• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI DENGAN METODE ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP) DI PT. TUNAS MELATI PERKASA SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI DENGAN METODE ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP) DI PT. TUNAS MELATI PERKASA SIDOARJO."

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI

DENGAN METODE ROUGH CUT CAPACITY PLANNING

(RCCP) DI PT. TUNAS MELATI PERKASA

SIDOARJ O

SKRIPSI

Disusun Oleh :

ETRI DWI J AYANTI

NPM. 0832010021

J URUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “ANALISIS PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU

PRODUKSI DENGAN METODE ROUGH CUT CAPACITY PLANNING

(RCCP) DI PT. TUNAS MELATI PERKASA SIDOARJ O”.

Penelitian ini merupakan tugas wajib dan sebagai syarat untuk menyelesaikan program sarjana strata satu (S1) di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam menyusun penelitian ini, penulis tidak lepas dari banyak pihak, yang secara langsung maupun secara tidak langsung telah turut membimbing dan mendukung penyelesaian tugas penelitian ini yang semuanya sangat besar artinya bagi penulis. Oleh karena itu, tidak lupa penulis menyampaikan rasa hormat dan rasa terima kasih yang sebesar - besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP. Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“ Jawa Timur.

2. Bapak Ir. Sutiyono, MT. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“ Jawa Timur.

(3)

5. Bapak Ir. Didi Samanhudi, MMT selaku dosen pembimbing I. 6. Bapak Ir. Akmal Suryadi, MT selaku dosen pembimbing II.

7. Bapak Edi Rianto selaku pembimbing lapangan serta bapak atong, dan bapak wahyu.

8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Industri yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

9. Bapak TU khususnya pak Suroso dan pak Sugeng, penulis ucapkan banyak-banyak terima kasih atas bantuannya mulai dari penulis awal kuliah sampai sekarang ini.

10. Kedua orang tua dan kakak - kakak penulis, serta adek - adek keponakan yang super duper cerewet n ngegemezin yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan baik materi maupun moril.

11. Bapak dan Ibu kozt yang sudah baik dan sabar, serta temen – temen kozt yang selalu mendukung dan memberikan semangat kepada penulis.

12. Semua kakak/teman mulai dari angkatan 2004 sampai 2008 TI, khususnya dari anak - anak A ’08 tercinta.

13. My Best Friends (Dinda/Dindong, Ririn/Nyinyin, n Baguz/Boy), makasih banyak sudah ngasih suport yang begitu berarti buat penulis.

14. Tri Angga Y.P / cungkringq, makasih yaaaa J , kehadiran cungkring sangat berarti banget karna da ngasih semangat serta kebahagiaan buat ndut J

(4)

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan baik isi maupun penyajiannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun.

Akhir kata semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan semoga Allah memberikan balasan kepada semua pihak yang telah membantu penulis.

Surabaya, 13 April 2012

(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR SAMPUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

ABSTRAKSI ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Asumsi – Asumsi ... 3

1.5 Tujuan Penelitian ... 4

1.6 Manfaat Penelitian ... 4

1.7 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Waktu Kerja ... 6

2.2 Pengukuran Waktu Kerja Dengan Jam Henti ... 7

(6)

ii

2.2.4 Kelonggaran ... 13

2.3 Faktor Penyesuaian (Rating Performance) ... 17

2.4 Perencanaan Produksi ... 19

2.5 Perencanaan Produksi Agregat ... 22

2.6 Perencanaan Kapasitas Produksi ... 24

2.7 Waktu Produksi Tersedia ... 28

2.8 Jadwal Induk Produksi / Master Production Schedule (MPS) .... 29

2.9 Perencanaan Kapasitas Kasar RCCP ... 30

2.10 Teknik – Teknik RCCP ... 33

2.11 Peramalan ... 36

2.12 Metode Peramalan ... 38

2.13 Ukuran Akurasi Hasil Peramalan ... 42

2.14 Uji Kondisi Diluar Kendali Moving Average Chart (MRC) ... 44

2.15 Peneliti Terdahulu ... 46

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ... 49

3.2 Identifikasi Variabel Dan Definisi Operasional ... 49

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 51

3.4 Metode Pengolahan Dan Analisa Data ... 52

3.5 Langkah – Langkah Pemecahan Masalah ... 57

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data ... 68

4.1.1 Data Jumlah Tenaga Kerja Dan Mesin Produksi ... 68

(7)

4.1.3 Uji Keseragaman Data dan Uji Kecukupan Data ... 71

4.1.4 Perhitungan Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku ... 76

4.2 Data Permintaan Produk Bihun (Februari 2010-Januari 2012) .... 80

4.2.1 Peramalan Permintaan Tahun Feb 2012-Jan 2013 ... 81

4.2.2 Membuat Plot Diagram Permintaan ... 82

4.2.3 Penetapan Metode Peramalan ... 82

4.2.4 Menghitung Masing-masing Kesalahan Peramalan (MSE) 82 4.2.5 Memilih Metode Dengan Nilai Kesalahan Peramalan (MSE) Terkecil ... 83

4.2.6 Uji Verifikasi Data Dengan MRC ... 84

4.2.7 Jadwal Induk Produksi (JIP) ... 87

4.2.8 Matrik Produksi ... 89

4.3 Data Perincian Jam Kerja dan Hari Kerja Karyawan ... 89

4.3.1 Kapasitas Waktu Produksi Tersedia ... 90

4.4 Rough Cut Capacity Planning (RCCP) ... 91

4.4.1 Perhitungan RCCP Pada Proses Pencampuran Bahan ... 92

4.4.2 Perencanaan Kapasitas Waktu Produksi ... 93

4.5 Pembahasan ... 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 101

(8)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Proses Perencanaan dan Penjadwalan Produksi ... 23

Gambar 2.2. Skema Stasiun Kerja ... ... 23

Gambar 2.3. Moving Range Chart ... ... 46

Gambar 3.1. Flow Chart Pemecahan Masalah ... 59

Gambar 4.1. Grafik Uji Keseragaman Data Proses Pencampuran Bahan ... 73

Gambar 4.2. Plot Diagram Permintaan PT. Tunas Melati Perkasa ... 82

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Performance Rating dengan Sistem Westing House …...….... 18

Tabel 4.1. Jumlah Tenaga Kerja dan Jumlah Mesin ... 68

Tabel 4.2. Tabel Pengamatan Waktu Proses Pencampuran Bahan ... 69

Tabel 4.3. Tabel Pengamatan Waktu Proses Penekanan dan Pencetakan Adonan ... 70

Tabel 4.4. Tabel Pengamatan Waktu Proses Pengukusan ... 70

Tabel 4.5. Tabel Pengamatan Waktu Proses Cutting / Pemotongan ... 70

Tabel 4.6. Tabel Pengamatan Waktu Proses Pengeringan ... 70

Tabel 4.7. Tabel Pengamatan Waktu Proses Pengepakan / Packing ... 71

Tabel 4.8. Tabel Pengolahan Data Proses Pencampuran Bahan ... 71

Tabel 4.9. Tabel Hasil Uji Keseragaman Data ... 73

Tabel 4.10. Tabel Hasil Uji Kecukupan Data ... 75

Tabel 4.11. Faktor Penyesuaian dan Kelonggaran Tiap Kegiatan Kerja ... 77

Tabel 4.12. Perhitungan Waktu Normal, Waktu Siklus dan Waktu Baku .... 79

Tabel 4.13. Tabel Matrik Waktu Baku ... 80

Tabel 4.14. Data Permintaan PT. Tunas Melati Perkasa Sidoarjo ... 81

Tabel 4.15. Nilai Kesalahan Peramalan Dari Berbagai Metode Peramalan 83 Tabel 4.16. Data Hasil Peramalan Permintaan Produk Bihun ... 84

Tabel 4.17. Perhitungan Moving Range ... 86

Tabel 4.18. Jadwal Induk Produksi Produk ... 88

(10)

vi

Tabel 4.21. Hasil RCCP Dalam Satuan Jam / Bulan ... 93 Tabel 4.22. Tabel Perbandingan Kapasitas Waktu Produksi RCCP Dengan

Kapasitas Waktu Produksi Tersedia ... 97 Tabel 4.23. Kapasitas Waktu Produksi pada Stasiun Kerja yang Perlu

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I : SEJARAH SINGKAT PERUSAHAAN

LAMPIRAN II : HASIL PENGAMATAN WAKTU KERJA

LAMPIRAN III : PERHITUNGAN FAKTOR PENYESUAIAN DAN FAKTOR KELONGGGARAN

LAMPIRAN IV : HASIL PERAMALAN DENGAN SOFTWARE WINQSB

LAMPIRAN V : PERHITUNGAN ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP)

LAMPIRAN VI : PERHITUNGAN WAKTU TERSEDIA LAMPIRAN VII : TABEL ALLOWANCE

LAMPIRAN VIII : TABEL APENNDIX

LAMPIRAN IX : STRUKTUR / BAGAN PRODUK BIHUN

(12)

ABSTRAKSI

Dalam memasuki Era pasar bebas dimasa ini semua perusahaan yang bergerak di bidang industri dihadapkan pada suatu masalah yaitu adanya tingkat persaingan yang kompetitif. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk merencanakan kapasitas produksi agar dapat memenuhi permintaan pasar dengan tepat waktu dan dengan jumlah yang sesuai, sehingga diharapkan keuntungan perusahaan akan meningkat. Dalam pemenuhan kebutuhan konsumen akan produk, perusahaan perlu memperhatikan perencanaan kapasitas dan pengendalian aktivitas produksi yang harus dilakukan dalam pemenuhan order di pasar.

PT. TUNAS MELATI PERKASA Sidoarjo sendiri khususnya dalam bagian bihun (mie putih), mengalami perbedaan jumlah produksi dengan permintaan data produk sebelumnya. Hal itu dikarenakan adanya perbedaan antara masing – masing stasiun kerja yang mengalami kelebihan atau kekurangan jam kerja produksi, yang juga dapat berpengaruh pada banyaknya permintaan konsumen.

Tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk menganalisis perencanaan kapasitas waktu produksi yang optimal agar dapat memenuhi permintaan konsumen di tiap – tiap stasiun kerja selama 1 tahun ke depan. Dengan adanya tujuan tersebut, maka diperlukan metode Rough Cut Capacity Planning (RCCP) yang merupakan “analisis untuk menguji ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia didalam memenuhi jadwal induk produksi yang telah ditetapkan” dengan Teknik Bill Of Material (BOM). Bill Of Material (BOM) merupakan daftar dari semua material, serta kuantitas dari masing – masing yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu produk.

Dari hasil penelitian, PT. TUNAS MELATI PERKASA Sidoarjo masih mengalami kekurangan kapasitas waktu produksi. Sehingga perlu diadakan jam lembur sebanyak 23011.6 jam/tahun untuk stasiun kerja pencampuran bahan, 46507.6 jam/tahun untuk stasiun kerja penekanan dan pencetakan adonan, 409926.4 jam/tahun untuk stasiun kerja pengeringan, dan 252470 jam/tahun untuk stasiun kerja pengepakan / packing guna memenuhi permintaan sebanyak 131943.6 kg/tahun.

(13)

ABSTRACT

Within days of entering the era of free market is all the companies engaged in the industry was faced with a problem that is the level of competitive rivalry. This requires companies to plan production capacity to meet market demand in a timely manner and with the appropriate amount, which is expected to increase corporate profits. In fulfillment of consumer needs for propducts, companies need to consider the capacity planning and production control activities should be done in fulfillment of orders in the market.

PT. Jasmine Tunas Perkasa Sidoarjo own, especially in the vermicelli (white noodles), sometimes have different numbers of production with demand for the previous product data. That’s because the differences between each – each work station has an excess or shortage of working hours of production, which also can affect consumer demand.

The purpose of this study, namely to analyze the capacity planning of optimal production time in order to meet consumer demand in each – each work station during the first years. Given these objectives, the required method of Rough Cut Capacity Planning (RCCP), which is an “analysis to test the availability of the available capacity of production facilities in the master production schedule to meet a predetermined” by the Engineering Bill Of Material (BOM). Bill Of Material (BOM) is a list of all the material, as well as the quantity of each – each of which is required to produce a product.

From the research, PT. Jasmine Tunas Perkasa Sidoarjo is still experiencing a capacity shortage of production time. So that as many overtime hours needed to be 23011.6 hours / year for work stations mixing of materials, 46507.6 hours / year for work stations presses and printing dough, 409926.4 hours / year for work stations drying, and 252470 hours / year for work stations packing, to meet demand to be 131943.6 kg / year.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam memasuki Era pasar bebas dimasa ini semua perusahaan yang bergerak di bidang industri dihadapkan pada suatu masalah yaitu adanya tingkat persaingan yang kompetitif. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk merencanakan kapasitas produksi agar dapat memenuhi permintaan pasar dengan tepat waktu dan dengan jumlah yang sesuai, sehingga diharapkan keuntungan perusahaan akan meningkat.

Kapasitas adalah jumlah dari keluaran maksimum yang bisa dihasilkan oleh suatu fasilitas dalam satu periode waktu tertentu dan dinyatakan dalam jumlah keluaran per satuan waktu. Dalam pemenuhan kebutuhan konsumen akan produk, perusahaan perlu memperhatikan perencanaan kapasitas dan pengendalian aktivitas produksi yang harus dilakukan dalam pemenuhan order di pasar. Karena tanpa adanya perencanaan kapasitas dan pengendalian aktivitas produksi yang tepat, maka bukan tidak mungkin akan terjadi over produksi (produksi yang berlebihan) ataupun low produksi (kekurangan produksi) dalam proses produksinya.

(15)

putih), terkadang mengalami perbedaan jumlah produksi dengan permintaan data produk sebelumnya, yaitu dari 11000 kg (11 ton) menjadi 13500 kg (13,5 ton). Hal itu dikarenakan adanya perbedaan antara masing – masing stasiun kerja yang mengalami kelebihan atau kekurangan jam kerja produksi, yang juga dapat berpengaruh pada banyaknya permintaan konsumen. Maka kendala yang di hadapi adalah apakah kapasitas waktu produksi sudah dapat memenuhi permintaan konsumen.

Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka perusahaan perlu melakukan pengujian terhadap ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia didalam memenuhi jadwal induk produksi (Master Production Schedule). Dengan kata lain, proses ini akan menghasilkan jadwal induk produksi yang telah disesuaikan, karena telah memberikan gambaran tentang ketersediaan kapasitas untuk memenuhi target produksi yang disusun dalam jadwal induk produksi. Waktu produksi secara umum diukur dalam bentuk waktu (jam/bulan) yang ditunjukkan berdasarkan kemampuam manusia dengan bantuan mesin yang tersedia setiap periode operasi atau stasiun kerjanya. Dengan demikian perusahaan diharapkan mampu membuat perencanaan produksi yang tepat sehingga dapat memenuhi permintaan konsumen.

1.2 Rumusan Masalah

(16)

1.3 Batasan Masalah

Dengan tanpa mengurangi maksud dan tujuan penelitian serta untuk menyederhanakan penelitian, maka penulis melakukan pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Data permintaan produk bihun (mie putih) di PT. Tunas Melati Perkasa yang diambil adalah periode tertentu (Februari 2010 sampai Januari 2012). 2. Kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi yang dibahas hanya

perencanaan waktu produksi dengan menggunakan metode Rough Cut Capacity Planning (RCCP).

3. Jenis produk yang akan dibahas adalah khusus produk bihun (mie putih) dan pada perusahaan ini tidak memperhitungkan biaya (financial yang terkait).

4. Karena menggunakan 3 shift maka memungkinkan adanya penambahan jam lembur.

5. Tidak memperhitungkan jumlah output produksi dan hasil kwalitas produksi.

1.4 Asumsi-Asumsi

Dalam penelitian ini menggunakan beberapa asumsi yaitu sebagai berikut: 1. Tidak adanya perubahan komposisi produk selama periode perencanaan. 2. Bahan – bahan penunjang lainnya selalu tersedia.

(17)

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk : menganalisis perencanaan kapasitas waktu produksi yang optimal yang diperlukan untuk memenuhi permintaan konsumen di tiap – tiap stasiun kerja selama 1 tahun ke depan.

1.6 Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Penulis

Untuk menambah pengetahuan mengenai perencanaan kapasitas dan pengendalian aktivitas produksi dengan menggunakan metode Rough Cut Capacity Planning (RCCP).

2. Perusahaan

Dapat mengetahui waktu produksi yang ada dalam perusahaan guna mencukupi waktu produksi yang diperlukan berdasarkan hasil peramalan permintaan konsumen pada masa mendatang dengan menggunakan metode RCCP.

3. Universitas

(18)

1.7 Sistematika Penulisan

Agar lebih mudah dalam memahami penelitian ini, maka berikut disajikan sistem penulisan yang akan dibahas pada bagian selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN

Berisi gambaran umum masalah yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan, Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Asumsi, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang landasan teori yang menjadi referensi atau acuan yang akan digunakan untuk melakukan pembahasan dan analisa masalah nantinya, yang berisi teori-teori metode RCCP serta teori-teori pendukung lainnya.

BAB III METODE PENELITIAN

Mencakup lokasi pencarian data, metode pengumpulan data, dan pengolahan data.

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi hasil dan pembahasan data yang didasarkan atas teori yang telah diuraikan di atas dengan menggunakan data-data yang telah didapat selama penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini menyimpulkan dan memberikan saran dari hasil penelitian dan pengolahan data tersebut.

(19)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1. Pengukuran Waktu Ker ja

Suatu pekerja akan dikatakan diselesaikan secara efisien apabila waktu penyelesaian berlangsung singkat, dengan mengaplikasikan prinsip dan teknik pengaturan cara kerja yang optimal dalam sistem kerja, maka akan diperoleh alternatif pelaksanaa kerja yang dianggap memberikan hasil yang paling efektif dan efesien.

Pengukuran waktu kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Pengukuran waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha – usaha menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku ini sangat diperlukan terutama sekali untuk :

a. Man Power Planning (perencanaan kebutuhan tenaga kerja). b. Estimasi biaya – biaya untuk upah karyawan atau pekerja. c. Penjadwalan produksi dan pengangguran.

d. Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan atau pekerja yang berprestasi.

(20)

menyatakan berapa lama suatu kegiatan itu berlangsung dan berapa output yang dihasilkan serta berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Teknik pengukuran waktu kerja ini dapat dibagi / dikelompokkan dalam 2 bagian, yaitu pengukuran kerja secara lsngsung, dimana pengukurannya dilakukan secara langsung ditempat pekerjaan yang diukur, dan pengukuran kerja secara tidak langsung, dimana pengukurannya tidak langsung dilaksanakan tanpa si pengamat harus ditempat pekerjaan yang diukur.

Tujuan utama dari aktivitas pengukuran kerja adalah waktu baku yang harus dicapai oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Jadi waktu baku pada dasarnya adalah waktu penyelesaian pekerjaan untuk suatu sistem kerja yang dijalankan pada saat pengukuran berlangsung sehingga waktu penyelesaian tersebut juga hanya berlaku untuk sistem kerja tersebut. Dari hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengukuran waktu kerja hendaknya dilaksanakan apabila kondisi dan metoda kerja dari pekerjaan yang akan diukur sudah baik. Jika belum maka, kondisi yang ada ini hendaknya diperbaiki dan kemudian distandartkan terlebih dahulu. Mempelajari kondisi kerja dan cara / metoda kerja kemudian memperbaiki serta membakukannya adalah sesuatu yang dilakukan dalam langkah penelitian pendahuluan yang harus dipersiapkan dalam pengukuran waktu kerja (Wignojosoebroto, 2003).

2.2 Pengukuran Waktu Ker ja Dengan J am Henti ( Stop Watch )

(21)

Metoda ini terutama sekali baik diaplikasikan untuk pekerjaan – pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang – ulang. Dari hasil pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini akan dipergunakan sebagai standart penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan yang sama seperti itu.

Pengukuran kerja dengan jam henti ini merupakan cara pengukuran yang objektif, karena disini waktu yang ditetapkan berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak hanya sekedar diestimasikan secara objektif.

Satu hal penting dalam pelaksanaan kerja ini ialah bahwa semua pihak yang nantinya akan dipengaruhi oleh hasil studi (waktu baku) haruslah diinformasikan mengenahi maksud dan tujuan dari studi, sehingga nantinya bisa tercapai kerja sama yang baik didalam pelaksanaan pengukuran. Secara garis besar langkah – langkah untuk melakukan pengukuran waktu kerja dengan stop watch adalah :

1. Mencatat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan seperti layout planning, karakteristik / spesifikasi mesin atau peralatan kerja lain yang digunakan.

2. Menetapkan jumlah siklus kerja yang diukur dan dicatat. Meneliti apakah jumlah siklus kerja yang dilaksanakan ini sudah memenuhi syarat atau tidak. Kemudian menguji keseragaman data yang diperoleh.

3. Menetapkan rate of performance dari operator saat melaksanakan aktivitas kerja yang diukur dan dicatat waktunya tersebut.

(22)

2.2.1 Cara Pengukuran dan Pencatatan Waktu Kerja

Ada tiga metode umum yang dipakai untuk mengukur elemen – elemen kerja dengan menggunakan jam henti (stop watch) yaitu pengukuran waktu secara terus menerus (continous timing), pengukuran waktu secara berulang – ulang (repetitive timing), dan pengukuran waktu secara penjumlahan (accumulative

timing).

Adapun uraian cara pengukuran dan pencatatan waktu kerja adalah sebagai berikut :

1. Pengukuran waktu kerja secara terus menerus (continous timing).

Pada pengukuran waktu secara terus menerus ini, pengamat kerja akan menekan tombol stop watch pada saat elemen kerja pertama dimulai dan membiarkan jarum petunjuk stop watch berjalan secara terus menerus sampai periode atau siklus kerja selesai berlangsung. Disini pengamat kerja terus mengamati jalannya jarum stop watch dan mencatat pembacaan waktu yang ditujukan setiap akhir dari elemen – elemen kerja pada lembar pengamatan. Waktu sebenarnya dari masing – masing elemen diperoleh dari pengurangan pada saat pengukuran waktu selesai dilaksanakan. 2. Pengukuran waktu kerja secara berulang – ulang (repetitive timing).

(23)

diukur akan dapat dicatat secara langsung tanpa ada pekerjaan tambahan untuk pengurangan seperti yang dijumpai dalam metoda pengukuran secara terus menerus (continous timing).

3. Pengukuran waktu kerja akumulatif.

Pada metode pengukuran waktu secara akumulatif ini memungkinkan pembaca membaca data secara langsung untuk masing – masing elemen kerja yang ada. Dalam cara ini akan digunakan dua atau lebih stop watch yang akan bekerja sama secara bergantian. Stop watch ini akan didekatkan sekaligus pada papan pengamatan dan dihubungkan dengan suatu tuas. Apabila stop watch pertama dijalankan, maka stop watch kedua dan ketiga berhenti dan jarum akan tetap pada posisi nol. Apabila elemen kerja sudah berakhir maka tuas ditekan yang akan menghentikan gerakan jarum dari stop watch pertama dan menggerakkan stop kedua untuk mengukur

elemen kerja berikutnya. Metode akumulatif ini memberikan keuntungan didalam hal pembacaan akan mudah dan lebih teliti karena jarum stop watch tidak dalam keadaan bergerak pada saat pembacaan data waktu

dilaksanakan seperti halnya yang kita jumpai untuk pengukuran kerja dengan menggunakan satu stop watch. (Wignjosoebroto, 2003).

(24)

Menurut Sutalaksana (2005), langkah – langkah yang perlu dilakukan dalam mengukur waktu kerja yaitu :

1. Menetapkan tujuan pengukuran

Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan kegiatan harus ditetapkan dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal–hal penting yang harus diperhatikan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, berapa tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran.

2. Melakukan penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mempelajari sistem dan kondisi kerja yang ada dengan maksud melakukan perbaikan jika diperlukan agar diperoleh kondisi kerja yang baik.

3. Memilih operator

Operator yang melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang begitu saja diambil dari pabrik. Operator ini haruslah mempunyai persyaratan tertentu agar pengukuran dapat berjalan baik. Syarat – syarat tersebut adalah kemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama. 4. Melatih operator

(25)

5. Mengurai pekerjaan atas elemen pekerjaan

Disini pekerjaan dipecahkan menjadi elemen pekerjaan, yang merupakan gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen – elemen inilah yang diukur waktunya (waktu siklus). Adapun alasan yang menyebabkan pentingnya melakukan penguraian pekerjaan atas elemen – elemenya yaitu untuk menjelaskan catatan tentang tata cara kerja yang dibakukan, untuk memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setiap elemen, untuk memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku, dan memungkinkan dikembangkannya data waktu standart atau tempat kerja yang bersangkutan.

6. Menyiapkan alat –alat pengukuran

Setelah kelima langkah diatas dijalankan dengan baik, maka langkah terakhir sebelum melakukan pengamatan yaitu menyiapkan alat – alat yang diperlukan, yaitu :

a. Jam henti

b. Lembaran – lembaran pengamatan c. Pena atau pensil

d. Papan pengamatan 2.2.3. Perhitungan Waktu Baku

(26)

a. Menghitung waktu siklus rata – rata setiap elemen kegiatan (Ws) :

Ws = N

Xij

( 2.9 )

b. Menghitung waktu normal (Wn) :

Wn = Ws x p ( 2.10 )

Keterangan :

Wn = Waktu Normal Ws = Waktu Siklus P = Performence

∑ x = Jumlah waktu operasi pada pengamatan N = Jumlah data

Wb = Waktu Baku

Dimana p adalah faktor penyesuaian. Faktor ini digunakan untuk menormalkan dari pengamatan yang diperoleh jika operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar.

c. Menghitung waktu baku ( Wb ) :

Wb = Wn x

( )

allowance %

% 100

% 100

− ( 2.11 )

2.2.4. Kelonggar an

(27)

Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi (personil) menghilangkan rasa fatique, dan hambatan – hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal – hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, dan yang selama pengukuran ini tidak diamati, diukur, dicatat, ataupun dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan. ( Sutalaksana, 2005 ).

Kelonggaran dapat meliputi tiga hal :

1. Kelonggar an untuk kebutuhan pribadi

Yang termasuk dalam kebutuhan pribadi disini adalah hal – hal seperti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, kekamar kecil, bercakap - cakap dengan teman sekerja sekedar untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejenuhan dalam bekerja.

Kebutuhan – kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak tidak bisa, misalnya sesorang diharuskan terus bekerja dengan rasa dahaga, atau melarang pekerja untuk sama sekali tidak bercakap – cakap sepanjang jam kerja. Larangan demikian tidak sengaja merugikan pekerja ( karena merupakan tuntutan psikologis dan fisiologis yang wajar ) tetapi juga merugikan perusahaan karena dengan kondisi demikan pekerja tidak akan dapat bekerja dengan baik bahkan hampir dapat dipastikan produktivitasnya menurun.

(28)

Berdasarkan penelitian ternyata besarnya kelonggaran ini bagi pekerja pria berbeda dengan pekerja wanita. Misalnya untuk pekerjaan – pekerjaan ringan pada kondisi – kondisi kerja normal pria memerlukan 2 – 2,5 % dan wanita 5 %. persentase ini adalah (waktu normal). ( Sutalaksana, 2005 ).

2. Kelonggar an untuk menghilangkan rasa fatique

Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitas. Karenanya salah satu cara menentukan besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat ada saat – saat dimana hasil produksi menurun. Tetapi masalahnya adalah kesulitan dalam menentukan pada saat – saat mana menurunya hasil produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatique karena masih banyak kemungkinan lain yang dapat menyebabkannya.

Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique. Bila hal ini berlangsung terus pada akhirnya akan terjadi fatique total yaitu jika anggota badan yang besangkutan sudah tidak dapat melakukan gerakan kerja sama sekali walaupun sangat dikehendaki.

Hal demikian jarang terjadi karena berdasarkan pengalamannya, pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa, sehingga lambatnya gerakan–gerakan kerja ditujukan untuk menghilangkan rasa fatique ini.

(29)

3. Kelonggar an untuk hambatan – hambatan tak ter hindarkan

Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai “hambatan“. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang berlebihan dan menganggur dengan sengaja. Adapula hambatan yang tidak terhindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya.

Bagi hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan selain menghilangkannya, sedangkan bagi hambatan yang kedua walaupun harus diusahakan serendah mungkin, hambatan akan tetap ada dan karenanya harus diperhitungkan waktu baku.

Beberapa contoh yang termasuk dalam hambatan tak terhindarkan adalah :

• Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.

• Melakukan penyesuaian – penyesuaian mesin.

• Memperbaiki kemacetan – kemacetan singkat seperti memasang kembali

loyang pada mesin oven yang lepas dan sebagainya.

• Membersihkan alat pemotong mie pada mesin.

• Hambatan – hambatan karena takaran bahan yang tidak sesuai.

• Mesin berhenti karena matinya aliran listrik.

(30)

2.3 Faktor Penyesuaian ( Rating Performance )

Aktivitas untuk menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja operator ini dikenal sebagai “Rating Performance“. Dengan melakukan rating ini diharapkan waktu kerja yang diukur bisa “dinormalkan“ kembali. Ketidak-normalan dari waktu kerja ini diakibatkan oleh operator yang bekerja secara kurang wajar yaitu bekerja dalam tempo atau kecepatan yang tidak sebagaimana mestinya. Rating adalah suatu persoalan penilaian merupakan bagian dari aktivitas pengukuran kerja dan untuk menetapkan waktu baku penyelesaian kerja tidak bisa tidak faktor penilaian terhadap tempo kerja operator harus dibuat time study analyst.

Westing House System’s Rating adalah sistem untuk memberikan rating

performance yang umumnya diaplikasikan di dalam aktivitas pengukuran kerja.

Selain kecakapan (skill) dan usaha (effort) sebagai faktor yang mempengaruhi performance manusia, maka Westing House menambahkan lagi dengan kondisi

(31)

Tabel 2.1. Performance Rating dengan Sistem Westing House

SKILL EFFORT

+ 0,15 A1 Superskill + 0,13 A2

+ 0,11 B1 Excellent + 0,08 B2

+ 0,06 C1 Good + 0,03 C2 0,00 D Average + 0,05 E1 Fair + 0,010 E2 + 0,16 F1 Poor + 0,022 F2

+ 0,13 A1 Superskill + 0,12 A2

+ 0,10 B1 Excellent + 0,08 B2

+ 0,05 C1 Good + 0,02 C2

0,00 D Average + 0,04 E1 Fair + 0,08 E2

+ 0,012 F1 Poor + 0,17 F2

CONDITION CONSISTENCY

+ 0,06 A Ideal + 0,04 B Excellent + 0,02 C Good 0,00 D Average - 0,33 E Fair - 0,07 F Poor

+ 0,04 A Ideal + 0,03 B Excellent + 0,01 C Good 0,00 D Average - 0,02 E Fair - 0,04 F Poor

Sumber Wignojosoebroto (2003 ).

Metode Westing House ini mempertimbangkan empat buah faktor dalam mengevaluasi performance rating, antara lain :

(32)

2. Usaha (effort) adalah “Kesungguhan yang ditujukkan atau diberikan oleh seorang operator saat melaksanakan pekerjaanya”. Usaha ditunjukkan oleh kecepatan pada tingkat kemampuan yang dimiliki dan dapat dikontrol pada tingkat yang tertinggi oleh operator.

3. Kondisi (condition) adalah “Kondisi fisik lingkungan di tempat kerja“, yang meliputi keadaan pencahayaan, temperature dan kebisingan ruangan. Kondisi merupakan suatu prosedur performance rating yang berpengaruh pada operator dan bukan pada operasi.

4. Konsistensi (consistency) adalah “Suatu keadaan yang stabil dari operator dalam melaksanakan pekerjaanya”. Faktor konsistensi ini perlu diperhatikan, karena pada kenyataanya setiap pengukuran tidak pernah terjadi angka yang sama pada pencatatan, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah dari satu siklus ke siklus yang lain. Konsistensi dikatakan sempurna (perfect) jika waktu penyelesaiannya selalu sama setiap saat.

“Skill dan Effort“ dibagi menjadi superskill, excellent, good, average, fair,

dan poor. Sedangkan “Condition dan Consistency“ dibagi menjadi ideal, excellent, good, average, fair, dan poor. ( Wignjosoebroto, 2003 ).

2.4 Perencanaan Pr oduksi

(33)

dalam rencana tersebut, sehingga setiap perencanaan yang dibuat harus dievaluasi secara berkala dengan jalan melakukan pengendalian.

Pekerjaan pengendalian produksi akan sangat bergantung pada ada tidaknya penyimpangan dalam pelaksanan produksi terhadap rencana produksi yang telah dibuat sebelumnya. Bila penyimpangan yang terjadi cukup besar, maka perlu diadakan tindakan – tindakan penyesuaian untuk membenahi penyimpangan yang terjadi. Hasil penyesuaian yang dilakukan ini akan menjadikan dasar dalam menyusun rencana produksi selanjutnya.

Dengan mempersiapkan rencana produksi, kita harus memikirkan bahwa jika ada permintaan yang harus dipenuhi, menurut Nasution (2006) terdapat tiga macam sumber yang dapat digunakan dalam mempersiapkan rencana produksi yaitu :

1. Persediaan yang ada atau yang sedang dilakukan. 2. Persediaan yang ada atau yang masih digudang. 3. Produksi dan persediaan yang masih ada.

Peranan perencanaan produksi adalah mengkoordinasikan kegiatan dari bagian – bagian yang langsung dan tidak langsung menjadwalkan, dan mengendalikan kegiatan produksi dari mulai tahapan bahan baku, proses sampai output yang dihasilkan sehingga perusahaan betul – betul dapat menghasilkan barang dan jasa dengan efektif dan efisien.

(34)

Dalam perencanaan produksi terdapat tiga jenis perencanaan berdasarkan periode waktu yang dicakup perencanaan produksi tersebut, yaitu :

1. Perencanaan produksi jangka panjang

Perencanaan biasanya melihat 5 tahun atau lebih kedepan. Dalam artian perencanaan produksi jangka panjang berhubungan dengan efek apa yang muncul dimasa mendatang terhadap tujuan sistem dan tindakan apa yang diperlukan dalam menyesuaikan terhadap perubahan tersebut.

2. Perencanaan produksi jangka menengah

Perencanaan produksi jangka menengah mempunyai horizon antara 1 sampai 12 bulan, dan dikembangkan berdasarkan kerangka yang telah ditetapkan pada perencanaan produksi jangka panjang. Perencanaan ini didasarkan pada peramalan permintaan tahunan dari bulan dan sumber daya produktif yang ada (jumlah tenaga kerja, tingkat persediaan, biaya produksi, jumlah supplier, dan subkontraktor), dengan asumsi kapasitas produksi relatif tetap.

3. Perencanaan produksi jangka pendek

(35)

2.5. Perencanaan produksi agr egat.

Dalam lingkungan industri, pertimbangan perencanaan agregat mencakup persediaan, penjadwalan kapasitas, dan sumber daya. Semakin besar fasilitas industry, masalah perencanaan dan pengendalian menjadi semakin sukar. Bagian perencanaan dan pengendalian produksi harus menjadwalkan produksi untuk memenuhi permintaan berbagai produk yang berbeda, sehingga jadwal induk yang memenuhi kebijaksanaan operasi dan pelayanan konsumen perusahaan harus dicari. (Kusuma, 2004).

(36)

Secara umum perencanaan produksi agregat dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar . 2.1.

Pr oses Perencanaan dan Penjadwalan Pr oduksi

(Sumber : PT. Tunas Melati Perkasa Sidoarjo)

Gambar 2.2 Skema Stasiun Ker ja

Sedang yang dimaksud dengan perencanaan produksi yaitu bagaimana mengolah data yang ada, mulai dari meramalkan permintaan konsumen, menentukan kapasitas dan fasilitas produksi yang digunakan dan terakhir mengalokasikan permintaan yang ada pada alternatif produksi yang dapat digunakan. ( Nasution, 2006 ).

Kebutuhan Gudang

Peramalan

Kebutuhan Komponen dan Pemeliharaan

Estimasi Permintaan Penyesuaian

Persediaan Pesanan - pesanan

Perencanaan Produksi Agregat

MPS RCCP

Pencampuran Bahan Baku

Pengepakan / Packing

Pengeringan Dimesin Oven

Cutting / Pemotongan Pengukusan Penekanan &

Pencetakan

(37)

Setelah perencanaan agregat dibuat, maka hasilnya akan di disagregatkan kedalam kebutuhan – kebutuhan tahapan waktu untuk masing – masing jenis produksi (individual product). Perencanaan disagregat ini disebut Jadwal Induk Produksi (master production schedule, MPS). Jadwal induk produksi ini biasanya menunjukkan kebutuhan produksi mingguan selama periode waktu antara 6 sampai 12 bulan. Jadwal induk produksi (JIP) bukanlah merupakan peramalan, tetapi lebih merupakan suatu jadwal yang berisi tentang “kapan“ produksi harus diselesaikan MPS semakin berperan dalam sistem manufaktur yang besar.

2.6 Perencanaan Kapasitas Pr oduksi

Kapasitas didefinisikan sebagai jumlah output (produk) maksimum yang dapat menghasilkan suatu fasilitas produksi dalam selang waktu tertentu. Dari definisi tersebut, kapasitas terbagi atas tiga perspektif yaitu :

a. Kapasitas Desain

Kapasitas ini menunjukkan output maksimum pada kondisi ideal di mana tidak terdapat konflik penjadwalan, tidak ada produk yang rusak atau cacat, dan perawatan hanya yang rutin.

b. Kapasitas Efektif

(38)

c. Kapasitas Aktual

Kapasitas ini menunjukkan output nyata yang dapat dihasilkan oleh fasilitas produksi. Kapasitas aktual sedapat mungkin harus diusahakan sama dengan kapasitas efektif.

Perencanaan kapasitas berusaha untuk mengintegrasikan faktor – faktor produksi untuk meminimasi ongkos fasilitas produksi. Dengan kata lain, keputusan - keputusan yang menyangkut kapasitas produksi harus mempertimbangkan faktor – faktor ekonomis fasilitas produksi tersebut, termasuk di dalamnya efisiensi dan utilitasnya, adapun faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan kapasitas efektif ialah rancangan produk, kualitas bahan yang digunakan, sikap dan motifasi tenaga kerja, perawatan mesin / fasilitas, serta rancangan pekerjaan. Untuk perencanaan kapasitas dapat meliputi :

1. Perencanaan Kapasitas J angka Pendek

Dalam jangka pendek perencanaan kapasitas digunakan untuk pengendalian produksi, yaitu untuk melihat apakah pelaksanaan produksi telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Perencanaan kapasitas jangka pendek ini dilakukan dalam jangka waktu harian sampai dengan satu bulan kedepan. (Kusuma, 2004).

2. Perencanaan Kapasitas J angka Menengah

(39)

jadwal tersebut dievaluasi sehingga diperoleh jadwal induk produksi yang lebih realistis.

Kurun waktu perencanaan kapasitas produksi yang dicakup ialah satu bulan sampai dengan satu tahun kedepan. Perencanaan dalam tahap jangka menengah ini diperlukan tambahan tools, waktu lembur, waktu shift kerja tambahan, dilakukannya subkontrak, atau penjadwalan yang lebih ketat.

( Kusuma, 2004 ).

3. Perencanaan Kapasitas J angka Panjang

Dalam jangka panjang (dengan kurun satu sampai dengan lima tahun ke depan) perencanaan kapasitas digunakan untuk merencanakan ekonomisasi fasilitas produksi. Hal yang terpenting dalam perencanaan kapasitas jangka panjang ini ialah fasilitas yang akan dibangun, jenis mesin yang akan dibeli, atau produk – produk baru yang akan dibuat. ( Kusuma, 2004 ).

Perencanaan Kebutuhan Kapasitas.

Perencanaan kebutuhan kapasitas dapat mengidentifikasi area yang mengalami overload dan underload, sehingga dapat diketahui tindakan apa yang harus di ambil. Ada 4 level dalam hierarki perencanaan kapasitas yang di urutkan dari level tertinggi sampai terendah yaitu :

a. Resource Requirements Planning ( RRP )

(40)

(pengujian) terhadap Production Planning yang juga berada dalam urutan tertinggi (level pertama) dari hierarki perencanaan prioritas.

b. Rough Cut Capacity Planning ( RCCP )

Merupakan urutan kedua dari hierarki perencanaan kapasitas yang berperan dalam pengujian MPS. RCCP melakukan validasi terhadap MPS yang juga menempati urutan kedua dalam perencanaan hierarki perencanaan prioritas, guna menetapkan sumber-sumber daya spesifik tertentu, khususnya yang diperkirakan akan menjadi potensial bottlenecks.

c. Capacity Requirement Planning ( CRP )

Merupakan urutan ketiga dari hierarki perencanaan kapasitas yang memberikan penilaian secara terperinci dari sumber-sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan pesanan-pesanan menufakturing yang diciptakan melalui proses MRP.

Capacity Requirement Planning (CRP) merupakan suatu perencanaan yang dilakukan dalam jangka pendek dan proses produksinya bergantung pada permintaan konsumen serta memperhitungkan jumlah bahan baku yang ada digudang.

Pada dasarnya, Perencanaan Kebutuhan Kapasitas (CRP) membandingkan kapasitas yang dibutuhkan terhadap Projected Available Capacity untuk Open Manufacturing Orders dan Planned Manufacturing Orders yang

(41)

ditambah jadwal MRP dari pesanan yang direncanakan adalah layak dari sudut pandang kapasitas, pesanan – pesanan yang direncanakan itu dikeluarkan ke PAC untuk dilaksanakan (Gasperz.2002).

d. Capacity Control.

Merupakan urutan terakhir (keempat) dari hierarki perencanaan kapasitas yang berfungsi mengendalikan kapasitas. Tindakan-tindakan pengendalian meliputi : sekuens operasi (operasi sekuencing) dan pengendalian input-output (input-input-output control) yang memberikan daftar dari tugas-tugas yang telah diselesaikan dan penilaian terperinci.

2.7 Waktu Produksi Ter sedia

Waktu Produksi tersedia adalah waktu yang disediakan untuk melakukan proses produksi. Rated Capacity merupakan tingkat keluaran persatuan waktu yang menunjukkan bahwa fasilitas secara teoritik mempunyai kemampuan untuk memproduksinya. Menurut Handoko (2004) Rated Capacity dapat dihitung dengan rumus :

Rated Capacity = Jumlah mesin x Jam kerja x Utilisasi x Efisiensi mesin ( 2.12 )

Jam kerja / bulan = Jam kerja / hari x Hari / minggu x Minggu / bulan Dimana untuk menghitung utilisasi dan efisiensi adalah sebagai berikut :

Utilisasi =

Efisiensi =

Jam aktual yang digunakan untuk produksi Jam yang tersedia menurut produksi

(42)

2.8 J adwal Induk Pr oduksi Master Production Schedule ( MPS )

MPS / Master Production Schedule merupakan jadwal induk produksi dari tiap departemen yang disusun berdasarkan hasil perencanaan akan kebutuhan konsumen terhadap suatu produk jadi dengan memperhatikan kapasitas mesin yang ada. MPS menyeimbangkan antara permintaan dan supply level permintaan independen. Jadwal induk produksi berisi :

Jenis bahan yang akan diproduksi Jumlah yang akan diproduksi Kapasitas produksi mesin Waktu penyelesaian

Jadwal Induk Produksi (JIP) adalah suatu rencana produksi jangka pendek yang menggambarkan hubungan antara kuantitas tiap jenis produk akhir yang diinginkan dengan waktu penyediaanya. Secara garis besar pembuatan suatu JIP biasanya dilakukan atas tahapan – tahapan sebagai berikut :

• Identifikasi sumber permintaan dan jumlahnya, sehingga dapat diketahui

besarnya permintaan produk tiap akhir periodenya.

• Menentukan besarnya kapasitas produksi yang diperlukan untuk

memenuhi kebutuhan konsumen.

• permintaan yang telah diidentifikasikan. Perencanaan ini biasanya

dilakukan pada tingkat agregat, sehingga masih merupakan perencanaan global. Dalam tahapan ini diidentifikasi kemampuan dari setiap sumber daya yang dimiliki untuk menentukan kesanggupan berproduksi.

• Menyusun rencana rinci dari setiap produk akhir yang akan dibuat. Tahap

(43)

akan dibuat dan periode waktu pembuatannya. Selain itu juga dijadwalkan sumber daya yang diperlukan. ( Safirin, 2003 ).

2.9 Perencanaan Kapasitas Kasar Rough Cut Capacity Planning (RCCP) Rough Cut Capacity Planning (RCCP) digunakan untuk memverifikasi

kapasitas yang diperlukan untuk membuat MPS ( Jadwal Induk Produksi ). Jangka waktu perencanaan RCCP ini sama dengan MPS, biasanya 1 – 3 tahun kedepan.

Sama seperti MPS, RCCP mendapatkan laporan yang dirubah pada saat produksi. Bagaimanapun, RCCP tidak mendapatkan komponen persediaan yang sudah diproduksi dan disimpan atau pada saat diproses, sehingga kapasitas yang dibutuhkan untuk proyek jangka pendek akan bermasalah. Sumber lain yang berpotensial untuk menjadi masalah adalah jika jadwal induk produksi tidak mengandung informasi tentang perencanaan pemesanan. Rough Cut Capacity Planning digunakan untuk membuat keputusan dalam mengatur kapasitas pada

jangka waktu tertentu. Keputusan mungkin akan meliputi standart mesin dan subkontrak. ( Smith, 1989 )

(44)

ongkos produksi sehingga tidak mencerminkan realita kebutuhan kapasitas sebenarnya. Pada kenyataanya, keputusan – keputusan penambahan fasilitas baru, lembur atau subkontrak pada hakikatnya dihasilkan pada tahap ini. Jadi tujuan MPS adalah mewujudkan perencanaan agregat menjadi suatu perencanaan terpisah untuk masing – masing item individu. selain itu MPS juga dapat mengevaluasi jadwal – jadwal alternatif dalam hal kebutuhan kapasitas, menyediakan input sistem dan membantu manajer produksi untuk menghasilkan prioritas – prioritas untuk penjadwalan produksi.

Untuk melakukan perhitungan kebutuhan kapasitas dengan menggunakan metode Rough Cut Capacity Planning (RCCP) dibutuhkan masukan berupa :

• Ramalan permintaan dan rencana produksi yang dihasilkan dari proses

peramalan, perencanaan agregat, serta proses disagregasi.

• Struktur produk dan bill of material-nya.

• Waktu Set Up dan waktu proses suatu produk di suatu departemen.

• Jumlah produksi yang ekonomis dari produk tersebut (EPQ : Economic

Production Quantity).

Keempat macam data tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung kebutuhan kapasitas periode per periode. Tahapan perhitungan kapasitas dengan menggunakan metode Rought Cut Capacity Planning ialah sebagai berikut : Step 1 : Menentukan rencana produksi melalui proses peramalan dan proses

perencanaan produksi.

Step 2 : Membuat struktur produk dan bill of material produk.

(45)

RunTime EPQ

SetupTime

SRH = +

Keterangan :

SRH : Menghitung standart waktu kerja

EPQ : Jumlah produksi yang paling ekonomis (dalam satuan waktu per menit).

SRH ini menunjukkan total waktu yang dibutuhkan untuk membuat satu unit produk pada suatu kelompok mesin.

Step 4 : Menghitung kebutuhan sumber daya ( Bill of Resource ). Step 5 : Menghitung kebutuhan kasar kapasitas. ( Kusuma, 2004 ).

RCCP merupakan urutan kedua dari hierarki perencanaan prioritas kapasitas yang berperan dalam mengembangkan MPS. RCCP melakukan validasi terhadap MPS yang juga menempati urutan kedua dalam herarki perencanaan prioritas produksi. Guna menetapkan sumber – sumber spesifik tertentu khususnya yang diperkirakan akan menjadi hambatan potensial (potensial bottleneck) adalah untuk melaksanakan MPS. Dengan demikian kita dapat

membantu manajemen untuk melaksanakan RCCP, dengan memberikan informasi tentang tingkat produksi di masa mendatang yang akan memenuhi permintaan total itu.

(46)

Apabila permintaan konsumen melebihi kapasitas produksi yang ada maka akan berdampak seperti :

• Material terlanjur dibeli dan dibawa ke shop kemudian dikerjakan atau

diproses.

• Terjadi antrian.

Lead time tinggi ( waktu menyelesaikan produk ).

2.10. Teknik – Teknik Rough Cut Capacity Planning ( RCCP )

Teknik yang dipakai untuk mengembangkan laporan pembebanan mesin dalam menentukan kapasitas yang diperlukan, adalah :

1. Perencanaan Kapasitas mengganti selur uh factor ( Capacity Planning Using Overall Factor, CPOF )

Data yang diperlukan :

• MPS

• Waktu yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk

• Proporsi waktu yang digunakan untuk setiap sumber daya

Total Waktu Produksi = typical time x jumlah produksi (MPS) Waktu produksi pada tiap mesin atau sumber daya kunci.

= total waktu produksi x proporsi

WaktuTotal WaktuMesin

2. Bill Of Material (BOM)

(47)

didefinisikan sebagai cara komponen – komponen itu bergabung ke dalam suatu produk selama proses produksi.

Contoh penggambaran BOM dapat dilihat pada gambar, dimana gambar tersebut mengilustrasikan sebuah BOM untuk produk A. Produk A terdiri dari assembly B, komponen C dan D, dan material E. Assembly B terdiri dari material F dan G serta komponen H. Sebuah komponen bisa saja terbentuk dari komponen – komponen lainnya (misal komponen D pada gambar) atau sebuah komponen juga dapat dibuat dari bahan baku (misal C dan H).

/ jiunkpe/ s1/ tmi/ 2009/ jiunkpe-ns-s1-2009-25405015-12328-bom-chapter2.pdf

3. RCCP = ( Matr ik waktu baku) x ( Matr ik Produksi )

Berikut ini adalah tabel matrik pendekatan Rought Cut Capacity Planning (RCCP) :

(48)

mounth

product

Matr ik Waktu Baku

1 2 3 . .

a11 a12 a13 .

.

Matr ik Pr oduksi

J P M A M J J A S O N D

P1 b11 b12 b13 b14 b15 b16 b17 b18 b19 b20 b21 b22

MPS

RCCP

M1 M2

P1 b11 b12

P2 b21 b22

M1 M2

WC1 c11 c12

WC2 c21 c22

WC

Produk Produk

P

Produk Bulan

mounth

WC

(49)

c11 = a11 . b11 + a12 . b21 c12 = a11 . b12 + a12 . b22 c21 = a22 . b11 + a22 . b21 c22 = a21 . b12+ a22 . b22

dimana :

Cij = kapasitas yang diperlukan untuk seluruh k periode j. Aik = waktu yang diperlukan produk k di stasiun kerja i. Bkj = jumlah produk k yang akan diproduksi pada periode j.

w w w .t i.it b.ac.id/ .../ (pak%20oyo)%20RCCP%20BARU%202008.ppt

2.11. Peramalan

Peramalan adalah proses untuk memperkirakan beberapa kebutuhan dimasa datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan ataupun jasa.

Peramalan akan menunjukkan kecenderungan – kecenderungan dalam kebutuhan manufaktur dikemudian hari. Kebijakan – kebijakan pergantian regu kerja, rencana untuk peningkatan atau penurunan aktivitas manufaktur, atau kemungkinan perluasan pabrik sering dapat didasarkan pada ramalan – ramalan tersebut. Setiap kebijakan perusahaan tidak akan terlepas dari usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau meningkatkan keberhasilan perusahaan untuk mencapai tujuannya pada masa akan datang. ( Nasution, 2006 ).

Dalam hubungannya dengan waktu peramalan, maka peramalan bisa diklasifikasikan kedalam tiga kelompok yaitu :

=

=

n

k

kj ik

ij

a

b

c

(50)

1. Peramalan jangka panjang

Peramalan ini umumnya 2 sampai 10 tahun. Peramalan ini digunakan untuk merencanakan produk dan perencanaan sumber – sumber daya. 2. Peramalan jangka menengah

Peramalan ini umumnya 1 sampai 24 bulan. Peramalan ini lebih mengkhusus dibandingkan peramalan jangka panjang, biasanya digunakan untuk menentukan aliran kas, perencanaan peroduksi, dan penentuan anggaran.

3. Peramalan jangka pendek

Peramalan ini umumnya 1 sampai 5 tahun minggu. Peramalan ini digunakan untuk mengambil keputusan dalam hal perlu tidaknya lembur, penjadwalan kerja, dan lain – lain keputusan kontrol jarak pendek.

Apabila dilihat dari sifat penyusunan, maka peramalan dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :

1. Peramalan subjektif

Merupakan peramalan yang lebih menekankan pada keputusan – keputusan hasil diskusi, pendapat pribadi dan intuisi seseorang yang melakukannya.

2. Peramalan objektif

(51)

1. Menganalisa data masa lalu, yang dilakukan dengan cara membuat tabulasi dari data masa lalu. Dari tabulasi data, maka dapat diketahui pola dari data tersebut.

2. Menentukan metode yang digunakan. Metode peramalan yang baik adalah metode yang menghasilkan penyimpangan antara hasil peramalan dengan nilai kenyataan yang sekecil mungkin.

3. Memproyeksikan data masa lalu dengan menggunakan metode yang dipergunakan, mempertimbangkan beberapa faktor. Faktor – faktor perubahan tersebut antara lain terdiri dari perubahan kebijakan – kebijakan yang mungkin terjadi, termasuk perubahan kebijakan pemerintah, perkembangan teknologi dan penemuan – penemuan baru serta perbedaan dengan hasil ramalan yang ada dengan kenyataanya. ( Nasution, 2006 )

2.12. Metode Peramalan

Untuk membuat peramalan permintaan, harus menggunakan suatu metode tertentu. Pada dasarnya, semua metode peramalan memiliki ide sama, yaitu menggunakan data masa lalu untuk memperkirakan atau memproyeksikan data dimasa akan datang. ( Baroto Teguh, 2004 )

Metode peramalan adalah cara memperkirakan secara kuantitatif apa yang terjadi pada masa yang akan datang, berdasarkan data yang relevan pada masa lalu. Keberhasilan dari suatu peramalan sangat ditentukan oleh :

(52)

2. Teknik dan metode peramalan.

Baik tidaknya suatu peramalan yang disusun, disamping ditentukan oleh metode yang dipergunakan, juga ditentukan oleh baik tidaknya informasi kuantitatif yang dipergunakan. Selama informasi yang dipergunakan tidak dapat meyakinkan, maka hasil peramalan sukar dapat dipercaya ketepatannya.

Adapun kegunaan dari metode peramalan adalah sebagai berikut : 1. Untuk menentukan kebijaksanaan dalam penyusunan anggaran. 2. Untuk mengendalikan persediaan bahan baku.

3. Untuk membantu kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi. 4. Untuk mengadakan rencana perluasan perusahaan.

5. Untuk pengawasan atas pembelanjaan. ( Nasution Arman, 2006 )

Berdasarkan pola data yang diperoleh dari hasil penelitian, maka metode peramalan yang tepat untuk digunakan adalah :

1. Metode Double Exponential Smoothing With Linier Trend

Metode ini digunakan untuk memuluskan peramalan pada Exponential Smoothing With Linier Trend. Dimana rumus perhitungan untuk

peramalan ini sebagai berikut : m

T S X

Ft+m= t +( t + t).

Dimana :

Ft+m : Nilai peramalan

(53)

m : periode yang akan diramalkan 2. Metode pemulusan (Eksponensial)

Metode pemulusn eksponensial tunggal (Single Exponensial Smoothing) Metode eksponensial tunggl menmbahkan parameter α dalam modelnya untuk mengurangi factor kerandoman. Nilai peramalan yang dicari dengan menggunakan rumus berikut ini :

(

)

t t

t X F

F+1=

α

. + 1−

α

.

Dimana :

t

X = Data permintaan pada periode t. α = Faktor/konstanta pemulusan.

1 +

t

F = Peramalan untuk periode t.

3. Linear Regression yang dapat membantu anda dalam memahami suatu trend dengan gambar layaknya sebuah kurva yang mengikuti perkembangan sebuah pergerakan harga. Dimana konsepnya hampir sama seperti ketika saat kita menggunakan Moving Average (MA).

Linear Regression ialah sebuah data statistik yang dapat memprediksikan suatu harga kedepan dari data masa lalu, biasanya digunakan dimana saat pergerakan harga sedang mengalami kenaikan maupun penurunan yang sangat signifikan. Dalam sejarah matematika Regresi Linear dikembangkan pertama kali oleh Gauss yang ahli dalam matematika pada tahun 1809. Lalu Gilbert Raff menggunakan prinsip ini dalam bertrading saham untuk pertama kalinya.

(54)

suatu trend harga berdasarkan grafik. Gilbert Raff mengatakan bahwa ia menggunakan Regression Channel untuk menghitung secara akurat pergerakan harga saham, obligasi, reksadana dan komoditi. Dimana rumus atau formula dari Linear Regression ialah sebagai berikut ; y = a + bx

a. 2 2

) ( ) )( ( X X N Y X XY N ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ b. N X b N Y ∑ − ∑

x = The current time period / Periode waktu saat ini n = The total number of time periods / Jumlah periode waktu Dalam perhitungan secara sederhana Linear Regression tersebut, Raff mengubahnya dalam bentuk hubungan dengan harga yakni : Linear Regression = Smooth Price = Moving Average (PRICE, Z)

Price = Harga saat ini

Z = Moving Average periode 1 Fungsi dar i Linear Regr ession

(55)

2.13. Ukuran Akurasi Hasil Peramalan

Ukuran statistik standart yang sering digunakan untuk pengukuran ketepatan metode peramalan dimana terdapat nilai pengamatan dan ramalan untuk n periode serta n buah kesalahan adalah :

1. Kesalahan rata – rata (ME) dan Kesalahan rata – rata Kuadrat (MSE). Kesalahan rata – rata dapat dirumuskan sebagai berikut :

n F A ME n t t t

− − = 1 Dimana :

At = permintaan actual pada periode t Ft = ramalan permintaan untuk periode t

n = jumlah periode yang digunakan untuk peramalan

MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara matematis MSE dapat dirumuskan sebagai berikut :

(

)

= 1 2 n F A

MSE t t

2. Standart Deviasi Kesalahan (SDE) dan Deviasi Absolute Rata – rata (MAD).

Rumus dari standart deviasi kesalahan adalah :

(

)

1 2 − − =

n F A

SDE t t

(56)

Ft = ramalan permintaan untuk periode t

n = jumlah periode yang digunakan untuk peramalan.

MAD merupakan rata – rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil dibanding kenyataanya.

Secara sistematis MAD dapat dirumuskan sebagai berikut :

=

n F A

MAD t t

3. Kesalahan persentase (Pei) dan Kesalahan Persentase Rata – rata (MPE). Kesalahan persentase dirumuskan sebagai berikut :

% 100 x A F A PE t t t t − = Dimana :

At = permintaan aktual pada periode t Ft = ramalan permintaan untuk periode t

n = Jumlah periode yang digunakan untuk peramalan.

Sedangkan rumus dari kesalahan persentase rata – rata adalah :

n PE MPE i n i

= = 1

4. Kesalahan Persentase Absolute Rata – rata (MAPE)

(57)

n PE MAPE n i

− = 1 1

atau

     = t t t A F A n

MAPE 100 ( 2.26 )

Dimana :

PEi = Kesalahan Persentase (Pei) At = permintaan aktual pada periode t Ft = ramalan permintaan untuk periode t

n = Jumlah periode yang digunakan untuk peramalan. ( Safirin, 2003 )

2.14. Uji Kondisi Diluar Kendali Moving Average Chart ( MRC )

Setelah didapat fungsi peramalan dengan deviasi standart kuadrat rata – rata kesalahan peramalan terkecil (MSE terkecil), kemudian perlu diadakan verifikasi apakah fungsi tersebut dapat diterapkan atau tidak, maka alat yang dipakai adalah MRC ( Moving Average Chart ).

Cara membuat MRC ( Moving Average Chart ) adalah sebagai berikut :

MR =         − −       −∧ ∧ 1 1 t t t

t y y y

y

Dimana :

MR : Moving Range

t

y : Data hasil peramalan periode tertentu

t

y : Data permintaan periode tertentu

∧ −1

t

(58)

Adapun rata – rata moving range didefinisikan sebagai berikut :

1

− =

n MR MR

Dimana :

MR : Rata – rata moving range

n : Jumlah periode

Garis tengah peta moving range adalah pada titik nol. Batas control atas dan bawah pada peta moving range adalah :

+

= MR

BKA 2,66.

= MR

BKA 2,66.

Sementara itu, variabel yang akan diplot ke dalam peta Moving Range adalah :

y y yt = t

∆ ∧

Untuk uji yang paling tepat bagi kondisi diluat kendali adalah dengan cara membagi peta kendali ke dalam 6 bagian dengan selang yang sama. Yaitu daerah A adalah daerah luar ±2/3 (2,66.MR) = ±1,77.MR (diatas + 1,77 MR dan dibawah -1,77.MR ). Daerah B adalah daerah luar ± 1/3 ( 2,66.MR ) = ± 0,89.MR ( diatas + 0,89 MR dan dibawah -0,89 MR ).

Kondisi control out of control pada peta moving range adalah :

1. Adanya titik yang berada diluar batas kendali atas maupun kendali bawah. 2. Dari tiga titik berturut – turut, ada dua atau lebih titik yang berada di

daerah A.

(59)

4. Ada belapan titik berturut – turut yang berada disalah satu sisi ( diatas atau bawah digaris tengah / daerah C ).

Gambar 2.3. Moving Range Chart ( Nasution, 2006 )

2.15. Peneliti Ter dahulu

Anugerah Yudha Prasetya ( 2006 ), dengan judul Analisis Perencanaan Waktu Kapasitas Produksi Menggunakan Metode RCCP (Rought Cut Capacity Planning) Di PT. LASER JAYA SAKTI, Gempol - Pasuruan. Adapun tujuan

penelitian adalah menghitung kapasitas waktu produksi ducting tersedia ditiap-tiap stasiun kerja agar dapat memenuhi permintaan konsumen.

PT. Laser Jaya Sakti adalah ducting (Type flat ducting 300x25 mm”). PT. Laser Jaya Sakti pada kenyataannya melakukan perencaan produksi, tetapi pelaksanaannya tersebut hanya berdasarkan hasil penjualan periode sebelumnya, sehingga memungkinkan terjadinya waktu produksi yang tidak optimal dan mengharuskan adanya penambahan waktu produksi (jam lembur). Maka kemdala yang dihadapi adalah apakah kapasitas waktu produksi sudah dapat memenuhi permintaan konsumen. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut diterapkan metode Rought Cut Capacity Planning (RCCP).

Batas Kendali Atas Batas Daerah A Batas Daerah B

Batas Kendali Bawah Batas Daerah B Batas Daerah A

(60)

Rought Cut Capacity Planning merupakan analisis untuk menguji

ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia didalam memenuhi jadwal induk produksi (Master Production Schedule) yang telah ditetapkan dengan teknik Bill Of Labour (BOL).

Dari Enam stasiun kerja di PT. Laser Jaya Sakti terdapat dua stasiun kerja yang belum memenuhi kapasitas produksi sehingga perlu mengadakan penambahan jam kerja (lembur) atau shift kerja pada setiap bulannya yatu pada stasiun kerja proses Sizing/Labelling dengan penambahan jam lembur untuk bulan Oktober 2010 sampai dengan April 2011 berturut-turut sebesar 335,71 jam/bulan, 475,99 jam/bulan, 475,99 jam/bulan, 475,99 jam/bulan, 475,99 jam/bulan, dan proses Welding perlu diadakan penambahan shift kerja untuk bulan Oktober 2010 sampai dengan April 2011 berturut-turut sebesar 291,07 jam/bulan, 570,82 jam/bulan, 570,82 jam/bulan, 570,82 jam/bulan, 570,82 jam/bulan, 570,82 jam/bulan, 570,82 jam/bulan, 570,82 jam/bulan. Sehingga dari hasil perencanaan kapasitas dengan menggunakan metode Rought Cut Capacity Planning ( RCCP ), dapat diketahui bahwa perusahaan seharusnya tidak memerlukan jam lembur atau bahkan subkontrak. Untuk meningkatkan kapasitas produksi perusahaan karena kapasitas produksi yang tersedia telah bisa memenuhi kapasitas produksi yang diperlukan dimasa mendatang.

(61)

PT. PETROKIMIA Gresik adalah perusahaan yang bergerak dalam industri pupuk, pupuk yang dihasilkan oleh PT. PETROKIMIA Gresik adalah pupuk ZA, NPK, UREA, PHONSKA. PT. PETROKIMIA Gresik sendiri khususnya dalam bagian ZA, terkadang mengalami perbedaaan hasil produksi dengan peramalan data sebelumnya, yang mengakibatkan proses produksinya terhenti yang berakibat penambahan jam lembur atau tenaga subkontrak, dan juga berpengaruh pada banyaknya permintaan konsumen serta pemenuhan pupuk bersubsidi ke pemerintah. Maka kendala yang dihadapi adalah apakah kapasitas waktu produksi sudah dapat memenuhi permintaan konsumen.

Rought Cut Capacity Planning merupakan analisis untuk menguji

ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia didalam memenuhi jadwal induk produksi (Master Production Schedule) yang telah ditetapkan dengan teknik Bill Of Labor (BOL).

(62)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT. TUNAS MELATI PERKASA yang berlokasi di Jalan Raya Gedangan – Sidoarjo 147 A. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai penelitian ini selesai dilakukan.

3.2. Identifikasi Variabel dan definisi Oper asional

Variabel adalah segala sesuatu yang mempunyai variasi nilai yang terukur. Identifikasi variabel dari suatu penelitian diperlukan agar mendapatkan ketepatan penelitian, memperkecil kesalahan yang mungkin dapat terjadi dan untuk melakukan penelitian agar lebih terarah dan sistematis.

1. Var iabel Ter ikat

Variabel terikat yaitu variabel yang mempengaruhi variabel bebas. Adapun variabel terikat yang mendukung dalam penelitian di PT. TUNAS MELATI PERKASA SIDOARJO ini adalah Kapasitas Waktu Produksi.

2. Var iabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menyebabkan variabel terikat. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Waktu Standart atau Waktu Baku.

(63)

b. Jam kerja terbuang / menganggur dan jam kerja aktual

Jam kerja terbuang / menganggur, jam kerja yang terbua

Gambar

Tabel 2.1. Performance Rating dengan Sistem Westing House
Gambar. 2.1.
Gambar 2.3. Moving Range Chart ( Nasution, 2006 )
tabel matrik pendekatan  Rought Cut Capacity Planning ( RCCP ) :
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil tersebut diketahui bahwa pada stasiun kerja proses pengukuran, pemotongan, penggosokan, perakitan dan finishing produk sudah memenuhi kebutuhan kapasitas

Masalah yang sering timbul pada perusahaan ini yaitu jumlah produk yang dihasilkan kurang dari jumlah produk yang diminta oleh konsumen, dengan kata lain ada beberapa stasiun

Waktu baku yang dihasilkan dalam akrivitas pengukuran kerja akan dapat digunakan sebagai alat untuk penjadwalan rencana kerja yang menyatakan berapa lama suatu kegiatan itu harus

Oleh sebab itu Perencanaan dan Pengendalian Kapasitas W aktu Produksi Dengan Metode Rough Cut Capacity Planning Pada Sistem Informasi diharapkan mampu untuk

Rought Cut Capacity Planning merupakan “analisis untuk menguji ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia didalam memenuhi jadwal induk produksi (Master

Rought Cut Capacity Planning merupakan “analisis untuk menguji ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia didalam memenuhi jadwal induk produksi

Dari permasalahan tersebut dilakukan evaluasi perencanaan antara permintaan, apakah perlu dilakukan penambahan tenaga kerja untuk mencukupi permintaan kapasitas

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka masalah yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut : “ Bagaimana merencanakan kapasitas waktu produksi dengan