• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penilaian Economic Losses Masyarakat Desa Cijeruk Kabupaten Bogor Akibat Adanya Pemanfaatan Sumber Mata Air Oleh Perusahaan Air Minum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penilaian Economic Losses Masyarakat Desa Cijeruk Kabupaten Bogor Akibat Adanya Pemanfaatan Sumber Mata Air Oleh Perusahaan Air Minum"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan jumlah sumberdaya alam yang berlimpah serta beragam jenisnya. Secara umum sumberdaya alam dibagi menjadi sumberdaya alam yang dapat pulih dan tidak dapat pulih. Sumberdaya alam yang dapat pulih adalah sumberdaya alam yang tidak dapat habis jika dieksploitasi tidak melebihi daya regenerasinya, sedangkan sumberdaya alam yang tidak dapat pulih adalah sumberdaya alam yang akan habis dalam waktu cepat jika dieksploitasi secara berlebihan. Sumberdaya alam yang merupakan sumberdaya yang klasifikasinya dapat digolongkan baik ke dalam sumberdaya dapat terbarukan maupun tidak terbarukan tergantung pada sumber dan pemanfaatannya salah satunya adalah air (Fauzi, 2004).

Air merupakan sumberdaya alam yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup yang berfungsi menjaga kesinambungan rantai pangan makhluk hidup. Dalam kehidupan manusia, selain sebagai penunjang kehidupan unsur hayati juga diperlukan sebagai penunjang ekonomi seperti pertanian dan industri, selain itu juga sebagai sarana kegiatan keagamaan dan budaya. Oleh karena air sangat penting bagi kehidupan manusia, untuk itu diperlukan upaya dalam menjaga kualitas serta kuantitas sumberdaya air tersebut.

(2)

2 lebih sulit menegaskan hak-hak kepemilikan terhadap sumberdaya yang bersangkutan. Oleh karena itu, sangat diperlukan pengelolaan sumberdaya air yang lestari agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Hal ini sangat penting diterapkan pada wilayah yang kebutuhan terhadap sumberdaya air dari tahun ketahun semakin tinggi seperti di Pulau Jawa (KLH, 2007). Berdasarkan hasil estimasi diperkirakan pada atahun 2015 kebutuhan air di Pulau Jawa mencapai 164 672 m3/tahun (Sanim, 2003).

Sumber : Sanim, 2003

Gambar 1 : Ketersediaan Air Tahun 1995 dan 2000 serta Prediksi Kebutuhan Air Tahun 2015 di Pulau Jawa

(3)

3 hanya akan meningkatkan jumlah konsumsi air secara drastis, namun juga kebutuhan pangan yang nantinya membutuhkan lebih banyak air untuk pertanian, industri, dan air bersih yang juga akan meningkatkan permintaan terhadap air.

Kebutuhan air yang terus bertambah akan merubah sifat sumberdaya air yang awalnya public good seperti non excludable dan non rivality akan berubah menjadi barang ekonomi yaitu rivality, excludable, dan substractable menurut tempat dan waktu. Hal ini tercermin dari semakin sulitnya mendapatkan air bersih khususnya di perkotaan, sehingga dibutuhkan pengorbanan lebih untuk mendapatkannya. Seperti contohnya di wilayah Jabodetabek yang telah terjadi kelangkaan air bersih. Kabupaten Bogor Jawa Barat merupakan salah satu wilayah di Pulau Jawa yang terdapat banyak titik sumber mata air. Hal ini dikarenakan Kabupaten Bogor wilayahnya terletak di antara Gunung Gede-Pangrango dan Gunung Salak sebagai salah satu sumber penghasil air dengan 83 titik mata air (BLH Kab. Bogor, 2008).

(4)

4 dalam memanfaatkan sumber mata air untuk kebutuhan sehari-hari serta untuk irigasi persawahan. Oleh sebab itu, penelitian ini sangat penting dilakukan agar permasalahan terkait pemanfaatan secara berlebihan oleh perusahaan air minum terhadap sumber mata air Gunung Salak dapat diatasi dengan baik.

1.2. Perumusan Masalah

Sumberdaya air merupakan suatu kebutuhan yang penting bagi semua makhluk hidup, terutama bagi manusia. Sumberdaya air digunakan oleh manusia untuk kebutuhan rumahtangga, pertanian, industri dan lain-lain. Seperti halnya masyarakat Desa Cijeruk Kecamatan Cijeruk yang memanfaatkan sumberdaya air untuk kebutuhan rumahtangga serta pertanian. Sebagian besar masyarakat Desa Cijeruk sangat tergantung dengan sumber mata air yang dimanfaatkan untuk kebutuhan rumahtangga serta untuk pertanian. Selain digunakan untuk kebutuhan rumahtangga dan pertanian, sumber mata air di Desa Cijeruk juga dimanfaatkan oleh perusahaan air minum.

Desa Cijeruk merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Bogor dengan potensi sumber mata air yang cukup banyak. Saat ini selain masyarakat, beberapa perusahaan air minum juga memanfaatkan sumber mata air tersebut sebagai bahan baku produksi. Akibat pemanfaatan sumber mata air oleh perusahaan air minum mengakibatkan kelangkaan sumberdaya air yang merugian bagi masyarakat serta para petani khususnya petani padi.

(5)

5 dampak lingkungan yang merugikan. Oleh sebab itu dilakukan penerapan perizinan pengambilan air, sehingga dapat ditentukan batasan volume air yang dapat dimanfaatkan. Kenyataannya penyimpangan yang terjadi di lapangan menyebabkan pemanfaatan sumberdaya air yang terjadi tidak terkendali oleh perusahaan air minum di wilayah Desa Cijeruk Kecamatan Cijeruk. Hal ini pada akhirnya menyebabkan kerugian terhadap masyarakat sekitar khususnya para petani yang semakin sulit mendapatkan air bersih. Berdasarkan uraian di atas, menimbulkan beberapa pertanyaan, yaitu:

1. Bagaimana gambaran mengenai kelangkaan sumberdaya air yang dialami masyarakat Desa Cijeruk akibat pemanfaatan secara berlebihan terhadap sumber mata air Gunung Salak ?

2. Bagaimana pengelolaan sumber mata air di Desa Cijeruk berdasarkan persepsi multistakeholder?

3. Berapakah nilai economic losses sumberdaya air pada sumber mata air Gunung Salak akibat pemanfaatan yang berlebihan oleh perusahaan air minum di Desa Cijeruk ?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

(6)

6 2. Mengkaji pengelolaan sumber mata air di Desa Cijeruk berdasarkan persepsi

multistakeholder.

3. Mengestimasi nilai economic losses sumberdaya air pada sumber mata air Gunung Salak akibat pemanfaatan berlebihan oleh perusahaan air minum di Desa Cijeruk.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Akademisi dan peneliti, yaitu diharapkan menjadi pelengkap keilmuan ekonomi sumberdaya dan lingkungan serta sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya dan sebagai salah satu syarat kelulusan.

2. Pemerintah Daerah, yaitu sebagai bahan evaluasi dalam penerapan kebijakan pengelolaan sumber mata air di Gunung Salak.

3. Masyarakat setempat, yaitu sebagai tambahan pengetahuan mengenai keilmuan ekonomi sumberdaya dan lingkungan khususnya mengenai dampak pemanfaatan berlebihan terhadap sumber mata air.

1.5. Batasan Penelitian

(7)
(8)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelangkaan Sumberdaya Air

Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu penyebab pemanfaatan berlebihan yang dilakukan terhadap sumberdaya air. Selain itu, berkurangnya daerah resapan air akibat pengalihfungsian daerah resapan air menjadi perumahan serta kerusakan hutan akibat penebangan liar akan mempengaruhi debit air khususnya debit air tanah. Kelangkaan sumberdaya air juga diakibatkan oleh sudah mulai terancamnya gunung yang merupakan hulu air atau menara air. Keberlanjutan fungsi gunung sebagai menara air terancam sangat serius karena (Setiadi, 2002):

1. Harmoni antara fungsi alami gunung dengan kehidupan sosial masyarakat mengalami perubahan yang sangat mendasar.

2. Diversitas kehidupan ekonomi, perkembangan pertanian dan kehutanan, pemanfaatan sumber-sumber alam yang berubah.

3. Tidak ada keharmonisan ”bioclimate” di daerah gunung.

4. Keputusan dan peraturan pemerintah mengenai pemanfaatan gunung dan kawasan di sekitarnya sering diabaikan masyarakat.

(9)

9 komprehensif memperlakukannya sebagai satu kesatuan ekosistem memerlukan kesepakatan politik antar negara, antar propinsi dan antar kabupaten (Salim, 2002).

Setiap negara di dunia memiliki indikator masing-masing mengenai kelangkaan air di negaranya. Penelitian Gusti (2006) menyatakan bahwa di Indonesia khususnya pulau Jawa telah terjadi kelangkaan air. Bukti kelangkaan air yang ada adalah pada tahun 2002, dari 26 telaga yang ada di Paranggupito Wonogiri hanya tinggal tiga telaga yang masih ada airnya. Akibatnya sebanyak 4 503 kepala keluarga atau sekitar 20 756 warga delapan desa di Kecamatan Paranggupito Wonogiri kekurangan air. Kelangkaan sumberdaya air yang terjadi menyebabkan 350 hektar tanaman padi di Sukoharjo gagal panen akibat minimnya air irigasi.

Helmi (2002) menyatakan bahwa kelangkaan sumberdaya air dapat dikurangi salah satunya dengan cara pengontrolan permintaan serta penghematan air. Hal ini dapat dilakukan dengan mengontrol kuantitas permintaan (demand) dengan instrumen harga sehingga pemakaian bisa dihemat. Adanya pengontrol kualitas air menjadikan air yang tersedia memenuhi standar kualitas penggunaan tertentu tidak berkurang.

(10)

10

2.2. Penilaian Economic Losses Sumberdaya Air

Sumberdaya air secara ekonomi tergolong ke dalam common pool resources. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi masalah eksploitasi yang

melebihi daya regenerasinya. Permasalahan tersebut akan menjadi lebih sulit dalam hal menegaskan hak-hak kepemilikan sumberdaya yang bersangkutan.

Sumberdaya dapat dikelola secara efisien dengan membangun sistem kepemilikan di atas sistem property right yang efisien. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip property right, yaitu (Gardner et al, 1990) :

1. Universality, semua sumberdaya dimiliki secara pribadi (private owned) dan seluruh hak-haknya diperinci dengan lengkap dan jelas.

2. Exclusivity, semua keuntungan dan biaya yang dibutuhkan sebagai akibat dari kepemilikan dan pemanfaatan sumberdaya tersebut harus dimiliki hanya oleh pemilik tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dalam transaksi atau penjualan ke pihak lain.

3. Transferability, seluruh hak kepemilikan dapat dipindahtangankan dari satu pemilik ke pihak lainnya dengan transaksi yang bebas dan jelas.

4. Enforceability, hak kepemilikan tersebut harus aman dari perampasan atau pengambilalihan secara tidak baik dari pihak lain.

(11)

11 Ketiga, dari kondisi di atas diperlukan aturan-aturan yang memungkinkan untuk mengatur eksploitasi sumberdaya air agar lebih efisien dan berkelanjutan.

Penelitian yang dilakukan oleh Acharya dan Barbier (2000) di Nigeria, mengindikasikan adanya kelangkaan pada sumberdaya air. Kelangkaan tersebut diakibatkan oleh pengelolaan serta pemanfaatan sumberdaya air yang tidak bersifat keberlanjutan, seperti eksploitasi yang berlebihan untuk industri. Hal ini berdampak besar pada masyarakat dan petani. Masyarakat harus mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkan air karena harus memperdalam sumur. Petani mengalami kerugian karena menurunnya produktifitas pertanian karena semakin berkurangnya supply air irigasi ke lahan pertanian mereka.

Penilaian economic losses pada sumberdaya air dilakukan bertujuan untuk menilai besarnya kerugian dari kelangkaan sumberdaya air yang diindikasikan dengan kelangkaan sumberdaya air. Kerugian ini tercermin dari semakin besarnya biaya dalam memperoleh sumberdaya air serta menurunnya produktifitas pertanian. Besarnya biaya kerugian tersebut dapat pula dijadikan sebagai besarnya manfaat yang hilang akibat kelangkaan sumberdaya air serta dapat pula dijadikan sebagai biaya pengganti untuk memulihkan kondisi sumberdaya air kekeadaan sebelum terjadinya kelangkaan.

2.3. Kelembagaan Sumberdaya Air

(12)

12 tegas menyatakan dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 bahwa bumi, tanah dan air dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Negara Indonesia mempunyai aturan yang khusus mengatur tentang pengelolaan sumberdaya air adalah UU nomor 7 Tahun 2004 tentang sumberdaya air. Undang-undang tersebut menggantikan UU nomor 11 tahun 1974 tentang pengairan. Pergantian ini menandai secara formal pergeseran paradigma tata kelola sumberdaya air di Indonesia.

Suharno (2005) menyatakan bahwa isi dari UU nomor 7 tahun 2004 tentang sumberdaya air merupakan bentuk pengakuan eksplisit Indonesia. Pertama, air bukan saja merupakan barang sosial melainkan juga merupakan barang ekonomi yang untuk mendapatkannya harus mengikuti asas efisiensi dan keadilan. Kedua, karena sifatnya sebagai common pool resources maka di dalam pengelolaan sumberdaya air diperlukan penerapan asas desentralisasi, partisipasi masyarakat dan keterpaduan.

Secara garis besar isi UU nomor 7 tahun 2004 tentang sumberdaya air sesuai dengan pernyataan yang dihasilkan pada konferensi dunia tentang sumberdaya air dan lingkungan yang diselenggarakan di Dublin, Scotlandia tahun 1992. Hasil konferensi ini dikenal dengan prinsip Dublin yang menjadi landasan bagi kaidah pengelolaan sumberdaya air terpadu (integrated water resource management) dengan empat butir prisip, yaitu (Suharno, 2005):

(13)

13 2. Pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air harus dilandaskan pada pendekatan partisipatif, yang melibatkan pengguna, perencana dan pembuat kebijakan pada semua tingkatan.

3. Wanita memiliki peran sentral dalam penyediaan, pengelolaan dan pengamanan sumberdaya air.

4. Air memiliki nilai ekonomi dalam semua ragam penggunaan yang saling bersaing satu sama lain dan karenanya harus diakui sebagai barang ekonomi.

Menurut Boulding (1980), pemerintah di seluruh dunia memperlakukan air lebih dari suatu komoditas ekonomi yang sederhana. Air adalah penting untuk kehidupan. Banyak Negara yang menolak mekanisme-mekanisme alokasi pasar kompetitif terhadap sumberdaya air karena akan menimbulkan eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya air sehingga diperlukan aturan mengenai alokasi serta hak atas sumberdaya air.

(14)

14 Pada sistem kelembagaan pengelolaan sumberdaya air terkandung makna elemen-elemen partisipan, teknologi, tujuan dan struktur dimana terdapat interdependensi satu sama lain. Sistem kelembagaan yang dianut bertujuan ke arah efisiensi, dengan mengurangi biaya transaksi. Rachman, et al (2002) menyatakan bahwa hubungan sistem kelembagaan dan biaya transaksi tercirikan pada tiga kaitan sifat yang secara nyata menyebabkan adanya perbedaan insentif dan pembatas bagi partisipan yaitu: sifat fisik sumberdaya air, sifat masyarakat partisipan dan sifat kelembagaan.

(15)

15

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Teoritis

Penghitungan nilai economic losses sumberdaya air dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan tahapan-tahapan proses penilaian kelangkaan. Seperti yang dikemukakan oleh Vecvagars (2006) bahwa penilaian economic losses sumberdaya air dapat dilakukan dengan melakukan tahapan-tahapan proses

penilaian kelangkaan sebagai berikut: identification of the cultural asset, tahapan yang pertama ini adalah mengidentifikasi aset dari budaya yang terkandung di dalamnya. Permasalahan yang dapat muncul dari identifikasi ini yaitu banyaknya karakteristik dari budaya yang diidentifikasi.

Tahap yang kedua adalah determining the level of significance, yaitu menentukan tingkat signifikansi dari nilai asset yang hilang atau rusak. Tahap yang ketiga adalah identification of beneficiaries, yaitu mengidentifikasi penerimaan atau manfaat ekonomi yang dapat diperoleh dari aset tersebut sebelum terjadi kelangkaan. Tahap yang keempat adalah identification of benefits, yaitu mengidentifikasi manfaat dari aset tersebut. Tahapan ini dapat berjalan secara simultan dengan tahapan yang ketiga. Tahapan ini tidak hanya mengidentifikasi manfaat langsung dan tidak langsung tetapi juga mengidentifikasi tingkat signifikansi dari manfaat yang didapat.

(16)

16 valuasi yang sesuai. Selain itu, terdapat pula tahapan-tahapan dalam melakukan penilaian economic losses sumber mata air. Menurut Ando et al, (2004), tahapan atau proses dalam melakukan penilaian economic losses diawali dengan penentuan kerusakan, yaitu mengidentifikasi tipe sumberdaya yang berpotensi terkena dampak serta menentukan apakah kerusakan telah terjadi. Tahapan yang kedua, kuantifikasi kerusakan yaitu menentukan layanan sumber mata air yang terkena dampak. Tahapan yang terakhir yaitu melakukan penilaian kerusakan dengan metode yang sesuai.

Vecvagars (2006) juga menyatakan bahwa estimasi besarnya economic losses dapat dilakukan melalui pendekatan biaya. Pertama, replacement cost

method yaitu mengestimasi biaya pengganti dari barang atau jasa, yang dipakai sebagai proxy untuk menilai economic losses dari barang atau jasa yang dinilai.

Metode kedua, restoration cost method yaitu menilai barang atau jasa yang mengalami economic losses dengan mengestimasi biaya-biaya pemulihan ke keadaan sebelum mengalami economic losses. Perbedaan replacement cost method dengan restoration cost method adalah metode yang kedua dapat

digunakan ketika barang atau jasa yang mengalami economic losses hanya sebagian atau secara parsial. Ketiga, substitute cost method yaitu metode yang fokus pada penetapan harga pasar dari suatu barang atau jasa yang dijadikan pengganti dari barang atau jasa yang mengalami economic losses. Keempat, preventive expenditure method yang juga dikenal sebagai mitigation or defensive

(17)

17 Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Adverted Cost Method atau metode biaya tambahan. Ando et al, (2004) menyatakan bahwa Adverted Cost Method adalah salah satu metode dalam penilaian economic losses sumberdaya alam dan lingkungan dengan prinsip dasar bahwa hilangnya nilai ekonomi sumberdaya dapat menyebabkan penambahan biaya dari pemanfaatan SDAL yang terkena dampak.

Penghitungan terhadap sumberdaya yang mengalami kelangkaan dapat diawali dengan melakukan klarifikasi proses terjadinya hal tersebut serta identifikasi lingkungan yang mengalami kelangkaan dan atau kerusakan (KLH, 2006). Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Klarifikasi proses terjadinya kelangkaan dan atau kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan. Verifikasi dugaan terjadinya kelangkaan dan atau kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan dilakukan melalui dua langkah :

a. Identifikasi sumber kelangkaan dan atau kerusakan, b. Proses terjadinya kelangkaan dan atau kerusakan.

2. Identifikasi lingkungan yang terjadi kelangkaan dan atau kerusakan yang terdiri dari langkah-langkah:

a. Identifikasi jenis media lingkungan yang terkena dampak,

b. Penghitungan lamanya kelangkaan dan atau kerusakan berlangsung,

c. Identifikasi kelangkaan dan atau kerusakan terjadi secara langsung atau tidak langsung,

(18)

18 e. Identifikasi status kepemilikan sumberdaya alam dan lingkungan yang terdiri dari: milik public dan milik perorangan (kepemilikan, tipe hak kepemilikan, durasi kepemilikan dan intensitas pemanfaatan).

Penelitian yang dilakukan oleh Acharya and Barbier (2000) di Nigeria mengenai besarnya kerugian yang diperoleh petani akibat kelangkaan sumberdaya air. Kelangkaan tersebut akibat pemanfaatan yang berlebihan terhadap sumber air. Kelangkaan sumberdaya air diakibatkan oleh pengelolaan serta pemanfaatan sumberdaya air yang tidak bersifat keberlanjutan, seperti pemanfaatan yang berlebihan untuk industri. Penentuan besarnya kerugian akibat kelangkaan sumberdaya air dilakukan dengan pendekatan fungsi produksi. Total biaya yang ditanggung oleh petani menjadi meningkat karena harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk mendapatkan sumberdaya air untuk irigasi. Selisih biaya yang ditanggung oleh petani sebelum dan sesudah kelangkaan merupakan nilai kerugian akibat kelangkaan sumberdaya air.

Berdasarkan teori di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pemanfaatan secara berlebihan terhadap sumber mata air mengakibatkan kelangkaan sumberdaya air.

2. Pemanfaatan tersebut menjadikan debit mata air berkurang.

(19)

19 4. Keadaan debit mata air berhubungan positif terhadap irigasi persawahan. Apabila debit mata air berkurang, maka irigasi persawahan juga berkurang. Hal tersebut menyebabkan produktifitas pertanian menurun.

3.2. Kerangka Operasional

Kabupaten Bogor terletak di selatan Provinsi DKI Jakarta yang diapit oleh tiga buah gunung yaitu Gunung Salak, Gunung Gede dan Gunung Pangrango. Hal ini menyebabkan Kabupaten Bogor memiliki banyak sumber mata air yang salah satunya berasal dari sekitar Gunung Salak. Salah satu wilayah di sekitar lokasi tersebut yang memiliki mata air berlimpah adalah Desa Cijeruk Kecamatan Cijeruk. Keberadaan mata air tersebut sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga serta irigasi persawahan. Selain itu, sumber mata air tersebut juga dimanfaatkan sebagai bahan baku sejumlah perusahaan air minum.

Pengelolaan serta pengawasan sumber mata air di Desa Cijeruk belum dilaksanakan secara optimal khususnya terhadap perusahaan-perusahaan air minum. Hal ini menyebabkan pemanfaatan yang berlebihan terhadap sumber mata air yang mengakibatkan kelangkaan sumberdaya air. Kelangkaan tersebut diindikasikan dari sulitnya masyarakat sekitar dalam memperoleh air serta penurunan produktivitas padi akibat berkurangnya pasokan air irigasi.

(20)

20 seharusnya kelembagaan yang mengatur pemanfaatan sumber mata air di Kecamatan Cijeruk. Hal ini dikarenakan belum optimalnya kelembagaan yang ada sekarang sehingga pengelolaan terhadap sumber mata air tidak berjalan dengan baik. Tujuan ketiga, mengestimasi nilai economic losses dari sumber mata air tersebut. Tujuan ketiga ini merupakan tujuan inti penelitian.

(21)

21

Gambar 2 : Diagram Alur Berpikir

Keterangan:

= Ruang lingkup penelitian

Sumber mata air

Pemanfaatan oleh masyarakat Pemanfaatan oleh perusahaan

Petani padi

Identifikasi kelangkaan sumberdaya air bagi masyarakat

Kelembagaan pengelolaan sumber mata air sebelum dan sesudah pemanfaatan oleh

perusahaan air minum

Penilaian economic losses masyarakat Rumahtangga

Pemanfaatan sumber mata air yang tidak merugikan masyarakat

(22)

22

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RW 04 dengan sumber mata air yang bernama mata air Cikiara dan di RW 05 dengan sumber mata air yang bernama mata air Legok Adung Desa Cijeruk Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian ini dipilih atas rekomendasi dari Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor serta berdasarkan survey langsung karena adanya pemanfaatan sumber mata air oleh perusahaan air minum yang menimbulkan kerugian terhadap masyarakat. Pengambilan data primer dilaksanakan pada bulan Juni 2010.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden menggunakan kuesioner serta observasi lapang. Responden yang diwawancarai meliputi rumah tangga dan petani padi yang memperoleh air dari sumber mata air. Data sekunder sebagai data penunjang dan pelengkap diperoleh dari Desa Cijeruk serta Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor.

4.3. Penentuan Jumlah Responden

(23)

23 contoh untuk responden rumahtangga dikelompokkan berdasarkan jarak rumah dengan sumber mata air.

Responden yang berada di wilayah RW 04 diambil sebanyak 15 responden untuk rumahtangga yang rumahnya berjarak sekitar 500 meter dari sumber mata air dan 15 responden untuk rumahtangga yang rumahnya berjarak sekitar 1000 meter dari sumber mata air serta 15 responden dari RW 05 yang rumahnya berjarak sekitar 500 meter dari sumber mata air. Pengambilan contoh untuk responden petani padi dilakukan secara justified sampling yaitu pengambilan sampel yang menjustifikasi bahwa petani padi yang ditemui sesuai dengan kriteria bahwa air irigasi untuk persawahannya berasal dari sumber mata air. Contoh responden diambil sebanyak 30 responden petani padi pemilik lahan yang terdiri dari 15 responden di RW 04 dan 15 responden di RW 05.

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis economic losses responden petani padi dengan pendekatan produktifitas serta analisis economic losses responden rumahtangga dengan pendekatan metode biaya tambahan.

4.4.1 Analisis Kelangkaan Sumberdaya Air

(24)

24 riil dan unit cost. Pengukuran kelangkaan berdasarkan harga riil merupakan standar pengukuran kelangkaan dalam ilmu ekonomi. Menurut Fauzi (2006), berdasarkan standar teori ekonomi klasik, ketika barang menjadi berkurang kuantitasnya, maka konsumen mau membayar dengan harga mahal untuk komoditas tersebut. Jadi, tingginya harga barang dari sumberdaya mencerminkan tingkat kelangkaan dari sumberdaya tersebut.

Pengukuran yang menggunakan unit cost didasarkan pada prinsip bahwa jika sumberdaya air mulai langka, maka biaya untuk mengekstraksinya juga menjadi semakin besar. Kedua pengukuran tersebut dilakukan dengan bertanya langsung ke responden menggunakan kuisioner.

4.4.2 Penilaian Economic Losses Sumber Mata Air

Penilaian economic losses sumber mata air di Desa Cijeruk dilakukan berdasarkan dua objek yang mengalami kerugian yaitu petani dan rumahtangga. Penilaian dilakukan dengan terlabih dahulu melakukan tahapan-tahapan dalam melakukan penilaian economic losses sumber mata air (Ando et al, 2004). Tahapan atau proses dalam melakukan penilaian economic losses sumber mata air diawali dengan mengidentifikasi tipe sumberdaya yang berpotensi terkena dampak serta menentukan apakah economic losses telah terjadi. Tahapan yang kedua, kuantifikasi economic losses yaitu menentukan layanan sumber mata air yang terkena dampak. Tahapan yang terakhir yaitu melakukan penilaian economic losses dengan metode yang sesuai.

(25)

25 yang ketiga dilakukan dengan menggunakan metode penilaian economic losses sesuai dengan kelompok responden. Kelompok responden petani menggunakan metode pendekatan produktifitas, sedangkan kelompok responden rumahtangga menggunakan metode biaya tambahan.

4.4.2.1 Analisis Pendekatan Produktifitas

Penilaian yang dilakukan terhadap petani menggunakan pendekatan produktifitas. Menurut KLH (2006) pendekatan produktifitas mengacu pada penentuan ganti kerugian berdasarkan perubahan produktifitas berdasarkan sebelum dan sesudah terjadinya pemanfaatan sumber mata air oleh perusahaan air minum. Nilai economic losses pada pendekatan produktifitas dilakukan dengan cara sebagai berikut (KLH, 2006):

N = VP x L x H (Rp/Kg/Tahun) ………(4.1)

VPt = Pt – Pt+1 ………(4.2)

Dimana : Pt = Produktifitas sebelum terjadinya kerusakan. Pt+1 = Produktifitas setelah terjadinya kerusakan. L = Luas lahan pertanian.

H = Harga produk pertanian. N = Nilai economic losses

(26)

26

4.4.2.2 Analisis Averted Cost Method (Metode Biaya Tambahan)

Metode biaya tambahan adalah salah satu metode dalam penilaian economic losses sumberdaya alam dan lingkungan dengan prinsip dasar bahwa

kelangkaan dapat menyebabkan penambahan biaya dari pemanfaatan SDAL yang terkena dampak (Ando et al, 2004). Penambahan biaya ini merepresentasikan pengukuran kehilangan sosial. Metode biaya tambahan dilakukan pada responden rumahtangga yang mengalami kerugian akibat adanya biaya tambahan dalam pemanfaatan air yang disebabkan kelangkaan sumberdaya air.

Informasi mengenai biaya tambahan apa saja yang dikeluarkan oleh rumahtangga didapat dengan cara bertanya langsung ke responden melalui kuisioner. Hasil rata-rata biaya tambahan atau biaya kerugian per rumahtangga didapat dari total biaya tambahan seluruh responden dibagi jumlah responden.

4.4.3 Mengkaji Pengelolaan Sumberdaya Air di Desa Cijeruk

Kajian ini dilakukan dengan cara pengambilan data primer dimasyarakat melalui kuisioner dan data sekunder yang didapat dari instansi pemerintah yaitu data penunjang dan pelengkap diperoleh dari Desa Cijeruk serta Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor. Data tersebut dianalisis mengenai kesesuaiannya dengan praktiknya di lapang. Hasil analisis yang didapat, penulis memberikan kesimpulan mengenai kelembagaan yang mengatur pemanfaatan sumber mata air di Desa Cijeruk. Penulis juga memberikan saran mengenai sistem kelembagaan yang optimal dalam mengatasi kelangkaan sumberdaya air tersebut.

(27)

27

Tabel 1. Matriks Keterkaitan Tujuan, Sumber Data dan Metode Analisis Data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data

1. Mengidentifikasi Data primer Analisis deskriptif kelangkaan SD air ( kuisioner)

2. Mengkaji pengelolaan SD Data primer dan Analisis deskriptif air di Kecamatan Cijeruk sekunder

(28)

28

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Cijeruk, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Desa Cijeruk terletak kurang lebih 42 km di sebelah selatan Ibu Kota Kabupaten Bogor. Wilayah Desa Cijeruk seluruhnya berupa perbukitan dengan total luas wilayah 430.2 Ha dengan 49.6 % luas wilayah berupa tanah sawah seluas 213.4 Ha. Keterangan luas wilayah Desa Cijeruk beserta Sebaran wilayah Kecamatan Cijeruk serta luas wilayahnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Sebaran Desa di Kecamatan Cijeruk

No Nama Desa Luas Wilayah (Ha)

1. Cipelang 645.50 2. Sukaharja 534.56 3. Cipicung 461.82 4. Cijeruk 430.20 5. Palasari 425.00 6. Tajur Halang 396.53 7. Cibalung 335.00 8. Warung Menteng 228.75 9. Tanjung Sari 200.00

Total 3 657.36

Sumber: Kecamatan Cijeruk (2009)

(29)

rata-29 rata 3 300 mm/tahun (Desa Cijeruk 2009). Karakteristik penduduk di Desa Cijeruk dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik Penduduk Desa Cijeruk Tahun 2009

(30)

30 keahlian yang dimiliki sehingga sulit untuk membuka peluang usaha. Mata pencaharian penduduk Desa Cijeruk didominasi oleh buruh tani, peternak kecil serta petani pemilik lahan. Hal ini menyebabkan kebutuhan air untuk mengairi sawah petani cukup besar karena lahan pertanian mencakup 21.65 % dari total luas wilayah Desa Cijeruk. Pemenuhan kebutuhan air tersebut sebesar 100 % berasal dari sumber mata air. Mata pencaharian penduduk yang lainnya dengan persentase di bawah 1 % yaitu pedagang, pengrajin, guru swasta dan penjahit.

Tingkat pendidikan penduduk di Desa Cijeruk masih sangat rendah. Hal ini dicerminkan dengan banyaknya penduduk yang tidak sekolah, yaitu sebesar 90.6 %, sedangkan persentase penduduk yang tamat SLTA/sederajat serta tamat Perguruan Tinggi hanya di bawah 1 %. Rendahnya tingkat pendidikan di Desa Cijeruk dikarenakan akses yang sulit dan jauh menuju sekolah serta masih rendahnya kesadaran mengenai pentingnya pendidikan.

5.2 Karakteristik Sumberdaya Alam

(31)

31 kepemilikan mata air dimiliki oleh individu. Penggunaan atau pemanfaatan sumber mata air di Desa Cijeruk untuk kebutuhan rumahtangga serta untuk irigasi pertanian. Sebelum adanya perusahaan air minum yang juga memanfaatkan sumber mata air, masyarakat sangat mudah mendapatkan air dengan jumlah yang banyak. Tidak ada batasan dalam pemafaatan sumber mata air oleh masyarakat. Berdasarkan musyawarah yang dilakukan oleh masyarakat, setiap bulannya masyarakat dikenakan biaya atau iuran untuk pemeliharaan saluran distribusi air.

Pembagian zonasi pemanfaatan sumber mata air didasarkan pada lokasi masing-masing sumber mata air tersebut. Setiap wilayah/RW di Desa Cijeruk memiliki sumber mata air sendiri. Tidak semua sumber mata air memiliki debit air yang besar. Di Desa Cijeruk terdapat dua lokasi mata air yang memiliki jumlah debit yang cukup besar sehingga pemanfaatannya tidak hanya oleh masyarakat tetapi juga oleh perusahaan air minum. Penelitian ini dilakukan di dua lokasi sumber mata air tersebut, yaitu mata air Cikiara di RW 04 serta mata air Legok Adung di RW 05.

(32)

32

Tabel 4. Karakteristik Mata Air Cikiara dan Mata Air Legok Adung di Desa Cijeruk Tahun 2010

No. Mata Air Lokasi Jumlah Titik Total Diameter

1. Cikiara RW 04 4 buah 30 inchi 2. Legok Adung RW 05 3 buah 27 inchi Sumber : Survei Penulis (2010)

Mata air Cikiara berlokasi di RW 04, sedangkan mata air Legok Adung berlokasi di RW 05. Mata air Cikiara memiliki empat buah titik mata air. Masing-masing titik tersebut dimiliki oleh individu dan perusahaan. Kepemilikan mata air tersebut didasarkan pada kepemilikan lahan tempat mata air berada. Pemilik lahan berhak untuk menjual air ke pihak swasta tetapi berdasarkan musyawarah dengan penduduk desa, pemilik lahan juga berkewajiban untuk tidak memutus distribusi air ke penduduk desa. Pengaturan serta distribusi air untuk penduduk desa diserahkan kepada penduduk desa dan ketua RT serta RW setempat sebagai koordinatornya.

(33)

33

Sumber : Dokumentasi penulis

Gambar 3: Foto Mata Air Cikiara

(34)

34

Sumber : Dokumentasi penulis

Gambar 4: Foto Mata Air Legok Adung

5.3 Gambaran Umum Responden

Responden dalam penelitian ini terdiri dari responden rumah tangga dan responden petani padi pemilik lahan. Responden rumah tangga berjumlah 45 orang responden yang ditentukan berdasarkan jarak rumah dengan sumber mata air. Sebanyak 75 % responden dengan jarak rumah kurang lebih 500 meter dari sumber mata air dan 25 % responden dengan jarak rumah kurang lebih 1000 meter dari sumber mata air. Responden petani padi berjumlah 30 orang yang seluruhnya menggunakan mata air sebagai sumber air bagi pengairan sawahnya.

5.3.1 Umur

(35)

35 fungsi menjadi rumah penduduk. Rentang umur responden rumah tangga dan responden petani padi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rentang Umur Responden Rumah Tangga dan Responden Petani Padi di Desa Cijeruk Tahun 2010.

Umur (Tahun) Petani (orang) (%) Rumahtangga (orang) (%)

≤ 35 1 3.33 16 35.55 36-45 5 16.67 17 37.78 46-55 14 46.67 12 26.67 56-65 6 20.00 0 0 66-75 3 10.00 0 0 ≥ 76 1 3.33 0 0 Jumlah 30 100 45 100 Sumber: Survei Penulis (2010)

5.3.2 Pendidikan Terakhir

(36)

36

Tabel 6. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Cijeruk Tahun 2010.

Pendidikan Petani (orang) (%) Rumahtangga (orang) (%)

SD 22 73.33 28 62.22 SMP 1 3.33 9 20.00 SMA/K 3 10.00 8 17.78 Perguruan Tinggi 0 0 0 0 Tidak Sekolah 4 13.33 0 0 Jumlah 30 100 45 100 Sumber : Survei Penulis (2010)

5.3.3 Lama Bertani

Responden petani padi memiliki perbedaan lamanya dalam bertani padi antara petani yang satu dengan yang lainnya. Berdasarkan Tabel 4, umur sebagian besar responden petani padi lebih dari 45 tahun yang akan mempengaruhi lama bertaninya. Sebagian besar responden petani padi melakukan usaha bertani padi lebih dari 20 Tahun. Perbandingan persentase tingkat lama bertani responden petani padi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Sebaran Responden Petani Padi Berdasarkan Lama Bertani di Desa Cijeruk Tahun 2010

Lama Bertani (Tahun) Petani (orang) (%) ≤10 2 6.67 11-2O 3 10.00 21-30 11 36.67

≥31 8 26.67 Jumlah 30 100

(37)

37

5.3.4 Luas Lahan

Luas lahan pertanian yang dimiliki responden petani padi sebagian besar kurang dari 5 000 meter persegi. Sebanyak 74 % dari total responden memiliki luas lahan pertanian sebesar 1 000 – 3 000 meter persegi. Status kepemilikan lahan responden petani padi seluruhnya adalah lahan milik sendiri. Persentase luas lahan pertanianyang dimiliki responden petani padi dapat dilihat pada Gambar 5.

Sumber: Data Primer (Diolah)

Gambar 5. Sebaran Responden Petani Padi Menurut Luas Lahan Pertanian di Desa Cijeruk Tahun 2010

5.3.5 Pekerjaan Rumahtangga

(38)

38

Sumber: Data Primer (diolah)

Gambar 6. Sebaran Responden Rumahtangga Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Desa Cijeruk Tahun 2010

5.3.6 Tingkat Pendapatan Rumahtangga

(39)

39

Sumber: Data Primer (Diolah)

Gambar 7. Sebaran Responden Rumahtangga Berdasarkan Tingkat Pendapatan di Desa Cijeruk Tahun 2010

5.3.7 Lama Tinggal

Semua responden rumahtangga merupakan penduduk asli. Sebanyak lebih dari 70 % responden sudah tinggal selama lebih dari 30 tahun. Persentase jumlah responden berdasarkan lama tinggalnya dapat dilihat pada Gambar 8.

Sumber: Data Primer (Diolah)

(40)

40

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1Mengidentifikasi Kelangkaan Sumberdaya Air di Desa Cijeruk

Kelangkaan sumberdaya air yang terjadi di Desa Cijeruk Kabupaten Bogor mulai dirasakan sejak tahun 2007. Hal ini berdasarkan wawancara dengan Ketua RW 04 dan RW 05 serta masyarakat. Penyebab terjadinya kelangkaan tersebut karena mulai maraknya pengambilan air dari mata air secara berlebihan oleh perusahaan air minum, baik perusahaan air curah yang menggunakan truk tanki maupun perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang ada disekitar wilayah Desa Cijeruk.

Terdapat dua titik mata air yang memiliki debit air cukup besar dan banyak perusahaan air yang memanfaatkannya, yaitu mata air Cikiara dan mata air Legok Adung. Mata air Cikiara terdapat di wilayah RW 04 Desa Cijeruk Kecamatan Cijeruk, sedangkan mata air Legok Adung terdapat di wilayah RW 05 Desa Cijeruk Kecamatan Cijeruk. Kedua mata air tersebut sangat bermanfaat bagi masyarakat karena digunakan untuk kebutuhan rumahtangga dan berdasarkan identifikasi di kedua RW tersebut, 100 % petani padi memanfaatkan sumber mata air untuk kebutuhan pertanian.

(41)

41 dirasakan oleh para petani yang sumber pengairannya berasal dari mata air Cikiara dan mata air Legok Adung.

Mengidentifikasi kelangkaan sumberdaya air dilakukan dengan cara mewawancarai sebagian masyarakat yang ada di wilayah RW 04 dan RW 05 Desa Cijeruk. Terdapat 75 responden yang terdiri dari 45 responden rumahtangga dan 30 responden petani padi. Menurut survei langsung di lapangan, rumahtangga di wilayah RW 04 paling merasakan dampak dari kelangkaan sumberdaya air dibandingkan rumahtangga di wilayah RW 05, sehingga semua responden rumahtangga berasal dari wilayah RW 04. Responden petani padi dibagi didua wilayah tersebut, yaitu 15 responden di wilayah RW 04 dan 15 responden di wilayah RW 05.

6.1.1 Responden Petani Padi

Identifikasi kelangkaan sumberdaya air di Desa Cijeruk dilakukan berdasarkan persepsi dari responden petani padi pemilik lahan yang dilihat dari tiga indikator yaitu:1. tingkat ketergantungan terhadap mata air, 2. pemanfaatan sumberdaya air oleh perusahaan air minum dan 3. kelangkaan sumberdaya air. Berdasarkan ketiga indikator tersebut, persepsi responden petani padi pemilik lahan di Desa Cijeruk terhadap kelangkaan sumberdaya air untuk irigasi sawahnya tersaji pada Tabel 8.

(42)

42

Tabel 8. Persepsi Responden Petani Padi Terhadap Kelangkaan Sumberdaya Air di Desa Cijeruk Tahun 2010.

(43)

43 untuk irigasi sawahnya berasal dari mata air serta jumlah pasokan air sangat mempengaruhi produktifitas pertanian dan lebih dari 50 % bersedia membayar lebih untuk mendapatkan air. Hal ini mengindikasikan bahwa petani padi sangat tergantung dengan sumber mata air untuk pengairan sawahnya. Indikator selanjutnya didapat bahwa seluruh responden petani padi mengetahui adanya perusahaan air minum yang mengambil air dari mata air serta merasa dirugikan dengan adanya perusahaan air yang mengeksploitasi mata air. Lebih dari 70 % responden padi menjawab pada indikator kedua bahwa petani mengetahui perusahaan air minum mengambil air secara berlebihan. Pada indikator kedua ini mengindikasikan bahwa telah terjadi pemanfaatan sumber mata air oleh perusahaan air minum secara berlebihan berdasarkan persepsi responden petani padi.

Kelangkaan sumberdaya air dinyatakan bahwa lebih dari 80 % persepsi responden petani padi menyatakan bahwa telah terjadi kelangkaan sumberdaya air yang ditandai dengan semakin menurunnya jumlah air yang dapat dimanfaatkan. Selain itu, lebih dari 50 % responden menyatakan bersedia mengeluarkan biaya tambahan untuk mendapatkan air. Pada indikator ketiga ini mengindikasikan bahwa telah terjadi kelangkaan sumberdaya air setelah adanya pemanfaatan sumber mata air oleh perusahaan air minum berdasarkan persepsi responden petani padi.

(44)

44 dirugikan dengan kondisi kelangkaan sumberdaya air tersebut karena pengairan sawahnya 100 % bergantung dari mata air tersebut.

6.1.2 Responden Rumahtangga

(45)

45

Tabel 9. Persepsi Responden Rumahtangga Terhadap Kelangkaan Sumberdaya Air di Desa Cijeruk Tahun 2010.

(46)

46 dilakukan secara berlebihan. Hal ini menyebabkan rumahtangga merasa dirugikan dengan adanya perusahaan air minum. Hasil yang diperoleh selanjutnya didapat bahwa seluruh responden rumahtangga menyatakan telah terjadi kerusakan sumber mata air yang ditandai dengan semakin menurunnya jumlah air sehingga rumah tangga merasakan adanya kelangkaan air bersih.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, bahwa responden rumahtangga sangat tergantung dengan sumber mata air karena sumber mata air tersebut digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Adanya pemanfaatan sumberdaya air oleh perusahaan air minum, rumahtangga merasakan sumberdaya air menjadi sulit didapat. Hal ini disebabkan pemanfaatan yang berlebihan oleh perusahaan air minum terhadap sumber mata air.

6.2 Pengelolaan Sumberdaya Air

Sumberdaya air di Desa Cijeruk sebagian besar berasal dari sumber mata air. Sebagian besar masyarakat memanfaatkan sumber mata air untuk kebutuhan rumahtangga serta kebutuhan pertanian. Pemanfaatan sumber mata air dilakukan secara adil dan merata ke masyarakat berdasarkan musyawarah seluruh masyarakat. Kepemilikan dari sumber mata air tersebut didasarkan pada kepemilikan tanah yang menjadi tempat sumber mata air. Kepemilikan sumber mata air yang menjadi lokasi penelitian yaitu mata air Cikiara di RW 04 Desa Cijeruk dan mata air Legok Adung di RW 05 Desa Cijeruk dimiliki oleh individu/penduduk lokal yang juga pemilik lahan dari lokasi mata air tersebut.

(47)

47 pertanian. Sebelum adanya perusahaan air minum yang memanfaatkan sumber mata air tersebut, masyarakat tidak kesulitan dalam hal mendapatkan air. Air disalurkan secara merata ke setiap rumah tangga dan irigasi pertanian melalui pipa langsung dari sumber mata air. Lokasi sumber mata air yang tidak jauh dari pemukiman warga, menjadikan masyarakat lebih mudah untuk memanfaatkan serta mengelola sumber mata air tersebut.

Pengelolaan terhadap sumber mata air sebelum adanya perusahaan air minum di RW 04 dan 05 Desa Cijeruk dilakukan secara swadaya oleh masyarakat berdasarkan musyawarah bersama. Berdasarkan musyawarah yang dilakukan masyarakat, dalam hal pendistribusian serta pemeliharaan sumber mata air, masyarakat dikenakan iuran setiap bulan untuk pemeliharaan. Pemerintah Kecamatan Cijeruk pada saat itu memberikan bantuan instalasi pendistribusian air ke rumah warga, sehingga warga hanya dikenakan iuran setiap bulannya untuk pemeliharaan saluran distribusi air. Besarnya iuran setiap bulan untuk pemeliharaan ditetapkan berdasarkan musyawarah bersama. Iuran tersebut dikelola di setiap RT oleh aparat pengurus RT tersebut sedangkan pemeliharaannya dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh penduduk desa. Pengelolaan sumber mata air yang diperuntukkan untuk irigasi pertanian dikelola oleh setiap kelompok tani. Pengelolaannya meliputi pembuatan serta pemeliharaan saluran irigasi.

(48)

48 menyalurkan air dari sumber mata air ke tempat produksi perusahaan tersebut melalui pipa penyaluran. Oleh sebab itu masyarakat membuat bak penampungan.

(49)

49

(50)

50 Masyarakat tidak bisa berbuat banyak terkait pengelolaan sumber mata air serta ganti rugi perusahaan air minum kepada masyarakat. Hal ini disebabkan kurangnya perhatian serta dukungan dari pemerintah setempat. Musyawarah yang dilakukan antara pihak perusahaan dengan masyarakat sudah sering dilakukan untuk menentukan penyaluran air secara merata serta mengenai bantuan terhadap masyarakat, tetapi pihak perusahaan selalu tidak melaksanakan hasil dari musyawarah tersebut.

Masyarakat Desa Cijeruk khususnya di RW 04 dan 05 berharap pemerintah bersikap tegas terhadap perusahaan air minum dalam hal pembagian air serta ganti rugi perusahaan air kepada masyarakat. Masyarakat berharap sikap tegas pemerintah dicerminkan dengan adanya aturan yang jelas mengenai pengelolaan serta pemanfaatan sumberdaya air. Aturan tersebut juga diharapkan mengedepankan kepentingan masyarakat serta jangan hanya mengedepankan kepentingan pihak perusahaan.

6.3 Estimasi Nilai Economic Losses

(51)

51 Nilai economic losses dari semakin berkurangnya jumlah air yang mengalir ke masyarakat ditentukan berdasarkan analisis perubahan pendapatan serta analisis biaya tambahan. Analisis perubahan pendapatan dilakukan kepada responden petani padi sedangkan analisis biaya tambahan dilakukan kepada responden rumahtangga. Analisis perubahan pendapatan mengacu pada pendapatan petani padi sebelum adanya perusahaan air minum dengan pendapatan petani padi setelah adanya perusahaan air minum. Analisis biaya tambahan mengacu pada adanya biaya tambahan yang dikenakan rumahtangga setelah adanya perusahaan air minum.

6.3.1 Analisis Perubahan Pendapatan pada Responden Petani Padi

(52)

52 Analisis perubahan pendapatan dalam menentukan nilai economic losses dari responden petani padi diawali dengan menghitung produksi padi serta pendapatan petani padi setiap tahun sebelum dan sesudah adanya perusahaan air minum. Berdasarkan wawancara dengan responden petani padi diperoleh data rata-rata produksi padi per hektar, rata-rata harga jual Gabah Kering Giling (GKG) per kilogram serta biaya produksi padi sebelum dan sesudah adanya pemanfaatan sumber mata air oleh perusahaan air minum di Desa Cijeruk (Lampiran 3). Tabel 11 menyajikan perhitungan produksi dan pendapatan responden petani padi sebelum adanya pemanfaatan sumber mata air oleh perusahaan air minum di Desa Cijeruk.

Tabel 11. Produksi serta Pendapatan Petani Padi Sebelum Adanya Perusahaan Air Minum di Desa Cijeruk Tahun 2006.

Wilayah Luas lahan (Ha) Produktivitas (Kg) Biaya(Rp) Pendapatan/Th(Rp)

(1) (2)=(1)x12 500*) (3)=(1)xA*) (4)=(2)x3 000*) – (3)

RW 04 4.275 53 550 10 104 249 150 545 751 RW 05 1.980 24 750 4 679 863 69 570 137 Total 6.255 78 300 14 784 112 220 115 888 Sumber: Data Primer (Diolah)

Keterangan:*): produksi padi rata-rata=12 500Kg/Ha/th, hargajualGKG=Rp 3 000/Kg(Lampiran 3) A: biaya rata-rata = Rp 2 363 567

(53)

53

Tabel 12. Produksi serta Pendapatan Petani Padi Setelah Adanya Perusahaan Air Minum di Desa Cijeruk Tahun 2010.

Wilayah Luas lahan (Ha) Produksi (Kg) Biaya (Rp) Pendapatan/tahun (Rp) (1) (2)=(1)x9 930*) (3)=(1)xA*) (4)=(2)x3 000*) – (3)

RW 04 4.275 42 470 10 104 249 117 305 751 RW 05 1.980 19 660 4 679 863 54 300 137 Total 6.255 62 130 14 784 112 171 605 888 Sumber: Data Primer (Diolah)

Keterangan: *):produksi padi rata-rata=9 930 Kg/Ha/th, hargajualGKG= Rp 3 000/Kg(Lampiran 3) A: biaya rata-rata = Rp 2 363 567

Berdasarkan Tabel 11 dan 12, didapatkan total pendapatan petani padi sebelum dan sesudah adanya pemanfaatan sumber mata air oleh perusahaan air minum. Hasilnya bahwa terjadi penurunan pendapatan petani akibat adanya pemanfaatan sumber mata air oleh perusahaan air minum. Estimasi nilai economic losses responden petani padi di Desa Cijeruk dapat dilihat pada Tabel 13.

(54)

54

6.3.2 Analisis Averted Cost Method (Metode Biaya Tambahan) pada

Responden Rumah Tangga

Analisis metode biaya tambahan dilakukan untuk menentukan nilai economic losses dari responden rumahtangga. Metode ini dilakukan dengan prinsip dasar bahwa kerusakan sumber mata air dapat menyebabkan adanya penambahan biaya dari pemenfaatan sumber mata air tersebut. Informasi yang diperoleh dalam menentukan biaya tambahan yang diterima responden rumahtangga didapat melalui kuesioner.

Sebelum terjadinya kerusakan sumber mata air rumahtangga yang berada di wilayah RW 04 dan RW 05 Desa Cijeruk dalam memperoleh sumber air tidak perlu mengeluarkan biaya, karena sudah dibantu oleh pihak aparat pemerintah desa dalam menyalurkan air ke rumahtangga. Setelah mulai masuknya perusahaan air yang juga memanfaatkan sumber mata air untuk keperluan produksinya, maka semakin sulitnya rumahtangga dalam memanfaatkan sumber mata air. Oleh sebab itu, rumahtangga mencari alternatif cara untuk memanfaatkan sumber mata air, yaitu dengan cara membuat bak penampungan. Dibuatkannya bak penampungan menyebabkan rumahtangga mengeluarkan biara tambahan dalam memperoleh sumber air.

(55)

55 Biaya tambahan yang dikenakan rumahtangga setiap bulan adalah sebesar Rp 3 000/KK. Penentuan besarnya biaya ini ditentukan melalui musyawarah warga. Biaya ini diperuntukkan untuk biaya pemeliharaan bak penampungan serta biaya pemeliharaan pipa saluran air. Disamping biaya rutin pemeliharaan instalasi air, dikenakan juga biaya pembangunan bak penampungan. Biaya untuk pembangunan bak penampungan dari total 30 responden rumahtangga adalah sebesar Rp 5 790 000, sehingga biaya rata-rata yang dikenakan rumahtangga adalah sebesar Rp 193 000. Tabel 14 menyajikan perhitungan economic losses atau biaya-biaya tambahan yang harus dibayarkan oleh responden rumahtangga untuk mendapatkan air dari sumber mata air setelah adanya pemanfaatan sumber mata air oleh perusahaan air minum.

Tabel 14. Biaya Tambahan Responden Rumahtangga di Desa Cijeruk Tahun 2010

Keterangan :*)Total biaya berdasarkan hasilwawancara dengan responden rumahtangga (Lampiran 4)

(56)

56 adanya ketegasan dari aparat baik aparat pemerintah desa maupun aparat pemerintah kecamatan dalam hal pengelolaan sumber mata air serta ganti rugi kepada masyarakat oleh perusahaan air minum.

Berdasarkan Tabel 13 dan Tabel 14, total economic losses masyarakat Desa Cijeruk akibat adanya pemanfaatan sumber mata air oleh perusahaan air minum, tersaji pada Tabel 15.

Tabel 15. Total Economic Losses Masyarakat Desa Cijeruk Tahun 2010.

No. Responden Economic Losses/n N Economic Losses Total

(Rp) (orang) (Rp) (1) (2) (3) = (1) x (2)

1. Petani padi 1 617 000 155 250 635 000 2. Rumahtangga 229 000 2139 489 831 000 Total 740 466 000

Sumber : Data primer (Diolah)

(57)
(58)

58

VII. SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil serta pembahasan penelitian, maka kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan persepsi masyarakat (petani dan rumahtangga), bahwa telah terjadi kelangkaan sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Cijeruk. Hal ini disebabkan adanya pemanfaatan sumber mata air secara berlebihan oleh perusahaan air minum yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat.

2. Pengelolaan sumber mata air di Desa Cijeruk masih dikelola secara individu, pihak pemerintah hanya melakukan legalitas dalam perizinan pemanfaatan. Belum adanya aturan yang jelas mengenai pemanfaatan bersama sumber mata air antara pihak masyarakat dengan pihak perusahaan air, menyebabkan ketidakpedulian pihak perusahaan air terhadap kerugian yang dialami masyarakat akibat pemanfaatan sumber mata air yang dilakukan secara berlebihan oleh perusahaan air.

(59)

59 rumahtangga. Hal ini salah satunya disebabkan oleh penggunaan 100 % pengairan pertanian berasal dari sumber mata air.

7.2 Saran

Berdasarkan hasil serta pembahasan penelitian maka saran yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Diperlukan campur tangan pemerintah dalam mengatur pengelolaan serta pemanfaatan sumber mata air, sehingga dapat tercipta pengaturan serta pengelolaan yang bijaksana oleh perusahaan air minum dalam memanfaatkan sumber mata air, sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat. 2. Perlu adanya kompensasi yang diberikan perusahaan air minum kepada

masyarakat yang mengalami economic losses akibat pemanfaatan yang berlebihan terhadap sumber mata air oleh perusahaan air minum.

(60)

PENILAIAN

ECONOMIC LOSSES

MASYARAKAT DESA

CIJERUK KABUPATEN BOGOR AKIBAT ADANYA

PEMANFAATAN SUMBER MATA AIR OLEH

PERUSAHAAN AIR MINUM

PRAMUDYA BAGUS SETIAWAN

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(61)

60

DAFTAR PUSTAKA

Acharya, Barbier. 2000. Economic Valuation of Water. Ray’s Jobs, 3: 215.

Ando A, M Khanna, A Widermuth, S Vig. 2004. Natural Resource Damage Assessment: Methods and Cases. WMRC Report. 108 (1): 56-61.

Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor. 2008. Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2008. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, Bogor.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2008. Kabupaten Bogor Dalam Angka Tahun 2008. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Bogor.

Boulding. 1980. The Implications of Improved Water Allocation Policy. In M.

Gusti I. 2006. Krisis Air, Illegal Logging dan Penegakan Hukum Lingkungan Di Indonesia. Yustisia, 69: 45.

Helmi. 2002. Tantangan Pengelolaan Terpadu Sumberdaya Air Di Indonesia : Peluang dan Tantangan Pengelolaan Sumberdaya Air Di Indonesia. P3-TPSLK BPPT dan HSF, Jakarta.

Kecamatan Cijeruk. 2009. Data Monografi Kecamatan Cijeruk Tahun 2009. Kecamatan Cijeruk, Bogor.

(62)

61 ___________________________. 2007. Status Lingkungan Hidup Indonesia

2007. Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta.

Rachman B, E Pasandaran, K Kariyasa. 2002. Kelembagaan Irigasi dalam Perspektif Otonomi Daerah. Jurnal Litbang Pertanian, 21 (3): 110.

Salim E. 2002. Air Dalam Pembangunan Berkelanjutan : Peluang dan Tantangan Pengelolaan Sumberdaya Air Di Indonesia. P3-TPSLK BPPT dan HSF, Jakarta.

Sanim B. 2003. Ekonomi Sumberdaya Air dan Manajemen Pengembangan Sektor Air Bersih Bagi Kesejahteraan Publik. Crescent, Bogor.

Setiadi B. 2002. Gunung Sebagai Menara Air Bumi dan Protokol Air : Peluang dan Tantangan Pengelolaan Sumberdaya Air Di Indonesia. P3-TPSLK BPPT dan HSF, Jakarta.

Suharno. 2005. Dewan Sumberdaya Air : Analisis Kelembagaan dan Organisasional. Pusat Studi Pembangunan IPB, Bogor.

Vecvagars K. 2006. Valuing Damage and Lossses in Cultural Asset After a Disaster: Concept Paper and Research Options, 56 (1): 39-41.

Wiyono A. 2007. Pengembangan Sumberdaya Air, Catatan Kuliah. ITB Press, Bandung.

(63)

PENILAIAN

ECONOMIC LOSSES

MASYARAKAT DESA

CIJERUK KABUPATEN BOGOR AKIBAT ADANYA

PEMANFAATAN SUMBER MATA AIR OLEH

PERUSAHAAN AIR MINUM

PRAMUDYA BAGUS SETIAWAN

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(64)

PENILAIAN

ECONOMIC LOSSES

MASYARAKAT DESA

CIJERUK KABUPATEN BOGOR AKIBAT ADANYA

PEMANFAATAN SUMBER MATA AIR OLEH

PERUSAHAAN AIR MINUM

PRAMUDYA BAGUS SETIAWAN H44062000

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(65)

RINGKASAN

PRAMUDYA BAGUS SETIAWAN. Penilaian Economic Losses Masyarakat Desa Cijeruk Kabupaten Bogor Akibat Adanya Pemanfaatan Sumber Mata Air oleh Perusahaan Air Minum. Dibimbing oleh METI EKAYANI dan NUVA

Ketersediaan air dalam pengertian sumberdaya air pada dasarnya terdiri atas tiga jenis, yaitu air hujan, air permukaan dan air bawah tanah (Wiyono, 2007). Mata air termasuk ke dalam sumber air bawah tanah. Sumber mata air Gunung Salak sudah banyak dikuasai oleh individu maupun perusahaan air minum. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab terjadi pemanfaatan secara berlebihan terhadap sumber mata air demi kepentingan keuntungan finansial tanpa berdasarkan kelestarian lingkungan sehingga menimbulkan berkurangnya debit air yang disalurkan ke masyarakat. Berkurangnya debit air ini menyebabkan kerugian yang dialami oleh masyarakat dalam memanfaatkan sumber mata air untuk kebutuhan sehari-hari serta untuk irigasi persawahan.

Tujuan penelitian ini yaitu: (1) mengidentifikasi kelangkaan sumberdaya air yang dialami masyarakat di Desa Cijeruk akibat pemanfaatan secara berlebihan terhadap sumber mata air Gunung Salak, (2) mengkaji pengelolaan sumber mata air di Desa Cijeruk, (3) mengestimasi nilai economic losses sumberdaya air pada sumber mata air Gunung Salak akibat pemanfaatan berlebihan oleh perusahaan air minum di Desa Cijeruk.

Penelitian ini dilaksanakan di RW 04 dengan sumber mata air yang bernama mata air Cikiara dan di RW 05 dengan sumber mata air yang bernama mata air Legok Adung Desa Cijeruk Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian ini dipilih atas rekomendasi dari Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor serta berdasarkan hasil riset sebelumnya karena adanya pemanfaatan sumber mata air oleh perusahaan air minum yang menimbulkan kerugian terhadap masyarakat. Pengambilan data primer dilaksanakan pada bulan Juni 2010. Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden menggunakan kuesioner serta observasi lapang. Responden yang diwawancarai meliputi rumah tangga dan petani padi yang memperoleh air dari sumber mata air. Data sekunder sebagai data penunjang diperoleh dari Desa Cijeruk serta Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan persepsi responden telah terjadi kelangkaan sumberdaya air yang berasal dari sumber mata air akibat adanya pemanfaatan secara berlebihan terhadap sumber mata air oleh perusahaan air minum. Belum adanya kelembagaan yang jelas dalam pengelolaan sumber mata air. Total nilai economic losses rumahtangga Desa Cijeruk per tahun adalah sebesar Rp 250 635 000 sedangkan economic losses petani padi adalah sebesar Rp 489 831 000. Jadi total nilai economic losses masyarakat Desa Cijeruk akibat adanya pemanfaatan sumber mata air secara berlebihan oleh perusahaan air minum adalah sebesar Rp 740 466 000.

(66)

Judul : Penilaian Economic Losses Masyarakat Desa Cijeruk Kabupaten Bogor Akibat Adanya Pemanfaatan Sumber Mata Air Oleh Perusahaan Air Minum

Nama : Pramudya Bagus Setiawan NIM : H44062000

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M. Sc Nuva, SP, M.Sc NIP: 1969017 200604 2 011

Mengetahui: Ketua Departemen,

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP: 19660717 199203 1 003

(67)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“PENILAIAN ECONOMIC LOSSES MASYARAKAT DESA CIJERUK

KABUPATEN BOGOR AKIBAT ADANYA PEMANFAATAN SUMBER MATA AIR OLEH PERUSAHAAN AIR MINUM” BELUM PERNAH

DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Juli 2012

(68)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banyumas pada tanggal 27 Oktober 1987 sebagai putra pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Bambang Hadi Sutrisno dan Ibu Sri Mulyasih. Pada tahun 1992 penulis memulai studinya di TK Nusantara, Tangerang dan lulus pada tahun 1994. Penulis melanjutkan pendidikan di SDN Cipondoh 02, Tangerang dan lulus pada tahun 2000. Penulis melanjutkan kembali pendidikan di SLTP Negeri 1 Tangerang dan lulus pada tahun 2003. Setelah itu, penulis bersekolah di SMA Negeri 95 Jakarta dan lulus pada tahun 2006. Tahun itu juga, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah setahun belajar pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB-IPB), pada tahun 2007 penulis memilih Mayor Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen-IPB.

Selama kuliah penulis aktif pada lembaga kemahasiswaan intra kampus. Pada tahun 2007-2008, penulis menjadi anggota Divisi Study Resource and Development, Resource and Environmental Economics Students Association

(REESA). Kemudian pada tahun 2008-2009, penulis menjadi ketua Divisi Study Resource and Development, Resource and Environmental Economics Students

Association (REESA). Selain itu, penulis juga aktif di berbagai kegiatan

(69)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai dampak kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat pemanfaatan secara berlebihan oleh perusahaan air minum terhadap sumber mata air. Dampak kerugian ekonomi ini dicerminkan pada masyarakat yang harus mengeluarkan pengorbanan lebih serta petani padi yang mengalami kerugian akibat berkurangnya jumlah pendapatannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, khususnya pihak yang terkait dengan penelitian ini.

Bogor, Juli 2012

(70)

UCAPAN TERIMA KASIH

Skripsi ini dapat selesai tidat terlepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc dan Ibu Nuva, SP, M.Sc sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan ilmu, bimbingan, arahan serta motivasinya yang luar biasa kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.

2. Ibu Pini Wijayanti, SP, M.Si yang sempat menjadi dosen pembimbing yang telah memberikan ilmu, bimbingan, arahan serta motivasinya yang luar biasa kepada penulis.

3. Ibu Eva Anggraini, S.Pi, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingannya selama kuliah di Departemen ESL. 4. Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr sebagai dosen penguji utama dan

Bapak Novindra, SP, M.Si sebagai dosen penguji wakil departemen yang telah memberikan saran, kritik dan masukan.

5. Mamah (Sri Mulyasih), Papah (Bambang Hadi Sutrisno), adikku (Himawan Yudistiro) serta seluruh keluarga besar yang telah melimpahkan kasih sayang, doa dan dukungan selama ini.

(71)

DAFTAR ISI

(72)

x VI. HASIL DAN PEMBAHASAN……… 40 6.1 Mengidentifikasi Kelangkaan Sumberdaya Air

Di Desa Cijeruk………... 40 6.1.1 Responden Petani Padi……….. 41

6.1.2 Responden Rumahtangga……….. 44

6.2 Pengelolaan Sumberdaya Air……….. 46 6.3 Estimasi Nilai Economic Losses... 50

6.3.1 Analisis Perubahan Pendapatan pada

Responden Petani Padi……….. 51 6.3.2 Analisis Averted Cost Methode (Metode Biaya

Tambahan) pada Responden Rumah Tangga……… 54 VII. SIMPULAN DAN SARAN……… 58 7.1 Simpulan……… 58

7.2 Saran……… 59

Gambar

Gambar 2.
Gambar 2 : Diagram Alur Berpikir
Tabel 1. Matriks Keterkaitan Tujuan, Sumber Data dan Metode Analisis
Tabel 3. Karakteristik Penduduk Desa Cijeruk Tahun 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Chikako Maruta Introduction⑴ Francisco Ayala’s essay on education, “Universidad y sociedad de masas” University and Society of the Masses in La crisis actual de la enseñanza

Pengembangan diarahkan agar koperasi benar-benar menerapkan prinsip koperasi dan kaidah usaha ekonomi. Dengan demikian koperasi merupakan organisasi ekonomi yang mantap, demokratis,

Berbeda dengan Syaiful Bahri Djamarah yang menjelaskan 13 peranan guru, Sadirman menjelaskan bahwa guru memiliki 9 peranan, diantaranya adalah guru sebagai

Dari hasil analisis koefisen regresi pada table 4.17 di atas,dalam kolom correlations-partial di peroleh angka R untuk variabel Pelayanan Jasa.832 Nilai tersebut

9) menyampaikan pemberitahuan kepada penerima Bantuan Pemerintah berupa Fasilitasi Implementasi Inovasi PUI oleh Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah, Organisasi

Hasil penelitian tentang Optimasi Produksi Tanaman Kacang Tanah (Arachis hipogaea, L.) Melalui Pemberian Pupuk Mono Kalium Phospat (MKP) Dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)

dan har%s didasar$an &ada rea$tan tertent%' Bila $)n+ersi tida$ diseb%t

Artinya, meskipun arsitek pada masa Hindu-Buda (saat Candi Borobudur maupun Candi Lara Jonggrang) dibangun sangat dipengaruhi oleh bentuk-bentuk arsitektur India, namun