• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Trauma Yang Berlebihan Pada Jaringan Sekitar Akibat Ekstraksi Gigi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Dampak Trauma Yang Berlebihan Pada Jaringan Sekitar Akibat Ekstraksi Gigi"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK TRAUMA YANG BERLEBIHAN PADA

JARINGAN SEKITAR AKIBAT EKSTRAKSI GIGI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi

Oleh :

NONI HARAHAP NIM : 060600041

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan MaksiloFasial Tahun 2010

Noni Harahap

Dampak Trauma Yang Berlebihan Pada Jaringan Sekitar Akibat Ekstraksi Gigi

viii + 29 halaman

Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang alveolar. Walaupun ekstraksi gigi merupakan tindakan yang paling sederhana di bidang bedah mulut dan merupakan tindakan yang sehari-hari dilakukan oleh dokter gigi, tetapi komplikasi pasca ekstraksi gigi dapat terjadi setiap saat.

Walaupun sudah bekerja dengan hati-hati dan sebaik-baiknya, pada saat melakukan ekstraksi gigi tidak jarang menimbulkan trauma pada jaringan sekitar yang meliputi jaringan lunak, prosesus alveolaris, tuberositas maksilaris, dan nervus, trauma pada gigi tetangga, dan penyembuhan yang lambat adalah hal yang paling sering ditemukan pada saat ekstraksi gigi.

Perawatan yang tepat sesuai dengan komplikasi yang terjadi adalah tindakan terbaik untuk mencegah terjadinya komplikasi lanjutan yang lebih serius lagi bahkan berakibat fatal. Sudah menjadi kewajiban dokter gigi untuk dapat menciptakan rongga mulut yang sehat dan dapat berfungsi dengan baik

(3)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 01 Februari 2010

Pembimbing : Tanda tangan

Shaukat Osmani Hasbi, drg., Sp.BM ………

(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji pada tanggal 01 Februari 2010

TIM PENGUJI SKRIPSI

KETUA : Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM ANGGOTA : 1. Shaukat Osmani Hasbi, drg., Sp.BM

2. Abdullah, drg

(5)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, Sang Mahahati dan Sang Maha segalanya, sehingga skripsi ini dapat selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat.

1. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Sp.Pros., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Shaukat Osmani Hasbi, drg., Sp.BM, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, petunjuk dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

3. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM, selaku kepala bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial.

4. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM selaku dosen wali penulis dan pemberi motivasi dalam setiap kata-kata yang terucap.

5. Seluruh staf pengajar di Fakultas Kedokteran Gigi USU.

(6)

tatapan penuh rasa bangga setiap melihatnya, inspirasi terbaik dalam hidup penulis dan semua pengorbanan yang telah dilakukan.

7. Kakak dan adik penulis, Intan Harahap, SH, Mkn, dr. Sari Harahap, Hindun Harahap, dan Tondi Maratua Harahap yang selalu memberikan dukungan kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.

8. Sebuah senyuman penuh rasa bangga dan rasa terima kasih kepada Fahrur Rozi Tamin Karim Lubis atas setiap waktu yang diluangkan untuk membantu penulis agar dapat menyelesaikan skripsi ini, selalu setia mendoakan dan memberikan semangat dengan caranya sendiri kepada penulis.

9. Sepuluh perempuan sahabat penulis, Dhita, Nanda, Ulfa, Loviora, Erlita, Tika, Mita, Risya, Erwina dan Luki yang selalu saling memberikan motivasi, dan mendoakan penulis pada setiap tahap dalam proses skripsi ini.

10.Teman-teman yang mengambil skripsi dibagian Bedah Mulut dan Maksilofasial, teman-teman angkatan 2006, dan orang-orang tak terduga yang selalu memberikan semangat yang tidak dapat disebutkan semuanya. Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan,01 Februari 2010 Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL………

HALAMAN PERSETUJUAN………. HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI……….

KATA PENGANTAR……….. iv

DAFTAR ISI………. vi

DAFTAR GAMBAR………. viii

BAB 1 PENDAHULUAN…………. ……….. 1

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI 2.1 Defenisi………. 3

2.2 Indikasi……….. 3

2.3 Kontraindikasi……… 5

2.4 Prinsip Ekstraksi Gigi……… 7

BAB 3 KOMPLIKASI EKSTRAKSI GIGI 3.1 Trauma Jaringan Sekitarnya……….. 9

3.1.1 Jaringan Lunak………... 9

3.1.2 Prosesus Alveolaris……….. 11

3.1.3 Tuberositas Maksilaris……… 12

(8)

3.2 Trauma Pada Gigi Tetangga……… 14

3.3 Penyembuhan yang Lambat……… 15

BAB 4 PERAWATAN 4.1 Trauma Jaringan Sekitarnya……… 18

4.1.1 Jaringan Lunak………. 18

4.1.2 Prosesus Alveolaris………. 19

4.1.3 Tuberositas Maksilaris……….. 19

4.1.4 Nervus……… 20

4.2 Trauma Pada Gigi Tetangga………. 20

4.3 Penyembuhan yang Lambat……….. 21

4.4 Proses penyembuhan jaringan lunak dan jaringan keras… 22 BAB 5 KESIMPULAN………. 25

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Daerah sublingual yang tertusuk elevator sewaktu ekstraksi gigi ………… 10 2. Pengambilan sisa fraktur prosesus alveolaris pada ekstraksi gigi anterior

maksila……… 11 3. Fraktur tuberositas maksilaris pada saat ekstraksi molar maksila yang

ankilosis……….. 12

4. Trauma yang terjadi pada N. mentalis akibat retraksi yang berlebihan

(10)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan MaksiloFasial Tahun 2010

Noni Harahap

Dampak Trauma Yang Berlebihan Pada Jaringan Sekitar Akibat Ekstraksi Gigi

viii + 29 halaman

Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang alveolar. Walaupun ekstraksi gigi merupakan tindakan yang paling sederhana di bidang bedah mulut dan merupakan tindakan yang sehari-hari dilakukan oleh dokter gigi, tetapi komplikasi pasca ekstraksi gigi dapat terjadi setiap saat.

Walaupun sudah bekerja dengan hati-hati dan sebaik-baiknya, pada saat melakukan ekstraksi gigi tidak jarang menimbulkan trauma pada jaringan sekitar yang meliputi jaringan lunak, prosesus alveolaris, tuberositas maksilaris, dan nervus, trauma pada gigi tetangga, dan penyembuhan yang lambat adalah hal yang paling sering ditemukan pada saat ekstraksi gigi.

Perawatan yang tepat sesuai dengan komplikasi yang terjadi adalah tindakan terbaik untuk mencegah terjadinya komplikasi lanjutan yang lebih serius lagi bahkan berakibat fatal. Sudah menjadi kewajiban dokter gigi untuk dapat menciptakan rongga mulut yang sehat dan dapat berfungsi dengan baik

(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

Ekstraksi gigi adalah tindakan yang paling sederhana di bidang bedah mulut dan merupakan tindakan yang sehari-hari dilakukan oleh seorang dokter gigi. Walaupun merupakan tindakan yang biasa dilakukan, tetapi kemungkinan terjadinya komplikasi pasca ekstraksi gigi dapat terjadi setiap saat.1 Situasi yang tidak diinginkan sering dihadapi di dalam praktek dokter gigi yang disebabkan kesalahan dokter gigi, kesalahan pasien atau faktor-faktor lain.2 Pada umumnya ekstraksi gigi selalu berhasil dan tidak menimbulkan komplikasi. Walaupun demikian, tidak selamanya ekstraksi gigi dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan karena kadang-kadang dokter gigi menemukan kesukaran sewaktu ekstraksi gigi sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama.3

Respon pasien tertentu dianggap sebagai kelanjutan yang normal dari pembedahan, yaitu perdarahan, rasa sakit dan edema. Tetapi apabila berlebihan, perlu dipikirkan lagi apakah termasuk morbiditas yang biasa ataukah komplikasi. Pencegahannya tergantung pada pemeriksaan riwayat, pemeriksaan menyeluruh, foto rontgen yang memadai, dan formula rencana pembedahan yang memuaskan. Tanpa memandang pengalaman dokter gigi, kesempurnaan persiapan dan keterampilan dokter gigi, komplikasi masih bisa terjadi pada situasi perawatan tertentu. Karena itu komplikasi tertentu kadang-kadang tidak terhindarkan.4

(12)

berlebihan atau kasar sehingga terhindar dari trauma yang besar. Pada ekstraksi gigi yang sulit, kadang-kadang dibutuhkan tenaga yang besar sehingga dapat menimbulkan trauma yang besar pada jaringan di sekitar gigi baik jaringan lunak maupun jaringan keras. Hal ini membuat rasa tidak nyaman pada pasien dan menimbulkan ketakutan pasien. Jika trauma yang besar pada ekstraksi gigi terjadi, hal yang paling penting bagi dokter gigi adalah dapat menguasai dirinya untuk tetap tenang agar tidak memperparah keadaan. Karena pasien, jika sadar, biasanya cepat untuk memperhatikan kekacauan yang terjadi pada dirinya dan menjadi khawatir.5

Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan dampak trauma yang berlebihan pada ekstraksi gigi yang dapat menimbulkan komplikasi ekstraksi gigi dan perawatannya. Hal ini penting bagi dokter gigi untuk mencapai tujuan kedokteran gigi yakni menciptakan rongga mulut yang sehat dan dapat berfungsi dengan baik.6

(13)

BAB 2

EKSTRAKSI GIGI

2.1 Defenisi

Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang alveolar. Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana dan teknik pembedahan. Teknik sederhana dilakukan dengan melepaskan gigi dari perlekatan jaringan lunak menggunakan elevator kemudian menggoyangkan dan mengeluarkan gigi di dalam soket dari tulang alveolar menggunakan tang ekstraksi. Sedangkan teknik pembedahan dilakukan dengan pembuatan flep, pembuangan tulang disekeliling gigi, menggoyangkan dan mengeluarkan gigi di dalam soket dari tulang alveolar kemudian mengembalikan flep ke tempat semula dengan penjahitan. Teknik sederhana digunakan untuk ekstraksi gigi erupsi yang merupakan indikasi, misalnya gigi berjejal. Ekstraksi gigi dengan teknik pembedahan dilakukan apabila gigi tidak bisa diekstraksi dengan menggunakan teknik sederhana, misalnya gigi ankilosis. 7,8

2.2 Indikasi

Tujuan dokter gigi adalah menciptakan rongga mulut yang sehat dan dapat berfungsi dengan baik sampai akhir pertumbuhan gigi. Walaupun demikian, ekstraksi gigi penting dilakukan dengan berbagai alasan. 6,8-12

a. Karies Besar

(14)

b. Nekrosis Pulpa

Gigi dengan pulpitis irreversible yang perawatan endodonti tidak dapat dilakukan lagi atau merupakan kegagalan setelah dilakukan perawatan endodonti.

c. Penyakit Periodontal

Periodontitis dewasa yang berat dan luas akan menyebabkan kehilangan tulang berlebihan dan mobiliti gigi yang menetap.

d. Gigi Retak

Gigi yang retak atau mengalami fraktur akar yang biasanya menyebabkan nyeri hebat dan tidak dapat dikendalikan dengan perawatan endodonti.

e. Gigi Malposisi

Gigi yang dapat menyebabkan trauma jaringan lunak dan posisinya tidak dapat diperbaiki dengan perawatan orthodonti.

f. Gigi Terpendam

Apabila gigi terpendam menimbulkan masalah dan menyebabkan gangguan fungsi normal dari pertumbuhan gigi, maka gigi terpendam ini diekstraksi.

g.. Gigi Berlebih

Dapat mengganggu pertumbuhan gigi geligi normal atau menyebabkan gigi berjejal berat dan estetis yang kurang pada gigi anterior.

h. Gigi yang berkaitan dengan lesi patologis

(15)

i. Gigi Persistensi

Gigi desidui yang sudah waktunya tanggal tetapi masih kuat dan gigi penggantinya sudah erupsi. Biasanya gigi desidui mengalami resorbsi sehingga akan goyah, tetapi pada gigi desidui yang gangren tidak mungkin terjadi resorbsi atau karena kondisi kesehatan dari pasien maka gigi desidui itu masih tetap tertanam dalam tulang alveolar.

j. Keperluan Orthodonti

Ekstraksi gigi premolar dilakukan untuk perawatan orthodonti dengan pertumbuhan gigi yang berjejal.

k. Ekstraksi Preprostetis

Untuk keperluan pembuatan protesa dilakukan ekstraksi gigi. l. Preradioterapi

Pasien yang akan mendapatkan perawatan radioterapi pada rongga mulutnya harus dilakukan ekstraksi gigi terlebih dahulu pada gigi-gigi yang merupakan indikasi pada daerah yang akan diradioterapi.

2.3 Kontraindikasi

(16)

a. Penderita penyakit jantung, hipertensi, arteriosklerosis, dan diabetes mellitus kontraindikasi pada pemberian adrenalin

Adrenalin pada ekstraksi gigi merupakan kontraindikasi pada penderita penyakit jantung, hipertensi, arteriosklerosis dan diabetes melitus.

b. Penderita Trombositopenia

Penderita trombositopenia memiliki jumlah trombosit lebih sedikit dari normal sehingga darah sukar membeku. Seperti yang telah diketahui bahwa trombosit penting artinya dalam pembekuan darah.

c. Penderita Leukemia

Penderita leukemia memiliki jumlah leukosit yang lebih banyak dari normal dalam darah sehingga mudah mengalami perdarahan.

d. Kaheksi

Penderita memiliki keadan umum yang sangat buruk karena malnutrisi atau sesudah menderita penyakit yang lama dan berat. Akibatnya semua keadaan menjadi jelek, perdarahan banyak, penyembuhan luka lambat dan dengan suntikan atau sedikit trauma ia dapat kolaps. Ekstraksi gigi ditunda sampai keadaan umum penderita lebih baik.

e. Penderita Hemofilia

(17)

f. Kehamilan

Ekstraksi gigi merupakan kontraindikasi pada trimester pertama, karena keadaan umum ibu hamil pada trimester pertama sering sangat lemah dan dalam masa pembentukan janin.

g. Peradangan di sekitar Gigi

Apabila terdapat peradangan di sekitar gigi, maka ekstraksi gigi adalah kontraindikasi. Ekstraksi gigi dapat dilakukan jika inflamasinya sudah sembuh.

2.4 Prinsip Ekstraksi Gigi

Dalam prakteknya, ekstraksi gigi harus mengikuti prinsip-prinsip yang akan memudahkan dalam proses ekstraksi gigi dan memperkecil terjadinya komplikasi ekstraksi gigi. 12

a. Asepsis

Untuk menghindarkan atau memperkecil bahaya inflamasi, seharusnya bekerja secara asepsis, artinya melakukan pekerjaan dengan menjauhkan segala kemungkinan kontaminasi dari kuman atau menghindari organisme patogen. Asepsis secara praktis merupakan suatu teknik yang digunakan untuk memberantas semua jenis organisme. Tindakan sterilisasi dilakukan pada tim operator, alat-alat yang dipergunakan, kamar operasi, pasien terutama pada daerah pembedahan.

b. Pembedahan atraumatik

(18)

terjadinya inflamasi dan memperlambat penyembuhan. Peralatan yang digunakan haruslah tajam karena dengan peralatan yang tumpul akan memperbesar terjadinya trauma.

c. Akses dan lapangan pandang baik

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi akses dan lapangan pandang yang baik selama proses ekstraksi gigi. Faktor-faktor tersebut adalah posisi kursi, posisi kepala pasien, posisi operator, pencahayaan, retraksi dan penyedotan darah atau saliva. Posisi kursi harus diatur untuk mendapatkan akses terbaik dan kenyamanan bagi operator dan pasien. Pada ekstraksi gigi maksila, posisi pasien lebih tinggi dari dataran siku operator dengan posisi sandaran kursi lebih rendah sehingga pasien duduk lebih menyandar dan lengkung maksila tegak lurus dengan lantai. Sedangkan ekstraksi gigi pada mandibula, posisi pasien lebih rendah dari dataran siku operator dengan posisi sandaran kursi tegak dan dataran oklusal terendah sejajar dengan lantai. Pencahayaan harus diatur sedemikian rupa agar daerah operasi dapat terlihat dengan jelas tanpa bayangan hitam yang membuat gelap daerah operasi. Retraksi jaringan juga dibutuhkan untuk mendapatkan lapangan pandang yang jelas. Daerah operasi harus bersih dari saliva dan darah yang dapat mengganggu penglihatan ke daerah tersebut sehingga dibutuhkan penyedotan pada rongga mulut.

d. Tata Kerja Teratur

(19)

BAB 3

KOMPLIKASI EKSTRAKSI GIGI

Walaupun sudah bekerja dengan hati-hati dan sebaik-baiknya, tidak selalu ekstraksi gigi berjalan dengan memuaskan. Sering sekali terjadi hal-hal yang tidak diduga dan menyulitkan pekerjaan operator selanjutnya. Hal-hal tersebut merupakan komplikasi dalam ekstraksi gigi.

3.1 Trauma Jaringan Sekitarnya

Pada saat melakukan ekstraksi gigi, jaringan sekitar gigi seperti jaringan lunak, prosesus alveolaris, tuberositas maksilaris dan nervus kadang-kadang mengalami trauma. Trauma ini pada umumnya di sebabkan oleh tekanan yang tidak terkontrol dari operator sewaktu ekstraksi gigi.

3.1.1 Jaringan Lunak

(20)

disertai perdarahan yang harus segera mendapat perhatian. Robeknya mukosa sering terjadi pada tepi tulang, atau pada tempat penyambungan tepi-tepi flep. Laserasi mukosa juga dapat disebabkan oleh karena mukosa atau gingiva terjepit oleh tang sewaktu ekstraksi gigi. Mukosa sudut mulut dapat luka karena terjepit oleh tang atau karena gesekan dari alat penarik pipi. Gerakan yang tiba-tiba dari pasien akibat berkurangnya pengaruh bahan anastesi sehingga pasien merasa kesakitan juga dapat menyebabkan laserasi mukosa.

Mukosa tertusuk elevator disebabkan oleh terlepasnya elevator dari tangan operator sewaktu instrumentasi dengan gerakan yang tidak terkontrol sehingga dapat melukai jaringan lunak sekitarnya. Ini sering terjadi karena penggunaan tenaga yang tidak terkontrol dan sandaran jari yang kurang nyaman sewaktu instrumentasi. 2-5,10,13-16

(21)

3.1.2 Prosesus Alveolaris

Fraktur Prosesus alveolaris adalah terikutnya bagian tulang bukal bersama akar pada waktu ekstraksi gigi dengan menggunakan tang ekstraksi. Fraktur prosesus alveolaris ini dapat melekat pada gigi yang diekstraksi atau tetap tinggal di dalam luka. Bila fraktur melekat pada gigi yang diekstraksi maka tulang alveolar yang tinggal di dalam soket menjadi kasar dan tidak beraturan. Hal ini dapat terjadi karena ekstraksi gigi dengan tang ekstraksi menggunakan tenaga yang berlebihan pada prosesus alveolaris yang getas dan tipis. Kejadiannya sulit diperkirakan, bahkan walaupun kadang-kadang dapat diraba bila digunakan pinch grasp. Sering terjadi pada lempeng bukokortikal kaninus maksila dan molar pertama maksila, tulang dasar sinus maksilaris yang berhubungan dengan gigi molar, lempeng labial gigi insisivus mandibula, gigi yang hipersementosis dimana ujung akar lebih besar dari pada pangkalnya dan gigi ankilosis. 2-5,10

(22)

3.1.3 Tuberositas Maksilaris

Fraktur tuberositas maksilaris merupakan subkelompok khusus fraktur alveolar. Fraktur tuberositas maksilaris merupakan komplikasi serius. Tergantung pada luasnya fraktur, dapat mempengaruhi retensi gigi tiruan penuh di masa yang akan datang. Fraktur tuberositas maksilaris lebih sering terjadi jika menggunakan elevator untuk ekstraksi gigi molar ketiga maksila yang erupsi sempurna dengan menggunakan tekanan yang tidak terkontrol. Menurunnya ketahanan tulang akibat molar tiga setengah terpendam dan terpendam, dan molar maksila yang ankilosis dapat menyebabkan terjadinya fraktur tuberositas maksilaris. Hubungan oro-antral yang besar hampir tidak dapat diacuhkan pada keadaan ini. 2-5,15-18

(23)

3.1.4 Nervus

Saraf yang sering cedera selama ekstraksi gigi adalah divisi ketiga dari N. trigeminus. N. alveolaris inferior sangat dekat dengan regio apikal gigi molar ketiga dan kadang-kadang molar kedua. Meskipun putusnya saraf relatif jarang tetapi tekanan mungkin terjadi selama ekstraksi gigi molar ketiga yang erupsi atau terpendam, ujung akar dan fragmen akar atau keduanya. N. lingualis paling sering cedera selama ekstraksi molar ketiga bawah yang terpendam. Hal ini terjadi karena penyingkapan flep lingual, fraktur dataran lingual, atau penembusan bur melalui korteks lingual pada waktu separasi gigi. N. lingualis menempel pada aspek medial mandibula pada regio molar. N. mentalis berhubungan erat dengan apeks gigi premolar sehingga mudah diidentifikasi. Cabang N. mentalis mudah terpotong selama pembuatan flep atau mengalami cedera regangan akibat retraksi. 2,4,7,10,13,15

(24)

3.2 Trauma Pada Gigi Tetangga

Trauma pada gigi tetangga sering terjadi karena operator terfokus pada gigi yang akan diekstraksi dan tidak memperhatikan gigi tetangganya. Trauma pada gigi tetangga dapat berupa fraktur restorasi, gigi tetangga goyah, dan kesalahan ekstraksi gigi.

Fraktur restorasi pada gigi tetangga disebabkan oleh kelalaian operator terhadap penggunaan elevator dengan tenaga yang berlebihan tanpa memperhatikan gigi tetangganya. Gigi dan restorasi yang berlawanan dapat rusak jika diaplikasikan kekuatan berlebihan pada gigi dengan menggunakan tang atau elevator. Bukan hal yang jarang, daerah distal dari suatu restorasi atau restorasi yang menggantung diatas suatu inlay atau mahkota pada molar kedua mandibula akan keluar jika gigi molar ketiga mandibula yang bersebelahan tersebut dielevasi melawannya. Fraktur akar distal gigi molar kedua maksila selama elevasi dari gigi molar ketiga maksila yang terpendam dapat terjadi setelah penggunaan tenaga yang berlebihan sebagai akibat dari pengangkatan tulang yang inadekuat. Fraktur gigi atau akar selama ekstraksi gigi merupakan komplikasi yang paling umum terjadi pada bedah mulut minor. Teknik ekstraksi yang buruk, khususnya penggunaan tang ekstraksi yang salah, aplikasi tang yang terlalu dekat dengan batas sementum enamel dan terlalu jauh dengan apeks akar dan kesalahan penggunaan elevator adalah penyebab utama fraktur gigi atau akar selama ekstraksi gigi.

(25)

menyebabkan goyahnya gigi tetangga bahkan avulsi sebagian. Hal ini utamanya terjadi jika gigi yang bersebelahan digunakan sebagai fulkrum dari elevator bukannya tulang interradikular dan elevator digunakan sebagai pengungkit gigi sebelahnya.

Kesalahan ekstraksi gigi dianggap tidak akan pernah terjadi oleh sebagian besar operator, tapi kenyataannya hal ini sering terjadi. Pada umumnya disebabkan oleh pemeriksaan preoperatif yang kurang memadai. Terutama pada ekstraksi gigi yang karies dan terdapat banyak sekali gigi karies di dalam rongga mulut pasien. Gigi yang umumnya salah dalam ekstraksi adalah gigi kaninus maksila sebagai pengganti dari gigi premolar pertama maksila, premolar permanen mandibula dengan molar sulung mandibula dan molar kedua maksila dengan molar ketiga maksila. Hal ini khususnya mungkin dapat terjadi pada gigi molar ketiga maksila yang erupsi sebagian dan susah untuk dilihat. Situasi serupa terjadi ketika hanya satu dari dua gigi yang tidak erupsi atau bersebelahan yang diekstraksi. Hal ini umumnya merupakan permintaan sebagai bagian dari rencana perawatan orthodonti dan bagaimanapun juga hal ini harus dihindari. 2-5,10,13,16

3.3 Penyembuhan yang lambat

Penyembuhan yang lambat pasca ekstraksi gigi sering disebabkan oleh inflamasi dan luka yang terbuka. Inflamasi merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada ekstraksi gigi yang rutin dilakukan. Lebih sering terjadi pada ekstraksi gigi dengan flep yang disertai pengambilan tulang.

(26)

soket dan melindungi tulang yang ada di bawahnya, maka akan terjadi inflamasi yang akan menghambat penyembuhan luka ekstraksi gigi. Peradangan ini disebut dengan dry socket. Gejala-gejala dry socket yakni, timbul 2 – 4 hari setelah ekstraksi gigi, rasa sakit terus-menerus dan dalam pada bekas pencabutan gigi, rasa sakit kadang-kadang memancar, dan pasien dalam keadaan lemah oleh karena rasa sakit yang tidak dapat ditahankan. Secara objektif dry socket terlihat berupa adanya alveolus yang kosong sesudah ekstraksi gigi dan hanya dilapisi oleh satu lapis jaringan nekrotis yang berwarna keabu-abuan dengan dikelilingi oleh gingiva yang berwarna merah (oedematous), bila diambil jaringan nekrotis tersebut dengan kapas maka tercium bau seperti bau gangren, dan kadang-kadang dapat terjadi pembengkakan. Rasa sakit disebabkan oleh karena tidak terisinya alveolus dengan koagulum darah sehingga segala sisa makanan, kuman-kuman masuk ke dalam alveolus yang kosong dan menimbulkan radang serta kematian sebagian dari dinding alveolus tersebut.

Etiologi dari dry socket antara lain tidak terbentuknya koagulum darah karena pemakaian bahan anastetikum yang terlalu keras dan banyak sehingga sesudah ekstraksi bahan yang konstriksi masih bekerja sehingga alveolus kering tidak terisi koagulum darah, larutnya koagulum darah yang sudah terjadi disebabkan oleh karena pasien sering berkumur-kumur setelah ekstraksi gigi, trauma yang terlalu besar misalnya ekstraksi gigi terpendam, keadaan pasien itu sendiri misalnya malnutrisi dan melakukan ekstraksi gigi dalam keadaan jaringan meradang.

(27)

garis insisi. Sedangkan jahitan yang terlalu tegang menyebabkan iskemia dari tepi flep dengan jaringan nekrosis nantinya, yang mana jahitan memberikan tekanan sampai ke tepi flep yang akan menyebabkan luka terbuka.Jahitan yang terlalu tegang menyebabkan vaskularisasi darah di daerah tersebut tidak lancar sehingga menyebabkan penyembuhan lambat. 2,4,6-8,10,15,17,20,21

(28)

BAB 4

PERAWATAN

Pada bab sebelumnya telah dijelaskan beberapa komplikasi yang dapat timbul pada ekstraksi gigi. Komplikasi-komplikasi tersebut harus mendapatkan perawatan agar tidak terjadi komplikasi lanjutan yang lebih serius lagi bahkan berakibat fatal. Perawatan yang dilakukan sesuai dengan komplikasi ekstraksi gigi yang terjadi.

4.1 Trauma Jaringan sekitarnya

Perawatan yang dilakukan pada trauma jaringan sekitar gigi harus dilakukan sesuai dengan trauma yang ditiimbulkan. Pencegahan terjadinya trauma pada jaringan lunak, prosesus alveolaris, tuberositas maksilaris dan nervus penting dilakukan agar tidak terjadi komplikasi serius.

4.1.1 Jaringan lunak

Hal yang paling utama dalam menanggulangi keadaan ini adalah dengan pemeriksaan daerah luka secara seksama untuk memastikan bahwa tidak ada benda asing atau fragmen gigi yang tertinggal. Pada mukosa yang robek dapat dihindari dengan membuat flep dengan ukuran yang memadai dan menggunakan retraksi minimal. Perawatan yang dilakukan adalah pembersihan luka dengan memakai larutan garam atau aquades, reposisi flep dan penjahitan.

(29)

inflamasinya dan dibiarkan sembuh secara sekunder. Kalau merupakan indikasi, luka yang dalam, dapat dilakukan penjahitan. 2-5,10,13-16

4.1.2 Prosesus alveolaris

Untuk menghindari terjadinya fraktur pada prosesus alveolaris dapat dilakukan evaluasi kondisi tulang secara klinis dan radiografis, mengontrol kekuatan selama instrumentasi agar tidak berlebihan dan apabila dirasa perlu mengambil tulang banyak maka dilakukan pembuatan flep. Perawatan yang dilakukan pada trauma prosesus alveolaris adalah dengan mengambil tulang-tulang tajam didekatnya dan dilakukan penghalusan tepi-tepi tulang dengan kikir tulang, apabila mukoperiosteum diatasnya sangat terpisah dengan tulangnya maka dilakukan penjahitan. Jika fragmennya kecil dan telah terpisah dari perlekatan periostealnya maka sebaiknya fragmen tersebut disingkirkan. Jika fragmennya besar dan perlekatan periostealnya masih baik, maka fragmen fraktur tersebut direposisi dengan penekanan dan dilakukan penjahitan. 2-5,10

4.1.3 Tuberositas maksilaris

(30)

dibebaskan dari oklusi. Karena sinus maksilaris cedera sampai batas tertentu, maka diberikan antibiotik spektrum luas dan dekongestan sistemik.

Ekstraksi gigi dilakukan setelah 6-8 minggu melalui pembedahan. Apabila tuberositas maksilaris terangkat pada waktu ekstraksi gigi, maka gigi diekstraksi dengan pembedahan dan tulang dikembalikan pada daerah fraktur sebagai graft bebas. Kemudian dilakukan penjahitan mukoperiosteum karena sebagian besar dasar sinus maksilaris harus diganti. 2,-5,15-18

4.1.4 Nervus

Untuk mencegah trauma pada nervus perlu diperhatikan anatomi nervus di daerah ekstraksi dan hindari melakukan insisi di daerah periosteum dimana terdapat nervus. Trauma pada nervus jarang sekali diketahui pada waktu operasi. Trauma kecil menyebabkan parestesia selama beberapa minggu atau bulan. Trauma berat akan menyebabkan N. mentalis tidak berfungsi. Rujukan segera sangat diperlukan, karena diperlukan perawatan sedini mungkin. Perawatan yang dilakukan adalah dengan dekompresi, eksisi dan anastomosis ulangan atau cangkok. 2,4,7,10,13,15

4.2 Trauma pada gigi tetangga

(31)

gigi dilapisi dengan restorasi sementara hingga gigi tersebut dapat direstorasi secara permanen. Perawatan fraktur restorasi pada gigi tetangga dilakukan dengan penambalan kembali restorasi yang patah, pembuatan restorasi sementara dan penyemenan kembali mahkota prostetik.

Gigi tetangga yang goyah dapat dilakukan perawatan dengan melakukan reposisi pada gigi tersebut kemudian dilakukan fiksasi. Pada keadaan salah melakukan ekstraksi gigi, maka dilakukan replantasi gigi segera setelah diketahui. 2-5,10,13,16

4.3 Penyembuhan yang lambat

Inflamasi dapat dihindari dengan melakukan teknik asepsis. Irigasi yang berlebihan dengan saline pada daerah di bawah flep dan dengan menggunakan kuret untuk membersihkannya dari debris dapat mencegah terjadinya inflamasi. Perawatan yang dilakukan untuk mengatasi inflamasi adalah dengan pemberian antibiotika.

(32)

kemoterapeutika, antibiotika, vitamin C dan B komp. Setelah dua hari dilihat apakah telah terjadi granulasi, bila belum maka diulangi tindakan di atas sekali lagi.

Untuk menghindari terjadinya luka terbuka dapat dilakukan dengan teknik asepsis, pembedahan atraumatik, penjahitan diatas tulang yang sehat dan dilakukan tanpa tegangan. Pada luka terbuka, tulang yang muncul dapat dibiarkan saja sedangkan tulang yang tajam dapat dihaluskan dengan kikir tulang. 2,4,6-8,10,15,17,20,21

4.4 Proses penyembuhan jaringan lunak dan jaringan keras

Pada dasarnya proses penyembuhan jaringan lunak terdiri dari 3 tahapan yaitu: 22

a. Injuri

Pada tahap ini, jaringan lunak yang disayat pada proses operasi menyebabkan luka dan perdarahan serta kematian beberapa jaringan tersebut. Pada ruang insisi akan terjadi perdarahan yang kemudian akan diikuti penggumpalan. Setelah itu tubuh akan mengeluarkan leukosit untuk fagositosis jaringan yang mati.

b. Inflamasi

(33)

c. Perbaikan

Pada tahap ini penyembuhan terjadi dengan mengganti jaringan yang rusak atau hilang dengan jaringan subtitusi ( jaringan pengganti ). Jaringan subtitusi yang mengganti jaringan asal yang rusak atau hilang adalah jaringan kolagen, sehingga akan timbul fibrosis yang akhirnya akan berwujud sebagai jaringan parut ( cicatrix ).

Proses penyembuhan jaringan keras yang terjadi berupa fraktur akan segera diikuti proses penyambungan yang dibedakan menjadi 5 fase, yaitu :

a. Fase Hematoma

Pada saat terjadi fraktur pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitarnya dan di dalam fraktur. Tulang pada permukaan fraktur, yang tidak mendapat persediaan darah akan mati.

b. Fase Proliferasi

Setelah fraktur terdapat reaksi radang akut yang disertai proliferasi sel dibawah periosteum dan di dalam saluran medula akan tertembus. Sel-sel ini merupakan awal dari osteoblast, yang akan melepaskan substansi interseluler. Jaringan seluler mengelilingi masing-masing fragmen yang akan menghubungkan tempat fraktur. Hematoma membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang halus berkembang kedalam daerah itu.

c. Fase pembentukan kalus

(34)

dan mengendap disitu sehingga terjadi jaringan kalus. Tulang yang dirangkai ( woven bone ) muncul pada kalus. Tulang yang mati di bersihkan.

d. Fase konsolidasi

Aktivitas osteoklast berlanjut, tulang yang dirangkai digantikan oleh tulang lamelar dan fraktur dipersatukan secara kuat.

e. Fase remodelling

(35)

BAB 5

KESIMPULAN

Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang alveolar. Ekstraksi gigi ini adalah tindakan yang dilakukan oleh dokter gigi dalam prakteknya sehari-hari. Seperti yang diketahui bahwa dokter gigi mempunyai tujuan untuk menciptakan rongga mulut yang sehat dan dapat berfungsi dengan baik sampai akhir pertumbuhan gigi. Tetapi dalam beberapa keadaan ekstraksi gigi harus dilakukan karena merupakan indikasi. Seperti gigi yang karies besar, nekrosis pulpa, gigi retak, gigi malposisi, gigi terpendam, gigi berlebih, gigi persistensi, ekstraksi gigi untuk keperluan orthodonti, dan ekstraksi preprostetis. Walaupun demikian, dalam melakukan ekstraksi gigi yang merupakan indikasi, harus memperhatikan beberapa kondisi yang tidak boleh dilakukan karena merupakan kontraindikasi. Seperti pemberian bahan anastetikum yang mengandung adrenalin pada penderita penyakit jantung, penderita hipertensi, diabetes melitus, dan arteriosklerosis.

(36)

tetangga dan penyembuhan yang lambat adalah akibat dari trauma kekuatan yang berlebihan dan tidak terkontrol pada saat ekstraksi gigi.

Mencegah terjadinya komplikasi seharusnya menjadi tujuan dokter gigi pada saat melakukan ekstraksi gigi. Apabila komplikasi ekstraksi gigi tidak dapat dihindari, maka melakukan perawatan sedini mungkin sesuai dengan trauma yang ditinggalkan adalah tindakan yang paling tepat. Dengan bekerja secara hati-hati dan dapat mengontrol tenaga sewaktu instrumentasi akan menghindarkan terjadinya komplikasi ekstraksi gigi. Disamping itu, kerja sama yang baik antara operator dan asistennya juga sangat membantu untuk mengindari terjadinya komplikasi-komplikasi ekstraksi gigi.

(37)

DAFTAR PUSTAKA

1. Santoso TI, Poedjiastoeti W, Ariawan D. Perdarahan pasca ekstraksi gigi,

pencegahan dan penatalaksanaannya.

Agustus 2009 )

2. Fragiskos FD. Oral surgery. Greek : Springer- Verlag Berlin Heidleberg, 2007 : 181-200.

3. Irby CW. Emergencies and urgent complications in dentistry. Saint Louis : The C. V. Mosby Company, 1965 : 370-380.

4. Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Trans. Purwanto, Basoeseno. Jakarta : EGC, 1996 : 83-100.

5. Rounds CE. Principle and technique of exodontia. 2nd ed. Saint Louis : The C. V. Mosby Company, 1962 : 197-238.

6. Cawson RA. Essential of dental surgery and pathology. 1st ed. Boston : Little, Brown and Company, 1962 : 178-205.

7. Wikipedia. Dental extraction. September 2009. 10 September 2009 )

8. Sicklick AM. Tooth extraction.

September 2009 )

9. Torres HO. Modern dental assisting. 3rd ed. Philadelphia : W. B. Saunders Company, 1985 : 859-860.

(38)

11.Thoma KH. Oral surgery. 5th ed. Saint Louis : The C. V. Mosby Company, 1969 : 280-317.

12.Upton LG. Extractions : Indications, principles, and armamentarium. Single simple extractions. In : Clark JW, eds. Clinical Dentistry. Philadelphia : Harper & Row, 1985 : 1-14, 1-16.

13.Mccarthy FM. Emergencies in dental practice prevention and treatment. 3rd ed. Philadelphia : W. B. Saunders Company, 1979 : 503-15, 533-36.

14.Killey HC, Kay LW. The prevention of complications in dental surgery. Edinburgh and London : E & S Livingstone LTD, 1969 : 28-31.

15.Tetsch P, Wagner W. Operative extraction of wisdom teeth. Trans. Claire Shellis, RP Shellis. London : Wolfe Medical Publications Ltd, 1985 : 108-134.

16.Anonymous. Tooth removal warnings.

17.Testa D, Florman M. Dental economics. Tulsa : May 2006, Vol 96, Iss. 5 ;

pg. A1, 7 pgs.

18.Polat HB, Ay S, Kara MI. Maxillary tuberosity fracture associated with first molar extraction: a case report. Eur J Dent. 2007; 1(4): 256-259.

19.Anonymous. Fractured maxillary tuberosity.

2009 )

20.Florman M. Etiology, prevention and management of post extraction

(39)

21.Feldman MH. Exodontia. 4th ed. Philadelphia : Lea & Febiger, 1951 : 253-258.

22.Anonymous. Proses penyembuhan jaringan lunak.

(40)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Noni Harahap

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan/ 21 Desember 1988 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jln. Sei Silau No. 23 Medan Orangtua

Ayah : dr. Kisman Harahap, Sp.B Ibu : Hj. Yusdiana Daulay

Alamat : Jln. Kakatua No. 15 Pekanbaru

Riwayat Pendidikan

1. 1992-1994 : TK Perwanis, Medan 2. 1994-2000 : SD Negeri 016, Pekanbaru

3. 2000-2003 : SLTP Swasta Santa Maria, Pekanbaru 4. 2003-2006 : SMA Negeri 9, Pekanbaru

Gambar

Gambar 2. Pengambilan sisa fraktur prosesus alveolaris pada ekstraksi gigi anterior maksila ( Fragiskos FD
Gambar 3. Fraktur tuberositas maksilaris pada ekstraksi molar maksila yang ankilosis ( Fragiskos
Gambar 4. Trauma yang terjadi pada N. mentalis akibat   retraksi yang berlebihan pada tepi flep ( Fragiskos FD

Referensi

Dokumen terkait

Sholat dan beberapa ibadah mahdlah (Ibadah langsung kepada Allah) lainnya membutuhkan tata cara bersuci secara khusus sebelum melakukan ibadah selanjutnya. Tata

Hubungan sekolah dan masyarakat adalah suatu proses komunikasi antara sekolah dan masyarakat dengan tujuan meningkatkan pengertian anggota masyarakat tentang

a) Mencari informasi (information contact). Konsumen akan mencari informasi mengenai produk, merek atau took dari berbagai sumber seperti Koran, majalah,

8.4 Pemeliharaan yang Dilakukan terhadap Kabel Laut Tegangan Tinggi ..... BAB IX PROTEKSI

Berdasarkan teori-teori di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi merupakan kumpulan komponen- komponen, bisa berupa manusia, perangkat lunak, perangkat keras,

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Prestasi belajar Desain Otomotif Mahasiswa pada kelas yang diberi file tutorial lebih baik dibanding prestasi belajar Desain

Agroekosistem atau ekosistem pertanian merupakan suatu kesatuan lingkungan pertanian yang tersusun dari komponen biotik dan abiotik yang saling  berinteraksi serta manusia

Mengatur tegangan pada suatu titik simpul dalam sistem akan lebih mudah apabila di titik tersebut ada sumber daya reaktif yang bisa diatur, hal ini juga