• Tidak ada hasil yang ditemukan

Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Anemia Gizi Besi (AGB) di Berbagai Provinsi di Indonesia dan Biaya Penanggulangannya Melalui Suplementasi Zat Besi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Anemia Gizi Besi (AGB) di Berbagai Provinsi di Indonesia dan Biaya Penanggulangannya Melalui Suplementasi Zat Besi"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

ESTIMASI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT ANEMIA GIZI BESI (AGB) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA DAN BIAYA

PENANGGULANGANNYA MELALUI SUPLEMENTASI ZAT BESI

YULIA WULANSARI

PROGRAM STUDI

GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

YULIA WULANSARI. Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Anemia Gizi Besi (AGB) di Berbagai Provinsi di Indonesia dan Biaya Penanggulangannya Melalui Suplementasi Zat Besi. (di bawah bimbingan DRAJAT MARTIANTO)

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk melakukan estimasi kerugian ekonomi akibat Anemia Gizi Besi (AGB) di berbagai provinsi di Indonesia dan biaya penanggulangannya melalui suplementasi zat besi. Adapun tujuan khususnya adalah 1) Mengestimasi kerugian ekonomi akibat AGB pada anak-anak (balita) 2) Mengestimasi kerugian ekonomi akibat AGB pada orang dewasa

(WUS) 3) Mengestimasi kerugian ekonomi secara total akibat AGB, dan 4) Melakukan estimasi mengenai biaya yang diperlukan untuk penanggulangan

AGB melalui suplementasi zat besi serta perbandingannya dengan kerugian ekonomi yang ditimbulkan.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan beberapa data yang relevan untuk berbagai provinsi di Indonesia dari beberapa instansi yang terkait. Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga Maret 2006. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi data prevalensi AGB pada balita dan WUS di berbagai provinsi di Indonesia, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan PDRB/kapita provinsi-provinsi di Indonesia, PDRB provinsi-provinsi di Indonesia menurut lapangan usaha, upah tenaga kerja, jumlah penduduk menurut usia dan jenis kelamin, unit cost untuk intervensi anemia, nilai tukar dolar terhadap rupiah, serta Indeks Harga Konsumen. Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan microsoft excell dan dianalisis secara deskriptif.

Hasil pengolahan data Survei Kesehatan Rumah Tangga/SKRT (2001) menunjukan rata-rata prevalensi anemia pada balita di 26 provinsi di Indonesia adalah 44.4%, sedangkan rata-rata prevalensi anemia pada WUS di 26 provinsi di Indonesia adalah 27.0%. Untuk wilayah Indonesia secara umum, prevalensi anemia pada balita adalah sebesar 47.8% dan prevalensi anemia pada WUS adalah 26.4%. Prevalensi anemia pada balita tertinggi terdapat di Provinsi Banten yaitu sebesar 71.0%, dan prevalensi terendah terdapat di Provinsi Sumatera Barat yaitu sebesar 19.6%. Pada WUS, prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Banten yaitu sebesar 43,6% dan prevalensi terendah terdapat di Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu sebesar 10.1%.

Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2004), pada tahun 2001 rata-rata nilai PDRB/kapita dengan migas atas dasar harga konstan tahun 2000 di 26 provinsi di Indonesia adalah sebesar Rp 7 231 486/kapita/tahun, sedangkan rata-rata nilai PDRB/kapita dengan migas atas dasar harga yang berlaku tahun 2001 adalah sebesar Rp 7 939 632/kapita/tahun. Berdasarkan perhitungan tanpa migas maka dapat diketahui bahwa rata-rata nilai PDRB/kapita atas dasar harga konstan tahun 2000 adalah sebesar Rp 5 888 442/kapita/tahun, sedangkan berdasarkan harga yang berlaku tahun 2001 adalah sebesar Rp 6 529 125/kapita/tahun.

(3)

dapat dilakukan estimasi besarnya kerugian ekonomi untuk tahun 2005. Estimasi untuk tahun 2005, besarnya kerugian adalah 11.12 milyar rupiah/tahun.

Rata-rata kerugian ekonomi yang dialami oleh masing- masing provinsi di Indonesia akibat AGB pada orang dewasa (WUS) adalah sebesar 9.18 milyar rupiah/tahun, yang menyebabkan kehilangan nilai PDRB sebesar 0.023%/tahun. Estimasi untuk tahun 2005, besarnya kerugian adalah 13.64 milyar rupiah/tahun.

Rata-rata besarnya kerugian ekonomi yang dialami masing- masing provinsi di Indonesia akibat adanya AGB adalah sebesar 25.44 milyar rupiah/tahun, yang menyebabkan kehilangan nilai PDRB sebesar 0.061%/tahun. Estimasi untuk tahun 2005, besarnya kerugian adalah 37.78 milyar rupiah/tahun.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Baltussen pada tahun 2004 dapat diketahui bahwa unit cost untuk suplementasi besi pada ibu hamil adalah sebesar $1.04/kapita/tahun, suplementasi besi pada pekerja sebesar $1.3/kapita/tahun, dan suplementasi besi pada anak-anak adalah sebesar $0.20/kapita/tahun. Apabila nilai tersebut dikonversi ke dalam satuan rupiah dengan asumsi $1 senilai dengan Rp 9 975 (Bank Indonesia 2001), maka diperoleh hasil bahwa unit cost untuk suplementasi besi pada ibu hamil adalah sebesar Rp 10 374/kapita/tahun, untuk suplementasi besi pada pekerja sebesar Rp 12 968/kapita/tahun, dan untuk suplementasi besi pada anak-anak adalah sebesar Rp 1995/kapita/tahun.

Besarnya biaya suplementasi besi dengan cakupan wilayah (provinsi) dapat diketahui dengan mengalikan antara besarnya biaya per kapita dengan jumlah sasaran di masing- masing provinsi. Rata-rata besarnya biaya suplementasi besi untuk anak-anak (balita) di masing- masing provinsi di Indonesia adalah 0.69 milyar rupiah/tahun, sedangkan untuk WUS adalah sebesar 5.78 milyar rupiah/tahun.

Rasio antara besarnya biaya intervensi dengan kerugian akibat AGB pada anak-anak (balita) menunjukan nilai < 1 untuk seluruh provinsi di Indonesia, begitupun rata-rata rasio antara besarnya biaya intervensi dengan kerugian akibat AGB pada WUS, me nunjukan nilai < 1 untuk sebagian besar provinsi-provinsi di Indonesia. Dengan demikian maka dapat diketahui bahwa besarnya kerugian ekonomi yang timbul akibat AGB pada anak-anak (balita) dan WUS lebih besar daripada besarnya biaya intervensi (unit cost) yang diperlukan untuk penanggulangannya

(4)

ESTIMASI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT ANEMIA GIZI BESI (AGB) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA DAN BIAYA

PENANGGULANGANNYA MELALUI SUPLEMENTASI ZAT BESI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

YULIA WULANSARI A54102018

PROGRAM STUDI

GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul : Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Anemia Gizi Besi (AGB) di Berbagai Provinsi di Indonesia dan Biaya Penanggulangannya Melalui Suplementasi Zat Besi

Nama : Yulia Wulansari

NIM : A54102018

Menyetujui :

Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Drajat Martianto, MSi NIP. 131861464

Mengetahui :

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130422698

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Talaga, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 11 Juli 1984, sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Moh. Sudiyono dan Ibu Ena Qurotul Aena.

Pada tahun 1996 Penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri Talaga III, kemudian pada tahun 1999 Penulis menyelesaikan studi di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri I Talaga. Selanjutnya Penulis melanjutkan studi di Sekolah Menengah Umum Negeri I Cirebon dan lulus pada tahun 2002.

(7)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjud ul “Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Anemia Gizi Besi (AGB) di Berbagai Provinsi di Indonesia dan Biaya Penanggulangannya Melalui Suplementasi Zat Besi”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis ingin memberikan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada : 1. Dr. Ir. Drajat Martianto, MSi selaku dosen pembimbing skripsi, atas arahan,

bantuan dan bimbingannya

2. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, MSc selaku dosen pembimbing akademik serta dosen penguji, atas masukannya selama sidang serta bimbingannya selama Penulis belajar di GMSK

3. Ir. Eddy S. Mudjajanto, selaku dosen pemandu seminar atas masukannya, serta seluruh dosen dan staf departemen GMSK yang telah membantu kelancaran studi di departemen GMSK

4. Bapak dan Ibu serta adik tercinta, atas curahan kasih sayang, limpahan doa dan dorongan semangatnya

5. Teman seperjuangan, Muhammad Aries atas bantuan dan kerjasamanya 6. Sahabat-sahabat tersayang, wulan, euis, anggit, anggi, ifda, meta, midah, ipah,

maul, inggrit, puji, surya, alam, nica, nuqtoh, arfah, deti, feti, fina serta seluruh gamasakers 39.

7. Sahabatku Kristiana Anissa, atas bantuan dan motivasinya, serta seluruh WH crew, Ai, Yu Ungky, Teh Irma, Mba Fani, Chicy, Mba Adah, Tria, Nielma, Ibeth, Dian, Mba Utit, Mba Mute, Nanda serta Teteh, terimakasih atas semuanya

8. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Terima kasih.

(8)

DAFTAR ISI

Penanggulangan Anemia Gizi Besi... .. .. 9

Analisis Kerugian Ekonomi Akibat Anemia Gizi Besi ... . ... 11

Estimasi Biaya Penanggulangan Anemia Gizi Besi... . ... 13

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... . ... 15

KERANGKA PEMIKIRAN ... . ... 16

METODE PENELITIAN ... .. .. 18

Desain, Tempat, dan Waktu... . ... 18

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... . ... 18

Pengolahan dan Analisis Data ... . ... 19

Batasan Operasional ... . ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ... . ... 23

Prevalensi Anemia Pada Balita dan Wanita Usia Subur (WUS) di Berbagai Provinsi di Indonesia ... . ... 23

Produk Domestik Regional Bruto/kapita (PDRB/kapita) di Berbagai Provinsi di Indonesia ... . ... 26

Kontribusi Berbagai Sektor (Lapangan Usaha) Terhadap Total Nilai PDRB ... . ... 28

Alokasi PDRB untuk Upah/Gaji Tenaga Kerja (Wage Share) ... . ... 31

Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Anemia Gizi Besi pada Anak -Anak (Balita) di Berbagai Provinsi di Indonesia ... . ... 33

Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Anemia Gizi Besi pada Orang Dewasa (WUS) di Berbagai Provinsi di Indonesia ... . ... 42

Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Anemia Gizi Besi di Berbagai Provinsi di Indonesia ... . ... 49

(9)
(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Biaya fortifikasi untuk berbagai jenis sumber zat besi ... . ... 14

2 Jenis data yang dikumpulkan, tahun serta sumber data yang akan dianalisis ... . ... 18

3 Prevalensi anemia pada balita di berbagai provinsi di Indonesia... ... . ... 24

4 Prevalensi anemia pada WUS di berbagai provinsi di Indonesia ... . ... 25

5 PDRB/kapita di berbagai provinsi di Indonesia ... .... 26

6 Kontribusi sektor pertanian dan konstruksi terhadap PDRB di berbagai provinsi di Indonesia ... . ... 29

7 Kontribusi ketujuh sektor terhadap PDRB di berbagai provinsi di Indonesia ... . ... 31

8 Persentase upah terhadap total PDRB di masing- masing provinsi di Indonesia ... . ... 33

9 Estimasi kerugian ekonomi per kapita akibat Anemia Gizi Besi pada anak-anak (balita) di berbagai provinsi di Indonesia tahun 2001 ... . ... 35

10 Estimasi kerugian ekonomi per kapita akibat Anemia Gizi Besi pada anak-anak (balita) di berbagai provinsi di Indonesia tahun 2005 ... . ... 36

11 Estimasi kerugian ekonomi akibat Anemia Gizi Besi pada anak-anak (balita) di berbagai provinsi di Indonesia tahun 2001 ... . ... 38

12 Estimasi kerugian ekonomi akibat Anemia Gizi Besi pada anak-anak (balita) di berbagai provinsi di Indonesia tahun 2005 ... . ... 39

13 Besarnya nilai PDRB yang hilang akibat Anemia Gizi Besi pada anak-anak (balita) di berbagai provinsi di Indonesia... . ... 41

14 Estimasi kerugian ekonomi per kapita akibat Anemia Gizi Besi pada orang dewasa (WUS) di berbagai provinsi di Indonesia tahun 2001 ... . ... 43

(11)

ESTIMASI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT ANEMIA GIZI BESI (AGB) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA DAN BIAYA

PENANGGULANGANNYA MELALUI SUPLEMENTASI ZAT BESI

YULIA WULANSARI

PROGRAM STUDI

GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(12)

RINGKASAN

YULIA WULANSARI. Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Anemia Gizi Besi (AGB) di Berbagai Provinsi di Indonesia dan Biaya Penanggulangannya Melalui Suplementasi Zat Besi. (di bawah bimbingan DRAJAT MARTIANTO)

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk melakukan estimasi kerugian ekonomi akibat Anemia Gizi Besi (AGB) di berbagai provinsi di Indonesia dan biaya penanggulangannya melalui suplementasi zat besi. Adapun tujuan khususnya adalah 1) Mengestimasi kerugian ekonomi akibat AGB pada anak-anak (balita) 2) Mengestimasi kerugian ekonomi akibat AGB pada orang dewasa

(WUS) 3) Mengestimasi kerugian ekonomi secara total akibat AGB, dan 4) Melakukan estimasi mengenai biaya yang diperlukan untuk penanggulangan

AGB melalui suplementasi zat besi serta perbandingannya dengan kerugian ekonomi yang ditimbulkan.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan beberapa data yang relevan untuk berbagai provinsi di Indonesia dari beberapa instansi yang terkait. Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga Maret 2006. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi data prevalensi AGB pada balita dan WUS di berbagai provinsi di Indonesia, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan PDRB/kapita provinsi-provinsi di Indonesia, PDRB provinsi-provinsi di Indonesia menurut lapangan usaha, upah tenaga kerja, jumlah penduduk menurut usia dan jenis kelamin, unit cost untuk intervensi anemia, nilai tukar dolar terhadap rupiah, serta Indeks Harga Konsumen. Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan microsoft excell dan dianalisis secara deskriptif.

Hasil pengolahan data Survei Kesehatan Rumah Tangga/SKRT (2001) menunjukan rata-rata prevalensi anemia pada balita di 26 provinsi di Indonesia adalah 44.4%, sedangkan rata-rata prevalensi anemia pada WUS di 26 provinsi di Indonesia adalah 27.0%. Untuk wilayah Indonesia secara umum, prevalensi anemia pada balita adalah sebesar 47.8% dan prevalensi anemia pada WUS adalah 26.4%. Prevalensi anemia pada balita tertinggi terdapat di Provinsi Banten yaitu sebesar 71.0%, dan prevalensi terendah terdapat di Provinsi Sumatera Barat yaitu sebesar 19.6%. Pada WUS, prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Banten yaitu sebesar 43,6% dan prevalensi terendah terdapat di Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu sebesar 10.1%.

Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2004), pada tahun 2001 rata-rata nilai PDRB/kapita dengan migas atas dasar harga konstan tahun 2000 di 26 provinsi di Indonesia adalah sebesar Rp 7 231 486/kapita/tahun, sedangkan rata-rata nilai PDRB/kapita dengan migas atas dasar harga yang berlaku tahun 2001 adalah sebesar Rp 7 939 632/kapita/tahun. Berdasarkan perhitungan tanpa migas maka dapat diketahui bahwa rata-rata nilai PDRB/kapita atas dasar harga konstan tahun 2000 adalah sebesar Rp 5 888 442/kapita/tahun, sedangkan berdasarkan harga yang berlaku tahun 2001 adalah sebesar Rp 6 529 125/kapita/tahun.

(13)

dapat dilakukan estimasi besarnya kerugian ekonomi untuk tahun 2005. Estimasi untuk tahun 2005, besarnya kerugian adalah 11.12 milyar rupiah/tahun.

Rata-rata kerugian ekonomi yang dialami oleh masing- masing provinsi di Indonesia akibat AGB pada orang dewasa (WUS) adalah sebesar 9.18 milyar rupiah/tahun, yang menyebabkan kehilangan nilai PDRB sebesar 0.023%/tahun. Estimasi untuk tahun 2005, besarnya kerugian adalah 13.64 milyar rupiah/tahun.

Rata-rata besarnya kerugian ekonomi yang dialami masing- masing provinsi di Indonesia akibat adanya AGB adalah sebesar 25.44 milyar rupiah/tahun, yang menyebabkan kehilangan nilai PDRB sebesar 0.061%/tahun. Estimasi untuk tahun 2005, besarnya kerugian adalah 37.78 milyar rupiah/tahun.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Baltussen pada tahun 2004 dapat diketahui bahwa unit cost untuk suplementasi besi pada ibu hamil adalah sebesar $1.04/kapita/tahun, suplementasi besi pada pekerja sebesar $1.3/kapita/tahun, dan suplementasi besi pada anak-anak adalah sebesar $0.20/kapita/tahun. Apabila nilai tersebut dikonversi ke dalam satuan rupiah dengan asumsi $1 senilai dengan Rp 9 975 (Bank Indonesia 2001), maka diperoleh hasil bahwa unit cost untuk suplementasi besi pada ibu hamil adalah sebesar Rp 10 374/kapita/tahun, untuk suplementasi besi pada pekerja sebesar Rp 12 968/kapita/tahun, dan untuk suplementasi besi pada anak-anak adalah sebesar Rp 1995/kapita/tahun.

Besarnya biaya suplementasi besi dengan cakupan wilayah (provinsi) dapat diketahui dengan mengalikan antara besarnya biaya per kapita dengan jumlah sasaran di masing- masing provinsi. Rata-rata besarnya biaya suplementasi besi untuk anak-anak (balita) di masing- masing provinsi di Indonesia adalah 0.69 milyar rupiah/tahun, sedangkan untuk WUS adalah sebesar 5.78 milyar rupiah/tahun.

Rasio antara besarnya biaya intervensi dengan kerugian akibat AGB pada anak-anak (balita) menunjukan nilai < 1 untuk seluruh provinsi di Indonesia, begitupun rata-rata rasio antara besarnya biaya intervensi dengan kerugian akibat AGB pada WUS, me nunjukan nilai < 1 untuk sebagian besar provinsi-provinsi di Indonesia. Dengan demikian maka dapat diketahui bahwa besarnya kerugian ekonomi yang timbul akibat AGB pada anak-anak (balita) dan WUS lebih besar daripada besarnya biaya intervensi (unit cost) yang diperlukan untuk penanggulangannya

(14)

ESTIMASI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT ANEMIA GIZI BESI (AGB) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA DAN BIAYA

PENANGGULANGANNYA MELALUI SUPLEMENTASI ZAT BESI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

YULIA WULANSARI A54102018

PROGRAM STUDI

GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(15)

Judul : Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Anemia Gizi Besi (AGB) di Berbagai Provinsi di Indonesia dan Biaya Penanggulangannya Melalui Suplementasi Zat Besi

Nama : Yulia Wulansari

NIM : A54102018

Menyetujui :

Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Drajat Martianto, MSi NIP. 131861464

Mengetahui :

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130422698

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Talaga, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 11 Juli 1984, sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Moh. Sudiyono dan Ibu Ena Qurotul Aena.

Pada tahun 1996 Penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri Talaga III, kemudian pada tahun 1999 Penulis menyelesaikan studi di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri I Talaga. Selanjutnya Penulis melanjutkan studi di Sekolah Menengah Umum Negeri I Cirebon dan lulus pada tahun 2002.

(17)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjud ul “Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Anemia Gizi Besi (AGB) di Berbagai Provinsi di Indonesia dan Biaya Penanggulangannya Melalui Suplementasi Zat Besi”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis ingin memberikan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada : 1. Dr. Ir. Drajat Martianto, MSi selaku dosen pembimbing skripsi, atas arahan,

bantuan dan bimbingannya

2. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, MSc selaku dosen pembimbing akademik serta dosen penguji, atas masukannya selama sidang serta bimbingannya selama Penulis belajar di GMSK

3. Ir. Eddy S. Mudjajanto, selaku dosen pemandu seminar atas masukannya, serta seluruh dosen dan staf departemen GMSK yang telah membantu kelancaran studi di departemen GMSK

4. Bapak dan Ibu serta adik tercinta, atas curahan kasih sayang, limpahan doa dan dorongan semangatnya

5. Teman seperjuangan, Muhammad Aries atas bantuan dan kerjasamanya 6. Sahabat-sahabat tersayang, wulan, euis, anggit, anggi, ifda, meta, midah, ipah,

maul, inggrit, puji, surya, alam, nica, nuqtoh, arfah, deti, feti, fina serta seluruh gamasakers 39.

7. Sahabatku Kristiana Anissa, atas bantuan dan motivasinya, serta seluruh WH crew, Ai, Yu Ungky, Teh Irma, Mba Fani, Chicy, Mba Adah, Tria, Nielma, Ibeth, Dian, Mba Utit, Mba Mute, Nanda serta Teteh, terimakasih atas semuanya

8. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Terima kasih.

(18)

DAFTAR ISI

Penanggulangan Anemia Gizi Besi... .. .. 9

Analisis Kerugian Ekonomi Akibat Anemia Gizi Besi ... . ... 11

Estimasi Biaya Penanggulangan Anemia Gizi Besi... . ... 13

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... . ... 15

KERANGKA PEMIKIRAN ... . ... 16

METODE PENELITIAN ... .. .. 18

Desain, Tempat, dan Waktu... . ... 18

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... . ... 18

Pengolahan dan Analisis Data ... . ... 19

Batasan Operasional ... . ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ... . ... 23

Prevalensi Anemia Pada Balita dan Wanita Usia Subur (WUS) di Berbagai Provinsi di Indonesia ... . ... 23

Produk Domestik Regional Bruto/kapita (PDRB/kapita) di Berbagai Provinsi di Indonesia ... . ... 26

Kontribusi Berbagai Sektor (Lapangan Usaha) Terhadap Total Nilai PDRB ... . ... 28

Alokasi PDRB untuk Upah/Gaji Tenaga Kerja (Wage Share) ... . ... 31

Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Anemia Gizi Besi pada Anak -Anak (Balita) di Berbagai Provinsi di Indonesia ... . ... 33

Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Anemia Gizi Besi pada Orang Dewasa (WUS) di Berbagai Provinsi di Indonesia ... . ... 42

Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Anemia Gizi Besi di Berbagai Provinsi di Indonesia ... . ... 49

(19)
(20)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Biaya fortifikasi untuk berbagai jenis sumber zat besi ... . ... 14

2 Jenis data yang dikumpulkan, tahun serta sumber data yang akan dianalisis ... . ... 18

3 Prevalensi anemia pada balita di berbagai provinsi di Indonesia... ... . ... 24

4 Prevalensi anemia pada WUS di berbagai provinsi di Indonesia ... . ... 25

5 PDRB/kapita di berbagai provinsi di Indonesia ... .... 26

6 Kontribusi sektor pertanian dan konstruksi terhadap PDRB di berbagai provinsi di Indonesia ... . ... 29

7 Kontribusi ketujuh sektor terhadap PDRB di berbagai provinsi di Indonesia ... . ... 31

8 Persentase upah terhadap total PDRB di masing- masing provinsi di Indonesia ... . ... 33

9 Estimasi kerugian ekonomi per kapita akibat Anemia Gizi Besi pada anak-anak (balita) di berbagai provinsi di Indonesia tahun 2001 ... . ... 35

10 Estimasi kerugian ekonomi per kapita akibat Anemia Gizi Besi pada anak-anak (balita) di berbagai provinsi di Indonesia tahun 2005 ... . ... 36

11 Estimasi kerugian ekonomi akibat Anemia Gizi Besi pada anak-anak (balita) di berbagai provinsi di Indonesia tahun 2001 ... . ... 38

12 Estimasi kerugian ekonomi akibat Anemia Gizi Besi pada anak-anak (balita) di berbagai provinsi di Indonesia tahun 2005 ... . ... 39

13 Besarnya nilai PDRB yang hilang akibat Anemia Gizi Besi pada anak-anak (balita) di berbagai provinsi di Indonesia... . ... 41

14 Estimasi kerugian ekonomi per kapita akibat Anemia Gizi Besi pada orang dewasa (WUS) di berbagai provinsi di Indonesia tahun 2001 ... . ... 43

(21)

16 Estimasi kerugian ekonomi akibat Anemia Gizi Besi pada orang dewasa (WUS) di berbagai provinsi di Indonesia

tahun 2001 ... . ... 46 17 Estimasi kerugian ekonomi akibat Anemia Gizi Besi pada

orang dewasa (WUS) di berbagai provinsi di Indonesia

tahun 2005 ... . ... 47 18 Besarnya nilai PDRB yang hilang akibat Anemia Gizi Besi

pada orang dewasa (WUS) di berbagai provinsi di Indonesia ... . ... 49 19 Estimasi kerugian ekonomi per kapita akibat Anemia Gizi Besi

di berbagai provinsi di Indonesia tahun 2001 ... . ... 51 20 Estimasi kerugian ekonomi per kapita akibat Anemia Gizi Besi

di berbagai provinsi di Indonesia tahun 2005 ... . ... 52 21 Estimasi kerugian ekonomi akibat Anemia Gizi Besi

di berbagai provinsi di Indonesia tahun 2001 ... . ... 54 22 Estimasi kerugian ekonomi akibat Anemia Gizi Besi

di berbagai provinsi di Indonesia tahun 2005 ... . ... 55 23 Besarnya nilai PDRB yang hilang akibat Anemia Gizi Besi

di berbagai provinsi di Indonesia ... . ... 57 24 Kerugian ekonomi akibat Anemia Gizi Besi di beberapa negara ... . ... 58 25 Biaya intervensi (suplementasi besi pada anak-anak/balita dan WUS)

(22)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bagan kerangka pemikiran beberapa faktor yang mempengaruhi anemia gizi besi, serta analisis hubungan antara anemia gizi

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Nilai PDRB di berbagai provinsi di Indonesia tahun 2001 ... 69

2 Upah tenaga kerja pada masing- masing sektor di berbagai

provinsi di Indonesia pada tahun 2001... 70

3 Kontribusi berbagai sektor terhadap total nilai PDRB dengan migas... 71

(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Iron Deficiency Anemia (IDA) atau lebih dikenal dengan sebutan Anemia Gizi Besi (AGB) merupakan salah satu masalah gizi yang penting di Indonesia. Masalah AGB tidak hanya dijumpai dikalangan rawan gizi seperti anak-anak, ibu hamil, dan ibu yang sedang menyusui, tetapi juga diantara orang dewasa terutama golongan karyawan dengan penghasilan rendah (Djojosoebagio et al. 1986). Menurut De Maeyer dan Adielstegman (1985) diacu dalam Ross dan Horton (1998), pada tahun 1985, sekitar 30 persen penduduk dunia (1.3 milyar) menderita AGB.

Menurut Komite Nasional PBB Bidang Pangan dan Pertanian (1992), berdasarkan hasil- hasil penelitian di beberapa tempat di Indonesia pada tahun 1980-an menunjukan bahwa prevalensi anemia pada wanita dewasa tidak hamil berkisar 30-40 persen, pada wanita hamil 50-70 persen, anak balita 30-40 persen, anak sekolah 25-35 persen, pria dewasa 20-30 persen dan pekerja berpenghasilan rendah 30-40 persen. Sedangkan menurut Soekirman et al. (2003) menyatakan bahwa prevalensi anemia mengalami penurunan dari 50.9 persen (1995) menjadi 40 persen (2001). Begitupun pada wanita usia 14-44 tahun mengalami penurunan dari 39.5 persen (1995) menjadi 27.9 persen (2001). Akan tetapi, untuk anak dibawah usia lima tahun angka anemia meningkat dari 40 persen (1995) menjadi 48.1 persen (2001).

Masalah AGB yang merupakan salah satu masalah gizi sering dianggap hanya sebagai isu kesehatan dan ditempatkan sebagai subsektor kecil dari sektor kesehatan yang luas (Khomsan 2004). Padahal, akibat yang ditimbulkan dari masalah gizi khususnya AGB tersebut tidak hanya sebatas masalah kesehatan, melainkan juga masalah ekonomi.

(25)

lainnya seperti komplikasi kehamilan dan kelahiran. Akibat lainnya dari AGB adalah gangguan pertumbuhan, gangguan imunitas, rentan terhadap pengaruh racun dari logam- logam berat, dan seterusnya.

Melihat begitu besarnya dampak yang ditimbulkan akibat AGB khususnya pada anak-anak dan orang dewasa, maka sangat penting bagi pemerintah untuk membuat kebijakan-kebijakan dalam mengatasi AGB. Meskipun memerlukan biaya dalam mangatasinya, namun hal ini harus dipandang sebagai suatu investasi. Menurut Riyadi (2001), investasi pada gizi anak dan orang dewasa akan mendapatkan manfaat jangka pendek dan jangka panjang yang lua r biasa terhadap aspek sosial dan ekonomi, termasuk pengurangan biaya perawatan kesehatan selama siklus hidupnya, peningkatan kemampuan intelektual dan pendidikan, serta meningkatkan produktivitas kerja.

Sampai saat ini, masih sangat sedikit analisis ekono mi yang dapat mengungkapkan kerugian ekonomi akibat masalah gizi khususnya AGB, serta masih sedikit pula analisis ekonomi yang mengungkapkan manfaat dari penanggulangan AGB di Indonesia. Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna melakukan analisis ekonomi yang berkaitan dengan kerugian akibat AGB serta analisis ekonomi yang berkaitan dengan upaya penanggulangannya.

Idealnya, analisis mengenai kerugian ekonomi akibat AGB dilakukan untuk seluruh golongan usia seperti anak-anak, dewasa pria dan wanita. Namun karena data yang digunakan dalam analisis tidak tersedia, maka analisis akan dibatasi hanya pada anak balita dan Wanita Usia Subur (WUS) saja.

Tujuan Tujuan Umum

(26)

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk :

1. Melakukan estimasi kerugian ekonomi akibat AGB pada anak-anak (balita) di berbagai provinsi di Indonesia

2. Melakukan estimasi kerugian ekonomi akibat AGB pada orang dewasa (Wanita Usia Subur) di berbagai provinsi di Indonesia

3. Melakukan estimasi kerugian ekonomi secara total akibat AGB di berbagai provinsi di Indonesia

4. Melakukan estimasi mengenai biaya yang diperlukan untuk

penanggulangan AGB melalui suplementasi zat besi serta perbandingannya dengan kerugian ekonomi yang ditimbulkan.

Kegunaan

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Anemia Gizi Besi (AGB) Pengertian Anemia Gizi Besi

Anemia Gizi Besi adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan cadangan besi dalam hati, sehingga jumlah hemoglobin darah menurun dibawah normal. Sebelum terjadi Anemia Gizi Besi, diawali lebih dulu dengan keadaan Kurang Gizi Besi (KGB). Apabila cadangan besi dalam hati menurun tetapi belum parah, dan jumlah hemoglobin masih normal, maka seseorang dikatakan mengalami Kurang Gizi Besi saja (tidak disertai Anemia Gizi Besi). Keadaan Kurang Gizi Besi yang berlanjut dan semakin parah akan mengakibatkan Anemia Gizi Besi, dimana tubuh tidak lagi mempunyai cukup zat besi untuk membentuk hemoglobin yang diperlukan dalam sel-sel darah yang baru (Soekirman 2000).

Terdapat beberapa parameter untuk mengukur proses terjadinya pentahapan dari Kurang Gizi Besi ke Anemia Gizi Besi. Untuk mengetahui adanya penurunan atau deplesi cadangan besi tingkat ringan diukur dengan kadar feritin dalam serum darah yang menurun. Pada tahap berikutnya dapat terjadi deplesi besi yang lebih parah sehingga dapat mengganggu pembentukan hemoglobin baru, tetapi kadar hemoglobin masih normal, dimana pada tahap ini diukur dengan menurunnya transferin saturation dan meningkatnya erythrocyte protoporphyrin. Tahap berikutnya terjadi Anemia Gizi Besi yang diukur dengan kadar hemoglobin atau hematokrit yang lebih rendah dari standar normal WHO (Soekirman 2000).

(28)

Luasan Masalah Anemia Gizi Besi

Iron Deficiency Anemia (IDA) atau lebih dikenal dengan sebutan Anemia Gizi Besi merupakan salah satu masalah gizi yang penting di Indonesia. Masalah Anemia Gizi Besi ini tidak hanya dijumpai dikalangan rawan seperti anak-anak, ibu hamil, dan ibu yang sedang menyusui, tetapi juga diantara orang dewasa terutama golongan karyawan dengan penghasilan rendah (Djojosoebagio et al. 1986). Menurut De Maeyer dan Adielstegman (1985) diacu dalam Ross dan Horton (1998), pada tahun 1985, sekitar 30 persen penduduk dunia (1.3 milyar) menderita Anemia Gizi Besi.

Menurut Komite Nasional PBB Bidang Pangan dan Pertanian (1992), berdasarkan hasil- hasil penelitian di beberapa tempat di Indonesia pada tahun 1980-an menunjukan bahwa prevalensi anemia pada wanita dewasa tidak hamil berkisar 30-40 persen, pada wanita hamil 50-70 persen, anak balita 30-40 persen, anak sekolah 25-35 persen, pria dewasa 20-30 persen dan pekerja berpenghasilan rendah 30-40 persen. Sedangkan menurut Soekirman et al. (2003) menyatakan bahwa prevalensi Anemia Gizi Besi mengalami penurunan dari 50.9 persen (1995) menjadi 40 persen (2001). Begitupun pada wanita usia 14-44 tahun mengalami penurunan dari 39.5 persen (1995) menjadi 27.9 persen (2001). Akan tetapi, untuk anak dibawah usia lima tahun angka Anemia Gizi Besi meningkat dari 40 persen (1995) menjadi 48.1 persen (2001).

Penyebab Anemia Gizi Besi

Menurut Komite Nasional PBB Bidang Pangan dan Pertanian (1992), Anemia Gizi Besi dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor penyebab langsung dan faktor penyebab tidak langsung. Faktor penyebab langsung meliputi jumlah Fe dalam makanan tidak cukup, absopsi Fe rendah, kebutuhan naik serta kehilangan darah, sehingga keadaan ini menyebabkan jumlah Fe dalam tubuh menurun.

(29)

darah merah, dan disebut mioglobin di dalam sel-sel otot. Hemoglobin berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh sel tubuh, sedangkan mioglobin mengangkut dan menyimpan oksigen untuk sel-sel otot (Soekirman 2000).

Besi yang ada didalam tubuh berasal dari tiga sumber yaitu besi yang diperole h dari hasil perusakan sel-sel darah merah (hemolisis), besi yang diambil dari penyimpanan dalam tubuh, dan besi yang diserap dari saluran pencernaan. Dari ketiga sumber tersebut, besi hasil hemolisis merupakan sumber utama. Pada manusia yang normal, kira-kira 20-25 mg besi per hari berasal dari besi hemolisis, dan hanya sekitar 1 mg berasal dari makanan (Winarno 2002).

Didalam tubuh ma nusia, jumlah zat besi sangat bervariasi tergantung pada umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis tubuh. Pada orang dewasa sehat, jumlah zat besi diperkirakan lebih dari 4000 mg dengan sekitar 2500 mg ada dalam hemoglobin. Sebagian zat besi dalam tubuh (sekitar 1000 mg) disimpan didalam hati dengan bentuk ferritin. Pada saat konsumsi zat besi dari makanan tidak cukup, zat besi ferritin dikeluarkan untuk memproduksi hemoglobin (Anonim 2005).

Ketidakcukupan jumlah Fe dalam makanan terjadi karena pola konsumsi makan masyarakat Indonesia masih didominasi sayuran sebagai sumber zat besi yang sulit diserap, sedangkan daging dan bahan pangan hewani sebagai sumber zat besi yang baik (heme iron) jarang dikonsumsi terutama oleh masyarakat pedesaan (Departemen Kesehatan RI 1998 diacu dalam Hulu 2004). Menurut Almatsier (2001), pada umumnya, besi di dalam daging, ayam, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik yang tinggi, besi di dalam serealia dan kacang-kacangan mempunyai ketersediaan biologik yang sedang, dan besi yang terdapat pada sebagian besar sayur-sayuran terutama yang mengandung asam oksalat tinggi seperti bayam mempunyai ketersediaan biologik yang rendah.

(30)

sosial ekonomi meliputi tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, besar keluarga, pekerjaan, pendapatan, dan lain- lain.

Menurut Winarno (1993), tingkat ekonomi (pendapatan) yang rendah dapat mempengaruhi pola makan. Pada tingkat pendapatan yang rendah, sebagian besar pengeluaran ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan berorientasi pada jenis pangan karbohidrat. Hal ini disebabkan makanan yang mengandung banyak karbohidrat lebih murah dibandingkan dengan makanan sumber zat besi, sehingga kebutuhan zat besi akan sulit terpenuhi, dan dapat berdampak pada terjadinya Anemia Gizi Besi.

Seperti yang telah disebutkan bahwa salah satu penyebab Anemia Gizi Besi adalah adanya zat penghambat absorpsi. Menurut Almatsier (2001), terdapat beberapa makanan yang mengandung zat penghambat absorpsi besi diantaranya adalah beberapa jenis sayuran yang mengandung asam oksalat, beberapa jenis serealia dan protein kedelai yang mengandung asam fitat, serta teh dan kopi yang mengandung tanin. Bila besi tubuh tidak terlalu tinggi, sebaiknya tidak minum teh atau kopi pada waktu makan. Selain itu, kalsium dosis tinggi berupa suplemen juga dapat menghambat absopsi besi.

Dalam kaitannya dengan mekanisme absorpsi, dikenal ada dua macam besi dalam makanan, yaitu besi heme dan besi non heme. Besi heme diambil oleh sel mukosa dan dipecah di dalam sel oleh suatu enzim pembelah heme. Adapun besi non heme mungkin diambil dalam bentuk ion oleh penerima pada sel mukosa usus atau oleh pengangkut protein yang berada di permukaan luminal sel. Absorpsi besi non heme sangat dipengaruhi oleh status gizi serta oleh berbagai faktor makanan. Sedangkan absorpsi besi heme tidak dipengaruhi status gizi serta tidak dipengaruhi oleh faktor- faktor lain yang mempengaruhi absorpsi besi

non heme (Hallberg 1988).

Dampak Anemia Gizi Besi

(31)

wanita hamil akan menyebabkan buruknya persalinan, berat bayi lahir rendah, bayi lahir premature, serta dampak negatif lainnya seperti komplikasi kehamilan dan kelahiran. Akibat lainnya dari Anemia Gizi Besi adalah gangguan pertumbuhan, gangguan imunitas serta rentan terhadap pengaruh racun dari logam- logam berat.

Besi memegang peranan dalam sistem kekebalan tubuh. Respon kekebalan sel oleh limfosit-T terganggu karena berkurangnya pembentukan sel-sel tersebut, yang kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya sintesis DNA. Berkurangnya sintesis DNA ini disebabkan oleh gangguan enzim reduktase ribonukleotide yang membutuhkan besi untuk dapat berfungsi. Disamping itu, sel darah putih yang menghancurkan bakteri tidak dapat bekerja secara efektif dalam keadaan tubuh kekurangan besi. Enzim lain yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh yaitu mieloperoksidase juga akan terganggu fungsinya akibat defisiensi besi (Almatsier 2001).

Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa Anemia Gizi Besi erat kaitannya dengan penurunan kemampuan motorik (dampak fisik). Dilihat dari dampak fisik, Anemia Gizi Besi dapat menyebabkan rasa cepat lelah. Rasa cepat lelah terjadi karena pada penderita Anemia Gizi Besi pengolahan (metabolisme) energi oleh otot tidak berjalan sempurna karena otot kekurangan oksigen, dimana oksigen yang dibutuhkan oleh sel-sel otot ini diangkut oleh zat besi dalam darah (hemoglobin). Untuk menyesuaikan dengan berkurangnya jatah oksigen, maka otot membatasi produksi energi. Akibatnya, mereka yang menderita Anemia Gizi Besi akan cepat lelah bila bekerja karena cepat kehabisan energi (Soekirman 2000).

(32)

Studi mengenai anemia pada pekerja wanita yang dilakukan di Jakarta, Tangerang, Jambi dan Kudus, membuktikan bahwa anemia dapat menurunkan produktivitas kerja. Dilaporkan bahwa anemia menurunkan produktivitas 5-10 persen dan kapasitas kerjanya 6.5 jam per minggu (Anonim 2005). Padahal, produktivitas kerja ini sangat penting peranannya dalam menentukan nilai pendapatan per kapita (Ravianto 1985).

Selain menurunkan produktivitas kerja yang umumnya terjadi pada penderita usia dewasa, Anemia Gizi Besi juga mengakibatkan dampak negatif terhadap anak usia sekolah. Anak usia sekolah yang menderita Anemia Gizi Besi akan mengalami penurunan kemampuan kognitif, penurunan kemampuan belajar, dan pada akhirnya akan menurunkan prestasi belajar. Menurut Lozzoff dan Youdim (1988) diacu dalam Almatsier (2001), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara defisiensi besi dengan fungsi otak.

Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, terutama terhadap fungsi sistem neurotransmitter (penghantar syaraf). Akibatnya, kepekaan reseptor syaraf dopamin berkurang yang dapat berakhir dengan hilangnya reseptor tersebut. Daya konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan belajar terganggu, ambang batas rasa sakit meningkat, fungsi kelenjar tiroid dan kemampuan mengatur suhu tubuh juga menurun (Lozzoff & Youdim 1988 diacu dalam Almatsier 2001).

Dampak lebih lanjut akibat Anemia Gizi Besi adalah menurunnya status gizi seseorang. Status gizi dapat mempengaruhi kualitas manusia, produktivitas kerja, dan akhirnya pendapatan (Hardinsah & Suharjo 1987). Menurut Djojosoebagio et al. (1986), keadaan ini akan menimbulkan akibat yang lebih luas baik pada aspek fisik, mental, kemampuan berfikir maupun aspek sosial ekonomi dan sumberdaya manusia pada umumnya.

Penanggulangan Anemia Gizi Besi

(33)

beberapa puskesmas dan posyandu. Tablet suplemen ini sebagian besar berasal dari UNICEF. Selain pada wanita hamil, suplemen besi juga diberikan pada anak dengan usia dibawah lima tahun, yaitu berupa sirup besi (Soekirman et al. 2003).

Upaya penanggulangan Anemia Gizi Besi dengan fortifikasi zat besi dilakukan terhadap beberapa jenis bahan pangan. Fortifikasi besi lebih sulit dilakukan daripada fortifikasi vitamin A dan zat iodium, karena sifat kimiawi zat besi yang beragam dan memerlukan penyesuaian dengan pangan yang akan difortifikasi. Bahan pangan yang akan difortifikasi harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya dihasilkan oleh pabrik tertentu, dikonsumsi oleh banyak orang termasuk kelompok sasaran, harga setelah difortifikasi terjangkau, rupa dan rasa tidak berubah, serta sesuai dengan sifat kimiawi zat fortifikan. Beberapa bahan pangan yang telah difortifikasi adalah tepung terigu dan garam (Soekirman 2000).

Menurut Muhilal dan Karyadi (1980), pelaksanaan fortifikasi tingkat nasional harus melibatkan banyak departemen dalam pemerintahan, antara lain Departemen Kesehatan yang menentukan kadarnya, Departemen Perindustrian yang menangani proses fortifikasi, serta Departemen Perdagangan yang menangani penyalurannya. Keuntungan fortifikasi besi adalah bahwa zat besi dapat mencapai sasaran untuk semua golongan umur.

Menurut Khomsan (2004), terdapat beberapa hal yang dapat mendukung kebijakan fortifikasi. Dari pihak pemerintah, perlu adanya subsidi pada tahap awal penerapan teknologi fortifikasi. Departemen Kesehatan yang juga merupakan lembaga pemerintah harus terus- menerus melakukan pemasaran sosial mengenai bahan-bahan yang telah mengalami fortifikasi. Disamping lembaga-lembaga yang ada didalam negeri, lembaga-lembaga- lembaga-lembaga Internasional juga harus melakukan dukungan yaitu dengan melakukan studi efikasi untuk mengetahui keefektifan dari suatu bahan yang telah difortifikasi.

(34)

nilai biologis makanan dipengaruhi oleh empat hal, yaitu jumlah kandungan zat besi, bentuk kimia fisik zat besi, adanya makanan lain yang memacu atau menghambat absopsi zat besi serta cara pengolahan makanan (Soekirman 2000).

Dengan memperhatikan pola makan, diharapkan kebutuhan zat besi pada masing- masing individu dapat terpenuhi sebagaimana yang dibutuhkan. Menurut Kartono dan Soekatri (2004) kebutuhan besi per orang per hari untuk bayi (0-11 bulan) adalah 0.5-7 mg, anak usia 1-9 tahun adalah 8-10 mg, pria 10-12 tahun adalah 13 mg, pria usia 13-15 tahun adalah 19 mg, pria usia 16-18 tahun adalah 15 mg, pria usia 19-65 tahun keatas adalah 13 mg, wanita usia 10-12 tahun adalah 20 mg, wanita usia 13-49 tahun adalah 26 mg, wanita usia 50-65 tahun keatas adalah 12 mg, untuk wanita hamil ditambah 9-13 mg dari kebutuhan normal, sedangkan untuk wanita menyusui ditambah 6 mg dari kebutuhan normal. Menurut Winarno (2002), jumlah besi yang diluarkan tubuh sekitar 1.0 mg per hari, dan untuk wanita masih ditambah 0.5 mg hilang karena menstruasi. Adapun jumlah besi yang diserap hanya sekitar 10 persen.

Perbaikan dalam gizi dan kesehatan tenaga kerja akan meningkatkan efisiensi kerja melalui peningkatan kemampuan individunya. Pengaruh program kesehatan serta gizi terhadap penduduk usia muda akan terlihat pada peningkatan GNP di masa depan. Peningkatan GNP terjadi karena adanya pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan dengan bertambahnya tingkat partisipasi angkatan kerja dan secara tidak langsung melalui tingkat partisipasi dalam dunia pendidikan (Tjiptoherijanto & Soesetyo 1994).

Analisis Kerugian Ekonomi Akibat Anemia Gizi Besi

Salah satu dampak dari Anemia Gizi Besi adalah menurunnya produktivitas kerja pada orang dewasa. Akibat selanjutnya dari penurunan produktivitas kerja adalah penurunan pendapatan (Ros & Horton 1998). Menurut Soekirman (2000), berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yang hilang akibat kurang energi protein, kurang zat besi, dan kurang yodium pada anak dan dewasa di Pakistan dan Banglades berkisar antara 2 – 5 persen PDB.

(35)

akan me ngalami penurunan skor IQ dan kemampuan kognitif yang akan berimplikasi pada penurunan produktivitas (Ros & Horton 1998).

Menurut Ros dan Horton (1998), pendapatan yang hilang akibat Anemia Gizi Besi dengan penurunan produktivitas sebesar 4 persen pada anak-anak dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Cog loss = 4% x WS x GDP/cap x Pr (child) keterangan

• Cog loss = produktivitas yang hilang akibat penurunan skor (kemampuan) kognitif pada anak yang menderita

Anemia Gizi Besi

• WS = wage share (labour) in GDP

• GDP/cap = Produk Domestik Bruto per kapita

• Pr (child) = prevalensi Anemia Gizi Besi pada anak-anak

Seperti halnya pada anak-anak, kehilangan pendapatan juga terjadi pada orang dewasa yang menderita Anemia Gizi Besi. Efek per kapita pada dewasa yang menderita Anemia Gizi Besi (dimana mengalami penurunan produktivitas) dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

5% x WS x BC Share x GDP/cap x Pr (adult) + 12% x WS x HML x GDP/cap x Pr (adult) keterangan

• WS = wage share (labour) in GDP

• BC Share = share of blue-collar employment in total employment

• GDP/cap = Produk Domestik Bruto per kapita

• Pr (adult) = prevalensi Anemia Gizi Besi pada orang dewasa

• HML = heavy manual labour share in GDP (measured as 50% of the value of output in agriculture and constuction).

(36)

Cog loss + BC loss + HML loss

= 0,04 x WS x GDP/cap x Pr (child) 

+ 0,01 x WS x BC Share x GDP/cap x Pr (adult)  + 0,12 x WS x HML x GDP/cap x Pr (adult) 

Estimasi Biaya Penanggulangan Anemia Gizi Besi

Penanggulangan Anemia Gizi Besi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain melalui fortifikasi zat besi pada beberapa bahan pangan, suplementasi zat besi, meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan serta penanggulangan penyakit infeksi dan parasit (Wirakusumah 1999). Fortifikasi dan suplementasi zat besi merupakan cara-cara penanggulangan Anemia Gizi Besi yang sering dilakukan.

Fortifikasi adalah penambahan suatu jenis zat gizi ke dalam bahan pangan untuk meningkatkan kualitas pangan suatu kelompok masyarakat. Keuntungan fortifikasi diantaranya dapat diterapkan pada populasi yang besar dan biayanya relatif murah (Wirakusumah 1999)

Beberapa bahan pangan yang biasa difortifikasi antara lain adalah gula, garam, susu, tepung gandum, saus ikan dan lain- lain. Biaya fortifikasi untuk masing- masing bahan pangan tidak sama. Menurut Nestel, biaya fortifikasi sangat bervariasi tergantung sumber zat besi yang digunakan, persentase zat besi dalam bahan pangan yang difortifikasi, bioavailabilitas zat besi serta kestabilan zat besi dan warnanya.

(37)

Tabel 1 Biaya fortifikasi untuk berbagai jenis sumber zat besi

Jenis zat besi Fe (%) Biaya $/kg Biaya $/kg Fe

Hydrogen reduce iron 98 1.94 2.00

Electrolytic iron 98 4.71 4.8

Ferrous sulphate 32 2.35 7.3

Ferric orthophosphate 28 2.73 9.8

Ferrous fumarate 33 2.94 8.9

Iron EDTA 13 2.4 18.5

Sumber : INACG (1990) diacu dalam Nestel

Suplementasi zat besi juga merupakan suatu cara penanggulangan Anemia Gizi Besi yang menguntungkan karena dapat memperbaiki status hemoglobin dalam waktu yang relatif singkat. Cara ini masih dilakukan sampai sekarang dan cocok untuk diterapkan pada ibu hamil dan kelompok yang beresiko lainnya seperti anak balita, anak sekolah, dan pekerja (Wirakusumah 1999).

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1995), suplementasi zat besi biasa diberikan dalam bentuk tablet serta sirup zat besi. Jalur pengadaan tablet/sirup dapat dilakukan baik melalui sektor kesehatan maupun sektor non kesehatan. Pada sektor kesehatan, pengadaan tablet/sirup besi dilaksanakan oleh masing- masing propinsi/kabupaten. Adapun biaya pengadaannya berasal dari dana APBN/APBD I/APBD II yang didasarkan pada kebutuhan yang dianjurkan oleh tiap kabupaten/propinsi.

Lebih lanjut, menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1995) pengadaan tablet/sirup zat besi melalui sektor non kesehatan dapat dilakukan dengan melibatkan berbagai instansi seperti BKKBN, Departemen Tenaga Kerja (Depnaker), Departemen Pendidikan serta masyarakat/swasta. BKKBN dapat melakukan program supleme ntasi dengan cara menambah besi pada pil KB, Depnaker dapat menugaskan perusahaan untuk menyediakan tablet besi bagi pekerja wanita, Departemen Pendidikan dapat menugaskan sekolah melalui POMG dan UKS untuk menyediakan tablet besi bagi anak didiknya. Sedangkan masyarakat/swasta dapat menyediakan tablet/sirup besi melalui pangadaan sendiri.

(38)

level/derajat infeksi dan parasit yang biasa berpengaruh terhadap status gizi pada kelompok yang beresiko tinggi (rawan gizi).

Perbaikan sistem saluran air merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan guna menurunkan derajat infeksi dan parasit. Biaya yang diperlukan guna perbaikan/pengadaan sistem saluran air sangat tergantung pada kondisi wilayah setempat (Austin et al. 1981b). Menurut World Bank (1976) diacu dalam Austin et al. (1981b) perkiraan biaya untuk pengadaan sumur yang memadai dengan pompa tangan adalah sebesar $0.50 sampai dengan $3 per orang.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasiona l serta Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat regional (provinsi) menggambarkan kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan output (nilai tambah) pada suatu waktu tertentu. PDB maupun PDRB dihitung atas dasar harga berlaku serta atas dasar harga konstan (Badan Pusat Statistik Republik Indonesia 2004b).

PDRB atas dasar harga yang berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. PDRB atas dasar harga berlaku (nominal) menunjukan kemampuan sumberdaya ekonomi yang dihasilkan olah suatu daerah. Nilai PDRB ya ng besar menunjukan kemampuan sumber daya ekonomi yang besar begitu pun sebaliknya. PDRB harga konstan (riil) dapat digunakan untuk menunjukan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun (Badan Pusat Statistik Republik Indonesia 2004b).

(39)

KERANGKA PEMIKIRAN

Konsumsi zat gizi pada individu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi zat gizi adalah keadaan sosial ekonomi, kebiasaan makan, ketersediaan pangan, serta pengetahuan gizi yang dimiliki oleh individu tersebut. Tinggi rendahnya konsumsi zat gizi individu akan mempengaruhi kecukupan gizi individu tersebut.

Konsumsi zat besi, dimana zat besi ini merupakan salah satu jenis zat gizi mikro juga dipengaruhi oleh berbagai faktor sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Besar kecilnya konsumsi zat besi berdampak pada kelebihan atau kekurangan zat besi pada individu. Kekurangan zat besi pada individu akan memberikan dampak yang negatif. Dampak yang ditimbulkan akibat kekurangan (defisiensi) zat besi adalah timbulnya Anemia Gizi Besi.

Anemia Gizi Besi yang terjadi pada individu selain dipengaruhi oleh rendahnya intik zat besi juga dipengaruhi oleh kondisi fisiologis individu, seperti infeksi, kecacingan, malaria, masa pertumbuhan, kehamilan, menyusui maupun penyakit lainnya yang diderita. Dampak yang ditimbulkan akibat Anemia Gizi Besi adalah penurunan produktivitas kerja individu. Penurunan produktivitas kerja tidak hanya ditujukan untuk orang dewasa, tetapi juga terhadap anak-anak yang mengalami penurunan produktivitas berupa penurunan kemampuan belajar, penurunan prestasi belajar serta penurunan skor IQ.

(40)

Gambar 1. Bagan kerangka pemikiran beberapa faktor yang mempengaruhi Anemia Gizi Besi, serta analisis hubungan antara Anemia Gizi Besi dengan kerugian ekonomi.

Kebiasaan makan

Keadaan sosial ekonomi

individu

Konsumsi zat besi Ketersediaan

pangan

Pengetahuan gizi

Anemia Gizi Besi

Produktivitas kerja rendah

Kerugian ekonomi Infeksi

Kecacingan Malaria, dan

lain-lain

Biaya perawatan

Akses terhadap program

suplementasi besi

Keterangan :

(41)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan beberapa data yang relevan untuk berbagai provinsi di Indonesia dari beberapa instansi yang terkait. Penelitian dilakukan selama tiga bulan, dimulai pada bulan Januari – Maret 2006.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yang meliputi : Tabel 2 Jenis data yang dikumpulkan, tahun serta sumber data yang dianalisis

No Jenis Data Tahun Sumber

1. Prevalensi Anemia Gizi Besi pada balita dan Wanita Usia Subur di berbagai provinsi di Indonesia

2001 Survei Kesehatan

Rumah Tangga (SKRT)

2. PDRB serta PDRB per kapita pada masing- masing provinsi di Indonesia

2001 BPS RI

3 PDRB provinsi-provinsi di Indonesia menurut lapangan

5 Jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelamin di beberapa provinsi di Indonesia

2001 BPS RI

6 Unit cost untuk intervensi anemia

2004 Hasil- hasil penelitian

7 Nilai tukar rupiah terhadap dolar

2001 Bank Indonesia

(42)

balita dan WUS menurut WHO tahun 2001, yang menyebutkan bahwa balita dikategorikan menderita anemia bila kadar Hbnya < 11g/dl, sedangkan pada WUS tidak hamil dikategorikan menderita anemia bila kadar Hbnya < 12g/dl.

Sehubungan dengan terbatasnya data mengenai kadar Hb, maka provinsi-provinsi yang dianalisis hanya berjumlah 26 provinsi-provinsi dari 30 provinsi-provinsi di Indonesia. Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Maluku Utara, Maluku, dan Papua merupakan provinsi-provinsi yang tidak dianalisis dalam penelitian ini.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh tersebut, kemudian diolah dengan menggunakan program microsoft excell, dan dianalisis secara deskriptif. Estimasi kerugian ekonomi akibat Anemia Gizi Besi di suatu wilayah dihitung dengan menggabungkan kerugian ekonomi akibat Anemia Gizi Besi pada anak-anak, dengan kerugian ekonomi akibat Anemia Gizi Besi pada orang dewasa. Estimasi kerugian ekonomi akibat Anemia Gizi Besi pada anak-anak dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Cog loss = 4% x WS x GDP/cap x Pr (child) Keterangan :

• Cog loss = produktivitas yang hilang akibat penurunan kemampuan kognitif pada anak-anak yang menderita

Anemia Gizi Besi (Rupiah/kapita/tahun)

• 4% = konstanta yang menyatakan besarnya penurunan kemampuan kognitif akibat Anemia Gizi Besi pada anak-anak

• WS = wage share (labour) in GDP (%)

• GDP/cap = Produk Domestik Bruto/ kapita (Rupiah/kapita/tahun) • Pr (child) = prevalensi Anemia Gizi Besi pada anak-anak (%)

Estimasi kerugian ekonomi akibat Anemia Gizi Besi pada orang dewasa dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

(43)

keterangan :

• WS = wage share (labour) in GDP (%)

• 5% = konstanta yang menya takan besarnya kehilangan produktifitas pada blue collar worker

• 12% = konstanta yang menyatakan besarnya kehilangan produktifitas pada heavy manual labour

• BC Share = share of blue-collar employment in total employment (%) (kontribusi output pekerja kantoran terhadap total PDRB) • GDP/cap = Produk Domestik Bruto/ kapita (Rupiah/kapita/tahun) • Pr (adult) = prevalensi anemia Gizi Besi pada orang dewasa (%) • HML = heavy manual labour share in GDP (measured as 50%

of the value of output in agriculture and construction)

(kontribusi output pekerja kasar terhadap total PDRB)

Secara keseluruhan, total kerugian ekonomi akibat Anemia Gizi Besi yang merupakan gabungan dari kerugian ekonomi akibat Anemia Gizi Besi pada anak-anak serta pada orang dewasa, dapat diestimasi secara ekonomi dengan rumus perhitungan sebagai berikut :

Cog loss + BC loss + HML loss

= 0,04 x WS x GDP/cap x Pr (child) 

+ 0,01 x WS x BC Share x GDP/cap x Pr (adult)  + 0,12 x WS x HML x GDP/cap x Pr (adult) 

Estimasi besarnya biaya yang diperlukan (biaya investasi) untuk penanggulangan Anemia Gizi Besi didasarkan pada beberapa studi (hasil penelitian) yang terkait. Kemudian biaya investasi yang merupakan hasil kali unit cost denga n total penderita anemia tersebut dibandingkan dengan besarnya kerugian yang timbul akibat Anemia Gizi Besi.

Batasan Operasional

(44)

Produktivitas adalah segenap kemampuan seseorang untuk melakukan berbagai aktivitas sehingga akan menimbulkan manfaat dan keuntungan sebagaimana yang diharapkan, khususnya keuntungan secara ekonomi

Kerugian ekonomi adalah terjadinya kehilangan pendapatan pada suatu daerah yang diakibatkan oleh penurunan kemampuan kognitif serta penurunan produktivitas kerja atau kehilangan potensi ekonomi akibat rendahnya produktivitas kerja

PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh sektor ekonomi dikurangi dengan biaya antara yang dikeluarkan untuk menghasilkan barang dan jasa tersebut

PDRB/kapita (GDP/cap) adalah hasil pembagian antara total nilai PDRB dengan total penduduk pada pertengahan tahun

Pr (Child)/prevalensi anemia pada anak-anak adalah jumlah anak-anak yang menderita Anemia Gizi Besi pada masing- masing provinsi di seluruh Indonesia pada tahun tertentu

Pr (adult)/prevalensi anemia pada orang dewasa adalah jumlah orang dewasa yang menderita Anemia Gizi Besi pada masing- masing provinsi di seluruh Indonesia pada tahun tertentu

Cog Loss adalah pendapatan atau produktivitas yang hilang akibat penurunan skor (kemampuan) kognitif pada anak yang menderita Anemia Gizi Besi

BC Share (Blue Collar Share) adalah total nilai output dari seluruh sektor atau lapangan usaha utama kecuali sektor pertanian dan konstruksi yang dinyatakan dalam persen terhadap PDB/PDRB.

HML (Heavy Manual Labour) adalah setengah dari total nilai output yang dihasilkan oleh sektor pertanian dan konstruksi yang dinyatakan dalam persen terhadap PDB/PDRB.

(45)

Lapangan Usaha Utama adalah seluruh lapangan usaha yang memberikan kontribusi output terhadap total nilai PDB/PDRB, yang meliputi sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih; bangunan; perdagangan hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan persewaan dan jasa perusahaan; serta jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah.

(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prevalensi Anemia Pada Balita dan Wanita Usia Subur (WUS) di Berbagai Provinsi di Indonesia

Pada tahun 2001, dilakukan Survei Kesehatan Rumah Tangga mengenai kadar hemoglobin di berbagai provinsi di Indonesia. Target dari Surve i Kesehatan Rumah Tangga ini adalah balita dan Wanita Usia Subur (WUS). Survei Kesehatan Rumah Tangga ini dilakukan di 26 provinsi di Indonesia.

Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga pada tahun 2001 yang kemudian diolah dapat diketahui bahwa rata-rata prevalensi anemia pada balita di 26 provinsi yang menjadi target survei adalah sebesar 44.4%. Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Banten yaitu sebesar 71.0%. Adapun prevalensi terendah terdapat di Provinsi Sumatera Barat yaitu sebesar 19.6%.

Tingginya prevalensi anemia pada balita di Provinsi Banten merupakan masalah yang perlu diwaspadai mengingat besarnya dampak yang akan ditimbulkan akibat anemia tersebut. Menurut Ross dan Horton (1998), anemia khususnya Anemia Gizi Besi pada anak akan menyebabkan penurunan fungsi imun, penurunan status gizi, penurunan kemampuan motorik anak, menurunnya skor IQ, menurunnya kemampuan kognitif, serta menurunnya kemampuan mental anak.

Selain dilakukan survei mengenai kadar hemoglobin di beberapa provinsi di Indonesia, pada Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 ini juga dilakukan penentuan kadar hemoglobin pada balita untuk wilayah Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 yang kemudian diolah dapat diketahui bahwa prevalensi anemia pada balita di Indonesia adalah sebesar 47.8%.

(47)

Tabel 3 Prevalensi anemia pada balita di berbagai provinsi di Indonesia

Provinsi Prevalensi Anemia Pada Balita (%)

Sumatera Utara 64.4

Kalimantan Timur 45.1

Sulawesi Utara 36.8

Sumber : Survei Kesehatan Rumah Tangga (2001) diolah berdasarkan data kadar Hb Keterangan : Cut off point anemia untuk balita menurut WHO 2001 adalah apabila Hb < 11g/dl

Kelompok yang rentan anemia dan sering menjadi objek survei selain golongan balita adalah golongan Wanita Usia Subur (WUS). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 yang kemudian diolah dapat diketahui bahwa rata-rata prevalensi anemia pada WUS di 26 provinsi yang menjadi target survei adalah sebesar 27.0%.

Prevalensi anemia pada WUS yang tertinggi terdapat di Provinsi Banten yaitu sebesar 43.6%. Adapun prevalensi anemia pada WUS yang terendah terdapat di Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu sebesar 10.1%.

(48)

Soekirman et al. (2003), pada tahun 1995 prevalensi anemia pada wanita usia 14-44 tahun (WUS) adalah sebesar 39.5%. Data prevalensi anemia pada WUS di berbagai provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini.

Tabel 4 Prevalensi anemia pada WUS di berbagai provinsi di Indonesia

Provinsi Prevalensi Anemia Pada WUS (%)

Sumatera Utara 25.4

Kalimantan Timur 24.9

Sulawesi Utara 20.2 Keterangan : Cut off point anemia untuk WUS menurut WHO 2001 adalah apabila Hb < 12g/dl

(49)

Produk Domestik Regional Bruto/Kapita (PDRB/Kapita) di Berbagai Provinsi di Indonesia

Berdasarkan laporan dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia pada tahun 2001 mengenai nilai PDRB/kapita, maka dapat diketahui bahwa rata-rata nilai PDRB/kapita dengan migas atas dasar harga konstan tahun 2000 di 26 provinsi di Indonesia adalah sebesar Rp 7 231 486/kapita/tahun, sedangkan rata-rata nilai PDRB/kapita dengan migas atas dasar harga yang berlaku tahun 2001 adalah sebesar Rp 7 939 632/kapita/tahun.

Besarnya nilai PDRB/kapita pada masing- masing provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini.

Tabel 5 Nilai PDRB/kapita di berbagai provinsi di Indonesia pada tahun 2001

Propinsi

PDRB/Kapita dengan migas PDRB/Kapita Tanpa Migas Harga

(50)

Perhitungan nilai PDRB tidak hanya dilakukan dengan menambahkan produk migas, tetapi juga diperhitungkan tanpa migas. Berdasarkan perhitungan tanpa migas maka dapat diketahui bahwa rata-rata nilai PDRB/kapita atas dasar harga konstan tahun 2000 adalah sebesar Rp 5 888 442/kapita/tahun, sedangkan berdasarkan harga yang berlaku tahun 2001 adalah sebesar Rp 6 529 125/kapita/tahun.

Perhitungan nilai PDRB/kapita atas dasar harga yang berlaku menunjukan nilai yang berbeda dengan perhitungan nilai PDRB/kapita atas dasar harga konstan. Perhitungan nilai PDRB/kapita atas dasar harga yang berlaku cenderung lebih besar dibandingkan dengan perhitungan nilai PDRB/kapita atas dasar harga konstan, baik pada nilai PDRB/kapita dengan migas maupun pada nilai PDRB/kapita tanpa migas. Nilai yang lebih tinggi pada perhitungan atas dasar harga yang berlaku terjadi karena adanya pengaruh inflasi, yang mengakibatkan terjadinya kenaikan harga barang dan jasa.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai PDRB/kapita di 26 provinsi di Indonesia pada tahun 2001 dapat diketahui bahwa nilai PDRB/kapita dengan migas tertinggi baik berdasarkan harga konstan tahun 2000 maupun berdasarkan harga berlaku tahun 2001 adalah Provinsi Kalimantan Timur. Berbeda halnya dengan nilai PDRB/kapita dengan migas, pada perhitungan nilai PDRB/kapita tanpa migas, nilai tertinggi baik berdasarkan harga konstan tahun 2000 maupun berdasarkan harga berlaku tahun 2001 adalah Provinsi DKI Jakarta. Nilai PDRB/kapita untuk Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 5.

Nilai PDRB/kapita dengan migas maupun tanpa migas terendah baik berdasarkan harga kons tan tahun 2000 maupun berdasarkan harga berlaku tahun 2001 adalah Provinsi Gorontalo. Besarnya nilai PDRB/kapita di provinsi tersebut adalah sebesar Rp 1 836 151/kapita/tahun, atas dasar harga konstan tahun 2000 dan Rp 2 152 502/kapita/tahun, atas dasar harga yang berlaku tahun 2001.

(51)

konstan tahun 2000. Nilai PDB/kapita wilayah Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.

Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2004b), nilai PDRB yang besar menunjukan kemampuan sumberdaya ekonomi yang besar. Oleh karena itu, maka Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi DKI Jakarta dapat dikategorikan sebagai provinsi dengan kemampuan sumberdaya ekonomi yang besar, karena nilai PDRB di wilayah ini juga besar.

Kontribusi Berbagai Sektor (Lapangan Usaha) Terhadap Total Nilai PDRB

Perhitungan nilai PDRB melalui pendekatan produksi menggambarkan seluruh jumlah nilai atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi pada suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Unit- unit produksi tersebut dikelompokan menjadi 9 lapangan usaha utama (sektor) yaitu: 1 pertanian; 2 pertambangan dan penggalian; 3 industri pengolahan; 4 listrik, gas dan air bersih; 5 bangunan (konstruksi); 6 perdagangan, hotel dan restoran; 7 pengangkutan dan komunikasi; 8 keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; 9 jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah (Badan Pusat Statistik Republik Indonesia 2004a).

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun 2001 dapat diketahui bahwa rata-rata sumbangan terhadap PDRB dengan migas di 26 provinsi di Indonesia yang dihasilkan oleh sektor pertanian dan konstruksi adalah sebesar 30.90% (atas dasar harga konstan tahun 2000) serta 30.34% (atas dasar harga berlaku tahun 2001). Adapun rata-rata sumbangan terhadap PDRB tanpa migas di 26 provinsi di Indonesia yang dihasilkan oleh sektor pertanian dan konstruksi adalah sebesar 32.78% (atas dasar harga konstan tahun 2000) serta 32.28% (atas dasar harga berlaku tahun 2001).

(52)

(perhitungan terhadap PDRB dengan migas dan tanpa migas atas dasar harga konstan tahun 2000), serta 51.37% (perhitungan terhadap PDRB dengan migas dan tanpa migas atas dasar harga berlaku tahun 2001).

Selain di beberapa provinsi di Indonesia, perhitungan kontribusi sektor pertanian dan konstruksi terhadap nilai PDRB juga dilakukan untuk kawasan Indonesia secara umum. Kontribusi sektor pertanian dan konstruksi terhadap PDB untuk wilayah Indonesia dan berbagai provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6 Kontribusi sektor pertanian dan konstruksi terhadap nilai PDRB di berbagai provinsi di Indonesia

Provinsi Kalimantan Selatan 31.65 30.96 32.47 31.65 Kalimantan Timur 9.57 9.09 22.28 22.82

Sumber : Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2004a) diolah

(53)

menunjukan bahwa rata-rata sumbangan terhadap PDRB dengan migas di 26 provinsi di Indonesia yang dihasilkan oleh seluruh sektor selain sektor pertanian dan konstruksi adalah sebesar 69.1% (atas dasar harga konstan tahun 2000) serta 69.66% (atas dasar harga berlaku tahun 2001). Adapun rata-rata sumbangan terhadap PDRB tanpa migas di 26 provinsi di Indonesia yang dihasilkan oleh seluruh sektor selain sektor pertanian dan konstruksi adalah sebesar 67.22% (atas dasar harga konstan tahun 2000) serta 67.72% (atas dasar harga berlaku tahun 2001).

Provinsi Kalimantan Timur merupakan provinsi dengan kontribusi sektor pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; serta jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah terhadap total PDRB tertinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia, berdasarkan dari perhitungan PDRB dengan migas baik berdasarkan harga konstan tahun 2000 maupun berdasarkan harga yang berlaku tahun 2001. Kontribusi ketujuh sektor tersebut terhadap nilai PDRB di Provinsi Kalimantan Timur adalah sebesar 90.43% (perhitungan terhadap PDRB dengan migas atas dasar harga konstan tahun 2000), serta 90.91% (perhitungan terhadap PDRB dengan migas atas dasar harga berlaku tahun 2001).

Perhitungan yang dilakukan terhadap PDRB tanpa migas memberikan informasi bahwa Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi dengan kontribusi sektor pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih;. perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; serta jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah terhadap total PDRB tertinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Kontribusi ketujuh sektor tersebut terhadap PDRB di Provinsi DKI Jakarta adalah sebesar 90.02% (perhitungan terhadap PDRB tanpa migas atas dasar harga konstan tahun 2000), serta 89.75% (perhitungan terhadap PDRB tanpa migas atas dasar harga berlaku tahun 2001).

(54)

persewaan, dan jasa perusahaan; dan jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah terhadap nilai PDRB juga dilakukan untuk kawasan Indonesia secara umum. Kontribusi ketujuh sektor tersebut terhadap nilai PDB di wilayah Indonesia dan di berbagai provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7 Kontribusi ketujuh sektor terhadap PDRB di berbagai provinsi di Indonesia Kalimantan Selatan 68.35 69.04 67.53 68.35 Kalimantan Timur 90.43 90.91 77.72 77.18

Sumber : Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2004a) diolah

Alokasi PDRB untuk Upah/Gaji Tenaga Kerja (Wage Share)

Gambar

Tabel 1  Biaya fortifikasi untuk berbagai jenis sumber zat besi
Gambar 1.    Bagan kerangka pemikiran beberapa faktor yang mempengaruhi
Tabel 2 Jenis data yang dikumpulkan, tahun serta sumber data yang dianalisis
Tabel 3  Prevalensi anemia pada balita di berbagai provinsi di Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Software EPCS mengintegrasikan semua operasional bisnis di lapangan secara real time dan factual sehingga memberikan fixed data yang dapat dipergunakan untuk membuat Analisa

Salah satu materi dalam trigonometri adalah menggambar grafik fungsi trigonometri. Untuk melihat hubungan ini dapat memanfaatkan fasilitas slider yang ada di

sistem finansial tersebut, yaitu sistem ERP pada modul purchase management dan integrasi dengan modul accounting, transformation yaitu transformasi integrasi proses

Dosen Pembimbing Lapangan Simokerto Tambakrejo 6 Dwi Apriliawati, Dr., dr., M.Kes., SpGK Dosen Pembimbing Lapangan Tegalsari Tegalsari. 7 Lilis

Pada ayat di atas, tidak menggunakan huruf jar ب atau huruf jar في melainkan menggunakan huruf jar لَا karena makna yang dikehendaki pada ayat di atas,

Pada bagian akhir disimpulakan bahwa KATCOM (Karang Taruna competition) akan menjadi sebuah wadah yang akan menjadi alat untuk melakukan pencegahan

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian nama anak Jawa tidak lagi mendasarkan pada status sosial yang dimiliki oleh orang tua seperti yang diungkapkan oleh

1) Siswa dapat menjelaskan bahwa strategi ini digunakan karena permasalahan menghendaki komposisi yang sama. Sehingga perbandingan tepung terigu dan mentega yang