• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tataniaga Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Tataniaga Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2011. Mengenal Ayam Ras Pedaging di Indonesia. Jakarta. Agromaret.

Badan Pusat Statistik. 2008. Sumatera Utara Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. Medan

Cahyono, Bambang. 2011. Ayam buras pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta

Daniel, Moehar. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT Bumi Aksara. Jakarta Dalyono. 2008. Psikologi Pendidikan.

Desianto, 2010. Daya Saing Perunggasan Indonesia.

http://www.poultryindonesia.com/modules.php?name=News&file=article&s id=1463. Diakses tanggal 3 Juli 2013 pukul 20.46 WIB.

Ginting, Paham. 2006. Pemasaran Produk Pertanian. Medan. USU Press.

Girsang, Sri Widayani. 2007. Dampak Flu Burung Terhadap Permintaan Dan Penawaran Ayam Di Kabupaten Karo. Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan

Hardjosworo dan Rukmiasih. 2000. Meningkatkan Produksi Daging Unggas. Jakarta. Penebar Swadaya.

Kartasapoetra. 2002. Marketing Produk Pertanian dan Industri. Rineka Cipta. Jakarta

Kusnadi,dkk. 2009. Bunga Rampai Agribisnis Seri Pemasaran. IPB Press. Bogor.

Mubyarto. 1991. Pengatar Ekonomi Pertanian Edisi III. Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi Sosial. Yogyakarta

(2)

Rahim Abd dan Hastuti Diah Retno Dwi. 2008. Ekonomika Pertanian Pengatar, Teori Dan Kasus. Penebar Swadaya. Jakarta

Setyono, Dwi Cahyo dan Ulfah, Maria. 2011. 7 Jurus Sukses Menjadi Peternak Ayam Ras Pedaging. Jakarta. Penebar Swadaya.

Sihombing, Luhut. 2010. Tata Niaga Hasil Pertanian. Medan : USU Press.

Soekartawi, Prof. Dr. 2002. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian Teori Dan Aplikasinya. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Soekartawi. 2002. Manajemen Pemasaran Hasil – Hasil Pertanian. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Sudiyono, Armand. 2004. Pemasaran Pertanian. Malang. UMM Press.

Sudiyono. 2002. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

(3)

ANALISIS TATANIAGA AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN

SERDANG BEDAGAI

SKRIPSI

OLEH:

FAUZUL AZHIMAH 090304034 AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

ANALISIS TATANIAGA AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN

SERDANG BEDAGAI

SKRIPSI

OLEH:

FAUZUL AZHIMAH 090304034 AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir. Iskandarini MM, Ph. D) (DR.Ir.Rahmanta Ginting, MS)

NIP : 196405051994032002 NIP : 19630928199803001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(5)

ABSTRAK

Fauzul Azhimah (090304034) dengan judul Analisis Tataniaga Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Ir. Iskandarini MM, Ph. D dan Bapak DR.Ir.Rahmanta Ginting, MS.

Tataniaga merupakan suatu proses yang dapat meningkatkan nilai produk dengan penyampaian barang dan jasa dari produsen kepada konsumen akhir. Ayam ras pedaging merupakan salah satu produk peternakan dari Kabupaten Serdang Bedagai yang dibutuhkan sebagai pemenuh kebutuhan pangan terhadap protein hewani.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis saluran tataniaga ayam ras pedaging yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai, untuk menganalisis share margin masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat dalam tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai, dan untuk menganalisis tingkat efisiensi tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai.

Penentuan daerah dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu daerah dengan produksi ayam ras pedaging tertinggi dan mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir. Data yang digunakan data primer diambil dari 30 orang peternak ayam ras pedaging yang dipilih secara snowball sampling dan 20 pedagang yang terdiri dari 5 pedagang pengumpul, 15 pedagang pengecer yang dipilih secara penelusuran. Metode analisis yang digunakan adalah analisis share margin produsen, share margin biaya, share margin keuntungan dan analisis efisiensi tataniaga.

Hasil dari penelitian adalah terdapat tiga saluran pemasaran di daerah penelitian, yaitu Peternak - Pedagang Pengumpul - Pedagang Pengecer – Konsumen; Peternak - Pedagang Pengecer – Konsumen; Peternak – Konsumen. Share margin peternak dalam saluran I adalah 73,08%, saluran II adalah 86%, dan saluran ketiga 100%. Untuk share margin keuntungan pedagang pengumpul adalah 6,32%. Dan pedagang pengecer di saluran tataniaga pertama share marginnya sebesar 6,93% dan di saluran tataniaga kedua adalah 7,31%. Tingkat efisiensi tataniaga ayam ras pedaging di daerah penelitian untuk ketiga saluran tataniaga yang ada belum efisien seluruhnya karena tingkat efisiensi ketiga saluran tersebut sudah lebih besar dari 50%, yaitu 21,70%, 28,31%, dan 23,54%.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Fauzul Azhimah lahir pada tanggal 6 Agustus 1991 di Medan anak pertama dari

Bapak Drs Zulfan dan Ibu Fauziah Helmi Br Ginting.

Pendidikan formal yang ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

1. Tahun 1997 masuk Sekolah Dasar No 101829 Gelugur Kebun dan lulus pada

tahun 2003;

2. Tahun 2003 masuk Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Pancur Batu dan

lulus pada tahun 2006;

3. Tahun 2006 masuk Sekolah Menengah Atas Swasta Yayasan Sultan Iskandar

Muda Medan dan lulus pada tahun 2009;

4. Tahun 2009 diterima di Program studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara Medan melalui jalur Ujian Masuk Bersama

(UMB);

5. Bulan Juli 2013 melakukan penelitian skripsi di Kabupaten Serdang Bedagai

Sumatera Utara;

6. Bulan Juli – Agustus 2013 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di

Desa Pantai Cermin Kanan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang

Bedagai Sumatera Utara.

Selama mengikuti perkuliahan penulis mengikuti organisasi Ikatan Mahasiswa

Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) ,Badan Kenaziran Mushalla Research

(BKM–R), dan Forum Silaturahmi Mahasiswa Muslim Sosial Ekonomi Pertanian

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur senantiasa dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya dan shalawat beserta salam senantiasa

tercurah kepada suri tauladan manusia, rahmat semesta alam Nabi Muhammad

SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi yang

diberi judul “Analisis Tataniaga Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Serdang

Bedagai” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

Segala hormat dan terima kasih tak berujung kepada Ibundaku tersayang

Fauziah Helmi Br Ginting dan Ayahanda terkasih Drs. Zulfan atas cinta, motivasi,

dukungan moral maupun materiil yang diberikan kepada penulis.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu

Ir. Iskandarini, MM, P.hD selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak

DR. Ir. Rahmanta Ginting, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang telah

banyak membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Kepada ibu DR. Ir. Salmiah, M. Si selaku

ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

dan Bapak DR. Ir. Satia Negara Lubis, M. Ec selaku sekretaris Program Studi

Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan

kemudahan kepada penulis dalam perkuliahan serta sistem administrasi di

Program Studi Agribinis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Tidak

luput juga penulis berterima kasih kepada seluruh dosen Program Studi Agribinis

(8)

ilmu pengetahuan kepada penulis. Serta seluruh pegawai di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara khususnya di Program Studi Agribinis yang telah

membantu dalam proses administrasi.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Yhoni Saputra yang telah memberi

motivasi, dukungan dan kasih sayangnya kepada penulis. Tidak lupa kepada

teman-teman yang banyak membantu Hadi, Alem, Ummul, Sri, Roma, Asmi,

Aminah, Winda, Puput, Kiky dan teman lainnya yang tidak dapat penulis

sebutkan seluruhnya.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis juga

berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca dan khususnya bagi

penulis pribadi. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2013

(9)

DAFTAR ISI

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka ... 9

2.1.1. Ayam Ras Pedaging ... 9

2.2. Landasan Teori ... 12

2.2.1. Tataniaga ... 12

2.2.2. Saluran Tataniaga ... 15

2.2.3. Fungsi-Fungsi Tataniaga ... 17

2.2.4. Biaya Tataniaga ... 20

2.2.5. Margin Tataniaga ... 22

2.2.6. Efisiensi Tataniaga ... 27

2.3. Kerangka Pemikiran ... 29

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 33

3.2. Metode Pengambilan Sampel ... 34

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 35

3.4. Metode Analisis Data ... 35

3.5. Defnisi Dan Batasan Operasional ... 37

BAB IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL 4.1.Kondisi Geografis Kabupaten Serdang Bedagai ... 40

4.2.Keadaan Penduduk ... 41

4.2.1. Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai Menurut Tingkat Pendidikan 42 4.2.2. Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai Menurut Jenis Pekerjaan 43

4.3. Sarana Dan Prasarana ... 44

4.4. Karakteristik Sampel ... 46

4.4.1. Karakteristik Peternak Sampel ... 46

(10)

4.4.3. Karakteristik Pedagang Pengecer Sampel ... 51

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Saluran Tataniaga Ayam Ras Pedaging ... 51 5.2. Share Margin Lembaga Tataniaga Ayam Ras Pedaging ... 54 5.3. Efisiensi Tataniaga Ayam Ras Pedaging ... 63

BAB VI. KASIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 67 6.2. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Keterangan Hal.

1 Saluran Pemasaran Ayam Ras Pedaging 17

2 Hubungan Antara Harga Tingkat Produsen Dan Pengecer

Terhadap Marging Tataniaga 24

3 Kerangka Pemikiran 31

4 Saluran Tataniaga Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Serdang

Bedagai 52

5 Saluran Tataniaga Ayam Ras Pedaging Pertama 52

6 Saluran Tataniaga Ayam Ras Pedaging Kedua 53

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Keterangan Hal.

1 Produksi Ternak Ayam Ras Pedaging Sumatera Utara 4

2 Luas Lahan Dan Populasi Per Kecamatan Kabupaten Serdang

Bedagai 5

3 Bobot Badan Dan Pakan Yang Diperlukan Beberapa Jenis

Ayam Pada Berbagai Umur Pemanenan 10

4 Produksi Ternak Ayam Ras Pedaging Sumatera Utara 33

5 Komposisi Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai

Berdasarkan Kelompok Umur 41

6 Komposisi Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai

Berdasarkan Tingkat Pendidikan 42

7 Komposisi Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai

Berdasarkan Mata Pencaharian 43

8 Sarana Dan Prasarana Di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun

2011 45

9 Kelompok Umur Peternak Sampel Ayam Ras Pedaging Di

Kabupaten Serdang Bedagai 46

10 Tingkat Pendidikan Peternak Sampel Ayam Ras Pedaging Di

Kabupaten Serdang Bedagai 47

11 Lama Beternak Para Peternak Sampel Ayam Ras Pedaging

Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2013 48

12 Kapasitas Kandang Peternak Sampel Ayam Ras Pedaging

Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2013 49

13 Karakteristik Pedagang Pengumpul Sampel 50

14 Karakteristik Pedagang Pengecer 51

15 Fungsi-Fungsi Tataniaga Yang Dilakukan Setiap Lembaga

Tataniaga 55

16 Biaya Produksi, Harga Jual Dan Keuntungan Masing-Masing

(13)

17 Price Spread Dan Share Margin Saluran Tataniaga Pertama 58 18 Price Spread Dan Share Margin Saluran Tataniaga Kedua 60 19 Price Spread Dan Share Margin Saluran Tataniaga Ketiga 61 20 Rekapitulasi Share Margin Dan Margin Keuntungan Setiap

Lembaga Tataniagapada Setiap Saluran Tataniaga 62

21 Niali Share Margin Peternak Pada Setiap Saluran Tataniaga

Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Keterangan

1 Karakteristik Peternak Sampel

2 Karakteristik Pedagang Pengumpul Sampel

3 Karakteristik Pedagang Pengecer Sampel

4 Biaya Penyusutan Per Produksi

5 Biaya Variabel Per Produksi

6 Total Biaya Produksi Per Produksi

7 Penerimaan dan Pendapatan Bersih Peternak Per Produksi

8 Biaya Tataniaga Pedagang Pengumpul

9 Penerimaan dan Pendapatan Pedagang Pengumpul

10 Biaya Tataniaga Pedagang Pengecer

11 Penerimaan dan Pendapatan Pedagang Pengecer

12 Price spread Saluran Tataniaga Pertama

(15)

ABSTRAK

Fauzul Azhimah (090304034) dengan judul Analisis Tataniaga Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Ir. Iskandarini MM, Ph. D dan Bapak DR.Ir.Rahmanta Ginting, MS.

Tataniaga merupakan suatu proses yang dapat meningkatkan nilai produk dengan penyampaian barang dan jasa dari produsen kepada konsumen akhir. Ayam ras pedaging merupakan salah satu produk peternakan dari Kabupaten Serdang Bedagai yang dibutuhkan sebagai pemenuh kebutuhan pangan terhadap protein hewani.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis saluran tataniaga ayam ras pedaging yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai, untuk menganalisis share margin masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat dalam tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai, dan untuk menganalisis tingkat efisiensi tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai.

Penentuan daerah dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu daerah dengan produksi ayam ras pedaging tertinggi dan mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir. Data yang digunakan data primer diambil dari 30 orang peternak ayam ras pedaging yang dipilih secara snowball sampling dan 20 pedagang yang terdiri dari 5 pedagang pengumpul, 15 pedagang pengecer yang dipilih secara penelusuran. Metode analisis yang digunakan adalah analisis share margin produsen, share margin biaya, share margin keuntungan dan analisis efisiensi tataniaga.

Hasil dari penelitian adalah terdapat tiga saluran pemasaran di daerah penelitian, yaitu Peternak - Pedagang Pengumpul - Pedagang Pengecer – Konsumen; Peternak - Pedagang Pengecer – Konsumen; Peternak – Konsumen. Share margin peternak dalam saluran I adalah 73,08%, saluran II adalah 86%, dan saluran ketiga 100%. Untuk share margin keuntungan pedagang pengumpul adalah 6,32%. Dan pedagang pengecer di saluran tataniaga pertama share marginnya sebesar 6,93% dan di saluran tataniaga kedua adalah 7,31%. Tingkat efisiensi tataniaga ayam ras pedaging di daerah penelitian untuk ketiga saluran tataniaga yang ada belum efisien seluruhnya karena tingkat efisiensi ketiga saluran tersebut sudah lebih besar dari 50%, yaitu 21,70%, 28,31%, dan 23,54%.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan,

kehutanan dan tanaman pangan. Dari sektor peternakan ada beberapa bagian lagi

dan salah satunya adalah bagian perunggasan. Bagian perunggasan termasuk

subsektor yang penting dalam peternakan. Hal ini disebabkan karena kebutuhan

konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia sebagian besar berasal dari

unggas. Jika dibandingkan dengan protein nabati, kandungan asam amino dari

protein hewani lebih tinggi sehingga lebih bergizi. Secara tidak langsung

perunggasan ini membantu pembangunan kualitas bangsa karena dengan

konsumsi protein yang baik dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan

kecerdasan seseorang (Desianto, 2010).

Selain berperan dalam pembangunan kualitas bangsa, perunggasan juga mampu

menumbuhkan ekonomi pedesaan karena sebagian besar peternakan berada di

desa. Industri perunggasan dapat menciptakan lapangan kerja yang besar sehingga

pendapatan masyarakat pedesaan juga meningkat. Efek ganda dari sektor

peternakan unggas ini yang sangat besar dalam sektor pertanian. Karena hampir

seluruh bahan baku pakan terdiri dari hasil pertanian seperti jagung, dedak,

bungkil kelapa sawit/kopra, tepung gaplek, dan lain-lain. Maka dari itu

peningkatan sektor peternakan (unggas) dapat diprioritaskan guna meningkatkan

produksi untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat dan juga mengurangi

(17)

Sektor perunggasan tersebut terdiri dari beberapa jenis ternak yaitu ayam ras

pedaging, ayam ras petelur, itik, dan burung puyuh. Untuk ayam ras pedaging

sendiri merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam

yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging

ayam (Anonimous, 2011).

Di Sumatera Utara sistem agribisnis peternakan pada umumnya menurut penulis

memiliki permasalahan tataniaga hasil. Hal ini disebabkan jika produksi

ditingkatkan untuk tujuan peningkatan taraf hidup masyarakat namun tanpa

diiringi oleh sistem tataniaga hasil yang efisien menyebabkan rendahnya harga

yang diterima peternak mengakibatkan berkurangnya pendapatan peternak.

Upaya peningkatan produksi ayam ras pedaging sangat berkaitan erat dengan

aspek-aspek tataniaga karena usaha ternak ayam ras pedaging pada umumnya

adalah usaha ternak komersial yang hasil produksinya untuk dijual ke pasar.

Produksi dan tataniaga mempunyai hubungan ketergantungan yang sangat erat.

Produksi yang meningkat tanpa didukung oleh sistem tataniaga yang dapat

menampung hasil dengan tingkat harga yang layak tidak akan berlangsung lama,

malah pada waktunya ia akan menurun karena pertimbangan untung rugi usaha

ternak (Ginting, 2006).

Adapun sistem tataniaga ayam ras pedaging, tidak terlepas dari peranan–peranan

lembaga tataniaga. Lembaga–lembaga ini dalam menyampaikan komoditi dari

produsen ke konsumen, berhubungan satu dengan yang lain membentuk saluran

tataniaga. Arus aliran barang yang terbentuk dalam proses tataniaga ini beragam

(18)

berhubungan langsung dengan konsumen akhir atau produsen terlebih dahulu

berhubungan dengan tengkulak, pedagang pengumpul, ataupun

pedagang besar (Sudiyono, 2004).

Dalam banyak kenyataan, kelemahan dalam sistem pertanian adalah kurangnya

perhatian dalam bidang pemasaran. Fungsi–fungsi tataniaga seperti pembelian,

penyortiran (grading), penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan yang

dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga sering tidak berjalan seperti yang

diharapkan. Sementara keterampilan dalam mempraktekkan unsur–unsur

manajemen memang terbatas. Belum lagi dari segi kurangnya penguasaan

informasi pasar sehingga kesempatan–kesempatan ekonomi menjadi sulit untuk

dicapai. Lemahnya manajemen tataniaga disebabkan karena tidak mempunyai

pelaku–pelaku pasar dalam menekan biaya tataniaga (Soekartawi, 2002).

Semua proses mulai dari penampungan dari produsen sampai penyaluran komoditi

jelas membutuhkan biaya yang masing – masing tidak sama. Bila jarak antara

produsen dengan konsumen pendek, maka biaya pengangkutan bisa diperkecil.

Semakin panjang jarak dan semakin banyak perantara yang terlibat dalam sistem

tataniaga, maka biaya tataniaga semakin tinggi dan margin pemasaran juga

semakin besar. Sistem tataniaga merupakan hal yang sangat penting setelah

selesainya proses produksi pertanian. Bila tataniaga tidak baik, mungkin

disebabkan oleh karena daerah produsen terisolasi, tidak ada pasar, rantai

tataniaga terlalu panjang, atau hanya ada satu pembeli dan lain sebagainya,

kondisi ini sudah pasti merugikan pihak peternak. Sementara si peternak harus

(19)

pedagang memperoleh hasil hanya dalam waktu singkat saja. Sehingga pantas

dikatakan bahwa efisiensi di bidang tataniaga masih rendah (Daniel, 2002).

Tabel dibawah ini merupakan sajian data produksi ternak ayam ras pedaging di

masing-masing kabupaten kota di Sumatera Utara

Tabel 1. Produksi Ternak Ayam Ras Pedaging Sumatera Utara

Kabupaten/ Kota Produksi Daging Ayam (000 Kg)

2007 2008 2009 2010 2011 Simalungun 2840.32 1024.11 1987.22 2855.67 1038.75

Dairi 0 0 0 0 0

Karo 0 0 0 0 0

Deli Serdang 6057.32 6467.34 4237.98 6090.04 6559.82 Langkat 5376.45 2485.93 3761.61 5405.49 2521.48

Nias Selatan 0 758.36 0 0 769.2

Humbang Hasundutan 0 331.28 0 0 336.02

Pakpak Barat 0 0 0 0 0

Samosir 0 19.71 0 0 19.99

Serdang Bedagai 29586.16 25348.2 20699.85 29745.98 25712.01 Batu Bara 50.1 55.77 0 50.37 56.57

Sumber : BPS 2008-2012

Dari tabel 1 diketahui produksi ternak ayam ras pedaging tertinggi pertama adalah

Kabupaten Serdang Bedagai, diikuti Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten

(20)

berfluktuasi (naik turun) seperti di tahun 2009, di beberapa kabupaten

menunjukkan produksi menurun. Hal ini diasumsikan karena pada tahun tersebut

peternakan ayam di Sumatera Utara terkena wabah flu burung (Girsang, 2007).

Berikut adalah data banyaknya pengusaha ayam ras pedaging di Kabupaten

Serdang Bedagai berdasarkan data Dinas Pertanian dan peternakan Serdang

Bedagai 2012

Tabel 2. Luas Lahan dan Populasi Ternak Per Kecamatan Kabupaten Serdang Bedagai

Kecamatan Desa Luas Lahan (m2) Jumlah Populasi

Ternak (ekor)

Sei Rampah

Rambung Besar 5000 10200

Cempedak Lobang 1020 2100

Pergulaan 2000 4100

Sei Rampah 1280 2650

Pantai Cermin

Ujung Rambung 3050 6300

Celawan 1126 2300

Kota Pari 3500 7140

Pantai Cermin Kiri 850 1870

Pegajahan Karang Sari 1000 5500

Tebing Tinggi VII Kuta Baru 821 1700

Partapan 742 1500

Sei Bamban Pon 677 1470

Sipispis Simalas 258 600

Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Serdang Bedagai 2012

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa populasi peternakan ayam ras pedaging di

Kabupaten Serdang Bedagai mayoritas berada di Kecamatan Sei Rampah dan

Kecamatan Pantai Cermin. Kondisi ini dipicu karena kondisi lahan di dua

kecamatan ini sesuai untuk mengembangkan usaha ayam ras pedaging ini.

(21)

luas, jauh dari keramaian. Selain itu sesuai sosial ekonomi dan sesuai dari aspek

hukumnya (Cahyono, 2011).

Dari hasil kegiatan pra survey yang dilakukan, terdapat beberapa permasalahan

terhadap sistem tataniaga hasil ternak ayam ras pedaging tersebut. Permasalahan

tersebut antara lain yaitu tidak adanya peranan–peranan lembaga tataniaga resmi

seperti KUD untuk menyampaikan komoditi dari produsen ke konsumen dimana

lembaga pemasaran ini dapat meningkatkan harga jual petani, menjaga agar harga

tetap konstan, menginformasikan kebutuhan pasar terhadap komoditi tersebut.

Selain itu permasalahan lainnya yaitu jarak dari sentra produksi jauh dari pasar

dimana hasil ternak ayam ras pedaging di Serdang Bedagai ini dipasarkan ke kota

sebesar 92,35% dan ke kabupaten hanya 7,65% dari hasil ternak keseluruhan.

(BPS, 2008). Hal ini justru meningkatkan biaya tataniaga khususnya dari fungsi

transportasi. Karena jika jarak semakin panjang dan semakin banyak perantara

yang terlibat dalam proses tataniaga, maka biaya tataniaga semakin tinggi dan

margin tataniaganya juga semakin besar. Dan jika margin tataniaga besar maka

tingkat efisiensi tataniaganya semakin kecil.

Dari kondisi yang dipaparkan tersebut, dilakukan penelitian terhadap saluran

tataniaga hasil produksi ternak ayam ras pedaging, share margin keuntungan

terhadap beberapa pelaku tataniaga, dan produsen, dan tingkat efisiensi tataniaga

(22)

1.2.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, ditarik beberapa identifikasi masalah sebagai

berikut, yaitu

1. Bagaimana saluran tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai?

2. Bagaimana share margin masing-masing lembaga tataniaga ayam ras

pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai?

3. Bagaimana tingkat efisiensi tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai?

1.3.Tujuan Penelitian

Dari identifikasi masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk menganalisis saluran tataniaga ayam ras pedaging yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai;

2. Untuk menganalisis share margin masing-masing lembaga tataniaga ayam ras

pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai;

(23)

1.4.Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan informasi bagi peternak;

2. Menjadi salah satu referensi pemerintah dalam pengambilan keputusan

kebijakan untuk melindungi seluruh pelaku dalam proses produksi dan jalur

tataniaga ayam ras pedaging;

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,

KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

2.1.Tinjauan Pustaka

2.1.1. Ayam ras pedaging

Ayam ras pedaging merupakan salah satu komoditi yang tergolong paling popular

dalam dunia agribisnis peternakan di Indonesia. Sampai saat ini, ayam ras

pedaging merupakan usaha peternakan yang berkembang paling menakjubkan.

Sejak dikembangkan secara intensif di masa orde baru, ayam ras pedaging telah

menggeser komoditi-komoditi ternak lainnya dalam memenuhi kebutuhan protein

hewani. Usaha ayam ras pedaging sukup prospektif karena selera masyarakat

terhadap cita rasa ayam ras sangat tinggi di semua lapisan. Disamping itu, nilai

keuntungan yang diperoleh juga cukup tinggi jika dikelola secara

efisien (Setyono dan Ulfah, 2011).

Cepatnya masa panen yang dapat dicapai dari usaha pembesaran ayam ras

pedaging menjadikannya primadona di kalangan peternak unggas. Ayam ras

pedaging menjadi idola karena pada umur 39-40 hari bisa mencapai bobot 1,8 kg.

padahal bobot yang sama baru bias dicapai ayam buras biasa pada umur yang

lebih dari 3 bulan. Bahkan kini ayam ras pedaging bias mencapai bobot yang

sama pada umur 31-32 hari. Dengan kata lain ayam ras pedaging yang dipelihara

saat ini lebih cepat besar dibandingkan ayam ras pedaging di masa yang

(25)

Ciri ayam ras pedaging yang baik menurut Hadjosworo dan Rukmiasih (2000)

adalah kerangka tubuh besar, pertumbuhan fisik yang pesat, dan hemat pakan. Di

bawah ini adalah proporsi bobot badan dan pakan yang dibutuhkan beberapa jenis

ayam yang memproduksi daging dalam jangka waktu samapi panen.

Tabel 3. Bobot Badan Dan Pakan Yang Diperlukan Beberapa Jenis Ayam Pada Berbagai Umur Pemanenan

Jenis ayam

Kampung 8-12 600-720 1550-3380

2,6-4,6

Ayam Kampung Silang

8-12 1120-1363 2280-4600 2,03-3,4

Sumber: Hadjosworo dan Rukmiasih, (2000)

Dilihat dari tabel 3 diketahui bahwa ayam ras pedaging jauh lebih unggul dari jenis

ayam lainnya yang produksi utamanya juga daging seperti ayam ras pedaging. Hal

ini terjadi karena adanya penelitian dan pengembangan dari pihak Puslitbang

Indonesia yang meramu pakan yang dapat menunjang pertumbuhan daing ayam ras

pedaging ini jauh lebih cepat dari biasanya.

Keunggulan ayam ras pedaging lainnya dibandingkan jenis ayam lainnya yang

membuat ayam ras pedaging tumbuh pesat adalah sebagai berikut:

a. Sumber modal yang tersedia cukup banyak baik dari pemerintah maupun

perusahaan besar sehingga dapat dimanfaatkan peternak kecil;

b. Berkembangnya lembaga hilir yankni perusahaan pengolahan dan pemasaran

(26)

c. Perubahan pola hidup yang lebih sadar akan pentingnya gizi dari produk

peternakan;

d. Usaha ayam ras pedaging termasuk usaha yang mendapat nilai kompensasi

ekonomi di saat permintaan tinggi, seperti hari besar keagamaan. Secara

finansial, usaha ayam ras pedaging sangat layak yakni keuntungan bisa

mencapai lebih dari 100%;

e. Kecendrungan peningkatan konsumsi sangat besar akibat meningkatnya

pendapatan masyarakat. Dengan kata lain elastisitas permintaan terhadap

pendapatan sangat tinggi, yaitu bisa lebih dari 1,5 yang berarti peningkatan

pendapatan 1% maka peningkatan konsumsi ayam ras pedaging adalah 1,5%.

Dari sumber yang sama, Setyono dan Ulfah (2011) dukungan faktor eksternal yang

mendukung perkembangan usaha ayam ras pedaging juga sangat kuat antara lain

sebagai berikut:

a. Industri penyedia input produksi seperti penyedia bibit (DOC=Day Old Chick)

yang sangat kuat baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Untuk peternak

plasma, segala input produksi diberikan oleh peternak inti namun untuk peternak

mandiri, penyediaan input diusahakan sendiri yaitu dibeli di outlet penyedia

input produksi peternakan ayam ras pedaging;

b. Tekhnologi pemeliharaan mudah diadopsi oleh masyarakat umum;

c. Pasar ayam ras pedaging tersebar luas di semua daerah. Seluruh lapisan

masyarakat dapat mengkonsumsi ayam ras pedaging karena secara umum tidak

ada kelompok tertentu yang dilarang mengkonsumsi ayam ras pedaging

(27)

2.2.Landasan Teori

2.2.1.Tataniaga

Dalam Kusnadi, dkk (2009), Schaffner et.al. (1998) mengemukakan pengertian

tataniaga dapat ditinjau dari dua perspektif yaitu perspektif mikro dan makro. Dalam

perspektif mikro, tataniaga merupakan aspek manajemen dimana perusahaan secara

individu, pada setiap tahapan tataniaga dalam mencari keuntungan, melalui

pengelolaan bahan baku, produksi, penetapan harga, distribusi dan promosi yang

efektif terhadap produk perusahaan yang akan dipasarkan. Perspektif makro

menganalisis efisiensi sistem secara keseluruhan dalam penyampaian produk/jasa

hingga konsumen akhir atau pemakai, yaitu sistem tataniaga setelah dari petani

dengan menggunakan fungsi-fungsi tataniaga atau aktivitas yang diperlukan untuk

menyampaikan produk/jasa yang berhubungan dengan nilai guna waktu, bentuk,

tempat dan kepemilikan kepada konsumen dan kelembagaan atau

perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam sistem tataniaga tersebut (pengolah, distributor,

broker, agen, grosir dan pedagang eceran).

Dalam pengertian lain, tataniaga khususnya untuk bidang pertanian merupakan

proses aliran komoditas yang disertai pemindahan hak milik dan penciptaan daya

guna waktu, guna tempat, dan guna bentuk yang dilakukan oleh lembaga-lembaga

tataniaga dengan melakukan salah satu atau beberapa fungsi-fungsi tataniaga

(Sudiyono, 2001). Pengertian tersebut dilengkapi oleh Said dan Intan (2001) dimana

di dalam tataniaga itu memiliki untuk memberi kepuasan dari barang dan jasa yang

dipertukarkan kepada konsumen atau pemakai dalam bidang pertanian, baik input

(28)

Berdasarkan definisi yang diberikan maka dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir

daripada tataniaga adalah menempatkan barang-barang ke tangan ke tangan

konsumen akhir. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilaksanakan

kegiatan-kegiatan tataniaga yang dibangun berdasarkan arus barang yang meliputi proses

pengumpulan (konsentrasi), proses pengimbangan (equalisasi) dan proses

penyebaran (dispersi) (Hanafiah dan Sefuddin, 2006).

Proses konsentrasi merupakan tahap pertama dari arus barang. Barang-barang yang

dihasilkan dalam jumlah kecil dikumpulkan menjadi jumlah yang lebih besar agar

dapat disalurkan ke pasar-psar eceran secara lebih efisien. Equalisasi adalah proses

tahap kedua dari arus barang yaitu tindakan-tindakan penyesuaian permintaan dan

penawaran barang dan jasa berdasarkan temoat, waktu, jumlah, dan kualitas. Dispersi

merupakan proses tahapan terakhir dari arus barang dimana barang-barang yang telah

terkumpul dan tersebar ke arah konsumen atau pihak

lainnya (Hanafiah dan Saefuddin, 2006).

Dari ketiga proses yang dijabarkan tersebut, proses tataniaga mengandung segi fisik

dan segi mental. Segi mentak diartikan bahwa para penjual harus mengetahui apa

yang diinginkan para pembeli dan juga para penjual harus mengetahui apa yang

dharusnya dijual. Sedangkan segi fisik diartikan bahwa barang-barang harus

dipindahkan ke tempat-tempat dimana mereka dibutuhkan pada waktu dan jumlah

yang tepat seta kualitas yang sesuia dengan yang diinginkan

konsumen (Hanafiah dan Sefuddin, 2006).

Proses tataniaga produk pertanian dan produk non pertanian berbeda. Fakta lapangan

membuktikan proses tataniaga produk pertanian bersifat konsentrasi-distributif

(29)

produk pertanian, produk dihasilkan secara terpencar dimana bahan mentah

memerlukan pengolahan lebih lanjut dan dalam jumlah yang relatif sedikit sehingga

untuk menutup biaya-biaya yang diperlukan tersebut diperlukan lembaga tataniaga

dalam melakukan fungsi-fungsi tataniaga dengan volume perdagangan yang pastinya

lebih luas dari sebelumnya. Konsentrasi yng dikatakan sebagai sifat dari proses

tataniaga produk pertanian diartikan sebagai pengumpulan produk-produk pertanian

dari petani ke tengkulak, pedagang pengumpul dan pedagang besar serta diakhiri

proses distribusi yanitu penjualan barang-barang dan jasa dari pedagang kea gen,

pengecer dan konsumen (Sudiyono, 2004).

Sedangkan untuk proses tataniaga produk non-pertanian bersifat distributif saja

dimaksudkan bahwa lokasi produsen terkonsentrasi dan barang yang dihasilkan dapat

direncanakan secara caermat, mengenai jumlah, mutu dan waktu pembuatan barang.

Produsen produk non pertanian pada umumnya menghasilkan barang dalam jumlah

yang besar, sehingga produsen dapat mendistribusikan secara langsung melalui

pedagang besar, agen dan pengecer serta konsumen. Sifat distributif diindikasikan

dengan penurunan volume yang ditransaksikan dari pedagang besar, agen dan

pengecer serta konsumen (Sudiyono, 2004).

Penjelasan diatas dapat menjadi acuan pelaksanaan tataniaga produk-produk

pertanian. Dalam proses pelaksanaan tataniaga produk pertanian harus mengetahui

dimana sentra-sentra produksi, akses dari pasar ke sentra produksi, harga jual produk

di pasar, keinginan konsumen terhadap kegunaan produk baik dari segi bentuk,

dimana dengan komoditi yang sama namun bentuk berbeda seperti tomat segar

dengan jus tomat siap minum; waktu dan jumlah seperti hari kerja denga hari besar

(30)

2.2.2. Saluran Tataniaga

Komoditas pertanian merupakan komoditas yang cepat rusak, maka komoditas

pertanian harus cepat diterima oleh konsumen. Kondisi seperti ini memerlukan

saluran tataniaga yang relatif pendek. Jika jarak antara produsen dengan konsumen

semakin jauh, maka saluran tataniaga yang terbentuk pun akan semakin panjang.

Karena adanya perbedaan jarak dari lokasi produsen ke konsumen, maka lembaga

tataniaga diharapkan kehadirannya untuk membantu penyampaian barang dari

produsen ke konsumen. Oleh sebab itu, dalam hal melancarkan penyampaian dan

memindahkan barang-barang dari produsen ke pasar (para konsumen) peranan

lembaga-lembaga tataniaga (marketing institutions) adalah demikan

besar (Kertasapoetra, 2002).

Dalam saluran tataniaga tersebut terdapat lembaga pemasaran yang merupakan badan

usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan

barang dari produsen ke konsumen akhir serta mempunyai hubungan badan usaha

atau individu lainnya. Lembaga pemasaran timbul karena adanya keinginan

konsumen untuk memperoleh komoditas sesuai waktu, tempa, bentuk dan

kepemilikannya. Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi-fungsi

pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimum mungkin. Dan

kahirnya konsumen memberikan balasan jasa kepada lembaga pemasaran sebagai

margin pemasaran (Rahim dan Hastuti, 2008).

Lembaga pemasaran ini menjalankan lebih dari satu fungsi pemasaran, oleh sebab itu

perlu ditelaah lembaga pemasaran dari bentuk usahanya. Untuk meningkatkan

(31)

koordinasi pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran, yaitu dalam bentuk integrasi

horizontal dan integrasi vertikal (Sudiyono, 2004).

Menurut Setiyono dan Ulfah (2011) saluran pemasaran perlu ditelaah lebih lanjut

agar dapat menerapkan suatu strategi pemasaran. Saluran pemasaran antara satu

daerah dengan daerah lain berbeda walaupun komoditi yang disalurkan sama. Dilihat

dari tujuan pasarnya, saluran pemasaran ayam ras pedaging terdapat dua saluran

seperti bagan dibawah ini yang menunjukkan saluran pemasaran ayam ras pedaging

di berbagia daerah secara umumnya, yaitu melalui pasar tradisional dan pasar

modern. Jika dibandingkan dari segi jumlahnya jalur pasar tradisional jauh lebih

besar dibanding dengan jalur pasar modern yaitu sekitar 80% : 20%. Berikut adalah

gambar skema saluran pemasaran ayam ras pedaging

Keterangan:

TPN : Tempat Penampungan Ayam

TPA : Tempat Pemotongan Ayam

RPA : Rumah Pemotongan Ayam

: Dijual Ke

(32)

Dilihat dari gambar 1 terdapat empat saluran pemasaran, masing-masing

kelompok ternak melakukan 2 saluran pemasaran. Seperti peternak plasma

melakukan 2 saluran pemasaran, produksi ayam ras pedaging dari peternak

ditampung oleh tempat penampungan atau distributor, baik secara langsung

maupun melalui broker. Selanjutnya produk didistribusikan ke tempat

pemotongan ayam (TPA). Dari TPA dipasarkan ke pasar tradisional selanjutnya

dijual ke konsumen keluarga. Namun biasanya, TPA berlokasi langsung di pasar

tempat pedagang menjual langsung ke konsumen akhir. Berbeda dengan peternak

plasma, peternak inti melakukan pemasaran tidak melalui broker melainkan

langsung kerumah pemotongn ayam dan langsung disalurkan ke pasaar modern

atau langsung ke distribotur untuk disalurkan langsung ke pasar tradisional.

Setelah sampai ke dua jenis pasar tersebut hasil produk ayam ras pedaging

tersebut sampai ke tangan konsumen.

2.2.3. Fungsi Fungsi Tataniaga

Saluran pemasaran bertugas menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Ia

mengatasi tiga macam utility yaitu waktu, tempat, dan kepemilikan. Tiga utility

tersebut menjauhkan barang dan jasa dari konsumennya masing-masing. Para

anggota atau pelaku tata niaga menurut Philips dan Duncan dalam Sihombing (2011),

fungsi tataniaga dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar, yaitu:

1. Fungsi pertukaran (exchange function), yang terdiri dari :

a. Fungsi penjualan (selling)

Fungsi penjualan ini bersifat dinamais sebab harus meyakinkan para

konsumen untuk membeli barang dan jasa yang mempunyai arti ekonomis

(33)

yang dapat dilakukan dengan berbagai metoda, misalkan iklan, detailman,

salesman, dan lain-lain.

Dikenal lima dasar-dasar penjualan yang umum berlaku dalam tataniaga.

Dasar-dasar atau metoda ini tidaklah harus terdapat di setiap pasar, tetapi

tergantung kepada sifat-sifat barang, tingkat kemajuan tekhnologi, struktur

pasarnya dan system perekkonomian yang berlaku. Kelima metode dasar

tersebut adalah metode penjualan dengan cara inspeksi, metode penjualan

dengan cara memberikan contoh, metode penjualan dengan caradeskriptif,

metode penjualan dengan cara lelang, dan metode penjualan dengan cara

mengkombinasikan cara pertama sampai cara keempat.

b. Fungsi pembelian (buying)

Berdasarkan tujuannya fungsi pembelian dikelompokkan menjadi dua jenis

yaitu fungsi pembelian untuk tujuan konsumsi dan fungsi pembelian untuk

tujaun dijual kembali (resale). Fungsi pembelian denga tujuan dijual kembali

dilakuakn oleh pedagang perantara baik setelah mengalami pengolahan atau

tanpa pengolahan. Untuk itu ada beberapa factor pertimbangan yang perlu

dipertimbangkan yaitu estimasi permintaan, kelompok barang, lokasi sentra

produksi, dan berita pasar.

2. Fungsi pengadaan (physical supply function)

a. Fungsi pengangkutan (transportation)

Fungsi transportasi berfungsi memindahkan barang-barang dan jasa-jasa

(place utility) dan memakan waktu (time utility). Semakin jauh jarak fisik

(34)

b. Fungsi penyimpanan (storage)

Fungsi penyimpanan berarti menyimpan barang-barang selama waktu antara

dihasilkan samapi waktu dijual dan kadang-kadang diadakan pengolaha

lebih lanjut. Fungsi penyimpanan mengandung kegunaan waktu, terutama

hasil-hasil pertanian dan mempunyai hubungan dengan pola konsumsi yang

stabil dan memperkecil adanya fluktuasi harga seperti dengan adanya

persediaan yang kuat dan sebagainya

3. Fungsi pelancar (facilitation function) atau fungsi pemberian jasa (auxiliary

function) yang termasuk didalamnya ialah :

a. Fungsi permodalan (financing)

Fungsi permodalan berarti pemberian modal baik dengan secara mandiri atau

pinjaman dari lembaga keuangan. Fungsi ini dimaksudkan dalam

penggunaan modal dalam proses tataniaga, membantu dalam proses

pertukaran maupun fungsi pengadaan fisik. Fungsi ini memiliki keterbatasan

pada persediaan uang untuk menyelenggaarakan fungsi pembelian dan

penjualan dalam batas=batas tertentu dan sebagainya di tempat terjadinya

pengumpulan barang tersebut perlu pembiayaan

b. Fungsi penanggungan resiko (risk taking atau risk bearing atau risk

managrment)

Resiko kemungkinan terjadinya kerusakan kehilangan atau yang

bersangkutan dengan kerugian-kerugian barang selamaproses tataniaga

seperti susut dalam penyimoanan, pengangkutan, oencurian, dan sebagainya.

Semakin lama barang disimpan oleh lembaga tatano=iaga maka akan lebih

(35)

c. Fungsi informasi pasar (market information)

Fungsi informasi pasar merupakan salah satu fungsi yang memfasilitasi

kelancaran fungsi pertukan dan fungsi pengadaan fisik. Tidak seperti fungsi

pelancar lainnya yang berfungsi memoerlancar prosesnya tataniaga.

Informasi pasar dimanfaatkan oleh para lembaga pemasaran sebagai bahan

perencanaan untuk menentukan tempat serta waktu pembelian dan penjualan

sejumlah barang, menetepakan kebijaksanaan pembiayaan dan kredit

tataniaga, dan memperlancar proses tataniaga khususnya dalam memenuhi

perminta pembeli atas sejumlah barang dalam waktu dan kualitas tertentu.

d. Fungsi standarisasi (grading)

Standarisasi memberikan gambaran keseragaman kualitas suatu barang di

berbagai tempat dimana ukuran-ukuran terbeut diterima oleh umum sebagai

nilai tetap batas kualaitas barang tersebut. Peranan fungsi standarisasi ini

dalam tataniaga ialah mudah dalam penilaian mutu suatu barang, mudah

dalam hal oengumoukan barang yang telah berstandar, dapar memperkecil

biaya tataniaga, dapat mengurang ongkos transport, dan dapat meningkatkan

permintaan konsumen sesuai dengan daya beli pada keadaan mutu yang

berbeda.

2.2.4. Biaya Tataniaga

Biaya adalah pengorbanan yang dikeluarkan oleh produsen dalam mengelola

usahataninya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya pun merupakan

korbanan yang diukur untuk suatu satuan alat tukar berupa uang yang dilakukan

(36)

Untuk istilah biaya tataniaga yang digunakan mencakuo oengeluaran produsen untuk

keperluan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan penjualan produksi dan

jumlah pengeluaran lembaga tataniaga dan laba yang diterima oleh badan tataniaga

tersebut (Hanafiah dan Saefuddin, 2006).

Penyaluran barang atau komoditi pertanian melalui beberpa proses seperti

pengangkutan, pengolahan (pengeringan, perubahan bentuk, dan lainnya),

pembiayaan retribusi, bongkar muat serta kegiatan lainnya. Semua proses tersebut

jelas membutuhkan biaya yang masing-masing tidak sama dan memiliki proporsinya

masing-masing. Bila jarak antara produsen dengan konsumen pendek maka biaya

pengangkutan bisa diperkecil. Jika tidak terjadi, maka biaya pengangkutan bisa

diperkecil. Jika tidak terjadi perubahan bentuk atau perubahan volume atau mutu

maka biaya pengolahan jadi ditiadakan. Semakin panjang jarak dan makin banyak

perantara (lembaga tataniaga) yang terlibat dalam pemasaran, maka biaya pemasaran

semakin tinggi, dan margin tataniaga (selisih antara harga produsen dengan tingkat

konsumen) juga semakin besar (Daniel, 2002).

Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa biaya tataniaga bervariasi untuk

masing-masing komoditinya. Bisa saja satu komoditi namun beda jenis outputnya

maka beda biaya tataniaganya. Seperti komoditi ayam dengan output daging ayam

dengan bibit ayam. Dimana pada pemasaran daging ayam harus ada perlakuan

pengawetan, pengemasan, atau lainnya untuk mencegah terjadinya pembusukan.

Sedangkan pemasaran bibit ayam harus ada perlakuan pemeliharaan agar bibit ayam

(37)

masing-masing perlakuan terhadap daging ayam dan bibit ayam tersebut mmenimbukan

biayanya masing-masing dengan proporsi masing-masing (Mubyarto, 1991).

2.2.5. Margin Tataniaga

Dari biaya-biaya tataniaga yang dijelaskan sebelumnya muncul istilah harga, sebagai

nilai yang dikeluarkan konsumen terhadap suatu barang. Harga dari suatu barang

pada pelaku tataniaga yang satu dengan yang lain berbeda. Harga yang berbeda

tersebut diindikasikan karena perbedaan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan

yang diambil oleh pelaku tataniaga tersebut. Seperti harga yang berlaku di tingkat

produsen dengan harga yang berlaku di tingkat pedagang pengecer. Harga yang

berlaku di tingkat produsen terdiri dari biaya yang dikeluarkan selam berproduksi

dan keuntungan yang diinginkan, namun keuntungan tersebut biasanya tidak terlalu

besar karena produsen mentapkan keuntungan mereka dengan cara “by feeling”.

Namun para pedagang umumnya berorientasi pada keuntungan, cenderung

mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya sehingga selisih harga di tingkat

produsen dan pedagang pengecer tersebut besar. Selisih harga tersebut disebut

marketing margin (Sihombing, 2011).

Tidak jauh berbeda dengan artian diatas, menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006)

pada suatu perusahaan istilah margin tataniaga merupakan sejumlah uang yang

ditentukan secara internal accounting yang diperlukan untuk menutupi biaya dan laba

dan ini merupakan perbedaan antara harga pembelian dan harga penjualan.

Apabila margin dinyatakan dalam persentase maka itu dapat juga disebut sebagai

(38)

pokok penjualan atau atas harga dasar penjualan eceran suatu barang (Hanafiah dan

saefuddin, 2006).

Dibawah ini adalah kurva pembentukan margin tataniaga suatu produk.

Keterangan:

Pr : Harga di tingkat pengecer

Pf : Harga di tingkat petani

Sr : Penawaran di tingkat pengecer

Sf : Penawaran di tingkat petani

Dr : Permintaan di tingkat pengecer

Df : Permintaan di tingkat petani

Qr, f : jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer

Gambar 2. Hubungan Antara Harga Tingkar Produsen Dan Pengecer Terhadap Margin Tataniaga

Dari gambar 2 dapat dilihat pembentukan harga di tingkat produsen dan tingkat

pedagang pengcer memunculkan margin atau perbedaan diantara keduanya. Jika

harga yang ditentukan pedagang pengecer semakin besar maka semakin besar pula

margin tataniaganya dengan asumsi harga di tingkat produsen tetap. Begitu pula jika P

Pf Pr

D f

Dr Sf Sr

Qr, f Q

(39)

harga di tingkat produsen turun sedangkan harga di tingkat pedagang pengecer

adalah tetap maka margin tataniaganya juga akan semakin besar.

Menurut Sudiyono (2004) margin tataniaga dapat didefinisikan dengan dua cara yaitu

sebagai perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang

diterima petani dan sebagai biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai

akibat permintaan dan penawaran dari jasa-jasa pemasaran. Komponen margin

tataniaga ini terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan lembaga tataniaga dalam

melakukan fungsi tataniaga yang disebut biaya fungsional (functional cost). Selain

itu komponen margin tataniaga lainnya adalah keuntungan lembaga tataniag. Apabila

dalam suatu tataniaga produk pertanian terdapat lembaga tataniaga yang melakukan

fungsi-fungsi pemasaran maka margin tataniaga secara sistematis dapat ditulis

sebagai berikut

�= ∑��=1∑��=1���+∑ ��………..1)

Keterangan :

M : Margin tataniaga

Ci : Biaya tataniaga untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-I oleh lembaga

tataniaga ke-j

m : jumlah jenis biaya tataniaga

n : jumlah lembaga tataniaga

atau rumusan yang lebih sederhana yaitu

�= �� − ��………2)

Keterangan :

M : Margin tataniaga

(40)

Pf : Harga di tingkat petani

Disamping margin tataniaga tersebut, menurut Sihombing (2011) perlu

diperhitungkan share biaya dan share keuntungan masing-masing lembaga

perantara tataniaga serta share petani produsen untuk mengetahui seberapa besar

bagian masing-masing lembaga perantara terhadap biaya dan keuntungannya serta

keuntungan bagi pihak petani produsen. Model perhitungan share biaya dan share

keuntungan serta share petani produsen masing-masing tersebut ialah sebagai

berikut:

���= ����� − �� × 100%...3)

���= ����� − ��× 100%...4)

�� =�����× 100%...5)

Menurut Sihombing (2011) margin tataniaga dapat berbeda pada beberapa produk.

Perbedaan tersebut diakibatkan oleh:

a. Sifat produk tersebut yang berhubungan dengan proses aktivitas tataniaga;

b. Volume barang-barang yang besar, karena onglos angkutan dan

penyimpanannya juga lebih besar;

c. Adanya pengolahan yang lebih lengkap sehingga margin tataniaganya juga lebih

besar;

d. Adanya lembaga tataniaga yang terorganisir dan tidak terorganisir. Suatu system

tataniaga yang integrasi vertikalnya tinggi dan keterangan pasar yang baik akan

(41)

Dalam suatu kegiatan tataniaga terdapat perbedaan kepentingan dimana ada pihak

produsen yang menghendaki penghasilan yang tinggi dengan harga yang tinggi dan

konsumen yang menhendaki harga yang relative jauh lebih murah dari harga yang

ditawarkan oleh produsen tersebut. Perbedaan tersebut mempengaruhi margin

tataniaga dalam melakukan fungsi-fungsi pemasaran ditambah untuk keuntungan

lembaga-lembaga pemasaran. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan

margin tataniaga ini.

Jumlah yang dikonsumsi sangat dipengaruhi oleh variabel harga eceran dan

pendapatan konsumen. Secara umum dapat dibentuk fungsi sebagai berikut:

�� =�(��,�)……….6)

Keterangan :

Qc : Jumlah yang dikonsumsi

Pr : harga eceran

Y : pendapatan konsumen

Sedangkan lembaga tataniaga yang berrientasi pada pencapaian keuntungan

semaksimal mungkin, dengan harga di tingkat petani yang rendah dan harga di

tingkat konsumen yang tinggi. Di samping itu struktur pasar dan perilaku pasar juga

dapat mempengaruhi perilaku lembaga tataniaga. Secara umum jumlah yang di

transaksikan lembaga oemasaran dapat ditulis:

��= �(��,��,�2)………7)

Keterangan :

Qt : jumlah yang ditransaksikan lembaga tataniaga

(42)

Pr : harga di tingkat pengecer

V2 : variabel- variabel yang memepengaruhi tingkah laku tataniaga secara

kelompok

2.2.6. Efisiensi Tataniaga

Menurut Mubyarto dalam Sihombing (2011) sistem tataniaga disebut efisien apabila

memenuhi dua syarat yaitu mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen

ke konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya dan mampu mengadakan

pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada

semua pihak yang terlibat dalam kegiatan produksi dan jalur tataniaga tersebut.

Namun berbeda menurut A.T Mosher sistem tataniaga itu efisien apabila harga jual

petani atau harga yang diterima petani adalah sebesar harga pokok (cost price) hasil

ditambah dengan sebagai keuntungan yang diinginkan produsen dalam

pengusahaannya. Dan jika semakin besar harga maka semakin tinggi tingkat efisiensi

tataniaga tersebut.

Pengertian tersebut diatas ialah ditujukan untuk konsumen dan untuk produsen.

Dimana pengertian efisien menurut konsumen ialah produk yang diinginkan sampai

ke tangan konsumen dengan harga semurah-murahnya sedangkan pengertian efisien

dari pihak produsen ialah hasil produksi sampai ke tangan konsumen dengan biaya

yang sebesar-besarnya dan harga setinggi-tingginya (Hanafiah dan Saefuddin, 2006).

Menurut Sudiyono (2004) secara sederhana konsep efisiensi mendekati rasio

input-output. Suatu proses taaniaga dikatakan efisiensi apabila :

a. Output tetap konstan dicapai dengan input yang lebih sedikit;

(43)

c. Output dan input sama-sama mengalami kenaikan tetapi laju kenaikan output

lebih cepat daripada laju input;

d. Output dan input sama-sama mengalami penurunan, tetapi laju penurunan output

lebih lambat daripada laju penurunan input.

Secara sistematis, nilai efisiensi dapat ditulis sebagai berikut:

���������

(

) =

���������������

��������������

× 100%

………….….21)

Di sisi lain, penentuan efisiensi menurut Sihombing (2011) dapat dilihat dengan

memperbandingkan antara besarnya keuntungan petani produsen dan seluruh

lembaga perantara yang terlibat dengan seluruh ongkos tataniaga yang dikeluarkan

oleh lembaga perantara dan biaya produksi serta ongkos pemasaran yang dikeluarkan

oleh petani produsen. Metode ini dapat dirumuskan dengan model perhitungan:

=

��+��

��+��

× 100%

……….22)

Keterangan :

Jl : Keuntungan lembaga tataniaga

Jp : Keuntungan Produsen

Ot : Ongkos tataniaga

Op : Ongkos produksi dan pemasaran yang dikeluarkan oleh petani produsen

2.3.Kerangka Pemikiran

(44)

perantara. Panjang – pendeknya saluran pemasaran ini dilihat dari banyaknya jumlah pedagang perantara yang terlibat dalam saluran tersebut.

(45)

Secara sistematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan :

= Dijual Ke

= Mempengaruhi / Pengaruh

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

2.4.Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian ini adalah:

1. Ada beberapa saluran tataniaga ayam ras pedaging di daerah penelitian.

2. Share margin peternak lebih kecil daripada share margin pedagang.

3. Efisiensi tataniaga ayam ras pedgaing di daerah penelitian adalah efisien. Peternak

Ayam Ras

Lembaga Tataniaga

Konsumen Akhir

Fungsi i

Harga Di Tingkat Peternak

Biaya

Margin Tataniaga

Efisiensi Tataniaga

(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penetuan daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja) di Kabupaten

Serdang Bedagai. Hal ini dipertimbangkasn karena produksi ayam ras pedaging

terbesar di Sumatera Utara adalah kabupaten Serdang Bedagai. Berikut tabel

produksi Ayam Ras Pedaging Kabupaten Serdang Bedagai lima tahun terakhir

Tabel 3. Produksi Ternak Ayam Ras Pedaging Sumatera Utara

Kabuapen / Kota Produksi Daging Ayam (000 kg)

2007 2008 2009 2010 2011 Simalungun 2840.32 1024.11 1987.22 2855.67 1038.75

Dairi 0 0 0 0 0

Karo 0 0 0 0 0

Deli Serdang 6057.32 6467.34 4237.98 6090.04 6559.82 Langkat 5376.45 2485.93 3761.61 5405.49 2521.48

Nias Selatan 0 758.36 0 0 769.2

Humbang Hasundutan 0 331.28 0 0 336.02

Pakpak Barat 0 0 0 0 0

Samosir 0 19.71 0 0 19.99

Serdang Bedagai 29586.16 25348.2 20699.85 29745.98 25712.01 Batu Bara 50.1 55.77 0 50.37 56.57

(47)

3.2. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan samplel dimulai dengan cara menelusuri saluran tataniaga mulai dari

pangkal rantai tataniaga yaitu peternak di Kabupaten Serdang Bedagai sampai

pada konsumen akhir

1. Peternak

Metode yang digunakan dalam pengamblan sampel peternak adalah metode

penelusuran di dua Kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai. Metode

penelurusan ini dilakukan karena jumlah peternak ayam ras pedaging tersebut

tidak pasti karena peternak melakukan usaha dengan menyesuaikan dengan

kemampuannya. Jika kemampuan finansialnya tidak mencukupi untuk

berusaha ternak ayam ras pedaging maka ia berhenti berproduksi dan

sebaliknya jika dana mencukupi maka ia kembali berproduksi. Penentuan dua

kecamatan sebagai daerah penelitian karena keterbatasan waktu dan biaya yang

dimiliki peneliti.

2. Pedagang

Pedagang yang menyalurkan ayam ras pedaging disini ialah pedagang

pengumpul dan pedagang eceran. Dimana metode yang digunakan dalam

pengambilan sampel pedagang-pedagang tersebut adalah dengan snowball

sampling. yaitu satu orang yang diminta untuk menunjuk responden berikutnya

yang sesuai dengan karakteristik yang dibutuhkan. Cara pengambilan sampel

ini dilakukan secara berantai yang dimulai dari sampel yang kecil dan semakin

(48)

3. Konsumen

Konsumen ayam ras pedaging ini diambil secara simple random sampling yaitu

secara acak dengan asumsi kesempatan setiap responden ialah sama. Hal ini

dilakukan karena komsumen ayam ras pedaging ialah seluruh kalangan

masyarakat. Setiap orang atau kalangan masyarakat tidak mempunyai larangan

sosial, agama dan budaya serta harga ayam ras pedaging relatif dapat dijangkau

setiap masyarakat.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam paenelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari pengajuan kuisioner kepada peternak, ayam

ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai, pedagang pengumpul dan pedagang

eceran yang akan ditelusuri selama penelitian. Sedangkan data sekunder diperoleh

dari Badan Pusat Statistik dan Dinas pertanian dan Peternakan Serdang Bedagai.

3.4. Metode Analisis Data

Untuk mengidentifikasi masalah pertama dianalisis dengan menggunakan analisis

deskriptif yaitu dengan meganalisis saluran tataniaga ayam ras pedaging di

Kabupaten Serdang Bedagai.

Untuk mengidentifikasi masalah kedua akan diuji juga dengan analisis deskriptif

yaitu dengan menganalisis hubungan antara harga yang diterima peternak atau

pedagang dengan harga yang dibayar oleh konsumen yang disebut share margin.

Perhitungan share margin dapat dihitung dengan menggunakan model

(49)

�= ∑��=1∑��=1���+∑ ��

Keterangan :

M : Margin tataniaga

Ci : Biaya tataniaga untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga

tataniaga ke-j

m : jumlah jenis biaya tataniaga

n : jumlah lembaga tataniaga

Atau dapat juga dihitung dengan model perhitungan

�= �� − ��

Keterangan :

M : Margin tataniaga

Pr : Harga di tingkat pengecer

Pf : Harga di tingkat petani

Sebelumnya mendeskripsikan share margin tersebut dilakukan perhitungan

terhadap peternak ayam ras pedaging dan biaya serta keuntungan lembaga

perantara ayam ras pedaging di kabupaten Serdang Bedagai. Perhitungan adalah

sebagai berikut

Share peternak :�� =�����× 100%

Share biaya lembaga perantara :���= ���� − �� × 100%

Share keuntungan lembaga perantara :���=����� − ��× 100%

Sedangkan nisbah keuntungan untuk peternak dan lembaga perantara tataniaga

(50)

I : keuntungan masing-maisng lembaga tataniaga

Bti : biaya masing-masing lembaga tataniaga

Untuk mengidentifikasi masalah ketiga digunakan perhitungan efisiensi tataniaga

dengan model perhitungan sebagai berikut:

��������� (�) = ��+��

��+��× 100%

Keterangan :

Jl : Keuntungan lembaga tataniaga

Jp : Keuntungan produsen

Ot : Ongkos tataniaga

Op : Ongkos produksi dan pemasaran yang dikeluarkan oleh petani produsen

Implikasi dari rumusan di atas adalah sebagai beikut:

a. Apabila efisiensi <50% diartikan bahwa tataniaga ayam ras pedaging di daerah

penelitian tidak efisien;

b. Apabila efisiensi >50% maka diartikan bahwa tataniaga ayam ras pedaging di

daerah penelitian efisien.

3.6. Definisi Dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalah fahaman terhadap penelitian ini dengan peneltian

lainnya dipaparkan definisi dari beberapa istilah yang dipakai dan batasan

pelaksanaan penelitian ini dilakukan. Definisi-definisi tersebut adalah :

1. Produsen (peternak) adalah peternak mandiri yang melakukan usaha ternak

(51)

2. Tataniaga ayam ras pedaging adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan

penyampaian produksi fisik ternak ayam ras pedaging;

3. Lembaga tata niaga adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan,

menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta

mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya;

4. Pedagang pengecer adalah pedagang yang berhadapan langsung dengan

konsumen;

5. Pedagang pengumpul adalah pedagang yang menjual bawang merah ke

pedagang besar dan membelinya dari petani;

6. Pedagang besar adalah pedagang yang menjual ayam ras pedaging kepada

pedagang pengecer dan membelinya dari pengumpul;

7. Fungsi tataniaga adalah serangkaian kegiatan fungsional yang dilakukan oleh

lembaga – lembaga tata niaga, baik aktivitas proses fisik maupun aktivitas jasa

yang ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen;

8. Biaya tata niaga adalah biaya yang dikeluarkan oleh setiap pedagang perantara

dalam menyalurkan ayam ras pedaging dari produsen hingga ke konsumen;

9. Margin tataniaga adalah perbedaan antara harga yang diterima peternak dengan

harga yang dibayarkan oleh konsumen;

10. Efisiensi adalah ukuran keberhasilan penyampaian barang dan jasa produsen

(52)

Batasan Operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Sampel penelitian adalah peternak ayam ras pedaging, pedagang pengumpul,

pedagang pengecer di Kabupaten Serdang Bedagai;

2. Penelitian dilakukan di Kabupaten Serdang Bedagai;

(53)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Serdang Bedagai

Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu kabupaten yang berada di

kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis, Kabupaten Serdang

Bedagai terletak pada 03°01’2,5” LU sampai 03°46’33” LU dan 98°44’22” BT

dan 99°19’01” BT dengan ketinggian berkisar 0-500 m di atas permukaan laut.

Secara administratif luas Kabupaten Serdang Bedagai adalah 1.900,22 km2 yang

terdiri dari 17 kecamatan dan 273 desa dan 6 kelurahan. Wilayah serdang bedagai

memiliki batas-batas daerah berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka;

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Simalungun;

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Batu Bara;

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang.

Kabupaten Serdang Bedagai memiliki iklim tropis dimana kondisi iklim hampir

sama dengan Kabupaten Deli Serdang sebagai kabupaten induk. Pengamatan

stasiun sampali menunjukkan rata-rata kelembaban udara per bulan sekitar 84%,

curah hujan berkisar antara 18-144 mm per bulan, hari hujan per bulan berkisar

2-16 hari dengan periode hari hujan yang besar pada bulan agustus 2011. Rata-rata

kecepatan angin berkisar 1,8 m/dt dengan tingkat penguapan sekitara 3,1 mm/hari.

(54)

4.2. Keadaan Penduduk

Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2011 berjumlah 599.941 jiwa

dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki 301.386 jiwa dan perempuan

298.555 jiwa. Angka sex rasio sebesar 101 menunjukkan bahwa setiap 100

penduduk perempuan terdapat 101 penduduk laki-laki. Angka kepadatan

penduduk sebesar 316 yang artinya setiap luas wilayah 1 km2 dihuni oleh 316

jiwa. Jumlah rumah tangga meningkat dari tahun 2010 dari 145.108 jiwa menjadi

147.289 jiwa dengan rata-rata anggota rumah tangga sebanyak 4 jiwa per rumah

tangga.

Di bawah ini merupakan tabel komposisi penduduk Serdang Bedagai dari

tingkatan umur, yaitu :

Tabel 4. Komposisi Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai Berdasarkan Kelompok

Sumber : Statistik Daerah Serdang Bedagai, 2012.

Dari tabel 4, ditunjukkan bahwa penduduk Kabupaten Serdang Bedagai pada

tahun 2011 sebesar 301.386 jiwa laki-laki atau 50% dari jumlah penduduk

(55)

keseluruhan. Sedangkan untuk penduduk usia produktif yaitu usia 0-14 tahun

yang terdiri bayi balita, anak-anak dan remaja serta manula yaitu 231.234 jiwa

atau sebesar 39% dan usia produktif yaitu 368.518 jiwa atau sebesar 61%.

Angka penduduk dengan usia produktif diatas menurun sebesar 7,23% dari tahun

2010. Angka yang menurun tersebut diikuti dengan menurunnya angka angkatan

kerja. Jumlah angkatan kerja tahun 2011 mencapai 301.165 jiwa atau menurun

sebesar 0,41% dari tahun 2010.

4.2.1. Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai Menurut Tingkat Pendidikan

Jumlah penduduk Kabupaten Serdang Bedagai dikelompokkan menurut tingkat

pendidikan formal yaitu SD, SMP/sederajat, SMA/sederajat dan perguruan tinggi.

Berikut tabel jumlah dan persentase penduduk Kabupaten Serdang Bedagai

menurut tingkat pendidikan :

Tabel 5. Komposisi Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai Berdasarkan Tingkat

Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Tidak sekolah 37.736 6,29

2 SD 85.672 14,28

3 SMP/sederajat 154.185 25,7 4 SMA/sederajat 288.692 48,12 5 Perguruan Tinggi 33.657 5,61

Total 599.941 100

Sumber : Statistik Daerah Serdang Bedagai, 2012.

Dari tabel 5, diketahui bahwa tingkat pendidikan tertinggi yang mayoritas dikecap

penduduk Kabupaten Serdang Bedagai ialah tingkat pendidikan SMA sederajat

yaitu 288.692 jiwa atau sebesar 48,12%. Kondisi ini dapat disebabkan oleh

beberapa faktor seperti faktor pribadi (kesadaran pentingnya pendidikan), faktor

ekonomi, faktor sosial budaya, dan faktor letak geografis. Selanjutnya tingkat

Gambar

Gambar Keterangan
Tabel Keterangan
Tabel 1. Produksi Ternak Ayam Ras Pedaging Sumatera Utara
Tabel 2. Luas Lahan dan Populasi Ternak Per Kecamatan Kabupaten Serdang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu, perencanaan konservasi gedung ini disusun untuk mengelola perubahan yang terjadi dengan tetap memenuhi prinsip utama dalam konservasi yaitu authenticity , melalui

Diagram alir ini dieksekusi apabila dilakukan request untuk prosedur pemakaian ruang pada diagram alir aplikasi dekstop dan apabila prosedur sudah selesai dilakukan maka

Penelitian yang dilakukan peneliti sekarang adalah “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Treffinger Berbantuan LKS dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar

Penelitian ini menggunakan pendekatan R &amp; D (Research and Development)dengan lima langkah utama (Borg &amp; Gall), yaitu: 1) Menganalisis produk yang akan dikembangkan;

TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI..

utvrdio da je filmski fragment Šibenska luka dio filma Krunjenje kralja Petra I Karađorđevića i putovanje kroz Srbiju, Novi Pazar, Crnu Goru i Dalmaciju , autor u ovom

Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar yaitu berasal dari dalam diri orang yang belajar dan adapula

(Melakukan perubahan).. kemesraan dengan Allah SWT. Salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT adalah melalui dzikrullah. Dengan berdzikir, maka kita akan