commit to user
i
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DAN
PRAKTEK PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI
DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6 SAMPAI 12 BULAN
(Di Puskesmas Karangmalang, Kabupaten Sragen)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan
Oleh :
Jatuningsih Yulianti S 540809012
PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
commit to user
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DAN
PRAKTEK PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI
DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6 SAMPAI 12 BULAN
(Di Puskesmas Karangmalang, Kabupaten Sragen)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan
Oleh :
Jatuningsih Yulianti
S 540809012
PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Jatuningsih Yulianti NIM : S 540809012
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul “ Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu dan Praktek Pemberian Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Bayi usia 6 Sampai 12 Bulan (Di Puskesmas Karangmalang, Kabupaten Sragen)” adalah betul-betul karya sendiri. Dan didalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan. Apabila ternyata di kemudian hari terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya diatas, maka saya akan bertanggung jawab sepenuhnya.
Surakarta, Desember 2010 Yang membuat pernyataan
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis bisa
menyelesaikan tesis dengan judul “Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu
dan Praktek Pemberian Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Pada Bayi
Usia 6 Sampai 12 Bulan (Di Puskesmas Karangmalang Kabupaten Sragen)”
dengan baik dan lancar.
Tesis ini kami tulis selain sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Magister Kedokteran Keluarga dengan minat utama Pendidikan Profesi Kesehatan
pada program pasca sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta juga untuk
memberikan wacana bagi pihak yang berkepentingan dalam upaya perbaikan
status gizi pada bayi usia 6 sampai 12 bulan.
Dalam penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari keterlibatan banyak
pihakyang memberi dorongan, semangat dan masukan yang sangat berarti bagi
penulis. Untuk itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Rektor dan Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberkan kesempatan kepada penulis untuk
menempuh pendidikan pascasarjana (S2).
2. Prof. Dr. dr. Didik Tamtomo, MM, M.Kes. PAK selaku Ketua Program Studi
Magister Kedokteran Keluarga Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
commit to user
vii
3. Prof. Dr. dr. Ambar Mudigdo, Sp. PA dan dr. Ety Poncorini, M.Pd selaku
Dewan Pembimbing tesis.
4. Segenap dosen Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberikan bekal
pengetahuan yang tiada ternilai dan sangat berarti bagi penulis.
5. dr. Dwi Astuti, M.Kes selaku Kepala Puskesmas Karangmalang, Kabupaten
Sragen yang telah memberikan ijin penelitian.
6. Staf dan Karyawan Puskesmas Karangmalang, Kabupaten Sragen yang telah
membantu dalam pelaksanaan penelitian.
7. Rekan-rekan seperjuangan Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan Angkatan 2009-2010
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
8. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Penyusunan tesis ini sudah kami usahakan semaksimal mungkin, namun
tidak menutup kemungkinan adanya kesalahan baik dari segi isi ataupun tulisan,
untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan tesis ini.
Akhirnya kami berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Surakarta, Desember 2010
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Allah SWT, ya azza wajalla
Karyaku ini kupersembahkan Untuk :
· Suamiku tercinta dan anakku tersayang , terima kasih atas doa,
dorongan, kasih sayang, pengertian serta kesabarannya dalam
memberikan semangat sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan
baik.
· Kedua orangtuaku tercinta yang selalu memberikan doa, semangat dan
dukungannya. Cinta, kasih sayang dan pengorbananmu takkan hilang
sampai kapanpun.
· Kakak dan adikku tersayang, terima kasih atas cinta dan dukungannya,
semoga Allah selalu memberikan yang terbaik bagi kita. Amin
· Sahabat-sahabatku terima kasih atas semangat dan dukungannya
commit to user
viii DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL………... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN TESIS………. iii
PERNYATAAN... iv
PERSEMBAHAN... v
KATA PENGANTAR... vi
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
ABSTRAK... xiii
ABSTRACT... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….. 1
B. Perumusan Masalah... 4
C. Tujuan Penelitian... 4
D. Manfaat Penelitian... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori... 6
commit to user
ix
C. Kerangka Pemikiran... 41
D. Hipotesis... 42
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 43
B. Tempat dan Waktu Penelitian... 43
C. Populasi Sampel... 43
D. Desain Ukuran Sampel... 43
E. Variabel Penelitian... 44
F. Definisi Operasional... 44
G. Alat dan Metode Pengumpulan Data... 46
H. Metode Pengolahan dan Analisis Data... 47
I. Uji Validitas dan Reliabilitas... 50
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 52
B. Pembahasan... 64
C. Keterbatasan Penelitian... 71
BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 72
B. Saran... 72
DAFTAR PUSTAKA... 74
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
commit to user
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jadwal Pemberian MP-ASI Menurut Umur Bayi... 21
Tabel 2.2 Status Gizi Berdasarkan Indeks Antropometri... 36
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 53
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan... 54
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin bayi... 54
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan... 55
Tabel 4.5 Distribusi Responden BerdasarkanPraktek Pemberian MP-ASI... 55
Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi Bayi... 56
Tabel 4.7 Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan Status Gizi Bayi... 56
Tabel 4.8 Praktek Pemberian MP-ASI Berdasarkan Status Gizi Bayi... 57
Tabel 4.9 Tingkat Pengetahuan dan Praktek Pemberian MP-ASI... 58
Tabel 4.10 Hasil Uji Bivariat... 59
Tabel 4.11 Hasil Uji t... 61
Tabel 4.12 Hasil Uji F... 62
commit to user
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Uji Validitas... 77
Lampiran 2. Hasil Uji Reliabilitas... 79
Lampiran 3. Permohonan Ijin Penelitian... 80
Lampiran 4. Surat Rekomendasi... 81
Lampiran 5. Kuesioner Tingkat Pengetahuan Ibu... 82
Lampiran 6. Kuesioner Praktek Pemberian MP-ASI... 84
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki
fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas.
Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi
yang baik. Status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang
dikonsumsi. Masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor
konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi
oleh pola asuh, ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi, budaya dan
politik. Apabila gizi kurang dan gizi buruk terus terjadi dapat menjadi faktor
penghambat dalam pembangunan nasional . Secara perlahan kekurangan gizi
akan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, bayi, dan balita, serta
rendahnya umur harapan hidup. Selain itu, dampak kekurangan gizi terlihat
juga pada rendahnya partisipasi sekolah, rendahnya pendidikan, serta
lambatnya pertumbuhan ekonomi (Bapenas, 2007 ).
Nutrisi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia.
Kekurangan nutrisi yang diperlukan tubuh akan mengakibatkan efek yang
sangat serius, seperti kegagalan pertumbuhan fisik, menurunnya IQ,
commit to user
penyakit, serta meningkatkan resiko terjangkit penyakit dan kematian
( Liaumalia, 2006).
Sampai saat ini masih terdapat empat masalah gizi utama, salah
satunya adalah masalah Kurang Energi Protein (KEP) yang banyak diderita
oleh kelompok anak umur dibawah lima tahun (balita). Menurut berat
ringannya KEP dibagi menjadi beberapa tingkatan yaitu : ringan, sedang dan
buruk. Atau sering juga disebut gizi buruk, gizi kurang, gizi baik dan gizi
lebih (Sihadi, 1999).Gizi buruk merupakan salah satu masalah gizi yang perlu
mendapat perhatian yang serius, menurut hasil survey kesehatan
nasional(susenas) pada tahun 1989 prevalensi gizi buruk anak balita adalah
6,3%. Prevalensi ini meningkat menjadi 11,56% pada tahun 1995 dan
menurun menjadi 8,0% pada tahun 2002 (PERSAGI, 2004).
Kurang gizi atau gizi buruk dinyatakan sebagai penyebab tewasnya 3,5
juta anak di bawah usia lima tahun (balita) di dunia. Mayoritas kasus fatal gizi
buruk berada di 20 negara, yang merupakan negara target bantuan untuk
masalah pangan dan nutrisi. Negara tersebut meliputi wilayah Afrika, Asia
Selatan, Myanmar, Korea Utara, dan Indonesia. Hasil penelitian yang
dipublikasikan dalam jurnal kesehatan Inggris The Lanchet ini
mengungkapkan, kebanyakan kasus fatal tersebut secara tidak langsung
menimpa keluarga miskin yang tidak mampu atau lambat untuk berobat,
kekurangan vitamin A dan zinc selama ibu mengandung balita, serta menimpa
commit to user
ini terhitung lebih dari sepertiga kasus kematian anak di seluruh dunia (Malik,
2008).
Berbagai penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi dan
balita disebabkan oleh keadaan gizi yang jelek. Resiko meninggal dari anak
yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO
memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh
keadaan gizi anak yang jelek (Irwandy, 2007).
Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita adalah 5,4% ; dan Gizi
Kurang pada Balita adalah 13,0%. Keduanya menunjukkan bahwa baik target
Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk pencapaian program
perbaikan gizi (20%), maupun target Millenium Development Goals pada
2015 (18,5%) telah tercapai pada 2007. Namun demikian, sebanyak 19
provinsi mempunyai prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang diatas prevalensi
nasional (Depkes RI, 2008).
Gizi kurang pada anak dapat terjadi karena tidak cukupnya makanan
tambahan dan adanya penyakit infeksi. Penurunan kejadian kurang gizi dapat
dicapai dengan peningkatan status gizi, yaitu dengan mencukupi kebutuhan
bayi dan anak melalui pemberian Air Susu Ibu dan Makanan Pendamping Air
Susu Ibu yang adekuat (Krisnatuti, 2000).
Air Susu Ibu memenuhi seluruh kebutuhan bayi terhadap zat gizi untuk
pertumbuhan dan kesehatan sampai bayi berumur enam bulan. Sesudah itu Air
Susu Ibu tidak dapat lagi memenuhi seluruh kebutuhan, karena itu bayi
commit to user
yang berumur enam bulan lebih terdiri dari dua unsur pokok yaitu Air Susu
Ibu ( atau buat sejumlah ibu yang tidak dapat meneteki anaknya
mempergunakan susu formula ) dan makanan tambahan. Komposisi dan
konsistensi makanan tambahan bayi harus disesuaikan dengan perkembangan
fisiologis dan psikomotor atau dengan kata lain disesuaikan dengan umurnya
( Suhardjo, 2009 ).
Perlu diketahui weaning period ( periode penyapihan ) yang dimulai
pada usia enam bulan merupakan masa rawan. Karena pemberian Makanan
Pendamping Air Susu Ibu yang tidak sesuai baik jenis maupun jumlahnya
akan memberikan dampak buruk bagi tumbuh kembang bayi. Padahal pada
periode ini bayi sedang dalam masa tumbuh kembang. Periode ini juga
merupakan dasar bagi kemampuan anak untuk mengkonsumsi berbagai jenis
makanan pada periode selanjutnya. Praktek pemberian makanan pada masa ini
berkaitan erat dan harus disesuaikan dengan perkembangan ketrampilan
makan anak. Ketidaksesuaian dalam pemberian makan pada anak dapat
menimbulkan masalah kesulitan makan pada anak terutama di usia balita
( Dini Kasdu, 2004 ).
Menurut SDKI 2007 pencapaian pemberian Makanan Pendamping Air
Susu Ibu usia 6-12 bulan di Indonesia pada tahun 2007 mencapai 75%,
sedangkan pemberian Air Susu Ibu pada bayi usia 0 – 6 bulan baru mencapai
32,4 %. Di Propinsi Jawa Tengah pencapaian pemberian Makanan
Pendamping Air Susu Ibu sudah mencapai 83,98%. Dinas Kesehatan
commit to user
tahun 2009 yang dilakukan secara acak pada 26 Puskesmas di Kabupaten
Sragen. Dari hasil PSG (BB/U) tahun 2009 berdasarkan Puskesmas
didapatkan hasil prosentasi gizi buruk 3,9 %, gizi kurang 5,0 % dan gizi baik
91,1 %. Dari hasil tersebut Puskesmas Karangmalang merupakan wilayah
dengan kasus gizi buruk dan gizi kurang tertinggi di Kabupaten Sragen .
Berdasarkan survey yang dilakukan peneliti di Puskesmas
Karangmalang Kabupaten Sragen dan menurut penyampaian ibu-ibu kader
dan petugas gizi dari Puskesmas Karangmalang masih banyak ibu-ibu yang
belum mengetahui tentang praktek cara memberikan Makanan Pendamping
Air Susu Ibu pada anaknya yang meliputi jenis makanan, waktu dan porsi
pemberiannya. Untuk itu peneliti merasa tertarik untuk meneliti hubungan
tingkat pengetahuan ibu dan praktek pemberian Makanan Pendamping Air
Susu Ibu dengan status gizi pada bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas
Karangmalang Kabupaten Sragen.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan penelitian adalah :
“Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dan praktek
pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu dengan status gizi pada bayi
usia 6-12 bulan di Puskesmas Karangmalang Kabupaten Sragen?”
commit to user
1. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian
Makanan Pendamping Air Susu Ibu dengan status gizi bayi usia 6 sampai
12 bulan di Puskesmas Karangmalang, Kabupaten Sragen.
2. Mengetahui hubungan antara praktek pemberian Makanan Pendamping
Air Susu Ibu dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas
Karangmalang, Kabupaten Sragen.
3. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dan praktek
pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu dengan status gizi pada
bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas Karangmalang Kabupaten Sragen.
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Diharapkan dapat menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan
tentang cara pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu, dan status
gizi pada bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas Karangmalang Kabupaten
Sragen.
2. Praktis
a. Ibu-ibu
Diharapkan dapat mengetahui pentingnya pemberian makanan
pendamping Air Susu Ibu terutama pada bayi usia 6 – 12 bulan ,
sehingga pertumbuhan anak dapat berjalan normal sesuai dengan
umur.
commit to user
Diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemegang program
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka
mencegah terjadinya gizi kurang dan gizi buruk pada anak balita serta
dapat mendukung kebijakan pemerintah dalam menentukan tindak
commit to user
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan adalah kedalaman peserta didik dapat menghadapi,
mendalami, memperdalam perhatian seperti cara manusia menyelesaikan
masalah tentang konsep-konsep baru dan kemampuan dalam belajar di
kelas. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting bagi
terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengukuran atau
penelitian pada umumnya dilakukan melalui tes atau wawancara dengan
alat bantu berupa kuesioner berisi materi yang diukur dari responden
(Silberman, 2001).
Pengetahuan berasal dari kata tahu, artinya seseorang mempunyai
pengetahuan tentang suatu tertentu yang didapat dari pendidikan formal,
nonformal atau informal. Pengetahuan berarti segala sesuatu yang
diketahui, kepandaian yang berkenaan dengan suatu hal
commit to user
Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagian hasil
penggunaan panca indranya, yang berbeda kepercayaan (beliefs),
takhayul(superstitions) dan penerangan yang keliru (misinformations)
(Soekanto, 2005).
Pengetahuan adalah merupakan hasil ”tahu” dan ini terjadi setelah
orang melakukan pengindraan terhadap suatu subjek tertentu. Pengindraan
terjasi melalui panca indra manusia yakni : indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2007).
b. Domain kognitif pengetahuan
Pengetahaun yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai
6 tindakan yaitu :
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang telah
diterima. Oleh sebab itu ”tahu” ini adalah merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kita kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari, antara lain :
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan
commit to user 2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagaisuatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterprestasikan materitersebut secara benar. Orang yang
telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
nterhadap objel yang dipelajari.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi
disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,
rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalamkonteks atau situasi
yang lain.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam
suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu
sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kata-kata kerja, dapat meggambarkan (membuat bagan),
membedakan, mengelompokan, dan sebagainya.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu komponen untuk meletakkan atau
commit to user
yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk
menyusun formulais baru dari formulasi-formulasi yang ada,
misalnya : dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas,
dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan-rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (Evaluatiaon)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan
semdiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang sudah ada.
(Notoatmodjo, 2007).
Dalam penelitian ini tingkat pengetahuan yang diteliti
difokuskan pada domain kognitif aplikasi.
c. Sumber Pengetahuan dan Faktor yang Mempengaruhi
Pengetahuan biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal
dari berbagai macam sumber, misalnya : media massa, elektronika,
buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dan
sebagainya. Pengetahuan ini dapat berbentuk keyakinan tertentu
(Soekonto, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah :
1) Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan,
commit to user 2) Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak
akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas.
3) Budaya
Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi
kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan.
4) Pengalaman
Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah
pengatahuan tentang sesuatu yang bersifat non formal.
5) Sosial Ekonomi
Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup.
d. Cara Memperoleh Pengetahuan
1) Penemuan secara kebetulan
Pengetahuan yang sifatnya tanpa direncanakan dan
diperhitungksn terlebih dahulu. Penemuan semacam, walaupun
kadang-kadang bermanfaat tidak dap[at dipakai dalam suatu cara
kerja ilmiahkarena keadaannya yang tidak pasti/kurang mendekati
kepastian. Dengan demikian hal datangnya penemuan tidak dapat
diperhitungkansecara berencana dan tidak selalu memberikan
gambaran yang sesungguhnya.
2) Hal untung-untungan
Penemuan melalui cara percobaan dan
commit to user
pada metode ini. Manusia lebih bersikap aktif untuk mengadakan
percobaan-percobaan berikutnya yang sifatnya memperbaiki
kesalahan-kesalahan yang terjadi pada percobaan-percobaan
terdahulu.
3) Kewibawaan
Penghormatan terhadap pendapat dan atau penemuan yang
oleh seseorang atau lembaga tertentu yang dianggap mempunyai
kewibawaan atau wewenang.
4) Usaha-usaha yang bersifat spekulatif
Dari sekian banyak kemungkinan dipilihkan salah satu
kemungkinan walaupun pilihan tersebut tidaklah didasarkan pada
keyakinan apakah pilihan tersebut merupakan cara yang
setepat-tepatnya.
5) Pengalaman
Berdasarkan pikiran kritis, akan tetapi pengalaman belum
tentu teratur dan bertujuan. Mungkin pengalaman tersebut hanya
untuk dicatat saja.
6) Penelitian Ilmiah
Suatu metode yang bertujuan untuk memepelajari satu atau
beberapa gejala denagn jalan analisis dan pemeriksaan yang
mendalam terhadap fakta masalah yang disoroti untuk kemudian
mengusahakan pemecahannya (Soekanto, 2005).
commit to user
e. Cara Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
subjek penelitian atau responden (Silberman, 2001).
2. Praktek (Practice)
a. Pengertian
Praktek adalah respon nyata dari seseorang terhadap suatu objek,
setelah seseorang mengetahui stimulus kemudian menmgadakan
penilaian atau pendapat terhadap yang diketahui. Proses selanjutnya
diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan hal-hal yang
diharapkan atau yang disikapinya tersebut dalam bentuk tindakan.
Praktek individu terhadap suatu obnjek dipengaruhi oleh persepsi
individu tentang kegawatan objek, kerentanan, faktor sosio psikologi,
pengaruh media masa, anjuran orang lain serta perhitungan untung
ruginya dari praktek tersebut. Praktek ini dibentuk oleh pengalaman
interaksi individu dengan lingkungan, khususnya yang menyangkut
pengetahuan.
b. Tingkatan praktek :
1) Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objeksehubungan dengan
tindakanyang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat
commit to user 2) Respon Terpimpin (Guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan
sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat
dua.
3) Mekanisme (Mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar
secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka
ia sudah mencaoai praktek tingkat tiga.
4) Adopsi (Adoption)
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik, tindakan itu sudah dimodifiksikan tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Sarwono, 1993).
3. MP-ASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu)
a. Pengertian
MP-ASI adalah makanan tambahan selain ASI yang diberikan
kepada bayi setelah bayi berusia 6 bulan. Selain MP-ASI, ASI harus
tetap diberikan kepada bayi, paling tidak sampai 24 bulan. MP-ASI
merupakan makanan tambahan bagi bayi. Makanan ini harus menjadi
pelengkap yang dapat memenuhi kebutuhan bayi. Hal ini menunjukkan
bahwa MP-ASI berguna untuk menutupi kekurangan zat-zat gizi yang
commit to user
MP-ASI dapat juga disebut makanan pelengkap atau makanan
padat, adalah makanan tambahan yang secara berangsur-angsur
diberikan kepada bayi untuk memenuhi kebutuhan gizi, sebelum bayi
diberi makanan anak. Sesudah anak disapih, makanan tambahan
lama-kelamaan akan menjadi makanan pokok. Sari buah atau buah-buahan
segar, makanan lumat dan makanan lembek secara berturut-turut dapat
diberikan sebagai makanan tambahan (RSCM & Persatuan Ahli Gizi
Indonesia, 1994).
b. Tujuan
Pemberian MP-ASI bertujuan untuk melengkapi zat gizi bayi
yang sudah berkurang. Mengembangkan kemampuan bayi untuk
menerima bermacam-macam makanan. Dengan berbagai rasa dan
bentuk mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan
menelan, mencoba beradaptasi terhadap makanan yang mengandung
kadar energi tinggi (Suhardjo, 2009).
Bayi perlu mendapatkan tambahan energi dan zat-zat gizi yang
diperlukan, karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara
terus menerus. Perkembangan anak yang normal dapat diketahui
dengan cara melihat kondisi motorik halus, motorik kasar, bahasa dan
sosial anak (Krisnatuti, 2000).
c. Syarat-syarat MP-ASI
Agar pemberian MP-ASI dapat terpenuhi dengan sempurna
commit to user
digunakan. Makanan tambahan untuk bayi harus mempunyai sifat fisik
yang baik, yaitu rupa dan aroma yang layak. Selain itu dilihat dari segi
kepraktisannya, makanan tambahan bayi sebaiknya sudah disiapkan
dengan waktu pengolahan yang singkat. Makanan pendamping ASI
harus memenuhi persyaratan khusus tentang jumlah zat-zat gizi yang
diperlukan bayi, seperti protein, energi, lemak, vitamin, mineral, dan
zat-zat tambahan lainnya. MP-ASI hendaknya mengandung protein
bermutu tinggi dengan jumlah yang mencukupi (Roger, 1999).
Makanan yang dianjurkan
1) Bubur tepung beras atau beras merah yang dimasak dengan
menggunakan cairan atau kaldu daging dan sayuran, susu formula
(ASI) atau air.
2) Buah-buahan yang dihaluskan atau menggunakan blender seperti
pepaya, pisang, apel, melon dan alpukat.
3) Sayur-sayuran dan kacang-kacangan yang direbus kemudian
dihaluskan menggunakan blender.
4) Daging pilihan yang tidak berlemak kemudian di blender
5) Ikan yang diblender Sebaiknya ikan yang digunakan adalah ikan
yang tidak berduri.
Makanan yang tidak dianjurkan
1) Makanan yang mengandung protein gluten yaitu tepung terigu
barley, biji gandum dan kue yang terbuat dari tepung terigu.
commit to user
diare pada bayi. Hal ini disebabkan karena reaksi gluten
intolerance.
2) Hindari pemberian gula, garam, bumbu masak atau penyedap rasa.
3) Makanan terlalu berlemak
4) Buah-buahnan yang terlalu asam seperti jeruk dan sirsak
5) Makanan terlalu pedas atau bumbu terlalu tajam
6) Buah-buahan yang mengandung gas seperti durian, cempedak.
Sayuran yang mengandung gas seperti kol, kembang kol, lobak.
Keduaq makanan tersebut dapat membuat perut bayi kembung.
7) Kacang tanah dapat menyebabkan alergi atau pembengkakanpada
tenggoroknan sehingga bayi sulit bernapas.
8) Kadangkala telur dapat memacu alergi, berikan secara bertahap dan
denga porsi kecil. Jika bayi alergi segera dihentikan.
9) Madu dapat mengandung spora yang sangat membahayakan bayi
(Lituhayu R, 2008).
d. Mutu MP-ASI
Mengingat MP-ASI sangat dibutuhkan untuk dapat memenuhi
asupan zat gizi pada bayi usia 6-12 bulan yang sering disebut usia
kritis, maka MP-ASI diharuskan memenuhi minimal empat kriteria
atau indikator mutu yakni : a) mutu fisik, dan organoleptik, meliputi
antara lain aroma, konsistensi kelenturan, penampilan dan rasa; b)
mutu kimiawi yaitu berupa komposisi zat gizi dan jumlah
commit to user
energi atau energy density (ED) yaitu jumlah energi yang dihasilkan
dalam satu gram produk siap makan menghasilkan 120-140 kalori; dan
d) mutu biologi, meliputi mutu protein seperti nilai Protein Efficiency
Ratio (PER) atau protein skor atau komposisi asam amino, dan
ketersediaan hayati, vitamin dan mineral (Depkes, 2002).
Mempersiapkan MP-ASI yang bermutu baik tidak dapat
didasari hanya kepada insting seorang ibu. Pengetahuan dan praktek
diperlukan secara khusus dalam teknologi rumah tangga, agar dapat
memenuhi kebutuhan bayi yang relatif lebih tinggi untuk setiap
kilogram berat badan dibandingkan dengan kebutuhan orang dewasa
(Sunawang, 2002). Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu
seimbang. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan faal bayi
serta memperhatikan kebersihan lingkungan dan perorangan
(Suhardjo,2009).
e. Pola Makan Anak
Pola makanan anak balita yang dianjurkan dalam sehari adalah
makanan seimbang yang terdiri atas : (a) sumber zat tenaga, (b)
sumber zat pembangun, (c) sumber zat pengatur. Semuanya dalam
bentuk makanan pokok, lauk-pauk, buah-buahan, makanan kecil, air
minum yang bersih, dan ASI (RSCM & Persatuan Ahli Gizi Indonesia,
1994).
Menurut Lituhayu. R (2008) ada lima prinsip pemberian
commit to user
diberi ASI saja; b) Setelah bayi berumur 4 bulan baru diberi makanan
berupa bubur encer dan pada usia 6 bulan mulai diberi nasi tim saring,
selanjutnya pada usia 9 bulan bayi sudah mulai dikenalkan dengan nasi
tim tanpa disaring; c) ikan, telur, kacang-kacangan, tempe dan bahan
lainnya dapat ditambahkan pada bubur atau nasi tim; d) Beragam
sayuran dan buah-buahan dapat diberikan sebagai sumber vitamin dan
mineral; dan e) Anak diberi makan dengan frekuensi empat kali sehari.
f. Beberapa hal yang penting untuk pemberian makanan pertama
1) Berikan makanan pertama bayi pada waktu yang tepat
Bila bayi diberi ASI maka berikan makan waktu cadangan ASI
agak sedikit, biasanya sore hari. Dan jangan memberikan makan
setelah minum ASI atau saat bayi masih kelihatan kenyang.
2) Suasana yang tepat
Cari suasana yang lebih baik waktu bayi sedang segar ceria. Jangan
memberikan makanan pada bayi pada saat mereka mengantuk
3) Siapkan waktu makan yang lama
Sebaiknay jangan memberikan makanan pada bayi saat orang tua
sedang sibuk atau terburu-buru, karena proses pengenalan makanan
pertama memerlukan waktu yang lumayan lama.
4) Persiapkan tempat untuk makan
Siapkan kursi atau kereta bayi. Pilihh sendok yang berlekuk dan
commit to user 5) Mulailah dengan perlahan
Reaksi setiap bayi mungkin berbeda. Pertama mungkin hanya perlu
menyisipkan makanan dibibirnya, jika dia suka pasti akan
membuka mulutnya dan meminta lebih banyak.
6) Tahu kapan harus berhenti
Jika bayi sudah kehilangan minat sebaiknya makan jangan
dilanjutkan lagi. Tandanya bisa berupa rewel, kepla dipalingkan,
mulut ditutup atau makanan dikeluarkan lagi (Lituhayu R, 2008).
g. Waktu pemberian MP-ASI
Menurut Lituhayu R (2008) MP-ASI sebaiknya diberikan setelah anak
berusia 6 bulan. Hal ini dikarenakan :
1) Pemberian makan setelah bayi berumur 6 bulan memberikan
perlindungan besar dari berbagai macam penyakit. Hal ini
disebabkan sistem imun bayi berusia kurang dari 6 bulan
sempurna, sehingga pemberian makan yang terlalu dini sama saja
denagn membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman.
2) Sistem pencernaan bayi berumur 6 bulan sudag relatif sempurna
dan siap menerima MP-ASI.
3) Mengurangi resiko terkena alergi akibat pada makanan. Saat bayi
berumur kurang dari 6 bulan, sel-sel di sekitar usus belum siap
mengolah kandungan dari makanan.
4) Menunda pemberian MP-ASI hingga 6 bulan melindungi bayi dari
commit to user
h. Jadwal Pemberian MP-ASI
Hasil penelitian Rosidah (2003) menunjukkan bahwa
pengetahuan, sikap dan paktek ibu dalam pemberian MP-ASI dengan
baik berhubungan secara signifikan dengan perkembangan bayi.
Penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh pemberian MP-ASI
terhadap peningkatan berat badan bayi. Semakin baik cara pemberian
MP-ASI maka semakin meningkat berat badannya dan berat badan
bayi yang normal juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan
bayi. Cara pemberian makanan tambahan yang dipraktekkan oleh
ibu-ibu pada umumnya sudah memenuhi syarat pertumbuhan dan
perkembangan bayinya. Sangat banyak alasan yang menyebabkan
seseorang mengkonsumsi makanan tambahan (MP-ASI), selain agar
kecukupan gizinya terpenuhi, yang paling penting adalah agar
pertumbuhan dan perkembangan anak bisa tumbuh dengan baik (Clark,
1998). Hal-hal yang perlu diketahui mengenai cara pemberian
commit to user
Tabel 2.1 Jadwal Pemberian MP-ASI, Menurut Umur Bayi, Jenis Makanan dan Frekuensi Pemberian
commit to user
i. Cara Mengolah dan Menyimpan MP-ASI
1) Cara mengolah MP-ASI
Pada prinsipnya cara mengolah MP-ASI tak jauh berbeda dengan
makanan keluarga. Cucilah bersih bahan-bahan yang akan
dimasak. Untuk memudahkan bayi mencerna makanannya, amaka
sayuran, daging atau ikan harus dimask terlebih dahulu. Teknik
yang dapat digunakan adalahdirebus, dikukus, atau dengan
menggunakan microwave. Selanjutnya makanan dapat dihaluskan
dengan blender atau saringan. Tambahkan ASI atau susu atau jus
buah. Gunakan air bekas merebus sayuran untuk mengencerkan.
2) Cara menyimpan dan menyajikan MP-ASI
a) Makanan siap saji atau makanan instan
- Simpan makanan jauh dari uap, suhu panas dan produk
denagn aroma menyengat. Hindari tempat yang lembab.
- Dengarkan bunyi penutup saat membuka kemasannya
(umumnya dalanm bentuk botol selai). Jika tidak ada bunyi
jangan berikan pada bayi . Ini pertanda kemasan telah
kemasukan udara sehinggga ada kemungkinan kemnasukan
bakteri.
- Jangan memberikan makanan pada bayi langsung dari
kemasannya , gunakan piring, jangan pula mengembalikan
commit to user
- Tutup kembali kemasan dan simpan di kulkas maksimum 3 hari.
- Hati-hati saat akan memanaskan makanan instant untuk bayi.
Bisa-bisa makanan jadi terlalu panas.
b) Makanan hasil olahan
- Dinginkan dalam waktu singkat sebelum disimpan di lemari es.
Makanan yang disimpan dengan cara ini bisa tahan selama 24
jam.
- Simpan dalam wadah untuk sekali makan. Bila inginj di
konsumsi untuk 3 kali. Bagi menjadi 3 bagian dan
masing-masing ditaruh dalam wadah tertutup, kemudian simpan dalam
lemari es.
- Untuk memanaskan kembali bisa dengan mengukus atau
merendam dengan air panas.
- Cukup panaskan satu kali. Hindari pemanasan berulang kali.
- Sisa makanan dipiring bayi sebaiknya segera dibuang karena
kemungkinan sudah terkontaminasi bakteri (Lituhayu R,
2008).
4. Status Gizi
Menurut Robinson dan Weighley (1984) (cit Paryanto, 1996)
Status gizi adalah keadaan kesehatan yang berhubungan dengan
penggunaan makanan oleh tubuh. Sedangkan menurut Habicht (1979) (cit
Prawirohartono, 1996) menyebutkan status gizi adalah tanda-tanda atau
commit to user
satu pihak dan pengeluaran oleh organisme di pihak lain yang terlihat
melalui variabel tertentu. Variabel itu selanjutnya disebut indikator
misalnya berat badan, tinggi badan, umur dan sebagainya.
Almatsier (2000) menyebutkan bahwa status gizi adalah keadaan
tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi.
Kemudian PERSAGI (2004) mendefinisikan status gizi adalah keadaan
keseimbangan antara asupan zat gizi dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh
untuk berbagai keperluan proses biologi. Selanjutnya Supariasa et al.
(2002) mengatakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok
diakibatkan oleh konsumsi dan penyerapan serta penggunaan zat gizi. Zat
gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan antara
perkembangan fisik dan mental orang tersebut, status gizi dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu konsumsi makanan dan faktor kesehatan.
Keadaan kurang gizi menurut Suharjo (1996) disebabkan oleh
masukan (make) energi dan protein yang sangat kurang dalam waktu yang
cukup lama. Keadaan ini akan lebih cepat terjadi bila anak mengalami
diare dan infeksi penyakit lain. Keadaan kehidupan yang miskin
mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya kondisi kurang energi
commit to user
a. Penilaian Status Gizi
Menurut Jelliffe (1989) (cit Supriarsa dkk, 2002) mengatakan
penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara
langsung dan cara tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung
dibagi menjadi empat penilaian yaitu : antropometri, klinis, biokimia
dan biofisik. Penilaian status gizi secara tidak langsung terdiri dari tiga
yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
Pengertian dan penggunaan metode penilaian status gizi
menurut Supriarsa dkk (2002) adalah
1) Penilaian Status Gizi secara Langsung
a) Antropometri
(1) Pengertian
Secara umum antropometri adalah artinya ukuran tubuh
manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri
berhubungan dengan berbagai macam cara pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat
badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di
commit to user
(2) Penggunaan
Secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola
pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot
dan jumlah air dalam tubuh. Indikator yang sering dipakai dalam
penelitian status gizi anak balita di masyarakat secara antropometri
adalah indikator berat badan menurut umur (BB/U) yang
menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena
mudah berubah namun indikator BB/U tidak spesifik karena berat
badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi
badan, indikator panjang badan menurut umur (PB/U)
menggambarkan status gizi masa lalu, sedangkan indikator menurut
berat badan panjang badan (BB/PB) menggambarkan secara sensitif
dan spesifik status gizi saat ini (Soekirnan, 2000).
(3) Keunggulan antropometri
Sebelum menguraikan tentang keunggulan antropometri ada
baiknya mengenal apa yang mendasari penggunaan antropometri.
Beberapa syarat yang mendasari penggunaan antropometri adalah ;
(a) Alatnya mudah didapat dan digunakan, seperti dacin, pita lingkar
lengan atas, mikrotoa, dan alat pengukuran panjang bayi yang
commit to user
(b) Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan
objektif. Contohnya, apabila terjadi kesalahan pada pengukuran
lingkar lengan atas pada anak balita, maka dapat dilakukan
pengukuran kembali tanpa harus persiapan alat uang rumit.
Berbeda dengan pengukuran status gizi dengan metode biokimia,
apabila terjadi kesalahan maka harus mempersiapkan alat dan
bahan terlebih dahulu yang relatif mahal dan rumit.
(c) Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus
profesional, juga oleh tenaga lain setelah dilatih untuk itu.
(d) Biaya relatif murah, karena alat mudah didapat dan tidak
memerlukan bahan-bahan lainnya.
(e) Hasilnya mudah disimpulkan, karena mempunyai ambang batas
(cut off points) dan baku rujukan yang sudah pasti.
(f) Secara ilmiah diakui kebenarannya. Hampir semua negara
menggunakan antropometri sebagai metode untuk mengukur
status gizi masyarakat, khususnya untuk penapisan (screening)
status gizi. Hal ini dikarenakan antropometri diakui
kebenarannya secara ilmiah.
Memperhatikan faktor di atas, maka dibawah ini akan diuraikan
keunggulan antropometri gizi sebagai berikut :
(a) Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah
commit to user
(b) Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan
oleh tenaga yang sudah dilatih dalam waktu singkat dapat
melakukan pengukuran antropometri. Kader gizi (posyandu)
tidak perlu seorang ahli, tetapi dengan pelatihan singkat ia dapat
melaksanakan kegiatannya secara rutin.
(c) Alatnya mudah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan
dibuat di daerah setempat. Memang ada alat antropometri yang
mahal dan harus diimpor dari luar negeri, tetapi penggunaan alat
itu hanya tertentu saja seperti “ Skin Fold Caliper” untuk
mengukur tebal di bawah kulit.
(d) Metode ini tepat dan akurat, akrena dapat dibakukan.
(e) Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa
lampau.
(f) Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, dan
gizi buruk, karena sudah ada ambang batas yang jelas.
(g) Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi
pada peride tertentu, atau dari suatu generasi ke generasi
berikutnya.
commit to user (4) Kelemahan Antropometri
Di samping keunggulan metode penentuan status gizi secara
antropometri, terdapat pula beberapa kelemahan.
(a) Tidak sensitif
Metode ini tidak dapat mendeketsi status gizi dalam waktu
singkat. Di samping itu tidak dapat membedakan kekurangan zat
gizi tertentu seperti zink danFe.
(b) Faktor di luar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan
energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas
pengukuran antropometri.
(c) Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat
mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran
antropometri gizi.Kesalahan ini terjadi karena:
- Pengukuran
- Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi
jaringan
- Analisis dan asumsi yang keliru
(d) Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan:
- Latihan petugas yang tidak cukup.
- Kesalahan alat atau alat tidak ditera.
commit to user
(5) Jenis Parameter
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan
mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari
tubuh manusia, anatra lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal
lemak di bawah kulit. Di bawah ini akan diuraikan parameter itu.
(a) Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi.
Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status
gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat
badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai
dengan penentuan umur yang tepat.
Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur digunakan
adalah tahun umur penuh (Completed Year) dan untuk anak umur
0-2 tahun digunakan bulan usia penuh (Completed Month).
Contoh : Tahun usia penuh (Completed Year)
Umur : 7 tahun 2 bulan, dihitung 7 tahun
6 tahun 11 bulan, dihitung 6 tahun
Contoh : Bulan Usia penuh (Completed Month)
Umur : 4 bulan 5 hari, dihitung 4 bulan
3 bulan 27 hari, dihitung 3 bulan
Di perdesaan banyak keluarga yang tidak mempunyai catatan
commit to user
menulis angka yang mudah seperti: 1 tahun, 1,5 tahun, 2 tahun,
dan 3 tahun.
(b) Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan
paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat
badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR.
Dikatakan BBRL apabila berat bayi lahir dibawah 2500 gram
atau di bawah 2,5 kg. pada masa bayi-balita, berat badan dapat
dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun
status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi,
asites, edema dan adanya tumor. Di samping itu pula berat badan
dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan
makanan.
Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air dan
mineral pada tulang, pada remaja, lemak tubuh cenderung
meningkat, dan protein obat menurut. Pada orang yang edema
dan asites terjadi penambahan ciran dalam tubuh. Adanya tumor
dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi
pada orang kekurangan gizi.
(c) Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan
yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui
commit to user
kedua yang pentihng, karena dengan menghubungkan berat
badan terhadap tinggi badan (Quac stick), faktor umur dapat
dikesampingkan.
Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah dapat
berdiri dilakukan dengan alat pengukur tinggi mikrotoa
(microtoise) yang mempunyai ketelitian 0,1 cm.
(6) Indeks Antropometri
Parameter antrometri merupakan dasar dari penilaian status gizi.
Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indek Antropometri.
Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu Berat
Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U),
dan berat badan mennurut Tinggi badan (BB/TB).
(a) Berat Badan Menurut Umur (BB/ U)
Dalam keadaan noramal, dimana keadaan kesehatan baik dan
keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin,
maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur.
Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat 2
kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat
berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.
Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat
badan menurut umur digunakan sebagai salah satu pengukuran
commit to user
indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini
(current nutritional status).
Ø Kelebihan Indeks BB/ U
Indeks BB/U mempunyai beberapa kelebihan antara lain:
- Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat
umum.
- Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis.
- Berat badan dapat berfluktuasi.
- Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil.
- Dapat mendeteksi kegemukan (over weight).
Ø Kelemahan Indek BB/ U
Disamping mempunyai kelebihan, indeks BB/ U juga
mempunyai beberapa kekurangan, antara lain:
- Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru
bila terdapat edema maupun asites.
- Di daerah pedesaan yang masih terpencil dan tradisional,
umur sering sulit ditaksir secara tepat karena pencatatan
umur yang belum baik.
- Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak
dibawah usia lima tahun.
- Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti .
- Secara operasional sering mengalami hambatan karena
commit to user
tidak mau menimbang anaknya, karena dianggap seperti
barang dagangan, dan sebagainya.
(b) Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Ø Keuntungan Indeks TB/ U
- Baik untuk menilai status gizi masa lampau.
- Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah
dibawa.
Ø Kelemahan Indeks TB/ U
- Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin
turun.
- Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus
berdiri tegak, sehingga diperlukan dua orang untuk
melakukannya.
- Ketepatan umur sulit didapat.-
(c) Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/ TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan.
Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah
dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu.
Ø Keuntungan indeks BB/ TB
- Tidak memerlukan data umur
- Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal dan
commit to user Ø Kelemahan indeks BB/ TB
- Tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut
pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan
menurut umurnya, karena faktor umur tidak
dipertimbangkan.
- Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam
melakukan pengukuran panjang. Tinggi badan pada
kelompok balita.
- Membutuhkan dua macam alat ukur.
- Pengukuran dua macam alat ukur.
- Pengukuran relatif lebih lama.
- Membutuhkan dua orang yang melakukannya.
- Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil
pengukuran, terutama bila dilakukan oleh kelompok
non-profesional
Sampai saat ini masih terdapat masalah yang berkaitan dengan
informasi status gizi berdasarkan pada data antropometri. Masalah yang
banyak dijumpai di lapangan yaitu beragamnya penggunaan istilah status
gizi dan penggunaan baku rujukan.
Departemen Kesehatan RI sesuai hasil pertemuan pakar gizi yang
diselenggarakan oleh Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI)
bekerjasama dengan UNICEF Indonesia dan LIPI pada bulan Januari
2000, menyepakati penyeragaman istilah status gizi dan buku antropometri
commit to user
Tabel 2.2 Status gizi Berdasarkan Indeks Antropometri
Indikator Status Gizi Keterangan
Berat badan menurut
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk
menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas
perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan
ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel
supervisial seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada
orang-orang yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar
commit to user
Metode ini umumnya untuk survei secara cepat. Survei ini
dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis secara
umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu
digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan
melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala atau riwayat
penyakit.
c) Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan
spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada
berbagai jaringan tubuh antara lain darah, urine, tinda dan beberapa
jaringan tubuh seperti hati dan otot.
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan mal nutrisi yang lebih parah
lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan
kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menemukan
kekurangan gizi yang spesifik.
d) Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penelitian
status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan)
commit to user
digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja
epidemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
2) Penilaian Status Gizi secara Tidak Langsung
a) Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status
gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi
yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat
memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada
masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.
2) Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan
menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka
kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat
penyebab tertentu dan data lain yang berhubungan dengan gizi.
3) Faktor Ekologi
Bengeoa mengungkapkan bahwa mal nutrisi merupakan
masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik,
commit to user
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian mengenai hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dan
praktek pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi bayi usia 6
sampai 12 bulan sejauh ini diketahui peneliti belum pernah dilakukan oleh
peneliti lain.
Namun peneliti menemukan penelitian yang relevan dengan penelitian
yang sekarang. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Sugiyanto (2006),
dengan judul Pengetahuan dan praktek pemberian makanan pendamping ASI
hubungannnya dengan perkembangan bayi usia 6 sampai 12 bulan di
Puskesmas Jetis I, Bantul Yogyakarta, dengan hasil bahwa ada pengetahuan
dan praktek ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI berhubungan
secara bersama-sama terhadap perkembangan bayi.
Atmanto (2008), dengan judul hubungan antara tingkat pendidikan ibu,
pendapatan keluarga, dan modal social dengan status gizi anak balita di
Kabupaten Sragen, dengan hasil bahwa pendidikan ibu, pendapatan keluarga
dan modal soaial berturut-turut memiliki hubungan yang signifikan terhadap
status gizi anak balita.
Adapun persamaan penelitian yang dilakukan oleh Sugiyanto (2006)
dengan penelitian sekarang adalah terletak pada variable tingkat pengetahuan
dan praktek pemberian makanan pendamping ASI serta metode penelitian
yaitu deskriptif. Sedangkan persamaan penelitian yang dilakukan oleh
Atmanto (2008) dengan penelitian sekarang adalah variable status gizi.
commit to user
sekarang adalah variable dependen yaitu perkembangan bayi usia 6 sampai 12
bulan, responden, tempat waktu dan jumlah sample yang diteliti. Sedangkan
perbedaan penelitian oleh Atmanto (2008) dengan penelitian sekarang adalah
pada variable independent yaitu tingkat pendidikan, pendapatan keluarga dan
modal social kemudian responden, tempat, waktu dan jumlah sample yang
commit to user
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu dan Praktek
Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi pada bayi usia
6 – 12 bulan.
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka pemikiran Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu
dan Praktek Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi pada
bayi usia 6 – 12 bulan. Pengetahuan Ibu tentang pemberian MP-ASI
Status Gizi Bayi usia 6 sampai 12 bulan
Praktek ibu tentang pemberian MP-ASI
commit to user
D. Hipotesis
1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan
pendamping ASI dengan status gizi bayi usia 6 sampai 12 bulan di
Puskesmas Karang Malang Kabupaten Sragen.
2. Ada hubungan antara praktek pemberian makanan pendamping ASI
dengan status gizi bayi usia 6 – 12 bulan di Puskesmas Karang Malang
Kabupaten Sragen.
3. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dan praktek pemberian
makanan pendamping ASI dengan status gizi bayi usia 6 – 12 bulan di
commit to user
43
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasional analitik
dengan rancangan cross sectional. Variabel bebas dan variabel terikat
dianalisa secara bersamaan pada waktu yang sama (Nur Salam, 2003).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Karangmalang
Kabupaten Sragen dari bulan Juni sampai November 2010.
C. Populasi Sampel
Ibu bayi usia 6 -12 bulan di wilayah Puskesmas Karangmalang
Kabupaten Sragen yaitu sebesar 537 orang.
D. Desain Ukuran Sampel
Pada penelitian ini data akan dianalisis menggunakan analisis bivariat
dan multivariat. Metode pengambilan sampel dengan menggunakan teknik
cluster random sampling yaitu peneliti tidak mendaftar semua anggota atau
unit melainkan cukup mendaftar banyaknya kelompok atau gugus yang ada
dalam populasi tersebut. Kemudian mengambil sampel berdasarkan gugus
atau kelompok tersebut (Notoadmodjo, 2005). Penelitian ini dilakukan di
Wilayah kerja Puskesmas Karangmalang, Kabupaten Sragen yang terdiri dari
10 desa dimana peneliti mengambil sampel sebesar 30 %. Pengambilan
commit to user
di Wilayah Puskesmas Karangmalang secara random, dimana yang terpilih
sebagai desa sampel adalah Desa Plumbungan, Desa Kroyo dan Desa
Jurangjero. Kemudian semua bayi usia 6 sampai 12 bulan yang berdomisili di
di tiga desa tersebut diambil sebagai sampel. Jumlah bayi usia 6 sampai 12
bulan di Desa Plumbungan adalah sebesar 41 bayi, dan jumlah bayi di Desa
Kroyo adalah sebesar 51 bayi, sedangkan bayi usia 6 sampai 12 bulan di Desa
Jurangjero adalah sebesar 38 bayi, sehingga jumlah sampel dalam penelitian
ini adalah 130 responden.
E. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas : Pengetahuan ibu tentang pemberian Makanan
Pendamping ASI dan praktek ibu tentang pemberian Makanan
Pendamping ASI
2. Variabel Terikat : Status gizi bayi usia 6-12 bulan.
F. Definisi Operasional
1. Pengetahuan Ibu tentang Cara Pemberian MP-ASI
Adalah pemahaman ibu tentang materi pengertian, tujuan dan
manfaat pemberian Makanan Pendamping ASI kepada bayi usia 6-12
bulan. Pernyataan mempunyai pola jawaban benar dan salah. Pernyataan
jawaban benar mendapat skor nilai 1, sementara pernyataan yang salah
mendapat angka 0. pengetahuan didapat dari penjumlahan skor jawaban
benar. Skala pengukuran yang digunakan dalam variabel ini adalah
interval. Untuk keperluan analisis deskriptif maka pengetahuan
dikategorikan tinggi jika responden mempunyai skor 15 – 20 dan
commit to user
15. Kriteria pengetahuan menurut Arikunto (2002) adalah pengetahuan
tinggi jika diperoleh skor 76 – 100 % dari total skor, sedangkan
pengetahuan dikatakan rendah jika diperoleh skor kurang dari 76 % dari
total skor.
2. Praktek Ibu tentang Pemberian MP-ASI
Adalah tindakan ibu secara langsung yang berhubungan dengan
pemberian makanan selain ASI yang diberikan bersamaan dengan pola
pemberian ASI pada bayi usia 6-12 bulan. Pernyataan praktek mempunyai
pola jawaban ya dan tidak. Variabel praktek ibu tentang cara pemberian
Makanan Pendamping ASI diperoleh dari penjumlahan skor jawaban ya
pada masing-masing pernyataan. Skala pengukuran yang disunakan pada
variabel ini adalah interval. Untuk keperluan analisis deskriptif maka
variabel praktek dikategorikan menjadi baik dan tidak baik, responden
mendapat skor baik jika jumlah jawaban ya sebanyak 24 – 31 (76-100%)
dan kategori tidak baik jika jumlah jawaban ya kurang dari 24 (<76%).
3. Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan
yang ditentukan dengan antropometri yang menggunakan indikator berat
badan dan umur. Penentuan status gizi dengan menggunakan rumus persen
terhadap median yaitu perbandingan antara berat badan bayi dengan
median baku NCHS. Instrumen yang digunakan adalah KMS, timbangan
commit to user
Skala pengukuran dalam variabel status gizi ini adalah interval. Untuk
keperluan analisis deskriptif maka variabel status gizi dikategorikan
menjadi 4 macam yaitu status gizi lebih (> 80 %), status gizi baik (71 % –
80 %), status gizi kurang (61 % - 70 %), dan status gizi buruk (≤ 60 %).
G. Alat dan Metode Pengumpulan Data
Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui pengetahuan dan praktek
tentang cara pemberian Makanan Pendamping ASI adalah kuesioner.
Kuesioner untuk pengetahuan ibu tentang cara pemberian Makanan
Pendamping ASI diisi oleh ibu yang mempunyai bayi usia 6-12 bulan. Bentuk
kuesionernya tertutup, yaitu kuesioner dengan alternatif jawaban yang sudah
disediakan oleh peneliti dan responden tinggal memberi tanda tertentu pada
lembar jawaban yang telah tersedia. Kuesioner tersebut terdiri dari beberapa
pernyataan, yang meliputi : jadwal pemberian Makanan Pendamping ASI
menurut umur bayi, jenis makanan dan frekuensi pemberiannya. Sebelum
kuesioner diberikan pada responden, peneliti mengajukan informed consent
dahulu kepada responden. Apabila responden sudah bersedia kemudian diberi
lembar kuesioner untuk diisi sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan dan
dikumpulkan kembali untuk diolah datanya.
Cara pengumpulan data untuk praktek ibu tentang cara pemberian
Makanan Pendamping ASI adalah dengan cara wawancara dan menggunakan
alat bantu kuesioner terhadap ibu-ibu yang mempunyai bayi usia 6-12 bulan
commit to user
dilakukan oleh peneliti, petugas gizi Puskesmas dan dibantu oleh Bidan Desa
Peralatan yang diperlukan untuk menilai status gizi bayi usia 6-12 bulan
adalah KMS, timbangan dacin standard dan tabel baku antropometri standard
WHO-NCHS.
H. Metode Pengolahan dan Analisis Data
1. Uji Korelasi Pearson Product Moment
Uji bivariat Korelasi Pearson Product Moment digunakan untuk
mengetahui kuat lemahnya hubungan antar variabel. Besar kecilnya angka
korelasi adalah sebagai berikut :
· 0 – 0,25 : korelasi sangat lemah (dianggap tidak ada)
· > 0, 25 – 0,5 : korelasi cukup
· > 0,5 – 0,75 : korelasi kuat
· > 0,75 – 1 : korelasi sangat kuat
2. Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi merupakan suatu teknik untuk menentukan
ketergantungan satu variabel dependent dengan satu atau lebih variabel
independent. Regresi linier berganda digunakan untuk melihat hubungan
tingkat pengetahuan ibu dan praktek pemberian MP-ASI dengan status gizi
bayi usia 6 sampai 12 bulan. Model empiriknya adalah sebagai berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 Keterangan :
Y : Status Gizi