BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pulau Bali merupakan pulau yang luasnya relatif kecil di kawasan nusantara, namun dapat memberikan kontribusi yang besar di dalam bidang kebudayaan. Hal ini dikarenakan masyarakat Bali memiliki adat istiadat yang
unik, serta kekayaannya dalam berbagai jenis budaya, peranan sistem adat istiadat di Bali senantiasa didukung oleh kepercayaan agama Hindu yang selalu
berkaitan dengan kegiatan seni budaya, seperti: seni tari, seni kerawitan dan bentuk kesenian lainnya. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa kesenian merupakan bagian penting dari kehidupan masyarakat Bali yang sudah diwarisi
sejak jaman lampau. Oleh karena itu hampir tidak ada satupun upacara keagamaan di Bali yang tidak mengikutsertakan pertunjukan kesenian tari (Bandem dan
Dibia, 1982/1983:3).
Seni tari yang sejak kehidupannya dari jaman dahulu sampai sekarang mempunyai peranan yang sangat penting baik sebagai sarana upacara, maupun
sebagai media untuk mengekpresikan perasaan estetis dari para senimannya. Tari Bali merupakan simbul kehidupan masyarakat Bali, yang mana sebagian besar
masih terjaga kelestariannya karena didukung oleh unsur adat istiadat dan agama yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Bali. Namun aplikasi perkembangan tari Bali dalam lingkungan kehidupan masyarakat yang bernuansa
ungkapan tersebut merefleksikan perkembangan tari Bali di kehidupan
masyarakat sangatlah beragam dengan menganut asas desa mewecara yang artinya setiap wilayah atau Desa Pakraman memiliki adat istiadat dan cara yang berbeda dengan wilayahnya atau Desa Pakraman lainnya. Demikian pula dalam
pelaksanaan upacara keagamaan (Hindu) di Bali, yang cukup beragam antara satu wilayah atau desa dengan wilayah atau desa lain, namun tetap mengacu pada
weda dan prasasti yang ada (DPD HPI, 1995:28)
Tari Bali tumbuh dengan subur karena dipelihara dan dimantapkan melalui dukungan sistem sosial yang berintikan lembaga-lembaga tradisional, seperti:
Desa Pakraman adat, banjar, subak dan berbagai jenis sekaa (organisasi profesi), sehingga tari Bali atau kesenian Bali dapat dikatakan sebagai wahana integrasi,
kerena kesenian Bali memperlihatkan sifat sebagai konfigurasi budaya yang ekpresif. (Mantra,1993:221). Setiap berlangsungnya upacara keagamaan atau prosesi ritual dalam agama Hindu, umat berlomba-lomba berbuat sesuatu, baik
berupa pementasan tari atau gamelan, maupun pekerjaan lain yang berkaitan dengan upacara tersebut (Bandem,1991:21) Berdasarkan uraian di atas dapat
disimak bahwa dalam setiap pelaksanaan upacara agama Hindu segenap lapisan masyarakat mendukungnya untuk mencapai kehidupan dengan spiritual yang penuh kedamaian dan kesejahteraan sebagai tujuan hidup melakukan berbagai
usaha yang terkait dengan upacara tersebut, baik vokal, kerawitan, tari (wali) dan lain sebagainya.
(Soedarsono,1999:22). Sehubungan dengan jenis-jenis pelaksanaan upacara
agama Hindu seperti itulah diikuti dengan pertunjukan tari-tarian (wali) yang penyelenggaraanya dikaitkan dengan pertunjukan tari-tari Bali seperti halnya tari Topeng.
Topeng secara arti kata adalah suatu benda penutup muka yang terbuat dari, kertas, kayu, kain serta bahan lainnya, bentuknya bermacam-macam, dari
yang berbentuk dewa-dewa, manusia, binatang, setan dan lain sebagainya. Istilah
topeng dan tapel di Bali hingga kini masih dipergunakan dengan makna yang berlainan. Tapel dipakai untuk menyebutkan topeng sebagai penutup muka, sedangkan topeng dipakai menyebutkan suatu bentuk seni pertunjukan Bali yang semua penarinya memakai tapel dengan lakon yang bersumber pada cerita-cerita
sejarah maupun babad-babad. Jenis-jenis tari pertunjukan topeng di Bali terdiri dari : Topeng Pajengan, Topeng Panca, Topeng Prembon. Topeng Pajengan adalah dramatari Topeng Bali yang dilakukan hanya oleh seorang penari. Penari ini
melakukan (memborong) semua tugas dan peran yang ada dalam dramatari Topeng. Tapel yang mutlak harus ada dalam Topeng pajengan ini yakni tapel
Sidakarya, karena fingsinya sebagai pelaksana upacara keagamaan (terutama pada bagian akhir tariannya topeng ini menaburkan uang sebagai simbolis dana punia) maka topeng ini disebut Topeng wali (Dibia,1977-1978:39).
Seni pertunjukan Bali telah mendapat perhatian dunia, ketenarannya telah diperoleh dengan sepantasnya, seni pertunjukan berkembang antara sejuta orang
yang masih melestarikan budaya prasejarah, mereka memerlukan seni hampir
pada semua kegiatan serta peristiwa penting mereka yang pada umumnya bernilai ritual. Di samping itu, ada pula seni yang mengungkapkan pribadi yang berfungsi sebagai hiburan. Pada jaman feodal, ketika masyarakat terbelah menjadi dua
kelompok besar yang sangat berbeda yaitu kelas bangsawan (istana) dan kelas rakyat. Pada jaman itu hadir pula dua kategori seni yang sangat berbeda, yaitu
seni istana dan seni rakyat (Soedarsono, 1999:174).
Suatu kenyataan yang tak dapat dipungkiri bahwa Agama Hindu telah memberikan warna dan jiwa segala corak kesenian di Pulau Bali antara lain tari
wali, tari bebali dan tari bebalian. Di samping itu pula agama Hindu memelihara dan melindungi kelangsungan perkembangan dan kehidupan seni di Bali, karena
agama ikut aktif berpartisipasi di dalamnya dengan mengikat bermacam-macam mithologi dan disucikan dalam bentuk upacara dan sesajen-sesajen. Hampir semua tarian Bali menggunakan sesajen-sesajen, yang bertujuan untuk memohon
kehadapan Ida Bhatara agar tarian-tarian itu metaksu dan sukses dalam pementasannya. Jalinan yang sedemikian itu, menyebabkan kesenian Bali
mempunyai corak yang berbeda dengan kesenian yang ada di luar Bali seperti halnya, tari Topeng Sandar yang ada di Desa Pakraman Serangan. hidup tari Topeng Sandar dalam jaman modern ini tidak menyimpang dari identitasnya
sebagai tari sakral yang bernafas Hindu.
Salah satu tari tradisional yang tetap bertahan hingga saat ini adalah tari
dari mara bahaya seperti bencana alam dan lain- lain). Tari Topeng Sandar
merupakan warisan budaya yang selalu bertumpu pada pola-pola tradisi warisan budaya secara turun temurun. Sampai sekarang tradisi ngelawang tari Topeng Sandar yang pementasannya dilaksanakan setiap hari suci purnama dibawakan
oleh enam orang gadis yang masih muda yang tidak cacat jasmani dan rohani masih eksis pada masyarakat Desa Pakraman Serangan Denpasar.
Kepekaan terhadap pengaruh luar perlu mendapat perhatian agar perkembangan dan kelangsungan keberadaan tari Topeng Sandar seperti yang dipentaskan di Desa Pakraman Serangan tersebut memiliki manfaat dan keunikan
yang sangat besar bagi masyarakat pendukungnya (Masyarakat Desa Pakraman Serangan) sehingga menarik untuk dikaji.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka rumusan
masalah akan difokuskan pada hal-hal sebagai berikut.
1. Bagaimana prosesi Tari Topeng Sandar di Desa Pakraman Serangan
Denpasar.
2. Apa fungsi dan makna tari Topeng Sandar di Desa Pakraman Serangan Denpasar.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini dapat dibagi menjadi dua yaitu tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengaplikasikan konsep dan teori yang relevan terhadap fokus permasalahan dalam penelitian ini. Disamping itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah sumber informasi secara keilmuan bagi akademisi yang
berminat melakukan penelitian selanjutnya. Untuk mengetahui gambaran umum eksistensi tari Topeng Sandar di Desa Pakraman Serangan Denpasar.
1.3.2 Tujuan Khusus
Penelitian ini secara khusus dilakukan untuk mencapai tujuan berikut:
1. Untuk mengetahui fungsi dan makna tari Topeng Sandar di Desa Pakraman Serangan Denpasar.
2. Untuk mengetahui bagaimana prosesi tari topeng Sandar di Desa Pakraman Serangan Denpasar
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di bidang
teoritis maupun praktis, antara lain sebagai berikut.
1. Diharapkan dapat memberikan kontribusi akademis mengenai unsur - unsur
budaya yang terdapat dalam tari Topeng Sandar.
2. Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian dalam bidang tari.
1.4.2 Manfaat Praktis
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi bahan pertimbangan kususnya bagi Masyarakat Desa Pakraman Serangan Denpasar serta dalam rangka melestarikan budaya seni tari bernilai sakral dan
unik. Selanjutnya bahan ini juga diharapkan dapat dipergunakan sebagai dasar dalam memahami dan memaknai nilai-nilai ajaran Agama Hindu.
1.5 Kerangka Teori dan Konsep 1.5.1 Kerangka Teori
Dalam banyak tulisan seringkali istilah analisis fungsional dan fungsionalisme disamakan, padahal keduanya berbeda. Analisis fungsional adalah
suatu kajian yang menempatkan elemen sosial dan kultural dengan penekanan pada hubungan pengaruh-mempengaruhi. Sebaliknya, fungsionalisme adalah suatu doktrin yang menekankan telaah aspek sosial dan kultural dengan tujuan
untuk mengetahui hakikat keberadaannya.
Bentuk tari dapat dilihat dengan pendekatan structural. Struktural dalam
struktural biasanya menghasilkan gambar dari gaya tari yang berbeda. Dengan
pendekatan structural orang dapat mengamati tari mulai dari adegan, seke, dan gerak-gerak unit kecil atu motif (Bandem, 1966). Sementara Robert Scoles (1973:4) dalam bukunya Structural In Literature mengatakan bahwa
Structuralism is away of looking for realirty not individual things but in the relationship omang them. Yang artinya struktural adalah suatu cara untuk mencari kenyataan bukan secara individual/terpisah, tetapi dalam suatu hubungan yang satu dengan yang lainnya.
Melalui teori struktural-fungsional ini, diharapkan agar dapat menjelaskan
lebih seksama fungsi tari Topeng Sandar dalam kegiatan upacara yadnya dan juga akan dipergunakan untuk membahas hubungan antara bagian dari beberapa
elemen yang dikemas secara terpadu, terjalin menjadi satu kesatuan, saling terkait dan tidak dapat dipisahkan, sehingga menjadi sebuah seni pertunjukan. Adapun elemen-elemennya berupa: gerak tari, rias, busana, lampu, tempat pementasan,
komposisi, upakara, property dan sebagainya.
Kajian fungsi adalah kajian melalui pendekatan kontektual sebagai
masukan bagi konteks itu sendiri. Masukan itu untuk menyampaikan wujud dari suatu masyarakat atau kebudayaan (Royce, 1977:64).
Spiro (dalam Koentjaraningrat, 1986:213) menyatakan bahwa ada tiga
cara pemakaian untuk istilah fungsi, yakni:
a. Pemakaian yang menerangkan fungsi itu sebagai hubungan guna
antara suatu hal dengan suatu tujuan tertentu.
c. Pemakian yang menerangkan hubungan yang terjadi antara suatu hal
dengan hal-hal lain dalam suatu siatem yang terintegrasi (suatu bagian dari suatu organisasi yang berubah, menyebabkan perubahan berbagai bagian lain, malahan menyebabkan perubahan seluruh organism.
Jadi, fungsionalisme menyatakan setiap fenomena cultural selalu ada gunanya. Sebab jika tidak berguna fenomena itu akan lenyap dengan sendirinya
(Cohen, 2000:383).
Menurut Malinowski (dalam Triguna, 1997:114) teori fungsional merupakan bagian dari pendekatan sistematik dalam ilmu-ilmu sosial dan budaya.
Pendekatan sistematik terlihat dari pandangannya bahwa “teori fungsi mengakui adanya bagian-bagian dari sebuah sistem, yang jika salah satu bagian mengalami
perubahan makna, komponen yang lain akan mengalami perubahan. Artinya, teori fungsional menjelaskan arus sebab dan akibat yang menjadi inti mekanisme sebuah sistem sehingga analisis dengan menggunakan teori fungsional dapat
memberikan pemahaman tentang hal-hal menonjol pada waktu dan tempat tertentu. Dalam hal ini teori fungsional struktural akan digunakan untuk melihat
fungsi dan makna tari Topeng Sandar.
seimbang. Dengan menggunakan teori ini diharapkan bisa membantu proses
analisis menyangkut fungsi dan makna tari Topeng Sandar pada masyarakat Desa Pakraman Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar.
Sejalan dengan teori tersebut, penciptaan sebuah karya seni selalu
memiliki tujuan fungsi. Fungsi kesenian ditengah-tengah masyarakat dapat dilihat dari keterlibatan kesenian untuk keperluan tertentu. Dalam kontek seni
pertunjukan apabila dicermati dengan seksama, ternyata fungsi seni pertunjukan memiliki fungsi yang sangat kompleks dalam kehidupan masyarakat. Dalam membedah permasalahan fungsi dan makna tari Topeng Sandar juga tidak terlepas
dari teori religi. Pamaha Ball (1988:35) mengatakan bahwa ada dua paham tentang relegi: pertama relegi sebagai bagian hidup kesusilaan manusia dan
memiliki nilai susila yang tinggi. Gagasan termaksud telah diuraikan secara filisofi oleh Kant. Kedua relegi sebagai tergolong dalam alam hidup manusia. Relegi kedua ini menghendaki tidak kebenaran utama, yaitu: percaya bahwa
Tuhan ada, percaya kepada hukum kesusilaan alamiah, dan pada roh yang abadi (Endraswara,2003:162).
Dalam pandangan Geertz (2000:170) bahwa religi adalah pandangan unik yang bermakna, memuat identitas diri, dan kekuatan tertentu. Sebagai sebuah pengalaman, tentu saja religi tak akan lebih dari subyektivitas pelakunya.
Dengan kata lain, religi akan berhubungan dengan rasa, tindakan, dan pengalaman nyata yang berbeda-beda satu dengan yang lain. Setiap orang
E. Durkheim membagi dasar religi menjadi lima komponen yaitu : (1)
emosi keagamaan yang menyebabkan manusia bersifat religius; (2) sitem kayakinan yang mengandung segala keyakinan serta bayangan manusia tentang sifat-sifat tuhan, tentang wujud dari alam gaib (supranatural), serta segala nilai,
norma, dan ajaran dari religi yang bersangkutan; (3) sistem ritus dan upacara yang merupakan usaha manusia untuk mencari hubungan dengan Tuhan, dewa-dewa
atau makhlik-makhluk halus yang mendiami alam gaib; (4) ritus dan upacara religi biasanya digunakan bermacam-macam sarana dan prasarana; dan (5) sistem religi adalah umatnya, atau kesatuan sosial yang menganut sistem keyakinan dan
yang melaksanakan sistem ritus serta upacara (koentjaraningrat, 1985:42-45). J.G. Frazer, dalam bukunya The Golden Bough jilid I seperti ditulis oleh Koentjaraningrat (2002:196–197), mengatakan bahwa manusia memecahkan masalah-masalah hidupnya dengan akal dan sistem pengetahuannya, tetapi akal dan sistem pengetahuan manusia terbatas. Makin maju kebudayaannya, makin
luas batas akal itu. Dalam banyak kebudayaan batas akal manusia masih sangat sempit. Soal-soal hidup yang tidak dapat mereka pecahkan dengan akal,
dipecahkan dengan magic, atau ilmu gaib. Menurut Frazer, ketika religi belum hadir dalam kebudayaan manusia, manusia hanya menggunakan ilmu gaib untuk memecahkan masalah-masaah hidup yang berada di luar jangkauan akal dan
pengetahuannya. Ketika mereka menyadari bahwa ilmu gaib tidak bermanfaat bagi mereka, mulailah timbul kepercayaan bahwa alam dihuni oleh
Berdasarkan pemahaman teori di atas, diharapkan dapat membantu untuk
mengkaji tari Topeng Sandar, yang terkait dengan emosi keagamaan, sistem keyakinan, kepercayaan, nilai, norma, pada masyarakat Desa Pakraman Serangan.
1.5.2 Kerangka Konsep 1.5.2.1 Tari
Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan diberi bentuk melalui media gerak sehingga menjadi bentuk gerak yang simbolis dan sebagai ungkapan si pencipta (Haukins: 1990, 2). Secara tidak langsung di sini Haukin memberikan penekanan bahwa tari ekspresi jiwa menjadi sesuatu yang dilahirkan melalui media ungkap yang disamarkan. Di sisi lain ditambahkan oleh La Mery bahwa ekspresi yang berbentuk simbolis dalam wujud yang lebih tinggi harus diinternalisasikan. Tari dalam kesucian masyarakat Bali dibagi menjadi tiga (3) yaitu
1. Tari Wali ( sacred, religius dance ).
2. Tari Bebali ( ceremonial dance ). 3. Tari Balih-balihan ( secular dance ).
1.5.2.2 Topeng
Topeng secara arti kata adalah suatu benda penutup muka yang dibuat dari
kayu, kertas, kain dan bahan lainnya bentuknya bermacam-macam dari yang berbentuk Dewa-Dewa, Manusia, binatang dan lain-lainnya. Di Bali topeng dipakai menyebutkan suatu bentuk drama tari yang semua pelakunya
Menurut Panji dan Bandem dalam bukunya Ensiklopendi Musik dan Tari
daerah Bali menjelaskan kata Topeng berasal dari kata “Tup” yan berarti tutup, kemudian karena gejala bahasa yang disebut formatif form ( pembentukan kata), kata Tup ditambah saja dengan kata “eng” kemudian menjadi “tupeng”. Tupeng
kemudian mengalami beberapa perubahan sehingga menjadi “Topeng” (Wardana,1993/1994.4). Beryl de Zoete and Walter Spies dalam bukunya, Drama
and Dance in Bali antara lain mengatakan “……..For topeng simple means something pressede against the face i,e,a mask” artinya : Topeng secara sederhana berarti benda yang di tekan pada muka, yaitu tapel.
1.5.2.3 Sandar
Menurut Poerwadarminta, (1976:865) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia mengatakan bahwa Bersandar (1) (-kan, ke kpd, pd, atas): 1 (berdiri, duduk, terletak dsb) bersangga pd; mengenakan punggung ( lambung atau dada)
pd sesuatu supaya kokoh atau lebih enak duduknya dsb.
Dalam Kamus Bali Indonesia, (1991:604) disebutkan bahwa sandar-sandaran: penari semacem jauk dalam Barong. Sandar sandar-sandaran: penari semacam Jauk dalam Barong. Sandar dalam penelitian ini mengacu kepada pendapat informan: Mangku Pura Dalem Kahyangan sebagai berikut: Sandaran dengan awalan Sandar yang artinya perempuan yang belum beranjak dewasa, merupakan bahasa istilah yang dimiki masyarakat Serangan dalam tarian sakral tersebut, (wawancara tanggal 18 September 2011).
1.5.2.4 Fungsi
dengan kekuatan-kekuatan gaib tertentu, sedangkan fungsi yang kedua merupakan
ekspresi simbolis untuk menyalurkan tanggapan-tanggapan kesan atas alam beserta sifat-sfatnya, maupun atas konsep-konsep budaya tertentu melalui bentukan-bentukan visual yang terencana. (Edi Sedyawati, 1993 : 12).
Berbagai unsur kebudayaan yang ada dalam suatu masyarakat gunanya untuk memuaskan sejumlah hasrat naluri manusia. Karena itu unsur-unsur
"kesenian", berfungsi untuk memuaskan hasrat naluri manusia akan keindahan, unsur-unsur "sistem pengetahuan" untuk memuaskan hasrat untuk tahu (Koentjaraningrat, 1996 : 88). Lebih lanjut dijelaskan pula fungsi kesenian bila
dipandang dari segi agamanya terbagi menjadi tujuh yaitu: 1) memanggil kekuatan gaib, 2) menjembut roh-roh baik, 3) menjembut roh untuk hadir di
tempat penujaan, 4) peringatan pada nenek moyang, 5) perlengkapan upacara saaat-saat tertentu dalam putaran waktu, 6) perlengkapan upacara dengan tingkat-tingkat hidup manusia, 7) perwujudan dari dorongan untuk mengungkap
keindahan semesta (Edi Sedyawati, 1981:51).Secara garis besar berbagai bentuk seni pertunjukan mempunyai tiga fungsi utama yaitu: 1) berfungsi sebagai sarana
upacara ritual, 2) berfungsi sebagai hiburan pribadi, 3) berfungsi sebagai penyajian estetis (Soedarsono, 199:164). Seni pertunjukan pada dasarnya adalah hasil karya kolektif, yang merupakan salah satu cabang dari kesenian yang
memiliki fungsi penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia baik social maupun spiritual. Seni pertunjukan yang di tampilkan di dalam upacara adat
secara historis selalu memiliki suasana kontektual dimana seni tidak dapat dilihat
tanpa fungsi tertentu bagi masyarakat pendukungnya atau sebagian kelompok dari masyarakat masing-masing budaya. (White, 1991:58-61)
Dari berbagai rumusan fungsi seni tersebut di atas, secara garis besar
dinyatakan bahwa pada dasarnya seni bertujuan kepentingan ritual dan untuk kepentingan manusianya sendiri. Kalau dikaitkan dengan fungsi dari pada
penyajian tari Topeng Sandar, maka penyajian tari ini berfungsi sebagai sarana ritual.
1.5.2.5. Makna
C.S. Peirce (1995:31) salah seorang tokoh semiotika, membuat klasifikasi
jenis tanda menjadi tiga yang berbeda secara esensial, terutama dalam hubungannya dengan obyek-obyeknya, yakni ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol). Dalam seni pertunjukan tradisional, misalnya ikon bisa digambarkan sebagai wujud atau pengejawantahan gagasan seni menjadi genre kesenian tradisional tertentu. Indeks adalah berbagai fungsi literal seni
pertunjukkan tradisional itu sendiri, misalnya yang berhubungan dengan nilai-nilai filosofi dan kesusastraan. Simbol berhubungan dengan fungsi linear (fungsi sosial) dan vertikal (nilai-nilai metafisik yang ada), serta berbagai nilai-nilai ideal
seperti kebiasaan (adat) dan hukum (norma) yang berlaku dalam berbagai genre yang ada (C.S. Peirce, 1995:34).
Dunia simbolik adalah dunia yang menjadi tempat diproduksi direproduksi dan
disimpan muatan mental dan muatan kognitif kebudayaan, baik berupa makna dan simbol, maupun nilai-nilai dan norma yang ada dalam suatu kebudayaan (Kayam, 1996:5-6).
Untuk memahami simbol-simbol keagamaan, Mircea Eliade dalam tulisannya : Kunci-kunci metodologis dan studi simbolisme kaagamaan yang
menyatakan bahwa kunci utama memahami simbol-simbol keagamaan adalah bagaimana dunia agar "berbicara" atau "mengungkapkan diri", melalui simbol-simbol dan bukan dalam bahasa intiliktarian atau obyektif. Simbol bukan sekedar
cerminan realitas obyektif. Ia mengungapkan sesuatu lebih pokok dan lebih mendasar. Lebih lanjut Mircea Eliade (2001:66) mengungkapkan bahwa simbol
keagamaan mampu mengungkapkan suatu modalitas yang nyata akan struktur dunia yang tidak nampak pada pengalaman langsung. Dalam mengilustrasikan bagaimana sebuah simbol mampu mengungkapkan modalitas kenyataan yang tak
terjangkau oleh pengalaman manusia.
Sesuai dengan kajian tersebut di atas, dijelaskan dengan analisis makna
adalah suatu usaha menelusuri isi atau kandungan dibalik bentuk yang dipakai, sebagai aktualisasi fungsi-fungsi yang terdapat pada kesenian pada realita sosial budaya masyarakatnya. Oleh karena itu, analisis makna dilakukan dengan sejalan
dengan analisis fungsi. Dan juga analisis makna dilakukan dengan jalan mengungkapkan makna-makna ekplisit maupun implisit yang terkandung didalam
tari tersebut.
Kata Desa berasal dari bahasa Sansekerta artinya petunjuk atau batas,
sedangkan Pakraman berasal dari kata Krama artinya kerja. Jadi Desa Pakraman adalah suatu peguyuban hidup dalam suatu wilayah tertentu dimana kehidupan bersama itu diatur oleh suatu batasan-batasan agama, Jadi apa yang disebut Desa
Adat dewasa ini sesungguh Desa Pakraman (Wiana, 2003:12).
Sedangkan menurut Perda 03 tahun 2001 Provinsi Bali adalah kesatuan
masyarakat hukum adat di Provinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tatakrama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara tutun-temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga (Kahyangan Desa) yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangga sendiri. Dari perda ini paling tidak dapat ditemukan enam titik pokok yang membentuk
desa Pakraman, yaitu (1) kesatuan masyarakat hukum adat di Propinsi Bali, (2) mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata Krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun-temurun, (3) dalam ikatan Kahyangan Tiga (Kahyangan
Desa), (4) mempunyai wilayah tertentu, (5) mempunyai harta kekayaan tersendiri, dan (6) berhak mengurus rumahtangga sendiri. Akan tetapi pada kenyataannya
1.6 Model
Untuk mempermudah didalam memahami permasalahan yang hendak
dibahas dengan menggunakan model penelitian Model :
Keterangan:
Alur Kajian
Saling Berpengaruh
AGAMA/ BUDAYA
FUNGSI DAN MAKNA SENI TARI TOPENG
SANDAR DI DESA PAKRAMAN SERANGAN
MASYARAKAT
LATAR BELAKANG PEMENTASAN
Suatu sistem upacara pada khususnya merupakan ciptaan dari suatu sistem kepercayaan (religi) yang terpadu oleh mitos-mitos yang landasi oleh keyakinan
itu sendiri. Sebagai suatu ciptaan dari kepercayaan dapat terungkap lewat prosesi upacara. Terdapat fungsi antara lain fungsi riligius dari tari topeng sandar, fungsi
sosial, keselamatan dan keharmonisan kehidupan masyarakat. Prosesi dan fungsi dari sistem kepercayaan terwujud dan berpusat pada masyarakat setempat.
Tari Topeng Sandar diadakan di Pura Dalem Kahyangan yaitu sebuah
tempat sembahyang yang erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat Desa Pakraman Serangan adalah turunnya anugrah Tuhan untuk menyeimbangkan dari
semua kegelisahan. Karena tarian ini telah mentradisi dilaksanakan sebulan sekali disaat hari suci purnama.
Manusia dalam kehidupan bermasyarakat selalu mengklasifikasikan setiap
gejala yang dihadapi. Klasifikasi yang paling sederhana ialah dengan menggolongkan gejala di masyarakat menjadi dua bagian yang dipertentangkan,
namun satu sama lainnya saling membutuhkan. Dengan adanya sistem penggolongan seperti abstrak, penggolongan menjadi dua bagian yang saling bertentangan dalam konsep orang Bali disebut rwabhineda, seperti kanan dan kiri,
hitam dan putih, positif dan negatif. Gejala tersebut telah diisi dengan muatan yang sesuai dengan pengetahuan budaya masyarakat yang di simpan dalam
mitologi-mitologi, baik yang disampaikan secara tertulis maupun lisan.
Pakraman menjadi jelas. Mitologi baik tersimpan secara lisan maupun tertulis
dapat memberikan pedoman, sehingga tingkah laku warga masyarakat sesuai dengan teks-teks yang tadi. Hal ini dilihat dari pelaksanaan tari topeng tersebut yang dilakukan yang didalamnya merupakan penggambaran simbolik dari sistem
penggolongan yang dianut oleh masyarakat. Dengan melihat upacara itu, maka dapat mengungkap struktural sosial masyarakat pendukung dengan tari topeng
sandar mencerminkan hubungan struktural fungsional yang akan diungkap.
1.7 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan Kualitatif. Hal ini didasarkan atas masalah yang akan diteliti adalah berupa studi kasus yang ada di
masyarakat Desa Pakraman Serangan Denpasar, merupakan fenomena yang perlu dipecahkan secara diskriptif analistik.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang mementingkan pemaknaan
bukan hitungan. Paradigmanya adalah naturalistik. Pemaknaan yang digunakan adalah diskriptif analistik (materi perkuliahan metode penelitian). Setiap
penelitian yang dilakukan, berupaya memecahkan permasalahan dan gejala-gejala yang ditemukan.
Objek yg akan diteliti khususnya mengenai tari Topeng Sandar berupa
studi kasus yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Pakraman Serangan, Kecamatan Denpasar selatan, Kota Denpasar. Data dan sumber data guna
lain sejenisnya yang mengungkap, mengetahui dan memahami tentang tari
Topeng Sandar yang dilaksanakan di Desa Pakraman Serangan Denpasar.
Mengenai pengelompokan jenis data itu ada dua, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang tidak berupa angka namun berupa uraian diskripsi dari sebuah gejala fenomenologi. Data kuantitatif adalah data yang diperoleh berupa angka-angka dalam statistik (Gorda, 1977 : 73).
1.7.1 Lokasi Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan di Desa Pakraman Serangan
terletak di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Jarak antara Pulau Serangan dengan Kecamatan Denpasar Selatan berkisar 4 km, untuk mecapai
pulau Serangan dulu ditempuh dengan jukung sampan sebagai alat transportasi laut utama, sekarang dengan dibukanya jembatan menuju Desa Pakraman Serangan transportasi semakin lancar dapat ditempuh dengan sepeda motor, dan
kendaraan bermotor lainnya sehingga komunikasi antara Desa Pakraman Serangan dengan Desa Pakraman yang lainnya semakin lancar dan tingkat
mobilitas penduduk semakin tinggi.
Pemilihan penelitian pada tempat ini dikarenakan Desa Pakraman Serangan masih rutin melaksanakan pementasan tari Topeng Sandar setiap hari
Purnama, menurut masyarakat Serangan pementasan Tari Topeng Sandar kalau tidak dipentaskan waktu Purnama, maka akan terjadi bencana. Fenomena inilah
unik dikaji dari fungsi dan makna tari Topeng Sandar tersebut.
Mengenai sumber data dibedakan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung bersumber pada segala pencatatan dilapangan (Field Research). Selain itu data primer ini juga bersumber pada informan. Informan itu adalah orang-orang yang dianggap memiliki pengetahuan dan mampu memberi informasi seluas-luasnya. Data sekunder
adalah sesuatu yang didapatkan dari hasil pencatatan kepustakaan dan dokumen
(Library Research).
Dalam penelitian ini jenis data yang diperlukan adalah data kualitatif,
sumber datanya adalah dari data primer dan sekunder, sebab semua data itu diperlukan untuk mendukung kebenaran hasil penelitian. Data primer dalam penelitian ini bersumber dari para informan yang diambil dari para tokoh seperti :
tokoh agama, adat, budaya, sesepuh/pengelingsir, pemangku, prajuru, kelian dan tokoh masyarakat yang dianggap mampu, paham, tahu dan dapat memberi informasi yang faktual tentang tari Topeng Sandar sebagai data pendukung yang
utama dalam memecahkan permasalahan yang dikemukakan sebagai Rumusan Masalah.
1.7.3 Teknik Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data adalah bagian yang penting dari sebuah
penelitian. Agar data dapat dikumpulkan dengan baik oleh peneliti, maka pengetahuan dasar tentang teknik-teknik pengumpulan data harus telah
banyak, tepat dan memadai. Dalam penelitian teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah teknik wawancara, observasi dan dokumen. 1.7.4 Metode pengamatan (observasi)
Pengamatan merupakan salah satu metode yang dipakai untuk meneliti
Tari Topeng Sandar di Desa Pakraman Serangan, Koentjaraningrat mengatakan, bahwa metode pengamatan ilmiah merupakan metode yang paling sesuai
digunakan untuk meneliti masalah-masalah sosial. Sementara metode observasi merapakan salah satu cara penelitian untuk memenuhi syarat-syarat tertentu yang merupakan jaminan bahwa hasil pengamatan memang sesuai dengan kenyataan
yang menjadi sasaran perhatian. Pengamatan mempunyai berbagai tingkatan, dari tingkat yang paling rendah sampai tingkatan yang paling tinggi, yaitu : partisipasi
nihil, partisipasi pasif, partisipasi sedang, partisipasi aktif, dan partisipasi penuh (Spradley 1980: 58-62), Pengamatan partisipan merupakan metode yang sangat tepat digunakan untuk penelitian yang mempergunakan pendekatan antropologi
dengan cara kualitatif, terutama untuk mengamati seting-seting alamiah. Metode lain yang digunakan untuk menunjang penelitian kualitatif ini, di samping
pengamatan partisipan adalah wawancara intensif (Koentjaraningrat, 1991). Pengumpulan data dalam penelitian ini dititik beratkan pada penggunaan metode pengamatan partisipasi pasif dengan selalu berpedoman terhadap kaidah ilmiah.
Metode ini dipilih untuk mengamati fungsi dan makna tari topeng sandar yang tariannya lain daripada tari bali yang sering diadakan di masyarakat. Operasional
metode pengamatan dalam penelitian ini diawali dengan survei lapangan.
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan untuk mengumpulkan
keterangan atau informasi tentang hal-hal yang terkait dengan rumusan masalah yang tidak didapat melalui observasi. Dengan metode ini, nanti diharapkan akan menggali dan memperkaya data tari Topeng Sandar yang ada di Desa Pakraman
Serangan Denpasar. Dalam wawancara ini dipergunakan teknik wawancara terencana, wawancara berstruktur, wawancara terfokus (Koentjaraningrat 1991:
138-139). Wawancara pertama kali dilakukan dengan beberapa orang informan pangkal yaitu seperti Kepala Desa Pakraman Serangan Denpasar yang kemudian dilanjutkan kepada seorang informan kunci seperti bendesa Desa Pakraman adat
dan pemangku yang dilakukan langsung pada tempat yang telah disepakati. Sementara wawancara dengan informan lainnya seperti kelian-kelian banjar
beserta warga Desa Pakraman Serangan Denpasar dilakukan di lokasi penelitian dan di rumah para informan atau tempat-tempat umum.
1.7.6 Metode Dokumen
Selain teknik di atas, digunakan juga berbagai dokumen baik milik pribadi
maupun lembaga tertentu, seperti pemerintah Desa, Kecamatan maupun instansi lain yang membidangi masalah seni tari, keagamaan, budaya dan pakraman. Dokumen yang digunakan misalnya data statistik, arsip surat-surat dinas, notulen
rapat, dan awig-awig Dasa Pakraman.
Penerapan teknik pengumpulan data tidak saja dilakukan secara terpisah,
Dengan cara ini seperti dikemukakan Meleong (1993), kesahihan dan
kelengkapan data menjadi lebih terjamin. 1.7.7 Metode Kepustakaan.
Metode pengumpulan ini digunakan untuk tranformasi yang berkaitan
denga tari Sandar di Desa Pakraman Serangan. Dalam hal ini berusaha menelusuri dan menelaah beberapa literature-literature dan bahan tertulis lainnya yang
relevan dengan pokok permasalahan. Adapun data-data kepustakaan yang dapat diperoleh melalui berbagai terbitan ilmiah, seperti buku-buku, majalah, artikel, laporan penelitian maupun hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini. Metode
ini digunakan bahan perbandingan antara yang sudah diteliti dengan penelitian yang baru.
1.7.8 Analisis Data
Untuk menunjang metode pendekatan tersebut di atas akan dilakukan
analisis data kualitatif (qualitatif data analysis). Analisis data adalah salah satu tahapan yang sangat penting dalam suatu penelitian. Analisis data merupakan
proses menelaah seluruh data yang telah tersedia yang diperoleh melalui pengamatan, wawancara, pencatatan, perekaman, dokumen, dan sebagainya (Moleong 1998: 190). Sedangkan analisis kualitatif merupakan teknik pemadatan
data dengan cara mengembangkan taksonomi, sistem klasifikasi deskriptif atau klasifikasi kronologis yang mencangkup jumlah keterangan yang terkumpulkan
berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk
menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam penelitian ini.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan sepanjang penelitian berlangsung dan dilakukan secara terus menerus dari awal penelitian sampai akhir
penelitian. Pengumpulan data dan analisis data mempunyai hubungan yang sangat erat dan tidak dapat dipisah-pisahkan dalam penelitian kualitatif. Data yang
diperlukan dalam penelitian ini digolongkan menjadi dua jenis, antara lain sebagai berikut.
Data umum, yaitu monografi masyarakat serangan, literatur dan informasi terkait obyek penelitian dan data lainnya yang memperdalam wawasan peneliti terhadap topik penelitian.
Data khusus, yaitu Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan penulis, data yang dianalisis nanti hanya meliputi: gambaran umum fungsi dan makna tari Topeng Sandar yang ada di Desa Pakraman Serangan tersebut.
1.7.9. Instrumen Penelitian
Penelitian kualitatif sesungguhnya peneliti sendiri merupakan alat pengumpul data utama karena si peneliti yang memahami secara mendalam tentang obyek yang di teliti secara insentif (Mantra 2004:27). Selama peneliti di
lapangan, data dikumpulkan dengan menggunakan pedoman wawancara dan dibantu dengan alat-alat yaitu kamera, buku catatan (note book), dan tape