• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan umur simpan produk cone es krim dengan metode akselerasi model kadar air kritis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan umur simpan produk cone es krim dengan metode akselerasi model kadar air kritis"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK

CONE

ES KRIM

DENGAN METODE AKSELERASI MODEL

KADAR AIR KRITIS

HILDA DASA INDAH

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pendugaan Umur Simpan Produk Cone Es Krim dengan Metode Akselerasi Model

Kadar Air Kritis adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011

(3)

RINGKASAN

HILDA DASA INDAH. C34060088. Pendugaan Umur Simpan Produk Cone Es Krim dengan Metode Akselerasi Model Kadar Air Kritis. Dibimbing oleh ANNA CAROLINA ERUNGAN dan BUSTAMI IBRAHIM.

Pencantuman tanggal kadaluarsa pada kemasan pangan menjadi informasi yang penting ketika suatu produk akan dipasarkan guna menjaga keamanan pangan bagi konsumen. Hal ini didukung dan dipertegas dalam Undang-undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996 dan Peraturan Pangan (PP) Nomor 69 Tahun 1999 tentang label dan iklan pangan yang menyatakan bahwa setiap industri pangan wajib mencantumkan waktu atau tanggal kadaluarsa pada setiap kemasan produk. Pencantuman informasi tanggal kadaluarsa merupakan jaminan produsen pangan kepada konsumen bahwa hanya produk bermutu baik saja yang dipasarkan dan produk tersebut aman untuk dikonsumsi sebelum tercapai waktu kadaluarsa. Waktu kadaluarsa suatu produk pangan dapat ditentukan melalui uji pendugaan umur simpan. Umur simpan adalah selang waktu antara bahan pangan mulai diproduksi hingga tidak dapat diterima lagi oleh konsumen karena adanya penyimpangan mutu. Pendugaan umur simpan secara akselerasi dengan pendekatan model kadar air kritis umumnya cocok digunakan untuk menentukan umur simpan produk-produk kering dimana perubahan kadar air menjadi kriteria kadaluarsa. Cone es krim merupakan produk kering yang memiliki tekstur renyah, parameter kerenyahan ini sangat terkait dengan kadar air produk. Peningkatan kadar air pada produk pangan kering dapat menyebabkan tekstur produk menjadi lembek/tidak renyah, sehingga produk tersebut tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk menduga umur simpan produk cone es krim dengan fortifikasi tepung tulang dan tepung ikan patin melalui pendekatan kadar air kritis. Kerusakan utama produk cone es krim ditentukan melalui survei yang berupa penyebaran kuesioner pada 30 orang konsumen. Hasil survei menunjukkan bahwa 63% dari 30 orang konsumen memilih parameter tekstur yang menjadi parameter paling berpengaruh terhadap kerusakan produk cone es krim. Tekstur merupakan parameter kritis yang sangat mendukung pendugaan umur simpan produk cone es krim. Perubahan tekstur menjadi lembek/tidak renyah akan menyebabkan penurunan mutu produk cone krim.

Produk cone es krim yang dikemas dengan plastik OPP (oriented

polipropilen) dan disimpan pada RH 90% memiliki umur simpan selama 76 hari

(4)

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK

CONE

ES KRIM

DENGAN METODE AKSELERASI MODEL

KADAR AIR KRITIS

HILDA DASA INDAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Pendugaan Umur Simpan Produk Cone Es Krim dengan Metode Akselerasi Model Kadar Air Kritis

Nama : Hilda Dasa Indah

NRP : C34060088

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Anna C. Erungan, MS Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc NIP: 196207081986032001 NIP: 196111011987031002

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, Mphil. NIP. 195805111985031002

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul ”Pendugaan Umur Simpan Produk Cone Es Krim dengan Metode

Akselerasi Model Kadar Air Kritis”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada :

1. Ir. Anna Carolina Erungan, MS dan Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl, Biol selaku dosen penguji, atas segala saran dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.

3. Ir. Djoko Poernomo selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan nasehat, pengarahan, motivasi dan saran selama penulis menjalani perkuliahan.

4. Ayah dan ibu tercinta yang selalu memberi dukungan baik moral dan materiil. Serta kakak dan adik tersayang yang selalu mengingatkan dan memberi semangat kepada penulis. Terima kasih untuk doa dan kasih sayang yang diberikan selama ini.

5. Ka “kembar” Irma dan Inka yang telah memberi inspirasi dalam melakukan penelitian ini.

6. Ibu Emma, Ibu Rubiyah, Mas Zack, Mas Ipul, Mba silvi, dan Mba Lastri yang telah membantu dalam melakukan penelitian ini.

7. Sahabat terbaik Norita Afridiana, terima kasih atas persahabatan, kebersamaan, dukungan, canda dan tawa serta bantuan yang diberikan selama ini, semoga persahabatan kita tetap terjaga dan tidak akan pernah berakhir. 8. Seluruh teman-teman “Lovely Generation” : Cece, Acie, Ratna, Tika, Yayan,

(7)

Ely, Budi, Rozi, Idex, Chubay, Dian, Ozy, Wati, Tyas, Ferry, Molly, Pipit, Ibnu, Deksu, Uu, Spy, Ratih, Vickar, Era, Nanang, Nico, Rio, Roma, Rudi,

Umi, Dina, Mb’Nur, Dwi, Baby, Epul, Septin, Nana, Hendra, Kamal, serta

Aga, terima kasih atas kebersamaan dan dukungan yang selalu diberikan selama menjalani kegiatan di THP.

9. Teman-teman “Kastil intan”: Herna, Nene, Tikul, Boy, dan Cumi terima kasih atas persahabatan dan kebersamaannya.

10. Teman-teman THP 41, 42, 44 dan 45 serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dan dukungan moril dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2011

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 24 Oktober 1987 dari ayah bernama Ir. Suparman dan ibu bernama Cicih Kurniasih, S.Pd yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari TK Al-hidayah Bandung dilanjutkan ke SD Negeri Merdeka 5/1 Bandung dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 44 Bandung dan mendapatkan kelulusan pada tahun 2003. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMA Negeri 14 Bandung dan lulus pada tahun 2006.

Pada tahun 2006 penulis diterima di Program Strata-1 Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan pada tahun 2007 diterima di Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah aktif di berbagai lembaga kemahasiswaan diantaranya anggota KOPMA IPB tahun 2006/2007, Pengurus FPC (Fisheries

Processing Club) tahun 2007/2008 dan 2008/2009, serta anggota OMDA

PAMAUNG (Paguyuban Mahasiswa Bandung). Penulis juga aktif dalam kepanitiaan berbagai kegiatan kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor. Selain itu juga pernah menjadi asisten mata kuliah Teknologi Produk Tradisional Hasil Perairan tahun ajaran 2009/2010 dan mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perairan tahun ajaran 2009/2010.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis melakukan penelitian yang berjudul Pendugaan Umur Simpan produk Cone Es Krim dengan Metode Akselerasi Model

(9)

DAFTAR ISI

3.3.1.2 Penentuan parameter utama kerusakan produk cone es krim ... 23

3.3.2 Penelitian Tahap II pendugaan umur simpan produk cone es krim….. ... 23

3.4 Prosedur Pengujian Variabel-Variabel Pendugaan Umur Simpan... 25

3.4.1 Penentuan tekstur ... 25

3.4.2 Penentuan kadar air awal (Mi) ... 25

3.4.3 Penentuan kadar air kritis (Mc) ... 26

3.4.4 Penentuan kadar air kesetimbangan (Me) ... 27

(10)

3.4.6 Penentuan model persamaan sorpsi isotermis ... 27

3.4.7 Evaluasi model ... 28

3.4.8 Penentuan nilai kemiringan (b) kurva sorpsi isotermis ... 29

3.4.9 Penentuan bobot padatan per kemasan dan luas kemasan ... 29

3.5 Analisis Data ... 30

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Parameter Utama Kerusakan Produk cone es krim ... 31

4.2 Variabel-Variabel Pendugaan Umur Simpan Produk cone es krim ... 32

4.2.1 Kadar air awal (Mi) dan kadar air kritis (Mc) ... 32

4.2.2 Kadar air kesetimbangan (Me) ... 39

4.2.3 Kurva sorpsi isotermis ... 41

4.2.4 Model persamaan sorpsi isotermis ... 42

4.2.5 Nilai kemiringan (b) kurva sorpsi isotermis ... 45

4.2.6 Variabel pendukung pendugaan umur simpan ... 47

4.3 Umur Simpan Produk Cone Es Krim ... 48

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

5.1 Kesimpulan ... 50

5.2 Saran ... 50

(11)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Komposisi kimia cone es krim ... 5

2. Komposisi kimia tepung tulang ikan patin ... 6

3. Komposisi kimia tepung ikan patin ... 6

4. Hubungan aktivitas air (aw) dan mutu makanan yang dikemas ... 9

5. Model-model persamaan sorpsi isotermis bahan pangan ... 14

6. Kriteria kadaluarsa beberapa produk pangan ... 16

7. Perubahan kadar air produk cone es krim selama penyimpanan pada suhu ruang ... 34

8. Kadar air kesetimbangan produk cone es krim pada berbagai kondisi RH penyimpanan dan waktu pencapaiannya ... 40

9. Persamaan kurva sorpsi isotermis produk cone es krim tepung tulang dan nilai Mean Relative Deviation (MRD) ... 43

10. Persamaan kurva sorpsi isotermis produk cone es krim tepung ikan dan nilai Mean Relative Deviation (MRD) ... 43

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Pengaruh aw terhadap intensitas kerenyahan makanan kering ... 8

2. Tipe-tipe kurva sorpsi isotermis ... 11

3. Kurva sorpsi isotermis pada bahan pangan secara umum ... 12

4. Diagram alir proses pembuatan tepung tulang dan tepung ikan patin ... 21

5. Diagram alir proses pembuatan produk cone es krim ... 22

6. Diagram alir tahap pendugaan umur simpan produk cone es krim... 24

7. Diagram parameter utama kerusakan produk cone es krim ... 31

8. Grafik hubungan skor kerenyahan cone es krim dengan lama penyimpanan 33

9. Grafik hubungan nilai kadar air dengan skor kerenyahan ... 35

10. Grafik hubungan nilai keliatan dengan lama penyimpanan ... 36

11. Grafik hubungan nilai keliatan dengan nilai kadar air ... 38

12. Grafik hubungan nilai keliatan dengan skor kerenyahan ... 38

13. Kurva sorpsi isotermis produk cone es krim hasil penelitian ... 41

14. Kurva sorpsi isotermis produk cone es krim tepung tulang hasil penelitian dan model Henderson... 44

15. Kurva sorpsi isotermis produk cone es krim tepung ikan hasil penelitian dan model Henderson... 45

16. Kemiringan kurva sorpsi isotermis model Henderson untuk produk cone es krim tepung tulang ... 46

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Kuesioner parameter utama kerusakan produk cone es krim ... 55

2. Score sheet uji organoleptik (uji rating) ... 56

3. Parameter utama kerusakan produk cone es krim berdasarkan hasil survei terhadap 30 orang konsumen ... 57

9. Penentuan nilai MRD persamaan sorpsi isotermis model Henderson pada produk cone es krim tepung tulang ... 63

10. Penentuan nilai MRD persamaan sorpsi isotermis model Henderson pada produk cone es krim tepung ikan ... 64

(14)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keamanan pangan merupakan persyaratan terpenting dari seluruh parameter mutu pangan yang ada, sehingga hal tersebut menjadi syarat utama yang harus dipenuhi oleh suatu produk pangan. Arpah (2007) menyatakan bahwa pencantuman tanggal kadaluarsa pada kemasan pangan menjadi informasi yang penting ketika suatu produk akan dipasarkan guna menjaga keamanan pangan bagi konsumen. Selain itu, hal tersebut juga dapat digunakan sebagai salah satu upaya produsen untuk menjaga kualitas (mutu) produknya sebelum sampai ke tangan konsumen. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) telah mengatur bahwa masyarakat wajib mendapat perlindungan hak paling asasi, yaitu mendapatkan informasi dan keamanan terhadap makanan yang dibeli di pasaran. Hal ini juga didukung dan dipertegas dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan dan Peraturan Pangan (PP) Nomor 69 Tahun 1999 tentang label dan iklan pangan yang menyatakan bahwa setiap industri pangan wajib mencantumkan waktu atau tanggal kadaluarsa pada setiap kemasan produk. Pencantuman informasi tanggal kadaluarsa merupakan jaminan produsen pangan kepada konsumen bahwa hanya produk bermutu baik saja yang dipasarkan dan produk tersebut aman untuk dikonsumsi sebelum tercapai waktu kadaluarsa.

(15)

penurunan mutu produk. Oleh karena itu, metode akselerasi menjadi alternatif metode yang dapat diterapkan secara lebih efisien dalam uji pendugaan umur simpan pada berbagai produk pangan.

Metode pendugaan umur simpan secara akselerasi telah banyak mengalami perkembangan selama beberapa periode terakhir ini. Salah satunya adalah metode akselerasi dengan melakukan pendekatan model kadar air kritis. Menurut Rahayu dan Arpah (2003), pendekatan model kadar air kritis umumnya cocok digunakan untuk menentukan umur simpan produk-produk kering dimana perubahan kadar air menjadi kriteria kadaluarsa. Cone es krim merupakan salah satu produk kering yang teksturnya mirip wafer (Anonim 2006). Mutu utama produk biskuit, misalnya wafer adalah kerenyahan karena memiliki kadar air dan aw yang rendah (Manley 2000). Robertson (2010) juga mengemukakan bahwa uji pendugaan umur simpan pada produk biskuit atau wafer dapat ditentukan dari pola peningkatan kadar airnya, karena peningkatan kadar air dapat menyebabkan perubahan tekstur sehingga akan menjadi penyebab utama dalam penurunan mutu produk tersebut.

Cone es krim merupakan kue berbentuk kerucut yang digunakan sebagai wadah untuk menghidangkan es krim, sehingga es krim dapat dimakan tanpa mangkok dan sendok. Es krim merupakan salah satu jenis makanan yang sangat populer di dunia dan sangat digemari oleh semua kalangan. Salah satu bentuk penyajian es krim dengan menggunakan corong (cone) es telah berkembang sejak tahun 1904 sampai dengan saat ini (Anonim 2006). Tahun 2010, Aprilliani dan Aprilliana melakukan penambahan tepung tulang ikan patin dan tepung ikan patin pada produk cone es krim. Menurut Aprilliani (2010), fungsi penambahan tepung tulang ikan pada pembutan cone adalah untuk meningkatkan kandungan kalsium pada produk, Sedangkan, menurut Aprilliana (2010) penambahan tepung ikan pada cone berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi protein yang cukup bagi konsumen. Pengembangan produk cone es krim ini diharapkan memiliki umur simpan yang cukup lama.

Cone es krim memiliki tekstur yang renyah, parameter kerenyahan ini

(16)

produk menjadi tidak renyah sehingga produk tersebut tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Keadaan ini terjadi akibat adanya penyerapan uap air dari lingkungan selama penyimpanan. Karakteristik kerenyahan pada produk pangan dapat dipertahankan dengan proses pengemasan yang baik. Namun proses pengemasan hanya dapat memperpanjang umur simpan suatu produk pangan dalam waktu tertentu. Oleh karena itu, pendugaan umur simpan produk cone es krim yang baru dikembangkan ini penting dilakukan agar jangka waktu pengkonsumsiannya dapat diketahui, sehingga produk tersebut dapat dipasarkan dan dikonsumsi dengan aman oleh konsumen.

1.2 Tujuan

(17)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cone Es krim

Cone es krim adalah kue berbentuk kerucut yang digunakan sebagai wadah untuk menghidangkan es krim, sehingga es krim dapat dimakan tanpa mangkok dan sendok (Anonim 2010). Cone es krim ini dibuat melalui proses pemanggangan. Adapun bahan-bahan yang umum digunakan dalam pembuatan cone terdiri dari tepung sagu, tepung terigu, soda kue, lesitin, garam dan air. Tepung sagu adalah pati yang diekstrak dari batang sagu. Sedangkan tepung terigu adalah tepung halus yang berasal dari biji gandum dan sering digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue dan roti. Menurut Matz (1978), tepung yang digunakan dalam adonan berfungsi sebagai pembentuk tekstur, mengikat bahan-bahan lain, serta berperan sebagai pembentuk cita rasa.

Soda kue merupakan bahan pengembang adonan yang umumnya digunakan dalam pembuatan roti. Soda kue dalam pembuatan biskuit berfungsi membuat adonan menjadi ringan dan porous. Soda kue ini terbuat dari campuran NaHCO3 dan tepung (Winarno 2004). Sedangkan, lesitin merupakan zat pengemulsi alamiah yang banyak digunakan dalam industri pangan modern. Senyawa pengemulsi ini berfungsi untuk memperbaiki bentuk adonan sehingga dihasilkan tekstur biskuit yang renyah (Hartomo dan Widiatmoko 1993). Menurut Matz (1978), lesitin dalam adonan biskuit digunakan untuk memperbaiki struktur fisik seperti volume pengembangan, tekstur dan kelembutan, serta memberi flavor.

Bahan lain yang digunakan dalam pembuatan cone adalah garam dan air. Garam merupakan komponen bahan pangan yang tidak dapat diabaikan. Garam berfungsi untuk menguatkan rasa, meningkatkan gluten, serta memperkuat struktur (Winarno 2004). Sedangkan air dalam pembuatan cone berfungsi sebagai median dan katalis reaksi yang terjadi dalam adonan. Air juga dapat berfungsi memperkuat gluten dan mengatur kekenyalan adonan (Munandar 1995)

Cone merupakan jenis biskuit yang termasuk kedalam klasifikasi wafer.

(18)

agent (yeast, soda, ammonium bikarbonat) (Aprilliani 2010). Ciri khas dari wafer adalah memiliki kadar air rendah, pori-pori kasar, tekstur renyah, dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga (Manley 2000). Saat ini fortifikasi tepung tulang dan tepung ikan patin pada produk cone mulai dikembangkan. Tepung tulang dan tepung ikan merupakan bahan tambahan yang sengaja ditambahkan pada produk cone. Menurut Aprilliani (2010), fungsi penambahan tepung tulang ikan pada pembutan cone adalah untuk meningkatkan kandungan kalsium pada produk, karena kalsium merupakan salah satu jenis mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Sedangkan, menurut Aprilliana (2010) penambahan tepung ikan pada cone berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi protein yang cukup bagi konsumen. Komposisi kimia cone es krim dengan atau tanpa penambahan tepung tulang maupun tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia cone es krim

Komponen

Tepung tulang adalah suatu produk padat yang dihasilkan dengan mengeluarkan sebagian atau seluruh lemak dari bahan yang berupa daging ikan atau bagian ikan yang biasanya dibuang (kepala ikan, isi perut, dan lain-lain). Tepung tulang dapat dibuat melalui 3 proses (Anggorodi 1985), yaitu:

(19)

2) Pemasakan dengan uap dibawah tekanan. Tulang dimasak dengan tekanan kemudian diarangkan dalam bejana tertutup sehingga didapat tulang dalam bentuk remah dan dapat digiling menjadi tepung

3) Abu tulang yang diperoleh dari pembakaran tulang

Tepung tulang merupakan salah satu sumber kalsium. Tepung tulang yang paling baik didapatkan dengan cara pemasakan dengan uap dibawah tekanan. Adapun komposisi kimia tepung tulang ikan dari jenis ikan patin dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi kimia tepung tulang ikan patin

Komponen Kadar (%)

Tepung ikan merupakan komoditas olahan hasil perikanan yang diperoleh dari suatu proses reduksi komoditas bahan mentah menjadi suatu produk yang sebagian besar terdiri dari komponen ikan. Tinggi rendahnya kandungan protein pada tepung ikan dipengaruhi oleh cara pengolahan dan bahan mentah yang digunakan. Proses pengolahan tepung ikan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu pengolahan sistem basah yang digunakan untuk memproduksi ikan dari bahan mentah ikan yang berlemak tinggi (>5%) dan pengolahan sistem kering yang sering digunakan untuk memproduki tepung ikan dari bahan mentah ikan yang berlemak rendah (<5%) (Irianto 2002). Adapun komposisi kimia tepung ikan dari jenis ikan patin dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi kimia tepung ikan patin

(20)

2.4 Penurunan Mutu Produk Kering

Penurunan mutu produk pangan akan terjadi selama proses penanganan, pengolahan, penyimpanan, dan distribusi. Perubahan atau penyimpangan yang terjadi pada suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriosasi (Arpah 2007). Deteriosasi pada produk pangan kering dapat berupa perubahan fisik, mikrobiologi, dan kimia/biokimia. Kerusakan fisik akan mempengaruhi sifat tekstur pangan, untuk produk pangan yang bersifat renyah akan berubah menjadi lembek/tidak renyah, sedangkan untuk produk yang berbentuk bubuk akan terjadi penggumpalan (Sianipar 2008).

Tingkat deteriosasi produk dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan laju deteriosasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan. Reaksi deteriosasi dapat disebabkan oleh interaksi dengan berbagai faktor, baik faktor lingkungan eksternal maupun faktor lingkungan internal. Faktor eksternal dapat berupa pengaruh dari udara, uap air, suhu, oksigen, dan cahaya. Sedangkan faktor internal berupa komposisi yang terdapat pada produk itu sendiri (Arpah 2007).

Menurut Robertson (2006), reaksi deteriosasi yang terjadi pada produk pangan kering selama penyimpanan adalah terjadinya penyerapan uap air dari lingkungan yang menyebabkan produk kering menjadi lembab/kehilangan kerenyahan, terjadinya oksidasi lipid yang menyebabkan ketengikan, dan reaksi

off-flavor sehingga produk tidak disukai dan kehilangan aroma. Menurut Arpah

(2007), kerusakan tekstur akibat perubahan kadar air produk selama penyimpanan adalah reaksi deteriosasi yang umumnya pertama kali terjadi pada produk biskuit, karena produk ini sangat sensitif dengan perubahan nilai kadar air dan aw. Kerusakan ini dapat memicu berbagai jenis reaksi deteriosasi lain yang juga sensitif dengan perubahan aw.

(21)

dengan meningkatnya aw produk. Produk tersebut akan kehilangan kerenyahan jika aw mencapai 0,35-0,50. Pengaruh aw terhadap intensitas kerenyahan makanan kering dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Pengaruh aw terhadap intensitas kerenyahan makanan kering Sumber: Robertson (2006)

2.5 Aktivitas Air

Aktivitas air (aw) berhubungan erat dengan kandungan air dalam bahan pangan. Air dalam bahan pangan berperan sebagai bahan pereaksi dan pelarut dari beberapa komponen. Secara umum bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila diuapkan atau dikeringkan, sedangkan air terikat sulit hilang dengan cara tersebut. Kadar air bebas dapat berubah secara signifikan selama penyimpanan pada suhu lingkungan terutama untuk parameter higroskopisitas produk kering (Sithole 2005).

(22)

Aktivitas air (aw) sangat berpengaruh dalam menentukan mutu dan umur simpan produk pangan kering selama penyimpanan (Belitz et al. 2009). Menurut Herawati (2008), aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan kadar air, yang umumnya dapat menggambarkan pertumbuhan bakteri, jamur, dan mikroba lainnya. Pada umumnya semakin tinggi aktivitas air (aw) semakin banyak bakteri yang tumbuh, sedangkan jamur sebaliknya tidak menyukai aktivitas air (aw) yang terlalu tinggi. Adapun hubungan aktivitas air (aw) dan mutu makanan yang dikemas dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hubungan aktivitas air (aw) dan mutu makanan yang dikemas

Nilai aw Mutu makanan

0,7–0,75 Produk mulai tidak aman untuk dikonsumsi

>0,75 Mikroorganisme berbahaya mulai tumbuh dan produk menjadi beracun

0,6-0,7 Jamur mulai tumbuh

0,35-0,5 Makanan ringan hilang kerenyahan

0,4-0,5 Produk pasta yang terlalu kering akan mudah hancur dan rapuh selama dimasak atau karena goncangan mekanis

Sumber: Labuza (1982)

Menurut Labuza dan Bilge (2007), aktivitas air (aw) suatu bahan pangan dapat diperoleh nilainya dengan membandingkan tekanan uap air bahan (P) dengan tekanan uap air murni (Po) pada kondisi yang sama atau dengan cara membagi ERH lingkungan dengan nilai 100. Secara matematis ditulis sebagai berikut: ERH = kelembaban relatif seimbang

(23)

tergantung pada ERH lingkungannya. Menurut Purnomo (1995), aktivitas air (aw) dari bahan pangan cenderung untuk berimbang dengan aktivitas air (aw) lingkungan sekitarnya.

2.6 Kadar Air Kesetimbangan

Kadar air kesetimbangan adalah kadar air dari suatu produk pangan yang berkesetimbangan pada suhu dan kelembaban tertentu dalam periode waktu tertentu. Pada saat kadar air kesetimbangan tercapai bahan tidak menyerap molekul-molekul air dari udara maupun melepaskan molekul-molekul air ke udara, hal ini terjadi bila bahan berada pada lingkungan tertentu untuk waktu yang lama (Brooker et al. 1992).

Kadar air kesetimbangan dapat dicapai dengan dua cara yaitu proses adsorpsi dan desorpsi (Buckle et al. 2007). Jika kelembaban relatif udara lebih tinggi dari pada kelembaban relatif bahan, makan bahan akan menyerap air (adsorpsi). Sebaliknya, jika kelembaban relatif udara lebih rendah dari pada kelembaban relatif bahan maka bahan akan menguapkan kadar airnya (desorpsi) (Brooker et al. 1992). Kadar air kesetimbangan akan meningkat dengan menurunnya suhu pada kondisi aktivitas air yang konstan (Kapseu 2006).

Menurut Brooker et al. (1992), penentuan kadar air kesetimbangan dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode statis dan dinamis. Pada metode statis, kadar air kesetimbangan suatu bahan diperoleh pada keadaan udara diam. Metode statis umumnya digunakan untuk keperluan penyimpanan karena umumnya udara di sekitar bahan relatif tidak bergerak. Sedangkan pada metode dinamis, kadar air kesetimbangan suatu bahan diperoleh pada keadaan bergerak. Metode dinamis biasanya digunakan untuk mempercepat proses pengeringan dan menghindari penjenuhan uap air di sekitar bahan.

(24)

2.7 Kurva Sorpsi Isotermis

Perilaku produk makanan terhadap kelembaban udara lingungannya dapat digambarkan oleh kurva sorpsi isotermis. Kurva sorpsi isotermis adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara kandungan air dalam bahan pangan dengan aktivitas air (aw) atau kelembaban relatif kesetimbangan (ERH) ruang penyimpanan (De man 2007). Kurva sorpsi isotermis yang terbentuk dari suatu produk pangan dapat digunakan dalam menentukan jenis bahan pengemas yang dibutuhkan, memprediksikan karakteristik kondisi penyimpanan yang sesuai, dan menentukan umur simpannya (Arpah 2007). Menurut Winarno (2004), Setiap jenis bahan pangan memilik bentuk kurva sorpsi isotermis yang khas. Perubahan kadar air akan mempengaruhi mutu produk pangan, maka dengan mengetahui pola penyerapan airnya dan menetapkan nilai kadar air kritisnya umur simpan suatu produk pangan dapat ditentukan. Tipe-tipe kurva sorpsi isotermis bahan pangan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Tipe-tipe kurva sorpsi isotermis Sumber: Hui et al. (2008)

(25)

memiliki kurva yang mirip gabungan antara kurva tipe II dengan tipe III, sedangkan tipe V memiliki kurva yang mirip gabungan antara kurva tipe II dan tipe I.

Berdasarkan keadaan air dalam bahan pangan, kurva sorpsi isotermis terbagi kedalam tiga daerah. Daerah pertama mempunyai nilai aw sampai 0,3. Pada daerah ini, air terdapat dalam bentuk monolayer (satu lapis) dengan air yang terikat sangat kuat. Daerah kedua mempunyai kisaran aw dari 0,3-0,7. Pada daerah kedua, air terikat kurang kuat dan merupakan lapisan-lapisan yang disebut dengan

air multilayer. Air yang terdapat pada daerah ini berperan sebagai pelarut

sehingga aktivitas enzim dan pencoklatan non enzimatik dapat terjadi. Daerah ketiga merupakan daerah yang mempunyai nilai aw di atas 0,7. Daerah ini merupakan daerah air bebas, dimana pada daerah ini terjadi kondensasi air pada pori-pori bahan. Keadaan air dalam kondisi bebas ini dapat mempercepat proses kerusakan produk pangan (Arpah 2007). Secara umum kurva sorpsi isotermis pada bahan pangan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Kurva sorpsi isotermis pada bahan pangan secara umum Sumber: Chaplin (2009)

(26)

adsorpsi) dan grafik pelepasan uap air oleh bahan pangan ke udara (kurva desorpsi) tidak pernah berhimpit. Kadar air isotermis desorpsi lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan isotermis adsorpsi pada nilai aktivitas air (aw) yang sama. Keadaan tersebut disebut sebagai fenomena histeria. Fenomena histeria diperlihatkan oleh perbedaan nilai-nilai kadar air kesetimbangan yang diperoleh dari proses adsorpsi dan desorpsi. Bentuk kurva dan besarnya tingkat histeria suatu produk pangan sangat beragam tergantung pada komposisi bahan penyusunnya, suhu, dan waktu penyimpanan (Rahman 2009).

2.8 Model Persamaan Sorpsi Isotermis

Model matematika mengenai kadar air kesetimbangan atau sorpsi isotermis telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Namun model-model matematika yang dikembangkan pada umumnya tidak dapat mencakup keseluruhan kurva sorpsi isotermis dan hanya dapat memprediksi kurva sorpsi isotermis pada salah satu dari ketiga daerah sorpsi isotermis. Kesesuaian setiap model isotermis terhadap isotermis produk pangan tergantung pada kisaran aw dan jenis bahan penyusun produk pangan tersebut (Arpah 2007).

Ada beberapa model matematika yang umumnya digunakan untuk menentukan kurva sorpsi isotermis bahan pangan, yaitu model Henderson, Caurie, Oswin, Clayton, dan Hasley. Secara empiris, Henderson mengemukakan persamaan yang menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan bahan pangan dengan kelembaban relatif ruang simpan. Persamaan ini berlaku untuk bahan pangan pada semua aktivitas air dan merupakan salah satu persamaan yang paling banyak digunakan pada bahan pangan kering. Model Caurie berlaku untuk kebanyakan bahan pangan pada selang aw 0,0-0,85 dan model Oswin berlaku untuk bahan pangan pada RH 0-85%. Model Oswin juga sesuai bagi kurva sorpsi isotermis yang berbentuk sigmoid. Sedangkan model Chen Clayton berlaku untuk bahan pangan pada semua aktivitas air. Pada percobaanya Hasley mengemukakan suatu persamaan yang dapat menggambarkan proses kondensasi pada lapisan

multilayer. Persamaan tersebut dapat digunakan untuk bahan makanan dengan

kelembaban relatif 10-81% (Chirife dan Iglesias 1978 diacu dalam Arpah 2007). Adapun persamaan dari model-model tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

(27)

Tabel 5 Model-model persamaan sorpsi isotermis bahan pangan

Sumber: Chirife dan Iglesias (1978) diacu dalam Arpah (2007)

2.9 Kemasan

Kemasan merupakan suatu wadah atau pembungkus yang digunakan untuk melindungi produk yang ada di dalamnya. Jenis-jenis bahan kemasan yang umum digunakan untuk bahan pangan adalah kemasan gelas, kemasan logam, kemasan plastik, kemasan kertas dan karton. Kemasan plastik adalah jenis kemasan yang paling banyak digunakan oleh industri pangan karena harganya yang relatif lebih murah, lebih ringan, transparan, kuat, mudah dibentuk, warna dan bentuk relatif lebih disukai konsumen (Buckle et al. 2007). Fungsi kemasan yaitu menjaga produk agar tetap bersih dari berbagai kotoran dan pencemaran lainnya; melindungi produk dari kerusakan fisik dan kontaminasi luar; memberi kemudahan dalam distribusi dan penyimpanan; serta memberi identifikasi dan informasi mengenai isi produk yang dikemas (Robertson 2010).

Menurut Buckle et al. (2007), kemasan yang digunakan sebagai wadah penyimpanan harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu dapat mempertahankan mutu produk agar tetap bersih serta mampu memberi perlindungan terhadap produk dari kotoran, pencemaran, dan kerusakan fisik, serta dapat menahan perpindahan gas dan uap air. Menurut Syarief (1990), kemasan yang digunakan dapat mempengaruhi mutu bahan pangan yang dikemas, yaitu terjadinya perubahan fisik dan kimia karena migrasi zat-zat kimia dari bahan pengemas ke makanan, perubahan aroma, perubahan warna, serta perubahan tekstur yang disebabkan oleh perpindahan uap air dan oksigen.

(28)

sebaliknya. Permeabilitas uap air kemasan merupakan kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan dengan ketebalan tertentu akibat adanya perbedaan tekanan uap air antara produk dengan lingkungan pada suhu dan kelembaban tertentu (Robertson 2010).

Bahan pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam kepekaannya terhadap lingkungan. Pada bahan pangan yang bersifat higroskopis, faktor suhu dan kelembaban sangat penting. Sehingga produk pangan kering yang bersifat higroskopis harus dilindungi dari masuknya uap air. Masuknya uap air kedalam bahan pangan dapat dihambat dengan proses pengemasan. Umumnya produk pangan kering mempunyai kadar air rendah, sehingga harus dikemas dengan kemasan yang mempunyai daya tembus atau permeabilitas uap air yang rendah untuk menghambat penurunan mutu produk seperti menjadi tidak renyah (Buckle

et al. 2007). Menurut Manley (2000), plastik polypropylene (PP) merupakan jenis

plastik yang baik sebagai barrier terhadap uap air pada produk biskuit karena memiliki permeabilitas uap air yang rendah. Menurut Buckle et al. (2007), sifat-sifat kemasan polypropylene (PP) antara lain sebagai berikut:

1. Mengkilap dan tidak mudah sobek.

2. Plastik polypropylene lebih kaku daripada polyethylene. 3. Memiliki daya tembus atau permeabilitas uap air yang rendah. 4. Memiliki ketahanan yang baik terhadap lemak.

5. Tahan terhadap suhu tinggi.

2.10 Umur simpan

Institute of Food Science and Technology (1974), menyatakan bahwa

umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi (Arpah 2007). Menurut Floros dan Gnanasekharan (1993), umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam kondisi peyimpanan, untuk sampai pada suatu level atau tingkat degradasi mutu tertentu.

(29)

terjadinya perubahan mutu produk pangan selama distribusi, penyimpanan hingga siap dikonsumsi (Herawati 2008). Menurut Floros dan Gnanasekharan (1993), kriteria kadaluarsa beberapa produk pangan dapat ditentukan dengan menggunakan acuan titik kritisnya. Kriteria kadaluarsa beberapa produk pangan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Kriteria kadaluarsa beberapa produk pangan

Produk Mekanisme

penurunan mutu Kriteria kadaluarsa Teh kering Penyerapan uap air Peningkatan kadar air

Susu bubuk Penyerapan uap air Pencoklatan

Susu bubuk Oksidasi Laju konsentrasi O2

Makanan laut kering beku

Oksidasi dan fotodegradasi Aktivitas air Makanan bayi Penyerapan uap air Konsentrasi asam

askorbat Makanan kering Penyerapan uap air -

Sayuran kering Penyerapan uap air Off flavor-perubahan warna

Kol kering Penyerapan uap air Pencoklatan

Tepung biji kapas Penyerapan uap air Pencoklatan Tepung tomat Penyerapan uap air Konsentrasi asam

askorbat

Biji-bijian Penyerapan uap air Peningkatan kadar air Bawang kering Penyerapan uap air Pencoklatan

Buncis hijau Penyerapan uap air Konsentrasi klorofil Keripik kentang Penyerapan uap air

dan oksidasi

Laju oksidasi

Udang kering beku Oksidasi Konsentrasi karoten

dan laju konsentrasi O2

Tepung gandum Penyerapan uap air dan oksidasi

Konsentrasi asam askorbat

Minuman ringan Pelepasan CO2 Perubahan tekanan

Sumber: Floros dan Gnanasekharan (1993)

Umur simpan produk pangan dapat diduga dan ditetapkan waktu kadaluarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan yaitu dengan Extended Storage Studies (ESS) atau metode konvesional

dan Accelerated Storage Studies (ASS) atau metode akselerasi. Penentuan umur

(30)

mutu kadaluarsa. Sedangkan metode akselerasi membutuhkan waktu yang relatif singkat karena produk disimpan pada kondisi lingkungan yang ekstrim. Metode ini umumnya diterapkan pada produk pangan dengan memvariasikan kondisi kelembaban relatif (RH), suhu, atau intensitas cahaya baik secara individu atau gabungannya (Arpah 2007).

Penetapan kriteria kadaluarsa adalah tahap awal dalam penentuan umur simpan suatu produk secara akselerasi (Herawati 2008). Salah satu metode akselerasi yang banyak diterapkan pada produk pangan kering adalah pendekatan kadar air kritis. Pada metode ini produk disimpan pada kondisi lingkungan yang memiliki kelembaban relaitf ekstrim, sehingga produk mengalami penurunan mutu akibat penyerapan uap air. Pada metode ini diperlukan persamaan matematika sebagai alat bantu untuk deskritif kuantitatif dari sistem yang terdiri dari produk, bahan pengemas dan lingkungan (Arpah 2007).

Menurut Labuza dan Schmidl (1985), model kadar air kritis dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis dan pendekatan kadar air kritis termodifikasi. Pendekatan kurva sorpsi isotermis digunakan untuk produk pangan yang mempunyai kurva sorpsi isotermis yang berbentuk sigmoid, misalnya produk kering. Sedangkan pendekatan kadar air kritis termodifikasi digunakan untuk produk yang memiliki kelarutan tinggi, misalnya produk dengan kadar sukrosa tinggi.

Menurut Rahayu dan Arpah (2003), persamaan Labuza dapat mengintegrasikan unsur permeabilitas kemasan, berat kering produk, luas bahan pengemas, perbedaan tekanan uap air atau aw, dan kurva sorpsi isotermis dengan baik. Model Labuza ini disebut dengan model pendekatan kurva sorpsi isotemis. Labuza (1982) memformulasikan persamaan penentuan umur simpan sebagai berikut:

Keterangan:

t = waktu untuk mencapai kadar air kritis atau umur simpan (hari) Me = kadar air kesetimbangan produk (gH2O/gsolid)

(31)

Mc = kadar air kritis produk (gH2O/gsolid)

k/x = konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg) A = luas permukaan kemasan (m2)

Ws = bobot padatan per kemasan (g)

(32)

3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2010. Proses pembuatan produk cone es krim dilaksanakan di industri Rumah Tangga milik Bapak Edi di Jalan Gunung Batu Gg. Masjid RT/RW 05/01 No. 186/187 Bogor. Pembuatan tepung tulang dan tepung ikan dilaksanakan di Laboraturium Diversifikasi dan Formulasi Hasil Perairan, Lantai 3, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pengkondisian produk pada berbagai kelembaban dilaksanakan di Laboraturium Bioteknologi Hasil Perairan, Lantai 2, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Analisis kadar air dilaksanakan di Laboraturium Biokimia Hasil Perairan, Lantai 1, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Uji organoleptik dilaksanakan di Laboraturium Organoleptik, Lantai 4, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Analisis tekstur dilaksanakan di Laboraturium Pengolahan Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian.

3.2 Alat dan bahan

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan produk cone es krim adalah pisau, talenan, gelas ukur, panci, baskom, cetakan cone, sendok pengaduk,

stopwatch, autoklaf, timbangan digital, alat pengepres, alat penggiling, saringan,

oven dan kompor. Sedangkan, alat-alat yang digunakan dalam penelitian utama adalah oven, cawan porselin, desikator, desikator kecil (toples yang dimodifikasi), Rheoner (RE-3305), timbangan digital, pencapit logam, pinset, dan gelas ukur.

(33)

3.3 Tahap Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian tahap I dan penelitian tahap II. Penelitian tahap I merupakan penelitian pendahuluan yang meliputi pembuatan produk cone es krim dan penentuan parameter utama kerusakan cone es krim melalui survei konsumen. Penelitian tahap II merupakan penelitian utama yaitu pendugaan umur simpan produk cone es krim.

3.3.1 Penelitian tahap I

Penelitian tahap I adalah pembuatan produk cone es krim dan penentuan parameter utama kerusakan cone es krim. Produk cone es krim yang dibuat terdiri dari 2 jenis yaitu cone es krim dengan penambahan tepung ikan patin dan cone es krim dengan penambahan tepung tulang ikan patin.

3.3.1.1 Pembuatan cone es krim (Aprilliani 2010; Aprilliana 2010)

Penelitian pendahuluan ini mengacu pada penelitian Aprilliani (2010) dan Aprilliana (2010). Proses pembuatan cone es krim diawali dengan proses pembuatan tepung tulang dan tepung ikan. Bahan baku yang digunakan untuk membuat tepung tulang maupun tepung ikan adalah ikan patin (Pangasius

hypopthalmus). Ikan patin utuh disiangi dengan membuang bagian kepala dan isi

perut. Setelah itu, ikan yang telah disiangi dicuci dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran yang masih menempel. Kemudian ikan dikukus serta dipisahkan bagian kulit, duri, sisik, dan siripnya untuk dibuang, sehingga diperoleh daging ikan dan tulang tanpa kepala.

Tulang tanpa kepala yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk membuat tepung tulang ikan. Tulang yang telah diperoleh tersebut kemudian dikukus selama 30 menit. Setelah itu, dilakukan pembersihan tulang ikan kembali untuk menghilangkan daging yang masih menempel. Selanjutnya dilunakkan dengan autoklaf dan digiling menggunakan penggiling serta dikeringkan menggunakan oven 60 oC selama 2-3 jam. Lalu disaring hingga dihasilkan tepung tulang ikan patin.

(34)

ukuran. Selanjutnya daging dikeringkan menggunakan oven 60 oC selama ±15 jam. Daging ikan yang telah kering dihaluskan menggunakan penggiling, kemudian disaring dengan menggunakan saringan sehingga diperoleh tepung ikan patin. Diagram alir proses pembuatan tepung tulang ikan dan tepung ikan patin dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Diagram alir proses pembuatan tepung tulang dan tepung ikan patin Sumber: Aprilliani (2010) dan Aprilliana (2010)

(35)

Tepung tulang dan tepung ikan yang telah dibuat digunakan sebagai bahan tambahan dalam proses pembuatan cone es krim. Formula bahan yang digunakan dalam pembuatan cone es krim adalah 11, 25 gram tepung terigu; 90 gram tepung sagu; 1 gram soda kue; 1 gram garam; 1 gram lesitin; 115 ml air; dan 3,75 gram tepung tulang ikan patin untuk produk cone es krim tepung ikan serta 3,75 gram tepung tulang ikan patin untuk produk cone es krim dengan penambahan tepung tulang. Tepung ikan maupun tepung tulang ikan yang ditambahkan adalah 25% terhadap jumlah tepung terigu yang digunakan dalam adonan. Adonan tersebut dicampur, diaduk dan ditambahkan air. Setelah itu, adonan dituangkan ke dalam cetakan dan dipanggang dengan suhu 98 oC selama ±1 menit hingga diperoleh

cone es krim. Diagram alir proses pembuatan cone es krim dapat dilihat pada

Gambar 5.

Gambar 5 Diagram alir proses pembuatan produk cone es krim (*modifikasi Aprilliani 2010; **modifikasi Aprilliana 2010)

Tepung sagu Tepng terigu

Garam Soda kue

Lesitin

*Tepung tulang atau **tepung ikan

Pencampuran

Pengadukan

Pencetakan

Pemanggangan

(36)

3.3.1.2 Penentuan parameter utama kerusakan produk cone es krim

Penentuan parameter utama kerusakan produk cone es krim dilakukan melalui survei terhadap 30 orang responden berupa pemberian kuesioner tentang parameter penyebab kerusakan cone es krim. Responden diminta untuk mengurutkan lima parameter produk cone es krim yang telah ditentukan dari yang paling penting (skor 1) sampai yang paling tidak penting (skor 5) dengan menggunakan uji rangking. Responden juga harus memilihi salah satu dari lima parameter yang paling berpengaruh terhadap kerusakan produk cone es krim sehingga produk tersebut tidak layak dikonsumsi.

3.3.2 Penelitian tahap II pendugaan umur simpan produk cone es krim

Penelitian tahap II merupakan penelitian utama. Penelitian utama yang dilakukan adalah pendugaan umur simpan produk cone es krim menggunakan metode akselerasi dengan pendekatan model kadar air kritis. Umur simpan berdasarkan model pendekatan kadar air kritis dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Labuza. Umur simpan yang dihitung adalah umur simpan cone es krim pada RH penyimpanan 90%. Persamaan Labuza (1982) yang digunakan untuk menentukan umur simpan tersebut adalah:

Keterangan:

t = waktu untuk mencapai kadar air kritis atau umur simpan (hari) Me = kadar air kesetimbangan produk (gH2O/gsolid)

Mi = kadar air awal produk (gH2O/gsolid) Mc = kadar air kritis produk (gH2O/gsolid)

k/x = konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg) A = luas permukaan kemasan (m2)

Ws = bobot padatan per kemasan (g)

Po = tekanan uap air pada ruang penyimpanan (mmHg) b = kemiringan kurva sorpsi isotermis

(37)

Hubungan data kadar air kesetimbangan cone es krim dengan RH tempat penyimpanan cone es krim akan dihasilkan kurva sorpsi isotermis produk cone es krim. Kurva sorpsi isotermis digunakan untuk mengetahui pola penyerapan uap air cone es krim dari lingkungan, sehingga umur simpan cone es krim dapat ditentukan. Diagram alir pendugaan umur simpan dengan model kadar air kritis dapat dilihat pada Gambar 6 berikut.

Gambar 6 Diagram alir tahap pendugaan umur simpan produk cone es krim Produk cone es krim

Penentuan kadar air awal

Penentuan kadar air kritis

Penentuan kadar air kesetimbangan

Penentuan permeabilitas kemasan

Penentuan luas kemasan

Penentuan bobot padatan per kemasan

Penentuan tekanan uap air murni

Penentuan kemiringan kurva sorpsi isotermis

Pendugaan umur simpan melalui persamaan Labuza

Umur simpan produk

(38)

3.4 Prosedur Pengujian Variabel-Variabel Pendugaan Umur Simpan

Pendugaan umur simpan cone es krim dengan model pendekatan kadar air kritis, diawali dengan penentuan beberapa variabel yang akan digunakan dalam perhitungan umur simpan. Prosedur pengujian variabel tersebut meliputi penentuan tekstur (kerenyahan), penentuan kadar air awal, penentuan kadar air kritis, penentuan kadar air kesetimbangan, penentuan kurva sorpsi isotermis, penentuan model persamaan sorpsi isotermis, evaluasi model, penentuan nilai slope (b) kurva sorpsi isotermis, serta penentuan bobot padatan per kemasan dan luas permukaan kemasan.

3.4.1 Penentuan tekstur (Faridah et al. 2006)

Tekstur cone es krim diukur pada setiap perlakuan penyimpanan dengan menggunakan alat Rheoner (RE-3305). Sampel ditekan oleh probe silinder yang terdapat pada alat tersebut dengan ukuran yang disesuaikan dengan produk. Ukuran probe silinder yang digunakan adalah 5 mm. Setiap tekanan yang diberikan akan menghasilkan sebuah kurva yang menunjukkan profil tekstur dari produk tersebut. Puncak (peak) pertama yang terbentuk pada kertas grafik merupakan nilai keliatan (toughness) dari tekstur produk yang diuji. Nilai keliatan tersebut dinyatakan dalam satuan gramforce (gf). Semakin kecil nilai keliatan

(gramforce) yang dihasilkan maka semakin tinggi tingkat kerenyahannya, dan

sebaliknya semakin tinggi nilai keliatan (gramforce) yang dihasilkan maka semakin rendah tingkat kerenyahannya.

3.4.2 Penentuan kadar air awal (Mi) (AOAC 2005)

(39)

cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin lalu ditimbang kembali. Kadar air dapat dihitung dengan rumus:

3.4.3 Penentuan kadar air kritis (Mc)

Penentuan kadar air kritis diawali dengan menyimpan produk cone es krim tanpa kemasan pada suhu ruang atau kamar (30±1 oC) selama 5 jam. Setiap jam dilakukan pengambilan sampel untuk diuji organoleptik dan dianalisis kadar airnya. Uji organoleptik merupakan suatu pengujian mutu produk berdasarkan penilaian kesukaan dengan menggunakan panca indera (Rahayu 1998). Uji oragnoleptik yang digunakan untuk menentukan umur simpan produk dengan metode akselerasi adalah uji rating pada parameter tekstur (kerenyahan). Uji rating yang digunakan memiliki skala 1 (sangat tidak renyah) sampai dengan 7 (sangat renyah).

Kadar air cone es krim diukur berdasarkan AOAC 2005. Data kadar air dan nilai kerenyahan masing-masing sampel yang telah diberi perlakuan waktu penyimpanan, selanjutnya diplotkan dengan hasil uji organoleptik masing-masing sampel pada setiap perlakuan penyimpanan, sehingga diperoleh grafik yang menunjukkan hubungan antara nilai uji organoleptik dengan nilai kadar air dan hubungan antara nilai uji organoleptik dengan nilai kerenyahan. Hubungan tersebut dinyatakan dalam persamaan regresi linear.

(40)

3.4.4 Penentuan kadar air kesetimbangan (Me)

Penentuan kadar air kesetimbangan diawali dengan melarutkan garam tertentu hingga jenuh atau tidak larut kembali. Garam yang digunakan antara lain K2CO3, KI, NaCl, KCl, K2SO4. Sebanyak 100 ml larutan garam jenuh dimasukkan kedalam desikator yang di modifikasi untuk mengatur RH ruangan (desikator modifikasi). Sekitar 2-5 gram sampel cone es krim diletakkan pada cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Cawan berisi sampel tersebut diletakkan di dalam desikator yang telah berisi larutan garam jenuh. Desikator kemudian disimpan pada suhu ruang (30±1 oC) dan sampel ditimbang secara periodik tiap 24 jam hingga mencapai bobot yang konstan yang berarti kadar air kesetimbangan telah tercapai (Arpah 2007). Menurut Lievonen dan Ross (2002) diacu dalam Adawiyah (2006), bobot yang konstan ditandai dengan selisih bobot antara tiga kali penimbangan tidak lebih dari 2 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH dibawah 90% dan tidak lebih dari 10 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH diatas 90%. Sampel yang telah mencapai bobot konstan kemudian diukur kadar airnya berdasarkan AOAC 2005.

3.4.5 Penentuan kurva sorpsi isotermis

Penentuan kurva sorpsi isortermis dibuat dengan cara memplotkan nilai kadar air kesetimbangan hasil percobaan dengan nilai kelembaban relatif (RH) atau aktivitas air (aw). Labuza dan Bilge (2007) menyatakan bahwa aktivitas air suatu bahan pangan dapat dihitung dengan membandingkan tekanan uap air bahan (P) dengan tekanan uap air murni (Po) pada kondisi sama atau dengan membagi ERH lingkungan dengan nilai 100. Rumus aw tersebut adalah:

aw

Keterangan:

aw = aktivitas air

P = tekanan uap air bahan (mmHg)

Po = tekanan uap air murni pada suhu yang sama (mmHg) ERH = kelembaban relatif seimbang

3.4.6 Penentuan model persamaan sorpsi isotermis (Arpah 2007)

(41)

dapat diaplikasikan pada bahan pangan dengan kisaran RH 0–95% sehingga dapat mewakili ketiga daerah pada kurva sorpsi isotermis. Model persamaan yang digunakan pada penelitian ini ada 5, yaitu model Hasley, Henderson, Caurie, Oswin, dan Chen Clayton. Henderson mengemukakan persamaan yang menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan bahan pangan dengan kelembaban relatif ruang simpan. Persamaan ini berlaku untuk bahan pangan pada semua aktivitas air dan merupakan salah satu persamaan yang paling banyak digunakan pada bahan pangan kering. Model Caurie berlaku untuk kebanyakan bahan pangan pada selang aw 0,0-0,85 dan model Oswin berlaku untuk bahan pangan pada RH 0-85%. Sedangkan model Chen Clayton berlaku untuk bahan pangan pada semua aktivitas air. Pada percobaanya Hasley mengemukakan suatu persamaan yang dapat menggambarkan proses kondensasi pada lapisan

multilayer. Persamaan tersebut dapat digunakan untuk bahan makanan dengan

kelembaban relatif 10-81% (Chirife dan Iglesias 1978 diacu dalam Arpah 2007). Model-model persamaan sorpsi isotermis yang digunakan merupakan persamaan yang diubah ke dalam bentuk persamaan linear, sehingga nilai-nilai konstanta yang ada dalam persamaan juga dapat ditentukan dengan metode kuadrat terkecil (Walpole 1992). Adapun model persamaan Hasley, Henderson, Caurie, Oswin dan Chen Clayton sebagai berikut:

Model persamaan Hasley : aw = exp[-P1/(Me)P2] Model persamaan Henderson : 1-aw = exp(-KMen) Model persamaan Caurie : ln Me = ln P1-P2*aw Model persamaan Oswin : Me = P1[aw/(1- aw)] P2 Model persamaan Chen Clayton : aw = exp[-P1/exp(P2*Me)] Keterangan:

Me = kadar air kesetimbangan aw = aktivitas air

K dan n = konstanta P1 dan P2 = konstanta

3.4.7 Evaluasi model (Cassini et al. 2006)

(42)

keseluruhan kurva sorpsi isotermis hasil percobaan. Evaluasi model dilakukan dengan menghitung nilai Mean Relative Deviation (%MRD) dari masing-masing model. Rumus MRD tersebut adalah:

Keterangan:

Mi = kadar air percobaan

Mpi = kadar air hasil perhitungan n = jumlah data

3.4.8 Penentuan nilai kemiringan (b) kurva sorpsi isotermis (Labuza 1982)

Nilai kemiringan (b) kurva sorpsi isotermis ditentukan pada daerah linear (Rahayu dan Arpah 2003). Menurut Labuza (1982), daerah linear untuk menentukan kemiringan kurva sorpsi isotermis diambil antara daerah kadar air awal dan kadar air kritis. Kurva sorpsi isotermis yang digunakan adalah kurva yang dihasilkan berdasarkan model sorpsi isotermis yang terpilih. Titik-titik hubungan antara aktivitas air dan kadar air kesetimbangan memiliki persamaan linier y = a + bx. Nilai b dari persamaan linier tersebut merupakan nilai kemiringan kurva sorpsi isotermis. Penentuan nilai kemiringan (b) dilakukan untuk melihat pengaruhnya terhadap umur simpan produk melalui persamaan Labuza.

3.4.9 Penentuan bobot padatan per kemasan dan luas permukaan kemasan

Bobot produk awal (Wo) dalam suatu kemasan ditimbang dan dikoreksi dengan kadar air awalnya (Mo) yang kemudian dinyatakan sebagai bobot padatan produk per kemasan (Ws). Sedangkan, luas permukaan kemasan (A) yang digunakan dihitung dengan mengalikan panjang dengan lebar kemasan. Adapun rumusnya sebagai berikut:

Keterangan:

(43)

3.5 Analisis Data

Data lama penyimpanan dengan kadar air dan tekstur (kerenyahan) dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana (satu peubah bebas). Peubah bebas adalah peubah yang nilainya tidak tergantung pada peubah lain. Lama penyimpanan merupakan peubah bebas, sedangkan kadar air dan tekstur (kerenyahan) merupakan peubah terikat. Adapun persamaan regresi linear yang digunakan adalah:

Keterangan:

y = nilai peubah terikat a = konstanta

b = kemiringan kurva

(44)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Parameter Utama Kerusakan Produk Cone Es Krim

Parameter utama kerusakan produk cone es krim ditentukan melalui survei, yaitu berupa penyebaran kuesioner pada 30 orang konsumen (Lampiran 1). Hasil survei konsumen terhadap parameter kerusakan cone es krim dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Diagram parameter utama kerusakan produk cone es krim

Berdasarkan Gambar 7, dapat dilihat bahwa dari 30 orang konsumen 63% memilih parameter tekstur yang menjadi parameter paling berpengaruh terhadap kerusakan produk cone es krim, 10% memilih parameter rasa, 17% memilih parameter aroma, dan 10% lainnya memilih parameter warna. Hasil survei menunjukkan bahwa parameter tekstur merupakan parameter kritis yang paling menentukan produk cone es krim masih layak atau tidak untuk dikonsumsi. Menurut Herawati (2008), titik kritis ditentukan berdasarkan faktor utama yang sangat sensitif serta dapat menimbulkan terjadinya perubahan mutu produk pangan selama distribusi, penyimpanan hingga siap dikonsumsi.

Tekstur merupakan parameter kritis yang sangat mendukung pendugaan umur simpan produk cone es krim. Berdasarkan hasil survei, parameter tekstur memiliki presentasi terbesar dalam menentukan kerusakan produk cone es krim. Parameter tekstur ini sangat dipengaruhi oleh perubahan kadar air produk. Menurut Arpah (2007), kerusakan tekstur selama penyimpanan adalah reaksi deteriosasi yang umumnya pertama kali terjadi pada produk kering, karena produk ini sangat sensitif dengan perubahan nilai kadar air selama penyimpanan. Menurut Robertson (2006), selama penyimpanan produk kering akan menyerap uap air dari

10%

17%

63% 10%

Warna

(45)

lingkungan yang menyebabkan produk kering menjadi lembab/kehilangan kerenyahan.

4.2 Variabel-Variabel Pendugaan Umur simpan Produk Cone Es Krim

Umur simpan produk cone es krim ditentukan menggunakan metode akselerasi dengan pendekatan model kadar air kritis. Metode ini dipilih karena cone es krim merupakan produk kering yang bersifat higroskopis, yaitu mudah menyerap uap air dari lingkungan. Menurut Robertson (2006), selama penyimpanan akan terjadinya proses penyerapan uap air dari lingkungan yang menyebabkan produk kering mengalami penurunan mutu menjadi lembab/tidak renyah. Pada penelitian ini produk disimpan pada suhu ruang dengan 5 nilai RH yang berbeda-beda. Prinsip utama dari model pendekatan kadar air kritis adalah menentukan kadar air kesetimbangan (Me) cone es krim yang disimpan pada berbagai RH. Hubungan data kadar air kesetimbangan cone es krim dengan RH tempat penyimpanan cone es krim akan menghasilkan kurva sorpsi isotermis. Kurva sorpsi isotermis digunakan untuk mengetahui pola penyerapan uap air cone es krim dari lingkungan, sehingga umur simpan cone es krim dapat ditentukan melalui persamaan Labuza.

Umur simpan produk cone es krim yang dihitung melalui persamaan Labuza, adalah umur simpan pada RH 90%. Nilai RH ini dipilih untuk mewakili kondisi penyimpanan produk cone es krim oleh konsumen. Ada beberapa variabel yang harus ditentukan sebelum melakukan perhitungan umur simpan dengan pendekatan model kadar air kritis. Variabel-variabel tersebut meliputi kadar air awal, kadar air kritis, kadar air kesetimbangan, penentuan kurva sorpsi isotermis, penentuan model persamaan sorpsi isotermis, penentuan kemiringan (b) kurva sorpsi isotermis, serta penentuan variabel pendukung umur simpan lainnya yaitu permeabilitas kemasan, bobot padatan perkemasan, luas permukaan kemasan, dan tekanan uap murni pada ruang penyimpanan.

4.2.1 Kadar air awal (Mi) dan kadar air kritis (Mc)

(46)

6.43 produk ini disebabkan oleh proses pemanggangan pada suhu tinggi, sehingga produk menjadi kering dan memiliki tekstur yang renyah.

Berdasarkan hasil survei, kerenyahan merupakan parameter kritis yang menentukan kerusakan produk cone es krim. Perubahan tekstur cone es krim yang renyah menjadi lembek/tidak renyah mengakibatkan produk tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Penurunan kerenyahan produk ini terjadi karena selama penyimpanan produk kering akan menyerap uap air dari lingkungan yang dapat meningkatkan kadar air. Penentuan kadar air kritis kedua produk ditetapkan pada saat produk cone es krim mulai tidak dapat diterima lagi oleh konsumen secara organoleptik.

Pada penelitian ini, produk cone es krim disimpan tanpa kemasan pada suhu ruang (30±1 oC) selama 5 jam. Setiap jam perlakuan penyimpanan dilakukan pengukuran kadar air serta tingkat kerenyahan tekstur secara objektif dengan menggunakan alat Rheoner (RE-3305) dan secara subjektif dengan uji rating. Grafik hubungan antara skor kerenyahan cone es krim secara subjektif dengan lama penyimpanan pada kedua jenis produk cone es krim dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Grafik hubungan skor kerenyahan cone es krim dengan lama penyimpanan

(47)

dengan nilai kerenyahan 6,43 untuk cone es krim tepung tulang dan 6,2 untuk cone es krim tepung ikan. Sedangkan, skor kerenyahan terendah untuk produk cone es krim tepung tulang dan cone es krim tepung ikan terjadi pada akhir penyimpanan (jam ke-5) dengan nilai masing-masing 2,23 dan 2,1. Skor rata-rata kerenyahan kedua produk tersebut mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Hal ini terjadi karena menurut Arpah (2007), selama penyimpanan produk akan menyerap uap air dari lingkungan, sehingga produk menjadi basah dan kehilangan kerenyahan.

Setiap jam selama 5 jam perlakuan penyimpanan dilakukan pengukuran kadar air pada kedua jenis produk cone es krim. Hubungan nilai kadar air kedua produk cone es krim dengan lama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Perubahan kadar air produk cone es krim selama penyimpanan pada suhu ruang

Lama penyimpanan Nilai kadar air basis kering (gH2O/gsolid) (Jam ke-) Cone tepung tulang Cone tepung ikan

0 0,029 0,036

1 0,063 0,071

2 0,084 0,092

3 0,100 0,125

4 0,149 0,199

5 0,203 0,234

(48)

Gambar 9 Grafik hubungan nilai kadar air dengan skor kerenyahan Berdasarkan Gambar 9, diketahui bahwa perubahan nilai kadar air dengan skor kerenyahan selama penyimpanan memiliki hubungan linear. Model regresi linear pada kedua jenis produk cone es krim ini sudah cukup tepat dalam menjelaskan hubungan linear antara nilai kadar air dengan skor kerenyahan. Hal ini dapat dilihat dari nilai R2 yang cukup tinggi pada kedua jenis produk, yaitu 0,949 untuk produk cone es krim tepung tulang dan 0,927 untuk produk cone es krim tepung ikan. Menurut Walpole (1992), nilai R2 (koefisien determinasi) didefiniskan sebagai ukuran seberapa tepat model yang digunakan dapat menjelaskan hubungan linear antara variabel X dan variabel Y.

Hubungan linear antara nilai kadar air dengan skor kerenyahan menghasilkan suatu persamaan linear yang dapat digunakan untuk menentukan kadar air kritis masing-masing produk cone es krim. Persamaan linear yang diperoleh adalah y=-0,04x+0,278 untuk produk cone es krim tepung tulang dan y=-0,048x+0,315 untuk produk cone es krim tepung ikan. Menurut Labuza (1982), kadar air kritis produk adalah kadar air pada saat produk dianggap telah kadaluarsa. Kadar air kritis merupakan batas maksimal air yang terkandung pada suatu produk sehingga produk tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Pada penelitian ini kadar air kritis ditentukan pada saat tekstur mencapai kondisi kritis, yaitu ketika panelis memberikan skor 4 (netral) dari skala 1-7 pada uji rating. Skor 4 dipilih sebagai batas penolakan konsumen terhadap kerenyahan produk cone es krim. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahayu dan Arpah (2003), bahwa kadar air kritis produk kering seperti biskuit adalah kadar air pada saat produk tersebut

(49)

kehilangan kerenyahannya. Selain itu, Hermanianto et al. (2000) juga menyatakan bahwa penentuan titik kritis untuk produk kering seperti snack ditetapkan pada saat skor penilaian dari panelis bernilai 3,9. Titik kritis ini ditentukan berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap parameter kerenyahan. Berdasarkan persamaan linear pada Gambar 9, diketahui bahwa kadar air kritis produk cone es krim tepung tulang adalah 0,118 gH2O/gsolid dan cone es krim tepung ikan adalah 0,123 gH2O/gsolid.

Pada penelitian ini, tekstur kedua produk cone es krim juga ditentukan secara objektif dengan menggunakan alat Rheoner (RE-3305). Tekstur kedua produk tersebut diukur pada setiap jam perlakuan penyimpanan. Kedua sampel produk cone es krim ditekan oleh probe silinder berdiameter 5 mm sehingga menghasilkan suatu kurva yang menunjukkan profil tekstur cone. Puncak (peak) pertama yang terbentuk pada kertas grafik merupakan nilai keliatan (toughness) dari tekstur produk yang diuji. Nilai keliatan (toughness) tersebut dinyatakan dalam satuan gramforce (gf). Adapun hubungan nilai keliatan kedua produk cone es krim dengan lama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar10 Grafik hubungan nilai keliatan dengan lama penyimpanan Gambar10 menunjukkan bahwa lama penyimpanan sangat mempengaruhi tingkat keliatan (toughness) kedua produk cone es krim. Hal ini dapat dilihat dari nilai keliatan (gf) kedua produk yang selalu meningkat seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Semakin besar nilai keliatan yang dihasilkan maka semakin rendah tingkat kerenyahannya dan sebaliknya, semakin kecil nilai

(50)

keliatan yang dihasilkan maka semakin tinggi tingkat kerenyahannya. Nilai keliatan (gramforce) berbanding terbalik dengan tingkat kerenyahan. Tingkat kerenyahan tertinggi kedua jenis produk cone es krim terdapat pada saat awal penyimpanan (jam ke- 0). Hal ini ditunjukkan oleh nilai gramforce yang rendah yaitu sebesar 659 gf untuk cone es krim tepung tulang dan 668,75 gf untuk cone es krim tepung ikan. Sedangkan tingkat kerenyahan terendah terjadi ketika produk tersebut memiliki nilai gramforce yang tinggi. Kondisi ini terjadi pada saat akhir penyimpanan (jam ke-5) dengan nilai keliatan sebesar 1481,25 gf untuk produk cone es krim tepung tulang dan sebesar 1575 gf untuk cone es krim tepung ikan.

Nilai keliatan tekstur produk cone es krim tepung ikan lebih tinggi daripada cone es krim tepung tulang. Sehingga dapat dikatakan bahwa tekstur produk cone es krim tepung tulang lebih renyah daripada tekstur cone es krim tepung ikan. Hal ini diduga karena perbedaan kadar air awal pada masing-masing produk. Perbedaan nilai kadar air pada kedua jenis produk tersebut disebabkan oleh perbedaan perlakuan penambahan tepung yang diberikan pada masing-masing produk cone es krim. Berdasarkan penelitian sebelumnya, diketahui bahwa tepung ikan patin memiliki kadar air (basis basah) sebesar 10,4±0,84% (Aprilliani 2010), sedangkan tepung tulang ikan patin memiliki kadar air yang lebih rendah yaitu sebesar 8,65±0,07% (Aprilliana 2010).

Gambar

Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kimia cone es krim
Tabel 3 Komposisi kimia tepung ikan patin
Gambar 1 Pengaruh a w terhadap intensitas kerenyahan makanan kering Sumber: Robertson (2006)
Gambar 2 Tipe-tipe kurva sorpsi isotermis Sumber: Hui et al. (2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penambahan vitamin C berpengaruh terhadap angka lempeng total mikroba paprika karena paprika yang diberi perlakuan coating dengan penambahan vitamin C memiliki umur simpan

Responden masyarakat Kota Semarang menilai bahwa apabila dilakukan daur ulang terhadap barang-barang elektronik yang sudah tidak dipakai atau yang rusak, hal tersebut

Ketiga personal identity, dimensi ini menyajikan perihal data tentang bagaimana penggunaan isi media untuk memperkuat atau menonjolkan sesuatu yang penting dalam

Dari tabel juga terlihat keunggulan yang dimiliki oleh sistem baru yang berbasis web, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah permohonan jauh lebih

Sistem lama yang segala pekerjaan (proses pencarian, pencatatan data dan pengolahan data masih bersifat manual) dinilai belum bisa bebas dari kesalahan dan

ada dapat dikembangkan sebagai alat pengendalian Simanjuntak G, Umar AI, Pitoyo PD, et al. vektor DBD yang produktif dan aplikatif. Pencegahan dan penanggulangan penyakit

sehingga disimpulkan terdapat peelaksanaan pendidikan agama Islam dan efeknya terhadap perilaku sosial mahasiswa angkatan 2017 prodi PAI UIN Raden Fatah Palembang, oleh

Upaya apa saja yang telah dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Desa Kayuambon Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat agar tepat waktu dalam