• Tidak ada hasil yang ditemukan

Morphology of the gastrointestinal tract of Bandicoot Echymipera kalubu (Marsupialia: Peroryctidae).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Morphology of the gastrointestinal tract of Bandicoot Echymipera kalubu (Marsupialia: Peroryctidae)."

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BANDIKUT,

Echymipera kalubu

(MARSUPIALIA: PERORYCTIDAE)

URSULA PAULAWATI MAKER

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Morfologi Saluran Pencernaan Bandikut, Echymipera kalubu (Marsupialia: Peroryctidae) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

RINGKASAN

URSULA PAULAWATI MAKER. Morfologi Saluran Pencernaan Bandikut Echymipera kalubu (Marsupialia: Peroryctidae). Dibimbing oleh CHAIRUN NISA’ dan SRIHADI AGUNGPRIYONO.

Bandikut (Echymipera kalubu) adalah salah satu spesies marsupial kelompok peroryctidae yang endemik di Papua. Di Papua bandikut diburu untuk dimanfaatkan sebagai sumber protein dan obat-obatan. Untuk itu diperlukan suatu upaya konservasi agar bandikut dapat tetap dimanfaatakan dan lestari. Sejauh ini informasi biologi E. kalubu masih sangat terbatas. Oleh karena itu penelitian yang bertujuan mengkaji karakteristik morfologi saluran pencernaan bandikut E. kalubu (Marsupialia: Peroryctidae) secara makroanatomi, mikroanatomi dan histokimia perlu dilakukan.

Penelitian ini menggunakan lima ekor bandikut (E. kalubu) dewasa dengan berat badan rata-rata 1.16 ± 0.29 kg dan panjang kepala serta tubuh 38.2 ± 4.76 cm. Variabel pengamatan makroanatomi meliputi pengamatan karakteristik morfologi dan morfometrik tubuh bagian luar, serta organ pencernaan termasuk situs viscerum. Hewan terlebih dahulu dianestesi dengan kombinasi ketamin 50mg/kg BB dengan xylazine 10 mg/kg BB melalui injeksi IM. Pengamatan mikroanatomi menggunakan teknik pewarnaan HE, AB pH 2.5 dan PAS. Hasil pewarnaan difoto menggunakan alat mikrofotografi. Semua hasil yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.

Esofagus bandikut E. kalubu berukuran panjang 10.92 ± 1.97 cm dan diameter 0.28 ± 0.06 cm, berlokasi di sepanjang dorsamedial trakhea. Lambung berada di bagian kranial ruang abdomen sebelah kiri. Bagian anteriornya berbatasan dengan otot diafragma, bagian ventromedial ditutupi oleh hati dan bagian lateral oleh limpa. Lambung bandikut bertipe tunggal dengan ukuran curvatura major 9.1 ± 2.2 cm dan curvatura minor 2.1 ± 0.6 cm. Panjang total usus E. kalubu adalah 77.5 ± 14.4 cm atau sekitar 2 kali panjang tubuhnya. Pada jarak sekitar ± 1.8 cm dari kranial usus kecil ditemuka n permuaraan ductus choledocus, dan ductus pancreaticus. Batas antara usus kecil dan usus besar mudah dibedakan karena adanya sekum dengan ukuran 3.4 ± 0.68 cm.

Mukosa esofagus E. kalubu tersusun atas epitel pipih banyak lapis. Pada daerah perbatasan esofagus dan lambung, epitel mukosa berubah secara mendadak dari epitel pipih banyak lapis menjadi silindris sebaris. Lapis epitel pada esofagus bandikut tidak mengalami keratinisasi. Hal ini terkait dengan adaptasi terhadap jenis makanan yang dikonsumsi. Lapisan muskularis mukosa tersusun atas otot polos yang makin tebal ke arah kaudal. Pada lapisan submukosa ditemukan kelenjar esofagus yang bertipe mukus, berjumlah banyak di bagian kranial dan semakin sedikit ke arah kaudal. Banyaknya kelenjar esofagus diduga berkaitan dengan ukuran esofagus yang cukup panjang, sehingga dibutuhkan untuk melicinkan makanan. Lapisan muskularis eksterna sepanjang esofagus tersusun oleh otot bergaris melintang. Adanya otot bergaris melintang menunjukkan bahwa fungsi mekanis pada esofagus bandikut cukup dominan.

(6)

dengan inti terletak di basal. Kelenjar kardia berfungsi menghasilkan mukus untuk melindungi mukosa esofagus terhadap kemungkinan terjadinya reflux ingesta dari lambung. Daerah kelenjar fundus E. kalubu memiliki daerah yang paling luas, terutama di bagian curvatura major. Kelenjar fundus memiliki setidaknya empat macam sel penyusun mukosa, yaitu sel parietal, sel utama, sel leher mukus dan sel epitel permukaan. Sel parietal yang berukuran besar dengan inti bulat ditemukan sangat banyak di curvatura major, tetapi sangat sedikit di curvatura minor. Pada curvatura major, sel parietal terdistribusi mulai basal sampai leher kelenjar dan paling banyak ditemukan di bagian medial. Pada curvatura minor, sel parietal sedikit ditemukan di medial kelenjar. Sel parietal berfungsi mensekresikan HCl. Banyaknya sel parietal pada kelenjar fundus menunjukkan bahwa sel tersebut memegang peran penting dalam proses pencernaan di lambung bandikut. Sel utama (sel chief) ditemukan dalam jumlah cukup banyak di bagian curvatura major dan sangat sedikit di curvatura minor. Sel utama terdistribusi paling banyak di bagian basal dan sedikit di bagian medial diantara sel parietal. Sel utama berfungsi mensekresikan pepsinogen yang merupakan bentuk inaktif dari enzim pepsin. Pepsinogen akan diaktivasi menjadi enzim pepsin oleh HCl. Kelenjar pilorus berbentuk tubulus sederhana atau bercabang dengan gastric pit yang dalam. Kelenjar pilorus bertipe mukus, ditemukan di daerah sepertiga akhir bagian lambung. Pada bagian perbatasan antara pilorus lambung dengan usus, ditemukan adanya otot sfingter yang tebal namun tidak simetris. Sfingter pilorus berperan dalam mengatur masuknya makanan dari lambung menuju ke usus.

Lapisan mukosa pada daerah hubungan usus dengan lambung mulai ditemuka n vili yang dilapisi oleh epitel silindris sebaris dengan sel-sel goblet. Lapisan submukosa bagian kranial duodenum bandikut E. kalubu yang berbatasan dengan pilorus terdapat kelenjar submukosa (Brunner) yang terlokalisir di daerah collar. Kelenjar Brunner berfungsi mensekresikan cairan alkali yang berguna untuk menetralisir keasaman ingesta dari lambung, sehingga tidak mengganggu kerja enzim-enzim di usus. Vili usus semakin tinggi dari duodenum ke yeyunum dan semakin rendah pada ileum dengan jumlah sel-sel goblet yang makin banyak ke arah kaudal. Lapisan mukosa usus besar tersusun atas sel epitel silindris sebaris dan tidak lagi ditemukan vili, sedangkan jumlah sel goblet makin bertambah.

Kandungan mukopolisakarida netral dan asam dengan konsentrasi tinggi terdapat pada kelenjar esofagus bandikut E. kalubu. Adapun pada kelenjar lambung, yang meliputi kardias, fundus dan pilorus, kandungan mukopolisakarida netral dan asam bervariasi pada daerah kelenjar dan epitel permukaan. Kelenjar Brunner hanya mengandung mukopolisakarida netral. Pada kelenjar usus dan sel-sel goblet yang tersebar di sepanjang vili usus kecil dan usus besar mengandung mukopolisakarida asam dan netral dengan konsentrasi bervariasi dan intensitas warna yang semakin kuat ke arah kaudal. Mukopolisakarida netral merupakan kandungan utama pada mukus yang dihasilkan oleh saluran pencernaan. Pada lambung mukopolisakarida netral berperan penting untuk menetralisir asam lambung yang berlebihan dan melindungi mukosa lambung terhadap kerusakan oleh HCl. Adapun mukopolisakarida asam diduga berperan sebagai proteksi terhadap agen patogen potensial yang terbawa bersama pakan.

(7)

SUMMARY

URSULA PAULAWATI MAKER. Morphology of the gastrointestinal tract of Bandicoot Echymipera kalubu (Marsupialia: Peroryctidae). Supervised by CHAIRUN NISA’ and SRIHADI AGUNGPRIYONO.

Bandicoot (Echymipera kalubu) is one of marsupial which belonging to peroryctidae as well classified as endemic in Papua Island. In Papua, that species has been commonly utilized for dishes as source of protein, and traditional medicine purposed. Therefore, it requires a conservation effort in order to provide sustainability. Biological information of E. kalubu as a baseline data was quite limited. Aim of this study was to assess morphological characteristics of the digestive tract of E. kalubu’s (Marsupialia: Peroryctidae) macroscopically, microscopically and histochemically.

The study was used five of adult E. kalubu with the average of body weight was 1.16 ± 0.29 kg and length of head and body was 38.2 ± 4.76 cm. Macroscopic observation were consist of morphological characteristic and morfometric of the body and the digestive track including situs viscerum. Firstly the animals was anaesthetized by combination of 50mg/kg BB Ketamine® and 10mg/kg BB Xylazine®by IM injection. The microscopic observation was used of HE, AB pH 2.5 and PAS staining methods. The result was documented with Cannon EOS 400D and microscope facilitated with Nikon Eclipse E600 for macro- and microphotography respectively. The results were then analyzed descriptively and presenting on tables and figures.

Esophagus of E. kalubu was quite long with 10.92 ± 1.97 cm in length and 0.28 cm in diameter, and located along dorsamedial tracheal tube. The stomach was located in the cranial part of the left abdominal cavity. The anterior part was adjacent to diaphragm muscle, the ventro medial was covered by liver and the lateral part by spleen. The stomach of E. kalubu was simple type with short lesser curvature. The length of greater curvature was 9.1 ± 2.2 cm dan lesser curvature was 2.1 ± 0,6 cm. The intestine was relatively short that were 77.5 ± 14.4 cm in length or about two times of the body length. About ± 1.8 cm of cranial part of small intestine was piercing of both bile duct and pancreatic duct to the duodenal mucosa. However, the small and large intestines could be distinguished by the presence of caecum that was 3.4 ± 0.68 cm in length.

(8)

The glandular stomach of E. kalubu’s was differentiated as cardiac, proper gastric (fundic) and pyloric glands region. The cardiac gland was quite narrow and found in the esophageal junction. The gland was simple and short tubular which composed of cuboidal cells with nuclei located in the basal. Cardiac gland producing mucus provide to protect the esophageal mucosae from the possibility of reflux ingesta. Meanwhile, the fundic gland region was the largest area mostly at the greater curvature. It has at least four types of cells i.e. parietal, chief, neck and mucous epithelium cells. The parietal cell was big size with round nuclei in the centre. The cell was found in large number in greater curvature, and small number in lesser curvature. In greater curvature, the parietal cells were distributed from basal toward the neck and mostly found in the middle part. Its cells were secreted HCl to activate pepsinogen to pepsin. The large number of parietal cells suggests that the cells were play important role in digestive process of E. kalubu. The chief cells were found in the moderate number at the greater curvature instead of the lesser curvature. The chief cells were mostly distributed in the basal and less in the middle between the parietal cells. The cells were produced pepsinogen which is an inactive form of pepsin. The pyloric glands composed of simple tubular, branched which has a deep gastric pit. The gland was a mucous type and found in one third of caudal part of the stomach. At the border of pylorus and intestine, there was a thickened muscle made asymmetrical sphincter. The sphincter plays a role in regulating of food passages from stomach to intestine.

There were relatively short of vili found in the mucosa lining of intestine in adjacent with the stomach and lined with goblet cells. In the submucosal layers of cranial duodenum of E. kalubu were found submucosal (Brunner) glands which restricted in collar. Brunner gland was secreted alkaline substance that function to neutralize acidity of ingesta from stomach, so it does not interfere working of enzymes in intestine. The vili sized tends to increase from duodenum to jejunum and decrease to ileum.. The mucosae of large intestine was lack of vili. Meanwhile the number of goblet cell increasing towards caudally.

The high consentration of neutral and acid mucopolysaccharide were examined in the esophageal glands of E. kalubu. In the stomach glands i.e cardiac, fundic, and pyloric glands were identified neutral and acid mucopolysaccharide that varies in intensity. In the intestine glands and goblet cells which were scattered along small and large intestine were also identified neutral and acid mucopolysaccharide that varies in intensity. The neutral mucopolysaccharide was main content of the mucous in the digestive tract. Neutral mucopolysaccharide in the stomach was provide to neutralize of acid and protecting the stomach mucosa against HCl. While acid mucopolysaccharide was provide to protect the digestive tract from pot ential patogen wich entered together food.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Anatomi dan Perkembangan Hewan

MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BANDIKUT,

Echymipera kalubu

(MARSUPIALIA: PERORYCTIDAE)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(12)
(13)
(14)

Judul Tesis : Morfologi Saluran Pencernaan Bandikut, Echymipera kalubu (Marsupialia: Peroryctidae)

Nama : Ursula Paulawati Maker NIM : B152100011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Drh Chairun Nisa’, MSi PAVet Ketua

Diketahui oleh

Drh Srihadi Agungpriyono, PhD PAVet (K) Anggota

Ketua Program Studi

Anatomi dan Perkembangan Hewan

Dr Drh Ita Djuwita, MPhil

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(15)
(16)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Morfologi Saluran Pencernaan Bandikut, Echymipera kalubu (Marsupialia: Peroryctidae). Karya ilmiah ini dilaksanakan sejak bulan Februari 2012.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Drh Chairun Nisa, MSi PAVet dan Bapak Drh Srihadi Agungpriyono, PhD PAVet (K) selaku pembimbing, yang telah banyak membantu selama menyusun karya ilmiah ini. Serta Bapak Drh IKM Adnyane, MSi PhD PAVet yang telah banyak memberikan saran. Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada UNIPA, PEMDA Kabupaten Manokwari dan LMPAK Timika Papua yang telah memberikan bantuan dana penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua, suami, anak, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan dan Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2

Biologi Bandikut 2

Anatomi Saluran Pencernaan 5

Beberapa Teknik Pewarnaan Histologi 11

3 METODE 12

Tempat dan Waktu 12

Bahan Penelitian 12

Prosedur Penelitian 13

Analisis Data 15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Hasil 15

Pembahasan 27

5 SIMPULAN DAN SARAN 32

Simpulan 32

Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33

LAMPIRAN 36

RIWAYAT HIDUP 39

DAFTAR TABEL

1 Morfometrik saluran pencernaan bandikut E. kalubu 16 2 Intensitas substansi mukopolisakarida saluran pencernaan bandikut

E. kalubu 24

3 Komparasi struktur umum esofagus bandikut E. kalubu dengan

(18)

DAFTAR GAMBAR

1 Komparasi saluran pencernaaan omnivora pada bandikut Perameles nasuta dan babi (Sus scrofa) 5 2 Struktur dasar dinding saluran pencernaan mamalia 6 3 Komparasi lapisan mukosa saluran pencernaan dari esofagus hingga

kolon pada mamalia 6

4 Komparasi antara lambung tunggal dan lambung majemuk 8 5 Komparasi anatomi duodenum, yeyunum, dan ileum 10 6 Cara pengukuran curvatura major dan curvatura minor lambung 15 7 Morfologi luar tubuh Echymipera kalubu jantan dan betina 16 8 Situs viscerum saluran pencernaan bandikut E. kalubu 17 9 Morfologi eksterior dan interior lambung bandikut E. kalubu 18

10 Struktur dinding esofagus E. kalubu 19

11 Daerah perbatasan esofagus dan lambung E. kalubu 20 12 Distribusi sel pada kelenjar fundus E. kalubu 20

13 Daerah mukosa kelenjar pilorus E. kalubu 21

14 Daerah perbatasan pilorus (Py) dengan duodenum (Duo) 22

15 Struktur dinding usus kecil E. kalubu 22

16 Struktur dinding usus besar E. kalubu 23

17 Kelenjar esofagus E. kalubu 25

18 Kelenjar lambung E. kalubu 25

19 Kelenjar usus kecil E. kalubu 26

20 Kelenjar usus besar E. kalubu 26

DAFTAR LAMPIRAN

(19)
(20)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setiap makhluk hidup membutuhkan makanan untuk mendapatkan energi sehingga dapat melakukan aktivitasnya. Makanan berfungsi sebagai sumber pengatur dan pelindung tubuh terhadap penyakit, sumber pembangun tubuh baik untuk pertumbuhan maupun perbaikan tubuh dan sebagai sumber bahan pengganti sel-sel yang rusak (Campbell et al. 2004). Untuk melaksanakan fungsinya, sistem pencernaan memiliki serangkaian organ pencernaan meliputi saluran pencernaan dan kelenjar asesoris. Saluran pencernaan terdiri dari rongga mulut, esofagus, lambung, usus kecil, dan usus besar serta anus, sedangkan organ asesoris terdiri dari gigi, lidah, kelenjar saliva, pankreas, hati, dan kantung empedu. Semua organ di dalam sistem pencernaan mempunyai fungsi masing-masing yang khas dan khusus dalam membantu melakukan proses pencernaan (Getty 1975).

Variasi jenis pakan yang dikonsumsi serta perilaku makan mengakibatkan terjadinya adaptasi mofologik pada saluran pencernaan hewan, baik secara makroanatomi dan mikroanatomi. Hal ini mengakibatkan terjadinya variasi pada saluran pencernaan setiap spesies sesuai dengan adaptasi jenis pakan dan perilaku makannya (Stevens and Hume 1995). Secara makroanatomi perbedaan tersebut dapat diamati pada bentuk dan ukuran setiap bagian organ pencernaan dan situs viscerum. Sedangkan secara mikroanatomi perbedaannya dapat terlihat dari struktur mikroskopis pada setiap lapisan-lapisan dinding saluran pencernaan, bentuk lipatan dan penjuluran mukosa, bentuk dan macam sel pada kelenjar dan substansi mukus yang dihasilkan oleh sel (Eurell and Frappier 2006).

Bandikut (Echymipera kalubu) merupakan salah satu spesies endemik di Pulau Papua (wilayah Provinsi Papua, Papua Barat, dan negara Papua New Guinea). Bandikut merupakan kelompok mamalia berkantung yang memiliki keunikan yaitu adanya plasenta yang mirip dengan eutharian yang disebut dengan plasenta korioalantois (Pough et al. 2005). Plasenta korioalantois berupa suatu saluran panjang yang menghubungkan dinding uterus induk dengan embrio. Plasenta ini juga memiliki fungsi lain yaitu membantu mengikat embrio pada saat embrio akan bergerak menuju ke kantung induknya untuk mengalami perkembangan selanjutnya (Petocz 1994). Bandikut hanya memiliki satu saluran pembuangan akhir baik untuk sistem pencernaan dan urogenital yang mirip dengan kloaka pada unggas (Warsono 2009; Tethool 2011). Bandikut paling mudah diidentifikasi berdasarkan bentuk jari sindaktilnya (Feldhamer et al. 1999).

(21)

2

Di Papua bandikut diburu langsung dari alam untuk dikonsumsi sebagai sumber protein. Berdasarkan aspek warna, bau dan rasa, daging bandikut disukai oleh masyarakat Papua. Selain itu adanya kepercayaan masyarakat bahwa bagian tubuh seperti rambut, tulang, dan anak bandikut yang berumur 12 hari memiliki khasiat obat (Warsono 2009). Sejauh ini, pemanfaatan bandikut sebagai sumber protein dan obat-obatan dilakukan dengan cara menangkap langsung dari alam tanpa mempertimbangkan kelestariannya. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya konservasi seperti melakukan penangkaran, agar bandikut dapat tetap dimanfaatkan dan terus lestari. Untuk melaksanakan upaya tersebut dibutuhkan informasi dasar mengenai biologi bandikut. Salah satu aspek penelitian yang pernah dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan dalam mengoptimalkan produktivitas bandikut adalah kajian mengenai jenis pakan alami dan upaya memperkenalkan pakan buatan berupa konsentrat (Warsono 2009). Selain itu informasi mengenai biologi bandikut yang juga penting dilakukan adalah mengetahui morfologi saluran pencernaan untuk dapat menduga fungsi fisiologi dari proses pencernaan bandikut, sehingga dapat mendukung upaya penangkaran dengan pemberian pakan yang sesuai.

Sampai sejauh ini, informasi biologi sebagai data dasar dari spesies bandikut E. kalubu masih sangat terbatas. Hal ini dapat dilihat dari minimnya publikasi tentang bandikut E. kalubu. Penelitian mengenai bandikut yang telah dipubikasikan diantaranya adalah mengenai saluran pencernaan bandikut omnivora Isodon macrourus et al. 1999; O’Hara et al. 2011), pola tingkah laku E. rufescens di penangkaran (Manufandu 2000), sifat biologis dan karakteristik karkas dan daging bandikut E. kalubu (Warsono 2009), karakteristik reproduksi bandikut E. kalubu jantan (Tethool 2011), dan daerah jelajah bandikut E. kalubu (Anderson et al. 1988). Sedangkan data mengenai morfologi saluran pencernaan bandikut E. kalubu baik makroskopis maupun mikroskopis masih kurang. Oleh karena itu penelitian ini penting untuk dilakukan.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji karakteristik morfologi saluran pencernaan bandikut E. kalubu (Marsupialia: Peroryctidae) secara makroanatomi dan mikroanatomi. Manfaat penelitian ini adalah untuk melengkapi informasi dasar mengenai data biologi E. kalubu khususnya tentang morfologi saluran pencernaan, sehingga dapat digunakan dalam menunjang upaya konservasinya.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Bandikut

(22)

3 bandikut untuk kelompok Peroryctidae sebenarnya adalah salah karena sebutan bandikut adalah untuk kelompok tikus yang berasal dari India, akan tetapi sampai dengan saat ini sebutan bandikut tetap populer untuk kelompok Peroryctidae yang tersebar di Pulau Papua (Warsono 2009).

Bandikut merupakan salah satu anggota kelas mamalia yang temasuk dalam superordo marsupialia yang berarti memiliki marsupium/pouch (pada individu betina). Pada jantan kantung tidak berkembang. Kantung ini berfungsi untuk membesarkan fetus yang baru dilahirkan karena terdapat kelenjar susu di dalamnya. Kantung terletak di bagian kaudal abdomen dekat dengan vagina. Saluran reproduksi jantan bersatu dengan saluran akhir sistem pencernaan, sehingga mirip dengan kloaka (Tethool 2011). Pada betina memiliki sepasang saluran reproduksi: yaitu sepasang ovari, oviduct, dan uterus yang akan bermuara ke vagina. Vagina terdiri atas tiga saluran yaitu sepasang vagina lateral untuk deposisi sperma pada saat kopulasi, dan vagina medial untuk jalan keluarnya fetus pada saat melahirkan. Ketiga saluran vagina tersebut bermuara ke sinus urogenitalis (Feldhamer et al. 1999).

Menurut Feldhamer et al. (1999), klasifikasi bandikut E. kalubu adalah Superordo : Marsupialia Ordo : Peramelemorphia Family : Peroryctidae Genus : Echymipera

Spesies : Echymipera kalubu

Ordo Peramelemorphia terdiri atas dua famili yaitu Peramelidae dan Peroryctidae. Peramelidae terdiri dari empat genus dan sepuluh spesies, yaitu: genus Chaeropus (satu spesies), Isodon (tiga spesies), Macrotis (dua spesies) dan Perameles (empat spesies). Sedangkan famili Peroryctidae (Peroryctid bandicoots), biasa dikenal dengan bandikut New Guinea terdiri dari empat genus dan 11 spesies, yaitu: genus Echymipera (empat spesies), Microperoryctes (tiga spesies), Peroryctes (tiga spesies) dan Rhynchomeles (satu spesies).

(23)

4

Bandikut bersifat omnivora memiliki banyak variasi jenis pakan. Pakan yang dikonsumsi oleh bandikut diantaranya adalah beberapa invertebrata dan insekta seperti semut, keong, siput, dan cacing. Bandikut juga mengonsumsi vertebrata kecil seperti katak, kadal, dan tikus, serta beberapa bagian tumbuhan seperti buah, biji dan akar. Buah-buahan yang dikonsumsi seperti pisang, kelapa, pepaya dan buah hutan seperti buah roda (Ficus sp.) (Manufandu 2000).

Perilaku mencari makan pada bandikut berbeda antara jantan, betina, dan betina yang sedang menyusui. Misalnya dalam aktivitas mencari makan, betina lebih aktif dari pada jantan (Manufandu 2000). Perilaku makan bandikut di dalam penangkaran menunjukkan bahwa aktivitas makan terjadi pada periode waktu pukul 18.00-22.00 WIT, dan 02.00-06.00 WIT, sedangkan selang waktu yaitu pukul 22.00-02.00 WIT bandikut melakukan aktivitas membersihkan diri

(grooming). Rata-rata waktu untuk aktivitas makan dalam satu malam adalah ± 6 menit dengan frekuensi 7.4 kali dan untuk minum 1 menit 54 detik dengan

frekuensi 5.3 kali. Sedangkan rata-rata waktu grooming adalah 2 menit 32 detik dengan frekuensi 4-5 kali. Aktivitas bandikut pada siang hari adalah beristirahat di dalam sarang (Warsono 2009).

Sistem reproduksi bandikut memiliki keunikan dari kelompok marsupial lainnya. Keunikan tersebut adalah adanya plasenta korioalantois tanpa adanya vili. Plasenta korioalantois merupakan saluran panjang dari dinding uterus induk ke embrio yang berfungsi sebagai pengikat embrio saat embrio lahir yang akan berpindah ke kantung induknya (Feldhamer et al. 1999). Bandikut merupakan kelompok poliestrus dengan rata-rata siklus estrus 21 hari dengan aktivitas kopulasi terjadi pada malam hari sesuai dengan sifatnya yang nokturnal. Betina dewasa mulai kawin pada umur ± 4 bulan dan jantan ± 5 bulan. Rata-rata lama kebuntingan berkisar 12.5 hari, sedangkan masa penyapihan di dalam kantung sekitar umur 48-53 hari dan berakhir pada umur ± 60 hari. Proses kelahiran terjadi pada siang hari saat bandikut sedang beristirahat. Dalam setahun bandikut mampu beranak sebanyak 5-6 kali dengan interval waktu kelahiran ± 58 hari. Setiap kali beranak dapat menghasilkan tiga sampai empat individu baru (Broughton and Dickman 1991).

Individu baru yang dilahirkan memiliki bobot tubuh 0.2 gram dengan panjang tubuh 10 mm yang kemudian akan berkembang di dalam kantung induknya. Pada saat fetus dilahirkan dalam keadaan prematur, secara naluri akan bergerak masuk ke dalam kantung induknya. Induk betina akan membantu dengan gerakan membasahi rambut di sekitar liang sinus urogenitalis menuju ke kantung. Hal ini diduga untuk memudahkan fetus bandikut masuk menuju kantung. Fetus bandikut saat dilahirkan memiliki kuku cakar yang tajam dan kuat untuk membantu memegang dengan erat saat menuju ke kantung induknya. Dalam perkembangannya kuku cakar tersebut akan tanggal dan mengalami pergantian (Manufandu 2000). Induk betina mampu kawin lagi ketika anaknya masih berumur 49-50 hari. Sehingga setelah anak bandikut dapat keluar dari kantung induknya, maka induk betina sudah mampu melahirkan kembali individu baru yang akan tinggal di dalam kantung tersebut. Anak bandikut akan terus berdampingan dengan induk betina selama perkembangannya dalam mencari makan, sampai anak bandikut tersebut mampu untuk hidup soliter (Lyne 1964).

(24)

5 hujan. Selama musim kering, bandikut akan bergerak menuju ke hutan yang lebat, sedangkan pada musim hujan bandikut akan keluar ke area yang terbuka seperti kebun. Hal ini terkait dengan adanya kelimpahan pakan. Menurut Petocz (1994), bandikut tersebar di pandang rumput dan hutan terbuka yang berada kurang lebih 2000 m di atas permukaan laut. Di Papua lokasi ini tersebar mulai dari pulau-pulau seperti kepulau-pulauan Raja Ampat, kepulau-pulauan Teluk Cenderawasih sampai dengan Pegunungan tengah, kecuali bagian tertinggi dari Pegunungan tengah.

Anatomi Saluran Pencernaan

Berdasarkan variasi jenis pakannya, beberapa anggota dari marsupial terbagi ke dalam kelompok yang bersifat omnivora, herbivora dan karnivora. Kelompok yang bersifat omnivora hanya ditemukan pada bilbis dan bandikut. Sebagai hewan yang bersifat omnivora bandikut secara umum mempunyai saluran pencernaan yang sama dengan mamalia ataupun marsupial lainnya. Saluran pencernaan secara umum terdiri dari rongga mulut, esofagus, lambung, usus kecil yang terdiri dari duodenum, yeyunum dan ileum serta usus besar yang terdiri dari kolon, sekum, dan rektum yang bermuara ke anus (Stevens and Hume 1995) (Gambar 1).

A B

Gambar 1 Komparasi saruran pencernaaan omnivora pada bandikut Perameles nasuta (A) yang relatif sederhana dibandingkan babi (Sus scrofa) (B).

Saluran pencernaan terdiri dari esofagus (Eso), lambung (Lam), usus kecil (Uk) dan usus besar (Ub) yang dibatasi dengan sekum (Sek). (Sumber : A. Hume 1982; B. Stevens and Hume 1995)

(25)

6

enzim amilase yang dihasilkan oleh kelenjar ludah. Selanjutnya proses pencenaan terjadi secara mekanis dan enzimatis di lambung dan usus halus dengan bantuan enzim-enzim yang dihasilkan oleh sel-sel kelenjar lambung dan usus serta kelenjar asesoris (pankreas) (Frandson 1992).

Secara mikroanatomi saluran pencernaan mamalia mempunyai struktur dasar pada dinding salurannya. Struktur dasar tersebut terdiri dari empat lapisan yaitu: mukosa, submukosa, muskularis eksterna dan serosa (Gambar 2).

Gambar 2 Struktur dasar dinding saluran pencernaan mamalia (Sumber: Akers and Denbow 2008)

Lapisan mukosa pada dinding saluran pencernaan mengalami perubahan mulai dari esofagus sampai ke usus besar. Komparasi lapisan mukosa saluran pencernaan dari esofagus sampai kolon pada mamalia dapat dilihat pada Gambar 3.

(26)

7 Esofagus

Esofagus merupakan saluran pencernaan yang menghubungkan faring dengan lambung yang berfungsi sebagai jalannya makanan ke lambung. Secara mikroanatomi lapisan mukosa esofagus, terdiri dari tunika mukosa, lamina propria dan muskularis mukosa. Tunika mukosa dilapisi oleh epitel pipih banyak lapis. Pada beberapa spesies lapisan ini mengalami keratinisasi yang ketebalannya bervariasi menurut jenis pakannya (Bacha and Bacha 2000). Menurut Frandson (1992), pada sebagian hewan terdapat kelenjar mukus yang berfungsi untuk membasahi dan melicinkan makanan sehingga dapat dengan mudah menuju ke lambung. Lamina propria terdiri dari jalinan serabut kolagen dengan banyak serabut elastik yang tersebar merata. Sedangkan muskularis mukosa terdiri dari otot polos yang tersusun sirkuler.

Submukosa tersusun atas jaringan ikat longgar yang mengandung arteri, vena, pembuluh limfe besar yang tersusun longitudinal serta mengandung berkas saraf. Adapun bagian tunika muskularis pada umumnya hanya bagian kranial yang tersusun atas otot bergaris melintang dan selanjutnya adalah otot polos. Dinding terluar dari esofagus dilapisi oleh tunika adventisia di daerah leher dan oleh tunika serosa di daerah rongga dada. Lapisan ini merupakan suatu jaringan ikat longgar yang mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf (Eurell and Frappier 2006).

Pada perbatasan antara esofagus dan lambung ditandai dengan adanya perubahan epitel yang terjadi secara mendadak dari epitel pipih banyak lapis menjadi epitel silindris sebaris. Pada daerah hubungan ini juga dapat ditemui adanya sfingter. Sfingter merupakan lapis otot sirkuler bagian dalam yang melebar di daerah hubungan esofagus-lambung (Eurell and Frappier 2006).

Ketebalan lapisan mukosa antara satu spesies dengan spesies lainnya dipengaruhi oleh jenis pakannya. Pada hewan yang pakannya keras dan kasar memiliki lapisan mukosa yang lebih tebal dibandingkan dengan hewan yang pakannya lunak. Misalnya pada kelelawar pemakan serangga lapisan mukosanya lebih tebal dan rapat serta lapis basalnya lebih aktif membelah bila dibandingkan dengan kelelawar pemakan buah (Nisa’ 1997).

Lambung

Lambung merupakan perluasan dari saluran pencernaan. Secara anatomis terdapat dua tipe lambung yaitu lambung tunggal dan lambung majemuk (Gambar 4 A dan B). Lambung mempunyai dua curvatura yaitu curvatura major dan minor serta dua permukaan yaitu permukaan parietalis dan viceralis. Berdasarkan lamanya proses pencernaan, lambung tunggal membutuhkan waktu lebih cepat dibandingkan dengan lambung majemuk. Lambung majemuk hanya terdapat pada hewan ruminansia (Montagna 1963).

(27)

8

Gambar 4 Komparasi lambung tunggal (A) dan lambung majemuk (B) (Sumber: Montagna 1963)

Secara mikroanatomi, dinding lambung memiliki empat lapis dasar utama yaitu tunika mukosa, submukosa, tunika muskularis dan tunika serosa. Tunika mukosa terdiri dari lamina epitelialis, lamina propria (mengandung serabut kolagen, elastik dan retikuler) dan lamina muskularis mukosa. Submukosa mengandung serabut kolagen, sel lemak dan pleksus saraf submukosa (plexus Meissner), sedangkan tunika muskularis mempunyai tiga lapis yaitu lapis dalam yang berjalan miring (oblique), lapis tengah sirkuler dan lapis luar longitudinal. Di antara lapis otot sirkuler dan longitudinal terdapat pleksus saraf myenteric (plexus Auerbach). Tunika serosa terdiri dari mesotel yang membalut lapis jaringan ikat longgar yang disebut subserosa (Telford and Bridgman 1995; Eurell and Frappier 2006).

Berdasarkan daerah penyebaran kelenjar, lambung dibedakan atas lambung tanpa kelenjar dan lambung berkelenjar. Daerah lambung tanpa kelenjar tidak ditemuka n pada semua spesies. Lambung tanpa kelenjar, umumnya tidak ditemukan pada karnivora, sedikit ditemukan pada omnivora (misalnya lambung pada babi) dan cukup luas ditemukan pada herbivora. Ruminansia merupakan hewan herbivora yang memiliki daerah lambung tanpa kelenjar yang sangat luas terbagi atas rumen, retikulum dan omasum (Eurell and Frappier 2006).

Berdasarkan distribusi sel-sel penyusun kelenjarnya, lambung terbagi atas tiga daerah kelenjar, yaitu kardia, fundus dan pilorus. Daerah kardia merupakan daerah yang yang sempit yang berbatasan dengan gastroesophageal junction (Telford and Bridgman 1995). Kelenjar kardia berjumlah sedikit, berbentuk tubulus sederhana, sedikit mengulir dan bermuara ke gastric pit. Ujung kelenjar, relatif pendek dan lumennya lebih luas dibanding dengan kelenjar fundus dan pilorus (Eurell and Frappier 2006).

Daerah fundus merupakan awal curvatura major yang berbentuk kubah, terletak sebelah kiri dari esofagus, merupakan bagian terluas dari lambung dan terdapat kelenjar fundus (Telford and Bridgman 1995). Kelenjar fundus bersifat tubulus sederhana, sedikit bercabang dan menjulur ke dalam lamina propria. Kelenjarnya memiliki daerah leher, corpus yang panjang dengan ujung sedikit meluas dan buntu (dasar fundus kelenjar). Pada daerah ini terdapat empat macam

(28)

9 sel yang dibedakan berdasarkan bentuk dan fungsinya yaitu sel mukus (sel epitel permukaan dan sel leher), sel utama, sel parietal, dan sel endokrin (Eurell and Frappier 2006).

Sel mukus tersebar pada permukaan mukosa lambung dan pada daerah leher kelenjar (sel leher mucus/mucous neck cells). Sel epitel permukaan menghasilkan mukus yang akan melapisi seluruh permukaan mukosa. Sel leher menghasilkan mukus yang bersifat khas berbeda dengan mukus yang dihasilkan oleh sel epitel permukaan. Sel utama (chief cells) merupakan mayoritas sel pada kelenjar lambung. Bentuknya seperti kubus, piramidal atau segi tiga dengan inti berbentuk bulat kecil sampai besar dan berada di daerah basal, medial atau lateral. Sel utama menghasilkan pepsinogen yang merupakan prekursor dari enzim pencernaan pepsin. Sel parietal memiliki ukuran diameter lebih besar dari sel utama dan jumlahnya lebih sedikit, cenderung tidak mengelompok, umumnya berbentuk bulat pada bagian apikal dan semakin ke arah basal berbentuk piramid dan terletak perifer terhadap sel utama. Sel parietal memiliki inti berbentuk bulat dan berada ditengah. Sel parietal mensekresikan asam klorida (HCl) yang berfungsi untuk mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin (Gartner and Hiatt 2001).

Pilorus merupakan bagian akhir dari lambung. Pada bagian akhir pilorus terdapat sfingter yang merupakan penebalan dari lapisan otot sirkuler pada tunika muskularis dan berperan dalam mengatur pelepasan chime ke dalam duodenum (Kent and Miller 1997). Daerah kelenjar pilorus menempati hampir separuh mukosa lambung karnivora, tetapi hanya sepertiga pada lambung kuda dan abomasum ruminansia. Pada babi daerah pilorus sempit hanya sekitar seperempat lambung. Kelenjar pilorus berbentuk tubulus sederhana, bercabang, atau mengulir dengan ukuran kelenjar relatif lebih pendek jika dibandingkan dengan kelenjar lambung yang lain, namun memiliki gastric pit yang paling dalam. Sel-sel kelenjar bertipe mukus dan mengambil warna basofil lemah, dengan inti berbentuk pipih dan berada di bagian basal (Eurell and Frappier 2006).

Usus kecil

(29)

10

Gambar 5 Komparasi anatomi duodenum, yeyunum dan ileum (Sumber: Kardong 2009)

Duodenum merupakan bagian awal usus kecil yang berhubungan dengan lambung. Pada pangkal duodenum ditemukan kelenjar submukosa (kelenjar Brunner). Pada duodenum terdapat permuaraan dari saluran empedu yaitu ductus choledocus yang menyalurkan empedu dari hati dan ductus pancreaticus yang menyalurkan sekresi dari pankreas. Duodenum memiliki dua macam sel epitel yaitu sel epitel penyerap dan sel goblet. Sel penyerap mengandung beberapa enzim seperti Alkalin phospatase, ATPase, maltase, dan amino peptidase. Sedangkan sel goblet mensekresikan musinogen yang merupakan komponen mukus lapisan pelindung epitel permukaan. Permukaan mukosa duodenum memiliki penjuluran yang disebut vili. Bentuk dan ukuran vili bervariasi tergantung pada bagian usus dan jenis hewannya (Shackelford and Elwell 1999). Sel-sel Paneth ditemukan di bagian basal dari kelenjar Lieberkuhn atau kelenjar intestinal sepanjang usus halus. Sel Paneth merupakan sel khusus yang sitoplasmanya mengandung granula asidofilik dan inti yang berbentuk oval berada di bagian basal (Eurell and Frappier 2006). Granula tersebut berisi prekursor lysozyme yang diduga berperan dalam pengaturan mikroflora yang ada di usus halus (Telford and Bridgman 1995).

Yeyunum merupakan usus halus yang berukuran paling panjang, karena terkait dengan fungsinya untuk penyerapan nutrient. Yeyunum memiliki gambaran histologis yang mirip dengan duodenum. Namun, ukuran vili pada yeyunum lebih tinggi dan memiliki saluran lakteal yang lebih berkembang untuk penyerapan lemak. Begitu pula jumlah sel goblet pada yeyunum lebih banyak dibandingkan duodenum. Kelenjar submukosa (Brunner) tidak ditemukan lagi pada yeyunum (Telford and Bridgman 1995; Eurell and Frappier 2006).

(30)

11 Usus besar

Usus besar (intestinum crassum) terdiri dari sekum, kolon dan rektum. Pada usus besar umumnya tidak lagi ditemukan adanya vili dan mengandung lebih banyak sel goblet yang tersebar di permukaan sel epitel mukosa. Selain itu, pada lamina propria usus besar terdapat jaringan limfatik yang berperan dalam pertahanan terhadap infestasi parasit (Aughey and Frederic 2001). Fungsi usus besar adalah absorpsi cairan, merubah chyme (bahan setengah cair) menjadi feses (bahan setengah padat), menghasilkan mukus sebagai pelumas untuk melumasi feses agar tidak merusak mukosa usus besar, dan sebagai tempat fermentasi sisa makanan oleh bakteri (Eurell and Frappier 2006).

Lapisan submukosa tersusun atas Jaringan ikat longgar dan terdapat plexus Meissner. Tunika muskularis tersusun atas otot sirkuler dan longitudinal dan terdapat plexus Auerbach diantaranya. Pada kuda dan babi, lapis luar yang memanjang dari tunika muskularis kolon dan sekum membentuk pita otot besar yang mengandung serabut elastik dan disebut taenia coli dan taenia caeci (Aughey and Frederic 2001).

Rektum dilapisi oleh sel epitel silindris sebaris, yang ke arah anus berganti menjadi sel epitel pipih banyak lapis. Kelenjar mukus ke arah anus semakin berkurang dan hilang. Pada daerah hubungan antara rektum dengan anus terdapat garis anorektal yang merupakan daerah perubahan mukosa dari sel epitel silindris sebaris menjadi epitel pipih banyak lapis dan berkeratin. Pada beberapa spesies ditemuka n kelenjar anal (anal gland) yang berbentuk tubuloalveolar dan menghasilkan sekreta yang khas. Pada anjing dan kucing sekreta bersifat lemak, sedangkan pada babi bersifat lendir (Aughey and Frederic 2001).

Beberapa Teknik Pewarnaan Histologi

Penggolongan pewarnaan terdiri dari dua yaitu pewarnaan umum dan pewarnaan khusus. Pewarnaan umum digunakan untuk melihat gambaran mikromorfologi umum yaitu pewarnaan terhadap inti dan sitoplasma. Sedangkan pewaranaan khusus untuk mendeteksi bahan khusus misalnya karbohidrat. Salah satu pewarnaan umum yang digunakan adalah pewarnaan hematoksilin eosin (HE), dan pewarnaan khusus yang digunakan adalah pewarnaan alcian blue (AB) dan periodic acid Schiff (PAS). Prinsip-prinsip pewarnaan umum yang digunakan umumnya mengacu pada Kiernan (1990) dengan beberapa modifikasi.

Pewarnaan HE

Pewarnaan umum HE digunakan untuk melihat struktur umum sel dan jaringan. Hematoksilin merupakan zat garam-garam dari basa-basa pembawa warna dengan radikal asam yang tidak berwarna sehingga menurut sifatnya hematoksilin dikelompokkan kedalam zat warna basa atau hemetoksilin akan mewarnai bagian dari sel dan jaringan yang bersifat basofilik terutama inti sel dengan memberikan warna biru atau ungu.

(31)

12

bagian sel yang bersifat asidofilik, seperti sitoplasma, jaringan ikat kolagen, keratin, eritrosit, atau bagian-bagian lain yang tidak diambil warna oleh hematoksilin, dengan memberikan warna merah muda. Warna yang dihasilkan dengan menggunakan HE akan didapatkan warna yang kontras sehingga memudahkan dalam pengamatan struktur umum sel dan jaringan.

Pewarnaan AB dan PAS

Pewarnaan alcian blue (AB) adalah metode pewarnaan yang digunakan untuk mendeteksi mukopolisakarida yang bersifat asam dengan mengikat gugus karboksil pada pH 2,5 meskipun tidak spesifik. Pewarnaan ini menggunakan copper pthalicyanin yang larut dalam air sehingga reaksi positif akan berwarna biru karena adanya copper. Intensitas warna ditentukan oleh kadar mukopolisakarida asam yang menyusun substansi mukus (Kiernan 1990).

Pewarnaan PAS digunakan untuk mendeteksi mukopolisakarida yang bersifat netral. Reaksi yang terjadi adalah pemutusan pada ikatan 1,2 glikol (karbohidra netral) oleh asam periodat kemudian mengalami oksidasi menjadi gugus aldehid. Gugus aldehid kemudian berikatan dengan pereaksi Schiff sehingga tervisualisasi dengan warna merah magenta (Kiernan 1990). Intensitas warna merah magenta yang dihasilkan pada reaksi PAS positif ditentukan oleh kadar mukopoliskarida netral yang menyusun substansi mukus.

Karbohidrat terbagi dalam tiga golongan yaitu polisakarida, monosakarida dan oligosakarida. Monosakarida adalah gula yang paling sederhana, sedangkan oligosakarida merupakan karbohidrat yang molekulnya tersusun atas beberapa unit monosakarida, dan polisakarida tersusun atas banyak monosakarida. Mukopolisakarida umumnya berfungsi sebagai pelindung dan pelumas jaringan (Kiernan 1990).

3

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di dua tempat yaitu Laboratorium Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Papua dan di Laboratorium Riset Anatomi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian pada bulan Februari – Agustus 2012.

Bahan Penelitian

(32)

13 Prosedur Penelitian

Survei awal dilakukan untuk menentukan lokasi pemasangan perangkap. Bandikut yang tertangkap selanjutnya diidentifikasi kemudian dimasukkan ke sangkar dalam keadaan hidup untuk diadaptasikan.

Setelah diadaptasikan selama tiga hari, hewan dianestesi dengan kombinasi Ketamin 50mg/kg BB dengan Xylasine 10 mg/kg BB yang diinjeksi secara intramuskular melalui otot paha (Tethool 2011). Setelah hewan pingsan, dilakukan sayatan pada bidang median tubuh. Proses pengeluaran darah (eksanguinasi) dilakukan dengan menyayat atrium kanan jantung, dan dilakukan proses irigasi menggunakan larutan NaCl 0.9% melalui ventrikel kiri jantung. Setelah semua darah keluar, kemudian dilakukan proses fiksasi menggunakan paraformaldehid 4%. Pengamatan situs viscerum dilakukan setelah proses fiksasi. Selanjutnya saluran pencernaan mulai esofagus sampai dengan anus dikeluarkan dari tubuh dan direndam dalam botol berisi larutan paraformaldehid 4% selama 3-4 hari, kemudian dipindahkan ke dalam alkohol 70% sebagai stopping point sampai proses berikutnya.

Pengambilan sampel jaringan dari masing-masing saluran pencernaan yaitu esofagus diambil dari tiga daerah yaitu bagian kranial, medial dan kaudal yang berhubungan dengan kardia lambung. Lambung diambil pada bagian kardia, fundus dan pilorus. Ada pun usus kecil diambil dari daerah duodenum, yeyunum, dan ileum, dan bagian usus besar diambil dari daerah sekum, kolon dan rektum.

Potongan sampel jaringan dari saluran pencernaan dipotong dengan ukuran ± 0.5 cm2 lalu dimasukkan ke dalam basket dan direndam dalam alkohol 70%. Proses dehidrasi dilakukan dalam botol berisi alkohol dengan konsentrasi bertingkat 80%, 90%, 95% dan 100%. Selanjutnya dilakukan clearing dalam silol. Basket dipindahkan ke dalam botol berisi silol I, II dan III, masing-masing sekitar satu jam. Pada silol III setelah 30 menit di suhu kamar, 30 menit selanjutnya dimasukkan ke dalam inkubator parafin pada suhu 68°C.

Proses infiltrasi parafin dilakukan di dalam inkubator parafin untuk menjaga kestabilan suhu. Sampel jaringan dikeluarkan dari basket dengan pinset panas dan di masukkan ke dalam wadah berisi parafin cair I, II dan III, dengan waktu perendaman masing-masing satu jam. Proses embedding dilakukan menggunakan cetakan yang telah diolesi dengan gliserin. Hasil akhir dari proses embedding berupa potongan blok parafin yang ukurannya sesuai dengan balok kayu (holder) pada alat mikrotom. Hasil dari proses embedding ditrimming pada keempat sudutnya lalu ditempelkan pada balok kayu menggunakan pisau yang dipanaskan.

(33)

14

(Lampiran) dilanjutkan dengan proses dehidrasi, clearing dan mounting. Hasil akhir pengamatan sampel jaringan difoto menggunakan alat mikrofotografi di laboratorium Anatomi FKH IPB.

Pengamatan makroanatomi

Pengamatan makroanatomi terdiri dari pengamatan karakteristik morfologi luar tubuh dan pengamatan karakteristik saluran pencernaan. Hewan yang tertangkap diidentifikasi untuk mengetahui jenis E. kalubu. Pengamatan karakteristik morfologi meliputi warna rambut, ciri-ciri dan bentuk tubuh serta jenis kelamin. Pengukuran tubuh dan pengamatan morfologi luar mengacu pada identifikasi Flannery (1995) serta beberapa modifikasi. Pengukuran menggunakan pita meter, sliding calliper dan benang. Pengukuran dengan satuan centimeter (cm) meliputi: panjang kepala tubuh (PKT) diukur dari ujung moncong sampai pangkal ekor; Panjang ekor (PE) diukur dari pangkal ekor sampai ujung ekor, tidak termasuk rambut yang melebihi ekor; Panjang telinga (PT) diukur dari pangkal telinga sampai ujung telinga tanpa rambut; Lebar telinga (LT) diukur pada bagian terlebar dari telinga; Panjang tungkai depan meliputi panjang lengan bawah/radius ulna (PLB) diukur pada pangkal siku sampai pergelangan dan panjang telapak kaki depan (PTD) diukur dari pangkal pergelangan sampai ujung jari medial tidak termasuk cakar; serta panjang tungkai belakang yang meliputi panjang betis/tibia-fibula (PB) diukur dari lutut sampai pergelangan dan panjang telapak kaki belakang. Bobot Badan (BB) ditimbang dengan menggunakan timbangan gantung dengan skala maksimal 10 kg. Selanjutnya dilakukan pemotretan untuk menunjukan gambaran morfologi luar tubuh.

(34)

15

Gambar 6 Cara pengukuran curvatura major dan curvatura minor lambung Pengamatan mikroanatomi

Pengamatan mikroanatomi terdiri atas pengamatan struktur umum dan khusus. pengamatan struktur umum untuk melihat lapisan-lapisan dinding saluran pencernaan, bentuk penjuluran, lipatan mukosa, bentuk dan macam sel serta kelenjar dengan menggunakan pewarnaan hematoksilin eosin (HE). Sedangkan pengamatan khusus untuk melihat substansi mukus, mengetahui sifat dan komposisi karbohidrat netral dan asam dari substansi mukus di saluran pencernaan bandikut dengan menggunakan teknik pewarnaan AB pH 2,5 dan PAS. Semua hasil pengamatan didokumentasikan menggunakan alat mikrofotografi Nikon Eclipse E600.

Analisis Data

Hasil pengamatan makroanatomi dan mikroanatomi dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan data pada hewan lain yang disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pengamatan Makroanatomi

Karakteristik pola warna tubuh E. kalubu yang ditemukan pada bagian kepala berwarna kehitaman. Warna rambut pada bagian kepala dengan bagian tubuh terdapat batasan warna yang jelas terutama bagian ventral leher dengan bagian pipi yang lebih terang. Bentuk kepala sempit dan meruncing ke arah hidung yang agak panjang. Tekstur rambut lebih keras menyerupai duri tersebar di sepanjang punggung sampai batas leher dengan variasi warna kehitaman dengan kuning kecoklatan. Sedangkan bagian ventral tubuh, rambut berwarna coklat

A

B Duodenum Esofagus

A: Curvatura minor

(35)

16

muda sampai coklat gelap kehitaman dengan ujung rambut berwarna lebih pucat. Ukuran panjang rambut bagian dorsal lebih panjang dari bagian ventral. Tidak ada perbedaan warna tubuh yang jelas antara jantan dan betina (Gambar 7), sehingga untuk membedakan jenis kelamin dapat dilihat pada alat kelamin. Hewan jantan memiliki testis yang terbungkus skortum terletak di ventrocaudal daerah perineal, sedangkan hewan betina memiliki kantung.

Gambar 7 Morfologi luar tubuh Echymipera kalubu jantan tampak samping (A) dan betina tampak atas (B). Bar = 4 cm

Pengamatan Situs Viscerum

Pengamatan situs viscerum dilakukan setelah proses fiksasi untuk melihat posisi organ-organ pencernaan terhadap organ-organ lain yang terdapat di dalam rongga tubuh. Selain esofagus, sebagian besar organ pencernaan terdapat di ruang abdomen. Esofagus bandikut E. kalubu berukuran panjang 10.92 ± 1.97 cm (Tabel 1) dan berjalan di sepanjang dorsamedial trakhea. Di daerah Bifurcatio tracheae esofagus sedikit menurun ke arah distal dan kemudian menembus diafragma di daerah hiatus oesophagus dan bermuara di lambung. Ukuran esofagus relatif panjang kira-kira mencapai sepertiga panjang badan. Hal ini disebabkan oleh ruang thorax yang luas (Gambar 8).

Tabel 1. Morfometrik saluran pencernaan bandikut E. kalubu

Morfometrik

Individu

Rata-rata ± s.d

1 2 3 4 5

Jantan Jantan Betina Betina Jantan

Bobot badan (gram) 1.25 1.35 0.8 0.8 1.6 1.16 0.29

Kepala tubuh (cm) 40 47 31 30 43 38.2 4.76

Esofagus (cm) 13.7 12.5 8.5 8.4 11.5 10.92 1.97

Curvatura major (cm) 11 11.7 6.5 6.3 10 9.1 2.16 Curvatura minor (cm) 2.2 3 1.5 1.2 2,5 2,08 0.48

Duodenum (cm) 10.5 14.5 8.5 7.5 11 10.4 1.92

Yeyunum (cm) 54 55 39.5 22 32 40.5 11.2

Ileum (cm) 3 11 4.5 7 5.5 6.2 2.24

Sekum (cm) 3 2.5 3 4 4.5 3.4 0.68

(36)

17

A B Gambar 8 Situs viscerum saluran pencernaan bandikut E. kalubu di dalam tubuh (A) dan di luar tubuh (B) yang tersusun atas mulut (a), esofagus (b), jantung (c), paru-paru (d), hati (e) dan empedu (tanda panah), lambung (f), usus kecil (g), sekum (h), usus besar (i). Bar = 2 cm

Lambung berada di bagian kranial ruang abdomen sebelah kiri. Bagian anteriornya berbatasan dengan otot diafragma, bagian ventromedial ditutupi oleh hati dan bagian lateral oleh limpa. Lambung bandikut bertipe tunggal dengan ukuran curvatura major 9.1 ± 2.2 cm dan curvatura minor 2.1 ± 0.6 cm (Tabel 1). Ukuran curvatura minor yang pendek menyebabkan jarak antara permuaraan esofagus ke lambung dengan duodenum relatif dekat. Mukosa lambung membentuk lipatan longitudinal sampai akhir daerah fundus. Pada daerah pilorus terdapat penebalan otot di curvatura major maupun minor yang membentuk sfingter pada perbatasan dengan duodenum. Penebalan otot pada curvatura minor lebih tebal (Gambar 9). Pada batas antara pilorus dengan duodenum, dinding usus mengalami pembesaran melingkar membentuk cincin yang disebut collar.

(37)

18

Panjang total usus E. kalubu adalah 77.5 ± 14.4 cm atau sekitar 2 kali panjang tubuhnya. Panjang bagian-bagian usus yaitu duodenum 10.4 ± 1.92 cm, yeyunum 40.5 ± 11.2 cm, ileum 6.2 ± 2.2 cm serta panjang kolon-rektum 17 ± 2 cm (Tabel 1). Pada jarak sekitar ± 1.8 cm dari kranial usus kecil terdapat permuaraan dari saluran empedu yaitu ductus choledocus yang menyalurkan empedu dari hati dan adanya ductus pancreaticus yang menyalurkan sekresi dari pankreas. Antara usus kecil dan usus besar mudah dibedakan karena adanya batas berupa sekum yang terlihat jelas dengan ukuran 3.4 ± 0.68 cm (Tabel 1).

Gambar 9 Morfologi eksterior (A), interior (B) lambung bandikut E. kalubu. lambung memiliki curvatura major (Cma) yang panjang dan curvatura minor (Cmi) yang pendek. Mukosa lambung membentuk lipatan-lipatan yang berjalan longitudinal. Pada batas daerah pilorus (Py) dengan duodenum (Duo) terdapat otot sfingter (anak panah) dan dari luar tampak adanya pembesaran seperti cincin atau collar (*) Eso = esofagus

Pengamatan Mikroanatomi

Struktur Umum

Mukosa esofagus E. kalubu tersusun atas epitel pipih banyak lapis. Lapis epitel pada esofagus bandikut tidak mengalami keratinisasi. Lapisan muskularis mukosa esofagus tersusun atas otot polos yang makin tebal ke arah kaudal. Pada lapisan submukosa ditemukan kelenjar esofagus yang bertipe mukus, yang berjumlah banyak di bagian kranial dan semakin sedikit ke arah kaudal. Lapisan muskularis eksterna esofagus bandikut, mulai dari bagian kranial sampai kaudal tersusun oleh otot bergaris melintang (Gambar 10).

Pada daerah perbatasan esofagus dan lambung, epitel mukosa berubah secara mendadak dari epitel pipih banyak lapis menjadi sel epitel silindris sebaris (Gambar 11). Lapisan muskularis mukosa pada daerah perbatasan esofagus dan lambung tersusun atas otot polos yang relatif tebal dan semakin menipis ke arah lambung. Lambung bandikut E. kalubu memiliki tiga daerah kelenjar yaitu: daerah kelenjar kardia, fundus dan pilorus. Daerah kelenjar kardia sempit terdapat di permuaraan esofagus. Kelenjarnya berbentuk tubular sederhana yang tersusun oleh sel-sel kuboidal dengan inti terletak di basal.

B A

(38)

19

Kranial Medial Kaudal

Gambar 10 Struktur dinding esofagus E. kalubu. Lapisan mukosa (Mu) disusun oleh epitel pipih banyak lapis yang tidak mengalami keratinisasi. Muskularis mukosa tersusun atas otot polos. Lapisan submukosa (Sm) tersusun atas kelenjar esofagus (Eg) berjumlah banyak di bagian kranial dan semakin sedikit ke arah kaudal. Lapisan muskularis eksterna (Me) disusun oleh otot bergaris melintang. Pewarnaan HE, Bar = 100 µm

(39)

20

Daerah kelenjar fundus memiliki daerah yang paling luas, terutama di bagian curvatura major. Kelenjar fundus berbentuk tubular panjang, dan sedikit bercabang. Kelenjar fundus memiliki setidaknya empat macam sel penyusun mukosa, yaitu sel parietal, sel utama (chief cell), sel leher mukus dan sel epitel permukaan (Gambar 12). Sel parietal yang berukuran besar dengan inti bulat ditemukan sangat banyak di curvatura major, tetapi sangat sedikit di curvatura minor. Pada curvatura major, sel parietal terdistribusi mulai basal sampai leher kelenjar dan paling banyak ditemukan di bagian medial. Pada curvatura minor, sel parietal sedikit ditemuka n di medial kelenjar. Sel utama ditemukan dalam jumlah cukup banyak di bagian curvatura major dan sangat sedikit di curvatura minor. Sel utama terdistribusi paling banyak di bagian basal dan sedikit di bagian medial di antara sel parietal. Kelenjar pilorus berbentuk tubulus bercabang dan permukaan mukosa memiliki gastric pit yang dalam (Gambar 13). Kelenjar pilorus bertipe mukus, ditemukan di daerah sepertiga akhir bagian lambung. Pada bagian perbatasan antara pilorus lambung dengan usus, ditemukan adanya otot sfingter yang tebal namun tidak simetris.

Gambar 12 Distribusi sel pada kelenjar fundus E. kalubu.

Sel parietal (Pc) terdistribusi mulai dari bagian basal sampai leher kelenjar, sel utama (Cc) terdistribusi diantara sel parietal terutama di bagian basal kelenjar, sel leher (Mc) pada daerah gastric pit, dan sel epitel (Ec) yang menutupi seluruh permukaan mukosa.

(40)

21

Gambar 13 Mukosa kelenjar pilorus E. kalubu membentuk gastic pit yang dalam (anak panah), dan memiliki karakteristik sel-sel penghasil mukus (Pg). Pewarnaan HE, Bar = 50 µm

Dinding usus tersusun atas lapisan mukosa, submukosa, muskularis eksterna dan serosa. Lapisan mukosa pada daerah hubungan usus dengan lambung terdapat vili dengan ukuran relatif pendek yang dilapisi oleh epitel silindris sebaris dengan sel-sel goblet tersebar diantaranya. Semakin ke kaudal ukuran vili semakin tinggi dengan jumlah sel-sel goblet yang semakin banyak. Pada daerah dengan ukuran vili yang tinggi teramati adanya formasi zig-zag. Lapisan muskularis mukosa usus tersusun atas otot polos yang relatif tipis pada duodenum dan sedikit lebih tebal pada yeyunum dan ileum.

Pada lapisan submukosa bagian kranial duodenum berbatasan dengan pilorus terdapat kelenjar submukosa (Brunner). Kelenjar Brunner terdistribusi terbatas pada daerah submukosa duodenum bagian kranial di dekat sfingter pilorus (Gambar 14). Pada lapisan muskularis eksterna lapisan otot sirkuler dan longitudinal memiliki ketebalan yang hampir sama.

(41)

22

Gambar 14 Daerah perbatasan pilorus (Py) dengan duodenum (Duo) ditandai dengan adanya sel-sel goblet (tanda panah) pada mukosa duodenum, serta adanya kelenjar Brunner (Br) yang terdistribusi di lapisan submukosa pilorus. Pewarnaan HE, Bar = 100 µm

Duodenum Yeyunum Ileum

Gambar 15 Struktur dinding usus kecil E. kalubu. Lapisan mukosa (Mu) tersusun atas epitel silindris sebaris dan sel-sel goblet yang jumlahnya makin banyak ke arah ileum. Lapian submukosa (Sm) pada ileum

terdapat limfatik nodul (tanda panah). Tunika muskularis eksterna (Me) disusun oleh otot polos sirkuler dan longitudinal.

Pewarnaan HE, Bar = 100 µm

(42)

23

Sekum Kolon Rektum

Gambar 16 Struktur dinding usus besar E. kalubu. Lapisan mukosa (Mu) disusun oleh epitel silindris sebaris dan sel-sel goblet yang jumlahnya makin banyak ke arah kaudal. Lapian submukosa (Sm) dan lapisan

muskularis eksterna (Me) tersusun oleh otot polos sirkuler dan longitudinal. Pewarnaan HE, Bar = 100 µm

Substansi Mukopolisakarida

Hasil pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS pada saluran pencernaan bandikut E. kalubu ditampilkan pada Tabel 2. Intensitas warna pada hasil pewarnaan

menunjukkan konsentrasi mukopolisakarida netral atau asam. Kelenjar esofagus bandikut E. kalubu mensekresikan mukopolisakarida yang bersifat asam dengan konsentrasi yang sangat tinggi, baik pada kelenjar di bagian kranial, medial maupun kaudal (Gambar 17). Pada daerah kelenjar terlihat mukopolisakarida netral dan asam dengan intensitas warna sangat kuat di bagian kranial dan medial. Pada bagian kaudal mukopolisakarida asam intensitasnya tetap sangat kuat, tetapi jumlah kelenjarnya yang berkurang. Pada bagian epitel mukosa esofagus juga ditemukan adanya mukopolisakarida yang bersifat netral dan asam dengan konsentrasi bervariasi.

Kelenjar kardia mensekresikan mukopolisakarida yang bersifat netral dengan konsentrasi tinggi hampir disemua bagian daerah kelenjar, sedangkan mukopolisakarida yang bersifat asam dengan konsentrasi tinggi ditemukan di bagian lumen, dan konsentrasi lemah ditemukan di epitel mukosa. Kelenjar fundus di bagian lumen mensekresikan mukopolisakarida yang bersifat netral dan asam dengan konsentrasi tinggi, sedangkan di epitel mukosa mukopolisakarida bersifat netral dan asam konsentrasinya rendah. Kelenjar pilorus mensekresikan mukopolisakarida yang bersifat netral dengan konsentrasi tinggi di lumen hingga epitel muko sa (Gambar 18).

(43)

24

(44)

25

Kranial Medial Kaudal Gambar 17 Kelenjar esofagus E. kalubu mulai dari bagian kranial sampai kaudal menghasilkan mukopolisakarida yang bersifat asam dan netral dengan konsentrasi sama kuat.

Pewarnaan AB dan PAS, Bar = 100 µm

Kardia Fundus Pilorus

Gambar 18 Kelenjar lambung E. kalubu di daerah kardia (Cg) yang berbatasan dengan esofagus (Eso), fundus (Fd), dan pilorus (Py) yang

(45)

26

Duodenum Yeyunum Ileum

Gambar 19 Kelenjar usus kecil E. kalubu mulai dari bagian duodenum sampai ileum menghasilkan mukopolisakarida yang bersifat asam dan netral dengan konsentrasi sangat kuat pada sel goblet. Pewarnaan AB dan PAS, Bar = 100 µm

Sekum Kolon Rektum Gambar 20 Kelenjar usus besar E. kalubu mulai dari sekum sampai

kolon menghasilkan mukopolisakarida yang bersifat asam dan netral dengan konsentrasi sangat kuat pada sel goblet.

(46)

27 Pembahasan

Pengamatan Makroanatomi

Variasi warna rambut E. Kalubu yang ditemukan pada penelitian ini, oleh masyarakat lokal Papua dikelompokkan menjadi bandikut dada putih dan bandikut dada merah. Kedua variasi warna ini, juga ditemukan oleh Warsono (2009) dan Tethool (2011). Bandikut dada putih artinya pola warna rambut pada daerah ventral berwarna putih dibandingkan dengan bandikut dada merah yang bagian ventral rambut berwarna coklat kemerahan.

Pada lima individu sampel E. kalubu, terdapat satu individu yang tidak memiliki ekor dan ada yang memiliki ekor dengan panjang maksimal 9 cm. Namun ukuran ekor bukan merupakan penciri dari spesies E. kalubu seperti yang dituliskan oleh Flannery (1995) bahwa E. kalubu ada yang memiliki ekor yang panjang atau pendek atau bahkan tidak memiliki ekor.

Ukuran kaki depan lebih pendek dibandingkan dengan kaki belakang. Perbedaan ukuran diduga terkait dengan fungsinya, kaki depan dengan lima jari dan tiga kuku cakar yang berkembang berfungsi untuk menggaruk dan membersihkan tubuh serta membantu fungsi kaki belakang. Kuku cakar pada kaki depan juga berperan dalam melindungi diri dan untuk menggali sarang. Sedangkan fungsi kaki belakang yang memiliki empat jari dan empat kuku cakar yaitu mencari makan, membuat sarang dan melindungi diri (Warsono 2009).

Situs viscerum

Bentuk lambung tunggal E. kalubu menunjukkan bahwa jenis makanan yang dikonsumsi umumnya adalah makanan yang lebih mudah dan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk proses pencernaannya, seperti buah-buahan yang masak dan lunak, umbi-umbian, cacing dan serangga. Menurut Warsono (2009), bandikut E. kalubu yang dipelihara di laboratorium paling menyukai jenis makanan berupa pisang, cacing, dan belalang. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan terhadap sisa-sisa makanan di lambung pada hewan penelitian ini, yaitu berupa sisa bagian-bagian tubuh dari belalang, semut, dan rayap.

Ukuran curvatura minor lebih pendek menyebabkan jarak antara permuaraan esofagus ke lambung dengan duodenum relatif dekat. Bentuk lambung E. kalubu mirip antara lain dengan lambung kelelawar pemakan serangga (Scotophilus kuhlii) (Nisa’ 1997), dan trenggiling (Manis javanica) (Nisa’ 2005). Namun sedikit berbeda dengan spesies omnivora Akodon cursor dari kelompok rodensia yang juga lebih menyukai jenis serangga memiliki bentuk lambung tunggal dengan adanya antrum yang lebih berkembang (Finotti et al, 2012).

(47)

28

panjang total usus adalah 203.5 cm dengan panjang usus kecil 144 cm, sekum 11.5 cm dan kolon 48 cm (Murphy 1999). Namun morfomterik usus E. kalubu ini mirip rodensia omnivora Akodon cursor dengan panjang usus kecil 74.36 ± 16.24 mm dan sekum 3.94 ± 1.35cm (Finotti et al, 2012). Berbeda dengan hewan endemik Australia yaitu Kultarr (Antechinomys laniger) dan Sminthopsis douglasi yang juga merupakan kelompok marsupial insektivora. Kultarr dan Sminthopsis douglasi tidak memiliki sekum, sehingga secara morfologi sulit untuk membedakan batasan antara usus kecil dan usus besar (Stannard and Julie 2013; Hume et al. 2000).

Pengamatan Mikroanatomi

Lapis epitel pada esofagus bandikut tidak mengalami keratinisasi. Kondisi ini mirip pada kucing, anjing (Bacha and Bacha 1990) dan musang luak (Kusumastuti 2012). Keratinisasi pada lapisan permukaan epitel mukosa esofagus bervariasi pada setiap spesies. Umumya pada kelompok karnivora dan omnivora epitel pipih banyak lapis tidak mengalami keratinisasi. Pada babi epitel esofagus mengalami sedikit keratinisasi, kelompok herbivora dan ruminansia seperti kuda, kambing dan domba esofagus umumnya mengalami keratinisasi (Eurell and Frappier 2006). Ada tidaknya keratin terkait dengan adaptasi terhadap jenis makanan yang dikonsumsi. Hewan yang mengkonsumsi makanan yang keras atau banyak mengandung serat kasar umumnya berkeratin. Keratin berfungsi untuk melindungi dinding mukosa terhadap abrasi oleh makanan yang dikonsumsi (Eurell and Frappier 2006).

Ditemukannya kelenjar esofagus yang sangat banyak di bagian kranial dan berkurang ke arah kaudal, merupakan hal menarik dalam penelitian ini dan belum pernah dilaporkan oleh peneliti terdahulu (Warsono 2009). Gambaran distribusi kelenjar esofagus ini mirip dengan pada babi. Sebaran kelenjar esofagus berbeda antar spesies hewan. Pada kuda, kambing, domba, dan kucing sebaran kelenjar terbatas hanya di bagian kranial, sedangkan pada anjing ditemukan di sepanjang esofagus (Eurell and Frappier 2006). Pada kelelawar pemakan serangga dan pemakan buah serta musang luak tidak ditemukan kelenjar esofagus (Nisa’ 1997; Kusumastuti 2012). Banyaknya kelenjar esofagus diduga berkaitan dengan ukuran esofagus yang cukup panjang, sehingga dibutuhkan untuk melicinkan makanan. Kelenjar mukus berfungsi untuk membasahi dan melicinkan makanan sehingga makanan dapat dengan mudah menuju ke lambung selain dibantu oleh gerakan peristaltik yang dilakukan oleh otot dinding esofagus (Eurell and Frappier 2006).

(48)

29 Komparasi struktur umum lapisan dinding lambung E. kalubu dengan beberapa hewan mewakili kelompok omnivora adalah babi, herbivora adalah kuda dan kambing, serta karnivora diwakili oleh anjing dan kucing (Tabel 3).

Tabel 3 Komparasi struktur esofagus bandikut E. kalubu dengan beberapa hewan

(Sumber: Eurell and Frappier 2006)

Struktur histologi lambung bandikut E. kalubu menyerupai mamalia lainnya seperti bandikut Isodon macrourus, kultarr (Antechinomys laniger) dan Sminthopsis douglasi (O’Hara et al. 2011; Rannard and Julie 2013; Hume et al. 2000). Kondisi daerah kelenjar kardia yang sempit pada bandikut E. kalubu mirip dengan kelelawar pemakan serangga (Nisa’ 1997), kelelawar pemakan buah (Forman 1990; Nisa’ 1997), dan landak jawa (Wulansari 2012). Namun berbeda dengan babi. Pada babi yang merupakan hewan omnivora daerah kardia cukup luas mencapai hampir separuh ukuran lambung (Eurell and Frappier 2006). Kelenjar kardia berfungsi menghasilkan mukus untuk melindungi mukosa esofagus terhadap kemungkinan terjadinya reflux ingesta dari lambung yang bersifat asam ke esofagus (Telford and Bridgman 1995).

Kondisi sel parietal yang sangat banyak di curvatura major, tetapi sangat sedikit di curvatura minor pada daerah kelenjar fundus E. kalubu mirip dengan kelelawar pemakan serangga (Nisa’ 1997), namun berbeda dengan babi dan kelelawar pemakan buah. Pada babi sel-sel parietal di bagian fundus cenderung mengelompok (Eurell and Frappier 2006), sedangkan pada kelelawar pemakan buah sel parietal terkumpul di bagian medial (Nisa’ 1997). Sel parietal berfungsi mensekresikan HCl. Banyaknya sel parietal pada kelenjar fundus menunjukkan bahwa sel tersebut memegang peran penting dalam proses pencernaan di lambung bandikut.

Kondisi sel utama yang terdistribusi paling banyak di bagian basal dan sedikit di bagian medial diantara sel parietal pada bandiku E. kalubu mirip pada kelelawar pemakan serangga (Nisa’ 1997), namun berbeda dengan landak Jawa.

Karakter

Gambar

Gambar 1   Komparasi saruran pencernaaan omnivora pada bandikut Perameles
Gambar 3  Komparasi lapisan mukosa saluran pencernaan dari esofagus
Gambar 4  Komparasi lambung tunggal (A) dan lambung majemuk (B)
Gambar 5  Komparasi anatomi duodenum, yeyunum dan ileum
+7

Referensi

Dokumen terkait

penerapan pendidikan karakter pada mata pelajaran, guru harus dapat menggunakan berbagai media dan mengetahui bagimana karakter peserta didik itu sendiri sehingga

1) Tidak untuk mencari laba atau keuntungan atau tidak merupakan bagian perusahaan yang mencari keuntungan semata. 2) Umendidik dan memajukan masyarakat dalam

Assalamualaikum Wr. Salam Sejahtera Bagi Kita Semua. Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas hidayah-Nya maka Seminar Hasil Pengabdian Masyarakat 2020 dapat

Interaksi yang terjadi diantara ketiga obat utama gagal jantung kongestif berdasarkan level signifikansinya adalah digoksin- furosemid (level signifikansi 1) sebanyak

Sebagai pemilik website tentu ingin websitenya dikunjungi banyak orang, tapi kita tidak bisa tahu berapa banyak pengakses website kita tanpa bantuan aplikasi

teknologi inormasi, smart tec'nology dimanaatkan secara luas dan intensi di 'ampir semua aspek ke'idupan. +alam trend pergeseran knowledge&based works, kreati#itas karyawan

(1) Ketercapaian implementasi K-13 ten- tang proses dan penilaian pembelajaran matematika menurut BSNP di SMPN 2 Bandar Lampung adalah sangat baik; artinya semua