DI PT. LASER JAYA SAKTI GEMPOL – PASURUAN
SKRIPSI
O Olleehh ::
ANUGERAH YUDHA PRASETYA
NPM. 0632010103
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA
DI PT. LASER JAYA SAKTI GEMPOL – PASURUAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memenuhi Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Industri
O Olleehh ::
ANUGERAH YUDHA PRASETYA
NPM. 0632010103
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian penelitian dengan judul “ANALISA PERENCANAAN WAKTU KAPASITAS PRODUKSI MENGGUNAKAN METODE RCCP (ROUGHT CUT CAPACITY PLANNING) DI PT. LASER JAYA SAKTI”
Penelitian ini merupakan tugas wajib dan sebagai syarat untuk menyelesaikan program sarjana strata satu (S-1) di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Dalam menyusun penelitian ini, penulis tidak lepas dari banyak pihak, yang secara langsung maupun secara tidak langsung telah turut membimbing dan mendukung penyelesaian tugas penelitian ini yang semuanya sangat besar artinya bagi penulis. Oleh karena itu, tidak lupa penulis menyampaikan rasa hormat dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP. Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.
2. Bapak Ir. Sutiyono, MS. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.
3. Bapak Ir. MT. Safirin, MT. Selaku Kepala Jurusan Teknik Industri 4. Bapak Drs Pailan, Mpd. Selaku Sekertaris Jurusan
6. Bapak Ir. Hari Purwo Adi, MM selaku dosen pembimbing II
7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Industri yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.
8. Kedua Orang Tua Penulis yang senantiasa dan selalu memberikan dukungan baik materi maupun moriil.
9. Saudara dan Sohib yang selalu menemani dan memberikan doa demi kelancaraan penyelesaian penelitian ini.
10. Seluruh angkatan 2006 TI dari paralel A sampai D, Asslab Proses Manufaktur dan Perancangan Sistem Manufaktur serta semua pihak yang telah membantu, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan baik isi maupun penyajiannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun.
Akhir kata semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan semoga Tuhan memberikan balasan kepada semua pihak yang telah membantu penulis.
Surabaya, 19 November 2010
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ………... iii
DAFTAR TABEL ………... viii
DAFTAR GAMBAR ……….. x
DAFTAR LAMPIRAN ………. xi
ABSTRAKSI ……….. xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………..………... 1
1.2. Perumusan Masalah …………..………... 3
1.3. Batasan Masalah ..………….……….………... 3
1.4. Asumsi - asumsi ..……….…………... 3
1.5. Tujuan Penelitian ….……….…... 4
1.6. Manfaat Penelitian ………... 4
1.7. Sistematika Penulisan ………... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penghantar Udara (Ducting) ……… 7
Perencanaan Produksi …………... 13
2.3. Pengukuran Kerja …....………... 16
2.3.1. Pengukuran Waktu Kerja dengan Jam Henti (Stop Wacth) ....………...……….17
2.3.2. Melakukan Pengukuran Waktu ……….... 18
2.3.3. Perhitungan Waktu Baku ………... 22
2.3.4. Faktor Penyesuaian (Rating Performance) ……… 23
2.3.5. Faktor Kelonggaran (Allowance) ……… 26
2.4. Perencanaan Kapasitas Kasar ………... 30
2.5. Peramalan (Forecasting) ………... 37
2.5.1. Meramal Horison Waktu………..……… 37
2.5.2. Macam-macam Peramalan ……..……… 38
2.5.3. Analisa Deret Waktu ……… 40
2.5.4 Metode-metode Peramalan yang Digunakan Dalam Time Series ………..… 43
2.5.5. Ukuraran Akurasi Hasil Peramalan ……… 49
2.5.6. Verifikasi Dua Pengendalian Peramalan ………… 51
2.5.7. MRC (Moving Range Chart)…………… 51
2.5.8 Uji Kondisi Diluar Kendali …….……… 53
3.2. Identifikasi Variabel………...……….. 58
3.3. Metode Pengumpulan Data...………... 59
3.4. Metode Pengolahan dan Analisa Data...…………... 60
3.5 Langkah-Langkah Pemecahan Masalah………. 62
BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengumpulan Data... 75
4.1.1. Data Jumlah Tenaga Kerja dan Mesin Produksi... 75
4.1.2. Data Perincian Jam Kerja dan Hari Kerja Karyawan... 77
4.1.3. Data Permintaan Produk Ducting (Mei 2009 – September 2010)... 77
4.2. Pengukuran Waktu Kerja... 78
4.3. Faktor Penyesuaian dan Kelonggaran Pekerja Tiap Kegiatan Kerja... 80
4.4. Uji Keseragaman Data, Kecukupan Data dan Perhitungan Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku... 81
4.5. Peramalan Permintaan Tahun 2010... 86
4.5.1. Membuat Plot Diagram Permintaan... 87
4.5.2. Penetapan Metode Peramalan... 87
4.5.5. Uji Verifikasi Data Dengan MRC
(Moving Range Chart)... 88
4.5.6. Hasil Peramalan Dengan Metode Yang Dipilih... 92
4.6. Jadwal Induk Produksi (JIP)... 92
4.7. Matrik Produksi ... 93
4.8. Matrik Waktu Baku ... 94
4.9. Rough Cut Capacity Planning (RCCP) ... 94
4.9.1. Perhitungan RCCP Pada Proses Sizing/Labelling... 95
4.10. Waktu Produksi Tersedia (Rated Production Time) ... 96
4.10.1. Proses Sizing/Labelling ... 96
4.11. Hasil dan Pembahasan ... 100
4.11.1. Peramalan ... 100
4.11.2. Perencanaan Waktu Produksi ... 100
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 103
5.2. Saran ... 104
DAFTAR PUSTAKA
Tabel 2.1. Pengukuran Waktu Kerja ………... 19
Tabel 2.2. Performance Rating dengan Sistem Westing House …….... 24
Tabel 2.3. Besarnya Kelonggaran Berdasarkan Faktor-faktor Yang Berpengaruh ………... 28
Tabel 2.4. Matriks Pendekatan RCCP dan BOL ………... 34
Tabel 2.5. RCCP (Rought Cut Capacity Planning)... 36
Tabel 4.1. Jumlah Tenaga Kerja dan Jumlah Mesin ... 75
Tabel 4.2. Data Perincian Jam dan Hari Kerja Karyawan ... 77
Tabel 4.3. Data Permintaan PT. LASER JAYA SAKTI ... 77
Tabel 4.4. Tabel Pengamatan Waktu Proses Sizing/Labelling ... 78
Tabel 4.5. Tabel Pengamatan Waktu Proses Cutting ... 78
Tabel 4.6. Tabel Pengamatan Waktu Proses Bending ... 79
Tabel 4.7. Tabel Pengamatan Waktu Proses Welding.... 79
Tabel 4.8. Tabel Pengamatan Waktu Proses Polishing ... 79
Tabel 4.8. Tabel Pengamatan Waktu Proses Packing ... 79
Tabel 4.10. Faktor Penyesuaian dan Kelonggaran Pekerja Tiap Kegiatan Kerja ... 80
Tabel 4.11. Tabel Pengolahan Data Proses Sizing/Labelling ... 81
Waktu Baku ... 86
Tabel 4.15. Nilai Kesalahan Peramalan Dari Berbagai Metode Peramalan ... 88
Tabel 4.16. Perhitungan Moving Range ... 90
Tabel 4.17. Data Hasil Peramalan Permintaan Produk ... 92
Tabel 4.18. Jadwal Induk Produksi Produk ... 93
Tabel 4.19. Matrik Produksi Tahun 2010 ... 93
Tabel 4.20. Matrik Waktu Baku ... 94
Tabel 4.21. Hasil RCCP Dalam Satuan Jam ... 96
Tabel 4.22. Tabel Perbandingan Kapasitas Waktu Produksi RCCP Dengan Kapasitas Waktu Produksi Tersedia ... 98
Gambar 2.1. Ducting……….... 8
Gambar 2.2. Peranan RCCP Dalam Perencanaan dan Pengendalian Produksi ……... 32
Gambar 2.3. Pola Data Horisontal (Stationary)... 41
Gambar 2.4. Pola Data Musiman (Seasonal)……... 42
Gambar 2.5. Pola Data Siklus (Cyclical) ... 42
Gambar 2.6. Pola Data Trend ... 43
Gambar 2.7. Model Garis Regresi Trend Linier ... 48
Gambar 2.8. MRC (Moving Range Chart)... 49
Gambar 3.1. Flow Chart Pemecahan Masalah ... 64
Gambar 4.1. Grafik Uji Keseragaman Data Proses Sizing/Labelling... 83
Gambar 4.2. Plot Diagram Permintaan PT. LASER JAYA SAKTI ... 87
LAMPIRAN I : GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
LAMPIRAN II : PENGUKURAN WAKTU KERJA
LAMPIRAN III : PERHITUNGAN PENYESUAIAN DAN
KELONGGGARAN
LAMPIRAN IV : HASIL PERAMALAN DENGAN SOFTWARE
WIN-QSB
LAMPIRAN V : PERHITUNGAN ROUGH CUT CAPACITY
PLANNING (RCCP)
LAMPIRAN VI : PERHITUNGAN WAKTU TERSEDIA
LAMPIRAN VII : TABEL ALLOWANCE
MENGGUNAKAN METODE RCCP (ROUGHT CUT CAPACITY PLANNING)
DI PT. LASER JAYA SAKTI GEMPOL - PASURUAN ANUGERAH YUDHA PRASETYA
Dewasa ini suatu perusahaan industri yang menghasilkan suatu produk harus memiliki strategi yang baik dalam pemenuhan kebutuhan konsumen. Kapasitas adalah jumlah dari keluaran maksimum yang bisa dihasilkan oleh suatu fasilitas dalam satu periode waktu tertentu dan dinyatakan dalam jumlah keluaran per satuan waktu. Dalam pemenuhan kebutuhan akan produk oleh konsumen, perusahaan perlu memperhatikan Perencanaan kapasitas dan pengendalian aktivitas produksi yang harus dilakukan dalam pemenuhan order di pasar. PT.Laser Jaya Sakti adalah perusahaan yang bergerak dalam manufaktur. Produk ducting yang dihasilkan oleh PT.Laser Jaya Sakti adalah ducting (Type flat ducting 300 x 25 mm”). PT. Laser Jaya Sakti pada kenyataannya melakukan perencanaan produksi, tetapi pelaksanaanya tersebut hanya berdasarkan hasil penjualan periode sebelumnya, sehingga memungkinkan terjadinya waktu produksi yang tidak optimal dan mengharuskan adanya penambahan waktu produksi (jam lembur). Maka kendala yang di hadapi adalah apakah kapasitas waktu produksi sudah dapat memenuhi permintaan konsumen. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut diterapkan metode Rought Cut Capacity Planning (RCCP).
Rought Cut Capacity Planning merupakan “analisis untuk menguji ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia didalam memenuhi jadwal induk produksi (Master Production Schedule) yang telah ditetapkan” dengan Teknik Bill Of Labor (BOL).
Dari enam stasiun kerja di PT.Laser Jaya Sakti terdapat dua stasiun kerja yang belum memenuhi kapasitas produksi sehingga perlu mengadakan penambahan jam kerja (lembur) atau shift kerja pada setiap bulannya yaitu pada stasiun kerja proses Sizing/Labelling dengan penambahan jam lembur untuk bulan Oktober 2010 sampai dengan April 2011 berturut-turut sebesar 335,71 jam/bulan, 475,99 jam/bulan, 475,99 jam/bulan, 475,99 jam/bulan, 475,99 jam/bulan, 475,99 jam/bulan, dan proses Welding perlu diadakan penambahan Sift kerja untuk bulan Oktober 2010 sampai dengan April 2011 berturut-turut sebesar 291,07 jam/bulan, 570,82 jam/bulan, 570,82 jam/bulan, 570,82 jam/bulan, 570,82 jam/bulan, 570,82 jam/bulan, 570,82 jam/bulan dan 570,82 jam/bulan.
PRODUCTION TIME CAPACITY PLANNING ANALYSIS METHOD
RCCP (ROUGHT-CUT CAPACITY PLANNING)
IN PT. LASER JAYA SAKTI
GEMPOL - PASURUAN
ANUGERAH YUDHA PRASETYA
Today an industrial company that produces a product must have a good strategy in meeting the needs of consumers. Capacity is the sum of the maximum output that can be generated by a facility within a certain time period and is expressed in the number of output per unit time. In meeting the needs of the product by consumers, companies need to pay attention to capacity planning and controlling production activities to do in fulfillment of orders in the market. PT.Laser Jaya Sakti is a company engaged in manufacturing. Ducting product that is produced by PT.Laser Jaya Sakti is ducting (ducting flat Type 300 x 250 mm ").
PT. Laser Jaya Sakti, in fact, production planning, but its implementation is only based on the sales of the previous period, thus enabling the production time that is not optimal and requires additional production time (hours overtime).So the constraints in face is whether the capacity of the production time was able to meet consumer demand. To anticipate these problems applied method Rought Cut Capacity Planning (RCCP).
Rought Cut Capacity Planning is "analysis to test the availability of capacity of production facilities that are available in the meeting master production scheduling (Master Production Schedule) which has been established" with Engineering Bill Of Labor (BOL).
Of the six work stations in PT.Laser Jaya Sakti there are two stations that do not meet the production capacity so that the need to conduct additional work hours (overtime) or shift work on every month that is in the process of work stations Sizing / Labelling with additional hours of overtime for the month of October 2010 until April 2011 in succession at 335,71 hours/month, 475,99 hours/month, 475,99 hours/month, 475,99 hours/month, 475,99 hours/month, 475,99 hours/month, and the process needs to be held additional Sift Welding work for October 2010 until April 2011 in succession at 291,07 hours/month, 570,82 hours/month, 570,82 hours/month, 570,82 hours/month, 570,82 hours/month, 570,82 hours/month, 570,82 hours/month and 570,82 hours/month.
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada saat ini hampir semua perusahaan yang bergerak di bidang industri
manufaktur dihadapkan pada suatu masalah tingkat persaingan yang semakin kompetitif. Keterlibatan manajemen puncak pada tahap perencanaan produksi
sangat diperlukan, khususnya perencanaan mengenai penentuan pabrikasi, perencanaan produksi membantu dalam menentukan berapa peningkatan kapasitas yang dibutuhkan dan penyesuaian kapasitas produksi.
PT. Laser Jaya Sakti merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi produk manufaktur yaitu ducting. proses produksi yang terus
-menerus (continuous process), dilakukan berdasarkan permintaan sehinnga penyusaian kapasitas dapat terpenuhi. keputusan mengenai waktu produksi yang dalam hal ini juga ditentukan oleh kemampuan mesin atau fasilitas produksi yang
terpasang menjadi begitu penting demi kelancaran perencanaan dan pengendalian produksi.
PT. Laser Jaya Sakti selalu berusaha agar jumlah produksi ducting yang diproses tepat pada waktunya. Waktu standart produksi perusahaan hanya berdasarkan waktu tersedia perusahaan tanpa memperhitungkan waktu proses
produksi per stasiun kerja untuk permintaan waktu mendatang. Hal ini sangat mempangaruhi permintaan produk dimasa mendatang karena kurang
produksi untuk memenuhi permintaan di masa mendatang dapat mengakibatkan perencanaan kapasitas produksi tidak sesuai permintaan pasar. untuk
mengantisipasi permasalahan tersebut maka diterapkan metode RCCP (Rough cut Capacity Planning).
RCCP (Rough cut Capacity Planning) dengan membutuhkan data-data
waktu produksi yang tersedia, Waktu produksi secara umum diukur dalam bentuk waktu (jam/bulan) yang ditunjukkan berdasarkan kemampuan manusia dengan
bantuan mesin yang tersedia pada setiap stasiun kerja.
Metode RCCP (Rough cut Capacity Planning) diperlukan untuk waktu produksi yang mampu dihasilkan oleh bagian setiap proses kerja produksi,
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan pokok masalah yang akan dibahas dalam tugas akhir ini
berdasar latar belakang diatas. Permasalahan yang timbul adalah “Berapa kapasitas waktu produksi ducting tersedia ditiap- tiap stasiun kerja agar dapat
memenuhi permintaan konsumen?”.
1.3. Batasan Masalah
Dalam penulisan tugas akhir ini perlu dilakukan pembatasan masalah, agar dalam pelaksanaan penelitian tertuju pada tujuan penelitian ini. Adapun batasan – batasan tersebut adalah :
1. Data permintaan produk ducting di PT. Laser Jaya Sakti yang diambil adalah periode bulan Mei 2009 sampai dengan September 2010.
2. Kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi yang dibahas hanya perencanaan waktu produksi menggunakan Rought Cut Capacity Planning (RCCP) berdasarkan Bill Of Labour (BOL).
3. Jenis produk yang akan dibahas adalah produk ducting dan pada perusahaan ini tidak memperhitungkan biaya (financial yang terkait).
4. Tidak menghitung persedian produksi.
1.4 Asumsi
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa asumsi yaitu sebagai berikut: 1. Tidak adanya perubahan komposisi produk selama periode perencanaan.
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis yaitu:
1 Menentukan kapasitas waktu produksi di tiap – tiap stasiun kerja di PT. Laser Jaya Sakti dilihat dari waktu produksi yang tersedia dengan metode Rought Cut Capacity Planning (RCCP).
2 Merencanakan dan meramalkan jumlah permintaan pada beberapa bulan berikutnya.
3 Menghitung jam kerja di tiap – tiap stasiun kerja untuk memenuhi kapasitas produksi sehingga dapat memenuhi permintaan konsumen.
1.6 Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Penulis
Untuk menambah pengetahuan mengenai perencanaan kapasitas dan pengendalian aktivitas produksi dengan menggunakan metode Rough Cut
Capacity Planning (RCCP) serta studi banding antara pengetahuan secara teori dan kenyataan dilapangan.
2. Perusahaan
Dapat mengetahui waktu produksi yang ada dalam perusahaan guna mencukupi waktu produksi yang diperlukan berdasarkan hasil peramalan
3. Universitas
Sebagai referensi bagi mahasiswa aktif dan sebagai alat perbandingan untuk
melakukan penelitian ini lebih lanjut oleh mahasiswa teknik industri selanjutnya, khususnya mengenai perencanaan kapasitas dan pengendalian aktivitas produksi dengan mengunakan metode RCCP dengan teknik Bill Of
Labour (BOL) .
1.7 Sistematika Penulisan
Agar lebih mudah dalam memahami penelitian ini, maka berikut disajikan sistem penulisan yang akan dibahas pada bagian selanjutnya.
BAB I PENDAHULUAN
Berisi gambaran umum masalah yang terdiri dari Latar Belakang,
Tujuan, Perumusan Masalah, Batasan Masalah, Asumsi, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang landasan teori yang menjadi refrensi atau acuan yang akan digunakan untuk melakukan pembahasan dan analisa masalah
nantinya, yang berisi teori-teori metode RCCP (Rought Cut Capacity Plnning) serta teori-teori pendukung lainnya.
BAB III METODE PENELITIAN
BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi analisa dan pembahasan data yang didasarkan atas teori yang
telah diuraikan di atas dengan menggunakan data-data yang telah didapat selama penelitian.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini menyimpulkan dan memberikan saran dari hasil penelitian dan pengolahan data tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penghantar Udara(Ducting)
Sistem ducting atau Air Handling System, merupakan bagian penting sebagai alat penghantar udara yang telah dikondisikan dari sumber dingin ataupun panas ke
ruang yang akan dikondisikan. Perkembangan desain penghantar udara (ducting)
hingga saat ini sangat dipengaruhi oleh tuntutan efisiensi, terutama efisiensi energi, material, pemakaian ruang, dan perawatan.
Dalam hal pemakaian ruang, saat ini ruang sekecil apapun sangat berharga, sehingga dalam perancangan gedung terjadi pengurangan tinggi ceiling, juga tinggi
antar lantai, yang di masa lalu hal ini belum terlalu menjadi perhatian utama.Berbagai pertimbangan sering memunculkan benturan dalam mendesain sistem ducting. Misalnya pertimbangan ruang versus energi. Pengurangan tinggi ceiling akan
menyebabkan lebih tingginya tekanan udara yang dibutuhkan di dalam ducting, yang berarti lebih tingginya kebutuhan energi. Namun saat ini terjadi kecenderungan untuk
mengutamakan efisiensi energi dan kelestarian lingkungan. Bahkan beberapa negara membuat regulasi yang mengarahkan desainer, developer, dan user pada hal tersebut. Tentu saja ini menjadi tantangan dan peluang besar bagi para desainer untuk
Suatu tipe sistem yang tidak umum dipakai mungkin lebih efisien bila dipakai untuk suatu aplikasi tertentu yang tergolong unik. Saat ini telah banyak
dikembangkan berbagai ducting, dan ini akan terus berkembang untuk memenuhi kebutuhan munculnya aplikasi-aplikasi yang baru. Dalam suatu desain ducting untuk suatu gedung tertentu, sangat mungkin beberapa tipe dipakai untuk memenuhi
masing-masing kebutuhan.
Gambar 2.1 ducting
desain untuk kebutuhan ventilasi, filtrasi, dan humidity. Tiap tipe sistem ducting memiliki manfaat untuk aplikasi tertentu. (Sumber: PT. Laser Jaya Sakti).
2.2 Perencanaan Produksi
Perencanaan merupakan salah satu fungsi management. Dalam perencanaan ditentukan usaha-usaha atau tindakan-tindakan yang akan atau perlu diambil oleh
pimpinan perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan, dengan mempertimbangkan masalah-masalah yang mungkin timbul di masa yang akan datang. Untuk dapat
membuat perencanaan yang baik, maka perlu diperhatikan masalah intern dan
ekstern. Masalah intern adalah masalah yang datangnya dari dalam perusahaan
(masih dalam kekuasaan pimpinan perusahaan), seperti mesin yang digunakan, buruh
yang dikaryakan, bahan yang diperlukan dan sebagainya. Sedangkan masalah ekstern
adalah masalah yang datangnya dari luar perusahaan (diluar kekuasaan pimpinan perusahaan), seperti inflasi, kebijaksanaan, keadaan politik dan sebagainya.
Perencanaan dapat dibedakan antara lain :
1. Perencanaan usaha yang bersifat umum (general business planning) adalah
perencanaan kegiatan yang dijalankan oleh setiap perusahaan, baik perusahaan besar maupun kecil, untuk berhasilnya perusahaan mencapai tujuan. Dalam perencanaan ini ditentukan tujuan jangka panjang yang merupakan masa depan
perusahaan yang diharapkan. Oleh karena itu perlu diperhatikan dan dipertimbangkan keadaan atau situasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
2. Perencanaan produksi (production planning) adalah perencanaan dan pengorganisasian sebelumnya mengenai orang-orang, bahan-bahan, mesin-mesin
dan peralatan lain serta modal yang diperlukan untuk memproduksi barang-barang pada suatu periode tertentu di masa depan sesuai dengan yang diperkirakan atau diramalkan.
Barang yang direncanakan akan diproduksi pada suatu periode di masa depan harus memenuhi beberapa syarat yaitu :
a. Bahwa barang tersebut harus dapat diproduksi atau dibuat pada waktu itu.
b. Bahwa barang tersebut harus dapat dikerjakan dengan/oleh pabrik ini.
c. Bahwa barang tersebut harus sesuai atau dapat memenuhi/dicocokkan dengan
keinginan pembeli sesuai dengan ramalan baik mengenai harga, kuantitas, kualitas dan waktu yang dibutuhkan. (Sofjan Assauri, 1993 : 166 - 167).
Perencanaan produksi membutuhkan pertimbangan dan ketelitian yang terinci dalam menganalisis kebijaksanaan, karena perencanaan ini merupakan dasar penentuan bagi manajer dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Perencanaan
produksi ini merupakan suatu fungsi yang menentukan batas - batas (level) dari kegiatan perusahaan pabrik di masa yang akan datang.
Berdasarkan rencana-rencana produksi yang telah disusun, pimpinan perusahaan dapat menentukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Bilamana kegiatan produksi dimulai dan berapa banyak buruh/pekerja yang
b. Menentukan alat-alat dan perlengkapan/peralatan yang diperlukan dalam proses produksi.
c. Tingkat persediaan yang dibutuhkan. Tujuan Perencanaan Produksi ini adalah :
1. Untuk mencapai tingkat/level keuntungan (profit) yang tertentu. Misalnya berapa
hasil (output) yang diproduksi supaya dapat dicapai tingkat/level profit yang diinginkan dan tingkat persentase tertentu dari keuntungan (profit) setahun
terhadap penjualan (sales) yang diinginkan.
2. Untuk menguasai pasar tertentu, sehingga hasil atau output perusahaan ini tetap mempunyai pangsa pasar (market share) tertentu.
3. Untuk mengusahakan supaya perusahaan pabrik ini dapat bekerja pada tingkat efisiensi tertentu.
4. Untuk mengusahakan dan mempertahankan supaya pekerjaan dan kesempatan kerja yang sudah ada tetap pada tingkatnya dan berkembang.
5. Untuk menggunakan sebaik-baiknya (efisien) fasilitas yang sudah ada pada
perusahaan yang bersangkutan. (Sofjan Assauri, 2004 :12).
2.2.1 Jenis-jenis Perencanaan Produksi
Perencanaan Produksi yang terdapat dalam suatu perusahaan dapat dibedakan menurut jangka waktu yang tercakup, yaitu:
1. Perencanaan Produksi Jangka Pendek (Perencanaan Operasional) adalah penentuan kegiatan produksi yang akan dilakukan dalam jangka waktu satu tahun
persediaan bahan dan fasilitas produksi yang dimiliki perusahaan pabrik. Oleh karena perencanaan produksi jangka pendek berhubungan dengan pengaturan
operasi produksi, maka perencanaan ini disebut juga dengan perencanaan operasional.
2. Perencanaan Produksi Jangka Panjang adalah penentuan tingkat kegiatan produksi
lebih daripada satu tahun, dan biasanya sampai dengan lima tahun mendatang, dengan tujuan untuk mengatur pertambahan kapasitas peralatan atau mesin-mesin,
ekspansi pabrik dan pengembangan produk (product development). Perencanaan produksi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Perencanaan produksi yang menyangkut kegiatan pada masa yang akan datang,
dibuat berdasarkan panaksiran atau ramalan kegiatan yang ditentukan oleh ramalan penjualan pada masa yang akan datang.
2. Perencanaan produksi mempunyai jangka waktu tertentu.
3. Perencanaan produksi mempersiapkan tenaga kerja/buruh, bahan-bahan, mesin-mesin, dan peralatan lain pada waktu yang diperlukan.
4. Perencanaan produksi harus menentukan jumlah dan jenis serta kualitas dari produk yang akan diproduksi.
5. Perencanaan produksi harus dapat mengkoordinir kegiatan produksi dengan mengkoordinir bagian-bagian yang mempunyai hubungan langsung ataupun tidak dengan kegiatan produksi.
Syarat-syarat suatu rencana produksi yang baik ialah :
1. Harus disesuaikan atas dasar tujuan atau obyektivitas perusahaan yang dinyatakan
2. Rencana tersebut harus sederhana dan dapat dimengerti serta mungkin dilaksanakan.
3. Rencana itu harus memberikan analisis dan klasifikasi kegiatan. (Sofjan Assauri, 2004).
2.2.2 Faktor-faktor yang perlu Dipertimbangkan dalam Perencanaan
Produksi
Adapun faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan produksi , antara lain :
1. Sifat Proses Produksi
Proses produksi dapat dibedakan atas :
a. Proses produksi yang terputus-putus (intermittent process manufacturing)
Perencanaan produksi dalam perusahaan pabrik yang mempunyai proses produksi yang terputus-putus, dilakukan berdasarkan jumlah pesanan (order) yang diterima. Oleh karena kegiatan produksi yang dilakukan berdasarkan
pesanan (order), maka jumlah produknya biasanya sedikit atau relatif kecil, sehingga perencanaan produksi yang dibuat semata-mata tidak berdasarkan
ramalan penjualan (sales forecasting), tetapi terutama didasarkan atas pesanan yang masuk. Perencanaan produksi dibuat untuk menentukan kegiatan produksi yang perlu dilakukan bagi pengerjaan setiap pesanan yang masuk. Ramalan
peralatan yang ada agar mendekati optimum pada masa yang akan datang, dan tindakan-tindakan apa yang perlu diambil untuk menutupi
kekurangan-kekurangan. Perencanaan produksi yang disusun haruslah fleksibel, agar peralatan produksi dapat dipergunakan secara optimal.
b. Proses produksi yang terus-menerus (continuous process)
Perencanaan produksi pada perusahaan yang mempunyai proses produksi yang terus - menerus, dilakukan berdasarkan ramalan penjualan. Hal ini karena
kegiatan produksi tidak dilakukan berdasarkan pesanan akan tetapi untuk memenuhi pasar dan jumlah yang besar serta berulang-ulang dan telah mempunyai blueprint selama jangka waktu yang tertentu. Langkah-langkah
perencanaan produksi yang dilakukan dalam perusahaan yang mempunyai proses produksi yang terus-menerus adalah :
1). Membuat ramalan penjualan (sales forecasting).
2). Membuat master schedule yang didasarkan atas ramalan penjualan. 3). Setelah master schedule dibuat, dilakukan perencanaan yang lebih teliti.
2. Jenis dan Mutu dari Barang yang Diproduksi
Untuk menyusun suatu perencanaan produksi, ada beberapa hal mengenai jenis
dan sifat produk yang perlu diketahui dan diperlihatkan, yaitu :
a. Mempelajari dan menganalisis jenis barang yang diproduksi sejauh mungkin. b. Apakah produk yang akan diproduksi itu merupakan costumer’s goods
(barang-barang yang langsung dikonsumsi oleh konsumen) atau producer’s goods
c. Sifat dari produk yang akan dihasilkan, apakah merupakan barang yang tahan lama atau tidak.
d. Sifat dari permintaan barang yang akan dihasilkan, apakah mempunyai sifat permintaan yang musiman (seasonal) yang permintaannya hanya pada musim-musim tertentu saja ataukah sifat permintaannya sepanjang masa.
e. Mutu dari barang yang akan diproduksi, yang akan tergantung pada biaya persatuan yang diinginkan, dan permintaan atau keinginan konsumen terhadap
barang hasil produksi tersebut.
f. Sifat dari barang yang diproduksi apakah barang baru ataukah barang lama. (Sofjan Assauri, 2004 : 61).
3.Barang yang diproduksi apakah merupakan barang yang baru ataukah barang lama. Hal ini perlu kita perhatikan, karena untuk barang yang baru maka perlu diadakan
penelitian (research) pendahuluan mengenai :
a. Lokasi perusahaan, apakah perusahaan perlu diletakkan berdekatan dengan sumber bahan mentah ataukah dekat dengan pasir,
b. Jumlah barang yang akan diproduksi,
c. Sifat permintaan barang ini, apakah musiman atau sepanjang masa, dan hal-hal
lain yang dibutuhkan untuk memulai produksi tersebut. (Sofjan Assauri,2004 : 58)
2.3 Pengukuran Kerja
Suatu pekerjaan akan dikatakan diselesaiakan secara efisien apabila waktu
teknik pengaturan cara kerja yang optimal dalam system kerja, maka akan diperoleh alternatif pelaksanaan kerja yang dianggap memberikan hasil yang paling efektif dan
efisien.
Pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Pengukuran waktu
kerja ini akan berhubungan denga usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku ini sangat diperlukan
terutama sekali untuk :
a. Man Power Planning (perencanaan kebutuhan tenaga kerja)
b. Estimasi biaya-biaya untuk upah karayawan atau pekerja.
c. Penjadwalan produksi dan pengangguran.
d. Perencanaan system pemberian bonus dengan insentif bagi karyawan atau pekerja
yang berprestasi.
e. Induksi keluaran (output) yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja.
Waktu baku ini merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang
memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku yang dihasilkan dalam aktivitas pengukuran kerja akan dapat digunakan sebagai
alat untuk rencana penjadwalan rencana kerja yang menyatakan berapa lama suatu kegiatan itu harus berlangsung dan berapa output yang dihasilkan serta berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
langsung, yaitu pengukurannya dilakukan secara langsung ditempat dimana pekerjaan yang diukur dijalankan, sedangkan pengukuran tidak langsung dilaksanakan tanpa si
pengamat harus ditempat pekerjaan yang diukur. (Wignjosoebroto Sritomo, 2003).
2.3.1. Pengukuran Waktu Kerja Dengan Jam Henti (Stop Wacth)
Tujuan utama dari aktifitas pengukuran kerja adalah waktu baku yang harus dicapai oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu kerja yang
dilakukan hendaknya merupakan waktu kerja yang diperoleh dari kondisi dan metode kerja yang baik. Dengan perkataan lain pengukuran waktu kerja hendaknya dilaksanakan apabila kondisi dan metode kerja dari pekerjaan yang diukur akan
diukur sudah baik. Pengukuran waktu kerja dengan jam henti diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W. Tailor sekitar abad 19 yang lalu. Metode ini terutama sekali
baik diaplikasikan untuk pekerjaan yang berlangsung secara berulang-ulang. Dari pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini dipergunakan sebagai standar penyelesaian pekerjaan
bagi semua pekerjaa yang sama seperti itu.
Pengukuran kerja dengan jam henti ini merupakan cara pengukuran yang
objektif karena disini waktu yang ditetapkan berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak cuma sekedar diestimasikan secara objektif.
Satu hal yang penting dalam pelaksanaan kerja ini ialah bahwa semua pihak
tercapai kerja sama yang sebaik-baiknya didalam pelaksanaan pengukuran secara garis besar langkah-langkah untuk melakukan pengukuran dengan stop watch adalah :
1 Mencatat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan, seperti layout planning, karakteristik / spesifikasi mesin atau peralatan lain yang digunakan.
2 Menetapkan jumlah siklus yang diukur dan dicatat. Meneliti apakah jumlah siklus kerja yang akan dilaksanakan ini sudah memenuhi atau tidak. Menguji
keseragaman data yang diambil.
3 Menetapkan performance rute dari operator saat melaksanakan aktifitas kerja yang diukur dan dicatat waktunya tersebut.
2.3.2. Melakukan Pengukuran Waktu
Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu–waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat yang telah disiapakan. Adapun langkah-langkah yang telah dikerjakan selama pengukuran
berlangsung.
1. Pengukuran Pendahuluan.
Pengukuran pendahuluan dimaksudkan untuk mengetahui berapa kali pegukuran harus dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitihan dan keyakinan yang didapat dari hasi perhitungan waktu pengamatan. Biasanya pengukuran waktu dilakukan
Tabel 2.1. Pengukuran Waktu Kerja
Keterangan :
Xij = Waktu pengamatan berturut turut (I = 1,2,3,….,1 ; = 1,2,3,…,n)
Xij = Rata rata pengamatan berturut-turut n = Jumlah sub group
L = Ukuran sup group 2. Ujian Keseragaman Data.
Tugas mengukur adalah mendapatkan data yang seragam, karena ketidak
seragaman data tanpa disadari maka, diperlukan suatu alat yang dapat “mendeteksi” batas-batas kontrol yang dibentuk dari data merupakan batas
seragam tidaknya data. Data dikatakan seragam, yaitu berasal dari sistem sebab yang sama, bila diantara kedua batas kontrol, dan tidak seragam berasal dari sistem sebab yang sama, bila berada diantara kedua batas kontrol, dan tidak seragam,
Sub
Group Waktu Pengamatan
Rata-rata Sub Group
Jumlah
Sub Group ∑ xij
1. X11 X12 X13 …. X1n X1 Σ X1n Σ X1n 2
2. X21 X22 X23 …. X2n X2n Σ X2n Σ X2n 2
3. X31 X32 X33 …. X3n X3n Σ X3n Σ X3n 2
. . . . . . . . . . . . . . . . . .
L XL1 XL2 XL3 …. XLn XLn Σ XLn Σ XLn2
∑
= = n l j Li 1
X
ij∑ ∑
= = = L l i L l i ij n l j
X
∑ ∑
= = yaitu berasal dari sistem yang berbeda, jika berada diluar batas kontrol, sistem s ebab yang sama, bila berada diantara kedua batas kontrol, dan tidak seragam, yaitu
berasal dari sistem yang berbeda, jika berada diluar batas kontrol. Yang diperhatikan dalam pengujian keseragaman adalah data yang berbeda didalam batas-batas kontrol tersebut.
a. Menghitung harga rata dari rata-rata sup group dengan
L xij
X
ij =Σ
b. Menghitung standart deviasi dari waktu pengamatan
1 − − =
∑
Nx
x
ij ijσ
c. Menghitung standar deviasi sebenarnya dari waktu pengamatan.
L
σ σ =
d. Menghitung derajat ketelitian tiap operator.
% 100
x X S =
σ
xe. Menghitung tingkat keyakinan (confidence level) CL = 100% - S%
f. Menghitung batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB)
g. Analisa keseragaman data
Data yang dihasilkan dapat dikatakan seragam, jika harga rata-rata dari sub
group berada alam batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB). Setelah dua berkumpul maka diteruskan dengan mengidentifikasi data yang terlalu besar atau data yang terkecil, dan menyimpang dari harga rata-ratanya
yang disebabkan hal-hal tertentu. Data ekstrim ini dikeluarkan dan tidak diikutsertakan dalam perhitungan selanjutnya.
h. Uji kecukupan data dapat dilakukan setelah seluruh data dari hasil pengukuran telah seragam. Uji kecukupan data dapat dihitung dengan rumus :
( )
∑
∑
−
∑
=x
x
x
n
s
k
ij ij ij N 2 2 ' 2N’ = Jumlah pengamatan teoritis yang harus dilakukan/diperlukan. N = Jumlah pengamatan yang dilakukan
S = Tingkat ketelitian
K = Koefisien distribusi normal sesuai dengan tingkat keyakinan.
K = 1 untuk tingkat keyakinan (CL) = 68,26% K= 2 untuk tingkat keyakinan (CL) = 95,46% K = 3 untuk tingkat keyakinan (CL) = 99,73%
Kesimpulan dari perhitungan yang diperoleh yaitu
a. Apabila N’ < N, berarti jumlah pengamatan yang kita butuhkan sudah
b. Apabila N’ > N, berarti jumlah pengamatan yang kita butuhkan harus ditambah lagi sesuai dengan tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian
yang diharapkan.
2.3.3 Perhitungan Waktu Baku
Perhitungan output standart merupakan langkah berikutnya setelah dilakukan pengukuran waktu kerja dan dilakukan uji keseragaman dan kecukupan data. Untuk
mendapatkan output standart perlu ditempuh langkah-langkah sebagai beriku : a. Menghitung waktu siklus rata-rata setiap elemen kegiatan (Ws) :
N
Ws=
∑
x
ijb. Menghitung waktu normal (Wn) :
Wn = Ws x p
Di mana p faktor penyesuaian yang digunakan untuk menormalkan waktu pengamatan yang diperoleh, jika pekerja dinilai bekerja secara tidak wajar.
c. Menghitung waktu baku (Wb) :
allowance Wn
Wb
(%) % 100
% 100
− −
=
2.3.4 Faktor penyesuaian (Rating Performance)
yang diukur bias “dinormalkan” kembali. Ketidaknormalan dari waktu kerja ini diakibatkan oleh operator yang bekerja secara kurang wajar yaitu bekerja dalam
tempo atau kecepatan yang tidak sebagaimana semestinya.
Waktu normal ukuran waktu yang disediakan untuk pekerjaan yang bersangkutan, karena angka ini harus dinaikkan dengan suatu waktu tambahan yang
disediakan untuk gangguan-gangguan, kebutuhan-kebutuhan pribadi operator, dan penunda-penunda yang berada di luar keluasaannya.
Westing house system’s Rating adalah sistem untuk memberikan rating
performance yang umumnya diaplikasikan di dalam aktivitas pengukuran kerja. Selain kecakapan (skill) dan usaha (effort) sebagai faktor yang mempengaruhi
performance manusia, maka Westing house menambahkan lagi dengan kondisi kerja
(working condition) dan keajekan (consistency) dari operator dalam melakukan kerja.
Tabel performance ratingwesting house dapat dilihat pada tabel 2.2
Tabel 2.2
Performance Rating dengan System Westing House
SKILL EFFORT
A2 + 0,13 A2 + 0,12 Excellent B1 + 0,11 Excellent B1 + 0,10 B2 + 0,08 B2 + 0,08 Good C1 + 0,06 Good C1 + 0,05 C2 + 0,03 C2 + 0,02 Avarage D 0,00 Avarage D 0,00 Fair E1 - 0,05 Fair E1 - 0,04 E2 - 0,10 E2 - 0,08 Poor F1 - 0,16 Poor F1 - 0,12 F2 - 0,22 F2 - 0,17
CONDITION CONSISTENCY
Ideal A + 0,06 Ideal A + 0,04 Excellent B + 0,04 Excellent B + 0,03 Good C + 0,02 Good C + 0,01 Average D 0,00 Average D 0,00 Fair E - 0,03 Fair E - 0,03 Poor F - 0,07 Poor F - 0,07
Metode westing house ini mempertimbangkan empat buah faktor dalam
mengevaluasi performance ranting, antara lain :
1. Keterampilan (skill) adalah “kecakapan atau kemampuan dalam mengerjakan
suatu metode yang diberikan”. Selanjutnya berhubungan dengan pengalaman, ditunjukkan dengan koordinasi yang baik antara pikiran dan tangan.
2. Usaha (effort) adalah “kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan oleh seorang
pada tingkat kemampuan yang dimiliki dan dapat dikontrol pada tingkat yang tinggi oleh perator.
3. Kondisi (condition) adalah “kondisi fisik lingkungan di tempat kerja.” Yang meliputi keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan. Kondisi merupakan suatu prosedur performance rating yang berpengaruh pada operator
dan bukan pada operasi.
4. Konsisten (consistensi) adalah “Suatu keadaan yang stabil dari operator dalam
melaksanakan pekerjaannya”. Faktor konsistensi ini perlu diperhatikan, karena pada kenyataannya setiap pengukuran tidak pernah terjadi angka yang sama pada pencatatan, waktu penyelesaiaan yang ditunjukkan pekerja selalu berubah dari
satu siklus ke siklus yang lain. Konsistensi dikatakan sempurna (perfect) jika waktu penyelesaian selalu sama setiap saat.
“Skill dan effort” di bagi menjadi superskill, excellent, good, average, fair,
dan poor. Sedangkan “Condition dan Consistency” di bagi menjadi ideal, excellent,
good, average, fair dan poor. (Wignjosoebroto Sritomo, 2003).
Waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah semata-mata menunjukkan bahwa operator yang berkualifikasi baik akan bekerja menyelesaikan
pekerjaan pada kecepatan/tempo kerja yang normal. Waktu normal untuk suatu operator menggambarkan lamanya waktu yang diperlukan oleh operator rata-rata bila bekerja pada langkah normal dan tanpa menghiraukan suatu waktu tambahan untuk
kebutuhan-kebutuhan pribadi, istirahat, dan penundaan-penundaan lain di luar kekuasaannya.
Waktu longgar yang dibutuhkan dan akan menginterupsikan proses produksi ini bisa diklasifikasikan menjadi kebutuhan pribadi (personal allowance). Melepas lelah (fatique allowance) dan keterlambatan yang tidak dapat dihindari (delay
allowance). (Wignjosoebroto Sritomo, 2003).
Faktor Contoh Pekerjaan Kelonggaran (%)
A. Tenaga yang dikeluarkan Ekuivalen
beban
Pria Wanita
1. Dapat diabaikan Bekerja dimeja, duduk Tanpa beban 0,0 – 6,0 0,0 – 6,0
2. Sangat ringan Bekerja dimeja, berdiri 0,00 – 2,25 kg 6,0 – 7,5 6,0 – 7,5
3. Ringan Menyekop, ringan 2,25 – 9,00 7,5 – 12,0 7,5 – 16,0
4. Sedang Mencangkul 9,00 – 18,00 12,0 – 19,0 16,0 – 30,0
5. Berat Mengayun palu yang
berat
19,00 – 27,00 19,0 – 30,0
6. Sangat berat Memanggul beban 27,00 – 50,00 30,0 – 50,0
7. Luas-biasa berat Memanggul karung
berat
Diatas 50 kg
B. Sikap kerja
1. Duduk Bekerja duduk, ringan
Badan tegak, ditumpu dua kaki
Satu kaki mengerjakan alat kontrol
Pada bagian sisi, belakang atau depan
badan
Badan dibungkukkan bertumpu pada kedua
kaki
0,00 – 1,0
2. Berdiri diatas dua kaki 1,0 – 2,5
3. Berdiri diatas satu kaki 2,5 – 4,0
4. Berbaring 2,5 – 4,0
5. Membungkuk 4,0 – 10
C. Gerakan kerja
1. Normal Ayunan bebas dari palu 0
2. Agak terbatas Ayunan terbatas dari palu 0 – 5
3. Sulit Membawa beban berat dengan satu
tangan
0 – 5
4. Pada anggota-anggota badan
terbatas
Bekerja dengan tangan diatas kepala 5 – 10
5. Seluruh anggota badan terbatas Bekerja dilorong pertambangan yang
sempit
Tabel 2.3. Besarnya kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh (Lanjutan)
Faktor Contoh Pekerjaan Kelonggaran (%)
D. Kelelahan mata *) Pencahayaan
baik
Buruk
1. Pandangan yang
terputus-putus
Membawa alat ukur 0,0 – 6,0 0,0 – 6,0
2. Pandangan yang hampir terus
menerus
Pekerjaan yang teliti 6,0 – 7,5 6,0 – 7,5
3. Pandangan terus menerus
dengan fokus berubah-ubah
Memeriksa cacat-cacat pada kain 7,5 – 12,0
12,0 – 19,0
7,5 – 16,0
16,0 – 30,0
4. Pandangan terus menerus
dengan fokus tetap
Pemeriksaan yang sangat teliti 19,0 – 30,0
30,0 – 50,0
E. Keadaan temperatur tempat kerja **)
Temperatur (OC) Kelemahan normal
Berlebihan
1. Beku Dibawah 0 Diatas 10 Diatas 12
2. Rendah 0 – 13 10 – 0 12 – 5
3. Sedang 13 – 22 5 – 0 8 – 0
4. Normal 22 – 28 0 – 5 0 – 8
5. Tinggi 28 – 38 5 – 40 8 – 100
6. Sangat tinggi Diatas – 33 diatas 40 diatas 100
F. Keadaan atmosfer ***)
1. Baik Ruang yang berventelasi baik, udara
segar 0
2. Cukup Ventilasi kurang baik, ada bau-bauan
(tidak berbahaya)
Tabel 2.3. Besarnya kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh (Lanjutan)
Faktor Contoh Pekerjaan
3. Kurang baik Adanya debu-debu beracun,
atau tidak beracun tetapi banyak
5 – 10
4. Buruk Adanya bau-bauan
berbahaya yang mengharuskan menggunakan alat-alat
pernapasan
10 – 20
G. Keadaan lingkungan yang baik
1. Bersih, sehat, cerah dengan kebisingan rendah 0
2. Siklus kerja berulang-ulang antara 5 – 10 detik 0 – 1
3. Siklus kerja berulang-ulang antara 0 – 5 detik 1 – 3
4. Sangat bising 0 – 5
5. Jika faktor-faktor yang berpengaruh dapat menurunkan kwalitas 0 – 5
6. Terasa adanya getaran lantai 5 – 10
7. Keadaan-keadaan yang luar biasa (bunyi, kebersihan, dll). 5 – 15
*) Kontras antara warna hendaknya diperhatikan **) Tergantung juga pada keadaan ventilasi
***) Dipengaruhi juga oleh ketinggian tempat kerja dari permukaan laut dan keadaan iklim
Catatan pelengkap : kelonggaran untuk kebutuhan pribadi bagi : Pria = 0 – 2,5%
2.4. Perencanaan Kapasitas Kasar
Perencanaan kapasitas kasar RCCP (Rough Cut Capacity Planning),
kemudian dibuat untuk menganalisa kemampuan dari kapasitas pabrik pada titik-titik kritis dari proses produksi berdasarkan MPS (Master Production Schedule) yang telah dibuat RCCP (Rough Cut Capacity Planning) menitik beratkan pada operasi-operasi
khusus seperti assembling akhir, pengecatan mungkin terjadi. Dengan kata lain,
RCCP (Rough Cut Capacity Planning) akan menentukan kelayakan dari MPS
(Master Production Schedule) yang dibuat, dimana RCCP (Rough Cut Capacity
Planning) akan mengkonvensi MPS (Master Production Schedule) menjadi
kebutuhan-kebutuhan kapasitas untuk sumber daya-sumber daya utama dengan
keterbatasan-keterbatasan kapasitas yang ada. Jika MPS (Master Production
Schedule) tidak layak, maka MPS (Master Production Schedule) harus direvisi,
sehingga MPS (Master Production Schedule) tersebut tetap sesuai dengan keterbatasan kapasitas yang ada. (Nasution Arman Hakim, 2003)
RCCP (Rough Cut Capacity Planning) merupakan urutan kedua dari hirarki
perencanaan prioritas kapasitas yang berperan dalam mengembangkan MPS (Master
Production Schedule). RCCP (Rough Cut Capacity Planning) melakukan validasi
terhadap MPS (Master Production Schedule) yang juga menempati urutan kedua dalam hirarki perencanaan prioritas produksi. Guna menetapkan sumber-sumber spesifik tertentu khususnya yang diperkirakan menjadi hambatan potensial (potensial
bottleneck) adalah cukup untuk melaksanakan MPS (Master Production Schedule).
(Rough Cut Capacity Planning), dengan memberikan informasi tentang tingkat produksi di masa mendatang yang akan memenuhi permintaan total itu.
Jadi penyesuaian MPS (Master Production Schedule) akan dilakukan berdasarkan hasil dari analisa RCCP (Rough Cut Capacity Planning) ini. Salah satu teknik pada proses RCCP (Rough Cut Capacity Planning) adalah perencanaan
kapasitas dengan menggunakan faktor-faktor keseluruhan. Teknik ini mengalokasikan kebutuhan-kebutuhan kapasitas untuk departemen-departemen.
Individu atau pusat-pusat kerja berdasarkan data beban kerja dimasa lalu RCCP
(Rough Cut Capacity Planning) pada umumnya mencakup periode 3 bulanan.
(Gaspersz Vincent, 2004).
Suatu produk dibuat pada beberapa stasiun kerja. Teknik RCCP (Rough Cut
Capacity Planning) digunakan untuk verikasi/menjelaskan kapasitas pada setiap
stasiun kerja. Dalam teknik ini dibandingkan antara beban mesin yang diperlukan dengan kapasitas yang sesuai/diperlukan pada setiap stasiun kerja.
(Fogarty Blackstone:Hoffmann, 2005).
Apabila permintaan konsumen melebihi kapasitas produksi yang ada maka akan berdampak, seperti :
a. Material terlanjur dibeli dan dibawa ke Shop kemudian dikerjakan atau diproses. b. Terjadi antrian
c. Lead Time tinggi (waktu penyelesaian produksi)
RCCP (Roug Cut Capacity Planning) dalam perencanaan dan pengendalian produksi dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 2.2 Peranan RCCP dalam perencanaan dan pengendalian produksi
“Sumber: Fogarty : Blackstone : Hoffman : 2004”
Keterangan gambar: perencanaan produksi melibatkan dari manajemen permintaan (Demand) dari konsumen agar diperoleh informasi untuk menjadwalkan
induk produksi secara tepat guna memenuhi permintaan. Permintaan jadwal induk produksi diperlukan faktor yang berpengaruh yaitu perencanaan kapasitas kasar
RCCP (Rough Cut Capacity Planning) agar semua jadwal produksi terkontrol dan
tepat untuk menentukan target produksi, setelah itu perencanaan kapasitas dibuat dari semua induk produksi yang berdasarkan RCCP (Rough Cut Capacity Planning) agar
bisa mendapatkan pengendalian kapasitas baik dari input atau output produksi dan siklus operasi berjalan dengan efektif, pengendalian kapasitas diperlukan dalam periode jangka pendek hal ini dilakukan agar tidak terjadi hal yang bersifat
merugikan produksi dan produksi berjalan dengan baik. Manajemen
Demand
Jadwal Induk Produksi
Perencanaan Kapasitas Kasar (RCCP)
Perencanaan Kapasitas Perencanaan
Material
Pengendalian Kapasitas Pengendalian
Material
Pengendalian Input/output
Siklus Operasi
Untuk menggunakan dan memperhitungkan teknik-teknik RCCP (Rough Cut
Capacity Planning) terbagi ada 3 teknik yang dipakai untuk mengembangkan laporan
pembebanan mesin dalam menentukan kapasitas yang diperlukan :
1. Perencanaan Kapasitas menggunakan seluruh faktor CPOF (Capacity Planning
Using Overall Factor).
Perencanaan kapasitas ini membutuhkan data input sebagai berikut :
a. MPS
Waktu yang diperlukan bagi keseluruhan pabrik dalam memproduksi 1 Typical Part.
b. Data historis
tentang perbandingan antara waktu produksi total dengan waktu produksi di masing-masing.
Total Waktu Produksi = typical time x jumlah produksi MPS (Master
Production Schedule).
Waktu produksi pada tiap mesin atau sumber daya kunci:
Total waktu produksi x proporsi
total Waktu
me Waktu
_ sin _
2. Pendekatan BOL (Bill of Labor)
Yaitu daftar waktu penyelesaian suatu produk pada setiap work center. Data input yang diperlukan
- MPS (Master Production Schedule).
- RCCP (Rough Cut Capacity Planning)
(Matrik waktu baku) x (Matrik Produksi)
Tabel 2.4 RCCP (Rough Cut Capacity Planning) dengan BOL (Bill of Labor)
Matrik Waktu Baku
Produk
WC P
1 a11
2 a12
3 a13
Matrik Produksi
Bulan
Produk J F M A M J J A S O N D
P1 b11 b12 b13 b14 B15 b16 b17 b18 b19 b110 b110 b112
Contoh BOL : 2 Produk, 2 Bulan, 2 Work Center Matrik Waktu Baku
Produk
WC P1 P2
WC1 A11 a12
WC2 A21 a22
Matrik Produksi
Bulan
Produk M1 M2
P1 b11 b12
RCCP (Rough Cut Capacity Planning)
Bulan
WC M1 M2
WC1 c11 c12
WC2 c21 c22
C11 = a11b11 + a12b21
C12 = a11b12 + a12b22
C21 = a21b11 + a22b21
C22 = a21b12 + a22b22
Cij =
∑
= n
k
kj
jk b
a
1
.
Dimana :
Cij = Waktu produksi yang direncanakan pada work center k periode j
Aik= Waktu baku k di work center i
Bkj= Produk k pada periode j
3. Profil Sumber Daya (Resources Profile)
Pada dua pendekatan sebelumnya diasumsikan semua komponen dibuat pada
periode yang sama dengan produk akhir, namun dalam kenyataan tidak demikian karena setiap komponen dari produk akhir mempunyai waktu penyelesaian yang berbeda sehingga lead timenya juga berbeda.
Contoh pendekatan profil sumber daya, 2 produk, 2 work center, 3 bulan horizon, 3 bulan lead time.
Tabel 2.5 RCCP (Rough Cut Capacity Planning) dengan Profil Sumber Daya
Profil Sumber Daya
Work Center I
Duedate
Produk 2 1 0
Bulan
Produk M1 M2 M3
P1 A112 a111 A110 P1 b11 b12 b13
P2 A212 a211 A110 P2 b21 b22 b23
Work center 2 RCCP
Work Center II
Duedate
Produk 2 1 0
Bulan
WC M1 M2 M3
P1
a122 a121 a12
0 P1
b11 b12 b13
P2
a222 a221 a22
0
P2
b21 b22 b23
Jadwal Induk :
C11 = a110.b11+a111.b12+a112.b13+a210.b21+a211.b22+a212.b23
C12 = a110.b12+a111.b13 +a210.b22+a211.b23
C13 = a110.b13 +a210.b23
C21 = a120.b11+a121.b12+a122.b13+a220.b21+a211.b22+a222.b23 (2.20)
C22 = a120.b12+a121.b13 +a220.b22+a221.b23
Pada bahasan kali ini penulis memilih teknik RCCP (Rough Cut Capacity Planning) dengan menggunakan Bill of Labor. Teknik ini dikenal dengan teknik yang sederhana
dan aplikatif. Berikut ini dapat dilihat alasan kenapa pendekatan Bill of Labor ini yang digunakan
Alasan menggunakan pendekatan Bill of Labor :
- Metode sangat sederhana - Mudah untuk memahaminya
- Mudah diaplikasikan
”Sumber: Donald, Fogarty dkk, 2004”
2.5 Peramalan (Forecasting)
Peramalan adalah proses untuk memperkirakan berapa kebutuhan di masa
akan datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, dan waktu yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun jasa.
Peramalan tidak terlalu dibutuhkan dalam kondisi permintaan pasar yang
stabil, karena perubahan permintaannya relatif kecil. Tetapi permalan akan sangat dibutuhkan bila kondisi permintaan bersifat kompleks dan dinamis. peramalan yang
akurat merupakan informasi yang sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan manajemen.
2.5.1 Meramal Horison Waktu
Peramalan biasanya diklasifikasikan berdasarkan horison waktu masa depan
a.Peramalan Jangka Panjang.
Peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan yang jangka
waktunya tiga tahun atau lebih. Digunakan dalam merencanakan produk baru, pengeluaran modal, lokasi fasilitas atau ekspansi dan penelitian serta pengembangan.
b.Peramalan Jangka Menengah.
Peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan yang jangka
waktunya tiga bulan hingga tiga tahun. Peramalan ini sangat bermanfaat dalam perencanaan penjualan, perancanaan dan penganggaran produksi, penganggaran kas dan menganalisis berbagai rencana produksi.
c.Peramalan Jangka Pendek.
Peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan yang jangka
waktunya mencapai satu tahun tetapi umumnya kurang dari tiga bulan. Peramalan jangka pendek digunakan untuk merencanakan pembelian, penjadwalan kerja, jumlah tenaga kerja, penugasan dan tingkat produksi.
2.5.2 Macam-macam Peramalan
Secara umum, peramalan diklasifikasikan menjadi 2 macam, yaitu : 1. Peramalan yang bersifat subjektif
2. Peramalan yang bersifat objektif
Perbadaan antara kedua macam peramalan ini didasarkan pada cara mendapatkan nilai-nilai ramalan. Peramalan subjektif lebih menekankan pada
meskipun kelihatannya kurang ilmiah tetapi dapat memberikan hasil yang baik. Peramalan subjektif diwakili oleh Metode Delphi dan Metode Penelitian Pasar.
a.Metode Delphi.
Metode ini merupakan cara sistemetis untuk mendapatkan keputusan bersama dari suatu grup yang terdiri dari para ahli dan berasal dari displin
ilmu yang berbeda. Metode Delphi dipakai dalam peramalan teknologi yang sudah digunakan pada pengoperasian jangka panjang. Selain itu,
metode ini bermanfaat dalam pengembangan produk baru, pengembangan kapasitas produksi, penerobosan ke segmen pasar baru, dan strategi keputusan bisnis lainnya.
b.Metode Penelitian Pasar.
Metode ini mengumpulkan dan menganalisis fakta secara sistematis pada
bidang yang berhubungan dengan pemasaran. Salah satu teknik utama dalam penelitian pasar ini adalah survei konsumen. Hasil dari penelitian pasar ini kadang-kadang juga dipakai sebagai dasar peramalan permintaan
produk baru.
Peramalan Objektif merupakan prosedur peramalan yang mengikuti
aturan-aturan matematis dan statistik dalam menunjukkan hubungan antara permintaan dengan satu atau lebih variabel yang mempengaruhinya. Selain itu, juga mengasumsikan bahwa tingkat keeratan dan macam dari hubungan antara
variabel-variabel bebas dengan permintaan yang terjadi pada masa lalu akan berulang pada masa akan datang. Peramalan obyektif terdiri atas dua metode, yaitu metode intrinsik
a.Metode Intrinsik.
Metode ini membuat peramalan hanya berdasarkan pada proyeksi
permintaan historis tanpa mempertimbangkan faktor-faktor eksternal yang mungkin mempengaruhi besarnya permintaan. Metode ini hanya cocok pada peramalan jangka pendek pada kegiatan produksi dimana dalam
rangka pengendalian produksi dan pengendalian persediaan yang sering kali perusahaan harus melibatkan banyak item yang berbeda. Metode ini
diwakili oleh analisis deret waktu (Time Series).
b.Metode Ekstrinsik.
Metode ini mempertimbangkan faktor-faktor eksternal yang mungkin dapat
mempengaruhi besarnya permintaan dimasa datang dalam model peramalannya. Metode ini lebih cocok untuk peramalan jangka panjang
karena dapat menunjukkan hubungan sebab akibat yang jelas dalam hasil peramalannya sehingga disebut metode kausal dan dapat memprediksi titik-titik perubahan. Metode ektrinsik banyak dipakai untuk peramalan pada
tingkat agregat. Metode ini diwakili oleh metode regresi.
2.5.3 Analisis Deret Waktu (Time Series)
Baik model deret berkala maupun kausal mempunyai keuntungan dalam situasi tertentu. Model deret berkala seringkali dapat digunakan dengan mudah untuk
meramal, sedangkan model kausal dapat digunakan dengan keberhasilan yang lebih besar untuk pengambilan keputusan dan kebijaksanaan. Bilamana data yang
Waktu Y
fungsi dari waktu atau sebagai fungsi dari variabel bebas, kemudian diuji. Langkah penting dalam memilih suatu metode deret berkala yang tepat adalah dengan
mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode yang paling tepat dengan pola tersebut dapat diuji. Pola data dapat dibedakan menjadi empat (4) jenis, yaitu :
a. Pola Data Horizontal (Stationary), terjadi bilamana nilai-nilai dari data
observasi berfluktuasi di sekitar nilai konstan rata-rata. Misalnya pola jenis ini terdapat bila suatu produk mempunyai jumlah penjualan yang tidak
menaik atau menurun selama beberapa waktu atau periode. Gambar dari pola horisontal (stationary) ini, seperti terlihat pada Gambar 2.3
Gambar 2.3 Pola Data Horisontal (Stationary)
b. Pola Data Musiman (Seasonal), terjadi bilamana suatu data dipengaruhi
oleh faktor musiman (kuartalan, bulanan, mingguan dan harian) dan biasanya berulang setiap tahun. Pola ini disebabkan oleh faktor cuaca,
musim libur panjang dan hari raya keagamaan yang akan berulang secara periodik setiap tahunnya. Banyak produk yang penjualannya menunjukkan
Waktu Y
Waktu Y
tertentu dan ban mobil. Contoh pola musiman kuartalan seperti terlihat pada Gambar 2.4
Gambar 2.4 Pola Data Musiman (Seasonal)
c. Pola Data Siklus (Cyclical), terjadi bilamana data observasi dipengaruhi
oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang yang berkaitan dengan siklus usaha. Ada beberapa produk yang penjualannya menunjukkan pola siklus, seperti
mobil sedan, besi baja dan perkakas atau peralatan bengkel. Pola dari jenis ini seperti terdapat pada Gambar 2.5
Waktu Y
d. Pola Data Trend (T), terjadi bilamana ada kenaikan atau penurunan dari
data observasi untuk jangka panjang. Pola ini terlihat pada penjualan
produk dari banyak perusahaan. Pola trend ini dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Pola Data Trend
”Sumber: Nasution, 2003”
2.5.4 Metode-Metode Peramalan yang Digunakan Dalam Time Series
Metode yang digunakan dalam peramalan diantaranya yaitu :
1. Metode Simple Moving Average
Adalah metode Time Series yang paling sederhana. Pada metode ini diasumsikan
bahwa pola time series hanya terdiri dari komponen Average Level dan komponen
Random Error.
Menurut Teguh Baroto, 2002 rumusnya sebagai berikut :
m
f f
f f
f t t t M
t
− −
−
− + + +
Keterangan : m = jumlah periode yang digunakan sebagai dasar peramalan (nilai m ini bila minimal 2 dan maksimal tidak ada
ditentukan secara subjektif).
^
t
f = ramalan permintaan (real) untuk periode t.
ft = permintaan aktual pada periode t.
2. Metode Weighted Moving Average
Model peramalan Time Series dalam bentuk lain dimana untuk mendapatkan
tanggapan yang lebih cepat, dilakukan dengan cara memberikan bobot lebih pada data-data periode yang terbaru dari pada periode yang terdahulu.
Menurut Teguh Baroto, 2002 rumusnya sebagai berikut :
m t m
t c f c f
f c t
f = 1 −1+ 2 1−2 + −
^ ) (
Keterangan : f t
^
= ramalan permintaan (real) untuk periode t.
ft = permintaan aktual pada periode t.
1
c = bobot masing-masing data yang digunakan (
∑
c=1),ditentukan secara subjektif.
m = jumlah periode yang digunakan untuk peramalan (subjektif)
3. Metode Exponential Smoothing
Adalah salah satu jenis metode peramalan Time Series yang didasarkan pada
Ada beberapa metode yang dikelompokkan dalam metode exponential smoothing, yaitu :
a. Single (Simple) Exponential Smoothing
b. Double Exponential Smoothing
c. Exponential Smoothing With Linear Trend
d. Double Exponential Smoothing With Linear Trend
a. Single (Simple) Exponential Smoothing
Menurut Teguh Baroto, 2002 rumusnya sebagai berikut :
^ 1 ^
) 1
( − −
+
= t t
t f f
f α α
Keterangan : ^
t
f = perkiraan pada periode t
α = suatu nilai (0 < α < 1) yang ditentukan secara subjektif
^
f = permintaan aktual pada periode t
^
1 − t
f = perkiraan permintaan pada periode t-1
b. Exponential Smoothing With Linier Trend
Merupakan sekelompok metode yang menunjukkan pembobotan menurun
secara exponential terhadap nilai observasi yang lebih tua disebut sebagai prosedur pemulusan (smoothing) exponential. Seperti halnya dengan rata -
observasi lebih lama bentuk persamaan yang digunakan dalam menghitung ramalan dengan pemulusan exponential.
FT + 1 = α Xt + ( 1 - α ) Ft
Metode ini banyak mengurangi masalah penyimpanan data, karena tidak perlu lagi menyimpanan semua data historis atau sebagian dari padanya. Cara lain untuk menuliskan peramalan diatas adalah dengan susunan sebagai berikut :
Ft+ m = Ft + α (et)
Dimana (et) adalah kesalahan ramalan (nilai sebenarnya dikurangi ramalan). (Makridakis, 1995).
c. Metode Double Exponential Smoothing
Menurut Teguh Baroto, 2002 rumusnya sebagai berikut : F’t = a 0 + a 1 t + et
Dimana a0, a1, adalah parameter proses dan e mempunyai nilai harapan dari 0.
Misalnya β = 1- α, sehingga :
Ft =
∑
−= −
+
1 0
0
t
i
t i t i
f
f β
β α
Double exponential smoothing adalah modifikasi dari exponential smoothing,
yang dirumuskan sebagai berikut :
Xt[2] = α Xt + βX[2]t-1
Keterangan : Xt[2] = F’t = peramalan double exponential smoothing
α = faktor smoothing dan β =1- α
d. Metode Double Exponential Smooting With Linier Trend
Peramalan dengan menggunakan metode exponential smoothing yang linier
dapat dilakukan dengan perhitungan yang hanya membutuhkan 3 (tiga) buah nilai data dan 1 (satu) nilai α pendekatan ini juga memberikan timbangan
(bobot) yang menurun untuk data atau observasi yang lebih lama. Dasar demikian dari pemulusan exponential smoothing yang linier adalah serupa
dengan rata-rata bergerak linier, karena kedua nilai pemulusan baik tunggal maupun ganda terdapat pada waktu sebelum data sebenarnya, bila pada data
itu