• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kompetensi Terhadap Kinerja Petugas Promosi Kesehatan Puskesmas Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Kompetensi Terhadap Kinerja Petugas Promosi Kesehatan Puskesmas Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar Tahun 2009"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KOMPETENSI TERHADAP KINERJA PETUGAS

PROMOSI KESEHATAN PUSKESMAS DI WILAYAH KERJA

DINAS KESEHATAN KOTA PEMATANGSIANTAR

TAHUN 2009

TESIS

Oleh

HENDRI PARLUHUTAN L.TOBING 077033012/IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

(2)

PENGARUH KOMPETENSI TERHADAP KINERJA PETUGAS PROMOSI KESEHATAN PUSKESMAS DI WILAYAH KERJA

DINASKESEHATAN KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2009

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

HENDRI PARLUHUTAN L.TOBING

077033012/IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

(3)

SURAT PERNYATAAN

PENGARUH KOMPETENSI TERHADAP KINERJA PETUGAS PROMOSI KESEHATAN PUSKESMAS DI WILAYAH KERJA

DINASKESEHATAN KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2009

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2009

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 16 September 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.Dr.Ritha F. Dalimunthe, MSi

Anggota : 1. Drs. Tukiman, MKM

(5)

Judul Tesis : PENGARUH KOMPETENSI TERHADAP KINERJA PETUGAS PROMOSI KESEHATAN PUSKESMAS DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2009

Nama Mahasiswa : Hendri Parluhutan L.Tobing

Nomor Induk Mahasiswa : 077033012

Program Studi : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof.Dr.Ritha F Dalimunthe, MSi) (Drs. Tukiman, MKM) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr.Drs. Surya Utama, MS) (dr.Ria Masniari Lubis, MSi)

(6)

ABSTRAK

Indikator program promosi kesehatan di Kota Pematangsiantar belum mencapai target yaitu PHBS 65% tahun 2010. Pencapaian target Program Promosi Kesehatan tahun 2008 yaitu PHBS pada tatanan Rumah Tangga menunjukkan bahwa dari 210 rumah yang dipantau hanya 52 (25%) yang berperilaku sehat. Jumlah bayi yang mendapat ASI Eksklusif hanya 22% dari 5539 bayi (Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar, 2007).

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kompetensi (pengetahuan, sikap dan keterampilan) terhadap kinerja petugas promosi kesehatan puskesmas di wilayah kerja dinas kesehatan kota Pematangsiantar 2009. Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research dengan sampel sebanyak 34 orang petugas promosi kesehatan puskesmas. Uji statistik yang digunakan adalah Regresi Linear Ganda, dengan persamaan Y = 0,925+0,391 xi

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh yang bermakna antara kompetensi (pengetahuan, sikap dan keterampilan) terhadap kinerja petugas promosi kesehatan di Kota Pematangsiantar 2008 dengan signifikansi masing-masing ( sig <

0.05). Model regresi yang paling sesuai menggambarkan kinerja adalah variabel sikap.

Diharapkan adanya kebijakan pemerintah daerah untuk peningkatan kompetensi petugas promosi kesehatan dalam alokasi dana pelatihan dan pendidikan yang bertujuan peningkatan kinerja petugas promosi kesehatan, pembinaan petugas promosi kesehatan, dan penelitian lebih lanjut.

Kata kunci: Kompetensi, Kinerja

(7)

ABSTRACT

A program of health promotion in Pematangsiantar city has not reached the target, that is 65% PHBS in the year of 2010. The program target achievement of health promotion in the year of 2008 was PHBS at household management showed that among 210 houses which had been covered, only 52 (25%)were categorized health. The total of baby who had got the exclusive ASI were 22% from 5539 babies (data from health departement of Pematangsiantar city, 2007)

The purpose of this research is to analysis the influence of competency (knowledge, attitude and skill) into the performance of Puskesmas (Health Center) promoter in the performanceing area Health Departement of Pematangsiantar in 2009. Its design is Explanatory Research with the sample is 34 Puskesmas promoter. Its statistical test is Multiple Regresi Linear.Equality with Y = 0,925+0,391 xi

The result of research showed that there was a significant influence between competency (knowledge, attitude and skill) and the performance of health promoter in Pematangsiantar in 2008, It is each significance is (sig < 0.05)

To be expected that there is rule of regional government of Pematangsiantar to increase the competency of health promoter in allocating the funds of training and education which are purposed to increase the restoration and performance of health promoter, the further research.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat Rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh kompetensi terhadap kinerja petugas promosi kesehatan puskesmas di wilayah kerja dinas kesehatan kota Pematangsiantar tahun 2009 Dalam menyusun tesis, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof.Dr. Ritha F.Dalimunthe, MSi dan Drs. Tukiman, MKM, selaku komisi pembimbing yang telah membantu dan meluangkan waktu dan pikiran serta dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof.dr.Chairuddin P.Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.

2. dr.Ria Masniari Lubis, MSi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs.Surya Utama, MS selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

5. drg. Ritha Nainggolan selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian, dukungan dan bimbingan selama melakukan penelitian.

6. Politeknik Kesehatan Dep.Kes RI Medan yang telah memberikan tugas belajar untuk melanjutkan perkuliahan.

7. Prof. Dr.Ida Yustina, MSi sebagai pembanding yang telah memberikan masukan, saran dan bimbingan dalam penyelesaian tesis ini

8. Drs.Eddy Syahrial, MS sebagai pembanding yang telah memberikan masukan, saran dan bimbingan dalam penyelesaian tesis ini.

Terima kasih penulis ucapkan yang tak terhingga kepada orang tua penulis dan mertua, istri tercinta Marice Simarmata dan ketiga putri Chey, Yaya dan Arga, serta abang, kakak, adik dan teman-teman yang telah memberikan motivasi. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, September 2009.

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Hendri Parluhutan L.Tobing yang dilahirkan di Tanjung Tiram pada tanggal 14 Maret 1966, anak kedua dari lima bersaudara, beragama Kristen Protestan dan bertempat tinggal di Jalan Guru Jason Saragih No 20 Pematang Siantar.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar pada tahun 1976 di SDN 010176 Tanjung tiram, tahun 1982 menamatkan SMPN 1 Kisaran, kemudian tahun 1985 menamatkan SMAN 3 Medan, pada tahun 1988 tamat dari AKPER Dep.Kes Palembang, tahun 1990 tamat AKTA III dari Fakultas Ilmu Keguruan Universitas Negeri Medan, Tahun 2003 menamatkan PSIK USU Medan.

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Hipotesis... 11

1.5. Manfaat Penelitian ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Petugas Kesehatan... 12

2.2. Kompetensi Petugas Kesehatan ... 27

2.3. Landasan Teori... 41

2.4. Kerangka Konsep Penelitian ... 42

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian... 43

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

3.3. Populasi dan Sampel ... 43

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 43

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 44

3.6. Metode Pengukuran ... 47

3.7. Metode Analisis Data... 48

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum dan Keadaan Wilayah... 50

4.2. Karakteristik Responden ... 51

4.3. Pengetahuan responden... 53

4.4. Sikap responden ... 54

4.5. Keterampilan responden ... 56

4.6. Kinerja responden ... 58

4.7. Analisis Bivariat... 59

(12)

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Kinerja ... 65

5.2. Pengaruh Sikap terhadap Kinerja... 67

5.3. Pengaruh Keterampilan terhadap Kinerja ... 69

5.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 71

5.5. Keterbatasan penelitian ... 73

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 74

6.1. Kesimpulan ... 74

6.2. Saran... 74

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.2. Variabel Independen dan Dependen Penelitian ... 47 4.1. Distribusi Karateristik Responden di Kota Pematangsiantar Tahun

2009... 51 4.2. Distribudi Responden Berdasarkan Pengalaman Sebagai Tenaga

Promosi Kesehatan Tahun 2009 ... 52 4.3. Distribusi Indikator Pengetahuan Responden tentang Promosi

Kesehatan di Kota Pematangsiantar Tahun 2009... 53 4.4. Distribusi Pengetahuan Responden di Kota Pematangsiantar Tahun

2009... 54 4.5. Distribusi Indikator Sikap Responden Tentang Promosi Kesehatan

di Kota Pematangsiantar Tahun 2009 ... 55 4.6. Distribusi Sikap Responden di Kota Pematangsiantar Tahun 2009 .... 56 4.7. Distribusi Indikator Keterampilan Responden Tentang Promosi

Kesehatan di Kota Pematangsiantar Tahun 2009... 57 4.8. Distribusi Keterampilan Responden di Kota Pematangsiantar

Tahun 2009 ... 57 4.9. Distribusi Indikator Kinerja Responden Tentang Promosi

Kesehatan di Kota Pematangsiantar Tahun 2009... 58 4.10. Distribusi Kinerja Responden di Kota Pematangsiantar Tahun

2009... 58 4.11. Distribusi Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan yang

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 80

2. Out print Penelitian ... 90

3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 117

(16)

ABSTRAK

Indikator program promosi kesehatan di Kota Pematangsiantar belum mencapai target yaitu PHBS 65% tahun 2010. Pencapaian target Program Promosi Kesehatan tahun 2008 yaitu PHBS pada tatanan Rumah Tangga menunjukkan bahwa dari 210 rumah yang dipantau hanya 52 (25%) yang berperilaku sehat. Jumlah bayi yang mendapat ASI Eksklusif hanya 22% dari 5539 bayi (Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar, 2007).

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kompetensi (pengetahuan, sikap dan keterampilan) terhadap kinerja petugas promosi kesehatan puskesmas di wilayah kerja dinas kesehatan kota Pematangsiantar 2009. Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research dengan sampel sebanyak 34 orang petugas promosi kesehatan puskesmas. Uji statistik yang digunakan adalah Regresi Linear Ganda, dengan persamaan Y = 0,925+0,391 xi

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh yang bermakna antara kompetensi (pengetahuan, sikap dan keterampilan) terhadap kinerja petugas promosi kesehatan di Kota Pematangsiantar 2008 dengan signifikansi masing-masing ( sig <

0.05). Model regresi yang paling sesuai menggambarkan kinerja adalah variabel sikap.

Diharapkan adanya kebijakan pemerintah daerah untuk peningkatan kompetensi petugas promosi kesehatan dalam alokasi dana pelatihan dan pendidikan yang bertujuan peningkatan kinerja petugas promosi kesehatan, pembinaan petugas promosi kesehatan, dan penelitian lebih lanjut.

Kata kunci: Kompetensi, Kinerja

(17)

ABSTRACT

A program of health promotion in Pematangsiantar city has not reached the target, that is 65% PHBS in the year of 2010. The program target achievement of health promotion in the year of 2008 was PHBS at household management showed that among 210 houses which had been covered, only 52 (25%)were categorized health. The total of baby who had got the exclusive ASI were 22% from 5539 babies (data from health departement of Pematangsiantar city, 2007)

The purpose of this research is to analysis the influence of competency (knowledge, attitude and skill) into the performance of Puskesmas (Health Center) promoter in the performanceing area Health Departement of Pematangsiantar in 2009. Its design is Explanatory Research with the sample is 34 Puskesmas promoter. Its statistical test is Multiple Regresi Linear.Equality with Y = 0,925+0,391 xi

The result of research showed that there was a significant influence between competency (knowledge, attitude and skill) and the performance of health promoter in Pematangsiantar in 2008, It is each significance is (sig < 0.05)

To be expected that there is rule of regional government of Pematangsiantar to increase the competency of health promoter in allocating the funds of training and education which are purposed to increase the restoration and performance of health promoter, the further research.

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan Indonesia bertujuan memandirikan masyarakat untuk hidup sehat. Perilaku hidup sehat dapat ditingkatkan melalui berbagai kegiatan penyuluhan dan pendidikan kesehatan agar menjadi bagian dari norma hidup dan budaya masyarakat. Salah satu strategi utama Departemen Kesehatan adalah menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat (Hapsara, 2004).

Derajat kesehatan di Indonesia tiga dekade ini, telah mengalami peningkatan yang bermakna, tetapi bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga, maka peningkatan tersebut masih terhitung rendah. Permasalahan utama yang dihadapi adalah masih rendahnya kualitas kesehatan masyarakat yang terlihat pada Rencana strategi Depkes. RI 2005 - 2009, dengan masih tingginya Angka Kematian Bayi (AKB): 32/1000 kelahiran hidup (2005), Angka Kematian Ibu (AKI): 262/100.000 kelahiran hidup dan Usia Harapan Hidup (UHH): 69 tahun (Departemen Kesehatan RI, 2005).

(19)

Masyarakat berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dengan kinerja terbaik dari tenaga promosi kesehatan dan tenaga kesehatan lain. Namun, pelayanan kesehatan yang terjangkau dan bermutu masih sulit dilaksanakan. Tidak jarang didengar tentang buruknya praktek pelayanan yang diberikan tenaga kesehatan kepada masyarakat baik di Rumah Sakit, Puskesmas, maupun klinik-klinik pelayanan kesehatan. Adanya tenaga kesehatan tidak mengerjakan yang seharusnya mereka kerjakan dan ada tenaga kesehatan yang mengerjakan sesuatu yang seharusnya bukan wewenangnya/kompetensinya.

Tenaga kesehatan merupakan sumber daya manusia kesehatan yang pada satu sisi adalah unsur penunjang utama dalam pelayanan kesehatan, pada sisi lain ternyata kondisi kualitas saat ini masih kurang. Kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan dalam membuat perencanaan pelayanan kesehatan serta sikap perilaku dalam mengantisipasi permasalahan kesehatan yang terjadi, ternyata tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Hal ini dapat dilihat bahwa masih lemahnya tingkat kinerja aparatur pelayanan publik dalam pelayanan kesehatan (Fahriadi, 2003).

(20)

merupakan sekumpulan prestasi-prestasi yang diberikan oleh seluruh bagian yang terkait dengan aktivitas bisnis.

Kinerja merupakan salah satu ukuran dari perilaku yang aktual di tempat kerja yang bersifat multidimensional, dimana indikator kinerja meliputi kualitas kerja, kuantitas kerja, waktu kerja dan kerja sama dengan rekan kerja (Mathis dan Jackson, 2002).

Hasil penelitian menunjukkan variabel kompetensi skill teknis, kompetensi skill non teknis, knowledge dan ability mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja karyawan. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Kartikawangi (2002) dalam sebuah jurnal dengan judul Karakteristik SDM yang Dibutuhkan Dunia Industri/Organisasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan karakteristik dasar yang dibutuhkan oleh perusahaan mencakup karakteristik umum (demografi) dan karakteristik khusus yang mencakup Knowledge, Skill, Ability dan

Others (Wardah, 2007)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah kemampuan dan kemauan untuk melakukan sebuah tugas dengan kinerja yang efektif. Kesimpulan ini sesuai dengan yang dikatakan Michael Armstrong (1998), bahwa kompetensi adalah knowledge, skill dan kualitas individu untuk mencapai kesuksesan pekerjaannya.

(21)

dibutuhkan untuk mengerjakan suatu kegiatan khusus. Ada dua aspek yang perlu dipertimbangkan dalam kegiatan promosi kesehatan yaitu aspek teknis dan aspek keterampilan.

Puskesmas merupakan organisasi kesehatan tingkat kecamatan. Berhasil tidaknya Puskesmas mencapai visi dan misinya secara berkelanjutan sangat tergantung pada kualitas SDM. Beberapa pakar berpendapat bahwa SDM yang berkualitas adalah SDM yang minimal memiliki empat karakteristik yaitu (1)

competency (knowledge, skill, abilities dan experience) yang memadai; (2)

commitment organisasi; (3) selalu bertindak cost - effectiveness dalam setiap aktivitasnya, dan (4) congruence of goals yaitu bertindak selaras antara tujuan pribadinya dengan tujuan organisasi (Lako dan Sumaryati, 2002).

Upaya kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas adalah upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Sekurang-kurangnya ada enam jenis pelayanan kesehatan masyarakat tingkat dasar yang harus dilaksanakan yaitu upaya promosi kesehatan; pelayanan kesehatan ibu dan anak dan pelayanan keluarga berencana; perbaikan gizi; kesehatan lingkungan; pemberantasan penyakit menular dan pelayanan pengobatan dasar. Upaya promosi kesehatan masyarakat yang bersifat peningkatan (promotif) dan pencegahan (preventif) masih kurang. Upaya pemberdayaan kesehatan masyarakat belum terselenggara secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Departemen Kesehatan, 2004).

(22)

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat yang bersifat peningkatan (promotif) dan pencegahan (preventif) masih belum optimal di Puskesmas. Sampai saat ini upaya kesehatan masih dititikberatkan pada upaya kuratif sehingga masih dirasakan kurangnya upaya kesehatan bersifat promotif dan preventif (Hapsara, 2004).

Kondisi di atas disebabkan karena jumlah SDM kesehatan belum memadai. Rasio tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk masih rendah. Mutu SDM masih membutuhkan pembenahan. Hal ini tercermin dari kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas belum optimal (Departemen Kesehatan RI, 2004).

Promosi kesehatan Puskesmas merupakan upaya Puskesmas melaksanakan pemberdayaan kepada masyarakat untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan setiap individu, keluarga serta lingkungannya secara mandiri dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat (Departemen Kesehatan RI, 2007).

(23)

Tenaga promosi kesehatan masyarakat Puskesmas adalah tenaga kesehatan masyarakat yang diberikan tugas untuk menangani program promosi kesehatan masyarakat di Puskesmas. Sebagian dari tugas pokok Puskesmas adalah melaksanakan upaya kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas dan melakukan pembinaan kesehatan masyarakat (Departemen Kesehatan RI, 2004).

Sesuai Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/Menkes/SK/VII/2005, tentang pedoman pelaksanaan promosi kesehatan di daerah disebutkan bahwa standar khusus promosi kesehatan untuk Puskesmas adalah: satu orang tenaga diploma tiga kesehatan ditambah minat dan bakat di bidang promosi kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2007).

Menurut hasil penelitian terhadap Puskesmas di 10 provinsi yang dilakukan Departemen Kesehatan dan Universitas Indonesia (2005) menunjukkan, petugas kesehatan di Puskesmas lebih banyak melakukan tugas tambahan dibandingkan tugas pokok dan fungsinya. Hal ini terlihat dari data bahwa 78,8% tenaga kesehatan melaksanakan tugas petugas kebersihan dan 63,3% melakukan tugas administrasi (Departemen Kesehatan, 2006). Demikian juga dengan petugas promosi kesehatan, masih lebih banyak mengerjakan tugas administrasi dan kebersihan dibandingkan tugas pokok dan fungsinya sebagai penyuluh kesehatan atau promosi kesehatan.

(24)

dalam pencapaian indikator PHBS 65% tahun 2010, sukar merubah mind-set

paradigma sakit ke paradigma sehat, masih lemah kemauan dan kemampuan dalam menyusun rencana promosi kesehatan, kurang mampu memahami konsep promosi kesehatan, koordinasi antar pusat dan provinsi serta antar provinsi dengan daerah yang masih kurang serta terbatasnya sumber daya yang dapat menunjang upaya promosi kesehatan (Departemen Kesehatan, 2007).

Target pencapaian program promosi kesehatan berdasarkan kewenangan wajib dan Standart Pelayanan Minimal bidang kesehatan Kota/Kabupaten. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tatanan rumah tangga sebesar 65%, pemberian ASI eksklusif sebesar 80%, posyandu purnama sebesar 40% sesuai dengan target pencapaian secara Nasional (Hapsara, 2004).

Hasil pencapaian program promosi kesehatan dan penyehatan lingkungan kota Medan menunjukkan bahwa persentase rumah sehat sebesar 196.975 (38%) dari 518.657 rumah yang diperiksa. Dari 196.975 rumah tangga yang dipantau terdapat 154.574 (78,5%) rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat. Belum mencapai target yang telah ditentukan (Profil Kesehatan Dinas Kota Medan, 2007).

(25)

Kinerja petugas promosi kesehatan puskesmas kota Pematangsiantar belum sesuai dengan yang diharapkan, hal ini terlihat prosedur administrasi yang dilakukan oleh petugas belum berjalan sebagaimana mestinya, misalnya: kelengkapan dan ketepatan penyampaian laporan, perencanaan program dan pelaksanaan program masih mengandalkan program pusat. Berdasarkan observasi pada bulan Maret 2009 di 17 puskesmas hampir 80% tidak ditemukan jadwal pelaksanaan penyuluhan kesehatan yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat masih sangat jarang dilakukan.

Pada sebuah organisasi yaitu puskesmas, agar para petugas promosi kesehatan dapat bekerja secara produktif dan efektif diperlukan suatu program pendidikan dan pelatihan yang berguna untuk mencapai tujuan organisasi dengan menggunakan sumberdaya manusia. Di kota Pematangsiantar pendidikan dan pelatihan tenaga promosi kesehatan masih sangat minim hal ini sangat mempengaruhi kemampuan dan keterampilan petugas dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai petugas promosi kesehatan.

(26)

tidak terlaksana. Poster diruang tunggu, ruang pemeriksaan dan ruang pengobatan masih sangat minin. Poster-poster yang terdapat di ruang tunggu, ruang pemeriksaan dan ruang pengobatan adalah poster yang berasal dari depkes Pusat dan tidak ada ditemukan poster atau tulisan yang buat oleh petugas promosi kesehatan itu sendiri. Demikian halnya dengan peralatan yang dapat menunjang pelaksanaan penyuluhan kesehatan masih jauh dari yang di harapkan. Hal ini menunjukkan kurangnya kompetensi yang dimiliki oleh petugas promosi kesehatan puskesmas.

Jumlah Puskesmas induk 7 dan Puskesmas pembantu sebanyak 10 jumlah tenaga promosi kesehatan masyarakat di Puskesmas 34 orang. Jumlah posyandu 241, jumlah tenaga kader posyandu 1205 orang. Kategori Posyandu pratama sebanyak 25 (10,4%), madya 146 (60,4%), dan purnama 70 (29%), tenaga kader yang aktif sebanyak 753 (62,4%) dan tidak aktif sebesar 38,6%. Data menunjukkan bahwa sebagian besar posyandu belum kategori baik. Hal ini kemungkinan terjadi karena kurangnya pembinaan yang dilakukan oleh tenaga promosi kesehatan masyarakat di Puskesmas, terbatasnya kemampuan petugas kesehatan dan kader posyandu serta kurangnya anggaran pembinaan posyandu (Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar, 2007).

(27)

sekolah lanjutan atas, yang seyogiyanya minimal memiliki pendidikan Diploma tiga Kesehatan. Masalah lain yang dihadapi oleh tenaga kesehatan pada program promosi kesehatan di Puskesmas masih dibebani dengan tugas lain, seperti: memberi imunisasi, melaksanakan kegiatan administrasi, membersihkan Puskesmas dan lingkungan, memeriksa dan memberikan terapi terhadap pasien. Kondisi ini juga mungkin diakibatkan oleh kompetensi yang belum mendukung pencapaian target promosi kesehatan yang optimal.

Pada tanggal 17 Maret 2009 dilakukan wawancara dengan petugas kesehatan dan kasi Promosi Kesehatan di kota Pematangsiantar diketahui bahwa belum ada kebijakan Pemerintah kota Pematangsiantar khusus tentang pembiayaan kegiatan promosi kesehatan, Puskesmas belum memiliki peralatan standar promosi kesehatan yang memadai, kurangnya kemauan dan kreativitas tenaga promosi kesehatan yang ada.

Berdasarkan data di atas perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh kompetensi terhadap kinerja tenaga promosi kesehatan Puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar 2009.

1.2. Permasalahan Penelitian

(28)

1.3. Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh kompetensi terhadap kinerja tenaga promosi kesehatan Puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar 2009.

1.4. Hipotesis Penelitian

Kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja tenaga promosi kesehatan Puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar 2009.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan data kompetensi dan kinerja tenaga promosi kesehatan Puskesmas di Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar 2009.

2. Sebagai bahan masukan bagi perencana Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar untuk menyusun program promosi kesehatan

3. Sebagai bahan masukan bagi petugas promosi kesehatan Puskesmas, untuk meningkatkan kinerja.

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kinerja Petugas Kesehatan

Kinerja yang baik dapat tercapai bila seseorang memiliki kemampuan, kemauan dan usaha. Kemauan dan usaha dapat menghasilkan motivasi, setelah ada motivasi dapat timbul kegiatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ilyas (2001), kinerja adalah penampilan hasil kerja personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja adalah suatu catatan keluaran hasil pada suatu fungsi jabatan kerja atau seluruh aktivitas dalam periode tertentu. Menurut Singer (1990), secara umum kinerja adalah suatu catatan keluaran hasil kegiatan pada suatu fungsi jabatan kerja atau keseluruhan aktivitas kerja pada waktu tertentu, suatu kesuksesan dalam melaksanakan pekerjaan.

Amriyati dkk (2003) menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil perilaku karyawan dalam perspektif teori harapan (expectancy). Kinerja merupakan fungsi perkalian dari motivasi dan kemampuan (ability). Kinerja atau prestasi kerja seseorang tergantung pada motivasi dan kemampuan bekerja. Faktor motivasi terdiri dari penilaian (evaluation), alat bantu (instrumentality) dan harapan (expectancy).

(30)

penempatan, kebutuhan pelatihan, pengembangan perencanaan dan karier, penanggulangan penyimpangan proses staffing, ketidakakuratan informasi, mencegah kesalahan desain pekerjaan, kesempatan kerja yang adil dan merata serta menghadapi tantangan eksternal (Handoko 1995).

Kinerja merupakan salah satu ukuran dari perilaku yang aktual di tempat kerja yang bersifat multidimensional, dimana indikator kinerja meliputi kualitas kerja, kuantitas kerja, waktu kerja dan kerja sama dengan rekan kerja (Mathis dan Jackson, 2002).

1. Kualitas kerja

Bagi perusahaan baik yang bergerak dibidang manufaktur maupun jasa, penyediaan produk-produk yang berkualitas merupakan suatu tuntutan agar perusahaan dapat bertahan hidup dalam berbagai bentuk persaingan. Meningkatnya daya beli dan adanya dukungan konsumen terhadap keberadaan kualitas kerja yang ditawarkan, akan semakin meningkatkan keberlangsungan perusahaan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.

2. Kuantitas kerja

(31)

3. Waktu kerja

Kemampuan perusahaan untuk menetapkan waktu kerja yang dianggap paling efisien dan efektif pada semua level dalam manajemen. Waktu kerja merupakan dasar bagi seorang karyawan dalam menyelesaikan suatu produk atau jasa yang menjadi tanggung jawabnya.

4. Kerjasama

Pada dasarnya kerjasama merupakan ikatan jangka panjang bagi semua komponen perusahaan dalam melalukan berbagai aktivitas bisnis. Kerjasama merupakan tuntutan bagi keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, sebab dengan adanya kerjasama yang baik akan memberikan kepercayaan (trust) pada berbagai pihak yang berkepentingan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan. Untuk mewujudkan adanya kerjasama yang baik, perusahaan harus mampu membangun kondisi internal perusahaan yang konstruktif dengan diikuti komitmen dan konsistensi yang tinggi bagi semua azas manajemen.

Penilaian kinerja harus berhubungan langsung dengan analisis pekerjaan, menentukan output kinerja yang diperlukan: tugas-tugas yang dilaksanakan, kompetensi individu, aktivitas penyeliaan dan tanggung jawab penganggaran bagi pemegang jabatan. Oleh karenanya kinerja seseorang dipertimbangkan sebagai fungsi, kemampuan dan kemauan.

(32)

menilai prestasi kerja karyawan, kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan kinerja mereka.

Alewine (Timpe, 1999) menyatakan penilaian kinerja adalah untuk membuat karyawan memandang diri sendiri seperti adanya, mengenai kebutuhan perbaikan kinerja dan untuk berperan serta dalam membuat rencana perbaikan kinerja. Setiap penilaian kinerja karyawan haruslah benar-benar memiliki tujuan yang jelas, seperti tentang keinginan yang dicapai sehingga manfaat penilaian kinerja menjadi lebih dirasakan perusahaan atau organisasi dan karyawan yang bersangkutan. Dengan melaksanakan penilaian kinerja setiap perusahaan atau organisasi berarti karyawan mendapat perhatian dari pimpinan sehingga akan mendorong mereka untuk lebih giat dalam bekerja.

Moekijat (1991) mengemukakan ada lima tujuan penilaian kinerja yang berhubungan dengan prestasi kerja yaitu:

1. Untuk mengadakan hubungan antara karyawan dan pengawas mereka yang akan menghasilkan tingkat produktifitas yang tinggi.

2. Untuk membantu memperkirakan secara seksama apakah yang dapat dihasilkan oleh masing-masing pegawai dalam suatu keseluruhan.

3. Mengupayakan agar karyawan mengetahui dengan tepat apa yang diharapkan dari mereka dan seberapa jauh mereka memenuhi harapan.

4. Melaksanakan upaya tertentu untuk perbaikan-perbaikan.

(33)

Dalam proses penilaian prestasi kerja, pertanyaan yang sering muncul adalah siapa yang seharusnya melakukan penilaian berkaitan dengan siapa yang menilai prestasi kerja karyawan, beberapa pendekatan yang lazim ditempuh adalah penilaian oleh atasan langsung, penilaian oleh teman (peer rating) dan juga selft rating (As’ad, 1996). Sementara itu Dessler (1997) menyebutkan empat pendekatan penilaian prestasi kerja untuk karyawan bawahan, yaitu penilaian oleh supervisor terdekat atau langsung, penilaian oleh teman kerja, komite penilaian dan penilaian sendiri (selft assesment).

1. Penilaian oleh supervisor langsung

Penilaian supervisor merupakan jantung dari seluruh sistem penilaian umumnya. Hal ini disebabkan karena mudah untuk memperoleh hasil penilaian supervisor dan dapat diterima oleh akal sehat. Para supervisor merupakan orang yang tepat untuk mengamati dan menilai prestasi bawahannya. Oleh sebab itu, seluruh sistem penilaian umumnya sangat tergantung pada evaluasi yang dilakukan oleh supervisor.

2. Penilaian teman sekerja

(34)

3. Panitia/Komite penilai

Banyak perusahaan menggunakan panitia/komite untuk menilai para pegawai. Panitia ini beranggotakan para supervisor langsung dan tiga atau empat anggota adalah supervisor lain, setiap anggota panitia seharusnya mampu menilai prestasi pegawai yang baik.

4. Penilaian diri

Beberapa perusahaan telah berpengalaman menerapkan penilaian prestasi yang dilakukan oleh karyawan itu sendiri. Tetapi hal ini umumnya bukanlah pilihan yang direkomendasikan. Masalahnya hampir seluruh studi menunjukkan bahwa para pegawai umumnya menilai diri mereka lebih tinggi dari penilaian supervisor atau teman sekerja mereka. Oleh karena itu para supervisor yang meminta pegawai mereka untuk menilai prestasi mereka sendiri hendaknya diperingatkan bahwa hasil penilaian diri mungkin jauh berbeda dengan penilaian atasan atau rekan kerja.

Werther dan Davis (1996) merinci kaitan hasil penilaian kinerja dengan tindakan yang dapat diambil di bidang sumber daya manusia:

1. Performance improvement, memberikan kesempatan bagi karyawan apakah ia

pejabat atau non pejabat untuk mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan guna meningkatkan kinerja individu maupun kinerja organisasi.

2. Compensation adjusment, penilaian kinerja membantu pembuat keputusan untuk menentukan besaran pendapatan yang layak diterima seseorang.

(35)

4. Training and development needs, kinerja yang buruk boleh jadi mengindikasikan perlunya retraining, sedangkan kinerja yang baik boleh jadi mengindikasikan perlunya pengembangan lebih lanjut potensi yang sudah ada.

5. Career planning and development performance feedback, dapat dijadikan

pedoman dalam pengambilan keputusan tentang jalur karir yang spesifik yang seharusnya dipilih oleh seseorang.

6. Staffing process deficiencies, kinerja yang baik atau buruk menunjukkan kekuatan dan juga kelamahan pada prosedur staffing.

7. Informational innacuraties, berpedoman pada informasi yang tidak akurat dapat mengakibatkan kesalahan dalam hal pengisian pegawai, pelatihan dan konsultasi 8. Job design errors, kinerja yang buruk dapat menyebabkan gejala adanya penyakit

dalam job design dan melalui penilaian, penyakit tersebut dapat didiagnosa untuk selanjutnya disembuhkan.

9. Equal employment opportunity, penilaian kinerja yang akurat dapat lebih

memastikan tidak adanya unsur diskriminasi.

10.External challenges, melalui penilaian kinerja bagian personalia membantu mengatasi masalah yang disebabkan faktor di luar lingkungan kerja

11.Feedback to human resource, baik atau buruknya kinerja yang ditunjukkan oleh individu atau organisasi dapat menggambarkan seberapa baik biro sumber daya manusia (SDM) menjalankan fungsinya.

(36)

dalam manajemen sumber daya manusia menjadi sangat penting. Oleh karenanya sistem penilaian kinerja yang dibuat harus diusahakan seobjektif dan seefektif mungkin agar sebanyak mungkin manfaat dan kegunaannya dapat diraih.

Puskesmas adalah suatu organisasi kesehatan yang memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat di wilayah kerjanya. Keberhasilan pelayanan Puskesmas ditentukan oleh kinerja petugas, kinerja yang ditunjukkan oleh petugas merupakan faktor penentu keberhasilan pelayanan yang diterima pasien. Tenaga fungsional penyuluh kesehatan masyarakat di Puskesmas bertugas mengelola Promosi Kesehatan secara profesional dan mampu untuk mengelola serta menyelenggarakan pelayanan yang bersifat promotif dan preventif (DepKes, 2005).

(37)

mengevaluasi program Promosi Kesehatan masyarakat (Departemen Kesehatan RI 2000).

Tugas dan tanggung jawab petugas Promosi Kesehatan dijabarkan dalam jabatan fungsional Penyuluh Kesehatan Masyarakat (jafung PKM). Tugas pokok jafung PKM adalah: Penyuluh Kesehatan (Promosi Kesehatan) yaitu melaksanakan: advokasi, bina suasana, dan pemberdayaan masyarakat; melakukan penyebarluasan infromasi; membuat rancangan media; melakukan penelitian/pengkajian perilaku masyarakat yang berhubungan dengan kesehatan; merencanakan intervensi dalam rangka mengembangkan perilaku masyarakat yang mendukung kesehatan. Kegiatan yang diemban oleh pejabat fungsional ini ádalah: Promosi Kesehatan yang bermakna sebagai proses pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat agar mereka mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Depkes, 2007). Promosi Kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan menyangkut pendidikan, organisasi, kebijakan dan peraturan perundangan untuk perubahan lingkungan dan perilaku yang menguntungkan kesehatan (Green, 1998).

(38)

kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia (Departemen Kesehatan R.I. 2007).

Promosi Kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dengan kesadaran dan kemampuan serta upaya mengembangkan lingkungan sehat, mencakup aspek perilaku yaitu upaya memotivasi, mendorong dan meningkatkan potensi yang dimiliki masyarakat agar mereka mampu memelihara kesehatan diri sendiri dan keluarga. Di samping itu Promosi Kesehatan juga mencakup aspek yang berkaitan dengan lingkungan dan perkembangan perilaku yang berhubungan dengan sosial budaya, pendidikan ekonomi, politik dan pertahanan keamanan (Departemen Kesehatan R.I. 2003).

Menurut Bangkok Charter, Promosi Kesehatan adalah proses pemberdayaan manusia untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya termasuk faktor-faktor yang mempengaruhinya, sehingga dapat memperbaiki derajat kesehatannya. Berdasarkan pengertian tersebut, Promosi Kesehatan merupakan konsep sehat yang positif dan inklusif yang menekankan pada kualitas hidup, mental dan spiritual yang sebaik-baiknya. Promosi Kesehatan merupakan konsep yang efektif untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas sumber daya manusia.

(39)

pelaksanaannya telah menempatkan masyarakat bukan sebagai obyek tetapi subyek, bukan sasaran tetapi pelaku, dan bukan pasif menunggu tetapi aktif berperan dalam upaya dan pembangunan kesehatan bagi diri, masyarakat dan lingkungannya.

Konsep Promosi Kesehatan tersebut juga terbukti sesuai bukan hanya untuk masyarakat di negara yang telah berkembang, tetapi juga di negara yang sedang berkembang. Ia juga dapat dilakukan baik di masyarakat perkotaan maupun di perdesaan, bagi masyarakat yang tergolong kaya, juga bagi masyarakat yang tergolong miskin. Demikian pula Promosi Kesehatan juga perlu dilakukan oleh mereka yang merasa sehat, agak sehat, atau yang merasa sakit. Karena semua, perlu memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan.

Istilah Health Promotion (Promosi Kesehatan) sebenarnya sudah mulai dicetuskan tahun 1986, pada waktu diselenggarakan Konferensi International Pertama tentang Health Promotion di Ottawa, Canada. Pada waktu itu dicanangkan the Ottawa Charter, yang memuat definisi dan prinsip-prinsip dasar Health Promotion. Namun istilah tersebut di Indonesia belum bergema. Pada waktu itu, istilah yang digunakan adalah Penyuluhan Kesehatan, dan populer istilah-istilah lain seperti: KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi), Pemasaran Sosial (Social Marketing), Mobilisasi Sosial. Akhir-akhir ini penyuluhan kesehatan berobah menjadi promosi kesehatan.

(40)

masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat dalam Promosi Kesehatan serta upaya penyediaan dan penyebarluasan informasi kesehatan. KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) dilakukan dengan upaya jalur komunikasi dan edukasi, pemasaran sosial melalui pengenalan produk secara meluas kepada masyarakat sehingga mereka dapat mengenal, memilih dan memanfaatkan hidup sehat. Mobilisasi sosial dilakukan melalui advokasi dan bina suasana yang merupakan upaya pembujukan dan menciptakan lingkungan kondusif. Bina peran serta masyarakat yaitu diharapkan masyarakat bukan sebagai objek melainkan menjadi subjek (Departemen Kesehatan RI, 2002).

Konsep yang mantap dan terus-menerus dipertajam, Promosi Kesehatan diharapkan dapat melangkah ke masa depan dengan mantap. Namun demikian konsep tersebut perlu terus-menerus direview dan disesuaikan dengan keadaan serta perkembangan di masa depan.

Strategi Promosi Kesehatan Puskesmas adalah pemberdayaan, bina suasana dan advokasi.

1. Pemberdayaan (Empowerment)

(41)

a. Pemberdayaan individu

Pemberdayaan terhadap individu yang dilakukan oleh setiap petugas kesehatan Puskesmas terhadap individu-individu yang datang memanfaatkan pelayanan Puskesmas. Tujuan dari upaya tersebut adalah memperkenalkan perilaku baru kepada individu yang mungkin mengubah perilaku yang selama ini dipraktekkan oleh individu tersebut.

b. Pemberdayaan Keluarga

Pemberdayaan terhadap keluarga yang dilakukan oleh setiap petugas kesehatan Puskesmas terhadap keluarga, yaitu keluarga dari individu pengunjung Puskesmas atau keluarga-keluarga yang berada di wilayah kerja Puskesmas. Tujuan dari pemberdayaan keluarga juga untuk memperkenalkan perilaku baru yang mungkin mengubah perilaku yang selama ini di praktekkan oleh keluarga tersebut. c. Pemberdayaan Masyarakat

(42)

2. Bina Suasana (Social Support)

Bina suasana adalah upaya menciptakan suasana atau lingkungan sosial yang mendorong individu, keluarga dan masyarakat untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatannya serta menciptakan lingkungan sehat dan berperan aktif dalam setiap upaya penyelenggaraan kesehatan.

3. Advokasi (Advocacy)

Advokasi merupakan upaya atau proses yang terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (tokoh-tokoh masyarakat informal dan formal) agar masyarakat di lingkungan Puskesmas berdaya untuk mencegah serta meningkatkan kesehatannya serta menciptakan lingkungan sehat.

(43)

Tugas dan fungsi pokok Puskesmas adalah upaya promotif (penyebarluasan informasi), preventif (pencegahan), curatif (pengobatan) dan rehabilitatif

(pemulihan) yang diuraikan dalam Upaya Pokok Kesehatan (UPK) dan diorganisir melalui sistem unit. Promotif adalah upaya penyebarluasan informasi melalui berbagai media. Metode penyampaian, alat bantu, sarana, media, waktu ideal, prekuwensi, pelaksana dan bahasa serta keterlibatan instansi terkait maupun informal leader tidaklah sama disetiap daerah, tergantung kepada dinamika di masyarakat dan kejelian untuk menyiasatinya agar informasi kesehatan bisa diterima dengan benar dan selamat (Elkadi, 2007).

Puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan pemerintah yang wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu, terjangkau adil dan merata. Pelayanan kesehatan masyarakat lebih mengutamakan pelayanan promotif dan preventif dengan pendekatan kelompok masyarakat serta sebagian besar diselenggarakan bersama masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas (Departemen Kesehatan, 2002).

(44)

perkembangan teknologi transportasi, dan telekomunikasi informasi. Dalam menghadapi era kesejagatan dan perdagangan bebas, berbagai tekanan yang bersifat internal maupun eksternal menuju suatu kondisi yang lebih baik dan profesional sesuai dengan tuntutan global (Departemen Kesehatan R.I. 2003).

Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010 ditetapkan 7 (tujuh) Program Pembangunan Kesehatan (propenas), salah satu diantaranya adalah Program Sumber Daya Kesehatan dan program Promosi Kesehatan. Program ini bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya kesehatan serta efektivitas dan efisiensi penggunaannya. Adapun sasarannya adalah: terdapatnya rencana pengembangan sumber daya kesehatan, didayagunakan tenaga kesehatan yang ada dan pengembangan pembinaan karier seluruh tenaga kesehatan, berfungsinya pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, tersedianya jaringan/akses pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk serta tersedianya perbekalan sarana dan prasarana kesehatan baik jenis dan jumlahnya sesuai kebutuhan masyarakat.

2.2. Kompetensi Petugas Kesehatan

(45)

berkinerja baik dan kurang baik dapat diukur dari kriteria atau standar yang digunakan. Analisis kompetensi disusun sebagian besar untuk pengembangan karier, tetapi penentuan tingkat kompetensi dibutuhkan untuk mengetahui efektivitas tingkat kinerja yang diharapkan.

Menurut Boulter (1996) level kompetensi adalah sebagai berikut: Skill, Knowledge, Self concept, Self Image, Trait dan Motive. Skill atau keterampilan adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas dengan baik. Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang khusus. Social role adalah sikap dan nilai yang dimiliki seseorang dan ditonjolkan dalam masyarakat (ekspresi nilai-nilai diri). Self image adalah pandangan orang terhadap diri sendiri, merekflesikan identitas.

Kompetensi skill dan knowledge cenderung lebih nyata (visible) dan relatif berada di permukaan (ujung) sebagai karakteristik yang dimiliki manusia. Kompetensi pengetahuan dan keahlian relatif mudah untuk dikembangkan, misalnya dengan program pelatihan untuk meningkatkan tingkat kemampuan sumber daya manusia. Sedangkan motif kompetensi dan trait berada pada kepribadian sesorang, sehingga cukup sulit dinilai dan dikembangkan. Salah satu cara yang paling efektif adalah memilih karakteristik tersebut dalam proses seleksi.

(46)

bahwa kompetensi adalah knowledge, skill dan kualitas individu untuk mencapai kesuksesan pekerjaannya.

Ruky (2003) mengutip pendapat Spencer & Spencer dari kelompok konsultan Hay & Mac Ber bahwa kompetensi adalah “an underlying characteristic of an individual that is casually related to criterion – referenced effective and/or

superior performance in a job or situation” (karakteristik dasar seseorang yang mempengaruhi cara berpikir dan bertindak, membuat generalisasi terhadap segala situasi yang dihadapi, serta bertahan cukup lama dalam diri manusia). The Jakarta

Consulting Group (Susanto, 2002) memberikan batasan bahwa kompetensi adalah

segala bentuk perwujudan, ekspresi, dan representasi dari motif, pengetahuan, sikap, perilaku utama agar mampu melaksanakan pekerjaan dengan sangat baik atau yang membedakan antara kinerja rata-rata dengan kinerja superior. Pendekatan ini dilihat dari sudut pandang individual.

Konsep kompetensi harus ada “Kriteria Pembanding” (Criterion Reference) untuk membuktikan bahwa elemen kompetensi mempengaruhi baik atau buruknya kinerja seseorang. Kompetensi adalah karateristik dasar seseorang yang ada hubungan sebab-akibat dengan prestasi kerja yang luar biasa atau dengan efektivitas kerja dan Dave Ulrich mengemukakan bahwa kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan atau kemampuan individu yang diperagakan (Hutapea, 2008).

(47)

pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara professional, efektif, dan efisien.

Menurut Boyatzis, Kompetensi adalah kapasitas yang ada pada seseorang yang bisa membuat orang tersebut mampu memenuhi apa yang disyaratkan oleh pekerjaan dalam suatu organisasi sehingga organisasi tersebut mampu mencapai hasil yang diharapkan sedangkan Woodruffe, membedakan Competence dan

Competency, Competence diartikan sebagai konsep yang berhubungan dengan

pekerjaan, yaitu menunjukkan wilayah kerja dimana orang dapat menjadi kompeten atau unggul sedangkan Competency merupakan konsep dasar yang berhubungan dengan orang, yaitu menunjukkan dimensi perilaku yang melandasi prestasi unggul.

Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki seseorang berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatan, sehingga tugas dan jabatan dilakukan secara profesional, efektif dan efisien (Departemen Kesehatan, 2008).

Secara umum kompetensi lebih menekankan pada perilaku produktif yang harus dimiliki serta diperagakan oleh seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan agar dapat berprestasi dalam pekerjaannya (Hutapea, 2008).

Faktor-faktor yang mendukung standar kompetensi adalah:

(48)

b. Kemampuan mentransfer dan menerapkan kemampuan dan pengetahuan pada situasi dan lingkungan yang berbeda.

c. Standar kompetensi tidak berarti bila hanya terdiri dari kemampuan menyelesaikan tugas/pekerjaan saja, tetapi dilandasi pula dengan bagaimana dan mengapa tugas itu dikerjakan.

Dengan demikian standar kompetensi merupakan rumusan tentang kemampuan yang dimiliki seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan/tugas yang didasari atas pengetahuan, keterampilan, yang didukung sikap kerja dan penerapannya sesuai unjuk kerja yang dipersyaratkan.

Berdasarkan definisi kompetensi di atas, komponen-komponen atau karakteristik yang membentuk sebuah kompetensi menurut Spencer & Spencer (1993) adalah :

1. Motives, yaitu konsistensi berpikir mengenai sesuatu yang diinginkan atau dikehendaki oleh seseorang, sehingga menyebabkan suatu kejadian. Motif tingkah laku seperti mengendalikan, mengarahkan, membimbing, memilih untuk menghadapi kejadian atau tujuan tertentu.

2. Traits, yaitu karakteristik fisik dan tanggapan yang konsisten terhadap informasi

atau situasi tertentu.

3. Self Concept, yaitu sikap, nilai, atau imaginasi seseorang.

(49)

kinerja karena terjadi kegagalan dalam mengukur pengetahuan dan kemampuan sesungguhnya yang diperlakukan dalam pekerjaan.

5. Skills, yaitu kemampuan untuk mengerjakan tugas-tugas fisik atau mental tertentu.

Komponen kompetensi motives dan traits disebut hidden competency karena sulit untuk dikembangkan dan sulit mengukurnya. Komponen kompetensi

knowledge dan skills disebut visible competency yang cenderung terlihat, mudah dikembangkan dan mudah mengukurnya. Sedangkan komponen kompetensi self concept berada di antara kedua kriteria kompetensi tersebut.

Menurut Watson Wyatt dalam Ruky (2003) competency merupakan kombinasi dari keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan perilaku (attitude) yang dapat diamati dan diterapkan secara kritis untuk suksesnya sebuah organisasi dan prestasi kerja serta kontribusi pribadi karyawan terhadap organisasinya.

Dari lima komponen kompetensi di atas, dapat dilihat bahwa Watson Wyatt menggunakan istilah knowledges, skills, dan attitudes atau KSA untuk konsep kompetensi. Pada umumnya perusahaan-perusahaan besar di Indonesia mengadopsi

(50)

Based Payment). Kemudian terakhir kompetensi diintegrasikan ke dalam konsep

Competency Based Human Resource Management (CBHRM) (Ruky, 2003)

Melalui CBHRM, kompetensi pegawai akan terdokumentasikan dengan baik dan dapat dilakukan pengembangan searah dengan pengembangan kompetensi utama (core competencies) organisasi dalam mencapai visi dan misinya. Dengan demikian, dengan mudah dapat diidentifikasi kebutuhan kompetensi pegawai, sehingga arah kebijakan pengembangan pegawai dapat ditentukan.

Berbagai perusahaan besar di dunia menggunakan konsep kompetensi (Ruky, 2003) dengan alasan sebagai berikut:

1. Memperjelas standar kerja dan harapan yang ingin dicapai

2. Alat seleksi karyawan

3. Memaksimalkan produktivitas

4. Dasar untuk pengembangan sistem remunerasi

5. Memudahkan adaptasi terhadap perubahan

6. Menyelaraskan perilaku kerja dengan nilai-nilai organisasi.

Kompetensi adalah spesifikasi dari pengetahuan dan keterampilan serta penerapan dari pengetahuan dan keterampilan tersebut dalam suatu pekerjaan atau perusahaan atau lintas industri, sesuai dengan standar kinerja yang disyaratkan.

(51)

ketrampilan yang harus dimiliki saat bekerja serta penerapannya, sesuai dengan standar yang ditetapkan lapangan pekerjaan (Meylin, 2008).

Pendidikan dan Pelatihan berdasarkan kompetensi merupakan spesifikasi dari pengetahuan dan keterampilan serta penerapan dari pengetahuan dan keterampilan tersebut dalam suatu pekerjaan atau perusahaan atau lintas industri, sesuai dengan standar kinerja yang disyaratkan. Standar Kompetensi adalah pernyataan mengenai pelaksanaan tugas atau pekerjaan di tempat kerja yang digambarkan dalam bentuk hasil :

1 . Apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh pekerja

2. Tingkat kesempurnaan pelaksanaan kerja yang diharapkan dari pekerja.

3. Bagaimana menilai bahwa kemampuan pekerja telah berada pada tingkat yang diharapkan

Dengan dikuasainya kompetensi oleh seseorang, maka orang tersebut mampu : 1. Mengerjakan suatu tugas/pekerjaan.

2. Mengorganisasikannya agar pekerjaan tersebut dapat dilakasnakan.

3. Menyelesaikan masalah yang ada dan apa yang harus dilakukan, bilamana terjadi sesuatu keadaan yang berbeda dengan rencana semula.

4. Menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah atau melaksanakan tugas dengan kondisi yang berbeda.

(52)

makalahnya yang berjudul: Makna Nilai-Nilai Moral dan Etika Bagi Profesional Kesehatan menyatakan bahwa untuk memberikan pelayanan kesehatan yang prima kepada masyarakat, seseorang tenaga kesehatan harus mempunyai 7 (tujuh) kompetensi andalan, yaitu: manajemen diri sendiri, keinginan untuk berprestasi, keterampilan hubungan antar manusia, keterampilan melayani, keterampilan teknis profesionalisme, keterampilan manajerial dan mempunyai wawasan berpikir global.

Menurut Raymond J. Stone (2002) bahwa competency profiling is a job analysis method that focuses on the skills and behaviours needed to successfully

perform a job (suatu metode analisis jabatan yang menitikberatkan pada

keterampilan dan perilaku yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan baik).

Lebih lanjut Raymond berpendapat bahwa model kompetensi memiliki tiga elemen kunci, yaitu :

1. Underlying Characteristics, kompetensi merupakan bagian integral dari

kepribadian seseorang.

2. Causality, kompetensi dapat memprediksi perilaku dan kinerja.

3. Performance, kompetensi memprediksi secara nyata dan efektif (dalam hal ini

minimal dapat diterima) atau kinerja superior yang terukur sesuai dengan kriteria spesifik atau standar.

(53)

Kompetensi dasar dapat dianalogikan dengan threshold competency (Spencer & Spencer, 1993) Kompetensi ini wajib dimiliki oleh setiap pejabat struktural. Kompetensi dasar untuk Pejabat Struktural Eselon II, III, dan Eselon IV terdiri atas 5 (lima) kompetensi meliputi, integritas, kepemimpinan, perencanaan dan pengorganisasian, kerjasama, serta fleksibilitas.

Kompetensi dasar, oleh Ruky (2003) disebut kompetensi inti (core competencies) yaitu kelompok kompetensi yang berlaku/harus dimiliki oleh semua orang dalam organisasi.

Contoh kelompok core competency menurut Ruky (2003) seperti: terfokus pada pelanggan, kesadaran bisnis, manajemen perubahan, orientasi pada prestasi/output, komunikasi, kerjasama kelompok, kepemimpinan, mengembangkan orang lain, berpikir analitis, dan pemecahan masalah.

Kompetensi bidang adalah kompetensi yang diperlukan oleh setiap pejabat struktural sesuai dengan bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003 ditentukan bahwa kompetensi bidang dipilih dari 33 (tiga puluh tiga) kompetensi yang tersedia dalam kamus kompetensi jabatan sesuai dengan bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, dengan jumlah antara 5 (lima) sampai dengan 10 (sepuluh) kompetensi.

(54)

yang spesifik dengan bidang pekerjaan yang dilaksanakan serta pengetahuan dan keterampilan yang relevan yang lebih bersifat teknis.

Seseorang yang tidak berhasil melaksanakan tugas pekerjaan, bukanlah berarti ia tidak memiliki kompetensi, tetapi mungkin saja karena yang bersangkutan memiliki kompetensi yang tidak sesuai dengan pekerjaannya. Hal ini sering kita jumpai di lingkungan instansi pemerintah bahwa seorang pegawai memiliki kompetensi yang tidak sesuai dengan persyaratan kompetensi minimal yang dituntut oleh jabatannya. Pada hakikatnya tidak ada orang atau PNS yang sama sekali tidak memiliki kompetensi.

Kesesuaian antara persyaratan jabatan dengan pemegang jabatan sangat signifikan mempengaruhi efektivitas pelaksanaan tugas dan kepuasan kerja PNS yang bersangkutan. Untuk mengetahui seberapa jauh kesesuaian (matching) antara kompetensi jabatan dengan kompetensi individu (pemegang jabatan), dilakukan melalui proses pengukuran kompetensi.

Pengukuran kompetensi adalah proses membandingkan antara kompetensi jabatan yang dipersyaratkan dengan kompetensi yang dimiliki oleh pegawai atau pemegang jabatan (Keputusan Kepala BKN Nomor 46A Tahun 2003).

(55)

Keberhasilan menyesuaikan atau menyelaraskan antara kompetensi jabatan yang dipersyaratkan dengan kompetensi pegawai atau pemegang jabatan tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut:

1. Pengukuran kompetensi individu yang akurat

2. Model kompetensi jabatan

3. Metode pengukuran kompetensi

Pengukuran kompetensi dapat dilakukan dengan menggunakan metode yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Menurut Spencer & Spencer metode pengukuran meliputi Behavioral Event Interviews (BEI), Tests, Assessment Centers, Biodata, dan Ratings.

Menurut Kusumastuti (2004) terdapat beberapa metode dan alat ukur yang digunakan dalam pengukuran kompetensi seperti Referensi dari professional.

Assessment Center, Psikotes, Graphology/Astrology/phrenology, Wawancara

Perilaku (Behavioral Event Interview/ Competency Based Interview), Self Assessment, Panel, Penilaian 360o, Kuesioner Ordinal/Likert, dan Biodata (Life History Assessment)

Diantara metode dan alat ukur tersebut Assessment Center merupakan metode yang terjamin dari segi objektivitas, validitas dan reliabilitasnya. Selanjutnya metode Wawancara Perilaku (Competency Based Interview) dan Kuesioner.

1. Assessment Center

(56)

assessment, dilakukan berdasarkan suatu acuan tertentu yang bersifat multi kriteria, keterlibatan sejumlah assessor dalam sebuah proses assessment, informasi dan data yang diperoleh diintegrasikan sedemikian rupa sehingga tersusun suatu kesimpulan berupa rekomendasi sebagai hasil program assessment center.

2. Wawancara perilaku (Competency Based Interview)

Wawancara perilaku (Behavioral Event Interview/ Competency Based

Interview) adalah teknik wawancara yang ditujukan untuk menggali informasi

tentang kompetensi seorang pegawai yang didasarkan pada perilaku nyata dari pegawai tersebut, Prinsip dasar dalam wawancara dengan metode CBI ini adalah untuk mengetahui apa yang sebenarnya dilakukan orang dalam situasi kritis yang mereka hadapi, bukan apa yang mereka pikir atau mereka lakukan (Kusumastuti, 2004)

Melalui metode ini, pewawancara mengajukan pertanyaan kepada pegawai yang diukur kompetensinya untuk mengidentifikasi dan menggambarkan situasi-situasi paling kritis yang telah dialaminya dalam bekerja seperti situasi-situasi atau jenis tugas apa yang dilakukan, siapa yang terlibat, apa yang dilakukan waktu itu, dan apa hasil yang dicapai. Diharapkan dari hasil wawancara ini dapat diketahui karakteristik dari pegawai tersebut yang sesungguhnya

(57)

distandarkan menjadi Standar Kompetensi Jabatan (SKJ) yang telah ditetapkan untuk suatu jabatan.

3. Kuesioner Kompetensi.

Metode kuesioner kompetensi sering juga disebut self assessment yang mendorong para pegawai untuk berpikir tentang dirinya sendiri menurut sudut pandang dimensi-dimensi kompetensi. Dengan alat ukur berupa kuesioner kompetensi ini dapat diungkapkan kekuatan-kekuatan dan keterbatasan-keterbatasan kompetensi seseorang dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya. Bentuk metode ini bersifat terbuka atau tertutup seperti Ordinal atau Likert yang berisi sekumpulan pernyataan yang harus dipilih oleh pegawai. Pernyataan disusun berdasarkan standar kompetensi jabatan yang telah ditetapkan. Kuesioner ini digunakan untuk menggali kompetensi apa saja, khusus untuk kuesioner Likert cocok untuk pegawai tertentu yang terbatas pemahamannya.

(58)

berisi pertanyaan yang relatif sama kepada semua tingkatan/eselon, padahal hanya sedikit dari pertanyaan tersebut yang relevan dengan pekerjaan.

4. Psikotes

Dalam lingkungan psikologi dikenal adanya tes kepribadian, atau pengukuran sikap yang disebut dengan tes psikometri, tetapi dalam masyarakat awam tes semacam ini lebih dikenal dengan istilah psikotes. Menurut Kusumastuti dan Latief Sastranegara (2004) bahwa psikotes atau tes psikometri adalah suatu metode untuk mengukur perilaku seseorang guna menggali informasi tentang aspek kemampuan dalam hal kecerdasan, penyesuaian diri, dan sikap perilaku kerja. Proses menggali aspek-aspek intelektual atau kepribadian dalam tes psikometri akan mengungkapkan potensi individu dalam menguasai suatu kompetensi (Prihadi, 2004). Untuk mengukur kompetensi dari tugas pekerjaan yang spesifik diperlukan metode tambahan seperti analisis kasus dan presentasi.

2.3. Landasan Teori

(59)

motivasi. Menurut Spencer and Spencer (1994) bahwa komponen utama kompetensi adalah pengetahuan dan keterampilan (Hutapea, 2008).

2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori, maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep

Kinerja Petugas Promosi Kesehatan

(Y) Kompetensi (X)

1. Pengetahuan 2. Sikap

5. Keterampilan

Karateristik Responden 1. Umur

2. Pendidikan 3. Lama bertugas

(60)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk survei dengan menggunakan pendekatan explanatory research yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun, 1996). Explanatory research untuk menganalisis pengaruh antara variabel independen yaitu kompetensi petugas kesehatan terhadap variabel dependen yaitu kinerja petugas promosi kesehatan masyarakat.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di 7 Puskesmas Induk dan 10 Puskesmas Pembantu Kota Pematangsiantar. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada rendahnya pencapaian target program promosi kesehatan.

Penelitian dilaksanakan pada Maret 2009

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas promosi kesehatan sebanyak 34 orang di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar.

Sampel adalah seluruh populasi.

3.4. Metode Pengumpulan Data

(61)

Data primer diperoleh melalui wawancara dengan alat kuesioner meliputi: karakteristik responden dan kompetensi petugas kesehatan serta kinerja petugas kesehatan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar

Kuesioner ini telah diuji dengan uji validitas dan reliabilitas di kabupaten Simalungun dengan melibatkan 30 responden. Uji validitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur yang digunakan dapat mengukur yang ingin diukur sedangkan uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur tersebut tetap konsisten apabila pengukuran dilakukan dua kali atau lebih. Untuk menguji kehandalan instrumen dilakukan uji ketepatan (validitas) dan uji ketelitian (reliabilitas). Untuk memperoleh hasil uji validitas digunakan koefisien corrected item-total correlation. Sedangkan untuk memperoleh hasil uji reliabilitas dilakukan dengan uji koefisien menggunakan uji Cronbach (Cronbach Alpha). Menurut Ghozali (2005) dan Kuncoro (2003) suatu variabel dikatakan valid jika nilai Corrected Item-Total Correlation > 0,361 dan dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha > 0,80. Hasilnya menunjukkan kuesioner valid dan reliabel .(Data terlampir)

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari catatan atau dokumen di Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar mencakup gambaran umum Puskesmas, data demografi dan geografis wilayah penelitian.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

(62)

Variabel independen atau bebas adalah kompetensi petugas kesehatan. Kompetensi petugas kesehatan adalah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki tenaga promosi kesehatan dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya berdasarkan pertanyaan yang telah disiapkan, dihitung berdasarkan skore yang telah ditentukan.

Pengetahuan merupakan segala informasi yang diketahui petugas kesehatan tentang tugas dan wewenangnya sebagai petugas promosi kesehatan yakni strategi pemberdayaan masyarakat, bina suasana dan advokasi yang berkaitan dengan proses pembelajaran informasi, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Variabel pengetahuan ditentukan berdasarkan sejumlah pernyataan dalam instrumen angket yang tersedia di lampiran, yaitu : tahu dan tidak tahu.

Kemudian jumlah skoring pernyataan itu ditotal setiap variabel dan dikelompokkan menjadi kategori baik, cukup dan tidak baik. Kategori baik apabila jumlah nilai benar ≥ 80% atau jumlah soal yang benar > 15 pertanyaan yang dijawab benar, cukup apabila jumlah nilai benar 60-75% atau jumlah soal yang benar 12-15 sedangkan kurang apabila jumlah jawaban yang benar < 60% (<12 soal)

(63)

a. Tidak setuju = 1 b. Setuju = 2 c. Sangat setuju = 3

Kemudian jumlah skoring pernyataan itu ditotal setiap variabel dan dikelompokkan menjadi kategori baik, cukup dan kurang. Kategori baik, apabila jumlah nilai ≥ 96 , cukup apabila jumlah nilai 72-96 sedangkan kurang apabila jumlah nilai < 72.

Keterampilan adalah kapasitas seseorang untuk belajar lebih lanjut atau mempelajari hal-hal baru. Pengetahuan praktis, penguasaan alat, dan penguasaan ketrampilan tertentu yang diharapkan dimiliki seorang petugas promosi kesehatan agar dapat bekerja pada jabatan/profesi/pekerjaan/ fungsi. Variabel keterampilan dibuat suatu skoring terhadap sejumlah pernyataan dalam instrumen angket yang tersedia di lampiran, yaitu :

a. Tidak mampu = 1 b. Mampu = 2

c. Sangat mampu = 3

Kemudian jumlah skoring pernyataan itu ditotal setiap variabel dan dikelompokkan menjadi kategori baik, cukup dan kurang. Kategori baik, apabila jumlah nilai ≥ 52, cukup apabila jumlah nilai yang diperoleh 39-52 sedangkan kurang apabila jumlah nilai < 39.

(64)

berdasarkan nilai yang telah ditentukan. Variabel kinerja petugas promosi kesehatan, dibuat suatu skoring terhadap sejumlah pernyataan dalam instrumen angket yang tersedia di lampiran, yaitu:

a. Buruk = 1 b. Baik = 2 c. Sangat baik = 3

Kemudian jumlah skoring pernyataan itu ditotal setiap variabel dan dikelompokkan menjadi kategori baik dan tidak baik. Kategori baik, apabila jumlah nilai ≥ 98 cukup 74-97 sedangkan buruk apabila jumlah nilai < 74

3.6. Metode Pengukuran

Metode pengukuran yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Variabel Independen dan Dependen Penelitian

No Variabel Penelitian Alat Ukur Cara Ukur Hasil ukur

Kategori Skala Ukur

a. Variabel Independen

1 Pengetahuan kuesioner wawancara ≥ 80% 2. baik ordinal

60-75% 1. cukup < 60% 0.tidak baik

2 Sikap kuesioner wawancara ≥96 2. baik ordinal

72-96 1. cukup < 72 0.tidak baik

3 Keterampilan kuesioner wawancara ≥ 52 2. baik ordinal

39-52 1. cukup <39 0.tidak baik

b. Variabel Dependen

Kinerja Petugas kuesioner wawancara ≥ 97 2. baik ordinal

Kesehatan 74-97 1. cukup

< 74

(65)

3.7. Metode Analisis Data

Data yang telah terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data dengan menggunakan cara sebagai berikut :

1. Pemeriksaan data (editing), sebelum dilakukan pengolahan data, perlu data tersebut diperiksa lebih dahulu. Jadi dalam penelitian ini disediakan instrumen angket mengenai kompetensi petugas kesehatan Data tersebut diperiksa lebih dahulu. Data dibagikan kepada responden. Kemudian data dikumpul dan diteliti mengenai jawaban responden.

2. Pembuatan kode (coding), melakukan code terhadap data yang sudah diedit, sebagai usaha untuk menyederhanakan data.

3. Analisis statistik.

Data yang telah dikumpulkan diolah dan dianalisis dengan menggunakan komputer. Adapun analisis data yang digunakan adalah:

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan pada seluruh variabel untuk mendeskripsikan tiap variabel yang akan diteliti yaitu karateristik responden dan kompetensi petugas kesehatan.

b. Analisis Bivariat

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep
Tabel 3.2 Variabel Independen dan Dependen Penelitian
Tabel 4.1 Distribusi  Karakteristik  Responden  di   Kota  Pematangsiantar Tahun  2009
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pengalaman Sebagai Tenaga                  Promosi Kesehatan Tahun 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hampir 80% layanan internet disedot oleh website Untuk menampilkan informasi mengenai Majalah wanita Gogirl maka dibuatlah sebuah website dengan menggunakan software

Website sebagai bagian dari teknologi internet berperan penting dalam penyebaran informasi, berbagai kegiatan yang bersifat online, serta berbagai aktivitas lain yang

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Program Diploma Tiga (D.III).

Beban mati dan beban hidup seringkali selama konstruksi dari satu lantai melampaui kemampuan pikul dari lantai pendukung perancah dibawahnya, maka perlu dibutuhkan

Lingkungan dan motivasi sangat berpengaruh besar terhadap suatu bisnis, dengan lingkungan masyarakat yang Islami masih saja penerapan berbisnisnya tidak sesuai dengan

watt dengan intensitas cahaya yang naik sebesar 26 lux. Ketika tegangan diubah dari 200 V ke 150 V daya yang diserap mengalami penurunan sebesar 4.462 watt dengan intensitas cahaya

Table 5-5 Current density-voltage parameters of perovskite solar cell FTO/DenseTiO2/perovskite/Au when fabricated with changing fabrication spin speed of compact TiO2 layer.. Table

Apabila user memilih Rincian Subnet, maka akan muncul form rincian, yang berisi IP Address, Binary IP Address, Hexadesimal IP Address, Network Class, Range First IP Address,