ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI
BORED PILE
DIAMETER 0.8 METER MENGGUNAKAN METODE
ANALITIS DAN METODE ELEMEN HINGGA
PADA PROYEK
PEMBANGUNAN HOTEL SAPADIA MEDAN
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh
Ujian Sarjana Sipil
Oleh:
MUHAMMAD WIHARDI
10 0404 005
BIDANG STUDI GEOTEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI BORED PILE DIAMETER
0.8 METER MENGGUNAKAN METODE EMPIRIS DAN UJI BEBAN STATIK DAN DINAMIK PADA PROYEK PEMBANGUNAN HOTEL
SAPADIA MEDAN
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat dalam menempuh Colloqium Doctum/ Ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh :
MUHAMMAD WIHARDI
100404005
Pembimbing :
Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE NIP. 19510629 198411 1 001
Mengesahkan :
Ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan NIP : 19561224 198103 1 002
BIDANG STUDI GEOTEKNIK
NIP. 19650325 199103 1 006Penguji II
ABSTRAK
Pondasi berfungsi menyalurkan tegangan – tegangan yang terjadi akibat beban struktur atas ke dalam lapisan tanah keras yang dapat memikul beban konstruksi tersebut. Untuk itu, pondasi bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap beban sendiri, beban-beban yang bekerja, gaya-gaya luar seperti angin, gempa bumi dan lain-lain dan tidak boleh terjadi penurunan melebihi batas yang diijinkan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung dan membandingkan kapasitas daya dukung tiang bor diameter 0,8 m dengan menggunakan data sondir, SPT, dan uji pembebanan serta membandingkan penurunan yang terjadi dari hasil loading test dengan perhitungan analitis dan program Plaxis.
Pada penelitian ini, diperoleh daya dukung ultimit berdasarkan data loading test metode Chin 476,19 ton dan metode Davisson 856,17 ton. Berdasarkan data SPT dan PDA didapat 785,80 ton dan 586,99 ton. Daya dukung ultimit metode Chin lebih mendekati kebeban pengujian sebesar 500 ton. Sedangkan penurunan elastis yang dihasilkan dari metode elemen hingga sebesar 13,96 mm. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan hasil loading test 8,53 mm dan perhitungan analitis 10,5 mm.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penyusunan
Tugas Akhir ini dengan judul “Analisis Daya Dukung Pondasi Bored Pile
Diameter 0,8 meter menggunakan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga
pada Proyek Pembangunan Hotel Sapadia Medan” ini disusun guna melengkapi
syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Program Starata Satu (S-1) di
Universitas Sumatera Utara.
Dengan menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian Tugas Akhir ini tidak
lepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan dari banyak pihak, maka pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan sebagai Ketua Departemen Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Ir. Syahrizal, MT, sebagai Seketaris Departeman Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE. sebagai dosen pembimbing yang
telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
4. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT. dan Ibu Ika Puji Hastuty, ST, MT., sabagai
Dosen Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak dan Ibu pengajar dan seluruh staf pegawai Departeman Teknik
6. Kedua orang tua saya, Ayahanda Naharuddin dan Ibunda Khamsiati yang
telah memberikan dukungan yang besar baik moral maupun material.
7. Buat Abangda Dody Afandy dan Kakanda Wirda Hardiaty yang telah
memotivasi saya untuk terus semangat menyelesaikan tugas akhir ini.
8. Teristimewa buat Tika Ermita Wulandari sebagai orang terkasih yang telah
memberikan doa, dukungan dan semangat kepada saya.
9. Buat saudara/i seperjuangan: Taslim, Yanti, Prisquilla, Essy, Arip, Kaka,
Andry, Derry, Lutphi, Yudha, Ihsan dan semua mahasiswa Teknik Sipil
lainnya yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat
dan bantuannya selama ini.
10.Seluruh rekan-rekan yang tidak mungkin saya tuliskan satu-persatu atas
dukungannya yang sangat baik.
.Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini jauh dari sempurna, karena
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis, untuk itu penulis akan
terbuka terhadap semua saran dan kritik mengenai Tugas Akhir ini, dengan ini
penulis berharap Tugas Akhir ini juga memberi manfaat bagi kita semua.
Medan, Juni 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... iii
Daftar Gambar ... vi
Daftar Tabel ... viii
Daftar Notasi ... x
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Penelitian ... 2
1.3. Manfaat Penelitian ... 2
1.4. Perumusan Masalah ... 3
1.5. Batasan Masalah ... 3
1.6. Metode Pengumpulan Data ... 3
1.7. Sistematika Penulisan ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5
2.1. Umum ... 5
2.2. Cone Penetrometer Test (Sonderign Test) ... 6
2.3. Standard Penetration Test (SPT) ... 10
2.4. Pondasi Tiang Bor (Bored Pile) ... 13
2.5. Proses Pelaksanaan Pondasi Tiang Bor ... 19
2.5.1. Penggalian Lubang... 19
2.5.2. Pembersihan Dasar Lubang ... 20
2.5.4. Pengecoran Beton ... 21
2.6. Kapasitas Daya Dukung Aksial Bored Pile ... 22
2.6.1. Kapasitas Daya Dukung Bored Pile dari Hasil Sondir ... 22
2.6.2. Kapasitas Daya Dukung Bored Pile dari Hasil SPT ... 23
2.7. Uji Pembebanan (Loading Test) ... 25
2.7.1. Pemakaian Uji Pembebanan ... 26
2.7.2. Jenis-Jenis Loading Test ... 26
2.7.3. Tujuan Uji Pembebanan Statik (Loading Test) ... 27
2.8. Metode Pembebanan ... 31
2.8.1. Interpretasi Hasil Uji Pembebanan Statik ... 34
2.9. Uji Beban Dinamis (Dynamic Loading Test) ... 37
2.10. Penurunan Elastis Tiang Tunggal ... 39
2.11. Metode Elemen Hingga ... 44
2.12. Plaxis... 44
2.12.1 Teori Mohr Coulumb ... 45
2.12.2 Pemodelan Program Plaxis ... 46
2.13 Parameter Tanah ... 47
2.14 Parameter Tiang Bor (Bored Pile) ... 52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 53
3.1. Data Umum Proyek ... 53
3.2. Data Teknis Bored Pile... 53
3.3. Metode Pengumpulan Data ... 54
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 57
4.1. Pendahuluan ... 57
4.2. Kapasitas Daya Dukung Bored Pile ... 57
4.2.1. Menghitung Kapasitas Daya Dukung Bored Pile Berdasarkan Data Sondir ... 57
4.2.2. Menghitung Kapasitas Daya Dukung Bored Pile Berdasarkan Data SPT ... 60
4.2.3. Menghitung Kapasitas Daya Dukung Bored Pile Berdasarkan Data Loading Test ... 62
4.2.4. Kapasitas Daya Dukung Aksial Tiang Hasil PDA... 67
4.3. Penurunan Elastis Tiang Bor Tunggal ... 68
4.4. Perhitungan dengan Metode Elemen Hingga Menggunakan Program Plaxis ... 72
4.4.1. Proses Pemodelan pada Program Plaxis ... 74
4.5. Diskusi ... 78
4.5.1. Evaluasi Hasil Perhitungan Daya Dukung Bored Pile ... 78
4.5.2. Evaluasi Hasil Perhitungan Penurunan Elastis pada Bored Pile ... 79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 80
5.1. Kesimpulan ... 80
5.2. Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 82
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hal
2.1 Konus Sondir dalam Keadaan Tertekan dan Terbentang
(Sosrodarsono,2000) 7
2.2 Cara Pelaporan Hasil Uji Sondir (Soemarno, 1993) 8
2.3 Prosedur Penyelidikan Tanah dengan Alat Uji Sondir
(Sosrodarsono, 2000) 9
2.4 Alat Percobaan Penetrasi Standar (Sosrodarsono, 2005) 11
2.5 Bored Pile dengan Dry Method (Asiyanto, 2009) 15
2.6 Bored Pile dengan Casing Method (Asiyanto, 2009) 16
2.7 Bored Pile dengan Slurry Method (Asiyanto, 2009) 17
2.8 Mata Bor 19
2.9 Pembersihan Dasar Lubang 20
2.10 Pemasangan Tulangan 21
2.11 Pengecoran pada Tiang Bor 21
2.12 Daya Dukung Ujung Batas Tiang Bor pada Tanah Pasiran
(Reese & Wright, 1977) 24
2.13 Tahanan Geser Selimut Tiang Bor pada Tanah Pasiran
(Reese & Wright, 1977) 25
2.14 Pengujian dengan Kentledge System (Coduto,2001) 30
2.15 Pengujian dengan Tiang Jangkar (Tomlinson, 1980) 30
2.17 Grafik Hubungan Beban dengan Penurunan Menurut Metode Chin 35
2.18 Interpretasi Daya Dukung Ultimit dengan Metode Davisson 37
2.19 PDA Instrumen dan Aksesoris Pendukung 38
2.20 Faktor Penurunan I0 (Poulus dan Davis, 1980) 41
2.21 Faktor Penurunan Rµ (Poulus dan Davis, 1980) 41
2.22 Faktor Penurunan Rk (Poulus dan Davis, 1980) 42
2.23 Faktor Penurunan Rh (Poulus dan Davis, 1980) 42
2.24 Faktor Penurunan Rb (Poulus dan Davis, 1980) 43
2.25 Model Pondasi Bored Pile 46
3.1 Bagan Alir 56
4.1 Grafik Hubungan Antara Beban dan Penurunan pada Tiang Bor 65
4.2 Grafik Interpretasi Metode Chin FK 66
4.3 Grafik Interpretasi Metode Davisson 67
DAFTAR TABEL
No. Judul Hal
2.1 Harga-harga Empiris ϕ dan Dr Pasir dan Lumpur Kasar
Berdasarkan Sondir (Soedarmo, 1993) 10
2.2 Hubungan , ϕ, dan N Tanah Pasir (Sosrodarsono, 2000) 12
2.3 Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada tanah
Lempung (Randolph, 1978) 48
2.4 Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada Tanah Pasir
(Schmertman, 1970) 48
2.5 Hubungan Jenis Tanah, Konsistensi dan Poisson Ratio
(Das, 1995) 49
2.6 Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah (Das, 1995) 51
4.1 Perhitungan Daya Dukung Ultimit dan Daya Dukung Ijin
Bored Pile pada Titik Sondir S-1 dengan Metode Meyerhof 59
4.2 Perhitungan Daya Dukung Tiang Bor Menggunakan
Data SPT (BH-1) 62
4.3 Load Displacement, Axial Load Test 64
4.4 Tabel Data-data yang Diperlukan dalam Pembuatan Grafik Chin 65
4.5 Hasil Analisis Program CAPWAP 67
4.6 Hasil Perhitungan Penurunan Elastis Bored Pile Tunggal
Diameter 0,8 m. 71
4.8 Data Tiang Bor pada Bore Hole 1 74
4.9 Penurunan Tiang Bor Menggunakan Program Plaxis pada
Bore Hole 1 77
4.10 Daya Dukung Ultimit Menggunakan Data Sondir 82
4.11 Daya Dukung Ultimit Menggunakan Data SPT 82
4.12 Daya Dukung Berdasarkan Hasil Data Loading Test 82
4.13 Daya Dukung Berdasarkan Hasil PDA (Pile Driving Analizer) 82
4.14 Penurunan Elastis yang Terjadi pada Tiang Bor Tunggal
Diameter 0,8 m 83
5.1 Daya Dukung Ultimit Berdasarkan Data Sondir 84
5.2 Daya Dukung Ultimit Tiang Bor dengan Data
Loading Test, PDA, SPT 84
DAFTAR NOTASI
A = Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm)
A = Total luas efektif penampang piston (cm2)
A = Luas penampang kolom/tiang (cm2)
Ab = Luas penampang ujung tiang (cm2)
A
p = Luas penampang ujung tiang (cm 2
)
As = Luas penampang selimut tiang (cm2)
B = Diameter atau sisi tiang (m)
Cp = Koefisien empiris
c = Kohesi tanah (kg/cm2)
cu = Kohesi Undrained (kN/m2)
D = Diameter tiang
Eg = Efisiensi kelompok tiang
Ep = Modulus elastisitas tiang (ton/m2)
Es = Modulus Young tanah
FK = Faktor Keamanan
fs = Tahanan gesek dinding tiang (Kg/cm2)
h = Tinggi jatuh
H = Gaya Horizontal yang bekerja (ton)
HL = Hambatan Lekat
I = Momen Inersia
Ip = Momen inersia tiang (m4)
Iwp = Faktor pengaruh
Iws = Faktor pengaruh
i = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)
i
min = Jari-jari inersia batang/tiang
JHL = Tahanan geser total sepanjang tiang (Kg/m)
JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm2)
K = Keliling tiang (cm)
ks = Modulus subgrade tanah dalam arah horizontal (ton/m3)
L = Panjang batang/tiang
L
i = Panjang lapisan tanah (m)
l k = Panjang tekuk (panjang batang/tiang yang mengalami perlengkungan)
M = Momen yang bekerja di kepala tiang
m = Jumlah baris tiang
Mu = Momen ultimit dari penampang tiang
N
1 = Harga Rata-rata dari Dasar ke 10D ke atas
N 2 = Harga Rata-rata dari Dasar ke 4D ke bawah
n = Jumlah tiang pancang
n’ = Jumlah tiang dalam satu baris
P = Bacaan manometer (Kg/cm 2)
P1 = Beban yang diterima satu tiang pancang (ton)
P = Keliling tiang (m)
Q = Daya dukung tiang pada saat pemancangan ( ton)
Qa = Beban maksimum tiang tunggal
Qb = Tahanan ujung ultimit tiang (kg)
Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan
Q
ijin = Kapasitas daya dukung ijin tiang (kg)
Q
p = Tahanan Ujung Ultimate (kN)
Qs = Tahanan gesek ultimit dinding tiang (kg/cm 2)
Q
ult = Kapasitas daya dukung maksimal/akhir (kg)
qwp = Beban titik persatuan luas ujung tiang
R = Faktor kekakuan
S = Penurunan total
s1 = Penurunan batang tiang
s2 = Penurunan tiang akibat beban titik ujung tiang
s3 = Penurunan tiang akibat beban yang tersalur sepanjang batang
s = Jarak masing- masing antar tiang
se = Penurunan elastik tiang tunggal
Su = Kuat geser tak terdrainase dari tanah kohesif
T = Faktor kekakuan
w = Berat palu
x = Kedalaman yang ditinjau (m)
Xi = Jarak tiang pancang terhadap titik berat kelompok arah x (m)
yi = Jarak tiang pancang terhadap titik berat kelompok arah y (m)
ΣV = Jumlah beban vertikal (ton)
Σx2 = Jumlah kuadrat tiang pancang arah x (m2)
Σy2 = Jumlah kuadrat tiang pancang arah y (m2)
qc = Tahanan konus pada ujung tiang (kg/cm 2)
α = Koefisien Adhesi antara Tanah dan Tiang
Ø = Sudut geser tanah (kg/cm2)
s = Nisbah Poisson tanah
ξ = Koefisien dari skin friction
= Kekuatan geser tanah (kg/cm2)
= Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm2)
= Tegangan dasar
ω = Faktor tekuk (tergantung pada kelangsingan ( ))
= Angka kelangsingan
ABSTRAK
Pondasi berfungsi menyalurkan tegangan – tegangan yang terjadi akibat beban struktur atas ke dalam lapisan tanah keras yang dapat memikul beban konstruksi tersebut. Untuk itu, pondasi bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap beban sendiri, beban-beban yang bekerja, gaya-gaya luar seperti angin, gempa bumi dan lain-lain dan tidak boleh terjadi penurunan melebihi batas yang diijinkan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung dan membandingkan kapasitas daya dukung tiang bor diameter 0,8 m dengan menggunakan data sondir, SPT, dan uji pembebanan serta membandingkan penurunan yang terjadi dari hasil loading test dengan perhitungan analitis dan program Plaxis.
Pada penelitian ini, diperoleh daya dukung ultimit berdasarkan data loading test metode Chin 476,19 ton dan metode Davisson 856,17 ton. Berdasarkan data SPT dan PDA didapat 785,80 ton dan 586,99 ton. Daya dukung ultimit metode Chin lebih mendekati kebeban pengujian sebesar 500 ton. Sedangkan penurunan elastis yang dihasilkan dari metode elemen hingga sebesar 13,96 mm. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan hasil loading test 8,53 mm dan perhitungan analitis 10,5 mm.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pondasi merupakan bagian paling bawah dari suatu konstruksi yang
berfungsi meneruskan beban konstruksi ke lapisan tanah yang berada di bawah
pondasi. Berdasarkan kedalamannya, pondasi dibagi menjadi dua yaitu pondasi
dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dalam digunakan jika lapisan tanah keras
atau batuan berada pada posisi yang dalam. Jenis pondasi dalam secara garis besar
ada 2 (dua) yaitu pondasi tiang pancang dan pondasi bored pile (Bowless, 1997).
Pada umumnya permasalahan pondasi dalam lebih rumit dari pada pondasi
dangkal. Oleh karenanya dibutuhkan suatu perencanaan yang matang untuk
menghitung kuat daya dukung pondasi. Daya dukung pondasi pada tanah perlu
dianalisis agar dapat menahan beban konstruksi yang direncanakan sehingga tidak
mengalami penurunan yang berlebih.
Adapun jenis pondasi yang digunakan pada proyek Hotel Sapadia Medan
yaitu pondasi bored pile. Daya dukung pondasi bored pile diperoleh dari daya
dukung ujung (end bearing capacity) yang diperoleh dari tekanan ujung tiang dan
daya dukung geser (friction bearing capacity) yang diperoleh dari daya dukung
gesek atau gaya adhesi antara bored pile dan tanah disekelilingnya.
Metode yang digunakan diantaranya pengujian beban langsung di
lapangan yaitu Pile Driving Analyzer (PDA) dan loading test serta metode empiris
yaitu penyelidikan sondir dan Standard Penetration Test (SPT). Selain itu, penulis
juga menggunakan metode numerik yakni bantuan program. Salah satu
metode elemen hingga yang mampu melakukan analisis masalah geoteknik dalam
perencanaan bangunan sipil.
Nilai kapasitas daya dukung yang dihasilkan dari metode di atas pada
umumnya tidaklah sama. Oleh karena itu, dalam tugas akhir ini penulis
melakukan analisis untuk membandingkan daya dukung pondasi bored pile dari
beberapa perhitungan data yang didapat di lapangan.
1.2.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1. Menghitung dan membandingkan kapasitas daya dukung pondasi bored
pile dengan menggunakan data hasil sondir, SPT, dan hasil uji pembebanan
(loading test dan pile driving analyzer).
2. Membandingkan penurunan pada pondasi bored pile tunggal diameter 0,8
m berdasarkan hasil uji pembebanan (loading test) dengan perhitungan
analitis dan program Plaxis menggunakan pemodelan tanah Mohr
Coloumb.
1.3.Manfaat Penelitian
Tugas akhir ini diharapkan bermanfaat untuk :
1. Menambah ilmu pengetahuan, wawasan, dan pembanding kelak jika akan
melakukan suatu pekerjaan yang sama atau sejenis.
2. Membantu mahasiswa lainnya sebagai referensi atau contoh apabila
mengambil topik bahasan yang sama.
3. Pihak-pihak yang membutuhkan informasi dan mempelajari hal yang
1.4. Perumusan Masalah
1. Menganalisis daya dukung pondasi bored pile diameter 0,8 m dengan
menggunakan data hasil sondir, SPT, dan hasil uji pembebanan (loading
test dan pile driving analyzer).
2. Penurunan yang terjadi pada pondasi bored pile diameter 0,8 m
berdasarkan hasil loading test, perhitungan analitis dan program Plaxis.
1.5. Batasan Masalah
1. Hanya meninjau pondasi tiang tegak lurus.
2. Tidak menghitung beban kerja pada pondasi.
3. Tidak meninjau akibat gaya horizontal.
1.6. Metode Pengumpulan Data
1. Studi Literatur
Mengumpulkan dan mempelajari bahan bacaan dalam bentuk buku
maupun jurnal ilmiah yang berhubungan dengan Tugas Akhir ini.
2. Pengumpulan Data
Subjek pada penulisa Tugas Akhir ini adalah Proyek Pembangunan Hotel
Sapadia Medan. Data yang diperlukan untuk penulisan Tugas Akhir ini
didapatkan dari PT. PERINTIS PONDASI TEKNOTAMA selaku
pelaksana pemancangan pada proyek tersebut. Adapun data-data yang
dibutuhkan adalah data sondir, data SPT, dan data hasil uji pembebanan
statik (Loading Test) dan PDA (Pile Driving Analyzer ).
3. Analisis Data
Melakukan pengolahan data dan melakukan analisis terhadap kasus
1.7. Sistematika Penulisan
Rencana sistematika penulisan Tugas Akhir ini terdiri dari 5 (lima) bab,
yang diuraikan sebagai berikut :
Bab I: Pendahuluan
Berisi latar belakang penulisan, tujuan, manfaat, perumusan masalah,
pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.
Bab II: Tinjau Pustaka
Berisi dasar teori, rumus, dan segala sesuatu yang digunakan untuk
menyelesaikan Tugas Akhir ini, yang diperoleh dari buku literatur, tulisan ilmiah,
website / search engine, dan hasil penulisan sebelumnya.
Bab III: Metodologi
Berisi metodologi penulisan Tugas Akhir berupa pengumpulan data dan
metode analisis.
Bab IV: Analisis dan Perhitungan
Berisi perhitungan kapasitas daya dukung aksial pondasi bored pile
dengan mengolah data-data yang diperoleh.
Bab V: Kesimpulan dan Saran
Berisi kesimpulan dari hasil analisis dan saran berdasarkan kajian yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Umum
Setiap bangunan sipil memiliki 2 bagian, yaitu struktur atas (supper
structure) dan struktur bawah (substructure). Struktur bagian bawah itu lebih
sering disebut dengan pondasi. Fungsi pondasi ini adalah meneruskan beban
konstruksi ke lapisan tanah yang berada di bawah pondasi. Suatu perencanaan
pondasi dikatakan benar apabila beban yang diteruskan oleh pondasi ke tanah
tidak melampaui kekuatan tanah yang bersangkutan (Das, 1995).
Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan pembangunan
pondasi, yaitu :
a. Daya dukung pondasi harus lebih besar daripada beban yang bekerja pada
pondasi baik beban statik maupun beban dinamiknya.
b. Penurunan yang terjadi akibat pembebanan tidak melebihi dari penurunan
yang diijinkan.
Pondasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pondasi dangkal (shallow
foundation) dan pondasi dalam (deep foundation). Secara umum, yang dinamakan
pondasi dangkal adalah pondasi yang mempunyai perbandingan antara kedalaman
dengan lebar sekitar kurang dari empat. Apabila perbandingan antara kedalaman
dengan lebar pondasi lebih besar dari empat, pondasi tersebut diklasifikasikan
2.2. Cone Penetrometer Test(Sondering Test)
Cone Penetrometer Test (CPT) adalah uji sederhana yang dipakai semakin
luas untuk lempung lunak dan pasir halus sampai pasir setengah kasar. Pengujian
ini tidak diterapkan pada tanah berkerikil dan lempung kaku/keras. Pengujian ini
dilakukan dengan mendorong kerucut baku (menurut ASTM D 3441 mempunyai
ujung 60° dan diameter dasar = 35,5 mm dengan luas irisan lintang 10 cm2) ke
dalam tanah dengan kecepatan 10 sampai 20 mm/detik (Bowles, 1997). Dengan
pembacaan manometer yang terdapat pada alat sondir tersebut, kita dapat
mengukur besarnya kekuatan tanah pada kedalaman tertentu.
Alat sondir dibedakan menjadi dua jenis yaitu sondir ringan 2 ton dan
sondir berat 10 ton. Sondir ringan digunakan untuk mengukur tekanan konus
sampai 150 kg/cm2 atau penetrasi konus telah mencapai kedalaman 30 m. Sondir
berat digunakan untuk mengukur tekanan konus sampai 500 kg/cm2 atau penetrasi
konus telah mencapai kedalaman 50 m.
Ujung konus pada sondir mekanis terdiri dari dua tipe yaitu konus biasa
dan bikonus. Pada konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan
biasanya digunakan pada tanah yang berbutir kasar dimana besar perlawanan
lekatnya kecil. Sedangkan bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus
dan hambatan lekatnya dan biasanya digunakan untuk tanah berbutir halus.
Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil
tanah terhadap kedalaman. Hasil akhir dari pengujian ini didapatkan nilai jumlah
perlawanan (JP) dan nilai perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL)
Hambatan Lekat ( HL )
= − × ………...(2.1)
Jumlah Hambatan Lekat ( JHL )
�= ∑� ………..(2.2)
Dimana :
PK = Perlawanan penetrasi konus (kg/cm2)
JP = Jumlah perlawanan (perlawanan ujung konus + selimut) (kg/cm2)
A = Interval pembacaan (cm)
B = Faktor alat = luas konus / luas torak (cm)
i = kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)
JHL = Jumlah Hambatan Lekat (kg/cm)
Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus
yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang.
Gambar 2.1. Konus Sondir dalam Keadaan Tertekan dan Terbentang
Gambar 2.2. Cara Pelaporan Hasil Uji Sondir (Soemarno, 1993)
Berikut prosedur penyelidikan tanah menggunakan alat uji sondir dapat
Tidak
Ya
Gambar 2.3. Prosedur Penyelidikan Tanah dengan Alat Uji Sondir (Sosrodarsono, 2000) MULAI UJI SONDIR
b.Dorong/tarik kunci pengatur pada kedudukan siap tekan, sehingga penekan hidraulik hanya akan menekan pipa dorong.
c.Putar engkol searah jarum jam (kecepatan 10 s.d 20 mm/s) sehingga gigi penekan dan penekan hidraulik bergerak turun dan menekan pipa luar sampai mencapai kedalaman 20 cm sesuai interval pengujian.
d.Pada tiap interval 20 cm lakukan penekanan batang dalam dengan menarik kunci pengatur, sehingga penekan hidraulik menekan batang dalam saja.
c.) Setel rangka pembeban, sehingga pembeban berdiri vertikal.
d.) Pasang manometer untuk tanah lunak 0 s.d 2 MPa dan 0 s.d 5 MPa atau untuk tanah keras 0 s.d 5 MPa dan 0 s.d 20 Mpa. e.) Periksa sistem hidraulik dengan menekan
piston hidraulik menggunakan kunci piston dan bila kurang tambahkan oli serta cegah terjadinya gelembung udara dalam sistem. f.) Tempatkan rangka pembeban, sehingga
penekan hidraulik berada tepat di atasnya. g.) Pasang balok-balok penjepit pada jangkar
dan kencangkan dengan memutar baut pengencang.
h.) Sambungkan konus ganda dengan batang dalam dan batang dorong serta kepal pipa dorong.
3. Prosedur pengujian (penekan batang dalam)
a.Baca perlawanan konus pada penekan batang dalam sedalam kira-kira 4 cm pertama, dan catat
5. Perhitungan dan pembuatan grafik a.) Perhitungan formulir 1.
b.) Pembuatan grafik hasil uji sondir.
Tabel 2.1. Harga-harga Empiris ϕ dan Dr Pasir dan Lumpur Kasar Berdasarkan Sondir
Penetrasi konus PK = qc
(kg/cm2)
2.3. Standard Penetration Test ( SPT )
Standard Penetration Test (SPT) merupakan uji penetrasi standar untuk
memperoleh informasi jenis dan kekuatan tanah dari suatu lapisan bawah
permukaan tanah. Percobaan ini dilakukan dalam satu lubang bor dengan
memasukkan tabung sampel yang berdiameter 35 mm sedalam 304,5 mm dengan
memakai suatu beban penumbukan (drive weight) seberat 63 kg dan dijatuhkan
dari ketinggian 750 mm. Banyak pukulan palu untuk memasukkan tabung sampel
sedalam 304,5 mm dinyatakan sebagai nilai N.
Tujuan percobaan Standard Penetration Test (SPT) ini adalah untuk
menentukan kepadatan relatif lapisan dari tanah dengan pengambilan contoh tanah
dengan tabung, sehingga jenis tanah dan ketebalan setiap lapisan tanah dapat
diketahui. Percobaan Standard Penetration Test (SPT)dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut :
1. Siapkan peralatan Standard Penetration Test (SPT) yang diperlukan,
seperti ; mesin bor, batang bor, split barrel, hammer, dan lain-lain.
2. Lakukan pengeboran sampai kedalaman uji, lubang dibersihkan dari
kotoran hasil pengeboran, split barrel segera dipasangkan pada bagian
3. Berikan tanda pada batang setiap 15 cm dengan total 45 cm.
4. Dengan bantuan mesin bor, tumbuklah batang bor dengan hammer seberat
63 kg dan ketinggian jatuh 75 cm. Setiap kedalaman 15 cm, catatlah
berapa jumlah pukulannya dan lakukan terus sampai mencapai kedalaman
45 cm. Contoh, N1 = 2 pukulan / 15 cm, N2 = 2 pukulan / 15 cm dan N3 = 3
pukulan / 15 cm, maka total jumlah pukulan adalah penjumlahan nilai N2
dan N3 = 2 + 3 = 5 pukulan. Nilai N1 tidak dimasukkan ke dalam
penjumlahan karena lapisan 15 cm pukulan pertama dianggap sisa kotoran
pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang bor, yang perlu dibersihkan
agar memperkecil efisiensi gangguan.
5. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke
permukaan untuk diidentifikasi jenis tanahnya meliputi komposisi,
struktur, warna, konsistensi. Kemudian masukkan sampel tanah tersebut
ke dalam botol tanpa dipadatkan, lalu ke core box.
6. Gambarkan grafik hasil percobaan SPT. Catatan : pengujian dihentikan
apabila nilai SPT ≥ 50 untuk empat kali interval.
Uji Standard Penetration Test (SPT) ini dapat dilakukan untuk hampir
semua jenis tanah. Berdasarkan pengalaman oleh beberapa hari, berbagai korelasi
empiris dengan parameter tanah telah didapatkan. Harga N dari pasir yang
diperoleh dari pengujian Standard Penetration Test (SPT) dan hubungan antara
kepadatan relatif dengan sudut geser dalam dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah
ini.
memperhitungkan daya dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat
geser tanah. Hipotesis pertama mengenai kuat geser tanah diuraikan oleh
Coulomb yang dinyatakan dengan :
� = + � tan ∅……….(2.3)
dimana :
= kekuatan geser tanah (kg/cm2)
c = kohesi tanah (kg/cm2)
= tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm2
)
ϕ = sudut geser tanah (°)
Untuk mendapatkan sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif (pasiran)
1. Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir
bersegi-segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser
sebesar :
∅ = √ � + ………...(2.4)
∅ = √ � + ………...(2.5)
2. Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam, maka sudut gesernya :
∅ = , � + ……….(2.6)
2.4. Pondasi Tiang Bor (Bored Pile)
Pada pelaksanaan tiang bor, tanah dilubangi dulu dengan ukuran diameter
sesuai desain menggunakan alat bor, dasar lubang pada akhir pengeboran
dibersihkan dan kemudian lubang tersebut diisi dengan pembesian/penulangan
dan selanjutnya dicor beton menggunakan pipa tremie (Asiyanto, 2009).
Lubang dibuat dengan alat bor mesin. Untuk kondisi tanah yang mudah
longsor, maka sebelum dibor dipasang dulu pipa casing seperlunya (biasanya
hanya untuk lapisan atas saja). Untuk menjaga kelongsoran dinding lubang bor di
bagian bawah pipa casing, lubang biasanya diisi lumpur bentonite.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pelaksanaan tiang bor ini adalah :
Urutan pengeboran titik tiang harus ditetapkan sedemikian agar
gerakan/manuver peralatan bor tidak terganggu oleh tiang bor yang telah
selesai (umumnya gerakan mundur).
Selama proses pengeboran akan dihasilkan (pada umumnya) lumpur hasil
tempat tertentu agar lokasi tetap bersih dan tidak menghambat jalannya
pekerjaan.
Sistem pengecorannya menggunakan sistem tremie, untuk menghindari
terjadinya segregasi.
Ada tiga macam metode dasar untuk bored pile, yaitu:
Dry method
Pada metode ini urutan pelaksanaan pekerjaan adalah sebagai
berikut :
1. Pertama dibuat lubang dengan cara mengebor tanah dengan alat bor
sedalam yang diinginkan.
2. Dasar dari lubang diisi beton secukupnya untuk dudukan besi
penulangan. Pengecorannya dapat dilakukan dengan cara jatuh bebas
dengan ketinggian yang dibatasi.
3. Penulangan besi diturunkan ke dalam lubang.
4. Seluruh lubang diisi dengan beton, sampai dengan elevasi yang
ditetapkan.
Cara ini dilakukan pada kondisi tanah yang cohesive dan dengan
muka air tanah di bawah dasar lubang atau tanah memiliki permeability
yang rendah sehingga air tanah tidak menyulitkan pelaksanaan. Oleh
karena itu, cara ini disebut dengan metode kering (dry method). Hal ini
Gambar 2.5. Bored Pile dengan Dry Method (Asiyanto, 2009)
Casing Method
Metode ini digunakan bila kondisi tanah mudah terjadi deformasi
ke arah lubang galian sehingga dapat menutup sebagian dari lubang. Cara
ini juga digunakan bila menginginkan untuk menahan aliran air tanah ke
dalam lubang tetapi ujung casing harus dapat mencapai tanah yang kedap
(impermeable).
Untuk memelihara kondisi lubang bor maka ketika memasukkan
casing disertai dengan pengisian lumpur (slurry) ke dalam lubang bor.
Setelah casing duduk pada tempatnya, maka slurry dipompa ke luar dari
lubang bor. Tergantung kebutuhan proyek, di bawah dasar casing digali
lagi dengan diameter yang lebih kecil dari diameter dalam casing, kurang
yaitu: casing ditinggal dan casing dicabut kembali selama proses
pengecoran beton. Hal ini bisa dilihat pada Gambar 2.6. berikut.
Gambar 2.6. Bored Pile dengan Casing Method (Asiyanto, 2009)
Bila dipilih alternatif casing ditinggal maka diperlukan grouting
yang dimasukkan dengan tekanan untuk dapat mengganti slurry yang ada
di antara casing bagian luar dengan tanah.
Bila pilih alternatif casing diambil lagi (dicabut) maka pada saat
menarik casing ke luar, harus dilakukan dengan hati-hati, dimana saat
penarikan dilakukan harus dalam keadaan beton masih cair dan beton
betul-betul dapat mendesak slurry ke luar.
Slurry Method
Metode ini dapat diaplikasikan pada semua situasi penggunaan casing.
Slurry di sini juga difungsikan untuk menahan air tanah dapat masuk ke
yang ditandai dengan elevasi slurry (harus ditambah bila kurang), atau
dengan menambah density nya agar dapat memperoleh kekuatan untuk
menahan runtuhnya tanah ke dalam lubang bor. Urutan pelaksanaan
metode ini dapat dilihat pada Gambar 2.7. berikut.
Gambar 2.7. Bored Pile dengan Slurry Method (Asiyanto, 2009)
Material bentonite umum digunakan dengan cara dicampur dengan
air sehingga merupakan cairan lumpur (slurry bentonite). Diperlukan
percobaan pencampuran bentonite untuk memperoleh jumlah presentase
yang optimum. Biasanya antara 4 sampai dengan 6 persen dari berat sudah
mencukupi. Bentonite dan air harus dicampur dengan benar agar tidak
terlalu kental.
Secara umum dengan metode ini diharapkan agar slurry tidak
terlalu lama dalam lubang karena akan dapat membentuk dinding yang
tipis yang sulit untuk dihilangkan/diganti dengan beton selama pengecoran
Selama proses pengecoran, pipa tremie harus selalu terbenam
dalam beton sehingga harus diperhatikan antara kecepatan pengecoran
dengan kecepatan menarik pipa tremie.
Beberapa keuntungan bored pile dibanding dengan driving pile sebagai
berikut:
1. Dengan diameter tiang yang besar dapat mengurangi jumlah tiang yang
diperlukan.
2. Banyak mengurangi getaran dan kebisingan suara.
3. Dapat menembus boulder (batu), untuk boulder yang besarnya kurang dari
1/3 diameter lubang dapat langsung dipindahkan dan untuk diameter yang
lebih besar dari lubang dapat dipecah dengan alat khusus.
4. Dapat dengan mudah pembesaran ujung tiang untuk meningkatkan daya
dukung dan dapat menahan gaya tarik.
5. Diameter lubang yang semakin besar dapat memberikan pengawasan
langsung tentang bearing capacity dan jenis tanah di dasar lubang.
Sedangkan kerugiannya adalah:
1. Tidak dapat digunakan apabila lapisan tanah keras terletak jauh dari
permukaan tanah.
2. Cuaca jelek akan sangat mengganggu proses pelaksanaan.
3. Tanah bekas galian lubang dan bekas bentonite slurry yang sudah tidak
digunakan memberikan pekerjaan tambahan untuk pembersihan dan
2.5. Proses Pelaksanaan Pondasi Tiang Bor
2.5.1. Penggalian Lubang
Penggalian lubang dilakukan dengan cara pengeboran tanah. Pengeboran
diawali dengan menentukan posisi peralatan pengeboran dan melakukan
pengeboran awal dengan metode kering hingga kedalaman tertentu.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengeboran adalah :
a. Dimensi alat bor dan pemasangan alat pengeboran serta ketelitian letak
dan tegak lurusnya tiang.
b. Persediaan alat-alat bantu yang kiranya diperlukan seperti casing,
alat-alat untuk membersihkan lubang, alat-alat-alat-alat pengaman dan sebagainya.
c. Batas dalamnya pengeboran lubang. Batas ini tergantung dari keadaan
tanah. Meskipun telah ditentukan dalam spesifikasi, namun sebaiknya
penentuan di lapangan ditentukan dengan site soil engineer yang cukup
ahli dan berpengalaman.
Gambar 2.8. Mata Bor
2.5.2. Pembersihan dasar lubang
Pembersihan dasar lubang dianggap hal yang paling penting dalam
pelaksanaan pengeboran, terlebih jika lubang penuh dengan air. Terdapat banyak
bucket khusus mungkin yang paling dapat diandalkan. Hal penting juga agar
lubang tidak terlalu lama dibiarkan, sebaiknya pemasangan tulangan dan
pengecoran dilakukan dalam waktu tidak lebih dari 24 jam setelah lubang dibor.
Gambar 2.9. Pembersihan Dasar Lubang
2.5.3. Pemasangan tulangan
Perencanaan besi tulangan untuk tiang bor merupakan bagian dari proses
desain dan bentuk geometri besi tulangan memiliki pengaruh yang signifikan pada
tahapan konstruksi. Penulangan untuk tiang bor biasanya diperlukan untuk
menahan gaya lateral, gaya tarik dan momen yang timbul akibat gaya gempa,
angin dan sebagainya.
2.5.4. Pengecoran Beton
Pengecoran pada tiang bor dilakukan sesegera mungkin setelah lubang
dibor agar terhindar dari keruntuhan dinding lubang. Selain itu, hal yang perlu
diperhatikan adalah workability dari beton. Beton yang digunakan harus dapat
mendesak kotoran tanah yang berada di dasar lubang ke atas serta dapat mendesak
ke samping lubang. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah menjaga agar beton
tidak cepat mengering/ mengeras maka perlu disesuaikan dengan perkiraan waktu
dan teknik menggerakkan tremie dan ketinggian mengangkat pada saat tahap
pengecoran.
Gambar 2.11. Pengecoran pada Tiang Bor
2.6. Kapasitas Daya Dukung Aksial Bored Pile
Kapasitas daya dukung tiang adalah kemampuan atau kapasitas tiang
dalam mendukung beban. Jika satuan yang digunakan dalam kapasitas dukung
pondasi dangkal adalah satuan tekanan (kPa), maka dalam kapasitas dukung tiang
satuannya adalah satuan gaya (kN). Dalam beberapa literatur digunakan istilah
Hitungan kapasitas dukung tiang dapat dilakukan dengan cara pendekatan
statis dan dinamis. Hitungan kapasitas dukung tiang secara statis dilakukan
menurut teori mekanika tanah, yaitu dengan cara mempelajari sifat-sifat teknis
tanah, sedangkan hitungan dengan cara dinamis dilakukan dengan menganalisis
kapasitas ultimit dengan data yang diperoleh dari data pemancangan tiang.
2.6.1 Kapasitas Daya Dukung Bored Pile dari Hasil Sondir
Untuk menghitung daya dukung tiang bor berdasarkan data hasil pengujian
sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Meyerhof.
Daya dukung ultimit pondasi tiang dinyatakan dengan rumus :
Qult = (qc x Ap) + (JHL x K)……….(2.7)
dimana :
Qult = Kapasitas daya dukung tiang bor tunggal (kg)
qc = Tahanan ujung sondir (kg/cm2)
Ap = Luas penampang tiang (cm2)
JHL = Jumlah hambatan lekat (kg/cm)
K = Keliling tiang (cm)
Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus :
Qijin=
� �+ � ………(2.8)
dimana :
Qijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi (kg)
qc = Tahanan ujung sondir (kg/cm2)
Ap = Luas penampang tiang (cm2)
JHL = Jumlah hambatan lekat (kg/cm)
2.6.2.Kapasitas Daya Dukung Bored Pile dari Hasil SPT
Kapasitas daya dukung pondasi tiang pada tanah pasir dan silt didasarkan
pada data SPT, ditentukan dengan perumusan berikut :
1. Daya dukung ujung tiang (end bearing), (Reese & Wright, 1977)
= � .� ……….(2.9)
Dimana:
� = Luas penampang tiang bor (m2)
� = Tahanan ujung per satuan luas, (ton/ m2)
= Daya dukung ujung tiang (ton)
Untuk tanah kohesif: � = 9 ………(2.10)
Untuk tanah tidak kohesif: korelasi antara � dan � menurut (Reese &
Wright, 1977) seperti pada Gambar 2.12 berikut.
Gambar 2.12. Daya Dukung Ujung Batas Tiang Bor Pada Tanah Pasiran (Reese & Wright, 1977)
Untuk σ ≤ 60 maka � = 7 N (t/ m2) < 400 (t/ m2)
untuk N > 60 maka � = 400 (t/m2)
2. Daya dukung selimut (skin friction), (Reese & Wright, 1977)
= f. � . p………..(2.11)
Dimana:
f = Tahanan satuan skin friction, (ton/m2)
� = Panjang lapisan tanah (m)
p = Keliling tiang (m)
= Daya dukung selimut tiang (ton)
Pada tanah kohesif:
f = α . ……….(2.12)
dimana:
α = faktor adhesi (berdasarkan penelitian Reese & Wright (1λ77) α =0,55
= kohesi tanah (ton/m2)
Pada tanah non kohesif; N < 53 maka f = 0,32 N (ton/m2)
53 < σ ≤ 100 maka f : dari koreksi langsung dengan � (Reese &
Wright, 1977).
Gambar 2.13. Tahanan Geser Selimut Tiang Bor Pada Tanah Pasiran (Reese & Wright, 1977)
Nilai f juga dihitung dengan formula:
dimana : = 1 –sin φ
� ′.= Tegangan vertikal efektif tanah (ton/m2)
2.7. Uji Pembebanan (Loading Test)
Uji pembebanan (loading test) adalah suatu metode pengujian yang
bersifat setengah merusak atau merusak secara keseluruhan komponen-komponen
bangunan yang diuji. Pengujian yang dimaksud dapat dilakukan dengan beberapa
metode salah satunya adalah metode uji beban (loading test).
Tujuan loading test pada dasarnya adalah untuk membuktikan bahwa
tingkat keamanan suatu struktur atau bagian struktur sudah memenuhi persyaratan
peraturan bangunan yang ada, yang tujuannya untuk menjamin keselamatan
umum. Oleh karena itu biasanya loading test hanya dipusatkan pada
bagian-bagian struktur yang dicurigai tidak memenuhi persyaratan tingkat keamanan
berdasarkan data-data hasil pengujian material dan hasil pengamatan.
2.7.1. Pemakaian Uji Pembebanan
Uji pembebanan biasanya perlu dilakukan untuk kondisi-kondisi seperti
berikut ini :
1. Perhitungan analitis tidak memungkinkan untuk dilakukan karena
keterbatasan informasi mengenai detail dan geometri struktur.
2. Kinerja struktur yang sudah menurun karena adanya penurunan kualitas
bahan, akibat serangan zat kimia, ataupun karena adanya kerusakan fisik
yang dialami bagian-bagian struktur akibat kebakaran, gempa,
3. Tingkat kemanan struktur yang rendah akibat jeleknya kualitas
pelaksanaan ataupun akibat adanya kesalahan pada perencanaan yang
sebelumnya tidak terdeteksi.
4. Struktur direncanakan dengan metode-metode yang non standard sehingga
menimbulkan kekhawatiran mengenai tingkat keamanan struktur tersebut.
5. Perubahan fungsi struktur sehingga menimbulkan pembebanan tambahan
yang belum diperhitungkan dalam perencanaan.
6. Diperlukannya pembuktian mengenai kinerja suatu struktur yang baru saja
di renovasi.
2.7.2. Jenis-Jenis Loading Test
Uji pembebanan dikategorikan dalam dua kelompok yaitu :
1. Pengujian ditempat yang biasanya bersifat non destructive.
2. Pengujian bagian-bagian struktrur yang diambil dari struktur utamanya.
Pengujian biasanya dilakukan di laboratorium dan sifat merusak.
Pemilihan jenis uji pembebanan ini tergantung pada situasi dan kondisi tetapi
biasanya cara kedua dipilih jika cara pertama tidak praktis atau tidak mungkin
untuk dilaksanakan. Selain itu pemilihan jenis pengujian bergantung pada tujuan
diadakannya load test. Jika tujuannya hanya ingin mengetahun tingkat layanan
struktur maka pilihan pertama adalah pilihan terbaik. Tetapi jika ingin mengetahui
kekuatan batas dari suatu bagian struktur yang nantinya akan digunakan sebagai
kalibrasi untuk bagian-bagian struktur lainnya yang mempunyai kondisi yang
2.7.3. Tujuan Uji Pembebanan Statik (Loading Test)
Tujuan dilakukukannya percobaan pembebanan statik (loading test)
terhadap pondasi tiang bor (bored pile) adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui hubungan antara beban dan penurunan pondasi akibat
beban rencana.
2. Untuk menguji bawah pondasi tiang bor (bored pile) yang dilaksanakan
mampu mendukung beban rencana dan membuktikan bahwa dalam
pelaksanaan tidak terjadi kegagalan.
3. Untuk menentukan daya dukung ultimit sebagai kontrol dari hasil
perhitungan berdasarkan formula statis maupun dinamis.
4. Untuk mengetahui kemampuan elastisitas dari pada tanah, mutu beton dan
mutu besi beton.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada waktu pelaksanaan percobaan
pembebanan adalah sebagai berikut :
1. Berapa lama setelah dibuat tiang itu dapat dilakukan percobaan. Untuk
mengetahui hal ini belum ada peraturan yang tegas kapan tiang bor (bored
pile) sudah dapat ditest. Untuk tiang-tiang beton (cast in place) tentu saja
percobaan dapat dilakukan setelah beton mengeras (28 hari) di samping
mungkin ada persyaratan lainnya. Untuk tiang-tiang yang dipancang (pre
cast) ada beberapa pendapat kapan tiang dapat ditest. Menurut Terzaghi,
tiang-tiang yang diletakkan di atas lapisan yang permeable (pasir) maka
percobaan sudah dapat dilakukan 3 hari setelah pemancangan. Pada
tiang-tiang yang dimasukkan dalam lapisan lanau dan lempung, maka percobaan
2. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah berapa panjang tiang menonjol di
atas tanah. Pada prinsipnya penonjolan ini harus sependek mungkin untuk
menghindari kemungkinan terjadinya tekuk. Untuk loading test yang
dilakukan di darat, maka sebanyak tinggi bagian yang menonjol ini tidak
lebih dari 1 (satu) meter. Sedangkan loading test yang dilakukan di tengah
sungai, dimana air cukup dalam, maka tiang dapat saja menonjol beberapa
meter di atas dasar dasar sungai (muka tanah), tetapi dengan catatan harus
ada kontrol terhadap kemungkinan terjadinya tekuk.
3. Percobaan pembebanan (loading test) yang menggunakan alat pancang
hydraulic jack sebagai beban untuk percobaan, maka jack harus
ditempatkan pada tempat yang terlindung dari sinar matahari. Karena jika
jack ini diletakkan pada tempat yang panas, maka oli jack tersebut akan
memuai yang mana akan mengakibatkan tidak konstannya/bertambah
besar beban.
Yang terpenting adalah dari hasil nilai uji pembebanan statik, seorang
praktisi dalam rekayasa pondasi dapat menentukan mekanisme yang terjadi,
misalnya dengan melihat kurva beban-penurunan, besarnya deformasi plastis
tiang, kemungkinan terjadinya kegagalan bahan tiang, dan sebagainya.
Pengujian hingga 200% dari beban kerja sering dilakukan pada tahap
verifikasi daya dukung, tetapi untuk alasan lain misalnya untuk keperluan
optimasi dan untuk kontrol beban ultimit pada gempa kuat, seringkali diperlukan
pengujian sebesar 250% hingga 300% dari beban kerja.
Beban kontra dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama dengan
dapat menggunakan kerangka baja atau jangkar pada tiang seperti ilustrasi
Gambar 2.15. Pembebanan diberikan pada tiang dengan menggunakan dongkrak
hidrolik.
Pergerakan tiang dapat diukur menggunakan satu set dial gauges yang
terpasang pada kepala tiang. Toleransi pembacaan antara satu dial gauge lainnya
adalah satu milimeter. Perlu diperhatikan bahwa pengukuran pergerakan relatif
tiang sangatlah penting. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dari interaksi
tanah dengan tiang, pengujian tiang sebaiknya dilengkapi dengan instumentasi.
Instrumentasi yang dapat digunakan adalah strain gauges yang dapat dipasang
pada lokasi-lokasi tertentu sepanjang tiang. Tell-tales pada kedalaman-kedalaman
tertentu atau load cells yang ditempatkan di bawah kaki tiang. Instrumentasi dapat
memberikan informasi mengenai pergerakan kaki tiang, deformasi sepanjang
tiang, atau distribusi beban sepanjang tiang selama pengujian. (American Society
Testing and Materials, 2010).
Gambar 2.15 Pengujian dengan Tiang Jangkar (Tomlinson, 1980)
2.8.Metode Pembebanan
Terdapat empat metode pembebanan, yaitu :
a. Prosedur Pembebanan Standar (SML) Monotonik
Slow Maintained Load Test (SML) menggunakan delapan kali
peningkatan beban. Direkomendasikan oleh ASTM D1143-81 (1989),
metode uji standart ASTM; umum digunakan pada penelitian di
lapangan sebelum dilakukan pekerjaan selanjutnya, terdiri atas :
1. Beban tiang dalam delapan tahapan yang sama (yaitu 25%, 50%,
75%, 100%, 125%, 150%, 175%, dan 200%) hingga 200% beban
rencana.
2. Setiap penambahan beban harus mempertahankan laju penurunan
lebih kecil 0,01 in/jam (0,25 mm/jam).
3. Mempertahankan 200% beban selama dua puluh empat jam.
4. Setelah waktu dibutuhkan diperoleh, lepaskan beban dengan
pengurangan sebesar 25% dengan jarak waktu satu jam diantara
5. Setelah beban diberikan dan dilepas ke atas, bebani tiang kembali
untuk pengujian beban dengan penambahan 50% dari beban
desain, menyediakan waktu dua puluh menit untuk penambahan
beban.
6. Kemudian tambahkan beban dengan penambahan 10% beban
desain.
b. Quick Load Test ( Quick ML )
Karena prosedur standar membutuhkan waktu yang cukup
lama, maka para peneliti membuat modifikasi untuk mempercepat
pengujian. Direkomendasikan oleh Dinas Perhubungan Amerika
Serikat, Pengelola Jalan Raya dan ASTM 1143-81 (opsional), terdiri
atas :
1. Bebani tiang dalam penambahan dua puluh kali hingga 300% dari
beban desain (masing-masing tambahan adalah 15% dari beban
desain).
2. Pertahankan tiap beban selama lima menit, bacaan diambil setiap
2,5 menit.
3. Tambahkan peningkatan beban hingga jacking continue
dibutuhkan untuk mempertahankan beban uji.
4. Setelah interval lima menit, lepaskan atau hilangkan beban penuh
dari tiang dalam empat pengurangan dengan jarak diantara
Metode ini lebih cepat dan ekonomis, lebih mendekati suatu
kondisi. Waktu ujinya 3-5 jam. Metode ini tidak dapat digunakan
untuk estimasi penurunan karena metode cepat.
Gambar 2.16. Contoh Hasil Uji Pembebanan Statik Aksial Tekan (Tomlinson,2001)
c. Prosedur Pembebanan Standar (SML) Siklik
Metode pembebanan sama dengan SML monotonik, tetapi pada
tiap tahapan beban dilakukan pelepasan beban dan kemudian dibebani
kembali hingga tahap beban berikutnya (unloading-reloading). Dengan
cara ini, rebound dari setiap tahap beban diketahui dan perilaku
pemikulan beban pada tanah dapat disimpulkan dengan lebih baik.
Metode ini membutuhkan waktu yang lebih lama daripada metode SML
monotonik.
d. Prosedur Pembebanan dengan Kecepatan Konstan (Constant Rate of
Penetration Method atau CRP)
Metode CRP (Constant Rate of Penetration) merupakan salah
disarankan oleh Komisi Pile Swedia, departemen Perhubungan dan
ASTND 1143-81. Prosedurnya adalah sebagai berikut :
1. Kepala tiang didorong untuk settle pada 0,05 in/menit (1,25
mm/menit).
2. Gaya yang dibutuhkan untuk mencapai penetrasi akan dicatat.
3. Uji dilakukan dengan total penetrasi 2-3 in (50-70 mm).
Keuntungan utama dari metode ini adalah lebih cepat 2-3 jam
dan lebih ekonomis. Hasil pengujian tiang dengan metode CRP
(Constant Rate of Penetration) menunjukkan bahwa beban runtuh
relatif tidak tergantung oleh kecepatan penetrasi bila digunakan
batasan kecepatan penurunan kurang dari 1,25 mm/menit. Kecepatan
yang lebih tinggi dapat menghasilkan daya dukung yang sedikit. Beban
dan pembacaan deformasi diambil setiap menit. Pengujian dihentikan
bila pergerakan total kepala tiang mencapai 10% dari diameter tiang
bila pergerakan (displacement) sudah cukup besar.
2.8.1. Interpretasi Hasil Uji Pembebanan Statik
Dari hasil uji pembebanan, dapat dilakukan interpretasi untuk menentukan
besarnya beban ultimit. Ada berbagai metode interpretasi, yaitu :
a. Metode Chin
Dasar dari teori ini, diantaranya sebagai berikut (Gambar 2.17.):
1. Kurva load settlement digambar dalam kaitannya dengan S/Q,
dimana :
2. Kegagalan beban (Qf) atau beban terakhir (Qult) digambarkan
sebagai :
= ……….(2.15)
dimana :
S : settlement (cm)
Q : penambahan beban (ton)
C1 : kemiringan garis lurus
Gambar 2.17. Grafik Hubungan Beban dengan Penurunan Menurut Metode Chin
Kegagalan metode Chin dapat digunakan untuk tes beban dengan cepat
dan tes beban yang dilakukan dengan lambat. Biasanya memberikan perilaku
yang tidak realistik untuk kegagalan beban, jika tidak digunakan suatu
kenaikan waktu yang konstan pada uji tiang. Jika sepanjang kemajuan tes
beban statis, keruntuhan pada tiang akan bertambah maka garis Chin akan
menunjukkan suatu titik temu, oleh karena itu dalam merencanakan tiap
pembacaan metod Chin perlu dipertimbangkan. Metode Chin memperhatikan
batasan beban yang diregresikan linier yang mendekati nilai satu dalam
mengambil suatu hasil tes beban statis, dengan dasar nilai-nilai yang
menentukan satu garis dan titik ketiga pada garis yang sama
mengkorfimasikan suatu garis (Fellenius, Bengt H. 2001).
b. Metode Davisson (1972)
Prosedur penentuan beban ultimit dari pondasi tiang dengan
menggunakan metode ini adalah sebagai berikut :
Gambarkan kurva beban terhadap penurunan.
1. Penurunan elastis dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
=
� � �………..(2.16)
dimana :
Se = Penurunan elastis (mm)
Q = Beban uji yang diberikan (ton)
L = Panjang tiang (m)
Ap = Luas penampang tiang (m2)
Ep = Modulus elastisitas tiang (ton/m2)
2. Tarik garis OA seperti gambar berdasarkan persamaan penurunan
elastis (Se).
3. Tarik garis BC yang sejajar dengan garis OA dengan jarak X, dimana
X adalah :
� = . + ⁄ ….. (dalam inch) ………(2.17)
Dengan D adalah diameter atau sisi tiang dalam satuan inch.
4. Perpotongan antara kurva beban-penurunan dengan garis lurus
Gambar 2.18. Interpretasi Daya Dukung Ultimit dengan Metode Davisson
2.9. Uji Beban Dinamis (Dynamic Loading Test)
Uji pembebanan dinamis yang mulai berkembang digunakan adalah uji
Pile Driving Analyzer (PDA) yang dikembangkan oleh Professor Goble di Case
Institute of Technology, Ohio. Uji pembebanan dinamis awal dikembangkan
hanya untuk pondasi tiang pancang, namun dengan cara analog uji pembebanan
dinamis dapat diaplikasikan pada bored pile. Pengetesan dilakukan dengan konsep
1 (satu) dimensi gelombang yang diakibatkan oleh pukulan pada tiang tersebut.
Dengan demikian tiang yang dipikul akan memberikan energi tertentu yang
menghasilkan kapasitas daya dukung tiang. Instrumentasi yang digunakan adalah
berupa 1 (satu transducer) dan 1 (satu) pasang accelerometer. Kedua pasang alat
tersebut diletakkan pada bagian atas tiang dengan jarak min > 2D di bawah top
level tiang. Pengukuran dicatat oleh alat dan dianalisis dengan menggunakan
Indowap Software 1 (satu) dimensi teori gelombang. Indowap analisis akan
dari uji PDA kemudian dianalisa lebih jauh menggunakan Case Pile Wave
Analysis Program (CAPWAP).
Alat dan Perlengkapan pengujian Pile Driving Analyzer yang digunakan
antara lain :
a. PDA-Model PAX.
b. Empat (4) strain transducer dengan kabel.
c. Empat (4) accelerometer dengan kabel.
d. Alat bantu, seperti bor beton, baut fischer, kabel gulung dan
perlengkapan keamanan.
Gambar 2.19. PDA Instrumen dan Aksesoris Pendukung
Persiapan Pengujian yang dilakukan sebelum pelaksanaan pengujian
adalah sebagai berikut :
a. Kepala tiang harus tegak, lurus dengan permukaan yang rata.
b. Siapkan hammer dan cushion tiang pada kepala tiang.
c. Strain transducer dan accelerometer dipasang pada 2 sisi tiang yang saling
berseberangan dengan jarak minimal 50 cm dari ujung kepala tiang.
Keempat pasang sensor tersebut dipasang vertikal atau sejajar as tiang.
e. Lakukan kalibrasi strain transducer dan accelerometer.
f. Masukkan seluruh data tiang, hammer dan instrument lain sebagai data
masukan (input) PDA model PAX.
g. Lakukan pemeriksaan kembali terhadap data masukan yang diperoleh
sehingga pengujian dapat terlaksana dengan baik.
Setelah tahap persiapan selesai dilakukan, pengujian dilakukan dengan
pemukulan hammer seberat 7,5 ton dengan tinggi jatuh 1,5 m untuk mendapatkan
energi yang cukup dan tegangan yang terjadi pada kepala tiang tidak
menyebabkan kerusakan tiang. Selama pemukulan hammer, variabel-variabel
yang diperoleh dari pengujian dimonitor dan dievaluasi.
2.10. Penurunan Elastis Tiang Tunggal
Penurunan kepala tiang yang terletak pada tanah homogen dengan
modulus elastis dan angka Poisson yang konstan dapat dihitung dengan
persamaan yang disarankan oleh Poulus dan Davis (1980), sebagai berikut :
a. Untuk tiang apung atau friksi
= .
. ………(2.18)
dimana :
= . �. ℎ. �………...(2.1λ)
b. Untuk tiang dukung ujung
= .
. ……….(2.20)
dimana :
Keterangan :
S = besar penurunan yang terjadi (mm)
Q = besar beban yang bekerja (kg)
D = diameter tiang (cm)
Es = modulus elastisitas bahan tiang (kg/cm2)
I0 = faktor pengaruh penurunan tiang yang tidak mudah mampat
(Incompressible) dalam massa semi tak terhingga
Rk = faktor koreksi kemudahmampatan tiang untuk s=0,35
Rh = faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada
tanah keras
R = faktor koreksi angka Poisson
Rb = faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung
H = kedalaman (m)
K adalah suatu ukuran kompressibilitas relatif dari tiang dan tanah yang
dinyatakan oleh Persamaan 2.22 berikut.
= �. ……….(2.22)
Dimana :
= �
� ……….(2.23)
Dengan :
K = faktor kekakuan tiang
Ep = modulus elastisitas dari bahan tiang (kg/cm2)
Es = modulus elastisitas tanah di sekitar tiang (kg/cm2)
Gambar 2.20. Faktor Penurunan I0 (Poulus dan Davis, 1980)
Gambar 2.22. Faktor Penurunan Rk (Poulus dan Davis, 1980)
2.11. Metode Elemen Hingga
Metode elemen hingga dalam rekayasa geoteknik adalah metode yang
membagi-bagi daerah yang akan dianalisis kedalaman bagian-bagian yang kecil.
Bagian-bagian yang kecil inilah yang disebut dengan elemen. Semakin banyak
pembagian elemen maka hasil perhitungan numeriknya akan semakin mendekati
kondisi asli. Metode elemen hingga pada rekayasa geoteknik memiliki sedikit
perbedaan dengan metode elemen hingga pada rekayasa struktur, sebab dalam
rekayasa geoteknik terjadi interaksi elemen yang memiliki kekakuan yang
berbeda. Seperti halnya pondasi dan tanah, dalam menganalisis pondasi dengan
metode elemen hingga terdapat perbedaan kekakuan antara dua elemen, yaitu
elemen tanah dan elemen struktur atau pondasi itu sendiri.
2.12. Plaxis
Plaxis adalah sebuah paket program yang disusun berdasarkan metode
elemen hingga yang telah dikembangkan secara khusus untuk melakukan analisis
deformasi dan stabilitas dalam bidang geoteknik. Prosedur pembuatan model
secara grafis yang mudah memungkinkan pembuatan suatu model elemen hingga
yang rumit dapat dilakukan dengan cepat, sedangkan berbagai fasilitas yang
tersedia dapat digunakan untuk menampilkan hasil komputasi secara mendetail.
Proses perhitungannya sendiri sepenuhnya berjalan secara otomatis dan
didasarkan pada prosedur numerik yang handal (Plaxis, 2012).
Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan untuk menjalankan program
Plaxis ini adalah instalasi program, pemodelan secara umum, dan proses
beberapa diantaranya adalah model soft soil, hardening soil, jointed rock, Hoek
dan Brown serta model tanah Mohr – Coulomb.
2.12.1.Teori Mohr-Coulomb
Mohr-Coulomb mengasumsikan bahwa perilaku tanah merupakan model
linear elastic dan plastic sempurna (linear elastic perfectly plastic model) Input
parameter meliputi lima buah parameter, yaitu :
Modulus Young (E) dan rasio Poisson (v) yang memodelkan
keelastisitasan tanah.
Kohesi (c) dan sudut geser dalam tanah (φ’) yang memodelkan perilaku
plastis tanah.
Sudut dilatansi (Ѱ) yang memodelkan perilaku dilatansi tanah.
Pada pemodelan Mohr-Coulomb umumnya dianggap bahwa nilai E
konstan untuk suatu kedalaman pada suatu jenis tanah, namun jika diinginkan
adanya peningkatan nilai E per kedalaman tertentu disediakan input tambahan
dalam program Plaxis. Untuk setiap lapisan yang memperkirakan rata-rata
kekakuan yang konstan sehingga perhitungan relatif lebih cepat dan dapat
diperoleh kesan pertama deformasi. Selain lima parameter di atas, kondisi tanah
2.12.2.Pemodelan pada Program Plaxis
Pada perhitungan dengan metode numerik digunakan dengan bantuan
komputer, yaitu menggunakan program Plaxis. Sebelum melakukan perhitungan
secara numerik, maka harus terlebih dahulu dibuat model dari pondasi tiang bor
yang akan dianalisis, seperti pada Gambar 2.25 di bawah ini :
Gambar 2.25. Model Pondasi Bored Pile
Material yang dipergunakan dalam pemodelan tersebut meliputi material
tanah dan material pondasi, dimana masing-masing material mempunyai sifat-sifat
teknis yang mempengaruhi perilakunya. Pemodelan ini mengasumsikan bahwa
perilaku tanah bersifat isotropis elastis linier berdasarkan hukum Hooke. Namun
demikian, model ini sangat terbatas dalam memodelkan perilaku tanah, sehingga
2.13. Parameter Tanah
a) Modulus Young (E)
Karena sulitnya pengambilan contoh asli di lapangan untuk tanah granuler
maka beberapa pengujian lapangan (in-situ-test) telah dikerjakan untuk
mengestimasi nilai modulus elastisitas tanah. Terdapat beberapa usulan nilai E
yang diberikan oleh peneliti. Bowles (1977) memberikan persamaan yang
dihasilkan dari pengumpulan data sondir, sebagai berikut :
E =3.qc (untuk pasir)………(2.24)
E = 2. qc sampai dengan 8. qc (untuk lempung)………..(2.25)
qc= 4σ (dimana σ diperoleh dari uji SPT)………...(2.26)
dengan qc dalam kg/cm2
Nilai perkiraan modulus elastisitas dapat diperoleh dari pengujian SPT
(Standart Penetration Test). Nilai modulus elastis yang dihubungkan dengan nilai
SPT, sebagai berikut :
E = 6 ( N + 5 ) k/ft2 (untuk pasir berlempung)………..(2.27)
E = 10 ( N + 15 ) k/ft2 (untuk pasir) ……….(2.28)
Selain itu modulus elastisitas tanah dapat juga dicari dengan pendekatan
terhadap jenis dan konsistensi tanah dengan N-SPT, seperti pada Tabel 2.3.