commit to user
KOTA SURAKARTA DALAM PELAYANAN
IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
SKRIPSI
Disusun untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Sosial
Universitas Sebelas Maret
Di susun oleh :
Eko Apriyanto
D 0105065
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pembimbing
commit to user
Skripsi ini Telah Diuji dan Disahkan Oleh Panitia Ujian Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada hari : Tanggal :
Tim Penguji
1. Ketua : Drs. Priyanto Susiloadi, M.Si
NIP. 196010091986011001 (………) 2. Sekretaris : Dra. Sudaryanti, M.Si
NIP. 195704261986012002 (………)
3. Penguji : Dra. Hj. Lestariningsih, M.Si
NIP. 195310091980032003 (………)
Mengetahui,
Dekan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
PERNYATAAN
Nama : Eko Apriyanto NIM : D 0105065
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul :
“KINERJA KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KOTA SURAKARTA DALAM PELAYANAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN” adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang saya peroleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, Januari 2011
Yang membuat pernyataan,
commit to user
PERSEMBAHAN
Dengan rasa cinta dan ketulusan hati, skripsi ini kupersembahkan untuk :
v Allah SWT atas segala limpahan nikmatNya..
v Kedua Orang Tua Ku tercinta yang tiada putus asa akan do’a,
kasih sayang dan pengorbanannya serta yang selalu mengharap
keberhasilan buah hatinya ini..
v Saudara-saudaraku tersayang “my truely inspirations”..aku
belajar banyak dari kalian Guys..
v Sahabat-sahabatku seperjuangan di FISIP AN 2005..
v Masa Depan ku..
M O T T O
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah
selesai, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh yang lain dan hanya kepada
Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”.
(Q. S Alam Nasrah : 6, 7, 8)
“Pengetahuan tanpa agama adalah lumpuh,
agama tanpa ilmu pengetahuan adalah buta, dan
ilmu dan agama adalah wajah yang cantik dan tampan”
(Albert Einstein)
“Bersunggunglah saat harapan Anda kecil,
lebih bersungguhlah saat Anda mungkin kalah dan
makin bersungguh-sungguhlah saat Anda tidak mungkin menang.
Itulah iman.
(Penulis)
“Tugas kita bukanlah untuk berhasil, tugas kita adalah untuk mencoba.
Karena di dalam mencoba itulah, kita menemukan dan belajar membangun
kesempatan untuk BERHASIL”
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Dengan mengucap Alhamdulillahi Robbil’Alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul : “KINERJA KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KOTA
SURAKARTA DALAM PELAYANAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana di Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, pengarahan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Dra. Hj. Lestariningsih, M.Si selaku Pembimbing Skripsi dan Pembimbing Akademik yang selalu memberikan bimbingan, arahan serta nasehat selama penulisan skripsi dan saat penulis menempuh kuliah.
Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP UNS atas segala ilmu yang diberikan selama penulis kuliah.
5. Drs. Toto Amanto, MM selaku Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta.
6. Siti Khotimah, S.Sos selaku Kepala Evaluasi, Pelaporan dan Pengaduan KPPT Kota Surakarta.
7. Esti Partiwi, SE selaku Kepala Sub Bagian TU KPPT Kota Surakarta. 8. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna sehingga kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan terbuka untuk perbaikan skripsi ini kedepannya. Semoga skripsi ini berguna untuk pengembangan dan penelitian selanjutnya serta bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
commit to user
commit to user
Tabel Judul Tabel Halaman 1.1
1.2 1.3 1.4 1.5 1.6
Jumlah Pemohon IMB, SK IMB yang terbit dan Waktu Penyelesaian IMB di KPPT Surakarta periode bulan Januari-Mei 2010... Jadwal Pelayanan KPPT Surakarta………. Inventaris Ruang Kepala KPPT Surakarta……….. Inventaris Ruang Staf KPPT Surakarta………...…………... Inventaris Ruang Rapat………... Rekapitulasi setoran retribusi IMB melalui KPPT Surakarta tahun 2008 dan 2009………...
8 58 58 59 60
commit to user 1.1
1.2 1.3 1.4 1.5
Kerangka Pemikiran………... Skema Model Analisis Interaktif……... Susunan Organisasi KPPT Kota Surakarta………. Mekanisme Laporan Pertanggungjawaban Pelayanan IMB………... Prosedur Pelayanan KPPT Kota Surakarta……….
commit to user
Eko Apriyanto, D0105065, KINERJA KANTOR PELAYANAN PERIZINAN
TERPADU KOTA SURAKARTA DALAM PELAYANAN IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN, Skripsi Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2011, 99 Halaman.
Organisasi publik diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks. Organisasi tersebut harus selalu melakukan perubahan kinerjanya kearah perbaikan untuk mengatasi segala hambatan yang ada dan perkembangan teknologi yang semakin maju. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta diharapkan dapat memberikan pelayanan yang prima kepada mayarakat dalam memberikan pelayanan di bidang perijinan yang dibutuhkan masyarakat salah satunya adalah Izin Mendirikan Bangunan (IMB). IMB sangat penting dalam pengembangan pembangunan terutama dalam penataan bangunan dan lingkungan, hal ini penting agar sejalan dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK). Kinerja KPPT Surakarta merupakan kemampuan KPPT dalam menjalankan tugas dan fungsinya berdasarkan visi dan misi secara optimal untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kinerja KPPT dalam memberikan pelayanan penerbitan ijin IMB di Kota Surakarta dan untuk mengetahui hambatan apa saja yang dihadapi KPPT dalam memberikan pelayanan perijinan IMB di Kota Surakarta.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif, sehingga dapat menggambarkan kinerja KPPT Surakarta dalam pelayanan Izin Mendirikan Bangunan. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa sumber melalui wawancara, dokumentasi serta observasi. Wawancara dilakukan langsung dengan Kepala KPPT Surakarta, Kepala Seksi Evaluasi, Kepala Bagian Tata Usaha serta pemohon IMB. Metode penarikan sampel yang digunakan bersifat purposive sampling yaitu dengan memilih informan yang dianggap mengetahui dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data. Uji validitas data dilakukan dengan menggunakan teknik trianggulasi data yaitu menguji data yang sejenis dari berbagai sumber.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ruang lingkup pelayanan publik meliputi berbagai macam aspek kehidupan
masyarakat yang sangat luas dan kompleks. Kinerja organisasi yang baik sangat
berpengaruh terhadap pelayanan publik yang mengutamakan kepuasaan pelanggan
(masyarakat). Namun, selama ini birokrasi di Indonesia belum mampu menunjukkan
kondisi prima sesuai dengan harapan masyarakat. Kondisi tersebut merupakan salah
satu ketidakberhasilan kinerja birokrasi dalam upaya menuju Good Governance.
Good Governance itu sendiri mempunyai arti sebagai suatu cara mengatur
pemerintahan yang baik dengan memberikan pelayanan publik secara efisien,
memiliki sistem pengadilan yang dapat diandalkan dan memiliki akuntabilitas publik
(UNDP,1997:5). Karakteristik Good Governance mencakup (1) partisipasi; (2) aturan
hukum; (3) transparansi; (4) responsiveness; (5) berorientasi consensus; (6)
efektivitas dan efisiensi; (8) visi strategis; (9) akuntabilitas (UNDP,1997:7). Sosok
governance suatu negara dikatakan good atau bad dapat dilihat dari kemampuan suatu
pemerintahan dalam melaksanakan prinsip-prinsip tersebut.
Organisasi publik merupakan penyelenggara pemerintahan dan pelayan bagi
warga negara. Peran organisasi publik sangat sentral dalam sistem pemerintahan yang
berhubungan langsung dengan masyarakat. Sehingga terciptanya suatu kinerja yang
dapat berjalan secara efektif, efisien dan responsif dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat yang semakin kompleks.
Karakteristik negatif tentang birokrasi di Indonesia seperti yang dikemukakan
Jay M Shafritz dan E. W Russel (1997) seperti inefisiensi, kaku, prosedural, lamban,
berbelit-belit dan korup terlanjur melekat dalam persepsi masyarakat tentang
birokrasi yang ada di Indonesia. Meskipun setiap instansi pemerintah telah
mengadakan perbaikan dan peningkatan yang signifikan setiap tahunnya, namun
masih dirasa kurang. Peningkatan kinerja menjadi salah satu faktor utama untuk
memperbaiki kondisi birokrasi di Indonesia. Adanya evaluasi kinerja dalam suatu
organisasi menunjukkan bahwa suatu organisasi itu mulai berusaha untuk
mengupayakan peningkatan kinerja yang optimal. Oleh karenanya penilaian terhadap
kinerja suatu organisasi merupakan suatu kegiatan yang sangat penting bagi
organisasi, karena dapat dipakai sebagai ukuran penilaian keberhasilan suatu
organisasi dalam jangka waktu tertentu bahkan penilaian tersebut juga dapat
dijadikan sebagai input bagi perbaikan atau peningkatan kinerja pada organisasi
selanjutnya.
Salah satunya adalah evaluasi kinerja terhadap Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu (KPPT) Kota Surakarta. Sama halnya dengan instansi publik yang lain,
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta juga berusaha untuk
memberikan pelayanan yang prima bagi masyarakat, yang mana didukung oleh faktor
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta adalah sebuah
unit baru yang dibentuk dengan dilatarbelakangi oleh dua hal, yang pertama adalah
adanya keluhan-keluhan baik dari masyarakat umum maupun dari kalangan dunia
usaha mengenai penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah
yang terkesan berbelit-belit, tidak transparan, dan membutuhkan waktu yang lama.
Yang kedua adalah pemberlakuan otonomi daerah yang berdasarkan UU No.32
Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang telah memberikan kewenangan yang
luas kepada pemerintah daerah untuk mengelola penyelenggaraan pemerintahan di
daerahnya masing-masing, termasuk dalam bidang penyelenggaraan pelayanan
publik. Penerapan otonomi daerah dan dukungan kuat dari pemerintah pusat, serta
tuntutan dari masyarakat, khususnya masyarakat Surakarta untuk menyelenggarakan
pelayanan publik yang lebih baik dan berkualitas, telah memberi dorongan kepada
Pemerintah Kota Surakarta untuk mendirikan suatu Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu (KPPT) melalui pola pelayanan satu pintu (one stop service) dengan
berdasar kemudahan pemberian pelayanan. Program one stop service merupakan
kegiatan penyelenggaraan perijinan dan non perijinan yang proses pengelolaannya
dimulai dari tahap permohonan sampai terbitnya dokumen dilakukan dalam satu
tempat, sistem pelayanan cepat, memiliki kepastian waktu dan biaya, kejelasan
informasi atau prosedur dan terbebas dari pungutan liar (pungli) jika berhubungan
Hal tersebut juga sejalan dengan inisiatif Walikota Surakarta yakni Ir. Joko
Widodo untuk mengoperasikan Pelayanan Satu Pintu (One Stop Service) terhadap
masalah perijinan dan pelayanan publik lewat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
(KPPT) Kota Surakarta. (http://www.surakarta.go.id)
''Harapan kami, one stop service ini akan meningkatkan iklim usaha di Solo, terutama masuknya investasi. Dengan demikian, peredaran uang akan tinggi dan bisa mendukung tumbuh kembangnya iklim berusaha di Solo,'' kata Wali Kota saat pencanangan one stop service di kompleks Balai Kota. (http://www.suaramerdeka.com).
Penerapan pelayanan satu pintu tersebut kemudian tidak hanya dijadikan
sebagai sebuah program saja namun sesuai dengan Perda Kota Surakarta No. 6 Tahun
2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta, dengan
perubahan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) menjadi Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu (KPPT) pada tanggal 31 Desember 2008. Sistem terpadu yang diterapkan
oleh KPPT Surakarta yaitu permohonan ijin yang lebih dari 1 (satu), maka
persyaratan hanya 1 berkas dan akan selesai semua perijinannya secara bersamaan 6
(enam) hari sejak permohonan diajukan lengkap. Program ini mempunyai arti
percepatan penyelesaian perijinan, jaminan kepastian, pembayaran biaya retribusi
yang fleksibel, dan proses perijinan yang transparan.
Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu (KPPT) Kota Surakarta sangat beragam, didalamnya terdapat berbagai jenis
1. Izin Pemanfaatan Ruang (IPR)
2. Penggantian Biaya Cetak Peta
3. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
4. Izin Lokasi
5. Izin Usaha Perdagangan (IUP)
6. Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol (IUP-MB)
7. Izin Usaha Industri (IUI)
8. Tanda Daftar Gudang (TDG)
9. Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
10. Tanda Pendaftaran Waralaba (TPW) 11. Izin Usaha Pusat Perbelanjaan (IUPP) 12. Izin Usaha Toko Modern (IUTM) 13. Izin Gangguan Tempat Usaha (HO) 14. Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) 15. Izin Pemasangan Reklame
16. Izin Jasa Biro Perjalanan Wisata 17. Izin Jasa Pemandu Wisata 26. Izin Usaha Agen Jasa Angkutan 27. Izin Usaha Sekolah Mengemudi 28. Izin Usaha Bengkel Umum
29. Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Kota Surakarta (PKMS) 30. Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta (BPMKS)
Dari sekian banyak jenis pelayanan bidang perizinan yang ada di Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta di atas, penulis tertarik untuk
meneliti proses penyelenggaraan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Pertama, karena IMB sangat penting dalam pengembangan pembangunan
terutama dalam penataan bangunan dan lingkungan, hal ini penting agar sejalan
dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK), tetapi dalam kenyataannya
masih banyak juga bangunan di Kota Surakarta ini yang belum memiliki IMB. Hal itu
disebabkan adanya anggapan selama ini dalam masyarakat bahwa untuk mengurus
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) diperlukan banyak sekali persyaratan yang harus
dipenuhi oleh para pemohon serta proses pengurusannya memerlukan waktu yang
lama karena harus melalui beberapa prosedur dan tata cara kepengurusan yang
panjang.
Hal ini sama seperti yang diungkapkan oleh Kepala SD Cokroaminoto Pasar
Kliwon Bp. Asmuni sebagai berikut :
Kedua, penulis menemukan data dari Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
(KPPT) Kota Surakarta bahwa dari bulan Januari sampai bulan Mei 2010 ternyata
terdapat perbedaan jumlah pemohon IMB dengan SK IMB yang dikeluarkan oleh
KPPT Kota Surakarta setiap bulannya. Dan dari SK IMB yang diterbitkan itu ternyata
hampir 80% penyelesaian pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di KPPT Kota
Surakarta tidak sesuai dengan standar waktu yang telah ditetapkan oleh Walikota
Dari data pada tabel 1.1 bisa kita lihat bahwa jumlah pemohon IMB setiap
bulan dengan SK IMB yang diterbitkan ternyata tidak sama. Misalnya saja seperti
yang terjadi pada bulan Februari, jumlah pemohon IMB ada 106 orang, tapi SK IMB
yang terbit hanya 94 SK IMB. Sama halnya dengan bulan-bulan berikutnya terjadi
ketidaksesuaian antara jumlah pemohon dengan SK IMB yang diterbitkan. Hal ini
disebabkan karena adanya beberapa penumpukan berkas permohonan, sehingga
proses pengurusan perijinannya diakumulasikan pada bulan-bulan berikutnya. Hal ini
sesuai seperti yang di ungkapkan oleh Bp. Drs. Toto Amanto, MM, selaku Kepala
KPPT Kota Surakarta berikut ini :
“Kalo mas lihat memang angka-angka yang ada pada data tersebut tidak sesuai, hal ini terjadi karena ada beberapa penumpukan berkas permohonan disetiap bulannya. Ini disebabkan karena syarat-syarat yang terdapat diberkas para pemohon IMB tersebut dinyatakan kurang lengkap, sehingga kami (KPPT) menunda dulu untuk melanjutkan proses pengurusannya sampai berkas permohonan tersebut dilengkapi syarat-syaratnya gitu mas’. (wawancara, 15 Januari 2011)
Dari pernyataan diatas terungkap bahwa penumpukan berkas ini terjadi karena
ada sebagian sisa berkas permohonan IMB yang belum dikerjakan oleh KPPT
Surakarta dikarenakan beberapa dari berkas permohonan tersebut ada syarat-syarat
yang belum sesuai atau bisa dikatakan belum lengkap. Oleh karena itu KPPT
sementara menunda dulu proses pengurusan permohonan IMB tersebut, sampai
berkas permohonan tersebut dilengkapi. Karena itulah banyak ditemukan berkas
permohonan yang hanya menumpuk saja di KPPT. Selanjutnya setelah berkas-berkas
permohonan tersebut dilengkapi barulah KPPT Surakarta melanjutkan proses
dari jumlah 512 SK IMB yang diterbitkan mulai dari bulan Januari sampai bulan Mei
2010 hanya 101 pemohon yang proses pengurusan IMB-nya sesuai dengan jangka
waktu yang telah ditentukan yakni 6 hari. Sedangkan sisanya yaitu 411 pemohon
yang proses penyelesaian IMB-nya lebih dari 6 hari (terlambat). Ini menunjukkan
bahwa waktu penyelesaian pelayanan IMB di KPPT Kota Surakarta sebagian besar
tidak sesuai dengan standar waktu pelayanan yang telah ditetapkan oleh Walikota
Surakarta.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang permasalahan yang telah penulis
ungkapkan diatas, maka dapat ditarik perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Kinerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta
dalam memberikan pelayanan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ?
2. Hambatan apa saja yang dihadapi oleh Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
(KPPT) Kota Surakarta dalam memberikan pelayanan IMB ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini merupakan salah satu bentuk metode ilmiah dalam rangka
pemecahan masalah. Demikian pula dengan penelitian ilmiah ini, pada prinsipnya
adalah usaha untuk menemukan jawaban dari suatu perumusan masalah. Untuk
memberikan suatu arahan maka perlu adanya suatu tujuan dari sebuah penelitian.
Dalam penelitian ini penulis mempunyai beberapa tujuan, yaitu :
1. Untuk mengetahui bagaimana Kinerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta dalam memberikan
pelayanan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat menambah wawasan bagi penulis mengenai teori tentang kinerja
sebuah pemerintahan daerah terkait masalah pelayanan perijinan.
b. Sebagai referensi bagi peneliti lain dalam mengadakan suatu penelitian
tentang masalah kinerja pelayanan perijinan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta :
Sebagai suatu bahan rekomendasi dan pertimbangan dalam membuat
suatu kebijakan berikutnya untuk meningkatkan kinerja khususnya yang
berkaitan dengan pelayanan perijinan, umumnya pelayanan yang
dilakukan pemerintah daerah.
b. Bagi Penulis dan Masyarakat :
1. Digunakan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar
sarjana (strata satu) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dapat di gunakan untuk referensi bagi penelitian selanjutnya, yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kinerja
Kinerja adalah sebuah kata dalam Bahasa Indonesia dari kata dasar "kerja"
yang menerjemahkan kata dari bahasa asing “prestasi”. Bisa pula berarti “hasil kerja”.
Pengertian kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya
tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Kinerja oleh Lembaga Administrasi Negara
dalam Joko Widodo (2005) diartikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan,
misi, visi, organisasi (Joko Widodo, 2005:206).
Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan
oleh para cendekiawan sebagai “penampilan untuk kerja” atau prestasi (Yeremias
Keban, 2004:191).
Dalam praktek pengukuran kinerja seringkali dikembangkan secara ekstensif,
instensif, dan eksternal. Pengembangan kinerja secara ekstensif mengandung maksud
bahwa lebih banyak bidang kerja yang diikutsertakan dalam pengukuran kinerja,
sedangkan pengembangan secara eksternal diartikan lebih banyak pihak luar yang
diperhitungkan dalam pengukuran kinerja. Pemikiran seperti ini sangat membantu
untuk dapat lebih secara valid dan objektif melakukan penilaian kinerja karena lebih
banyak parameter yang dipakai dalam pengukuran dan lebih banyak pihak yang
Menurut Achmad Ruky istilah “kinerja/ prestasi” sendiri sebenarnya adalah
pengalihbahasaan dari kata “PERFORMANCE”. Sebagaimana dikatakan oleh
Bernardin dan Russel dalam Ahmad Ruky (2002) yang memberikan definisi tentang
performance adalah sebagai berikut :
“ Performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specificied time period.”
(Prestasi adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu). (Ruky, 2002:15)
Yang ditekankan disini adalah pengertian prestasi sebagai “hasil” atau “apa
yang keluar” (outcomes) dari sebuah pekerjaan dan kontribusi pada organisasi.
Sedangkan menurut Yeremias Keban (2004:209) kinerja yaitu : hasil kerja yang
dijanjikan kepada publik pada setiap tahun anggaran termasuk yang dijanjikan dalam
pemilihan umum atau pengangkatan dalam jabatan.
Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi
organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Istilah kinerja
sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun
kelompok individu. Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok
individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria
keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target tertentu yang hendak dicapai, tanpa
ada tujuan dan target, kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat
Pengertian kinerja, dari berbagai pendapat di atas, pada dasarnya menekankan
apa yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar
(outcome). Apa yang terjadi dalam sebuah pekerjaan, bila disimak lebih lanjut
merupakan suatu proses yang mengolah input menjadi output (hasil kerja), dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja dari seseorang atau
kelompok orang dalam organisasi berdasarkan tugas dan tanggung jawabnya dalam
upaya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah dan ditentukan dan disepakati
bersama.
Menurut Surya Dharma (2005) bahwa penilaian kinerja didasarkan pada
pemahaman pengetahuan, keahlian, kepiawaian, dan prilaku yang diperlukan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik dan analisis tentang atribut perilaku
seseorang sesuai kriteria yang ditentukan untuk masing-masing pekerjaan. (Surya
Dharma, 2005:101)
Surya Dharma juga mendeskripsikan bahwa kriteria bagi penilaian kinerja
harus berimbang di antara :
· Pencapaian dalam hubungannya dengan berbagai sasaran.
· Perilaku dalam pekerjaan sejauh mempengaruhi peningkatan kinerja.
· Efektifitas sehari-hari. (Surya Dharma, 2005:130)
Penilaian kinerja birokrasi publik tidak cukup hanya dilakukan dengan
menggunakan indikator-indikator yang melekat pada birokrasi itu, seperti efisiensi
pengguna jasa, seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas, dan responsivitas.
Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat penting karena birokrasi
publik sering kali memiliki kewenangan monopolis sehingga para pengguna jasa
tidak memiliki alternatif sumber pelayanan.
Dalam pelayanan yang diselenggarakan oleh pasar, dengan pengguna jasa
yang memiliki pilihan sumber pelayanan, penggunaan pelayanan bisa mencerminkan
kepuasan terhadap pemberi layanan. Dalam pelayanan oleh birokrasi publik,
penggunaan pelayanan oleh publik sering tidak ada hubungannya sama sekali dengan
kepuasanya terhadap pelayanan. Kinerja akan dianggap memenuhi standar apabila
permintaan akan informasi ditangani dengan segera dan sangat membantu dalam
semangat “can do/ will do” dan disampaikan dalam bentuk yang dikehendaki oleh
pemakai informasi (Surya Dharma, 2005:82). Sedangkan menurut Salim dan
Woodward dalam Agus Dwiyanto (2006) melihat kinerja berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan ekonomi, efisiensi, dan persamaan pelayanan. Aspek ekonomi dalam
kinerja diartikan sebagai strategi untuk menggunakan sumber daya yang seminimal
mungkin dalam proses penyelenggaraan kegiatan pelayanan publik (Dwiyanto,
2006:52).
Penilaian terhadap kinerja bagi setiap organisasi merupakan suatu kegiatan
yang sangat penting. Penilaian tersebut dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan
suatu organisasi dalam kurun waktu tertentu. Selain itu dapat pula dijadikan input
Menurut Radnor and Barnes (2007) dalam International Journal of Public
Sector Management . Vol. 22 No. 6, 2009 pp. 478-498 :
“ Performance measurement is quantifying, either quantitatively or qualitatively, the input, output or level of activity of an event or process (p. 393)” .
(Pengukuran kinerja dinilai, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dari input, output atau tingkat aktivitas dari sebuah kejadian atau proses).
Sebagaimana diungkapkan oleh Agus Dwiyanto (2006) bahwa penilaian
kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan
sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya (Dwiyanto,
2006:48). Untuk organisasi pelayanan publik, informasi mengenai kinerja tentu
sangat berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi
itu memenuhi harapan dan memuaskan pengguna jasa.
Penilaian kinerja merupakan bagian dari sistem manajemen kinerja, yang
mana penerapan sistem manajemen kinerja akan membawa dampak positif bagi
sebuah organisasi, karena dengan melakukan penelitian terhadap kinerja organisasi
baik dari level yang paling rendah maupun yang level yang tertinggi dalam
organisasi, akan berpengaruh terhadap manajemen organisasi, kepemimpinan, dan
juga meningkatkan kualitas dalam kehidupan kerja karyawan.
Hal ini diungkapkan oleh Juhanni Ukko yang ditulis dalam International
Journal of Business Performance Management, Vol 10, No 1, 2008 hal 86-98 (dalam
www.inderscience.com) berikut ini :
“When designing and implementing a PM system there are always some
out positive impact. If the PM system can support the management of the company in leadership and communication, it can enhance for example the employees’ commitment, motivation and possibilities to affect the decision
making”.
(ketika merencanakan dan mengimplementasikan sebuah sistem manajemen kinerja (PM) selalu berdampak pada manajerial, kepemimpinan dan juga termasuk didalamnya kualitas kehidupan pekerja (QWL) dari para pekerja. Sehingga keberhasilan dari implementasi sistem manajemen kinerja selalu membawa dampak positif. Jika dalam sistem manajemen kinerja dapat mendukung manajemen di perusahaan dalam hal kepemimpinan dan komunikasi, itu dapat dijadikan contoh sebagai komitmen karyawan, motivasi, dan tanggungjawab dalam pengambilan keputusan).
B. Indikator Kinerja
Menurut Mahmudi (2005), indikator kinerja merupakan sarana atau alat untuk
mengukur hasil suatu aktivitas, kegiatan, atau proses, dan bukan hasil atau tujuan itu
sendiri. Indikator berfungsi untuk mengukur kinerja organisasi yang akan digunakan
oleh manajemen untuk mengambil tindakan tertentu (Mahmudi, 2005:147).
Indikator penyusun kinerja sangat bervariasi sesuai dengan fokus dan konteks
penelitian yang dilakukan, seperti indikator yang diungkapkan oleh Lenvinne dalam
Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2005) :
1) Responsiveness atau responsivitas ini mengukur daya tanggap providers
terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan konsumen.
2) Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan
seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan dengan tidak
melanggar ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
3) Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan
ukuran-ukuran eksternal yang ada di masyarakat dan dimiliki oleh
stakeholders, seperti nilai dan norma yang berkembang di masyarakat
(Ratminto&Winarsih, 2005:174).
Penilaian kinerja adalah hal yang sangat penting karena dengan itu dapat
digunakan untuk mengetahui kinerja organisasi. Dengan melakukan penilaian
terhadap kinerja maka upaya untuk memperbaiki kinerja dapat dilakukan dengan
lebih terarah dan sistematis. Sehingga untuk mengukur suatu kinerja organisasi
diperlukan indikator-indikator ukuran yang baku dan relevan.
Pada dasarnya menurut Agus Dwiyanto (2006) terdapat beberapa indikator
yang biasanya digunakan dalam mengukur kinerja. Indikator-indikator yang biasa
digunakan dalam menilai kinerja organisasi publik antara lain :
1. Produktivitas
Produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga
efektifitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio
antara input dan output. Konsep Produktivitas dirasa terlalu sempit dan
kemudian General Accaunting Office mencoba mengembangkan satu ukuran
Produktivitas yang lebih luas dengan memasukan seberapa besar pelayanan
publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja
yang penting.
2. Kualitas layanan
Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam
yang terbentuk mengenai organisasi muncul karena ketidakpuasan masyarakat
terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik. Dengan
demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator
kinerja organisasi publik. Keuntungan utama menggunakan kepuasan
masyarakat sebagai indikator kinerja adalah informasi mengenai kepuasan
masyarakat tersedia secara mudah dan murah. Informasi mengenai kepuasan
terhadap kualitas pelayanan seringkali dapat diperoleh dari media massa atau
diskusi publik. Akibat akses informasi mengenai kepuasan masyarakat
terhadap kualitas layanan relatif sangat tinggi, maka bisa menjadi satu ukuran
kinerja organisasi publik yang mudah dan murah dipergunakan. Kepuasan
masyarakat bisa menjadi parameter untuk menilai kinerja organisasi publik.
3. Responsivitas
Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan
masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan
program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat. Responsivitas disini menunjukkan keselarasan antara program
dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Responsivitas dimasukkan kedalam salah satu indikator kinerja karena
responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik
dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan
kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik.
Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki
kinerja yang jelek pula.
4. Responsibilitas
Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi
publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar
atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit.
Oleh karena itu responsibilitas bisa saja pada suatu ketika berbenturan dengan
responsivitas. (Agus Dwiyanto:2006)
5. Akuntabilitas
Akuntabilitas berhubungan dengan seberapa besar kebijakan dan kegiatan
organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat.
Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh
rakyat, dengan sendirinya akan selalu merepresentasikan kepentingan rakyat.
Dalam konteks ini, konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat
seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan
kehendak masyarakat banyak. Kinerja organisasi publik tidak hanya bisa
dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau
pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari
ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang
berkembang dalam masyarakat.
Dalam penelitian ini, untuk mengukur kinerja KPPT Kota Surakarta dalam
pelayanan IMB penulis hanya menggunakan indikator diantaranya produktivitas,
kualitas layanan dan akuntabilitas. Indikator produktivitas secara luas digunakan
untuk mengukur dan mengetahui output atau keluaran yang dihasilkan oleh KPPT
Surakarta. Kemudian indikator kualitas layanan digunakan untuk mengukur tingkat
kepuasan masyarakat terhadap pelayanan KPPT Surakarta dalam penerbitan IMB.
Dan indikator akuntabilitas digunakan untuk mengukur seberapa besar
tanggungjawab KPPT dalam melaksanakan tugas dan kegiatannya dalam bentuk
laporan kepada lembaga atau birokrat yang ada di atasnya dalam hal ini Walikota
Surakarta.
Penulis mengunakan teori-teori terkait dengan indikator kinerja dari Agus
Dwiyanto dan Ratminto dkk. Dengan alasan bahwa pertama, teori-teori tersebut
merupakan teori yang dinilai relevan dan kompeten dengan kenyataan dilapangan
atau yang dijumpai penulis di KPPT Surakarta khususnya pada pelayanan IMB.
Artinya, tidak ada unsur paksaan memasukkan teori untuk mengukur kinerja KPPT
Kota Surakarta. Kedua, teori-teori tersebut merupakan teori yang baru, dengan kata
lain tidak ketinggalan jaman. Sehingga dinilai sangat relevan dengan kondisi dan
situasi pada saat sekarang. Ketiga, teori tersebut dinilai menggunakan
indikator-indikator pengukuran yang paling praktis dan sederhana. Namun tepat atau valid dan
langsung pada inti permasalahan. Sehingga dengan teori-teori tersebut diharapkan
C. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) sesuai dengan Perda Kota
Surakarta No. 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Kota Surakarta, merupakan perubahan dari Unit Pelayanan Terpadu (UPT). KPPT
merupakan sebuah organisasi milik pemerintah yang mempunyai kewenangan dalam
pelaksanaan tugas-tugas pemerintah di bidang perijinan di Kota Surakarta. Secara
lebih tegas, tugas pokok dan fungsi KPPT dipertegas berdasarkan Peraturan Walikota
Surakarta Nomor 36 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata
Kerja KPPT Kota Surakarta.
Fungsi-fungsi KPPT antara lain :
1. Penyelenggaraan kesekretariatan kantor;
2. Pelaksanaan perencanaan, pengendalian, evaluasi dan pelaporan;
3. Penyelenggaraan pendaftaran, verifikasi dan penerbitan perijinan;
4. Penyelenggaraan evaluasi, pelaporan dan pengaduan;
5. Penyelenggaraan sosialisasi;
6. Pembinaan jabatan fungsional.
Definisi organisasi menurut Hessel Nogi Tangkilisan (2005:132):
Menurut Gibson et al. (1993:3) dalam Hessel Nogi (2005:135), dalam
kaitannya dengan tujuan, organisasi itu mengejar tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran
yang dapat dicapai secara lebih efisien dan lebih efektif dengan tindakan yang
dilakukan secara bersama-sama. Organisasi merupakan suatu alat dalam mencapai
tujuan dan sangat diperlukan oleh masyarakat, baik dalam bidang profit maupun jasa
(pelayanan). Tujuan organisasi akan tercapai bilamana tiap-tiap individu yang ada
dalam organisasi sadar akan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya sehingga pada
akhirnya tujuan organisasi akan tercapai.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa organisasi merupakan
kumpulan dari orang-orang yang bekerja sama dalam mencapai tujuan yang telah
ditentukan, sehingga KPPT sebagai organisasi pemerintah yang memiliki aktivitas
ataupun kegiatan dalam memaksimalkan peran untuk meraih optimalisasi dan tujuan
yang telah ditetapkan.
KPPT dipercaya sebagai lembaga yang menjunjung kesederhanaan,
transparansi, ketepatan waktu dan kualitas dalam pelayanan publik. KPPT
mempunyai program pelayanan satu pintu (one stop service). Program ini mempunyai
arti percepatan penyelesaian perijinan, jaminan kepastian, pembayaran biaya retribusi
yang fleksibel, dan proses perijinan yang transparan. Pelaksanaan program telah
dilakukan yaitu dengan penerapan permohonan ijin yang lebih dari 1 (satu), maka
persyaratan hanya 1 berkas dan akan selesai semua perijinannya secara bersamaan 6
(enam) hari sejak permohonan diajukan lengkap. Program tersebut sesuai dengan
penyelenggaraan pelayanan publik, serta misi KPPT, yaitu meningkatkan kualitas
publik, mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan publik,
meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan publik, serta
meningkatkan citra aparatur negara menjadi semakin positif. Sesuai dengan tujuan
pembentukan organisasi publik maka Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT)
Kota Surakarta sebagai salah satu organisasi pemerintahan yang bertugas melayani
kepentingan masyarakat dalam perijinan dinilai berhasil apabila mampu mewujudkan
tujuan yang dimaksud. Kinerja KPPT berarti menunjukkan seberapa jauh kemampuan
KPPT dalam melayani kebutuhan masyarakat di bidang perijinan yang disesuaikan
dengan tujuan-tujuan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan sebelumnya oleh
pemerintah.
D. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Dalam rangka pengaturan dan pengendalian serta menjaga pelestarian
bangunan yang mempunyai nilai sejarah maka setiap kegiatan mendirikan dan
merobohkan bangunan harus berpedoman pada Rencana Umum Tata Ruang Daerah
ini, diwujudkan dengan adanya kewajiban kepada masyarakat yang melakukan
kegiatan mendirikan bangunan untuk memiliki IMB.
Pengertian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menurut Peraturan Daerah Kota
Surakarta No. 8 Tahun 2009 adalah : perijinan yang diberikan oleh Walikota kepada
pemilik bangunan untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan
atau merawat bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan teknis yang
pengertian Mendirikan bangunan yaitu pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya
atau sebagian, baik membangun bangunan baru maupun menambah, merubah,
merehabilitasi, dan atau memperbaiki bangunan yang ada, termasuk pekerjaan
menggali, menimbun, atau meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan
mengadakan bangunan. Sedangkan yang dimaksud dengan bangunan adalah wujud
fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya,
sebagian atau seluruhnya berada diatas dan atau didalam dan atau air yang berfungsi
sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat
tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun
kegiatan khusus.
Kewajiban memiliki IMB ini adalah sesuai dengan Perda No. 8 Tahun 2009
yang berbunyi : setiap orang yang akan mendirikan bangunan harus terlebih dahulu
mendapatkan IMB dari Pemerintah Daerah. Hanya untuk hal-hal tertentu saja ada
pembebasan seperti tercantum dibawah ini yang sesuai dengan Perda No. 8 Tahun
2009, yaitu :
1. Mendirikan bedeng
2. Memplester
3. Memperbaiki retak bangunan
4. Mempebaiki ubin bangunan
5. Memperbaiki daun pintu dan daun jendela
6. Memperbaiki penutup atap tanpa mengubah
8. Membuat pemisah halaman tanpa konstruksi
9. Memperbaiki langit-langit tanpa merubah jaringan utilitas.
Permohonan untuk pembuatan IMB harus dilampiri dengan dokumen
administrasi dan dokumen rencana teknis. Dokumen administrasi meliputi :
a. Legalisasi kelurahan dan kecamatan setempat
b. Fotocopy KTP
c. Fotocopy PBB terbaru
d. Salinan atau fotocopy bukti kepemilikan tanah
e. Persetujuan/izin pemilik tanah untuk bangunan yang didirikan diatas
tanah yang bukan miliknya, dan
f. Rekomendasi teknis dari instansi berwenang sesuai fungsi bangunan.
Sedangkan untuk dokumen rencana teknis meliputi :
a. Gambar arsitektur
b. Gambar struktur, dan
c. Gambar utilitas.
Permohonan IMB dapat ditolak, apabila :
a. Bangunan yang akan didirikan dinilai tidak memenuhi persyaratan dokumen
administrasi dan dokumen rencana teknis,
b. Pada lokasi tersebut sudah ada rencana Pemerintah, dan
c. Bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi
Selanjutnya Walikota juga dapat mencabut Keputusan IMB apabila :
a. Persyaratan yang menjadi dasar diberikannya IMB terbukti tidak benar,
b. Pelaksanaan pekerjaan mendirikan atau merubah bangunan menyimpang dari
rencana yang disahkan dalam IMB,
c. Setelah 6 (enam) bulan diberikannya IMB pelaksanaan pekerjaan belum dimulai,
d. Setelah pelaksanaan pekerjaan dimulai kemudian dihentikan berturut-turut selama
6 (enam) bulan.
Berdasarkan Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2009, besaran tarif retribusi IMB
ditetapkan sebagai berikut :
a. Untuk bangunan dikenakan sebesar 1,75% dari nilai bangunan,
b. Untuk bangunan fungsi keagamaan dan fungsi murni sosial budaya dikenakan
retribusi sebesar 60% dari nilai retribusi IMB,
c. Untuk merubah bangunan dikenakan sebesar 50% dari nilai retribusi,
d. Nilai bangunan ditetapkan oleh Walikota berdasar pedoman harga permeter
persegi bangunan pemerintah dan Rumah Dinas yang dikeluarkan Oleh Direktur
Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Seperti yang telah disebutkan dimuka, bahwa kegiatan mendirikan bangunan
harus terlebih dahulu mempunyai IMB. Oleh sebab itu apabila peraturan ini
dilanggar, maka akan ada sanksi yang dikenakan. Pelanggaran terhadap peraturan
Sanksi administratif yang dimaksud dapat berupa :
a. Peringatan tertulis,
b. Pembatasan kegiatan pembangunan,
c. Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan,
d. Penghentian sementara pada pemanfaatan bangunan,
e. Pembekuan ijin mendirikan bangunan,
f. Pencabutan ijin mendirikan bangunan,
g. Pembekuan sertifikat lain fungsi bangunan,
h. Pencabutan sertifikat lain fungsi bangunan, atau
i. Perintah pembongkaran bangunan.
Sanksi pidana dapat berupa :
a. Setiap orang atau badan yang melanggar akan diancam dengan kurungan 3 bulan
atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,-
b. Setiap orang atau badan hukum yang karena kelalainnya melanggar ketentuan
mengenai bangunan yang telah ditetapkan dalam Perda ini sehingga
mengakibatkan bangunan tidak layak fungsi dapat dipidana kurungan atau denda
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya diancam kurungan paling
E. Kerangka Berpikir
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta sesuai dengan
Perda Kota Surakarta No. 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat
Daerah Kota Surakarta, merupakan perubahan dari Unit Pelayanan Terpadu (UPT).
KPPT merupakan sebuah organisasi milik pemerintah yang mempunyai kewenangan
dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintah di bidang perijinan di Kota Surakarta.
Prosedur pelayanan yang diselenggarakan di KPPT meliputi penerimaan berkas dari
para pelanggan, pemrosesan berkas, hingga penerbitan ijin. Hal tersebut sesuai
dengan sistem pelayanan satu pintu (one stop service) yang berlaku di KPPT sebagai
pengganti dari sistem pelayanan satu atap.
Kinerja KPPT Kota Surakarta merupakan kemampuan KPPT dalam
melaksanakan tugas-tugasnya dalam pelayanan jasa di bidang pelayanan perijinan
guna mencapai tujuan dan misi secara optimal. Kinerja ini diharapkan mampu
menjelaskan apakah organisasi KPPT Surakarta mampu melaksanakan tugas-tugas
dan fungsi-fungsi yang diembankan kepadanya secara optimal agar berhasil di dalam
melayani masyarakat sebagai pengguna jasa, khususnya dalam pelayanan IMB.
Kriteria yang digunakan di dalam mengukur kinerja KPPT Surakarta ini
adalah produktivitas, kualitas layanan, dan akuntabilitas. Indikator produktivitas
secara luas digunakan untuk mengukur dan mengetahui output atau keluaran yang
dihasilkan oleh KPPT Surakarta. Kemudian indikator kualitas layanan digunakan
untuk mengukur tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan KPPT Surakarta
apakah KPPT Surakarta telah melaksanakan tugas dan kegiatannya sesuai dengan
prosedur/aturan yang ada dan pertanggungjawaban KPPT dalam melaksanakan tugas
dan kegiatannya dalam bentuk laporan kepada lembaga atau birokrat yang ada di
atasnya dalam hal ini Walikota Surakarta.
Dalam penelitian ini Kinerja KPPT Surakarta dikatakan berhasil apabila
Pertama, dalam melaksanakan pelayanan IMB apakah sudah dilakukan sesuai dengan
prosedur yang berlaku yaitu sesuai dengan Surat Keputusan Walikota Surakarta No:
065/187/1/2005 tentang Tata Laksana Pelayanan Perijinan pada KPPT Surakarta.
Kedua, pelayanan yang diberikan apakah berorientasi pada kepuasan pelanggan
KPPT dalam hal ini pemohon IMB sehingga dapat diketahui apa saja
keluhan-keluhan yang dihadapi KPPT Surakarta dan bagaimana para pegawai menyelesaikan
keluhan/masalah-masalah tersebut. Ketiga, apakah capaian penerimaan retribusi yang
diperoleh dari pembayaran IMB melalui KPPT Surakarta sudah sesuai dengan hasil
yang diharapkan. Keempat, apakah pertanggungjawaban yang disampaikan oleh
KPPT Surakarta dalam bentuk laporan kepada Walikota Surakarta sudah dilakukan
secara rutin tiap bulan dan setahun sekali.
Supaya kinerja KPPT Surakarta berhasil, maka perlu diketahui
hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh KPPT dalam pelaksanaan pelayanan
penerbitan IMB, sehingga nantinya hambatan-hambatan tersebut bisa diatasi dan pada
akhirnya dapat tercapai keberhasilan kinerja dari KPPT Surakarta dalam
melaksanakan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Kerangka berfikir dari
Gambar 1.1
Kerangka Pemikiran
Kinerja KPPT Kota Surakarta :
- Produktivitas
- Kualitas layanan
- Akuntabilitas
Keberhasilan Kinerja KPPT Surakarta dalam melaksanaan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB)
Hambatan-hambatan yang dihadapi KPPT dalam melaksanakan pelayanan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yaitu
pendekatan yang berusaha untuk memberikan gambaran mengenai berbagai hal yang
ada menjadi bahan penelitian dengan cara menggali, mendalami, menemukan
fakta-fakta dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi untuk kemudian dipaparkan
melalui penafsiran dan dianalisa menggunakan penelitian kualitatif.
Menurut Denzin dan Lincoln (1987) penelitian kualitatif merupakan
penelitian atas dasar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan
menggunakan berbagai metode yang ada (Lexy J. Moleong, 2002:5). Jadi penelitian
ini berusaha menggambarkan atau mendeskripsikan bagaimana kinerja Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta dengan menggunakan beberapa
indikator kinerja dalam memberikan pelayanan penebitan IMB. Sebagian besar data
yang ada berupa kata-kata, namun ada pula data yang berupa angka. Data-data yang
terkumpul ini dianalisis sesuai dengan apa yang ditemui di lapangan.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT)
Kota Surakarta yang beralamatkan di Jl. Jend. Sudirman No.2. Adapun pemilihan
- KPPT Kota Surakarta merupakan salah satu lembaga pemerintah yang
melakukan fungsi pelayanan publik. KPPT Kota Surakarta sebagai instansi
yang paling berwenang dalam penerbitan perijinan, dituntut mengoptimalkan
kinerjanya dalam penerbitan perijinan guna menciptakan kemudahan bagi
masyarakat kota Surakarta.
- Adanya kesempatan dan ijin penelitian yang diberikan pihak KPPT Kota
Surakarta kepada penulis untuk melakukan penelitian.
C. Teknik Pengumpulan Data
a) Wawancara
Pengumpulan informasi dari sumber data ini memerlukan teknik wawancara,
dalam penelitian kualitatif khususnya dilakukan dalam bentuk wawancara mendalam
dengan cara mengajukan pertanyaan langsung kepada informan. Disini peneliti
menggunakan pedoman wawancara sebagai kegiatan bertanya lebih terarah.
Penulis melakukan wawancara dengan informan yang dirasa berkompeten dan
tahu menahu mengenai objek penelitian. Wawancara tersebut penulis lakukan
dengan:
1. Bp. Drs. Toto Amanto, MM selaku Kepala Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu (KPPT) Kota Surakarta.
2. Ibu. Esti Partiwi, SE selaku Kepala Sub Bagian TU KPPT Kota Surakarta.
3. Ibu. Siti Khotimah, S.Sos selaku Kepala Evaluasi, Pelaporan dan
Pengaduan KPPT Kota Surakarta.
b) Observasi
Merupakan teknik pengumpulan data dari sumber data yang berupa tulisan,
angka, gambar atau grafik serta rekaman gambar yang dilakukan melalui pengamatan
langsung terhadap obyek penelitian dengan menggunakan alat indera pendengaran
dan penglihatan terhadap fenomena sosial yang terjadi di lokasi penelitian. Observasi
difokuskan pada kinerja KPPT dalam pelayanan IMB dan hambatan-hambatan apa
saja yang dihadapi KPPT dalam memberikan pelayanan itu.
Penulis mengamati bagaimana dokumen masuk ke KPPT dari para pemohon.
Bagaimana proses serta urut-urutan yang terjadi dalam pelayanan IMB, namun disini
penulis tidak ikut dalam pemantauan di lapangan, jadi hanya sebatas pengamatan
tentang kegiatan yang terjadi di KPPT dalam proses penerbitan perijinan.
c) Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan mencari,
mengumpulkan, dan mempelajari dokumen yang relevan dengan penelitian berupa
Surat Keputusan Walikota Surakarta No: 065/187/1/2005 Tentang Tata Laksana
Pelayanan Perijinan pada KPPT Surakarta, Perda No. 8 Tahun 2009 tentang
Bangunan, dokumen-dokumen tentang profil KPPT Surakarta, dan brosur-brosur
D. Metode Penarikan Sampel
Penulis dalam menentukan narasumber menggunakan purposive sampling,
yaitu penulis menggunakan pertimbangan tentang informasi atau narasumber yang
akan dipilih berdasarkan penilaian bahwa informasi tersebut memenuhi syarat
penelitian. Dalam penelitian ini informasi berasal dari dalam instansi yakni aparat
yang dianggap bisa memberikan informasi yang dibutuhkan.
Informan yang dipilih oleh penulis adalah Kepala KPPT, Kepala Sub Bagian
TU KPPT, Kepala Seksi Evaluasi, Pelaporan dan Pengaduan KPPT Kota Surakarta,
dan Pelanggan KPPT (pemohon IMB).
E. Teknik Analisis Data
Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
data model interaktif, yang terdiri dari tiga komponen analisis data yaitu reduksi data,
penyajian data, dan penarikan simpulan.
a) Reduksi data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi dari “kasar” yang
muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. (Miles dan Huberman,
1992:15)
Pengertian diatas dengan kata lain merupakan proses seleksi,
pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data yang ada. Berfungsi untuk
mempertegas, memperpendek dan membuang hal-hal yang tidak perlu. Proses
b) Penyajian data
Merupakan susunan penyajian data yang baik dan jelas sistematikanya
untuk merakit dan memudahkan melihat informasi dalam bentuk yang
kompak. Susunan penyajian data yang baik dan jelas sistematikanya akan
banyak menolong peneliti sendiri. Penyajian data harus mengacu pada
rumusan masalah yang telah dirumuskan sebagai pertanyaan penelitian
sehingga narasi yang tersaji merupakan deskripsi mengenai kondisi yang rinci
untuk menceritakan dan menjawab setiap permasalahan yang ada.
c) Penarikan simpulan
Pada awal pengumpulan data, peneliti harus sudah mengerti apa arti
dan hal-hal yang ia temui dalam melakukan pencatatan peraturan, pokok
pernyataan konfigurasi yang mungkin, arahan sebab akibat, dan
proposi-proposisi. Simpulan akhir tidak akan terjadi sampai pada waktu proses
pengumpulan data berakhir (Sutopo, 2002:93). Simpulan perlu diverifikasi
agar bisa dipertanggungjawabkan. Verifikasi dapat berupa kegiatan yang
dilakukan dengan lebih mengembangkan ketelitian dengan cara melakukan
pengulangan pengecekan data untuk tujuan pemantapan, atau melihat kembali
catatan-catatan lapangan pada waktu penelitian. Kesimpulan-kesimpulan yang
dianalisis dan kegiatan pengumpulan data itu sendiri merupakan proses siklus
Aktifitas diantara ketiga komponen tersebut dilaksanakan dalam bentuk
interaktif dalam proses pengumpulan data dalam suatu proses siklus. Dalam bentuk
ini penelitian berlangsung. Kemudian peneliti bergerak diantara 3 (tiga) komponen
analisis yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan.
Ketiga komponen tersebut diatas, yaitu reduksi data, penyajian data, dan
penarikan simpulan sebagai sesuatu yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama,
dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk sejajar, untuk membangun wawasan
umum yang disebut analisis. Untuk lebih jelasnya, proses analisis data dengan model
interaktif ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1.2 Model Analisis Interaktif
Sumber : HB. Sutopo, 2002 : 96
Dengan memperhatikan gambar tersebut, maka prosesnya dapat dilihat pada
waktu pengumpulan data, peneliti selalu membuat reduksi data dan sajian data.
Artinya, data yang berupa catatan lapangan yang terdiri dari bagian deskripsi dan
refleksinya adalah data yang telah digali dan dicatat. Dari dua bagian data tersebut
Penyajian Data Pengumpulan Data
Reduksi Data
peneliti menyusun rumusan pengertiannya secara singkat, berupa pokok-pokok
temuan yang penting dalam arti pemahaman segala peristiwa yang dikaji yang disebut
reduksi data. Kemudian diikuti penyusunan sajian data yang berupa cerita sistematis
dan logis dengan suntingan penelitinya supaya makna peristiwanya menjadi lebih
jelas dipahami, dengan dilengkapi perabot sajian yang diperlukan (matriks, gambar,
dan sebagainya) yang sangat mendukung kekuatan sajian.
Reduksi dan sajian data ini harus disusun pada waktu peneliti sudah
mendapatkan unit data dari sejumlah unit yang diperlukan dalam penelitian. Pada
waktu pengumpulan data sudah berakhir, peneliti mulai melakukan usaha untuk
menarik kesimpulan dan verifikasinya berdasarkan semua hal yang terdapat dalam
reduksi maupun sajian datanya, maka peneliti wajib kembali melakukan kegiatan
pegumpulan data yang sudah terfokus untuk mencari pendukung simpulan yang ada
juga bagi pendalaman data. (H.B. Sutopo, 2002:95-96)
F. Validitas Data
Peneliti dalam menentukan keabsahan data atau validitas data, menggunakan
teknik pemeriksaan trianggulasi yaitu teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan yang lain untuk pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu. Ada 4 macam trianggulasi sebagai teknik
pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.
Dalam penelitian ini menggunakan trianggulasi dengan sumber berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
Hal ini menurut Lexy J. Moleong (2002) dapat dicapai dengan langkah :
a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b) Membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dengan apa yang
dikatakan secara pribadi.
c) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian
dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
d) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat
dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan
menengah atau tinggi, orang berbeda, dan orang pemerintahan.
e) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Berdasarkan langkah di atas maka dalam penelitian ini pengumpulan data
dilakukan dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara dari berbagai sumber yang berbeda yang tersedia. Dengan demikian data
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi
1. Sejarah Pembentukan KPPT Kota Surakarta
Masyarakat sering mengeluhkan proses pelayanan perijinan oleh pemerintah
yang berbelit dan perlu biaya ekstra. Ada yang harus bolak-balik mengurus surat
perijinan dari satu kantor ke kantor lainnya. Sehingga kinerja pelayanan umum dinilai
tidak efisien oleh masyarakat. Pemerintah pusat mulai menyadari kecenderungan
praktek semacam itu sehingga mulai merintis upaya-upaya untuk memperbaiki
kualitas pelayanan publik. Penyelenggaraan pelayanan publik mulai memperhatikan
dan menerapkan pola penyelenggaraan, prinsip, standar, biaya pelayanan, tingkat
kepuasan masyarakat, pengawasan penyelenggaraan serta evaluasi kinerja pelayanan
publik. Pola penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan secara fungsional, terpusat,
terpadu satu pintu dan terakhir gugus tugas.
Merespon masalah tersebut, Pemerintah Kota Surakarta membentuk Unit
Pelayanan Terpadu (UPT) Pemkot Surakarta, yang dibentuk berdasar Keputusan
Walikota Surakarta No. 04 Tahun 1998 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata
Kerja Unit Pelayanan Terpadu Kotamadya Surakarta yang pada saat pembentukannya
masih menggunakan pola satu atap. Berselang kemudian karena dipandang sudah
Surakarta mengeluarkan Surat Keputusan Walikota No. 65/187/1/2005 tentang Tata
Laksana Pelayanan Perijinan pada Unit Pelayanan Terpadu Surakarta, yang dimana
pada intinya UPT berwenang melaksanakan pemrosesan dan penyelenggaraan
pelayanan perijinan yang berada pada semua instansi perangkat daerah Kota
Surakarta. Dengan tata laksana yang baru tersebut UPT Surakarta menggunakan pola
pelayanan satu pintu. Dan kemudian untuk memberikan kewenangan kepada UPT
mengenai masalah pembinaan dan pertimbangan perijinan di UPT, Walikota
Surakarta menerbitkan Keputusan Walikota Surakarta No. 006/188/2005 tentang Tim
Pembina dan Tim Pertimbangan Perijinan UPT Kota Surakarta dan Peraturan
Walikota Surakarta No. 13 Tahun 2005 tentang Pelimpahan sebagian Kewenangan
Walikota kepada Koordinator UPT Kota Surakarta.
Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Surakarta dibentuk sejak 08 September 1998
dengan menggunakan pelayanan satu atap. Baru pada 07 Desember 2005
menggunakan pelayanan satu pintu. Pelayanan satu pintu tersebut direalisasikan
dalam Perda Kota Surakarta No. 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Perangkat Daerah Kota Surakarta, dengan perubahan Unit Pelayanan Terpadu (UPT)
menjadi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) pada tanggal 31 Desember
2008. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) berlokasi di dalam kompleks
Balaikota Surakarta, di Jl. Jenderal Sudirman No. 2 Surakarta 57111, telepon (0271)
2. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi, Visi dan Misi
a. Kedudukan KPPT Surakarta
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Surakarta merupakan kantor
pelayanan perijinan satu pintu. KPPT adalah lembaga pelayanan daerah yang
kedudukannya dibawah Pemerintah Kota dan bertanggungjawab langsung kepada
Walikota. KPPT dipimpin seorang Kepala yang bertanggungjawab atas sebagian
kewenangan yang dilimpahkan kepadanya. Pertanggungjawaban disampaikan oleh
Kepala melalui Sekretaris Daerah kepada Walikota.
b. Tugas Pokok dan Fungsi KPPT Surakarta
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) mempunyai tugas pokok yaitu
melayani masyarakat umum dibidang perijinan di lingkungan Pemerintah Kota
Surakarta (meliputi wilayah Kecamatan Jebres, Kecamatan Banjarsari, Kecamatan
Serengan, Kecamatan Laweyan dan Kecamatan Pasar Kliwon). Dan untuk
meyelenggarakan tugas pokok tersebut KPPT mempunyai fungsi : Menerima
berkas-berkas pengajuan ijin, dan memproses perijinan.
c. Visi dan Misi KPPT Surakarta
Visi yang di emban, yaitu :
“ Dipercaya sebagai lembaga yang menjunjung kesederhanaan, transparansi,
ketepatan waktu dan kualitas dalam pelayanan publik” .
Untuk merealisasikan visi tersebut, UPT mempunyai misi :
1. Meningkatkan kualitas publik,
3. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan publik,
4. Meningkatkan citra aparatur Negara menjadi semakin positif.
3. Susunan Organisasi KPPT Surakarta
Sesuai dengan Perwali No. 36 Tahun 2008, tentang Penjabaran TUPOKSI dan
Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu, dan sesuai dengan SMM ISO 9001
KPPT Kota Surakarta, menguraikan tugas, tanggung jawab, dan wewenang dari
a. Kepala KPPT.
Ø Tugas dan Tanggungjawab :
1. Melaksanakan Uraian Tugas yang telah ditetapkan sebagai KPPT
2. Menjaga dan memperbaiki efektivitas dan kinerja SMM perusahaan
3. Menetapkan dan mengkaji ruang lingkup penerapan dari SMM
4. Mengesahkan kebijakan dan sasaran mutu perusahaan
5. Mengesahkan kebijakan dan sasaran mutu perusahaan
6. Menyediakan sunber daya yang diperlukan untuk penerapan, pemeliharaan,
dan perbaikan dari SMM
7. Menetapkan uraian tugas masing-masing karyawan
8. Mengesahkan pedoman SMM
9. Memimpin rapat tinjauan manajemen
Ø Kewenangan :
1. Menunjuk wakil Manajemen dan anggota-anggota tim ISO
2. Merubah :
- Lingkup penerapan
- Pedoman SMM
- Elemen-elemen SMM
- Kebijakan Mutu