• Tidak ada hasil yang ditemukan

Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN

BAWANG MERAH DI KABUPATEN BREBES

SKRIPSI

ANISA DWI UTAMI H34053128

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

RINGKASAN

ANISA DWI UTAMI. Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI).

Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Salah satu subsektor yang berperan penting dalam menyumbang PDB pertanian adalah subsektor hortikultura. Subsektor hortikultura terdiri dari tanaman sayuran, buah-buahan, dan obat-obatan. Bawang merah merupakan tanaman sayuran yang cukup strategis. Hal ini terkait dengan fungsi bawang merah sebagai bumbu utama pada hampir seluruh makanan di Indonesia. Akan tetapi, di satu sisi meskipun permintaan bawang merah cenderung meningkat, tetapi tingkat produksi bawang merah di Indonesia cenderung menurun.

Kabupaten Brebes merupakan salah satu daerah sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia. Seperti halnya tingkat produktivitas bawang merah nasional, tingkat produktivitas bawang merah di Kabupaten Brebes juga cenderung berfluktuasi dari tahun ke tahun. Berbagai permasalahan pada aspek produksi dapat memberikan gambaran terhadap kemungkinan adanya faktor risiko produksi bawang merah. Sebagaimana teori penawaran, tingkat penawaran suatu komoditas akan dipengaruhi oleh jumlah komoditas yang diproduksi. Oleh karena itu, perlu diketahui sejauh mana tingkat risiko produksi dan perilaku penawaran bawang merah. Oleh karena itu, berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk 1) Menganalisis tingkat risiko produksi bawang merah di Kabupaten Brebes, 2) Menganalisis perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes, dan 3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes.

Penelitian dilaksanakan di delapan desa dari empat kecamatan di Kabupaten Brebes, yaitu Kecamatan Brebes, Kecamatan Wanasari, Kecamatan Bulakamba, dan Kecamatan Larangan. Waktu penelitian dilaksanakan selama bulan April hingga Mei 2009. Data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder. Jumlah responden yang diteliti sebesar 45 responden dengan metode pengambilan responden secara proportional purposive sampling. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis risiko dengan perhitungan Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation, serta regresi linier berganda untuk menganalisis perilaku penawaran.

(3)

komoditas brokoli, tomat, dan cabai keriting, tingkat risiko produksi bawang merah ini relatif lebih tinggi (Tarigan, 2009).

Dilihat dari sisi penerimaan usahatani, diperoleh nilai expected return sebesar Rp. 25.949.621,9 per hektar. Sementara risiko yang diterima oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes adalah sebesar 60,09 persen dari nilai return yang diperoleh petani dengan standar deviasi rata-rata sebesar Rp. 11.768.995 per hektar. Dari nilai tersebut, maka jika dibandingkan dengan penghitungan risiko dari sisi produktivitas, nilai risiko yang dihitung dari sisi penerimaan atau return ternyata jauh lebih tinggi..

Perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes dalam penelitian ini dirumuskan ke dalam sebuah model regresi linier berganda sebagai berikut : Y = -19,75 + 0,000259X1 – 8,5EX2 + 3,03EX3 – 4,2EX4 - 0,1564 X5 + 0,000064X6 – 0,00389X7 - 0,0005X8 + 01,86X9 + 0,568EX10 - 0,00689X11 + e Nilai R-sq dari model yang diperoleh adalah sebesar 0,91. Artinya bahwa sumbangan variabel independen (X) secara bersama-sama terhadap variasi variabel dependen (Y) adalah sebesar 91 persen. Dengan kata lain, sebesar 91 persen dari variabel dependen dapat dijelaskan oleh model. Selebihnya dijelaskan oleh variabel lain diluar model.

(4)

RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN

BAWANG MERAH DI KABUPATEN BREBES

ANISA DWI UTAMI H34053128

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes

Nama : Anisa Dwi Utami

NIM : H34053128

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi NIP. 19640921 199003 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP.19580908 198403 1 002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2009

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 21 oktober 1987. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Wasito Budi rahardjo dan Ibu Listina Nur Triyulianti.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Legokkalong 1 pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SMP Negeri 1 Wonopringgo. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 1 Pekalongan diselesaikan pada tahun 2005.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes”.

Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat risiko produksi dan perilaku penawaran bawang merah di kabupaten Brebes. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak dalam rangka pengembangan agribisnis bawang merah di Indonesia khususnya di Kabupaten Brebes. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan pula dapat menjadi bahan masukan maupun referensi bagi penelitian selanjutnya.

Bogor, Agustus 2009

(9)

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga memberikan kekuatan, kemudahan serta kesehatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Narni Farmayanti, MSc selaku dosen penguji utama yang telah memberikan banyak masukan dan saran yang membangun kepada penulis. 3. Yeka Hendra Fatika, SP selaku dosen penguji wakil departemen yang juga

telah memberikan masukan dan saran kepada penulis.

4. Ir. Lusi Fausia, MEc selaku dosen pembimbing akademik yang dengan sabar memberikan arahan selama penulis menjalankan kegiatan perkuliahan.

5. Seluruh dosen pengajar dan staf Departemen Agribisnis yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama kegiatan perkuliahan.

6. Kedua orang tua tercinta, Bapak, Ibu, Mas Ady, Dik Ayik, dan Dik Abi yang selalu memberikan doa, kasih sayang, semangat, dukungan baik moral maupun materi, serta menjadi motivasi penulis untuk meyelesaikan skripsi ini dengan sebaik mungkin.

7. Keluarga Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, MSi (Om Agus dan Bulik Titik) yang telah menjadi keluarga kedua bagi penulis

8. Ratna Sogian Siwang yang telah menjadi pembahas pada seminar penulis dan memberikan masukan-masukan terhadap penyelesaian skripsi.

9. Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes dan seluruh jajarannya yang bersedia memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian

(10)

11.Keluarga Pak Lanang, Mbak Yani, dan Mbak Ike yang telah memberikan tempat tinggal sementara dan berbagai kemudahan bagi penulis pada saat melakukan penelitian

12.Teman-teman satu bimbingan penulis, Virghita, Novi dan Ratna Mega yang bersama-sama berjuang dan saling membantu memberikan semangat terhadap penyelesaian skripsi.

13.Teman-teman Gladikarya di Desa Cintaasih, Kecamatan Samarang, Garut, Tiara, Lysti, Cicin dan Mada yang memberikan banyak pelajaran dan pengalaman berharga bagi penulis

14.Sahabat-sahabat penulis, Tiara, Lisda, Neina, Meno dan Nurul yang selalu berbagi suka dan duka, serta memberikan motivasi dan dukungan baik moral maupun materi selama penulis menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor.

15.Semua teman-teman AGB 42 yang bersama-sama berbagi ilmu, pengalaman, serta suka dan duka selama menempuh pendidikan di Departemen Agribisnis. Kenangan kebersamaan kita menjadi ‘Agebers’ akan selalu teringat hingga kita tua nanti.

16.Teman-teman di Wisma Ramadhan (Erven, Uyuy, Ayu, Ray, Nurul, Jassy, Septi, Mita, Ridha, Arin, Anis) yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis

17.Keluarga besar KAMMI Daerah Bogor, FoSSEI Regional Jabodebatek, SESC IPB, dan AQUATECH atas semangat dan pelajarannya tentang arti hidup dan kontribusi

(11)

DAFTAR ISI

5.1.5. Gambaran Umum Kecamatan Lokasi Penelitian ... 45

(12)

5.2.7. Pola Tanam ... 49

5.2.8. Penggunaan Input Usahatani Bawang Merah ... 51

5.2.9. Struktur Pendapatan Usahatani Bawang Merah ... 54

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG MERAH ... 58

6.1. Analisis Risiko Produksi Bawang Merah ... 58

6.2. Sumber-sumber Risiko pada Kegiatan Produksi ... 60

6.2.1. Faktor Iklim dan Cuaca ... 60

6.2.2. Faktor Hama dan Penyakit Tanaman ... 62

6.2.3. Tingkat Kesuburan Lahan ... 64

6.2.4. Efektivitas Penggunaan Input ... 65

6.3. Manajemen Risiko yang Dilakukan Petani ... 65

VII ANALISIS PERILAKU PENAWARAN BAWANG MERAH ... 71

7.1. Analisis Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes ... 71

7.2. Analisis Modal Perilaku Penawaran Bawang Merah ... 72

7.2.1. Pengujian terhadap Model Penduga ... 72

7.2.2. Pengujian terhadap Koefisien Regresi ... 72

7.2.3. Pengujian terhadap Asumsi ... 74

7.3. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Penawaran Bawang Merah ... 74

VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

8.1. Kesimpulan ... 83

8.2. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode

Tahun 2003-2006 ... 1 2 Konsumsi Per Kapita Bawang Merah di Indonesia Periode

Tahun 2003-2006 ... 2 3 Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas

Bawang Merah di Indonesia Tahun 2002-2007 ... 3 4 Pertumbuhan Ekspor, Impor, dan Produksi Bawang Merah

Di Indonesia Periode Tahun 2004-2006 ... 4 5 Tingkat Produktivitas Bawang Merah Per Propinsi di Pulau

Jawa Tahun 2007 ... 4 6 Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah per

Kecamatan di Kabupaten Brebes Tahun 2007 ... 29 7 Jumlah Responden per Wilayah Penelitian ... 30 8 Produksi Komoditas Utama Pertanian Kabupaten Brebes

Tahun 2005-2007 ... 41 9 Produksi Komoditas Utama Perkebunan Kabupaten Tahun

2005-2007 ... 41 10 Produksi Komoditas Utama Pertenakan Kabupaten Brebes

Tahun 2005-2007 ... 39 11 Umur Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten Brebes

Tahun 2009 ... 46 12 Tingkat Pendidikan Responden Petani Bawang Merah di

Kabupaten Brebes Tahun 2009 ... 47 13 Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Petani Bawang

Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2009 ... 47 14 Pengalaman Bertani Bawang Merah oleh Responden Petani

Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2009 ... 48 15 Luas Lahan yang Dimiliki Responden Petani Bawang Merah

di Kabupaten Brebes Tahun 2009 ... 49 16 Status Kepemilikan Lahan Responden Petani Bawang Merah

di Kabupaten Brebes Tahun 2009 ... 49 17 Rata-rata Penggunaan Input dan Produktvitas pada Usahatani

Bawang Merah Menurut Musim Tanam di Kabupaten Brebes

Tahun 2008/2009 ... 52 18 Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Bawang Merah per

(14)

19 Rata-rata Produktivitas dan Pendapatan dalam Kondisi Tertinggi Normal, dan Terendah Usahatani Bawang Merah di Kabupaten

Brebes Tahun 2008 ... 58

20 Nilai Expected Value, Standard deviation, dan Coefficient Variation dari Produktivitas Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2008 ... 59

21 Tingkat Risiko Beberapa Komoditas Sayuran ... 59

22 Nilai Expected Value, Standard Deviation, dan Coefficient Variation dari Pendapatan Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2008 ... 60

23 Jenis-jenis Hama yang Menyerang Tanaman Bawang Merah ... 62

24 Jenis-jenis Penyakit yang Menyerang Tanaman Bawang Merah ... 63

25 Jenis Serangan Hama dan Penyakit dan Dampak Kerugiannya ... 64

26 Cara Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Bawang Merah yang Dilakukan oleh Petani di Kabupaten Brebes ... 68

27 Deskripsi Statistik dari Setiap Variabel ... 71

28 Koefisien Regresi pada Variabel Independen ... 73

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Tingkat Produktivitas Bawang Merah Nasional dan Daerah

Brebes Tahun 2002-2007 ... 6

2 Perkembangan Harga Bawang Merah di Pasar Induk Kramat Jati ... 7

3 Risk –Uncertainty Continum ... 17

4 Hubungan antara Variance dan Expected Return ... 20

5 Fungsi Utilitas dengan Marginal Utility Menurun, Meningkat dan Tetap ... 21

6 Kurva Penawaran ... 23

7 Pergerakan Kurva Penawaran ... 24

8 Pergeseran Kurva Penawaran ... 25

9 Kerangka Pemikiran Operasional ... 27

10 Langkah-langkah dalam Melakukan Analisis Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes . 28 11 Rata-rata Curah Hujan dan Banyaknya Hari Hujan di Kabupaten Brebes Tahun 2007 ... 39

12 Pola Tanam I Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2008/2009 ... 50

13. Pola Tanam Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2008/2009 ... 51

14 Komponen Biaya Produksi per Musim Tanam pada Tahun 2008 ... 55

15 Biaya Produksi, Pendapatan Kotor, Pendapatan atas Biaya Tunai dan Pendapatan atas Biaya Total Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Brebes 2008/2009 ... 57

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2003-2007 ... 89 2 Volume Ekspor dan Impor Sayuran Indonesia Periode

2003-2006 ... 90 3 Analisis Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Selama

Satu Tahun pada tahun 2008 ... 91 4 Analisis Regresi Linier Model Perilaku Penawaran Bawang

(17)

I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia yang hidupnya bergantung pada sektor pertanian. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008, sebesar 40,3 persen penduduk Indonesia menggantungkan kehidupannya pada sektor ini. Pada tahun 2007, sektor pertanian menempati urutan keempat dalam memberikan kontribusi terhadap PDB Indonesia. Namun demikian, dibandingkan dengan sektor lain, laju pertumbuhan PDB pada sektor pertanian relatif tinggi, yaitu sebesar 26,32 persen (BPS 2008).

Secara umum, sektor pertanian terdiri dari beberapa subsektor, yaitu sub sektor pangan, hortikulutura, dan perkebunan. Salah satu subsektor yang cukup penting adalah subsektor hortikultura. Subsektor hortikultura ini meliputi sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan biofarmaka atau obat-obatan. Menurut data Direktorat Hortikultura Departemen Pertanian RI (2008), nilai Produk domestik Bruto (PDB) dari subsektor hortikultura dari tahun 2003 hingga 2006 mengalami peningkatan setiap tahun seperti digambarkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode Tahun 2003-2006

Sumber : Ditjen Hortikultura (2008)

(18)

komoditas hortikultura tersebut adalah kelompok tanaman sayuran. Dari sisi ekonomi, sayuran merupakan tanaman hortikultura yang penting karena mampu memberikan sumbangan kepada PDB hortikultura terbesar kedua setelah buah-buahan (Ditjen Hortikultura 2008).

Dari sisi perdagangan, beberapa komoditas dari kelompok tanaman sayuran yang penting adalah kentang, kubis, jamur, bawang merah, dan kacang merah. Hal ini digambarkan dari nilai ekspor dan impor komoditas tanaman sayuran seperti terlihat pada Lampiran 2. Jika dibandingkan dengan komoditas sayuran yang lain, bawang merah termasuk komoditas dengan nilai perdagangan yang cukup besar. Volume ekspor bawang merah relatif tinggi dibandingkan dengan komoditas sayuran lainnya. Bawang merah mempunyai nilai ekspor terbesar keempat setelah komoditas kentang, kubis, dan jamur untuk tanaman sayuran, yaitu rata-rata sebesar 3,65 persen per tahun dari total ekspor sayuran (Ditjen Hortikultura 2008). Begitu pula dengan volume impor bawang merah. Rata-rata volume impor bawang merah di Indonesia sebesar 13,004 persen per tahun dari total impor sayuran. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan belum terpenuhinya kebutuhan bawang merah dalam negeri di Indonesia.

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang cukup strategis di Indonesia mengingat fungsinya sebagai bahan utama bumbu dasar masakan Indonesia. Bawang merah merupakan sayuran yang hampir digunakan dalam seluruh menu makanan di Indonesia. Maka dari itu, permintaan bawang merah sangat tinggi, bahkan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Tingkat konsumsi bawang merah per kapita di Indonesia berkisar 2,175 kg per tahun seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Konsumsi Per Kapita Bawang Merah di Indonesia Periode Tahun 2003-2006

Tahun Konsumsi Per Kapita (Kg/Tahun)

2003 2,22

2004 2,19

2005 2,21

2006 2,08

Rata-rata 2,175

(19)

Dari sisi produksi, berdasarkan data Departemen Pertanian pada tahun 2007, dibandingkan dengan komoditas sayuran lainnya, bawang merah merupakan komoditas dengan tingkat produksi yang terbesar setelah kentang dan kubis, yaitu mencapai 802,81 ton pada tahun 2007. Hal ini seperti terlihat pada Lampiran 1. Akan tetapi, produksi bawang merah di Indonesia relatif berfluktuasi. Data perkembangan produksi, luas panen, dan produktivitas bawang merah dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Bawang Merah di Indonesia Tahun 2000-2007

Sumber : Ditjen Hortikultura (2008)

(20)

Tabel 4. Pertumbuhan Ekspor, Impor, dan Produksi Bawang Merah di Indonesia

Berdasarkan data pada Tabel 4, diketahui bahwa tingkat pertumbuhan produksi bawang merah relatif sejalan dengan tingkat pertumbuhan ekspor bawang merah. Pada saat produksi mengalami penurunan, maka tingkat ekspor juga cenderung mengalami penurunan. Sementara tingkat pertumbuhan impor bawang merah berbanding terbalik dengan pertumbuhan produksi bawang merah. Pada saat produksi bawang merah menurun maka impor bawang merah cenderung meningkat.

Sentra produksi bawang merah di Indonesia saat ini didominasi oleh Pulau Jawa yaitu sebesar 73 persen dari total produksi di Indonesia. Wilayah sentra produksi di Pulau Jawa tersebut terdiri dari Jawa Barat yang meliputi Kuningan, Cirebon, dan Majalengka, Jawa Tengah meliputi Brebes, Tegal, dan Pemalang, DI Yogjakarta meliputi Bantul, serta Jawa Timur meliputi Nganjuk, Probolinggo, dan Pamekasan. Pada tahun 2007 produksi bawang merah tertinggi adalah di Jawa Tengah yaitu mencapai 268.914 ton atau sebesar 33,5 persen dari total produksi bawang merah nasional. Sementara tingkat produktivitas bawang merah terbesar adalah dari daerah Jawa Barat yaitu sebesar 98,4 kwintal per hektar seperti terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Tingkat Produktivitas Bawang Merah Per Propinsi di Pulau Jawa Tahun 2007

Propinsi Produktivitas Bawang Merah (Kwintal/hektar)

(21)

Kabupaten Brebes adalah salah satu daerah di Jawa Tengah yang menjadi sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia, yaitu mencapai 25.309,45 ton pada tahun 2007. Dalam rentang waktu dari tahun 2002 hingga 2007, perkembangan produksi bawang merah di Brebes relatif berfluktuasi. Pada tahun 2004 dan 2006 produksi bawang merah menurun dengan rata-rata tingkat penurunan sebesar 17,82 persen per tahun. Sementara pada tahun 2003, 2005, dan 2007 produksi bawang merah di Brebes meningkat dengan rata-rata peningkatan sebesar 34,88 persen per tahun (Dinas Pertanian Kabupaten Brebes 2008). Sementara itu, tingkat produktivitas bawang merah di Kabupaten Brebes tidak meningkat secara siginifikan, yaitu hanya berkisar 2,8 persen per tahun.

Laju peningkatan produktivitas dan tingkat produksi bawang merah di Kabupaten Brebes yang berfluktuasi tersebut mengindikasikan adanya faktor risiko pada kegiatan produksi bawang merah di Kabupaten Brebes. Adanya faktor risiko tersebut menyebabkan tingkat produksi bawang merah berpotensi mengalami penurunan. Sementara itu, besarnya penawaran suatu komoditas dipengaruhi oleh jumlah yang diproduksi. Berdasarkan keterangan tersebut, maka diperlukan penelitian untuk mengkaji bagaimana tingkat risiko produksi dan perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes sebagai daerah sentra produksi terbesar.

1.2Perumusan Masalah

(22)

berkisar 2,8 persen per tahun. Gambaran mengenai tingkat produktivitas bawang merah ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tingkat Produktivitas Bawang Merah Nasional dan Daerah Brebes Tahun 2002-2007

Sumber : Direktorat Hortikultura (2008)

Gambaran mengenai tingkat produktivitas bawang merah seperti yang terlihat pada Gambar 1 dapat menunjukkan adanya perbedaan tingkat produktivitas bawang merah secara nasional dengan produktivitas bawang merah di Kabupaten Brebes. Hal ini mengindikasikan adanya faktor risiko pada kegiatan produksi bawang merah. Faktor risiko pada kegiatan produksi bawang merah disebabkan oleh adanya ketergantungan aktivitas produksi bawang merah pada alam seperti cuaca, hama penyakit, suhu udara, kekeringan, banjir, dan segala bencana alam yang berhubungan. Dari kondisi tersebut, pengembangan bisnis komoditas bawang merah memiliki potensi risiko yang dapat menimbulkan kerugian.

(23)

3.786. Namun demikian, secara umum tend harga bawang merah meningkat dari awal tahun hingga akhir tahun 2007. Beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi penawaran suatu komoditas adalah seperti harga dan ketersediaan faktor produksi yang meliputi benih, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja, ketersediaan infrastruktur pertanian seperti pengairan, pengaruh hama dan penyakit tanaman, serta faktor iklim dan cuaca.

Gambar 2. Perkembangan Harga Bawang Merah di Pasar Induk Kramat Jati Tahun 2007

Sumber : Pasar Induk Kramat Jati (2007)

Berbagai permasalahan pada aspek produksi dapat memberikan gambaran terhadap kemungkinan adanya faktor risiko produksi bawang merah. Sebagaimana teori penawaran, tingkat penawaran suatu komoditas akan dipengaruhi oleh jumlah komoditas yang diproduksi (Nicholson 1991). Oleh karena itu, perlu diketahui sejauh mana tingkat risiko produksi dan perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes sebagai daerah sentra produksi terbesar.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Berapa tingkat risiko produksi bawang merah di Kabupaten Brebes ?

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000

1 3 5 7 9 111315171921232527293133353739414345474951

Minggu Harga

(24)

2. Bagaimana perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah penelitian ini, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis tingkat risiko produksi bawang merah di Kabupaten Brebes. 2. Menganalisis perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes.

1.4Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi serta masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu :

1. Bagi petani bawang merah khususnya di Brebes, penelitian ini dapat memberikan gambaran dalam memanajemen risiko yang terjadi dalam pengembangan usaha bawang merah.

2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan agribisnis bawang merah.

3. Bagi masyarakat atau investor, hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu referensi dalam mempertimbangkan investasi di usaha bawang merah. 4. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk mengembangkan daya analisis

(25)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Risiko Bisnis

Marsaulina (2006) dalam penelitiannya mengenai analisis pengelolaan risiko kredit nasabah kupedes pada BRI unit Desa cipanas Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur, menyatakan bahwa nilai NPL (Non Performing Loan) dari sektor pertanian adalah sebesar 1,38, sektor perdagangan sebesar 2,31 dan lainnya sebesar 0,23. Nilai ini menunjukkan bahwa sektor pertanian dan perdagangan memiliki risiko yang cukup kecil. Oleh karena itu, sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) pada kedua bidang ini layak untuk dikembangkan.

Robi’ah (2006) melakukan penelitian mengenai manajemen risiko usaha peternakan broiler dengan studi kasus di Sunan Kudus Farm (SKF) di Ciampea Kabupaten Bogor. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) deskriptif dengan analisis kualitatif untuk mengetahui manajemen risiko usaha peternakan broiler di Sunan Kudus Farm dan 2) eksplorasi dengan menggunakan a) analisis risiko (nilai tengah, standar deviasi, koefisien variasi dan batas bawah pendapatan) b) analisis keputusan berisiko dengan bantuan diagram keputusan (decision tree) untuk mengetahui expected value yang akan didapatkan Sunan Kudus Farm dalam rangka pengambilan keputusan.

Dalam penelitiannya tersebut disimpulkan bahwa manajemen risiko belum berjalan dengan baik terutama pada aspek produksi. Hasil analisis risiko menunjukkan bahwa SKF akan menghadapi risiko kerugian sebesar Rp. 47.629.868,52 (standar deviasi) atau sebesar 1,3 (koefisien variasi) lebih besar dari nilai tengahnya dan SKF tidak akan mengalami kerugian lebih besar dari Rp. 58.512.349,12. Analisis keputusan berisiko menunjukkan bahwa pada periode lebaran expected value menambah populasi lebih besar dari tidak menambah populasi. Sedangkan pada periode tahun ajaran baru expected value mengurangi populasi lebih kecil daripada expected value tidak mengurangi populasi.

(26)

(GARCH), sedangkan analisis perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran digunakan model persamaan simultan. Adapun komoditas yang diteliti adalah kentang dan kubis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko produksi kentang maupun kubis dipengaruhi secara nyata oleh risiko produksi pada musim sebelumnya. Risiko produksi pada kentang lebih tinggi dibandingkan dengan kubis, tetapi sebaliknya risiko harga pada kentang lebih rendah dari pada kubis. Diversifikasi usahatani kentang dan kubis mempunyai risiko produksi (portofolio) leih rendah dibandingkan spesialisasi kentang atau kubis.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan produksi akibat risiko produksi dan harga produk adalah dengan mengurangi penggunaan lahan, benih, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja. Sementara strategi yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi yaitu dengan penggunaan benih yang tahan terhadap kekeringan dan hama penyakit, pengembangan teknologi irigasi dan diversifikasi kegiatan usahatani maupun luar usahatani. Adapun strategi untuk mengatasi harga produk diperlukan penyediaan sarana dan prasarana penyimpanan secara berkelompok pada tingkat petani, pengembangan sistem contract farming dan kelembagaan pemasaran.

Tarigan (2009) melakukan penelitian mengenai analisis risiko produksi sayuran organik pada Permata Hati Organic Farm di Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dan diversifikasi yang dilakukan oleh Permata Hati Organic Farm serta menganalisis alternatif penanganan risiko produksi dalam menjalankan usaha sayuran organik. Analisis risiko yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan variance, standard deviation, dan coefficient variation pada kegiatan spesialisasi dan portofolio. Komoditas yang diteliti pada kegiatan spesialisasi meliputi brokoli, bayam hijau, tomat, dan cabai keriting. Sementara pada kegiatan portofolio komoditas yang dianalisis adalah tomat dengan bayam hijau, dan cabai keriting dengan brokoli.

(27)

berdasarkan produktivitas pada brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting, risiko tertinggi dari keempat komoditas tersebut adalah bayam hijau. Sementara berdasarkan pendapatan bersih pada brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting, risiko tertinggi dimiliki oleh komoditas cabai keriting. Analisis risiko yang dilakukan pada kegiatan portofolio menunjukkan bahwa kegiatan diversifikasi dapat meminimalkan risiko.

2.2 Aspek Usahatani Bawang Merah

Santoso (2007) dalam penelitiannya mengenai penetapan luas lahan minimum untuk pertanaman bawang merah di daerah sentra produksi Kabupaten Tegal menyatakan bahwa luas lahan minimal yang harus dimiliki petani agar optimal dan mampu mencukupi kebutuhan berdasarkan tingkat usahatani adalah seluas 3750 m2. Petani bawang merah dalam mengusahakan lahannya dapat disarankan pada luasan antara 0,25 – 0,5 hektar. Luas lahan 3750 m2 tersebut juga dapat meningkatkan produktivitas lahan, apabila pemberian input pupuk utama optimal. Untuk mengatasi hal tersebut, petani dapat menguapayakan pengadaan input secara optimal, pengetahuan cuaca lingkungan tanam, pengetahuan pola tanam, penggabungan manajemen usahatani pada luasan lahan yang kurang dari 0,25 hektar menjadi luas lahan antara 0,25 – 0,5 hektar.

Damanah (2008) di dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka, menyatakan bahwa usahatani bawang merah di lokasi tersebut layak. Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C atas biaya total dan R/C atas biaya tunai yaitu 4,04 dan 1,97 untuk lahan sedang, 3,47 dan 1,65 untuk lahan sempit, serta 3,09 dan 1,88 untuk lahan luas. Sementara dari hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usahatani bawang merah di daerah penelitian sangat sensitif terhadap perubahan harga pupuk. Kenaikan harga pupuk sebesar 10 persen menyebabkan rasio R/C atas biaya tunai sebesar 13 persen pada usahatani lahan sempit, 18 persen pada usahatani lahan sedang, dan 11 persen pada usahatani lahan luas.

(28)

lebih besar dibanding usahatani bawang merah R/C usahatani bawang merah konvensioanl yaitu 1,51 dan 1,34. Dari hasil analisis keunggulan komparatif dan kompetitif terhadap usahatani bawang merah konvensional dan organik, kedua-duanya sama-sama memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif. Analisis sensitivitas keunggulan komparatif menunjukkan bahwa usahatani bawang merah konvensional memiliki kecenderungan tetap layak secara ekonomi untuk di diusahakan terhadap perubahan harga bayangan output, bibit, dan tenaga kerja, sedangkan usahatani organik juga memiliki kecenderungan tetap layak diusahakan kecuali pada peningkatan harga bayangan bibit menghasilkan KBSD yang lebih kecil dari satu. Analisis sensitivitas keunggulan kompetitif menunjukkan bahwa ushatani bawang merah konvensional dan organik memiliki kecenderungan tetap layak secara finansial diusahakan kecuali pada usaha organik menjadi tidak layak pada saat terjadi peningkatan harga bibit.

Julekha (2006) melakukan penelitian mengenai analisis curahan kerja, pendapatan dan pengeluaran petani bawang merah di Desa Tegalglagah Brebes. Dalam penelitiannya tersebut disimpulkan bahwa petani pemilik lahan lebih banyak mencurahkan waktunya di dalam usahatani dibanding petani penggarap. Hal ini dikarenakan pendapatan usahatani tidak mengcukupi bagi kebutuhan petani penggarap. Pendapatan rumah tangga petani pemilik lahan dalam usahatani lebih besar daripada pendapatan luar usahatani, sebaliknya petani penggarap mendapatkan pendapatan dari luar usahatani lebih besar daripada dari pendapatan dalam usahatani. Pengeluaran usahatani dari petani pemilik lahan dan petani penggarap terdiri dari pengeluaran untuk konsumsi dan investasi pendidikan.

(29)

Hamid (2004) melakukan penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani bawang merah di desa Dumeling Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes. Penelitian ini menduga pengaruh tiga belas faktor yang meliputi jumlah bibit, lama penyimpanan bibit, luas lahan garapan, biaya untuk obat-obatan, biaya untuk pupuk secara keseluruhan yang meliputi UREA, ZA, KCl, DAP, dan pupuk jenis lain yang digunakan petani, jumlah tenaga kerja luar keluarga untuk usahatani bawang merah, umur tanaman, lama pengalaman bertani bawang merah, usia petani, tingkat pendidikan formal, pendapatan di luar usahatani bawang merah dan modal yang digunakan untuk bertani bawang merah terhadap tingkat pendapatan usahatani bawang merah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Ordinary Least Square (OLS).

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ketiga belas faktor tersebut secara keseluruhan berpengaruh terhadap pendapatan usahatani bawang merah. Diantara faktor tersebut ada yang berpengaruh secara positif maupun negatif. Hampir keseluruhan faktor berpengaruh positif terhadap pendapatan usahatani bawang merah, kecuali faktor pendidikan formal. Seluruh faktor bebas yang berpengaruh terhadap pendapatan usahatani bawang merah bersifat inelastis. Faktor-faktor tersebut ada yang mempunyai elatisitas positif maupun negatif. Faktor yang mempunyai elatisitas positif terbesar adalah faktor umur tanaman, dan faktor yang mempunyai elastisitas positif terkecil adalah faktor jumlah tenaga kerja keluarga.

(30)

di Kecamatan brebes dengan PIKJ. Kekuatan harga di tingkat petani dan di tingkat pasar acuan PIKJ bersama-sama berpengaruh dalam pembentukan harga pada pasar lokal.

2.3 Kajian Perilaku Penawaran

Fauzia (2006) melakukan penelitian mengenai pendugaan elastisitas permintaan input dan penawaran output usahatani kacang tanah di Jawa. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi keuntungan petani dan elastisitas permintaan input dan penawaran output usahatani kacang tanah di Jawa. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa nilai permintaan harga sendiri semuanya bernilai negatif. Nilai elastisitas permintaan akibat perubahan harga sendiri untuk pupuk Urea, TSP, benih, tenaga kerja, dan biaya lainnya adalah -0,491, -0,374, -0,923, -0,752, dan -0,565. Respon permintaan input terhadap sendiri terhadap harga terlihat bahwa elastisitas permintaan benih menunjukkan angka yang paling tinggi sebesar 0,923. Artinya, perubahan harga benih lebih direspon petani.

Nilai permintaan input akibat perubahan harga output adalah elastis. Hal ini berarti bahwa pengaruh dan perubahan harga output kacang tanah besar terhadap permintaan input. Sementara itu, nilai elastisitas penawaran output terhadap harga input bersifat inelastis dan semua bertanda negatif. Nilai elastisitas penawaran akibat perubahan harga sendiri menggambarkan pengaruh perubahan penawaran kacang tanah akibat perubahan harga kacang tanah tersebut. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa elastisitas harga bersifat positif yaitu 1,030. Artinya, apabila harga kacang tanah meningkat satu persen akan meningkatkan penawaran penawaran sebesar 1,030 persen. Nilai elastisitas penawaran sendiri untuk harga kacang tanah adalah elastis yang berarti bahwa perubahan penawaran output akibat perubahan harga sendiri proporsinya besar.

(31)

adalah data sekunder yang berupa time series dan cross section. Metode yang dianalisis menggunakan model ekonometrika regresi data panel. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penawaran daging sapi domestik meningkat dari tahun 1990 hingga 2007. Hasil dugaan model penawarn daging domestik dengan metode fixed effect menunjukkan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata pada taraf nyata dua puluh persen adalah populasi ternak sapi potong, harga daging sapi, luas panen padi, dan harga ternak sapi.

Suryani (2006) melakukan penelitian mengenai permintaan dan penawaran daging ayam broiler di Indonesia. Tujuan dari penelitian tersebut adalah menganalisis struktur permintaan daging ayam broiler serta faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Selain itu dilakukan analisis terhadap dampak kebijakan pemerintah dan perubahan faktor eksternal terhadap permintaan dan penawaran daging ayam broiler di dalam negeri. Data yang digunakan bersifat time series yaitu dari tahun 1981 hingga 2003. Metode analisis data yang digunakan adalah persamaan simultan dengan metode 2-SLS (two stage least square). Hasil analisis dalam menduga permodelan menunjukkan nilai R-sq yang diperoleh adalah sebesar 0,7637 dan 0,9863.

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan secara signifikan adalah harga daging ayam, harga telur, harga daging sapi, dan pendapatan per kapita. Sementara harga pakan, kebijakan Keppres nomor 22 tahun 1990 yang memberikan izin bagi peternak untuk memperluas skala usaha, dan teknologi berpengaruh secara siginifikan terhadap penawaran daging ayam broiler di dalam negeri. Adapun harga daging ayam dipengaruhi oleh harga pakan dan harga DOC sebagai input. Produksi dan harga pakan tidak stabil dan dipengaruhi oleh jumlah dan harga bahan baku pakan yang diimpor serta nilai tukar. Harga pakan mempengaruhi harga ayam broiler di dalam negeri. Jika harga daging ayam broiler tidak stabil maka akan berdampak pada penawaran dan permintaan dalam negeri.

(32)

eksternal berupa kenaikan pendapatan per kapita menyebabkan permintaan daging ayam broiler meningkat cukup signifikan.

(33)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka teoritis merupakan suatu kerangka yang menjelaskan teori-teori yang sesuai dengan topik penelitian. Dalam bab ini akan dibahas menangani teori-teori mengenai konsep penawaran, produksi dan risiko pertanian.

3.1.1 Konsep Risiko

Pada dasarnya terdapat beberapa definisi mengenai risiko. Secara umum risiko dibedakan dengan kondisi ketidakpastian. Ketidakpastian merupakan suatu kondisi yang tidak dapat diketahui atau diperkirakan sebelumnya oleh pengambil keputusan, sedangkan risiko adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan peluang terjadinya kerugian atau keuntungan (Fleisher 1990). Sementara itu, Frank Knight yang diacu dalam Calkin 1983 menyatakan bahwa risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagai pembuat keputusan dalam bisnis, sedangkan ketidakpastian menunjukkan peluang suatu kejadian yang tidak dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagai pembuat keputusan.

Gambaran mengenai risiko dan ketidakpastian dalam suatu kontinum dapat dilihat dari Gambar 3.

Peluang dan Hasil Peluang dan Hasil tidak diketahui diketahui

---

Gambar 3. Risk – Uncertainty Continum Sumber : Debertin, 1986

Gambar 3 menunjukkan bahwa pada kontinum sebelah kiri menggambarkan kejadian yang berisiko yang mana peluang dan hasil dari suatu kejadian dapat diketahui oleh pengambil keputusan. Sementara kontinum yang di sebelah kanan menggambarkan kejadian tidak pasti yang mana peluang dan hasil dari suatu kejadian tidak diketahui oleh pengambil keputusan secara pasti.

Pengertian lain mengenai risiko adalah risiko merujuk pada variabilitas hasil dari kegiatan yang tidak pasti. Jika tingkat variabilitas ini rendah, kegiatan

(34)

tersebut kemungkinan merupakan hal yang pasti. Setiap individu akan cenderung memberikan pilihan dengan tingkat variabilitas yang lebih rendah (Nicholson 1991). Vaughan (1978) juga mengemukakan beberapa definisi risiko sebagai berikut :

1. Risk is the chance of loss

Chance of loss biasanya digunakan untuk menunjukkan suatu keadaan yang mana terdapat suatu keterbukaan (exposure) terhadap kerugian atau kemungkinan kerugian.

2. Risk is the possibility of loss

Is lah possibility berar bahwa pr obabi litas suat u per i s wa ber ada di ant ara nol dan satu.

3. Risk is uncertainty

Definisi ini menjelaskan bahwa risiko berhubungan dengan ketidakpastian atau dengan kata lain risiko terjadi karena adanya kondisi yang tidak pasti (ketidakpastian).

Risiko pada kegiatan pertanian bersifat unik dibanding lainnya. Hal ini dikarenakan ketergantungan aktivitas pertanian terhadap kondisi alam seperti terutama iklim dan cuaca. Harwood et al (1999) menyatakan terdapat beberapa sumber risiko pada kegiatan produksi pertanian, yaitu meliputi :

1. Produc on or Yi el d Ri sk

Faktor risiko produksi dalam kegiatan pertanian disebabkan adanya beberapa hal yang dak dapat di kont rol t er kai t dengan i kl im dan cuaca, s eper curah huj an, temperatur udara, hama dan penyakit. Selain itu, teknolgi juga berperan dalam menimbulkan risiko pada kegiatan pertanian. Penggunaan teknologi baru secara cepat tanpa adanya penyesuaian sebelumnya justru dapat menyebabkan penurunan produk vi tas al ih- al ih efisiens i yang dihar apkan.

2. Price or Market Risk

(35)

pula dengan harga input yang dapat berflukt uas i sehi ngga me mp engar uhi komp onen biaya pada kegiatan produksi. Pada akhirnya risiko harga tersebut akan berpengaruh pada return yang diperoleh petani.

3. Ins tu onal Ris k

Ins tu onal risk berhubungan dengan kebijakan dan program dari pemerintah yang mempengaruhi sektor pertanian. Misalnya, adanya kebijakan dari pemerintah untuk memberikan atau mengurangi subsidi dari harga input. Secara umum, ins tu onal risk ini cenderung dak dapat di an sipas i sebel umny a.

4. Financial Risk

Financial risk atau risiko finans i al ini di hadapi ol eh pet ani pada saat pet ani me mi nj am modal dari ins tus i seper bank. Ri s iko i ni ber kai t an dengan fluktuasi dari ngkat suku bunga pinjaman (interest rate.)

Menurut Calkin (1983) terdapat enam faktor yang mendorong adanya risiko pada kegiatan bisnis, yaitu fluktuasi produksi, fluktuasi harga, penggunaan teknologi yang baru, adanya program pemerintah, permasalahan legalitas (legal problem), dan perubahan pada selera konsumen. Menurut Anderson (1977) sumber-sumber risiko usaha, khususnya dalam bidang pertanian meliputi ketidakpastian hasil produksi, ketidakpastian harga, dan ketidakpastian keuntungan. Sementara Miller (2004) menyatakan bahwa sumber-sumber risiko pada usaha pertanian meliputi risiko produksi, risiko harga, casualty risk, dan risiko teknologi.

(36)

Expected Return

Varian Return

Gambar 4. Hubungan Antara Varian dan Expected Return Sumber : Debertin (1986)

Gambar 4 menunjukkan hubungan antara varian return yang merupakan ukuran dari ngkat ri si ko yang di hadapi , dengan return yang diharapkan (expected return) yang merupakan ukuran dari ngkat k epuasan p emb uat k eput us an. P er i laku p emb uat keputusan dalam menghadapi risiko tersebut diklasifikan me nj adi ga ka t egor i sebagaimana berikut :

1. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (Risk Averter) menunjukkan jika U1 diasumsikan kurva isou li pembu at keput usan mak a adanya kenai kan varian return

yang merupakan ukuran ngkat ri si ko akan di imb angi dengan me nai kkan ret ur n yang diharapkan.

2. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (Risk Neutral) menunjukkan jika U2 diasumsikan kurva isou li pembu at keput usan mak a adanya kenai kan varian return

yang merupakan ukuran ngkat ri si ko dak akan dii mba ngi dengan men ai kkan return

yang diharapkan

3. Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (Risk Taker/Lover) menunjukkan jika U3 diasumsikan kurva isou li pembu at keput usan mak a adanya kenai kan varian

U1

Risk Averter

U3

Risk Taker/Lover U2

(37)

return yang merupakan ukuran ngkat r i si ko a kan d i imb angi o l eh p emb uat keputusan dengan kesediaanya menerima return yang diharapkan lebih rendah.

Bentuk lain yang dapat menggambarkan perilaku individu dalam menghadapi risiko dapat dilihat pada Gambar 5 yang menunjukkan kepuasan individu berkaitan dengan kemungkinan pendapatan.

Gambar 5. Fungsi U litas dengan Ma r gi nal U l ity Men ur un, Men i ngkat dan Tet ap Sumber : Debertin (1986)

Berdasarkan Gambar 5, individu yang digambarkan pada kurva U(y)1 termasuk dalam perilaku risk averter. Kurva tersebut menunjukkan kepuasan marginal utiliti yang semakin menurun (diminishing marginal utility) dari pendapatan. Meskipun tambahan pendapatan selalu meningkatkan kepuasan, tetapi kenaikan kepuasan yang dihasilkan karena kenaikan pendapatan yang mendekati titik original akan lebih besar dari kenaikan kepuasan karena kenaikan pendapatan berikutnya. Sementara pada risk lover, kepuasan marginal utiliti semakin meningkat (increasing marginal utility) dari pendapatan dan pada risk neutral kepuasan marginal utiliti tetap (constanmarginal utility).

Dalam menghadapi risiko pada kegiatan produksi pertanian, petani dapat melakukan beberapa strategi. Menurut Harwood et al (1999), beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh petani meliputi :

U

(38)

1. Diversifikasi usaha (enterprise diversification)

Diversifikasi adalah suatu strategi pengelolaan risiko yang sering digunakan yang melibatkan partisipasi lebih dari satu aktivitas. Strategi diversifikasi ini dilakukan dengan alasan bahwa apabila satu unit usaha memiliki hasil yang rendah maka unit-unit usaha yang lain mungkin akan memiliki hasil yang lebih tinggi.

2. Integrasi vertikal (vertical integration)

Integrasi vertikal merupakan salah satu strategi dalam payung koordinasi vertical yang meliputi seluruh cara yang mana output dari satu tahapan produksi dan distribusi ditransfer ke tahapan produksi lain. Dari sisi petani, keputusan untuk melakukan integrasi vertikal tergantung pada banyak faktor, antara lain perubahan keuntungan dengan adanya integrasi vertikal, risiko pada kuantitas dan kualitas pasokan input (atau output) sebelum dan sesudah integrasi vertikal, dan faktor-faktor lainnya.

3. Kontrak produksi (production contract)

Kontrak produksi khusus memberi kontraktor (pembeli) pengawasan terhadap proses produksi (Perry 1997). Kontrak ini biasanya menetapkan dengan rinci suplai input produksi oleh pembeli, kualitas dan kuantitas komoditi tertentu yang akan diproduksi, dan kompensasi yang akan dibayarkan kepada petani. 4. Kontrak pemasaran (marketing contract)

Kontrak pemasaran adalah perjanjian, baik secara tertulis maupun lisan, antara pedagang dan produsen tentang penetapan harga dan penjualan suatu komoditi sebelum panen atau sebelum komoditi siap dipasarkan (Perry 1997). Kepemilikan komoditi saat diproduksi adalah milik petani, termasuk keputusan manajemen, seperti menentukan varietas benih, penggunaan input dan kapan waktunya.

(39)

3.1.2 Teori penawaran

Penawaran adalah jumlah barang yang tersedia dan dapat dijual oleh para penjual (Mankiw 2000). Kurva penawaran adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara jumlah barang yang ditawarkan oleh produsen dengan harga barang yang ditawarkan. Besar kecilnya barang yang ditawarkan erat hubungannya dengan besaran variabel harga. Untuk jenis barang normal, semakin tinggi barang yang ditawarkan (Q) akan menyebabkan harga barang (P) yang semakin menurun. Jadi konsep penawaran ini dapat dirumuskan dalam sebuah fungsi yaitu (Nicholson 1991) :

P = f(Q)

Dengan adanya perubahan Q yang disebabkan oleh perubahan P, hal ini akan menyebabkan pergeseran kurva penawaran ke sebelah kanan atau kiri. Apabila perubahan Q menyebabkan P menurun, maka kurva penawaran akan bergeser ke sebelah kanan. Sebaliknya, perubahan Q yang menyebabkan P semakin tinggi akan menggeser kurva penawaran ke arah kiri. Hal ini dapat dilihat seperti pada Gambar 6.

Gambar 6. Kurva Penawaran

Sumber : Nicholson (1991)

Hukum penawaran menyatakan bahwa dengan menganggap hal lainnya sama, kuantitas suatu barang yang ditawarkan akan meningkat ketika harga barang tersebut juga meningkat. Jadi, berdasarkan hukum penawaran tersebut,

P

Q S

S1

(40)

kuantitas barang yang ditawarkan juga merupakan fungsi dari harga barang tersebut. Hal ini dapat dirumuskan kedalam persamaan seperti berikut :

S = f(P)

Pengaruh perubahan harga terhadap kuantitas barang yang ditawarkan ini menggambarkan pergerakan di sepanjang kurva penawaran (Mankiw 2000). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Pergerakan Kurva Penawaran

Sumber : Mankiw (2000)

Selain faktor harga, faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran lainnya adalah tekonologi, harga input produksi, jumlah produsen, harga produk yang lain, dan harapan produsen di masa yang akan datang (Hyman 1996).

a. Teknologi

Adanya perbaikan teknologi akan menyebabkan produksinya semakin meningkat. Akan tetapi penggunaan teknologi yang baru memungkinkan adanya tambahan biaya produksi, beban risiko dan ke dakpas an, ket r ampi l am k hus us, dan s ebagai nya. Apabila permasalahan-permasalahan ini dapat diatasi maka produksi akan semakin besar.

b. harga input produksi

Besar kecilnya harga input akan mempengaruhi besar kecilnya input yang digunakan. Bila harga faktor produksi (input) turun maka petani akan cenderung membelinya pada jumlah yang rela f lebi h bes ar . De ngan adanya tamb ahan input ma ka pr oduksi akan meningkat.

S

(41)

c. jumlah produsen

Seringkali dengan adanya rangsangan harga komodi per tani an t er tent u, pet ani cenderung untuk mengusahakan tanaman tersebut. Akibatnya, produksi atau barang yang ditawarkan menjadi bertambah.

d. harga produk yang lain

Yang dimaksud sebagai “harga produksi yang lain” ini adalah adanya harga produksi alterna f. Pengar uh per ubahan har ga pr oduksi al ter na f ini, akan men yebabkan terjadinya produksi yang semakin meningkat atau sebaliknya semakin menurun.

e. harapan produsen di masa yang akan datang

Pengaruh keempat faktor di atas terhadap kuantitas barang yang ditawarkan digambarkan dalam pergeseran kurva penawaran. Setiap perubahan yang menaikkan kuantitas yang bersedia diproduksi oleh penjual pada tingkat harga tertentu akan menggeser kurva penawaran ke kanan. Sementara, setiap perubahan yang menurunkan kuantitas yang bersedia ditawarkan oleh penjual pada tingkat harga tertentu akan menggeser kurva penawaran ke kiri. Hal ini seperti dijelaskan pada Gambar 8.

Keterangan :

Q1-2 : Penurunan penawaran dari S1 ke S2 Q1-3 : Peningkatan penawaran dari S1 ke S3

Gambar 8. Pergeseran Kurva Penawaran Q1-3 Q1-2

Kurva Penawaran 3 (S3) Kurva Penawaran 1 (S1) Kurva Penawaran 2 (S2) Harga (P)

(42)

Sumber : Mankiw (2000)

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang cukup strategis di Indonesia. Hal ini dikarenakan fungsi bawang merah sebagai bahan utama bumbu makanan di seluruh Indonesia sehingga tingkat permintaannya sangat tinggi. Menurut data Ditjen Hortikultura (2008) tingkat produksi bawang merah di Indonesia cenderung berfluktuasi setiap tahunnya. Tingkat produktivitas bawang merah pun relatif menurun dari tahun ke tahun. Hal ini mengindikasikan adanya permasalahan pada kegiatan produksi bawang merah. Atau dengan kata lain terdapat faktor risiko pada kegiatan produksi bawang merah yang berpotensi menimbulkan kerugian.

Seperti halnya karakteristik produksi di sektor pertanian, aktivitas produksi bawang merah sangat bergantung pada kondisi alam. Setidaknya terdapat beberapa hal yang mempengaruhi tingkat produksi bawang merah yaitu ketersediaan dan harga faktor-faktor produksi, pengaruh hama dan penyakit tanaman, serta faktor iklim dan cuaca. Faktor-faktor tersebut mengindikasikan adanya risiko produksi bawang merah di tingkat petani yang berpotensi menimbulkan kerugian.

Sebagaimana teori penawaran, perilaku penawaran suatu komoditas dipengaruhi oleh tingkat produksinya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditas yaitu harga, harga input produksi, teknologi, harga produk lain, jumlah produsen, dan harapan produsen di masa yang akan datang. Sebagai daerah sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia, kabupaten Brebes menjadi pemasok utama bawang merah untuk kebutuhan dalam negeri. Oleh karena itu perlu diketahui sejauh mana tingkat produksi bawang merah di Kabupaten Brebes.

(43)

faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran bawang merah yang dianalisis meliputi variabel harga, harga input produksi, dan harapan produsen di masa yang akan datang serta aspek risiko produksi. Alur pemikiran penelitian ini dapat digambarkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Kerangka Pemikiran Operasional Keterangan :

: tidak dianalisis

(44)

Gambar 10. Langkah-langkah dalam Melakukan Analisis Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes

Bawang merah sebagai komoditas hortikultura strategis di Indonesia

Perilaku penawaran bawang merah di pasar Brebes sebagai daerah sentra

produksi terbesar di Indonesia

Fluktuasi produksi bawang merah di Brebes

Permasalahan produksi :

§ Ketersediaan dan harga faktor produksi

§ Pengaruh hama dan penyakit tanaman

§ Faktor iklim dan cuaca

§ Analisis risiko produksi

Tingkat risiko produksi bawang merah di Brebes

Analsis perilaku penawaran bawang merah di Brebes Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran :

§ Harga bawang merah

§ Harga benih

§ Harga pupuk (Urea, NPK, TSP, KCl, ZA)

§ Nilai ekspektasi produksi

§ Nilai variasi harga dan harga bibit

(45)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan data dilakukan dengan mengambil lokasi penelitian yaitu di delapan dari empat kecamatan di Kabupaten Brebes yang merupakan sentra produksi bawang merah terbesar seperti tercantum pada Tabel 3. Keempat kecamatan tersebut adalah Kecamatan Brebes, Kecamatan Wanasari, Kecamatan Bulakamba, dan Kecamatan Larangan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2009 yaitu terhitung sejak pembuatan proposal penelitian. Adapun pengambilan data dilakukan pada bulan April hingga Mei 2009.

Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara purposive karena beberapa pertimbangan. Pertama, Kabupaten Brebes merupakan daerah sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia. Kedua, kecamatan-kecamatan tersebut merupakan daerah sentra produksi bawang merah terbesar dari seluruh kecamatan yang ada di kabupaten Brebes seperti terlihat pada Tabel 6. Ketiga, pengembangan agribisnis bawang merah di Brebes seringkali mendapatkan hambatan yaitu adanya ancaman bencana alam seperti banjir. Adapun pemilihan desa juga dilakukan secara purposive sesuai dengan rekomendasi dari masing-masing kecamatan.

(46)

8 Wanasari 7.154 31 918.544 36 128,56

9 Songgom 683 3 73.827 3 108,09

10 Jatibarang 992 4 96.686 4 97,47

11 Brebes 3.179 14 310.829 12 97,78

Total 22.910 100

2.530.94

5 100

Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes (2008)

4.2 Metode Penentuan Sampel

Metode pengambilan responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah proportional purposive sampling. Rumus yang digunakan dalam menghitung seluruh jumlah responden tersebut adalah rumus Solvin (1960) diacu dalam Sevilla (1993) sebagaimana berikut :

n = N

1 + N. e2 Keterangan :

n = ukuran sampel (orang) N = ukuran populasi (orang)

e = Nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan ( 15 persen)

Berdasarkan perhitungan dari rumus Solvin di atas, responden yang menjadi objek penelitian ini adalah 45 petani bawang merah yang tersebar dalam delapan desa di empat kecamatan yang menjadi lokasi penelitian. Nilai kritis atau batas ketelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 15 persen dengan total populasi sebesar 97.781 Penentuan nilai kritis tersebut didasarkan pada kemampuan peneliti baik dari segi sumber daya, biaya maupun waktu. Adapun jumlah responden di masing-masing lokasi seperti tercantum dalam Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah Responden per Wilayah Penelitian

No. Kecamatan Desa Jumlah responden

1. Brebes a. Terlangu 4

b. Pulosari 4

2. Wanasari a. Sidamulya 9

(47)

3. Bulakamba a. Luwungragi 3

b. Banjaratma 3

4. Larangan a. Kedungbokor 7

b. Larangan 7

Total 45

4.3 Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah penelitian dengan metode deskriptif dengan menggunakan sampel pada objek penelitian. Metode deskriptif yang digunakan adalah untuk menjelaskan gambaran mengenai objek penelitian yang diteliti. Penggunaan metode sampling pada penelitian ini dilakukan karena jumlah populasi yang diamati sangat besar dan sifat objek penelitian yang relatif homogen. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil sejumlah petani sebagai berdasarkan rumus solvin dari total populasi petani bawang merah di empat kecamatan yang diteliti.

4.4 Data dan Instrumentasi

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner dan wawancara dengan petani bawang merah di lokasi penenlitian. Sementara data sekunder diperoleh dari Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ), Departemen Pertanian, Direktorat tanaman Hortikultura, Pemerintah Kabupaten Brebes, BPS, dan literatur serta beberapa penelitian terdahulu yang menjadi bahan rujukan bagi penelitian ini.

4.4 Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software SPSS 13. Microsoft excel, dan kalkulator. Adapun metode analisis yang digunakan meliputi analisis risiko, dan analisis regresi linier berganda. Dalam penelitian ini data yang digunakan bersifat determinan atau non-stokastik dan merupakan data rasio.

(48)

Analisis risiko dilakukan dengan melihat penyimpangan yang terjadi antara nilai yang diharapkan dengan nilai yang terjadi. Untuk menilai tingkat risiko tersebut beberapa ukuran yang digunakan yaitu nilai variance, standard deviation, dan coefficient variation. Nilai variance menunjukkan adanya penyimpangan, standard deviation diperoleh dari nilai kuadrat nilai variance, dan coefficient variation diperoleh dari rasio standard deviation dengan nilai yang diukur (Elton dan Gruber 1995).

Dalam menganalisis risiko produksi dilakukan analisis mengenai faktor-faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan oleh petani. Dalam hal ini, faktor eksternal yang dimaksud adalah faktor iklim dan cuaca, peristiwa alam seperti bencana alam yang mempengaruhi produksi, dan serangan hama penyakit. Analisis terhadap faktor eksternal ini dilakukan dengan melihat dari seberapa besar kemungkinan terjadinya (probabilitas kejadian) dari faktor-faktor eksternal yang dianalisis dan seberapa besar kerugian yang disebabkannya. Semakin besar probabilitas kejadian eksternal yang merugikan maka semakin besar pula tingkat risiko yang mungkin dihadapi oleh petani. Pengukuran probabilitas pada setiap kejadian diperoleh dari frekuensi setiap kejadian yang dibagi dengan jumlah bulan dalam satu tahun. Secara matematis, pengukuran probabilitas tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

=

Keterangan : f = frekuensi kejadian

T = periode waktu proses produksi

4.4.1.1 Expected Value Produksi

Dalam menentukan seberapa besar output produksi yang diharapkan dilakukan dengan penjumlahan dari setiap probabilitas dikalikan dengan tingkat output produksinya. Penentuan estimasi produksi tersebut dapat dirumuskan sebagaimana berikut :

E (Q) = pi (Qi)

(49)

E (Q) = output produksi yang diharapkan Pi = probabilitas ke-i

Qi = output produksi

i = kondisi (tertinggi, normal, terendah)

4.4.1.2 Standard deviation

Standard deviation dari output produksi menggambarkan perbedaan atau selisih antara output produksi dengan output yang diharapkan. Semakin besar nilai standard deviation maka semakin besar pula tingkat risiko yang dihadapi dalam kegiatan produksi. Secara matematis, standard deviation dari output produksi dapat dituliskan sebagai berikut :

∂Q = √σi2 dimana :

∂Q : Standard deviation

σi2 : Variance

4.4.1.3 Coefficient variation

Coefficient variation dari output diukur dari rasio standard deviation dari output dengan output yang diharapkan. Semakin kecil coefficient variation maka semakin rendah risiko yang dihadapi. Secara matematis, coefficient variation dapat dituliskan sebagai berikut :

= ( )⁄ dimana

CV : Coefficient variation : Standard deviation ( ): Expected value

(50)

Analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Sebagaimana teori penawaran bahwa suplai atau penawaran suatu komoditas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu teknologi, harga input, harga produk yang lain, jumlah produsen, dan harapan produsen terhadap harga produksi di masa mendatang. Maka faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran bawang merah yang digunakan sebagai variabel independen dalam penelitian ini meliputi:

1. Harga bawang merah

2. Nilai variance

harga bawang

merah

3. Harga bibit bawang merah

4. Nilai variance harga bibit bawang merah

5. Harga pupuk Urea 6. Harga pupuk TSP 7. Harga pupuk KCl 8. Harga pupuk NPK 9. Biaya obat-obatan 10.Nilai ekspektasi

produksi

11.Nilai variance produktivitas bawang merah Selanjutnya setelah ditentukan variabel independen kemudian disusun suatu model untuk menduga hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini digunakan dengan analisis regresi linier. Secara matematis model tersebut dapat ditulis seperti berikut:

(51)

Y = a0 + a1X1+a2X2+ .... +anXn+e dimana:

Y = produksi bawang merah di kabupaten Brebes a0 = koefisien intersep

an = parameter peubah ke-n, dimana n=1,2,...,11, dengan hipotesis : a1,a12 > 0

a2,a3,a4,a5,a6,a7,a8,a9,a10,a11 < 0 X1 = harga bawang merah X2 = variasi harga bawang merah X3 = harga bibit bawang merah X4 = variasi harga bibit bawang merah X5 = harga pupuk urea

X6 = harga pupuk NPK X7 = harga pupuk TSP X8 = harga pupuk KCl X9 = biaya obat-obatan X10 = nilai expected value X11 = variasi produksi e = unsur galat (eror)

Model regresi yang digunakan diduga dengan menggunakan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) yang didasarkan pada asumsi-asumsi berikut (Juanda 2008).

1. Nilai rata-rata kesalahan pengganggu sama dengan nol, yaitu E (ei) = 0, untuk i = 1,2,...n

2. Varian (ej) = E (ej) = σ , sama untuk semua kesalahan pengganggu (asumsi homoskedasititas)

3. Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu berarti covarian (ei,ej) = 0, i ≠ j

4. Variabel bebas X1, X2, ..., Xn konstan dalam sampling yang terulang dan bebas terhadap kesalahan pengganggu, E (Xi, ei) = 0

(52)

6. Ei≈ N (0 ; σ ), artinya kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dengan varian σ

4.4.2.1 Pengujian terhadap Model Penduga

Pengujian terhadap model penduga ini digunakan untuk mengetahui apakah model penduga tersebut sudah tepat dalam menduga parameter dan fungsi. Adapaun hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : a1 = a2 = .... = a5 = 0 H1 : minimal ada satu an≠ 0

dan uji statistik yang digunakan adalah uji F, dimana F-hitung secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

− ℎ =

R (k − 1)

(1 − ) ( − )⁄ dimana:

R2 = koefisien determinasi k = jumlah parameter

n = jumlah pengamatan (contoh) dengan kriteria uji yang digunakan adalah:

− Apabila F-hitung > F-tabel (k-1, n-k) maka tolak H0

− Apabila F-hitung < F-Tabel (k-1, n-k) maka terima H0

Apabila H0 ditolak maka berarti paling sedikit terdapat satu variabel independen (X) yang digunakan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen, sehingga model yang digunakan tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan variabel dependen (Y). Sebaliknya, apabila H0 diterima, maka tidak ada variabel independen yang digunakan berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan dan model yang digunakan tidak dapat digunakan untuk memperkirakan variabel dependen (Y).

Untuk melihat sejauh mana variasi variabel dependen (Y) dijelaskan oleh variabel independen (X) dapat dilihat dari besarnya nilai koefisein determinasi (R2). Secara matematis, koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Gambar

Tabel 2 . Konsumsi Per Kapita Bawang Merah di Indonesia Periode Tahun 2003- 2003-2006
Tabel 3.  Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Bawang Merah  di Indonesia Tahun 2000-2007
Tabel 5.  Tingkat Produktivitas Bawang Merah Per Propinsi di Pulau Jawa Tahun  2007
Gambar 1 . Tingkat Produktivitas Bawang Merah Nasional dan Daerah Brebes             Tahun 2002-2007
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peaget kemampuan kognitif akan berkembang Peaget kemampuan kognitif akan berkembang jika anak berinteraksi dengan lingkungannya. Konsep tentang ruang

yang tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan satuan kerja perangkat daerah yang kontribusinya terhadap pencapaian prestasi kerja dapat diukur

13. Bagaimana manajemen mutasi MTs Darul Amin Kota Palangka Raya?.. Observasi pengamatan penulis pada saat pelaksanaan penelitian di MTs Darul Amin mengenai model manajemen

Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan

 Kritis  Objektif Toleran pembersih berdasarkan kebutuhan sumberdaya (bahan, peralatan, keterampilan bekerja &amp; pasar) dan prosedur yang ditetapkannya (jenis,

Garis pantai Indonesia panjangnya kurang lebih 81.000 km, wilayah pesisirnya mempunyai ekosistem yang sangat beraneka ragam, antara lain hutan mangrove, terumbu karang, padang

Tujuan utama dari penelitian ini yaitu menganalisis metode ARIMA dan bootstrap pada nilai ekspor Indonesia , sehingga dapat diperoleh metode peramalan terbaik yang akan

Dengan menghitung hambatan yang dihasilkan oleh kapal, desainer dapat menentukan kapasitas mesin yang diperlukan oleh kapal untuk melawan hambatan tersebut