

petak tebangan. Keterbukaan lahan akibat penyaradan adalah luas tanah yang

terbuka akibat kegiatan penyaradan pohon yang dilewati oleh bulldozer atau lalu lintas bulldozer menuju lokasi penyaradan. Keterbukaan lahan akibat penyaradan ditentukan dengan mengukur panjang dan lebar jalan sarad pada petak tebangan

kemudian dihitung luas jalan sarad tersebut. Penelusuran jalur sarad dilakukan

dengan menggunakan GPS dan meteran. Persentase keterbukaan areal akibat

penyaradan dihitung dengan rumus :

K = L

10.000 × 100%

Dimana :

K = Persentase keterbukaan areal (%) L = Luas areal yang terbuka (m2)

3.4.5 Analisis Hubungan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Tegakan Tinggal dan Emisi Karbon Potensial

Untuk mengetahui pengaruh kegiatan pemanenan kayu terhadap terjadinya

kerusakan tegakan tinggal dan emisi karbon potensial, maka dilakukan analisis

regresi. Faktor-faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap kerusakan tegakan

tinggal yaitu kerapatan tegakan dan intensitas pemanenan yang dilakukan.

Semakin tinggi kerapatan tegakan dan intensitas pemanenan maka akan semakin

(33)

tegakan dan intensitas pemanenan terhadap besarnya kerusakan tegakan tinggal

dinyatakan dalam persamaan regresi sebagai berikut :

Ŷ = b0 + b1X1 + b2X2

Dimana :

Ŷ = Kerusakan tegakan tinggal (%) X1 = Kerapatan tegakan (pohon/ha) X2 = Intensitas pemanenan (pohon/ha) b0, b1,b2 merupakan koefisien regresi

Faktor-faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap besarnya emisi

karbon potensial adalah potensi awal tegakan sebelum pemanenan dan intensitas

pemanenan yang dilakukan. Semakin besar intensitas pemanenan yang dilakukan

maka akan semakin besar pula emisi karbon potensial yang ditimbulkan.

Persamaan regresi linier hubungan antara potensi awal tegakan sebelum

pemanenan dan intensitas pemanenan terhadap besarnya emisi karbon potensial

dinyatakan dalam persamaan regresi sebagai berikut :

Ŷ = b0 + b1X1 + b2X2

Dimana :

Ŷ = Emisi karbon potensial (ton C/ha)

X1 = Potensi awal tegakan sebelum pemanenan (m3/ha) X2 = Intensitas pemanenan (m3/ha)

b0, b1,b2 merupakan koefisien regresi

Analisis data dilakukan dengan menggunakan paket statistik SPSS. Untuk

mengetahui pengaruh peubah X1 dan X2 terhadap persamaan regresi yang

(34)

4.1 Letak dan Luas

Dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam hutan produksi, IUPHHK

PT. Sarmiento Parakantja Timber mempunyai luas areal 170.000 Ha sesuai

dengan Keputusan Menteri Pertanian nomor 219/Kpts/Um/5/73 tanggal 11 Mei

1973. Pada tahun 1994, izin pemanfaatan IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja

Timber diperpanjang sesuai dengan Izin Prinsip nomor 1277/Menhut-IV/94

dengan luas areal kerja 305.535 Ha. Kemudian dengan adanya konversi lahan ke

perkebunan kelapa sawit, areal kerja IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber

menjadi 204.200 Ha.

IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber memperoleh perpanjangan

IUPHHK definitif seluas 216.580 ha untuk jangka waktu 45 tahun (periode tahun

1992 s/d 2037) sesuai Keputusan Menteri Kehutanan nomor

SK.266/Menhut-II/2004 tanggal 21 Juli 2004. IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber

melaksanakan pengusahaan hutan sejak tahun 1973 dan menerapkan sistem

silvikultur Tebang Pilih Indonesia/Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPI/TPTI).

IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber telah melaksanakan pengusahaan

hutan selama jangka pengusahaan hutan I (1973-1992), sebagian jangka

pengusahaan II (1992-2037) dan akhir rotasi I (35 tahun) pada RKT 2007.

Tahun 2005 IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber ditunjuk sebagai

salah satu pelaksana model sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia

Intensif (TPTII) sesuai Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan

nomor SK.77/VI-BPHA/2005 tanggal 3 Mei 2005 tentang penunjukan pemegang

izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam (IUPHHK-HA) sebagai

model sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII).

Pengusahaan hutan untuk rotasi II sampai akhir jangka pengusahaan pada tahun

2037 dengan berbagai faktor pertimbangan teknis akan menerapkan sistem

silvikultur TPTI hingga tahun 2007 dan menerapkan sistem silvikultur TPTII

(35)

Areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber terletak pada kelompok

hutan sungai Kalek - sungai Nahiang. Secara geografis areal IUPHHK

PT. Sarmiento Parakantja Timber berada pada 111o55’BT - 112o19’BT dan

1o10’LS - 1o57’LS. Menurut pembagian wilayah Administrasi Pemerintahan,

areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber meliputi Kecamatan Seruyan

Hulu dan Seruyan Tengah, Mentaya Hulu dan Antang, serta Katingan Hulu yang

terletak di Kabupaten Kotawaringin Timur, Seruyan dan Katingan, Provinsi

Kalimantan Tengah.

Berdasarkan pembagian Administrasi Kehutanan, areal IUPHHK

PT. Sarmiento Parakantja Timber termasuk ke dalam wilayah Dinas Kehutanan

Provinsi Kalimantan Tengah yang meliputi Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Kabupaten Kotawaringin Timur, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten

Seruyan dan Dinas Kehutanan Kabupaten Katingan.

Batas areal kerja IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber adalah

sebagai berikut :

1. Sebelah Utara : PT. Erna Djuliawati dan PT. Meranti Mustika

2. Sebelah Timur : PT. Kayu Tribuana Rama, PT. Berkat Cahaya Timber

dan PT. Inhutani III

3. Sebelah Selatan : HTI Trans PT. Kusuma Perkasa Wana

4. Sebelah Barat : PT. Hutanindo Lestari Jaya Utama, PT. Sentral

Kalimantan Abadi dan PT. Intrado Jaya Intiga

4.2 Tanah dan Geologi

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Tumbang Manjul Kalimantan Tengah

skala 1 : 250.000 bahan geologi pada areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja

Timber terdiri dari jenis batuan Andesit dan Granit. Sebagian besar jenis tanah di

areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber adalah Dystropepts (61%) dan

Tropudults (39%). Keadaan topografi areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja

Timber umumnya datar, landai, bergelombang dan agak curam hingga curam

dengan ketinggian minimum 18 mdpl dan maksimum 944 mdpl. Adapun

(36)

Tabel 4 Persentase luas areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber berdasarkan kelas lereng

Klasifikasi Kelerengan (%) Luas Areal

Ha %

Sumber : PT. Sarmiento Parakantja Timber (2006)

4.3 Iklim

Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, kondisi iklim di areal

IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber termasuk tipe iklim A. Curah hujan

rata-rata tahunan adalah 3.086 mm/tahun dan rata- rata hari hujan 145 hari/tahun.

Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November, sedangkan curah hujan

terendah terjadi pada bulan Maret. Pada areal tersebut tidak terdapat bulan kering

yang nyata (< 60 cm/bulan).

4.4 Hidrologi

Areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber terletak pada 3 (tiga)

Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Seruyan, DAS Mentaya dan DAS

Mentubar. DAS Seruyan terbagi menjadi 10 sub DAS yaitu sub DAS Kaleh,

Seruyan Hulu, Tenkum, Kumpang, Bai, Purang, Kuwung, Sahabu, Seruyan Hilir

dan Rangga. DAS Mentaya terbagi dalam 2 sub DAS yaitu sub DAS Mentaya

Hulu dan Mentaya Hilir. DAS Mentubar terbagi dalam 2 sub DAS yaitu sub DAS

Kuayan dan Tilap. Pola morfometri sungai (DAS) umumnya berpola lateral dan

denditrik dengan arah aliran dari utara ke selatan, mengalir sepanjang tahun

dengan kecepatan arus lambat sampai agak cepat, dasar saluran umumnya berbatu

dan mengandung pasir.

4.5 Keadaan Hutan

Tipe hutan di areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber termasuk

(37)

meranti (Dipterocarpaceae) yang terdiri dari Meranti (Shorea sp.), Keruing

(Dipterocarpus sp.) dan jenis-jenis lainnya. Jenis kayu komersial non

dipterocarpaceae yang mendominasi terdiri dari Kempas (Koompassia malaccensis), Nyatoh (Palaquium sp.) dan Sindur (Sindora sp.). Selain itu terdapat juga jenis pohon langka yang dilindungi seperti Tengkawang dan Ulin

(Eusideroxylon zwageri).

Kondisi penutupan lahan IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber

sesuai surat Kepala Badan Planologi Kehutanan Nomor S.213/VII/Peta-I/2005

tanggal 20 Mei 2005 perihal pemeriksaan citra Landsat 7 ETM+band 542 skala

1:100.000 liputan tanggal 19 Agustus 2004 adalah sebagai berikut :

Tabel 5 Kondisi penutupan lahan areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber

No Penutupan Lahan Luas (Ha)

HPT HPK Jumlah

1 Hutan primer/Virgin Forest 12.092 3.047 15.139

2 Hutan primer terpisah 1.010 0 1.010

3 Hutan sekunder/areal bekas tebangan 111.288 36.094 147.382

4 Hutan sekunder terpisah 700 0 700

5 Non hutan/areal tidak produktif 10.852 16.709 27.561

6 Kawasan lindung 9.395 2.035 11.430

7 Areal tidak efektif 12.043 1.315 13.358

Jumlah 157.380 59.200 216.580

Sumber : PT. Sarmiento Parakantja Timber (2006)

Areal kerja IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber seluas 216.580 ha

terdiri dari kawasan hutan produksi terbatas (HPT) seluas 157.380 ha dan

kawasan hutan produksi konversi (HPK) seluas 59.200 ha. Pada kawasan tersebut

terdapat hutan primer/virgin forest seluas 15.139 ha (6,99%), areal bekas tebangan

seluas 147.382 ha (68,05%), areal yang tidak produktif/non hutan seluas 27.561

ha (12,73%), kawasan lindung seluas 11.430 ha (5,28%) dan areal yang tidak

efektif seluas 15.068 ha (6,95%).

4.6 Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat

Areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber termasuk ke dalam 5

wilayah kecamatan antara lain kecamatan Seruyan Hulu, Seruyan Tengah,

(38)

terdiri dari berbagai desa antara lain desa Tumbang Payang, Tumbang Kania,

Tewai Hara, Tumbang Getas, Tumbang Bai, Rantau Panjang dan Mojang Baru.

Penduduk asli masyarakat setempat adalah suku dayak.

Kesempatan kerja dan peluang berusaha penduduk di sekitar areal kerja

IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber didominasi oleh sektor pertanian

sebesar 85%, berdagang 8% dan lain-lain. Berdasarkan data pada kabupaten

Seruyan dan Kotawaringin Timur menunjukkan bahwa penduduk yang bermukim

di dalam dan di sekitar areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber

berjumlah 96.900 jiwa sebagaimana disajikan pada tabel berikut.

Tabel 6 Jumlah rumah tangga dan penduduk di sekitar areal IUPHHK

Sumber : PT. Sarmiento Parakantja Timber (2006)

Luas wilayah keseluruhan desa yang berada di kecamatan Seruyan Hulu,

Seruyan Tengah, Mentaya Hulu, Antang Kalang dan Katingan Hulu adalah

15.735 km2 dengan rata-rata kepadatan penduduk 6,16 jiwa/km2. Kepadatan

penduduk tertinggi berada di kecamatan Seruyan Tengah yaitu 12,04 jiwa/km2,

sementara yang terendah di kecamatan Seruyan Hulu yaitu 2,24 jiwa/km2. Data

kepadatan penduduk dan luas wilayah pada setiap kecamatan dapat dilihat pada

Tabel 7.

(39)

Penyebaran pemeluk agama pada penduduk yang berada di dalam dan di

sekitar areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber adalah sebagian besar

beragama Islam yaitu sebanyak 59.422 jiwa (61%), beragama Hindu Kaharingan

25.847 jiwa (27%), beragama Protestan 8.034 jiwa (8%), beragama Katolik 3.407

jiwa (4%) dan beragama Budha sebanyak 191 jiwa (kurang dari 1%).

Pola penggunaan lahan menunjukkan bahwa desa-desa di sekitar areal

kerja IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber merupakan desa tradisional di

daerah pedalaman Kalimantan dengan tradisi perladangan yang masih dominan.

Lahan sawah masih sangat sedikit dan bahkan pada beberapa desa belum ada.

Selain itu, pada desa-desa tersebut juga terdapat areal tidak berhutan atau non

hutan. Areal tidak berhutan tersebut sebagian terdapat di dalam dan sebagian

lainnya di luar areal kerja IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber. Areal tidak

berhutan tersebut merupakan lahan yang sedang dan atau pernah dimanfaatkan

oleh masyarakat setempat untuk pemukiman, kegiatan usaha tani, dsb. Selain areal

tidak berhutan, di sekitar desa juga terdapat areal berhutan baik yang berada di

dalam areal kerja IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber maupun di luar

areal kerja. Areal berhutan tersebut sebagian juga merupakan lokasi aktifitas

masyarakat, terutama aktifitas mencari kayu, hasil hutan bukan kayu, berburu,

maupun kegiatan budaya.

Beberapa upacara adat yang masih ada di masyarakat dalam rangka

pemanfaatan sumberdaya hutan dan aktifitas berladang adalah memotong ayam

pada saat pelaksanaan royong yang diikuti dengan menaruh darah ayam di batu

dan kemudian diletakkan di batas-batas ladang. Upacara tersebut dimaksudkan

agar hasil ladang menjadi subur dan memberikan hasil yang banyak serta

mendapat perlindungan dari leluhur. Selain itu, jenis ritual adat masyarakat yang

saat ini masih dilaksanakan oleh masyarakat diantaranya adalah upacara adat yang

terkait dengan siklus hidup mulai dari upacara adat (1) kelahiran, (2)

(40)

5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan

Kegiatan ITSP (Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan) dalam

penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kondisi tegakan pada plot

yang diteliti sebelum dilakukannya kegiatan penebangan. Hasil ITSP pada plot

yang diteliti menunjukkan besarnya kerapatan pohon yang berdiameter lebih dari

20 cm adalah sebanyak 176,10 pohon/ha. Luas bidang dasar pada plot penelitian

adalah 19,35 m2/ha. Potensi plot penelitian dapat dilihat dari besarnya volume

yang terdapat pada plot penelitian yaitu 198,55 m3/ha. Data kondisi tegakan

sebelum dilakukannya kegiatan pemanenan kayu pada plot penelitian dapat dilihat

pada Tabel 8.

Tabel 8 Kondisi tegakan plot penelitian sebelum pemanenan

Plot Kerapatan Tegakan (phn/ha) Lbds Volume

Dari Tabel 8 diketahui bahwa kerapatan pohon yang paling tinggi berada

pada plot E sebanyak 231 pohon/ha, sedangkan kerapatan pohon yang paling

rendah berada pada plot J sebanyak 126 pohon/ha. Jika dilihat berdasarkan

klasifikasi kelas diameternya, maka kerapatan tegakan pohon yang paling tinggi

berada pada kelas diameter 20-29 cm sebanyak 76,60 pohon/ha. Luas bidang

dasar yang paling tinggi berada pada plot B sebesar 27,74 m2/ha sedangkan yang

(41)

dipengaruhi oleh besarnya ukuran diameter pohon yang terdapat pada plot

penelitian sehingga semakin besar ukuran diameter pohon maka akan semakin

besar pula luas bidang dasarnya. Semakin tinggi kerapatan pohon tidak selalu

mengakibatkan semakin besar pula potensi volume nya, meskipun kerapatan

pohon paling tinggi berada pada plot E namun potensi volume yang paling besar

justru berada pada plot I yang memiliki potensi volume sebesar 290,05 m3/ha. Hal

ini dapat diakibatkan oleh keadaan pohon-pohon pada plot I yang memiliki

diameter dan tinggi yang lebih besar dibandingkan pada plot E. Potensi volume

terendah berada pada plot C yaitu 116,50 m3/ha.

5.2 Kegiatan Pemanenan Kayu 5.2.1 Metode Pemanenan

Sistem pemanenan kayu yang dilaksanakan di IUPHHK PT. Sarmiento

Parakantja Timber merupakan sistem pemanenan mekanis. Kegiatan pemanenan

kayu pada plot penelitian dilakukan secara tebang – tarik. Dalam kegiatan ini

dilakukan penebangan pohon terlebih dahulu pada plot penelitian, namun sebelum

kegiatan penebangan pohon tersebut selesai seluruhnya, dilakukan juga kegiatan

penyaradan terhadap pohon-pohon yang telah ditebang pada plot penelitian

tersebut. Ketika kegiatan penebangan pohon telah berpindah dari satu plot

penelitian ke plot penelitian yang lain maka kegiatan penyaradan pun dilakukan

terhadap pohon-pohon pada plot penelitian yang telah selesai ditebang. Sehingga

kegiatan penyaradan dilakukan tidak menunggu hingga kegiatan penebangan

tersebut telah selesai dilakukan pada seluruh areal/petak tebangan dan kemudian

kegiatan penyaradan dilaksanakan.

Kegiatan penebangan dilakukan oleh regu chainsaw dengan sistem borongan. Setiap regu chainsaw menebang pada petak tebangan yang telah ditentukan oleh pengawas tebangan yang biasanya dibatasi oleh bentang alam,

sungai maupun jalan. Seorang operator chainsaw dibantu oleh seorang helper, sebelum melakukan penebangan mula-mula operator chainsaw mempersiapkan alat tebang seperti chainsaw, pengisian BBM, pelumas rantai dan mesin, serta mengkikir rantai. Sebelum proses penebangan biasanya operator melihat keadaan

pohon terlebih dahulu untuk menentukan boleh atau tidaknya pohon tersebut

(42)

pohon. Operator chainsaw tidak akan menebang pohon yang cacat dan pohon yang berdiameter dibawah 40 cm. Kemudian dilanjutkan dengan pembersihan

tumbuhan yang melilit pada pohon agar tidak menahan pohon yang akan ditebang

serta mencegah pohon melintang dan menyandar, pembuatan jalur keselamatan

yang dilakukan untuk memudahkan operator chainsaw dan helper menghindari pohon tumbang, penentuan arah rebah dan terakhir adalah kegiatan penebangan

pohon.

Kegiatan penyaradan dilakukan dengan menggunakan bulldozer Komatsu D85ESS-2 dimana jenis ini memiliki mesin 4 silinder yang dapat menghasilkan

tenaga sebesar 215 tenaga kuda, berat bulldozer ini adalah sekitar 21 ton. Ukuran lebar blade dari bulldozer ini adalah 4 meter dan memiliki winch pada bagian belakangnya yang digunakan untuk menyarad kayu, panjang winch berkisar 20 meter. Sebelum melakukan kegiatan penyaradan, bulldozer terlebih dahulu membuat TPn kemudian dilanjutkan dengan bulldozer membuat jalan sarad. Setelah dibuat jalan sarad, bulldozer kemudian masuk ke petak tebangan mencari kayu yang telah ditebang. Setelah menemukan kayu yang telah ditebang maka

seorang helper akan turun untuk mengaitkan choker pada kayu tersebut, kemudian

bulldozer menyarad mengikuti jalan sarad yang telah dibuat, sesampainya di TPn kayu lalu ditumpuk dan disusun.

5.2.2 Intensitas Pemanenan

Kegiatan ITSP yang dilakukan pada plot penelitian juga dapat digunakan

untuk mengetahui besarnya potensi pohon layak tebang yang terdapat pada plot

penelitian tersebut. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan

intensitas pemanenan pada kegiatan pemanenan kayu. Potensi pohon yang layak

untuk ditebang pada plot penelitian adalah sebanyak 34,50 pohon/ha dengan

potensi volumenya sebesar 122,74 m3/ha. Pohon-pohon yang termasuk kedalam

kategori layak tebang ini merupakan pohon-pohon komersial yang berdiameter

lebih dari 40 cm. Besarnya intensitas pemanenan pada plot penelitian dapat dilihat

(43)

Tabel 9 Intensitas pemanenan pada plot penelitian

Plot

Potensi Pohon Layak Tebang Pohon yang Ditebang

Jumlah Volume Jumlah Volume ITSP Volume Log

(phn/ha) (m3/ha) (phn/ha) (m3/ha) (m3/ha)

Pada Tabel 9, volume ITSP merupakan volume pohon yang dipanen dalam

plot penelitian jika disesuaikan dengan data pohon hasil ITSP sebesar 55,45

m3/ha, sedangkan volume log merupakan volume pohon yang sebenarnya dipanen

dalam plot penelitian yang diketahui dengan melakukan pengukuran kembali

terhadap dimensi pohon yang telah ditebang, adapun volume log nya sebesar

52,10 m3/ha. Volume pohon yang dipanen dalam penelitian ini adalah 52,10 m3/ha

atau sebesar 42,45% dari rata-rata volume pohon yang dapat dipanen per hektar

nya. Jika dilihat dari besarnya persentase pemanenan kayu tersebut maka kegiatan

pemanenan kayu yang telah dilakukan masih tergolong baik karena masih berada

dibawah 56% yang merupakan jatah penebangan tahunan yang telah ditetapkan.

Volume pohon yang dipanen paling besar berada pada plot I sebesar 104,72 m3/ha

dan terendah berada pada plot G sebesar 21,42 m3/ha.

Pada data tersebut terlihat bahwa intensitas pemanenan besarnya

berbeda-beda pada setiap plot penelitian. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah pohon layak

tebang yang berbeda pada setiap plot, keadaan topografi plot penelitian dan

dipengaruhi juga oleh keadaan fisik dari pohon layak tebang tersebut. Jumlah

pohon yang paling banyak ditebang pada plot penelitian berada pada plot B

sebanyak 8 pohon/ha dan pohon yang paling sedikit ditebang berada pada plot G

dan J sebanyak 8 pohon/ha. Rata-rata intensitas penebangan yang dilakukan dalam

Gambar

Tabel 1  Emisi karbon akibat degradasi hutan dan deforestasi di hutan tropis
Tabel 2  Emisi karbon dari praktek logging konvensional di hutan tropis
Tabel 3  Persamaan alometrik untuk menduga biomassa di hutan alam tropis berdasarkan zona iklim
Tabel 4 Persentase luas areal  IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber berdasarkan kelas lereng
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan rumusan masalah, landasan teori dan penelitian terdahulu yang relevan, maka dugaan penelitian kedua yang diajukan adalah adanya perbedaan nilai kapitalisasi

Dari tinjauan tektonik dan distribusi kegempaan dapat dilihat secara umum wilayah Papua dan sekitarnya mempunyai peluang terhadap terjadinya gempa bumi yang

Pindad (Persero) dalam menyelesaikan permasalahan keseimbangan lintasan pada perakitan towing winch, perlu adanya penyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada

Dengan demikian, maka sangat jelas bahwa pembentukan akhlakul karimah adalah merupakan hal yang sangat penting bahkan merupakan tanggung jawab bersama umat Islam,

Kedudukan hukum karyawan PT PLN (Persero) terhadap perjanjian sewa beli rumah negara sangat lemah, oleh karena peralihan tanah dan bangunan digunakan dengan memakai perjanjian sewa

Kemampuan mahasiswa yang mencapai kategori sangat baik sebanyak 10 mahasisiwa dengan skor nilai 82-95 dengan persentase sebesar 26,31%, kategori baik sebanyak 14 mahasiswa dengan

Suruhanjaya Pilihan Raya, mengikut kehendak- kehendak Fasal (2) Perkara 113 Perlembagaan Persekutuan, telah mengkaji semula pembahagian Negeri Sarawak kepada Bahagian-Bahagian

Oleh karena itu, seorang mahasiswa kebidanan selaku tenaga kesehatan harus mampu untuk melakukan presentasi dengan baik di depan perorangan maupun kelompok