• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Kesesuaian Habitat Owa Jawa (Hylobates Moloch Audebert, 1798) Di Cagar Alam Gunung Tilu Kabupaten Bandung Dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemetaan Kesesuaian Habitat Owa Jawa (Hylobates Moloch Audebert, 1798) Di Cagar Alam Gunung Tilu Kabupaten Bandung Dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

DI CAGAR ALAM GUNUNG TILU KABUPATEN BANDUNG

DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

KATHERYNA BERLIANA

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

KATHERYNA BERLIANA, Pemetaan Kesesuaian Habitat Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) Di Cagar Alam Gunung Tilu Kabupaten Bandung Dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis, dibimbing oleh Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, Msc. dan Dr. Ir. Harnios Arief, Msc.

Owa Jawa merupakan satwa primata endemik di Jawa Barat. Statusnya saat ini dikategorikan menjadi endangered species (IUCN, 2008). Habitat owa Jawa terpusat pada hutan dataran rendah dan hutan pegunungan bawah, salah satunya adalah di Cagar Alam Gunung Tilu. Namun kawasan ini telah mengalami berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti perambahan dan pencurian hasil hutan, terlebih dengan adanya perkebunan di dalam kawasan. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan kesesuaian hutan owa Jawa di Cagar Alam Gunung Tilu (CAGT) dengan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG).

Pemetaan kesesuaian habitat owa Jawa dimulai dengan pengumpulan data spasial dan atribut, yang meliputi peta digital, data survei lapang, dan literatur. Pembuatan peta kesesuaian menggunakan beberapa variabel habitat yang menentukan kesesuaian habitat owa Jawa yaitu kerapatan tajuk (Leaf Area Index), ketinggian, kelerengan, dan jarak dari jalan. Variabel tersebut dianalisis dengan menggunakan SIG dan menghasilkan peta tematik untuk setiap variabel. Hasil survei distribusi owa Jawa di CAGT oleh KONUS (Konservasi Alam Nusantara) digunakan dalam penetuan bobot setiap variabel melalui Analisis Komponen Utama. Nilai bobot setiap variabel habitat digunakan pada rumus model kesesuaian habitat owa Jawa. Selanjutnya model tersebut dianalisis secara spasial dengan menggunakan metode skoring dan overlay.

Model kesesuaian habitat owa Jawa diklasifikasikan menjadi tiga kelas kesesuaian. Habitat dengan kelas kesesuaian rendah (nilai kesesuaian 2,088-7,1081) seluas 10263,125 Ha, habitat dengan kelas kesesuaian sedang (nilai kesesuaian 7,1081-14,2162) seluas 6197,3125 Ha, habitat dengan kelas kesesuaian tinggi (nilai kesesuaian > 14,2162) seluas 8538,5625 Ha. Model kesesuaian habitat owa Jawa ini dapat diterima dengan tingkat validasi mencapai 87,5 % untuk kelas kesesuaian tinggi.

(3)

KATHERYNA BERLIANA, Mapping of Javan Gibbon Habitat Suitability (Hylobates moloch Audebert, 1798) in Gunung Tilu Protected Area Kabupaten Bandung With Geographic Information System Application, supervised by Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, Msc. dan Dr. Ir. Harnios Arief, Msc.

Javan gibbon is an endemic species in West Java and it is categorized as endangered species now (IUCN, 2008). Javan gibbon habitat is sentralized in lowland forest and mountain forest, one of that are situated at Gunung Tilu Protected Area (GTPA). However the area has been facing many problems which resulted from human activites such as stealing the forest products, and the existence of tea plantation in this protected area. The research objectives is to develop the habitat suitability map of Javan gibbon in GTPA utilizing Geographic Information System (GIS).

Javan gibbon habitat suitability mapping was initiated by collection the spatial and attribute data, such as digital map, data survey, and literature. This mapping was based on some habitat variable which determine the Javan gibbon habitat suitability, namely Leaf Area Index (LAI), accesibility (elevation and slope), and distance from road. Variables then were analyzed with GIS and produced thematic map for each variable. Javan gibbon distribution survey data in GTPA by KONUS (Konservasi Alam Nusantara) was used for determine the weight value of habitat variable using a Principal Component Analysis (PCA). Result of PCA were utilized as weight to determine Javan gibbon habitat suitability model. Furthermore, the model analyzed by using scoring and overlay methode.

The habitat suitability map were reclassified into three suitability class. The result showed that there were 10263,125 hectaresof low suitability habitat (suitability value 2,088-7,1081), 6197,3125 hectares of medium suitability habitat (7,1081-14,2162), 8538,5625 hectares of high habitat suitability (>14,2162). The model validation achieve 87,5% for high siutability habitat.

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Kesesuaian Habitat Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Cagar Alam Gunung Tilu Kabupaten Bandung dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai skripsi pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2009

(5)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan berkatNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini berjudul Pemetaan Kesesuaian Habitat Owa Jawa (Hylobates moloch

Audebert, 1798) di Cagar Alam Gunung Tilu Kabupaten Bandung dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG).

Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. dan Dr. Ir. Harnios Arief, M.Sc.F. yang senantiasa membimbing dan memberi masukan serta arahan selama penelitian dan penyusunan skripsi

2. Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, M.S. dan Dr. Ir. I Nyoman Jaya Wistara, M.S. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak wawasan serta masukan dalam perbaikan skripsi ini

3. Bapak Tunggul Sihombing dan Ibu Herdelina Lingga, dan Rita Ernawati atas doa dan kasih sayang yang tidak pernah berhenti

4. Ir. Siswoyo selaku kepala Cagar Alam Gunung Tilu yang telah memberikan arahan dan masukan dalam pelaksanaan penelitian ini

5. Bpk. Made dan KONUS atas bantuan data yang diberikan

6. Mas Syarif dan Mas Tri (PPLH) atas ilmu dan pelajaran yang diberikan selama penulis menyelesaikan skripsi

7. Mba Dewi dan Ka Rudi atas arahan, bimbingan serta pelajaran yang diberikan 8. Teman-teman KSH 41 atas persaudaraanya selama ini

9. Teman-teman KPA 41 untuk setiap keceriaan, persahabatan, dan persaudaraannya

10.Sahabat VILGA atas tempat yang diberikan.

Akhirnya semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 Agustus 1986 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Tunggul Sihombing dan Herdelina Lingga. Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 67 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota Komisi Pelayanan Anak Persekutuan Mahasiswa Kristen (KPA PMK) IPB tahun 2004-2006, pengurus Persekutuan Fakultas Kehutanan tahun 2005-2006, dan anggota Paduan Suara Fakultas Kehutanan tahun 2006-2007. Pada tahun 2008 penulis pernah mendapatkan Beasiswa SPP++. Selain itu penulis juga melakukan Praktek Pengenalan Hutan di Cilacap-Baturraden dan Praktek Pengelolaan Hutan di Kampus Lapangan Universitas Gajah Mada (UGM) Getas Ngawi pada tahun 2007, serta Praktek Kerja Lapang Profesi di Taman Nasional Baluran pada tahun 2008.

(7)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Owa Jawa ... 3

(8)

4.3.2.2 Pembuatan peta ketinggian dan kemiringan lereng 16

4.3.2.3 Pembuatan peta jarak dari jalan ... 16

4.3.3 Analisis data ... 16

4.3.3.1 Analisis komponen utama (Principal Component Analysis) ... 16

4.3.3.2 Analisis spasial ... 17

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Peta Tematik untuk Membuat Model ... 20

5.1.1 Peta kerapatan tajuk (LAI) ... 20

5.1.2 Peta jarak dari jalan ... 21

5.1.3 Peta ketinggian ... 23

5.1.4 Peta kemiringan lereng ... 26

5.2 Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat Owa Jawa ... 31

5.2.1 Penentuan nilai bobot setiap variabel ... 31

5.2.2 Model kesesuaian habitat ... 32

5.3 Validasi ... 35

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 37

6.2 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(9)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Spesifikasi kanal landsat TM. ... 9

2. Penyebaran owa berdasarkan ketinggian menurut Kappeler (1984) ... 26

3. Tingkat kemiringan lahan di CAGT ... 28

4. Hasil analisis PCA ... 31

5. Vektor ciri ... 32

6. Nilai bobot setiap variabel ... 32

7. Klasifikasi kesesuaian habitat owa Jawa ... 34

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Bagan pembuatan peta LAI. ... 15

2. Bagan pembuatan petaketinggian dan peta kemiringan lereng ... 16

3. Bagan pembuatan peta jarak dari jalan ... 16

4. Bagan alir penelitian ... 19

5. Grafik sebaran nilai piksel LAI ... 20

6. Peta kerapatan tajuk (LAI) ... 22

7. Peta jalur jalan ... 24

8. Peta jarak dari jalan ... 25

9. Peta ketinggian ... 27

10. Peta kemiringan lereng ... 29

11. Peta sebaran owa Jawa ... 30

12. Grafik nilai piksel model kesesuaian habitat ... 33

(11)

DI CAGAR ALAM GUNUNG TILU KABUPATEN BANDUNG

DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

KATHERYNA BERLIANA

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(12)

KATHERYNA BERLIANA, Pemetaan Kesesuaian Habitat Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) Di Cagar Alam Gunung Tilu Kabupaten Bandung Dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis, dibimbing oleh Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, Msc. dan Dr. Ir. Harnios Arief, Msc.

Owa Jawa merupakan satwa primata endemik di Jawa Barat. Statusnya saat ini dikategorikan menjadi endangered species (IUCN, 2008). Habitat owa Jawa terpusat pada hutan dataran rendah dan hutan pegunungan bawah, salah satunya adalah di Cagar Alam Gunung Tilu. Namun kawasan ini telah mengalami berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti perambahan dan pencurian hasil hutan, terlebih dengan adanya perkebunan di dalam kawasan. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan kesesuaian hutan owa Jawa di Cagar Alam Gunung Tilu (CAGT) dengan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG).

Pemetaan kesesuaian habitat owa Jawa dimulai dengan pengumpulan data spasial dan atribut, yang meliputi peta digital, data survei lapang, dan literatur. Pembuatan peta kesesuaian menggunakan beberapa variabel habitat yang menentukan kesesuaian habitat owa Jawa yaitu kerapatan tajuk (Leaf Area Index), ketinggian, kelerengan, dan jarak dari jalan. Variabel tersebut dianalisis dengan menggunakan SIG dan menghasilkan peta tematik untuk setiap variabel. Hasil survei distribusi owa Jawa di CAGT oleh KONUS (Konservasi Alam Nusantara) digunakan dalam penetuan bobot setiap variabel melalui Analisis Komponen Utama. Nilai bobot setiap variabel habitat digunakan pada rumus model kesesuaian habitat owa Jawa. Selanjutnya model tersebut dianalisis secara spasial dengan menggunakan metode skoring dan overlay.

Model kesesuaian habitat owa Jawa diklasifikasikan menjadi tiga kelas kesesuaian. Habitat dengan kelas kesesuaian rendah (nilai kesesuaian 2,088-7,1081) seluas 10263,125 Ha, habitat dengan kelas kesesuaian sedang (nilai kesesuaian 7,1081-14,2162) seluas 6197,3125 Ha, habitat dengan kelas kesesuaian tinggi (nilai kesesuaian > 14,2162) seluas 8538,5625 Ha. Model kesesuaian habitat owa Jawa ini dapat diterima dengan tingkat validasi mencapai 87,5 % untuk kelas kesesuaian tinggi.

(13)

KATHERYNA BERLIANA, Mapping of Javan Gibbon Habitat Suitability (Hylobates moloch Audebert, 1798) in Gunung Tilu Protected Area Kabupaten Bandung With Geographic Information System Application, supervised by Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, Msc. dan Dr. Ir. Harnios Arief, Msc.

Javan gibbon is an endemic species in West Java and it is categorized as endangered species now (IUCN, 2008). Javan gibbon habitat is sentralized in lowland forest and mountain forest, one of that are situated at Gunung Tilu Protected Area (GTPA). However the area has been facing many problems which resulted from human activites such as stealing the forest products, and the existence of tea plantation in this protected area. The research objectives is to develop the habitat suitability map of Javan gibbon in GTPA utilizing Geographic Information System (GIS).

Javan gibbon habitat suitability mapping was initiated by collection the spatial and attribute data, such as digital map, data survey, and literature. This mapping was based on some habitat variable which determine the Javan gibbon habitat suitability, namely Leaf Area Index (LAI), accesibility (elevation and slope), and distance from road. Variables then were analyzed with GIS and produced thematic map for each variable. Javan gibbon distribution survey data in GTPA by KONUS (Konservasi Alam Nusantara) was used for determine the weight value of habitat variable using a Principal Component Analysis (PCA). Result of PCA were utilized as weight to determine Javan gibbon habitat suitability model. Furthermore, the model analyzed by using scoring and overlay methode.

The habitat suitability map were reclassified into three suitability class. The result showed that there were 10263,125 hectaresof low suitability habitat (suitability value 2,088-7,1081), 6197,3125 hectares of medium suitability habitat (7,1081-14,2162), 8538,5625 hectares of high habitat suitability (>14,2162). The model validation achieve 87,5% for high siutability habitat.

(14)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Kesesuaian Habitat Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Cagar Alam Gunung Tilu Kabupaten Bandung dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai skripsi pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2009

(15)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan berkatNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini berjudul Pemetaan Kesesuaian Habitat Owa Jawa (Hylobates moloch

Audebert, 1798) di Cagar Alam Gunung Tilu Kabupaten Bandung dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG).

Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. dan Dr. Ir. Harnios Arief, M.Sc.F. yang senantiasa membimbing dan memberi masukan serta arahan selama penelitian dan penyusunan skripsi

2. Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, M.S. dan Dr. Ir. I Nyoman Jaya Wistara, M.S. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak wawasan serta masukan dalam perbaikan skripsi ini

3. Bapak Tunggul Sihombing dan Ibu Herdelina Lingga, dan Rita Ernawati atas doa dan kasih sayang yang tidak pernah berhenti

4. Ir. Siswoyo selaku kepala Cagar Alam Gunung Tilu yang telah memberikan arahan dan masukan dalam pelaksanaan penelitian ini

5. Bpk. Made dan KONUS atas bantuan data yang diberikan

6. Mas Syarif dan Mas Tri (PPLH) atas ilmu dan pelajaran yang diberikan selama penulis menyelesaikan skripsi

7. Mba Dewi dan Ka Rudi atas arahan, bimbingan serta pelajaran yang diberikan 8. Teman-teman KSH 41 atas persaudaraanya selama ini

9. Teman-teman KPA 41 untuk setiap keceriaan, persahabatan, dan persaudaraannya

10.Sahabat VILGA atas tempat yang diberikan.

Akhirnya semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 Agustus 1986 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Tunggul Sihombing dan Herdelina Lingga. Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 67 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota Komisi Pelayanan Anak Persekutuan Mahasiswa Kristen (KPA PMK) IPB tahun 2004-2006, pengurus Persekutuan Fakultas Kehutanan tahun 2005-2006, dan anggota Paduan Suara Fakultas Kehutanan tahun 2006-2007. Pada tahun 2008 penulis pernah mendapatkan Beasiswa SPP++. Selain itu penulis juga melakukan Praktek Pengenalan Hutan di Cilacap-Baturraden dan Praktek Pengelolaan Hutan di Kampus Lapangan Universitas Gajah Mada (UGM) Getas Ngawi pada tahun 2007, serta Praktek Kerja Lapang Profesi di Taman Nasional Baluran pada tahun 2008.

(17)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Owa Jawa ... 3

(18)

4.3.2.2 Pembuatan peta ketinggian dan kemiringan lereng 16

4.3.2.3 Pembuatan peta jarak dari jalan ... 16

4.3.3 Analisis data ... 16

4.3.3.1 Analisis komponen utama (Principal Component Analysis) ... 16

4.3.3.2 Analisis spasial ... 17

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Peta Tematik untuk Membuat Model ... 20

5.1.1 Peta kerapatan tajuk (LAI) ... 20

5.1.2 Peta jarak dari jalan ... 21

5.1.3 Peta ketinggian ... 23

5.1.4 Peta kemiringan lereng ... 26

5.2 Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat Owa Jawa ... 31

5.2.1 Penentuan nilai bobot setiap variabel ... 31

5.2.2 Model kesesuaian habitat ... 32

5.3 Validasi ... 35

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 37

6.2 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(19)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Spesifikasi kanal landsat TM. ... 9

2. Penyebaran owa berdasarkan ketinggian menurut Kappeler (1984) ... 26

3. Tingkat kemiringan lahan di CAGT ... 28

4. Hasil analisis PCA ... 31

5. Vektor ciri ... 32

6. Nilai bobot setiap variabel ... 32

7. Klasifikasi kesesuaian habitat owa Jawa ... 34

(20)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Bagan pembuatan peta LAI. ... 15

2. Bagan pembuatan petaketinggian dan peta kemiringan lereng ... 16

3. Bagan pembuatan peta jarak dari jalan ... 16

4. Bagan alir penelitian ... 19

5. Grafik sebaran nilai piksel LAI ... 20

6. Peta kerapatan tajuk (LAI) ... 22

7. Peta jalur jalan ... 24

8. Peta jarak dari jalan ... 25

9. Peta ketinggian ... 27

10. Peta kemiringan lereng ... 29

11. Peta sebaran owa Jawa ... 30

12. Grafik nilai piksel model kesesuaian habitat ... 33

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Tabel Keterangan variabel pada setiap titik kelompok owa Jawa (hasil survei lapang Konservasi Alam Nusantara (KONUS) di Cagar Alam Gunung Tilu dan Cagar Alam Burangrang

(22)

1.1 Latar Belakang

Owa Jawa merupakan satwa primata endemik di Indonesia, khususnya di Jawa Barat dan dilindungi. Pada tahun 1986 owa Jawa telah dikategorikan sebagai

endangered species dalam daftar IUCN. Status tersebut berubah pada tahun 1996, menjadi critically endangered species (IUCN 2000). Status populasinya termasuk genting dan diperkirakan akan mengalami kepunahan paling tidak 20% dalam setiap tiga generasi. Namun saat ini statusnya kembali menjadi endangered species (IUCN 2008). Owa Jawa juga dicantumkan pada Appendix I dalam

Convention and International Trade for Endangered Species of Flora and Fauna

(CITES) atau tidak boleh diperdagangkan.

Habitat owa Jawa terpusat di patch hutan dataran rendah dan hutan pegunungan bawah yaitu Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Gunung Simpang Tilu, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, dan Gunung Slamet. Habitat owa Jawa yang semula seluas 43274 km2, kini telah mengalami penyusutan sebesar 96%, dan hanya tersisa sekitar 1608 km2 (Supriatna dan Wahyono 2000). Selain itu tekanan perburuan untuk menjadikan owa Jawa sebagai hewan peliharaan merupakan ancaman serius bagi keberadaannya di alam.

Kawasan Cagar Alam Gunung Tilu merupakan salah satu sisa hutan alam di Jawa Barat. Kawasan ini telah mengalami berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh aktifitas manusia seperti perambahan hutan, pembuatan arang, pencurian hasil hutan dan lain-lain, terlebih dengan adanya perkebunan di dalam kawasan. Kondisi tersebut diduga dapat menurunkan kualitas habitat owa Jawa yang akan berakibat pada penurunan populasinya.

(23)

akurat terutama berkaitan dengan aspek-aspek lingkungan fisik dan biologis seperti adanya peta topografi, vegetasi, distribusi satwa dan sebagainya. Analisis spasial juga dapat menghasilkan informasi mengenai kondisi habitat pada waktu tertentu, sehingga dapat diketahui perubahan yang terjadi berdasarkan faktor-faktor ekologi dan sosial yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan guna menetapkan kebijakan dalam pengelolaannya.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian habitat owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1798) di Cagar Alam Gunung Tilu dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan penginderaan jauh.

1.3 Manfaat Penelitian

(24)

2.1 Owa Jawa

2.1.1 Klasifikasi dan morfologi

Klasifikasi ilmiah owa Jawa menurut Napier dan Napier (1967) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Primata Superfamili : Hominoidea Famili : Hylobatidae Genus : Hylobates

Spesies : Hylobates moloch (AUDEBERT, 1798).

Owa Jawa tidak berekor, hanya memiliki sebuah tungging sebagai luluhan dan tekukan ekor ke dalam (Ensiklopedi Indonesia, 2000). Supriatna dan Wahyono (2000) menyatakan bahwa tubuh owa Jawa ditutupi rambut yang berwarna kecoklatan sampai keperakan atau kelabu. Bagian atas kepalanya berwarna hitam, muka seluruhnya juga berwarna hitam dengan alis berwarna abu-abu yang menyerupai warna keseluruhan tubuh, beberapa diantaranya memiliki warna rambut lebih gelap pada bagian dada. Pada beberapa individu, dagu berwarna gelap. Anak yang baru lahir umumnya berwarna lebih cerah. Warna rambut jantan dan betina sedikit berbeda, khususnya pada tingkatan umur.

(25)

callosities). Bantalan duduk tersebut tidak terdapat pada semua jenis satwa primata (Fleagle 1988 dalam Rowe 1996).

Owa Jawa memiliki gigi seri kecil dan sedikit ke depan, sehingga memudahkan untuk menggigit dan memotong makanan. Gigi taring panjang dan berbentuk seperti pedang berfungsi untuk menggigit dan mengupas makanan. Gigi geraham atas dan bawah berfungsi untuk menguyah makanan (Napier dan Napier 1967). Fleagle (1988) dalam Rowe (1996) menyatakan bahwa owa Jawa memiliki kantung tenggorokan di bawah dagunya untuk membantu memperkuat suara.

2.1.2 Habitat dan penyebaran

Secara spesifik habitat owa Jawa adalah hutan tropika, mulai dataran rendah hingga pegunungan dengan ketinggian 0-1600 mdpl. Rowe (1996) menyatakan bahwa habitat owa Jawa adalah hutan primer dan sekunder serta hutan hujan tropika dari ketinggian setara permukaan laut sampai 1.500 mdpl. Hutan hujan tropika di bawah ketinggian 1.500 mdpl merupakan habitat ekslusif bagi owa Jawa karena beberapa sebab, yaitu karena spesies tumbuhan hutan di atas ketinggian 1.500 mdpl bukan merupakan sumber pakan, dan banyaknya lumut yang menutupi pepohonan menyulitkan owa Jawa melakukan pergerakan atau perpindahan. Pada wilayah dengan ketinggian 1.500 mdpl hanya terdapat sedikit spesies tumbuhan dan jenis tumbuhan tersebut tidak sesuai untuk dimanfaatkan dalam melakukan pergerakan dari satu pohon ke pohon lain (Rowe 1996). Menurut Supriatna dan Wahyono (2000), banyaknya lumut yang memenuhi pepohonan di pegunungan menyulitkan pergerakan brankiasi owa Jawa.

(26)

Keberadaan owa Jawa saat ini terbatas pada kawasan taman nasional dan hutan lindung di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi yang menjadi wilayah penyebarannya yaitu Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Gunung Simpang Tilu, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, dan Gunung Slamet.

2.1.3 Pakan

Pohon pakan merupakan jenis pohon dimanfaatkan sebagai sumber pakan. Bagian pohon yang biasanya dimanfaatkan adalah buah, daun, dan bunga. Supriatna dan Wahyono (2000) menyatakan berdasarkan hasil dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa kelompok gibbon pada umumnya mengkonsumsi buah matang dalam proporsi yang tinggi. Presentase jenis pakan tertinggi adalah buah-buahan matang (61%), daun-daunan (38%), dan bunga (1%). Namun proporsi setiap setiap kategori makanan tersebut bervariasi menurut musim tahunan, pada bulan Februari-April ketika kelimpahan buah rendah, proporsi buah: daun: bunga: binatang kecil adalah 49:50:1:0, sedangkan ketika musim berbuah (Juni-Agustus) proporsi makanannya menjadi 68:30:2:0 (Kappeler 1984

dalam Rowe 1996).

Terdapat 125 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan gibbon sebagai sumber pakan, terdiri dari 108 jenis pohon, 14 jenis tumbuhan liana, dua jenis tumbuhan palma dan satu jenis epifit. Jenis pohon yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan adalah Dillenia excelsa, Dracontomelon mangiferum, Garcinia dioica, Ficus callosa, Saccopetalum horsfieldii, Ficus variegata, Eugenia polyanta, Flacourtia rukam, Bridelia minutiflora, dan Antidesma bunius (Kappeler 1984 dalam Rowe 1996). Selain itu owa Jawa juga diketahui memakan ulat pohon, rayap, madu, dan beberapa jenis serangga lainnya (Supriatna dan Wahyono 2000).

2.1.4 Organisasi sosial

(27)

(1996) menyatakan bahwa keuntungan kelompok dengan sistem hidup monogami dan mempertahankan teritori adalah: mengurangi aktivitas reproduksi yang tidak diperlukan dan meningkatkan perlindungan bagi anak-anaknya yang masih kecil, mengurangi gangguan dan kompetisi dengan kelompok lain, meningkatkan efisiensi dalam menemukan sumber pakan, dan mengurangi kompetisi dalam perkawinan. Namun kekurangan kelompok populasi dengan sistem hidup monogami adalah: tidak fleksibel dalam penggunaan ruang, perbandingan jenis kelamin tidak beragam sehingga menyebabkan berkurangnya keberhasilan reproduksi, kecilnya ukuran kelompok mengurangi kemampuan berkompetisi dengan spesies lain, dan peningkatan spesiasi merupakan bagian dari evolusi. Owa Jawa yang kehilangan pasangannya tidak akan mencari pengganti pasangan sampai akhir hayatnya, kondisi demikian dapat mempercepat penurunan populasi. Masa hamil primata ini antara 197-210 hari, jarak kelahiran anak yang satu dengan yang lain berkisar antara 3-4 tahun. Umumnya owa Jawa dapat hidup hingga 35 tahun (Supriatna dan Wahyono 2000).

2.1.5 Aktivitas harian

(28)

2.2 Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem berdasarkan komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi (georeference) dalam hal pemasukan, manajemen data, memanipulasi dan menganalisis serta pengembangan produk dan percetakan. Prahasta (2001) menyatakan bahwa SIG merupakan suatu kesatuan formal yang terdiri dari berbagai sumberdaya fisik dan logika yang berkenaan dengan obyek-obyek yang terdapat di permukaan bumi. SIG juga merupakan sejenis perangkat lunak yang dapat digunakan untuk pemasukkan, manipulasi, menampilkan dan keluaran informasi geografis berikut keterangan-keterangannya (atribut). Bern dalam Prahasta (2001) mengemukakan bahwa SIG merupakan sistem komputer yang digunakan untuk memanipulasi data geografi. Sistem ini diimplementasikan dengan perangkat keras dan perangkat lunak komputer untuk akusisi dan verifikasi data, kompilasi data, penyimpanan data, perubahan dan updating data, manajemen dan pertukaran data, manipulasi data, pemanggilan dan presentasi data, serta analisa data.

(29)

maupun perencanaan, bidang kebumian serta dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas perangkat lunak untuk perubahan data secara dinamis).

Berdasarkan kemampuan SIG yang dapat diandalkan tersebut, maka SIG banyak digunakan untuk pengambilan keputusan dalam suatu perencanaan. Menurut Rusli (1998), apabila menggunakan data yang diperoleh dari fasilitas penginderaan jauh yang menghasilkan citra satelit dan foto udara yang dapat dihubungkan secara langsung, maka data diperoleh dari periode tertentu pada area yang sama, dipakai untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada suatu roman permukaan bumi. Data yang direkam adalah keadaan nyata, sehingga proses pengolahan input data menjadi output data merupakan suatu rangkaian yang dimulai dari keadaan nyata, direkam dalam bentuk citra, foto udara, dan peta, kemudian dengan fasilitas SIG data disimpan dan diolah untuk menghasilkan output berupa informasi yang digunakan dalam pengambilan keputusan bagi pengguna untuk melakukan kegiatan pada keadaan yang nyata.

Sistem informasi dan penginderaan jauh memiliki keterkaitan, seperti yang dinyatakan oleh Howard (1996) bahwa informasi yang diturunkan dari analisis citra penginderaan jauh dilakukan untuk diintegrasikan dengan data yang disimpan dalam bank data SIG. Masukan dari penginderaan jauh biasanya harus dilengkapi dengan intervensi manusia pada analisisnya.

2.2.1 Sistem satelit landsat

Sistem satelit Landsat milik Amerika Serikat ini dikenal mempunyai tiga instrumen pencitraan (imaging instrument), yakni Return Beam Vidicon (RBV),

(30)

Perbaikan resolusi spasial dilakukan dengan mengurangi ketinggian orbit dari 920 km bagi tiga satelit sebelumnya menjadi 705 bagi Landsat-4 dan Landsat-5. Resolusi spasialnya meningkat dari 80 m menjadi 30 m. Resolusi spektral yang lebih baik dan ketelitian radiometrik yang lebih tinggi diperoleh dengan jalan mengganti sensor RBV dengan sensor Thematic Mapper. Sensor TM beroperasi dengan tujuh saluran, enam saluran terutama dirancang untuk pantauan vegetasi, sedang saluran yang ketujuh untuk pembedaan jenis batuan. Landsat-4 dan Landsat-5 merekam data dengan penyiaman dua arah. Cermin penyiam merekam data pada tiap gerak ulang-alik. Perekaman pada tiap saluran dilakukan secara serentak oleh 16 detektor, kecuali saluran 6 (termal) yang hanya menggunakan empat detektor. Tenaga pantulan yang diterima oleh detektor diubah menjadi sinyal elektrik, diperkuat dengan amplifier, dan dikirimkan ke stasiun penerima data di bumi (Howard 1987). Spesifikasi kanal landsat TM (Lillesand dan Kiefer 1990) disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Spesifikasi kanal landsat TM

No Nama

Penetrasi tubuh air dan untuk mendukung analisis sifat khas penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi

2 Band 2 0,52-0,60 Hijau

Mengindera puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau yg terletak diantara saluran spektral serapan klorofil yg gunanya mendeteksi bentuk pertumbuhan tanaman

3 Band 3 0,63-0,69 Merah

Peka terhadap absorp klorofil sehingga memperkuat kontras antara vegetasi dengan bukan vegetasi

4 Band 4 0,76-0,90 Inframerah dekat

Membedakan tipe vegetasi, pertumbuhan dan jumlah biomassa, juga untuk memudahkan deliniasi tubuh air dan memperkuat kontras antara tanaman, tanah dan lahan, dan air

5 Band 5 1,55-1,75 Inframerah tengah

(31)

No Nama

Mendeteksi gejala alam yg berhubungan dengan panas

7 Band 7 2,08-2,35 Inframerah tengah

Membedakan tipe mineral dan gormasi batuan dan juga sensitif untuk kandungan kelembaban vegetasi

2.2.2 Kesesuaian habitat berbasis SIG

(32)

3.1 Luas dan Letak

Cagar Alam Gunung Tilu (CAGT) ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 68/Kpts/Um/2/1978 tanggal 7 Februari 1978. Batas kawasan meliputi:

Utara : Hutan Produksi terbatas dan BPTK Gambung Selatan : HGU PT Sankawangi Paranggong

Barat : HGU PTPN VIII Rancabolang

Timur : Jalan Raya Pangalengan, PTPN VIII Pasirmalang, dan tanah milik.

Secara administrasi pemerintahan, kawasan tersebut terletak di Kabupaten Bandung yang meliputi Kecamatan Pasirjambu dan Pangalengan. Sedangkan secara geografis terletak pada 702’12” sampai 7012’5” Lintang Selatan dan 107032’ sampai 107032’ Bujur Timur. Berdasarkan kewenangan pengelolaannya termasuk dalam wilayah kerja Seksi Konservasi Wilayah I Bandung, Balai KSDA Jawa Barat I.

3.2 Iklim

Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson tahun 1951, kawasan ini termasuk dalam tipe iklim B dengan curah hujan rata-rata 3879 mm/tahun (data curah hujan tahun 1995 sampai dengan 2005 pada stasiun pengamatan hujan PT. Chakra Dewata).

3.3 Topografi

(33)

12 3.4 Geologi

Sebagian besar bagian utara daerah cagar alam ini berasal dari periode kwartet berupa hasil gunung api yang tak terdiferensial. Sedangkan bagian selatan berasal dari periode miosen yang terdiri dari fagies sedimen miosen. Tipe tanah kawasan ini adalah andosol dari batuan beku basis dan intermedier di daerah gunung. Jenis-jenis tanah lain yang terdapat di kawasan ini adalah latosol, andosol, podsolik kuning, dan regosol.

3.5 Hidrologi

Sungai dan anak sungai yang berada di kawasan Cagar Alam Gunung Tilu mengalir dan bermuara pada dua Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu: (1) DAS Citarum (S. Cipadaarum, S. Cibodas, S. Cisondari) bermuara pada S. Ciwidey kemudian S. Citarum (S. Cilamajang, S. Ciurug, S. Cisalada, S. Cisanggiang, S. Cimalawindu, S. Cikakapa Gede, S. Cikakapa Leutik, S. Cisurudan) bermuara pada S. Cisangkuy kemudian ke S. Citarum; (2) DAS Cikahuripan (S. Cibaliung,

S. Ciasahan, S. Cinangewer, S. Cimeri, S. Ciawi Tali) bermuara pada S. Cikahuripan kemudian ke S. Cilaki.

3.6 Potensi Kawasan

Kawasan CAGT merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan hujan dataran tinggi dan merupakan salah satu sisa hutan alam di Jawa Barat yang relatif masih utuh. Jenis floranya tidak jauh berbeda dengan jenis-jenis yang ada di pegunungan Jawa dan Sumatera. Jenis tumbuhan didominasi oleh: Puspa (Schima walichii), Pasang (Quercus sp.), Rasamala (Altingia excelsa), Teurep (Alstonia elasticus), Huru (Litsea angolata), Jamuju (Podocarpus imbricatus), Saninten (Castanopsis argantea), Kiputri (Podocarpus sp.) dan lain-lain. Beberapa jenis golongan liana yang terdapat pada cagar alam ini yaitu Rotan (Calamus sp.), berbagai jenis Anggrek, Jotang (Synnerela nodiflora), Kirinyuh (Eupathorium

sp.), dan Tepus (Zingi beraceae).

(34)

13 endemik dilindungi yang terdapat pada kawasan ini yaitu: Surili (Presbytis comata), Owa Jawa (Hylobates moloch), dan Lutung (Trachypitachus auratus).

3.7 Sarana dan Prasarana

Wilayah kerja KKW Bandung Selatan II yang terdiri dari Cagar Alam Gunung Tilu 8000 ha, CA Cigenteng Cipanyi ± 10 ha, dan CA Malabar 3,82 ha memiliki sarana dan prasarana pengelolaan berupa dua pos jaga yang terdapat di Dangdang dan Mandala, satu pondok kerja yang terdapat di Gambung, serta satu buah kendaraan roda dua. Kondisi pondok kerja di Dangdang dan pondok kerja di Gambung sangat memprihatinkan dan kurang layak pakai.

3.8 Masyarakat Sekitar Kawasan

Terdapat sembilan desa dari empat kecamatan dalam tiga kabupaten yang berbatasan langsung dengan kawasan CAGT, yaitu: Desa Mekarsari, Tenjolaya, Cisondari dan Sugihmukti Kecamatan Pasirjambu, Desa Pulosari, Warnasari dan Lamajang Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Desa Mekarjaya, Kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur, dan Desa Mekarmukti, Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut. Di dalam kawasan CAGT terdapat enklaf HGU Perkebunan Teh Dewata yang termasuk dalam wilayah Desa Tenjolaya.

(35)

4.1 Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam Gunung Tilu Kabupaten Bandung untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan data untuk validasi pada bulan September. Sedangkan kegiatan pengolahan dan analisis data di lakukan di PPLH IPB. Waktu pelaksanaan pengolahan data dimulai pada bulan Oktober 2008-Januari 2009.

4.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada saat pengambilan data adalah GPS (Global Positioning System), kamera, dan kompas. Peralatan untuk kegiatan pengolahan dan analisis data adalah seperangkat personal komputer (PC), printer, perangkat lunak (software) Arc view 3.1 dan ERDAS Imagine 8.5, Microsoft Excel 2003, dan pengolah data statistika SPSS 14.0. Bahan yang digunakan adalah Citra Landsat TM path 122 row 65 (wilayah Jawa Barat) tahun 2006, Peta Rupabumi Jawa skala 1:25.000, peta topografi, dan peta batas kawasan CAGT.

4.3 Tahapan Penelitian

4.3.1 Jenis data dan pengumpulannya

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi dua jenis data yaitu data spasial dan data atribut. Data spasial merupakan data yang bersifat keruangan, terdiri dari data citra satelit Landsat TM, Peta Rupabumi, peta topografi, dan peta batas kawasan Cagar Alam Gunung Tilu. Data-data yang akan digunakan untuk pemetaan kesesuaian habitat owa Jawa di Cagar Alam Gunung Tilu tersebut berasal dari Pusat penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB.

(36)

15 melakukan pengamatan dan survei langsung ke lapangan. Pengamatan satwa dilakukan dengan observasi langsung di lapangan, wawancara dan studi literatur. Observasi lapang dilakukan dengan menggunakan metode line transect.

Data atribut merupakan data yang berbentuk tulisan maupun angka-angka. Data tersebut diantaranya adalah wawancara dengan sumber terkait (informan) dan literatur mengenai owa dan habitatnya.

4.3.2 Pengolahan peta 4.3.2.1 Pembuatan peta LAI

Analisis kerapatan tajuk dilakukan dengan pendekatan LAI (Leaf Area Index). LAI adalah rasio luas daun hijau per unit luas lapangan (Lo, 1995). LAI dapat dihitung secara langsung di lapangan atau tidak langsung yaitu dengan analisis citra Landsat TM. Pada penelitian ini LAI diketahui dengan analisis citra Landsat TM, persamaannya adalah sebagai berikut:

LAI = 12,29 (PETI) + 1,33 PETI =

Keterangan: LAI = Leaf Area Index

PETI = Potential Evapotranspiration Index

Gambar 1 Bagan pembuatan peta LAI.

(37)

16 4.3.2.2 Pembuatan peta ketinggian dan peta kemiringan lahan

Peta ketinggian dan kemiringan lereng dibuat dari data peta kontur (vektor) yang dianalisis dengan menggunakan software Arc View GIS 3.3 sehingga menghasilkan peta ketinggian dan kemiringan lereng digital yang diinginkan.

Gambar 2 Bagan pembuatan petaketinggian dan peta kemiringan lereng.

4.3.2.3 Pembuatan peta jarak dengan jalan

Peta jarak jalan (buffer) dibuat dari data peta jaringan jalan (vektor) yang dianalisis dengan menggunakan software Arc View GIS 3.2.

Gambar 3 Bagan pembuatan peta jarak dari jalan.

4.3.3 Analisis data

4.3.3.1 Analisis komponen utama (Principal Component Analysis)

Untuk menganalisis kesesuaian habitat owa Jawa digunakan Analisis Komponen Utama (AKU). AKU (PCA) adalah analisis statistika peubah ganda yang digunakan untuk menyusutkan banyaknya peubah yang tidak tertata untuk tujuan analisis dan penarikan kesimpulan. Parameter habitat yang akan dianalisis untuk mengetahui kesesuaian habitat owa Jawa adalah: ketinggian, kemiringan lereng, kerapatan tajuk, dan pusat aktivitas manusia.

Data vektor kontur

Digital Elevation Model (DEM)

Peta Ketinggian Peta Kemiringan Lereng

Peta jalan

(38)

17 Tahapan pengolahan PCA adalah sebagai berikut:

• Mengubah data format spreadsheet menjadi format SPSS sehingga diperoleh data setiap titik dan keempat variabel habitat menjadi format SPSS

• Mentranspose data tersebut dengan Log 10 sehingga data proporsional satu sama lain

• Menganalisis data hasil Log 10 sehingga menghasilkan nilai PCA

Jumlah komponen utama yang digunakan sudah memadai jika total keragaman yang dapat diterangkan berkisar antara 70-80% (Timm 1975 dalam

Pareira 1999). Selanjutnya hasil dari AKU digunakan untuk menentukan bobot masing-masing faktor habitat dan untuk analisis spasial sehingga menghasilkan persamaan sebagai berikut:

Y = aFk1+bFk2+cFk3+dFk4

Keterangan: Y = Model habitat owa Jawa di CAGT a-d = Nilai bobot setiap variabel

Fk1 = Faktor ketinggian

Fk2 = Faktor kemiringan lereng Fk3 = Faktor kerapatan tajuk

Fk4 = Faktor pengaruh manusia (jarak dengan jalan)

4.3.3.2 Analisis spasial

Titik sebaran owa Jawa dianalisis dengan faktor-faktor spasialnya yang meliputi ketinggian, kemiringan lereng, kerapatan tajuk, dan jarak dengan jalan untuk mendapatkan bobot. Analisis spasial dilakukan dengan metode tumpang susun (overlay), pengkelasan (class), pembobotan (weighting), dan pengharkatan (skoring).

(39)

18 Model matematika yang digunakan adalah:

a. Nilai skor klasifikasi kesesuaian habitat owa Jawa SKOR

=

Σ

W

i

*

F

ki Keterangan:

Wi = bobot untuk setiap parameter Fki = faktor kelas dalam parameter

SKOR = nilai dalam penetapan klasifikasi kesesuaian habitat

b. Nilai selang skor klasifikasi kesesuaian habitat owa Jawa ditentukan berdasarkan sebaran nilai piksel yang dihasilkan analisis spasial

c. Nilai kesesuaian habitat owa Jawa

KHn = Smin + SELANG dan/atau KH = KHn-1 + SELANG

Keterangan:

Smin = nilai skor terendah

SELANG = nilai dalam penetapan selang klasifikasi kesesuaian habitat

KHn-1 = nilai Kesesuaian Habitat sebelumnya

KHn-1 = nilai Kesesuaian Habitat ke-n

d. Nilai validasi klasifikasi kesesuaian habitat owa Jawa

%

n = jumlah titik pertemuan owa Jawa yang ada pada satu klasifikasi kesesuaian

(40)

19 Gambar 4 Bagan alir penelitian.

Citra Landsat owa Jawa hasil survei

KONUS

Peta Kesesuaian Habitat Owa Jawa

(41)

5.1 Peta Tematik untuk Membuat Model

Berdasarkan hasil analisis setiap peta tematik, diperoleh peta setiap variabel berikut ini. Batasan wilayah peta yang dianalisis adalah dengan

mem-buffer batas kawasan sepanjang 1,1 km karena terdapat tiga titik kelompok yang berada di luar kawasan, dan titik terjauh terdapat pada jarak sekitar 1,1 km dari batas kawasan Cagar Alam Gunung Tilu.

5.1.1 Peta kerapatan tajuk (Leaf Area Index)

Estimasi LAI didasarkan pada pantulan dari kanopi vegetasi. Intensitas pantulan tergantung pada panjang gelombang yang digunakan dan tiga komponen vegetasi yaitu daun, substrat, dan bayangan. Kerapatan tajuk pada penelitian ini dianalisis berdasarkan citra Landsat, dengan menggunakan model maker pada ERDAS Imagine 9.0. Nilai piksel LAI (Leaf Area Index) diperoleh dari rumus

LAI = 12,29 (PETI) + 1,33, dimana PETI =

1998). Berdasarkan rumus tersebut, maka diperoleh nilai piksel LAI pada wilayah Cagar Alam Gunung Tilu (CAGT) dan sekitarnya berkisar antara 0-8,148 piksel, seperti ditunjukkan pada Gambar 5.

(42)

21 LAI diklasifikasi menjadi lima kelas, yaitu kelas (0-2), (2-4), (4-6), (6-8), dan (8-10). Klasifikasi dilakukan guna mempermudah dalam pembuatan model, saat

overlay.

Owa Jawa merupakan satwa arboreal murni, sehingga membutuhkan hutan dengan kanopi antar pohon yang berdekatan. Habitat yang sesuai bagi owa Jawa adalah hutan dengan tajuk yang relatif tertutup, dan tajuk pohon tersebut memiliki cabang horisontal. Kelas LAI dengan wilayah terluas terdapat pada kelas LAI kedua dengan kisaran nilai piksel 2-4 dengan luas 9591,84 Ha. Wilayah tersebut umumnya menyebar di sekitar kawasan, khususnya pada bagian tengah wilayah batas studi. Sedangkan kelas LAI dengan wilayah terkecil terdapat pada kelas LAI kelima dengan kisaran nilai piksel 8-10 dengan luas 0,09 Ha. Wilayah tersebut hanya terdapat pada wilayah barat daya batas studi.

Peta LAI dapat dilihat pada Gambar 6.

5.1.2 Peta jarak dari jalan

Jalur jalan yang terdapat di kawasan CAGT sebagian besar adalah jalan setapak dan jalan lain. Jalan lain merupakan jalan untuk masuk ke dalam kawasan. Jalan tersebut biasanya digunakan oleh pihak perkebunan dewata yang terdapat di tengah kawasan, sebagai sarana transportasi kendaraan dalam aktivitas produksinya. Jalan setapak umumnya berada di tengah kawasan yang merupakan wilayah perkebunan Dewata. Jalan tersebut biasanya digunakan oleh para pekerja perkebunan untuk mencapai lokasi-lokasi kebun teh, maupun untuk masuk ke dalam wilayah hutan.

(43)
(44)

23 manusia yang mendekat adalah segera menghindar. Respon lain yang mungkin muncul adalah berdiam diri dan bersembunyi. Respon bersuara biasanya terjadi apabila satwa mendeteksi kehadiran manusia pada jarak yang sangat dekat. Hal tersebut membuktikan bahwa faktor manusia merupakan salah satu faktor pengganggu bagi owa Jawa, dan faktor tersebut didukung oleh jalan sebagai faktor masuknya manusia ke dalam hutan. Sehingga dilakukan pengkajian pada variable jarak dari jalan untuk melihat pengaruh faktor jalan bagi owa Jawa di Cagar Alam Gunung Tilu.

Jarak dari jalan diklasifikasi menjadi lima kelas, yaitu kelas 0-200m, 200-400m, 400-600m, 600-800m, 800-1000m. Klasifikasi dilakukan guna mempermudah dalam pembuatan model saat overlay. Pada kelas klasifikasi jarak 0-200 m dari jalan hanya terdapat satu titik kelompok owa Jawa, sedangkan pada kelas 200-400m tidak ditemukan titik kelompok owa Jawa. Pada kelas jarak 400-600m dan kelas 600-800m masing-masing ditemukan titik kelompok owa Jawa sebanyak tiga titik, dan pada kelas jarak 800-1000m ditemukan sebanyak dua titik kelompok owa Jawa. Titik lainnya terdapat pada jarak di atas 1000m, yaitu sebanyak enam titik kelompok owa Jawa.

Peta jalur jalan dapat dilihat pada Gambar 7.

5.1.3 Peta ketinggian

(45)
(46)

25

(47)

26 Pada wilayah tersebut hanya terdapat sedikit spesies tumbuhan, dan jenis tumbuhan tersebuttidak sesuai untuk dimanfaatkan dalam melakukan kegiatan brankiasi (Rowe 1996). Kappeler (1984) menyatakan penyebaran owa Jawa berdasarkan ketinggian pada Tabel 2.

Tabel 2. Penyebaran owa berdasarkan ketinggian menurut Kappeler (1984)

Kawasan CAGT memiliki ketinggian yang bervariasi antara 750-2427 mdpl. Peta ketinggian diklasifikasi menjadi lima kelas yakni kelas (750-1000), (1000-1250), (1250-1500), (1500-1750), dan (>1750) mdpl. Wilayah tertinggi dengan klasifikasi ketinggian di atas 1750 mdpl terdapat pada wilayah barat sampai bagian tengah kawasan, dengan luas 4585,86 Ha. Sedangkan wilayah terendah dengan klasifikasi ketinggian 750-1000 mdpl terdapat pada daerah selatan kawasan, dengan luas 151,02 Ha. Wilayah terluas terdapat pada kelas ketinggian 1500-1750 mdpl yaitu 4947,93 Ha. Sebagian besar titik owa Jawa berada pada kelas ketinggian 750-1000 mdpl.

Peta ketinggian dapat dilihat pada Gambar 9.

5.1.4 Peta kemiringan lereng

Kemiringan lahan merupakan suatu informasi berbagai tingkat kemiringan dari suatu permukaan yang dinyatakan dalam derajat atau persen. Pembagian kelas lereng didasarkan pada SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/II/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung. Owa Jawa merupakan satwa arboreal, oleh karena itu faktor kemiringan lahan tempat bukanlah menjadi penghambat bagi aksesibilitasnya (Dewi 2005). Rinaldi (2003) dalam Dewi (2005) menyatakan bahwa kelompok owa Jawa di TNGHS

Ketinggian (mdpl) Kepadatan (invd/km2)

(48)
(49)

28 (Taman Nasional Gunung Halimun Salak) lebih banyak terdapat pada topografi yang curam. Hal ini mungkin disebabkan daerah yang curam lebih aman dari predator.

Tabel 3. Tingkat kemiringan lereng di CAGT

Kawasan CAGT umumnya berada pada kelerengan agak curam, dengan klasifikasi kemiringan lahan 15-25%. Sebagian besar titik ditemukannya kelompok owa berada pada kemiringan lebih dari 40%, sebanyak tujuh (7) titik, pada kemiringan 15-40% ditemukan enam (6) titik, dan pada kemiringan 8-15% ditemukan satu (1) titik, dari total 15 titik kelompok owa. Pada kemiringan 0-8% tidak ditemukan titik kelompok owa. Sebagian besar wilayah tersebut berada pada kelas kemiringan agak curam, yaitu pada tingkat 15-25% dengan luas 3956.67 Ha. Daerah dengan luas terendah pada kelas kemiringan datar, yaitu 1638,99 Ha. Peta kemiringan lereng dapat dilihat pada Gambar 10.

Tingkat Kemiringan (%) Kelas Luas (Ha)

0-8 Datar 1638.99

8-15 Landai 2878.56

15-25 Agak curam 3956.67

25-40 Curam 3701.88

(50)
(51)
(52)

31 5.2 Penyusunan Model Kesesuaian Habitat Owa Jawa

5.2.1 Penentuan nilai bobot setiap variabel

Penentuan nilai bobot dilakukan pada setiap variabel yang digunakan, yaitu LAI (kerapatan tajuk), jarak dari jalan, ketinggian, dan kemiringan lahan. Hasil analisis spasial setiap titik kelompok owa pada keempat variabel tersebut dianalisis dengan metode PCA, sehingga menghasilkan data komponen utama. Analisis komponen utama pada prinsipnya menghasilkan jumlah komponen utama sebanyak jumlah variabel yang digunakan. Namun banyaknya komponen utama yang digunakan tergantung pada jumlah varian yang dapat dijelaskan. Jumlah komponen utama yang digunakan sudah memadai jika total keragaman yang dapat diterangkan berkisar antara 70-80% (Timm 1975 dalam Pareira 1999).

Data yang digunakan dalam analisis komponen utama (PCA) adalah data sebaran owa Jawa berdasarkan hasil survei lapang Konservasi Alam Nusantara (KONUS) di Cagar Alam Gunung Tilu dan Cagar Alam Burangrang Jawa Barat. Survei tersebut dilakukan pada tanggal 14 Juli 2008 – 2 September 2008. Pada survei yang dilakukan di Cagar Alam Gunung Tilu diperoleh 15 titik, dengan 3 titik berada di luar transek.

Setiap titik sebaran kelompok owa Jawa dianalisis letak spasialnya, yaitu pada LAI (kerapatan tajuk), jarak dari jalan, letak ketinggian dan letak kemiringan lahan. Kemudian dihasilkan empat komponen utama, dimana dua komponen utama yang digunakan, sehingga persentase varian yang dapat dijelaskan mencapai 79,963%. Metode PCA diterapkan guna memberi nilai bobot untuk setiap variabel berkaitan dengan tingkat kepentingannya terhadap penyebaran owa Jawa di CAGT. Data hasil analisis PCA dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.

Tabel 4 Hasil analisis PCA

Komponen Utama

Akar Ciri

Total % Keragaman % Kumulatif

1 2,154 53,852 53,852

2 1,044 26,111 79,963

3 0,634 15,847 95,809

(53)

32

Ketinggian -0,661 0,400

Kemiringan lahan tempat 0,364 0,900

Tabel 6 Nilai bobot setiap variabel

Variabel Skor Keragaman

PCA Nilai Bobot

LAI 2,154 2,154

Jarak dari Jalan 2,154 2,154

Ketinggian 1,044 1,044

Kemiringan lereng 1,044 1,044

Tabel Vektor ciri menunjukkan bahwa pada komponen 1 (pertama), varian terbesar adalah LAI dan jarak dari jalan, sedangkan varian tekecil adalah ketinggian dan kemiringan lahan. Pada komponen 2 (kedua), varian terbesar adalah ketinggian dan LAI, namun karena LAI telah menggunakan komponen 1 maka varian terbesar kedua adalah ketinggian, sedangkan varian tekecil adalah jarak dari jalan. Faktor bobot menunjukkan tingkat kepentingan dari masing-masing variabel habitat. Nilai bobot ditentukan dengan mempertimbangkan skor PCA masing komponen utama dan vektor ciri terbesar dari masing-masing komponen.

5.2.2 Model kesesuaian habitat

Berdasarkan bobot hasil PCA yang telah diperoleh maka Model Kesesuaian Habitat Owa Jawa di Cagar Alam Gunung Tilu adalah sebagai berikut:

(54)

33

dimana: Y = Model kesesuaian habitat FLAI = skor kesesuaian LAI

Fjalan = skor kesesuaian jarak dari jalan

Ftinggi = skor kesesuaian ketinggian

Ftinggi = skor kesesuaian ketinggian

Flereng = skor kesesuaian kemiringan lahan tempat

Model kesesuaian habitat owa Jawa dianalisis secara spasial dengan menggunakan beberapa metode yaitu pembobotan dan overlay.

Gambar 12 Grafik nilai piksel model kesesuaian habitat.

Pada hasil overlay didapatkan nilai piksel terendah adalah 2,088 dan tertinggi 23,4124 sehingga selang kesesuaiannya adalah selisih nilai maksimum dan minimum piksel dibagi 3 (tiga), karena akan diklasifikasi menjadi 3 (tiga) kelas kesesuaian, yaitu:

(55)

34 Tabel 7 Klasifikasi kesesuaian habitat owa Jawa

Klasifikasi Kesesuaian Nilai

Kesesuaian Kategori

Rendah 2,088-7,1081 KH1

Sedang 7,1081-14,2162 KH2

Tinggi >14,2162 KH3

Peta kesesuaian habitat owa Jawa di Cagar Alam Gunung Tilu dapat dilihat pada Gambar 13.

Berdasarkan tabel tersebut didapat bahwa model kesesuaian habitat terdiri dari tiga kelas, yaitu kelas kesesuaian rendah, sedang, dan tinggi. Klasifikasi kesesuaian didasarkan pada pembagian nilai piksel, semakin tinggi nilai piksel pada suatu daerah maka semakin sesuai daerah tersebut bagi owa Jawa. Daerah dengan klasifikasi kesesuaian tinggi berada pada nilai piksel di atas (>) 14,2162 dengan luas sebesar 8784,63 Ha. Daerah tersebut menyebar di seluruh kawasan, daerah yang paling luas kesesuaian habitat tinggi berada pada wilayah timur laut dan selatan wilayah batas studi.

(56)

35 Daerah dengan klasifikasi kesesuaian habitat sedang memiliki luas sebesar 5951,25 Ha, dengan nilai piksel antara 7,1081-14,2162. Daerah tersebut menyebar dengan luasan yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan klasifikasi kesesuaian tinggi. Daerah terluas pada klasifikasi kesesuaian sedang berada pada wilayah tengah khususnya bagian utara dan timur laut wilayah tersebut. Pada peta model kesesuaian habitat tidak ditemukan wilayah dengan klasifikasi kesesuaian rendah, karena luas pada klasifikasi kesesuaian tersebut adalah nol (0). Maka dapat dikatakan bahwa klasifikasi kesesuaian rendah dengan nilai piksel antara 2,088-7,1081 tidak ada.

5.3 Validasi

Validasi dilakukan untuk mengetahui tingkat kepercayaan terhadap model yang dibangun. Jumlah titik pertemuan kelompok owa Jawa untuk validasi diperoleh sebanyak (delapan) 8 titik di daerah blok Binatang, Dewata.

Tabel 8 Validasi setiap kelas kesesuaian

Tingkat

Kesesuaian Nilai Kesesuaian

Klasifikasi

(57)
(58)

6.1 Kesimpulan

Model kesesuaian habitat owa Jawa yang dihasilkan adalah:

Y = (2,154xFLAI) + (2,154xFjalan) + (1,044xFtinggi) + (1,044xFlereng). Model

tersebut menunjukkan bahwa varibel habitat yang paling berpengaruh bagi owa Jawa adalah kerapatan tajuk (Leaf area index) dan faktor manusia (jarak dari jalan). Habitat dengan klasifikasi kesesuaian tinggi, dengan nilai piksel di atas (>) 14,2162 memiliki luas sebesar 8784,63 Ha. Daerah tersebut menyebar di seluruh kawasan, daerah yang paling luas kesesuaian habitat tinggi berada pada wilayah timur laut dan selatan wilayah batas studi. Berdasarkan uji validasi, ternyata model yang dibangun dapat diterima dengan tingkat validasi mencapai 87,5% untuk tingkat kesesuaian tinggi.

6.2 Saran

(59)

[CII] Consevation International Indonesia. 2000. Javan gibbon.

http://www.conservation.or.id [17 Juni 2008].

Dewi H. 2005. Tingkat kesesuaian habitat owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasinoal Gunung Halimun Salak [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Ensiklopedia Indonesia. 1992. Ensiklopedia Indonesia seri Fauna. Jakarta: PT. Intermasa.

[IUCN] International Union for Consevation of nature and Natural Resources. 2000. IUCN Red List of Threatened Species: Hylobates moloch.

http://www.iucnredlist.org [17 Juni 2008].

______. 2008. IUCN Red List of Threatened Species: Hylobates moloch.

http://www.iucnredlist.org [26 Feb 2009].

Howard J. 1987. Penginderaan Jauh untuk Sumberdaya Hutan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Iskandar E. 2007. Habitat dan populasi owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak Jawa Barat [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Lillesand TM dan Kiefer FW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Dulbahari R, alih bahasa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Lo CP. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Purbowaseso B, penerjemah. Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia.

McDonnell DE. 1998. Leaf area index (LAI), Landsat 7 ETM+ satellite images, and GIS used to determine fire and restoration activity along the Rio Grande in the Albuquerque area for June 2000 and June 2001.

http://www.unm.edu [17 Juni 2008].

(60)

39 Napier JR dan PH Napier. 1967. A Hand Book of Living Primates. New York:

Academic Press.

Nijman V. 2004. Conservation of the Javan gibbon Hylobates moloch: population estimates, local extinctions, and conservation priorities. The Raffles Bulletin of Zoology. 52(1): 271-280.

Pareira MHY. 1999. Karakteristik habitat beo Flores (Gracula religiosa mertensi) di desa Tanjung Boleng, Kabupaten Manggarai, Pulau Flores [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Prahasta E. 2001. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: Informatika.

Rowe N. 1996. The pictorial Guide to the Living Primates. New York: Pogonias Press.

Rusli SN. 1998. Penataan ruang wilayah dengan peran serta masyarakat menggunakan sistem informasi geografis [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Siswoyo, Wajihadin W, Jahidi A, Efendi AJ. 2005. Identifikasi permasalahan di konservasi wilayah Bandung Selatan II. http://www.bplhdjabar.go.id [17 Juni 2008].

Soenarmo SH. 2003. Penginderaan Jarak Jauh dan Pengenalan Sistem Informasi Geografi untuk Bidang Ilmu Kebumian. Bandung: Penerbit ITB.

(61)
(62)

41 Lampiran 1. Tabel Keterangan variabel pada setiap titik kelompok owa jawa

(hasil survei lapang Konservasi Alam Nusantara (KONUS) di Cagar Alam Gunung Tilu dan Cagar Alam Burangrang Jawa Barat tanggal 14 Juli 2008 – 2 September 2008)

X Y Ketinggian Jarak dari

(63)

42 Lampiran 2. Hasil analisis PCA pada SPSS 14.0

Factor Analysis

Correlation Matrix

Ketinggian Distance Slope Lai

Correlation Ketinggian 1,000 -,402 -,012 -,449

Distance -,402 1,000 ,050 ,746

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Total Variance Explained

Com pone nt

Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings

Rotation Sums of Squared Loadings 1 2,154 53,852 53,852 2,154 53,852 53,852 2,013 50,321 50,321 2 1,044 26,111 79,963 1,044 26,111 79,963 1,186 29,642 79,963

3 0,634 15,847 95,809

4 0,168 4,191 100,000

(64)

43 Component Matrix(a)

Component

1 2

Lai 0,930 0,142

Distance 0,848 -0,230 Ketinggian -0,661 0,400

Slope 0,364 0,900

Gambar

Grafik sebaran nilai piksel LAI ..............................................................
Grafik sebaran nilai piksel LAI ..............................................................
Tabel 1 Spesifikasi kanal landsat TM
Gambar 1 Bagan pembuatan peta LAI.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis deskriptif kualitatif dilakukan dengan menggunakan peta wilayah jelajah dugaan dua kelompok studi owa jawa yang telah ditumpang tindih dengan peta digital

Inventarisasi di lakukan di lereng Kawasan hutan Cagar Alam Kawah Ijen Gunung Ijen yang masuk wilayah Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi dengan ketinggian 700 sampai dengan 1000 mdpl

Key words: Javan gibbon, feeding, Halimun Salak ABSTRAK Owa jawa Hylobates moloch merupakan primata endemik Pulau Jawa.Taman Nasional Gunung Halimun Salak adalah salah satu habitat