• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.6. Peran Pemerintah Terhadap Perkeretaapian

2.1.6.2. Pendanaan Pemerintah

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tertulis bahwa pemerintah berkewajiban terhadap investasi dan pemeliharaan prasarana kereta api, sedangkan untuk sarana sendiri merupakan kewajiban dari operator/ badan penyelenggara perkeretaapian. Dalam pelaksanaannya masalah pendanaan prasarana dan sarana perkeretaapian belum mendapat dukungan dari sistem regulasi, kelembagaan dan kebijakan pemerintah yang kondusif, efisien dan akuntabel. Sumber pendanaan pemerintah semakin terbatas untuk pemeliharaan dan investasi prasarana, maupun pengembangan prasarana baru, sedangkan sumber pendanaan lain maupun peran dari sektor swasta belum berkembang.

Koordinasi perencanaan dan kebijakan antara pemerintah dan badan penyelenggara masih belum terpadu dengan baik dalam mengoptimalkan sumber daya yang ada. Sistem penajaman prioritas pendanaan untuk rencana investasi dan pemeliharaan prasarana belum dilaksananakan secara optimal dalam tahapan yang jelas sehingga sering terjadi ketidaksesuaian antara rencana pembangunan pemerintah dengan rencana sistem pengoperasian dalam jangka panjang. Alokasi pendanaan pemerintah terhadap pengembangan perkeretaapian dilaksanakan melalui alokasi dana pembangunan APBN sektor transportasi di departemen keuangan.

Penerapan kebijakan oleh pemerintah tersebut merupakan upaya paling penting untuk mengoperasikan kereta api yang lebih aman. Kejadian yang terjadi di lapangan diakibatkan kurang ditaatinya regulasi yang mengatur operasional kereta

api. Disamping itu masyarakat juga berperan penting dalam menjaga fasilitas yang ada di kereta api.

Kebijakan pemerintah dalam penetapan tarif penumpang kelas ekonomi umumnya masih diregulasi. Tarif angkutan penumpang kelas ekonomi masih ditetapkan oleh pemerintah, sedangkan tarif angkutan barang bersifat komersial, yang didalamnya tidak ada campur tangan pemerintah. Tarif angkutan barang ini masih dapat dinegosiasikan antara operator dengan pengguna jasa. Pada kenyatannya penetapan tarif angkutan barang ini tidak fleksibel, karena masih banyak tarif angkutan barang yang harganya masih jauh dibawah biaya operasi, dan pada akhirnya menyebabkan kerugian.

Pada tahun 2002, sebagian wilayah operasi kereta api di Sumatera Utara mengalami kerugian hingga mencapai Rp. 32 miliar/ tahun untuk seluruh angkutan barang dan penumpang, Sumatera Barat mengalami kerugian Rp. 29 miliar/ tahun. Produktivitas yang semakin rendah dan pada akhirnya mengalami kerugian ini disebabkan karena kurangnya profesionalitas manajemen pemasaran dan pentarifan, inefisiensi operasi dan manajemen, dan sistem insentif pegawai perekerataapian. 2.1.7. Sistem Neraca Sosial Ekonomi

2.1.7.1. Kerangka Dasar Model SAM (Social Accounting Matrix)

SAM atau SNSE merupakan sebuah matriks yang merangkum neraca sosial dan ekonomi secara menyeluruh. Neraca-neraca tersebut dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok neraca-neraca endogen dan kelompok neraca-neraca eksogen. Kelompok neraca endogen tersebut dibagi dalam tiga blok, yaitu: (1) blok neraca faktor produksi; (2) blok neraca institusi; dan (3) blok neraca aktivitas

produksi. Dan ketiga blok tersebut disebut sebagai blok faktor produksi, blok institusi, dan blok kegiatan produksi. Secara sederhana kerangka SNSE dapat dilihat dalam Tabel 8.

Tabel 8. Kerangka Dasar SNSE

PENGELUARAN NERACA ENDOGEN NERACA EKSOGEN T O T A L FAKTOR PRODUKSI INSTITUSI KEGIATAN PRODUKSI NERACA ENDOGEN FAKTOR PRODUKSI 0 0 T 13 T 14 1 INSTITUSI T 21 T 22 0 T 24 2 PENE RIMA AN KEGIATAN PRODUKSI 0 T 32 T 33 T 34 3 NERACA EKSOGEN T 41 T 42 T 43 T 44 4 TOTAL y' 1 y' 2 y' 3 y' 4 Sumber : Badan Pusat Statistik, 1996

Baris dalam Tabel 8 menunjukkan penerimaan, sedangkan kolom menunjukkan pengeluaran. Pada Tabel 8 submatriks Tij digunakan untuk menunjukkan penerimaan neraca baris ke-i dari neraca kolom ke-j. Vektor yi menunjukkan total penerimaan neraca baris ke-i, sebaliknya vector y’j menunjukkan total pengeluaran neraca kolom ke-j. Sesuai dengan ketentuan pada SNSE, bahwa vector yi sama dengan vector y’j, dan dengan kata lain vector y’j merupakan vector transpose dari y’i untuk setiap i = j. Untuk dapat mengerti dengan mudah transaksi- transaksi ekonomi dalam SNSE, maka dapat diperhatikan Tabel 8.

2.2. Tinjauan Empiris

Pada penelitian Triastuti (2010) yang berjudul Analisis Dampak Revitalisasi di Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Indonesia dengan Analisis Input Output, menunjukkan bahwa pada konsumsi rumahtangga, sektor agroindustri memiliki kontribusi terbesar terhadap permintaan akhir dibandingkan dengan investasi, ekspor, dan impor. Analisis keterkaitan dan dampak penyebaran memperlihatkan bahwa sektor agroindustri lebih mampu mempengaruhi pembentukan output dan pendapatan terhadap sektor hulunya dibandingkan sektor hilirnya. Untuk analisis multiplier output dan pendapatan memperlihatkan bahwa kemampuan sektor agroindustri untuk mempengaruhi pembentukan output dan pendapatan adalah kuat, tetapi jauh lebih kuat kemampuan sektor agroindustri untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja di dalam perekonomian. Mengingat pentingnya peran sektor agroindustri didalam perekonomian Indonesia sebaiknya diikuti oleh semakin besarnya perhatian pemerintah dengan mempermudah investor lain bergabung.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Malandow (2001) mengenai “Investasi Publik Untuk Infrastruktur Terhadap Perilaku Investasi di Tingkat Regional” disimpulkan bahwa pengeluaran pembangunan pemerintah memiliki pengaruh bagi investasi swasta. Pengaruh tersebut terdiri dari dua hal, yaitu: pertama pemerintah masih mempunyai variabel kebijakan untuk membantu perkembangan daerah dan variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap investasi swasta. Kedua adalah kemungkinan besar pengeluaran pembangunan diatur oleh pemerintah daerah itu sendiri melalui APBD, khususnya untuk pembangunan jalan tidak mempunyai

hubungan yang signifikan dengan investasi swasta. Selain itu, variabel yang menggambarkan aktivitas masyarakat swasta memiliki pengaruh langsung yang besar terhadap investasi swasta.

Penelitian yang dilakukan oleh Ucup pada tahun 2010 dengan judul “analisis pengaruh yang ditimbulkan oleh perubahan yang terjadi dalam industri baja dari adanya China ASEAN Free Trade terhadap pendapatan sektor-sektor perekonomian dan distribusi pendapatan di Indonesia”. Adapun metode analisis yang digunakan adalah Social Accounting Matrix, dimana penelitian ini melihat bagaimana perubahan ekspor industri besi dan baja terhadap pendapatan faktor produksi, institusi dan sektor perekonomian. Hasil penelitian menunjukkan dampak terhadap pendapatan faktor produksi terlihat bahwa penurunan nett export sektor besi dan baja dasar sebesar 98,92 persen dan sektor barang dari besi dan baja dasar sebesar 2,43 persen mengakibatkan penurunan pendapatan terbesar pada blok faktor produksi terjadi pada faktor produksi bukan tenaga kerja dengan penurunan mencapai 0,1124 persen atau Rp 1.513,39 milyar dari pendapatan awalnya sebesar Rp 1.346.454,27 milyar. Penurunan pendapatan faktor produksi bukan tenaga kerja ini mencapai 52,74 persen dari total penurunan pendapatan faktor produksi. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor industri besi dan baja adalah suatu jenis industri yang bersifat padat modal.

Peringkat kedua dengan penurunan terbesar ditempati oleh faktor produksi produksi, operator alat angkutan, manual dan buruh kasar di kota sebesar 0,109 persen, atau berkurang sebanyak Rp 244.666 milyar dari pendapatan awalnya sebesar Rp 244.459,37 milyar. Melalui perubahan jumlah nett export industri besi dan baja dapat diketahui perbedaan peningkatan dan penurunan pendapatan faktor produksi

nasional dalam skenario kemungkinan dampak yang ditimbulkan oleh ASEAN Cina Free Trade Agreement (ACFTA) pada saat diberlakukan di Indonesia. Untuk analisis kemungkinan negatif yang ditimbulkan oleh ACFTA (melalui trend perubahan nett export 2009-2010) terhadap sektor industri besi dan baja.

Dampak terhadap pendapatan institusi dapat disimpulkan peningkatan pendapatan terbesar akibat peningkatan nett export industri besi dan baja adalah peningkatan pendapatan yang berasal dari peningkatan nett export industri barang dari besi dan baja dasar. Total peningkatan pendapatan institusi akibat adanya peningkatan nett export industri barang dari besi dan baja dasar adalah sebesar 0,343 persen atau sebesar Rp 140,6 milyar. Sedangkan total peningkatan pendapatan institusi akibat adanya peningkatan nett export industri besi dan baja dasar adalah sebesar 0,077 persen atau sebesar Rp 33,33 milyar. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor industri barang dari besi dan baja lebih peka dalam peningkatan pendapatan institusi nasional. Perubahan nett export yang dilakukan pada sektor industri besi dan baja dasar, yang memberikan pengaruh terbesar bagi perubahan pendapatan sektor- sektor produksi nasional adalah perubahan nett export sektor industri barang dari besi dan baja dasar, yang dapat diartikan bahwa sektor industri barang dari besi dan baja lebih peka dalam peningkatan pendapatan sektor produksi nasional.

Penelitian yang dilakukan oleh Susiliwati pada tahun 2007 dengan judul “Dampak Kebijakan Ekonomi di Sektor Agroindustri Terhadap Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan Rumahtangga di Indonesia”. Adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan

ekonomi di sektor agroindustri terhadap kemiskinan dan distribusi pendapatan rumahtangga. Data yang digunakan adalah data dari Susenas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan peningkatan ekspor, investasi, dan insentif pajak di sektor agroindustri berdampak menurunkan tingkat kemiskinan dan memperbaiki distribusi pendapatan rumahtangga, sedangkan kebijakan peningkatan pengeluaran pembangunan pemerintah di sektor agroindustri kurang memberikan dampak positif. Kebijakan ekonomi di sektor agroindustri non makanan berdampak lebih besar untuk memperbaiki distribusi pendapatan rumahtangga. Kebijakan ekonomi di sektor agroindustri prioritas merupakan kebijakan yang paling efektif menurunkan tingkat kemiskinan dan memperbaiki distribusi pendapatan rumahtangga.

Penelitian yang berjudul “Analisis Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian dan Implikasinya Terhadap Perekonomian Indonesia: Pendekatan Social Accounting Matrix (Periode 2005 – 2010)” berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam hal metode yang digunakan. Metode Social Accounting Matrix ini lebih detail karena dapat melihat bagaimana pengaruh suatu kebijakan hingga sektor terkecil.

2.3. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latar belakang, tujuan dan manfaat yang dipaparkan sebelumnya dapat dilihat bagaimana kerangka pemikiran penelitian, dimana pembangunan perekonomian Indonesia didukung oleh sektor perhubungan, khususnya transportasi kereta api. Hal ini karena kereta api memiliki peluang untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Revitalisasi perkeretaapian nasional yang didukung oleh Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2007 ini menjadi dasar dilakukannya revitalisasi perkeretaapian. Dampak revitalisasi tersebut akan ditinjau dengan menggunakan

model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE), yang pada akhirnya dapat melihat apa dampak dari kebijakan revitalisasi terhadap perekonomian Indonesia dan apa implikasi kebijakan yang tepat dari kebijakan revitalisasi perkeretaapian tersebut.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional

Pembangunan Perekonomian Indonesia

Sektor Perhubungan

Revitalisasi Perkeretaapian Nasional

Pengaruh Terhadap Sektor-Sektor

Perekonomian dan Distribusi Pendapatan Perkembangan Perkeretaapian Indonesia

Model SNSE

Revitalisasi Perkeretaapian Nasional

Potensinya Terhadap Perkembangan Perekonomian Indonesia

Implikasi Kebijakan UU No 23 Tahun

3.1. Jenis dan Sumber Data

Menurut Sugiyono (2005:129) pengumpulan data dilakukan dengan berbagai setting,berbagai sumber, dan berbagai cara. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain atau lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. Sedangkan data primer adalah data yang diperoleh dari responden secara langsung yang dikumpulkan melalui survey lapangan dengan menggunakan alat pengumpulan data tertentu yang dibuat secara khusus.

Adapun sumber data dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Sumber data primer, yaitu pelaku yang terlibat langsung dengan objek penelitian.

2. Sumber data sekunder, yaitu pelaku yang tidak langsung berhubungan dengan objek penelitian, tetapi bersifat membantu dan memberikan informasi bagi penelitian. Data sekunder dari pihak lain yang berasal dari buku-buku, majalah, literatur, artikel, internet, dan tulisan-tulisan ilmiah.

Penelitian ini menggunakan data tabel SNSE dan data sekunder dari beberapa instansi terkait, seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat Jakarta, Kementrian Perhubungan khususnya Perkeretaapian bagian perencanaan, data-data dari internet, perpustakaan perhubungan Jakarta, dan literatur lain yang terkait dengan permasalahan ini. Data yang digunakan sebagai bahan analisis adalah Tabel SNSE

2008 dengan mendisagregasi sektor perhubungan sehingga memungkinkan sektor perhubungan kereta api ini dapat dianalisis. Penulis juga mendisagregasi sektor perhubungan menjadi angkutan darat dan kereta api.

3.2. Metode Analisis

3.2.1. Sistem Neraca Social Ekonomi (SNSE) Indonesia 2008

Social Accounting Matrix (SAM) atau Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah suatu sistem data yang memuat data-data sosial dan ekonomi dalam sebuah perekonomian (Thorbecke, 1988). SAM adalah salah satu sistem pendataan dan juga alat analisis penting yang dikembangkan untuk memantau dan menganalisa berbagai hal, diantaranya: untuk mengamati apakah sebuah kebijakan ekonomi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan membuat distribusi pendapatan semakin merata di suatu negara. SNSE adalah sebuah neraca ekonomi masukan ganda tradisional berbentuk matriks partisi yang mencatat segala transaksi ekonomi antar agen, terutama sekali antar sektor-sektor di dalam blok produksi, sektor-sektor di dalam blok institusi (termasuk di dalamnya rumahtangga), dan sektor-sektor di dalam blok faktor produksi, di suatu perekonomian (Pyatt dan Round, 1979; Hartono dan Resosudarmo, 1998).

Selain itu SNSE merupakan suatu sistem pendataan yang baik karena: (1) SNSE merangkum seluruh kegiatan transaksi ekonomi yang terjadi di suatu perekonomian untuk sebuah kurun waktu tertentu, dengan demikian SNSE dapat dengan mudah memberikan gambaran umum mengenai perekonomian suatu wilayah;

dan (2) SNSE memotret struktur sosial-ekonomi di suatu perekonomian, dengan demikian SNSE diantaranya dapat memberikan gambaran tentang kemiskinan dan distribusi pendapatan di perekonomian tersebut.

SNSE juga merupakan suatu sistem kerangka data yang disajikan dalam bentuk matriks, yang memberikan gambaran mengenai kondisi ekonomi dan sosial masyarakat dan keterkaitan antara keduanya secara komprehensif, konsisten dan terintegrasi. Sebagai suatu sistem kerangka data yang komprehensif dan terintegrasi, SNSE mencakup berbagai data ekonomi dan social secara konsisten karena menjamin keseimbangan transaksi dalam setiap neraca yang terdapat didalamnya. SNSE juga bersifat modular karena dapat menghubungkan berbagai variabel ekonomi dan social di dalamnya, sehingga keterkaitan antar variabel-variabel tersebut dapat diperlihatkan dan diperjelas. SNSE yang merupakan alat analisis penting, karena: (1) analisa dengan menggunakan SNSE dapat menunjukkan dengan baik dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap pendapatan masyarakat, dengan demikian dengan Social Accounting Matrix (SAM) dapat diketahui dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap masalah kemiskinan dan distribusi pendapatan; dan (2) analisa dengan SNSE relatif sederhana, maka penerapannya dapat dilakukan dengan mudah diberbagai negara.

3.2.2. Tabel SNSE Indonesia 2008

Tabel SNSE 2008 terdiri atas empat neraca utama yaitu neraca faktor produksi, neraca institusi, aktivitas/sektor produksi, dan neraca eksogen. Neraca faktor produksi terdiri atas 17 neraca, neraca institusi terdiri atas 10 neraca, yaitu 8 neraca rumahtangga, 1 neraca perusahaan, dan 1 neraca pemerintah. Neraca aktivitas

atau sektor produksi terdiri atas 24 neraca, juga terdiri dari 1 neraca margin perdagangan, 1 neraca margin pengangkutan, dan 24 neraca komoditas domestik. Neraca eksogen sendiri terdiri dari 24 neraca komoditi impor, neraca kapital, pajak tidak langsung, subsidi, dan luar negeri. Total neraca keseluruhan adalah 105 neraca. Langkah Konstruksi dan Disagregasi Tabel SNSE Indonesia 2008 adalah:

Pengolahan data dilakukan dengan cara agregasi dan disagregasi Tabel SNSE Indonesia 2008 hingga menyerupai kerangka dasar Social Accounting Matrix dengan matrix 56 x 56. Ini bermanfaat dalam proses analisis. Tahapan dari agregasi Tabel SNSE adalah:

1. Masukkan baris dan kolom baru di neraca eksogen SNSE Indonesia 2008 yang akan disebut sebagai ROW (Rest Of the World)

2. Jumlahkan baris dan kolom dari komoditi impor agar mendapat nilai ROW (Rest Of the World)

3. Hapus baris dan kolom dari komoditi impor

4. Hapus nilai matrix diagonal yang menghubungkan sektor produksi dan komoditi domestik

5. Jumlahkan kolom dari sektor produksi dan komoditi domestik untuk membuat blok aktivitas produksi pada SAM (Social Accounting Matrix), demikian pula pada barisnya

6. Masukkan nilai pada baris margin perdagangan ke baris sektor perdagangan 7. Hapus baris dan kolom margin perdagangan

8. Masukkan nilai baris margin pengangkutan ke baris sektor angkutan darat, sektor angkutan udara, air, dan komunikasi, dan sektor penunjang angkutan

dan pergudangan sesuai dengan proporsi pengeluaran kolom margin pengangkutan ke setiap sektor tersebut

9. Hapus baris dan kolom margin pengangkutan.

Neraca sektor produksi dalam SNSE Indonesia 2008 ini terdiri dari 24 sektor, dimana kereta api dan angkutan darat merupakan sub sektor yang termasuk dalam sektor angkutan darat. Dengan demikian dilakukan disagregasi pada sektor angkutan darat agar sub sektor kereta api ini dapat diteliti. Data yang digunakan untuk melengkapi neraca sub sektor yang didisagregasi diambil dari data Tabel Input-Output 2008 yang terdiri dari 66 sektor.

3.2.3. Kerangka Dasar Social Accounting Matrix (SAM)

Salah satu tujuan menyusun SAM adalah untuk memperluas gambaran sistem pendapatan nasional, dimana SAM lebih terfokus kepada pembahasan mengenai tingkat kesejahteraan dari kelompok-kelompok sosial ekonomi yang berbeda (MaGrath, 1987). Menurut Wagner (1999) ada beberapa keuntungan yang didapatkan dengan menggunakan model SAM dalam suatu perencanaan ekonomi. Pertama, SAM mampu menggambarkan struktur perekonomian, keterkaitan antara aktivitas produksi, distribusi pendapatan, konsumsi barang dan jasa, tabungan investasi, serta perdagangan luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa SAM dapat menjelaskan keterkaitan antara permintaan, produksi, dan pendapatan di dalam suatu kawasan perekonomian. Kedua, SAM dapat memberikan suatu kerangka kerja yang dapat menyatukan dan menyajikan seluruh data perekonomian wilayah. Ketiga, dengan SAM dapat dihitung multiplier perekonomian wilayah yang berguna untuk mengukur dampak dari suatu aktivitas terhadap produksi, distribusi pendapatan, dan permintaan,

yang menggambarkan struktur perekonomian. Sementara BPS (2003) mengemukakan bahwa perangkat SAM dapat digunakan sebagai data sosial ekonomi yang menjelaskan mengenai :

1. Kinerja pembangunan ekonomi suatu negara, seperti distribusi Produk Domestik Bruto (PDB), konsumsi, tabungan, dan sebagainya.

2. Distribusi pendapatan faktorial, yaitu distribusi pendapatan yang dirinci menurut faktor-faktor produksi diantaranya tenaga kerja dan modal.

3. Distribusi pendapatan rumahtangga yang dirinci menurut berbagai golongan. 4. Pola pengeluaran rumahtangga.

5. Distribusi tenaga kerja menurut sektor atau lapangan usaha dimana mereka bekerja, termasuk distribusi pendapatan tenaga kerja yang mereka peroleh sebagai kompensasi atas keterlibatannya dalam proses produksi.

Ada enam tipe neraca dalam sebuah Matrix SAM yang lengkap yaitu. 1. aktivitas, 2. Komoditas, 3. faktor-faktor produksi (tenaga kerja dan modal), 4. Institusi domestic yang terdiri dari rumahtangga, perusahaan dan pemerintah, 5. Modal, 6. Rest of the world. Lima neraca pertama dikelompokkan sebagai neraca endogen, sedangkan neraca keenam menjadi neraca eksogen yang dapat mempengaruhi besar kecilnya perubahan neraca endogen ketika dilakukan injeksi pada neraca.

Dalam kerangka dasar SAM Indonesia terdapat 4 neraca utama, yaitu: 1. neraca faktor produksi, 2. neraca institusi, 3. neraca sektor produksi, 4. neraca eksogen yang terdiri neraca modal dan rest of the world (ROW) (Daryanto, 2001b). Masing-masing neraca tersebut menempati lajur baris dan kolom. Neraca faktor- faktor produksi, termasuk didalamnya tenaga kerja dan modal. Dalam baris neraca ini

menunjukkan penerimaan-penerimaan yang berasal dari upah dan sewa, selain itu menunjukkan pendapatan modal, sedangkan kolom menunjukkan adanya revenue yang didistribusikan ke rumahtangga sebagai pendapatan tenaga kerja, distribusi ke perusahaan, dan keuntungan yang bukan dari perusahaan, serta keuntungan perusahaan setelah dikurangi pembayaran pemerintah.

Neraca institusi mencakup rumahtangga, perusahaan, dan pemerintah. Rumahtangga didisagregasikan kedalam kelompok-kelompok sosial ekonomi yang berbeda tingkatnya. penerimaan rumahtangga antara lain datang dari pendapatan faktor-faktor produksi, berbagai macam bentuk transfer seperti transfer pendapatan, diantara rumahtangga, transfer pendapatan dari pemerintah, dari perusahaan atau dari luar negeri. Sementara pengeluaran rumahtangga ditujukan untuk konsumsi barang- barang dan pajak pendapatan, serta sebagian dimasukkan untuk saving dalam neraca modal. Pada perusahaannya, penerimaannya berasal dari keuntungan yang diperoleh dan sebagian dari transfer, sedangkan pengeluarannya kepada pembayaran pajak dan transfer. Untuk pemerintah, pengeluarannya berupa subsidi, konsumsi barang dan jasa, transfer ke rumahtangga dan perumahan. Sebagian ada yang berupa saving. Penerimaannya sendiri berasal dari pajak dan transfer pendapatan dari luar negeri.

Neraca aktivitas atau sektor produksi merupakan neraca yang menjelaskan tentang transaksi pembelian bahan-bahan mentah, barang-barang antara dan sewa untuk memproduksi suatu komoditas. Kolom terdiri dari semua transaksi pengeluaran yang meliputi permintaan antara, upah, sewa, dan value added dari pajak. Baris menunjukkan semua transaksi penerimaan yang meliputi penjualan domestik, subsidi ekspor, dan penerimaan.

Neraca terakhir adalah neraca eksogen yang memuat neraca modal, dan transaksi luar negeri atau rest of world (ROW). Dalam neraca modal, penerimaan berupa pemasukan dalam bentuk tabungan rumahtangga, swasta, dan pemerintah. Sementara dari sisi pengeluaran, pada neraca komoditas berupa investasi. Transaksi antara domestik dengan luar negeri juga dicatat dalam neraca terakhir yang memuat segala penerimaan yang berhubungan dengan luar negeri yang datang dari ekspor, transfer pendapatan institusi dari luar negeri, transfer pendapatan dari faktor-faktor produksi, dan pemasukan modal dari luar negeri. Sedangkan pengeluaran berupa impor, pembayaran faktor-faktor produksi dan transfer ke luar negeri. Jumlah pengeluaran dan penerimaan pada masing-masing neraca harus sama. Hal ini untuk menunjukkan bahwa dalam tabel SAM selalu terdapat keseimbangan dari masing- masing neraca.

3.2.4. Perhitungan Matriks Pengganda dan dekomposisi

Dalam melakukan analisis dengan menggunakan SNSE, perhitungan matriks pengganda (analisis multiplier) dan dekomposisi matriks pengganda merupakan suatu teknik atau langkah penting. Dengan mendapatkan matriks pengganda dari suatu SNSE dapat dilihat dampak dari suatu kebijakan terhadap berbagai sektor di dalam suatu perekonomian , termasuk di dalamnya dampak suatu kebijakan terhadap distribusi pendapatan. Dekomposisi matriks pengganda tersebut dilakukan untuk memperjelas proses pengganda dalam suatu perekonomian, dengan kata lain dekomposisi matriks pengganda dapat menunjukkan tahapan dampak yang terjadi akibat penerapan sebuah kebijakan terhadap berbagai sektor dalam suatu perekonomian. Dari beberapa macam matriks pengganda, dekomposisi matriks

pengganda yang dikembangkan oleh Pyatt (1979) yang relatif banyak digunakan. Pada dekomposisi pengganda tersebut, Pyatt dan Round memecah matriks pengganda menjadi tiga buah matriks pengganda closed loop. Secara umum matriks pengganda