38
IV.1. Gambaran Umum RW 09 Kelurahan Pondok Petir
RW 09 Kelurahan Pondok Petir terletak di Kecamatan Bojongsari Kota Depok Propinsi Jawa Barat. Sebelum tahun 2011, RW 09 Kelurahan Pondok Petir secara administratif adalah bagian dari wilayah Kecamatan Sawangan, tetapi seiring dengan pemekaran wilayah Kota Depok pada tahun 2011 maka RW 09 Kelurahan Pondok Petir tercatat sebagai bagian dari wilayah administrasi Kecamatan Bojongsari Kota Depok.
RW 09 Kelurahan Pondok Petir merupakan ibukota Kelurahan Pondok Petir. RW 09 Kelurahan Pondok Petir terdiri dari 4 RT dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 adalah 938 jiwa. Penduduk RW 09 Kelurahan Pondok Petir merupakan perpaduan antara penduduk asli dan penduduk pendatang. Mayoritas penduduk beragama Islam, sedangkan agama lain yaitu Katolik, Protestan, Hindu, dan Budha. Mata pencaharian sebagian besar penduduk adalah sebagai pegawai, sedangkan sisanya bervariasi meliputi wiraswasta, buruh, dan pemberi layanan jasa.
Dalam aspek pemberdayaan kesehatan masyarakat di RW 09 Kelurahan Pondok Petir terdapat peran yang besar dari petugas dan kader kesehatan serta intervensi yang kuat oleh tokoh masyarakat
IV.2. Hasil Penelitian
IV.2.1. Hasil Analisis Univariat
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 6. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Persentase
Remaja (15-21 tahun) Dewasa (22-59 tahun) Lansia (60-65 tahun)
12 72 6
13,3 80,0 6,7
Jumlah 90 100,0
usia 22-59 tahun sebanyak 72 responden (80,0 %), dan kelompok usia lansia atau usia 60-65 tahun sebanyak 6 responden (6,7 %).
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 7. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-laki Perempuan
29 61
32,2 67,8
Jumlah 90 100,0
Distribusi jenis kelamin responden penelitian terdiri dari laki-laki sebanyak 29 responden (32,2 %) dan perempuan sebanyak 61 responden (67,8 %).
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Tabel 8. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan Frekuensi Persentase
Tidak sekolah SD
SMP SMA
Perguruan Tinggi
2 26 22 32 8
2,2 28,9 24,4 35,6 8,9
Jumlah 90 100,0
Distribusi pendidikan responden penelitian terdiri dari tidak sekolah sebanyak 2 responden (2,2 %), lulus SD sebanyak 26 responden (28,9 %), lulus SMP sebanyak 22 responden (24,4 %), lulus SMA sebanyak 32 responden (35,6 %), dan lulus perguruan tinggi sebanyak 8 responden (8,9 %).
4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 9. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Frekuensi Persentase
Bekerja Tidak bekerja
37 53
41,1 58,9
Jumlah 90 100,0
5. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan
Tabel 10. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan
Pengetahuan Frekuensi Persentase
Buruk Sedang Baik
15 33 42
16,7 36,6 46,7
Jumlah 90 100,0
Distribusi tingkat pengetahuan responden penelitian terdiri dari kelompok pengetahuan buruk sebanyak 15 responden (16,7 %), kelompok pengetahuan sedang sebanyak 33 responden (36,6 %), dan kelompok pengetahuan baik sebanyak 42 responden (46,7 %).
6. Karakteristik Responden Berdasarkan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis
Tabel 11. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kepatuhan Minum Obat Anti Filariasis
Kepatuhan Frekuensi Persentase
Patuh Tidak patuh
73 17
81,1 18,9
Jumlah 90 100,0
Distribusi kepatuhan minum obat responden penelitian terdiri dari kelompok patuh minum obat sebanyak 73 responden (81,1 %) dan kelompok tidak patuh minum obat sebanyak 17 responden (18,9 %)
IV.2.2. Hasil Analisis Bivariat
1. Hubungan antara Usia dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Filariasis
Tabel 12. Hubungan antara Usia dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Filariasis
Usia
Kepatuhan Minum Obat
Jumlah
p value Patuh Tidak Patuh
n % n % n %
Remaja 11 91,7 1 8,3 12 100,0 0,450 Dewasa-Lansia 62 79,5 16 20,5 78 100,0
Tabel 12 menunjukkan bahwa dari 12 responden kelompok usia remaja, 11 responden (91,7 %) patuh minum obat. dan dari 78 responden kelompok usia dewasa-lansia, 62 responden (79,5 %) patuh minum obat.
Hasil uji statistik didapatkan p=0,450 pada α=0,05 yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan kepatuhan minum obat anti filariasis.
2. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis
Tabel 13. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Filariasis
Jenis Kelamin
Kepatuhan Minum Obat
Jumlah
p value Patuh Tidak Patuh
n % n % n % Laki-laki 23 79,3 6 20,7 29 100,0
0,990 Perempuan 50 82,0 11 18,0 61 100,0
Jumlah 73 81,1 17 18,9 90 100,0
Tabel 13 menunjukkan bahwa dari 29 responden laki-laki, 23 responden (79,3%) patuh minum obat dan dari 61 responden perempuan, 50 responden (82,0%) patuh minum obat.
Hasil uji statistik didapatkan p=0,990 pada α=0,05 yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kepatuhan minum obat anti filariasis.
3. Hubungan antara Pendidikan dengan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis
Tabel 14. Hubungan antara Pendidikan dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Filariasis
Pendidikan
Kepatuhan Minum Obat
Jumlah
p value Patuh Tidak Patuh
n % n % n % Rendah 40 80,0 10 20,0 50 100,0
Tabel 14 menunjukkan bahwa dari 50 responden kelompok pendidikan rendah 40 responden (80,0 %) patuh minum obat dan dari 40 responden kelompok pendidikan menengah-tinggi, 33 responden (82,5 %) patuh minum obat.
Hasil uji statistik didapatkan p=0,976 pada α=0,05 yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kepatuhan minum obat anti filariasis.
4. Hubungan antara Pekerjaan dengan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis
Tabel 15. Hubungan antara Pekerjaan dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Filariasis
Pekerjaan
Kepatuhan Minum Obat
Jumlah
p value Patuh Tidak Patuh
n % n % n % Bekerja 29 78,4 8 21,6 37 100,0
0,780 Tidak Bekerja 44 83,0 9 17,0 53 100,0
Jumlah 73 81,1 17 18,9 90 100,0
Tabel 15 menunjukkan bahwa dari 37 responden yang bekerja, 29 responden (78,4 %) patuh minum obat dan dari 53 responden yang tidak bekerja, 44 responden (83,0 %) patuh minum obat.
Hasil uji statistik didapatkan p=0,780 pada α=0,05 yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan kepatuhan minum obat anti filariasis.
5. Hubungan antara Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis
Tabel 16. Hubungan antara Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Filariasis
Pengetahuan
Kepatuhan Minum Obat
Jumlah
p value Patuh Tidak Patuh
n % n % n % Buruk 9 60,0 6 40,0 15 100,0
0,033 Sedang-Baik 64 85,3 11 14,7 75 100,0
Tabel 16 menunjukkan bahwa dari 15 responden yang memiliki pengetahuan buruk, 9 responden (60 %) patuh minum obat dan dari 75 responden yang memiliki pengetahuan sedang-baik, 64 responden (85,3 %) patuh minum obat.
Hasil uji statistik didapatkan p=0,033 pada α=0,05 yang artinya ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat anti filariasis. IV.3. Pembahasan
IV.3.1 Usia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penduduk usia remaja yang patuh minum obat sebesar 91,7 % dan penduduk usia dewasa-lansia yang patuh minum obat sebesar 79,5 %. Berdasarkan uji statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan kepatuhan minum obat karena p value (0,450) > (0,05) sama dengan penelitian Santoso et al (2008) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara usia remaja, dewasa, dan lansia dalam kepatuhan minum obat anti filariasis.
Hal ini sama dengan Hutabarat (2008) bahwa menurut Dunbar dan Waszak dalam Smeat (1994) kepatuhan dalam aturan pengobatan pada anak-anak, remaja, dan dewasa adalah sama.
IV.3.2. Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penduduk laki-laki yang patuh minum obat sebesar 79,3 % dan penduduk perempuan yang patuh minum obat sebesar 82,0 %. Berdasarkan uji statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kepatuhan minum obat karena p value (0,990) > α (0,05) berbeda dengan penelitian Santoso et al (2008) bahwa ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kepatuhan minum obat anti filariasis.
Hal ini berbeda dengan pendapat Smeat dalam Hutabarat (2008) bahwa kaum wanita cenderung mengikuti anjuran dokter termasuk anjuran untuk teratur minum obat karena kodrat wanita yang ingin tampak terlihat cantik dan tidak ingin ada cacat pada tubuhnya.
menyatakan bahwa tidak adanya petugas dan kader kesehatan pada saat pemberian atau pengambilan obat serta tidak adanya kegiatan penyuluhan yang diberikan oleh petugas dan kader kesehatan mempengaruhi sikap seseorang menjadi negatif sehingga peran aktif petugas dan kader kesehatan merupakan salah satu faktor pendorong untuk patuh minum obat.
IV.3.3. Pendidikan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penduduk berpendidikan rendah yang patuh minum obat 80,0 % dan penduduk berpendidikan menengah-tinggi yang patuh minum 82,5 %. Berdasarkan uji statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kepatuhan minum obat karena p value (0,976) > α (0,05) sama dengan penelitian Santoso et al (2008) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kepatuhan minum obat anti filarisis.
Hal ini berbeda dengan teori Skiner dalam Notoatmodjo (2005) bahwa kepatuhan minum obat adalah tindakan nyata yang dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri antara lain pendidikan penderita serta Smeat dalam Hutabarat (2008) yang mengatakan bahwa pendidikan yang kurang akan menyebabkan penderita tidak patuh minum obat.
Tidak adanya hubungan antara pendidikan dengan kepatuhan minum obat anti filariasis disebabkan peran aktif kader kesehatan dalam promosi kesehatan dan intervensi yang kuat dari tokoh masyarakat di RW 09 Kelurahan Pondok Petir Kecamatan Bojongsari Kota Depok. Hal ini sesuai dengan Hutabarat (2008) yang menyatakan bahwa tidak adanya petugas dan kader kesehatan pada saat pemberian atau pengambilan obat serta tidak adanya kegiatan penyuluhan yang diberikan oleh petugas dan kader kesehatan mempengaruhi sikap seseorang menjadi negatif sehingga peran aktif petugas dan kader kesehatan merupakan salah satu faktor pendorong untuk patuh minum obat.
IV.3.4. Pekerjaan
penelitian Santoso et al (2008) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan kepatuhan minum obat anti filariasis.
Tidak adanya hubungan antara pekerjaan dengan kepatuhan minum obat anti filariasis disebabkan peran aktif kader kesehatan dalam promosi kesehatan dan intervensi yang kuat dari tokoh masyarakat di RW 09 Kelurahan Pondok Petir Kecamatan Bojongsari Kota Depok. Hal ini sesuai dengan Hutabarat (2008) yang menyatakan bahwa tidak adanya petugas dan kader kesehatan pada saat pemberian atau pengambilan obat serta tidak adanya kegiatan penyuluhan yang diberikan oleh petugas dan kader kesehatan mempengaruhi sikap seseorang menjadi negatif sehingga peran aktif petugas dan kader kesehatan merupakan salah satu faktor pendorong untuk patuh minum obat.
IV.3.5. Pengetahuan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penduduk berpengetahuan buruk yang patuh minum obat 60 % dan peduduk berpengetahuan sedang-baik yang patuh minum obat 85,3 %. Berdasarkan uji statistik ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat anti filarisis karena p value (0,033) < α (0,05) berbeda dengan penelitian Santoso et al (2008).
Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan adalah dominan sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Hal ini juga mengindikasikan bahwa peran aktif kader dalam promosi kesehatan mempengaruhi tingkat pengetahuan responden tentang filariasis dan mendorong responden untuk patuh minum obat
IV.4. Keterbatasan Penelitian