• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Psikologis Tokoh Akihiro Dalam Novel Saga No Gabai Baachan Karya Yoshichi Shimada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Psikologis Tokoh Akihiro Dalam Novel Saga No Gabai Baachan Karya Yoshichi Shimada"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 1998. Psikologi Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Aminuddin. 2000. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Aziez, Furqonul & Hasim, Abdul. 2010. Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia

Djojosuroto, Kinayati dkk. 2000. Prinsip-prinsip Dasar Penelitian Bahasa dan Sastra. Bandung. Penerbit Nuansa

Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Sastra: Epistimologi, Model, Teori, dan Aplikasi: Edisi Terbaru.Jakarta: CAPS (Center for Academic Publishing Service)

Fananie, Zainuddin. 2000. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Hall, Calvin S. 1993. Teori-Teori Psikodinamik (klinis). Yogyakarta: Penerbit Kanisius

____________. 1995. FREUD: Seks, Obsesi, Trauma, dan Katarsis. Jakarta: Delapratasa

Koswara, E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung : PT ERESCO

Mar’at, Samsunuwiyati. 2006. Perilaku Manusia. Bandung: PT Refika Aditama Nelson, Benjamin. 2003. FREUD:Manusia Paling Berpengaruh Abad Ke-20.

Surabaya : Ikon Teralitera

(2)

Pradopo, Rachmat. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widia.

Saragih, Butet Marthalina. 2014. Fenomena Kyouiku Mama Terhadap Sistem Pendidikan di Jepang. Skripsi : Medan. USU Press

Sugono, Dendy.2011. Buku Praktis Bahasa Indonesia 1,2, Jakarta Timur: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sukada, Made. 1987. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia Masalah Sistematika Analisis Struktur Fiksi. Denpasar: Angkasa

Shimada, Yoshichi. 2013. Saga no Gabai Baachan, terjemahan. Indah Pratidina. Jakarta: Mahda Books

Zaviera, Ferdinand. 2007. Teori Kepribadian Sigmund Freud, Jogjakarta: PRISMASOPHIE

http://eprints.uny.ac.id/8242/3/BAB%202-08205241004.pdf http:// pelitaku.sabda.org/pemahaman_tentang karyasastra.html

http://thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00334-JP%20Bab%202.pdf http://thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00334-JP%20Bab%202.pdf http//Wikipedia.org/wiki/psikologi.html

(3)

38 BAB III

ANALISIS PSIKOLOGIS TOKOH AKIHIRO DALAM NOVEL SAGA NO GABAI BAACHAN KARYA YOSHICHI SHIMADA

3.1 Sinopsis Cerita

Novel ini merupakan kisah perjalanan kehidupan seorang anak yang tinggal bersama dengan neneknya di desa Saga selama delapan tahun dengan gaya hidup yang jauh dari kemewahan dan belajar mandiri dengan segala sesuatu dengan kondisi ekonomi yang miskin.

Akihiro adalah seorang anak yang awalnya tinggal di Hiroshima bersama Ibu dan abangnya. Ayahnya meninggal diakibatkan efek dari radioaktif bom yang jatuh di Hiroshima pada Perang Dunia ke II tahun 1945 (6 Agustus tahun 20 era Showa) ketika melihat situasi rumah mereka di Hiroshima pasca perang tersebut. Setelah kepergian ayahnya, ibunya harus bekerja keras demi kelangsungan hidup mereka dan masa depan Akihiro dan abangnya.

Setelah keadaan membaik mereka menyewa apartemen seluas enam jou tikar tatami dan termasuk tempat tinggal yang kumuh. Ibu Akihiro bekerja di bar dan pulang sampai larut malam, sehingga yang tinggal di rumah mereka hanya abang beradik tersebut. Tangisan Akihiro pun tak terhindarkan tiap harinya, hingga merepotkan tetangga karena keinginannya bersama ibunya.

(4)

39

Akihiro di desa Saga tempat nenek Akihiro tinggal. Bibi Kisako (kakak ibu Akihiro), Akihiro, beserta ibunya pun pergi ke terminal tanpa sepengetahuan Akihiro untuk pergi ke desa Saga. Hanya awalnya memiliki alasan pergi ke terminal untuk mengantar bibi Kisako. Namun ternyata, Akihiro yang akan pergi dan tinggal bersama sang nenek di Saga dengan diantarkan oleh bibi Kisako. Akihiro merasa telah ditipu bulat-bulat dan selama perjalanan Akihiro tak henti-hentinya menangis karena berpisah jauh dengan ibunya.

Akihiro hidup bersama nenek Osano sejak tahun 33 era Showa (1958), ketika itu nenek sudah berusia 58 tahun yang memiliki kehidupan jauh dari kemewahan dan bekerja sebagai tukang bersih-bersih di Universitas Saga. Akihiro melanjutkan sekolahnya di Sekolah Dasar Saga yang dahulunya adalah termasuk kawasan istana Saga. Selama tinggal bersama sang nenek hidup penuh dengan kedisiplinan dan mandiri. Diajarkan untuk masak sendiri, memberi persembahan kepada Budha setiap paginya, bahkan belajar berusaha menjadi yang terbaik dengan situasi yang miskin. Tekanan psikis yang awalnya dialami oleh Akihiro semakin membaik dan lebih terkontrol dengan didikan yang diberikan sang nenek secara langsung maupun tidak langsung.

(5)

40

menawarkan olahraga lari. Dan dengan disiplin Akihiro terus berlatih dan dengan tidak lupa atas perhatian sang nenek. Kerinduannya kepada sang ibu di Hiroshima dapat dikonrol dengan baik dengan kesibukannya latihan berlarinya. Hingga ketika masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), Akihiro dipilih sebagai pemain tetap karena kecepatan larinya. Hal itu jarang terjadi pada saat itu. Sungguh kebanggan besar buat Akihiro dan nenek. Tidak itu saja, ketika kelas dua Sekolah Menengah Pertama (SMP), Akihiro dipilih sebagai kapten baseball di sekolahnya. Keberhasilannya di tim baseball mengantarkan Akihiro ke Hiroshima untuk melanjutkan sekolah dengan beasiswa yang diterimanya dan tinggal kembali pada ibumya.

3.2 Analisis Psikologis Tokoh Akihiro dalam Novel Saga no Gabai Baachan Cuplikan 1 (hal. 35-36)

Meski saat itu aku masih kecil, aku mengharapkan akan mendengar kata-kata seperti berikut, “Selamat datang. Kau pasti lapar ya?” atau “Pasti kau sedih karena berpisah dari ibumu, tapi tak usah takut, Nenek akan menjagamu,” dan sebagainya.

Tetapi. kata-kata yang keluar pertama kali dari mulut Nenek malah, “Ikuti aku.”

(6)

41

Lalu kepada diriku yang masih berdiri termangu tanpa tahu harus bagaimana, Nenek berkata, “Karena mulai besok Akihiro yang harus menanak nasi, perhatikan baik-baik.”

Setelah berkata begitu, Nenek mulai menyalakan api dalam tungku oven. Aku mendengar dengan jelas kata-kata yang Nenek ucapkan, tapi pada saat itu aku sama sekali tidak memahami maksudnya. Aku hanya bisa termangu menyaksikan Nenek menyalakan api dan melemparkan jerami serta batang-batang kayu ke dalam kobaran dalam tungku, untuk menyesuaikan besarnya bara api. Selang beberapa saat, Nenek berkata, “Nah, coba kau yang lakukan.”

Karena sudah disuruh begitu, akupun menerima alat peniup api dari bambu yang diangsurkan kepadaku dan, dengan patuh, mengarahkannya ke kobaran api. Masalahnya, karena seumur hidup ini kali pertama memegang bambu peniup api, aku cuma bisa asal meniup tanpa benar-benar mengerti apa yang sedang ku lakukan.

Analisis :

(7)

42

juga memberikan pendidikan non formal yang berfungsi menciptakan anak yang mandiri.

Dikaitkan dengan sistem kepribadian Sigmund Freud, awalnya Id (di bawah alam sadar) mendominasi pada kepribadian tokoh seperti yang terdapat dalam cuplikan di atas, “aku mengharapkan akan mendengar kata-kata seperti berikut, ‘ selamat datang. Kau pasti lapar ya?’ atau ‘ Pasti kau sedih karena berpisah dari ibumu, tapi tak usah takut, Nenek akan menjagamu’.” namun, karena ketegasan dari sang nenek sebagai kyouiku mama dengan berkata “Ikuti aku” dan “karena mulai besok Akihiro yang harus menanak nasi, perhatikan baik-baik” kemudian Superego langsung berinteraksi akan Id seperti yang ditunjukkan pada cuplikan “karena sudah disuruh begitu, akupun menerima alat peniup api dari bambu yang diangsurkan kepadaku dan, dengan patuh, mengarahkannya ke kobaran api”. Dari hal ini dapat dilihat Ego mampu mengontrol Id yang hanya bertujuan pada keinginan sendiri dan mampu mengintegrasikan Superego walaupun secara kepribadian tokoh tertekan secara psikologis yang ditunjukkan pada cuplikan “aku cuma bisa asal meniup tanpa benar-benar mengerti apa yang sedang ku lakukan”.

(8)

43 Cuplikan 2 (hal 39)

Selain itu, ada satu hal penting yang Nenek ajarkan kemarin. Hal pertama yang Nenek lakukan setelah nasi tanak adalah mempersembahkannya ke hadapan Budha. “Mulai besok, Akihiro yang akan menyiapkan nasi. Nanmandabu, nanmandabu…,” ucapnya melaporkan.

Sesuai ajaran yang ku dapat kemarin, aku pun menyalakan api di tungku dan menanak nasi. Akan tetapi, entah apa yang salah, nasi buatanku keras sekali. Bagian atasnya memang keras seperti tidak matang, tapi anehnya bagian dasarnya bahkan ada yang gosong. Meski begitu, karena tidak ada pilihan lain, aku pun mempersembahkan nasi keras itu ke hadapan Budha. Lalu seperti yang diajarkan Nenek, aku mempertemukan kedua telapak tangan kemudian merapal, “Nanmandabu, nanmandabu…” Setelah itu aku pun sarapan sendirian. Aku langsung kangen nasi putih hangat yang ditanak Ibu dengan dandang. Padahal baru kemarin pagi aku sarapan dengan nasi buatan Ibu, tapi rasanya sudah lama sekali tidak ku nikmati.

Analisis :

(9)

44

kedisiplinan untuk menghormati leluhur mereka yang ditunjukkan pada cuplikan, “Hal pertama yang Nenek lakukan setelah nasi tanak adalah mempersembahkannya ke hadapan Budha. ‘Mulai besok, Akihiro yang akan menyiapkan nasi. Nanmandabu, nanmandabu…’ ucapnya melaporkan”.

Ketika bangun tidur Akihiro tidak menemukan neneknya karena sudah berangkat bekerja. Dan Akihiro berusaha melakukan tugas pertamanya yaitu memasak nasi sendiri. Hal ini menunjukkan Ego mendominasi dan dapat mengontrol Id yang di tunjukkan pada, “Sesuai ajaran yang ku dapat kemarin, aku pun menyalakan api di tungku dan menanak nasi.”. Bukan hanya tugas memasak, Akihiro juga harus mempersembahkan nasi yang telah dimasak kepada Budha. Namun, nasi yang dimasak Akihiro tidak berhasil dan dari hal ini Superego berinteraksi terhadap Ego terlihat pada cuplikan di atas “karena tidak ada pilihan lain, aku pun mempersembahkan nasi keras itu ke hadapan Budha. Lalu seperti yang diajarkan Nenek, aku mempertemukan kedua telapak tangan kemudian merapal, “Nanmandabu, nanmandabu…”

Keadaan psikologis yang mandiri semakin melekat pada pribadi Akihiro yang awalnya mudah menangis ditinggal jauh oleh ibunya. Dengan didikan sang nenek semakin membentuk kepribadiannya yang lebih baik. Dari cuplikan terakhir “aku langsung kangen nasi putih hangat yang ditanak Ibu dengan dandang” , memperlihatkan Id juga bertindak sebagai hal di bawah alam sadar Akihiro yang merindukan ibunya.

Cuplikan 3 (hal 59-60)

(10)

45

hilang dari benakku. Namun kemudian seorang teman sekelas berkata kepada diriku yang kecewa, “Tokunaga-kun, kau mau ikut latihan judo?”

Segera saja seusai sekolah aku mencoba ikut latihan. Meski olahraga yang ini tidaklah semenarik kendo bagiku, berbeda dengan kendo, judo hanya membutuhkan pakaian khusus. Aku pun buru-buru pulang, kemudian masih dengan napas terengah-engah memohon kepada Nenek.

“Aku ikutan judo ya, Nek? Dibandingkan kendo, judo tidak butuh banyak uang kok.”

“Gratis?”

“Yah, tidak gratis juga sih…” "Lupakan saja.”

Biasanya bila sudah begini keadaannya, aku takkan memaksakan kehendak. Masalahnya aku takkan memaksakan kehendak. Masalahnya aku sudah benar-benar bertekad untuk punya kegiatan olahraga.

Saat aku sekuat tenaga menjelaskan soal ini, Nenek mendengarkan dengan saksama lalu mengangguk keras.

“Baiklah kalau begitu,aku punya ide bagus.” “Apa?”

“Mulai besok, kau lari saja.” “Lari?”

“Ya. Tidak perlu peralatan dan tempat berlarinya juga gratis. Lari saja.”

(11)

46

Di sekolah tidak ada klub atletik sehingga cuma aku yang berlari di lapangan sekolah. Anak-anak lain, seusai jam sekolah, dengan semangat dan bersuara riuh-rendah, memulai permainan bola lempar atau semacamnya. Sementara, aku akan berlari lima puluh meter secepat-cepatnya.

Analisis :

Ketika Akihiro masuk Sekolah Dasar Akamatsu, Akihiro memiliki minat mengikuti olahraga kendo. Namun, karena kondisi ekonomi nenek yang tidak memungkinkan maka nenek tidak mengizinkannya untuk mengikuti olahraga tersebut. Akihiro kecewa dengan hal itu dan berusaha tetap mencari olahraga yang sesuai dengan minatnya yang berhubungan dengan kendo.

(12)

47

Sebagai seorang yang melaksanakan kyouiku mama, nenek Osano selalu mencari ide untuk memenuhi kebutuhan minat Akihiro. Seperti yang telah disebutkan pada Bab II, nenek Osano menerapkan konsep kyouiku mama yaitu ranjau mental I dan ranjau mental II yang terdapat pada cuplikan di atas “Mulai besok, kau lari saja”. Hal ini juga merupakan Superego yang berinteraksi terhadap Id pada Akihiro. Tawaran yang diberikan sang nenek menjadi jalan keluar bagi minat olahraga Akihiro.

Superego kembali berotoritas terlihat “aku pun setuju dan memutuskan untuk mulai olahraga lari”. Dari jawaban Akihiro tersebut, memperlihatkan juga kondisi psikologis yang dihasilkan oleh ranjau mental II. Dimana, sang anak kesulitan untuk membedakan antara menerima dan menolak setiap tawaran yang di berikan kyouiku mama. Dan Ego juga berinteraksi mengawasi Id kembali, seperti ketika murid-murid lain melakukan permainan bola lempar atau semacamnya Akihiro tetap melakukan olahraga larinya, padahal awalnya Akihiro mudah tergiur dengan macam-macam olahraga ketika teman-temannya menawarkannya.

Cuplikan 4 (hal 61-62)

Kalau ditanya seberapa seriusnya latihanku, jawabannya bisa dilihat dari kenyataan bahwa biasanya sehabis sekolah, aku langsung pulang pergi bermain di pinggiran sungai dengan teman-teman. Sejak latihan lariku dimulai, hanya aku yang datang terlambat, tiga puluh sampai empat puluh menit kemudian.

(13)

48

“Hari ini aku berlari sekuat tenaga lho!” ujarku mengumumkan dengan bangga ke Nenek.

Anehnya, Nenek malah bilang, “Jangan berlari terlalu kencang,” begitu katanya.

“Kenapa aku tidak boleh, Nek? “Nanti kau jadi lapar.”

“Oh…”

Sambil berfikir, “Apa maksud Nenek menarik untuk menghentikanku.

“Sebentar, Akihiro, satu hal lagi. Jangan-jangan kau berlari dengan memakai sepatu ya?”

“Heh? Tentu saja pakai.”

“Dasar bodoh! Kau harus berlari bertelanjang kaki! Sepatumu nanti rusak!” Tak perlu ditanya lagi. Aku tidak mendengarkan dua usulan ini. Aku berlari sekuat tenaga dan tentu saja, tetap mengenakan sepatu.

Analisis:

(14)

49

Namun, terdapat interaksi antara Superego, Ego, dan Id seperti “Jangan berlari terlalu kencang,” ini menunjukkan Superego menjalankan fungsinya yaitu mengarahkan Ego untuk menggantikan realistis dengan tujuan yang moralistis. Namun, tidak lama Superego tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik yang ditunjukkan pada cuplikan di atas “Aku tidak mendengarkan dua usulan ini”. Id mendominasi atas ketiga struktur kepribadian tokoh tersebut. Dan akhirnya Akihiro sama sekali tidak mengindahkan pesan-pesan dari sang nenek.

Dari kedua saran yang diberikan sang nenek yaitu “Jangan berlari terlalu kencang,” dan “kau harus berlari bertelanjang kaki! Sepatumu nanti rusak!”, kembali menunjukkan bahwa pesan dari ranjau mental I dari konsep kyouiku mama yaitu ada terdapat garis tipis yang memisahkan antara memotivasi anak untuk melakukan yang terbaik dalam segala hal termasuk ke hal yang kurang diminati sang anak.

Cuplikan 5 (hal 96-97)

Di pagi hari darmawisata musim gugur sekolah yang aku nantikan. Aku bertanya kepada Nenek, “Tidak ada botol air ya?”

Tanpa menunggu lama, Nenek langsung menjawab, “Kau bawa saja teh dengan termos air panas.”

Hah? Termos itu? pikirku dalam hati. Namun karena kemudian berfikir termos tersebut lebih baik dari pada tidak ada sama sekali, aku menerima teh dalam termos, lalu berangkat. Tapi bagaimanapun, termos tetaplah termos.

(15)

50

berlalu lalang di jalan. Seharian aku merasa malu. Ketika waktu darmawisata sekolah berakhir, dengan segera aku melangkah menuju jalan pulang. Meski begitu, mendadak situasi mulai berubah.

Karena seharian berlarian dan bermain, banyak di antara anak-anak yang ikut jalan-jalan tadi kini kehausan. Di botol air yang kecil milik teman-teman sudah tidak tersisa lagi teh, sementara di termos air panasku masih ada dua per tiganya.

“Tokunaga-kun, kau masih punya teh?” “Minta ya!”

Mereka berdatangan mendekatiku. Bagaimanapun karena jika teh di dalam termos berkurang, bawaanku menjadi semakin ringan, aku tidak punya alasan untuk menolak permintaan mereka.

Analisis :

Dari cuplikan di atas dapat dianalisis bahwa nenek sebagai kyouiku mama dalam cerita tersebut tetap mengusahakan yang terbaik bagi Akihiro walaupun kondisi yang susah. Sebagai kyouiku mama nenek Osano memperlihatkan dan menyediakan termos untuk Akihiro walaupun termos tersebut tidaklah cocok untuk dibawa darmawisata seorang anak-anak. Namun, dari keterbatasan sang nenek tetap mengusahakan apa yang menjadi kebutuhan Akihiro.

(16)

51

untuk kesenangannya tetapi menengahi kebutuhan-kebutuhan individu tersebut dan hal itu dapat berjalan pada interaksi sistem kepribadian tokoh tersebut. Dan juga dapat dinilai Akihiro sebagai penerima dari kyouiku mama menjadi pribadi yang tidak bergantung pada orang lain.

Dan awalnya Akihiro terkejut dengan kondisi itu atas jawaban sang nenek seperti cuplikan di atas “Hah? Termos itu? pikirku dalam hati”. Seperti yang dijelaskan sebelumnya Ego dapat kembali mengendalikan keadaan psikologis tokoh walaupun dengan kondisi yang malu atau tidak percaya diri karena anak-anak lain tidak membawa benda seperti yang dibawa oleh Akihiro.

Cuplikan 6 (hal 131)

Sesampainya aku di pinggir sungai, air mata yang sejak tadi kutahan kini tumpah seluruhnya. Entah bagaimana, aku tak dapat mencegah diriku merasa marah dan tak berdaya. Karena masih belum ingin bertatap muka dengan nenek, aku berjalan menyusuri tepian sungai. Kemudian ketika hari sudah gelap, aku kembali ke kamarku.

Ketika tiba di sana, dengan rapi diletakkan di samping futonku yang sudah digelar, terdapat baki yang ditutupi selembar serbet. Setelah mengangkat serbet itu, aku melihat baki ada piring yang berisi sebuah onigiri (nasi kepal) besar.

Analisis :

(17)

52

meluapkan di pinggir sungai sekitar rumah nenek. Rasa tertekan menunjukkan akibat dari kyouiku mama dan Id mendominasi yang ditunjukkan pada “Entah bagaimana, aku tak dapat mencegah diriku merasa marah dan tak berdaya. Karena masih belum ingin bertatap muka dengan nenek, aku berjalan menyusuri tepian sungai”. Seperti pada teori Sigmund Freud dalam Hall (1993:64), Id tidak bisa menanggulangi peningkatan energi yang dialaminya sebagai keadaan-keadaan tegangan yang tidak menyenangkan. Oleh karena itu, apabila tingkat tegangan organisme meningkat, baik sebagai akibat stimulasi dari luar atau rangsangan yang timbul dari dalam, maka Id akan bekerja sedemikian rupa untuk segera menghentikan tegangan dan mengembalikan organisme pada tingkat energi rendah dan konstan serta menyenangkan.

Sehubungan dengan teori tersebut, untuk mengembalikan dan menurunkan ketegangan maka individu tersebut mencari kesenangannya sendiri yang ditunjukkan pada cuplikan “Sesampainya aku di pinggir sungai, air mata yang sejak tadi kutahan kini tumpah seluruhnya” dan “karena masih belum ingin bertatap muka dengan nenek, aku berjalan menyusuri tepian sungai”.

Cuplikan 7 (hal 144-145)

Tapi, mungkin karena masih takut dianggap ibuku, nenek belum mau datang secara terbuka. Bahkan saat datang ke pertandingan latihan, nenek memilih tempat yang tertutup bayangan untuk menonton.

(18)

53

Kadang-kadang, teman satu tim akan berbisik memberitahu. Tetapi karena nenek sudah bersusah-payah agar tidak diketahui, jadi aku pura-pura tidak tahu kedatangannya.

Namun di suatu hari, ketika aku sampai di rumah, “Hari ini pukulanmu hebat ya!” kata nenek tiba-tiba muncul. Hari ini adalah hari ketika aku berhasil menciptakan homerun.

Sebenarnya aku tahu nenek datang, tapi aku pura-pura bertanya, “Lho? Kenapa nenek bisa tahu?”. Nenek hanya menjawab dengan tawa ceria yang keras.

Kejadian seperti itu akhirnya terjadi beberapa kali. Kemudian, sedikit demi sedikit, nenek duduk kian ke tengah dan mulai meneriakkan dukungan. “Akihiro! Pukul bola homerun!”

Meski sehari-hari bersikap anggun, khusus pada saat-saat seperti inilah nenek berseru keras untuk menyemangatiku.

Analisis :

Dari kedisiplinan Akihiro akan kegiatan olahraga larinya, Akihiro dapat mengikuti festival olahraga di sekolahnya. Datang ke sekolah atau kegiatan-kegiatan anak sekolah merupakan hal yang melekat dilakukan seorang ibu pendidik untuk mengetahui perkembangan sang anak ketika di sekolah. Ini merupakan kepedulian yang ditunjukkan sang nenek dan sekaligus sebagai ibu pendidik Akihiro.

(19)

54

intensitasnya untuk melihat dan memperhatikan Akihiro di sekolah seperti yang ditunjukkan pada cuplikan di atas “Bahkan saat datang ke pertandingan latihan, nenek memilih tempat yang tertutup bayangan untuk menonton”. Dan sekarang Ego dapat mengontrol Id untuk tetap percaya diri akan kehadiran sang nenek di sekolahnya yang ditunjukkan pada cuplikan “Sebenarnya aku tahu nenek datang, tapi aku pura-pura….”. Walaupun teman tim Akihiro mulai memberi tahu tentang kedatangan neneknya, Akihiro tetap percaya diri akan keberadaan sang nenek. Hal tersebut membuktikan Ego tetap mampu menjalankan fungsinya sebagai proses dalam penghidupan seseorang, mendorong pertumbuhan dan penyempurnaan proses rohaniah dari pengamatan, ingatan, pikiran, dan tindakan.

Karena sang nenek juga merasa Akihiro ada perubahan, sang nenek pun semakin dekat untuk lebih memperhatikan Akihiro di sekolah maupun pada saat pertandingan seperti pada cuplikan “Kemudian, sedikit demi sedikit, nenek duduk kian ke tengah dan mulai meneriakkan dukungan”. Dari cuplikan di atas juga dapat dinilai keadaan psikologis Akihiro yang semakin disiplin dan percaya diri.

Cuplikan 8 (hal 147-148)

Ketika aku duduk di kelas dua dan pertandingan musim panas berakhir, anak-anak kelas tiga mengundurkan diri dari klub. Aku pun diangkat menjadi kapten baru.

(20)

55

Mendengar ini, nenek tiba-tiba bangkit dari duduknya. Kemudian, dia membuka tutup nagamochi beremblem miliknya dan mengeluarkan selembar uang 10.000 yen dari dalamnya.

“Akihiro, nenek pergi beli sepatu atletik dulu ya.” Setelah berkata demikian, dengan langkah cepat nenek bergerak ke pintu depan. Saat itu, aku belum memiliki sepatu Spike atletik dan selalu menggunakan sepatu olahraga biasa. Malahannya, saat itu jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh. “Nenek, meskipun pergi sekarang, tokonya sudah tutup, bukan?” ujarku sambil mengikuti nenek keluar rumah.

“Tidak, kapten harus punya sepatu Spike,” ujar nenek tidak menghiraukan.

Analisis :

Prestasi Akihiro semakin meningkat, berkat kedisiplinannya berlatih lari, impiannya sebagai klub baseball pun terwujud. Ketika Akihiro masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), Akihiro diterima dalam klub baseball sebagai pemain tetap yang didapatnya karena kecepatan larinya yang tinggi.

Mendengar kabar tersebut sang nenek pun tidak tanggung-tanggung menyediakan kebutuhan utama Akihiro, yaitu sepatu Spike. Seperti konsep kyouiku mama dalam sistem ranjau mental I, mengatakan bahwa “orangtua ingin anak-anak mereka bebas menggali bakat dan minat yang dimilikiya”. Nenek Osano ingin melihat kesuksesan pada Akihiro. Dari sisi psikologis, Akihiro sangat senang dipilih sebagai pemain tetap di klub dan menjadi kapten baseball di sekolahnya.

(21)

56

pada saat makan malam tanpa meminta apapun “Di hari aku terpilih menjadi kapten, sambil melahap makan malam, aku berkata pada nenek, ‘Aku dipilih menjadi kapten baru, nek’”. Akihiro semakin sadar akan apa-apa saja yang dimiliki sang nenek yang hidupnya serba kekurangan.

Mendengar kabar yang menggembirakan tersebut sang nenek dengan sigap mengeluarkan harta berharganya untuk membeli sepatu untuknya. Ego dari Akihiro mencoba untuk menstabilkan keadaan dengan mengingatkan sang nenek, “Nenek, meskipun pergi sekarang, tokonya sudah tutup, bukan?” ujarku sambil mengikuti nenek keluar rumah. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi sistem kepribadian Akihiro terlihat semakin seimbang antara Id, Ego, dan Superego.

Cuplikan 9 (hal 176-177)

Saat latihan baseball, aku menyuruh anggota klub yang lain latihan memukul dan sebagainya, sementara aku kembali ke kelas. Lalu dengan pahat, aku pun mengukir gambar payung pasangan di papan tulis.

“ Kalau begini, pasti tidak akan bisa dihapus.”

Aku lalu tertawa sendiri karena merasa puas dengan hasil karyaku. Keesokkan harinya.

Sang guru memasak seperti biasa berusaha menghapus keisengan di papan tulis, namun sekeras apapun dia menggosok, gambar itu tak mau hilang. Lalu begitu menyadari bahwa gambarnya tidak akan hilang, sang guru mulai kesal.

(22)

57

mau terbelah terbuka. Namun pada detik berikutnya, suasana di kelas itu kemudian membeku.

Siapa yang melakukan ini? Jangan anggap masalah ini akan berlalu begitu saja! Begitu menyadari bahwa gambar iseng itu kali ini telah diukir dengan pisau pahat, kesabaran sang guru pun habis. Mukanya memerah dan dengan suara keras, dia terus membentak-bentak.

“Saya yang melakukannya. Saya mohon maaf.” Kataku meminta maaf dengan jujur, sambil bangkit dari kursi.

Plak!

Mendadak pipiku ditampar keras.

“Tokunaga, ternyata memang kau ya pelakunya? Memangnya kau tidak malu melakukan hal begini? Seperti anak kecil saja! Papan tulis itu mahal harganya. Pokoknya kau harus menggantinya.”

Dibandingkan tamparan di pipi, kata “mengganti” lebih membuatku shock bukan kepalang. Baru ku sadari aku telah bertindak berlebihan. Aku telah mengukir payung pasangan begitu besarnya sehingga papan tulis itu takkan dapat dipakai lagi.

Saat pulang, dengan takut-takut, aku melaporkan seluruh kejadian kepada nenek.

“Lalu?”

“Yah, aku disuruh mengganti papan tulisnya.” “Tentu saja!”

“Maaf.”

(23)

58 “Aku benar-benar minta maaf.”

Saat itu aku sungguh-sungguh menyesali perbuatanku.

Analisis :

Melihat dari cuplikan di atas menunjukkan bahwa kejahilannya di sekolah yang ditujukan kepada gurunya. Awalnya hanya bermaksud bercanda setelah berlatih baseball dan menggangu guru memasak dan guru musik yang saat itu digosipkan memiliki hubungan yang spesial. Namun, ulahnya tidak bisa ditoleransi oleh gurunya melihat papan tulis sudah dipahat. Hal ini merupakan salah satu ciri dari anak yang memperoleh pola didik dari seorang kyouiku mama. Di rumah belajar untuk patuh namun, di luar rumah terkadang menjadi anak yang berontak, mencari kesenangan pribadinya karena kejenuhan akan kedisplinan atau ingin kebebasan.

(24)

59

Namun, dari pengakuannya tersebut Akihiro ditampar keras oleh gurunya. Perasaannya yang takut dan penuh penyesalan karena ulah nakalnya di sekolah semakin menanamkan penyesalan terhadap dirinya sendiri. Seorang anak hasil didikan dari kyouiku mama salah satu sikap positifnya adalah mudah meminta maaf ketika melakukan kesalahan. Hal itu ditunjukkan pada cuplikan ketika meminta maaf kepada sang guru “Saya yang melakukannya. Saya mohon maaf. Kataku meminta maaf dengan jujur, sambil bangkit dari kursi”. Dan tidak lupa Akihiro juga meminta maaf dengan penuh penyesalan kepada sang nenek walaupun dengan ketakutan yang besar, “Aku benar-benar minta maaf. Saat itu aku sungguh-sungguh menyesali perbuatanku.”

Cuplikan 10 (hal 224-225)

“Kubo! Kenapa tidak datang? Jangan-jangan uang hasil kerja keras kami kau pakai seenaknya ya?”

Aku menerjangnya dengan kasar hingga kursi yang diduduki Kubo terdorong kehilangan keseimbangan. Kubo pun terjatuh ke lantai.

“Ayo jawab! Kau pakai, bukan?”

Sekalipun sudah ku desak sedemikian rupa, Kubo menjawab tegas, ”….Bukan.”

“Apanya yang bukan?”

(25)

60

Kubo bangkit dan meraih bungkusan besar yang dibawanya. Dari dalam bungkusan itu, dia mengeluarkan sarung tangan cather dan tongkat pemukul yang baru, beserta tiga dus bola baseball.

Sambil mengamati semua peralatan baru yang begitu menyilaukan mata itu, aku pun teringat ke belakang. Ketika separuh disodori secara paksa, Kubo memang menerima uang itu, tapi dia hanya berkata. “Baiklah, aku jaga.”

Sejak detik itu, Kubo pasti telah memutuskan di dalam hati. “Maaf, Kubo. Maaf ya.”

Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku duduk bersimpuh dan meminta maaf. Bukannya aku berfikir kalau tidak melakukannya ini, Kubo tidak akan memberi maaf. Hanya saja saat itu aku benar-benar merasa bersalah, aku ingin meminta maaf dari lubuk hatiku yang terdalam.

Analisis :

(26)

61

kepribadian Akihiro, Ego tidak dapat mengawasi dan mengontrol alam bawah sadar dari tindakannya.

Setelah penjelasan Kubo mulailah Akihiro mulai berfikir dan Ego mulai mengontrol kerja Id. Kubo dengan menjelaskan bahwa uang yang diberikan mereka untuk membelikan perlengkapan baseball untuk junior setelah mereka tamat dari sekolah tersebut. Hal itu membuat Akihiro semakin merasa bersalah dimana Ego mencoba mengontrol dengan mengingatkan yang dikatakan Kubo sebelumnya “…aku pun teringat ke belakang. Ketika separuh disodori secara paksa, Kubo memang menerima uang itu, tapi dia hanya berkata. “Baiklah, aku jaga.” Sejak detik itu, Kubo pasti telah memutuskan di dalam hati”. Penyesalan semakin dalam dilihat dari cuplikan di atas “Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku duduk bersimpuh dan meminta maaf”.

(27)

62 BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Di dalam akhir penulisan skripsi ini, penulis membuat beberapa kesimpulan dari keseluruhan bab sebelumnya yaitu :

1. Novel Saga no Gabai Baachan merupakan novel non fiksi. Novel biografi yang menceritakan kehidupan seorang anak bernama Akihiro tinggal selama delapan tahun di desa Saga bersama neneknya. Melanjutkan kehidupan di Saga merupakan keputusan ibunya untuk mempersiapkan dan memperbaiki masa depan Akihiro pasca Perang Dunia ke II.

2. Dalam novel ini tidak lepas dari unsur-unsur ekstrinsik khususnya psikologis. Untuk mengetahui interaksi sistem kepribadian psikologi tokoh, penulis menggunakan teori Sigmund Freud. Sistem kepribadian Akihiro pada novel ini dinilai semakin seimbang. Awalnya keadaan psikologis Akihiro kurang baik akibat dari perpisahan dengan ibunya dan tinggal bersama sang nenek yang miskin serta ajarannya yang disiplin.

3. Adanya konsep kyouiku mama yang diterapkan sang nenek selama delapan tahun. Kyouiku mama memicu saling menekannya sistem kepribadian tokoh (Akihiro) hingga semakin terbentuk dan seimbangnya Id, Ego, dan Superego tokoh tersebut.

(28)

63

depresi, tekanan batin atau stress. Dan dari sisi positif Akihiro menjadi pribadi yang mandiri, pekerja keras, disiplin, meminta maaf ketika bersalah, menghargai tata krama leluhurnya dan menghargai orang yang lebih tua darinya.

5. Kedisiplinan merupakan salah satu karakter pemenang yang menghasilkan buah yang manis ke depannya.

4.2 Saran

Melalui penulisan skripsi ini ada beberapa saran yaitu :

1. Agar setiap penikmat karya sastra dalam menentukan unsur intrinsik dan ekstrinsik lebih teliti dengan membaca secara berulang-ulang dan menggali lebih dalam lagi khususnya cerita yang memiliki latar sosial/ budaya yang berhubungan dengan pendekatan yang digunakan.

2. Dalam mendidik anak sangat perlu diperhatikan agar tidak menjadi beban psikis pada anak. Dari pola didik yang diberikan menjadi penentu bagaimana psikologis dan karakter yang dimiliki seorang anak.

(29)

15 BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL, PSIKOANALISA SIGMUND FREUD, POLA DIDIK ORANG TUA DALAM KONSEP KYOUIKU MAMA,

DAN BIOGRAFI PENGARANG

2.1 Defenisi Novel

Novel merupakan salah satu jenis karya sastra yang pada hakikatnya sebuah cerita/narasi yang digambarkan dalam plot. Menurut Rees dalam Aziez dan Hasim (2010:1), novel pada hakikatnya sebuah cerita fiksi dalam bentuk prosa yang cukup panjang, yang tokoh dan perilakunya merupakan cerminan kehidupan nyata, dan yang digambarkan dalam satu plot yang kompleks. Sehubungan dengan ini, menurut Decaremon dalam Aziez dan Hasim (2010:8), novel yang merupakan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap perilaku. Kata novel berasal dari bahasa Italia, “novella” yang berarti ‘sebuah kisah, sepotong berita’. Novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks dari cerpen dan tidak dibatasi keterbatasan struktur dan materikal sandiwara atau sajak (Decaremon dalam Aziez dan Hasim, 2010:10).

(30)

16 A. Novel Picaresqua

Menurut akar katanya ia berasal dari kata picaro yang dalam bahasa Spanyol berarti ‘bandit’. Novel ini biasanya bersifat episodik, sering tidak memiliki plot yang tidak baik, serta langkanya tokoh yang mengalami perubahan psikologis.

B. Novel Epistolari

Novel jenis ini merebak pada abad kedelapan belas yang memanfaatkan surat yang dikirim di antara tokoh-tokoh yang ada di dalamnya sebagai indeks media penyampaian cerita.

C. Novel Sejarah

Jenis novel yang latar belakangnya merupakan sejarah, termasuk tokoh sejarah yang dimasukkan dalam rangkaian cerita. Novel ini sering ditandai dengan penggambaran rinci tentang suatu perilaku, bangunan, ataupun pranata.

D. Novel Regional

Novel regional adalah novel yang latarnya, atau “warna daerahnya”, memainkan peranan yang penting.

E. Novel Satir

(31)

17 F. Bildungsroman

Novel ini merujuk pada sejenis novel yang mengonsentrasikan dirinya pada perkembangan diri sang tokoh, dari masa muda atau kanak-kanak sampai masa dewasa.

G. Novel Tesis

Novel tesis merupakan novel yang berkenaan dengan suatu upaya untuk mendorong dilakukannya reformasi sosial atau koreksi atas perilaku-perilaku tertentu.

H. Novel Gotik (Roman Notir)

Novel ini berhubungan erat dengan aspek-aspek romantisisme yang menggandrungi hal-hal misterius.

I. Roman-Fleuve

Novel ini berhubungan erat dengan apa yang disebut sebagai “novel saga”, rangkaian novel tentang satu keluarga besar yang masing-masing novel mengutamakan ceritanya pada satu cabang keluarga tertentu.

J. Roman Feuilleton

Novel ini merupakan novel yang diterbitkan secara “mencicil” dan tanpa mengalami pemotongan dalam suatu surat kabar.

K. Fiksi Ilmiah

(32)

18 L. Novel Baru

Novel jenis ini konvensi-konvensi penulisan fiksi yang sudah mapan secara sengaja disimpangkan atau diperlakukan sedemikian rupa untuk membingungkan pembaca dan untuk mencapai efek tertentu yang berbeda.

M. Metafiksi

Novel ini merujuk pada sejenis novel yang sengaja mengoyak ilusi fiktif dan mengomentari secara langsung hakikat fiktifnya sendiri atau proses penulisannya.

N. Faksi

Dalam karya novel ini teknk-teknik novel digunakan untuk memunculkan kembali peristiwa-peristiwa sejarah bagi pembacanya.

Berdasarkan pemaparan di atas, novel Saga no Gabai Baachan termasuk ke dalam jenis Billdungsroman. Di dalam novel tersebut menceritakan perjalanan dan perkembangan hidup sang tokoh mulai dari kanak-kanak hingga beranjak remaja yang merupakan pengarang cerita itu sendiri.

2.2 Resensi Novel

(33)

19 2.2.1 Tema

Tema merupakan menyiratkan pokok pikiran yang akan dikemukakan pengarang kepada pembaca. Hal ini yang menjadi dasar, gagasan utama, atau tema cerita (Sugono, 2011:91). Sehubungan dengan itu, menurut Scharbach dalam Aminuddin (2000:91), menjelaskan bahwa tema is not synonymous with moral or message. . . theme does relate to meaning and purpose, in the sense. Karena tema adalah kaitan hubungan antara makna dan tujuan pemaparan prosa fiksi oleh pengarangnya. Dari pendapat ini dapat disimpulkan, bahwa tema adalah dasar/pondasi pengarang untuk mengembangkan suatu cerita.

Menurut Aminuddin ( 2000:92) dalam upaya pemahaman dan menilai tema suatu karya sastra, pembaca memperhatikan beberapa langkah :

1. Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca.

2. Memahami penokohan dan perwatakan dalam pelaku prosa fiksi yang dibaca.

3. Memahami suatu peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam prosa fiksi yang dibaca.

4. Memahami plot atau alur cerita dalam prosa fiksi yang dibaca.

5. Menghubungkan pokok-pokok pikiran yang satu dengan yang lainnya yang disimpulkan dari satuan-satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita.

(34)

20

7. Mengidentifikasikan tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan bertolak dari satuan pokok pikiran serta sikap penyair yang ditampilkannya.

8. Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkan dalam satu dua kalimat yang diharapkan merupakan ide dasar cerita yang dipaparkan pengarangnya

Berdasarkan penelitian di atas maka tema pada novel Saga no Gabai Bachaan adalah tentang perjuangan seorang nenek dan cucunya (Akihiro) dalam kehidupannya dengan pola didik nenek yang mengubahkan karakter Akihiro menjadi lebih baik.

2.2.2 Plot (Alur)

Plot (alur) merupakan struktur rangkaian cerita dalam novel. Menurut Aminuddin (2000:83), plot atau alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Sehubungan dengan ini, menurut Sukada (1987:74), plot juga merupakan unsur terpenting dalam elemen karya sastra, dalam arti unsur ini memegang dominasi mempersatukan segala unsur yang ada dalam konteks isi karya sastra.

Adapun fungsi dari plot (alur) menurut Boulton dalam Sukada (1987:73) ada dua macam yaitu :

1. Plot membawa pembaca ke arah maju dalam memahami cerita, sekalipun sesungguhnya tidak semua detail diketahuinya.

(35)

21

Menurut Nurgiyantoro dalam http://eprints.uny.ac.id/8242/3/BAB% 202-08205241004.pdf, alur atau plot dapat dilihat dari urutan waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan yaitu:

1. Plot lurus atau progresif, apabila yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh peristiwa atau menyebabkan peristiwa yang kemudian. Atau secara runtut cerita dimulai dari tahap awal, yaitu penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik, tengah atau konflik meningkat, klimaks dan akhir penyelesaian.

2. Plot sorot balik atau flash back, urutan kejadian yang disajikan dalam sebuah karya fiksi dengan alur regresif tidak bersifat kronologis. Cerita tidak dimulai dari tahap awal melainkan mungkin disuguhkan mulai dari tengah atau bahkan dari tahap akhir, kemudian tahap awal cerita disajikan. Sastra dengan jenis ini, langsung menyuguhkan konflik bahkan telah sampai pada konflik yang meruncing.

(36)

22

menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada usia 16 tahun dan kembali bersama ibunya di kota Hiroshima.

2.2.3 Tokoh

Tokoh cerita memiliki peran penting sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral atau segala sesuatu yang sengaja ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Menurut Aminuddin (2000:79), tokoh merupakan pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku disebut penokohan.

Dalam sebuah cerita terdapat tokoh utama serta tokoh tambahan. Tokoh utama umumnya merupakan tokoh yang sering diberi komentar dan dibicarakan oleh pengarangnya. Tokoh tambahan hanya dibicarakan ala kadarnya (Aminuddin, 2000:80). Selain terdapat pelaku utama, pelaku tambahan, menurut Aminuddin (2000:82-83) terdapat sejumlah ragam pelaku yang lain yaitu :

1. Simple character, bila pelaku itu tidak banyak menunjukkan adanya kompleksitas masalah. Pemunculannya hanya dihadapkan pada satu permasalahan tertentu yang tidak banyak menimbulkan adanya obsesi-obsesi batin yang kompleks.

(37)

23

3. Pelaku dinamis, pelaku yang memiliki perubahan dan perkembangan batin dalam keseluruhan penampilannya. Watak pelaku sewaktu kecil berbeda dengan setelah dewasa, sementara watak setelah dewasa juga masih mengalami perkembangan setelah menjelang tua.

4. Pelaku statis, pelaku yang tidak menunjukkan adanya perubahan atau perkembangan sejak pelaku itu muncul sampai cerita berakhir.

Pada penelitian ini penulis hanya akan membahas tokoh utama dalam novel Saga no Gabai Baachan yang bernama Akihiro Tokunaga dan termasuk tokoh yang memiliki complex character. Meskipun demikian, tokoh utama tidak terlepas dari interaksinya dengan tokoh-tokoh lainnya dalam novel Saga no Gabai Baachan ini.

2.3 Setting dalam Novel Saga no Gabai Baachan Karya Yoshichi Shimada Dalam karya sastra tokoh diceritakan tidak luput dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerita. Peristiwa/kejadian, tempat, waktu maupun keadaan masyarakat sekitar yang mendukung cerita dapat dikatakan setting atau latar. Dalam (http://www.noviasyahidah.com/hanya-teori-kepenulisan-latar-setting) latar merupakan background sebuah cerita, tempat kejadian, daerah penuturan atau wilayah yang melingkupi sebuah cerita. Sehubungan dengan hal ini menurut Fananie (2000: 97-98) mengatakan bahwa, walaupun setting dimaksudkan untuk mengidentifikasi situasi yang tergambar dalam cerita,

keberadaan elemen settingpada hakikatnya tidaklah hanya sekedar menyatakan di

mana, kapan, dan bagaimana situasi peristiwa berlangsung, melainkan berkaitan

juga dengan gambaran tradisi, karakter, perilaku sosial, dan pandangan

(38)

24

sejauh mana kesesuaian dan korelasi antara perilaku dan watak tokoh dengan

kondisi masyarakat, situasi sosial dan pandangan masyarakatnya.

Dalam

http://www.noviasyahidah.com/hanya-teori-kepenulisan-latar-setting, pada umumnya latar dibagi menjadi tiga, yaitu mengenai tempat, waktu, dan latar sosial.

2.3.1 Latar Tempat

Latar tempat menggambarkan atau mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa dalam cerita. Penggambaran lokasi tempat terjadinya peristiwa hendaklah tidak bertentangan dengan realita yang bersangkutan agar pembaca dapat mengerti dan tahu tempat jalan cerita sebenarnya terutama dalam cerita karya sastra non fiksi.

Dalam novel Saga no Gabai Baachan terdapat dua lokasi berlangsungnya cerita yaitu Hiroshima ketika Akihiro masih kecil, rumah di sebuah kota kecil bernama Saga yang terletak di Prefektur Saga Jepang bagian selatan, dan Sekolah Dasar Akamatsu yang berada dalam reruntuhan istana desa Saga.

2.3.2 Latar Waktu

Latar waktu mengacu pada kapan peristiwa itu terjadinya yang dituangkan dalam cerita. Dalam cerita non fiksi latar waktu merupakan hal yang penting diperhatikan agar tidak menimbulkan kerancuan cerita nyata itu sendiri.

(39)

25 2.3.3 Latar Sosial

Latar sosial merupakan pencakupan tentang hal-hal yang memiliki hubungan dengan masyarakat atau tokoh cerita termasuk keyakinan, adat istiadat, budaya, perilaku, dan fenomena yang terdapat dalam cerita.

Dalam cerita novel Saga no Gabai Baachan kehidupan Akihiro bersama neneknya tergambar pada zaman era Showa tahun 1958. Pada era Showa ditandakan dengan kalahnya Jepang terhadap Sekutu dalam Perang Dunia ke II. Pada masa itu masyarakat Jepang yang masih dalam proses untuk memperbaiki keadaan hidup mereka, baik dalam segi ekonomi dan pendidikan.

Latar sosial yang diambil adalah kyouiku mama (ibu pendidik). Dimana kyouiku mama itu sendiri sudah ada dari sebelum perang dunia ke II. Kyouiku mama yaitu para ibu yang memiliki ambisi mendidik anak untuk menjadikan mereka manusia yang berkualitas dan berguna bagi bangsa mereka dengan kedisiplinan. Dalam novel Saga no Gabai Baachan yang menerapkan kyouiku mama adalah nenek Osano yang merawat Akihiro selama delapan tahun, mulai Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP).

2.4 Psikoanalisa Sigmund Freud

2.4.1 Psikoanalisa Sebagai Teori Kepribadian

(40)

26

oleh Sigmund Freud mengenai tingkah laku manusia. Menurut Zaviera (2007:80), hal pokok psikoanalisa menyatakan bahwa tingkah laku manusia sebagian besar ditentukan oleh motif-motif tak sadar (alam bawah sadar). Alam bawah sadar (unconscious mind) mencakup segala sesuatu yang sangat sulit dibawa ke alam sadar, termasuk segala sesuatu yang memang asalnya alam bawah sadar, seperti nafsu, kenangan atau emosi, dan insting. Freud berpendapat bahwa alam bawah sadar adalah sumber dari motivasi dan dorongan yang ada dalam diri manusia.

Dalam mengungkapkan tingkah laku manusia psikoanalisa kepribadian meliputi tiga unsur kejiwaan yaitu, Id, Ego, dan Superego. Ketiga sistem kepribadian ini satu sama lain saling berkaitan serta membentuk totalitas atau kesatuan yang maksimal walaupun memiliki tugas/fungsi, sifat, dan prinsip kerja yang berbeda, dan wujud tingkah laku manusia tidak lain merupakan interaksi dari ketiga sistem kepribadian tersebut.

Dalam teori Sigmund Freud dalam mendeskripsikan kepribadian menjadi tiga pokok bahasan, yaitu sistem kepribadian, dinamika kepribadian, dan perkembangan kepribadian. Dalam penelitian ini penulis hanya membahas dari sistem kepribadian.

2.4.2 Sistem Kepribadian

(41)

27 2.4.2.1 Id

Id merupakan sistem kepribadian yang asli/paling dasar yang berisikan segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir. Freud menyebutkan Id adalah “keadaan psikis yang sebenarnya”, karena Id mempresentasikan dunia batin pengalaman yang subjektif dan tidak mengenal kenyataan yang objektif. Id seluruhnya berada pada alam bawah sadar seseorang.

Menurut Hall (1993:64), Id tidak bisa menanggulangi peningkatan energi yang dialaminya sebagai keadaan-keadaan tegangan yang tidak menyenangkan. Oleh karena itu, apabila tingkat tegangan organisme meningkat, baik sebagai akibat stimulasi dari luar atau rangsangan yang timbul dari dalam, maka Id akan bekerja sedemikian rupa untuk segera menghentikan tegangan dan mengembalikan organisme pada tingkat energi rendah dan konstan serta menyenangkan. Prinsip tersebut merupakan cara kerja Id yang disebut prinsip kenikmatan (pleasure principle). Berdasarkan hal tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa Id dalam menjalankan fungsi dan operasinya, Id dilandasi oleh maksud mempertahankan keinginan sendiri untuk menghindari keadaan yang tidak menyenangkan dan mencapai keadaan yang menyenangkan.

(42)

28

psikologis yang rumit. Proses primer dilakukan dengan membayangkan atau mengkhayalkan sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan, dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan. Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan dengan kenyataan. Id tidak mampu menilai atau

membedakan benar atau salah, tidak tahu moral.

Freud dalam Hall (1995:35) memiliki beberapa pendapat mengenai Id,

yaitu :

1. Id lebih dekat dengan hubungannya dengan tubuh dan proses-prosesnya

daripada dunia luar.

2. Id kekurangan organisasi dibandingkan dengan Ego dan Superego.

3. Id tidak berubah menurut masa; ia tidak dapat diubah oleh pengalaman,

karena ia tidak ada hubungan dengan dunia luar. Akan tetapi Id dapat

dikontrol dan diawasi oleh Ego.

4. Id tidak diperintah oleh akal dan ia tidak memilikin nilai, estetika, atau akhlak.

Ia hanya dapat didorong oleh satu kemungkinan keinginan hatinya, sesuai

dengan prinsip kesenangan.

Dengan demikian, individu membutuhkan sistem lain yang bisa

mengarahkannya kepada pengurangan tegangan secara nyata, yang bisa memberi

kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru, khususnya masalah moral. Sistem

yang dibutuhkan itu tidak lain adalah Ego.

2.4.2.2 Ego

(43)

29

mempertahankan dan memperhatikan kehidupan individu tersebut. Menurut Hall (1993:65), perbedaan pokok antara Id dan Ego ialah bahwa Id hanya mengenal kenyataan subjektif-jiwa, sedangkan Ego membedakan antara hal-hal yang terdapat dalam batin dan hal-hal-hal-hal yang terdapat dalam dunia luar.

Ego mengikuti prinsip kenyataan yang tujuannya mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan hal untuk pemuasan kebutuhan individu tersebut. Dapat dikatakan prinsip ini menunda prinsip kenikmatan dan mengontrol tindakan-tindakan yang akan dilakukan. Ego harus berusaha mengintegrasikan tuntutan Id, Superego, dan dunia luar yang sering bertentangan.

Menurut Freud dalam Koswara (1991:34), Ego terbentuk pada struktur kepribadian individu sebagai hasil kontak dengan dunia luar. Adapun proses yang dimiliki dan dijalankan Ego sehubungan dengan upaya memuaskan kebutuhan atau mengurangi tegangan oleh individu adalah proses sekunder (secondary process). Dengan proses sekundernya ini, Ego memformulasikan rencana bagi pemuasaan kebutuhan dan menguji apakah rencana tersebut bisa dilaksakan atau tidak. Dengan demikian Ego bagi individu tidak hanya bertindak sebagai penunjuk kepada kenyataan (reality tester). Dan dalam memainkan peranannya ini Ego melibatkan fungsi psikologis yang tinggi, yakni kognitif atau intelektual.

(44)

30

Ego dikatakan proses sekunder dimana menuaikan apa yang tidak dapat dilakukan proses primer, yaitu untuk memisahkan dunia pikiran yang subjektif dari dunia kenyataan wujud yang objektif. Proses sekunder tidak melakukan kesalahan seperti yang dilakukan oleh proses primer, ialah menganggap gambaran suatu benda sebagai benda itu sendiri. Proses sekunder juga berfungsi dalam penghidupan seseorang, mendorong pertumbuhan dan penyempurnaan proses rohaniah dari pengamatan, ingatan, pikiran, dan tindakan (Hall, 1995:39).

2.4.2.3 Superego

Superego merupakan wewenang moral dari kepribadian; mencerminkan yang ideal dan bukan real, dan memperjuangkan kesempurnaan dan bukan kenikmatan. Superego adalah perwujudan internal dari nilai-nilai dan cita-cita tradisional masyarakat. Adapun yang menjadi perhatian utama superego adalah memutuskan apakah sesuatu itu benar atau salah dengan demikian ia dapat bertindak sesuai norma-norma moral yang diakui oleh wakil-wakil masyarakat.

Menurut Freud dalam Koswara (1991:35), Superego memiliki fungsi-fungsi pokok yaitu :

1. Sebagai pengendali dorongan-dorongan atau implus-implus tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat. 2. Mengarahkan Ego untuk menggantikan tujuan-tujuan realistis dengan

tujuan-tujuan yang moralistis.

(45)

31

Adapun Superego terdiri dari dua anak sistem yaitu ego ideal dan hati nurani. Ego ideal merupakan sesuatu pengertian–pengertian anak tentang apa yang secara moril dianggap baik oleh orang tuanya. Dan sebaliknya, hati nurani sesuai dengan pengertian-pengertian anak tentang apa yang oleh orang tuanya dianggap moril buruk.

Superego berkembang dari Ego sebagai akibat dari perpaduan yang dialami seorang anak dari ukuran-ukuran orang tuanya mengenai apa yang baik dan saleh dan apa yang buruk dan batil dan mengontrol dan mengatur gerak hati yang kalau dinyatakan secara sewenang-wenang akan membahayakan kemantapan masyarakat itu sendiri (Hall, 1995:45).

2.5 Pola Didik Orang Tua dalam Konsep Kyouiku Mama

Di dalam keluarga sebagai orang tua atau pengasuh dari seorang anak akan memberikan pola didik agar menciptakan sifat maupun sikap yang baik terhadap lingkungannya. Pola didik dapat saja diterima dari budaya dari masyarakat itu sendiri atau kondisi yang dialami dari sang pendidik sebelumnya. Demikian pula di Jepang terdapat budaya ibu pendidik atau kyouiku mama.

Menurut Cummings dalam http://thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00334-JP%20Bab%202.pdf, kyouiku dalam pengertian kyouiku mama ini lebih

dekat pada istilah yang terdapat dari dua kanji dalam kata kyouiku yakni (

) oshieru sodateru koto yang berarti mendidik dan

(46)

32

pendidikan yang diberikan yaitu menanamkan serta mensosialisasikan

kebudayaan dan nilai-nilai dalam masyarakat Japang. Sedangkan mama (

) yang berarti dan merupakan kata yang diadopsi dari bahasa Inggris.

Makna yang terkandung dalam kata berbeda dengan makna yang

terkandung dalam kata okaasan ( ) yang juga berarti ibu dalam

bahasa Jepang. Kata memiliki makna lebih umum yang menggambarkan

peran ibu sama pentingnya peran ayah dalam keluarga. Sedangkan

memiliki makna terhormat dalam kebudayaan Jepang.

Kyouiku mama bertujuan yakni seorang istri difokuskan untuk mendidik anaknya menjadi manusia yang berkualitas dan berguna bagi bangsa dan negaranya dan ibu pendidik ini dituntut tidak hanya mengurus masalah rumah tangga tapi juga mendidik anak-anak mereka menjadi anak yang berhasil.

(47)

33

Penanaman nilai-nilai disiplin dan bijaksana yang seharusnya diajarkan oleh ayah pun tidak lagi didapat oleh anaknya. Inilah yang menyebabkan seorang kyouiku mama semakin bertambah dekat dengan sang anak dan sebaliknya hubungan kyouiku mama dengan sang suami semakin jauh. Dan di Jepang sudah lama terdapat kecenderungan sang istri untuk bersikap kolot dalam menyatakan cintanya kepada suami, dan menjadikan anak laki-lakinya yang akan menggantikan keluarga (Okamura dalam Saragih, 2014:28-29). Sehubungan dengan ini menurut Fukushima dalam http://thesis.binus.ac.id/ Asli/Bab2/2008-2-00334-JP%20Bab%202.pdf,

Terjemahan:

Karena perekonomian Jepang zaman itu sulit maka mereka hanya bisa mengikuti pendidikan yang disukai saja. Oleh karena itu, banyak para ibu yang berfikir bahwa sebagai penggantinya, mereka memberikan anak-anaknya pendidikan yang terbaik.

Konsep kyouiku mama menurut Stedee dalam thesis.binus.id/Asli/ Bab2/2008-2-00334-jp2.pdf terdapat dua keyakinan (ranjau mental) dalam kyouiku mama yaitu:

(48)

34

para orang tua itu bisa tanpa sengaja mengirimkan pesan-pesan yang sebenarnya tidak ditujukan kepada buah hatinya. Ada garis tipis yang memisahkan antara memotivasi anak-anak untuk melakukan yang terbaik dalam segala hal. Ranjau mental ini tertanam pada saat kita mendorong anak-anak ke dalam aktivitas yang kurang diminati anak-anak. Ranjau mental ini ke dalam benak anak setiap kali menerima hasil yang kurang memuaskan dari aktivitas yang mereka lakukan.

Apabila ranjau mental menjadi suatu keyakinan dalam diri anak, menyebabkan rasa percaya diri anak mengalami erosi yang sangat drastis. Sangat tidak mungkin lagi seorang anak menjadi yang terbaik dalam segala hal. Anak yang merasa tidak menjadi yang terbaik dengan segera akan meyakini bahwa ia telah mengecewakan orang tuanya dan dirinya sendiri. Beberapa orang dewasa yang telah tertanam dalam ranjau ini pada masa kanak-kanaknya sering menjadi mudah marah atau depresi ketika merasa tidak mampu memenuhi apa yang diharapkan orang lain.

Biasanya, orang tua yang demikian hanya melihat kesuksesan belaka. Baik kesuksesan pada dirinya atau orang lain. Mereka ingin melihat kesuksesan pada diri anak, walaupun dengan cara memaksanya.

2. Ranjau Mental Kedua (harus berprestasi)

(49)

35

ia tidak dicintai lagi. Anak-anak yang merasa bahwa cinta orang tua mereka adalah cinta bersyarat, mereka akan merasa tidak aman dan lebih bergantung pada persetujuan eksternal untuk meyakinkan diri mereka. Ketergantungan eksternal untuk memperoleh rasa harga diri membuat mereka jauh lebih rapuh terhadap teman-teman sebaya. Ketika anak-anak tumbuh dewasa dalam cinta bersyarat, mereka terobsesi dan mencari penerimaan melalui kemajuan karier atau perubahan hubungan antar pribadi. Mereka tampak tidak pernah merasa cukup lagi.

Setiap anak dari kyouiku mama pada umumnya menjadi seorang anak yang sangat disiplin dan mandiri, terjadwal melakukan segala sesuatu, tidak bergantung pada orang lain, dan di lingkunagan sosial anak terlatih untuk meminta maaf ketika melakukan kesalahan, dan jujur. Di samping itu, anak juga mengalami stress karena ketatnya disiplin yang ditanamkan.

Menurut Takie Sugiyama Lebra dalam Saragih (2014:32), terdapat beberapa ketergantungan hubungan antara ibu dengan sang anak dalam konsep kyouiku mama yaitu :

1. Ibu memiliki wewenang terhadap anak, yang saat ini menjadi suatu ketergantungan secara penuh yaitu dalam pengawasan, perlindungan, dan ketahanan hidup.

(50)

36

3. Harapan atas keikutsertaannya yang dipenuhi rasa puas dalam hubungan ibu-anak. Sehingga pada akhirnya, seluruh hidupnya akan dicurahkan untuk kesejahteraan anaknya.

2.6 Biografi Pengarang

Yoshichi Shimada lahir di Hiroshima tahun 1950 yang memiliki nama asli Akihiro Tokunaga. Tinggal bersama ibunya di Hiroshima dengan seorang kakaknya. Namun, di tahun 17 era Showa (1942) ayahnya meninggal ketika ia kecil karena penyakit akibat efek radioaktif yang tersisa dari bom atom pada saat Perang Dunia II di Hiroshima. Meninggalnya sang ayah mengharuskan ibunya untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarga. Dan ibu Akihiro melihat hal tersebut tidak baik untuk pertumbuhan Akihiro dengan kondisi Hiroshima yang masih kacau balau, maka ia harus dititipkan kepada neneknya di desa kecil bernama Saga pasca Perang Dunia II dalam proses pemulihan kembali kota Hiroshima.

Di desa Saga merupakan tempat sang nenek tinggal yang memiliki kehidupan yang miskin. Di tempat itu selama kurang lebih delapan tahun Akihiro mendapatkan pola didik yang membentuk karakter Akihiro yang lebih baik mulai tahun 1958. Di desa Saga merupakan tempat Akihiro melanjutkan Sekolah Dasar mulai kelas dua sampai menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama. Akihiro merupakan anak yang gemar akan baseball dan bercita-cita menjadi pemain baseball profesional di Jepang.

(51)

37

Akihiro berkesempatan melanjutkan olahraga atletiknya di kota Hiroshima. Namun, entah bagaimana ia melakukan debut sebagai kelompok lawak manzai “B&B”, kemudian menjadi salah satu yang terkenal saat manzai booming di tahun 1980.

(52)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra merupakan karya seni yang dapat dikaitkan dengan aspek hiburan yang menyenangkan pembacanya dari isi karya sastra itu sendiri. Menurut Sugono (2011:159), sastra merupakan karya tulis yang jika dibandingkan dengan karya tulis lain, memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorsinilan, keartistikan, serta keindahan dalam isi dan ungkapannya. Sehubungan dengan ini, dalam sastra juga harus terdapat nilai-nilai keindahan, kejujuran, dan kebenaran. Artinya dalam membaca sastra mampu meningkatkan pola pikir dalam harkat hidup dan bermanfaat bagi kehidupan.

(53)

2

Dalam kajian ini penulis akan mengkaji sebuah novel. Menurut Hornby dalam Aziez dan Hasim (2010:2), novel merupakan sebuah cerita dalam bentuk prosa yang cukup panjang untuk dimuat dalam satu volume atau lebih, baik tentang tokoh-tokoh rekaan maupun historis.

Dalam novel disusun atas unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang kedua unsur ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya untuk membentuk keindahan dalam cerita. Menurut Sukada (1987:47), unsur instrinsik adalah unsur yang membangun struktur karya sastra. Unsur-unsur ini terdiri atas insiden, perwatakan, plot, teknik cerita, komposisi cerita, dan gaya bahasa. Sedangkan unsur ekstrinsik yaitu unsur yang dikaitkan dengan data di luarnya untuk mengetahui seberapa jauh karya sastra itu memiliki dasar atau unsur kesejarahan, sosiologis, psikologis, religius, dan filosofi.

Dalam karya sastra tidak lepas dari tokoh, tokoh merupakan pelaku dalam karya sastra. Setiap tokoh memiliki karakter dan hal itu tidak lepas dari psikologi. Dalam cerita pengarang dapat mengungkapkan ekspresi jiwa, perasaan, dan pikiran yang akan tergambarkan dari karakter setiap tokoh.

(54)

3

pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya (Endraswara, 2013:96). Kesinambungan kedua ilmu ini akan mengungkap aspek kejiwaan tokoh dalam sastra.

Salah satu novel yang mengungkapkan masalah psikologi tokoh adalah novel Saga no Gabai Baachan karya Yoshichi Shimada. Novel tersebut mengungkapkan psikologi tokoh utama Akihiro. Akihiro merupakan seorang anak yang dididik oleh nenek yang cara hidupnya disiplin dan tekun. Hal ini ditunjukkan dalam teks cerita dalam novel tersebut yang berupa interaksi Id, Ego, dan Superego Akihiro yang salah satunya terlihat dari cuplikan di bawah ini:

Meski saat itu aku masih kecil, aku mengharapkan akan mendengar kata-kata seperti berikut, “Selamat datang. Kau pasti lapar ya?” atau “Pasti sedih karena berpisah dari ibumu, tapi tak usah takut, Nenek akan menjagamu,” dan sebagainya. Tetapi, kata-kata yang keluar pertama kali dari mulut Nenek malah, “Ikuti aku”. Kemudian dengan langkah cepat, dia berjalan keluar melalui pintu belakang, menuju gubuk kecil yang berpisah dari sana. Lalu kepada diriku yang masih berdiri termangu tanpa tahu harus bagaimana, Nenek berkata, “Karena mulai besok Akihiro yang harus menanak nasi, perhatikan baik-baik”. Karena disuruh begitu, akupun menerima alat peniup api dari bambu yang diangsurkan kepadaku.

(55)

4

belum pernah dilakukan oleh Akihiro. Melihat hal ini, keadaan psikologi yang kecewa dan terkejut dengan sambutan sang nenek. Ditambah lagi ketika Akihiro sampai di rumah nenek, pertama kali sang nenek langsung menyuguhkan pekerjaan di rumah. Namun Ego dapat mengendalikan Id, terlihat pada cuplikan terakhir yaitu “karena disuruh begitu, akupun menerima alat peniup api dari bambu yang diangsurkan kepadaku”. Id juga bisa mendominasi yang tidak menghiraukan Ego maupun Superego atau sebaliknya. Dan hal ini akan dianalisis oleh penulis di Bab III.

(56)

5

yang disiplin dan mengusahakan Akihiro mendapat yang terbaik terutama dalam pendidikan sekolahnya walaupun sang nenek hidup miskin.

Di Jepang terdapat istilah kyouiku mama yaitu ibu pendidik. Semasa Akihiro kecil ia dididik oleh sang nenek. Dalam hal ini sang nenek dapat dikatakan orang tua yang membesarkan Akihiro sebelum ia meranjak dewasa. Peran orang tua sangat besar dan berpengaruh terhadap pendidikan di Jepang. Dalam kyouiku mama orang tua/ibunya melakukan apa saja demi pendidikan sang anak dan ditekankan untuk belajar lebih besar lagi.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana kondisi psikologi tokoh Akihiro dalam novel ini. Untuk itu penulis membahasnya di dalam skripsi dengan judul “Analisis Psikologis Tokoh Akihiro dalam Novel Saga no Gabai Baachan Karya Yoshichi Shimada”.

1.2 Rumusan Masalah

(57)

6

hancur, maka Akihiro dititipkan kepada neneknya di desa Saga demi kebaikan pendidikan dan kehidupan Akihiro kedepannya.

Nenek Osano tinggal di desa Saga merupakan nenek yang sangat tekun dan bersemangat. Ketika Akihiro dititipkan kepada neneknya selama delapan tahun cara mendidik Akihiro yang diterapkan sangat disiplin. Sang nenek menekankan kepada Akihiro agar dapat hidup mandiri dan mendapatkan yang terbaik walaupun dengan kondisi hidup miskin. Awalnya ketika bersama ibunya Akihiro mudah melakukan apa saja yang dia mau bahkan nekad menemui ibunya pada saat malam hari ketika ibunya menjaga bar, namun ketika bersama neneknya Akihiro harus melakukan apa yang dikatakan sang nenek dan menahan keinginan pribadinya. Dari hal ini dapat dilihat pola didik kyouiku mama diterapkan oleh sang nenek kepada cucunya tersebut. Dan dari kyouiku mama tersebut merupakan imbas dari terbentuknya karakter Akihiro menjadi penurut dan setia.

Selain itu, dalam novel Saga no Gabai Baachan pengarang juga mengungkapkan interaksi struktur kepribadian Id, Ego, dan Superego yang saling menyempurnakan dalam pribadi Akihiro. Saat bersama ibunya, Id yang merupakan prinsip kesenangan lebih mendominasi dan ketika sudah tinggal bersama neneknya Ego dan Superego mulai mengawal dan menuntun Id pada Akihiro.

(58)

7

1. Bagaimana keadaan psikologis tokoh Akihiro saat tinggal bersama nenek Osano di desa Saga dalam novel Saga no Gabai Baachan ?

2. Bagaimana interaksi struktur kepribadian tokoh Akihiro seperti Id, Ego, dan Superego dalam novel Saga no Gabai Baachan ?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam penelitian ini difokuskan pada sebuah novel terjemahan Jepang yang berjudul Saga no Gabai Baachan karya Yoshichi Shimada yang diterbitkan kembali ditahun 2013 dengan editan terbaru yang terdiri atas 255 halaman yang dicetak dalam bahasa Indonesia. Agar masalah penelitian tidak terlalu luas dan lebih terarah, maka dalam penelitian ini penulis hanya fokus membahas kondisi psikologis dari tokoh utama berupa analisis terhadap interaksi Id, Ego, dan Superego yang saling menekan satu dengan yang lain pada saat Akihiro tinggal bersama sang nenek selama delapan tahun yang diceritakan dalam novel Saga no Gabai Baachan.

Sebelum menganalisis sepuluh cuplikan dengan pendekatan psikologis, penulis terlebih dahulu akan menjelaskan defenisi novel, resensi novel, teori psikoanalisa Sigmund Freud, pola didik orang tua dalam konsep kyouiku mama, dan biografi Yoshichi Shimada (pengarang).

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

(59)

8

kehidupan dan kemanusiaan (Sukada, 1987:88). Pembaca dapat menikmati sastra dari karya sastra yang dihasilkan. Salah satu jenis dari karya sastra adalah novel. Novel merupakan karangan dalam bentuk prosa tentang peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia seperti yang dialami orang dalam kehidupan sehari-hari, tentang suka-duka, kasih dan benci, tentang watak dan jiwanya, dan sebagainya (Badudu dan Zain dalam Aziez dan Hasim, 2010:2). Sastra dapat dikaji melalui beberapa pendekatan dan dalam novel Saga no Gabai Baachan sudah dianalisis melalui pendekatan pragmatik dan pendekatan sosiologis.

Psikologi adalah ilmu jiwa. Psikologi merupakan sebuah bidang ilmu pengetahuan dan ilmu terapan yang mempelajari mengenai perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah (http//Wikipedia.org/wiki/psikologi.html). Karya sastra merupakan ungkapan kejiwaan pengarang yang menggambarkan emosi dan pemikirannya. Hal ini dituangkan salah satunya melalui tokoh-tokoh yang diciptakan pengarang dalam cerita. Oleh karena itu, karya sastra dapat diteliti melalui pendekatan psikologi. Menurut Endraswara (2013:97), karya sastra merupakan cerminan psikologis pengarang dan sekaligus memiliki psikologis terhadap pembaca. Dalam hal ini dapat diartikan bahwasanya, sastra dan psikologis memiliki hubungan atau titik temu yang membahas tentang “kejiwaan” seseorang (tokoh).

(60)

reseptif-9

pragmatik, yang mengkaji aspek psikologis pembaca sebagai penikmat karya sastra yang terbentuk dari pengaruh karya sastra yang dibacanya. Dan pandekatan ekspresif mengkaji aspek psikologis sang penulis. Dari hal ini penulis menggunakan pendekatan tekstual yang khusus mengkaji aspek psikologis tokoh.

Menganalisis aspek psikologis seseorang ataupun tokoh harus berdasarkan aturan-aturan ataupun teori yang khusus menjelaskan tentang perilaku dan karakter manusia. Untuk menopang pendekatan psikologis dari aspek tekstual dalam novel ini, penulis menggunakan teori kepribadian oleh Sigmund Freud.

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam menganalisis suatu karya sastra, diperlukan suatu teori pendekatan yang berfungsi sebagai acuan dalam menganalisis karya sastra tersebut. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan psikologis yaitu teori kepribadian oleh Sigmund Freud dan pendekatan semiotika.

Teori kepribadian merupakan segugusan asumsi tentang tingkah laku manusia beserta defenisi-defenisi empirisnya. Teori harus siap menangani, atau membuat prediksi-prediksi tentang berbagai macam tingkah laku manusia (Hall, 1993:37).

(61)

10

didasari hal yang tidak disadari, seperti keinginan atau dorongan. Dari hal ini terbentuklah struktur kepribadian yaitu Id, Ego, dan Superego.

Id merupakan kebutuhan dan emosi yang tidak tertata, tidak konsisten, kadang tidak dikenal, dan bahkan bersifat antisosial yang melekat pada tubuh kita (Nelson, 2003:17). Dapat diartikan Id merupakan hal yang tidak disadari yang terdapat di bawah alam sadar sesorang yang hanya mengikuti prinsip kepuasaan orang itu sendiri, mengandalkan pengalaman subjektif, secara sederhana Id merupakan prinsip kesenangan. Menurut Hall (1995:30), tujuan dari prinsip kesenangan adalah untuk membebaskan seseorang dari ketegangan sehingga menjadi lebih sedikit untuk menekannya sehingga sedapat mungkin menjadi tetap/konstan. Secara sederhana yaitu usaha mencegah penderitaan dan menemukan kesenangan.

Ego adalah sesuatu yang tertata, lebih atau kurang sadar dan lebih atau kurang konsisten terhadap prinsip prasangka yang secara bebas yang diartikan sebagai diri (Nelson, 2003:17). Berdasarkan hal tersebut dikatakan Ego bila perilakunya berdasarkan prinsip kenyataan yang peranan utamanya adalah penyeimbang dari kebutuhan-kebutuhan insting dari seseorang.

(62)

11

Berdasarkan teori kepribadian di atas, maka penulis akan melihat interaksi struktur kepribadian yaitu Id, Ego, dan Superego yang dilahirkan oleh tokoh utama. Ketiga struktur kepribadian ini saling mengisi dimana Id dapat ditekan oleh Ego, Ego dapat ditekan oleh Id, atau sebaliknya. Dalam Hall (1993:63), masing-masing mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dinamisme, dan mekanisme sendiri, namun mereka berinteraksi begitu erat satu sama lain sehingga sulit (tidak mungkin) untuk memisah-misahkan pengaruhnya dan menilai sumbangan relatifnya terhadap tingkah laku manusia.

(63)

12 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok-pokok permasalahan yang telah dikemukakan, maka secara ringkas tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui keadaan psikologis Akihiro saat tinggal bersama nenek Osano di desa Saga dalam novel Saga no Gabai Baachan.

2. Untuk mendeskripsikan interaksi struktur kepribadian tokoh Akihiro seperti Id, Ego, dan Superego dalam novel Saga no Gabai Baachan.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai psikologi kepribadian oleh Sigmund Freud melalui karya sastra non fiksi.

2. Bagi peneliti dan pembaca dapat menambah wawasan mengenai pola didik orang tua dalam konsep kyouiku mama.

3. Bagi pembaca, penelitian ini dapat sebagai bahan penunjang untuk Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, guna memperkaya bahan penelitian dan sumber bacaan.

1.6 Metode Penelitian

(64)

13

yang tepat, yang sesuai dengan karateristik objek kajiannya (Pradopo, 2001:12). Oleh karena itu, berdasarkan permasalahan yang dianalisis dalam novel Saga no Gabai Baachan ini, maka metode penelitian yang digunakan

Referensi

Dokumen terkait

Most of the newest remote sensing systems, such as Landsat8, SPOT, IKONOS, QuickBird, EO-1 and ALOS provide sensors with one high spatial resolution panchromatic (PAN)

Untuk itu keberadaan sumber daya manusia aparatur memiliki peran yang cukup dominan dalam pencapaian tujuan pemerintahan kecamatan secara efktif dan efisien yang harus

In addition to simulation of rainfall-runoff process using the recorded land precipitation, the performance of four satellite algorithms of precipitation, that is, CMORPH,

[r]

Laporkan kepada pengawas Tes Sumatif kalau terdazpat tulisan yang kurang jelas, rusak atau jumlah soal kurang.. Jumlah soal sebanyak 25 : 20 butir Pilihan Ganda 5 butir Uraian

[r]

Negasi dari pernyataan “ Semua siswa yang lulus SMA ingin masuk perguruan tinggi” adalah ….. Tiada siswa yang lulus SMA ingin masuk perguruan

[r]