• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Mengenal Adat Istiadat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Mengenal Adat Istiadat"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Mengenal Adat Istiadat

Pengertian adat-istiadat ini, perlu untuk disadari sangat banyak yang

dikemukakan oleh para ahli, bisa dikatakan sebanyak para ahli yang

mendefinisikan tersebut.Adat sendiri secara umum menyangkut sikap dan

kelakuan seseorang yang diikuti oleh orang lain dalam suatu proses waktu yang

cukup lama, ini menunjukkan begitu luasnya pengertian adat-istiadat tersebut.

Tiap-tiap masyarakat atau Bangsa dan Negara memiliki adat-istiadat

sendiri-sendiri, yang satu dengan yang lainnya pasti tidak sama. Adat-istiadat dapat

mencerminkan jiwa suatu masyarakat atau bangsa dan merupakan suatu

kepribadian dari suatu masyarakat atau bangsa. Tingkat peradaban, cara hidup

yang modern sesorang tidak dapat menghilangkan tingkah laku atau adat-istiadat

yang hidup dan berakar dalam masyarakat.

Menurut Ensiklopedi Umum, adat merupakan aturan-aturan tentang

beberapa segi kehidupan manusia yang tumbuh dari usaha orang dalam suatu

daerah tertentu di Indonesia dan sebagai kelompok sosial untuk mengatur tata

tertib tingkah laku anggota masyarakatnya.Adat ini merupakan istilah yang

dikenal sebagai Het Indische Gewoontezecht. Dalam bahasa Indonesia, istilah ini diterjemahkan sebagai hukum kebiasaan Indonesia. Sementara dalam Kamus

Umum Bahasa Indonesia yang disusun W.J.S Poerwadharminta, adat disebut

(2)

8

Menurut Prof. Kusumadi Pudjosewojo, bahwa adat adalah tingkah laku yang oleh masyarakat diadatkan. Adat ini ada yang tebal dan ada yang tipis dan senantiasa menebal dan menipis. Aturan-aturan tingkah laku didalam masyarakat ini adalah aturan adat dan bukan merupakan aturan hukum.

Menurut JC. Mokoginta (1996:77), “adat istiadat adalah bagian dari tradisi

yang sudah mencakup dalam pengertian kebudayaan. Karena itu, adat atau tradisi

ini dapat dipahami sebagai pewarisan atau penerimaan norma-norma adat

istiadat”.

Berdasarkan pandangan para pendapat para ahli tersebut, maka dapat di

simpulkan bahwa adat istiadat adalah sebuah aturan yang ada dalam suatu

masyarakat yang di dalamnya terdapat aturan-aturan kehidupan manusia serta

tingkah laku manusia didalam masyarakat tersebut, tetapi bukan merupakan

aturan hukum.

2.2 Pengertian Masyarakat

Sifat masyarakat sebagai makhluk social budaya membuat terciptanya

berbagai wujud kolektif manusia yang berbeda cirinya, sehingga penyebutan

terhadap kesatuan-kesatuan tersebut juga berbeda-beda. Istilah yang paling sering

digunakan untuk menyebut sekelompok manusia adalah masyarakat, meskipun

sebenarnya tidak semua kelompok masyarakat dapat dikategorikan sebagai

masyarakat. Diperlukan adanya karakteristik tertentu sehingga kelompok manusia

dapat disebut sebagai masyarakat.

Istilah “masyarakat” berasal dari kata Arab “syaraka” yang berarti “ikut

serta”, berpartisipasi”.Kata-kata Arab “musyaraka” berarti “saling bergaul”.Dalam

bahasa inggris dipakai istilah “society” yang berasal dari kata Latin “socius”,

(3)

9

Gillin dan Gillin (dalam Usman Pelly, 1994 : 28) juga mengatakan,

“bahwa masyarakat itu adalah kelompok manusia yang terbesar yang mempunyai

kebiasaan, tradisi sikap dan perasaan persatuan yang sama. Masyarakat itu

meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih kecil”.

Menurut R. Linton (dalam Riyani, 2011 :18) Mengemukakan bahwa

“masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan

bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir

tentang dirinya sebagai suatu kesatuan social dengan batas-batas tertentu”.

Masyarakat itu timbul dari setiap kumpulan individu, yang telah cukup lama

hidup dan bekerja sama dalam waktu yang cukup lama. Kelompok-kelompok

manusia yang dimaksud di atas belum terorganisasikan mengalami proses yang

fundamental yaitu : (1) Adaptasi dan organisasi dari tingkah laku para

anggotanya. (2) Timbul perasaan kelompok secara lambat laun.

Koentjaraningrat (2002:143-144) menjelaskan cukup detail tentang

pengertian masyarakat ini, sebagai berikut:

Istilah yang paling lazin dipakai untuk menyebut kesatuan-kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun dalam bahasa sehari-hari adalah masyarakat.Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata socius, yang berarti “kawan”. Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata Arab yang berbunyi syaraka yang berarti “ikut serta atau berpartisipasi”. Masyarakat adalah memang sekumpulan manusia yang saling “bergaul”, atau dengan istilah ilmiah, saling “berinteraksi”.

Sedangkan Soepomo (dalam Soekanto, 1983: 153), mengambarkan masyarakat ini

sebagai:

(4)

10

keinsafan individu bercampur baur. Itulah sebabnya hukum adat bersifat komunal (untuk bersama).

Berdasarkan padangan para ahli tersebut, bisa ditarik sebuah kesimpulan

bahwa masyarakat sebagai suatu system selalu bersifat kontinyu, karena memiliki

suatu rasa identitas yang sama. Dalam artian masyarakat merupakan suatu

pergaulan hidup bersama, dalam suatu bentuk interaksi.Masyarakat merupakan

wadah dan wahana majemuk (plural suku, agama, istiadat dan lain-lain). Di mana

didalamnya terdapat ikatan-ikatan berupa interaksi kegiatan tujuan keyakinan dan

tindakan yang cenderung memiliki kesamaan dalam pelaksanaanya.

2.3 Definisi Perkawinan atau Pernikahan

Karena penelitian ini menyinggung tentang permasalahan suatu adat dalam

perkawinan, maka penulis merasa perlu untuk menjelaskan tentang definisi

perkawinan atau pernikahan ini, agar bisa ditelusuri lebih dalam maksud dan

tujuan dari penelitian ini.

Perkawinan atau pernikahan merupakan salah satu jalan atau suratan hidup

yang dialami oleh hampir semua manusia dimuka bumi ini walaupun ada

beberapa diantaranya yang tidak terikat dengan perkawinan sampai ajal

menjemput.Semua agama resmi di Indonesia memandang perkawinan sebagai

sesuatu yang sakral, harus dihormati, dan harus dijaga kelanggengannya.Oleh

karena itu, setiap orang tua merasa tugasnya sebagai orang tua telah selesai bila

anaknya telah memasuki jenjang perkawinan.

Setiap manusia pasti mendambakan hal yang namanya pernikahan, baik itu

(5)

11

dan pernikahan itu adalah seuatu yang sangat sakral sehingga orang terkadang

harus berfikir seribu kali dalam memepersiapkan pernikahannya.Perkawinan

dalam Islam dikenal juga dengan pernikahan, dimana pernikahan iniialah suatu

akad atau perjanjian mengikat antara seorang laki-laki dan perempuan untuk

menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak dengan suka rela dan

kerelaan kedua belah pihak merupakan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang

diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman (sakinah) dengan cara-cara yang di

ridhoi Allah SWT.

Nikah secara bahasa adalah berkumpul dan bergabung. Dikatakan

: nakahat al-asyjar, yaitu pohon-pohon tumbuh saling berdekatan dan berkumpul

dalam satu tempat. Berkata Imam Nawawi : “Nikah secara bahasa adalah

bergabung, kadang digunakan untuk menyebut “akad nikah” , kadang digunakan

untuk menyebut hubungan seksual.” (

http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/271/pengertian-menikah-dan-hukumnya/,diakses 29 Juni 2013).

Al-Fara’ seorang ahli bahasa Arab mengatakan bahwa orang Arab menyebutkan kata “Nukah al Mar-atu” artinya adalah organ kewanitaan. Jika mereka mengatakan “nakaha al-mar-ata” artinya telah menggauli di organ kewanitaannya. Adapun “Nikah” secara istilah adalah : “Akad yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang dengannya dihalalkan baginya untuk melakukan hubungan seksual” .( http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/271/pengertian-menikah-dan-hukumnya/,diakses 29 Juni 2013).

Pada hakekatnya perkawinan adalah ikatan lahir batin manusia untuk

hidup bersama antara seorang pria dan seorang wanita untuk membentuk keluarga

(rumah tangga) yang kekal, bahagia dan sejahtera.

Pengertian perkawinan sendiri dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor

(6)

12

pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Sedangkan berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 2, dijelaskan bahwa

“Perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau untuk mentaati

perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”. Berikut ini definisi

perkawinan menurut beberapa ahli:

1) Menurut Prof. Subekti, SH, “Perkawinan adalah pertalian yang sah antara

seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk waktu yang lama”.

2) Prof. Mr. Paul Scholten, ”Perkawinan adalah hubungan hukum antara seorang

pria dan seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang diakui oleh

Negara”.

3) Prof. Dr. R. Wirjono Prodjodikoro, SH, yang mengatakan bahwa

“perkawinan adalah suatu hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang

perempuan, yang memenuhi syarat-syarat yang termasuk dalam

peraturanhukum perkawinan”.

(http://carapedia.com/pengertian_definisi_perkawinan_info2156.html, di

akses29 Juni 2013).

Berdasarkan definisi pernikahan dan perkawinan yang telah dipaparkan

tersebut, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa, pernikahan atau perkawinan

adalah pintu bagi bertemunya dua hati dalam naungan pergaulan hidup yang

berlangsung dalam jangka waktu yang lama, yang di dalamnya terdapat berbagai

hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak untuk

(7)

13

keturunan. Perkawinan itu merupakan ikatan yang kuat yang didasari oleh

perasaan cinta yang sangat mendalam dari masing-masing pihak untuk hidup

bergaul guna memelihara kelangsungan hidup manusia di bumi.

2.4 Deskripsi Awal Tentang Adat Learo Masyarakat Busisingo

Masyarakat Desa Busisingo, Kecamatan Sangkub, Kabupaten Bolaang

Mongondow Utara, adalah masyarakat yang termasuk dalam etnis Bintauna.

Dimana Bintauna sendiri merupakan daerah yang pernah menjadi sebuah

kerajaan, yakni kerajaan Bintauna.Menurut DJ. S. Datunsolang, dkk (dalam

Ointoe, 2012 : 6) bahwa:

Asal mula kerajaan Bintauna termasuk dalam wilayah pemerintahan afdeling Gorontalo. Karena pada massa VOC Bintauna merupakan satu Marsaoleh-Schar, yaitu wilayah pemerintahan yang dikepalai oleh seorang Marsaoleh (Ulea) dari kerajaan Suwawa. Dalam perkembangannya kemudian, kerajaan Bintauna melepaskan diri dari pengaruh kerajaan Suwawa dan membentuk kerajaan sendiri dengan nama Vintauna (Bintauna).

Pada masa Ohongia/Jokulango Mooreteo dinobatkan menjadi seorang raja, saat itu pula terjadi pembentukan struktur kemasyarakatan. Termasuk

didalamnya adalah adat istiadat, beserta hukum adat.Selain itu pula, dibentuk

strata kemasyarakatan, sehingga mereka yang dianggap cakap dan berani diangkat

menjadi pemimpin dan bangsawan.Sedangkan bagi mereka yang cakap dan

berpenghidupan sederhana diangkat menjadi pembantu kepala suku dan dijuluki

simpalo. Sementara bagi mereka yang penghidupannya rendah (mokiko) dikenal sebagai anak negari (suango lipu). Selain itu, ada pula yang dimasukkan sebagai

golongan pelayan (budak) dan disebut vevako. Namun dimasa pemerintahan M.T

(8)

14

bentuk-bentuk penyapaan bagi anak cucu ohongia, biasanya disapa dengan kata avo dan vua.

Strata yang dibentuk dalam masyarakat Bintauna ini, kemudian sangat

menentukan dalam pemberian harga dalam perkawinan. Perhitungan harta nikah

itu dikenal dengan kati. Namun, perhitungan kati ini bisa diwujudkan dalam

bentuk uang, pohon kelapa, hewan dan lain-lain. Kebiasaan-kebiasaan seperti ini

lambat laun meningkat menjadi suatu kebiasaan yang dipegang oleh masyarakat.

sehingga dalam perkembangannya berubah menjadi adat istiadat yang mengakar

dalam kehidupan masyarakat.

Secara umum perkembangan adat istiadat tersebut, terdapat banyak wujud

dan bentuk adat istiadat penting yang sampai sekarang masih terpelihara pada

masyarakat Busisingo, diantaranya:

1) Adat perkawinan; yaitu adat istiadat yang berhubungan dengan tata cara dan

bentuk pelaksanaan upacara adat bagi masyarakat Busisingo yang bakal

melangsungkan perkawinan.

2) Adat pemakaman; yaitu adat istiadat yang berhubungan dengan tata cara atau

kebiasaan menyangkut penyelenggaraan pemakaman jenazah.

3) Adat penyambutan tamu; yaitu tata cara atau adat istiadat yang berhubungan

dengan kebiasaan menyambut atau menghormati tamu atau pejabat tinggi

yang berkunjung ke daerah Bolaang Mongondow Utara, khususnya Desa

Busisingo, Kecamatan Sangkub.

4) Adat penobatan; yaitu bentuk upacara adat dalam rangka melantik pejabat

(9)

15

5) Adat pemberian anugrah gelar; yaitu tata cara adat yang digunakan para tetua

adat untuk memberikan anugrah berupa gelar kehormatan kepada siapa saja

yang dianggap berprestasi. Biasanya anugrah ini banyak diberikan kepada

para pejabat daerah.

Dari keseluruhan wujud adat istiadat pada masyarakat Busisingo dan

masyarakat Bintauna khususnya, yang menarik perhatian penulis adalah adat

istiadat perkawinannya. Dimana dalam tata cara adat perkawinan ini penulis

tertarik meneliti tentang adat learo pada acara pernikahan.

Tidak banyak literatur dalam bentuk tertulis yang menjelaskan tentang adat learo

ini. Peneliti hanya menemukan arti menurut bahasa, sebagaimana yang

diungkapkan oleh Nurmin Pamili (1991: 26), bahwa:

Learo atau learu ketika dicari dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata itu sama dengan padanan kata “pepat” atau “memepat” yang berarti membuat rata (dikerat, dipangkas, didabung dengan gigi, dipenggal puncaknya dan sebagainya). Sedangkan menurut istilah adat, learo adalah suatu kebiasaan atau adat istiadat yang dilakukan oleh masyarakat …… secara terus menerus dan turun temurun sebagai pelengkap dalam setiap pelaksanaan perkawinan adat, dengan jalan menggosok atau memepat, mengerat dan memangkas puncak gigi kedua calon pengantin hingga rata dan teratur.

Memepat gigi dalam adat learo bukan memepat sampai habis, melainkan hanya merapihkan, sehingga learo ini juga sering dikenal dengan istilah adat

menyikat gigi juga. Selain itu, pelaksanaan learo dalam acara pernikahan, menurut kepercayaan masyarakat, adat learo ini bisa menunjukkan si calon pengantin masih suci atau tidak lagi. Sehingga tidak heran terkadang pelaksanaan

(10)

16

Adapun pelaksanaan learo ini biasanya dilaksanakan sehari sebelum pelaksanaan akad nikah dan walimah digelar. Penentuan pelaksanaan adat learo inipun juga diputuskan melalui musyawarah keluarga kedua bela pihak.

Menurut tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh adat bahwa apabila adat

learo ini tidak dilaksanakan maka biasanya situasi pesta perkawinan tidak semeriah sebagaimana yang diharapkan. Karena adat learo ini pada pelaksanaannya selalu dikaitkan dengan acara penyerahan dan penerimaan calon

pengantin laki-laki beserta mas kawinnya dan perlengkapan lain yang ada sangkut

pautnya dengan acara perkawinan adat tersebut.

Menurut S.K. Datunsolang (1996: 138), “agar gigi setiap wanita tampak

rapi dan bersih, dilakukan acara learo (memepat/menyikat gigi). Hal ini dilakukan

sebagai tanda kasih sayang orang tua kepada anak gadisnya. Namun, hingga sang

gadis dilamar dan menikah, tata cara learo ini bisa dilaksanakan oleh suaminya”.

Bahkan ada juga pandangan yang sudah mengakar dan menjadi

kepercayaan masyarakat bahwa, pada gelar adat learo bisa diketahui apakah si wanita tersebut masih suci atau tidak. Hal ini dapat dilihat ketika saat pelaksanaan

adat learo, jika si wanita merasakan sakit atau ngilu berarti wanita tersebut sudah

tidak suci lagi, sedangkan jika tidak merasakan apa-apa berarti wanita tersebut

masih terjaga kesuciannya.

Dalam pelaksanaan learo disediakan beberapa ramuan yang terdiri dari srey, bawang merah dan bunga pohon pinang. Buah pinang sendiri kerap digunakan untuk meramal jenis kelamin bakal bayi yang akan lahir. Buah pinang

(11)

17

Setiap bahan ramuan yang digunakan untuk adat learo itu diletakkan di pelepah daun pinang. Lilin juga digunakan sebagai penerang agar kilapan gigi

akan tampak. Alat yang digunakan untuk learo ini merupakan sejenis batu dan diletakkan pada daun woka (vou= sejenis daun palem). Selain itu, digelar diserambi rumah seperangkat tempat tidur. Dimana gelar adat learo ini dilakukan

di tengah-tengah keluarga terutama bagi mereka yang hendak menikah. Dengan

cara tertentu, si wanita ditidurkan dengan tertutup sapu tangan. Selama gelar adat

learo, dimainkan musik gambus yang diiringi dengan pantun (solivako) untuk menghibur pengantin.Sedangkan untuk anak dan cucu bangsawan dimainkan

kaimbu.

Konon, pantun solivako ini sudah muncul sejak perpindahan suku Bintaunadai Sohawuto ke Iposolo yang dipimpin Sakurango Vahe. Tempat perpindahan itu dikenal sebagai Savahohavo. Ketika tiba ditempat itu, Sakurango

Vahe berseru: Hu Nganao, selengkapnya syair itu berbunyi:

Litu-litu o Sapahohavo Duduk-duduk di Sapahohavo Tinumika kunomanto Berdiri dan memandang Lipu parango mopanto Negeri yang tercinta Ino sumbola no rayo Ditumbuhi pohon kraton No munga no mohindapo yang berbuah, bercahaya Tipuwongku pokunfalo Kupetik dan kujadikan bedak Peneyapu Sumaki Penyapu muka

Luli rasu mindao Hilang rindu dendam

Kini syair ini telah digubah menjadi sebuah nyanyian.Pengubahannya pun

tidak diketahui hingga kini.Masyarakat Bintauna menjadikan nyanyian sebagai

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel pH, hidrogen peroksida, dan waktu reaksi terhadap penurunan kadar COD pada pengolahan limbah cair rumah sakit

Pada metode ini penulis melakukan pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab langsung kepada pihak yang bersangkutan, yaitu petugas Perusahaan Daerah Air Minum

PJA Andriani yang dikutip oleh (Mariana, 2018) mengemukakan bahwa pajak merupakan iuran rakyat atau masyarakat pada negara yang bisa dipaksakan dan terhutang bagi yang wajib

Hasil penelitian ini adalah terwujudnya perangkat lunak server pengisian ulang pulsa otomatis berbasiskan web yang dapat diaplikasikan sebagai server yang melayani pembelian

Penelitian menyimpulkan bahwa pemberian 90% pakan hijauan beragam (rumput, gamal, dan waru) dengan 10% konsentrat ”Molamix” dapat menghasilkan peningkatan kecernaan

Pelaksanaan Pembelajaran Tajwid Di Madrasah Diniyah Takmiliyah Nurul Jannah Kelas VI Desa Cinta Puri Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Banjar berusaha untuk

Seterusnya penghargaan dan terima kasih juga kepada SS Mufti Negeri Pahang selaku Ketua Jabatan yang telah banyak menyokong dan memberikan banyak kemudahan kepada