• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEEFEKTIFAN MODEL THINK TALK WRITE (TTW)DALAM PEMBELAJARAN MENULIS PUISI PADA SISWA KELAS V SDN PESURUNGAN LOR 1 KOTA TEGAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEEFEKTIFAN MODEL THINK TALK WRITE (TTW)DALAM PEMBELAJARAN MENULIS PUISI PADA SISWA KELAS V SDN PESURUNGAN LOR 1 KOTA TEGAL"

Copied!
216
0
0

Teks penuh

(1)

KEEFEKTIFAN MODEL

THINK TALK WRITE

(TTW)

DALAM PEMBELAJARAN MENULIS PUISI

PADA SISWA KELAS V SDN PESURUNGAN LOR 1

KOTA TEGAL

SKRIPSI

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

oleh

Mubarokah Khasanah 1401411446

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

1. Allah bersama orang-orang yang sabar. (Opik)

2. Yang terpenting dari kehidupan bukanlah kemenangan, namun bagaimana bertanding dengan baik. (Baron Pierre De Coubertin)

3. Doa adalah lagu hati yang membimbing ke arah singgasana Tuhan. (Kahlil Gibran)

4. Sumber kekuatan baru bukanlah uang yang berada dalam genggaman tangan beberapa orang, namun informasi di tangan orang banyak. (John Naisbitt)

Persembahan

Skripsi ini saya persembahkan untuk : Wahyudi dan Maemunah, kedua orang tua yang luar biasa.

(6)

PRAKATA

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan ridho dan rakhmat-Nya, sehingga skripsi berjudul “Keefektifan

Model Think Talk Write (TTW) dalam Pembelajaran Menulis Puisi pada Siswa Kelas V SDN Pesurungan Lor 1 Kota Tegal” dapat diselesaikan dengan baik.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang.

Banyak pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk belajar di Unnes. 2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Negeri Semarang yang telah memberikan izin penelitian.

3. Dra. Hartati, M.Pd., Ketua Jurusan PGSD Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk menempuh pendidikan di PGSD UNNES.

4. Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd., Koordinator PGSD UPP Tegal FIP UNNES yang telah memberikan motivasi kepada peneliti

5. Drs. H. Y. Poniyo, M.Pd., pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyusun skripsi.

(7)

7. Catur Handoko, S.Pd., guru kelas VA SDN Pesurungan Lor 1 Kota Tegal yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada peneliti selama proses penelitian.

8. Susiyati, S.Pd., SD., guru kelas VB SDN Pesurungan Lor 1 Kota Tegal yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada peneliti selama proses penelitian.

9. Seluruh dosen jurusan PGSD UPP Tegal yang telah membekali peneliti dengan ilmu dan pengetahuan.

10. Staf dan karyawan jurusan PGSD UPP Tegal yang telah memberikan layanan informasi seputar pelaksanaan penelitian.

11. Rekan-rekan mahasiswa PGSD UPP Tegal yang telah memberikan masukan dan informasi mengenai pelaksanaan penelitian.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan yang berlipat ganda atas bantuan dan amal baiknya. Peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca di masa datang.

Tegal, Mei 2015

(8)

viii

ABSTRAK

Khasanah, Mubarokah. 2015. Keefektifan Model Think Talk Write (TTW) dalam Pembelajaran Menulis Puisi pada Siswa Kelas V SDN Pesurungan Lor 1 Kota Tegal. Skripsi. Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Drs. H. Y. Poniyo, M. Pd.

Kata Kunci: Model Think Talk Write (TTW), hasil belajar, menulis puisi

Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran wajib di jenjang pendidikan dasar. Bahasa Indonesia meliputi empat keterampilan dasar berbahasa, yaitu membaca, berbicara, menyimak, dan menulis. Menulis merupakan keterampilan dasar berbahasa yang sulit untuk dikuasai siswa. Salah satu penyebab sulitnya keterampilan menulis bagi siswa yaitu pembelajaran yang monoton. Hal tersebut berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa. Oleh karena itu dibutuhkan inovasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia, salah satunya yaitu dengan menerapkan model Think Talk Write (TTW) untuk mengetahui keefektifan model TTW pada pembelajaran bahasa Indonesia materi menulis puisi.

Peneliti melaksanakan penelitian pada siswa kelas V SDN Pesurungan Lor 1 Kecamatan Margadana Kota Tegal. Kelas V SDN Pesurungan Lor 1 Kecamatan Margadana Kota Tegal merupakan kelas paralel yang terdiri dari dua kelas, yaitu kelas VA dan VB. Kelas VA dipilih sebagai kelas kontrol dan kelas VB sebagai kelas eksperimen. Kelas VA terdiri dari 34 siswa, dipilih 30 siswa sebagai sampel dalam penelitian. Kelas VB terdiri dari 32 siswa, dipilih 28 siswa sebagai sampel dalam penelitian. Pemilihan sampel menggunakan teknik proportionate stratified random sampling. Pengambilan sampel pada teknik proportionate stratified random sampling dilakukan secara acak (random). Jumlah sampel ditentukan menggunakan tabel Krecjie, dengan taraf kesalahan 5%.

Pengujian hipotesis dengan menggunakan one sample t test juga dilakukan pada nilai hasil belajar siswa. Nilai thitung yang diperoleh dari uji hipotesis dengan

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 7

1.3 Paradigma Penelitian ... 9

1.4 Rumusan Masalah ... 9

1.5 Tujuan Penelitian ... 10

1.5.1 Tujuan Umum ... 10

1.5.2 Tujuan Khusus ... 10

1.6 Manfaat Penelitian ... 11

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 11

1.6.2 Manfaat Praktis ... 11

2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA ... 13

2.1 Landasan Teori ... 13

2.1.1 Hakikat Belajar ... 13

2.1.2 Hakikat Pembelajaran ... 17

2.1.3 Hasil Belajar ... 20

2.1.4 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 21

2.1.5 Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 24

2.1.6 Menulis ... 26

2.1.7 Puisi ... 27

2.1.8 Menulis Puisi ... 32

(10)

x

2.1.10 Model Think Talk Write (TTW) ... 36

2.1.11 Penerapan Model Think Talk Write (TTW) ... 39

2.2 Kajian Empiris ... 40

2.3 Kerangka Berpikir ... 43

2.4 Hipotesis ... 46

3. METODE PENELITIAN ... 47

3.1 Populasi dan Sampel ... 47

3.1.1 Populasi ... 47

3.1.2 Sampel ... 47

3.2 Desain Penelitian ... 48

3.3 Variabel Penelitian ... 50

3.3.1 Variabel Bebas ... 50

3.3.2 Variabel Terikat ... 50

3.4 Data Penelitian ... 50

3.4.1 Jenis Data ... 51

3.4.2 Sumber Data ... 51

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 52

3.5.1 Observasi ... 52

3.5.2 Dokumentasi ... 52

3.5.3 Wawancara ... 53

3.5.4 Tes ... 53

3.6 Instrumen Penelitian ... 54

3.6.1 Instrumen Observasi ... 54

3.6.2 Instrumen Dokumentasi ... 54

3.6.3 Instrumen Wawancara ... 55

3.6.4 Instrumen Tes ... 55

3.6.4.1 Uji Validitas ... 56

3.6.4.2 Uji Reliabilitas ... 59

3.6.4.3 Indeks Tingkat Kesukaran ... 61

3.6.4.4 Analisis Daya Beda ... 62

(11)

xi

3.7 Analisis Data ... 64

3.7.1 Deskripsi Data ... 65

3.7.2 Uji Prasyarat Analisis ... 65

3.7.2.1 Uji Kesamaan Rata-rata ... 65

3.7.2.2 Uji Normalitas ... 65

3.7.2.3 Uji Homogenitas ... 66

3.7.3 Analisis Akhir ... 66

3.7.3.1 Uji Hipotesis Pertama ... 66

3.7.3.2 Uji Hipotesis Kedua ... 67

3.7.3.3 Uji U Mann Whitney ... 68

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 69

4.1 Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran ... 69

4.1.1 Kelas Eksperimen ... 71

4.1.1.1 Pertemuan Pertama ... 71

4.1.1.2 Pertemuan Kedua ... 73

4.1.2 Kelas Kontrol ... 75

4.1.2.1 Pertemuan Pertama ... 76

4.1.2.2 Pertemuan Kedua ... 77

4.2 Deskripsi Data Penelitian ... 79

4.2.1 Deskripsi Data Variabel Bebas ... 79

4.2.2 Deskripsi Data Variabel Terikat ... 81

4.2.2.1 Tes Awal ... 81

4.2.2.2 Tes Akhir ... 82

4.3 Uji Prasyarat Analisis ... 84

4.3.1 Uji Normalitas Data ... 84

4.3.2 Uji Homogenitas Data Tes Awal ... 85

4.3.3 Uji Kesamaan Rata-rata ... 86

4.4 Analisis Akhir ... 87

4.4.1 Uji Normalitas Data Nilai Tes Akhir ... 87

4.4.2 Uji Homogenitas Data Nilai Tes Akhir ... 88

(12)

xii

4.4.3.1 Hipotesis Pertama ... 90

4.4.3.2 Hipotesis Kedua ... 91

4.5 Pembahasan ... 94

5. PENUTUP ... 101

5.1 Simpulan ... 101

5.2 Saran ... 102

5.2.1 Bagi Guru ... 102

5.2.2 Bagi Sekolah ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 104

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1.Uji Validitas Soal Menulis Puisi Tema “Ibu” ... 57

3.2.Uji Validitas Soal Menulis Puisi Tema “Lingkungan” ... 58

3.3.Uji Validitas Soal Menulis Puisi Tema “Cita-cita” ... 59

3.4.Uji Reliabilitas Soal Menulis Puisi Tema “Ibu” ... 60

3.5.Uji Reliabilitas Soal Menulis Puisi Tema “Lingkungan” ... 60

3.6.Kategori Tingkat Kesulitan ... 62

3.7.Hasil Analisis Tingkat Kesulitan Soal ... 62

3.8.Kategori Indeks Daya Beda ... 63

3.9.Hasil Analisis Indeks Daya Beda ... 64

4.1.Deskripsi Data Nilai Tes Awal Siswa ... 81

4.2.Distribusi Frekuensi Nilai Tes Awal Kelas Eksperimen ... 82

4.3.Distribusi Frekuensi Nilai Tes Awal Kelas Kontrol ... 82

4.4.Deskripsi Data Tes Akhir Siswa ... 83

4.5.Distribusi Frekuensi Nilai Tes Akhir Kelas Eksperimen ... 83

4.6.Distribusi Frekuensi Nilai Tes Akhir Kelas Kontrol ... 83

4.7.Hasil Penghitungan Uji Normalitas Data Tes Awal ... 84

4.8.Hasil Penghitungan Uji Homogenitas Nilai Tes Awal ... 85

4.9.Hasil Penghitungan Uji Kesamaan Rata-rata Nilai Tes Awal ... 86

4.10. Hasil Penghitungan Uji Normalitas Data Tes Akhir ... 88

4.11. Hasil Penghitungan Uji Homogenitas Nilai Tes Akhir ... 89

4.12. Hasil Penghitungan Uji Hipotesis Pertama ... 91

(14)

xiv

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Nama Siswa Kelas VA SDN Pesurungan Lor 1 Kota Tegal

Tahun Pelajaran 2014/2015 ... 108

2. Daftar Nama Siswa Kelas VB SDN Pesurungan Lor 1 Kota Tegal Tahun Pelajaran 2014/2015 ... 109

3. Daftar Nama Siswa Kelas V SDN Pesurungan Kidul 1 Kota Tegal Tahun Pelajaran 2014/2015 ... 110

4. Pedoman Wawancara Tidak Terstruktur ... 111

5. Daftar Nilai UAS Siswa Kelas VA ... 112

6. Daftar Nilai UAS Siswa Kelas VB ... 113

7. Uji Kesamaan Rata-rata ... 114

8. Daftar Sampel Kelas Kontrol . ... 115

9. Daftar Sampel Kelas Eksperimen ... ... .. 116

10. Silabus ... 117

11. Pengembangan Silabus Kelas Ekperimen ... 119

12. Pengembangan Silabus Kelas Kontrol ... 123

13. Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 126

14. Penelaahan Soal Bentuk Uraian ... 127

15. Soal Uji Coba Menulis Puisi “Ibu” ... 131

16. Soal Uji Coba Menulis Puisi “Lingkungan” ... 132

17. Soal Uji Coba Menulis Puisi “Cita-cita” ... 133

18. Pedoman Penilaian Menulis Puisi ... 134

19. Nilai Hasil Uji Coba Intrumen Menulis Puisi Tema “Ibu” ... 136

20. Nilai Hasil Uji Coba Intrumen Menulis Puisi Tema “Lingkungan” ... 137

21. Nilai Hasil Uji Coba Intrumen Menulis Puisi Tema “Cita-cita” ... 138

22. Uji Validitas Soal Uji Coba Menulis Puisi Tema “Ibu” ... 139

23. Uji Validitas Soal Uji Coba Menulis Puisi Tema “Lingkungan” ... 140

24. Uji Validitas Soal Uji Coba Menulis Puisi Tema “Cita-cita” ... 141

(16)

xvi

26. Uji Reliabilitas Soal Uji Coba Menulis Puisi Tema “Lingkungan” ... 143

27. Pembagian Kelompok Atas dan Kelompok Bawah ... 144

28. Analisis Tingkat Kesulitan Soal ... 145

29. Analisis Daya Beda Soal ... 146

30. Soal Tes Awal dan Tes Akhir ... ... 147

31. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan I ... 148

32. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan II ... 158

33. RPP Kelas Eksperimen Kontrol I ... 167

34. RPP Kelas Eksperimen Kontrol II ... 174

35. Daftar Nilai Tes Awal Kelas Kontrol ... 181

36. Daftar Nilai Tes Awal Kelas Eksperimen ... 182

37. Daftar Nilai Tes Akhir Kelas Kontrol ... 183

38. Daftar Nilai Tes Akhir Kelas Eksperimen ... 184

39. Uji Normalitas Data Tes Awal ... 185

40. Uji Homogenitas Data Tes Awal ... 187

41. Uji Kesamaan Rata-rata Tes Awal ... 189

42. Uji Normalitas Data Tes Akhir ... 190

43. Uji Homogenitas Data Tes Akhir ... 192

44. Uji Hipotesis (Uji Pihak Kanan) ... 193

45. Lembar Pengamatan Kegiatan Guru Kelas Eksperimen Pertemuan I ... 194

46. Lembar Pengamatan Kegiatan Guru Kelas Eksperimen Pertemuan II .... 196

47. Deskriptor Pengamatan Kegiatan Guru Kelas Eksperimen ... 198

48. Lembar Pengamatan Kegiatan Guru Kelas Kontrol Pertemuan I ... 205

49. Lembar Pengamatan Kegiatan Guru Kelas Kontrol Pertemuan II ... 207

50. Deskriptor Pengamatan Kegiatan Guru Kelas Kontrol ... 209

51. Lembar Pengamatan Kegiatan Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan I .... 214

52. Lembar Pengamatan Kegiatan Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan II ... 215

53. Deskriptor Pengamatan Kegiatan Siswa Kelas Eksperimen ... 216

54. Lembar Pengamatan Kegiatan Siswa Kelas Kontrol Pertemuan I ... 219

55. Lembar Pengamatan Kegiatan Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan II ... 220

(17)

xvii

(18)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dijelaskan: (1) latar belakang masalah, (2) identifikasi masalah, (3) paradigma penelitian, (4) rumusan masalah, (5) tujuan penelitian, (6) manfaat penelitian.

1.1

Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan komponen penting untuk kemajuan bangsa. Pendidikan bahkan tercantum dalam dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yaitu UUD 1945. Pada UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 dinyatakan, “Setiap

warga negara berhak mendapat pendidikan.” Sebagai upaya menjalankan amanah

pasal tersebut, pemerintah senantiasa melakukan pembangunan pendidikan. Pembangunan pendidikan dilakukan melalui sistem pendidikan. Sistem pendidikan terdiri dari beberapa komponen yang saling berkaitan. Sistem pendidikan perlu dikelola dengan baik agar hasil proses pendidikan lebih optimal. Pengelolaan sistem pendidikan diatur dalam undang-undang. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal I ayat 1 menyebutkan,

(19)

2

Pendidikan di Indonesia memiliki tujuan. Tujuan pendidikan menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 yaitu:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan pedoman pelaksanaan pendidikan berupa kurikulum. Kurikulum disusun sesuai jenjang pendidikan. Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar ditetapkan oleh pemerintah. Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dikembangkan sesuai relevansinya oleh setiap satuan pendidikan. Pengembangan kerangka dasar dan struktur kurikulum tersebut berada di bawah koordinasi dan pengawasan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota (Cahyani 2009: 6). Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB X Pasal 37 ayat 1 menyebutkan bahwa,

Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/ kejuruan, dan muatan lokal.

(20)

3

pembelajaran. Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun tulis. Bahasa Indonesia juga diarahkan untuk menumbuhkan apresiasi dan kecintaan siswa terhadap karya sastra Indonesia. Cahyani (2009: 27) mengungkapkan,

pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan untuk membekali siswa dengan kemampuan-kemampuan berikut: (1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku; (2) Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia; (3) Memahami dan menggunakan bahasa Indonesia dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan; (4) Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial; (5) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; dan (6) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Pembelajaran bahasa Indonesia meliputi empat keterampilan dasar berbahasa yaitu keterampilan membaca, menyimak, berbicara, dan menulis (Cahyani 2009: 153). Penguasaan salah satu keterampilan berpengaruh terhadap penguasaan keterampilan lain. Keterampilan dasar berbahasa memiliki materi pokok yang harus dikuasai siswa. Sebagai contoh, materi pokok keterampilan menulis meliputi menulis paragraf, cerita, drama, pidato, pantun, pengumuman, laporan, surat, dan puisi.

(21)

Kendala tersebut diantaranya, sarana dan prasarana penunjang pembelajaran yang terbatas. Kendala lainnya yaitu keterbatasan kemampuan sekolah dalam mengelola potensi dan sumber daya yang tersedia. Motivasi dan kreativitas guru yang rendah juga menjadi kendala pembelajaran. Guru yang tidak kreatif tidak dapat menyelenggarakan pembelajaran bahasa yang menyenangkan. Hal ini menyebabkan siswa menjadi bosan dan kehilangan semangat belajar. Siswa yang kehilangan semangat belajar tentu tidak akan memperhatikan penjelasan yang disampaikan oleh guru. Penjelasan guru yang tidak diperhatikan, akan menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar dan tujuan pembelajaran sulit tercapai.

Keterbatasan kemampuan siswa dalam menguasai keterampilan dasar pun menjadi salah satu kendala pembelajaran. Keterbatasan kemampuan siswa misalnya dalam hal menulis. Keterbatasan siswa menulis antara lain sulit menentukan tema, menyusun kalimat, menerapkan ejaan, memilih kata yang tepat, menulis huruf tertentu, dan cepat putus asa. Kendala siswa dalam mempelajari bahasa dan sastra Indonesia, berasal dari komponen pembelajaran. Komponen pembelajaran terdiri dari tujuan pembelajaran, materi, metode dan media, evaluasi, siswa, dan guru (Riyana 2009: 3).

(22)

menulis puisi. Salah satu penyebab rendahnya kemampuan menulis puisi siswa adalah pembelajaran yang kurang efektif. Ketidakefektifan itu disebabkan oleh kurang tepatnya strategi yang diterapkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui masih banyak guru beranggapan proses pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang tercipta dengan suasana kelas yang tenang. Siswa hanya mendengarkan penjelasan guru dengan tertib di tempat duduknya masing-masing. Padahal, kondisi ini menyebabkan siswa pasif dan tidak dapat mengembangkan kreativitas dalam menulis puisi. Pembelajaran tersebut hanya mengutamakan adanya transfer ilmu. Siswa menerima transfer ilmu dari guru tanpa ada kesempatan membangun dan mengembangkan pengetahuannya.

(23)

Metode ceramah menuntut konsentrasi penuh siswa. Konsentrasi penuh mungkin saja didapat dari siswa, namun itu hanya di awal pembelajaran saja. Siswa semakin lama akan kehilangan daya konsentrasi dan merasa jenuh. Metode seperti itu menyebabkan siswa sulit menemukan ide penulisan.

Menulis puisi merupakan salah satu keterampilan yang harus dikuasai siswa. Hal ini dikarenakan menulis puisi merupakan salah satu standar kompetensi lulusan pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik(Cahyani 2009: 6). Kotten (2005) dalam Khafid (2008: 48) berpendapat bahwa guru merupakan satu-satunya komponen pembelajaran yang dapat mengubah kondisi komponen lainnya. Guru bertugas mendorong, membimbing, dan menyediakan fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran (Iskandarwassid dan Sunendar 2013: 158). Oleh karena itu, guru harus memilih strategi dan model pembelajaran yang tepat. Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat menumbuhkan rasa senang siswa terhadap pembelajaran. Siswa akan termotivasi untuk aktif mengerjakan tugas dan memahami materi sehingga tujuan pembelajaran tercapai (Aunurrahman 2012: 142). Pencapaian tujuan pembelajaran pada materi menulis puisi memerlukan model pembelajaran yang menyenangkan, berpusat pada siswa, dan sesuai karakteristik siswa.

Salah satu model yang sesuai yaitu model Think Talk Write (TTW). Model

(24)

pemahaman bahwa belajar adalah sebuah perilaku sosial (Huda 2014: 218). Model pembelajaran ini mendorong siswa untuk berpikir, berbicara dan kemudian menuliskannya. Model Think Talk Write (TTW) memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah. Proses pembelajaran diawali dengan tahapan berpikir secara individu tentang suatu masalah. Siswa kemudian melakukan diskusi dengan teman satu kelompok. Siswa berdiskusi tentang pemecahan permasalahan yang diberikan hingga mendapatkan kesepakatan bersama. Siswa selanjutnya menuliskan penyelesaian masalah tersebut secara individu. Karakter model pembelajaran seperti itu, sesuai untuk menyampaikan materi menulis puisi pada siswa. Guru, dalam penerapan Think Talk Write (TTW), memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan masukan ide menulis puisi dari temannya

Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan melakukan penelitian berjudul “Keefektifan Model Think Talk Write (TTW) dalam Pembelajaran Menulis Puisi pada Siswa Kelas V SDN Pesurungan Lor 1 Kota Tegal”. Penelitian ini

merupakan penelitian eksperimen dengan metode kuantitatif.

1.2

Identifikasi Masalah

(25)

dan tidak perlu dipelajari menyebabkan siswa malas belajar bahasa Indonesia. Rasa malas belajar siswa menyebabkan penguasaan kosa kata siswa menjadi rendah. Sebagian besar siswa di SDN Pesurungan Lor 1 Kota Tegal kurang menguasai bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Padahal, menulis puisi memerlukan kekayaan kosa kata siswa.

Keterbatasan kosa kata menyebabkan siswa kesulitan dan membutuhkan waktu yang lama dalam menulis puisi. Pengembangan kosa kata dapat dilakukan dengan cara menyediakan sumber belajar yang beraneka ragam. Masalah keterbatasan kosa kata siswa dapat diatasi dengan melaksanakan proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk saling bertukar pikiran, baik dengan guru maupun dengan siswa lain. Proses pembelajaran tersebut dapat dilaksanakan dengan menerapkan model pembelajaran berkelompok. Proses pembelajaran secara berkelompok belum terlaksana di SDN Pesurungan Lor 1 Kota Tegal. Pembelajaran bahasa Indonesia di SDN Pesurungan Lor 1 Kota Tegal cenderung didominasi oleh kegiatan ceramah dan penugasan secara individu. Suasana pembelajaran pun menjadi monoton.

(26)

1.3

Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian diperlukan untuk memfokuskan penelitian dan menjelaskan hubungan antarvariabel. Penelitian ini mempunyai dua variabel yaitu model Think Talk Write (TTW) sebagai variabel bebas (X) dan hasil belajar menulis puisi sebagai variabel terikat (Y). Variabel X akan memberikan pengaruh terhadap variabel Y. Berdasarkan pendapat Sugiyono (2013: 68), paradigma penelitian yang dapat diterapkan yakni paradigma sederhana, karena terdiri atas satu variabel bebas dan terikat. Hubungan antarvariabel tersebut dapat dilihat pada bagan berikut.

Bagan 1.1. Paradigma Penelitian Sederhana Keterangan:

X = model Think Talk Write (TTW) Y = Hasil belajar menulis puisi (Sugiyono 2013: 68)

1.4

Rumusan Masalah

Peneliti merumuskan masalah berdasarkan identifikasi masalah. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.

(1) Apakah terdapat perbedaan hasil belajar menulis puisi pada siswa kelas V SDN Pesurungan Lor 1, antara yang mendapat pembelajaran dengan model

(27)

Think Talk Write (TTW) dan yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional?

(2) Apakah hasil belajar menulis puisi pada siswa kelas V SDN Pesurungan Lor 1 Kota Tegal yang menggunakan model pembelajaran Think Talk Write

(TTW) lebih baik daripada yang menggunakan model pembelajaran konvensional?

1.5

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan hal yang ingin dicapai dari penelitian. Tujuan penelitian dapat dijadikan ukuran keberhasilan penelitian yang dilakukan. Penelitian dapat dikatakan berhasil apabila tujuan penelitian telah tercapai. Tujuan penelitian ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus. Di bawah ini akan diuraikan tentang tujuan umum dan khusus penelitian.

1.5.1 Tujuan Umum

Tujuan umum adalah tujuan yang bersifat umum. Tujuan umum dalam penelitian ini yaitu mengetahui keefektifan penerapan model pembelajaran Think Talk Write (TTW)pada pembelajaran.

1.5.2 Tujuan Khusus

(28)

1.6

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis berarti bahwa penelitian yang telah dilakukan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya dalam menulis puisi. Manfaat praktis berarti penelitian dapat bermanfaat bagi siswa, guru, dan sekolah.

1.6.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya teori-teori pendidikan dan pembelajaran, sehingga dapat memajukan pendidikan di Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam pemecahan masalah pembelajaran yang terjadi, khususnya pembelajaran bahasa Indonesia materi menulis puisi.

1.6.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis adalah manfaat yang bersifat praktik dari sebuah penelitian. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi siswa, guru, dan sekolah.

Siswa merupakan objek penelitian. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini bagi siswa yaitu: (1) Siswa kelas V SDN Pesurungan Lor 1 Kota Tegal termotivasi untuk belajar menulis puisi sehingga hasil belajar menjadi lebih optimal; (2) Siswa menjadi lebih terampil menulis puisi.

(29)
(30)

13

BAB 2

LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

Landasan Teori dan kajian pustaka berisi uraian mengenai landasan teori, kajian empiris, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. Penjelasan lebih rinci landasan teori, landasan empiris, kerangka berpikir, dan hipotesis sebagai berikut.

2.1

Landasan Teori

Landasan teori menguraikan teori-teori yang relevan dengan penelitian ini. Landasan teori digunakan sebagai dasar penelitian. Kajian teori menguraikan teori-teori yang relevan dengan penelitian ini. Kajian teori digunakan sebagai dasar penelitian. Teori-teori yang akan diuraikan dalam kajian teori meliputi: (1) hakikat belajar, (2) hakikat pembelajaran, (3) hasil belajar, (4) karakteristik siswa sekolah dasar, (5) pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar, (6) keterampilan menulis, (7) puisi, (8) keterampilan menulis puisi, (9) model pembelajaran kooperatif, (10) model pembelajaran Think Talk Write (TTW), dan (11) penerapan model Think Talk Write (TTW). Teori-teori tersebut diuraikan sebagai berikut.

2.1.1 Hakikat Belajar

(31)

14

berkaitan dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa adanya orang lain. Slavin (1994) dalam Rifa’i dan Anni (2011: 82),

menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman.

Slameto (2010: 2) mengungkapkan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha seseorang untuk mendapatkan perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman atas interaksinya dengan lingkungan sekitar. Jadi, perubahan yang didapat dalam belajar terjadi secara sadar. Perubahan sebagai hasil belajar tidak bersifat sementara. Hal ini dikarenakan perubahan tersebut berasal dari pengalaman langsung seseorang. Pengalaman langsung lebih bermakna dibandingkan dengan pengalaman yang berasal dari orang lain.

Berdasarkan pengertian belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses usaha seseorang yang berlangsung secara sadar dalam berinteraksi dengan lingkungan sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku. Interaksi sebagai sarana memperoleh pengalaman dan perubahan tingkah laku menyebabkan proses belajar terjadi sepanjang waktu. Hal ini dikarenakan manusia berinteraksi dengan lingkungan setiap saat. Perubahan tingkah laku dalam proses belajar merupakan perubahan yang positif.

Belajar bukanlah suatu hal yang berdiri sendiri, namun belajar merupakan kumpulan beberapa unsur yang saling berkaitan. Oleh karena itu, belajar disebut sebagai suatu sistem. Gagne (1977) dalam Rifa’i dan Anni (2011: 84) menyatakan

(32)

dalam proses tersebut menerima stimulus melalui penginderaannya. Rangsangan yang diterima oleh siswa kemudian disimpan di dalam memori. Memori berisi pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang merupakan hasil kegiatan belajar sebelumnya. Rangsangan yang masuk ke dalam memori tersebut selanjutnya menimbulkan respon. Respon yang muncul dapat diamati, berupa perubahan tingkah laku.

Respon yang dihasilkan oleh orang yang satu dengan yang lain dalam belajar tentunya tidak sama. Demikian pula yang terjadi dalam pembelajaran di kelas. Ada siswa yang dengan mudah merespon rangsangan dari guru dengan tepat, namun ada pula yang cepat merespon tetapi salah. Ada pula siswa yang lamban dalam merespon rangsangan guru. Hal ini dikarenakan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Slameto 2010: 54). Faktor internal berasal dari diri siswa itu sendiri. Faktor internal mencakup kondisi fisik, kondisi psikologis, dan kondisi sosial. Kondisi fisik misalnya kesehatan dan cacat tubuh. Kondisi psikologis misalnya, kemampuan intelektual, emosi, bakat, minat, kematangan, dan kesiapan. Kondisi sosial misalnya, kemampuan siswa dalam bersosialisasi dengan pihak lain.

(33)

hasil belajar siswa.

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar siswa meliputi metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, hubungan siswa dengan siswa, kedisiplinan sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, dan metode belajar. Masyarakat merupakan faktor eksternal yang juga berpengaruh terhadap proses belajar siswa. Masyarakat berpengaruh terhadap proses belajar karena siswa berada dalam lingkungan masyarakat. Untuk dapat menghadapi faktor-faktor kegagalan belajar tersebut, guru harus melaksanakan pembelajaran sesuai dengan prinsip belajar. Slameto (2010: 27) menyatakan bahwa, belajar harus sesuai dengan prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar tersebut yaitu: (1) Prasyarat yang diperlukan untuk belajar; (2) Hakikat belajar; (3) Materi yang harus dipelajari; dan (4) Syarat hasil belajar.

(34)

2.1.2 Hakikat Pembelajaran

Pembelajaran merupakan terjemahan kata instruction (Sugandi 2007: 9).

Instruction dapat berupa self instruction (dari internal) dan external instruction

(dari eksternal). Self instruction maksudnya adalah belajar dengan diri sendiri.

External instruction maksudnya adalah belajar dengan melibatkan pihak lain, misalnya guru. Jadi, dapat dikatakan bahwa pembelajaran merupakan proses belajar yang didukung oleh adanya guru sebagai pemberi informasi atau pengetahuan.

Peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai pembimbing, pendidik, pelatih, dan juga fasilitator (Slameto 2010: 97). Aunurrahman (2012: 13) menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran, guru harus dapat membimbing dan memfasilitasi siswa agar dapat memahami kelebihan dan kemampuan yang mereka miliki. Selain itu guru juga harus dapat memotivasi siswa untuk belajar sebaik mungkin, sehingga dapat mewujudkan keberhasilan berdasarkan minat dan kemampuan yang mereka miliki.

(35)

Siswa merupakan komponen utama pembelajaran karena berperan sebagai subjek dan objek belajar (Sugandi 2007: 29). Siswa sebagai subjek maksudnya, siswa adalah individu yang melakukan proses belajar mengajar. Siswa sebagai obyek maksudnya, siswalah yang akan mengalami perubahan perilaku setelah melaksanakan pembelajaran.

Materi pelajaran akan memberikan warna dan bentuk kegiatan pembelajaran (Slameto 2010: 28). Materi pembelajaran harus memiliki struktur yang komperhensif dan disajikan secara sederhana agar mudah dipahami siswa. Materi pembelajaran yang komperhensif, terorganisasi secara sistematis, dan dideskripsikan dengan jelas akan berpengaruh terhadap intensitas proses pembelajaran. Materi pembelajaran yang satu tidak dapat disamakan dengan materi pembelajaran yang lainnya, sehingga penyampaiannya pun membutuhkan strategi yang berbeda.

Gerlach dan Ely (1980) dalam Kasmadi dan Sunariah (2013: 31), menyatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pembelajaran dalam suatu lingkungan belajar. Guru menentukan strategi pembelajaran dengan memperhatikan tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, materi pelajaran, kondisi guru dan siswa, serta fasilitas yang ada. Dengan demikian guru dapat memilih model, metode dan teknik pembelajaran yang tepat. Pelaksanaan suatu strategi pembelajaran akan lebih baik, bila guru dapat menggunakan media pembelajaran yang sesuai.

(36)

Media pembelajaran memudahkan guru menyampaikan pengetahuan yang bersifat abstrak, atau yang tidak dapat dilihat secara langsung oleh siswa. Proses pembelajaran, selain membutuhkan media juga membutuhkan penunjang lain. Komponen penunjang terdiri dari fasilitas belajar, buku sumber, alat pelajaran, dan bahan pelajaran. Komponen pembelajaran yang tersedia dengan baik akan mendukung terciptanya pembelajaran yang efektif.

Keefektivan pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah proses pelaksanaan pembelajaran (Tabani 2014: 21). Lince (2001) dalam Tabani (2014: 22) menyatakan bahwa keefektivan mengajar dalam interaksi pembelajaran yang baik merupakan upaya guru untuk membantu siswa belajar dengan benar. Efektivitas pembelajaran dapat diketahui melalui tes. Hasil tes dapat digunakan untuk mengevaluasi berbagai aspek proses pembelajaran. Salah satu aspek pembelajaran adalah strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran merupakan cara yang digunakan oleh guru untuk melaksanakan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran tercapai, termasuk pemilihan model pembelajaran. Jadi, secara tidak langsung hasil tes dapat digunakan untuk mengetahui keefektivan suatu model pembelajaran. Soemosasmito (1988) dalam Tabani (2014: 22) menjelaskan syarat pembelajaran dikatakan efektif sebagai berikut.

ada empat syarat utama suatu pembelajaran dikatakan efektif. Syarat-syarat tersebut yaitu: (1) persentase waktu belajar siswa yang tinggi; (2) rata-rata pengerjaan tugas yang tinggi; (3) berorientasi pada keberhasilan belajar; serta (4) suasana belajar yang positif.

(37)

2.1.3 Hasil Belajar

Suprijono (2011: 5) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Menurut Susanto (2013: 5), “Hasil belajar adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar.”

Kingsley (1998) dalam Sudjana (2012: 22) mengelompokkan hasil belajar menjadi tiga, yakni keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, serta sikap dan cita-cita. Sedangkan Gagne (1998) dalam Sudjana (2012: 22) mengelompokkan lima kategori hasil belajar, yakni informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motoris. Sementara menurut Lindgren (1968) dalam Suprijono (2011: 7), menyatakan bahwa hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian dan sikap. Bloom (1956) dalam Sudjana (2012: 22-3) menyatakan bahwa,

Belajar mencakup kemampuan yang secara garis besar terbagi menjadi tiga ranah, yakni: (1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi; (2) Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi; dan (3) Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami kegiatan belajar (Rifa’i dan Anni 2011: 85). Untuk mengetahui tingkat

(38)

akhir tahun ajaran, atau akhir pendidikan (Hernawan, dkk. 2007: 8.14). Grounlund (1975) dalam Sugandi (2007: 111) mendefinisikan evaluasi hasil belajar sebagai suatu proses yang sistematis untuk menentukan sejauh mana tujuan pembelajaran dicapai oleh para siswa.

Evaluasi dilakukan dengan menggunakan alat evaluasi (Nasution 2011: 93). Hasil evaluasi yang tepat membutuhkan alat evaluasi yang baik. Alat evaluasi dikatakan baik apabila memenuhi syarat-syarat berikut: (1) Syarat kesahihan (validitas); (2) Syarat keterandalan (reliabilitas); dan (3) Syarat kepraktisan. Alat evaluasi dikatakan sahih atau valid bila alat evaluasi tersebut tepat sesuai dengan tujuan evaluasi (Sugandi 2007: 112). Kesahihan evaluasi pembelajaran dapat diupayakan melalui penerapan konsep-konsep validitas seperti content validity

dan curricular validity. Upaya meningkatkan kesahihan evaluasi belajar dengan

content validity dilakukan melalui penyusunan soal tes hasil belajar yang sesuai dengan program pembelajaran. Keterandalan alat evaluasi pembelajaran terletak pada kestabilan alat evaluasi atau alat ukur dalam melaporkan hasil evaluasinya. Alat evaluasi yang handal akan memberikan hasil laporan yang sama meskipun dilakukan dalam situasi yang berbeda.

2.1.4 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

(39)

Pemahaman terhadap tahap-tahap perkembangan anak sangat penting karena akan membantu guru dalam memahami karakteristik siswa. Seperti diketahui, proses pendidikan di kelas yang berlangsung secara klasikal sesungguhnya dibangun atas asumsi mengenai adanya kesamaan (Iskandarwassid dan Sunendar 2013: 128). Perlakuan klasikal dalam pembelajaran tidak boleh mengabaikan kenyataan bahwa pada dasarnya siswa secara alamiah memiliki karakteristik berbeda yang perlu diperhatikan oleh pengajar.

Masa sekolah dasar, anak diharapkan memperoleh pengetahuan dasar yang dipandang sangat penting bagi persiapan dan penyesuaian diri terhadap kehidupan di masa dewasa. Anak diharapkan mempelajari keterampilan-keterampilan tertentu (Iskandarwassid dan Sunendar 2013: 140). Keterampilan-keterampilan itu meliputi: (1) Keterampilan membantu diri sendiri; (2) Keterampilan sosial; (3) Keterampilan sekolah; (4) Keterampilan bermain.

Masa sekolah dasar, anak-anak mampu membantu dirinya sendiri untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Anak-anak mulai dapat memecahkan masalah sendiri hingga dapat mengintegrasikan diri dengan lingkungan. Anak-anak juga mulai mampu bersosialisasi, baik dengan teman seusianya ataupun dengan orang yang lebih dewasa.

(40)

pada masa sekolah dasar, anak-anak memiliki sifat yang khas. Sifat khas tersebut antara lain: (1) Keadaan jasmani tumbuh sejalan dengan prestasi sekolah; (2) Sikap tunduk kepada peraturan permainan tradisional; (3) Ada kecenderungan memuji diri sendiri; (4) Suka membandingkan dirinya dengan anak lain; (5) Menganggap apa yang tidak bisa ia selesaikan merupakan hal yang tidak penting; (6) Menghendaki nilai yang baik tanpa mengingat apakah dirinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak; (7) Minat pada kehidupan praktis sehari-hari; (8) Realistis dan ingin tahu; (9) Ada minat kepada hal-hal tertentu seperti mata pelajaran khusus; (10) Sebelum umur 11 tahun membutuhkan pengajar atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya; (11) setelah umur 11 tahun umumnya anak-anak berusaha menyelesaikan tugasnya sendiri.

Piaget (1950) dalam Susanto (2013: 77) menyatakan bahwa secara garis besar tahapan perkembangan kognitif anak dikelompokkan menjadi empat tahap

yaitu: (1) Tahap sensori motorik (usia 0–2 tahun); (2) Tahap praoperasional (usia 2–7 tahun); (3) Tahap operasional konkret (usia 7–11 tahun); (4) Tahap

operasional formal (usia 11–15 tahun). Tahap-tahap perkembangan kognitif memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Pada tahap sensori motorik anak belum memasuki usia sekolah. Sementara pada tahap praoperasional akhir, anak sudah memasuki usia sekolah, tetapi

kemampuan skema kognitifnya masih terbatas. Pada tahap ini anak suka meniru perilaku orang lain (khususnya orang tua dan guru) yang pernah ia lihat ketika

orang lain itu merespon perilaku orang, keadaan, dan kejadian yang dihadapi pada masa lampau.

Pada tahap operasional konkret siswa sudah mulai memahami aspek-aspek kumulatif materi. Selain itu, siswa sudah mampu berpikir sistematis mengenai

(41)

telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan dua ragam kemampuan kognitif

baik secara simultan (serentak) maupun berurutan.

Karakteristik siswa pada penelitian ini sama seperti karakteristik siswa pada umumnya. Siswa kelas V SDN Pesurungan Lor 1 masih senang bermain,

bergerak, bekerja dalam kelompok, dan melakukan sesuatu secara langsung. Tahapan berpikirnya termasuk pada tahap operasional konkret. Siswa sudah

mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa konkret.

2.1.5 Pembelajaran Bahasa Indonesia

Bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap

manusia dan dipakai untuk berkomunikasi, kerja sama, dan identifikasi diri (Cahyani 2009: 135). Kemampuan berbahasa manusia terus berkembang seiring

berjalannya waktu. Gardner (1983) dalam Maksum (2014: 27) mengemukakan, pada dasarnya ada delapan kecerdasan manusia, yaitu kecerdasan matematika, kecerdasan bahasa, kecerdasan musikal, kecerdasan visual, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis. Setiap anak memiliki kecerdasan di bidangnya masing-masing, tidak ada seorang anak yang menonjol di semua bidang kecerdasan tersebut.

Kecerdasan bahasa merupakan kecerdasan yang memuat kemampuan seorang anak untuk menggunakan bahasa secara lisan maupun tulisan untuk

mengekspresikan gagasannya. Selain itu, kecerdasan bahasa juga meliputi kemampuan memanipulasi struktur bahasa, fonologi atau bunyi bahasa, semantik atau makna bahasa, dimensi pragmatik atau penggunaan praktis bahasa,

(42)

Struktur bahasa merupakan susunan unsur-unsur bahasa menjadi kesatuan bahasa yang berpola (Faisal 2008: 4-13). Bahasa Indonesia memiliki struktur fonologi dan struktur morfologi. Fonologi merupakan ilmu bahasa yang membahas tentang bunyi-bunyi bahasa dan bagaimana bunyi itu diucapkan oleh alat ucap manusia (Santosa 2007: 4.9). Fonologi membahas dua hal, yaitu fonemik dan fonetik. Fonemik merupakan ilmu bahasa yang membahas tentang bunyi sebagai pembeda makna. Fonetik merupakan ilmu bahasa yang membahas tentang bagaimana bunyi dihasilkan oleh alat ucap manusia. Morfologi merupakan ilmu bahasa yang membahas tentang bentuk-bentuk kata.

Semantik merupakan ilmu bahasa yang mengkaji makna suatu kata dan perubahan atau pengembangan makna. Bahan kajian dalam semantik meliputi diksi, jenis makna, dan perubahan makna. Diksi meliputi kata baku dan tidak baku, kata konkret dan abstrak, sinonim, antonim, homofon, homograf, dan homonim. Jenis makna meliputi makna leksikal dan gramatikal, makna lugas dan kias, serta makna denotatif dan konotatif. Perubahan makna meliputi penyempitan makna, perluasan makna, sinestesia, dan asosiasi.

Pragmatik merupakan penggunaan ilmu bahasa dalam kehidupan nyata. Menemonik merupakan teknik pemanfaatan memori untuk menghafal suatu pengetahuan (Subijakto, 2013). Menemonik memanfaatkan hubungan kata, teknik potong, asosiasi (cerita), serta penggunaan akronim dan akrostik untuk mengingat.

(43)

pernyataan sebab akibat (Ridwan 2014). Depdiknas (2008) menyatakan bahwa metabahasa merupakan bahasa atau perangkat lambang yang dipakai untuk menguraikan bahasa. Maksum (2014: 29) menjelaskan,

beberapa ciri-ciri siswa yang memiliki kecerdasan bahasa, yaitu: (1) Suka menulis kreatif; (2) Suka mengarang kisah khayal atau lelucon; (3) Sangat hafal nama, tempat, tanggal atau hal-hal kecil, (4) Membaca di waktu senggang; (5) Mengeja kata dengan tepat dan mudah; (6) Menyukai pantun lucu dan permainan kata; (7) Suka mengisi teka-teki silang; (8) Menikmati dengan cara mendengarkan; (9) Memiliki kosakata yang luas; dan (10) Unggul dalam mata pelajaran bahasa.

Kecerdasan dasar yang dimiliki siswa harus dikembangkan. Kecerdasan bahasa berkaitan dengan keterampilan berbahasa. Bahasa mencakup segala bentuk komunikasi, baik lisan maupun tulisan. Perkembangan bahasa siswa selalu meningkat seiring bertambahnya usia siswa (Sumantri dan Syaodih 2006: 2.30). 2.1.6 Menulis

(44)

Tingkat kesulitan menulis yang tinggi menuntut guru untuk memilih kegiatan pembelajaran yang tepat dan menyenangkan. Santosa dkk. (2007: 6.14), menyatakan bahwa pembelajaran menulis tidak hanya dapat dilakukan di dalam kelas ketika jam pembelajaran, namun bisa juga di luar jam pembelajaran. Guru dapat memasukkan kegiatan yang disukai siswa agar siswa tidak bosan. Kegiatan tersebut di antaranya: (1) Bermain-main dengan bahasa dan tulisan; (2) Kuis; (3) Memberi atau mengganti akhir cerita; dan (4) Menulis meniru model.

Selain pada jam pembelajaran, menulis dapat dilakukan di luar jam pembelajaran. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk membuat siswa belajar menulis, misanya dengan pemberian tugas menulis buku harian. Ketika menulis buku harian, siswa dilatih untuk mengungkapkan pikirannya dengan bebas. Hal ini akan membuat siswa senang menulis. Pembuatan mading pun dapat menjadi sarana bagi siswa belajar menulis. Banyaknya jenis tulisan di mading akan membuat siswa berkarya sesuai bakat dan minatnya. Contoh, siswa yang berbakat dan senang menulis puisi akan menulis puisi. Contoh lain, siswa yang senang sepak bola, akan menulis pengalamannya ketika menonton pertandingan sepak bola. Selain tugas menulis buku harian dan mading, tugas membuat kliping pun dapat menjadi sarana belajar menulis siswa. Hal tersebut menunjukkan banyak cara yang dapat dilakukan guru untuk melatih siswa menulis.

2.1.7 Puisi

Suyuti (2002) dalam Rahmawati (2015: 19) menyatakan bahwa puisi adalah

(45)

mengartikan puisi sebagai salah satu bentuk karya sastra yang diwujudkan dengan

kata-kata indah dan bermakna dalam. Kosasih (2012: 97) menyatakan bahwa kata yang bermakna mendalam merupakan bentuk kekayaan makna yang terkandung dalam puisi. Hal ini disebabkan adanya pemadatan segala unsur bahasa. Bahasa

yang digunakan dalam puisi berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Bahasa yang digunakan dalam puisi merupakan bahasa

yang ringkas, namun bermakna. Kata-kata yang digunakan dalam puisi adalah kata-kata konotatif yang mengandung banyak penafsiran dan pengertian. Kata –

kata yang digunakan pada puisi merupakan kata-kata yang indah.

Puisi terdiri dari beberapa unsur. Kosasih (2012: 97) mengelompokkan

unsur puisi menjadi unsur fisik dan unsur batin. Unsur fisik puisi meliputi: (1) Diksi (pemilihan kata); (2) Pengimajinasian; (3) Kata konkret; (4) Bahasa figuratif

(majas); (5) Rima; dan (6) Tata wajah (tipografi).

Pemilihan kata dalam menulis puisi memiliki kedudukan yang sangat

penting. Kata-kata dalam puisi bersifat konotatif dan ada pula kata-kata yang berlambang. Kata berlambang yaitu kata di dalam puisi berupa lambang atau

simbol yang menyatakan maksud tertentu (Kosasih 2012: 100). Kata konotasi adalah kata yang bermakna tidak sebenarnya karena kata tersebut telah mengalami

penambahan-penambahan, baik berdasarkan pengalaman, kesan, imajinasi dan sebagainya. Pemaknaan kata konotasi seringkali berbeda satu orang dengan

lainnya. Kosasih (2012: 99) menyatakan,

(46)

terhadap setiap kata yang ada dalam puisi tersebut, (2) intensitas pergaulan seseorang dengan puisi, (3) pengalaman pribadi, serta (4) penguasaan terhadap teori sastra.

Pengimajinasian adalah kata- kata yang dapat menimbulkan khayalan atau imajinasi (Rahmawati 2015: 19). Daya imajinasi membantu pembaca seolah-olah merasa, mendengar, atau melihat sesuatu yang diungkapkan penulis. Pengimajinasian dalam puisi membuat pembaca seolah-olah mendengar suara (imajinasi auditif), melihat benda-benda (imajinasi visual), serta meraba dan menyentuh benda-benda (imajinasi taktil). Kata konkret maksudnya kata yang diperjelas agar mudah membangkitkan imajinasi pembaca. Jika penulis mampu memperkonkret kata-kata maka pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan apa yang dilukiskan penulis.

Bahasa figuratif (majas) merupakan bahasa yang digunakan penulis puisi untuk mengatakan sesuatu dengan cara membandingkannya dengan benda atau kata lain. Majas ada banyak macamnya, seperti personifikasi, ironi, metafora, dan lain sebagainya. Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Dengan adanya rima, suatu puisi menjadi indah. Makna yang ditimbulkan pun menjadi lebih kuat. Tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-larik puisi tidak berbentuk paragraf melainkan berbentuk bait.

(47)

dalam menulis puisinya. Untuk selanjutnya dibuat kerangka pengembangan puisi. Secara umum, tema-tema dalam puisi dikelompokkan menjadi tema ketuhanan, tema kemanusiaan, tema patriotisme (kebangsaan), tema kedaulatan rakyat, dan tema keadilan sosial.

Perasaan penyair (feeling) sebagai unsur puisi maksudnya adalah puisi merupakan karya sastra yang mewakili ekspresi perasaan penulis. Suasana hati dan pemikiran seorang penulis puisi ketika berkarya dapat terbaca dari hasil karyanya. Nada (tone) dan suasana merupakan sikap penulis puisi terhadap suatu hal. Seorang penulis puisi mempunyai sikap tertentu terhadap pembaca. Apakah penulis ingin bersikap menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas saat menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sikap penulis puisi terhadap pembaca disebut nada puisi.

Amanat yang hendak disampaikan oleh penulis puisi dapat ditelaah setelah pembaca memahami tema, rasa, dan nada puisi. Amanat merupakan hal yang mendorong penulis untuk menciptakan puisinya. Amanat tersirat di balik kata-kata yang disusun, dan juga berada di balik tema yang diungkapkan.

Pada dasarnya, puisi memiliki ciri-ciri yang berbeda menurut perkembangan zamannya. Akan tetapi, ada kesamaan yang dapat dikategorikan sebagai ciri-ciri umum puisi. Wahyuni menyatakan bahwa,

(48)

Setiap penulis puisi memiliki cara yang berbeda dalam mengungkapkan perasaanya. Perbedaan cara penyampaian ini menyebabkan jenis puisi yang ada tidak hanya sejenis. Berdasarkan cara penyair mengungkapkan isi yang hendak disampaikan, puisi terbagi ke dalam jenis puisi naratif, puisi lirik, puisi deskriptif, dan puisi kontemporer (Kosasih 2012: 109).

Puisi naratif mengungkapkan cerita atau penjelasan penulis tentang suatu hal. Puisi naratif terbagi menjadi dua macam, yaitu balada dan romansa. Balada adalah puisi yang berisi cerita tentang orang-orang perkasa ataupun tokoh pujaan. Contohnya adalah “Balada Orang-orang Tercinta” dan “Blues untuk Bonnie”

karya W.S. Rendra. Romansa adalah puisi naratif tentang kisah percintaan berbahasa romantis namun diselingi perkelahian dan petualangan.

Puisi lirik terbagi ke dalam beberapa macam, seperti elegi, ode, dan serenada. Elegi adalah puisi yang mengungkapkan perasaan duka. Serenada adalah sajak percintaan yang dapat dinyanyikan. Ode adalah puisi yang berisi pujaan terhadap seseorang, suatu hal, atau keadaan.

(49)

Puisi kontemporer yaitu puisi yang menonjolkan bentuk grafis dan kekuatan bunyi daripada makna. Namun demikian, bentuk grafis puisi akan membentuk makna sendiri sehingga pembaca dapat mengerti makna puisi. Puisi kontemporer belum diperkenalkan pada pembelajaran puisi di sekolah dasar.

Puisi yang diajarkan di SD merupakan puisi anak. Huck (1987) dalam Cahyani (2009: 292) menyebutkan bahwa ada tujuh jenis puisi anak yaitu: (1) Balada; (2) Puisi naratif; (3) Liris (lyrican); (4) Limerik; (5) Puisi bebas; (6) Haiku; dan (7) Puisi konkret. Balada merupakan puisi naratif yang telah diadaptasi untuk dinyanyikan. Puisi naratif merupakan puisi yang bercerita tentang suatu kejadian. Liris merupakan puisi yang bersifat deskriptif tanpa ditetapkan panjang dan strukturnya, namun memiliki unsur melodi.

Lumerik merupakan puisi lima baris. Baris pertama dan kedua berima, baris ketiga dan keempat bersifat persetujuan, serta baris kelima berisi pengakhiran. Puisi bebas merupakan puisi yang tidak memiliki rima. Haiku merupakan puisi yang terdiri dari tujuh belas suku kata. Baris pertama dan ketiga berisi lima suku kata dan baris kedua terdiri dari tujuh suku kata. Puisi konkret yaitu puisi yang mengutamakan bentuk grafis atau tata wajah yang disusun menyerupai sebuah gambar.

Jenis puisi yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah puisi bebas. Menulis puisi bebas merupakan kompetensi dasar mata pelajaran bahasa Indonesia kelas V semester 2 materi menulis puisi.

2.1.8 Menulis Puisi

(50)

perasaan intens yang menuntut pengucapan jiwa yang spontan dan padat; (2) Puisi mendasarkan masalah atau berbagai hal yang menyentuh kesadaran manusia; dan (3) Penulis puisi harus memikirkan cara penyampaiannya.

Menulis puisi lama tidak sama dengan menulis puisi baru. Puisi lama terikat oleh berbagai ketentuan, seperti banyak bait, suku kata tiap larik, dan pola rima (Kosasih (2012: 125). Menulis puisi baru tidak terikat pada ketentuan-ketentuan tertentu seperti halnya menulis puisi lama. Penulis puisi baru tidak perlu memperhatikan jumlah baris tiap bait, banyaknya suku kata pada setiap larik maupun pola rimanya.

Meskipun memiliki kebebasan dalam kepenulisan namun puisi baru tetap memiliki ciri yang membedakannya dari jenis karangan lain. Ciri puisi baru tersebut yaitu: (1) Puisi merupakan karangan yang padat makna; (2) Banyak menggunakan kata-kata konotasi; (3) Mengutamakan keindahan kata-kata; (4) Disajikan dalam bentuk monolog; (4) Dibentuk dalam bait-bait, bukan paragraf. 2.1.9 Model Pembelajaran Kooperatif

Hernawan, dkk. (2007: 6.14) mengartikan pembelajaran kooperatif sebagai pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil untuk menumbuhkan kerja sama yang maksimal. Kerja sama tersebut berupa penyelesaian tugas bersama dan saling belajar satu dengan yang lainnya. Sementara itu Roger (1992) dalam Huda (2014: 29) menyatakan,

Cooperative learning is group learning activity organized in such a way that learning is based on the socially structured change of information between learners in group in which each learner is held accountable for his or her own learning and is motivated to increase the learning of others.

(51)

aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajaran yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.

Huda (2014: 46) berpendapat bahwa ada beberapa elemen dasar yang membuat pembelajaran kooperatif menjadi produktif. Elemen-elemen tersebut antara lain: (1) Interpedensi positif (positive interpedence; (2) Interaksi promotif

(promotive interaction); (3) Akuntabilitas individu (individual accountability); (4) Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil (interpersonal and small group skill); dan (5) Pemrosesan kelompok (group processing).

Interpedensi positif merupakan bentuk ketergantungan antar anggota kelompok. Ketergantungan tersebut mendorong siswa untuk bertanggung jawab terhadap teman satu kelompoknya. Siswa harus bertanggung jawab pada dua hal, yakni mempelajari materi yang ditugaskan dan memastikan bahwa semua anggota kelompoknya juga mempelajari materi tersebut. Interpedensi positif muncul ketika siswa merasa bahwa mereka terhubung dengan semua anggota kelompok dan tidak akan berhasil mencapai tujuan belajar bila ada anggota lain yang tidak mengerjakan tugas pembelajaran.

(52)

semua anggota kelompok berperan aktif dan saling bertukar pikiran serta timbal balik.

Akuntabilitas individu atau tanggung jawab individu merupakan tujuan lain dari pembelajaran kooperatif, selain melatih kerja sama. Semua anggota

kelompok harus bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi di kelompoknya. Untuk menilai tanggung jawab siswa terhadap tugas yang telah diberikan, guru

perlu melakukan penilaian. Nilai seorang siswa dalam pembelajaran kooperatif sama dengan nilai kelompoknya (Sanjaya 2006: 249).

Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil merupakan elemen keempat dari pembelajaran kooperatif. Keterampilan interpersonal dan kelompok

kecil tidak tercipta secara instan, namun butuh proses. Siswa harus belajar keterampilan sosial untuk dapat berinteraksi dengan anggota kelompoknya.

Elemen kelima dari pembelajaran kooperatif adalah pemrosesan kelompok. Keefektifan suatu kerja sama dalam kelompok tergantung bagaimana anggota

kelompok merefleksikan proses kerja sama tersebut. Pemrosesan kelompok biasanya berlangsung dalam dua level, yaitu level kelompok kecil dan level

seluruh kelas. Hernawan, dkk. (2007: 6.14) menyatakan,

ada empat hal yang harus ditunjukkan dalam pembelajaran kooperatif yaitu: (1) Cooperative behavior (perilaku kerja sama antar anggota kelompok); (2) Incentive structure (memberikan suatu insentif kepada semua orang dalam kelompoknya); (3) Cooperative task structure

(saling membantu dan bekerja sama antara yang berkemampuan tinggi dan yang berkemampuan rendah dalam satu kelompok); dan (4)

Cooperative motives (mengembangkan motif atau budaya kerja sama yang baik).

(53)

lain. Guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator dalam kegiatan berkelompok. Roger dan Johnson (1981) dalam Lie (2008: 31) mengutarakan,

hasil yang maksimal dalam pembelajaran kooperatif memerlukan adanya lima hal yang harus diterapkan, yaitu: (1) Saling ketergantungan positif antar anggota kelompok; (2) Tanggung jawab perseorangan; (3) Tatap muka; (4) Komunikasi antar anggota; dan (5) Evaluasi proses kelompok.

Guru yang menerapkan pembelajaran kooperatif harus memahami kelima hal di atas. Pemahaman yang baik akan membantu guru dalam menerapkan kelima hal tersebut. Penerapan rasa saling ketergantungan positif, tanggung jawab, tatap muka, komunikasi, dan evaluasi proses akan mempermudah tercapainya tujuan pembelajaran kooperatif.

2.1.10 Model Think Talk Write (TTW)

Think Talk Write (TTW) merupakan tipe model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Huinker dan Laughlin (1996). Model Think Talk Write

(TTW) didasarkan pada pemahaman bahwa belajar adalah sebuah perilaku sosial. Dalam model pembelajaran ini, siswa didorong untuk berpikir, berbicara, kemudian menulis tentang suatu topik permasalahan. Think Talk Write dapat melatih keterampilan menulis siswa. Pembelajaran model Think Talk Write

dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan alternatif solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian membuat laporan hasil presentasi (Suyatno 2009: 66). Huinker dan Laughlin (1996) dalam Apripudin (2012) menyatakan,

(54)

with them selves, to talking and sharing ideas with one another, to

writing”.

Pernyataan di atas mengandung arti bahwa model Think Talk Write (TTW) membangun pemikiran, merefleksi, dan mengorganisasikan ide, kemudian menguji ide tersebut sebelum siswa diharapkan untuk menulis. Alur model Think Talk Write (TTW) dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog reflektif dengan dirinya sendiri, selanjutnya berbicara dan berbagi ide dengan temannya, sebelum siswa menulis. Shoimin (2014: 215) menyatakan,

model Think Talk Write (TTW) memiliki beberapa kelebihan, diantaranya yaitu: (1) Mengembangkan pemecahan masalah yang bermakna dalam memahami materi pembelajaran; (2) Mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif siswa, karena permasalahan yang diberikan dalam pembelajaran biasanya bersifat open ended; (3) Mengaktifkan siswa selama proses pembelajaran karena adanya diskusi kelompok; dan (4) Membiasakan siswa untuk berpikir dan berkomunikasi dengan teman, guru, dan diri mereka sendiri.

Selain memiliki kelebihan-kelebihan di atas, model pembelajaran Think Talk Write (TTW) juga memiliki beberapa kelemahan. Aqib, dkk. (2009: 40) menyatakan bahwa ada beberapa kelemahan dari model Think Talk Write (TTW). Kelemahan model Think Talk Write terdapat pada kegiatan bekerja secara berkelompok yang dapat menimbulkan dominasi siswa berkemampuan tinggi. Dominasi tersebut dapat menyebabkan siswa berkemampuan rendah semakin kehilangan kemampuan dan kepercayaan diri. Selain itu, penerapan model Think Talk Write (TTW) membutuhkan persiapan yang matang dari guru sehingga saat kegiatan pembelajaran tidak mengalami kendala.

(55)

membangun pengetahuannya sendiri. Dengan demikian, hasil pembelajaran yang didapat siswa akan lebih bermakna.

Siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban atau metode penyelesaian dalam tahap berpikir (think). Siswa membuat catatan-catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan, dan hal-hal yang tidak dipahaminya. Catatan yang dibuat menggunakan bahasa siswa sendiri. Mencatat merupakan bagian penting dalam tahap ini. Sebagaimana dijelaskan oleh Iskandarwassid dan Sunendar (2013: 162), bahwa untuk menjadi siswa yang baik dan mencapai tujuan pembelajaran, seorang siswa melakukan tugas tertentu yaitu membaca dan membuat catatan.

Tahap talk (berbicara) memberi kesempatan kepada siswa untuk merefleksi, menyusun, dan menguji ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok. Tahap talk (berbicara) memungkinkan siswa untuk terampil berbicara. Pada tahap ini siswa akan berlatih komunikasi dengan anggota kelompoknya secara lisan. Siswa saling bertukar pikiran menggunakan bahasa mereka sendiri. Masalah yang didiskusikan adalah permasalahan yang telah dipikirkan pada tahap think

(berpikir). Peran guru dalam tahap ini hanyalah sebagai pemandu dan fasilitator agar siswa benar-benar mendapatkan manfaat dari proses diskusi.

(56)

ditulis siswa pada tahap ini diharapkan lebih kaya makna karena telah mendapat gagasan baru.

2.1.11 Penerapan Model Think Talk Write (TTW)

Model Think Talk Write (TTW)memiliki tiga tahap pokok, yaitu tahap think

(berpikir), tahap talk (berbicara), serta tahap write (menulis). Pelaksanaan ketiga tahap pokok tersebut dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi pembelajaran. Huda (2014: 220), menyatakan bahwa,

Langkah-langkah pembelajaran dengan model Think Talk Write terdiri dari empat kegiatan pokok, yaitu:

(1) Siswa membaca teks (permasalahan) dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual (think). Catatan kecil tersebut berisi hal-hal yang siswa ketahui dan yang tidak siswa ketahui. Siswa selanjutnya mencoba memecahkan permasalahan tersebut secara individu.

(2) Siswa mendiskusikan catatan kecil mereka secara berkelompok (talk). Dalam diskusi tersebut siswa menggunakan bahasa dan kata-kata mereka sendiri untuk menyampaikan ide-idenya. Diskusi yang dilakukan siswa bertujuan untuk membantu siswa menemukan solusi dari persoalan yang diberikan.

(3) Siswa membangun pengetahuan dalam bentuk tulisan secara individu (write), dengan bahasa mereka sendiri. Tulisan tersebut berisi kesimpulan dari ide-ide yang muncul ketika diskusi dilaksanakan.

(4) Secara bergantian, masing-masing kelompok menyajikan jawaban dari persoalan yang diberikan dan kelompok lain menanggapi. Selanjutnya siswa membuat refleksi dan kesimpulan dari materi yang telah dipelajari.

Pembelajaran menulis puisi yang menerapkan model Think Talk Write

(TTW) mengembangkan langkah-langkah pembelajaran di atas menjadi sebagai berikut:

(1) Guru membagikan gambar kepada siswa.

(57)

(3) Siswa membuat puisi berdasarkan gambar secara individu.

(4) Siswa berkelompok dan berdiskusi tentang catatan kecil dan puisi yang telah dibuat.

(5) Siswa membuat puisi secara berkelompok.

(6) Siswa mewakili kelompok membacakan puisi di depan kelas. (7) Siswa menanggapi hasil karya kelompok lain.

2.2

Kajian Empiris

Kajian empiris merupakan kajian hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang hendak dilakukan. Ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai kajian empiris pada penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ambari, Zulkarnaeni, Asmoro, Juliasih, dan Maulidah.

Ambari (2012) melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Think Talk Write Berbantuan Media Gambar terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV Gugus 1 Kecamatan Tegallalang”. Berdasarkan analisis data,

(58)

Zulkarnaeni (2011) melakukan penelitian berjudul “Model Kooperatif Tipe

Think Talk Write (TTW) untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi dan Berpikir Kritis”. Pengujian rata-rata nila tes akhir menunjukkan jika

kemampuan berpikir kritis kedua kelas memperoleh nilai signifikan 0,001. Nilai tersebut lebih kecil dari nilai signifikan alpha (α) =0,05. Berdasarkan analisis hasil

penelitian dapat disimpulkan bahwa model kooperatif tipe Think Talk Write

sebagai alternatif model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam mengorganisasikan isi secara sistematis pada keterampilan menulis karangan deskripsi.

Asmoro (2014) melakukan penelitian berjudul “Peningkatan Keterampilan Membaca Pemahaman Melalui Penerapan Strategi Think Talk Write (TTW)”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan membaca pemahaman melalui penggunaan strategi Think Talk Write (TTW). Hasil analisis data yang dilakukan menunjukkan adanya peningkatan persentase ketuntasan belajar sebesar 35,72% dari tahap prasiklus sebesar 35,71% menjadi 71,43% pada

Gambar

Tabel 3.1. Uji Validitas Soal Menulis Puisi Tema “Ibu”
Tabel 3.2. Uji Validitas Soal Menulis Puisi Tema “Lingkungan”
Tabel 3.3. Uji Validitas Soal Menulis Puisi Tema “Cita-cita”
Tabel 3.6. Kategori Tingkat Kesukaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

penyusunan Buku Harian Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Universitas Muhammadiyah.. Magelang dapat

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI TEKNIK MOZAIK (Penelitian Tindakan Kelas usia 4-5 tahun di RA Nurul Huda Bandung Tahun Ajaran 2015-2016). Universitas

\"A profile is defined not to alter the semantics of the resource representation itself, but to allow clients to learn about additional semantics (constraints,

The standard defines that the WCS server shall generate a SOAP response message where the content of the Body element is a Fault element containing an ows:ExceptionReport element

Di perguruanperguruan tinggi banyak jadwal mata kuliah hanya ditempel begitu saja, banyak mahasiswa yang tidak tahu kapan jadwal kuliahnya, maka dari itu dibuatlah website

[r]

Pendidikan Islam termasuk masalah sosial, sehingga dalamkelembagaannya tidak terlepas dari lembaga-lembaga sosial yang ada.Lembaga tersebut juga institusi atau pranata, sedangkan

bahwa dalam rangka pemenuhan salah satu hak sipil anak dan untuk mewujudkan Depok sebagai Kota Layak Anak sesuai ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf f Peraturan Daerah Kota Depok Nomor