• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola integrasi ternak babi dengan tanaman ubi jalar yang berwawasan lingkungan di Minahasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pola integrasi ternak babi dengan tanaman ubi jalar yang berwawasan lingkungan di Minahasa"

Copied!
195
0
0

Teks penuh

(1)

POLA INTEGRASI TERNAK BABI DENGAN TANAMAN UBI

JALAR YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

DI MINAHASA

JEANETTE ETTY MAGDALENA SOPUTAN

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFOMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pola Integrasi Ternak Babi

dengan Tanaman Ubi Jalar yang Berwawasan Lingkungan di Minahasa adalah karya

saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Februari 2012

(3)
(4)

ABSTRACT

JEANETTE ETTY MAGDALENA SOPUTAN. The Integration of Pig Patterns with Sweet Potato Plant Based on Environmental Friendly Concept in Minahasa. Under direction of ASNATH FUAH, ISWANDI ANAS, I KOMANG G. WIRYAWAN.

Most of the farmers in Minahasa of North Sulawesi, especially in rural areas rear their pigs behind or beside their houses, pig waste are sent directly into the river or on the stack on the back of the pig cage. Which is resultedon the environmental pollution. Study on the pig integrated farming was conducted from August 2010 to October 2011 in Minahasa to assess the productivity and benefit obtained from the integrated patterns. The method used in this study was survey and field observations, followed by implementations of the integrated model. During first phase, field observations and interviews with pig farmers were conducted to get information about the pig rearing and production.In the experiment sweet potato leaves were used in pig rations, using six head of pigs of ± 36 kgs of body weight. These animals were owned by localfarmer and treated as what farmer did in feeding the pigs. Separately, ten head of pigs, weighted ± 36 kgs/pig were caged and treated using a balance feed nutrition. Rations consisted of yellow corn, rece bran, coconut cake, fish meal and sweet potato wastes, containing 14:33% crude protein and energy bruto (EB) 3103.49 kcal / kg. Far this, a set of biogas system was in falled near the cages. The animal wastes use as fertilizer applied to sweet potato plants. These experiments using local varieties of white sweet potatoes with the provision of fertilizer and dosage as follows: P0 = no fertilizer (control) P1 = 100% inorganic fertilizer (20 g) P2 = 50% inorganic fertilizer (10 g) P3 = 50% sludge (150 g) P4 = 100% sludge (300 g) a combination of inorganic P5 = 50% (10 g) and 50% sludge (150 g). Experimental design used in this experimental study was Completely Randomized Design (CRD) with six treatments and four replications. The results showed thatthe average production of biogas in this system was 149 037 ml / day (149 liters / day), with the highest results was 182 literswhich can be usedas long as 45 minutes cooking time.Chemical analysis of nutrient content contained in the sludge produced from pig manure was N 0.44%, P 0.23% and 0.06% K. The use of inorganic fertilizer and organic fertilizer sludge on sweet potato plants did not give significant influences on the average weight of tubers (196 grams to 239 grams / hole). The average weight of stover ranged from 675 grams to 938 grams / hole. Marketable size of tubers in this study ranged from 78% to 95%, whereas, those tubers whice were not ranged from 5% to 22%. Nutrient content of sweet potato tuber was almost the same for all treatments, especially the protein content:PO 1, 39%, 2.25% P1, P2 1.18%, 0.82% P3, P4 1.00%, 1.22% P5 and Beta- PO N 28.87%, 28.87% P1, P2 19.80%,18.34% P3, P4 16.02%, 21.81% P5.From the results obtained from this study, it can be concluded that pig farming was still in traditional ways, with low management and low input, but still depending on commercial feed. This type of farming had big effect on surrounding envieroment through air polution. Integration of pig farming with sweet potato plants, is quite applicative to be implemented of pig farming by farmers.Providing benefit to farmer, beside the pig and potato production there was additional benefit including energy and fertilizer. Economically, ten pigs could produce as many as 182 liter biogas which equivalent to 1.4 literkerosene thus the farmer could saving up to Rp11 200. The utilization from organic fertilizer sludge gave the highest yield (95%) of sweet potato. Sludge as much as 100 kg could produce 216 kg tubers and may generate income of Rp216 000, while stover and sweet potato can be used as animal feed. Additional advantage of this model should be a free and clean environment, from pollution, and soil improvement, including proper waste management applied by farmers.

(5)

RINGKASAN

JEANETTE ETTY MAGDALENA SOPUTAN. Pola Integrasi Ternak Babi dengan Tanaman Ubi yang Berwawasan Lingkungan di Minahasa. Dibimbing oleh ASNATH M FUAH, ISWANDI ANAS DAN I KOMANG G WIRYAWAN.

Ternak babi merupakan ternak yang sangat potensial untuk dikembangkan di Sulawesi Utara. Hal ini disebabkan masyarakat Sulawesi Utara khususnya Minahasa merupakan konsumen produk daging babi terbesar. Masyarakat Minahasa (Sulawesi Utara), khususnya di pedesaan masih memelihara ternak babi dipinggir kali atau sungai dan di belakang rumah, sehingga cara tersebut menyebabkan pencemaran lingkungan. Tujuan pemeliharaan ternak babi masih terbatas pada fungsinya ternak sebagai penghasil daging dan bukan sebagai penghasil gas bio dan pupuk.

Pendayagunaan limbah peternakan untuk menunjang usaha tanaman, bermakna pula sebagai upaya untuk mengurangi pencemaran. Ternak babi sebagai penghasil kotoran yang dapat diproses lanjut untuk menghasilkan gas bio, merupakan salah satu alternatif untuk menanggulangi masalah kelangkaan energi saat ini. Disamping itu hasil akhir dari proses pembuatan gas bio yaitu lumpur keluaran gas bio (sludge), dapat digunakan untuk pupuk tanaman pangan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi dari petani/peternak tentang tata cara pemeliharaan ternak babi, mengembangkan pola integrasi yang aplikatif, menganalisis efisiensi produksi dan keterlibatan petani/peternak dalam pola integrasi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) survey yang meliputi observasi lapangan dan wawancara, 2) pertambahan bobot badan diperoleh dari selisih antara bobot badan akhir dengan bobot badan awal percobaan, 3) produksi gas diukur setiap hari menggunakan rumus silinder, 4) pengaruh penggunaan pupuk menggunakan rancangan acak lengkap dengan enam perlakuan dan empat ulangan, 5) nilai ekonomis didapat dari hasil kesetaraan setiap produk yang dihasilkan.

Hasil penelitian pertambahan bobot badan ternak babi per ekor per hari dari kesepuluh ternak babi yang diberikan ransum perlakuan dan brangkasan ubi jalar berkisar 0.22 kg-0.43 kg. Pertambahan berat badan babi per ekor per hari untuk keenam ternak babi yang diberikan ransum peternak pada penelitian ini berkisar 0.29 kg-0.45 kg. Nilai ekonomis ransum yang digunakan oleh peternak (Rp3 562/ kg) masih lebih tinggi harganya, dibandingkan dengan ransum perlakuan (Rp2 260/kg). Volume biogas yang dihasilkan dalam penelitian ini 182 liter/hari, hasil analisis kimia unsur hara yang terkandung dalam sludge asal kotoran ternak babi adalah N (0.44%), P (0.23%) dan K (0.06%).

(6)

anorganik 100% (P1) 938 g/tanaman, pupuk anorganik 50% (P2) 987 g/tanaman,

sludge 50% (P3) 675 g/tanaman, sludge 100% (P4) 750 g/tanaman, pupuk anorganik 50% dan sludge 50% (P5) 925 g/tanaman. Ukuran umbi yang dapat dipasarkan berkisar antara 78%-95%, sedangkan yang tidak dapat dipasarkan berkisar antara 5%-22%. Kandungan gizi umbi ubi jalar hampir sama untuk semua perlakuan, khususnya protein PO (1. 39%), P1(2.25%), P2 (1.18%), P3 (0.82%), P4 (1.00%), P5 (1.22%) dan Beta-N PO (28.87%), P1 (28.87%), P2 (19.80%), P3 (18.34%), P4 (16.02%), dan P5 (21.81%).

Pemanfaatan limbah ternak babi menghasilkan biogas sebagai energi alternatif dapat menurunkan biaya bahan bakar. Penggunaan sludge sebagai pupuk organik dapat menurunkan biaya pupuk dan meningkatkan produksi umbi ubi jalar. Dengan demikian umbi ubi jalar dapat dijadikan bahan makanan yang layak dikonsumsi oleh manusia. Umbi ubi jalar di Desa Sumarayar telah diujicoba dengan diolah menjadi keripik dan mie, sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Brangkasan ubi jalar dapat digunakan sebagai pakan ternak. Penggunaan brangkasan sebagai pakan ternak menurunkan biaya pakan dan meningkatkan bobot badan ternak babi. Keuntungan bagi lingkungan dengan pola integrasi ini tidak ada limbah yang terbuang (zero waste) sehingga dapat mengatasi pencemaran lingkungan.

Konsep integrasi ini berdampak pada aspek budidaya, sosial dan ekonomi yang positif. Aspek budidaya ternak semakin efisien dengan ketersediaan pakan ternak yang dapat dilakukan secara kontinu. Aspek sosial, masalah sosial yang terjadi akibat limbah yang melimpah menimbulkan bau, dapat diatasi. Aspek ekonomi, secara ekonomis dengan pola ini petani dapat meningkatkan efisiensi usaha.

(7)
(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan pustaka suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(9)
(10)

POLA INTEGRASI TERNAK BABI DENGAN TANAMAN UBI

JALAR YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

DI MINAHASA

JEANETTE ETTY MAGDALENA SOPUTAN

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(11)

Penguji luar ujian tertutup :

1. Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS 2. Dr. Ir. Panca Dewi M, MS

Penguji luar ujian terbuka :

(12)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Disertasi : Pola Integrasi Ternak Babi dengan Tanaman Ubi Jalar yang Berwawasan Lingkungan di Minahasa

Nama : Jeanette Etty Magdalena Soputan NIM : DO61040081

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Asnath M. Fuah, MS

Ketua

Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, M.Sc Prof. Dr. Ir. I Komang G Wiryawan Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Ternak

Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

(13)
(14)

PRAKATA

Kemuliaan kepada Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus, karena

berkat dan rahmatNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.

Karya ilmiah dengan judul Pola Integrasi Ternak Babi dengan Tanaman Ubi

Jalar yang Berwawasan Lingkungan di Minahasa, berkaitan dengan keiginan penulis

untuk menerapkan aplikasi penelitian ini untuk meningkatkan kesejahteraan

petani/peternak di Minahasa, mengingat keberadaan sumberdaya pangan lokal yang

tersedia.

Penyelesaian karya ilmiah ini dapat terlaksana berkat bantuan dari berbagai

pihak. Untuk itu ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

disampaikan kepada :

Ibu Dr. Ir. Asnath M. Fuah, MS, bapak Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, M.Sc.,

bapak Prof. Dr. D. T. H. Sihombing, M.Sc (Alm), dan bapak Prof. Dr. Ir. I

Komang G. Wiryawan, selaku komisi pembimbing atas petunjuk, saran, dan

bimbingan kepada penulis sehingga karya ilmiah dapat diselesaikan.

Pimpinan dan staf Sekolah Pascasarjana, Pimpinan dan staf Program Studi

Ilmu Ternak Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Rektor

Universitas Sam Ratulangi Manado, dekan dan staf dosen Fakultas Peternakan

Universitas Sam Ratulangi Manado.

Pimpinan dan staff Proyek BPPS DIKTI 2004, Pemerintah Provinsi Sulawesi

Utara atas bantuan sebagian dana dan kesempatan tinggal di Asrama Sam

Ratulangi Bogor, serta Pimpinan dan staf APTIK.

Bapak Uskup dan para Pastur atas doa dan semangat sehingga penelitian ini

dapat diselesaikan.

Kepala Sekolah SMA Presiden Cikarang, Dr. C. Suyadi, MM atas dorongan

semangat yang diberikan.

Kepada para responden dan keluarga besar Rewah di desa Sumarayar

Kabupaten Minahasa yang telah membantu memberikan data serta fasilitas

(15)

Dr. Edwin L. A. Ngangi dan Dr. Josephine L. P. Saerang, atas dukungan dan

bantuannya.

Teman-teman seasrama Bogor Baru lebih khusus kepada Dr. R. Tulung, Ir. T.

Ransaleleh, MSi, Ir. L. Lambey, MSi, Ir. D. Pijoh, MSi dan Only Rembet,

yang banyak membantu dan mendorong penulis untuk menyelesaikan studi.

Keluarga Besar Raco-Pondaag, khususnya papi mertua (Alm) dan mami

mertua yang selalu mendoakan dan membantu penulis untuk menyeselesaikan

studi.

Keluarga Besar Soputan-Wuwungan dan Keluarga Besar Manua-Kasenda atas

segala doa dan perhatian serta bantuannya.

Yang terkasih Mama dan Papa (Alm/a), sebagai tanda bakti dan ucapan terima

kasih atas segalah doa dan perjuangannya. Yang terkasih adik Eddy dan Leni

atas doa, bantuan dan semangat yang selalu diberikan.

Yang tersayang anak Philipus Francis dan suami Dr. Jozef Richard Raco, MA,

M.Sc., atas segala doa dan pengorbanan yang sudah diberikan selama

menempuh pendidikan doktoral di Bogor.

Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak,

dengan harapan semoga Allah sumber rahmat dan berkat selalu menyertai bapak dan

ibu. Sebagai suatu hasil dari proses belajar, penulis menyadari karya ilmiah ini tidak

lepas dari kekurangan dan keterbatasan. Untuk itu penulis memerlukan masukan yang

konstruktif guna penyempurnaannya. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat

bagi kita, terutama dalam pengembangan ilmu produksi dan tenologi peternakan.

Bogor, Pebruari 2012

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Manado pada tanggal 4 Januari 1969 dari pasangan

Bapak Welly Harth Soputan (Alm) dan Ibu Fonlyn Paulina Manua (Alma). Penulis

adalah anak pertama dari dua bersaudara. Pada tanggal 8 Agustus 1995, penulis

menikah dengan Dr. Jozef Richard Raco, MA, MSc., dan dikarunia seorang putra,

Philipus Francis.

Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana pada Program Studi Ilmu Produksi

Ternak Fakultas Peternakan Unsrat, tahun 1992. Tahun 2000, penulis menyelesaikan

studi pada program magister di Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana

Unsrat. Tahun 2012, penulis menyelesaikan studi pada program doktor pada Program

Studi Ilmu Ternak Sekolah Pasca Sarjana IPB, Bogor. Selama studi S3 penulis

mendapat bantuan beasiswa BPPS.

Sejak tahun 1994 penulis diangkat sebagai dosen pada Program Studi Ilmu

Produksi dan Teknologi Peternakan, Fapet Unsrat.

Judul Penelitian Skripsi (S1) : “Performance Ternak Babi sedang Tumbuh yang Diberikan Tepung Bulu Ayam (Feather Meal)

sebagai Pengganti Tepung Ikan dalam Ransum”

(17)
(18)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ……… xix DAFTAR GAMBAR ……… xxi DAFTAR LAMPIRAN ……… xxiii

1 PENDAHULUAN ……….……….… 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Kerangka Pemikiran ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Kebaruan ... 5

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Keadaan umum Minahasa ... 7

2.2 Ternak dan Lingkungan ... 8

2.3 Pemanfaatan Limbah Ternak sebagai Biogas dan Pupuk Organik ……. 9

2.3.1 Limbah ternak ... 9

2.3.2 Pengertian biogas ... 10

2.3.3 Prinsip pembuatan biogas ... 11

2.3.4 Teknik pembuatan biogas ... 13

2.3.5 Manfaat biogas ... 14

2.3.6 Pupuk organik sisa pembuatan biogas ... 16

2.4. Ubi Jalar ... 17

2.4.1 Daerah asal dan penyebaran ubi jalar ... 17

2.4.2 Jenis tanaman ... 18

2.4.3 Kandungan gizi ubi jalar ... 20

2.4.4 Manfaat dan kegunaan ubi jalar ... 21

2.5 Peternakan dalam Sistem Usaha Tani... 22

3 BAHAN DAN METODE... 27

3.1 Tempat dan Waktu ... 28

3.2 Bahan dan Alat... 28

(19)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1 Karakteristik Peternak ... 35

4.2 Sistem Pemeliharaan Ternak Babi ... 38

4.3 Produktivitas Ternak Babi ……… 40

4.3.1 Pertambahan Bobot Badan ...…….. 40

4.3.2 Nilai Ekonomis Ransum Peternak dan Ransum Perlakuan ……… 44 4.4 Pemanfaatan Biogas Limbah Ternak Babi ………. 45

4.4.1 Volume Gas Limbah Ternak Babi ………. 45

4.4.2 Analisa Tekno Ekonomi Biogas ……… 48

4.4.3 Lumpur Keluaran Biogas Limbah Ternak Babi (sludge) ………... 48

4.5 Pengaruh Penggunaan Pupuk Anorganik dan Pupuk Organik Sludge pada Tanaman Ubi Jalar ... 49

4.5.1 Bobot Umbi Ubi Jalar ... 49

4.5.2 Bobot Brangkasan (Daun dan Batang) Ubi Jalar ... 50

4.5.3 Bobot Umbi yang Dapat Dipasarkan ... 50

4.5.4 Kandungan Gizi Umbi Ubi Jalar ... 51

4.6 Efisiensi Penerapan Sistem Integrasi Ternak Babi dengan ………. 53

4.7 Pembahasan Umum …... 59

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

5.1 Kesimpulan ... 61

5.2 Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Perkembangan jumlah ternak di Indonesia ……… 9

2 Komposisi gas dalam Gasbio ………. 11

3 Komposisi gas yang terdapat dalam biogas skala rumah tangga ………... 14

4 Perbandingan gasbio dengan jumlah kalor yang lain ………... 15

5 Kandungan gizi dalam tiap 100 gram daun ubi jalar segar ………. 21

6 Rataan pertambahan bobot badan ternak babi berdasarkan ransum perlakuan …. 40 7 Rataan pertambahan bobot badan ternak babi berdasarkan ransum perlakuan …. 41 8 Komposisi zat-zat makanan ransum perlakuan dan peternak ……… 42

9 Susunan dan harga bahan makanan ransum peternak ………. 44

10 Susunan dan harga bahan makanan ransum perlakuan ……….. 44

11 Volume biogas dan waktu memasak ……….. 46

12 Perbandingan aplikasi biogas kayu bakar dan minyak tanah ……….. 47

13 Pengaruh pemupukan terhadap produksi ubi jalar ……….. 49

14 Kandungan gizi umbi ubi jalar dengan pemberian pupuk anorganik dan organik sludge ………... 52

15 Kandungan gizi brangkasan ubi jalar dengan pemberian pupuk anorganik dan organik sludge ……… 52

16 Nilai ekonomis pola integrasi ternak babi dengan tanaman ubi jalar ………. 55

(21)
(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kerangka Pemikiran ……… 4 2 Peta Minahasa ………. 7 3 Proses produksi gas metana ……… 12 4 Umbi ubi jalar putih varietas lokal ………. 19 5 Daun ubi jalar ……… 22 6 Bagan Alur Kegiatan Penelitian …..……… 27 7 Alat Pencerna Biogas ……… 29 8 Tabung Pengumpul Gas ………... 30 9 Persentase umur peternak ………. 35 10 Persentase tingkat pendidikan peternak ……… 36 11 Persentase pendidikan non formal peternak ………. 36 12 Persentase pekerjaan utama peternak ……… 37 13 Persentase tujuan beternak babi peternak ……… 37 14 Persentase dan penggunaan hijauan sebagai pakan babi peternak …. 38 15 Persentase sumber air minum ternak babi peternak ……… 38 16 Persentase letak kandang babi peternak ……… 39 17 Persentase pengolahan limbah ternak babi peternak ………... 39 18 Laju Pertambahan bobot badan babi per ekor per minggu berdasarkan

ransum Perlakuan dan ransum peternak ………... 43 19 Produksi biogas setiap hari ……… 45 20 Efisiensi penerapan sistem integrasi ternak babi dengan tanaman

(23)
(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Analisis keragaman pertambahan berat badan ternak babi………….. 69 2 Bobot umbi per lubang tanam………... 70 3 Rataan umbi ubi jalar ……… 71 4 Analisis keragaman bobot umbi ubi jalar ………. 72 5 Bobot brangkasan ubi jalar ……… 73 6 Rataan brangkasan ubi jalar ……….. 74 7 Analisis keragaman brangkasan ubi jalar ……….. 75 8 Prosentasi ukuran umbi yang dapat dipasarkan ………. 76 9 Analisis keragaman persentase umbi yang dapat di pasar kan …………. 77 10 Perhitungan volume gas ………. 78 11 Rata-rata jumlah feses per hari ……….. 79 12 Analisis lumpur biogas ……….. 80 13 Analisis bahan makanan ternak ………. 81 14 Analisis tanah Desa Sumarayar ……… 82 15 Kuesioner pengambilan data lapangan ………. 83

(25)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi beternak babi di Indonesia kebanyakan berasal dari

negara-negara sub tropis yang sering kali membutuhkan biaya pemeliharaan yang tinggi.

Teknologi beternak babi yang sesuai dengan situasi dan kondisi petani peternak

didaerah pedesaan masih perlu digali dan dikembangkan lagi sehingga menjadi

suatu teknologi beternak babi yang tangguh dan merakyat.

Teknologi beternak babi hendaknya mampu memenuhi syarat-syarat :

mudah artinya tidak membutuhkan pendidikan khusus, murah, terjangkau oleh

kebanyakan petani peternak, sesuai dengan sifatnya sebagai usaha sampingan,

artinya tidak menyita waktu dan tenaga petani, memiliki daya dukung terhadap

usahatani tanaman, dan tidak mencemari lingkungan.

Dalam mengembangkan peternakan, harus diingat dampak negatifnya

terhadap lingkungan hidup. Oleh karena itu, perlu dipikirkan perencanaan terpadu

yang disamping mengoptimalkan produksi dan benefit, juga melibatkan

pengendalian limbah dan pencegahan pencemaran. Pendayagunaan limbah

peternakan untuk menunjang usahatani tanaman, bermakna pula sebagai upaya

mengurangi pencemaran. Ternak babi sebagai penghasil kotoran yang dapat

diproses lanjut untuk menghasilkan biogas, merupakan salah satu alternatif untuk

menanggulangi masalah kelangkaan energi saat ini. Hasil akhir dari proses

pembuatan biogas yaitu lumpur keluaran biogas (sludge), dapat digunakan sebagai pupuk organik tanaman pangan.

Usaha pemeliharaan ternak dengan biaya yang murah dan tata cara bertani

dengan menggunakan pupuk yang tepat akan meningkatkan nilai kotoran menjadi

limbah organik yang bermanfaat. Isu tentang pertanian yang berkelanjutan dan

konservasi lingkungan semakin berkembang selama dekade terakhir ini. Pertanian

berkelanjutan dititikberatkan pada produksi optimum dan lestari, bukan pada

produksi maksimum. Oleh karena itu, pengurangan ketergantungan pertanian

terhadap pupuk kimia dan pestisida memberikan kontribusi terhadap berjalannya

pertanian berkelanjutan .

Salah satu alternatif yaitu pemanfaatan pupuk organik. Pupuk organik

(26)

2

organik seperti pupuk dari kotoran ternak selain menjadi sumber hara bagi

tanaman, memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air,

menaikkan kondisi kehidupan didalam tanah dan sebagai sumber zat makanan

bagi tanaman (Simamora et al. 2006; Badan Litbang Pertanian 2000).

Menurut Hartoko (1988) permasalahan peternakan babi rakyat yang

diusahakan dengan tujuan mendukung usahatani tanaman masih belum banyak

diungkapkan oleh para ahli di Indonesia. Sementara, desa-desa di daerah

Minahasa (Sulawesi Utara) penduduknya masih memelihara ternak babi dipinggir

kali atau sungai, di belakang bahkan di depan rumah, sehingga cara tersebut

mengakibatkan pencemaran lingkungan. Tujuan pemeliharaan masih terbatas pada

fungsi ternak sebagai penghasil daging dan bukan sebagai penghasil gas bio dan

pupuk.

Menurut Sabrani et al. (1981) petani ternak tradisional lebih mementingkan nilai kegunaan ternak bagi pemenuhan kebutuhan

rumahtangganya. Tujuan beternak babi di Minahasa adalah sebagai tabungan

keluarga yang sewaktu-waktu dapat dijual, selain itu untuk pemenuhan gizi

protein hewani pada hari-hari raya, pesta pernikahan dan selamatan. Pada

umumnya masyarakat di Desa Sumarayar yang mempunyai ternak juga memiliki

lahan pertanian tanaman pangan, tetapi belum memanfaatkan kotoran ternak

sebagai pupuk tanaman pangan, dan penghasil gas bio sebagai sumber energi.

Pemerintah daerah Sulawesi Utara mempunyai kekhawatiran dengan

kenaikan harga bahan bakar minyak saat ini, dimana masyarakat mulai beralih

dari bahan bakar minyak ke kayu bakar sehingga banyak terjadi pemotongan

pohon secara liar, yang tentu akan mengancam kelestarian lingkungan.

Saat ini di Minahasa, pemerintah telah membagikan kompor dan tabung

gas elpiji seberat tiga kg per keluarga, untuk menggantikan bahan bakar minyak,

tetapi kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Masyarakat belum mau untuk

menggunakan kompor dan tabung tersebut, karena takut akan dampak negatif dari

gas elpiji seperti yang sering diberitakan, sehingga kepala desa berusaha untuk

mencari solusi pembuatan instalasi biogas, tetapi kendalanya pada biaya dan

(27)

3

Berdasarkan hal tersebut diatas, pola integrasi ternak dengan tanaman

pangan mampu menjamin keberlanjutan produktivitas lahan melalui kelestarian

sumberdaya alam yang ada. Peran ternak dapat dimasukkan dalam bagian integral

sistem usaha tani untuk saling mengisi dan bersinergi yang memberi hasil dan

nilai tambah optimal (Dwiyanto dan Haryanto 2003). Ternak selain menghasilkan

daging sebagai produk utama, juga menghasilkan hasil sampingan berupa feses

dan urine yang sampai saat ini masih dianggap sebagai masalah, dengan inovasi

sederhana dapat diubah menjadi sumber energi alternatif yaitu biogas dan pupuk

yang bemutu.

Integrasi ternak babi dengan tanaman ubi jalar mengacu pada konsep

LEISA: ”Low External Input Sustainable Agriculture” (Reijntjes et al. 1992) merupakan alternatif yang perlu dicoba, upaya optimalisasi pemanfaatan sumber

daya lokal berupa tanaman pangan atau limbahnya sebagai pakan ternak,

sementara kotoran ternak dapat diproses menjadi sumber energi (gasbio) dan

pupuk organik yang dibutuhkan oleh tanaman, sehingga tidak ada limbah yang

terbuang (Zero Waste). Dengan demikian integrasi ternak babi dengan tanaman

ubi jalar yang berwawasan lingkungan, diharapkan dapat merupakan salah satu

jalan keluar dalam upaya mempertahankan pertanian yang berkelanjutan di

Minahasa (Sulawesi Utara), sekaligus mempertimbangkan aspek-aspek ramah

lingkungan, secara sosial budaya diterima masyarakat dan secara ekonomi layak.

1.2 Tujuan Penelitian

Mendapatkan informasi dari petani/peternak tentang bagaimana tatacara

pemeliharaan ternak babi yang mereka lakukan.

Mengembangkan pola integrasi yang aplikatif yang mampu meningkatkan

produksi dan efisiensi usaha.

Menganalisis efisiensi produksi dan keterlibatan petani/peternak dalam

(28)

4

Gambar 1 Kerangka pemikiran pola integrasi ternak babi dengan tanaman ubi jalar berwawasan lingkungan di Minahasa.

Tujuan Karakteristik Peternak Babi

- Tujuan beternak

- Manajemen pemeliharaan

Peningkatan kesejahteraan Keterpaduan Ternak Babi dan

Tanaman Ubi Jalar

Zero waste

Ternak Babi Feses dan urine

Pengolahan limbah

Bio Gas

Rumah Tangga

Sludge/pupuk organik

(29)

5

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian sistem integrasi ternak babi dengan tanaman ubi

jalar diharapkan :

Membantu mengatasi dan menanggulangi pencemaran lingkungan yang

diakibatkan oleh limbah ternak babi

Menanggulangi kelangkaan bahan bakar

Mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah

Mendukung ketahanan pangan melalui penyediaan pangan yang

berkualitas dan bergizi

1.4 Kebaruan

Kebaruan pada penelitian ini yaitu aplikasi pola integrasi ternak babi

dengan tanaman ubi jalar disesuaikan dengan tipologi lokasi, ekologi, ekonomi,

sosial budaya serta introduksi teknologi guna meningkatkan produksi dan

(30)
(31)

7

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keadaan Umum Minahasa

Kabupaten Minahasa merupakan salah satu dari enam kabupaten/kota di

Propinsi Sulawesi Utara yang secara geografis terletak antara 0o25’ – 1o58’ LU dan 124o 20’ – 125o20’BT. Berdasarkan hasil pengukuran dari Peta Rupa Bumi Bakorsultanas skala 1 : 50 000 panjang garis pantai Minahasa adalah 552 319 m

seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta Minahasa.

Luas wilayah Kabupaten Minahasa adalah 4 168 km2 yang terdiri dari 38

kecamatan dan 528 desa/kelurahan. Luas daratan menurut penggunaannya terdiri

dari: lahan pekarangan 10 379 ha, tegal/kebun 96 725 ha, ladang/huma 39 978 ha,

padang rumput 2 981 ha, rawa 2 774 ha, tambak 449 ha, kolam/tebat 1 122 ha,

sawah 18 759 ha, lahan yang tidak diusahakan 22 223 ha, hutan rakyat 16 784 ha,

hutan Negara 41 742 ha, perkebunan 147 385 ha, dan lain-lain 21 040 ha.

Kabupaten Minahasa didominasi oleh kelas ketinggian 101-500 m

(44.07%), kemudian diikuti oleh kelas ketinggian 501-1 000 m (35.30%), 0 -100

(32)

8

Sedangkan berdasarkan kemiringan tanah adalah : 0-2o (14.90%), 3-15o (27.34%),

16-40o (41.69%) dan kemiringan 40o (16.07%).

Kondisi geologi sebagian besar adalah wilayah vulkanik muda, sejumlah

besar erupsi serta bentuk kerucut gunung berapi aktif yang hampir padam

menghiasi Minahasa bagian tengah, yang material-material hasil letusannya

berbentuk padat serta lain-lain bahan vulkanik lepas. Semua bahan vulkanik itu

membentuk pegunungan (otogenesa) menghasilkan morfologi yang berbukit-bukit dan bergunung dengan perbedaan relief topografik yang cukup besar. Secara

umum Kabupaten Minahasa dikelilingi oleh 14 buah gunung yang diantaranya

terdapat tiga gunung api aktif yaitu Gunung Soputan (1 780 m), Gunung Lokon (1

580 m) dan Gunung Mahawu (1 371 m), yang merupakan hulu dari 12 sungai

besar dengan tujuh danau.

Jenis tanah pada umumnya adalah Aluvial, kemudian Organosea, Regosol,

Andosol, Litosol, Mediteran, Podsolik serta Latosol. Kisaran suhu rata-rata adalah

12oC sampai 30oC dengan kelembaban nisbi 86.8%, penyinaran matahari 59.60%,

curah hujan rata-rata pada sepuluh tahun terakhir yaitu 3 138.60 mm/tahun

(Pemprov. Sulut 2003).

Desa Sumarayar adalah salah satu desa dari tujuh desa yang ada di

Kecamatan Langowan Timur Kabupaten Minahasa. Desa Sumarayar memiliki

luas wilayah 1.15 ha dengan jumlah penduduk 1 403 orang. Ketinggian wilayah

adalah + 728 m diatas permukaan laut. Topografi wilayah Sumarayar adalah

dataran dan bukan pesisir (Badan Pusat Statistik 2010).

2.2 Ternak dan Lingkungan

Usaha peternakan dapat memberikan manfaaat yang besar dilihat dari

perannya sebagai penyedia protein hewani. Hal ini merupakan titik tolak

pengembangan program peternakan, yang tentunya akan diikuti dengan

peningkatan jumlah ternak (Tabel 1).

Dari tabel perkembangan jumlah ternak di Indonesia terlihat terjadi

peningkatan jumlah ternak, hal ini tentunya akan diikuti dengan peningkatan

limbah peternakan. Tidak dapat dipungkiri limbah ternak akan menjadi penyebab

(33)

9

Tabel 1 Perkembangan jumlah ternak di Indonesia (ribuan ekor)

Jenis Ternak Tahun

Sumber: Indikator pertanian dalam Booklet BPS edisi Maret 2009.

Undang Undang Lingkungan Hidup No 23 Tahun 1997, pasal 1 ayat 12,

menyatakan pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya

mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh

kegiatan manusia, sehingga kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang

menyebabkan lingkungan hidup tidak berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.

Mendirikan suatu usaha peternakan perlu perencanaan yang matang, tidak

hanya terfokus pada aspek produksi, tetapi harus memperhatikan penanganan

hasil sampingan dari ternak yaitu limbah ternak. Limbah ternak ini harus diolah

dengan inovasi teknologi, karena limbah ternak ini selain baunya yang tidak

sedap, keberadaannya juga mencemari lingkungan, mengganggu pemandangan

dan merupakan sumber penyakit. Inovasi penggunaan instalasi biogas merupakan

salah satu alternatif dalam penanggulangan limbah ternak. Dengan instalasi biogas

akan diperoleh gas sebagai bahan bakar dan pupuk organik dari sisa fermentasi

bahan organik dalam digester.

2.3 Pemanfaatan Limbah Ternak Sebagai Biogas dan Pupuk Organik

2.3.1 Limbah Ternak

Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari

suatu kegiatan dan proses produksi baik pada skala rumah tangga maupun

(34)

10

merupakan bahan buangan (terbuang atau dibuang) dari suatu sumber aktivitas

manusia maupun proses-proses alam dan tidak atau belum memiliki nilai

ekonomi, bahkan dapat memiliki nilai ekonomi yang negatif. Nilai ekonomi yang

negatif ini karena pengolahan untuk pembuangan atau pembersihan limbah

memerlukan biaya yang cukup besar, disamping dapat mencemari lingkungan

(Murtadho dan Sa’id 1988).

Limbah peternakan adalah semua buangan dari usaha peternakan yang

berbentuk padatan maupun cairan. Limbah padat adalah semua limbah yang

dibuang dalam fase padatan yang berupa kotoran, ternak mati ataupun isi perut

dari pemotongan hewan (Soehaji 1992).

Algamar (1986) berpendapat bahwa limbah industri pertanian kebanyakan

menghasilkan limbah yang bersifat cair ataupun padat, yang masih kaya dengan

bahan organik dan mudah mengalami penguraian. Demikian juga halnya limbah

ternak mengandung bahan organik yang berpotensi sebagai bahan pencemar jika

tidak dikelola dengan baik.

Sihombing (1997) menyatakan, pemanfaatan limbah peternakan (kotoran

ternak) dapat juga digunakan sebagai pupuk. Secara sederhana pupuk dapat

dikatakan sebagai bahan-bahan yang diberikan pada lahan agar dapat menambah

unsur-unsur hara atau zat-zat makanan yang diperlukan tumbuhan baik secara

langsung ataupun tidak langsung.

2.3.2 Pengertian Gasbio

Gasbio adalah kumpulan gas-gas yang timbul dari proses fermentasi

bahan-bahan organik yang dapat dicerna oleh mikroorganisme dalam keadaan

anaerob. Bahan baku untuk menghasilkan gas bio atau gas metana (CH4) adalah

pelbagai limbah pertanian, limbah organik industri, dan kotoran ternak maupun

manusia, dengan kata lain semua limbah yang berupa organik (Mahajoeno 2008).

Menurut Hambali et al. (2007) gas bio didefenisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik (seperti kotoran ternak, kotoran manusia,

jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran sayur) difermentasi. Simamora et al.

(2006) menyatakan gasbio adalah gas yang dapat dibakar atau sumber energi yang

merupakan campuran berbagai gas, dengan gas metana dan gas karbon dioksida

(35)

11

Tabel 2 Komposisi gas dalam gasbio

Jenis Gas Konsentrasi

Hidrogen Sulfida (H2S) 20-20 000 ppm Nilai kalori (Kcal/m3)* 4 800-6 700 Sumber: Harahap dkk (1978). *Hambali et al. (2007).

Sihombing (1997) menyatakan prinsip dasar untuk menghasilkan gas bio

yaitu kotoran ternak, manusia dan limbah pertanian yang mengandung

bahan-bahan organik jika difermentasi dalam keadaan anaerob akan menghasilkan

gas-gas berupa metan (CH4), karbon dioksida (CO2), ammonia (NH3), hydrogen (H2)

dan sulfide (S) dan salah satu diantaranya yakni gas metan, adalah yang dapat

dibakar dan tergolong gas yang bersih dan relatif murah. Kisaran komposisi gas

dalam gasbio dapat dilihat pada Tabel 2.

Harahap et al. (1978) menyatakan gasbio merupakan bahan bakar yang dapat diperoleh dengan memproses limbah di dalam alat yang dinamakan

penghasil gas bio. Selanjutnya dikatakan bahwa gasbio memiliki nilai kalori

cukup tinggi, yaitu dalam kisaran 4 800-6 700 Kcal/m3, dimana gas metana murni

(100%) mempunyai nilai kalori 8 900 Kcal/m3. Untuk memproduksi gasbio

diperlukan alat atau tabung pencerna yang disebut digester dan tabung pengumpul

gas. Tabung pencerna dan tabung pengumpul gas dapat terbuat dari fiberglass,

semen, drum, dan plastik.

2.3.3 Prinsip Pembuatan Biogas

Pembentukan gasbio dilakukan oleh mikroba pada kondisi anaerob, yang

meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap asidifikasi, dan tahap

metanisasi/fermentasi. Pada tahap hidrolisis terjadi penguraian senyawa rantai

panjang (seperti lemak, protein, dan karbohidrat) menjadi senyawa-senyawa yang

lebih sederhana. Pada tahap asidifikasi terjadi proses pembentukan asam-asam

organik dan pertumbuhan atau perkembangan sel bakteri, sedangkan pada tahap

metanisasi terjadi perkembangan sel mikroorganisme yang menghasilkan gas

(36)

12

Gambar 3 Proses pembentukan gas metana (Hambali et al. 2007).

Proses pembentuk biogas dapat dilihat pada Gambar 3. Dalam proses

produksi gas bio ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi, yaitu kondisi

anaerob, bahan baku isian, imbangan C/N, temperatur, dan pH.

1. Kondisi anaerob, instalasi pengolah biogas harus kedap udara (keadaan

anaerob).

2. Bahan baku isian berupa bahan organik seperti kotoran ternak, limbah

pertanian, sisa dapur dan sampah organik. Bahan baku isian ini harus

terhindar dari bahan anorganik seperti pasir, batu, plastik, dan beling.

Bahan isian harus mengandung bahan kering sekitar 7-9%. Keadaan ini

dicapai melalui pengenceran menggunakan air dengan perbandingan 1:1-4

(37)

13

3. Imbangan C/N yang terkandung dalam bahan organik sangat menentukan

kehidupan dan aktivitas mikroorganisme. Imbangan C (karbon) dan N

(nitrogen) yang optimum bagi mikroorganisme perombak adalah 25-30.

4. Derajat Keasaman (pH), berpengaruh terhadap kehidupan

mikroorganisme. Derajat keasaman yang optimum bagi kehidupan

mikroorganisme adalah 6.8 – 7.8.

5. Temperatur, pencernaan anaerobik dapat berlangsung pada suhu 5 – 55oC. Temperatur optimum untuk menghasilkan biogas adalah 35oC.

2.3.4 Teknik Pembuatan Biogas

1. Buatlah isian dengan mencampurkan kotoran ternak segar dengan air,

perbandingan 1:1-1.5. Aduklah kotoran sampai merata sambil membuang

benda-benda keras yang mungkin ikut tercampur.

2. Masukkan isian yang telah siap kedalam tabung pencerna melalui pipa

pemasukan isian. Pada pengisian pertama, kran pengeluaran gas yang ada

pada alat pencerna sebaiknya tidak disambungkan dulu ke pipa. Kran

tersebut dibuka agar udara dalam alat pencerna terdesak keluar sehingga

proses pemasukan lumpur kotoran lebih mudah. Pemasukan isian

dihentikan setelah tabung pencerna penuh, yang ditandai dengan keluarnya

buangan dari pipa buangan. Setelah tabung pencerna penuh, kran pengatur

gas yang ada pada tabung pencerna ditutup dan biarkan digester memulai

proses fermentasi.

3. Buka kran pengeluaran gas dan hubungkan dengan pipa pemasukan gas

tabung pengumpul dengan selang karet atau plastik yang telah disiapkan.

4. Masukkan air kedalam drum besar tabung pengumpul gas sampai

ketinggian sekitar 60 cm.

5. Masukkan pula drum kecil kedalam drum besar yang telah diisi air dan

biarkan drum tersebut tenggelam sebagian badannya.

6. Tutup kran pengeluaran gas tabung pengumpul gas.

7. Setelah 3-4 minggu, biasanya gas pertama mulai terbentuk yang ditandai

dengan terangkatnya drum kecil tabung pengumpul gas. Gas pertama ini

perlu dibuang, dengan membuka kran pengeluaran gas tabung pengumpul,

(38)

14

yang ditandaidengan turunnya permukaan drum kecil pengumpul gas ke

posisi semula, kran pengeluaran gas ditutup kembali. Beberapa hari

kemudian pembentukan gas CH4 semakin meningkat dan CO2 semakin

menurun. Pada saat komposisi 54% CH4 dan 27% CO2 maka biogas akan

menyala. Selanjutnya biogas yang terbentuk sudah dapat dimanfaatkan

untuk menyalakan kompor.

8. Selanjutnya, digester terus diisi dengan lumpur kotoran ternak secara

kontinu setiap hari sehingga dihasilkan biogas yang optimal.

2.3.5 Manfaat Biogas

Biogas mempunyai banyak manfaat, dapat digunakan sebagai sumber

energi, baik energi listrik, gas untuk memasak, dan pengganti minyak tanah.

Sihombing (1997) menyatakan bahwa kotoran ternak selain dijadikan pupuk

kandang, kotoran ternak juga dapat digunakan untuk menghasilkan biogas.

Biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak

tanah dan gas alam (Haryati 2006). Pemanfaatan energi biogas sebagai pengganti

bahan bakar, khususnya minyak tanah, dapat digunakan dalam skala rumah tangga

untuk memasak. Biogas untuk skala rumah tangga biasanya memiliki komposisi

gas seperti pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi gas yang terdapat dalam gasbio skala rumah tangga

No. Jenis Gas Volume (%)

1. Metana (CH4) 50-60

2. Karbon dioksida (CO2) 30-40

3. Oksigen(O2), H2, dan Hidrogen sulfida (H2S) 1-2

Sumber: Wahyuni 2008

Nilai kalori dari satu meter kubik biogas adalah sekitar 6 000 watt jam

yang setara dengan setengah liter minyak disel. Kesetaraan biogas dengan bahan

(39)

15

Tabel 4 Perbandingan gas dengan sumber kalor lain

Keterangan Bahan Bakar Lain

Elpiji 0.46 kg

Minyak tanah 0.62 liter

1 m3 Biogas Minyak solar 0.52 liter

Bensin 0.80 liter

Gas kota 1.50 m3

Kayu bakar 3.50 kg

Sumber: Wahyuni 2008

Penggunaan sistem reaktor biogas memiliki keuntungan, antara lain yaitu

mengurangi efek gas rumah kaca, mengurangi bau yang tidak sedap, mencegah

penyebaran penyakit, panas, daya (mekanis/listrik) dan hasil samping berupa

pupuk padat dan cair. Pemanfaatan limbah dengan cara seperti ini secara ekonomi

akan sangat kompetitif seiring naiknya harga bahan bakar minyak dan pupuk

anorganik. Disamping itu, cara-cara ini merupakan praktek pertanian yang ramah

lingkungan dan berkelanjutan (Widodo et al. 2006). Gas bio dapat dipergunakan dengan cara yang sama seperti gas-gas mudah terbakar yang lain.

Pemanfaatan energi biogas yang terbarukan akan mengurangi

ketergantungan terhadap pemakaian bahan bakar minyak bumi fosil. Biogas selalu

terbarukan mengingat perkembangan populasi ternak yang selalu meningkat

setiap tahunnya, seperti diperlihatkan pada Tabel 1.

Berdasarkan hasil estimasi, seekor sapi dalam satu hari dapat

menghasilkan kotoran sebanyak 10-30 kg/hari, seekor ayam menghasilkan

kotoran 25 g/hari, dan seekor babi dewasa dengan berat 60-120 kg dapat

memproduksi kotoran 4.5 – 5.3 kg/hari. Berdasarkan riset yang pernah ada diketahui bahwa setiap 10 kg kotoran ternak sapi berpotensi menghasilkan 360

liter biogas dan 20 kg kotoran babi dewasa bisa menghasilkan 1 379 liter biogas

(Hambali et al. 2007).

Nilai manfaat kotoran ternak sebagai pupuk kandang tidak berkurang,

bahkan makin meningkat, karena sisa buangan yang berupa lumpur keluaran

(40)

16

(fermentasi) dalam digester, sehingga jika digunakan akan mudah terserap

tanaman (Simamora et al. 2006). Selama proses perombakan, bakteri-bakteri patogen dalam kotoran, seperti E. coli, terbunuh sehingga dapat menyehatkan lingkungan (Hambali et al. 2007).

2.3.6 Pupuk Organik Sisa Pembuatan Biogas

Pupuk digolongkan dalam anorganik dan organik. Pupuk anorganik

umumnya disebut juga pupuk buatan, pupuk industri, pupuk kimia atau pupuk

sintesis seperti urea, KCl, NPK dan sebagainya, sedangkan pupuk organik adalah

pupuk hijau, pupuk kandang, kompos dan guano (Sihombing 1997).

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak baik

berupa kotoran padat (feses) yang tercampur sisa makanan maupun air kencing.

Adapun kandungan unsur hara kotoran babi (padat) adalah: 2.2% nitrogen, 2.1%

fosfor, dan 1% abu, sedangkan unsur hara kotoran babi (cair) 0.6% nitrogen, 0.3%

Fosfor, 0.4% abu (NC State University 2012). Seacara teoritis, satu kg kotoran

segar ternak babi dapat menghasilkan 200 l gasbio. Selanjutnya sisa kotoran

lanjutan setelah pembuatan biogas digunakan untuk pupuk (bahan padat),

makanan ternak, ikan dan untuk memproduksi algae (Maramba 1978).

Simamora et al. (2006) menyatakan bahan keluaran dari sisa proses pembuatan biogas dapat dijadikan pupuk organik, walaupun bentuknya berupa

lumpur (sludge). Pemanfaatan lumpur keluaran biogas ini sebagai pupuk dapat memberikan keuntungan yang hampir sama dengan penggunaan kompos. Sludge

telah mengalami fermentasi anaerob sehingga dapat langsung digunakan untuk

memupuk tanaman.

Sludge yang berasal dari biogas sangat baik untuk dijadikan pupuk karena mengandung berbagai mineral yang dibutuhkan oleh tumbuhan seperti fosfor (P),

magnesium (Mg), kalsium (Ca), kalium (K), tembaga (Cu), dan seng (Zn) (Zuzuki

et al. 2001).

Sisa kotoran dari pembuatan biogas atau dikenal dengan pupuk organik

mempunyai beberapa kelebihan yaitu dapat memperbaiki struktur tanah,

menaikkan daya serap tanah terhadap air, menaikkan kondisi kehidupan di dalam

(41)

17

Kandungan unsur hara dalam pupuk organik tidak terlalu tinggi, tetapi

pupuk organik mempunyai keunggulan lain yaitu dapat memperbaiki sifat fisik

tanah (permeabilitas tanah, porositas tanah, struktur tanah, dan daya menahan air,

dan kapasitas tukar kation tanah). Selain itu, pupuk organik memiliki fungsi untuk

menggemburkan lapisan tanah permukaan (topsoil), meningkatkan jasad renik,

serta meningkatkan daya serap dan daya simpan sehingga secara keseluruhan

dapat meningkatkan kesuburan tanah (Suriadikarta dan Setyorini 2005; Simamora

et al. 2006; Anas 2011).

Pengaplikasian pupuk organik dari hasil buangan biogas umumnya sama

dengan pengaplikasian kompos pupuk organik yang berbentuk padatan, biasanya

diaplikasikan dengan cara mengubur pupuk tersebut disekitar tanaman. Untuk

pupuk organik cair pengaplikasian dapat dilakukan dengan cara penyiraman,

langsung ke lahan pertanian, pengaliran air dalam irigasi, dan penyemprotan

secara tepat (Wahyuni 2008)

Limbah ternak sebagai pupuk organik berpotensi besar untuk

dikembangkan secara meluas ditingkat petani di pedesaan sebagai komponen

unggulan dalam sistem usahatani untuk meningkatkan pendapatan rakyat. Jalinan

timbal balik antara cabang usaha ternak dan usaha tanaman merupakan rangkaian

keterpaduan berbagai kegiatan dan sumber daya dalam suatu sistem usahatani.

Hubungan timbal balik langsung terjalin antara usaha ternak dengan tanaman.

Ternak menyediakan pupuk dan tanaman menyumbangkan limbahnya sebagai

pakan ternak. Hal ini merupakan upaya pelestarian sumber daya alam, lingkungan

dan peningkatan pendapatan petani.

2.4 Ubi Jalar

2.4.1 Daerah Asal dan Penyebaran Ubi Jalar

Ubi jalar atau ketela pohon atau ”sweet potato” diduga berasal dari benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi

jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Nikolai

Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, memastikan daerah sentrum primer

asal tanaman ubi jalar adalah Amerika bagian tengah. Ubi jalar mulai menyebar

ke seluruh dunia terutama negara-negara beriklim tropika, diperkirakan pada abad

(42)

18

menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama Filipina, Jepang, dan Indonesia

(Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi MIG corp. 2011).

Pada tahun 1960-an ubi jalar sudah meluas hampir di seluruh propinsi di

Indonesia. Pada tahun 1968 Indonesia merupakan negara penghasil ubi jalar

nomor empat di dunia, karena berbagai daerah di Indonesia menanam ubi jalar.

Plasma nutfah (sumber genetik) tanaman ubi jalar yang tumbuh di dunia

diperkirakan berjumlah 1000 jenis, namun baru 142 jenis yang diidentifikasi oleh

para peneliti. Lembaga penelitian yang menangani ubi jalar, antara lain, adalah

International Potato Centre (IPC) dan Centro International de La Papa (CIP). Di

Indonesia, penelitian dan pengembangan ubi jalar ditangani oleh Pusat Penelitian

dan Pengembangan Tanaman Pangan atau Balai Penelitian Kacang-kacangan dan

umbi-umbian (Balitkabi).

2.4.2 Jenis Tanaman

Ubi jalar merupakan tanaman ubi-ubian dan tergolong tanaman semusim

(berumur pendek), yang dapat hidup di berbagai macam kondisi tanah, baik di

dataran rendah maupun di dataran tinggi. Hal ini karena ubi jalar dapat

beradaptasi baik dengan lingkungan (Susilawati, 1998). Ubi jalar termasuk famili

Convolvulaceae, genus Ipomea dan spesies Ipomoea batatas L. Ubi jalar cocok ditanam di daerah dengan ketinggian 500-1 000 meter dpl, suhu 21-27 derajat

Celsius, serta mendapat sinar matahari 10-11 jam/hari. Kelembapan udara (RH)

50%-60%, dengan curah hujan 750 – 1 500 mm/tahun.

Ubi jalar ideal ditanam ditanah pasir berlempung, gembur, banyak

mengandung bahan organik, dengan pH 5.5 - 7. Tanaman ini hanya satu kali

berproduksi dan setelah itu tanaman mati. Tanaman ubi jalar tumbuh menjalar

pada permukaan tanah dengan panjang tanaman dapat mencapai tiga meter,

tergantung pada varietasnya. Ubi jalar berbatang lunak, tidak berkayu, berbentuk

bulat, dan teras bagian tengah bergabus. Batang ubi jalar beruas-ruas, setiap ruas

ditumbuhi daun, akar, dan tunas atau cabang. Batang tanaman ubi jalar ada yang

berbulu dan ada yang tidak berbulu. Warna batang ubi jalar bervariasi antara hijau

dan ungu (Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan

(43)

19

Daun ubi jalar berbentuk bulat hati, bulat lonjong, dan bulat runcing,

tergantung pada varietasnya. Daun ubi jalar dalam satu tanaman berjumlah

banyak. Daun ubi jalar berwarna hijau tua dan hijau kuning, sedangkan warna

tangkai dan tulang daun bervariasi, yakni antara hijau dan ungu sesuai dengan

warna batangnya. Bunga tanaman ubi jalar berbentuk terompet. Mahkota bunga

berwarna ungu muda. Buah ubi jalar berkotak tiga. Buah akan tumbuh setelah

terjadi penyerbukan. Di dalam buah banyak berisi biji yang sangat ringan. Biji-biji

tersebut dapat digunakan untuk perbanyakan atau pembiakan tanaman secara

generatif untuk menghasilkan varietas ubi jalar baru.

Umbi tanaman ubi jalar (Gambar 4) merupakan bagian yang dimanfaatkan

untuk bahan makanan. Umbi tanaman ubi jalar memiliki ukuran, bentuk, warna

kulit, dan warna daging bermacam-macam, tergantung varietasnya. Ukuran umbi

tanaman ubi jalar bervariasi, ada yang besar, dan ada yang kecil. Bentuk umbi ubi

jalar ada yang bulat, bulat lonjong (oval), dan bulat panjang. Kulit umbi ada yang

berwarna putih, kuning, ungu, jingga, dan merah. Demikian pula daging umbi ubi

jalar, ada yang berwarna putih, kuning, jingga, dan ungu muda. Struktur kulit

umbi tanaman ubi jalar juga bervariasi antara tipis sampai tebal dan bergetah.

Gambar 4 Umbi ubi jalar putih varietas lokal.

Umbi ubi jalar memiliki tekstur daging bervariasi, ada yang masir

(mempur) dan ada pula yang banyak air. Rasa umbi ada yang manis, kurang

manis, dan ada pula yang gurih. Bentuk dan ukuran umbi merupakan salah satu

kriteria untuk menentukan harga jual di pasaran. Bentuk umbi yang rata (bulat dan

(44)

20

Umbi ubi jalar sudah terbentuk pada umur 20-25 hari setelah tanam. Selanjutnya

dapat dipanen pada umur 100-120 hari setelah terbentuknya umbi atau pada umur

4-5 bulan.

Teknologi dibidang pemuliaan tanaman ubi jalar telah banyak menemukan

varietas-varietas (klon) baru yang lebih unggul daripada generasi sebelumnya.

Varietas atau kultivar atau klon ubi jalar yang ditanam di berbagai daerah antara

lain; lampengan, sawo, cilembu, rambo, SQ-27, jahe, klenang, tumpuk, georgia,

layang-layang, karya, daya, borobudur, prambanan, mendut, dan kalasan

(Rukmana 1997). Namun, varietas ubi jalar yang telah ditemukan tersebut

masing-masing memiliki sifat yang berbeda-beda. Perbedaan sifat ini terletak

pada bentuk umbi, ukuran/berat umbi, warna kulit umbi, warna daging umbi,

tekstur daging umbi, rasa umbi, kandungan gizi (terutama pati dan beta karoten),

ketahanan terhadap penyakit, produktivitas, dan daya adaptasi terhadap

lingkungan.

Varitas ubi jalar yang termasuk varietas unggul adalah yang memiliki

syarat-syarat sebagai berikut : 1. produktivitasnya tinggi, dimana memiliki daya

hasil diatas 25 ton/hektar; 2. berumur pendek antara 3-4 bulan; 3. tahan terhadap

hama penggerek ubi (Cylassp.) dan penyakit kudis oleh cendawan Elsinoe sp.; 4. tekstur umbi masir dan memiliki rasa manis; 5. kandungan serat kasar umbi

rendah; dan 6. kandungan gizi umbi tinggi (Juanda dan Cahyono 2000; Rukmana

1997).

2.4.3 Kandungan Gizi Ubi Jalar

Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori (energi) yang

cukup tinggi. Kandungan karbohidrat ubi jalar menduduki peringkat keempat

setelah padi, jagung, dan ubi kayu. Ubi jalar merupakan sumber vitamin dan

mineral sehingga cukup baik untuk memenuhi gizi dan kesehatan masyarakat.

Gizi yang terkandung dalam ubi jalar adalah vitamin A (beta karoten), vitamin C,

thiamin (vitamin B1), dan ribovlavin (vitamin B2). Mineral yang terkandung

(45)

21

Tabel 5 Kandungan gizi dalam tiap 100 gram daun dan ubi jalar segar

Kandungan gizi Banyaknya dalam :

Ubi putih Ubi kuning Daun

(Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI 1981)

Kandungan gizi lain yang terkandung dalam ubi jalar adalah protein,

lemak, serat kasar, kalori, dan abu. Jumlah kandungan gizi ubi jalar dalam 100

gram bahan yang dapat dimakan dapat dilihat pada Tabel 5. Dilihat dari

kandungan gizinya yang cukup lengkap, ubi jalar dapat memenuhi kebutuhan gizi

bagi kesehatan tubuh. Zat-zat yang terkandung didalamnya dapat mencegah

berbagai penyakit, membangun sel-sel tubuh, menghasilkan energi, dan

meningkatkan proses metabolisme tubuh.

2.4.4 Manfaat dan Kegunaan Ubi Jalar

Ubi jalar memiliki berbagai manfaat, sebagai bahan pangan ubi jalar dapat

dimasak dengan cara digoreng, direbus, atau dikukus. Ubi jalar di Jepang

dijadikan sebagai makanan tradisional yang setaraf dengan pizza atau humberger.

Aneka olahan makanan berbahan baku ubi jalar banyak dijumpai di toko-toko

sampai restoran-restoran bertaraf international. Di Amerika Serikat ubi jalar

dijadikan sebagai bahan pengganti kentang. Ubi jalar dapat diolah menjadi

(46)

22

dan gula fruktosa. Ubi jalar dapat pula digunakan sebagai bahan baku makanan

olahan seperti mie dan roti. Ubi jalar juga dapat dikemas dalam bentuk pasta yang

dipergunakan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman. Ubi jalar

diberbagai negara maju digunakan sebagai bahan baku dalam kegiatan bermacam

industri seperti tekstil, industri farmasi, industri fermentasi, industri lem,

kosmetika, dan pembuatan sirup. Ubi jalar di Amerika Serikat diolah menjadi gula

fruktosa yang digunakan sebagai bahan baku industri minuman coca cola. Ubi

jalar di dalam negeri digunakan sebagai bahan baku pembuatan saus.

Gambar 5 Daun ubi jalar putih varietas lokal.

Ubi jalar mempunyai limbah yang berupa batang dan daun (Gambar 5),

dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan ternak. Pucuk-pucuk daun ubi jalar

muda yang masih segar dapat juga dimanfaatkan untuk membuat sayur (Juanda

dan Cahyono 2000; Rukmana 1997).

2.5 Peternakan dalam Sistem Usahatani

Usahatani terpadu atau farming system dapat diartikan sebagai suatu

sistem usahatani yang terdiri dari beberapa komponen usaha tani yang saling

berinteraksi dan terintegrasi satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan

tertentu. Soewardi (1978) mendefinisikan usahatani terpadu sebagai suatu bentuk

pemanfaatan sumber daya bertujuan ganda dan berimbang dengan seleksi jenis

(47)

23

dengan memperhatikan skala prioritas. Komponen usahatani yang dipadukan

harus saling bersinergis untuk mencapai produksi yang optimal (Direktorat

Jendral Peternakan Deptan 2008)

Ranaweera et al. (1993) menyatakan bahwa untuk memperkecil kesenjangan antara pemenuhan kebutuhan hidup dan pertumbuhan penduduk

diperlukan suatu teknologi yang dapat menciptakan lingkungan stabil dan dapat

menopang meningkatnya kebutuhan manusia. Salah satu teknologi yang dapat

digunakan adalah dengan mengkombinasikan antara usahatani tanaman dan usaha

ternak atau dikenal dengan sistem integrasi tanaman-ternak.

Keragaman integrasi ternak dalam usahatani perlu mendapat pengkajian

lebih dalam yaitu menyangkut analisa kwantitatif yang membahas tentang potensi

ternak dalam usahatani untuk setiap tipe daerah atau wilayah (Puslitbangnak,

1980). Hal ini perlu diketahui, mengingat keanekaragaman situasi agroklimat dan

juga sosial budaya masyarakat setempat.

Ternak merupakan komponen penting dalam sistem usahatani. Kebutuhan

hidup pokok bagi keluarga petani dipenuhi dari tanaman pangan, namun produksi

ternak seringkali merupakan suatu yang penting bagi petani memperoleh uang

tunai, tabungan, penyediaan pupuk, tenaga kerja ternak serta merupakan bahan

makanan berkualitas bagi anggota keluarga (Knipsheer, 1987).

Masalah yang dihadapi dalam usaha pengembangan ternak tradisonal

adalah ketepatan pengalokasian sumberdaya. Pengalokasian termasuk jenis ternak

pada suatu daerah dan para peternak yang mempunyai kondisi yang sangat

beragam. Selama struktur produksi didominasi oleh usaha ternak skala kecil yang

berorientasi pada usahatani keluarga, maka program pengembangan ternak

tradisional harus didasarkan pada pendekatan sistem pertanian secara menyeruruh.

Ini berarti pendekatan ternak harus sejalan dengan pendekatan keilmuan terpadu

dan secara daerah spesifik, dimana petani hidup dan bekerja. Melepaskan

pengembangan ternak dari total sistem pertanian akan membuat program

pengembangan pertanian menjadi tidak seimbang (Sabrani et al. 1981).

Menurut Siregar et al. (1981) dalam pendekatan usahatani sebagai sistem, sedikitnya ada dua hal yang perlu mendapatkan perhatian. Pertama, adalah

(48)

24

pembentuk sistem itu sendiri. Fungsinya sebagai sistem usahatani, ternak akan

berintegrasi dengan lahan, komoditi lain yang diusahakan dan dengan petani

sebagai pengelola usahatani.

Interaksi ternak dengan lahan mempunyai tiga aspek sebagai berikut : 1)

adaptasi ternak secara biologis, 2) kemampuan lahan menghasilkan makanan

ternak atau potensi pakan dari suatu daerah, dan 3) pola pemeliharaan dan daya

tampung areal yang tersedia. Interaksi ternak dengan petani, menyangkut empat

aspek penting yaitu: 1) keserasian ternak dengan tujuan petani, 2) kesenangan

petani dan keterampilan memelihara ternak, 3) kemampuan petani dari segi waktu

dan tenaga kerja pemelihara dan 4) keadaan sosial budaya lingkungan setempat

(Siregar et al. 1981).

Atmadilaga (1982) mengkaji keterkaitan ternak dan lahan dari segi

keterpaduan pembangunan. Kebutuhan pangan dan pembagian sektoral yang

berorientasi pada komoditi, mempunyai implikasi penggunaan lahan, dan

keterpaduan sektor pertanian tidak langsung secara fungsional. Kecenderungan

adalah masing-masing menjadi terbenam dalam kepentingan komoditinya dalam

arti sempit. Kebersamaan penggunaan lahan sebagai basis ekosistem pertanian,

posisi peternakan sangat dipengaruhi bahkan tergantung pada sisa peluang sub

sektor pertanian tanaman pangan. Akhirnya pengusahaan ternak akan

mengendalikan ketersedian pakan dari limbah pertanian dan dari lahan yang

secara defakto diluar garapan sektor peternakan.

Deskripsi integrasi ternak dan tanaman yang menyangkut pendistribusian

pemanfaatan tenaga kerja secara merata sepanjang tahun. Proses produksi

berbagai jenis ternak dan tanaman mempunyai aturan dan persyaratan waktu yang

khas tersendiri. Proses ini mendorong terciptanya keanekaragaman didalam

pertanian. Bila dalam usahatani mampu diciptakan kombinasi tanaman dan ternak

secara baik, tidak akan ada tenaga kerja yang menganggur selama periode

menunggu pertumbuhan tanaman. Bila suatu tanaman sedang tumbuh dan tidak

membutuhkan perawatan, tenaga kerja dapat dicurahkan untuk tanaman lain atau

mengusahakan ternak.

Permasalahan dalam usahatani di Indonesia pada umumnya pelaku

(49)

25

dalam lingkungan tekanan penduduk lokal, (2) Mempunyai sumber daya yang

terbatas dan tingkat hidup yang rendah, (3) Produksi usahatani yang bercorak

subsisten dan (4) Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dan

lainnya. Selain itu, lahan yang dimiliki petani sempit dan terbatas.

Pengembangan sistem integrasi tanaman ternak bertujuan untuk : 1)

mendukung upaya peningkatan kandungan bahan organik lahan pertanian melalui

penyediaan pupuk organik yang memadai, 2) mendukung upaya peningkatan

produktivitas tanaman, 3) mendukung upaya peningkatan produksi daging dan

populasi ternak, dan 4) meningkatkan pendapatan petani atau pelaku pertanian.

Melalui kegiatan ini, produktivitas tanaman maupun ternak menjadi lebih baik

(50)
(51)

3 BAHAN DAN METODE

Tahapan kegiatan penelitian yang telah dilakukan seperti pada Gambar (6).

Gambar 6 Bagan alur kegiatan penelitian.

Ransum Peternak (bervariasi): Konsentrat, jagung, dedak.

RAL 6 perlakuan & 4 ulangan TAHAP V

Nilai Ekonomis Pola Integrasi Ternak Babi dengan Tanaman Ubi Jalar

Gasbio, sludge, brangkasan, ubi jalar, ternak babi.

Dampak bagi lingkungan = zero waste

Pemupukan Ubi Jalar

P1 = 100% anorganik 20 g/lubang P2 = 50% anorganik 10 g/lubang P3 = 50% organik 150 g/lubang P4 = 100% organik 300 g/lubang P5 = 50% anorganik + 50% organik/lubang

Biogas: kapasitas digester 200 liter. Bahan baku isian dan air (1:1). Hasil akhir biogas = sludge

(52)

28

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada lahan petani/peternak babi di Desa

Sumarayar, Kecamatan Langoan Timur, Kabupaten Minahasa (Sulawesi Utara),

dari Agustus 2010 – November 2011. Analisis laboratorium meliputi tanah,

sludge, dan pakan. Analisis tanah dianalisis di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah Departemen Pertanian, Bogor. Analisis sludge, dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Fakultas Peternakan IPB, dan IPB Culture Collection Departemen Biologi Fakultas Matematika dan IPA. Analisis pakan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB.

3.2 Bahan dan Alat

Ternak babi (hasil persilangan Landrace dan duroc), ransum ternak, lahan

percobaan (pekarangan rumah), kotoran ternak babi, tanaman ubi jalar varietas

lokal, sludge, pupuk anorganik phonska. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Dua unit kandang. Unit kandang pertama terbuat dari dinding semen, beratap

rumbia dan berlantai semen. Kandang dilengkapi tempat makan dan minum.

Unit kandang kedua milik petani/peternak, dinding terbuat dari semen, beratap

seng, dan berlantai semen. Kandang dilengkapi tempat makan dan minum yang

terbuat dari semen.

2. Satu unit alat penghasil biogas tipe Horizontal, mengacu pada Hamni (2008).

Alat-alat yang dibutuhkan :

a. Tiga buah drum bekas (yang tidak bocor), berukuran 200 liter setiap drum.

b. Dua buah ”plateser”

c. Pipa besi dengan garis tengah 1-1.5 cm yang dilengkapi kran untuk saluran

gas.

d. Pipa besi dengan garis tengah 5 cm untuk saluran isian dan buangan.

e. Seng tebal atau plat besi setebal 1-2 mm untuk membuat corong

pemasukanisian, dapat pula digunakan corong yang telah jadi.

(53)

29

Cara pembuatan alat penghasil biogas dibagi dalam dua bagian :

1. Pembuatan tabung pencerna

Tabung ini dibuat dari dua drum besar berukuran 200 liter, yang dirangkai

dengan cara dilas. Kedua drum harus dibersihkan dan sebaiknya dicat.

Caranya, drum pertama dibuka salah satu tutupnya (bagian yang ada lubang

bekas pemasukan minyak). Drum kedua dipotong separoh salah satu

tutupnya (bagian yang ada lubang bekas tutup minyak).

Tepat disisi tutup yang masih utuh pada kedua drum dibuat lubang dengan

diameter 5 cm.

Pada posisi atas drum yang tutupnya terbuka dibuat lubang (berlawanan

dengan posisi lubang berdiameter 5 cm) berdiameter 1.5 cm.

Kedua drum disambungkan dengan cara dilas. Kedua lubang yang telah

dibuat (diameter 5 cm) harus tepat pada posisi dasar.

Dilanjutkan dengan penyambungan pipa pemasukan isian sepanjang 60 cm

yang diatasnya telah dilengkapi corong pada salah satu lubang dengan

membentuk sudut 30 derajat, lalu dilas. Untuk memperkuat kedudukannya,

perlu ditopang dengan plat baja. Begitu juga dengan pipa pengeluaran

buangan. Dengan cara dilas pada lubang berdiameter 1.5 cm.

Gambar 7 Alat pencerna (digester).

2. Pembuatan tabung pengumpul gas

Tabung pengumpul gas terbuat dari satu buah drum besar (200 liter) yang

tidak bocor, dan satu buah drum yang lebih besar yang terbuat dari plateser.

Drum besar (200 liter) dibuka salah satu tutupnya (bagian yang ada lubang

bekas pemasukan minyak tanah). Demikian pula dengan plateser dibuat

terbuka salah satu tutupnya dan dicat.

Pada tutup drum besar (200 liter) dibuat dua lubang berdiameter 1.5 cm.

Gambar

Gambar 2  Peta Minahasa.
Tabel 1 Perkembangan jumlah ternak di Indonesia (ribuan ekor)
Gambar 3  Proses pembentukan gas metana (Hambali et al. 2007).
Tabel 5 Kandungan gizi dalam tiap 100 gram daun dan ubi jalar segar
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pemilihan Indonesia sebagai mediator oleh Afghanistan dalam upaya mediasi konflik Afghanistan pada tahun 2017-2019 bukan hanya alasan solidaritas Islam tapi juga ada

[r]

Makalah akhir PBL PDPT ini bertujuan untuk memahami secara dalam lingkup sub pokok bahasan nasionalisme Indonesia, hak dan kewajiban warga Negara Indonesia dalam

Demikian juga terlihat bahwa ada konvergensi dan pemikiran-pemikiran yang melahirkan berbagal konsep pembangunan dengan pandangan-pandangan dalam ilmu administrasi yang mengarah

Titik pertama diletakkan pada posisi 10 satuan ke kanan pada sumbu x (glVertex2i(10,0);), selanjutnya penentuan titik kedua pada lokasi 35 satuan ke arah sumbu x kanan 50

Berdasarkan pertimbangan tersebut, teori dalam menganalisis penelitian ini adalah Intra Party Politics yang diungkapkan oleh Richard S. Adapun metode dalam

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh kepemilikan keluarga, diversitas dewan komisaris, manajemen laba, kualitas laba, komisaris independen,