POLA INTEGRASI TERNAK BABI DENGAN TANAMAN UBI
JALAR YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN
DI MINAHASA
JEANETTE ETTY MAGDALENA SOPUTAN
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Ilmu Ternak
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFOMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pola Integrasi Ternak Babi
dengan Tanaman Ubi Jalar yang Berwawasan Lingkungan di Minahasa adalah karya
saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Februari 2012
ABSTRACT
JEANETTE ETTY MAGDALENA SOPUTAN. The Integration of Pig Patterns with Sweet Potato Plant Based on Environmental Friendly Concept in Minahasa. Under direction of ASNATH FUAH, ISWANDI ANAS, I KOMANG G. WIRYAWAN.
Most of the farmers in Minahasa of North Sulawesi, especially in rural areas rear their pigs behind or beside their houses, pig waste are sent directly into the river or on the stack on the back of the pig cage. Which is resultedon the environmental pollution. Study on the pig integrated farming was conducted from August 2010 to October 2011 in Minahasa to assess the productivity and benefit obtained from the integrated patterns. The method used in this study was survey and field observations, followed by implementations of the integrated model. During first phase, field observations and interviews with pig farmers were conducted to get information about the pig rearing and production.In the experiment sweet potato leaves were used in pig rations, using six head of pigs of ± 36 kgs of body weight. These animals were owned by localfarmer and treated as what farmer did in feeding the pigs. Separately, ten head of pigs, weighted ± 36 kgs/pig were caged and treated using a balance feed nutrition. Rations consisted of yellow corn, rece bran, coconut cake, fish meal and sweet potato wastes, containing 14:33% crude protein and energy bruto (EB) 3103.49 kcal / kg. Far this, a set of biogas system was in falled near the cages. The animal wastes use as fertilizer applied to sweet potato plants. These experiments using local varieties of white sweet potatoes with the provision of fertilizer and dosage as follows: P0 = no fertilizer (control) P1 = 100% inorganic fertilizer (20 g) P2 = 50% inorganic fertilizer (10 g) P3 = 50% sludge (150 g) P4 = 100% sludge (300 g) a combination of inorganic P5 = 50% (10 g) and 50% sludge (150 g). Experimental design used in this experimental study was Completely Randomized Design (CRD) with six treatments and four replications. The results showed thatthe average production of biogas in this system was 149 037 ml / day (149 liters / day), with the highest results was 182 literswhich can be usedas long as 45 minutes cooking time.Chemical analysis of nutrient content contained in the sludge produced from pig manure was N 0.44%, P 0.23% and 0.06% K. The use of inorganic fertilizer and organic fertilizer sludge on sweet potato plants did not give significant influences on the average weight of tubers (196 grams to 239 grams / hole). The average weight of stover ranged from 675 grams to 938 grams / hole. Marketable size of tubers in this study ranged from 78% to 95%, whereas, those tubers whice were not ranged from 5% to 22%. Nutrient content of sweet potato tuber was almost the same for all treatments, especially the protein content:PO 1, 39%, 2.25% P1, P2 1.18%, 0.82% P3, P4 1.00%, 1.22% P5 and Beta- PO N 28.87%, 28.87% P1, P2 19.80%,18.34% P3, P4 16.02%, 21.81% P5.From the results obtained from this study, it can be concluded that pig farming was still in traditional ways, with low management and low input, but still depending on commercial feed. This type of farming had big effect on surrounding envieroment through air polution. Integration of pig farming with sweet potato plants, is quite applicative to be implemented of pig farming by farmers.Providing benefit to farmer, beside the pig and potato production there was additional benefit including energy and fertilizer. Economically, ten pigs could produce as many as 182 liter biogas which equivalent to 1.4 literkerosene thus the farmer could saving up to Rp11 200. The utilization from organic fertilizer sludge gave the highest yield (95%) of sweet potato. Sludge as much as 100 kg could produce 216 kg tubers and may generate income of Rp216 000, while stover and sweet potato can be used as animal feed. Additional advantage of this model should be a free and clean environment, from pollution, and soil improvement, including proper waste management applied by farmers.
RINGKASAN
JEANETTE ETTY MAGDALENA SOPUTAN. Pola Integrasi Ternak Babi dengan Tanaman Ubi yang Berwawasan Lingkungan di Minahasa. Dibimbing oleh ASNATH M FUAH, ISWANDI ANAS DAN I KOMANG G WIRYAWAN.
Ternak babi merupakan ternak yang sangat potensial untuk dikembangkan di Sulawesi Utara. Hal ini disebabkan masyarakat Sulawesi Utara khususnya Minahasa merupakan konsumen produk daging babi terbesar. Masyarakat Minahasa (Sulawesi Utara), khususnya di pedesaan masih memelihara ternak babi dipinggir kali atau sungai dan di belakang rumah, sehingga cara tersebut menyebabkan pencemaran lingkungan. Tujuan pemeliharaan ternak babi masih terbatas pada fungsinya ternak sebagai penghasil daging dan bukan sebagai penghasil gas bio dan pupuk.
Pendayagunaan limbah peternakan untuk menunjang usaha tanaman, bermakna pula sebagai upaya untuk mengurangi pencemaran. Ternak babi sebagai penghasil kotoran yang dapat diproses lanjut untuk menghasilkan gas bio, merupakan salah satu alternatif untuk menanggulangi masalah kelangkaan energi saat ini. Disamping itu hasil akhir dari proses pembuatan gas bio yaitu lumpur keluaran gas bio (sludge), dapat digunakan untuk pupuk tanaman pangan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi dari petani/peternak tentang tata cara pemeliharaan ternak babi, mengembangkan pola integrasi yang aplikatif, menganalisis efisiensi produksi dan keterlibatan petani/peternak dalam pola integrasi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) survey yang meliputi observasi lapangan dan wawancara, 2) pertambahan bobot badan diperoleh dari selisih antara bobot badan akhir dengan bobot badan awal percobaan, 3) produksi gas diukur setiap hari menggunakan rumus silinder, 4) pengaruh penggunaan pupuk menggunakan rancangan acak lengkap dengan enam perlakuan dan empat ulangan, 5) nilai ekonomis didapat dari hasil kesetaraan setiap produk yang dihasilkan.
Hasil penelitian pertambahan bobot badan ternak babi per ekor per hari dari kesepuluh ternak babi yang diberikan ransum perlakuan dan brangkasan ubi jalar berkisar 0.22 kg-0.43 kg. Pertambahan berat badan babi per ekor per hari untuk keenam ternak babi yang diberikan ransum peternak pada penelitian ini berkisar 0.29 kg-0.45 kg. Nilai ekonomis ransum yang digunakan oleh peternak (Rp3 562/ kg) masih lebih tinggi harganya, dibandingkan dengan ransum perlakuan (Rp2 260/kg). Volume biogas yang dihasilkan dalam penelitian ini 182 liter/hari, hasil analisis kimia unsur hara yang terkandung dalam sludge asal kotoran ternak babi adalah N (0.44%), P (0.23%) dan K (0.06%).
anorganik 100% (P1) 938 g/tanaman, pupuk anorganik 50% (P2) 987 g/tanaman,
sludge 50% (P3) 675 g/tanaman, sludge 100% (P4) 750 g/tanaman, pupuk anorganik 50% dan sludge 50% (P5) 925 g/tanaman. Ukuran umbi yang dapat dipasarkan berkisar antara 78%-95%, sedangkan yang tidak dapat dipasarkan berkisar antara 5%-22%. Kandungan gizi umbi ubi jalar hampir sama untuk semua perlakuan, khususnya protein PO (1. 39%), P1(2.25%), P2 (1.18%), P3 (0.82%), P4 (1.00%), P5 (1.22%) dan Beta-N PO (28.87%), P1 (28.87%), P2 (19.80%), P3 (18.34%), P4 (16.02%), dan P5 (21.81%).
Pemanfaatan limbah ternak babi menghasilkan biogas sebagai energi alternatif dapat menurunkan biaya bahan bakar. Penggunaan sludge sebagai pupuk organik dapat menurunkan biaya pupuk dan meningkatkan produksi umbi ubi jalar. Dengan demikian umbi ubi jalar dapat dijadikan bahan makanan yang layak dikonsumsi oleh manusia. Umbi ubi jalar di Desa Sumarayar telah diujicoba dengan diolah menjadi keripik dan mie, sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Brangkasan ubi jalar dapat digunakan sebagai pakan ternak. Penggunaan brangkasan sebagai pakan ternak menurunkan biaya pakan dan meningkatkan bobot badan ternak babi. Keuntungan bagi lingkungan dengan pola integrasi ini tidak ada limbah yang terbuang (zero waste) sehingga dapat mengatasi pencemaran lingkungan.
Konsep integrasi ini berdampak pada aspek budidaya, sosial dan ekonomi yang positif. Aspek budidaya ternak semakin efisien dengan ketersediaan pakan ternak yang dapat dilakukan secara kontinu. Aspek sosial, masalah sosial yang terjadi akibat limbah yang melimpah menimbulkan bau, dapat diatasi. Aspek ekonomi, secara ekonomis dengan pola ini petani dapat meningkatkan efisiensi usaha.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan pustaka suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
POLA INTEGRASI TERNAK BABI DENGAN TANAMAN UBI
JALAR YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN
DI MINAHASA
JEANETTE ETTY MAGDALENA SOPUTAN
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Ilmu Ternak
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji luar ujian tertutup :
1. Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS 2. Dr. Ir. Panca Dewi M, MS
Penguji luar ujian terbuka :
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Disertasi : Pola Integrasi Ternak Babi dengan Tanaman Ubi Jalar yang Berwawasan Lingkungan di Minahasa
Nama : Jeanette Etty Magdalena Soputan NIM : DO61040081
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Asnath M. Fuah, MS
Ketua
Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, M.Sc Prof. Dr. Ir. I Komang G Wiryawan Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Ternak
Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
PRAKATA
Kemuliaan kepada Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus, karena
berkat dan rahmatNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.
Karya ilmiah dengan judul Pola Integrasi Ternak Babi dengan Tanaman Ubi
Jalar yang Berwawasan Lingkungan di Minahasa, berkaitan dengan keiginan penulis
untuk menerapkan aplikasi penelitian ini untuk meningkatkan kesejahteraan
petani/peternak di Minahasa, mengingat keberadaan sumberdaya pangan lokal yang
tersedia.
Penyelesaian karya ilmiah ini dapat terlaksana berkat bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
disampaikan kepada :
Ibu Dr. Ir. Asnath M. Fuah, MS, bapak Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, M.Sc.,
bapak Prof. Dr. D. T. H. Sihombing, M.Sc (Alm), dan bapak Prof. Dr. Ir. I
Komang G. Wiryawan, selaku komisi pembimbing atas petunjuk, saran, dan
bimbingan kepada penulis sehingga karya ilmiah dapat diselesaikan.
Pimpinan dan staf Sekolah Pascasarjana, Pimpinan dan staf Program Studi
Ilmu Ternak Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Rektor
Universitas Sam Ratulangi Manado, dekan dan staf dosen Fakultas Peternakan
Universitas Sam Ratulangi Manado.
Pimpinan dan staff Proyek BPPS DIKTI 2004, Pemerintah Provinsi Sulawesi
Utara atas bantuan sebagian dana dan kesempatan tinggal di Asrama Sam
Ratulangi Bogor, serta Pimpinan dan staf APTIK.
Bapak Uskup dan para Pastur atas doa dan semangat sehingga penelitian ini
dapat diselesaikan.
Kepala Sekolah SMA Presiden Cikarang, Dr. C. Suyadi, MM atas dorongan
semangat yang diberikan.
Kepada para responden dan keluarga besar Rewah di desa Sumarayar
Kabupaten Minahasa yang telah membantu memberikan data serta fasilitas
Dr. Edwin L. A. Ngangi dan Dr. Josephine L. P. Saerang, atas dukungan dan
bantuannya.
Teman-teman seasrama Bogor Baru lebih khusus kepada Dr. R. Tulung, Ir. T.
Ransaleleh, MSi, Ir. L. Lambey, MSi, Ir. D. Pijoh, MSi dan Only Rembet,
yang banyak membantu dan mendorong penulis untuk menyelesaikan studi.
Keluarga Besar Raco-Pondaag, khususnya papi mertua (Alm) dan mami
mertua yang selalu mendoakan dan membantu penulis untuk menyeselesaikan
studi.
Keluarga Besar Soputan-Wuwungan dan Keluarga Besar Manua-Kasenda atas
segala doa dan perhatian serta bantuannya.
Yang terkasih Mama dan Papa (Alm/a), sebagai tanda bakti dan ucapan terima
kasih atas segalah doa dan perjuangannya. Yang terkasih adik Eddy dan Leni
atas doa, bantuan dan semangat yang selalu diberikan.
Yang tersayang anak Philipus Francis dan suami Dr. Jozef Richard Raco, MA,
M.Sc., atas segala doa dan pengorbanan yang sudah diberikan selama
menempuh pendidikan doktoral di Bogor.
Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak,
dengan harapan semoga Allah sumber rahmat dan berkat selalu menyertai bapak dan
ibu. Sebagai suatu hasil dari proses belajar, penulis menyadari karya ilmiah ini tidak
lepas dari kekurangan dan keterbatasan. Untuk itu penulis memerlukan masukan yang
konstruktif guna penyempurnaannya. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat
bagi kita, terutama dalam pengembangan ilmu produksi dan tenologi peternakan.
Bogor, Pebruari 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Manado pada tanggal 4 Januari 1969 dari pasangan
Bapak Welly Harth Soputan (Alm) dan Ibu Fonlyn Paulina Manua (Alma). Penulis
adalah anak pertama dari dua bersaudara. Pada tanggal 8 Agustus 1995, penulis
menikah dengan Dr. Jozef Richard Raco, MA, MSc., dan dikarunia seorang putra,
Philipus Francis.
Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana pada Program Studi Ilmu Produksi
Ternak Fakultas Peternakan Unsrat, tahun 1992. Tahun 2000, penulis menyelesaikan
studi pada program magister di Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana
Unsrat. Tahun 2012, penulis menyelesaikan studi pada program doktor pada Program
Studi Ilmu Ternak Sekolah Pasca Sarjana IPB, Bogor. Selama studi S3 penulis
mendapat bantuan beasiswa BPPS.
Sejak tahun 1994 penulis diangkat sebagai dosen pada Program Studi Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan, Fapet Unsrat.
Judul Penelitian Skripsi (S1) : “Performance Ternak Babi sedang Tumbuh yang Diberikan Tepung Bulu Ayam (Feather Meal)
sebagai Pengganti Tepung Ikan dalam Ransum”
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ……… xix DAFTAR GAMBAR ……… xxi DAFTAR LAMPIRAN ……… xxiii
1 PENDAHULUAN ……….……….… 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 3
1.3 Kerangka Pemikiran ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
1.5 Kebaruan ... 5
2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Keadaan umum Minahasa ... 7
2.2 Ternak dan Lingkungan ... 8
2.3 Pemanfaatan Limbah Ternak sebagai Biogas dan Pupuk Organik ……. 9
2.3.1 Limbah ternak ... 9
2.3.2 Pengertian biogas ... 10
2.3.3 Prinsip pembuatan biogas ... 11
2.3.4 Teknik pembuatan biogas ... 13
2.3.5 Manfaat biogas ... 14
2.3.6 Pupuk organik sisa pembuatan biogas ... 16
2.4. Ubi Jalar ... 17
2.4.1 Daerah asal dan penyebaran ubi jalar ... 17
2.4.2 Jenis tanaman ... 18
2.4.3 Kandungan gizi ubi jalar ... 20
2.4.4 Manfaat dan kegunaan ubi jalar ... 21
2.5 Peternakan dalam Sistem Usaha Tani... 22
3 BAHAN DAN METODE... 27
3.1 Tempat dan Waktu ... 28
3.2 Bahan dan Alat... 28
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35
4.1 Karakteristik Peternak ... 35
4.2 Sistem Pemeliharaan Ternak Babi ... 38
4.3 Produktivitas Ternak Babi ……… 40
4.3.1 Pertambahan Bobot Badan ...…….. 40
4.3.2 Nilai Ekonomis Ransum Peternak dan Ransum Perlakuan ……… 44 4.4 Pemanfaatan Biogas Limbah Ternak Babi ………. 45
4.4.1 Volume Gas Limbah Ternak Babi ………. 45
4.4.2 Analisa Tekno Ekonomi Biogas ……… 48
4.4.3 Lumpur Keluaran Biogas Limbah Ternak Babi (sludge) ………... 48
4.5 Pengaruh Penggunaan Pupuk Anorganik dan Pupuk Organik Sludge pada Tanaman Ubi Jalar ... 49
4.5.1 Bobot Umbi Ubi Jalar ... 49
4.5.2 Bobot Brangkasan (Daun dan Batang) Ubi Jalar ... 50
4.5.3 Bobot Umbi yang Dapat Dipasarkan ... 50
4.5.4 Kandungan Gizi Umbi Ubi Jalar ... 51
4.6 Efisiensi Penerapan Sistem Integrasi Ternak Babi dengan ………. 53
4.7 Pembahasan Umum …... 59
5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 61
5.1 Kesimpulan ... 61
5.2 Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 63
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Perkembangan jumlah ternak di Indonesia ……… 9
2 Komposisi gas dalam Gasbio ………. 11
3 Komposisi gas yang terdapat dalam biogas skala rumah tangga ………... 14
4 Perbandingan gasbio dengan jumlah kalor yang lain ………... 15
5 Kandungan gizi dalam tiap 100 gram daun ubi jalar segar ………. 21
6 Rataan pertambahan bobot badan ternak babi berdasarkan ransum perlakuan …. 40 7 Rataan pertambahan bobot badan ternak babi berdasarkan ransum perlakuan …. 41 8 Komposisi zat-zat makanan ransum perlakuan dan peternak ……… 42
9 Susunan dan harga bahan makanan ransum peternak ………. 44
10 Susunan dan harga bahan makanan ransum perlakuan ……….. 44
11 Volume biogas dan waktu memasak ……….. 46
12 Perbandingan aplikasi biogas kayu bakar dan minyak tanah ……….. 47
13 Pengaruh pemupukan terhadap produksi ubi jalar ……….. 49
14 Kandungan gizi umbi ubi jalar dengan pemberian pupuk anorganik dan organik sludge ………... 52
15 Kandungan gizi brangkasan ubi jalar dengan pemberian pupuk anorganik dan organik sludge ……… 52
16 Nilai ekonomis pola integrasi ternak babi dengan tanaman ubi jalar ………. 55
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Kerangka Pemikiran ……… 4 2 Peta Minahasa ………. 7 3 Proses produksi gas metana ……… 12 4 Umbi ubi jalar putih varietas lokal ………. 19 5 Daun ubi jalar ……… 22 6 Bagan Alur Kegiatan Penelitian …..……… 27 7 Alat Pencerna Biogas ……… 29 8 Tabung Pengumpul Gas ………... 30 9 Persentase umur peternak ………. 35 10 Persentase tingkat pendidikan peternak ……… 36 11 Persentase pendidikan non formal peternak ………. 36 12 Persentase pekerjaan utama peternak ……… 37 13 Persentase tujuan beternak babi peternak ……… 37 14 Persentase dan penggunaan hijauan sebagai pakan babi peternak …. 38 15 Persentase sumber air minum ternak babi peternak ……… 38 16 Persentase letak kandang babi peternak ……… 39 17 Persentase pengolahan limbah ternak babi peternak ………... 39 18 Laju Pertambahan bobot badan babi per ekor per minggu berdasarkan
ransum Perlakuan dan ransum peternak ………... 43 19 Produksi biogas setiap hari ……… 45 20 Efisiensi penerapan sistem integrasi ternak babi dengan tanaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Analisis keragaman pertambahan berat badan ternak babi………….. 69 2 Bobot umbi per lubang tanam………... 70 3 Rataan umbi ubi jalar ……… 71 4 Analisis keragaman bobot umbi ubi jalar ………. 72 5 Bobot brangkasan ubi jalar ……… 73 6 Rataan brangkasan ubi jalar ……….. 74 7 Analisis keragaman brangkasan ubi jalar ……….. 75 8 Prosentasi ukuran umbi yang dapat dipasarkan ………. 76 9 Analisis keragaman persentase umbi yang dapat di pasar kan …………. 77 10 Perhitungan volume gas ………. 78 11 Rata-rata jumlah feses per hari ……….. 79 12 Analisis lumpur biogas ……….. 80 13 Analisis bahan makanan ternak ………. 81 14 Analisis tanah Desa Sumarayar ……… 82 15 Kuesioner pengambilan data lapangan ………. 83
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknologi beternak babi di Indonesia kebanyakan berasal dari
negara-negara sub tropis yang sering kali membutuhkan biaya pemeliharaan yang tinggi.
Teknologi beternak babi yang sesuai dengan situasi dan kondisi petani peternak
didaerah pedesaan masih perlu digali dan dikembangkan lagi sehingga menjadi
suatu teknologi beternak babi yang tangguh dan merakyat.
Teknologi beternak babi hendaknya mampu memenuhi syarat-syarat :
mudah artinya tidak membutuhkan pendidikan khusus, murah, terjangkau oleh
kebanyakan petani peternak, sesuai dengan sifatnya sebagai usaha sampingan,
artinya tidak menyita waktu dan tenaga petani, memiliki daya dukung terhadap
usahatani tanaman, dan tidak mencemari lingkungan.
Dalam mengembangkan peternakan, harus diingat dampak negatifnya
terhadap lingkungan hidup. Oleh karena itu, perlu dipikirkan perencanaan terpadu
yang disamping mengoptimalkan produksi dan benefit, juga melibatkan
pengendalian limbah dan pencegahan pencemaran. Pendayagunaan limbah
peternakan untuk menunjang usahatani tanaman, bermakna pula sebagai upaya
mengurangi pencemaran. Ternak babi sebagai penghasil kotoran yang dapat
diproses lanjut untuk menghasilkan biogas, merupakan salah satu alternatif untuk
menanggulangi masalah kelangkaan energi saat ini. Hasil akhir dari proses
pembuatan biogas yaitu lumpur keluaran biogas (sludge), dapat digunakan sebagai pupuk organik tanaman pangan.
Usaha pemeliharaan ternak dengan biaya yang murah dan tata cara bertani
dengan menggunakan pupuk yang tepat akan meningkatkan nilai kotoran menjadi
limbah organik yang bermanfaat. Isu tentang pertanian yang berkelanjutan dan
konservasi lingkungan semakin berkembang selama dekade terakhir ini. Pertanian
berkelanjutan dititikberatkan pada produksi optimum dan lestari, bukan pada
produksi maksimum. Oleh karena itu, pengurangan ketergantungan pertanian
terhadap pupuk kimia dan pestisida memberikan kontribusi terhadap berjalannya
pertanian berkelanjutan .
Salah satu alternatif yaitu pemanfaatan pupuk organik. Pupuk organik
2
organik seperti pupuk dari kotoran ternak selain menjadi sumber hara bagi
tanaman, memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air,
menaikkan kondisi kehidupan didalam tanah dan sebagai sumber zat makanan
bagi tanaman (Simamora et al. 2006; Badan Litbang Pertanian 2000).
Menurut Hartoko (1988) permasalahan peternakan babi rakyat yang
diusahakan dengan tujuan mendukung usahatani tanaman masih belum banyak
diungkapkan oleh para ahli di Indonesia. Sementara, desa-desa di daerah
Minahasa (Sulawesi Utara) penduduknya masih memelihara ternak babi dipinggir
kali atau sungai, di belakang bahkan di depan rumah, sehingga cara tersebut
mengakibatkan pencemaran lingkungan. Tujuan pemeliharaan masih terbatas pada
fungsi ternak sebagai penghasil daging dan bukan sebagai penghasil gas bio dan
pupuk.
Menurut Sabrani et al. (1981) petani ternak tradisional lebih mementingkan nilai kegunaan ternak bagi pemenuhan kebutuhan
rumahtangganya. Tujuan beternak babi di Minahasa adalah sebagai tabungan
keluarga yang sewaktu-waktu dapat dijual, selain itu untuk pemenuhan gizi
protein hewani pada hari-hari raya, pesta pernikahan dan selamatan. Pada
umumnya masyarakat di Desa Sumarayar yang mempunyai ternak juga memiliki
lahan pertanian tanaman pangan, tetapi belum memanfaatkan kotoran ternak
sebagai pupuk tanaman pangan, dan penghasil gas bio sebagai sumber energi.
Pemerintah daerah Sulawesi Utara mempunyai kekhawatiran dengan
kenaikan harga bahan bakar minyak saat ini, dimana masyarakat mulai beralih
dari bahan bakar minyak ke kayu bakar sehingga banyak terjadi pemotongan
pohon secara liar, yang tentu akan mengancam kelestarian lingkungan.
Saat ini di Minahasa, pemerintah telah membagikan kompor dan tabung
gas elpiji seberat tiga kg per keluarga, untuk menggantikan bahan bakar minyak,
tetapi kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Masyarakat belum mau untuk
menggunakan kompor dan tabung tersebut, karena takut akan dampak negatif dari
gas elpiji seperti yang sering diberitakan, sehingga kepala desa berusaha untuk
mencari solusi pembuatan instalasi biogas, tetapi kendalanya pada biaya dan
3
Berdasarkan hal tersebut diatas, pola integrasi ternak dengan tanaman
pangan mampu menjamin keberlanjutan produktivitas lahan melalui kelestarian
sumberdaya alam yang ada. Peran ternak dapat dimasukkan dalam bagian integral
sistem usaha tani untuk saling mengisi dan bersinergi yang memberi hasil dan
nilai tambah optimal (Dwiyanto dan Haryanto 2003). Ternak selain menghasilkan
daging sebagai produk utama, juga menghasilkan hasil sampingan berupa feses
dan urine yang sampai saat ini masih dianggap sebagai masalah, dengan inovasi
sederhana dapat diubah menjadi sumber energi alternatif yaitu biogas dan pupuk
yang bemutu.
Integrasi ternak babi dengan tanaman ubi jalar mengacu pada konsep
LEISA: ”Low External Input Sustainable Agriculture” (Reijntjes et al. 1992) merupakan alternatif yang perlu dicoba, upaya optimalisasi pemanfaatan sumber
daya lokal berupa tanaman pangan atau limbahnya sebagai pakan ternak,
sementara kotoran ternak dapat diproses menjadi sumber energi (gasbio) dan
pupuk organik yang dibutuhkan oleh tanaman, sehingga tidak ada limbah yang
terbuang (Zero Waste). Dengan demikian integrasi ternak babi dengan tanaman
ubi jalar yang berwawasan lingkungan, diharapkan dapat merupakan salah satu
jalan keluar dalam upaya mempertahankan pertanian yang berkelanjutan di
Minahasa (Sulawesi Utara), sekaligus mempertimbangkan aspek-aspek ramah
lingkungan, secara sosial budaya diterima masyarakat dan secara ekonomi layak.
1.2 Tujuan Penelitian
Mendapatkan informasi dari petani/peternak tentang bagaimana tatacara
pemeliharaan ternak babi yang mereka lakukan.
Mengembangkan pola integrasi yang aplikatif yang mampu meningkatkan
produksi dan efisiensi usaha.
Menganalisis efisiensi produksi dan keterlibatan petani/peternak dalam
4
Gambar 1 Kerangka pemikiran pola integrasi ternak babi dengan tanaman ubi jalar berwawasan lingkungan di Minahasa.
Tujuan Karakteristik Peternak Babi
- Tujuan beternak
- Manajemen pemeliharaan
Peningkatan kesejahteraan Keterpaduan Ternak Babi dan
Tanaman Ubi Jalar
Zero waste
Ternak Babi Feses dan urine
Pengolahan limbah
Bio Gas
Rumah Tangga
Sludge/pupuk organik
5
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat hasil penelitian sistem integrasi ternak babi dengan tanaman ubi
jalar diharapkan :
Membantu mengatasi dan menanggulangi pencemaran lingkungan yang
diakibatkan oleh limbah ternak babi
Menanggulangi kelangkaan bahan bakar
Mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah
Mendukung ketahanan pangan melalui penyediaan pangan yang
berkualitas dan bergizi
1.4 Kebaruan
Kebaruan pada penelitian ini yaitu aplikasi pola integrasi ternak babi
dengan tanaman ubi jalar disesuaikan dengan tipologi lokasi, ekologi, ekonomi,
sosial budaya serta introduksi teknologi guna meningkatkan produksi dan
7
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keadaan Umum Minahasa
Kabupaten Minahasa merupakan salah satu dari enam kabupaten/kota di
Propinsi Sulawesi Utara yang secara geografis terletak antara 0o25’ – 1o58’ LU dan 124o 20’ – 125o20’BT. Berdasarkan hasil pengukuran dari Peta Rupa Bumi Bakorsultanas skala 1 : 50 000 panjang garis pantai Minahasa adalah 552 319 m
seperti terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Peta Minahasa.
Luas wilayah Kabupaten Minahasa adalah 4 168 km2 yang terdiri dari 38
kecamatan dan 528 desa/kelurahan. Luas daratan menurut penggunaannya terdiri
dari: lahan pekarangan 10 379 ha, tegal/kebun 96 725 ha, ladang/huma 39 978 ha,
padang rumput 2 981 ha, rawa 2 774 ha, tambak 449 ha, kolam/tebat 1 122 ha,
sawah 18 759 ha, lahan yang tidak diusahakan 22 223 ha, hutan rakyat 16 784 ha,
hutan Negara 41 742 ha, perkebunan 147 385 ha, dan lain-lain 21 040 ha.
Kabupaten Minahasa didominasi oleh kelas ketinggian 101-500 m
(44.07%), kemudian diikuti oleh kelas ketinggian 501-1 000 m (35.30%), 0 -100
8
Sedangkan berdasarkan kemiringan tanah adalah : 0-2o (14.90%), 3-15o (27.34%),
16-40o (41.69%) dan kemiringan 40o (16.07%).
Kondisi geologi sebagian besar adalah wilayah vulkanik muda, sejumlah
besar erupsi serta bentuk kerucut gunung berapi aktif yang hampir padam
menghiasi Minahasa bagian tengah, yang material-material hasil letusannya
berbentuk padat serta lain-lain bahan vulkanik lepas. Semua bahan vulkanik itu
membentuk pegunungan (otogenesa) menghasilkan morfologi yang berbukit-bukit dan bergunung dengan perbedaan relief topografik yang cukup besar. Secara
umum Kabupaten Minahasa dikelilingi oleh 14 buah gunung yang diantaranya
terdapat tiga gunung api aktif yaitu Gunung Soputan (1 780 m), Gunung Lokon (1
580 m) dan Gunung Mahawu (1 371 m), yang merupakan hulu dari 12 sungai
besar dengan tujuh danau.
Jenis tanah pada umumnya adalah Aluvial, kemudian Organosea, Regosol,
Andosol, Litosol, Mediteran, Podsolik serta Latosol. Kisaran suhu rata-rata adalah
12oC sampai 30oC dengan kelembaban nisbi 86.8%, penyinaran matahari 59.60%,
curah hujan rata-rata pada sepuluh tahun terakhir yaitu 3 138.60 mm/tahun
(Pemprov. Sulut 2003).
Desa Sumarayar adalah salah satu desa dari tujuh desa yang ada di
Kecamatan Langowan Timur Kabupaten Minahasa. Desa Sumarayar memiliki
luas wilayah 1.15 ha dengan jumlah penduduk 1 403 orang. Ketinggian wilayah
adalah + 728 m diatas permukaan laut. Topografi wilayah Sumarayar adalah
dataran dan bukan pesisir (Badan Pusat Statistik 2010).
2.2 Ternak dan Lingkungan
Usaha peternakan dapat memberikan manfaaat yang besar dilihat dari
perannya sebagai penyedia protein hewani. Hal ini merupakan titik tolak
pengembangan program peternakan, yang tentunya akan diikuti dengan
peningkatan jumlah ternak (Tabel 1).
Dari tabel perkembangan jumlah ternak di Indonesia terlihat terjadi
peningkatan jumlah ternak, hal ini tentunya akan diikuti dengan peningkatan
limbah peternakan. Tidak dapat dipungkiri limbah ternak akan menjadi penyebab
9
Tabel 1 Perkembangan jumlah ternak di Indonesia (ribuan ekor)
Jenis Ternak Tahun
Sumber: Indikator pertanian dalam Booklet BPS edisi Maret 2009.
Undang Undang Lingkungan Hidup No 23 Tahun 1997, pasal 1 ayat 12,
menyatakan pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya
mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh
kegiatan manusia, sehingga kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan hidup tidak berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.
Mendirikan suatu usaha peternakan perlu perencanaan yang matang, tidak
hanya terfokus pada aspek produksi, tetapi harus memperhatikan penanganan
hasil sampingan dari ternak yaitu limbah ternak. Limbah ternak ini harus diolah
dengan inovasi teknologi, karena limbah ternak ini selain baunya yang tidak
sedap, keberadaannya juga mencemari lingkungan, mengganggu pemandangan
dan merupakan sumber penyakit. Inovasi penggunaan instalasi biogas merupakan
salah satu alternatif dalam penanggulangan limbah ternak. Dengan instalasi biogas
akan diperoleh gas sebagai bahan bakar dan pupuk organik dari sisa fermentasi
bahan organik dalam digester.
2.3 Pemanfaatan Limbah Ternak Sebagai Biogas dan Pupuk Organik
2.3.1 Limbah Ternak
Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari
suatu kegiatan dan proses produksi baik pada skala rumah tangga maupun
10
merupakan bahan buangan (terbuang atau dibuang) dari suatu sumber aktivitas
manusia maupun proses-proses alam dan tidak atau belum memiliki nilai
ekonomi, bahkan dapat memiliki nilai ekonomi yang negatif. Nilai ekonomi yang
negatif ini karena pengolahan untuk pembuangan atau pembersihan limbah
memerlukan biaya yang cukup besar, disamping dapat mencemari lingkungan
(Murtadho dan Sa’id 1988).
Limbah peternakan adalah semua buangan dari usaha peternakan yang
berbentuk padatan maupun cairan. Limbah padat adalah semua limbah yang
dibuang dalam fase padatan yang berupa kotoran, ternak mati ataupun isi perut
dari pemotongan hewan (Soehaji 1992).
Algamar (1986) berpendapat bahwa limbah industri pertanian kebanyakan
menghasilkan limbah yang bersifat cair ataupun padat, yang masih kaya dengan
bahan organik dan mudah mengalami penguraian. Demikian juga halnya limbah
ternak mengandung bahan organik yang berpotensi sebagai bahan pencemar jika
tidak dikelola dengan baik.
Sihombing (1997) menyatakan, pemanfaatan limbah peternakan (kotoran
ternak) dapat juga digunakan sebagai pupuk. Secara sederhana pupuk dapat
dikatakan sebagai bahan-bahan yang diberikan pada lahan agar dapat menambah
unsur-unsur hara atau zat-zat makanan yang diperlukan tumbuhan baik secara
langsung ataupun tidak langsung.
2.3.2 Pengertian Gasbio
Gasbio adalah kumpulan gas-gas yang timbul dari proses fermentasi
bahan-bahan organik yang dapat dicerna oleh mikroorganisme dalam keadaan
anaerob. Bahan baku untuk menghasilkan gas bio atau gas metana (CH4) adalah
pelbagai limbah pertanian, limbah organik industri, dan kotoran ternak maupun
manusia, dengan kata lain semua limbah yang berupa organik (Mahajoeno 2008).
Menurut Hambali et al. (2007) gas bio didefenisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik (seperti kotoran ternak, kotoran manusia,
jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran sayur) difermentasi. Simamora et al.
(2006) menyatakan gasbio adalah gas yang dapat dibakar atau sumber energi yang
merupakan campuran berbagai gas, dengan gas metana dan gas karbon dioksida
11
Tabel 2 Komposisi gas dalam gasbio
Jenis Gas Konsentrasi
Hidrogen Sulfida (H2S) 20-20 000 ppm Nilai kalori (Kcal/m3)* 4 800-6 700 Sumber: Harahap dkk (1978). *Hambali et al. (2007).
Sihombing (1997) menyatakan prinsip dasar untuk menghasilkan gas bio
yaitu kotoran ternak, manusia dan limbah pertanian yang mengandung
bahan-bahan organik jika difermentasi dalam keadaan anaerob akan menghasilkan
gas-gas berupa metan (CH4), karbon dioksida (CO2), ammonia (NH3), hydrogen (H2)
dan sulfide (S) dan salah satu diantaranya yakni gas metan, adalah yang dapat
dibakar dan tergolong gas yang bersih dan relatif murah. Kisaran komposisi gas
dalam gasbio dapat dilihat pada Tabel 2.
Harahap et al. (1978) menyatakan gasbio merupakan bahan bakar yang dapat diperoleh dengan memproses limbah di dalam alat yang dinamakan
penghasil gas bio. Selanjutnya dikatakan bahwa gasbio memiliki nilai kalori
cukup tinggi, yaitu dalam kisaran 4 800-6 700 Kcal/m3, dimana gas metana murni
(100%) mempunyai nilai kalori 8 900 Kcal/m3. Untuk memproduksi gasbio
diperlukan alat atau tabung pencerna yang disebut digester dan tabung pengumpul
gas. Tabung pencerna dan tabung pengumpul gas dapat terbuat dari fiberglass,
semen, drum, dan plastik.
2.3.3 Prinsip Pembuatan Biogas
Pembentukan gasbio dilakukan oleh mikroba pada kondisi anaerob, yang
meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap asidifikasi, dan tahap
metanisasi/fermentasi. Pada tahap hidrolisis terjadi penguraian senyawa rantai
panjang (seperti lemak, protein, dan karbohidrat) menjadi senyawa-senyawa yang
lebih sederhana. Pada tahap asidifikasi terjadi proses pembentukan asam-asam
organik dan pertumbuhan atau perkembangan sel bakteri, sedangkan pada tahap
metanisasi terjadi perkembangan sel mikroorganisme yang menghasilkan gas
12
Gambar 3 Proses pembentukan gas metana (Hambali et al. 2007).
Proses pembentuk biogas dapat dilihat pada Gambar 3. Dalam proses
produksi gas bio ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi, yaitu kondisi
anaerob, bahan baku isian, imbangan C/N, temperatur, dan pH.
1. Kondisi anaerob, instalasi pengolah biogas harus kedap udara (keadaan
anaerob).
2. Bahan baku isian berupa bahan organik seperti kotoran ternak, limbah
pertanian, sisa dapur dan sampah organik. Bahan baku isian ini harus
terhindar dari bahan anorganik seperti pasir, batu, plastik, dan beling.
Bahan isian harus mengandung bahan kering sekitar 7-9%. Keadaan ini
dicapai melalui pengenceran menggunakan air dengan perbandingan 1:1-4
13
3. Imbangan C/N yang terkandung dalam bahan organik sangat menentukan
kehidupan dan aktivitas mikroorganisme. Imbangan C (karbon) dan N
(nitrogen) yang optimum bagi mikroorganisme perombak adalah 25-30.
4. Derajat Keasaman (pH), berpengaruh terhadap kehidupan
mikroorganisme. Derajat keasaman yang optimum bagi kehidupan
mikroorganisme adalah 6.8 – 7.8.
5. Temperatur, pencernaan anaerobik dapat berlangsung pada suhu 5 – 55oC. Temperatur optimum untuk menghasilkan biogas adalah 35oC.
2.3.4 Teknik Pembuatan Biogas
1. Buatlah isian dengan mencampurkan kotoran ternak segar dengan air,
perbandingan 1:1-1.5. Aduklah kotoran sampai merata sambil membuang
benda-benda keras yang mungkin ikut tercampur.
2. Masukkan isian yang telah siap kedalam tabung pencerna melalui pipa
pemasukan isian. Pada pengisian pertama, kran pengeluaran gas yang ada
pada alat pencerna sebaiknya tidak disambungkan dulu ke pipa. Kran
tersebut dibuka agar udara dalam alat pencerna terdesak keluar sehingga
proses pemasukan lumpur kotoran lebih mudah. Pemasukan isian
dihentikan setelah tabung pencerna penuh, yang ditandai dengan keluarnya
buangan dari pipa buangan. Setelah tabung pencerna penuh, kran pengatur
gas yang ada pada tabung pencerna ditutup dan biarkan digester memulai
proses fermentasi.
3. Buka kran pengeluaran gas dan hubungkan dengan pipa pemasukan gas
tabung pengumpul dengan selang karet atau plastik yang telah disiapkan.
4. Masukkan air kedalam drum besar tabung pengumpul gas sampai
ketinggian sekitar 60 cm.
5. Masukkan pula drum kecil kedalam drum besar yang telah diisi air dan
biarkan drum tersebut tenggelam sebagian badannya.
6. Tutup kran pengeluaran gas tabung pengumpul gas.
7. Setelah 3-4 minggu, biasanya gas pertama mulai terbentuk yang ditandai
dengan terangkatnya drum kecil tabung pengumpul gas. Gas pertama ini
perlu dibuang, dengan membuka kran pengeluaran gas tabung pengumpul,
14
yang ditandaidengan turunnya permukaan drum kecil pengumpul gas ke
posisi semula, kran pengeluaran gas ditutup kembali. Beberapa hari
kemudian pembentukan gas CH4 semakin meningkat dan CO2 semakin
menurun. Pada saat komposisi 54% CH4 dan 27% CO2 maka biogas akan
menyala. Selanjutnya biogas yang terbentuk sudah dapat dimanfaatkan
untuk menyalakan kompor.
8. Selanjutnya, digester terus diisi dengan lumpur kotoran ternak secara
kontinu setiap hari sehingga dihasilkan biogas yang optimal.
2.3.5 Manfaat Biogas
Biogas mempunyai banyak manfaat, dapat digunakan sebagai sumber
energi, baik energi listrik, gas untuk memasak, dan pengganti minyak tanah.
Sihombing (1997) menyatakan bahwa kotoran ternak selain dijadikan pupuk
kandang, kotoran ternak juga dapat digunakan untuk menghasilkan biogas.
Biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak
tanah dan gas alam (Haryati 2006). Pemanfaatan energi biogas sebagai pengganti
bahan bakar, khususnya minyak tanah, dapat digunakan dalam skala rumah tangga
untuk memasak. Biogas untuk skala rumah tangga biasanya memiliki komposisi
gas seperti pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi gas yang terdapat dalam gasbio skala rumah tangga
No. Jenis Gas Volume (%)
1. Metana (CH4) 50-60
2. Karbon dioksida (CO2) 30-40
3. Oksigen(O2), H2, dan Hidrogen sulfida (H2S) 1-2
Sumber: Wahyuni 2008
Nilai kalori dari satu meter kubik biogas adalah sekitar 6 000 watt jam
yang setara dengan setengah liter minyak disel. Kesetaraan biogas dengan bahan
15
Tabel 4 Perbandingan gas dengan sumber kalor lain
Keterangan Bahan Bakar Lain
Elpiji 0.46 kg
Minyak tanah 0.62 liter
1 m3 Biogas Minyak solar 0.52 liter
Bensin 0.80 liter
Gas kota 1.50 m3
Kayu bakar 3.50 kg
Sumber: Wahyuni 2008
Penggunaan sistem reaktor biogas memiliki keuntungan, antara lain yaitu
mengurangi efek gas rumah kaca, mengurangi bau yang tidak sedap, mencegah
penyebaran penyakit, panas, daya (mekanis/listrik) dan hasil samping berupa
pupuk padat dan cair. Pemanfaatan limbah dengan cara seperti ini secara ekonomi
akan sangat kompetitif seiring naiknya harga bahan bakar minyak dan pupuk
anorganik. Disamping itu, cara-cara ini merupakan praktek pertanian yang ramah
lingkungan dan berkelanjutan (Widodo et al. 2006). Gas bio dapat dipergunakan dengan cara yang sama seperti gas-gas mudah terbakar yang lain.
Pemanfaatan energi biogas yang terbarukan akan mengurangi
ketergantungan terhadap pemakaian bahan bakar minyak bumi fosil. Biogas selalu
terbarukan mengingat perkembangan populasi ternak yang selalu meningkat
setiap tahunnya, seperti diperlihatkan pada Tabel 1.
Berdasarkan hasil estimasi, seekor sapi dalam satu hari dapat
menghasilkan kotoran sebanyak 10-30 kg/hari, seekor ayam menghasilkan
kotoran 25 g/hari, dan seekor babi dewasa dengan berat 60-120 kg dapat
memproduksi kotoran 4.5 – 5.3 kg/hari. Berdasarkan riset yang pernah ada diketahui bahwa setiap 10 kg kotoran ternak sapi berpotensi menghasilkan 360
liter biogas dan 20 kg kotoran babi dewasa bisa menghasilkan 1 379 liter biogas
(Hambali et al. 2007).
Nilai manfaat kotoran ternak sebagai pupuk kandang tidak berkurang,
bahkan makin meningkat, karena sisa buangan yang berupa lumpur keluaran
16
(fermentasi) dalam digester, sehingga jika digunakan akan mudah terserap
tanaman (Simamora et al. 2006). Selama proses perombakan, bakteri-bakteri patogen dalam kotoran, seperti E. coli, terbunuh sehingga dapat menyehatkan lingkungan (Hambali et al. 2007).
2.3.6 Pupuk Organik Sisa Pembuatan Biogas
Pupuk digolongkan dalam anorganik dan organik. Pupuk anorganik
umumnya disebut juga pupuk buatan, pupuk industri, pupuk kimia atau pupuk
sintesis seperti urea, KCl, NPK dan sebagainya, sedangkan pupuk organik adalah
pupuk hijau, pupuk kandang, kompos dan guano (Sihombing 1997).
Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak baik
berupa kotoran padat (feses) yang tercampur sisa makanan maupun air kencing.
Adapun kandungan unsur hara kotoran babi (padat) adalah: 2.2% nitrogen, 2.1%
fosfor, dan 1% abu, sedangkan unsur hara kotoran babi (cair) 0.6% nitrogen, 0.3%
Fosfor, 0.4% abu (NC State University 2012). Seacara teoritis, satu kg kotoran
segar ternak babi dapat menghasilkan 200 l gasbio. Selanjutnya sisa kotoran
lanjutan setelah pembuatan biogas digunakan untuk pupuk (bahan padat),
makanan ternak, ikan dan untuk memproduksi algae (Maramba 1978).
Simamora et al. (2006) menyatakan bahan keluaran dari sisa proses pembuatan biogas dapat dijadikan pupuk organik, walaupun bentuknya berupa
lumpur (sludge). Pemanfaatan lumpur keluaran biogas ini sebagai pupuk dapat memberikan keuntungan yang hampir sama dengan penggunaan kompos. Sludge
telah mengalami fermentasi anaerob sehingga dapat langsung digunakan untuk
memupuk tanaman.
Sludge yang berasal dari biogas sangat baik untuk dijadikan pupuk karena mengandung berbagai mineral yang dibutuhkan oleh tumbuhan seperti fosfor (P),
magnesium (Mg), kalsium (Ca), kalium (K), tembaga (Cu), dan seng (Zn) (Zuzuki
et al. 2001).
Sisa kotoran dari pembuatan biogas atau dikenal dengan pupuk organik
mempunyai beberapa kelebihan yaitu dapat memperbaiki struktur tanah,
menaikkan daya serap tanah terhadap air, menaikkan kondisi kehidupan di dalam
17
Kandungan unsur hara dalam pupuk organik tidak terlalu tinggi, tetapi
pupuk organik mempunyai keunggulan lain yaitu dapat memperbaiki sifat fisik
tanah (permeabilitas tanah, porositas tanah, struktur tanah, dan daya menahan air,
dan kapasitas tukar kation tanah). Selain itu, pupuk organik memiliki fungsi untuk
menggemburkan lapisan tanah permukaan (topsoil), meningkatkan jasad renik,
serta meningkatkan daya serap dan daya simpan sehingga secara keseluruhan
dapat meningkatkan kesuburan tanah (Suriadikarta dan Setyorini 2005; Simamora
et al. 2006; Anas 2011).
Pengaplikasian pupuk organik dari hasil buangan biogas umumnya sama
dengan pengaplikasian kompos pupuk organik yang berbentuk padatan, biasanya
diaplikasikan dengan cara mengubur pupuk tersebut disekitar tanaman. Untuk
pupuk organik cair pengaplikasian dapat dilakukan dengan cara penyiraman,
langsung ke lahan pertanian, pengaliran air dalam irigasi, dan penyemprotan
secara tepat (Wahyuni 2008)
Limbah ternak sebagai pupuk organik berpotensi besar untuk
dikembangkan secara meluas ditingkat petani di pedesaan sebagai komponen
unggulan dalam sistem usahatani untuk meningkatkan pendapatan rakyat. Jalinan
timbal balik antara cabang usaha ternak dan usaha tanaman merupakan rangkaian
keterpaduan berbagai kegiatan dan sumber daya dalam suatu sistem usahatani.
Hubungan timbal balik langsung terjalin antara usaha ternak dengan tanaman.
Ternak menyediakan pupuk dan tanaman menyumbangkan limbahnya sebagai
pakan ternak. Hal ini merupakan upaya pelestarian sumber daya alam, lingkungan
dan peningkatan pendapatan petani.
2.4 Ubi Jalar
2.4.1 Daerah Asal dan Penyebaran Ubi Jalar
Ubi jalar atau ketela pohon atau ”sweet potato” diduga berasal dari benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi
jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Nikolai
Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, memastikan daerah sentrum primer
asal tanaman ubi jalar adalah Amerika bagian tengah. Ubi jalar mulai menyebar
ke seluruh dunia terutama negara-negara beriklim tropika, diperkirakan pada abad
18
menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama Filipina, Jepang, dan Indonesia
(Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi MIG corp. 2011).
Pada tahun 1960-an ubi jalar sudah meluas hampir di seluruh propinsi di
Indonesia. Pada tahun 1968 Indonesia merupakan negara penghasil ubi jalar
nomor empat di dunia, karena berbagai daerah di Indonesia menanam ubi jalar.
Plasma nutfah (sumber genetik) tanaman ubi jalar yang tumbuh di dunia
diperkirakan berjumlah 1000 jenis, namun baru 142 jenis yang diidentifikasi oleh
para peneliti. Lembaga penelitian yang menangani ubi jalar, antara lain, adalah
International Potato Centre (IPC) dan Centro International de La Papa (CIP). Di
Indonesia, penelitian dan pengembangan ubi jalar ditangani oleh Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Pangan atau Balai Penelitian Kacang-kacangan dan
umbi-umbian (Balitkabi).
2.4.2 Jenis Tanaman
Ubi jalar merupakan tanaman ubi-ubian dan tergolong tanaman semusim
(berumur pendek), yang dapat hidup di berbagai macam kondisi tanah, baik di
dataran rendah maupun di dataran tinggi. Hal ini karena ubi jalar dapat
beradaptasi baik dengan lingkungan (Susilawati, 1998). Ubi jalar termasuk famili
Convolvulaceae, genus Ipomea dan spesies Ipomoea batatas L. Ubi jalar cocok ditanam di daerah dengan ketinggian 500-1 000 meter dpl, suhu 21-27 derajat
Celsius, serta mendapat sinar matahari 10-11 jam/hari. Kelembapan udara (RH)
50%-60%, dengan curah hujan 750 – 1 500 mm/tahun.
Ubi jalar ideal ditanam ditanah pasir berlempung, gembur, banyak
mengandung bahan organik, dengan pH 5.5 - 7. Tanaman ini hanya satu kali
berproduksi dan setelah itu tanaman mati. Tanaman ubi jalar tumbuh menjalar
pada permukaan tanah dengan panjang tanaman dapat mencapai tiga meter,
tergantung pada varietasnya. Ubi jalar berbatang lunak, tidak berkayu, berbentuk
bulat, dan teras bagian tengah bergabus. Batang ubi jalar beruas-ruas, setiap ruas
ditumbuhi daun, akar, dan tunas atau cabang. Batang tanaman ubi jalar ada yang
berbulu dan ada yang tidak berbulu. Warna batang ubi jalar bervariasi antara hijau
dan ungu (Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan
19
Daun ubi jalar berbentuk bulat hati, bulat lonjong, dan bulat runcing,
tergantung pada varietasnya. Daun ubi jalar dalam satu tanaman berjumlah
banyak. Daun ubi jalar berwarna hijau tua dan hijau kuning, sedangkan warna
tangkai dan tulang daun bervariasi, yakni antara hijau dan ungu sesuai dengan
warna batangnya. Bunga tanaman ubi jalar berbentuk terompet. Mahkota bunga
berwarna ungu muda. Buah ubi jalar berkotak tiga. Buah akan tumbuh setelah
terjadi penyerbukan. Di dalam buah banyak berisi biji yang sangat ringan. Biji-biji
tersebut dapat digunakan untuk perbanyakan atau pembiakan tanaman secara
generatif untuk menghasilkan varietas ubi jalar baru.
Umbi tanaman ubi jalar (Gambar 4) merupakan bagian yang dimanfaatkan
untuk bahan makanan. Umbi tanaman ubi jalar memiliki ukuran, bentuk, warna
kulit, dan warna daging bermacam-macam, tergantung varietasnya. Ukuran umbi
tanaman ubi jalar bervariasi, ada yang besar, dan ada yang kecil. Bentuk umbi ubi
jalar ada yang bulat, bulat lonjong (oval), dan bulat panjang. Kulit umbi ada yang
berwarna putih, kuning, ungu, jingga, dan merah. Demikian pula daging umbi ubi
jalar, ada yang berwarna putih, kuning, jingga, dan ungu muda. Struktur kulit
umbi tanaman ubi jalar juga bervariasi antara tipis sampai tebal dan bergetah.
Gambar 4 Umbi ubi jalar putih varietas lokal.
Umbi ubi jalar memiliki tekstur daging bervariasi, ada yang masir
(mempur) dan ada pula yang banyak air. Rasa umbi ada yang manis, kurang
manis, dan ada pula yang gurih. Bentuk dan ukuran umbi merupakan salah satu
kriteria untuk menentukan harga jual di pasaran. Bentuk umbi yang rata (bulat dan
20
Umbi ubi jalar sudah terbentuk pada umur 20-25 hari setelah tanam. Selanjutnya
dapat dipanen pada umur 100-120 hari setelah terbentuknya umbi atau pada umur
4-5 bulan.
Teknologi dibidang pemuliaan tanaman ubi jalar telah banyak menemukan
varietas-varietas (klon) baru yang lebih unggul daripada generasi sebelumnya.
Varietas atau kultivar atau klon ubi jalar yang ditanam di berbagai daerah antara
lain; lampengan, sawo, cilembu, rambo, SQ-27, jahe, klenang, tumpuk, georgia,
layang-layang, karya, daya, borobudur, prambanan, mendut, dan kalasan
(Rukmana 1997). Namun, varietas ubi jalar yang telah ditemukan tersebut
masing-masing memiliki sifat yang berbeda-beda. Perbedaan sifat ini terletak
pada bentuk umbi, ukuran/berat umbi, warna kulit umbi, warna daging umbi,
tekstur daging umbi, rasa umbi, kandungan gizi (terutama pati dan beta karoten),
ketahanan terhadap penyakit, produktivitas, dan daya adaptasi terhadap
lingkungan.
Varitas ubi jalar yang termasuk varietas unggul adalah yang memiliki
syarat-syarat sebagai berikut : 1. produktivitasnya tinggi, dimana memiliki daya
hasil diatas 25 ton/hektar; 2. berumur pendek antara 3-4 bulan; 3. tahan terhadap
hama penggerek ubi (Cylassp.) dan penyakit kudis oleh cendawan Elsinoe sp.; 4. tekstur umbi masir dan memiliki rasa manis; 5. kandungan serat kasar umbi
rendah; dan 6. kandungan gizi umbi tinggi (Juanda dan Cahyono 2000; Rukmana
1997).
2.4.3 Kandungan Gizi Ubi Jalar
Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori (energi) yang
cukup tinggi. Kandungan karbohidrat ubi jalar menduduki peringkat keempat
setelah padi, jagung, dan ubi kayu. Ubi jalar merupakan sumber vitamin dan
mineral sehingga cukup baik untuk memenuhi gizi dan kesehatan masyarakat.
Gizi yang terkandung dalam ubi jalar adalah vitamin A (beta karoten), vitamin C,
thiamin (vitamin B1), dan ribovlavin (vitamin B2). Mineral yang terkandung
21
Tabel 5 Kandungan gizi dalam tiap 100 gram daun dan ubi jalar segar
Kandungan gizi Banyaknya dalam :
Ubi putih Ubi kuning Daun
(Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI 1981)
Kandungan gizi lain yang terkandung dalam ubi jalar adalah protein,
lemak, serat kasar, kalori, dan abu. Jumlah kandungan gizi ubi jalar dalam 100
gram bahan yang dapat dimakan dapat dilihat pada Tabel 5. Dilihat dari
kandungan gizinya yang cukup lengkap, ubi jalar dapat memenuhi kebutuhan gizi
bagi kesehatan tubuh. Zat-zat yang terkandung didalamnya dapat mencegah
berbagai penyakit, membangun sel-sel tubuh, menghasilkan energi, dan
meningkatkan proses metabolisme tubuh.
2.4.4 Manfaat dan Kegunaan Ubi Jalar
Ubi jalar memiliki berbagai manfaat, sebagai bahan pangan ubi jalar dapat
dimasak dengan cara digoreng, direbus, atau dikukus. Ubi jalar di Jepang
dijadikan sebagai makanan tradisional yang setaraf dengan pizza atau humberger.
Aneka olahan makanan berbahan baku ubi jalar banyak dijumpai di toko-toko
sampai restoran-restoran bertaraf international. Di Amerika Serikat ubi jalar
dijadikan sebagai bahan pengganti kentang. Ubi jalar dapat diolah menjadi
22
dan gula fruktosa. Ubi jalar dapat pula digunakan sebagai bahan baku makanan
olahan seperti mie dan roti. Ubi jalar juga dapat dikemas dalam bentuk pasta yang
dipergunakan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman. Ubi jalar
diberbagai negara maju digunakan sebagai bahan baku dalam kegiatan bermacam
industri seperti tekstil, industri farmasi, industri fermentasi, industri lem,
kosmetika, dan pembuatan sirup. Ubi jalar di Amerika Serikat diolah menjadi gula
fruktosa yang digunakan sebagai bahan baku industri minuman coca cola. Ubi
jalar di dalam negeri digunakan sebagai bahan baku pembuatan saus.
Gambar 5 Daun ubi jalar putih varietas lokal.
Ubi jalar mempunyai limbah yang berupa batang dan daun (Gambar 5),
dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan ternak. Pucuk-pucuk daun ubi jalar
muda yang masih segar dapat juga dimanfaatkan untuk membuat sayur (Juanda
dan Cahyono 2000; Rukmana 1997).
2.5 Peternakan dalam Sistem Usahatani
Usahatani terpadu atau farming system dapat diartikan sebagai suatu
sistem usahatani yang terdiri dari beberapa komponen usaha tani yang saling
berinteraksi dan terintegrasi satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan
tertentu. Soewardi (1978) mendefinisikan usahatani terpadu sebagai suatu bentuk
pemanfaatan sumber daya bertujuan ganda dan berimbang dengan seleksi jenis
23
dengan memperhatikan skala prioritas. Komponen usahatani yang dipadukan
harus saling bersinergis untuk mencapai produksi yang optimal (Direktorat
Jendral Peternakan Deptan 2008)
Ranaweera et al. (1993) menyatakan bahwa untuk memperkecil kesenjangan antara pemenuhan kebutuhan hidup dan pertumbuhan penduduk
diperlukan suatu teknologi yang dapat menciptakan lingkungan stabil dan dapat
menopang meningkatnya kebutuhan manusia. Salah satu teknologi yang dapat
digunakan adalah dengan mengkombinasikan antara usahatani tanaman dan usaha
ternak atau dikenal dengan sistem integrasi tanaman-ternak.
Keragaman integrasi ternak dalam usahatani perlu mendapat pengkajian
lebih dalam yaitu menyangkut analisa kwantitatif yang membahas tentang potensi
ternak dalam usahatani untuk setiap tipe daerah atau wilayah (Puslitbangnak,
1980). Hal ini perlu diketahui, mengingat keanekaragaman situasi agroklimat dan
juga sosial budaya masyarakat setempat.
Ternak merupakan komponen penting dalam sistem usahatani. Kebutuhan
hidup pokok bagi keluarga petani dipenuhi dari tanaman pangan, namun produksi
ternak seringkali merupakan suatu yang penting bagi petani memperoleh uang
tunai, tabungan, penyediaan pupuk, tenaga kerja ternak serta merupakan bahan
makanan berkualitas bagi anggota keluarga (Knipsheer, 1987).
Masalah yang dihadapi dalam usaha pengembangan ternak tradisonal
adalah ketepatan pengalokasian sumberdaya. Pengalokasian termasuk jenis ternak
pada suatu daerah dan para peternak yang mempunyai kondisi yang sangat
beragam. Selama struktur produksi didominasi oleh usaha ternak skala kecil yang
berorientasi pada usahatani keluarga, maka program pengembangan ternak
tradisional harus didasarkan pada pendekatan sistem pertanian secara menyeruruh.
Ini berarti pendekatan ternak harus sejalan dengan pendekatan keilmuan terpadu
dan secara daerah spesifik, dimana petani hidup dan bekerja. Melepaskan
pengembangan ternak dari total sistem pertanian akan membuat program
pengembangan pertanian menjadi tidak seimbang (Sabrani et al. 1981).
Menurut Siregar et al. (1981) dalam pendekatan usahatani sebagai sistem, sedikitnya ada dua hal yang perlu mendapatkan perhatian. Pertama, adalah
24
pembentuk sistem itu sendiri. Fungsinya sebagai sistem usahatani, ternak akan
berintegrasi dengan lahan, komoditi lain yang diusahakan dan dengan petani
sebagai pengelola usahatani.
Interaksi ternak dengan lahan mempunyai tiga aspek sebagai berikut : 1)
adaptasi ternak secara biologis, 2) kemampuan lahan menghasilkan makanan
ternak atau potensi pakan dari suatu daerah, dan 3) pola pemeliharaan dan daya
tampung areal yang tersedia. Interaksi ternak dengan petani, menyangkut empat
aspek penting yaitu: 1) keserasian ternak dengan tujuan petani, 2) kesenangan
petani dan keterampilan memelihara ternak, 3) kemampuan petani dari segi waktu
dan tenaga kerja pemelihara dan 4) keadaan sosial budaya lingkungan setempat
(Siregar et al. 1981).
Atmadilaga (1982) mengkaji keterkaitan ternak dan lahan dari segi
keterpaduan pembangunan. Kebutuhan pangan dan pembagian sektoral yang
berorientasi pada komoditi, mempunyai implikasi penggunaan lahan, dan
keterpaduan sektor pertanian tidak langsung secara fungsional. Kecenderungan
adalah masing-masing menjadi terbenam dalam kepentingan komoditinya dalam
arti sempit. Kebersamaan penggunaan lahan sebagai basis ekosistem pertanian,
posisi peternakan sangat dipengaruhi bahkan tergantung pada sisa peluang sub
sektor pertanian tanaman pangan. Akhirnya pengusahaan ternak akan
mengendalikan ketersedian pakan dari limbah pertanian dan dari lahan yang
secara defakto diluar garapan sektor peternakan.
Deskripsi integrasi ternak dan tanaman yang menyangkut pendistribusian
pemanfaatan tenaga kerja secara merata sepanjang tahun. Proses produksi
berbagai jenis ternak dan tanaman mempunyai aturan dan persyaratan waktu yang
khas tersendiri. Proses ini mendorong terciptanya keanekaragaman didalam
pertanian. Bila dalam usahatani mampu diciptakan kombinasi tanaman dan ternak
secara baik, tidak akan ada tenaga kerja yang menganggur selama periode
menunggu pertumbuhan tanaman. Bila suatu tanaman sedang tumbuh dan tidak
membutuhkan perawatan, tenaga kerja dapat dicurahkan untuk tanaman lain atau
mengusahakan ternak.
Permasalahan dalam usahatani di Indonesia pada umumnya pelaku
25
dalam lingkungan tekanan penduduk lokal, (2) Mempunyai sumber daya yang
terbatas dan tingkat hidup yang rendah, (3) Produksi usahatani yang bercorak
subsisten dan (4) Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dan
lainnya. Selain itu, lahan yang dimiliki petani sempit dan terbatas.
Pengembangan sistem integrasi tanaman ternak bertujuan untuk : 1)
mendukung upaya peningkatan kandungan bahan organik lahan pertanian melalui
penyediaan pupuk organik yang memadai, 2) mendukung upaya peningkatan
produktivitas tanaman, 3) mendukung upaya peningkatan produksi daging dan
populasi ternak, dan 4) meningkatkan pendapatan petani atau pelaku pertanian.
Melalui kegiatan ini, produktivitas tanaman maupun ternak menjadi lebih baik
3 BAHAN DAN METODE
Tahapan kegiatan penelitian yang telah dilakukan seperti pada Gambar (6).
Gambar 6 Bagan alur kegiatan penelitian.
Ransum Peternak (bervariasi): Konsentrat, jagung, dedak.
RAL 6 perlakuan & 4 ulangan TAHAP V
Nilai Ekonomis Pola Integrasi Ternak Babi dengan Tanaman Ubi Jalar
Gasbio, sludge, brangkasan, ubi jalar, ternak babi.
Dampak bagi lingkungan = zero waste
Pemupukan Ubi Jalar
P1 = 100% anorganik 20 g/lubang P2 = 50% anorganik 10 g/lubang P3 = 50% organik 150 g/lubang P4 = 100% organik 300 g/lubang P5 = 50% anorganik + 50% organik/lubang
Biogas: kapasitas digester 200 liter. Bahan baku isian dan air (1:1). Hasil akhir biogas = sludge
28
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada lahan petani/peternak babi di Desa
Sumarayar, Kecamatan Langoan Timur, Kabupaten Minahasa (Sulawesi Utara),
dari Agustus 2010 – November 2011. Analisis laboratorium meliputi tanah,
sludge, dan pakan. Analisis tanah dianalisis di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah Departemen Pertanian, Bogor. Analisis sludge, dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Fakultas Peternakan IPB, dan IPB Culture Collection Departemen Biologi Fakultas Matematika dan IPA. Analisis pakan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB.
3.2 Bahan dan Alat
Ternak babi (hasil persilangan Landrace dan duroc), ransum ternak, lahan
percobaan (pekarangan rumah), kotoran ternak babi, tanaman ubi jalar varietas
lokal, sludge, pupuk anorganik phonska. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Dua unit kandang. Unit kandang pertama terbuat dari dinding semen, beratap
rumbia dan berlantai semen. Kandang dilengkapi tempat makan dan minum.
Unit kandang kedua milik petani/peternak, dinding terbuat dari semen, beratap
seng, dan berlantai semen. Kandang dilengkapi tempat makan dan minum yang
terbuat dari semen.
2. Satu unit alat penghasil biogas tipe Horizontal, mengacu pada Hamni (2008).
Alat-alat yang dibutuhkan :
a. Tiga buah drum bekas (yang tidak bocor), berukuran 200 liter setiap drum.
b. Dua buah ”plateser”
c. Pipa besi dengan garis tengah 1-1.5 cm yang dilengkapi kran untuk saluran
gas.
d. Pipa besi dengan garis tengah 5 cm untuk saluran isian dan buangan.
e. Seng tebal atau plat besi setebal 1-2 mm untuk membuat corong
pemasukanisian, dapat pula digunakan corong yang telah jadi.
29
Cara pembuatan alat penghasil biogas dibagi dalam dua bagian :
1. Pembuatan tabung pencerna
Tabung ini dibuat dari dua drum besar berukuran 200 liter, yang dirangkai
dengan cara dilas. Kedua drum harus dibersihkan dan sebaiknya dicat.
Caranya, drum pertama dibuka salah satu tutupnya (bagian yang ada lubang
bekas pemasukan minyak). Drum kedua dipotong separoh salah satu
tutupnya (bagian yang ada lubang bekas tutup minyak).
Tepat disisi tutup yang masih utuh pada kedua drum dibuat lubang dengan
diameter 5 cm.
Pada posisi atas drum yang tutupnya terbuka dibuat lubang (berlawanan
dengan posisi lubang berdiameter 5 cm) berdiameter 1.5 cm.
Kedua drum disambungkan dengan cara dilas. Kedua lubang yang telah
dibuat (diameter 5 cm) harus tepat pada posisi dasar.
Dilanjutkan dengan penyambungan pipa pemasukan isian sepanjang 60 cm
yang diatasnya telah dilengkapi corong pada salah satu lubang dengan
membentuk sudut 30 derajat, lalu dilas. Untuk memperkuat kedudukannya,
perlu ditopang dengan plat baja. Begitu juga dengan pipa pengeluaran
buangan. Dengan cara dilas pada lubang berdiameter 1.5 cm.
Gambar 7 Alat pencerna (digester).
2. Pembuatan tabung pengumpul gas
Tabung pengumpul gas terbuat dari satu buah drum besar (200 liter) yang
tidak bocor, dan satu buah drum yang lebih besar yang terbuat dari plateser.
Drum besar (200 liter) dibuka salah satu tutupnya (bagian yang ada lubang
bekas pemasukan minyak tanah). Demikian pula dengan plateser dibuat
terbuka salah satu tutupnya dan dicat.
Pada tutup drum besar (200 liter) dibuat dua lubang berdiameter 1.5 cm.