• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian dan Implikasinya Terhadap Perekonomian Indonesia: Pendekatan Pengganda Social Accounting Matrix (Periode 2005 – 2010)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian dan Implikasinya Terhadap Perekonomian Indonesia: Pendekatan Pengganda Social Accounting Matrix (Periode 2005 – 2010)"

Copied!
199
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Latar Belakang

Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang tidak merata baik dalam lingkup regional maupun sektoral. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk mengurangi ketimpangan dan ketidakmerataan di dalam pembangunan ini adalah mengetahui setiap peran sektoral. Peran sektoral ini diharapkan mampu memberikan kontribusi pendapatan bagi pembangunan suatu wilayah.

Sektor transportasi adalah sektor yang berperan penting dalam pembangunan di Indonesia. Sektor ini termasuk dalam pembangunan infrastruktur yang berfungsi untuk mendukung seluruh aspek dan kegiatan pembangunan. Suatu studi oleh World Bank (1994) menyatakan bahwa elastisitas Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap infrastruktur di suatu negara berkisar antara 0,07 hingga 0,44. Artinya, peningkatan ketersediaan infrastruktur sebesar 1 persen akan berdampak terhadap pertumbuhan PDB sebesar 7 persen hingga 44 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa pembangunan infrastruktur berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi.

(2)

berperan dalam mendistribusikan barang dan jasa. Untuk meningkatkan kinerja sektor transportasi ini diperlukan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian maupun pengawasan akan setiap program pembangunan, sehingga dapat terwujud jasa transportasi yang lancar, aman, handal, dengan tarif yang terjangkau oleh masyarakat umum (Dinas Infokom Jatim, 2008).

Pengembangan transportasi sangat penting dalam menunjang dan menggerakkan dinamika pembangunan, karena transportasi berfungsi sebagai katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah. Keberhasilan pembangunan ini dipengaruhi oleh peran transportasi sebagai urat nadi kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Sistem jaringan transportasi dilihat dari segi efektivitas, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan tepat mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, rendah polusi serta dari segi efisiensi dalam arti beban publik rendah dan utilitas tinggi.

(3)

Tabel 1. Perbandingan Moda Kereta Api dengan Moda Lainnya Tahun 2009

Sumber: Rencana Kerja Kementrian Perhubungan, Tahun 2009.

Dalam meningkatkan pergerakan manusia dan barang sampai pelosok tanah air, maka diperlukan dukungan dengan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi yang memadai. Transportasi perkeretaapian ini merupakan pilihan terbaik karena merupakan transportasi yang memiliki peranan penting dalam melayani pergerakan penumpang dan barang. Kereta api juga dikatakan sebagai instrumen vital bagi negara dalam meraih kemajuan perekonomian. Kereta api menjadi transportasi yang handal, yang dapat dikatakan sebagai urat nadi transportasi. Hal ini terlihat dari kondisi di banyak negara yang memperhatikan perkembangan dan terus membangun kereta api.

Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong. Rangkaian kereta atau gerbong tersebut relatif besar sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar. Kereta api terbukti dapat memberikan manfaat yang besar dibandingkan transportasi yang lain, yang dilihat dari kemampuannya yaitu dalam menghemat biaya pemeliharaan, menghemat energi, dan mengurangi polusi (RIPN, 2010).

Moda Transportasi

Kapasitas Angkut (Orang)

Konsumsi BBM/KM (Liter/KM)

Konsumsi BBM/KM/Orang

(L/KM/ORG)

Beban Biaya Polutan (US$ Juta)

Kereta Api 1500 3 0,002 60

Bus 40 0,5 0,0125 16300

Pesawat Terbang 500 40 0,05 900

(4)

Indonesia telah memiliki landasan hukum yang baru untuk melakukan perubahan besar perkeretaapian nasional. Penggerak utama dari revitalisasi perkeretaapian nasional adalah terbitnya Undang-Undang Perkeretaapian Nomor 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992. Undang-Undang ini ibarat gerbang masuk untuk memperbaiki pembangunan Indonesia melalui sektor transportasi khususnya kereta api. Pembangunan perkeretaapian ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, akan tetapi dilakukan secara bersama oleh pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan sektor swasta. Tujuan akhir pembangunan perkeretaapian adalah meningkatkan pangsa pasar kereta api dalam mobilitas perekonomian nasional sehingga dapat berfungsi sebagai tulang punggung sistem logistik dan distribusi nasional di dalam perekonomian Indonesia ke depan.

(5)

1.2. Perumusan Masalah

Kereta api memiliki keunggulan dari alat transportasi lain, seperti kemampuannya dalam mengangkut penumpang dan barang dalam jumlah besar, hemat energi, hemat lahan, ramah lingkungan, tingkat keselamatan tinggi, dan adiktif terhadap perkembangan teknologi. Permasalahan perkeretaapian Indonesia menjadi latarbelakang pemerintah dalam melakukan revitalisasi perkeretaapian.

Revitalisasi perkeretaapian adalah salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Hal ini dilakukan karena pemerintah mengetahui peran sektor kereta api dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 membuka peluang untuk membangun perkeretaapian nasional agar perkeretaapian lebih terbuka. Hal ini menjadi dasar bagi sektor transportasi untuk melakukan revitalisasi perkeretaapian. Hal ini tidak terlepas dari investasi untuk mewujudkan transportasi kereta api yang handal dan layak operasi diperlukan investasi yang relatif besar untuk meningkatkan daya saing dan daya dukung sarana dan prasarana perkeretaapian, baik melalui pembiayaan Pemerintah (APBN) maupun swasta. Pemerintah bertanggungjawab dalam penyediaan transportasi baik melalui mekanisme pembiayaan APBN atau APBD, kerjasama Pemerintah dengan swasta maupun swasta sepenuhnya (RKDP, 2010).

(6)

sangat membantu, baik dalam pemindahan barang, terpenuhinya kebutuhan konsumen kereta api, ini juga melihat semakin meningkatnya pengguna kereta api. Tabel 2. Jumlah Penumpang P.T. Kereta Api Tahun 2003 sampai 2007

Sumber: Laporan laba rugi P.T. Kereta Api Indonesia, diolah. 2007

Kebijakan revitalisasi perkeretaapian ini akan terlaksana apabila pemerintah sudah terlebih dahulu mengupayakan penyelesaian ketidakseimbangan pasar angkutan. Kereta api adalah alternatif yang paling baik bagi angkutan darat jarak jauh baik penumpang maupun barang, dan untuk mobilisasi angkutan perkotaan maupun metropolitan. Pergerakan ekonomi di Indonesia yang belum efisien dapat terlihat pula dari sistem transportasi di Indonesia. Sampai saat ini Indonesia belum memiliki sistem transportasi yang efisien sehingga pergerakan orang dan barang sangat bergantung pada transportasi jalan. Investasi dari sektor pemerintah maupun swasta dalam meningkatkan pangsa pasar akan sangat membantu demi terciptanya transportasi yang baik dan efisien. Berdasarkan pemaparan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana dampak dari penerapan kebijakan revitalisasi perkeretaapian terhadap perekonomian Indonesia, dilihat dari nilai tambah faktor produksi, distribusi pendapatan institusi, dan bagaimana keterkaitannya antar sektor produksi.

Tahun Jumlah Penumpang (Orang) Jumlah barang (Ton)

2003 9.872.414 171.236

2004 9.835.264 142.556

2005 9.283.116 151.934

2006 9.790.541 193.985

(7)

1.3. Tujuan Penelitian

Kondisi perkeretaapian Indonesia yang menjanjikan mengakibatkan pemerintah mengeluarkan kebijakan perkeretaapian berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 melalui kebijakan revitalisasi perkeretaapian. Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak penerapan kebijakan revitalisasi perkeretaapian terhadap alokasi sumberdaya, pendapatan institusi, dan keterkaitannya antar sektor produksi.

1.4. Manfaat Penelitian

(8)

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Pembangunan Ekonomi

Menurut Todaro dan Smith (2006) pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping juga tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin demi kehidupan yang lebih baik.

Teori pembangunan ini juga menjelaskan bahwa industri yang tangguh tercipta dari proses peningkatan kemampuan dan kapasitas sektor yang menggunakan sumber daya yang ada, melalui akumulasi modal. Akumulasi modal terbentuk dari surplus yang diperoleh setiap pelaku dalam kegiatan ekonomi. Semakin tinggi kaitan antar sektor berarti semakin banyak mengikutsertakan pelaku sektor dalam kegiatan ekonomi. Peningkatan kaitan antar sektor yang saling mendukung ini pada gilirannya akan memberikan landasan yang kuat bagi pembangunan industri berikutnya.

2.1.2. Hubungan Investasi dengan Pertumbuhan Ekonomi

(9)

Product (GDP) digunakan untuk mengukur nilai pasar total dari output negara yang bersangkutan. Nilai pasar dari output nasional tersebut dapat dilihat melalui produk nasional dan pendapatan nasional. Kedua konsep ini memiliki total nilai yang sama, yaitu GDP. Produk nasional yang tercermin dalam GDP menekankan pada output nasional, sedangkan pendapatan nasional lebih menekankan pada pendapatan yang diperoleh dari hasil total output tersebut.

Kegiatan investasi merupakan salah satu bagian dari kegiatan pembangunan karena investasi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Harrod-Domar (1957) yang dikutip oleh Jhingan (1993) mengemukakan bahwa investasi merupakan kunci dari pertumbuhan ekonomi sebab investasi dapat menciptakan pendapatan dan dapat memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal.

Investasi berdasarkan pemilik modal terdiri dari investasi swasta dan investasi pemerintah. Investasi pemerintah umumnya dalam bentuk infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, dan listrik yang dibutuhkan oleh masyarakat, termasuk dunia usaha untuk melakukan kegiatan produksi. Sedangkan investasi swasta pada umumnya terdiri dalam bentuk faktor produksi seperti mesin, bahan baku, dan bahan penolong untuk meningkatkan produksi barang dan jasa. Dalam suatu perekonomian, penanaman modal asing memiliki peran mikro maupun makro. Penanaman modal asing disini berperan dalam peningkatan kegiatan investasi nasional dan pertumbuhan ekonomi (BKPM, 2005).

(10)

konsumsi masyarakat pengeluaran pemerintah, dan ekspor bersih. Berdasarkan Sukirno (1981), besar kecilnya investasi yang dilakukan dalam suatu kegiatan ekonomi/ produksi ditentukan oleh tingkat suku bunga, tingkat pendapatan, kemajuan teknologi, ramalan kondisi ekonomi ke depan, dan faktor-faktor lainnya.

2.1.3. Infrastruktur

Infrastruktur dibedakan menjadi dua jenis, yakni infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial. Infrastruktur ekonomi adalah infrastruktur fisik, baik yang digunakan dalam proses produksi maupun yang dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Dalam pengertian ini semua prasarana umum, yang meliputi tenaga listrik, telekomunikasi, perhubungan, irigasi, air bersih, dan sanitasi serta pembuangan limbah. Sedangkan infrastruktur sosial antara lain meliputi prasarana kesehatan dan pendidikan (Ramelan, 1997).

Ketersediaan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, bandara dan sebagainya merupakan social overhead capital, yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan tingkat perkembangan wilayah, yang dicirikan oleh laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa daerah yang mempunyai kelengkapan sistem infrastruktur yang lebih baik, memiliki laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik pula. Maka dapat dikatakan bahwa penyediaan infrastruktur merupakan faktor kunci dalam mendukung pembangunan nasional (Bappenas, 2003).

(11)

mendorong penyediaan berbagai jenis infrastruktur lainnya. Pembangunan jaringan infrastruktur listrik, jaringan telepon, rel kereta api, pelabuhan, bandar udara, dan infrastruktur lainnya.

Teori Wagner menyebutkan adanya keterkaitan positif antara pertumbuhan ekonomi dan besarnya pengeluaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur. Teori ini menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah akan tumbuh lebih cepat dari GDP. Dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat secara relatif pengeluaran pemerintah juga akan meningkat. Dasar dari teori Wagner ini adalah pengamatan empiris dari negara-negara maju (Mangkoebroto, 2001). Pengeluaran pemerintah akan meningkat guna membiayai tuntutan masyarakat akan kemudahan mobilitas untuk mendukung kegiatan ekonomi.

2.1.4. Defenisi Revitalisasi

(12)

2.1.4.1. Kereta Api Penumpang

Produksi angkutan kereta api penumpang pada tahun 2005 hingga 2009 cendrung mengalami kenaikan. Dari 14.345 juta kilometer penumpang pada tahun 2005, naik menjadi 19.779 juta kilometer penumpang pada tahun 2009. Ini menunjukkan bahwa jumlah penumpang pada tahun 2005 per kilometernya sebanyak 14.345 penumpang, dan pada tahun 2009 jumlah penumpang sebanyak 19.779 setiap kilometernya. Secara rataan terjadi kenaikan produksi sebesar 6,64 persen per tahun. Kenaikan produksi tersebut juga ditunjukkan oleh adanya kenaikan jumlah penumpang yang diangkut. Pada tahun 2005 realisasi penumpang yang diangkut adalah sebanyak 151,5 juta penumpang dan naik pada tahun 2009 menjadi 207,0 juta penumpang atau naik rata-rata 6,44 persen per tahun.

Tabel 3. Produksi Kereta Api Penumpang di Jawa dan Sumatera, Tahun 2005 sampai 2009 (Juta Km Penumpang)

Sumber: BPS, 2009.

Adanya peningkatan produksi angkutan penumpang ini terjadi pada wilayah Sumatera dan Jawa. Rata-rata kenaikan produksi kereta api di wilayah Jawa 6,74 persen per tahun, sedangkan untuk wilayah Sumatera 4,55 persen per tahun. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada tahun 2009 terjadi kenaikan produksi penumpang di wilayah Jawa maupun Sumatera masing-masing 10,68 persen dan 2,46 persen. Kenaikan tersebut mengakibatkan kenaikan produksi kereta api penumpang secara umum di Indonesia 10,27 persen.

Wilayah 2005 2006 2007 2008 2009

Pertumbuhan per tahun (%)

Jawa 13 610 14 799 15 090 17 041 18 861 6,74

Sumatera 735 780 782 896 918 4,55

(13)

Tabel 4. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa dan Sumatera, Tahun 2005-2009 (Juta Orang)

Sumber: BPS, 2009.

Pada jumlah penumpang kereta api juga dapat dilihat bahwa di wilayah Jawa

terjadi kenaikan yaitu naik dari 148,4 juta orang pada tahun 2005 menjadi 202,8 juta orang pada tahun 2009, atau naik rata-rata 6,45 persen per tahun. Untuk jumlah penumpang di wilayah Sumatera naik dari 3,1 juta penumpang pada tahun 2005 menjadi 4,2 juta penumpang pada tahun 2009 atau naik rata-rata 6,26 persen per tahun. Produksi angkutan penumpang tahun 2009 di wilayah Jawa lebih besar dari wilayah Sumatera yaitu 95,36 persen berbanding 4,64 persen. Hal ini disebabkan komposisi jumlah penumpang di wilayah Jawa lebih besar dibandingkan wilayah Sumatera dengan komposisi 97,97 persen banding 2,03 persen.

2.1.4.2. Kereta Api Barang

Terlihat terjadi kenaikan produksi kereta api barang sebesar 5,19 persen per tahun. Kenaikan produksi kereta api barang terjadi di Sumatera dan Jawa masing-masing sebesar 5,20 persen dan 5,16 persen per tahun. Pada tahun 2009 terjadi kenaikan sebesar 8,06 persen. Di wilayah Sumatera dan Jawa terjadi kenaikan masing-masing sebesar 2,50 persen dan 35,75 persen.

Wilayah 2005 2006 2007 2008 2009 Pertumbuhan

per Tahun (%)

Jawa 148,4 156,1 171,9 190,1 202,8 6,45

Sumatera 3,1 3,3 3,4 3,9 4,2 6,26

(14)

Tabel 5. Produksi Kereta Api Barang di Jawa dan Sumatera, Tahun 2005 sampai 2009 (Juta Km - Ton)

Sumber: BPS, 2009.

Jumlah barang angkutan kereta api di wilayah Jawa turun dari 4.459 ribu ton barang pada tahun 2005 menjadi 3.975 ribu ton barang pada tahun 2009 atau turun rata-rata 2,27 persen per tahun. Untuk jumlah barang di Sumatera naik dari 12.882 ribu ton barang pada tahun 2005 menjadi 14.948 ribu ton barang pada tahun 2009, atau naik rata-rata 3,02 persen per tahun.

Tabel 6. Jumlah Barang Angkutan Kereta Api di Jawa dan Sumatera, tahun 2005 sampai 2009 (Ribu Ton)

Sumber: BPS, 2009.

Berbeda dengan kereta api penumpang, pada jenis angkutan kereta api barang wilayah Sumatera memberikan proporsi yang lebih besar terhadap produksi kereta api barang nasional sebesar 78,98 persen, sedangkan produksi kereta api barang wilayah Jawa sebesar 21,02 persen.

Wilayah 2005 2006 2007 2008 2009

Pertumbuhan per Tahun (%)

Jawa 933 862 894 884 1 200 5,16

Sumatera 3 499 3 612 3 532 4 399 4 509 5,20

Jumlah 4 432 4 474 4 426 5 283 5 709 5,19

Wilayah 2005 2006 2007 2008 2009 Pertumbuhan per Tahun (%)

Jawa 4 459 3 900 3 922 3 963 3 975 -2,27

(15)

2.1.5. Permasalahan Umum Perkeretaapian 2.1.5.1. Pelayanan

Kualitas pelayananan kereta api masih harus ditingkatkan, jika dilihat dari berbagai tolak ukur pelayanan, seperti keselamatan, kenyamanan, ketepatan, kecepatan angkutan, kemudahan untuk mengakses, dan kemudahan pelayanan. Kualitas pelayanan dan sistem penjualan tiket belum transparan dan optimal. Sistem informasi dan sistem pelayanan tiket terpadu baik dengan angkutan lain yang dapat memberi kemudahan bagi semua konsumen serta sistem pelayanan yang sama yang dapat diakses dari berbagai lokasi belum dikembangkan. Sistem komputerisasi secara online masih mengalami banyak kendala dan belum optimal, diantaranya sistem pembelian tiket pulang pergi, serta pelayanan penjualan tiket melalui internet, telpon dan agen perjalanan secara terbuka.

(16)

Keamanan juga menjadi masalah dan tuntutan bagi penumpangnya dan angkutan barang. Keamanan yang memprihatinkan dengan banyaknya pencurian yang terjadi, juga keamanan dalam perjalanan yang kemungkinan terjadinya kereta api anjlok atau tabrakan. Dibawah ini dapat dilihat adaya perkembangan aset perkeretaapian Indonesia.

Tabel 7. Perkembangan Aset Perkeretaapian Indonesia Tahun 1939 sampai 2000

Sumber: BPS, 2009.

2.1.5.2. Tarif Relatif Kereta Api

Sistem pasar dalam perkeretaapian nasional masih monopoli dilihat dari jumlah operatornya. Disisi lain terdapat kompetisi dari pelayanan angkutan lain, seperti angkutan udara dan jalan. Penetapan kenaikan tarif angkutan kereta api semula tidak sensitif terhadap apresiasi valuta asing, walaupun masih tergantung pada produk impor. Pada tahun 2002, peningkatan kompetisi antar angkutan udara dengan adanya perang tarif, serta adanya tuntutan penyesuaian tarif kereta api sesuai dengan kebutuhan biaya pokoknya.

1939 1955/1956 2000

Panjang jalan kereta api 6.811 km

6.096 km

Turun 40 % dalam 61 tahun

Jumlah stasiun dan pemberhentian 1.516 km

571 buah

Turun 62 % dalam 45 tahun

Jumlah lokomotif 1.314 buah

530 buah

Turun 60 % dalam 61 tahun

Jumlah penumpang 146.9 juta

191.9 juta

Naik 30 % dalam 45 tahun

Jumlah penduduk 54.5 juta

114.9 juta

Tahun 1955 kereta api mengangkut 248 %, sementara tahun 2000 hanya mengangkut 60 % Jumlah penumpang kereta api 132.5 juta 69.2

(17)

Pada sistem angkutan barang, meskipun jasa kereta api merupakan monopoli, namun belum dapat memanfaatkan peluang secara professional dan mandiri, terutama dalam melakukan negosiasi pelanggan, kurangnya fleksibilitas operator dalam penerapan tarif komersial yang seimbang dengan biaya operasi dan pemeliharaan, serta belum dapat sepenuhnya memperhitungkan penggantian nilai investasi secara efisien, sehingga masih banyak tarif yang ditetapkan dibawah tarif ekonomis atau tidak mampu mencapai tingkat cost recovery. Masih kurangnya sistem manajemen dan pemasaran angkutan, serta kurangnya dukungan fasilitas bongkar muat barang juga merupakan suatu permasalahan.

2.1.6. Peran Pemerintah Terhadap Perkeretaapian

2.1.6.1. Pembagian Wewenang Pemerintah Pusat dan Daerah

(18)

1. Dalam Pasal 13 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1992 dinyatakan bahwa “Untuk kelancaran dan keselamatan pengoperasian kereta api, pemerintah menetapkan pengaturan mengenai jalur kereta api, pemerintah menetapkan pengaturan mengenai jalur kereta api yang meliputi daerah manfaat jalan, daerah milik jalan, dan daerah pengawasan jalan termasuk bagian bawahnya serta bagian atasnya”. Pemerintah dalam hal ini adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sehingga diperlukan adanya perubahan perumusan tentang pasal tersebut. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Bab IV, yang menentukan kewenangan-kewenangan apa saja yang dilimpahkan kepada daerah dan apa saja yang masih tetap dalam campur tangan pemerintah pusat, dan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 25 yang merupakan tindak lanjutnya tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom. Yang merupakan kewenangan pemerintah daerah tersebut, berkaitan dengan perkeretaapian, baik untuk sebagian maupun secara keseluruhan, yaitu bidang perhubungan, pekerjaan umum, ketenaga kerjaan, penataan ruang, pertanahan, dan perimbangan keuangan.

(19)

maka hak dan kewajibannya sama dengan pemegang saham lainnya dalam perusahaan. Tentang pemilikan saham oleh Negara baik seluruhnya, maupun 51 persen dari saham yang dikeluarkan, dilakukan peninjauan kembali apakah dari ketentuan tersebut termasuk yang dimiliki oleh pemerintah daerah.

3. Dalam penyelenggaraan perkeretaapian, yang dilihat dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 13 tahun 1992 sepenuhnya diselenggarakan oleh pemerintah dan pelaksanaannya oleh penyelenggara. Setelah badan penyelenggara berubah menjadi P.T. Kereta Api maka pengelolaan dan mekanisme organisasi dilaksanakan sesuai dengan prinsip perseroan terbatas dengan memberikan peluang seluas-luasnya untuk mengembangkan usahanya sehingga P.T. Kereta Api (persero) dapat menjadi badan udaha yang lebih maju dan mandiri.

4. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 pasal 8 dinyatakan bahwa pemerintah menyediakan dan merawat prasarana kereta api. Terkait dengan adanya perubahan yang sekarang menjadi persero, maka ketentuan tersebut perlu dikaji ulang. Adapun tugas dari P.T. Kereta Api (persero), disamping harus memupuk keuntungan dan menyediakan jasa yang bermutu tinggi, P.T. Kereta Api ini juga bertugas untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum. Jadi perlu adanya pemberian tanggungjawab antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan P.T. Kereta Api.

(20)

apakah pemerintah daerah perlu dilibatkan melihat kondisi/ keadaan ekonomi masyarakat masing-masing daerah tidak sama.

2.1.6.2. Pendanaan Pemerintah

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tertulis bahwa pemerintah berkewajiban terhadap investasi dan pemeliharaan prasarana kereta api, sedangkan untuk sarana sendiri merupakan kewajiban dari operator/ badan penyelenggara perkeretaapian. Dalam pelaksanaannya masalah pendanaan prasarana dan sarana perkeretaapian belum mendapat dukungan dari sistem regulasi, kelembagaan dan kebijakan pemerintah yang kondusif, efisien dan akuntabel. Sumber pendanaan pemerintah semakin terbatas untuk pemeliharaan dan investasi prasarana, maupun pengembangan prasarana baru, sedangkan sumber pendanaan lain maupun peran dari sektor swasta belum berkembang.

Koordinasi perencanaan dan kebijakan antara pemerintah dan badan penyelenggara masih belum terpadu dengan baik dalam mengoptimalkan sumber daya yang ada. Sistem penajaman prioritas pendanaan untuk rencana investasi dan pemeliharaan prasarana belum dilaksananakan secara optimal dalam tahapan yang jelas sehingga sering terjadi ketidaksesuaian antara rencana pembangunan pemerintah dengan rencana sistem pengoperasian dalam jangka panjang. Alokasi pendanaan pemerintah terhadap pengembangan perkeretaapian dilaksanakan melalui alokasi dana pembangunan APBN sektor transportasi di departemen keuangan.

(21)

api. Disamping itu masyarakat juga berperan penting dalam menjaga fasilitas yang ada di kereta api.

Kebijakan pemerintah dalam penetapan tarif penumpang kelas ekonomi umumnya masih diregulasi. Tarif angkutan penumpang kelas ekonomi masih ditetapkan oleh pemerintah, sedangkan tarif angkutan barang bersifat komersial, yang didalamnya tidak ada campur tangan pemerintah. Tarif angkutan barang ini masih dapat dinegosiasikan antara operator dengan pengguna jasa. Pada kenyatannya penetapan tarif angkutan barang ini tidak fleksibel, karena masih banyak tarif angkutan barang yang harganya masih jauh dibawah biaya operasi, dan pada akhirnya menyebabkan kerugian.

Pada tahun 2002, sebagian wilayah operasi kereta api di Sumatera Utara mengalami kerugian hingga mencapai Rp. 32 miliar/ tahun untuk seluruh angkutan barang dan penumpang, Sumatera Barat mengalami kerugian Rp. 29 miliar/ tahun. Produktivitas yang semakin rendah dan pada akhirnya mengalami kerugian ini disebabkan karena kurangnya profesionalitas manajemen pemasaran dan pentarifan, inefisiensi operasi dan manajemen, dan sistem insentif pegawai perekerataapian. 2.1.7. Sistem Neraca Sosial Ekonomi

2.1.7.1. Kerangka Dasar Model SAM (Social Accounting Matrix)

(22)

produksi. Dan ketiga blok tersebut disebut sebagai blok faktor produksi, blok institusi, dan blok kegiatan produksi. Secara sederhana kerangka SNSE dapat dilihat dalam Tabel 8.

Tabel 8. Kerangka Dasar SNSE

PENGELUARAN NERACA ENDOGEN NERACA EKSOGEN T O T A L FAKTOR

PRODUKSI INSTITUSI

KEGIATAN PRODUKSI

NERACA ENDOGEN

FAKTOR

PRODUKSI 0 0

T 13

T 14 1

INSTITUSI

T 21

T

22 0

T 24 2 PENE

RIMA

AN

KEGIATAN

PRODUKSI 0

T 32

T 33

T 34 3 NERACA EKSOGEN T 41 T 42 T 43 T 44 4

TOTAL y' 1 y' 2 y' 3 y' 4 Sumber : Badan Pusat Statistik, 1996

(23)

2.2. Tinjauan Empiris

Pada penelitian Triastuti (2010) yang berjudul Analisis Dampak Revitalisasi di Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Indonesia dengan Analisis Input

Output, menunjukkan bahwa pada konsumsi rumahtangga, sektor agroindustri memiliki kontribusi terbesar terhadap permintaan akhir dibandingkan dengan investasi, ekspor, dan impor. Analisis keterkaitan dan dampak penyebaran memperlihatkan bahwa sektor agroindustri lebih mampu mempengaruhi pembentukan output dan pendapatan terhadap sektor hulunya dibandingkan sektor hilirnya. Untuk analisis multiplier output dan pendapatan memperlihatkan bahwa kemampuan sektor agroindustri untuk mempengaruhi pembentukan output dan pendapatan adalah kuat, tetapi jauh lebih kuat kemampuan sektor agroindustri untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja di dalam perekonomian. Mengingat pentingnya peran sektor agroindustri didalam perekonomian Indonesia sebaiknya diikuti oleh semakin besarnya perhatian pemerintah dengan mempermudah investor lain bergabung.

(24)

hubungan yang signifikan dengan investasi swasta. Selain itu, variabel yang menggambarkan aktivitas masyarakat swasta memiliki pengaruh langsung yang besar terhadap investasi swasta.

Penelitian yang dilakukan oleh Ucup pada tahun 2010 dengan judul “analisis pengaruh yang ditimbulkan oleh perubahan yang terjadi dalam industri baja dari adanya China ASEAN Free Trade terhadap pendapatan sektor-sektor perekonomian dan distribusi pendapatan di Indonesia”. Adapun metode analisis yang digunakan adalah Social Accounting Matrix, dimana penelitian ini melihat bagaimana perubahan ekspor industri besi dan baja terhadap pendapatan faktor produksi, institusi dan sektor perekonomian. Hasil penelitian menunjukkan dampak terhadap pendapatan faktor produksi terlihat bahwa penurunan nett export sektor besi dan baja dasar sebesar 98,92 persen dan sektor barang dari besi dan baja dasar sebesar 2,43 persen mengakibatkan penurunan pendapatan terbesar pada blok faktor produksi terjadi pada faktor produksi bukan tenaga kerja dengan penurunan mencapai 0,1124 persen atau Rp 1.513,39 milyar dari pendapatan awalnya sebesar Rp 1.346.454,27 milyar. Penurunan pendapatan faktor produksi bukan tenaga kerja ini mencapai 52,74 persen dari total penurunan pendapatan faktor produksi. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor industri besi dan baja adalah suatu jenis industri yang bersifat padat modal.

(25)

nasional dalam skenario kemungkinan dampak yang ditimbulkan oleh ASEAN Cina Free Trade Agreement (ACFTA) pada saat diberlakukan di Indonesia. Untuk analisis kemungkinan negatif yang ditimbulkan oleh ACFTA (melalui trend perubahan nett export 2009-2010) terhadap sektor industri besi dan baja.

Dampak terhadap pendapatan institusi dapat disimpulkan peningkatan pendapatan terbesar akibat peningkatan nett export industri besi dan baja adalah peningkatan pendapatan yang berasal dari peningkatan nett export industri barang dari besi dan baja dasar. Total peningkatan pendapatan institusi akibat adanya peningkatan nett export industri barang dari besi dan baja dasar adalah sebesar 0,343 persen atau sebesar Rp 140,6 milyar. Sedangkan total peningkatan pendapatan institusi akibat adanya peningkatan nett export industri besi dan baja dasar adalah sebesar 0,077 persen atau sebesar Rp 33,33 milyar. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor industri barang dari besi dan baja lebih peka dalam peningkatan pendapatan institusi nasional. Perubahan nett export yang dilakukan pada sektor industri besi dan baja dasar, yang memberikan pengaruh terbesar bagi perubahan pendapatan sektor-sektor produksi nasional adalah perubahan nett export sektor industri barang dari besi dan baja dasar, yang dapat diartikan bahwa sektor industri barang dari besi dan baja lebih peka dalam peningkatan pendapatan sektor produksi nasional.

(26)

ekonomi di sektor agroindustri terhadap kemiskinan dan distribusi pendapatan rumahtangga. Data yang digunakan adalah data dari Susenas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan peningkatan ekspor, investasi, dan insentif pajak di sektor agroindustri berdampak menurunkan tingkat kemiskinan dan memperbaiki distribusi pendapatan rumahtangga, sedangkan kebijakan peningkatan pengeluaran pembangunan pemerintah di sektor agroindustri kurang memberikan dampak positif. Kebijakan ekonomi di sektor agroindustri non makanan berdampak lebih besar untuk memperbaiki distribusi pendapatan rumahtangga. Kebijakan ekonomi di sektor agroindustri prioritas merupakan kebijakan yang paling efektif menurunkan tingkat kemiskinan dan memperbaiki distribusi pendapatan rumahtangga.

Penelitian yang berjudul “Analisis Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian dan Implikasinya Terhadap Perekonomian Indonesia: Pendekatan Social Accounting Matrix (Periode 2005 – 2010)” berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam hal metode yang digunakan. Metode Social Accounting Matrix ini lebih detail karena dapat melihat bagaimana pengaruh suatu kebijakan hingga sektor terkecil.

2.3. Kerangka Pemikiran

(27)

model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE), yang pada akhirnya dapat melihat apa dampak dari kebijakan revitalisasi terhadap perekonomian Indonesia dan apa implikasi kebijakan yang tepat dari kebijakan revitalisasi perkeretaapian tersebut.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional

Pembangunan Perekonomian Indonesia

Sektor Perhubungan

Revitalisasi Perkeretaapian Nasional

Pengaruh Terhadap Sektor-Sektor

Perekonomian dan Distribusi Pendapatan Perkembangan Perkeretaapian Indonesia

Model SNSE

Revitalisasi Perkeretaapian Nasional

Potensinya Terhadap Perkembangan Perekonomian Indonesia

Implikasi Kebijakan UU No 23 Tahun

(28)

3.1. Jenis dan Sumber Data

Menurut Sugiyono (2005:129) pengumpulan data dilakukan dengan berbagai setting,berbagai sumber, dan berbagai cara. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain atau lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. Sedangkan data primer adalah data yang diperoleh dari responden secara langsung yang dikumpulkan melalui survey lapangan dengan menggunakan alat pengumpulan data tertentu yang dibuat secara khusus.

Adapun sumber data dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Sumber data primer, yaitu pelaku yang terlibat langsung dengan objek

penelitian.

2. Sumber data sekunder, yaitu pelaku yang tidak langsung berhubungan dengan objek penelitian, tetapi bersifat membantu dan memberikan informasi bagi penelitian. Data sekunder dari pihak lain yang berasal dari buku-buku, majalah, literatur, artikel, internet, dan tulisan-tulisan ilmiah.

(29)

2008 dengan mendisagregasi sektor perhubungan sehingga memungkinkan sektor perhubungan kereta api ini dapat dianalisis. Penulis juga mendisagregasi sektor perhubungan menjadi angkutan darat dan kereta api.

3.2. Metode Analisis

3.2.1. Sistem Neraca Social Ekonomi (SNSE) Indonesia 2008

Social Accounting Matrix (SAM) atau Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah suatu sistem data yang memuat data-data sosial dan ekonomi dalam sebuah perekonomian (Thorbecke, 1988). SAM adalah salah satu sistem pendataan dan juga alat analisis penting yang dikembangkan untuk memantau dan menganalisa berbagai hal, diantaranya: untuk mengamati apakah sebuah kebijakan ekonomi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan membuat distribusi pendapatan semakin merata di suatu negara. SNSE adalah sebuah neraca ekonomi masukan ganda tradisional berbentuk matriks partisi yang mencatat segala transaksi ekonomi antar agen, terutama sekali antar sektor-sektor di dalam blok produksi, sektor-sektor di dalam blok institusi (termasuk di dalamnya rumahtangga), dan sektor-sektor di dalam blok faktor produksi, di suatu perekonomian (Pyatt dan Round, 1979; Hartono dan Resosudarmo, 1998).

(30)

dan (2) SNSE memotret struktur sosial-ekonomi di suatu perekonomian, dengan demikian SNSE diantaranya dapat memberikan gambaran tentang kemiskinan dan distribusi pendapatan di perekonomian tersebut.

SNSE juga merupakan suatu sistem kerangka data yang disajikan dalam bentuk matriks, yang memberikan gambaran mengenai kondisi ekonomi dan sosial masyarakat dan keterkaitan antara keduanya secara komprehensif, konsisten dan terintegrasi. Sebagai suatu sistem kerangka data yang komprehensif dan terintegrasi, SNSE mencakup berbagai data ekonomi dan social secara konsisten karena menjamin keseimbangan transaksi dalam setiap neraca yang terdapat didalamnya. SNSE juga bersifat modular karena dapat menghubungkan berbagai variabel ekonomi dan social di dalamnya, sehingga keterkaitan antar variabel-variabel tersebut dapat diperlihatkan dan diperjelas. SNSE yang merupakan alat analisis penting, karena: (1) analisa dengan menggunakan SNSE dapat menunjukkan dengan baik dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap pendapatan masyarakat, dengan demikian dengan Social Accounting Matrix (SAM) dapat diketahui dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap masalah kemiskinan dan distribusi pendapatan; dan (2) analisa dengan SNSE relatif sederhana, maka penerapannya dapat dilakukan dengan mudah diberbagai negara.

3.2.2. Tabel SNSE Indonesia 2008

(31)

atau sektor produksi terdiri atas 24 neraca, juga terdiri dari 1 neraca margin perdagangan, 1 neraca margin pengangkutan, dan 24 neraca komoditas domestik. Neraca eksogen sendiri terdiri dari 24 neraca komoditi impor, neraca kapital, pajak tidak langsung, subsidi, dan luar negeri. Total neraca keseluruhan adalah 105 neraca. Langkah Konstruksi dan Disagregasi Tabel SNSE Indonesia 2008 adalah:

Pengolahan data dilakukan dengan cara agregasi dan disagregasi Tabel SNSE Indonesia 2008 hingga menyerupai kerangka dasar Social Accounting Matrix dengan matrix 56 x 56. Ini bermanfaat dalam proses analisis. Tahapan dari agregasi Tabel SNSE adalah:

1. Masukkan baris dan kolom baru di neraca eksogen SNSE Indonesia 2008 yang akan disebut sebagai ROW (Rest Of the World)

2. Jumlahkan baris dan kolom dari komoditi impor agar mendapat nilai ROW (Rest Of the World)

3. Hapus baris dan kolom dari komoditi impor

4. Hapus nilai matrix diagonal yang menghubungkan sektor produksi dan komoditi domestik

5. Jumlahkan kolom dari sektor produksi dan komoditi domestik untuk membuat blok aktivitas produksi pada SAM (Social Accounting Matrix), demikian pula pada barisnya

6. Masukkan nilai pada baris margin perdagangan ke baris sektor perdagangan 7. Hapus baris dan kolom margin perdagangan

(32)

dan pergudangan sesuai dengan proporsi pengeluaran kolom margin pengangkutan ke setiap sektor tersebut

9. Hapus baris dan kolom margin pengangkutan.

Neraca sektor produksi dalam SNSE Indonesia 2008 ini terdiri dari 24 sektor, dimana kereta api dan angkutan darat merupakan sub sektor yang termasuk dalam sektor angkutan darat. Dengan demikian dilakukan disagregasi pada sektor angkutan darat agar sub sektor kereta api ini dapat diteliti. Data yang digunakan untuk melengkapi neraca sub sektor yang didisagregasi diambil dari data Tabel Input-Output 2008 yang terdiri dari 66 sektor.

3.2.3. Kerangka Dasar Social Accounting Matrix (SAM)

Salah satu tujuan menyusun SAM adalah untuk memperluas gambaran sistem pendapatan nasional, dimana SAM lebih terfokus kepada pembahasan mengenai tingkat kesejahteraan dari kelompok-kelompok sosial ekonomi yang berbeda (MaGrath, 1987). Menurut Wagner (1999) ada beberapa keuntungan yang didapatkan dengan menggunakan model SAM dalam suatu perencanaan ekonomi. Pertama, SAM mampu menggambarkan struktur perekonomian, keterkaitan antara aktivitas produksi, distribusi pendapatan, konsumsi barang dan jasa, tabungan investasi, serta perdagangan luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa SAM dapat menjelaskan keterkaitan antara permintaan, produksi, dan pendapatan di dalam suatu kawasan perekonomian. Kedua, SAM dapat memberikan suatu kerangka kerja yang dapat menyatukan dan menyajikan seluruh data perekonomian wilayah. Ketiga, dengan

(33)

yang menggambarkan struktur perekonomian. Sementara BPS (2003) mengemukakan bahwa perangkat SAM dapat digunakan sebagai data sosial ekonomi yang menjelaskan mengenai :

1. Kinerja pembangunan ekonomi suatu negara, seperti distribusi Produk Domestik Bruto (PDB), konsumsi, tabungan, dan sebagainya.

2. Distribusi pendapatan faktorial, yaitu distribusi pendapatan yang dirinci menurut faktor-faktor produksi diantaranya tenaga kerja dan modal.

3. Distribusi pendapatan rumahtangga yang dirinci menurut berbagai golongan. 4. Pola pengeluaran rumahtangga.

5. Distribusi tenaga kerja menurut sektor atau lapangan usaha dimana mereka bekerja, termasuk distribusi pendapatan tenaga kerja yang mereka peroleh sebagai kompensasi atas keterlibatannya dalam proses produksi.

Ada enam tipe neraca dalam sebuah Matrix SAM yang lengkap yaitu. 1. aktivitas, 2. Komoditas, 3. faktor-faktor produksi (tenaga kerja dan modal), 4. Institusi domestic yang terdiri dari rumahtangga, perusahaan dan pemerintah, 5. Modal, 6. Rest of the world. Lima neraca pertama dikelompokkan sebagai neraca endogen, sedangkan neraca keenam menjadi neraca eksogen yang dapat mempengaruhi besar kecilnya perubahan neraca endogen ketika dilakukan injeksi pada neraca.

(34)

menunjukkan penerimaan-penerimaan yang berasal dari upah dan sewa, selain itu menunjukkan pendapatan modal, sedangkan kolom menunjukkan adanya revenue yang didistribusikan ke rumahtangga sebagai pendapatan tenaga kerja, distribusi ke perusahaan, dan keuntungan yang bukan dari perusahaan, serta keuntungan perusahaan setelah dikurangi pembayaran pemerintah.

Neraca institusi mencakup rumahtangga, perusahaan, dan pemerintah. Rumahtangga didisagregasikan kedalam kelompok-kelompok sosial ekonomi yang berbeda tingkatnya. penerimaan rumahtangga antara lain datang dari pendapatan faktor-faktor produksi, berbagai macam bentuk transfer seperti transfer pendapatan, diantara rumahtangga, transfer pendapatan dari pemerintah, dari perusahaan atau dari luar negeri. Sementara pengeluaran rumahtangga ditujukan untuk konsumsi barang-barang dan pajak pendapatan, serta sebagian dimasukkan untuk saving dalam neraca modal. Pada perusahaannya, penerimaannya berasal dari keuntungan yang diperoleh dan sebagian dari transfer, sedangkan pengeluarannya kepada pembayaran pajak dan transfer. Untuk pemerintah, pengeluarannya berupa subsidi, konsumsi barang dan jasa, transfer ke rumahtangga dan perumahan. Sebagian ada yang berupa saving. Penerimaannya sendiri berasal dari pajak dan transfer pendapatan dari luar negeri.

(35)

Neraca terakhir adalah neraca eksogen yang memuat neraca modal, dan transaksi luar negeri atau rest of world (ROW). Dalam neraca modal, penerimaan berupa pemasukan dalam bentuk tabungan rumahtangga, swasta, dan pemerintah. Sementara dari sisi pengeluaran, pada neraca komoditas berupa investasi. Transaksi antara domestik dengan luar negeri juga dicatat dalam neraca terakhir yang memuat segala penerimaan yang berhubungan dengan luar negeri yang datang dari ekspor, transfer pendapatan institusi dari luar negeri, transfer pendapatan dari faktor-faktor produksi, dan pemasukan modal dari luar negeri. Sedangkan pengeluaran berupa impor, pembayaran faktor-faktor produksi dan transfer ke luar negeri. Jumlah pengeluaran dan penerimaan pada masing-masing neraca harus sama. Hal ini untuk menunjukkan bahwa dalam tabel SAM selalu terdapat keseimbangan dari masing-masing neraca.

3.2.4. Perhitungan Matriks Pengganda dan dekomposisi

(36)

pengganda yang dikembangkan oleh Pyatt (1979) yang relatif banyak digunakan. Pada dekomposisi pengganda tersebut, Pyatt dan Round memecah matriks pengganda menjadi tiga buah matriks pengganda closed loop. Secara umum matriks pengganda transfer, matriks pengganda open loop, dan matriks pengganda closed loop. Secara umum matriks pengganda transfer menunjukkan dampak langsung aktivitas sebuah sektor terhadap sektor lainnya di dalam blok yang sama. Matriks pengganda open loop menunjukkan dampak aktivitas sebuah sektor terhadap sektor-sektor di blok lainnya. Sedangkan matriks closed loop menunjukkan dampak aktivitas sebuah sektor terhadap sektor lainnya di dalam blok yang sama setelah terlebih dahulu mempengaruhi sektor-sektor di blok lain.

3.2.5. Analisis Efek Pengganda Neraca

Aliran penerimaan dan pengeluaran yang dinyatakan dalam satuan moneter di tabel SNSE ditunjukkan oleh matriks transaksi T. Jika setiap sel dalam matriks T dibagi dalam jumlah kolomnya, maka akan didapat sebuah matriks baru yang menunjukkan besarnya kecenderungan pengeluaran rata-rata yang dinyatakan dalam proporsi (perbandingan). Matriks baru tersebut disebut matriks A, unsur-unsurnya adalah Aij yang merupakan hasil pembagian nilai T pada baris ke I dan kolom j (Tij) oleh jumlah kolom j, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Matrix A

� = � �−

Dimana :

(37)

Tij: nilai neraca baris ke-i dan kolom ke-j

�− :total kolom ke j atau total pengeluaran kolom ke j

Dalam hal ini �− adalah matriks diagonal dari nilai-nilai jumlah kolom,

sehingga :

�= �

0 0 �

� � 0

0 � �

2. Matrix Identitas (I) 3. Multiplier SAM

maka :

= � + , atau

= (� − �)−

Jika � = (� − �)− , maka : = �

Dimana :

Ma : pengganda neraca total (Multiplier SAM)

Y : Neraca endogen (faktor produksi, institusi, dan aktivitas produksi) X : Neraca eksogen

(38)

3.2.6. Simulasi Kebijakan dan Justifikasinya

Social Accounting Matrix dapat mengkaji serta menganalisis bagaimana pengaruh dari penerapan revitalisasi perkeretaapian terhadap perekonomian Indonesia, dengan melakukan beberapa simulasi sehingga nantinya dapat terlihat bagaimana pengaruhnya terhadap pengalokasian sumberdaya (modal dan tenaga kerja), pendapatan institusi, serta hubungan antar sektor produksi (aktivitas produksi). Adapun skenario dari penelitian ini adalah: Simulasi Penerapan Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian.

(39)

4.1. Perkeretaapian Indonesia

(40)

berdirinya perusahaan-perusahaan kereta api swasta lainnya yang berjumlah sepuluh perusahaan SCS (Semarang Cirebon Stoomtram Maatschapij), SJS (Semarang Juwana Stomtram Maatschappij).

Pemasangan rel kereta api di Sumatera terjadi tanggal 12 November 1876, mulai dipasang lintas Ulele-Kota Raja (Banda Aceh). Kereta api ini dipasang oleh Departemen Peperangan (DVO) untuk keperluan perang Aceh. Tanggal 1 Juni 1891 mulai dipasang lintas Pulu Aer-Padang untuk kepentingan tambang batubara. Tahun 1912 mulai dipasang lintas Teluk Betung-Perabumulih, Juli 1886 oleh perusahaan DSM (Deli Spoorweg My) dipasang lintas Labuhan-Medan. Sulawesi mulai tanggal 1 Juli 1923 telah dipasang oleh SS lintas Makassar-Takalar dan beberapa tahun kemudian operasinya dihentikan karena terlalu berat biaya eksploitasinya.

(41)

dan masuk dibawah perusahaan api pemerintah pada saat itu kemudian bergabung menjadi PNKA.

Penetapan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 01 Tahun 1971 status pekeretaapian berubah menjadi Perusahaan Djawatan Kereta Api (PJKA). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1990, yang berlaku elektif mulai tanggal 1 Januari 1991 berubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka). Pada tahun 1992, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian. Keluarnya Undang-Undang tersebut mengakibatkan banyak peraturan perkeretaapian sejak jaman Belanda dinyatakan tidak berlaku lagi. Status kereta api sekarang P.T. Kereta Api (Persero). Undang-Undang kereta api yang terbaru adalah Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007, dengan adanya Undang-Undang tersebut maka Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 sudah dinyatakan tidak berlaku lagi.

(42)

Perjalanan panjang kereta api di Indonesia dimulai dari zaman penjajahan Belanda Tahun 1840 sampai dengan saat ini 2010, yang sampai saat ini belum berhasil dengan baik. Infrastruktur yang beroperasi semakin lama semakin turun jumlah maupun kualitasnya dan belum pernah ada upaya untuk melakukan modernisasi. Dari sisi efisiensi energi dan rendahnya polutan yang dihasilkan, moda kereta api sangat unggul dibandingkan moda lain. Moda ini mampu menjadi leading transportation mode khususnya sebagai lintas utama transportasi nasional.

Penentuan kebutuhan anggaran dana yang diperlukan dalam melakukan revitalisasi perkeretaapian memerlukan perhitungan yang baik agar kebutuhan dan realisasi anggaran dana yang diperlukan dalam revitalisasi tidak jauh berbeda. Dari enam tahun terakhir dapat dilihat bahwa dana yang dianggarkan diawal dan realisasinya di lapangan memiliki perbandingan yang jauh. Kebutuhan anggaran untuk revitalisasi perkeretaapian paling kecil terlihat pada tahun 2005 sebesar 1,52 triliun, namun pada tahun berikutnya anggaran dana yang dibutuhkan jauh lebih besar, hingga mencapai 10,39 triliun. Realisasi anggaran dana tahun 2011 sebesar 4,64 triliun, dan ini merupakan anggaran realisasi dana terbesar dibanding tahun sebelumnya. Tabel 9 menunjukkan kebutuhan dan realisasi anggaran ditjen perkeretaapian dalam hal revitalisasi perkeretaapian, yaitu:

(43)

Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009.

Gambar 2. Progress Anggaran dan Realisasi Revitalisasi Perkeretaapian Tahun 2008-2010

Dari Gambar 2 dapat kita lihat sebagai berikut:

1. Total kebutuhan Anggaran Revitalisasi Perkeretaapian sebesar Rp. 19,36

Triliun.

2. Pada tahun 2009 terdapat alokasi Program Stimulus TA.2009 sebesar Rp.601,9 Milyar.

3. Pagu Definitif TA.2010 sebasar Rp.3.729,46 Milyar (Usulan sebesar Rp.8.672 Milyar).

4. Realisasi program revitalisasi (3 tahun) total sebesar Rp.11,451 Triliun. Program revitalisasi perkeretaapian yang sudah dimulai tahun 2008 hingga saat ini mengalami peningkatan, jika dilihat dari program yang akan dilakukan. Pada Tabel 10 dapat dilihat bagaimana progres pembangunan prasarana dan sarana dalam revitalisasi perkeretaapian.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2008 2009 2010

4,655

7,154 7,556

4,600

7,500

8,600

(73,6)

3.428

(60,0%)

4,294

(49,4%)

3.729

(Tr

il

iun)

(44)
[image:44.612.104.528.119.420.2]

Tabel 10. Program Revitalisasi Perkeretaapian Tahun 2008 sampai 2010 Kegiatan Program Revitalisasi

2008 – 2010

Realisasi s.d

2010 Sisa

PRASARANA

a. Rehab / Peningkatan Jalan

KA 1.369 km 826 km 543 km

b. Pembukaan Lintas yang

Tidak Beroperasi 187 km 119 km 68 km

c. Pembuatan Jalur KA

Baru/ Jalur Ganda 388 km 232 km 156 km

d. Listrik Aliran Atas 132 km 43 km 89 km

e. Persinyalan 85 Pkt 36 Pkt 49 Pkt

f. Rehab / Peningkatan

Jembatan 150 Pkt 118 Pkt 32 Pkt

SARANA

a. KRL 176 Unit 92 Unit 84 Unit

b. Kereta Ekonomi 180 Unit 82 Unit 98 Unit

c. KRDI / KRDE 48 Unit 57 Unit 0 Unit

d. Lokomotif 87 Unit 3 Unit 84 Unit

e. Gerbong Barang 500 Unit 20 Unit 480 Unit Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009.

4.2. Revitalisasi Perkeretaapian

Menurut Forum Perkeretaapian Indonesia (2009), revitalisasi perkeretaapiaan adalah pekerjaan besar yang mencakup perubahan struktural dan kultural. Revitalisasi juga mengandung pengertian keterbukaan, akuntabilitas publik, dan dialog dengan seluruh pemangku kepentingan. Program revitalisasi perkeretaapian Indonesia ini merupakan upaya meningkatkan keamanan dan pelayanan moda massal.

(45)

maupun pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian mendorong peran pemerintah daerah dalam turut serta menyelenggarakan layanan transportasi di daerahnya. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 mempunyai tujuan dan latar belakang. Adapun tujuannya yaitu: 1. Perlunya pengembangan potensi dan peningkatan peran kereta api sebagai alat transportasi, 2. Peningkatan share kereta api dalam angkutan orang dan barang, 3. Peningkatan kualitas pelayanan kereta api, 4. Menghilangkan monopoli dalam usaha penyelenggaraan perkeretaapian. Latar balakangnya yaitu: 1. Memperlancar perpindahan orang dan atau barang secara massal, 2. Dengan selamat, aman, nyaman, cepat dan lancer, tepat waktu, tertib dan efisien, 3. Menunjang pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas, 4. Menjadi pendorong dan penggerak pembangunan nasional.

(46)

Maksudnya tidak ada badan usaha yang menyelenggarakan prasarana dan sarana perkeretaapian umum. Pemerintah dan pemerintah daerah dapat menyelenggarakan prasarana dan sarana perkeretaapian. Berbagai rencana strategis oleh departemen perhubungan pada tahun 2005 hingga 2009 dalam hal revitalisasi perkeretaapian, yang terdiri dari beberapa program dan sasaran, yaitu:

4.3. Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Kereta Api

(47)

4.3.1. Peningkatan & Pembangunan Sarana dan Prasarana.

Sarana dan prasarana merupakan komponen penting tersedianya pelayanan perhubungan yang berkualitas. Kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan dan membangun sarana dan prasarana perkeretaapian adalah: a. peningkatan dan pembangunan jalan kereta api, yang terdiri dari: peningkatan kapasitas jalan kereta api, peningkatan jembatan, pembangunan jalan kereta api, pengadaan rel, plat sambung, pengadaan wesel, tanah, dan pembangunan jembatan, b. modernisasi dan rehabilitasi sintelis, yang terdiri dari: persinyalan, jaringan telekomunikasi, listrik aliran atas, warning device, dan pintu perlintasan, c. pengadaan/penggantian sarana, yang terdiri dari: kereta rel listrik, KRDE, dan lokomotif, 4. Revitalisasi dan pengembangan angkutan massal perkeretaapian di wilayah Jabodetabek, 5. Pembangunan perkeretaapian Kalimantan Timur.

(48)

4.4. Peningkatan Aksesibilitas Pelayanan Angkutan Perkeretaapian

Sasaran dari program ini adalah terciptanya aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan jasa perhubungan. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah pengadaan kereta dan subsidi angkutan kereta api ekonomi. Dapat dilihat pada tahun 2005, dana yang dianggarkan adalah Rp. 225,1 miliar, sedangkan realisasi di lapangan sebesar Rp. 25,13 miliar. Pada tahun 2006 dana yang dianggarkan adalah sebesar Rp. 270,0 miliar, sedangkan realisasinya adalah Rp. 54,0 miliar. Pada tahun 2007 dana yang dianggarkan sebesar Rp. 302,0 miliar, dan realisasinya adalah Rp. 121,7 miliar. Tahun 2008 dianggarkan sebesar Rp. 338,2 miliar, realisasi di lapangan adalah Rp. 70,2 miliar. Lalu tahun 2009 dianggarkan dana sebesar 379,2 miliar dan dana yang terrealisasi adalah Rp. 81,1 miliar. Anggaran dana total yang di miliki sebesar Rp. 1.514,55 miliar, yang terealisasi adalah sebesar Rp 352,08 miliar. Selisih antara anggaran dan realisasi adalah sebesar Rp. 1.162,47 miliar.

4.4.1. Restrukturisasi dan Reformasi Kelembagaan Perkeretaapian

(49)

sebesar Rp. 54,5 miliar. Tahun 2009 terlihat dana yang dianggarkan sebesar Rp. 26,7 miliar, sementara realisasinya adalah sebesar Rp. 41,9 miliar. Dan didapat total anggaran untuk program ini sebesar Rp. 418,16 miliar dan realisasinya sebesar Rp. 438,70 miliar. Terlihat selisih antara anggaran dan realisasi dananya sebesar Rp. 20,54 miliar.

Untuk investasi prasarana dan operasional sendiri juga disediakan anggaran, dimana pada tahun 2005 dana yang dianggarkan sebesar Rp. 1.128,5 miliar dan dana yang direalisasikan sebesar Rp. 1.070,8 miliar. Pada tahun 2006 dana yang dianggarkan sebesar 4.526,8 miliar dan dana yang terrealisasi sebesar Rp. 1.860,3 miliar. Dapat pula kita lihat dana yang dianggarkan pada tahun 2007 sebesar Rp. 6.751,9 miliar dan realisasinya sebesar Rp. 2.290,9 miliar. Pada tahun 2008 dana yang terrealisasi sebesar Rp. 2.997,6 miliar dari yang dianggarkan sejumlah Rp. 8.986,7 miliar. Tahun 2009 kita lihat bahwa dana yang dianggarkan sebesar Rp. 9.959,3 miliar dan dana realisasinya di lapangan sebesar Rp. 3.035,8 miliar. Maka total realisasi dana untuk program ini adalah sebesar Rp. 11.687,33 miliar, sementara yang dianggarkan sebesar Rp. 32.615,8 miliar.

(50)

dianggarkan sebesar Rp. 241,4 miliar, sementara dana yang direalisasikan adalah sebesar Rp. 141,5 miliar. Dan tahun 2009 dana yang dianggarkan adalah sebesar Rp. 109,7 miliar dan realisasinya sebesar Rp. 81,1 miliar. Maka total anggaran untuk investasi sarana tersebut adalah sebesar Rp. 2.419,9 miliar, sementara total realisasinya sebesar Rp. 1.028,96 miliar. Terdapat selisih anggaran dan realisasi sebesar Rp. 1.390,94 miliar.

Revitalisasi ini sendiri tidak hanya mengandalkan pihak pemerintah, tetapi juga pihak swasta. Dana tersebut di dapat dari APBN, BUMN dan SWASTA. Keterbukaan untuk pasar industri dan pelayanan perkeretaapian bagi investasi swasta tidak menyebabkan campur tangan dari pihak pemerintah berkurang. Pada kondisi krisis keuangan global saat ini, investasi swasta diperkirakan tidak terjadi dalam waktu yang cepat, investasi swasta dalam skala besar ini menunggu waktu yang tepat terutama terkait dengan kepastian regulasi, jaminan pemerintah dan kejelasan akan kemana revitalisasi tersebut diadakan pada jangka panjang.

4.5. Beberapa Negara Yang Telah Melakukan Restrukturisasi Perkeretaapian Negara yang telah melakukan restrukturisasi atau reformasi perkeretaapian adalah: 1. Argentina

(51)

disini adalah dengan memisahkan manajemen pengoperasian kereta barang dengan kereta penumpang.

Operasi kereta api barang FA dipandang sebagai entitas yang sangat potensial, profitable, dan memiliki prospek besar bagi kesuksesan privatisasi. Pengoperasian tersebut dibagi ke dalam beberapa hal, yakni pemegang konsesi pemelihara infrastruktur dan rooling stock, kontor trafik, pengoperasian kereta api, dan pelayanan pasar. Masing-masing perusahaan pemegang konsesi menerima lokomotif dan rel kereta listrik dari FA yang cukup memadai dalam menjalankan konsesi dan pemerintah tetap bertindak sebagai pemilik infrastruktur.

Untuk konsesi kereta api barang dilakukan evaluasi, yang didasari beberapa parameter, yaitu pengalaman operator, investasi yang diajukan, biaya yang harus dibayarkan kepada pemerintah atas penggunaan track dan peralatan yang tersedia sebagai bagian dari konsesi, dan jumlah tenaga kerja FA yang akan dialihkan kepada manajemen/ operator baru. FA sendiri harus memiliki minimal 15 persen saham dari masing-masing konsesi dan para pekerja memiliki paling kurang 4 persen saham.

(52)

2. Jepang

Sebelum dimulainya privatisasi, JNR (Japanese Nation Railways) mengoperasikan sekitar 12.500 route miles jaringan rel kereta api, dimana 3.500 miles diantaranya dioperasikan oleh perusahaan swasta. JNR merupakan suatu sistem perkeretaapian yang didominasi oleh kereta api penumpang, sedangkan kereta api barang merupakan komponen yang relatif kecil terhadap bisnis, yang diakibatkan adanya kompetisi yang ketat dengan moda perkapalan dan truk. JNR merupakan suatu sistem perpanjangan tangan pemerintah Jepang di bidang perkeretaapian. Tenaga kerja JNR adalah pegawai negeri dengan filosofi operasi yang merefleksikan kepentingan publik sekaligus adanya motif untuk mengambil keuntungan. Yang menentukan keputusan dalam pendanaan dan alokasi sumber daya sangat dipengaruhi oleh parlemen. Motivasi utama dibalik keputusan privatisasi JNR tersebut adalah karena eskalasi krisis finansial. JNR mengalami penurunan pangsa pasar selama decade 1960 an, dimulai dengan peningkatan defisit yang sangat besar pada tahun 1964. Solusi jangka pendek yang ditempuh adalah melalui kenaikan tarif, penurunan pelayanan dan peningkatan subsidi.

(53)

Transisi menuju privatisasi tertumpu pada tiga strategi. Pertama, reorganisasi sistem perkeretaapian untuk diprivatisasi. Aset JNR yang diperlukan untuk operasi masing-masing perusahaan dialihkan, begitu pula tenaga kerja yang diperlukan bagi pengoperasian perkeretaapian yang efektif dan efisien. Kedua, periode pemulihan ekonomi yang diperlukan untuk menstabilkan kemampuan ekonomi JNR dan sekaligus memperkuat nilai masing-masing perusahaan. Ketiga, dilakukan public offering atas saham bersama dalam perusahaan JR.

Tahapan setelah restrukturisasi adalah privatisasi, JR mampu menggunakan jaringan kereta api secara intensif dan efisien. Maka yang dihasilkan adalah meski panjang rel kereta api di Jepang hanya 7 persen dibandingkan dengan total jaringan kereta api Amerika Serikat, ternyata mampu memberikan pendapatan yang sama dengan seluruh pendapatan perkeretaapian di Amerika Serikat.

3. Inggris

(54)

Bagian yang penting dari strategi BR adalah keputusan untuk memisahkan operator-operator pelayanan kereta api dari kepemilikan dan pemeliharaan infrastruktur. Pemeliharaan atas infrastruktur dipisah dari Railtrack kedalam beberapa entitas terpisah yang menciptakan pasar komersial yang kompetitif bagi pemeliharaan track. Restrukturisasi perkeretaapian yang telah berlangsung di sejumlah Negara didunia, tidak hanya di bidang prasarana yang modern, tetapi juga menghadirkan beragam kereta modern yang handal dan nyaman serta memberikan tingkat keselamatan dan pelayanan berkualitas tinggi.

Dalam jangka waktu tahun 2005-2009 telah dilaksanakan kegiatan pembangunan berdasarkan program-program yang strategis untuk mencapai misi dan sasaran pembangunan transportasi perkeretaapian. Kegiatan tersebut diantaranya adalah peningkatan/ pembangunan prasaran (jalan rel, jembatan, persinyalan telekomunikasi dan listrik) serta peningkatan aksesibilitas angkutan perkeretaapian melalui pengadaan sarana perkeretaapian serta restrukturisasi dan reformasi kelembagaan.

a. Program Rehabilitasi Prasarana dan Sarana Kereta Api

(55)

kereta api. Rehabilitasi prasarana kereta api diantaranya rehabilitasi persinyalan yang telah dilaksanakan sebanyak 1 paket dari target 7 paket atau realisasi mencapai 14,29 persen serta rehabilitasi pintu perlintasan yang telah dilaksanakan sebanyak 7 paket dari target 95 paket atau realisasi mencapai 7,37 persen. Rehabilitasi pintu perlintasan masih minim karena lebih disebabkan belum terealisasinya rencana kegiatan rehabilitasi seluruh pintu perlintasan resmi yang ada di pulau Jawa melalui pembiayaan pinjaman luar negeri, sedangkan untuk rehabilitasi persinyalan lebih disebabkan karena kecendrungan penanganan persinyalan dengan peningkatan persinyalan melalui penggantian penggunaan kabel tanah menjadi kabel udara.

Tabel 11. Realisasi Program Rehabilitasi Prasarana dan Sarana Perkeretaapian

No Kegiatan Satuan

Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009

Target Real

isasi Target Real

isasi Target

Real

isasi Target Real

isasi Target

Rea lisa si

Prasarana Kereta Api

1

Rehabilitasi

Jalan KA Km 0 14,2 0 4,00 0 2,09 0

26, 8

2

Rehabilitasi

Sinyal Pkt 2 0 2 0 1 0 1 1 1 0

3

Rehabilitasi Telekomunik

asi Pkt 2 0 5 0 7 0 5 0

4

Rehabilitasi

Listrik Pkt 2 0 1 0 2 0

5

Perbaikan Pintu Perlintasan

Lks /

Pkt 0 7 19 0 18 0 29 0 29 0

Sarana Kereta Api

6 Kereta

Un

It 0 7 25 20 25 20 25 0 25 0

7

Kereta Rel Listrik

Un

It 5 16 0 2

8

Kereta Rel Diesel

Un

It 9 2 7 8 6 0 6 16 6 0

(56)

b. Program Restrukturisasi dan Reformasi Kelembagaan Perkeretaapian

Program restruktirisasi dan reformasi kelembagaan diantaranya terdiri dari kegiatan survey teknik dan desain serta pengembangan data dan sistem informasi manajemen. Untuk kegiatan STD dalam kurun waktu 2005-2009 telah dilaksanakan sebanyak 215 paket dari target 110 paket atau realisasi mencapai 195,45 persen, sedangkan kegiatan pengembangan data dan SIM untuk mendukung pelaksanaan tupoksi Ditjen Perkeretaapian telah dilaksanakan sebanyak 7 paket dari target 45 paket atau hanya mencapai 15,56 persen. Khusus untuk pengembangan data dan SIM beberapa kegiatan telah dilaksanakan dalam tingkatan Kementrian Perhubungan di bawah koordinasi oleh Pusat Data dan Informasi Kementrian Perhubungan.

Tabel 12. Realisasi Program Restrukturisasi dan Reformasi Kelembagaan Perkeretaapian

No Kegiatan Satuan

Tahun 2005

Tahun 2006

Tahun 2007

Tahun 2008

Tahun 2009

1 STD Paket 27 23 20 20 20

2

Pengembangan

data dan SIM Paket 9 8 8 10 10

3 Administrasi Paket 1 1 1 1 1

Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009.

c. Program Peningkatan Aksesibilitas Pelayanan Angkutan Perkeretaapian

(57)

pengadaan sejumlah 63 unit dari target 15 unit dan realisasi mencapai 420 persen, serta pengadaan KRL sejumlah 68 unit dari target 10 unit atau realisasi mencapai 680 persen.

Tabel 13. Realisasi Program Peningkatan Aksesibilitas Pelayanan Angkutan Perkeretaapian

No Kegiatan Satuan

Tahun 2005

Tahun 2006

Tahun 2007

Tahun 2008

Tahun 2009

1

Pengadaan kereta

ekonomi Unit 10 26 39 25 52

2

Subsidi angkutan

kereta ekonomi Paket 1 1 1 1 1

Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009.

d. Program peningkatan dan pembangunan prasarana dan sarana transportasi perkeretaapian

Kegiatan pembangunan prasarana kereta api dalam kurun waktu 2005-2009 diantaranya berupa peningkatan keselamatan perjalanan kereta api yang telah dilaksanakan total sepanjang 1.549,13 km dari target 1145,52 km atau realisasi mencapai 135,23 persen serta kegiatan pembangunan jalur ganda untuk menambah kapasitas dan mengatasi lintas yang telah padat dilaksanakan sepanjang 244,80 km dari target 643 km atau realisasi mencapai 38,06 persen. Kegiatan pembangunan jalur kereta api secara program belum memenuhi target renstra kementrian perhubungan 2005-2009 diantaranya karena dalam kurun waktu tersebut kebijakan Ditjen Perkeretaapian lebih memprioritaskan kegiatan peningkatan jalur kereta api dalam rangka peningkatan keselamatan perjalanan kereta api.

(58)

kegiatan pembangunan jembatan kereta api yang telah dilaksanakan sebanyak 111 unit dari target 55 unit atau realisasi mencapai 201,82 persen. Sedangkan untuk kegiatan modernisasi dan peningkatan persinyalan, telekomunikasi dan listrik yang dilaksanakan dalam rangka kelancaran operasi perjalanan kereta api dan mendukung peningkatan keselamatan serta peningkatan pelayanan diantaranya terdiri dari pekerjaan persinyalan sebanyak 71 paket atau realisasi mencapai 244,83 persen dan pekerjaan listrik aliran atas sebanyak 14 paket dari target 14 paket atau realisasi mencapai 100 persen.

Dalam pelaksanaan pembangunan dan peningkatan jalur kereta api dibutuhkan ketersediaan material/ logistik utama seperti rel dan wesel. Adapun pengadaan material/ wesel yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu lima tahun terakhir berupa pengadaan rel sebanyak 142.311 ton dari target 60.489 ton atau realisasi mencapai 235,27 persen dan pengadaan wesel sebanyak 105 unit dari target 245 unit atau realisasi mencapai 42,86 persen. Untuk kegiatan pengadaan wesel masih minim realisasi terhadap target, karena adanya keterbatasan dana APBN.

(59)

(2008), elektrifikasi jalur kereta api antara Serpong – Parung Panjang tahap 1 sepanjang 20 km termasuk rehab track eksisting sepanjang 11,52 km (2008), pembangunan jalur ganda Cikampek – Cirebon sepanjang 135 km (2004-2007), pembangunan jalur ganda Yogyakarta – Kutoarjo sepanjang 64 km (2004-2007), pembangunan jalur ganda antara Petarukan – Pemalang – Larangan lintas Tegal – Pekalongan sepanjang 33,37 km (2007-2008), pembangunan jalur ganda antara Patuguran – Purwakerto tahap I linta Cirebon – Kroya sepanjang 24,48 km (2008), serta relokasi jalan kereta api antara Sidoarjo – Gununggangsir lintas Surabaya – Bangil segmen I sepanjang 3,8 km (2008). Pembangunan jalur kereta api di Kalimantan Timur yang terdapat dalam target Rencana Strategis Kementriamn Perhubungan 2005-2009 masih belum dapat terlaksana karena masih menunggu peran serta swasta dan pemerintah daerah.

(60)

Tabel 14. Kinerja Transportasi Perkeretaapian Tahun 2005-2009 Uraian Satuan

Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Produktivitas angkutan Angkutan penumpang 1. Penumpang - km

juta pnp –

km 14.344 15.438 15.871 18.509 20.791 2. Penumpang juta orang 151,49 161,29 175,46 197,77 220,07 3. Penumpang

Jabodetabek juta orang 100,97 104,42 116,66 126,70 151,26 4. Penumpang non

jabodetabek juta orang 50,52 56,87 58,80 71,07 68,81 Angkutan barang

1. Barang - km juta ton – km 4.390 4.390 4.404 5.451 5.353 2. Barang juta ton 17,33 17,33 17,03 19,55 18,95 3. Barang nego juta ton 16,53 16,53 16,43 17,49 18,46 4. Barang non nego juta ton 0,80 0,80 0,60 2,06 0,49 Net PSO -IMO –

TAC

Milyar Rupiah

270,0

0 270,00 425,00 544,67 535,00 Realisasi kereta api

ekonomi Relasi 77 77 72 76 76

Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009.

(61)

Volume angkutan kereta api barang dalam periode tahun 2005-2008 tidak mengalami perubahan yang cukup signifikan. Hal ini diakibatkan oleh dominannya angkutan barang yang terikat kontrak jangka menengah dan panjang sedangkan untuk angkutan barang yang kontrak jangka pendek memiliki volume yang relatif kecil. Pada tahun 2008 terjadi kenaikan volume angkutan barang cukup signifikan dimana untuk barang jangka pendek maupun jangka panjang mengalami kenaikan dengan total sebesar 14,80 persen.

Reformasi dan restrukturisasi terhadap perkeretaapian tidak ada hentinya. Untuk melanjutkan reformasi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan pendanaan perkeretaapian, telah dilaksanakan skema pendanaan Public Service Obligation (PSO). PSO merupakan upaya pemerintah untuk memenuhi kewajiban atas pelayanan umum di bidang transportasi perkeretaapian berupa subsidi operasi angkutan kereta api kelas ekonomi.

(62)

Tabel 15. Kecelakaan Transportasi Perkeretaapian Tahun 2005-2009 No Uraian

Tahun 2005

Tahun 2006

Tahun 2007

Tahun 2008

Tahun 2009 A Jenis kejadian

1

Tabrakan Kereta api -

Kereta api 10 5 3 3 5

2

Tabrakan kereta api –

Ranmor 15 24 20 21 21

3 Anjlog / Terguling 66 73 117 107 48

Jumlah 91 102 140 131 74

B Korban kecelakaan

1 Meninggal 36 50 45 45 57

2 Luka berat 85 76 78 78 122

3 Luka ringan 111 52 73 73 76

Jumlah 232 178 196 196 255

Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009.

Jumlah kecelakaan jika dilihat dari aspek keselamatan, transportasi perkeretaapian masih mengalami fluktuatif. Jumlah kecelakaan tertinggi pada kurun waktu 2005-2009 terjadi pada tahun 2007 yaitu 140 kejadian dan untuk jenis kejadian didominasi oleh kejadian oleh kejadian terguling pada tahun 2007 sebanyak 117 kejadian. Pada tahun 2008 jumlah kecelakaan menurun menjadi 131 kejadian yang terdiri dari 3 kejadian tabrakan kereta api-kendaraan bermotor dan 107 kejadian terguling.

(63)

Hal ini juga disebabkan karena kondisi sarana kereta api yang tidak memadai serta faktor SDM perkeretaapian. Dalam hal realisasi pembiayaan APBN berdasarkan Rencana Strategis Kementrian Perhubungan tahun 2005 sampai 2009, dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Evaluasi Pembiayaan APBN Berdasarkan Renstra Kementrian Perhubungan Sub Sektor Perkeretaapian Tahun 2005 sampai 2009

Program

Target pembiayaan APBN (Milyar Rupiah)

Realisasi

Pembiayaan APBN (Milyar Rupiah) % Rehabilitasi prasarana dan

sarana kereta api 301,81 274,57 90,97

Peningkatan dan

pembangunan sarana dan

prasarana 33.177,76 12.065,11 36,37

Peningkatan aksesibilitas pelayanan angkutan

perkeretaapian 1.514,55 2.477,58 163,5

Restrukturisasi dan reformasi

pembangunan 418,16 445,73 106,5

Jumlah 35.412,29 15.262,99 43,10

Investasi prasarana (APBN) 31.353,16 11.413,56 36,40 Investasi sarana (APBN) 2.419,95 1.279,03 52,85 Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009.

Gambar

Tabel 8. Kerangka Dasar SNSE
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 10. Program Revitalisasi Perkeretaapian Tahun 2008 sampai 2010
Tabel 16. Evaluasi Pembiayaan APBN Berdasarkan Renstra Kementrian
+7

Referensi

Dokumen terkait