• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analysis Catching Activity of Eel Elver on the Water of Cimandiri Estuary, Palabuhanratu Bay, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analysis Catching Activity of Eel Elver on the Water of Cimandiri Estuary, Palabuhanratu Bay, Jawa Barat"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

PALABUHANRATU, JAWA BARAT

YASINTA ANUGERAH

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kegiatan Penangkapan Elver Sidat Di Perairan Muara Sungai Cimandiri, Teluk Palabuhanratu, Jawa Barat adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2012

(3)

ABSTRAK

YASINTA ANUGERAH, C44080049. Analisis Kegiatan Penangkapan Elver Sidat Di Perairan Muara Sungai Cimandiri, Teluk Palabuhanratu, Jawa Barat. Dibimbing oleh PRIHATIN IKA WAHYUNINGRUM dan SUGENG HARI WISUDO.

Ikan sidat (Anguilla sp.) merupakan komoditi ekspor yang sangat potensial, namun keberadaan elver sidat semakin berkurang. Budidaya ikan sidat saat ini masih sulit dilakukan jika dimulai dari tahap telur dan larva sehingga para nelayan menangkap elver sidat dari sungai dan laut, kemudian dibesarkan di kolam budidaya. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan aktifitas penangkapan elver ikan sidat, mendeskripsikan kondisi sumberdaya elver ikan sidat di perairan muara sungai Cimandiri, Teluk Palabuhanratu dan mengestimasi hubungan antara suhu permukaan laut (SPL), klorofil-a dan fishing ground elver sidat. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Januari–April 2012. Data dikumpulkan melalui wawancara lapang serta mendownload citra SPL dan konsentrasi klorofil-a di situs http://oceancolor.gsfc.nasa.gov dan http://www.nodc.noaa.gov/. Hasil penelitian menunjukan bahwa alat tangkap dan teknik pengoperasian penangkapan elver sidat masih tergolong sederhana. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan adalah jaring anco/waring. Nelayan menjual hasil tangkapan kepada perusahaan budidaya. Selain itu, volume hasil tangkapan elver sidat semakin menurun. Hal ini disebabkan kondisi sumberdaya elver sidat yang semakin buruk jika dibandingkan dengan periode awal kegiatan penangkapan dimulai. Sebagai tambahan, nilai SPL rata-rata masih dalam kisaran suhu elver sidat untuk mampu beradapatasi. Hal ini disebabkan pada perairan tropis variasi suhu tidak terlalu besar (termasuk perairan Indonesia). Selain itu konsentrasi klorofil-a rata-rata pada tahun 1998-2011 termasuk dalam kategori tinggi. Oleh karena itu, konsentrasi klorofil-a yang tinggi menjadi tempat yang baik bagi pertumbuhan fitoplankton dan hewan air lainnya.

(4)

ABSTRACT

YASINTA ANUGERAH, C44080049. Analysis Catching Activity of Eel Elver on the Water of Cimandiri Estuary, Palabuhanratu Bay, Jawa Barat. Supervised by PRIHATIN IKA WAHYUNINGRUM and SUGENG HARI WISUDO.

Eels (Anguilla sp.) are potential export commodities. However, there is a decrease in the number of eel elvers. Eel farming is still difficult to do if it starts from the stage of eggs and larvae. So, fishermen catch eel elver at the river or sea. Then, the elvers have been raised in fishpond. The current research attempts to describe the catching activities of eel elvers, to describe the condition of eel elver resources, and to estimate the relationship between sea surface temperature (SST), chlorophyll-a and fishing ground of eels at Cimandiri’s estuaries, Palabuhanratu Bay. The Research conducted on January to April 2012. Data were collected by interviews and also downloaded SST and chlorofil-a concentration images on http://oceancolor.gsfc.nasa.gov and http://www.nodc.noaa.gov/. The results show that, fishermen use simple fishing gear and operating technique for catching eel elvers. The fishing gear have been used by fisherman are waring and anco. Fishermen sell eel elver’s catch to the aquaculture’s company. Moreover, there was a sharp decrease in the volume in the eel elver catches. It is because the eel elver resources condition is getting worse compared to the early period of fishing activities. In addition, the SST averages was still in the range value of adaptation for eel elvers. It is because there is a small number of temperature variety in tropical water (including Indonesian water). In addition, the average concentration of chlorophyll-a included high categories from 1998 to 2011. So that, the high concentration of chlorophyll-a is a good location for the growth of phytoplankton and other aquatic animals.

(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

ANALISIS KEGIATAN PENANGKAPAN ELVER SIDAT DI

PERAIRAN MUARA SUNGAI CIMANDIRI, TELUK

PALABUHANRATU, JAWA BARAT

YASINTA ANUGERAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Penelitian : Analisis Kegiatan Penangkapan Elver Sidat Di Perairan Muara Sungai Cimandiri, Teluk Palabuhanratu, Jawa Barat Nama Mahasiswa : Yasinta Anugerah

NRP : C44080049

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui Komisi Pembimbing

Tanggal ujian : 13 Agustus 2012 Tanggal Lulus: Ketua,

Prihatin Ika Wahyuningrum, S.Pi, M.Si NIP. 19780613 200801 2 011

Anggota,

Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si NIP. 19660920 199103 1 001

Diketahui

Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

(8)

Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari–April 2012 ini adalah Analisis Kegiatan Penangkapan Elver Sidat Di Perairan Muara Sungai Cimandiri, Teluk Palabuhanratu, Jawa Barat.

Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun penulisan skripsi ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1) Prihatin Ika Wahyuningrum, S.Pi, M.Si dan Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 2) Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si selaku Komisi Pendidikan Departemen

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Dr. Am Azbas Taurusman, S.Pi., M.Si. selaku dosen penguji tamu;

3) Orangtua dan kakak-kakak tercinta atas do’a dan dukunganya baik secara moril maupun materil.

4) Pak Ayom Budi Prabowo selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Sukabumi.

5) Dwi Rizky Gustina, Oktavianto Prastyo D, Muhammad Romdonul Hakim dan Bang Ega atas bantuannya selama penelitian dan pengolahan data.

6) Pak Syarif, Pak Dasep dan Kak Adi G. atas bantuan dalam proses pengumpulan data di lapangan.

7) Teman-teman seperjuangan selama di IPB, Isya Trisnaning Ati, Nur Laili Indasari dan Delfi Riana atas bantuan, dukungan dan semangatnya selama ini 8) Teman-teman PSP angkatan 45, adik-adik PSP 46 dan PSP 47 atas doa,

dukungan dan semangatnya selama ini.

9) Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

(9)

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 2 Oktober 1990 dari Bapak Muflih Muhadjir dan Ibu Woro Budirahayu. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 8 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan dan organisasi. Pada tahun 2009/2010 dan 2010/2011 penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Sumberdaya Perikanan (Himafarin) sebagai sekertaris Departemen Penelitian, Pengembangan Profesi (Litbangprof) dan sekertaris Departemen Komunikasi dan Informasi (Kominfo). Penulis juga aktif menjadi asisten mata kuliah Rekayasa Tingkah Laku Ikan (RTLI) pada tahun ajaran 2010/2011 dan mata kuliah Daerah Penangkapan Ikan (DPI) pada tahun ajaran 2010/2011 dan 2011/2012.

(10)

ix

2.1.1 Klasifikasi dan morfologi ikan sidat ... 3

2.1.2 Fase hidup ikan sidat ... 4

2.1.3 Penangkapan elver sidat ... 5

2.2 Parameter Oseanografi ... 5

2.2.1 Suhu permukaan laut ... 5

2.2.2 Salinitas ... 6

2.2.3 Klorofil-a ... 7

2.3 Pengelolaan Sumberdaya Sidat di Indonesia... 8

3 METODE PENELITIAN ... 10

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 10

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 10

3.2.1 Data Primer ... 10

3.2.2 Data Sekunder ... 11

3.3 Analisis Data ... 11

3.3.1 Analisis kegiatan penangkapan elver sidat ... 11

3.3.2 Analisis ketersediaan sumberdaya ikan ... 12

3.3.3 Pengolahan citra satelit ... 12

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 15

4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian ... 15

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Kabupaten Sukabumi ... 16

5 HASIL PENELITIAN ... 20

5.1 Kegiatan Penangkapan ElverSidat ... 20

(11)

x

5.1.2 Nelayan ... 20

5.1.3 Operasi penangkapan ... 21

5.1.4 Distribusi hasil tangkapan... 22

5.2 Ketersediaan Elver Sidat ... 23

5.2.1 Perpindahan fishing ground ... 24

5.2.2 Volume hasil tangkapan ... 24

5.2.3 Ketersediaan elver sidat di perairan muara sungai Cimandiri ... 25

5.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi sumberdaya elver sidat ... 26

5.3 Suhu Permukaan Laut ... 27

5.4 Klorofil-a ... 30

6 PEMBAHASAN ... 32

7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

7.1 Kesimpulan ... 42

7.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(12)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kelas kadar konsentrasi klorofil-a menurut Arsjad, et al. (2004) ... 8

2 Daftar nama-nama kecamatan di pesisir Teluk Palabuhanratu : ... 16

3 Data produksi tahun 2010 dan 2011 berdasarkan TPI ... 17

4 Data volume penangkapan dan nilai penangkapan perairan umum pada ... 18

5 Data produksi tahun produksi perairan umum tahun 2010 ... 19

6 Perkembangan harga jual hasil tangkapan elver sidat... 23

7 Data parameter perairan pada penelitian pendahuluan ... 27

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Elver ikan sidat (Anguilla Sp.)... 3

2 Peta lokasi penelitian... 10

3 Diagram alir proses pengolahan data SPL dan klorofil-a... 13

4 Jumlah nelayan perairan umum pada tahun 2007-2010 ... 18

5 Alat tangkap dan alat bantu penangkapan elver sidat di muara sungai Cimandiri ... 20

6 Operasi penangkapan elversidat di muara sungai Cimandiri ... 22

7 Alur distribusi hasil tangkapan elver sidat di muara sungai Cimandiri ... 23

8 Persepsi nelayan terhadap lokasi fishing ground elver sidat di muara sungai Cimandiri ... 24

9 Persepsi nelayan terhadap volume hasil tangkapanelver sidat di muara sungai Cimandiri ... 25

10 Persepsi nelayan tentang kecenderungan perubahan ketersediaan sumberdayaelver sidat di muara sungai Cimandiri ... 25

11 Persepsi nelayan tentang kecenderungan perubahan ketersediaan sumberdaya elver sidat di muara Sungai Cimandiri pada beberapa selang waktu ... 26

12 Persepsi nelayan tentang faktor penyebab perubahan ketersediaan sumberdayaelver sidat di muara sungai Cimandiri ... 26

13 Profil nilai rata-rata SPL Teluk Palabuhanratu dari tahun 1990-2012 ... 27

14 Nilai rata-rata SPL tertinggi dan terendah di sekitar Teluk Palabuhanratu pada tahun 1990-2011 ... 28

15 Pola sebaran SPL di perairan Teluk Palabuhanratu dari tahun 1990-2011 pada periode per lima tahun ... 29

16 Gambar 16 Nilai rata-rata konsentrasi klorofil-a di perairan Teluk Palabuhanratu pada tahun 1998–2011 ... 30

17 Gambar 17 Pola sebaran konsentrasi klorofil-a di Teluk Palabuhanratu pada tahun 1998 – 2011 per 4 tahun ... 31

18 Gambar 18 Perubahan bentuk muara sungai Cimandiri,Teluk Palabuhanratu 34 19 Grafik SPL rata-rata dan produksi ikan sidat tahun 2006 dan 2010 ... 39

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Proses pengolahan data SPL dan konsentrasi klorofil-a ... 48 2 Rata-rata SPL di perairan Teluk Palabuhanratu pada tahun 1990-2011 ... 56 3 Pola sebaran SPL tahun 1990-2011 ... 57 4 Rata-rata konsentrasi klorofil-a di perairan Teluk Palabuhanratu pada tahun

(15)

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Permintaan ikan memiliki makna positif bagi pengembangan perikanan baik penangkapan maupun akuakultur. Namun demikian, pemenuhan kebutuhan ikan akan diikuti oleh tekanan eksploitasi sumberdaya ikan yang juga semakin intensif. Jika tidak dikelola dengan baik akan mendorong usaha perikanan pada kehancuran dan terjadinya berbagai konflik terhadap sumberdaya ikan.

Salah satu potensi sumberdaya perikanan yang sedang berkembang adalah ikan sidat. Ikan sidat (Anguilla sp.) merupakan komoditi perikanan yang potensial di pasar lokal maupun internasional. Permintaan ikan sidat yang tinggi disebabkan oleh kandungan gizi yang lebih baik dibandingkan dengan kandungan gizi pada daging ikan lainnya. Banyaknya permintaan ikan sidat tidak sejalan dengan semakin berkurang sumberdaya ikan tersebut. Volume produksi penangkapan ikan sidat dari tahun 2000-2010 di Indonesia semakin menurun. Tahun 2000 volume produksi mencapai 4.553 ton, namun pada tahun 2010 volume produksi hanya mencapai 1.149 ton (KKP, 2010).

Ikan sidat membutuhkan lokasi laut dalam untuk memijah, kemudian dari telur berubah menjadi elver dan terbawa arus ke pantai. Saat tumbuh dewasa ikan sidat mulai mencari air tawar sungai dan kembali ke laut dalam untuk memijah kembali sebelum mati. Hampir di semua muara sungai di Indonesia yang menghadap laut dalam dapat ditemukan elver sidat. Proses pemijahan buatan yang sesuai dengan karakteristik perairan laut dalam menjadi kendala dalam proses budidaya dari telur dan elver, sehingga para nelayan di sekitar Teluk Palabuhanratu masih mengandalkan penangkapan elver ikan sidat dari sungai atau laut untuk kemudian dibesarkan di kolam budidaya

(16)

Potensi besar yang dimiliki Indonesia sebagai penghasil sidat dari penangkapan harus tetap diiringi dengan perlindungan. Penangkapan sidat jangan sampai merusak populasi dan habitat hidupnya, seperti yang terjadi di Jepang dan Eropa. Hasil tangkapan elver maupun sidat konsumsi di Jepang dan Eropa terus menurun, bahkan Uni Eropa telah berupaya untuk melindungi sidat dari penangkapan (Sasongko et al., 2007).

Informasi tentang penangkapan elver sidat khususnya di Kabupaten Sukabumi masih sulit untuk didapatkan karena tidak adanya data tertulis yang berkaitan dengan proses penangkapan elver sidat di alam. Informasi mengenai kondisi dan status sumberdaya elver di muara sungai Cimandiri Teluk Palabuhanratu sangat dibutuhkan untuk tujuan pengelolaan dan pemanfaatan ikan sidat. Selain itu informasi tersebut akan menjadi dasar pengelolaan dari perikanan sidat. Melihat kondisi tersebut dengan demikian penelitian mengenai analisis kegiatan penangkapan elver sidat di perairan muara sungai Cimandiri, Teluk Palabuhanratu Jawa Barat perlu dilakukan.

1.2Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1) Mendeskripsikan aktifitas penangkapan elver ikan sidat di perairan muara sungai Cimandiri, Teluk Palabuhanratu;

2) Mendeskripsikan kondisi sumberdaya elver ikan sidat di perairan muara sungai Cimandiri, Teluk Palabuhanratu;

3) Mengestimasi hubungan suhu permukaan laut dan klorofil-a di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu terhadap keberadaan fishing ground elver sidat.

1.3Manfaat

(17)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Sidat

2.1.1 Klasifikasi dan morfologi ikan sidat

Sidat adalah ikan yang ketika dewasa hidup di air tawar, tetapi setelah matang gonad akan beruaya atau pindah ke laut dalam untuk memijah. Ikan sidat memiliki banyak species. Menurut Sri dan Susilo (1998) salah satu species yang banyak ditemukan di perairan pantai selatan adalah Anguilla bicolor McClelland. Elver ikan sidat ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Elver ikan sidat (Anguilla Sp.)

Beberapa ahli antara lain Weber dan Beaufort (1916), Williamson dan Castle (1975) serta Blekker (1965) mengklasifikasikan ikan sidat sebagai berikut:

Filum : Chordata

Sub Fillum : Euchordata (Vertebrata : Pisces) Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Apodes (Anguilliformes) Family : Anguillidae

Genus : Anguilla

Spesies : Anguilla bicolor

(18)

(nokturnal). Sidat memiliki empat buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip ekor, sirip dubur, dan sirip dada. Meskipun sepintas mirip belut, tetapi pada permukaan tubuh sidat memiliki sisik (Sasongko et al, 2007).

2.1.2 Fase hidup ikan sidat

Daur hidup ikan sidat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase lautan, fase estuari, dan fase sungai. Ikan sidat memijah di laut pada kedalaman lebih dari 300 m dan telurnya menetas menjadi larva (leptocephali) setelah 38–45 jam dengan panjang 2,7 mm sampai 6,2 mm. Stadium ini dilampaui selama satu tahun dengan ciri-ciri tubuh seperti pita tembus pandang dengan kedua ujungnya tajam, dan lebar pada bagian tengahnya (Facey dan Avlye, 1987 diacu dalam Sriati, 1998). Larva tersebut kemudian mengikuti arus kearah pantai dan mengalami perubahan bentuk (metamorposa) menjadi ikan sidat yang tidak berpigmen (glass eel) dengan memiliki ciri bentuk tubuh yang sama dengan ikan sidat dewasa. Secara aktif glass eel tersebut bermigrasi ke arah muara sungai. Setelah memasuki habitat tersebut pigmentasi mulai berkembang sehingga menjadi ikan sidat kecil yang disebut elver (Sriati, 1998). Sebelum pigmentasi berkembang sempurna, migrasi kearah hulu oleh elver dilakukan setelah tahun ke dua dan selanjutnya berkembang menjadi ikan sidat dewasa (Mc Cleave dan Kleckner, 1983; Moriarty, 1986 diacu dalam Sriati 1998).

Menurut Usui (1874) dan Matsui (1980) diacu dalam Sriati (1998), sebagian besar dari daur hidup ikan sidat berada di air tawar, sekitar 15–30 tahun tanpa mengalami pematangan gonad (maturasi). Maturasi terjadi bersama dengan perubahan warna tubuh dan morfologinya, menjadi bronze eel atau silver eel

(sidat perak). Tahap akhir dari daur hidup tersebut ikan sidat melakukan migrasi menuruni sungai menuju ke spawning ground untuk melakukan pemijahan.

(19)

a, 2007). Sidat adalah ikan yang beruaya anadromous dan menunjukkan prilaku

hyperaktif yang tinggi, sehingga bersifat reotropis (ruaya melawan arus).

Ikan sidat merupakan ikan yang penyebarannya sangat luas yakni di daerah tropis dan sub tropis sehingga dikenal adanya sidat tropis dan sidat sub tropis. Menurut Tesch (1911) diacu dalam Sriati (1998), paling sedikit terdapat 17 spesies ikan sidat di dunia dan paling sedikit enam jenis diantaranya terdapat di Indonesia yakni: Anguilla marmorata, A. celebensis, A. ancentralis, A. borneensis, A. bicolor bicolor dan A. bicolor pacifica. Jenis ikan tersebut menyebar di daerah-daerah yang berbatasan dengan laut dalam yakni di pantai selatan Pulau Jawa, pantai barat Pulau Sumatera, pantai timur Pulau Kalimantan, seluruh pantai Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur hingga pantai utara Papua (Affandi, 2005).

2.1.3 Penangkapan elver sidat

Menurut penelitian Sriati (1998) alat yang digunakan dalam penangkapan elver sidat di Teluk Palabuhanratu adalah jaring anco dari bahan waring dengan ukuran 1 x 1 m, yang lebih popular dengan nama “sirib”. Sedangkan pada penelitian Haryuni (2001) di Teluk Poso penangkapan elver sidat dengan menggunakan alat tangkap seser yang terbuat dari kain tipis. Alat tangkap seser memiliki lebar mulut 75 cm dan panjang jaring 100 cm.

Penangkapan elver sidat dilakukan pada malam hari yaitu dengan cara menyusuri muara sungai dangkal namun terkadang berjalan agak ke tengah. Nelayan membawa petromak dan alat tangkap kemudian ketika ada elver yang berenang mendekat segera nelayan mengayunkan alat tangkap dengan pelan. Elver yang sudah tertangkap, diambil dengan piring plastik lalu dimasukan ke dalam koja. Penangkapan dilakukan berulang-ulang hingga koja penuh dengan elver hingga menjelang pagi hari (Sasongko et al., 2007).

2.2 Parameter Oseanografi 2.2.1 Suhu permukaan laut

(20)

laut adalah matahari (Weyl, 1970 diacu dalam Basuma, 2009). Menurut Nyabakken (1992) suhu di samudera bervariasi secara horizontal sesuai dengan garis lintang dan juga secara vertikal sesuai dengan kedalaman. Kisaran suhu pada daerah tropis relatif stabil karena cahaya matahari lebih banyak mengenai daerah ekuator daripada daerah kutub. Hal ini dikarenakan cahaya matahari yang merambat melalui atmosfer banyak kehilangan panas sebelum cahaya tersebut mencapai kutub.

Suhu perairan di estuari lebih bervariasi daripada di perairan pantai di dekatnya. Hal ini sebagian karena biasanya di estuari volume air lebih kecil sedangkan luas permukaan lebih besar, dengan demikian pada kondisi atmosfer yang ada, air estuari ini lebih cepat panas dan lebih cepat dingin. Alasan lain terjadinya variasi adalah masukan dari air tawar dan kali yang biasa dipengaruhi oleh suhu musiman daripada air laut (Nyabakken, 1992). Menurut Irawan (2008) ikan sidat mampu beradaptasi pada kisaran suhu 12-31oC, sidat mengalami penurunan nafsu makan pada suhu lebih rendah dari 12oC. Liviawaty dan Afrianto (1998) diacu dalam Haryuni (2002) menyatakan bahwa elver sidat mampu beradaptasi terhadap kisaran suhu air yang cukup besar yaitu antara 13– 31oC dan dengan suhu optimal antara 25–28oC, sesuai dengan spesiesnya. Kisaran suhu pada kegiatan pedederan dalam budidaya adalah 27-30 °C dan pada kegiatan pembesaran adalah 25-30 °C (Sasongko et al., 2007)

2.2.2 Salinitas

(21)

Menurut Hutabarat dan Evans (1986), salinitas bersifat stabil di lautan terbuka, walaupun di beberapa tempat menunjukan fluktuasi perubahan. Sedangkan pada daerah perairan estuaria salinitas menjadi gambaran yang dominan. Pada daerah estuari kadar salinitasnya akan berkurang, karena adanya sejumlah air tawar yang masuk yang berasal dari sungai-sungai dan juga disebabkan oleh terjadinya pasang surut didaerah tersebut. Perubahan salinitas musiman di estuaria biasanya merupakan akibat perubahan penguapan musiman atau perubahan aliran air tawar musiman (Nybakken, 1988).

Facey and Avley (1987) diacu dalam Sriati (1998) mengemukakan bahwa salinitas merupakan faktor utama yang menentukan migrasi dan distribusi dari ikan sidat. Salinitas yang bisa ditoleransi oleh ikan sidat berkisar 0-35 ppm. Sidat mempunyai kemampuan mengambil oksigen langsung dari udara dan mampu bernapas melalui kulit diseluruh tubuhnya. Salinitas secara tidak langsung berpengaruh terhadap gas-gas terlarut dan daya racun amoniak. Semakin tinggi salinitas maka kapasitas maksimum oksigen semakin kecil.

2.2.3 Klorofil-a

Klorofil-a adalah zat hijau daun yang terkandung dalam tumbuhan. Menurut Barnes dan Hughes (1988) klorofil-a merupakan pigmen yang mampu melakukan fotosintesis dan terdapat pada seluruh organisme fitoplankton. Fitoplankton sebagai tumbuhan yang mengandung pigmen klorofil mampu melaksanakan reaksi fotosintesis, dimana air dan karbon dioksida dengan adanya sinar matahari dan garam-garam hara dapat menghasilkan senyawa organik seperti karbohidrat. Fitoplankton sebagai produsen primer merupakan pangkal rantai makanan dan merupakan dasar yang mendukung kehidupan seluruh biota lainnya (Nontji, 2002).

(22)

Fitoplankton yang subur umumnya terdapat di perairan sekitar muara sungai atau di perairan lepas pantai dimana terjadi upwelling. Di depan muara sungai banyak zat hara datang dari daratan dan dialirkan oleh sungai ke laut, sedangkan di daerah upwelling zat hara yang kaya terangkat dari lapisan lebih dalam ke arah permukaan (Nontji, 2002). Menurut Arinardi et al. (1997), perairan Indonesia memiliki kandungan klorofil-a yang tinggi hampir selalu berkaitan dengan adanya pengadukan dasar perairan, dampak aliran sungai (pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera bagian selatan, Kalimantan Selatan dan Irian Jaya) serta berlangsungnya proses penaikan massa air lapisan dalam ke permukaan (Laut Banda, Laut Arafura, Selat Bali dan selatan Jawa).

Menurut Arsjad et al. (2004) pemetaan klorofil-a perlu dilakukan guna mengetahui pola sebaran klorofil-a pada waktu tertentu, karena keberadaan klorofil-a merupakan indikasi keberadaan ikan, dan juga mempengaruhi kehidupan biota laut pada umumnya. Sebaiknya pemetaan klorofil-a dilakukan dalam jangka panjang sehingga diketahui sebaran rata-rata pola sebaran tahunan atau musiman. Klasifikasi kelas kadar konsentrasi klorofil-a menurut Arsjad, et al.

(2004) terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kelas kadar konsentrasi klorofil-a menurut Arsjad, et al. (2004)

Kelas Konsentrasi mg/m3 Keterangan

I <0.3 Konsentrasi rendah/ clear water

II 0,3 – 0,5 Konsentrasi sedang/ medium rich phytoplankton

III 0,5 – 1,0 Konsentrasi tinggi/ rich phytoplankton

IV 1,0 - 2 Korofil-a dan muatan suspensi tinggi/slightly

turbid water

V >2 Muatan suspensi tinggi/ hight turbidity

2.3 Pengelolaan Sumberdaya Sidat di Indonesia

(23)

habitat/lingkungan, dan manusia serta berbagai faktor internalnya (Widodo dan Suadi, 2006).

Produksi dan potensi perikanan dibatasi oleh sejumlah faktor yaitu pertimbangan biologi, pertimbangan ekologi dan lingkungan, pertimbangan sosial budaya dan kelembangan; dan pertimbangan ekonomi. Pertimbangan biologi meliputi smberdaya hayati laut mampu memperbaharui dirinya melalui proses pertumbuhan, dalam ukuran panjang dan massa (bobot) individu selain pertambahan terhadap populasi atau komunitas melalui reproduksi (yang biasa disebut dalam perikanan sebagai rekrutmen). Pertimbangan ekologi dan lingkungan meliputi lingkungan dari ikan jarang bersifat statis dan kondisi lingkungan akuatik dapat berubah secara nyata menurut waktu, seperi pasang surut, suhu air, dll (Widodo dan Suadi, 2006).

(24)

3

METODE PENELITIAN

3.1Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada pertengahan bulan Januari–Maret 2012 dengan penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Nopember 2011. Lokasi berada pada daerah Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Secara geografis Teluk Palabuhanratu terletak pada posisi 6o57’00”-7o07’00’’ LS dan 106o22’00” -106o33’00”BT.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian

3.2 Metode Pengumpulan Data

3.2.1 Data primer

(25)

elver sidat, dinas perikanan Palabuhanratu dan pihak yang terkait dengan kegiatan perikanan sidat di Palabuhanratu. Jumlah responden yang di wawancarai berjumlah 34 orang yang terdiri dari 24 orang nelayan penangkap, 6 orang nelayan pengumpul, 2 orang staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi dan 2 orang staf pihak terkait dengan penangkapan elversidat.

Kuisioner nelayan dan nelayan pengumpul dimaksud untuk memperoleh data tentang: (1) Gambaran umum perikanan elver sidat; (2) Spesifikasi teknis unit penangkapan elver sidat; (3) Kegiatan operasi penangkapan elver sidat. Kuisioner untuk pihak pemerintah dimaksudkan untuk memperoleh data tentang aturan dan kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan penangkapan elver sidat di Teluk Palabuhanratu. Kuisioner untuk pihak terkait dengan kegiatan perikanan sidat dimaksudkan untuk memperoleh data tentang perkembangan perikanan sidat secara umum. Kajian ketersediaan sumberdaya ikan didapatkan dengan membandingkan kondisi sumberdaya ikan pada awal kegiatan penangkapan tahun 1990 dengan kegiatan penangkapan pada saat penelitian dilakukan (2012). Data yang dikumpulkan berupa perubahan lokasi fishing ground, faktor yang mempengaruhi penangkapan dan alur distribusi dari hasil tangkapan.

3.2.2 Data sekunder

Data sekunder untuk mengetahui adanya pengaruh faktor lingkungan perairan menggunakan. Data sekunder yang digunakan adalah data suhu permukaan laut dan sebaran klorofil-a. Data SPL tahun 1990–2001 didownload dari web NOAA/AVHRR http://podaac.jpl.nasa.gov/. Data SPL tahun 2002–2011 dan konsentrasi klorofil-a tahun 1998–2011 diperoleh dengan cara mendownload citra MODIS level 3 dari web http://oceancolor.gsfc.nasa.gov.

3.3 Analisis Data

3.3.1 Analisis kegiatan penangkapan elver sidat

(26)

gambaran unit penangkapan ikan, metode pengoperasian dan distribusi pemasaran.

3.3.2 Analisis ketersediaan sumberdaya ikan

Perikanan sidat di Teluk Palabuhanratu umumnya masih merupakan kegiatan perikanan skala kecil, sehingga informasi mengenai gambaran umum perikanan sidat secara lengkap jarang didapatkan. Karena alasan tersebut sehingga dalam penelitian ini tidak menjelaskan besarnya stok sumberdaya elver sidat di Teluk Palabuhanratu secara kuantitatif. Penelitian ini mengkaji dengan lebih mengarahkan pada pengetahuan tentang kecenderungan perubahan perikanan elver sidat saat ini dibandingkan pada saat awal dilakukan aktifitas penangkapan. Menurut Sondita (2010) bahwa tingkat kemudahan nelayan memperoleh ikan, jumlah ikan yang diperoleh dan ukuran ikan yang ditangkap dapat dipakai untuk mengetahui trend kelimpahan ikan di suatu tempat. Jika jumlah ikan yang ditangkap semakin sedikit, yang berarti penurunan produktivitas (produksi per trip) maka hal ini merupakan salah satu indkasi bahwa stok ikan sudah semakin menurun jumlahnya.

Berdasarkan alasan tersebut sehingga kajian ini dilakukan melalui penelusuran informasi secara langsung dengan menggunakan kuisioner kepada nelayan sebagai pelaku kegiatan penangkapan elver sidat di Teluk Palabuhanratu. Informasi-informasi yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara ditampilkan dalam bentuk persentase persepsi nelayan tentang kecenderungan perubahan kegiatan penangkapan elver sidat . Dengan mengetahui kecenderungan perubahan kegiatan penangkapan tersebut maka dapat diketahui ketersediaan sumberdaya ikan dan bentuk pengelolaan perikanan elver sidat yang tepat.

3.3.3 Pengolahan citra satelit

(27)

Gambar 3 Diagram alir proses pengolahan data SPL dan klorofil-a

Proses awal yang dilakukan adalah pengumpulan data dengan mendownload data level 3 composite data bulanan yang mempunyai resolusi spasial 4 km dengan format HDF (Hierarchical Data Format) dimana data tersebut merupakan data digital compressed dan tampilannya sudah menjadi datar (flat). Data hasil download level 3 composite data bulanan harus diekstrak terlebih

(28)

dahulu sehingga data tersebut dapat diproses lebih lanjut. Ekstrak data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak WinRAR 3.42.

Data citra MODIS level 3 merupakan data yang sudah diolah, sehingga telah terkoreksi secara radiometrik dan atmosferik. Data tersebut sudah memiliki informasi seperti lintang dan bujur, daratan, garis pantai dan nilai estimasi suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil fitoplankton perairan. Penerapan algoritma pada level 3 ini sudah dilakukan secara otomatis. Pengolahan selanjutnya dari data MODIS level 3 composite bulanan yang telah diekstrak dilakukan di perangkat lunak SeaDAS (SeaWIFS Data Analysis System) versi 6.3

(sistem operasi Linux Ubuntu 7.1).

Tahap awal yaitu croping atau pemotongan citra melalui program display

yang terdapat pada menu SeaDAS. Tahap croping atau pemotongan citra dilakukan pada lokasi-lokasi yang dijadikan tempat penelitian yaitu di Teluk Palabuhanratu. Pengaturan untuk ukuran pixel and line sample rate dirubah menjadi 1. Setelah itu load data yang telah di croping pada masing-masing wilayah tersebut. Terdapat tiga pilihan keluaran data dari hasil pengolahan pada perangkat lunak SeaDAS, yaitu output gambar dengan ekstensi PNG (*.PNG),

binary dan ASCII. Pada pengolahan data level 3 composite data bulanan, output dari pengolahan citra dengan perangkat lunak SeaDAS yang dipilih berupa format ASCII. Output data dalam bentuk format ASCII tersebut yang selanjutnya digunakan untuk memperoleh informasi mengenai fluktuasi konsentrasi klorofil-a dan SPL secara temporal yang terjadi di lokasi penelitian. Data dalam format ASCII hasil dari pengolahan perangkat lunak SeaDAS selanjutnya diproses di

(29)

4

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian

Posisi geografis Kabupaten Sukabumi terletak di antara 6° 57’–7° 25’ Lintang Selatan (LS) dan 106° 49’–107° 00’ Bujur Timur (BT). Luas wilayah Kabupaten Sukabumi adalah 4.128 km2 (412.799,54 Ha), memiliki panjang pantai 117 km dan garis pantai 4 mill laut. Kabupaten Sukabumi merupakan Kabupaten dengan wilayah terluas di Jawa dan Bali.

Batas wilayah administrasi Kabupaten Sukabumi adalah sebagai berikut: Sebelah Utara : Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat

Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

Sebelah Barat : Kabupaten Lebak Propinsi Banten dan Samudera Indonesia Sebelah Timur : Kabupaten Cianjur.

Hingga tahun 2011 di Kabupaten Sukabumi terdapat 47 kecamatan dengan 4 Kelurahan, 363 Desa dan 3.052 RW. Ibukota Kabupaten Sukabumi saat ini berada di Kota Palabuhanratu. Kota Palabuhanratu memiliki jarak fisik dengan Ibukota Negara ± 140 km, dengan Ibukota Propinsi Jawa Barat ± 153 km dan dengan Kota Sukabumi ± 60 km (Kabupaten Sukabumi dalam angka, 2011). Kabupaten Sukabumi terdiri dari 47 kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak pada tahun 2010 yaitu Kecamatan Cisaat dengan jumlah 113.929 orang. Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi adalah sebesar 2.341.409 orang, yang terdiri dari 1.193.342 laki-laki dan 1.148.067 perempuan (Kabupaten Sukabumi dalam angka, 2011).

Secara topografi sebagian besar daratan di sekitar Teluk Palabuhanratu berupa daerah berbukit, lereng pegunungan, dataran rendah yang sempit dan banyak daerah aliran sungai. Beberapa sungai yang bermuara di Teluk Palabuhanratu antara lain sungai Cimandiri, Cibareno, Cisolok, Cimaja, Citepus, Cipalabuhan dan sungai Cipanyairan. Banyaknya sungai yang bermuara di Teluk Palabuhanratu memberi pengaruh yang sangat besar terhadap kesuburan perairan Teluk Palabuhanratu (Muhiddin, 2003).

(30)

hampir seragam yaitu nilai suhu tertinggi 30°C dan nilai suhu terendah 26,8 °C. Sedangkan pada pengukuran salinitas pada bulan April sampai Juni berkisar antara 0–35 ‰. Sebaran salinitas permukaan di perairan muara sungai Cimandiri memperlihatkan pola hampir sama dengan sebaran suhu permukaan. Kecepatan arus permukaan di perairan muara sungai Cimandiri berkisar antara 0,11–0,84 m/detik. Kecepatan arus permukaan umumnya lebih tinggi pada daerah sungai dan nilainya semakin menurun ke arah laut.

4.2Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Kabupaten Sukabumi

Kabupaten Sukabumi yang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia yang mempunyai potensi kelautan dan perikanan yang cukup besar dengan potensi lestari sebesar 14.592 ton/thn. Sebagian penduduk di Kabupaten Sukabumi mencari nafkah dari laut sebagai nelayan. Nelayan mendaratkan hasil tangkapannya di beberapa titik pantai Sukabumi dengan panjang pantai 117 km yaitu; Palabuhanratu, Minajaya, Ujunggenteng, Ciwaru, Loji, Cisolok, dan Cibangban dengan jumlah nelayan Rumah Tangga Perikanan (RTP) 10.909, Rumah Tangga Buruh Perikanannya (RTBP) 12.665 orang (DKP Palabuhanratu, 2011). Wilayah kegiatan di sektor perikanan, khususnya untuk perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi meliputi 9 kecamatan pesisir beserta total luas wilayah penangkapan 701,67 km2. Daftar nama-nama kecamatan pesisir di Kabupaten Sukabumi ditunjukan pada Tabel 2.

Tabel 2 Daftar nama-nama kecamatan di pesisir Teluk Palabuhanratu :

No Nama Kecamatan Luas Wilayah Penangkapan (Km2)

1 Kecamatan Cisolok 46,11

2 Kecamatan Cikakak 42,99

3 Kecamatan Palabuhanratu 83,55

4 Kecamatan Simpenan 84,55

5 Kecamatan Ciemas 86,19

6 Kecamatan Ciracap 101,71

7 Kecamatan Surade 117,00

8 Kecamatan Cibitung 97,08

9 Kecamatan Tegalbuleud 42,48

Total luas wilayah penangkapan 701.67

(31)

Kabupaten Sukabumi memiliki 6 (enam) TPI, tapi yang dikelola oleh Dinas Kelautan dan Perikanan sebanyak 5 (lima) TPI yaitu TPI Cisolok, Cibangban, Ciwaru, Mina Jaya, Ujunggenteng dan Palabuhanratu. Produksi Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi tahun 2011 menurun dari tahun 2010. Produksi perikanan tahun 2011 adalah 813,55 kg, sedangkan produksi tahun 2010 adalah 955,52 kg. Sedangkan produksi yang di lelang 2011 menurun karena disebabkan faktor cuaca tidak menentu sehingga para nelayan tradisional tidak banyak melakukan operasional ke laut dan perda yang di sahkan pada pertengahan tahun 2011.

Data produksi dan nilai tahun 2010 dan 2011 berdasarkan TPI ditunjukan pada Tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 3 Data produksi tahun 2010 dan 2011 berdasarkan TPI

No TPI Produksi (Kg)

(32)

Sumber: DKP Kabupaten Sukabumi, 2011

Gambar 4 Jumlah nelayan perairan umum pada tahun 2007-2010

Berdasarkan Gambar 4 jumlah nelayan di perairan umum pada tahun 2007-2010 semakin meningkat. Tahun 2007 nelayan perairan umum berjumlah 123 orang. Tahun 2008 jumlah nelayan perairan umum meningkat sehingga berjumlah 195 orang. Selanjutnya pada tahun 2009 dan 2010 jumlah nelayan pada perairan umum di Kabupaten Sukabumi berjumlah 210 dan 245 orang.

Data volume penangkapan dan nilai penangkapan di perairan umum pada tahun 2007-2010 ditunjukan pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4 volume penangkapan dan nilai penangkapan perairan umum dan nilai penangkapan semakin meningkat. Pada tahun 2007 volume penangkapan perairan umum 24,34 ton dengan nilai penangkapan Rp. 170.380.000,00. Pada tahun 2010 volume penangkapan perairan umum 30,00 ton dan nilai penangkapan Rp. 210.000.000,00.

Tabel 4 Data volume penangkapan dan nilai penangkapan perairan umum pada tahun 2007-2010

Tahun Volume Penangkapan (Ton) Nilai Penangkapan (Rp)/000

(33)

Data produksi perairan umum tahun 2010 berdasar jenis ikan di tunjukan pada Tabel 5 sebagai berikut:

Tabel 5 Data produksi tahun produksi perairan umum tahun 2010

No Nama Jenis Ikan Produksi

(Ton)

Harga/Kg (Rp) Nilai Produksi

(000)

1 Sidat 7,10 120.000,00 852.000,00

2 Mujair 0,12 5.000,00 600,00

3 Sepat Siam 0,22 6.500,00 1.430,00

4 Tawes 0,36 7.500,00 2.700,00

5 Nila 3,10 7.000,00 21.700,00

6 Mas 2,60 12.000,00 31.200,00

7 Udang Lainnya 7,10 25.000,00 177.500,00

8 Ikan Lainnya 3,40 5.000,00 17.000,00

9 Binatang air Lainnya 2,20 4.000,00 8.800,00

Jumlah 26,20 192.000,00 1.112.930,00

Sumber: DKP Kabupaten Sukabumi, 2011

(34)

5

HASIL PENELITIAN

5.1Kegiatan Penangkapan ElverSidat 5.1.1 Alat tangkap

Penangkapan elver sidat di daerah muara sungai Cimandiri dengan menggunakan jaring anco atau jaring waring berbentuk persegi atau bentuk segitiga dengan ukuran sekitar 1,10 x 1,10 m. Alat tangkap ini lebih dikenal oleh nelayan dengan nama jaring “sirib” dan “sodok”. Alat ini dioperasikan oleh satu orang nelayan. Alat lain yang digunakan pada penangkapan elver sidat adalah petromaks (senter), piring plastik dan kantong plastik. Piring plastik dan kantong plastik digunakan untuk mengambil hasil tangkapan elver sidat yang telah ditangkap oleh jaring. Gambar alat tangkap elver sidat di muara sungai Cimandiri ditunjukan pada Gambar 4.

a) Jaring bentuk persegi (sirib)

b) Alat bantu penangkapan c) Jaring bentuk segitiga (sodok)

Gambar 5 Alat tangkap dan alat bantu penangkapan elver sidat di muara sungai Cimandiri

5.1.2 Nelayan

(35)

nelayan sambilan. Usia rata-rata dari nelayan elver sidat berkisar 35-50 tahun dan telah melakukan kegiatan penangkapan lebih dari 20 tahun. Pekerjaan utama dari sebagian nelayan elversidat adalah petani dan nelayan penangkap udang. Nelayan pengumpul berjumlah tujuh orang dan masing-masing memiliki nelayan penangkap sekitar 30 orang. Nelayan penangkap menggunakan alat-alat yang disediakan oleh nelayan pengumpul dan menjual hasil tangkapan elver sidat kepada nelayan pengumpul. Nelayan pengumpul sekaligus nelayan pemilik alat tangkap bertugas untuk menyiapkan tenda, alat-alat yang digunakan saat penangkapan dan alat-alat untuk mengumpulkan hasil tangkapan (timbangan,

streofoam dan oksigen).

5.1.3 Operasi penangkapan

Kegiatan penangkapan elver sidat di sekitar perairan muara sungai Cimandiri telah dimulai sebelum tahun 1990 dengan musim puncak penangkapan pada malam tanggal 20-25 bulan hijriah. Metode operasi penangkapan elversidat di muara sungai Cimandiri diawali dengan persiapan para nelayan penangkap dan pengumpul menuju muara sungai sekitar pukul 17.00 WIB. Persiapan yang biasa dilakukan nelayan penangkap adalah membawa bekal makanan dan minum serta baju ganti. Nelayan pengumpul mempersiapkan alat-alat di tenda istirahat yang meliputi minyak tanah, petromaks, senter, jaring sirib dan sodok, timbangan, sterofoam serta oksigen.

(36)

pukul 23.00 WIB dan mulai penangkapan kembali pukul 02.00 WIB hingga waktu subuh sekitar pukul 05.00 WIB. Apabila tangkapan banyak beberapa nelayan tidak ada waktu untuk istirahat dan setelah matahari terbit nelayan bersiap kembali untuk pulang. Hasil tangkapan nelayan penangkap pada setiap penimbangan akan dicatat oleh nelayan pengumpul dalam satu malam. Operasi kegiatan penangkapan elver sidat ditunjukan pada Gambar 6.

Gambar 6 Operasi penangkapan elversidat di muara sungai Cimandiri

5.1.4 Distribusi hasil tangkapan

(37)

Tabel 6 Perkembangan harga jual hasil tangkapan elver sidat

Perusahaan yang membeli elver sidat terdiri dari perusahaan budidaya dan pengolahan sampai siap konsumsi. Sebagian besar hasil produksi dari perusahaan budidaya dan pengolahan akan langsung di ekspor ke Jepang dan sebagian kecil lainnya akan didistribusikan pada pasar lokal. Alur distribusi hasil tangkapan elversidat ditunjukan pada Gambar 7.

Gambar 7 Alur distribusi hasil tangkapan elver sidat di muara sungai Cimandiri

5.2Ketersediaan Elver Sidat

Kajian ketersediaan sumberdaya elver sidat di muara sungai Cimandiri dilakukan dengan meneliti kecenderungan perubahan sumberdaya elverikan sidat. Kondisi sumberdaya elver sidat diketahui dengan melihat perpindahan fishing ground, perubahan volume hasil tangkapan dan faktor penyebab penurunan hasil tangkapan. Kecenderungan sumberdaya elversidat ini dengan melihat persentase

Nelayan penangkap

Nelayan pengumpul

Penampungan

Perusahaan budidaya Perusahaan budidaya dan

pengolahan

(38)

respon nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan terhadap perubahan pada faktor-faktor tersebut.

5.2.1 Perpindahan fishing ground

Hasil wawancara 30 orang nelayan penangkap elver terhadap perubahan lokasi fishing ground dapat terlihat pada Gambar 8. Berdasarkan dari gambar tersebut terlihat bahwa umumnya fishing ground nelayan penangkapan elver di sekitar muara sungai Cimandiri tidak mengalami perubahan. Sebanyak 63% nelayan menjelaskan bahwa tidak terjadi perubahan lokasi fishing ground. Namun sebanyak 37% responden menjelaskan bahwa telah terjadi perubahan lokasi

fishing ground.

Gambar 8 Persepsi nelayan terhadap lokasi fishing ground elver sidat di muara sungai Cimandiri

5.2.2 Volume hasil tangkapan

Berdasarkan hasil penilaian 30 orang nelayan terhadap jumlah hasil tangkapan elverdi muara sungai Cimandiri dapat terlihat pada Gambar 9. Gambar 9 menunjukan bahwa volume hasil tangkapan dari awal kegiatan penangkapan dimulai sampai penelitian ini dilakukan telah terjadi perubahan. Sebanyak 83% nelayan menyebutkan bahwa telah terjadi penurunan volume hasil tangkapan elver sidat. Namun sebanyak 17% menyebutkan bahwa tidak ada perubahan volume hasil tangkapan elversidat.

63%

37% Tetap

(39)

Gambar 9 Persepsi nelayan terhadap volume hasil tangkapan elver sidat di muara sungai Cimandiri

5.2.3 Ketersediaan elver sidat di perairan muara sungai Cimandiri

Gambar 10 menunjukan kecenderungan perubahan sumberdaya elversidat di muara sungai Cimandiri. Perubahan ini terlihat pada penurunan volume hasil tangkapan. Sementara itu perpindahan fishing ground dan ukuran hasil tangkapan cenderung tetap. Kecenderungan perubahan sumberdaya elver sidat dapat dilihat pula pada volume hasil tangkapan dalam beberapa periode tahun seperti pada Gambar 11.

Gambar 10 Persepsi nelayan tentang kecenderungan perubahan ketersediaan sumberdayaelver sidat di muara sungai Cimandiri

(40)

Gambar 11 Persepsi nelayan tentang kecenderungan perubahan ketersediaan sumberdaya elver sidat di muara Sungai Cimandiri pada beberapa selang waktu

5.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi sumberdaya elver sidat

Menurunnya volume hasil tangkapan dari periode awal kegiatan penangkapan sampai penelitian ini dilakukan dipengaruhi oleh faktor-faktor penyebab. Gambar 12 menunjukan respon nelayan terhadap faktor penyebab menurunnya hasil tangkapan elver sidat di sekitar perairan muara sungai Cimandiri.

Gambar 12 Persepsi nelayan tentang faktor penyebab perubahan ketersediaan sumberdayaelver sidat di muara sungai Cimandiri

Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa sebanyak 40% nelayan menyatakan semakin berkurangnya hasil tangkapan elver sidat disebabkan oleh pergeseran waktu musim kemarau dan musim hujan. Sebanyak 33% dari total responden menyatakan bahwa berkurangnya volume penangkapan disebabkan

(41)

oleh pembangunan PLTU (2007) tepat di muara sungai Cimandiri. Berdasarkan wawancara responden faktor penyebab lain penurunan ketersediaan sumberdaya elver sidat adalah kondisi perairan yang tidak sesuai dengan kehidupan elver sidat. Sebanyak 17% dari total responden menyatakan keberadaan elver sidat di pengaruhi kondisi perairan muara sungai akibat pestisida. Faktor penyebab perubahan terakhir berdasarkan hasil wawancara responden adalah semakin banyaknya penangkapan elver sidat. Sebanyak 10% responden menyatakan jumlah penangkap semakin bertambah sehingga hasil tangkapan dari tahun ke tahun semakin berkurang.

5.3Suhu Permukaan Laut

Pada penelitian pendahuluan telah didapatkan data kualitas air secara langsung, hasil penelitian di tunjukan pada Tabel 7.

Tabel 7 Data parameter perairan pada penelitian pendahuluan

Stasiun Koordinat Ulangan Suhu permukaan (oC) Salinitas (‰) pH

Profil sebaran SPL di perairan Teluk Palabuhanratu dari tahun 1990-2011 ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 13.

Gambar 13 Profil nilai rata-rata SPL Teluk Palabuhanratu dari tahun 1990-2012 26.50

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(42)

Grafik di atas menunjukan nilai rata-rata SPL di sekitar Teluk Palabuhanratu selama tahun 1990-2011 cukup fluktuatif. Nilai SPL terendah selama rentang waktu tersebut terjadi pada tahun 1994 yaitu sekitar 27oC, sedangkan nilai SPL tertinggi terjadi 2010 yaitu sekitar 30,02oC. Nilai rata-rata SPL di perairan Teluk Palabuhanratu pada tahun 1990-2011 ditunjukan pada Lampiran 2.

Nilai rata-rata SPL tertinggi dan terendah di sekitar Teluk Palabuhanratu pada tahun 1990-2011 di tunjukan pada Gambar 14. Berdasarkan grafik pada tahun 1990-1994 nilai SPL di sekitar Teluk Palabuhanratu sekitar 27-29,17oC. Pada tahun 1995-1999 terjadi kenaikan SPL tertinggi dan terendah dengan nilai SPL sekitar 29,91-27,46oC. Selang tahun 2000-2004 terjadi penurunan nilai SPL tertinggi namun pada SPL terendah terjadi kenaikan, nilai SPL sekitar 28,72– 27,79oC. Selang tahun 2010 sampaitahun 2011 nilai SPL kembali meningkat yaitu sekitar 30,02-28,30oC.

Gambar 14 Nilai rata-rata SPL tertinggi dan terendah di sekitar Teluk Palabuhanratu pada tahun 1990-2011

Pola sebaran SPL tahun 1990-2011 ditunjukan pada Lampiran 3. Berikut adalah pola sebaran SPL di perairan Teluk Palabuhanratu dari tahun 1990-2011 per lima tahun ditunjukkan oleh Gambar 15.

(43)

Gambar 15 Pola sebaran SPL di perairan Teluk Palabuhanratu dari tahun 1990-2011 pada periode per lima tahun

(44)

dekat dengan daratan mencapai 29,5–30,5 oC. Pola sebaran SPL pada tahun 2000 lebih rendah dari tahun sebelumnya dan tersebar merata dengan nilai berkisar 27,5–28,5 oC. Tahun 2005 pola sebaran SPL meningkat dan tersebar merata dengan nilai 29,5–30,5 oC . Nilai SPL tertinggi terjadi pada tahun 2010 dan pola SPL tersebar merata dengan nilai 30,5 – 31 oC. Selanjutnya pada tahun 2011 nilai SPL menurun hanya berkisar 27,5–28,5 oC.

5.4 Klorofil-a

Nilai rata-rata konsentrasi klorofil-a di perairan Teluk Palabuhanratu pada tahun 1998-2011 ditunjukan pada Lampiran 4. Berikut profil sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan Teluk Palabuhanratu dari tahun 1998–2011 ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 16.

Gambar 16 Nilai rata-rata konsentrasi klorofil-a di perairan Teluk Palabuhanratu pada tahun 1998–2011

Berdasarkan grafik pada gambar 16 konsentrasi klorofil-a di sekitar Teluk Palabuhanratu dari tahun 1998–2011 berfluktuatif. Tahun 1998 rata-rata konsentrasi klorofil-a sekitar 0,38 mg/m3. Konsentrasi klorofil tertinggi di sekitar Teluk Palabuhanratu terjadi pada tahun 2006 dengan nilai rata-rata sekitar 1,96 mg/m3. Tahun 2010 konsentrasi klorofil-a terendah dengan nilai sekitar 0,31 mg/m3. Rata-rata konsentrasi klorofil-a meningkat pada tahun 2011 dibandingkan dengan nilai rata-rata konsentrasi pada tahun 2010 dengan nilai pada tahun 2011 sekitar 0,69 mg/m3.

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(45)

Pola sebaran konsentrasi klorofil-a tahun 1990-2011 ditunjukan pada Lampiran 5. Berikut pola sebaran konsentrasi klorofil di Teluk Palabuhanratu pada tahun 1998, 2002, 2006 dan 2011 ditunjukan pada Gambar 17.

Gambar 17 Pola sebaran konsentrasi klorofil-a di Teluk Palabuhanratu pada tahun 1998 – 2011 per 4 tahun

(46)

6

PEMBAHASAN

Penangkapan elver sidat di daerah muara sungai Cimandiri dilakukan pada malam hari. Hal ini sesuai dengan sifat ikan sidat yang aktivitasnya meningkat pada malam hari (nokturnal). Penangkapan dilakukan dengan menggunakan jaring sirib atau sodok berbentuk persegi dan bentuk segitiga dengan ukuran sekitar 1,10 x 1,10 m dan biasa dioperasikan oleh satu orang nelayan. Berdasarkan bahan dan cara pengoperasian menurut Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI) tahun 2007 jaring sirib termasuk dalam klasifikasi jaring angkat dan sodok termasuk dalam pukat dorong. Jaring angkat adalah alat penangkap ikan terbuat dari bahan jaring berbentuk bujur sangkar dilengkapi bingkai bambu atau bahan lainnya sebagai rangka, yang pengoperasiannya di dalam perairan secara horizontal. Sedangkan pukat dorong adalah alat penangkap ikan berupa pukat berkantong yang dioperasikan di lapisan permukaan atau ada juga di lapisan perairan dasar dengan atau tanpa didorong kapal, dimana dalam 1 unitnya terdiri 1 jaring atau lebih yang terdiri dari bagian sayap, badan dan kantong (BBPPI, 2007). Tujuan menggunakan petromaks atau senter adalah sebagai alat bantu penerangan pada saat kegiatan penangkapan.

Nelayan pada kegiatan penangkapan elver sidat di muara sungai Cimandiri terdiri dari nelayan penangkap dan nelayan pengumpul sekaligus pemilik alat tangkap. Nelayan pengumpul di muara sungai Cimandiri berjumlah tujuh orang dengan masing-masing memiliki nelayan penangkap berjumlah 30 orang. Setiap nelayan penangkap yang menggunakan alat tangkap nelayan pemilik akan menjual hasil tangkapannya langsung kepada nelayan pemilik dengan cara menimbang hasil tangkapan elver sidat kemudian mencatat hasil timbangan.

(47)

estuarin dan akhirnya ke laut dalam (Setiawan et al., 2003). Berdasarkan hasil wawancara selama penelitian diperoleh informasi bahwa kegiatan penangkapan memang terjadi sepanjang tahun, tetapi pada bulan Desember–Juni hasil tangkapan elver sidat di perairan Muara sungai Cimandiri terus menurun. Nelayan tidak melakukan kegiatan penangkapan pada bulan tersebut karena tingginya biaya operasional yang tidak sebanding dengan hasil tangkapan sedikit.

Ikan sidat saat ini menjadi komoditi ekspor yang potensial namun elver sidat tidak boleh langsung di ekspor karena sejak tahun 2009 telah ada SK Mentri Kelautan dan Perikanan bernomer 18/2009 telah melarang ekspor elver ikan sidat dalam rangka meningkatkan keanekaragaman sumber daya ikan dan pemenuhan kebutuhan benih sidat di dalam negeri. Elver sidat yang ditangkap di muara sungai Cimandiri akan didistribusikan langsung kepada perusahaan budidaya sekaligus perusahaan pengolahan. Hasil produksi ikan sidat yang telah layak konsumsi dari perusahaan budidaya sekaligus pengolahan akan di ekspor ke Jepang, China dan Korea.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi sumberdaya elver sidat adalah perpindahan fishing ground, jumlah hasil tangkapan dan faktor penyebab penurunan hasil tangkapan. Lokasi fishing ground dari awal penangkapan sampai penelitian dilaksanakan tidak mengalami perubahan yaitu di sekitar muara sungai Cimandiri. Namun 37% dari responden menyatakan ada perubahan lokasi fishing ground. Perubahan lokasi fishing ground tersebut ke arah badan sungai dan adanya perubahan bentuk muara sungai, tetapi masih berada pada daerah sungai Cimandiri.Perubahan bentuk muara sungai ditunjukan pada gambar 18.

a) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun

2006

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri

(48)

Gambar 18 Perubahan bentuk muara sungai Cimandiri, Teluk Palabuhanratu

Berdasarkan respon yang diberikan oleh nelayan, terlihat bahwa perubahan volume hasil tangkapan dimulai pada periode tahun 1995-1999. Respon nelayan terhadap menurunnya volume hasil tangkapan semakin meningkat pada periode tahun 2000-2004 dan 2005- 2009. Perubahan volume hasil tangkapan elver sidat ini mengarah kepada kondisi sumberdaya ikan yang semakin buruk jika dibandingkan dengan periode awal kegiatan penangkapan dilaksanakan. Berdasarkan hasil wawancara volume hasil tangkapan nelayan pengumpul pada periode awal penangkapan mencapai sekitar 100 kg/malam sedangkan saat penelitian berlangsung hasil tangkapan hanya sekitar 7–30 kg/malam.

Menurunnya volume hasil tangkapan dari periode awal kegiatan penangkapan sampai penelitian ini dilakukan dipengaruhi oleh faktor-faktor penyebab. Berdasarkan hasil analisis wawancara dengan responden, faktor penyebab menurunnya volume hasil tangkapan adalah perubahan musim kemarau dan penghujan, pembangunan PLTU, kondisi perairan muara sungai akibat pestisida dan meningkatnya kegiatan penangkapan.

(49)

Faktor selanjutnya adalah pembangunan PLTU di muara sungai Cimandiri sejak tahun 2007. Awal mula pembangunan PLTU sesuai dengan hasil wawancara respon nelayan terhadap menurunnya volume hasil tangkapan terjadi pada periode tahun 2005-2009. PLTU tersebut membangun breakwater tepat di sisi muara sungai Cimandiri sehingga menyebabkan arus menuju muara sungai semakin deras dan menyebabkan kegiatan migrasi elver sidat menjadi terganggu. Selain itu arus tersebut membawa sampah sehingga nelayan sulit untuk melakukan kegiatan penangkapan. Beberapa nelayan lain berpendapat getaran akibat pemasangan paku bumi di dasar laut untuk pembangunan PLTU mempengaruhi lokasi pemijahan ikan sidat. Beberapa responden nelayan juga menduga bertambahnya penerangan saat pembangunan PLTU di sekitar lokasi penangkapan mengakibatkan berkurangnya elversidat yang memasuki muara sungai Cimandiri. Pemakaian pestisida pada area persawahan menyebabkan arus air dari darat membawa bahan-bahan kimia menuju muara sungai. Menurut Effendi (2003) pestisida masuk ke badan air melalui limpasan dari daerah pertanian yang banyak menggunakan pestisida. Pestisida yang sering digunakan adalah insektisida (pembasmi insekta) dan herbisida (pembasmi rumput penganggu). Hal ini yang menyebabkan elver sidat tidak menyukai kondisi perairan muara sungai tersebut. Beberapa nelayan menyatakan apabila musim panen padi telah usai maka ketersediaan elver sidat akan muncul lagi.

(50)

Secara umum rata-rata SPL dari citra satelit MODIS dan NOAA/AVHRR di teluk Palabuhanratu dari tahun 1990–2011 fluktuatif dan cenderung naik. Pada tahun 1990–1994 di sekitar Teluk Palabuhanratu sekitar 27-29,17oC. Pada selang tahun 2000-2004 terjadi penurunan nilai SPL tertinggi namun pada SPL terendah terjadi kenaikan, nilai SPL sekitar 28,72–27,79oC. Tahun 2010 sampai tahun 2011 nilai SPL kembali meningkat yaitu sekitar 30,02–28,30oC. Berdasarkan hasil penelitian pola sebaran rata-rata SPL di perairan Teluk Palabuhanratu pada tahun 1990–2011 lebih hangat di sekitar pantai dekat dengan daratan dibandingkan dengan perairan arah lepas pantai. Hal tersebut disebabkan adanya pengaruh aliran air yang berasal dari arus sungai. Menurut Nyabakken (1988) air sungai lebih dipengaruhi oleh perubahan suhu musiman dibandingkan dengan air laut. Ketika air sungai masuk ke estuaria dan bercampur dengan air laut maka terjadi perubahan suhu.

Rata-rata SPL tinggi terjadi pada tahun 1998, 2005 dan 2010. Tahun 1998 rata-rata SPL mencapai nilai 29,1oC dan tahun 2005 rata-rata SPL 29,4oC. Rata-rata SPL tertinggi terjadi pada tahun 2010 yatu berkisar 30,02oC. Meningkatnya SPL pada tahun 2010 diduga disebabkan oleh fenomena alam global yaitu La Nina. La Nina merupakan fenomena alam global yang ditandai dengan kondisi suhu muka laut di perairan Samudra Pasifik ekuator berada di bawah nilai normalnya (dingin), sementara kondisi suhu muka laut di perairan Benua Maritim Indonesia berada di atas nilai normalnya (hangat). Mendinginnya suhu muka laut akan menimbulkan tekanan udara yang tinggi. Wilayah Indonesia yang terletak di sebelah barat Pasifik akan mengalami tekanan udara rendah akibat menghangatnya suhu muka laut di sekitarnya (BMKG, 2010). Pada tahun 2011 rata-rata SPL rendah di bandingkan rata-rata SPL pada tahun 2010. Hal ini diduga meningkatnya curah hujan akibat tingginya SPL pada tahun 2010. Memanasnya SPL berdampak pada tingginya intensitas penguapan sehingga membentuk awan dan menyebabkan hujan.

Menurut Boetius & Boetius (1989) diacu dalam Sriati (1998) suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi naiknya elver sidat ke muara sungai yaitu pada suhu yang lebih rendah. Liviawaty dan Afrianto (1998)

(51)

terhadap kisaran suhu air yang cukup besar yaitu antara 13–31oC dan dengan suhu optimal antara 25–28oC, sesuai dengan spesiesnya. Berdasarkan hasil penelitian nilai SPL rata-rata di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu dari tahun 1990–2011 berkisar antara 27,00–30,02oC. Nilai SPL tersebut masih dalam kisaran suhu elver sidat untuk mampu beradapatasi. Selain itu menurut penelitian Sriati (1998) di perairan tropis variasi suhu tidak terlalu besar sehingga suhu relatif lebih stabil dan kurang berpengaruh terhadap keberadaan elver sidat.

Klorofil-a merupakan pigmen yang paling umum terdapat pada fitoplankton sehingga konsentrasi fitoplankton sering dinyatakan dalam konsentrasi klorofil-a (Parsons et al., 1984). Kualitas perairan yang baik merupakan tempat hidup dan berkembang yang baik bagi fitoplankton, karena kandungan klorofil-a fitoplankton itu sendiri dapat dijadikan indikator tinggi rendahnya produktivitas suatu perairan (Ardiwijaya, 2002). Rata-rata konsentrasi klorofil-a dari citra satelit di teluk Palabuhanratu dari tahun 2002-2011 fluktuatif berkisar 0,4–1,95 mg/m3. Klasifikasi kelas kadar klorofil-a menurut Arsjad, et al

(2004) ditunjukan pada Tabel 8.

1998 0.38 Konsentrasi sedang/ medium rich phytoplankton

1999 0.66 Konsentrasi tinggi/ rich phytoplankton

2000 0.42 Konsentrasi sedang/ medium rich phytoplankton

2001 0.34 Konsentrasi sedang/ medium rich phytoplankton

2002 0.55 Konsentrasi tinggi/ rich phytoplankton

2003 0.65 Konsentrasi tinggi/ rich phytoplankton

2004 0.43 Konsentrasi sedang/ medium rich phytoplankton

2005 0.37 Konsentrasi sedang/ medium rich phytoplankton

2006 0.98 Konsentrasi tinggi/ rich phytoplankton

2007 0.59 Konsentrasi tinggi/ rich phytoplankton

2008 0.53 Konsentrasi tinggi/ rich phytoplankton

2009 0.41 Konsentrasi sedang/ medium rich phytoplankton

2010 0.31 Konsentrasi sedang/ medium rich phytoplankton

(52)

Berdasarkan Tabel 8 rata-rata klorofil-a konsentrasi sedang/medium rich phytoplankton terjadi pada tahun 1998, 2000, 2001, 2004, 2005, 2009 dan 2010. Sedangkan rata-rata klorofil-a konsentrasi tinggi/rich phytoplankton terjadi pada tahun 1999, 2002, 2003, 2006, 2007, 2008 dan 2011. Secara keseluruhan konsentrasi rata-rata klorofil-a di perairan Teluk Palabuhanratu termasuk dalam kelas tinggi/rich phytoplankton dengan nilai 0,52 mg/m3. Tingginya konsentrasi klorofil-a dapat menjadi indikator kualitas perairan yang baik karena menjadi tempat hidup dan berkembang baik bagi fitoplankton. Konsentrasi klorofil-a yang tinggi disebabkan oleh nilai SPL rendah akibat meningkatnya curah hujan. Curah hujan tersebut akan membawa zat hara dari darat yang dialirkan oleh sungai dan menjadikan perairan subur.

Pola sebaran konsentrasi klorofil-a tinggi disekitar pesisir dan berangsur-angsur semakin menurun ke arah laut lepas. Tingginya konsentrasi klorofil-a disebabkan oleh adanya pengaruh arus aliran sungai. Menurut Nontji (2002) muara sungai banyak zat hara datang dari daratan dan dialirkan oleh sungai ke laut, sedangkan di daerah upwelling zat hara yang kaya terangkat dari lapisan lebih dalam ke arah permukaan.

Penentuan kisaran SPL dan klorofil-a dengan menggunakan citra satelit masih memiliki kelemahan. Kisaran SPL dan klorofil-a masih dalam daerah yang luas (resolusi rendah) disebabkan oleh luasan sapuan sensor MODIS yang besar. Selain itu, satelit Aqua MODIS mengelilingi bumi pada sore hari sehingga data SPL dan klorofil-a pada saat operasi penangkapan ikan masih kurang akurat.

(53)

Gambar 19 Grafik SPL rata-rata dan produksi ikan sidat tahun 2006 dan 2010

Grafik pada Gambar 19 menunjukan SPL rata-rata pada tahun 2006 mencapai 27,71oC dan volume produksi ikan sidat di Palabuhanratu mencapai 15,6 ton (A). Selanjutnya SPL rata-rata meningkat pada tahun 2010 mencapai 30,02oC dan volume produksi ikan sidat menurun menjadi 7,1 ton (B). Berdasarkan sedikitnya data volume produksi yang dimiliki, diduga rata-rata SPL yang meningkat berpengaruh terhadap volume produksi ikan sidat yang cenderung menurun. Rata-rata SPL yang meningkat dari tahun 2006 dan 2010 diduga mengakibatkan berkurangnya daya tahan hidup elver sidat dan ditambah dengan eksploitasi yang berlebih dalam penangkapansehingga ketersediaan elver ikan sidat di muara sungai semakin berkurang. Selain itu mengakibatkan semakin berkurangnya ikan sidat indukan yang akan kembali memijah di laut dalam.

Berikut grafik hubungan konsentrasi klorofil-a dan produksi ikan sidat pada tahun 2006 dan 2010 ditunjukan pada Gambar 20.

27.71

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(54)

Gambar 20 Grafik konsentrasi klorofil-a dan produksi ikan sidat pada tahun 2006 dan 2010

Gambar 20 menunjukan konsentrasi klorofil-a pada tahun 2006 mencapai 0,98 mg/m3 dan volume produksi ikan sidat di Palabuhanratu mencapai 15,6 ton (A). Selanjutnya konsentrasi klorofil-a menurun pada tahun 2010 mencapai 0,31 mg/m3 dan volume produksi ikan sidat menurun menjadi 7,1 ton (B). Berdasarkan sedikitnya data volume produksi yang dimiliki, diduga ada pengaruh penurunan konsentrasi klorofil-a terhadap volume produksi ikan sidat yang cenderung menurun. Menurunnya konsentrasi klorofil-a dari tahun 2006-2010 diduga mengakibatkan perairan berkurang tingkat kesuburanya sehingga daya tahan hidup elver sidat juga menurun dan ditambah dengan eksploitasi yang berlebih dalam penangkapan sehingga ketersediaan elver sidat di perairan muara sungai Cimandiri semakin berkurang.

Faktor utama penyebab menurunnya volume hasil tangkapan menurut nelayan adalah adanya pergeseran musim (hujan dan kemarau), aktifitas pembangunan PLTU di muara sungai, kondisi perairan akibat pestisida dan penangkapan yang berlebih. Variasi nilai SPL rata-rata selama tahun 1990-2011 tidak terlalu besar dan konsentrasi rata-rata klorofil-a selama tahun 1998-2011 termasuk dalam kualitas yang baik. Volume produksi ikan sidat tahun 2010 menurun dibandingkan dengan volume produksi tahun 2006 . Penurunan tersebut diduga karena meningkatnya SPL dan menurunnya konsentrasi klorofil-a pada tahun tersebut. Selain itu diduga menurunnya volume hasil tangkapan disebabkan

0.98

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(55)
(56)

7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1) Unit penangkapan elver sidat di muara sungai Cimandiri terdiri dari alat tangkap menggunakan jaring anco/waring dan nelayan. Alat tangkap dan teknik pengoperasian yang digunakan masih tergolong sederhana. Sebagian besar hasil tangkapan dipasarkan kepada perusahaan budidaya dan pengolahan selanjutnya akan diekspor

2) Volume hasil tangkapan dari awal penangkapan merurut persepsi nelayan pada tahun 1990 sampai tahun 2012 semakin berkurang. Respon nelayan yang semakin meningkat menyatakan bahwa volume hasil tangkapan berkurang pada periode tahun 2000-2004 dan 2005-2009.

(57)

7.2 Saran

1) Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa menjadi dasar untuk manajeman penangkapan elver sidat sehingga diharapkan dapat mempertahankan keberlanjutan pemanfaatan sidat di dalam bisnis perikanan dan keseimbangan ekosistem di perairan.

Gambar

Tabel 2 Daftar nama-nama kecamatan di pesisir Teluk Palabuhanratu :
Tabel 4 Data volume penangkapan dan nilai penangkapan perairan umum pada
Tabel 5 Data produksi tahun produksi perairan umum tahun 2010
Gambar 5 Alat tangkap dan alat bantu penangkapan elver sidat di muara sungai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ketika active router dari masing – masing VLAN sudah dapat kembali bekerja secara normal, kondisi ( state ) dari active router tersebut akan berubah menjadi dari Init menjadi

Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Berbasis Teknologi Pada Toko Anugrah dengan Metode Rapid Application Development (RAD).. Merupakan hasil pemikiran dan

Pendidikan karakter mempunyai makna yang lebih tinggi dari pada pendidikan moral, karna pendidikan karakter bukan hanya berkaitan dengan masalah benar dan salah, tetapi

31 dilakukan harus berdasarkan pada tugas dan fungsi, wewenang, tanggung jawab, dan uraian tugasnya yang secara umum telah ditetapkan dalam struktur organisasi dan tata kerta (

Abstrak–Dalam penyelenggaraan rusuna di perkotaan, masih perlu upaya dukungan kebijakan pemerintah yang berguna untuk mengeliminir hambatan atau kendala yang terjadi di lapangan.

Dilihat dari fungsinya, sistem PJJ memiliki peranan yang sangat penting dalam mencapai tujuan pembelajaran. Maka dari itu informasi mengenai kelebihan dan kekurang pjj

diduga sitokinin eksogen yang ditambahkan dalam media pada awal penanaman belum berinteraksi dengan eksplan, sehingga sitokinin endogen dalam eksplan yang memacu

Tanda ini biasanya merupakan tanda dini dari OMSK tipe maligna, sedangkan pada kasus yang sudah lanjut dapat terlihat; abses atau fistel retro aurikuler (belakang telinga),