• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Model Fuzzy Pada Analytic Hierarchy Process

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Model Fuzzy Pada Analytic Hierarchy Process"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN MODEL FUZZY PADA ANALYTIC HIERARCHY

PROCESS

SKRIPSI

HAPPY DAHLIA MANALU

050803057

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

(2)

KAJIAN MODEL FUZZY PADA ANALYTIC HIERARCHY PROCESS

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains.

HAPPY DAHLIA MANALU 050803057

DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKUTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010

(3)

PERSETUJUAN

Judul : KAJIAN MODEL FUZZY PADA ANALYTIC

HIERARCHY PROCESS

Kategori : SKRIPSI

Nama : HAPPY DAHLIA MANALU

Nomor Induk Mahasiswa : 050803057

Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA

Departemen : MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Juni 2010 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof. Dr. Iryanto, M. Sc Drs. Marwan Harahap, M. Eng NIP. 194604041971071001 NIP. 194612251974031001

Diketahui oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua

Dr.Saib Suwilo, M.Sc NIP. 196401091988031004

(4)

PERNYATAAN

KAJIAN MODEL FUZZY PADA ANALYTIC HIERARCHY PROCESS

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2010

HAPPY DAHLIA MANALU 050803057

(5)

PENGHARGAAN

Terima kasih kepada Yesus Kristus atas anugerah terindah dan kasih yang melimpah yang telah diberikan-Nya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sebaik mungkin.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada :

1. Bapak Marwan Harahap M.Eng dan Bapak Prof Iryanto, M.Si, selaku pembimbing yang telah memberikan panduan dan kepercayaan kepada saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Ucapan terimakasih tidak lupa saya tujukan kepada Bapak Dekan dan pembatu Dekan FMIPA USU.

3. Ucapan terima kasih juga saya tujukan kepada bapak Dr. Saib Suwilo M. Sc, selaku ketua Departemen Matematika Fakultas Matematika dan semua doasen-dosen matematika seluruhnya.

4. Teman-teman seperjuangan jurusan Matematika USU stambuk 2005 yang telah mendukung saya untuk tetap berusaha dalam penulisan skripsi ini.

5. Akhirnya tidak terlupakan kepada Ayah dan Ibu yang sangat saya kasihi, Tolu Manalu abang saya beserta keluarganya, Pesta dan Victor adik-adik saya yang selama ini selalu setia mendoakan dan mendorong saya untuk tetap bertekun di dalam doa dan dalam setiap pencobaan.

6. Dan yang tidak terlupakan buat rekan sepelayanan saya, Tim Pelayan Chapel beserta Majelis yang menjadi tiang-tiang doa buat saya, terkhusus buat Bunda Gloria dan Tante Rita yang berperan menjadi orang tua saya di Medan, dan kepada rekan-rekan White House buat semua dukungan yang diberikan.

7. Dan juga buat Elyonai (k’intan, Vero, Ruth Flora, Edward, dan Dedi) Kasih Yesus Kristus selalu menyertai kita semua. Amin.

Medan, Juni 2010 Penulis

Happy Dahlia Manalu

(6)

ABSTRAK

AHP merupakan suatu metode pengambilan keputusan dengan memberikan prioritas pilihan dari berbagai alternatif. Penggunaan AHP dimulai dengan membuat struktur hierarki dari kriteria-kriteria dan sub-sub kriteria. Dan karena menggunakan pemikiran manusia yang mempunyai pandangan berbeda sehingga sulit memberikan nilai yang pasti. Maka untuk menangani hal tersebut perlu adanya pendekatan metode fuzzy.

(7)

STUDY OF FUZZY MODEL OF ANALYTIC HIERARCHY PROCESS

ABSTRACT

AHP is a decision making methode with the using choice of priority from the alternatifs. Application of AHP is begin by making the hierarchy structur of studied problem. And, bacause of using the thinking of human it is so hard to take a decision. So, to handling the situation it used the fuzzy methode.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Penyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Tinjauan Pustaka 2

1.4 Tujuan Penelitian 5

1.5 Kontribusi Penelitian 5

1.6 Metode Penelitian 6

BAB 2 LANDASAN TEORI 7

2.1 Analityc Hierarchy Process (AHP) 7

2.1.1 Proses Penentuan Prioritas dengan Metode AHP 9

2.1.2 Penyusunan Prioritas 10

2.1.3 Eigen value dan Eigen vector 13

2.1.4 Uji Konsistensi Indeks dan Rasio 18

BAB 3 PEMBAHASAN 3.1 Analityc Hierarchy process 29

3.2 Transformasi Logika Fuzzy terhadap AHP 30

3.3 Perhitungan Bobot Fuzzy AHP 34

3.4 Analisis Numerik 36

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 43

4.1 Kesimpulan 43

4.2 Saran 43

DAFTAR PUSTAKA 44

(9)

DAFTAR TABEL

TABEL Halaman

1.3.1 Tabel Matriks Comparison 3

2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan 11

2.2 Skala Saaty 12

2.4 Nilai indeks random 17

3.2.2 Skala TFN dalam variabel Linguistik 32

3.2.4 Matriks Perbandingan AHP 33

3.2.5 Matriks dalam skala TFN 34

3.4.2 Tabel perbandingan AHP untuk Kriteria 39 3.4.3 Tabel Perbandingan AHP untuk criteria

Bentuk dengan alternative peristiwa 39 3.4.4 Tabel Perbandingan AHP untuk criteria Kegunaan

dengan alternative peristiwa 39

3.4.5 Tabel Perbandingan AHP untuk criteria Tahan lama

dengan alternative peristiwa 40

3.4.6 Tabel Perbandingan Fuzzy AHP criteria 40 3.4.7 Perbandingan untuk alternatif peristiwa

dari konsep produk dengan Fuzzy AHP 41 3.4.8 Hasil penilaian Alternatif berdasarkan Kriteria 42

(10)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman

2.1 Bilangan fuzzy Triangular 20

2.2 Himpunan fuzzy : BERAT (kurva triangular) 21

2.3 Bilangan fuzzy Trapezoidal 22

2.4 Himpunan fuzzy : BERAT (kurva trapezoidal) 22 2.5 Support set untuk himpunan fuzzy BERAT 23 2.6 Nilai Alfa-Cut untuk himpunan fuzzy BERAT 24

3.2.1 Grafik Fungsi keanggotaan Fuzzy 31

3.2.2 Fungsi Keanggotaan Linguistik Variabel 31

3.4 Analisis Numerik 38

3.4.1 Hierarki Keputusan 38

(11)

ABSTRAK

AHP merupakan suatu metode pengambilan keputusan dengan memberikan prioritas pilihan dari berbagai alternatif. Penggunaan AHP dimulai dengan membuat struktur hierarki dari kriteria-kriteria dan sub-sub kriteria. Dan karena menggunakan pemikiran manusia yang mempunyai pandangan berbeda sehingga sulit memberikan nilai yang pasti. Maka untuk menangani hal tersebut perlu adanya pendekatan metode fuzzy.

(12)

STUDY OF FUZZY MODEL OF ANALYTIC HIERARCHY PROCESS

ABSTRACT

AHP is a decision making methode with the using choice of priority from the alternatifs. Application of AHP is begin by making the hierarchy structur of studied problem. And, bacause of using the thinking of human it is so hard to take a decision. So, to handling the situation it used the fuzzy methode.

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Dalam memilih sesuatu, mulai yang memilih yang sederhana sampai ke hal yang sangat rumit yang dibutuhkan bukanlah berpikir yang rumit, tetapi bagaiman berpikir secara sederhana.

AHP adalah prosedur yang berbasis matematis yang sangat baik dan sesuai untuk kondisi evaluasi atribut-atribut tersebut. Secara matematika dikuantitatifkan dalam satu set perbandingan berpasangan. Perbandingan berpasangan dipergunakan untuk membentuk hubungan di dalam struktur. Hasil dari perbandingan berpasangan ini membentuk matriks dimana skala rasio diturunkan dalam bentuk eigen vektor utama.

Kelebihan AHP dibandingkan dengan yang lainnya karena adanya struktur yamg berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai kepada sub-sub kriteria yang paling mendetail. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan altenatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan (Saaty, 1990). Penggunaan AHP dimulai dengan membuat struktur atau jaringan dari permasalahan yang ingin diteliti. Di dalam hierarki terdapat tujuan utama, kriteria-kriteteria, sub-sub kriteria, dan alternatif-alternatif yang akan dibahas.

Karena menggunakan input persepsi manusia, model ini dapat mengolah data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Selain itu AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi-objektif dan multi-kriteria yang didasarkan pada perbandingan preferensi dari setiap element dalam hierarki.

(14)

Di dalam penerapan Analytical Hierarchy Proses (AHP) untuk pengambilan keputusan dengan banyak kriteria yang bersifat subjektif, seringkali seorang pengambil keputusan dihadapkan pada suatu permasalahan yang sulit dalam penentuan bobot setiap kriteria. Untuk membantu para pengambil keputusan diperlukan suatu metode yang lebih memperhatikan keberadaan kriteria-kriteria yang bersifat subjektif tersebut. Salah satu metode pendekatan yang sering dipakai adalah konsep Fuzzy.

Logika Fuzzy merupakan sebuah logika yang memiliki nilai kekaburan atau kesamaran (Fuzyness) antara benar dan salah. Dalam teori Fuzzy sebuah nilai bisa bernilai benar dan salah secara bersamaan namun berapa besar kebenaran dan kesalahan suatu nilai tergantung kepada bobot keanggotaan yang dimilikinya. Pedekatan logika Fuzzy terhadap AHP akan didekati melalui Fuzzy triangular dengan mengkoversikan nilai skala Saaty ke dalam bilangan Fuzzy. Dan bilangan Fuzzy digunakan untuk merepresentasikan penilaian terhadap berbagai kriteria dan besar kemungkinan dari berbagai tingkat kesuksesan.

1.2 Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka masalah yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah bagaimana memberikan pembobotan dengan logika Fuzzy pada AHP

1.3 Tinjauan Pustaka

Dalam jurnal Latifah, Siti [2] menjelaskan tentang metode AHP yang telah banyak digunakan untuk menetukan prioritas pilihan-pilihan dengan banyak kriteria tetapi penerapannya telah meluas sebagai model alternatif mamfaat biaya, peramalan dan lain-lain. Pendeknya AHP menawarkan penyelesaian masalah keputusan yang melibatkan seluruh sumber kerumitan seperti yang didefinisikan diatas.

(15)

Pada bukunya Saaty, L [6] menguraikan metode AHP yang menjelaskan tentang pemodelan permasalahan dilakukan cara memodelkan permasalahan secara bertingkat yang terdiri dari kriteria dan altematif. Metode AHP tidak saja digunakan untuk menentukan prioritas pilihan dengan banyak kriteria (multikriteria), tetapi penerapannya telah meluas sebagai metode alternatif untuk menyelesaikan bermacam-macam masalah.

Saaty juga memakai metode matriks perbandingan dalam menentukan bobot kriteria dalam membuat keputusan yang terbaik, adapun bentuk matriksnya adalah sebagai berikut:

1.3.1 Tabel matriks comparison

Dalam jurnal Raharjo, Jani [5] Juga menguraikan tentang Analytical hierarchy Proses (AHP) untuk pengambilan keputusan dengan banyak kriteria yang bersifat subjektif, seringkali seorang pengambil keputusan dihadapkan pada suatu permasalahan yang sulit dalam penetuan bobot setiap kriteria.

Jurnal itu juga menjelaskan tentang langkah-langkah dalam mengambil keputusan berdasarkan bobot kriteria yang mengacu pada AHP.

Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

Pada langkah (1) yaitu penilaian alternatif, pengambil keputusan diminta memberikan suatu rangkaian penilaian terhadap altrnatif x yang ada dalam bentuk bilangan fuzzy triangular (triangular fuzzy number (TFN)), yang disusun berdasarkar variabel linnguistik. Selanjutnya, nilai fuzzy didefinisikan bagi setiap alternatif pada setiap kriteria.

(16)

Dalam langkah (2), yaitu pembobotan kriteria, Zeleiny (1983) membaginya menjadi dua tipe yaitu: (1) bobot prior w yang sifatnya relatif stabil, menggambarkan keadaan psikologis dan sosial dari pengambil keputusan, (2) bobot informasi A,, sifatnya tidak stabil.

Bobot prior, pada dasamya merupakan modifikasi pembobotan AHP yang dikembangkan oleh Saaty. Dimana langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:

Menentukan perbandingan berpasangan

,

,...,

2

,

1

,

i

j

n

w

w

a

j i

ij

=

=

=

di mana n menyatakan jumlah kriteria yang dibandingkan, wibobot untuk kriteria ke- i, dan aijadalah perbandingan bobot kriteria ke- i dan j . Jika indeks konsistensi lebih dari satu, maka perbandingan berpasangan harus diulang.

Menormalkan setiap kolom dengan cara membagi setiap nilai pada kolom ke-i dan baris ke- j dengan nilai terbesar pada kolom ke- i

j i a a a ij ij

ij , ,

max

ˆ = ∀

Menjumlahkan nilai pada setiap kolom ke-i, yaitu = ∀ j

ij

i a i

aˆ ˆ ,

Akhirnya bobot prior bagi setiap kriteria ke-i, didapat dengan membagi setiap

nilai a, dengan jumlah kriteria yang dibandingkan (n),yaitu:

i n a

w i

i = ,∀

ˆ

Dalam bukunya Sri Kusumahdewi [4] menjelaskan bahwa keanggotaan fuzzy

memberikan suatu ukuran terhadap pendapat atau keputusan. Sehingga ada beberapa

alasan mengapa orang menggunakan logika fuzzy, antara lain:Konsep logika fuzzy

mudah dimengerti, Konsep matematis yang mendasari penalaran fuzzy sangat

sederhana dan mudah dimengerti. Logika fuzzy juga sangat fleksibel dan memiliki

(17)

toleransi terhadap data-data yang tidak tetap. Fuzzy mampu memodelkan

fungsi-fungsi nonlinear yang sangat kompleks.

Pada buku Robandi iman [6] mendefeniskan keanggotaan Fuzzy, bahwa derajat

fungsi keanggotaan suatu himpunan fuzzy sebagai vektor bilangan yang dimensinya

tergantung level diskrit.

Pada bukunya Widodo dkk [7] halaman (100-106) mengatakan bahwa nilai

atau data yang diambil dari suatu alat ukur adalah tidak pasti. Posisi nilai ini pada

interval yang pasti R, x ε[a1,a2] dengan a1 ≤ a2. Hal ini menunjukkan bahwa untuk

memastikan nilai x lebih atau sama dengan a2.

1. 3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan memperoleh hasil yang lebih akurat dari metode Analytical

Hierarchy Process dalam pengambilan keputusan dengan logika Fuzzy.

1.4 Kontribusi Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya metode pengambilan keputusan

dan sangat membantu pimpinan untuk mengambil keputusan yang lebih akurat.

1.5 Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat studi kasus terhadap permasalahan sehari-hari yang disusun

berdasarkan rujukan pustaka dengan tahapan sebagai berikut:

1) Melakukan studi dari jurnal, buku dan artikel di internet yang

berhubungan dengan proses AHP dan fuzzy AHP.

2) Mendefenisikan AHP (skala saaty) ke dalam Bilangan fuzzy

3) Melakukan study kasus untuk dimodelkan terhadap fuzzy

(18)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Analytic Hierarchy Process

Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie

Saaty dari Wharston Business school untuk mencari ranking atau urutan prioritas dari

berbagai alternatif dalam pemecahan suatu permasalahan. Dalam kehidupan

sehari-hari, seseorang senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai

alternatif. Disini diperlukan penentuan prioritas dan uji konsistensi terhadap

pilihan-pilihan yang telah dilakukan. Dalam situasi yang kompleks, pengambilan keputusan

tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan multifaktor dan mencakup berbagai

jenjang maupun kepentingan.

Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang

digunakan untuk menemukan skala rasio baik dari perbandingan berpasangan yang

diskrit maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran

aktual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif.

AHP memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran

dan ketergantungan di dalam dan di luar kelompok elemen strukturalnya.

Analytic Hierrchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari:

1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks

perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat

berkebalikan. Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting daripada B maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A.

(19)

2. Homogenity, yang mengandung arti kesamaan dalam melakukan

perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan

jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan

jika membandingkan dalam hal berat.

3. Dependence, yang berarti setiap jenjang (level) mempunyai kaitan

(complete hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan

yang tidak sempurna (incomplete hierarchy).

4. Expectation, yang artinya menonjolkan penilaian yang bersifat

ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian

dapat merupakan data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.

Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP)

ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain:

1. Decomposition;

2. Comparative judgment;

3. Synthesis of Priority;

4. Logical Consistency.

1. Decomposition

Pengertian decomposition adalah memecahkan atau membagi problema

yang utuh menjadi unsur-unsurnya ke dalam bentuk hierarki proses

pengambilan keputusan, dimana setiap unsur atau elemen saling

berhubungan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan

dilakukan terhadap unsur-unsur sampai tidak mungkin dilakukan

pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari

persoalan yang hendak dipecahkan. Struktur hirarki keputusan tersebut

dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete. Suatu hirarki

keputusan disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat

memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat

berikutnya, sementara hirarki keputusan incomplete kebalikan dari hirarki

yang complete.

2. Comparative judgment

(20)

Comparative Judgment dilakukan dengan membuat penilaian tentang

kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam

kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari

AHP karena akan berpengaruh terhadap urutaan prioritas dari

elemen-elemenya. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk

matriks pairwise comparisons yaitu matriks perbandingan berpasangan

memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala

preferensi yang digunakan yaitu skala 1 yang menunjukkan tingkat yang

paling rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang

menunjukkan tingkatan yang paling tinggi (erxtreme importance).

3. Synthesis of Priority

Synthesis of Priority dilakukan dengan menggunakan egine vector method

untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur-unsur pengambilan keputusan.

4. Logical Consistency

Logical Consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai

dengan mengagregasikan seluruh eigenvector yang diperoleh dari berbagai

tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu vector composite

tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan.

2.1.1 Proses Penentuan Prioritas dengan Metode AHP

Tahapan-tahapan pengambilan keputusan dalam metode AHP pada dasarnya

meliputi:

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum,

dilanjutkan dengan kriteria-kriteria, sub kriteria dan

alternatif-alternatif pilihan yang ingin di ranking

3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang

menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen

terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat

diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau

(21)

judgment” dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat

kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya

4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen

di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap

kolom

5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika

tidak konsisten pengambil data (preferensi) perlu diulangi. Nilai

eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maximum

yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun manual

6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki

7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan

berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen.

Langkah ini mensintesis pilihan dan penentuan prioritas

elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan

8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan

CR<0,100 maka penilaian harus diulang kembali.

2.1.2 Penyusunan Prioritas

Menentukan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun perbandingan

berpasangan yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk

setiap sub hirarki. Perbandingan tersebut ditransformasikan dalam bentuk matriks.

Contoh, terdapat n objek yang dinotasikan dengan (A1, A2,...,An) yang akan dinilai

berdasarkan pada nilai tingkat kepentingannya antara lain Ai dan Aj dipresentasikan

dalam matriks Pairwise Comparison.

(22)

Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan

A1 A2 . . . An

A1 a11 a12 . . . a1n

A2 a21 a22 . . . a2n

An am1 am2 ann

Membuat matriks perbandingan berpasangan memerlukan besaran-besaran yang

mampu mencerminkan perbedaan antara faktor satu dengan faktor lainnya. Untuk

menilai perbandingan tingkat kepentingan satu elemen terhadap elemen lainnya

digunakan skala 1 sampai 9. Pendekatan AHP menggunakan skala Saaty mulai dari

bobot 1 sampai 9, seperti terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.2 Skala Saaty

Tingkat

kepentingan

Definisi

1 Sama pentingnya dibanding yang lain

3 Moderat (cukup) pentingnya dibanding yang lain

5 Kuat pentingnya dibanding yang lain

7 Sangat kuat pentingnya dibanding yang lain

9 Ekstrim pentingnya dibanding yang lain

2,4,6,8 Nilai diantara dua nilai yang berdekatan

(23)

Resiprokal Jika elemen i memiliki salah satu angka diatas ketika

dibandingkan elemen j, maka j memiliki kebalikannya

ketika dibanding elemen i

Model AHP didasarkan pada pairwise comparison matrix, dimana

elemen-elemen pada matriks tersebut merupakan judgment dari decision maker. Seorang

decision maker akan memberikan penilaian, mempersepsikan, ataupun

memperkirakan kemungkinan dari sesuatu hal/peristiwa yang dihadapi. Matriks

tersebut terdapat pada setiap level of hierarchy dari suatu struktur model AHP yang

membagi habis suatu persoalan.

Berikut ini contoh suatu Pairwise Comparison Matrix pada suatu level of

Hierarchy, yaitu.

i j k

i 1 8

2 1

A= j 2 1 4

k 1

4 1 8

1

Membacanya atau membandingkannya, dari kiri ke kanan.

Jika i dibandingkan dengan j, maka jvery strong importance dari pada i dengan

nilai judgment sebesar 4. Dengan demikian pada baris 1 kolom 2 diisi dengan

kebalikan dari 4 yaitu 1 4. Artinya,

i dibanding jj lebih penting dari i

jika i dibandingkan dengan k, maka i extreme importance daripada k dengan nilai

judgment sebesar 8. Jadi baris 1 kolom 3 diisi dengan 8, dan seterusnya.

(24)

2.1.3 Eigen value dan Eigenvector

Definisi. Jika A adalah matriks n n× maka vektor tak nol x di dalam n

ℜ dinamakan

eigen vector dari A jika Ax kelipatan skalar x, yakni :

Ax=

λ

x

Skalar

λ

dinamakan eigenvalue dari A dan x dikatakan eigenvector yang bersesuaian

dengan

λ

. untuk mencari eigenvalue dari matriks A yang berukuran n n× maka dapat ditulis pada persamaan berikut :

Ax=

λ

x

atau secara ekivalen

IA)=0

Agar

λ

menjadi eigen value, maka harus ada pemecahan tak nol dari persamaan ini.

Akan tetapi, persamaan diatas akan mempunyai pemecahan tak nol jika dan hanya

jika:

det (λIA)=0

Ini dinamakan persamaan karakteristik A, skalar yang memenuhi persamaan ini adalah

eigen value dari A.

Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen Ai terhadap elemen Aj adalah

ij

a , maka secara teoritis matriks tersebut berciri positif berkebalikan, yakni aij =1 aij. Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor w=(w w w1, 2, 3,...,wn). Nilai wn

menyatakan bobot kriteria An terhadap keseluruhan set kriteria pada sub sistem

tersebut.

Jika aij mewakili derajat kepentingan i terhadap faktor j dan ajk manyatakan kepentingan dari faktor j terhadap faktor k, maka agar keputusan menjadi konsisten,

kepentingan i terhadap faktor k harus sama dengana aij. jk atau jikaa aij. jk =aik untuk semua i,j,k maka matriks tersebut konsisten.

Untuk suatu matriks konsisten dengan faktor w, maka elemen

a

ij dapat ditulis

menjadi :

(25)

i ij j

w

a

w

=

;

i j

,

=

1, 2, 3,...,

n

(1)

Akan diperoleh hubungan persamaan berikut:

0 0

. j = ij ji =

ij w atau a w w

a (2)

Jadi matriks konsisten adalah:

. i . j i

ij jk ik

j k k w

w w

a a a

w w w

= = = (3)

Seperti yang diuraikan diatas, maka untuk pairwise comparison matrix diuraikan

seperti berikut ini:

1

1

j ji i i ij j

w

a

w

w

a

w

=

=

=

(4)

Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa

. i 1 ji

j w a

w = ; ∀i j, =1, 2, 3,...,n (5)

Dengan demikian untuk pairwise comparison matrix yang konsisten menjadi:

1 1 . . n ij ij j ij

a w n

w

=

= ; ∀i j, =1, 2, 3,...,n (6)

1 . n

ij ij ij j

a w nw

=

= ; ∀i j, =1, 2, 3,...,n (7)

Persamaan di atas ekivalen dengan bentuk persamaan matriks di bawah ini:

.

.

A w

=

n w

(8)

Dalam teori matriks, formulasi ini diekspresikan bahwa w adalah eigenvector dari

matriks A dengan eigen value n. Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi matriks

itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut:

1 1

1 1 1

1 2 2 2

2 2 2

1 2

. n

n n n

w w

w w w

w w w w w

A n

w w w

w w w w w

= = (9)

(26)

Pada prakteknya, tidak dapat dijamin bahwa :

ik ij

jk

a

a

a

=

(10)

Salah satu faktor penyebabnya yaitu karena unsur manusia (responden) tidak selalu

dapat konsisten mutlak (absolte consistent) dalam mengekpresikan preferensinya

terhadap elemen-elemen yang dibandingkan. Dengan kata lain, judgment yang

diberikan tidak untuk setiap elemen persoalan pada suatu level hierarchy dapat saja

inconsistent.

2.1.3 Uji Konsistensi Indeks dan Rasio

Dalam teori matriks dapat diketahui kesalahan kecil pada koefisien akan

menyebabkan penyimpangan kecil pada eigenvalue. Dengan mengkombinasikan apa

yang telah diuraikan sebelumnya, jika diagonal utama dari matriks A bernilai satu dan

jika A konsisten maka penyimpangan kecil dari aijakan tetap menunjukkan

eigenvalue terbesar

λ

maks, nilainya akan mendekati n dan eigenvalue sisanya akan

mendekati nol. Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dengan indeks konsistensi

dengan persamaan:

( )

( 1)

maks n CI

n

λ

− =

− (11)

Di mana: CI = Rasio penyimpangan (deviasi) konsistensi (consistency index)

maks

λ

= eigenvalue maksimum

n = ukuran matriks

Apabila CI bernilai nol, berarti matriks konsisten, batas ketidakkonsistensi

(inconsistency) yang ditetapkan Saaty diukur dengan menggunakan Rasio Konsistensi

(CR), yakni perbandingan indeks konsistensi dengan nilai random indeks (RI) yang

diperlihatkan seperti tabel 2.3. Nilai ini bergantung pada ordo matriks n. Dengan

demikian, Rasio Konsistensi dapat dirumuskan :

CI CR

RI

= (12)

(27)

Tabel 2.3 Nilai Indeks Random (RI)

Ukuran

Matriks

1,2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

RI 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1.56 1,58 1,59

2.2Teori Himpunan Fuzzy

Himpunan A dikatakan crisp jika sebarang anggota-anggota yang ada pada himpunan

A tersebut dikenakan suatu fungsi, akan bernilai 1 yakni jika a∈A maka fungsi a=1.

Namun jika a∉A, maka nilai fungsi yang dikenakan pada a adalah 0. Nilai fungsi

yang dikenakan pada sebarang anggota himpunan A dikatakan sebagai nilai

keangotaan. Jadi pada himpunan crisp, hanya mempunyai 2 nilai keanggotaan yaitu 0

atau 1. Tetapi pada himpunan fuzzy, nilai keanggotaan dari anggota-anggota nya tidak

hanya 1 dan 0 saja. Tapi berada pada interval tertutup [0,1]. Dengan kata lain

himpunan A dikatakan fuzzy selama fungsi

µ

:A

[ ]

0,1.

Misalkan diketahui klasifikasi sebagai berikut :

MUDA umur < 35 tahun

SETENGAH BAYA 35 ≤ umur ≤ 55 tahun

TUA umur > 55 tahun,

dengan menggunakan pendekatan crisp, amatlah tidak adil untuk menetapkan nilai

SETENGAH BAYA. Pendekatan ini bisa saja dilakukan untuk hal-hal yang bersifat

diskontinu. Misalkan klasifikasi untuk umur 55 dan 56 sangat jauh berbeda, umur 55

tahun termasuk SETENGAH BAYA, sedangkan umur 56 tahun sudah termasuk tua.

Demikian pula untuk kategori MUDA dan TUA. Orang yang berumur 34 tahun

dikatakan MUDA, sedangkan orang yang berumur 35 tahun sudah TIDAK MUDA

lagi. Orang yang berumur 55 tahun termasuk SETENGAH BAYA, orang yang

berumur 55 tahun lebih 1 hari sudah TIDAK SETENGAH BAYA lagi. Dengan

demikian pendekatan crisp ini sangat tidak cocok diterapkan pada hal-hal yang

bersifat kontinu, seperti umur. Selain itu, untuk menunjukkan suatu umur pasti

(28)

termasuk SETENGAH BAYA atau tidak termasuk SETENGAH BAYA, dan

menunjukkan suatu nilai kebenaran 0 atau 1, dapat digunakan nilai pecahan, dan

menunjukkan 1 atau nilai yang dekat 1 untuk umur 45 tahun, kemudian perlahan

menurun menuju ke 0 untuk umur dibawah 35 tahun dan diatas 55 tahun.

2.3 Fungsi Keanggotaan Fuzzy

Sebuah himpunan fuzzy A dari bilangan riil ℜ didefinisikan oleh fungsi

keanggotaannya (dinotasikan oleh A)

A : ℜ → [ 0,1 ]

Jika x∈ℜ maka A(x) dikatakan sebagai derajat keanggotaan x dalam A. Himpunan fuzzy dalam ℜ disebut normal jika terdapat x∈ℜ sehingga A(x) =1.

Himpunan fuzzy dalam ℜ disebut convex jika A adalah unimodal (sebagai

sebuah fungsi). Bilangan fuzzy A adalah himpunan fuzzy dari bilangan riil dengan

normal, (fuzzy) convex dan fungsi keanggotaan yang kontinu dari penyokong yang

terbatas.

2.3.1 Bilangan Fuzzy Triangular

Sebuah himpunan fuzzy A disebut bilangan fuzzy triangular dengan nilai tengah a, sebelah kiri α > 0, dan sebelah kanan β > 0.

Fungsi keanggotaannya adalah sebagai berikut :

− − − − = 0 1 1 ) (

β

α

a t t a t A jika, lainnnya a t a a t a

β

α

+ ≤ ≤ ≤ ≤ − (13)

Penyokong A adalah ( a

α

,b+

β

). Bilangan fuzzy triangular dengan nilai tengah a dilihat sebagai nilai kwantitas fuzzy.
(29)

1

x dekat terhadap a “ atau “x hampir sama dengan a “.

Gambar 2.1 Bilangan Fuzzy Triangular

Contoh 2.2 :

Fungsi keanggotaan triangular untuk himpunan BERAT pada variabel berat badan

(kg) seperti terlihat pada gambar 2.2.

BERAT

µ

[23] = (23-15)/(25-15)

= 8/10

= 4/5

BERAT

(Berat Badan)

Gambar 2.2 Himpunan fuzzy : BERAT (kurva triangular)

2.3.2 Bilangan Fuzzy Trapezoidal

Sebuah himpunan fuzzy A disebut bilangan fuzzy trapezoidal dengan interval

toleransi [ a, ], sebelah kiri αb dan kanan

β

.

Fungsi keanggotaannya adalah sebagai berikut :

(30)

− − − − = 0 1 1 1 ) (

β

α

b t t a t A jika, lainnya b t a b t a a t a

β

α

+ ≤ ≤ ≤ ≤ ≤ ≤ − (14)

Penyokong A adalah ( a

α

,b+

β

). Bilangan fuzzy trapezoidal dapat dilihat sebagai

kwantitas fuzzy.

x mendekati pada interval [ a, ] “ b

α

[image:30.595.184.452.88.210.2]

a a b b+

β

Gambar 2.3 Bilangan Fuzzy Trapezoidal

Contoh 2.3 :

Fungsi keanggotaan trapezoidal untuk himpunan BERAT pada variabel berat badan

(kg) terlihat seperti gambar 2.4.

BERAT

µ

[23] = (35-32)/(35-27)

= 3/8

BERAT

[image:30.595.110.303.527.717.2]

(Berat badan)

Gambar 2.4 Himpunan fuzzy : BERAT (kurva trapezoidal)

(31)

2.4 Himpunan Penyokong ( Support Set )

Terkadang bagian tidak nol dari suatu himpunan fuzzy tidak ditampilkan dalam

domain. Sebagai contoh, domain untuk BERAT adalah 15 kg hingga 35 kg, namun

kurva yang ada dimulai dari 17 kg hingga 33 kg (gambar 2.5). Daerah ini disebut

dengan himpunan penyokong (support set). Hal ini penting untuk menginterpretasikan

dan mengatur daerah fuzzy yang dinamis.

BERAT

[image:31.595.106.336.254.403.2]

Gambar 2.5 Support set untuk himpunan fuzzy BERAT

2.5 Nilai Alfa – Cut

Salah satu teknik yang erat hubungannya dengan himpunan penyokong adalah

himpunan level-alfa (α -cut). Level-alfa ini merupakan nilai ambang batas domain

yang didasarkan pada nilai keanggotaan untuk tiap-tiap domain. Himpunan ini berisi

semua nilai domain yang merupakan bagian dari himpunan fuzzy dengan nilai

keanggotaan lebih besar atau sama dengan α.

Gambar 2.6 Nilai alfa-cut untuk himpunan fuzzy BERAT

[image:31.595.116.360.597.738.2]
(32)

α

- cut lemah dapat dinyatakan sebagai :

µ

A

( )

x

α

α

-cut kuat dapat dinyatakan sebagai :

µ

A

( )

x >

α

2.6 Operasi – operasi Pada Himpunan Fuzzy

Seperti halnya himpunan biasa, ada beberapa operasi yang didefinisikan secara khusus

untuk mengkombinasi dan memodifikasi himpunan fuzzy. Berikut ini beberapa

operasi logika fuzzy yang didefinisikan oleh Zadeh :

Interseksi :

µ

AB =min

(

µ

A

[ ]

x,

µ

B

[ ]

y

)

(15) Union :

µ

AB =max

(

µ

A

[ ]

x,

µ

B

[ ]

y

)

(16) Komplemen :

µ

A'=1−

µ

A

[ ]

x (17)

Karena himpunan fuzzy tidak dapat dibagi dengan tepat, seperti halnya pada

himpunan crisp, maka operasi-operasi ini diaplikasikan pada tingkat keanggotaan.

Suatu elemen dikatakan menjadi anggota himpunan fuzzy jika :

1. Berada pada domain himpunan tersebut.

2. Nilai kebenaran keanggotaannya ≥0

3. Berada diatas

α

- cut yang berlaku

2.6.1 Interseksi Himpunan Fuzzy

Pada himpunan crisp, interseksi antara dua himpunan berisi elemen-elemen yang

berada pada kedua himpunan. Hal ini ekivalen dengan operasi aritmatik atau logika

AND. Pada logika fuzzy konvensional, operator AND diperlihatkan dengan derajat

keanggotaan minimal antar kedua himpunan. Berikut adalah aturan dasar Zadeh untuk

interseksi fuzzy, daerah diantara dua himpunan ditentukan oleh aplikasi operasi

tersebut.

[ ]

[ ]

(

A x B y

)

B

A

µ

µ

µ

=min ,
(33)

2.6.2 Union Himpunan Fuzzy

Union dari dua himpunan dibentuk dengan menggunakan operator OR. Pada logika

fuzzy konvensional, operator OR diperlihatkan dengan derajat keanggotaan minimal

antar kedua himpunan. Operator fuzzy OR jarang sekali digunakan dalam pemodelan

sistem, karena operasi OR pada dasarnya dapat dibentuk sebagai gabungan dari 2

proposisi fuzzy.

Sebagai contoh :

If x is A OR y is B then z is C Dapat dibentuk :

If x is A then z is C If y is B then z is C

Pada kedua kasus, kekuatan nilai keanggotaan antara konsekuen z dan daerah Fuzzy

C oleh max

(

µ

A

[ ]

x,

µ

B

[ ]

y

)

. Seperti halnya pada operator AND, dapat juga

memvisualisasikan proses ini sebagai peng-OR-an bit pada vector Boolean yang

merepresentasikan kebenaran dari ekspresi himpunan karakteristik untuk tiap-tiap

kategori.Untuk membangun himpunan fuzzy menggunakan union dari dua himpunan

berikut digunakan aturan Zadeh dasar untuk union Fuzzy, ditentukan oleh operasi

sebagai berikut :

[ ]

[ ]

(

A x B y

)

B

A

µ

µ

µ

=max , (18)

2.6.3 Komplemen (Negasi)

Komplemen atau negasi suatu himpunan A berisi semua elemen yang tidak berada di

A dan direpresentasikan dengan :

[ ]

x A

A

µ

µ

'=1− (19)

Pada logika fuzzy, komplemen dihasilkan dengan cara menginversikan fungsi

kebenaran untuk tiap-tiap titik pada himpunan fuzzy tersebut.

(34)

2.7 Perhitungan Dasar Logika fuzzy

2.7.1 Fuzzyfikasi

Fuzzyfikasi dalah suatu proses pengubahan nilai tegas/real yang ada ke dalam fungsi

keanggotaan fuzzy.

2.7.2 Defuzzyfikasi

Merupakan proses pemetaan himpunan fuzzy ke himpunan tegas (crips). Proses ini

merupakan kebalikan dari proses fuzzyfikasi

Proses defuzzyfikasi diekspresikan sebagai berikut :

Z = defuzzidier (Z)

Dimana :

Z = Hasil penalaran fuzzy

Z = keluaran fuzzy logic

Defuzzier = Operasi defuzzie

(35)

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1Analytical Hierarchy Process (AHP)

Secara umum, langkah-langkah dasar dari AHP dapat diringkas dalam penjelasan

berikut ini:

1. Mendefinisikan masalah dan menetapkan tujuan.

2. Menyusun masalah dalam struktur hirarki.

3. Menyusun prioritas untuk tiap elemen masalah pada tingkat hirarki.

4. Melakukan pengujian konsistensi terhadap perbandingan antar elemen yang

didapatkan pada tiap tingkat hirarki.

5. Melakukan pengujian konsistensi hirarki.

Berikut ini adalah langkah-langkah perhitungan menggunakan AHP:

Langkah 1: Menentukan perbandingan berpasangan

i ij

j

w

a

w

=

; i j, =1, 2, 3,...,n

Langkah 2: Menormalisasikan setiap kolom dengan cara membagi setiap kolom ke-I

dan baris ke-j dengan nilai terbesar pada kolom ke-i

i

j

a

a

a

ij j ij

ij

,

,

max

=

Langkah 3: Menjumlahkan nilai pada setiap kolom ke-i, yaitu

∀ =

j ij

ij a i

a ,

(36)

Langkah 4: Akhirnya bobot prior bagi setiap kriteria ke-j, didapat dengan membagi

setiap nilai

ai dengan jumlah kriteria yang di bandingkan (n), yaitu

i n a wi = i ,∀

ˆ ˆ

3.2 Transformasi Logika Fuzzy terhadap AHP

Tidak seperti pada metode AHP orisinal yang menggunakan skala 1-9 dalam pairwise

comparison, tulisan ini sebagai gantinya menggunakan fuzzy numbers.

} ), ( ,

{x x x R

M =

µ

M ∈ yang mana nilai x terletak dalam R1 (−∞≤ x≤∞) dan

µ

M(x)

adalah kontinu di R1 pada interval [0,1]. Dan

µ

M(x) adalah didefenisikan di dalam fungsi keanggotaan fuzzy seperti terlihat dibawah ini:

3 3 2 2 3 3 2 1 1 2 1 1 0 ) ( : ) ( ) ( : ) ( 0 ) , , , ( a x untuk a x a untuk a a x a a x a untuk a a a x a x untuk c b a x > ≤ ≤ − − ≤ ≤ − − < =

µ

(1)

3.2.1 Grafik fungsi keanggotaan fuzzy

Sehingga peratingan dengan skala 1-9 oleh Saaty (1980 ) dapat direpresentasikan

menjadi fuzzy set M1 = ‘mendekati satu’ sampai dengan M9 = ‘mendekati sembilan’,

dapat dilihat dalam grafik linguistik variabel berikut :

(37)
[image:37.595.144.502.88.210.2]

Grafik. Fungsi keanggotaan Linguistik Variable

Dari grafik di atas, dapat ditentukan untuk masing-masing fungsi keanggotaan

dan dapat juga ditentukan nilai fuzzy nya (Fuzzifikasi).

Tabel 3.2.2 Skala TFN dalam Variabel Linguistik

Variable linguistic Nilai

kepentingan

pada AHP

Bilangan

fuzzy untuk

fuzzy AHP

Skala

TFN

Fuzzy

(a,b,c)

Skala

(derajat

keangotaan

fuzzy)

Equal 1 ~1 (1,1,2) 0,5

Equal –Moderate 3 ~3 (2,3,4) 0,5-0,6

Moderate 5 ~5 (4,5,6) 0,6-0,7

Moderate-Fairly

Strong

7 ~7 (6,7,8) 0,7-0,8

Absolute 9 ~9 (8,9,9) 0,9-1

Nil;ai antar dua

pertimbangan

yang bedekatan

2,4,6,8

[image:37.595.121.491.368.748.2]
(38)

Untuk lebih jelasnya bagaimana pengunaan transformasi bilangan fuzzy terhadap

AHP, diambil contoh sebagai berikut:

Contoh 3.2.3:

Apabila seorang customer memberi penilaian pada suatu kriteria A sama dengan

delapan yang berarti ‘baik’. Dari penilaian ini dapat di buat TFNs M8 = ‘mendekati

8’ = (7.8.9) yang direprensentasikan sebagai berikut:

9 0 9 8 ) 8 9 /( ) 9 ( 8 7 ) 7 7 /( ) 7 ( 7 0 ) , , , ( > ≤ ≤ − − ≤ ≤ − − < = x untuk x untuk x x untuk x x untuk c b a x

µ

(2)

fungsi diatas berarti kemungkinan kriteria A di beri rating delapan adalah

µ

M8 (8) = 1, Kemungkinan kriteria A diberi rating yang lebih rendah, misalkan tujuh setengah

adalah

µ

M7(7,5)= lima puluh persen, sedangkan untuk rating lebih tinggi, misalkan

delapan setengah adalah

µ

M7(8,5) = lima puluh per sen.

Soal diatas hanya sebagai contoh bagaimana AHP di transformasikan ke dalam

himpunan fuzzy khususnya Fuzzy Triangular, dibawah ini akan diberikan contoh

matriks AHP akan ditransformasikan kedalam bilangan fuzzy.

Contoh 3.2.4.

[image:38.595.109.453.594.723.2]

Diberikan matriks perbandingan AHP:

Tabel 3.2.4

X1 X2 X3 X4 X5

X1 1 5 3 3 6

X2 1/5 1 1/6 1/3

X3 1/3 6 1 ½ 8

X4 1/3 6 2 1 6

X5 1/6 3 1/8 1/6 1

Sehingga dalam bilangan fuzzy (TFNs):

(39)
[image:39.595.108.505.127.260.2]

Tabel 3.2.5

X1 X2 X3 X4 X5

X1 (1,1,2) (4,5,6) (2,3,4) (2,3,4) (5,6,7)

X2 (1/6,1/5,1/4) (1,1,2) (1/7,1/6,1/5) (1/7,1/6,1/5) ¼,1/3,1/2

X3 (1/4,1/3,1/2) (5,6,7) (1,1,2) (1/3,1/2,1) (7,8,9)

X4 (1/4,1/3,1/2) (5,6,7) (1,2,3) (1,1,2) (5,6,7)

X5 (1/7,1/6,1/5) (2,3,4) (1/9,1/8,1/7) (1/7,1/6,1/5) (1,1,2)

3.3 Perhitungan Bobot Fuzzy AHP

Langkah-langkah fuzzy AHP ada 2 cara :

3.3.1 Chang’s Method (1996)

Penggunaan fuzzy AHP Chang’s methode yang paling sederhana dibandingkan

metode Fuzzy AHP yang banyak sudah dikembang para peneliti, adapun caranya

adalah:

3.3.1.1Menentukan Prioritas Lokal (Perbandingan criteria I)

Dengan mengkombinasikan prosedur AHP yang orisinil dengan operasi aritmatik

untuk bilangan fuzzy, diperoleh persaman berikut:

{

n

}

i a a a v n in i l

i ) , 1,2,3...,

~ ... ~ ~ ( ~ 1 2

1 ⊗ ⊗ ⊗

ε

= (3)

3.3.1.2 Menentukan Prioritas Global (Perbandingan Kriteria I dengan Sub

Kriteria )

Yang menunjukan rangking dari masing-masing metoda peramalan, yang

bersangkutan. Persamaan nya dapat ditulis:

) ~ ~ ( ... ) ~ ~ ( ) ~ ~ ( ~ 2 2 1

1 i i j ij

i w v w v w v

P = ⊗ ⊕ ⊗ ⊕ ⊕ ⊗ (4)

(40)

3.3.1.3 Defuzzyfikasi

Nilai defuzzyfikasinya dapat diperoleh dari persamaan berikut (Tang et al 2000):

(

)

(

)

[

]

i i i i i i LP LP MP LP UP

DP = − + − +

3 , (5)

dengan Pi=

(

LPi,MPi,UPi

)

, nilai defuzzyfikasi akan dinormalkan dengan membagi nilai defuzzifikasi tersebut dengan nilai penjumlahan semua nilai defuzzifikasi.

3.3.2 Rata-rata Geometris

3.3.2.1 Mengubah variabel linguistic dalam bentuk bilangan fuzzy.

Data kuisioner dalam bentuk variabel linguistic dikonversikan ke bentuk bilangan

fuzzy. Contoh bilangan fuzzy untuk bilangan fuzzy triangular (Triangular Fuzzy

Number atau TFN) terlihat pada Tabel 1 dimana variabel linguistic dikonversikan ke

dalam tiga tingkat fuzzy, yaitu low (c); medium (b); dan high (b).

3.3.2.2 Menyusun matriks perbandingan berpasangan diantara semua

elemen/criteria dalam dimensi sistem hirarki berdasarkan penilaian

dengan variabel linguistic.

= 1 ~ .... ~ ... 1 ~ ~ ... 1 ˆ 1 2 21 1 12 n n n a a a a a A = 1 ~ 1 . . ~ 1 1 ~ 1 ~ ... ~ 1 1 2 12 1 12 n n n a a a a a

, (6)

di mana :

(41)

= j terhadap penting kurang i kriteria j terhadap penting sama i kriteria j terhadap penting relatif i kriteria aij 8 ~ , 6 ~ , 2 ~ 1 9 ~ , 7 ~ , 5 ~ , 3 ~ , 1 ~ ~

3.3.2.3 Menghitung rata-rata geometris dari penilaian responden

Langkah selanjutnya adalah merekap hasil penilaian seluruh responden dan

menghitung rata-rata geometris dari nilai batas bawah (c); nilai tengah (a); dan nilai

batas atasnya (b) dari keseluruhan responden. Berikut ini rumus yang digunakan untuk

menghitung rata-rata

geometris :

c c

c

c= 1 2 .... (7)

n a a

a

a = 1 2.... (8)

n b b

b

b= 1 2... (9)

3.3.2.4 Defuzzifikasi

Setelah perhitungan rata-rata geometris, hasil tersebut dilakukan defuzzifikasi untuk

mendapatkan nilai crisp dari nilai rata-rata geometris bilangan fuzzy untuk diolah

kembali dalam AHP. Salah satu teknik defuzzifikasi adalah centre of gravity (COG).

Adapun rumus dari defuzzifikasi adalah sebagai berikut :

(

)

(

)

(

)

(

)

b c a c b c a c bx x b a cx x c a x b x b a x c x b a COG − − + − − − − + − − = 2 3 2 2 2 3 2 3 3 1 1 3 1 1 2 3 1 1 2 3 1 1 (10)
(42)

3.3.2.5 Menghitung bobot dengan AHP

Perhitungan bobot dilakukan apabila hasil kuesioner terbukti konsisten, yaitu jika nilai

Consistency Ratio (CR) < 0.1. Untuk mendapatkan CR dilakukan perhitungan

Consistency Index (CI) terlebih dahulu. Berikut ini rumus untuk menghitung CI :

1

− − =

n n CI

λ

maks

, (11)

di mana :

maks

λ

= nilai eigen maksimum

N = ukuran matriks

CI = Consistency Index.

Nilai CI tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai Ratio Index (RI) sesuai

dengan ukuran matriks sehingga diperoleh nilai Consistency Ratio (CR). Matriks

dinyatakan konsisten jika nilai CR tidak lebih dari 0,1.

3.4. Analisis Numerik

Penggunaan fuzzy AHP yang akan digunakan dalam Analisis numeric ini adalah

dengan cara Chang’s Method.

Sekarang mari kita lihat problem keputusan seperti pemilihan konsep produk

yang tepat untuk dikembangkan. Pengambil keputusan dihadapkan pada ketidak

pastian dari peristiwa seperti apakah produk akan ‘sangat sukses’ dengan probabilitsas

S1, ‘cukup sukses’ dengan probabilitas S2, atau ‘gagal ‘ dengan probabilitas S3.

Dengan problem keputusan dapat digambarkan sebagai berikut.

(43)

Kemungkinan sukses atau gagalnya produk di pasar sulit ditentukan sacara

akurat. Pengambil keputusan akan menggunakan subyektivitasnya ketika mengukur

apakah konsep produk akan berhasil atau tidak. Tentu ada beberapa criteria yang

dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesuksesan alternative konsep produk yang

ada. Problem keputusan kemudian dapat distrukturkan menjadi problem

MCDM(AHP) dengan hierarki keputusan seperti terlihat dalam Gambar. Untuk

keperluan diskusi, hanya ada desaian (Bentuk, Kegunaan, dan Tahan lama) dan tiga

kemungkinan peristiwa (S1, S2, S3) yang diperhitungkan.

Tujuan utama

Kriteria

Alternatif

[image:43.595.107.498.292.485.2]

peristiwa

Gambar 3.4.1 Herarki Keputusan Untuk mengukur Kesuksesan Konsep Produk

Dengan menggunakn pendekatan AHP, pertama kali kita mencoba mencari bobot dari

masing-masing criteria.

Tabel 3.4.2 Tabel perbandingan AHP untuk Kriteria

Bentuk Kegunaan Tahan lama

Bentuk 1 3 7

Kegunaan

3

1 1 5

Tahan lama

7 1

5

1 1

! " #

$ $ $

[image:43.595.98.525.620.744.2]
(44)
[image:44.595.103.522.133.251.2]

Tabel 3.4.3 Tabel Perbandingan AHP untuk criteria Bentuk dengan alternative

[image:44.595.103.521.346.480.2]

peristiwa

Tabel 3.4.4 Tabel Perbandingan AHP untuk criteria Kegunaan dengan

alternative peristiwa

Tabel 3.4.5 Tabel Perbandingan AHP untuk criteria Tahan Lama dengan

alternative peristiwa

Bentuk S1 S2 S3

S1 1 3 7

S2

3

1 1 5

S3

7 1

5

1 1

Kegunaan S1 S2 S3

S1 1

6 1

5 1

S2 6 1 5

S3 5

5

1 1

Tahan Lama S1 S2 S3

S1 1 5 9

S2

5

1 1 5

S3

9 1

5

1 1

[image:44.595.100.523.593.715.2]
(45)
[image:45.595.100.514.100.230.2]

Tabel 3.4.6 Tabel Perbandingan Fuzzy AHP kriteria

Bentuk Kegunaan Tahan lama

Bentuk (1,1,1) (2,3,4) (6,7,8)

Kegunaan ( 4 1 , 3 1 , ) 2

1 (1,1,1) (4,5,6)

Tahan lama ( , 8 1 7 1 , 6 1 ) ( , 6 1 5 1 , ) 4 1 (1,1,1)

Terlihat bahwa criteria Bentuk sebagai criteria terpenting, dibandingkan , dan

Tahan lama Dari persamaan (3) , diperoleh bilangan fuzzy untuk bobot dari

masing-masing sebagai berikut:

30 , 0 ; 10 , 0 ; 05 , 0 ( ) 73 , 0 ; 26 , 0 ; 1 , 0 ( ), 40 , 1 ; 64 , 0 ; 25 , 0 ( = = = tahanlama kegunaan bentuk v v v

Proses perbandingan kemudian dilanjutkan pada level alternative peristiwa untuk

setiap konsep produk.

Tabel 3.4.7 Perbandingan untuk alternatif peristiwa dari konsep produk dengan

Fuzzy AHP

Bentuk S1 S2 S3

S1 (1,1,1) (2,3,4) (6,7,8)

S2 ( 4 1 , 3 1 , ) 2

1 (1,1,1) (4,5,6)

S3 , 8 1 7 1 , 6 1 ) ( , 6 1 5 1 , ) 4 1 (1,1,1)

Kegunaan S1 S2 S3

S1 (1,1,1) (2,3,4) (6,7,8)

S2 ( ) 2 ` 1 , 3 1 , 4

1 (1,1,1) (4,5,6)

S3 ( ) 6 1 , 7 1 , 8 1 ) 4 1 , 5 1 , 6 1 (1,1,1)

[image:45.595.101.523.103.229.2]
(46)

Hasil penilaian tiap kandidat pemasok berdasarkan masing-masnig criteria

[image:46.595.101.533.351.462.2]

diperoleh sebagai berikut:

Tabel 3.4.8 Hasil penilaian Alternatif berdasarkan Kriteria

Bentuk Kegunaan Tahan lama

O,25 0,64 1.40 0,10 0,26 0,73 0,05 0,10 0,30

S1 0,09 0,19 0,36 0,08 0,18 0,42 0,43 0,73 1,22

S2 0,05 0,08 0,18 0,10 0,16 0,42 0,09 0,19 0,36

S3 0,43 0,.73 1,22 0,27 0,66 1,38 0,05 0,08 0,18

Dengan menggunakan persamaan (4), akhirnya diperoleh urutan terbaik dari

setiap kandidat pemasok, yaitu

S1 = (0.05,0.24,1.18);S2= (0.03,0.11,0.67);S3 = (0.14,0.64,2.78)

Hasil yang Fuzzy diatas dapat dijadikan angka defuzzifikasi dengan menggunakan

persamaan (5) dan hasilnya:

S1 = 0.49; S2 = 0.27; S3 = 1.19.

Atau setelah dinormalkan akhirnya diperoleh penilaian masing-masing pemasok

sebagai berikut :

(S1)n =0,24 ; (S2)n = 0,14; ( S3)n = 0,61

Dengan demikian konsep produk yang sedang dinilai memiliki kemungkinan ‘sangat

sukses’ sebesar 25%, ‘cukup sukses’ sebesar 14% dan ‘gagal’ 61%.

Tahan Lama S1 S2 S3

S1 (1,1,1) (4,5,6) (8,9,9)

S2

) 4 1 , 5 1 , 6

1 (1,1,1) (4,5,6)

S3

) 8 1 , 9 1 , 9 1

) 4 1 , 5 1 , 6

1 (1,1,1)

(47)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

1. Logika Fuzzy pada AHP dapat mendefinisikan batasan berdasarkan kebutuhan

yang diukur dengan perasaan/subjektifitas yang tidak bisa dikemukakan secara

tepat oleh batasan crisp (AHP konvensional).

2. Penggunaan Fuzzy AHP yang dilakukan oleh Chang’ method lebih sederhana

dan mudah dimengerti.

4.2 SARAN

Fuzzy AHP mempunyai kelebihan yaitu tingkat subyektivitas dari pengambil

keputusan dapat diakomodasikan, dan kekurangan dari Fuzzy AHP adalah perlunya

informasi tambahan yaitu nilai opimistik dan pesimistik. Dan, untuk lebih memahami

kelebihan dari Fuzzy AHP sebaiknya diaplikasikan dalam persoalan yang lebih

Multikriteria.

(48)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Chang, D Y. 1996. Appliation of extent analysis methode on fuzzy AHP. European

journal of operational Research, Eropa.

[2] Latifah, siti. 2005. Prinsip-prinsip Dasar Analitycal Hierarchy Proses, jurnal

Studi Kasus Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara(USU), Medan.

[3] Kusumadewi, Sri dkk.2004. Aplikasi logika fuzzy untuk pendukung

Keputusan,Yogyakarta

[4] Raharjo, Jani. 2002. Aplikasi Fuzzy AHP dalam Seleksi Karyawan, jurnal dosen

fakultas teknik industri, jurusan teknik industri, Universitas kristen Petra,

Surabaya.

[5] Robandi, Iman. 2006. Desain Tenaga Modern Optimisasi, Logika Fuzzy, dan

Algoritma Geetika. Yogyakarta.

[6] Saaty, T. Lorie.1980. Decision Making Dependence And Fee back, The Analytic

Network Process, McGraw-Hill, USA.

[7] Widodo,Tomas Sri.2005.Sistem Neuro Fuzzy untuk Pengolahan Informasi,

Pemodealan dan Kendali.Yogyakarta.

Gambar

Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan
Tabel 2.3 Nilai Indeks Random (RI)
Gambar 2.2 Himpunan fuzzy : BERAT (kurva triangular)
Gambar 2.4 Himpunan fuzzy : BERAT (kurva trapezoidal)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dua grafik yang disajikan pada gambar penerapan RHK mampu memberikan dampak dalam mengurangi nilai durasi lepas dan durasi tunggu pada tiga blok pertama

Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh promotion effects terhadap semua aspek switching barriers (interpersonal relationship, attractiveness of

Pada bagian (b) perpindahan panas konveksi di permukaan jauh lebih besar daripada konduksi di dalam benda, akibatnya akan terjadi gradient tempertur yang

Perlu dilakukan penelitian lagi dengan variabel lain yang mempengaruhi kepuasan konsumen untuk meningkatkan kepuasan pasien rawat inap di RSUD RAA Soewondo Pati di masa

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan Strategi Pembelajaran Spasial Visual Flash Card Pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Materi Dinasti Umayyah

Sementara itu multirepresentasi adalah praktik merepresentasikan kembali konsep yang sama melalui berbagai bentuk (Waldrip, dkk., 2006:86). Tipe-tipe tersebut antara

Sesudah jangka waktu tersebut berakhir atas kesepakatan antara pemegang Hak Guna Bangunan dengan pemegang Hak Milik, Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik dapat

Hasil perancangan berupa layout tata letak bengkel fabrikasi penunjang galangan yang optimal serta optimasi luas alokasi ruang sesuai dengan kebutuhan dan alur