• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriologik Kolon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriologik Kolon"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologik Kolon

Secara embriologik , kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri sampai dengan rectum berasal dari usus belakang. Dalam perkembangan embriologik kadang terjadi gangguan rotasi usus embrional sehingga kolon kanan dan sekum mempunyai mesenterium yang bebas. Keadaan ini memudahkan terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus yang sama halnya dapat terjadi dengan mesenterium yang panjang pada kolon sigmoid dengan radiksnya yang sempit.

Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inchi (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum, descendens, dan sigmoid. Tempat dimana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Rektum terbentang dari kolon sigmoid sampai dengan anus. Satu inci terakhir dari rektum terdapat kanalis ani yang dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum sampai kanalis ani adalah 5,9 inci.

(2)

2.2 Anatomi dan Histologi Normal

Panjang usus besar (kolon dan rectum) 1.500cm, yang terdiri dari sekum, kolon asenden, kolon tranversum, kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Dinding usus besar mempunyai tiga lapis yaitu lapisan mukosa (bagian dalam), yang berfungsi untuk mencernakan dan absorpsi makanan, lapisan muskularis (bagian tengah) yang berfungsi untuk menolak makanan ke bagian bawah, dan lapisan serosa (bagian luar), bagian ini sangat licin sehingga dinding usus tidak berlengketan satu sama lain di dalam rongga abdomen.1,3,5 Berbeda dengan mukosa usus halus, pada mukosa kolon tidak dijumpai villi dan kelenjar biasanya lurus-lurus dan teratur. Permukaan mukosa terdiri dari pelapis epitel tipe absortif (kolumnar) diselang seling sel goblet. Pelapis epitel kripta terdiri dari sel goblet. Pada lamina propria secara sporadik terdapat nodul jaringan limfoid. Sel berfungsi mengabsorpsi air, lebih dominan pada kolon bagian proksimal (asendens dan tranversum), sedangkan sel goblet lebih banyak dijumpai pada kolon desenden. Lamina propria lebih seluler (sel plasma, limfosit dan eosinofil) pada bagian proksimal dibanding dengan distal dan rektum. Pada bagian distal kolon, sel plasma hanya ada dibawah epitel permukaan. Sel paneth bisa ditemukan pada sekum dan kolon asenden. Pada anus terdapat sfingter anal internal (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari anus.

(3)

Gambar 2.2. Histologi kolon

2.3 Vaskularisasi Kolon

(4)

nodi limfatisi iliaka interna, sedangkan aliran balik pembuluh limfe anus dan kulit perineum mengikuti aliran limfe inguinalis superficialis. Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom kecuali sfingter eksternus yang diatur secara voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral mensuplai bagian distal. Serabut simpatis yang berjalan dari pars torasika dan lumbalis medula spinalis melalui rantai simpatis ke ganglia simpatis preortika. Disana bersinaps dengan post ganglion yang mengikuti aliran arteri utama dan berakhir pada pleksus mienterikus (Aurbach) dan submukosa (meissner). Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan saraf parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan. Kendali usus yang paling penting adalah aktivitas refleks lokal yang diperantarai oleh pleksus nervosus intramural (Meissner dan Aurbach) dan interkoneksinya. Jadi pasien dengan kerusakan medula spinalis maka fungsi ususnya tetap normal, sedangkan pasien dengan penyakit hirschsprung akan mempunyai fungsi usus yang abnormal karena pada penyakit ini terjadi keabsenan pleksus aurbach dan meissner.

2.4 Fisiologi Kolon

Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mucus serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Dari 700-1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, hanya 150-200 ml yang dikeluarkan sebagai feses setiap harinya. Udara ditelan sewaktu makan, minum, atau menelan ludah. Oksigen dan karbondioksida di dalamnya di serap di usus, sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan dari peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500 ml sehari. Pada infeksi usus, produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas tertimbun di saluran cerna yang menimbulkan flatulensi.

(5)

2.5 Kolitis Ulserosa

Kolitis ulserosa merupakan radang kronik non spesifik pada mukosa kolon yang dapat meluas ke bagian proksimal bersifat difus, ulseratif dan sering kambuh setelah dalam periode tertentu secara klinis tenang. Pada kolitis ulserosa berat, semua mukosa usus besar terkena dan ileum termanilis ikut meradang yang disebut “back wash ileitis”. Kolitis ulcerosa terjadi pada garis antara rektum dan kolon yang dapat menyebabkan nekrosis (kematian sel). Hal ini sering terjadi pada daerah kolon yang mengakibatkan perdarahan dan pengeluaran pus. Peradangan ini mengakibatkan diarhea yang akibatnya kolon sering dalam keadaan kosong. Jika peradangan terjadi pada rektum dan bagian bawah dari kolon disebut proctitis ulcerosa, sedangkan jika terkena daerah kolon disebut juga pankolitis. Kolitis ulserosa secara umum adalah penyakit oleh karena radang pada usus halus dan usus besar. Kesulitan diagnosa karena gejala pada penyakit ini harus dapat dibedakan, dengan tipe yang lain yaitu Crohn disease. Penyakit Crohn berbeda karena peradangan lebih dalam pada dinding usus dan dapat mengenai pada bagian lain dari sistem percernaan termasuk usus halus, mulut, osephagus dan lambung.

2.5.1. Epidemiologi

Kolitis ulserosa terjadi dengan frekuensi yang sama pada pria dan wanita. Paling sering pada usia 20-30 tahun dan 70-80 tahun, walaupun begitu dapat dijumpai pada semua umur. Dilaporkan bahwa 20% penderita kilitis ulcerosa mempunyai keluarga yang menderita penyakit kolitis ulcerosa dan Crohn disease. Insiden paling tinggi terdapat pada kulit putih dan Yahudi. Perkiraan insiden di Amerika Utara dan Eropa berkisar 4-20 orang/100.000 penduduk. Insiden kolitis ulserosa tampaknya meningkat dalam dua dekade terakhir insiden terjadinya displasia pada kolitis ulcerosa sulit untuk diperkirakan. Pada beberapa studi 5% dari insiden terjadi setelah 10 tahun dan 25% terjadi setelah 20 tahun. Secara keseluruhan dari karsinoma kolorektal terjadi insiden 3-43% pada penderita kolitis ulcerosa selama 25-30 tahun. Maka resiko peningkatan terjadinya karcinoma kira-kira 1-2% setalah 10 tahun pertama terkena penyakit kolitis ulserosa.

2.5.2. Etiologi

(6)

pemicu pada beberapa orang. Banyaknya persoalan dalam kehidupan para penderita kolitis ulcerosa mungkin juga memberikan kontribusi untuk memperburuk penyakit ini. Satu teori mengatakan kemungkinan interaksi virus atau bakteri dengan sistem kekebalan tubuh menimbulkan reaksi peradangan sistem dinding usus. Identifikasi pada beberapa gen tidak dapat dipastikan, tetapi pada beberapa studi tampak diturunkan pada kromosom 3, 5, 7 dan 12.

Para pakar memfokuskan penyebab pada 4 faktor genetik sebagai faktor predisposisi yaitu infeksi, gangguan immunologi dan psikosomatik. Prevalensi kolitis ulserosa lebih banyak pada kelompok keluarga dari populasi umum, merupakan petunjuk genetic mungkin sebagai predisposisi. Simptom diare yang tiba-tiba memberikan kesan bahwa kolitis ulserosa merupakan penyakit infeksi walaupun mikro organisme penyebab belum dapat diidentifikasi. Adanya antibodi makanan protein dalam sirkulasi darah penderita dan mekanisme “Immun mediated” merupakan petunjuk bahwa kolitis ulserosa mungkin ada kaitannya dengan faktor autoimmun. Selain dari penyakit ini sering disertai artritis reumatik dan uveitis. Hal ini menguatkan dugaan bahwa autoimmune merupakan faktor menyebab kolitis ulserosa. Etiologi dan patogenesis dari kolitis ulserosa juga diperkirakan dari banyak hal, contoh: merokok sebagai penghalang, apendektomi berisiko ringan terbentuknya penyakit ini.Secara signifikan peningkatan jumlah HLA-A11 dan HLA-A7 terjadi disini.

2.5.3. Gambaran Klinis

Gejala klinis yang paling dominan pada penderita kolitis ulserosa adalah sakit pada perut dan diarrhea yang disertai pendarahan. Di camping itu dapat juga dijumpai anemia, kelelahan (mudah lelah), kehilangan berat badan, pendarahan pada rektum, kehilangan nafsu makan, kehilangan cairan tubuh dan gizi, lesi pada kulit dan radang sendi, pertumbuhan yang terganggu, terutama anak-anak.

(7)

Gambar 2.3. Gambaran klinis

2.5.4. Patologi

Makroskopis, kolitis ulserosa lebih banyak berjangkit pada daerah rektum dan sigmoid namun dapat meluas ke mukosa kolon proksimal segmen berikutnya. Berbeda dengan penyakit Crohn dimana usus yang terjangkit adalah ileum terminalis dan sekum, batas antara mukosa yang kena dengan mukosa normal jelas, sedangkan pada kolitis ulserosa mukosa yang terkena sifatnya difus dan batas sulit ditentukan dengan jaringan yang normal. Kolitis ulserosa dimulai dengan mikrobases pada kripta dan kemudian beberapa abses bersatu membentuk ulkus melibatkan mukosa dan submukosa.

Histopatologi, pada pinggir ulkus terdapat infiltrasi sel radang neutrofil, limfosit dan sel plasma dan tidak dijumpai proses granulomatosa. Pada yang normal dijumpai juga sel radang dan untuk membedakannya secara histopatologi tampak distribusi sel radang pada kolitis ulserosa lebih dari setengah kelenjar mukosa dan adanya kongesti pembuluh darah. Pada stadium lanjut, kolitis ulserosa timbul penonjolan mukosa di antara ulkus yang disebut pseudopolip. Penyakit yang sudah lama dan berulang dengan kelainan mukosa yang luas disertai adanya pseudopolip merupakan resiko terhadap karsinoma.

(8)

Kolitis ulserosa pada beberapa kasus akan menetap pada daerah rektum (proctitis ulceratif).

Namun pada beberapa keadaan dapat menyebar kebagian proksimal dan kadang melibatkan seluruh kolon (pankolitis). Pada bentuk yang akut permukaan mukosa ditandai adanya perdarahan mucus, ptechia juga sering dijumpai. Bentuk ulkus bervariasi dengan konfigurasi yang irregular. Beberapa tukak merusak mukosa hingga sub mucosa. Tukak yang meluas secara longitudinal dan dijumpai juga yang transversal bukan gambaran kolitis ulcerosa tapi gambaran kolitis granulomatous). Nodul kemerahan (cecil) Pseudopolip sering dijumpai pada kolitis ulcerosa dengan permukaan yang rata. Secara khas bentuk kecil dan multipel, jarang mempunyai konfigurasi bentuk villiformis. Kadang-kadang bisa mencapai ukuran yang sangat besar yang mana secara klinik atau radiology dicurigai sebagai karsinoma. Pada stadium yang lebih kanjut seluruh usus akan mengalami pemendekan dan menyempit. Sterosis dan sikatriks yang dihubungkan dengan masa peradangan bisa menimbulkan masalah dalam diagnosa dari karsinoma. Sebagian besar dinding usus mengalami atrofi yang hebat dan peningkatan lemak-lemak di sekitar kolon. Pada stadium yang menetap (quissence), tukak tidak dijumpai, mukosa atrofi dan tampak penimbunan lemak yang luas. Pada beberapa kasus ini, gambaran mukosa secara macros tampak normal.Secara ringkas gambaran dari kripta simple dan tubular,sel epitel absortif banyak,inti dibasal,goblet sel banyak dan clear epithel. Dalam perjalanan penyakit, kolitis ulserosa dibagi dalam 3 tahap yaitu: 1. Kolitis ulserosa dini aktif; 2. Kolitis ulserosa aktif kronik; dan 3. Kolitis ulseratif tenang.

2.5.5 Diagnosa

Banyak cara yang digunakan untuk mendiagnosa kolitis ulserosa. Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk pemeriksaan anemia yang disebabkan adanya perdarahan dari kolon atau rektum, juga peningkatan leukosit merupakan tanda adanya radang. Pemeriksaan feses dapat juga menunjukkan adanya leukosit, yang mana hal ini menunjukkan adanya indikasi kolitis ulserosa atau penyakit yang disebabkan oleh peradangan. Sebagai tambahan, sampel dari faeces menunjukkan bahwa perdarahan atau radang dari kolon/rektum disebabkan oleh bakteri, virus atau parasit.

(9)

jaringan kolon untuk dilakukan pemeriksaan yang lebih akurat (hispatologi). Kadang-kadang x-ray seperti Barium enema atau CT-scan juga dapat digunakan untuk mendiagnosa kolitis ulserosa.

2.5.6 Gambaran Radiologi 1. Foto Polos Abdomen

Pada foto polos abdomen umumnya perhatian kita terfokus pada kolon. Tetapi kelainan lain yang sering menyertai penyakit ini adalah batu ginjal, sakroilitis, spondilitis ankilosing dan nekrosis avaskular kaput femur. Gambaran kolon sendiri terlihat memendek dan struktur haustra menghilang. Sisa feses pada daerah inflamasi tidak ada, sehingga apabila seluruh kolon terkena maka materi feses tidak akan terlihat di dalam abdomen yang disebut dengan empty abdomen. Kadangkala usus dapat mengalami dilatasi yang berat yang sering menyebabkan kematian apabila tidak dilakukan tindakan emergensi. Apabila terjadi perforasi usus maka dengan foto polos dapat dideteksi adanya pneumoperitoneum, terutama pada foto abdomen posisi tegak atau left lateral decubitus (LLD) maupun pada foto toraks tegak.

Foto polos abdomen juga merupakan pemeriksaan awal untuk melakukan pemeriksaan barium enema. Apabila pada pemeriksaan foto polos abdomen ditemukan tanda-tanda perforasi maka pemeriksaan barium enema merupakan kontraindikasi.

2. Barium Enema

Barium enema merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan apabila ada kelainan pada kolon. Sebelum dilakukan pemeriksaan barium enema maka persiapan saluran cerna merupakan pendahuluan yang sangat penting. Persiapan dilakukan selama 2 hari berturut-turrut dengan memakan makanan rendah serat atau rendah residu, tetapi minum air putih yang banyak. Apabila diperlukan maka dapat diberikan laksatif peroral.

(10)

Pada keadaan dimana terjadi pan ulseratif kolitis kronis maka perubahan juga dapat terjadi di ileum terminal. Mukosa ileum terminal menjadi granuler difus dan dilatasi, sekum berbentuk kerucut (cone chaped caecum) dan katup ileosekal terbuka sehingga terjadi refluks yang disebut backwash ileitis. Pada kasus kronis, terbentuk ulkus yang khas yaitu collar button ulcers. Pasien dengan kolitis ulseratif juga menanggung resiko tinggi menjadi adenokarsinoma kolon.

3. Ultrasonografi

Pada pemeriksaan USG, kasus dengan kolitis ulseratif didapatkan penebalan dinding usus yang simetris dengan kandungan lumen kolon yang berkurang. Mukosa kolon yang terlihat tampak menebal dan berstruktur hipoekhoik akibat edema. Usus menjadi kaku, berkurangnya gerakan peristalsis dan hilangnya haustra kolon. Dapat ditemukan target sign atau pseudo kidney sign pada potongan transversal. Dengan USG Doppler, pada kolitis ulseratif selain dapat dievaluasi penebalan dinding usus dapat pula dilihat adanya hypervascular pada dinding usus tersebut.

2.6 Klasifikasi Kolitis Ulserosa 2.6.1 . Kolitis Ulserosa Dini Aktif

Pada pemeriksaan endoskopik tampak mukosa rektum hipermia dan edema, erosif dan ulserasif kecil. Gambaran histopatologi biopsi, menunjukkan kelainan kombinasi antara erosi dan ulserasi. Kuantitas elemen kelenjar mukosa berkurang atau menghilang dan vaskularisasi pada lamina propria bertambah. Pada kripta tampak mikroabses yang terdiri dari kumpulan sel radang neutrofil dan limfosit. Mikroabses kemudian pecah dan proses radang meluas pada submukosa.

(11)

2.6.2. Kolitis Ulserosa Kronik Aktif

Pada tahap ini, terdapat lesi kombinasi radang aktif dan proses penyembuhan dengan regenerasi mukosa. Mikroabses pada kripta jumlahnya berkurang atau menghilang, pada lamina propria jaringan limfoid mengalami hiperplasia. Kelenjar mukosa mengalami hiperplasia, muncul dalam bentuk psedopolip.

2.6.3. Kolitis Ulserosa Tenang

Pada stadium tenang, mukosa lebih tipis. Walaupun ada proses regenerasi kelenjar, menonjol, akan tetapi vaskularisasi sudah berkurang. Bila kolitis ulserosa sudah berlangsung lama, dapat dijumpai displasia atau prakanker. Itulah alasannya ulserosa dianggap sebagai resiko tinggi untuk karsinoma kolon dan rektum.

2.7 Pemeriksaan Colon in Loop 2.7.1. Definisi

Pemeriksaan radiografi dari usus besar dengan menggunakan bahan kontras yang dimasukkan per anal. Pemeriksaan ini termasuk barium enema dan memerlukan persiapan pasien.

2.7.2 Tujuan

Untuk menggambarkan usus besar yang berisi kontras media sehingga dapat memperlihatkan anatomi dan kelainan-kelainan yang terjadi baik pada mucosanya maupun yang terdapat pada lumen khusus.

2.7.3 Persiapan Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Pasien

- 48 jam sebelum pemeriksaan pasien makan makanan lunak rendah serat - 18 jam sebelum pemeriksaan minum tablet dulcolax.

- 4 jam sebelum pemeriksaan pasien diberik dulkolax kapsul per anus selanjutnya dilavement. - seterusnya puasa sampai pemeriksaan

- 30 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi sulfas atrofin 0,25-1 mg/oral untuk mengurangi pembentukan lendir.

(12)

2. Persiapan Alat

- Pesawat sinar x yang dilengkapi fluoroscopy - kaset dan film sesuai kebutuhan.

- Marker

- Standart irigator dan irigator set lengkap dengan kanula dan rectal tube - sarung tangan\

- penjepit atau klem - spuit

- kain pembersih - apron

- tempat mengaduk media kontras - kantong barium disposable

3. Persiapan Bahan

Bahan kontras yang digunakan dalam pemeriksaan colon ini menggunakan barium sulfat dan air sebagai pelarut, dengan perbandingan antara barium sulfat yang digunakan adalah 1:8 dengan jumlah larutan sebanyak 800 mL. Pada pemeriksaan ini menggunakan metode kontras ganda dan tahap.

2.7.4 Cara Pemeriksaan

A. Metode pemasukan media kontras 1. Metode Kontras Tunggal

Barium dimasukkan lewat anus sampai mengisi daerah caecum. Pengisian diikuti dengan fluoroskopi. Untuk keperluan informasi yang lebih jelas pasien dirotasikan ke kanan dan ke kiri serta dibuat radiograf full filling untuk melihat keseluruhan bagian usus dengan proyeksi antero posterior. Pasien diminta untuk buang air besar, kemudian dibuat radiograf post evakuasi posisi antero posterior.

2. Metode Kontras Ganda

a. pemasukan media kontras dengan metode satu tingkat

(13)

Tujuannya agar media kontras merata di dalam usus. Setelah itu pasien diposisikan supine dan dibuat radiograf.

b. Pemasukan media kontras dengan metode dua tingkat 1) Tahap Pengisian

Pada tahap ini dilakukan pengisian larutan BaSO4 ke dalam lumen colon, sampai mencapai pertengahan kolon transversum. Bagian yang belum terisi dapat diisi dengan mengubah posisi penderita.

2) Tahap Pelapisan

Dengan menunggu kurang lebih 1-2 menit agar larutan BaSO4 mengisi mukosa colon.

3) Tahap Pengosongan

Setelah diyakini mukosa terlapisi maka larutan perlu dibuang sebanyak yang dapat dikeluarkan kembali.

4) Tahap Pengembangan

Pada tahap ini dilakukan pemompaan udara ke lumen kolon. Pemompaan udara tidak boleh berlebihan (1800-2000ml) karena dapat menimbulkan komplikasi lain, misalnya refleks vagal yang ditandai dengan wajah pucat, pandangan gelap, bradikardi, keringat dingin, dan pusing.

5) Tahap pemotretan

Pemotretan dilakukan bila seluruh colon telah mengembang sempurna.

Indikasi

Pemeriksaan Colon in Loop diperlukan pada kasus-kasus yang secara klinis diduga terdapat kelainan pada kolon, yaitu pasien dengan

1. diare kronis 2. Hematokezia

3. Umum : obstipasi kronis, perubahan pola defekasi.

(14)

Kontraindikasi 1. Perforasi

2. Kolitis berat dimana dinding kolon menjadi sangat tipis dan ditakutkan dapat terjadi perforasi, NEC, tipus, dll.

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi kolon dan rectum
Gambar 2.2. Histologi kolon
Gambar 2.3. Gambaran klinis
Gambar 2.4. Mikroabses pada kripta

Referensi

Dokumen terkait

Darah yang berfungsi mengedarkan sari makanan dari dinding usus halus ke seluruh tubuh adalah… 18.. Bagian darah yang berfungsi membunuh bibit

Jaringan lapis banyak terdiri dari satu lapisan input, satu lapisan output dan satu atau lebih hidden layer yang terletak diantara lapisan input dan lapisan output seperti yang

Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang

Penambahan selulosa bakteri dalam jumlah yang sedikit akan memberikan dispersi dan stabilisasi emulsi makanan yang baik. Selulosa bakteri dapat berfungsi demikian karena

Pada bagian anterior terdapat lapisan tipis transparan yaitu konjungtiva yang berfungsi meneruskan cahaya masuk dalam mata.. Lapisan kedua adalah lapisan

Epidermis merupakan bagian terluar dari kulit terdiri dari epitel lapis tanduk dan epitel lapis gepeng , di epitel lapis gepeng terdapat beberapa banyak susunan

Sedangkan dinding sel bakteri gram negative mempunyai dua lapisan dinding sel, yaitu lapisan luar yang terdiri dari lipopolisakarida dan protein, dan lapisan

Menurut Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2003:7) suatu struktur bangunan yang memiliki beberapa lapisan seperti tanah asli, lapis pondasi bawah dan lapis beton