• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tunggakan Pajak Di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tunggakan Pajak Di Sumatera Utara"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

O l e h :

VINELIA AUGUSTINA MARPAUNG

047018022 / EP

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Tanggal Lulus : 28 Juni 2007

Judul

Penelitian :

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Tunggakan Pajak di Sumatera Utara

Nama

: Vinelia Augustina Marpaung

Nomor

Pokok

: 047018022

Program Studi : Magister Ekonomi Pembangunan (MEP)

Menyetujui

Komisi Pembimbing:

Prof.Dr. Djamaluddin Ahmad

Ketua

Kasyful Mahalli, SE, M.Si.

Anggota

Ketua Program Studi

Direktur,

(3)

TUNGGAKAN PAJAK DI SUMATERA UTARA

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

Dalam Program Studi Ilmu Ekonomi Pembangunan

Pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh :

VINELIA AUGUSTINA MARPAUNG

047018022 / EP

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

TELAH DIUJI PADA

HARI/TANGGAL : KAMIS / 28 JUNI 2007

PANITIA PENGUJI TESIS :

KETUA

:

Prof.Dr. Djamaluddin Ahmad

ANGGOTA : 1. Kasyful Mahalli, SE, M.Si.

(5)

VINELIA AUGUSTINA MARPAUNG

047018022

ABSTRACT

Tax represent one of the source of domestic income, obtained of taxpayer. State

income not yet as expected because still level of tax arrears. This research has a purpose to

know growth of tax arrears in North Sumatera and to analyze the influence of economics

growth of North Sumatera, numer of taxprayer, inflation and economic condition to tax

arrears in North Sumatera.

The analysis uses

Ordinary Least Square (OLS) method. For this analysis aim, use a

secondary database in time series form, 1984 – 2005, that is data of tax arrears, number of

taxprayer, economics growth of North Sumatera, and inflation in North Sumatera. The data

obtained form Regional Office DJP Sumbagut I, and Central Bureau of Statistics of Nort

Sumatera Utara, and other sources that is research result and journals.

Based on the estimating result, this research found that economics growth of North

Sumatera, number of taxprayer, inflation rate, and economic condition simultaneously had

significantly influence to the tax arrears in North Sumatera with a determination coefficient

value (R

2

), in the amount of 97,39 percents. It means that the economics growth of North

Sumatera, number of taxprayer, inflation rate and economic condition can explain the tax

arrears variation in North Sumatera equal to 97,39 percents. Partially, this analysis result

showed that economics growth of North Sumatera had a significantly negative influence to

tax arrears in North Sumatera; number of taxprayer, inflation and economic crisis had a

significantly positif influence to tax arrears in North Sumatera.

Hence to lessen tax arrears in North Sumatera, governmental require to strive to

improve economics growth, with stabilization and repair of makroekonomic variables.

Referring to taxpayer, to Directorate Generaling of Tax suggested to lay to really potential

taxpayer. Besides by improving execution of counselling to taxpayer to increase awareness

of taxpayer of its obligation, and conduct the regulation of taxation properly.

(6)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

TUNGGAKAN PAJAK DI SUMATERA UTARA

VINELIA AUGUSTINA MARPAUNG

047018022

ABSTRAK

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dalam negeri, yang diperoleh dari

wajib pajak. Penerimaan negara dari pajak belum sebagaimana diharapkan karena masih

besarnya tunggakan pajak.. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan

tunggakan pajak di Sumatera Utara dan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi

di Sumatera Utara, jumlah wajib pajak, inflasi dan kondisi ekonomi terhadap peningkatan

tunggakan pajak di Sumatera Utara.

Metode analisis yang digunakan adalah

Ordinary Least Square (OLS). Untuk tujuan

analisis digunakan data sekunder berupa data time series, 1984 – 2005, yaitu data tunggakan

pajak, jumlah wajib pajak, pertumbuhan ekonomi, dan inflasi di Sumatera Utara. Data

tersebut diperoleh dari Kanwil DJP Sumbagut I, BPS, dan sumber-sumber lainnya yaitu

jurnal-jurnal dan hasil penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekomoni Sumatera Utara, jumlah

wajib pajak, tingkat inflasi, dan kondisi ekonomi secara serempak berpengaruh signifikan

terhadap peningkatan tunggakan pajak di Sumatera Utara. Nilai koefisien determinasi (R

2

)

sebesar 0,9739 berarti bahwa pertumbuhan ekonomi, jumlah wajib pajak, inflasi dan kondisi

perekonomian (dummy) mampu menjelaskan variasi tunggakan pajak di Sumatera Utara

sebesar 97,39 %. Secara parsial, hasil analisis menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi

berpengaruh negatif signifikan terhadap penunggakan pajak, kemudian jumlah wajib pajak,

inflasi dan krisis ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap penunggakan pajak di

Sumatera Utara.

Berdasarkan hasil penelitian, maka untuk mengurangi penunggakan pajak,

pemerintah perlu melakukan upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, melalui perbaikan

dan stabilisasi terhadap variabel-variabel makroekonomi. Sehubungan dengan wajib pajak,

kepada Direktorat Jenderal Pajak disarankan untuk membebankan pajak kepada wajib pajak

yang benar-benar potensial. Selain itu dengan meningkatkan pelaksanaan penyuluhan

terhadap wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak atas kewajibannya,

sekaligus melakukan peraturan perpajakan sebagaimana mestinya.

(7)

Maha Pengasih dan Penyayang yang telah memberikan rahmat-Nya kepada kita,

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Analisis

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tunggakan Pajak di Sumatera Utara

”.

Penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan tesis ini sehingga

dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan berkat bimbingan dan

arahan dari Bapak dan Ibu Dosen Magister Ekonomi Pembangunan khususnya

Bapak Dosen Pembimbing dan Bapak Dosen Penguji dengan kesabarannya telah

meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan petunjuk dan arahan.

Dalam penyelesaian penulisan tesis ini, penulis banyak dibantu oleh

berbagai pihak, baik dalam bentuk moril, bimbingan maupun arahan, sehingga

sesuai dengan syarat dan tatacara yang telah ditentukan. Untuk itu penulis dalam

kesempatan ini, dengan kerendahan hati dengan rasa hormat menyampaikan

terima kasih yang tulus kepada :

1. Ibu Prof.Dr.Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Murni Daulay, S.E.,M.Si., Ketua Program Studi Magister Ekonomi

Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Djamaluddin Ahmad sebagai Ketua Pembimbing atas arahan

dan bimbingannya selama masa perkuliahan dan pengerjaan tesis ini

4. Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si sebagai Anggota Pembimbing yang telah

banyak meluangkan waktu dan arahan dalam penyusunan tesis ini.

5. Ibu Dr. Murni Daulay, S.E.,M.Si., Bapak Drs. Rujiman, MA., Drs. Iskandar

Syarief, M. A. sebagai Pembanding yang telah banyak memberikan

saran-saran perbaikan dalam penyusunan tesis ini.

(8)

7. Bapak dan Ibu Staf Administrasi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara.

8. Kepada orang-orang tercinta penulis, ibunda penulis Rumina Siagian, dan

seluruh keluarga besar yang telah memberikan perhatian, motivasi, semangat,

saran dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

9. Khusus kepada suamiku tercinta, Justom Malau yang telah memberikan kasih

sayangnya, dukungan dan pengertian selama penulis melakukan perkuliahan

serta anakku tersayang Darrell Stefanus Malau yang selalu membuatku

semangat dan bahagia serta tenang menyelesaikan tesis ini.

10. Dalam kurun waktu tiga semester selama menjalani masa perkuliahan, telah

terjadi interaksi yang baik antara penulis dengan rekan-rekan kuliah terutama

angkatan VII, maka untuk itu penulis memberikan ucapan terima kasih

kepada mereka semua, khususnya rekan Inggrita Gusti Sari Nasution, Novita

L. Sitompul yang tetap saling menguatkan dan mengingatkan dalam

perjuangan menyelesaiakan tesis ini.

11. Rekan-rekan sekerja di Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan

Pajak Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I ang selalu memberikan

semangat dan pengertian dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna, namun harapan

penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Mohon maaf atas segala

kesalahan dan kesilapan penulis selama ini. Semoga Allah Bapa Yang Maha

Pengasih memberikan berkat-Nya kepada kita. Aminn...

Medan, 30 Juni 2007

Penulis,

(9)

1. Nama

: Vinelia Augustina Marpaung

2. Agama

: Kristen

3. Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 25 Agustus 1975

4. Pekerjaan

: PNS pada Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I

5. Nama Suami

: Justom F. Malau, SE

6. Anak

: Darrell Stefanus Malau

7. Nama Ayah

: H. Wilson Marpaung (alm)

Ibu

: Rumina Siagian

8. Nama Ayah Mertua : Jamin Malau (alm)

Ibu Mertua

: Taruli Donata Siringo-ringo

9. Pendidikan :

a. SD HKBP Sidorame I : Lulus Tahun 1987

b. SMP Negeri 12 Medan : Lulus Tahun 1990

c. SMA Negeri 7 Medan

: Lulus Tahun 1993

d. Prodip III Perbendaharaan Negara

: Lulus Tahun 1996

e. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia : Lulus Tahun 2002

Jurusan Akuntansi

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRACT

... iii

ABSTRAKSI

... iv

KATA PENGANTAR

... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

... viii

DAFTAR ISI

... ix

DAFTAR TABEL

... xi

DAFTAR GAMBAR

... xii

DAFTAR LAMPIRAN

... xiii

DAFTAR SINGKATAN

... xiv

BAB I. PENDAHULUAN

... 1

1.1.

Latar Belakang ...

1

1.2.

Perumusan Masalah...

5

1.3.

Tujuan Penelitian...

5

1.4.

Manfaat Penelitian...

5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

... 7

2.1.

Kerangka Teoritik ...

7

2.1.1.

Pengertian Pajak ...

7

2.1.2.

Fungsi Pajak ...

9

2.1.3. Struktur Pajak yang Baik ... 11

2.1.4. Pemungutan Pajak ... 12

2.1.5. Wajib Pajak... 17

2.1.6. Penagihan Pajak (

Tax Efforts) ... 20

2.1.7. Teori Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi ... 25

2.2. Kerangka Konsepsi ... 29

2.3. Penelitian Sebelumnya ... 33

2.4.

Hipotesis... 36

BAB III. METODE PENELITIAN

... 38

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 38

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 38

(11)

3.6. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 41

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

... 44

4.1. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara ... 44

4.2.

Inflasi... 46

4.3. Jumlah Wajib Pajak di Sumatera Utara...

47

4.4. Perkembangan Tunggakan Pajak di Sumatera Utara ...

49

4.5. Analisis Estimasi ... 50

4.5.1. Uji Asumsi Klasik ... 51

4.5.2. Uji Kesesuaian (Goodness of Fit)... 53

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

... 61

5.1.

Kesimpulan... 61

5.2.

Saran... 62

DAFTAR PUSTAKA

... 64

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel

Judul

Halaman

1.1 Tunggakan Pajak di Kanwil DJP Sumbagut I, 2003 – 2005 ...

3

1.2. Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi dan Tunggakan Pajak di

Sumatera Utara, 2002 – 2004 ...

4

4.1. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara , Tahun 1984 – 2005 ...

45

4.2. Tingkat Inflasi di Sumatera Utara Tahun 1984 – 2005 ...

46

4.3. Perkembangan Jumlah Wajib Pajak di Sumatera Utara Tahun

1984 – 2005 ...

48

4.4. Perkembangan Tunggakan Pajak di Sumatera Utara Tahun 1984

– 2005 ... 50

4.5. Ringkasan Hasil Analisis Model Estimasi ...

51

4.6. Hasil Estimasi Uji Multikolinieritas ...

52

(13)

Gambar

Judul

Halaman

2.1. Kerangka Pemikiran Faktor-faktor yang Mempengaruhi

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Judul

Halaman

(15)

APBN

= Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

BBM

= Bahan Bakar Minyak

BI

= Bank Indonesia

BPHTB

= Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

BPS

= Badan Pusat Statistik

DBH

= Dana Bagi Hasil

DJP

= Direktorat Jenderal Pajak

GNP

= Gross National Product

KHL

= Kondisi Layak Hidup

OLS

= Ordinary Least Square

NPWP

= Nomor Pokok Wajib Pajak

PBB

= Pajak Bumi dan Bangunan

PDB

= Produk Domestik Bruto

PDRB

= Produk Domestik Regional Bruto

PE

= Pertumbuhan Ekonomi

PPh

= Pajak Penghasilan

PPN

= Pajak Pertambahan Nilai

PPnBM

= Pajak Penjualan atas Barang Mewah

PTKP

= Penghasilan Tidak Kena Pajak

RAPBN

= Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

SKPKB

= Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar

SKPKBT = Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan

SPT

= Surat Pemberitahuan

STP

= Surat Tagihan Pajak

TDL

= Tarif Dasar Listrik

UU

= Undang-undang

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan dalam rangka

mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur memerlukan dana yang besar.

Peran serta masyarakat dalam membiayai pembangunan dan penyelenggaraan

roda pemerintahan sangat diperlukan, antara lain dengan melakukan

kewajibannya dalam membayar pajak sebagai sumber penerimaan negara yang

dominan. Dalam hal ini dibutuhkan dukungan berupa peningkatan kesadaran

masyarakat Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya secara

jujur dan bertanggung jawab.

Pajak merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah terhadap wajib

pajak tertentu berdasarkan undang-undang yang ada tanpa harus memberikan

imbalan langsung. Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di

Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu

direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Departemen Keuangan

Republik Indonesia

Peranan pajak sebagai penerimaan dalam negeri, ditunjukkan dengan

terus meningkatnya rencana penerimaan negara yang berasal dari pajak. Untuk

(17)

tahun 2005 meningkat sebesar 28,05 % dibandingkan dengan rencana

penerimaan pajak tahun 2004 yaitu sebesar Rp. 232,55 triliun.

Salah satu sumber penerimaan pajak adalah dengan berhasilnya

penagihan pajak terhadap tunggakan pajak Wajib Pajak. Direktorat Jenderal

Pajak melakukan penagihan pajak dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak

melalui Juru Sitanya. Utang pajak timbul karena adanya

taatbestan

, yaitu suatu

keadaan, peristiwa, atau perbuatan yang menurut peraturan

perundang-undangan perpajakan menimbulkan utang pajak. Utang pajak adalah utang

pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga,

denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat

sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penagihan pajak dilaksanakan berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 1997

yang telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak

dengan Surat Paksa. Dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa penagihan

pajak diawali dengan surat teguran yang diterbitkan setelah tujuh hari sejak

saat jatuh tempo pembayaran STP/SKPKB/Surat Keputusan Pembetulan/Surat

Keputusan Keberatan/Putusan Banding. Apabila utang pajak tidak dilunasi

setelah lewat waktu 21 hari sejak diterbitkannya Surat Teguran, maka segera

diterbitkan Surat Paksa.

(18)

3

Tabel 1.1. Tunggakan Pajak di Kanwil DJP Sumbagut I, 2003 – 2005

Tahun

Tunggakan Pajak (Juta Rp.)

2003

607.314,45

2004

642.527,13

2005

646.129,56

Sumber : Kanwil DJP Sumbagut I, 2006.

(19)

Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi dan Tunggakan Pajak di Sumatera

Utara, 2002 – 2004

Tahun Pertumbuhan

Ekonomi

(%)

Inflasi (%)

Tunggakan Pajak

(Milyar Rp.)

2002

4,07

10,17

572,55

2003

4,48

3,75

607,31

2004

5,58

7,40

642,53

Sumber: BPS Sumatera Utara, 2004.

Apabila dihubungkan data pada Tabel 1.1. dan data pada Tabel 1.2.

dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara semakin baik

yang dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat pada tahun

2003 dan 2004 dibarengi dengan kenaikkan tunggakan pajak pada tahun 2003

dan 2004. Begitu juga apabila dilihat dari kondisi inflasi pada tahun 2003 dan

2004 yang lebih rendah dari tahun 2002, jumlah tunggakan pajak juga pada

tahun 2003 dan 2004 lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2002.

Pertumbuhan ekonomi yang semakin baik dan inflasi yang lebih rendah

seharusnya dapat menurunkan tunggakan pajak, karena terjadinya perbaikan

kondisi makro ekonomi. Namun demikian, di Sumatera Utara perbaikan

ekonomi tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan jumlah

tunggakan pajak. Terjadinya kenaikan tunggakan pajak tersebut kemungkinan

disebabkan peningkatan jumlah wajib pajak pribadi yang lebih tinggi

dibandingkan dengan jumlah wajib pajak badan dan bendaharawan.

(20)

5

peningkatan tunggakan pajak, perlu dilakukan suatu penelitian terhadap

faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan tunggakan pajak di Sumatera Utara.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dianalisis

dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pertumbuhan ekomoni

daerah Sumatera Utara, jumlah wajib pajak, tingkat inflasi, dan kondisi

ekonomi berpengaruh terhadap peningkatan tunggakan pajak di Sumatera

Utara ?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, jumlah wajib pajak,

inflasi dan kondisi ekonomi terhadap peningkatan tunggakan pajak di

Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Dengan penelitian yang dilakukan ini, mampu memberikan manfaat

yang antara lain adalah :

(21)

2. Sebagai bahan masukan bagi Kanwil DJP Sumbagut I dalam meningkatkan

penerimaan pajak dari pencairan tunggakan pajak.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritik

2.1.1. Pengertian Pajak

Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa, yaitu ”ajeg”, yang berarti

pungutan teratur pada waktu tertentu.

Pa-ajeg berarti pungutan teratur

terhadap hasil bumi sebesar 40 persen dari yang dihasilkan petani untuk

diserahkan kepada raja dan pengurus desa. Besar kecilnya bagian yang

diserahkan tersebut hanyalah berdasarkan adat kebiasaan semata yang

berkembang pada saat itu (Devano dan Rahayu, 2006: 21)

Beberapa pengertian atau definisi tentang pajak yang diberikan para

ahli di bidang keuangan negara, ekonomi, maupun hukum mancanegara, untuk

menjadi bahan perbandingan sebagaimana dikutip Devano dan Rahayu (2006:

21-23), antara lain sebagai berikut :

1. Seligman (1925), dalam

Essay on Taxation,

menyatakan bahwa, “Tax is

compulsory contribution from person, to the government to defray the

expenses, the expenses incurred in the common interest of all without

reference to special benefits conferred.

Banyak yang keberatan atas

"without reference"

karena bagaimanapun

juga uang-uang pajak tersebut digunakan untuk produksi barang dan

jasa, jadi

"benefit"

diberikan kepada masyarakat, hanya tidak mudah

ditunjukkan apalagi secara perorangan.

(23)

2. Beaulieu (1906), dalam

Traite de la Science des Finances tahun 1906,

menyatakan bahwa,

"L' impot et la contribution, soft directe soft

dissimulee, que la Puissance publique

exige des habitants ou des biers

pur subvenir aux depenses du gouvernment." Pajak adalah bantuan,

baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik

dari penduduk atau dari barang, untuk menutupi belanja pemerintah.

3. Bastable dalam (Nurmantu: 2005) dalam bukunya

Public Finance

menyatakan bahwa,

"Tax is a compulsory contribution of the wealth of a

person or body for the service of the public powers".

4. Adams dalam buku

The Science of Finance

merumuskan pajak sebagai ”a

contribution from the citizen to the public powers"

(Nurmantu: 2005).

5. Andriani dalam Brotodihardjo (2003) merumuskan pajak sebagai iuran

negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib

membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi

kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk

membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas

negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

(24)

9

Beberapa unsur yang dapat disimpulkan dari beberapa definisi pajak

tersebut adalah:

·

A compulsory,

merupakan suatu kewajiban yang dikenakan pada rakyat

yang dikenakan kewajiban perpajakan. Jika tidak melaksanakan

kewajibannya tersebut, maka dapat dikenakan tindakan hukum berdasarkan

undang-undang. Dapat dikatakan bahwa kewajiban ini dapat dipaksakan oleh

pemerintah.

·

Contribution,

diartikan sebagai iuran yang diberikan oleh rakyat yang

memenuhi kewajiban Perpajakan kepada pemerintah dalam satuan

moneter.

·

By individual or organizational,

iuran yang dapat dipaksakan tersebut

dibayar oleh perorangan atau badan yang memenuhi kewajiban perpajakan.

·

Received by the government,

iuran yang diberikan tersebut dibayarkan

kepada pemerintah selaku penyelenggara pemerintahan suatu negara.

·

For public purposes,

iuran yang diberikan dari rakyat yang dapat

dipaksakan yang merupakan penerimaan bagi pemerintah dijadikan sebagai

dana untuk pemenuhan tujuan kesejahteraan rakyat banyak.

2.1.2. Fungsi Pajak

(25)

a. Fungsi Anggaran (Budgetair)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin

negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya.

Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pahak. Dewasa ini pajak

digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,

pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang

dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri

dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun

harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang

semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari pajak.

b. Fungsi mengatur (regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan

pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk

mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal,

baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas

keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri,

pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

c. Fungsi stabilitas

(26)

11

peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang

efektif dan efesien.

d. Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai

berbagai kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai

pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada

akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

2.1.3. Struktur pajak yang baik

Sistem perpajakan di berbagai negara telah berkembang sebagai reaksi

dari perubahan-perubahan ekonomi, politik, dan sosial. Sistem tersebut belum

disusun dengan suatu rancangan utama untuk memenuhi persyaratan yang

optimal untuk suatu struktur pajak yang baik. Menurut Musgrave & Musgrave

(1993: 230), beberapa persyaratan struktur pajak yang baik adalah:

1. Penerimaan/pendapatan harus ditentukan dengan tepat.

2. Distribusi beban pajak harus adil, setiap orang harus dikenakan

pembayaran sesuai dengan kemampuannya.

3. Yang menjadi masalah penting adalah bukan hanya pada titik-titik

mana pajak tersebut harus dibebankan, tetapi oleh siapa pajak tersebut

pada akhirnya harus ditanggung.

4. Pajak harus dipilih sedemikian rupa untuk meminimumkan terhadap

keputusan perekonomian, dalam hubungannya dengan pasar yang

(27)

5. Struktur pajak harus memudahkan pengguna kebijakan fiskal, untuk

mencapai stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi.

6. Sistem pajak harus menerapkan administrasi yang wajar dan tegas/pasti

serta harus dapat dipahami oleh wajib pajak.

7. Biaya administrasi dan biaya-biaya lainnya harus serendah mungkin

jika dibandingkan dengan tujuan-tujuan lain.

Syarat-syarat di atas dan persyaratan lainnya dapat digunakan sebagai

kriteria untuk menilai kualitas struktur pajak. Berbagai tujuan itu tidak selalu

sejalan, sehingga seringkali harus dilakukan

trade-off. Jadi untuk

mempermudah struktur pajak yang adil, diperlukan administrasi yang cukup

rumit, dan hal ini akan mengganggu sifat kenetralan. Rancangan kebijakan

pajak yang efisien akan berbenturan dengan masalah keadilan, dan seterusnya.

2.1.4. Pemungutan pajak

(28)

13

a. Pemungutan pajak harus adil

Seperti halnya produk hukum, pajak pun mempunyai tujuan untuk

menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam

perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya:

1. Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak

2. Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat

sebagai wajib pajak

3. Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai

dengan berat ringannya pelanggaran

b. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU

Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang menentukan: ”Pajak dan pungutan

yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”, ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak,

yaitu:

·

Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara berdasarkan UU

tersebut harus dijamin kelancarannya

·

Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara

umum

·

Jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak

c. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian

Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak

(29)

maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan

masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak,

terutama masyarakat kecil dan menengah.

d. Pemungutan pajak harus efisien

Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus

diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada

biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak

harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib

pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari

segi penghitungan maupun dari segi waktu.

e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam

pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak

dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan

memberikan dampak positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan

kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan

pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak. Contoh:

·

Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam

tarif

(30)

15

·

Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk

perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang

berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)

Menurut Markus (2005) dalam (Devano dan Rahayu, 2006: 49-50), ada

beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu:

1. Teori asuransi, menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk

melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan

jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan

tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian asuransi

diperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini

dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini

banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan

perusahaan asuransi.

(31)

Ada dua penggolongan jenis pajak, yaitu pajak langsung (direct tax)

dan pajak tidak langsung (indirect tax). Pajak langsung adalah pajak yang

apabila beban pajak dipikul seseorang atau badan (tax burden) tidak dapat

dilimpahkan (no tax shifting) kepada pihak lain. Pihak yang ditunjuk oleh UU

Pajak untuk memikul beban pajak sudah jelas, yaitu seseorang atau badan yang

memiliki sesuatu, bukan pada sesuatunya, tetapi kepada seseorang atau

badannya. Rahmat Soemitro sebagaimana dikutip Devano dan Rahayu (2006)

mengemukakan berdasarkan pada tata usaha negara (administrasi), pajak

langsung diartikan sebagai pajak yang dikenakan berdasar atas surat, ketetapan

(kohir) dan pengenaannya dilakukan secara berkala pada tiap tahun dan waktu

tertentu. Contohnya, pajak penghasilan.

Pajak tidak langsung adalah beban pajak yang dipikul seseorang (tax

burden) dapat dilimpahkan (tax shifting) baik seluruhnya maupun sebagian

kepada pihak lain.

Tax incidence dari pelimpahan adalah bahwa pajak pada

akhirnya dibebankan seluruhnya pada konsumen akhir. Pajak tidak langsung

merupakan pajak yang pemungutannya tidak dilakukan berdasar atas kohir dan

pengenaannya tidak dilakukan secara berkala, misalnya dikaitkan dengan suatu

kegiatan tertentu yang menyertainya. Contoh, pajak penjualan dan pajak

pertambahan nilai.

Beberapa konsep teknis tentang perpajakan adalah :

(32)

17

2. Basis pajak (

tax base

) adalah dasar penetapan pajak kepada wajib pajak,

seperti berdasarkan pekerjaan, berdasarkan jumlah upah, dan lain-lain

berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

3. Tarif pajak (

tax rate

) adalah besarnya pajak yang wajib dibayarkan oleh

wajib pajak berdasarkan objek pajak sesuai ketentuan

perundang-undangan. Secara struktural menurut tarif pajak dibagi dalam empat jenis

yaitu :

1. Tarif proporsional (

a proportional tax rate structure

) yaitu tarif pajak

yang presentasenya tetap meskipun terjadi perubahan dasar pengenaan

pajak.

2. Tarif regresif (

a regresive tax rate structure

) yaitu tarif pajak menurun

ketika dasar pengenaan pajak meningkat.

3. Tarif progresif (

a progresive tax rate structure

) yaitu tarif pajak akan

semakin naik sebanding dengan naiknya dasar pengenaan pajak.

4. Tarif degresif (

a degresive tax rate structure

) yaitu kenaikan

persentase tarif pajak akan semakin rendah ketika dasar pengenaan

pajaknya semakin meningkat.

2.1.5. Wajib Pajak

Wajib pajak adalah sekumpulan orang atau badan yang menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk

melakukan kewajiban perpajakan termasuk pemungut pajak dan pemotong

(33)

adalah wajib pajak. Jadi wajib pajak menurut Soemitro dalam (Devano dan

Rahayu, 2006: 144) adalah orang atau badan yang bertempat tinggal di

Indonesia, yang menerima atau memperoleh penghasilan bagi perorangan yang

jumlah setahun melampui batas pajak, yaitu yang mempunyai penghasilan

melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) wajib mempunyai NPWP

walaupun kepadanya belum atau tidak dikenakan pajak atau belum atau tidak

diberikan Surat Ketetapan Pajak.

Wajib pajak dapat dikelompokkan menjadi : wajib pajak orang pribadi,

wajib pajak badan, dan wajib pajak pemungut/pemotong (bendaharawan).

Adanya kewajiban pajak subjektif dalam Pasal 2A Undang-Undang Pajak

Penghasilan 1984, sebagimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 17

Tahun 2000, yaitu dimulai pada saat :

b. orang pribadi tersebut dilahirkan

c. berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan, atau berniat untuk

bertempat tinggal di Indonesia

d. badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia

e. warisan yang belum terbagi dalam satu kesatuan, menggantikan yang

berhak

f. subjek pajak luar negeri, orang pribadi tidak tinggal di Indonesia kurang

dari 183 hari dalam 12 bulan

g. bentuk usaha tetap (BUT) atau badan yang tidak didirikan dan tidak

(34)

19

Wajib pajak dalam pelaksanaan kewajiban perpajakannya memerlukan

suatu sistem yang telah disetujui masyarakat melalui perwakilannya di dewan

perwakilan. Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia menuntut

wajib pajak untuk turut aktif dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya.

Sistem pemungutan yang berlaku di Indonesia adalah

self assesment system

,

dimana segala pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan sepenuhnya oleh

wajib pajak, fiskus hanya melakukan pengawasan melalui prosedur

pemeriksaan.

Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak

dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak

yang tinggi yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang

sesuai dengan kebenarannya. Karena sebagian besar pekerjaan dalam

pemenuhan kewajiban perpajakan itu dilakukan oleh wajib pajak, bukan fiskus

selaku pemungut pajak. Sehingga kepatuhan diperlukan dalam

self assesment

system

, dengan tujuan pada penerimaan pajak yang optimal.

Kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi

sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada wajib pajak,

penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak, dan tarif pajak. Dengan

administrasi perpajakan yang baik, maka akan memotivasi wajib pajak untuk

memenuhi kewajiban perpajakannya. Kesadaran dan kepatuhan tidak hanya

(35)

kemauan wajib pajak juga, sampai sejauh mana wajib pajak tersebut akan

memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Membayar pajak bukanlah merupakan tindakan yang semudah dan

sesederhana membayar untuk mendapatkan sesuatu (konsumsi) bagi

masyarakat, tetapi di dalam pelaksanaannya penuh dengan hal yang bersifat

emosional. Pada dasarnya tidak seorang pun yang menikmati kegiatan

membayar pajak seperti menikmati kegiatan berbelanja. Di samping itu,

potensi bertahan untuk tidak membayar pajak sudah menjadi

taxpayers

behavior. Pada umumnya wajib pajak cenderung meloloskan diri dari setiap

pajak, karena sebagian besar rakyat di seluruh negara tidak akan pernah

menikmati kewajibannya membayar pajak sehingga memenuhinya tidak ada

yang tanpa menggerutu. Sedikit saja wajib pajak yang merasa benar-benar rela

dan merasa ikut bertanggung jawab membiayai pemerintahan suatu negara.

Tidak banyak yang merasa bangga sudah membayar pajak dan ikut

berpartisipasi dalam pembiayaan negara. Karena banyaknya wajib pajak yang

mencoba meloloskan diri dari setiap pajak, maka banyak wajib pajak tidak

melaporkan dan menyetor pajak yang telah diambil dari pihak yang telah

dipotong atau dipungut pajaknya, sehingga timbullah tunggakan pajak atas

keterlambatan penyetoran tersebut.

2.1.6. Penagihan Pajak (

Tax Efforts

)

(36)

21

Ketetapan Pajak oleh fiskus) asalkan dipenuhi syarat terdapatnya suatu

tatbestand

karena oleh undang-undang timbulnya utang pajak

dihubungkan dengan adan ya suatu

tatbestand

yang terdiri dari

keadaan-keadaan tertentu dan/atau juga peristiwa ataupun perbatasan tertentu. (Devano

dan Rahayu, 2006: 106)

Soemitro dalam (Devano dan Rahayu, 2006: 174) memberi pengertian

penagihan pajak adalah perbuatan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal

Pajak, karena wajib pajak tidak mematuhi ketentuan undang-undang.

Serangkaian tindakan yang dilakukan oleh petugas Direktorat Jenderal Pajak

adalah agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan

pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan penagihan seketika

dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan,

melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang

yang telah disita. Penjualan barang yang telah disita biasanya dilakukan

melalui pelelangan, kecuali untuk aset-aset sitaan berupa uang tunai, deposito

berjangka, tabungan, saldo rekening koran, obligasi, saham, atau surat

berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lain (Rusdji,

2004).

Penanggung pajak tidak harus sama dengan wajib pajak. Wajib pajak

adalah subjek pajak, baik orang pribadi atau badan, yang telah menurut

ketentuan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan atau

(37)

pemotongan pajak tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan penanggung

pajak menurut Pasal 1 angka 3 UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan

Pajak dengan Surat Paksa yang telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun

2000, adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas

pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak atau memenuhi

kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan

Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan tindakan penagihan pajak,

bila: jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang

Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan

Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus

dibayar bertambah, tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka

waktu yang ditetapkan.

Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 19 Tahun 2000, apabila utang

pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran belum dilunasi, akan

dilakukan tindakan penagihan pajak sebagai berikut:

a. Surat Teguran

Utang pajak yang tidak dilunasi setelah lewat 7 (tujuh) hari dari tanggal

jatuh tempo pembayaran, akan diterbitkan Surat Teguran.

b. Surat Paksa

Utang pajak setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari dari tanggal Surat

(38)

23

Jurusita Pajak dengan dibebani biaya penagihan pajak dengan Surat Paksa

sebesar Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah). Utang pajak harus dilunasi

dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan oleh

Jurusita Pajak.

3. Surat Sita

Utang pajak dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah Surat Paksa

diberitahukan oleh Jurusita Pajak tidak dilunasi, Jurusita Pajak dapat

melakukan tindakan penyitaan, dengan dibebani biaya pelaksanaan Surat

Perintah Melakukan Penyitaan sebesar Rp 75.000 (tujuh puluh lima ribu

rupiah).

4. Lelang

Dalam jangka waktu paling singkat 14 (empat belas) hari setelah tindakan

penyitaan, utang pajak belum juga dilunasi akan dilanjutkan dengan

pengumuman lelang melalui media massa. Penjualan secara lelang

melalui Kantor Lelang Negara terhadap barang yang disita, dilaksanakan

paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang.

Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum

dibayar maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan untuk

pengumuman lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat

pelelangan. Dengan catatan barang dengan nilai paling banyak

(39)

5. Daluwarsa Penagihan

a. Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda,

kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah lampau waktu

10 (sepuluh) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau

berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang

bersangkutan.

b. Daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila :

1) diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa;

2) ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun

tidak langsung; diterbitkan SKPKB atau SKPKBT.

Tindakan penagihan pajak tersebut adalah rangka mencapai target

penerimaan negara dari pajak. Target penerimaan negara Indonesia di sektor

pajak tahun 2006 secara nasional sebesar Rp 362 trilyun atau mengalami

peningkatan 20 persen dari tahun 2005. Angka tersebut terdiri Rp 325 trilyun

dari pajak dan Rp 37 trilyun dari Pajak Penghasilan (PPh) Migas.

Target penerimaan negara dari perpajakan dalam APBN 2006 mencapai

Rp.402,1 triliun. Target penerimaan itu antara lain berasal dari:

·

Pajak Penghasilan (PPh) Rp.198,22 triliun

·

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

(PPN dan PPnBM) Rp.126,76 triliun

·

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp.15,67 triliun

(40)

25

·

penerimaan pajak lainnya Rp.2,76 triliun.

Pendapatan pajak itu sudah termasuk pendapatan cukai Rp.36,1 triliun,

bea masuk Rp.17,04 triliun dan pendapatan pungutan ekspor Rp.398,1 miliar.

Total penerimaan pajak dalam lima tahun terakhir (2001-2005) sudah

mencapai 1.040 triliun.

2.1.7. Teori Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

Teori pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai penjelasan mengenai

faktor-faktor yang menentukan kenaikan

output perkapita dalam jangka

panjang, dan penjelasan mengenai interaksi faktor-faktor tersebut satu sama

lain sehingga terjadi proses pertumbuhan (Boediono, 1999).

Teori pertumbuhan ekonomi dikelompokkan menjadi dua kelompok,

yaitu:

(1) Teori-teori klasik, mencakup teori pertumbuhan Adam Smith, David

Richard, dan Arthur Lewis. Perbedaan teori Lewis dengan teori-teori

Klasik Smith dan Ricardo terletak pada penekanan oleh Lewis pada

aspek dualisme perekonomian, yaitu adanya sektor moderen dan sektor

tradisional, yang masing-masing memiliki ciri-ciri ekonomi khusus.

(2) Teori-teori modern, yang mencakup empat sub golongan, yaitu:

a. Teori pertumbuhan yang tumbuh dari teori makro Keynes

(Keynesian). Termasuk dalam hal ini teori pertumbuhan

(41)

b. Teori Pertumbuhan Neo Klasik, diawali terutama oleh teori Robert

Solow dan Trevor Swan.

c. Teori pertumbuhan optimum

Teori ini bertujuan mencari jalur pertumbuhan yang paling baik

(optimum) bagi suatu perekonomian. Termasuk dalam hal ini teori

Dalil Emas dan Teori Jalan Raya.

d. Teori pertumbuhan dengan uang

Teori ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari pertumbuhan

Neo Klasik, tetapi dengan tambahan adanya uang di dalam

perekonomian sebagai alat penyimpan kekayaan. Teori pokoknya

berawal dari karya James Tobin.

Dalam hal ini diambil satu teori pertumbuhan ekonomi, yaitu teori

pertumbuhan Harrod-Domar. Teori Harrod-Domar adalah perkembangan

langsung dari makro Keynes jangka pendek menjadi suatu teori jangka

panjang. Harrod-Domar melihat pengaruh investasi (I) dalam perspektif waktu

yang lebih panjang. Menurut Harrod-Domar, pengeluaran investasi (I) tidak

hanya mempunyai pengaruh (lewat proses

multiplier) terhadap permintaan

agregat (Z), tetapi juga terhadap penawaran agregat (S) melalui pengaruhnya

terhadap kapasitas produksi. Dalam perspektif waktu yang lebih panjang, I

menambah stok kapital, misalnya pabrik-pabrik, dan jalan-jalan. Jadi I =

D

K,

dimana K adalah stok kapital dalam masyarakat. Hal ini berarti pula

(42)

27

Harrord-Domar mengatakan bahwa setiap penambahan stok kapital

masyarakat (K) meningkatkan pula kemampuan masyarakat untuk

menghasilkan

output

(QP). QP adalah

output

yang potensial bisa dihasilkan

dengan stok kapital yang ada. Hubungan antara K dan QP digambarkan

sebagai:

QP = hK ...(2.1)

dimana h, menunjukkan berapa unit

output

yang bisa dihasilkan dari setiap

unit kapital. Koefisien ini diberi nama

out-put capital ratio

, dan kebalikannya,

yaitu 1/h adalah

capital-output ratio

.

Hubungan antara K dan QP adalah proporsional, apabila misalnya K naik dua

kali lipat maka QP juga naik dua kali lipat. Jadi apabila dalam satu tahun ada

investasi sebesar I, maka stok kapital pada akhir tahun tersebut akan

bertambah sebesar

D

K = I. Selanjutnya penambahan kapasitas ini akan

meningkatkan

output

potensial sebesar:

D

QP = h

D

K = hI hK ...(2.2)

Semakin besar I, semakin besar tambahan

output

potensial.

Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari PDB, merupakan total nilai

pasar dari barang jadi dan jasa yang dihasilkan di dalam suatu negara selama

satu tahun tertentu. PDB merupakan jumlah nilai konsumsi, investasi bruto,

pembelanjaan pemerintah atas barang dan jasa, dan ekspor netto yang

dihasilkan di dalam suatu negara selama satu tahun tertentu (Samuelson dan

(43)

Dampak utama kebijakan fiskal terhadap

output

kapasitas mungkin

bekerja melalui tabungan dan pembentukan modal. Karena tenaga kerja akan

lebih produktif jika penggunaannya digabungkan dengan stok modal yang

lebih besar, maka pembentukan modal akan semakin meningkatkan

produktivitas. Semakin besar bagian penghasilan yang ditabung dan

diinvestasikan, maka semakin besar pula tingkat penghasilan yang akan

datang. Jadi dengan mempengaruhi besarnya bagian ini, kebijakan fiskal akan

memberikan dampak penting terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu tingkat

penghasilan perkapita yang akan datang. Dampak kebijakan pajak terhadap

sektor swasta adalah pembagian penggunaan sumberdaya antara konsumsi

dengan pembentukan modal, karenanya mempengaruhi pertumbuhan

output

kapasitas, dan akan mempengaruhi efek kebijakan fiskal atas tingkat

permintaan agregat.

Tingkat pertumbuhan ekonomi merefleksikan kinerja ekonomi dari

tahun ke tahun. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

adalah inflasi. Inflasi terjadi ketika tingkat harga umum naik, yang

menunjukkan berbagai tingkat kesulitan. Tingkat inflasi adalah perubahan

persentase pada tingkat harga. Penyimpangan harga relatif menghasilkan dua

akibat inflasi, yaitu: (1) redistribusi pendapatan dan kekayaan di antara

kelompok yang berbeda, dan (2) penyimpangan pada harga relatif dan

output

barang yang berbeda, atau kadang-kadang pada

output

dan ketenagakerjaan

(44)

29

Laju inflasi per tahun dihitung berdasarkan persentase perubahan indeks harga

konsumen (IHK) dari tahun ke tahun.

Dalam hubungannya dengan pajak, jika harga naik, maka nilai riel dari

pengecualian (

exemptions

) dan pengurangan standar akan turun. Akibatnya

tingkat penghasilan riel akan turun. Selain itu, jika harga naik, nilai riel dari

batas kelompok akan turun, sehingga tingkat tarif kelompok yang dapat

dikenakan terhadap tingkat penghasilan tertentu akan naik. Karena kedua

alasan ini, kewajiban pajak penghasilan naik lebih cepat dibandingkan harga,

artinya kewajiban pajak naik dalam arti riel. Jika harga naik, maka pemulihan

yang didasarkan pada biaya mula-mula tidak akan menghasilkan penghematan

pajak dalam jumlah yang memadai untuk mempertahankan keutuhan modal

riel. Akibatnya, pendapatan kena pajak akan dinyatakan terlalu besar, yang

mengakibatkan kenaikan secara implisit dalam tarif pajak efektif jika dikaitkan

dengan pendapatan riel. Kenaikan ini menyebabkan meningkatnya penyusutan

atau penunggakan pajak, dan merupakan salah satu bagian dari masalah inflasi

(Musgrave dan Musgrave, 1993: 386,413).

2.2. Kerangka Konsepsi

Salah satu sumber penerimaan pemerintah adalah tabungan nasional,

termasuk pajak. Menurut Ana (2003), persoalan dari beberapa negara,

termasuk Pilipina, adalah bahkan pada saat pertumbuhan, pungutan pajak

berada di bawah prestasi. Dimana ketika terjadi pemulihan atau pertumbuhan

(45)

menantang teori konvensional bahwa hasil pungutan pajak meningkat pada

saat pertumbuhan. Pertumbuhan bukan merupakan satu-satunya faktor penentu

dari penerimaan pajak. Variabel lain yang penting termasuk efisiensi

administrasi pajak, luasnya dan tingkat usaha menghindari pajak, kepercayaan

pada pemerintahan, dan kualitas pertumbuhan itu sendiri. Sedangkan di Korea

Selatan, dalam hal perekonomian dengan tingkat pertumbuhan tinggi di mana

tabungan nasional bersama-sama dengan pungutan pajak secara relatif adalah

tinggi.

Beberapa target pencapaian ekonomi Indonesia sesuai RAPBN 2001

sukar dipenuhi, seperti target defisit anggaran, rasio penerimaan pajak

terhadap PDB, dan daya ekpansi yang akan diharapkan dari budget tersebut.

Hal ini karena target inflasi dan nilai tukar lebih sukar dipenuhi dan

kemungkinan meleset sangat besar. Tentu penyebabnya adalah berbagai

gejolak baik politik dan ekonomi yang selalu berimbas secara langsung kepada

nilai tukar Rupiah yang melemah, dan pada akhirnya akan merembes dalam

bentuk

imported inflation yang sangat meresahkan (Indrawaty, 2001). Maka

kemudian dapat digambarkan kerangka konsepsi pada Gambar 2.1.

(46)

31

pertimbangan realisasi pertumbuhan selama 5 tahun terakhir dan rencana

[image:46.595.117.511.172.508.2]

kinerja pendapatan daerah (www.jatim.go.id).

Gambar

2.1. Kerangka Pemikiran Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Tunggakan Pajak di Sumatera Utara

Data realisasi penerimaan pajak hingga November 2006 mencapai 65%

dari target APBN-P. Hal itu merupakan sinyal terus melemahnya sektor riil.

Akhirnya, kondisi itu akan menurunkan

output

(pasar) investasi, produksi,

konsumsi, dan tabungan sebagai objek pajak itu sendiri. Untuk meningkatkan

output

ekonomi, langkah strategis yang harus diambil adalah memperbaiki

iklim usaha dengan meningkatkan daya saing bangsa dibandingkan negara

lain. Beberapa kalangan beranggapan penetapan upah minimum di Indonesia

tidak fleksibel. Akibatnya nilai penetapan upah buruh terhadap

output

ekonomi

di Indonesia menjadi lebih mahal dibandingkan negara lainnya (tidak

kompetitif). Perlu disadari upah minimum berpatokan pada kondisi hidup

Penerimaan Negara

Pajak

Pertumbuhan

Ekonomi

Jumlah Wajib Pajak

Inflasi

Krisis Ekonomi

(47)

layak (KHL). Penetapan upah minimum di banyak provinsi sebenarnya belum

mencapai angka KHL. Daya serap pasar pun terus melemah, karena tekanan

harga membuat daya beli upah semakin turun. Terus menurunnya impor

barang konsumsi merupakan sinyal terjadinya pelemahan daya serap pasar.

Memperhatikan strategi meningkatkan

tax ratio

dari sisi permintaan (pull

demand factor), keinginan untuk menekan upah minimum di bawah KHL akan

dihindari. Sebab, kebijakan tersebut akan menurunkan kinerja dunia usaha

yang sulit mencari pembeli. Solusi dilematis tersebut di banyak negara

ditempuh dengan jalan revitalisasi sistem jaminan sosial sebagai

trade off

dikeluarkannya beban transaksi sosial dari tanggung jawab korporasi.

Penyisihan pajak untuk transaksi

hedging

(asuransi pengangguran), pada

akhirnya akan melindungi stabilitas penerimaan pajak pemerintah, karena

terhindarnya risiko sosial. Tak terelakkan, peningkatan

tax ratio

dalam APBN

harus menjadi target utama, karena hanya dengan itulah beragam persoalan

dilematis dapat dipecahkan. Dari sisi penawaran (

push suply factor), strategi

peningkatan

tax ratio

tidak dapat dilepaskan dari masuknya investasi. Alhasil,

daya kerja dapat meningkat sebagai komponen pembentuk daya beli pasar.

Dari sisi ini, sayangnya strategi pemerintah terjebak kondisi memancing

investasi asing, tanpa kail investasi lokal (Rizky, 2006).

Menurut Purnama (2006), pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan

meningkatkan penerimaan pemerintah dari pajak dan menambah lapangan

(48)

33

pemerintah dari pajak (PPN dan PPh) serta memberikan lapangan kerja dan

perolehan/ penghematan devisa.

Menurut Djohanputro (2006), terdapat hubungan antara inflasi dengan

beban pajak riil. Semakin tinggi inflasi, maka semakin tinggi beban pajak

secara riil. Inflasi menyebabkan nilai riil menurun, namun pemotongan pajak

tetap berdasarkan persentase, sehingga dengan peningkatan inflasi, beban

pajak riil justru meningkat. Meningkatnya beban pajak riil sedangkan nilai riil

uang semakin menurun cenderung akan meningkatkan tunggakan pajak.

2.3. Penelitian Sebelumnya

Arni (1999), melakukan studi analisa dampak kebijakan fiskal terhadap

keseimbangan internal ekonomi makro Indonesia. Dari hasil analisa

disimpulkan bahwa, kebijakan peningkatan pengeluaran pemerintah

memberikan dampak positif yang cukup berarti terhadap pertumbuhan PDB,

dan penyerapan tenaga kerja, walaupun terjadi peningkatan inflasi yang relatif

kecil. Kebijakan peningkatan pajak pendapatan memberikan dampak yang

positif terhadap pertumbuhan PDB tetapi menurunkan penyerapan tenaga

kerja, sementara tingkat inflasi masih dalam batas normal. Kebijakan

penambahan uang beredar memberikan dampak yang sangat buruk terhadap

ekonomi makro Indonesia. Berdasarkan hasil analisa ada beberapa hal yang

dapat direkomendasikan, yaitu: kebijakan meningkatkan pengeluaran

pemerintah dan pajak pendapatan sangat berarti dalam perbaikan ekonomi

(49)

Studi Aschauer (2000), menggunakan data 46 negara pendapatan

rendah dan menengah dengan periode waktu 1970-1990. Selain menganalisis

aspek penerimaan, studi tersebut sekaligus juga menganalisis aspek besaran

investasi pemerintah serta efisiensinya. Berkaitan dengan aspek penerimaan,

Aschauer menggunakan utang luar negeri sebagai proksi dari total utang

pemerintah. Dalam hal ini, beban pajak sehubungan dengan pengakumulasian

modal publik dapat memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan

ekonomi. Pengaruh negatif tersebut misalnya melalui pajak yang secara

berlebihan dibebankan kepada sektor swasta sehingga pada akhirnya akan

menurunkan laju pertumbuhan ekonomi. Dari estimasinya, Aschauer

menemukan bahwa peningkatan investasi pemerintah yang dibiayai dengan

utang luar negeri membawa pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Dengan kata lain, pembiayaan dengan utang luar negeri telah mengurangi

manfaat positif dari investasi sektor publik.

(50)

35

Nasution (2003) melakukan studi analisis potensi dan pertumbuhan

penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia Periode 1990 – 2000. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa potensi dan pertumbuhan penerimaan pajak

penghasilan (PPh) selama dasawarsa 1990-2000 diantaranya dipengaruhi baik

secara langsung maupun tidak langsung oleh faktor-faktor Produk Domestik

Bruto, Jumlah Wajib Pajak, dan Jumlah Kantor Pelayanan Pajak yang tersebar

di seluruh Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan

pertimbangan dalam pengembangan sumber-sumber penerimaan pajak

penghasilan (PPh) pada masa yang akan datang. Dari hasil analisis tersebut

dapat diketahui bahwa untuk meningkatkan penerimaan pajak melalui PPh

maka prioritas utama yang perlu diperhatikan adalah peningkatan jumlah WP,

sehingga cukup tepat kebijakan pemerintah saat ini yang mewajibkan lapor

pajak bagi pemilik Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi kepada

seluruh masyarakat yang telah memenuhi syarat untuk memiliki NPWP

tersebut. Hal ini untuk lebih mengitensifkan penerimaan pajak dan untuk lebih

meningkatkan kesadaran membayar pajak bagi para wajib pajak yang telah

memenuhi syarat memiliki NPWP maupun bagi badan usaha yang

bersangkutan. Dari studi ini pula maka secara nasional untuk meningkatkan

penerimaan PPh, prioritas utama yang perlu dipertimbangkan adalah

meningkatkan jumlah wajib pajak dan kesejahteraan masyarakat sehingga

tingkat pendapatan dapat meningkat, sedangkan penambahan daya dukung

pemungut pajak seperti penambahan KPP diperlukan sesuai perkembangan

kebutuhan pelayanan pajak di wilayah yang bersangkutan. Peningkatan

(51)

pajak langsung dan tak langsung. Peningkatan basis pajak langsung terjadi

disebabkan pajak langsung baru dikenakan bila melewati tingkat pendapatan

tertentu atau penghasilan tidak kena pajak. Peningkatan pendapatan per kapita

akan meningkatan jumlah wajib pajak orang pribadi maupun badan.

Pertumbuhan sektor riil selama proses pembangunan ekonomi diikuti oleh

pertumbuhan sektor moneter. Bersamaan dengan proses industrialisasi dan

peningkatan di sektor moneter disamping mencerminkan peningkatan surplus

obyek pajak, juga mendukung kemudahan dalam pengumpulan pajak.

Hasil studi yang dilakukan Brata (2004) tentang komposisi penerimaan

sektor publik dan pertumbuhan ekonomi regional di Indonesia, diketahui

bahwa dua komponen pendapatan penting yang berpengaruh secara positif

terhadap pertumbuhan ekonomi yaitu Pendapatan Asli Daerah dan Sumbangan

dan Bantuan. Salah satu unsur Pendapatan Asli Daerah adalah pajak.

Salah satu hasil studi yang dilakukan Afdal (2005) tentang analisis

kemampuan fiskal daerah dan kebijakan dalam menghadapi sumber

pendapatan daerah tanpa DBH minyak bumi di kabupaten Kampar, adalah

bahwa sumber pajak dan retribusi daerah bersifat elastisitas terhadap

pertumbuhan ekonomi (PDRB) setelah pemberlakuan UU 22 dan 25 tahun

1999 cukup besar yaitu 2,36.

2.4. Hipotesis

1. Pertumbuhan ekonomi daerah Sumatera Utara berpengaruh negatif

(52)

37

2. Jumlah wajib pajak berpengaruh positif terhadap peningkatan

tunggakan pajak,

ceteris paribus

.

3. Tingkat inflasi berpengaruh positif terhadap peningkatan tunggakan

pajak,

ceteris paribus

.

4. Krisis ekonomi berpengaruh positif terhadap peningkatan tunggakan

(53)

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan kajian tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi penunggakan pajak di Sumatera Utara selama kurun waktu

1984 – 2005. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penunggakan pajak

yang dianalisis adalah pertumbuhan ekonomi, jumlah wajib pajak, inflasi dan

kondisi perekonomian sebelum dan sesudah krisis ekonomi.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Adapun yang menjadi data dalam penelitian ini adalah data sekunder

yang diperoleh dari berbagai instansi yang terkait yaitu Kanwil DJP Sumbagut

I, BPS, BI, dan sumber-sumber lainnya yaitu jurnal-jurnal dan hasil penelitian

Data yang dibutuhkan untuk menjadi bahan analisis dalam penelitian

ini adalah tunggakan pajak, jumlah wajib pajak, pertumbuhan ekonomi di

Sumatera Utara, dan inflasi.

3.3. Model Analisis

Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penunggakan

pajak di Sumatera Utara maka dilakukan analisis dengan menggunakan metode

Ordinary Least Square (OLS). Spesifikasi model dalam penelitian ini adalah

(54)

39

Sebagai variabel terikat (

dependent variable

) dalam penelitian ini adalah

jumlah tunggakan pajak, variabel bebasnya (

independent variable

) adalah

pertumbuhan ekonomi, jumlah wajib pajak pada tahun lalu mempengaruhi

tunggakan pajak pada tahun sekarang, inflasi, dan krisis ekonomi (sebagai

dummy variabel). Dengan demikian spesifikasi model yang akan dijadikan

sebagai model penelitian merupakan fungsi matematis, sebagai berikut :

TgP = f (PE, WP, INF, DM) ... (1)

Tunggakan pajak dalam hal ini diukur dalam milyar rupiah. Disebabkan

besarnya ukuran data tersebut dibandingkan dengan variabel lain, maka

menurut Gujarati (2004) sebelum dianalisis data dengan ukuran besar terlebih

dahulu ditransformasi logaritma. Dengan demikian tunggakan pajak dalam

model menjadi dalam bentuk logaritma.

Dalam penelitian ini variabel wajib pajak (WP) merupakan variabel

dengan nilai pada waktu yang lalu (lag). Oleh karena itu model regresi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi

distributed-lag

(Arief,

1993). Dari fungsi tersebut diatas kemudian dispesifikasikan ke dalam model

regresi

distributed-lag

dengan spesifikasi modelnya sebagai berikut:

LTgP = a0 - a1

PE + a2

WPt-1 + a3

INF + a4

DM +

m

... (2)

Dimana :

LTgP = Logaritma jumlah tunggakan pajak

PE

= Pertumbuhan ekonomi (%)

WP

t-1

= Jumlah wajib pajak pada tahun lalu

(55)

DM = dummy variabel krisis ekonomi, D=0 sebelum krisis ekonomi

(1984-1996), D=1 setelah terjadi krisis ekonomi (1997-2005).

Persamaan di atas adalah persamaan tunggal, oleh karena itu metode

yang digunakan untuk mengoperasikan persamaan tersebut menggunakan

metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square). Untuk memudahkan dalam

pengolahan data maka sebagai alat analisis yang digunakan dalam mengolah

data tersebut adalah Program

Eviews versi 4.1.

3.4. Uji Kesesuaian (Test of goodness of fit)

a. R2 (coefficient determinant), untuk melihat kekuatan variabel bebas

(independent variable) menjelaskan variabel terikat (dependent

variable).

b.

Partial test (t-test), dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi

statistik koefisien regresi secara parsial. Jika t

hit

> t

tabel

, maka H

0

ditolak

dan H

1

diterima.

c.

Overall test (F-test), dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi

statistik koefisien regresi secara serempak. Jika F

hit

> F

tabel

, maka H

0

ditolak dan H

1

diterima.

3.5. Definisi Operasional Variabel

Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dari variabel yang

digunakan pada penelitian ini, maka berikut ini dijelaskan perihal batasan

(56)

41

a. Tunggakan pajak (LTgP) adalah pajak yang seharusnya dibayar dalam

periode waktu pembayaran, tetapi belum dibayar oleh wajib pajak, diukur

dalam milyar rupiah.

b.

Pertumbuhan ekonomi (PE) dilihat dari pertumbuhan produk domestik

regional bruto Sumatera Utara atas dasar harga konstan 1993, dihitung

dalam persen.

c.

Wajib Pajak (WP

t-1

) adalah orang pribadi atau badan yang menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk

melakukan kewajiban perpajakan dan memiliki NPWP, dihitung dalam

orang. Dan jumlah wajib pajak pada tahun lalu dapat mempengaruhi

tunggakan pajak pada tahun sekarang.

d.

Inflasi (INF), kenaikan harga barang di Sumatera Utara, dihitung dalam

persen.

e. Dummy (DM), merupakan krisis ekonomi, dimana D=0 sebelum krisis

ekonomi (1984-1996), D=1 setelah terjadi krisis ekonomi (1997-2005).

3.6. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Penelitian ini juga mungkin tidak terlepas dengan modal regresi bias

yang terjadi secara statistik yang dapat mengganggu model yang telah

ditentukan. Dalam penghitungan regresi mungkin akan dapat menyesatkan

kesimpulan yang diambil dari persamaan yang dibentuk. Untuk itu maka perlu

dilakukan uji penyimpangan asumsi klasik (Gujarati 2004).

(57)

a. Multikolinieritas

Multikolinieritas digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan linear

diantara variabel-variabel bebas dalam model regresi. Interpretasi dari

persamaan regresi linier secara implisit bergantung pada asumsi bahwa

variabel-variabel bebas dalam persamaan tidak saling berkorelasi. Bila

variabel-variabel bebas berkorelasi dengan sempurna, maka disebut

multikolinieritas sempurna. Multikolinieritas dapat dideteksi dengan

besaran-besaran regresi yang didapat, yaitu :

1) Variasi besar (dari taksiran OLS)

2) Interval kepercayaan lebar (karena variasi besar, maka standar error

besar sehingga interval kepercayaan lebar).

3) Uji-t tidak signifikan. Suatu variabel bebas secara substansi maupun

secara statistik jika dibuat regresi sederhana bias tidak signifikan karena

variasi besar akibat kolinieritas. Bila standar error terlalu besar, maka

besar pula kemungkinan taksiran koefisien regresi tidak signifikan.

4) R

2

tinggi tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari t-test.

5) Terkadang nilai taksiran koefisien yang didapat akan mempunyai nilai

yang tidak sesuai dengan substansi sehingga dapat menyesatkan

interpret

Gambar

TabelJudul
Gambar
Tabel 1.1.  Tunggakan Pajak di  Kanwil DJP Sumbagut I, 2003 – 2005
Tabel 1.2.  Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi dan Tunggakan Pajak di Sumatera
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ apakah ada hubungan antara asupan protein nabati dan hewani dengan kadar

Hal ini sesuai dengan dengan ketentuan dalam Pasal 66 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang

Pada penulisan ilmiah ini mencoba mengangkat masalah dalam hal pembuatan aplikasi penjualan pada kasir Neckcut BarberShop dan Distro sebagai efesiensi operasional untuk

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2007

Perkembangan usaha alat-alat kebersihan EFG cukup baik, sehingga memerlukan sistem yang dapat memudahkan pengolahan pesanan penjualan. Jumlah transaksi yang meningkat membuat usaha

Menindaklanjuti surat kami Nomor:850/B3.3/KM/2016 tanggal 17 Mei 2016, perihal pengumuman program PHBD 2016, dengan hormat diberitahukan bahwa Direktorat Jenderal

administrasi dalam pelaksanaan dan tertib pengelolaan barang milik daerah diperlukan adanya pengaturan yang integratif dan menyeluruh khususnya ketentuan menempati rumah

Introduksi Teknologi Mina-padi Lokal Ramah Lingkungan Untuk Optimalisasi Penggunaan Lahan, Penganekaragaman Komoditi Dan Meningkatkan Pendapatan Petani Dalam Rangka