• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP) PADA PRODUK “BALE COVER” DI PT.WIHARTA KARYA AGUNG GRESIK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP) PADA PRODUK “BALE COVER” DI PT.WIHARTA KARYA AGUNG GRESIK."

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI DENGAN

MENGGUNAKAN METODE ROUGH CUT CAPACITY PLANNING

(RCCP) PADA PRODUK “BALE COVER”

DI PT.WIHARTA KARYA AGUNG GRESIK

SKRIPSI

DISUSUN OLEH :

SITI NUR KHOLIFAH

0832010065

J URUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

J AWA TIMUR

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian penelitian dengan judul “PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROUGHT CUT CAPACITY PLANNING ( RCCP ) PADA PRODUK “BALE COVER” DI PT. WIHARTA KARYA AGUNG GRESIK.”

Penelitian ini merupakan tugas wajib dan sebagai syarat untuk menyelesaikan program sarjana strata satu (S-1) di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam menyusun penelitian ini, penulis tidak lepas dari banyak pihak, yang secara langsung maupun secara tidak langsung telah turut membimbing dan mendukung penyelesaian tugas penelitian ini yang semuanya sangat besar artinya bagi penulis. Oleh karena itu, tidak lupa penulis menyampaikan rasa hormat dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP. Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.

2. Bapak Ir. Sutiyono, MS. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.

3. Bapak Dr. Ir. Minto Waluyo, MM . Selaku Kepala Jurusan Teknik Industri. 4. Bapak Drs. Pailan, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Industri, Universitas

(3)

5. Bapak Dr.Ir.Minto Waluyo, MM selaku dosen pembimbing I. 6. Ibu Ir. Nisa Masruroh, MT selaku dosen pembimbing II.

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Industri yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

8. Bapak Miftakhul Khoir, ST selaku pembimbing lapangan.

9. Kedua orang tuaku, Aba dan Ibu tercinta, yang memberi doa dan dorongan baik secara material maupun spiritual sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, pemberi do’a, semangat, suport, nasehat. They are my everything in world.

10. Kakak-kakak tercinta Mid, Hudi, Nung dan kakak Ipar fitriyah, Ina, Yuyun, Ponakan Thoriq, Zalfa, Andrian pemberi support, dan semangat.

11. Buat Om, Tante, Kakek, Sepupu yang memberi doa dan dorongan baik secara spiritual sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

12. Dian Eka Prasetya Tercinta yang selalu ada, menemani disaat senang maupun sedih, support dan penyemangat.

13. Seluruh angkatan 2008 TI paralel C khususnya Dwi, Ria, Nia, Jaja, Nuel, Kokom para sahabat seperjuangan dalam kuliah.

14. Seluruh angkatan 2008 TI dari paralel A sampai D kawan berjuang selama kuliah.

15. Buat bestie ku Geng ”Cuex Bebek” Olive, Nesia, Nandya, Tania yang selalu ada dalam suka duka, tukang bikin bahagia, love u cuex bebek.

(4)

sahabat belanja, sahabat makan, segala suka dan duka bersama mereka..muacchhh thanks for all.

17. Buat mantan si ‘DIO’ yang selalu memberi nasehat kalau lagi galau mikirin SKRIPSI.

18. Buat para penghuni kos @MA 1E 14 teman seangkatan Yanni, Maria, Cindy, Tiara yang sama-sama berjuang, sama-sama memberi suport dan nasehat terima kasih banyak. Dan adik kos Yenni dan Ninik terima kasih banyak.

19. Buat para alumni penghuni kos @MA 1E 14 mbak Hesty, mbak Nunik, mbak Janetta, mbak Pandu, mbak Fenty, mbak Linda, mbak Ratih yang selalu tak pernah lupa memberi dorongan semangat, do’a dan nasehat dalam mengerjakan skripsi. Terima kasih segala bantuannya. Beserta kepala suku bapak Wakid yang selalu ada di kos. heheheh

20. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan baik isi maupun penyajiannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun.

Akhir kata semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan semoga Tuhan memberikan balasan kepada semua pihak yang telah membantu penulis.

Surabaya, 15 Mei 2012

(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR SAMPUL

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

i

DAFTAR ISI ………... iv

DAFTAR TABEL ………... viii

DAFTAR GAMBAR ……….. ix

DAFTAR LAMPIRAN ………. x

ABSTRAKSI ……….. xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang ………..………... 1

1.2.Perumusan Masalah …………..………... 2

1.3.Batasan Masalah ..………….……….………... 2

1.4.Asumsi - asumsi ..……….…………... 3

1.5.Tujuan Penelitian ….……….…... 3

1.6.Manfaat Penelitian ………... 3

1.7.Sistematika Penulisan ………... 4

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA

2.1. Pengukuran Waktu Kerja ………... 6

(6)

2.1.2. Waktu Normal……….…………... 9

2.1.3. Waktu Siklus………... 9

2.2. Pengukuran Waktu Kerja dengan Jam Henti (Stop Watch)….. 10

2.3. Langkah – langkah Pengukuran Waktu Kerja………... 12

2.4. Kelonggaran………...…………... 16

2.5. Faktor Penyesuaian (Rating Performance)……… 19

2.6. Perencanaan Produksi………..………... 22

2.7. Perencanaan Produksi Agregat………... 23

2.8. Perencanaan kapasitas produksi …...……….…... 26

2.9. Waktu produksi Tersedia……… 30

2.10.Jadwal Induk Produksi Master Production Scehdule (MPS)... 31

2.11. Rought Cut Capacity Planning (RCCP)………... 35

2.12.Teknik-Teknik Rought Cut Capaciy Planning (RCCP)…….. 39

2.13.Peramalan……….. 42

2.14.Metode Peramalan………. 44

2.15.Ukuran Hasil Akurasi Peramalan………. 48

2.16.Uji Kondisi Diluar Kendali Moving Average Chart……… 49

2.17.Penelitian Terdahulu………. 52

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 55

3.2. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ...………… 55

(7)

3.4. Metode Pengolahan………...…………... 57

3.5. Langkah – Langkah Pemecahan Masalah………. 63

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Jumlah Tenaga Kerja dan Mesin Produksi……… 71

4.2. Jumlah Produksi dan Permintaan Produk Bale Cover……….. 72

4.3. Pengukuran Waktu Kerja………. 72

4.4. Faktor Penyesuaian dan Kelonggaran Pekerja Tiap Kegiatan

Kerja………. 75

4.5. Uji Keseragaman Data, Kecukupan Data……… 76

4.6. Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku……….. 81

4.7. Matrik Waktu Baku……….. 83

4.8. Peramalan Permintaan………. 84

4.9. Uji Verivikasi dengan MRC (Moving Range Chart)……….. 85

4.10. Peramalan dengan Metode Double Eksponensial Smooting

(DES)……… 88

4.11. Jadwal Induk Produksi (JIP)………... 89

4.12. Kapasitas Waktu Produksi dengan Menggunakan RCCP….. 90

4.13. Waktu Produksi Tersedia (Rated Production Time)……….. 91

(8)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan……….. 99

5.2 Saran……… 100

DAFTAR PUSTAKA.

(9)

ABSTRAKSI

Pada saat ini hampir semua perusahaan yang bergerak di bidang industri dihadapkan pada suatu masalah yaitu adanya tingkat persaingan yang semakin kompetitif. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk merencanakan kapasitas waktu produksi agar dapat memenuhi permintaan pasar dengan tepat waktu dan tepat jumlah.

Permasalahan yang dihadapi PT.WIHARTA KARYA AGUNG GRESIK adalah sering mengalami keterlambatan dalam penyelesaian pemesanan terutama pada produk “Bale Cover” dikarenakan pada mesin Circular Loom yaitu mesin pemintal untuk membentuk benang sudah mulai tua, sehingga perlunya analisis pengujian ulang untuk memenuhi permintaan konsumen, untuk menyelesaikan permasalahan di perusahaan tersebut digunakan metode (RCCP).

Tujuan dari penelitian ini, antara lain : Merencanakan kapasitas waktu produksi di tiap – tiap stasiun kerja yang optimal untuk memenuhi permintaan konsumen untuk 1 tahun mendatang.

Dari hasil penelitian, di Pt. Wiharta Karya Agung-Gresik masih kekurangan kapasitas waktu produksi, dari tujuh stasiun kerja hanya terdapat 3 stasiun kerja yang sudah memenuhi waktu kapasitas produksi yaitu pada stasiun kerja proses pengatur panjang pendek karung, proses pemotongan karung dan proses menekan produk jadi untuk dipacking, sedangkan 4 mesin lainnya yaitu proses pencampuran bahan baku, pembuatan benang, pemintalan untuk membentuk karung, penjahitan karung, belum memenuhi kapasitas waktu produksi, sehingga perlu adanya penigkatan kapasitas mesin, perbaikan atau perawatan mesin.

(10)

ABSTRACT

At this time virtually all companies engaged in the industry was faced with

a problemthat is the level of competition is increasingly competitive. This requires companiesto

plan

the future

capacity

of production to

meet market

demand in

a

timely and

appropriate amount.

Problems

faced PT.WIHARTA WORKS GREAT GRESIK is often experienced

delays in

the

completion

of orders,

especially in

the product "Bale Cover" CircularLoom because the machine is to form

a yarn spinning

machine is

getting

old, so the

need

to retest analysis to meet consumer

demand, to

complete problems at the company used a method (RCCP).

The purpose of this study include: Planning for future capacity of production in each -

each work station are optimal to meet the demand, and Knowing the difference inthe time of

production capacity available with the production of RCCP.

From the research, in Pt. Great Work-Gresik Wiharta still lacks the capacity of

production time, from seven work

stations there

are only 3 workstations that already

meet the production capacity at

the work

station is a

short

length

of regulatoryprocess sacks, sacks cutting process and the pressing process finished productsfor

the packed, while the 4 machines the other is the mixing process of rawmaterials, manufacturing

of yarn, spinning to form a bag, sewing bag, do not meetthe production capacity, so there needs

to

be penigkatan engine capacity, enginerepair or maintenance.

(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada saat ini hampir semua perusahaan yang bergerak di bidang industri dihadapkan pada suatu masalah yaitu adanya tingkat persaingan yang semakin kompetitif. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk merencanakan kapasitas waktu produksi agar dapat memenuhi permintaan pasar dengan tepat waktu dan tepat jumlah.

PT.WIHARTA KARYA AGUNG GRESIK merupakan perusahaan yang bergerak dibidang Packaging dan Woven Polyolefin. Produk yang dihasilkan berbagai macam dengan produk yang bervariasi, sehingga perusahaan membutuhkan mesin dan peralatan untuk menunjang proses produksi produk tersebut antara lain : Jumbo Bag / FIBC (Flexible Intermidiate Bulk Container), WPP (Woven Polyolefin Polypropylene), Bale Cover, PPMF (Poly Prepeline

Multi Filamen), Raschel.

Permasalahan yang dihadapi PT.WIHARTA KARYA AGUNG GRESIK adalah sering mengalami keterlambatan dalam penyelesaian pemesanan terutama pada produk “Bale Cover” dikarenakan pada 4 mesin yaitu mesin mixer, mesin tirex, mesin circular loom, mesin jahit tidak memenuhi kapasitas waktu produksi

(12)

2

di perusahaan tersebut dilakukan pengujian ketersediaan kapasitas waktu produksi yang tersedia didalam memenuhi jadwal induk produksi dengan membutuhkan data-data waktu produksi yang tersedia, untuk memenuhi permintaan konsumen.

1.2. Per umusan Masalah

Perumusan masalah yang akan dibahas dalam tugas akhir ini berdasar latar belakang diatas adalah “bagaimana merencanakan kapasitas waktu produksi dengan metode Rought Cut Capacity Planning (RCCP)?”

1.3. Batasan Masalah

Dalam penelitian yang akan dibahas, penulis melakukan batasan masalah pada produk Bale Cover yaitu sebagai berikut :

1. Data permintaan produk Bale Cover diambil dimulai dari periode Januari 2010 sampai Desember 2010.

2. Kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi yang dibahas hanya perencanaan kapasitas waktu produksi menggunakan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) berdasarkan Bill of Labor (BOL) dan tidak menghitung laba

perusahaan.

(13)

3

1.4. Asumsi

Dalam menunjang penyelesaian masalah dalam tugas akhir ini, asumsi yang diambil adalah sebagai berikut :

1. Proses produksi tidak mengalami perubahan selama penelitian dilaksanakan. 2. Tidak ada perubahan spesifikasi produk selama penelitian dilakukan.

3. Material dan bahan-bahan penunjang lainnya selalu tersedia.

1.5. Tujuan Penelitian

Untuk memperjelas maksud dari perumusan masalah diatas maka penulis membuat tujuan penelitian, yaitu : Merencanakan kapasitas waktu produksi di tiap – tiap stasiun kerja yang optimal.

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitihan ini adalah sebagai berikut :

1. Mendapatkan kapasitas waktu produksi di tiap – tiap stasiun kerja yang optimal untuk memenuhi permintaan konsumen.

2. Mendapatkan kapasitas waktu produksi dengan menggunakan metode RCCP. 3. Mendapatkan pengalaman dan pengetahuan secara langsung dalam bidang

industri.

(14)

4

1.7 Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan tugas akhir ini, saya selaku penulis membuat suatu susunanpenulisan secara sistematik.

Tugas akhir ini akan dibahas dalam bab-bab sebagai berikut ; BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, asumsi-asumsi, manfaat penelitian, serta sitematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini berisi tentang teori-teori yang melandasi pembahasan permasalahan dan tinjauan kepustakaan lainnya yang turut mendukung permasalahan.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini membahas langkah-langkah yang digunakan didalam melakukan pemecahan masalah sehingga penyusunan tugas akhir ini dapat lebih terarah maksud dan tujuannya.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

(15)

5

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan penutup penulisan yang menguraikan kesimpulan akhir dari penulis dan saran-saran yang dapat diberikan penulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya.

(16)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1. Pengukuran Waktu Ker ja

Pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Pengukuran waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha – usaha menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku ini sangat diperlukan terutama sekali untuk :

a. Man Power Planning ( perencanaan kebutuhan tenaga kerja ). b. Estimasi biaya – biaya untuk upah karyawan atau pekerja. c. Penjadwalan produksi dan pengangguran.

d. Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan atau pekerja yang berprestasi.

(17)

melakukan perhitungan waktu kerja tanpa si pengamat harus di tempat pekerjaan yang di ukur (Wignjosoebroto , 2003).

Tujuan utama dari aktivitas pengukuran kerja adalah waktu baku yang harus dicapai oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Jadi waktu baku pada dasarnya adalah waktu penyelesaian pekerjaan untuk suatu sistem kerja yang dijalankan pada saat pengukuran berlangsung sehingga waktu penyelesaian tersebut juga hanya berlaku untuk sistem kerja tersebut. Dari hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengukuran waktu kerja hendaknya dilaksanakan apabila kondisi dan metoda kerja dari pekerjaan yang akan diukur sudah baik. Jika belum maka, kondisi yang ada ini hendaknya diperbaiki dan kemudian distandartkan terlebih dahulu. Mempelajari kondisi kerja dan cara / metoda kerja kemudian memperbaiki serta membakukannya adalah sesuatu yang dilakukan dalam langkah penelitian pendahluan yang harus dipersiapkan dalam pengukuran waktu kerja. (Wignjosoebroto , 2003)

Proses pengukuran dan pembakuan waktu kerja dapat menggunakan beberapa macam cara yaitu menggunakan jam henti,data waktu baku,data waktu gerakan.

2.1.1 Waktu Baku

(18)

a. Menghitung waktu siklus rata – rata setiap elemen kegiatan (Ws) :

Ws =

N Xij

( 2.9 )

b. Menghitung waktu normal (Wn) :

Wn = Ws x p ( 2.10 )

Keterangan :

Wn = Waktu Normal Ws = Waktu Siklus P = Performence

∑ x = Jumlah waktu operasi pada pengamatan N = Jumlah data

Wb = Waktu Baku

dimana p adalah faktor penyesuaian. Faktor ini digunakan untuk menormalkan dari pengamatan yang diperoleh jika operator bekerja dengan kecepatn tidak wajar.

c. Menghitung waktu baku ( Wb ) :

Wb = Wn x

( )

allowance %

% 100

% 100

− ( 2.11 )

(19)

2.1.2 Waktu Nor mal

Waktu normal adalah waktu penyelesaian pekerjaan yang diselesaikan oleh pekerja dalam kondisi wajar dan kemampuan rata-rata. Secara sistematis waktu normal dapat diperoleh dari rumus berikut :

(http://www.scribd.com/doc/54828852/BAB-I-New-Ergonomi)

Waktu normal (Normal Time). Waktu yang diperlukan oleh sesorang operator yang terlatih dan memiliki ketrampilan rata-rata untuk melaksanakan suatu aktifitas dibawah kondisi dan tempo kerja normal. Waktu normal disini tidak temasuk waktu longgar yang diperlukan untuk melepas lelah (fatique), personal needs ataupun delay yang diperlukan bilamana kegiatan kerja tersebut harus dilaksanakan dalam waktu sehari penuh (8 jam/hari). (Wignjosoebroto, 2003)

2.1.3 Waktu Siklus

Waktu Siklus (Cycle Time): Waktu yang dibutuhkan seorang operator untuk menyelesaikan 1 siklus pekerjaannya termasuk untuk melakukan kerja manual dan berjalan.Terkadang diartikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 unit produk, dalam hal ini ditentukan dari proses yang paling lama (bottleneck), apakah itu pekerjaan manusia atau mesin.

=

(http://erisx.wordpress.com/2009/12/11/definisi-definisi-waktu-untuk-industri/) Waktu normal-Waktu Pengamatan = %

(20)

2.2 Pengukuran Waktu Ker ja Dengan J am Henti ( Stop watch )

Pengukuran waktu kerja dengan jam henti (stop-watch time study) diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W.Taylor sekitar abad 19 yang lalu. Metoda ini terutama sekali baik diaplikasikan untuk pekerjaan – pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang – ulang (repetitive). Dari hasil pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini akan dipergunakan sebagai standart penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan yang sama seperti itu. Menurut Wignojosoebroto (2003) Secara garis besar langkah – langkah untuk pelaksanaan pengukuran waktu kerja dengan stop watch adalah :

1. Definisi pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan beritahukan maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang dipilih untuk diamati dan supervisor yang ada.

2. Mencatat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan seperti lay out, karakteristik / spesifikasi mesin atau peralatan kerja lain yang digunakan.

3. Membagi operasi kerja dalam elemen – elemen kerja sedetail – detailnya tapi masih dalam batas – batas kemudahan untuk pengukuran waktunya.

4. Mengamati, mengukur dan mencatat waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk menyelesaikan elemen – elemen kerja tersebut.

(21)

6. Menetapkan rate of performance dari operator saat melaksanakan aktivitas kerja yang diukur dan dicatat waktunya tersebut. Rate of performance ini ditetapkan untuk setiap elemen kerja yang ada dan hanya ditujukan untuk performance operator. Untuk elemen kerja yang secara penuh dilakukan oleh mesin maka performance dianggap normal (100 %).

7. Menyesuaikan waktu pengamatan berdasarkan performance yang ditujukkan oleh operator tersebut sehingga akhirnya akan diperoleh waktu kerja normal. 8. Menetapkan waktu longgar (allowance time) guna memberikan fleksibilitas.

Waktu longgar yang akan diberikan ini guna mengahadapi kondisi – kondisi seperti kebutuhan personil yang besifat pribadi, faktor kelelahan, keterlambatan material.

9. Menetapkan waktu kerja baku (standart time), yaitu jumlah total antara waktu normal dan waktu longgar.

Kegunaan atau keuntungan pokok dari pemakaian standar data dapat diuraikan antara lain sebagai berikut :

Pelaksanaan time study akan lebih cepat dan murah.

Konsistensi dari hasil yang diperoleh bisa tetap dijaga untuk setiap

aktivitas time study. Demikian juga dengan kemungkinan terjadi error pada studi bisa dikurangi.

Tidak diperlukan time study analyst yang terlalu trampil di dalam penentuan waktu standar.

(22)

Mengurangi kericuhan yang mungkin terjadi di lapangan seperti halnya yang biasa dijumpai setiap kali aktivitas time study dilaksanakan.

Kerugian utamanya adalah proses penghimpunan standar data yang harus dilaksanakan secara intensif pada aktivitas study sebelumnya yang mana dalam hal ini akan memerlukan biaya yang tidak sedikit. (Heizer, 2005)

2.3 Langkah – langka h Pengukur an Waktu Ker ja

Untuk mendapatkan hasil yang baik dalam mengukur waktu kerja, maka tidaklah cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan menggunakan jam henti. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran dan jumlah pengukuran. Menurut Sutalaksana (2005), langkah – langkah yang perlu dilakukan dalam mengukur waktu kerja yaitu :

1. Menetapkan tujuan pengukuran

Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan kegiatan harus ditetapkan dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal–hal penting yang harus diperhatikan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, berapa tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran.

2. Melakukan penelitian pendahuluan

(23)

3. Memilih operator

Operator yang melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang begitu saja diambil dari pabrik. Operator ini haruslah mempunyai persyaratan tertentu agar pengukuran dapat berjalan baik. Starat – syarat tersebut adalah kemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama.

4. Melatih operator

Dalam keadaan ini operator harus dilatih terlebih dahulu, karena sebelum diukur operator harus terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang telah ditetapkan. Terutama bila kondisi dan cara kerja yang dipakai tidak sama dengan yang biasa dijalankan operator.

5. Mengurai pekerjaan atas elemen pekerjaan

Disini pekerjaan dipecahkan menjadi elemen pekerjaan, yang merupakan gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen – elemen inilah yang diukur waktunya (waktu siklus). Adapun alasan yang menyebabkan pentingnya melakukan penguraian pekerjaan atas elemen – elemenya yaitu untuk menjelaskan catatan tentang tata cara kerja yang dibakukan, untuk memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setiap elemen , untuk memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku, dan memungkinkan dikembangkannya data waktu standart atau tempat kerja yang bersangkutan.

6. Menyiapkan alat –alat pengukuran

(24)

a. Jam henti

b. Lembaran – lembaran pengamatan c. Pena atau pensil

d. Papan pengamatan

Ada tiga metode umum yang dipakai untuk mengukur elemen – elemen kerja dengan menggunakan jam henti (stop watch) yaitu pengukuran waktu secara terus menerus (continous timing), pengukuran waktu secara berulang – ulang (repetitive timing), dan pengukuran waktu secara penjumlahan (accumulative

timing).

Adapun uraian cara pengukuran dan pencatatan waktu kerja adalah sebagai berikut :

1. Pengukuran waktu kerja secara terus menerus (continous timing).

Pada pengukuran waktu secara terus menerus ini, pengamat kerja akan menekan tombol stop watch pada saat elemen kerja pertama dimulai dan membiarkan jarum petunjuk stop watch berjalan secara terus menerus sampai periode atau siklus kerja selesai berlangsung. Disini pengamat kerja terus mengamati jalannya jarum stop watch dan mencatat pembacaan waktu yang ditujukan setiap akhir dari elemen – elemen kerja pada lembar pengamatan. Waktu sebenarnya dari masing – masing elemen diperoleh dari pengurangan pada saat pengukuran waktu selesai dilaksanakan.

2. Pengukuran waktu kerja secara berulang – ulang (repetitive timing).

(25)

waktu kerja diukur kemudian tombol ditekan lagi dan segera jarum penunjuk bergerak untuk mengukur elemen kerja berikutnya. Dengan cara demikian maka data waktu untuk setiap elemen kerja yang diukur akan dapat dicatat secara langsung tanpa ada pekerjaan tambahan untuk pengurangan seperti yang dijumpai dalam metoda pengukuran secara terus menerus (continous timing).

3. Pengukuran waktu kerja akumulatif.

(26)

2.4 Kelonggar an

Didalam praktek banyak terjadi penentuan waktu baku dilakukan hanya dengan menjalankan beberapa kali pengukuran dan menghitung rata – ratanya. Selain data yang seragam, jumlah pengukuran yang cukup dan penyesuaian satu hal yang lain kerap kali terlupakan adalah menambah kelonggaran atas waktu normal yang telah didapatkan.

Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi (personil) menghilangkan rasa fatique, dan hambatan – hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal – hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, dan yang selama pengukuran ini tidak diamati, diukur, dicatat, ataupun dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan. ( Sutalaksana, 2005 ).

Kelonggaran dapat meliputi tiga hal :

1. Kelonggaran untuk kebutuhan pr ibadi

Yang termasuk dalam kebutuhan pribadi disini adalah hal – hal seperti minum sekedarnya untuk menhilangkan rasa haus, kekamar kecil, bercakap– cakap dengan teman sekerja sekedar untuk menhilangkan ketegangan ataupunkejenuhan dalam bekerja.

(27)

dapat bekerja dengan baik bahkan hamper dapat dipastikan produktivitasnya menurun.

Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti ini berbeda – beda dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya karena setiap pekerjaan mempunyai karakteristik sendiri – sendiri dengan tuntutan yang berbeda – beda. Penelitian yang khusus perlu dilakukan untuk menentukan besarnyakelonggaran ini secara tepat seperti dengan sampling pekerjaan ataupun secara fisiologis.

Berdasarkan penelitian ternyata besarnya kelonggaran ini bagi pekerja pria berbeda dengan pekerja wanita. Misalnya untuk pekerjaan – pekerjaan ringan pada kondisi – kondisi kerja normal pria memerlukan 2 – 2,5 % dan wanita 5 %. persentase ini adalah (waktu normal). ( Sutalaksana, 2005 ).

2. Kelonggaran untuk menghilangkan r asa fatique

Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitas. Karenanya salah satu cara menentukan besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat ada saat – saat dimana hasil produksi menurun. Tetapi masalahnya adalah kesulitan dalam menentukan pada saat – saat mana menurunya hasil produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatique karena masih banyak kemungkinan lain yang dapat menyebabkannya.

(28)

badan yang besangkutan sudah tidak dapat melakukan gerakan kerja sama sekali walaupun sangat dikehendaki.

Hal demikian jarang terjadi karena berdasrkan pengalamannya, pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa, sehingga lambatnya gearakan – gerakan kerja ditujukan untuk menghilangkan rasa fatique ini. ( Sutalaksana, 2005 )

3. Kelonggar an untuk hambatan – hambatan tak ter hindar kan

Dalam melaksanakan pekerjaanya, pekerja tidaka akan lepas dari berbagai “ hambatan “. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang berlebihan dan mengaggur dengan sengaja. Adapula hambatan yang tidak terhindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya.

Bagi hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan selain menghilangkannya, sedangkan bagi hambatan yang kedua walaupun harus diusahakan serendah mungkin, hambatan akan tetap ada dan karenanya harus diperhitungkan waktu baku.

Beberapa contoh yang termasuk dalam hambatan tak terhindarkan adalah : 1. Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.

2. Melakukan penyesuaian – penyesuaian mesin.

3. Menperbaiki kemacetan – kemacetan singkat seperti mengganti alat potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya. 4. Mengasah peralatan potong.

(29)

6. Hambatan – hambatan karena kesalahan pemakaian alat ataupun bahan.

7. Mesin berhenti karena matinya aliran listrik.

Besarnya hambatan untuk kejadian – kejadian seperti ini sangat bervariasi dari satu pekerjaan lain bahkan stasiun kerja kestasiun kerja lain karena banyaknya penyebab seperti mesin, kondisi mesin, prosedur kerja, ketelitian suplay alat dan bahan, dan sebagainya. ( Sutalaksana, 2005 )

Kelonggaran Waktu (Time Allowance).Merupakan sejumlah waktu yang harus ditambahakan dalam waktu normal untuk mengantisipasi terhadap kebutuhan waktu guna melepaskan lelah (fatique), kebutuhan-kebutuhan yang bersifat pribadi dan kondisi-kondisi menunggu/menganggur baik yang biasa dihindarkan ataupun tidak bias dihindarkan (avoidable or unavoidable delays). (Wignjosoebroto, 2003).

2.5 Faktor Penyesuaian ( Rating Performance )

(30)

Westing House System’s Rating adalah sistem untuk memberikan rating

performance yang umumnya diaplikasikan di dalam aktivitas pengukuran kerja. Selain kecakapan (skill) dan usaha (effort) sebagai faktor yang mempengaruhi performance manusia, maka Westing House menambahkan lagi dengan kondisi

kerja (working condition) dan consistency dari operator dalam melakukan kerja. Untuk table Performance Rating Westing House dpat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1.

Performance Rating dengan Sistem Westing House

SKILL EFFORT

+ 0,15 A1 Superskill

+ 0,13 A2

+ 0,11 B1 Excellent

+ 0,08 B2

+ 0,06 C1 Good

+ 0,03 C2

0,00 D Average

+ 0,05 E1 Fair

+ 0,010 E2

+ 0,16 F1 Poor

+ 0,022 F2

+ 0,13 A1 Superskill

+ 0,12 A2

+ 0,10 B1 Excellent

+ 0,08 B2

+ 0,05 C1 Good

+ 0,02 C2

0,00 D Average

+ 0,04 E1 Fair

+ 0,08 E2

+ 0,012 F1 Poor

+ 0,17 F2

CONDITION CONSISTENCY

+ 0,06 A Ideal

+ 0,04 B Excellent

+ 0,02 C Good

0,00 D Average

- 0,33 E Fair

- 0,07 F Poor

+ 0,04 A Ideal

+ 0,03 B Excellent

+ 0,01 C Good

0,00 D Average

- 0,02 E Fair

- 0,04 F Poor

(31)

Metode Westing House ini mempertimbangkan empat buah faktor dalam mengevaluasi performance rating, antara lain :

1. Keterampilan ( skill ) adalah “ Kecakapan atau kemampuan dalam mengerjakan suatu metode yang diberikan “. Selanjutnya berhubungan dengan pengalaman, ditunjukkan dengan koordinasi yang baik antara pikiran dan tangan.

2. Usaha ( effort ) adalah “ Kesungguhan yang ditujukkan atau diberikan oleh seorang operator saat melaksanakan pekerjaanya”. Usaha ditunjukkan oleh kecepatan pada tingkat kemampuan yang dimiliki dan dapat dikontrol pada tingkat yang tertinggi oleh operator.

3. Kondisi ( condition ) adalah “ Kondisi fisik lingkungan di tempat kerja “, yang meliputi keadaan pencahayaan, temperature dan kebisingan ruangan. Kondisi merupakan suatu prosedur performance rating yang berpengaruh pada operator dan bukan pada operasi.

4. Konsistensi ( consistency ) adalah “ Suatu keadaan yang stabil dari operator dalam melaksanakan pekerjaanya”. Faktor konsistensi ini perlu diperhatikan, karena pada kenyataanya setiap pengukuran tidak pernah terjadi angka yang sama pada pencatatan, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah dari satu siklus ke siklus yang lain. Konsistensi dikatakan sempurna ( perfect ) jika waktu penyelesaianya selalu sama setiap saat.

“ Skill dan Effort “ dibagi menjadi superskill, excellent, good, average, fair,

(32)

2.6 Per encanaan Pr oduk si

Dalam sistem Job-Order (tidak kontinyu), masalah lain muncul. Dalam proses semacam ini tidak ada proses manufaktur yang direncanakan sebelumnya. Biasanya diperlukan proses yang berbeda untuk setiap pesanan. Perhentian pada satu atau beberapa titik dalam lintas produksi tidak akan menghentikan keseluruhan lintas.Karena setiap produk dibuat dengan prosesnya sendiri maka produk jadi biasanya dikirimkan langsung ke konsumen.Dalam jenis Job-Order, tanggung jawab penyeimbang lintas terletak pada kelompok perancangan proses manufaktur.Sekali lintas produksi ditetapkan maka sistem ini akan tetap berjalan sampai terjadi perubahan produk atau mesin. (Kusuma, 2004).

Dalam perencanaan produksi terdapat tiga jenis perencanaan berdasarkan periode waktu yang dicakup perencanaan produksi tersebut, yaitu :

1. Perencanaan produksi jangka panjang

Perencanaan biasanya melihat 5 tahun atau lebih kedepan. Dalam artian perencanaan produksi jangka panjang berhubungan dengan efek apa yang muncul dimasa mendatang terhadap tujuan sistem dan tindakan apa yang diperlukan dalam menyesuaikan terhadap perubahan tersebut.

2. Perencanaan produksi jangka menengah

(33)

3. Perencanaan produksi jangka pendek

Perencanaan produksi jangka pendek mempunyai horizon perencanaan kurang dari 1 bulan, dan bentuk perencanaanya adalah berupa jadwal produksi. Tujuan dari dari jadwal produksi adalah menyeimbangkan permintaan actual ( yang dinyatakan dengan jumlah pesanan yang diterima ) dengan sumber daya yang tersedia ( jumlah departemen, waktu shift yang tersedia, banyaknya operator, tingkat persediaan yang dimiliki dan peralatan yang ada ),sesuai batasan–batasan yang ditetapkan pada perencanaan agregat.( Nasution, 2006 ).

2.7 Per encanaan Pr oduk si Agr egat

Dalam lingkungan industri, pertimbangan perencanaan agregat mencakup persediaan, penjadwalan kapasitas, dan sumber daya. Semakin besar fasilitas industry, masalah perencanaan dan pengendalian menjadi semakin sukar. Bagian perencanaan dan pengendalian produksi harus menjadwalkan produksi untuk memenuhi permintaan berbagai produk yang berbeda, sehingga jadwal induk yang memenuhi kebijaksanaan operasi dan pelayanan konsumen perusahaan harus dicari (Kusuma, 2004).

(34)

merupakan langkah awal aktivitas perencanaan produksi yang dipakai untuk penyusunan jadwal induk produksi ( JIP ). ( Baroto, 2004 )

Secara umum perencanaan produksi agregat dapat digambarkan sebagai berikut :

Ga mbar . 2.1.

Proses Perencanaan dan Penjadwalan Produksi ( Nasution, 2006 )

Sedang yang dimaksud dengan perencanaan produksi yaitu bagaimana mengolah data yang ada, mulai dari meramalkan permintaan konsumen, menentukan kapasitas dan fasilitas produksi yang digunakan dan terakhir mengalokasikan permintaan yang ada pada alternative produksi yang dapat digunakan. Sehingga secara lebih sederhana pembuatan rencana produksi Agregat dapat dilihat pada gambar dibawah ini. ( Nasution, 2006 ).

Kebutuhan Gudang

Peramalan

Kebutuhan Komponen dan Pemeliharaan

Estimasi Permintaan

Penyesuian

Persediaan Pesanan - pesanan

Perencanaan Produksi Agregat

(35)

PERIODIK

Gambar 2.2.

Prosedur Perencanaan Produksi Agregat ( Nasution, 2006 )

Setelah perencanaan agregat dibuat, maka hasilnya akan di disagregatkan kedalam kebutuhan – kebutuhan tahapan waktu untuk masing – masing jenis produksi ( individual product ). Perencanaan disagregat ini disebut Jadwal Induk Produksi ( master production schedule, MPS ). Jadwal induk produksi ini biasanya menunjukkan kebutuhan produksi mingguan selam periode waktu antara 6 sampai 12 bulan. Jadwal induk produksi ( MPS ) bukanlah merupakan peramalan, tetapi lebih merupakan suatu jadwal yang berisi tentang “ kapan “

PHASE 1

Peramalan Permintaaan Agregat

Time Series With Seasionals PHASE 4 Alokasi Pemintaan PadaPeriode Produksi Inventory Moving Average Exponential Smoothing Yang Lain Penetapan Tenaga Kerja : - Over time - Undertime Harga Promosi Waktu Pengiriman yang Fleksibel Produk Komplementer PHASE 2 Smooth Utilisasi Kapasitas PHASE 3 Penentuan Alternatif Produksi yang Layak

Variabel Tenaga Kerja : - Penyewaan - Pemberhen tian Backorder Subkontrak Biaya Linier Trial and Error Heuristik dan Penentuan Model (cocok untuk semua

tipe biaya) Linear Decision Rute Biaya Non Linear

(36)

produksi harus diselesaikan MPS semakin berperan dalam sistem manufaktur yang besar.

2.8 Per encanaan Kapasitas Pr oduksi

Kapasitas didefinisikan sebagai jumlah output ( produk ) maksimum yang dapat menghasilkan suatu fasilitas produksi dalam selang waktu tertentu. Dari definisi tersebut, kapasitas terbagi atas tiga perspektif yaitu :

a. Kapasitas Desain

Kapasitas ini menunjukkan output maksimum pada kondisi ideal di mana tidak terdapat konflik penjadwalan, tidak ada produk yang rusak atau cacat, dan perawatan hanya yang rutin.

b. Kapasitas Efektif

Kapasitas ini menunjukkan output maksimum pada tingkat operasi tertentu. Pada umumnya kapasitas efektif lebih rendah dari pada kapasitas desain.

c. Kapasitas Aktual

Kapasitas ini menunjukkan output nyata yang dapat dihasilkan oleh fasilitas produksi. Kapasitas actual sedapat mungkin harus diusahakan sama dengan kapasitas efektif.

(37)

mempengaruhi pembentukan kapasitas efektif ialah rancangan produk, kualitas bahan yang digunakan, sikap dan motifasi tenaga kerja, perawatan mesin / fasilitas, serta rancangan pekerjaan. Untuk perencanaan kapasitas dapat meliputi : 1. Per encanaan Kapasitas J angka Pendek

Dalam jangka pendek perencanaan kapasitas digunakan untuk pengendalian produksi, yaitu untuk melihat apakah pelaksanaan produksi telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Perencanaan kapasitas jangka pendek ini dilakukan dalam jangka waktu harian sampai dengan satu bulan kedepan.(Kusuma, 2004)

2. Per encanaan Kapasitas J angka Menengah

Dalam jangka menengah, perencanaan kapasitas digunakan untuk melihat apakah fasilitas produksi akan mampu merealisasikan jadwal induk produksi yang telah ditetapkan. Proses disagregasi telah menghasilkan suatu jadwal induk produksi yang “ kasar “. Dengan menggunakan teknik perhitungan kapasitas, maka jadwal tersebut dievaluasi sehingga diperoleh jadwal induk produksi yang lebih realistis.

Kurun waktu perencanaan kapasitas produksi yang dicakup ialah satu bulan sampai dengan satu tahun kedepan. Perencanaan dalam tahap jangka menengah ini diperlukan tambahan tools, waktu lembur, waktu shift kerja tambahan, dilakukannya subkontrak, atau penjadwalan yang lebih ketat.

( Kusuma, 2004 ).

3. Per encanaan Kapasitas J angka Panjang

(38)

fasilitas produksi. Hal yang terpentik dalam perencanaan kapasitas jangka panjang ini ialah fasilitas yang akan dibangun, jenis mesin yang akan dibeli, atau produk – produk baru yang akan dibuat. Adapun hubungan aktivitas Perencanaan Kapasitas Produksi dengan Perencanaan dan Pengendalian Produksi dapat dilihat pada bagan berikut ini : ( Kusuma, 2004 )

Perencanaan Produksi

Gambar . 2.3.

Hubungan Aktivitas Perencanaan Kapasitas dengan Perencanaan / Pengendalian Produksi

Agar dapat menyesuaikan tingkat kebutuhan kapasitas untuk menghadapi naik turunnya permintaan pasar perrlu dilakukan forecast penjualan dan merencanakan perubahan-perubahan kapasitas yang dibutuhkan. Bila hal ini tidak dilakukan, perubahan-perubahan cenderung terjadi tiba-tiba dan dratik, sehingga akan lebih memakan biaya. (Handoko, 2000).

Jangka Panjang

Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya

Perencanaan Kebutuhan Kapasitas

Pengendalian input / output Jangka Menengah Perencanaan Kapasitas

Rought - Cut

Pengendalian Aktivitas Produksi Perencanaan Kebutuhan Bahan

Penjadwalan Produksi Jangka Pendek

Perencanaan Produksi

Jadwal Induk Produksi

Peramalan

(39)

Per encanaan Kebutuhan Kapasitas.

Perencanaan kebutuhan kapasitas dapat mengidentifikasi area yang mengalami overload dan underload, sehingga dapat diketahui tindakan apa yang harus di ambil. Ada 4 level dalam hierarki perencanaan kapasitas yang di urutkan dari level tertinggi sampai terendah yaitu :

a. Resource Requirements Planning ( RRP )

Merupakan urutan tertinggi (level pertama) dari hierarki perencanaan kapasitas (capacity planning hierarchi) yang menjadi tanggung jawab dari manajemen puncak (top menegement) secara keseluruhan berkaitan dengan tenaga kerja, target inventory, serta keterbatasan fasilitas dan pabrik. Resource Requirements Planning (RRP) melakukan validasi (pengujian) terhadap

Production Planning yang juga berada dalam urutan tertinggi (level pertama) dari

hierarki perencanaan prioritas.

b. Rough Cut Capacity Planning ( RCCP )

Merupakan urutan kedua dari hierarki perencanaan kapasitas yang berperan dalam pengujian MPS. RCCP melakukan validasi terhadap MPS yang juga menempati urutan kedua dalam perencanaan hierarki perencanaan prioritas, guna menetapkan sumber-sumber daya spesifik tertentu, khususnya yang diperkirakan akan menjadi potensial bottlenecks.

c. Capacity Requirement Planning ( CRP )

(40)

Capacity Requirement Planning (CRP) merupakan suatu perencanaan

yang dilakukan dalam jangka pendek dan proses produksinya bergantung pada permintaan konsumen serta memperhitungkan jumlah bahan baku yang ada digudang.

Pada dasarnya, Perencanaan Kebutuhan Kapasitas (CRP) membandingkan kapasitas yang dibutuhkan terhadap Projected Available Capacity untuk Open Manufacturing Orders dan Planned Manufacturing Orders yang dihasilkan oleh

sistem MRP. CRP menggunakan Routing Files dan informasi pusat kerja untuk menghitung beban yang dijadwalkan pada pusat – pusat kerja, dengan mengasumsikan kapasitas tak terbatas. Apabila CRP mengindikasikan bahwa beban dari pesanan yang dikeluarkan ditambah jadwal MRP dari pesanan yang direncanakan adalah layak dari sudut pandang kapasitas, pesanan – pesanan yang direncanakan itu dikeluarkan ke PAC untuk dilaksanakan (Gasperz.2002). d. Capacity Control.

Merupakan urutan terakhir (keempat) dari hierarki perencanaan kapasitas yang berfungsi mengendalikan kapasitas. Tindakan-tindakan pengendalian meliputi : sekuens operasi (operasi sekuencing) dan pengendalian input-output (input-output control) yang memberikan daftar dari tugas-tugas yang telah diselesaikan dan penilaian terperinci.

2.9 Waktu Pr oduksi Ter sedia

(41)

memproduksinya. Menurut Handoko (2004) Rated Capacity dapat dihitung dengan rumus :

Rated Capacity = Jumlah mesin x Jam kerja x Utilisasi x Efisiensi mesin ( 2.12 )

Jam kerja / bulan = Jam kerja / hari x Hari / minggu x Minggu / bulan Dimana untuk menghitung utilisasi dan efisiensi adalah sebagai berikut :

Utilisasi =

Efisiensi =

2.10 J adwal Induk Pr oduk si Master Production Schedule ( MPS ) Perencanaan produksi menyatakan ukuran agregat dan output manufaktur suatu perusahaan. Setelah perencanaan agregat dibuat, maka hasilnya akan di-desagregasikan kedalam kebutuhan – kebutuhan berdasarkan tahapan waktu untuk masing –masing jenis produk. Perencanaan ini disebut jadwal induk produksi. ( Master Production Schedule, MPS ). Master Production Schedule biasanya

menunjukkan kebutuhan produksi mingguan selam periode waktu antara 6 sampai 12 bulan. MPS bukan merupakan peramalan, tetapi lebih merupakan suatu jadwal yang berisikan informasi tentang “ kapan “ produksi harus dielesaikan.

( Nasution, 2006 )

Pada dasarnya jadwal induk produksi ( MPS ) merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir dari suatu perusahaan industry manufaktur yang merencanakan memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu. Aktivitas penjadwalan induk produksi ( Master Production Schedulling

Jam aktual yang digunakan untuk produksi Jam yang tersedia menurut produksi Jam standart yang diperoleh atau diproduksi

(42)

).pada dasarnya berkaitan dengan bagaimana menyusun dan perperbaharui jadwal

induk produksi,memproses transaksi dari MPS, memelihara catatan MPS, memelihata aktivitas dari MPS, dan memberikan laporan evaluasi dalam periode waktu yang teratur untuk keperluan umpan balik dan tinjauan ulang. MPS berkaitan dengan pernyataan tentang produksi dan bukan pernyataan tentang pasar. MPS membentuk jalinan komunikasi antara bagian pemasaran dan bagian manufacturing sehingga seyogianya sebagian pemasaran juga mengetahui informasi yang ada pada MPS.

Penjadwalan induk produksi berkaitan dengan aktivitas melakukan empat fungsi utama yaitu sebagai berikut :

1. Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan kebutuhan material dan kapasitas material.

2. Menjadwalkan pesanan – pesanan produksi dan pembelian ( production and purcahase order ) untuk item – item MPS.

3. Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas.

(43)

Gambar . 2.4. Proses Penjadwalan Produksi Induk

Keterangan :

1. Data permintaan total merupakan salah satu sumber data bagi proses penjadwalan bagi proses penjadwalan produksi induk. Data permintaan total berkaitan dengan ramalan penjualan dan pemesanan pesanan.

2. Status Inventory berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory, pemesanan – pesanan produksi dan pembelian yang dikeluarkan, dan firm planned orders. MPS harus mengetahui secara akurat berapa banyak

inventory yang tersedia dan menentukan berapa banyak yang harus dipesan. 3. Rencana Produksi memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS harus

menjumlahkannya untuk menentukan tingkat produksi, inventory, dan sumber –sumber daya lain.

4. Data perencanaan berkaitan dengan Lost sizing yang digunakan, Shrinkage factor, safety stock, lead time dari masing –masing item.

5. Informasi dari RCCP berupa kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS menjadi salah satu input bagi MPS. Pada dasarnya MPS merupakan aktivitas perencanaan yang berada pada level yang

Rougt Cut Capacity Planning ( RCCP )

PROSES :

Penjadwalan Produksi Induk

( MPS ) INPUT :

1.Data Permintaan Total 2.Status Inventory 3.Rencana Produksi 4.Data Perencanaan 5.Informasi Data RCCP

OUTPUT :

Jadwal Produksi Induk ( MPS )

(44)

sama dalam hierarki perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas MRP. RCCP menentukan kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS,

menguji kelayakan dari MPS, dan memberikan umpan balik kepada perencana atau penyusun jadwal produksi induk ( Master Scheduler ) untuk mengambil tindakan perbaikan apabila ditemukan ketidak sesuaian antara penjadwalan produksi induk dan kapasitas tersedia.

Jadwal Induk Produksi ( JIP ) adalah suatu rencana produksi jangka pendek yang menggambarkan hubungan antara kuantitas tiap jenis produk akhir yang diinginkan dengan waktu penyediaanya. (Gaspersz, 2004).

Secara garis besar pembuatan suatu JIP biasanya dilakukan atas tahapan – tahapan sebagai berikut :

• Identifikasi sumber permintaan dan jumlahnya, sehingga dapat diketahui besarnya permintaan produk tiap akhir periodenya.

• Menentukan besarnya kapasitas produksi yang diperlukan untuk memenuhi

• permintaan yang telah diidentifikasikan. Perencanaan ini biasanya dilakukan pada tingkat agregat, sehingga masih merupakan perencanaan global. Dalam tahapan ini diidentifikasi kemampuan dari setiap sumber daya yang dimiliki untuk menentukan kesanggupan berproduksi.

(45)

2.11 Rought Cut Capacity Planning ( RCCP)

Rought Cut Capacity Planning ( RCCP ) digunakan untuk memverifikasi

kapasitas yang diperlukan untuk membuat MPS ( Jadwal Induk Produksi ). Jangka waktu perencanaan RCCP ini sama dengan MPS, biasanya 1 – 3 tahun kedepan.

Sama seperti MPS, RCCP mendapatkan laporan yang dirubah pada saat produksi. Bagaimanapun, RCCP tidak mendapatkan komponen persediaan yang sudah diproduksi dan disimpan atau pada saat diproses, sehingga kapasitas yang dibutuhkan untuk proyek jangka pendek akan bermasalah. Sumber lain yang berpotensial untuk menjadi masalah adalah jika jadwal induk produksi tidak mengandung informasi tentang perencanaan pemesanan. Rought Cut Capacity Planning digunakan untuk membuat keputusan dalam mengatur kapasitas pada

jangka waktu tertentu. Keputusan mungkin akan meliputi standart mesin dan subkontrak. ( Smith, 1989 )

(46)

mewujudkan perencanaan agregat menjadi suatu perencanaan terpisah untuk masing – masing item individu . selain itu MPS juga dapat mengevaluasi jadwal – jadwal alternative dalam hal kebutuhan kapasitas, menyediakan input sistem dan membantu manajer produksi untuk mengahasilakn prioritas – prioritas untuk penjadwalan produksi.

Untuk melakukan perhitungan kebutuhan kapasitas dengan menggunakan metode Rought Cut Capacity Planning ( RCCP ) dibutuhkan masukan berupa :

• Ramalan permintaan dan rencana produksi yang dihasilkan dari proses peramalan, perencanaan agregat, serta proses diisagregasi.

Struktur produk dan bill of material-nya.

Waktu Set Up dan waktu proses suatu produk di suatu departemen.

Jumlah produksi yang ekonomis dari produk tersebut ( EPQ : Economic Production Quantity ).

Keempat macam data tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung kebutuhan kapasitas periode per periode. Tahapan perhitungan kapasitas dengan menggunakan metode Rought Cut Capacity Planning ialah sebagai sebagai berikut :

Step 1 : Menentukan rencana produksi melalui proses peramalan dan proses perencanaan produksi.

Step 2 : Membuat struktur produk dan bill of material produk.

Step 3 : Menghitung standart waktu kerja ( Standart Run Hours : SRH ) dengan menggunakan persamaan berikut :

RunTime

EPQ SetupTime

SRH = +

(47)

EPQ : Jumlah produksi yang paling ekonomis ( dalam satuan waktu per menit ).

SRH ini menunjukkan total waktu yang dibutuhkan untuk membuat satu unit produk pada suatu kelompok mesin.

Step 4 : Menghitung kebutuhan sumber daya ( Bill of Resource ). Step 5 : Menghitung kebutuhan kasar kapasitas. ( Kusuma, 2004 )

RCCP merupakan urutan kedua dari hierarki perencanaan prioritas kapasitas yang berperan dalam mengembangkan MPS. RCCP melakukan validasi terhadap MPS yang juga menempati urutan kedua dalam herarki perencanaan prioritas produksi. Guna menetapkan sumber – sumber spesifik tertentu khususnya yang diperkirakan akan menjadi hambatan potensial ( potensial bottleneck ) adalah untuk melaksanakan MPS. Dengan demikian kita dapat

membantu manajemen untuk melaksanakan RCCP, dengan memberikan informasi tentang tingkat produksi di masa mendatang yang akan memenuhi permintaan total itu.

Jadi penyesuaian MPS akan dilakukan berdasarkan hasil dari analisa RCCP ini. Salah satu teknik pada proses RCCP adalah perencanaan kapasitas dengan menggunakan faktor – faktor keseluruhan. Teknik ini mengalokasikan kebutuhan – kebutuhan kapasitas untuk departemen – departemen, individu atau mencakup periode waktu 3 bulanan.

Apabila permintaan konsumen melebihi kapasitas produksi yang ada maka akan berdampak seperti :

(48)

• Terjadi antrian.

Lead time tinggi ( waktu menyelesaikan produk ).

Peranan RCCP dalam perencanaan dan pengendalian kapasitas dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 2.5. Peranan RCCP dalam perencanaan dan pengendalian kapasitas

Perencanaan produksi menyatakan ukuran agregat dan output manufaktur suatu perusahaan. Implementasi dari perencanaan produksi agregat kedalam perencanaan untuk masing-masing produk individual. MPS merupakan pernyataan akhir mengenai “berapa” banyak item-item akhir yang harus diproduksi dan “kapan” harus diproduksi. Biasanya MPS dikembangkan untuk periode waktu mingguan selama 6 sampai 12 bulan ke depan. (Prasetyawan, 2008). Production planning Material requirements planning Master production schedule Production activity control Demand management Final assembly scheduling Resource requirement planning Rough cut capacity planning Capacity requirement planning Input/output control Long range Medium range Short range Cap acity management techniques

Refer ensi : Chapter 12

Fogart hy D.W., Blackst one J.H., Hoffmann T.R., Product ion and Invent ory

(49)

2.12 Tek nik – Teknik Rought Cut Capacity Planning ( RCCP )

Ada 3 teknik yang dipakai untuk mengembangkan laporan pembebanan mesin dalam menentukan kapasitas yang diperlukan, adalah :

1. Per encanaan Kapasitas mengganti selur uh factor ( Capacity Planning Using Overall Factor, CPOF )

Data yang diperlukan: o MPS

o Waktu yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk o Proporsi waktu yang digunakan untuk setiap sumber daya Total Waktu Produksi = typical time x jumlah produksi ( MPS ) Waktu produksi pada tiap mesin atau sumber daya kunci.

= total waktu produksi x proporsi

WaktuTotal WaktuMesin

( 2.27 )

2. Bill of Labor

Yaitu daftar waktu penyelesaian suatu produk pada setiap work center. - Data yang diperlukan:

o MPS

o Waktu yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk o Proporsi waktu yang digunakan untuk setiap sumber daya - Jika ada n produk, maka: Kapasitas yang diperlukan = untuk seluruh i,j - Dimana:

aik = waktu yang diperlukan produk k di stasiun kerja i

bkj = jumlah produk k yang akan diproduksi pada periode j

(50)

mounth

product

Berikut ini adalah tabel matrik pendekatan Rought Cut Capacity Planning ( RCCP ) dan Boll of Labour ( BOL ) :

( Smith, 1989 )

Matr ik Wak tu

1 2 3 . .

a11

a12

a13 . .

Matr ik Pr oduksi

J P M A M J J A S O N D

P1 b11 b12 b13 b14 b15 b16 b17 b18 b19 b20 b21 b22

Contoh Bill of Labour : 2 Produk, 2 bulan, 2 work center. BILL OF LABOR

P1 P2

WC1 a11 a12

WC2 a21 a22

MPS

M1 M2

P1 b11 b12

P2 b21 b22

WC

Produk

P

Produk Bulan

Produk

(51)

RCCP

c11 = a11 . b11 + a12 . b21

c12 = a11 . b12 + a12 . b22 c21 = a22 . b11 + a22 . b21

c22 = a21 . b12+ a22 . b22 ( 2.29 )

dimana :

Cij = kapasitas yang diperlukan untuk seluruh k periode j.

Aik = waktu yang diperlukan produk k di stasiun kerja i.

Bkj = jumlah produk k yang akan diproduksi pada periode j. w w w .t i.it b.ac.id/ .../ (pak%20oyo)%20RCCP%20BARU%202008.ppt

3. RCCP = ( Matr ik waktu baku) x ( Matr ik Pr oduksi )

Berikut ini adalah tabel matrik pendekatan Rought Cut Capacity Planning (RCCP) :

( Smith, 1989 ).

- Master product schedule ( jadwal induk produksi ) - Resource profile

M1 M2

WC1 c11 c12

WC2 c21 c22

= = n k kj ik

ij a b

c

1

mounth

WC

R e s o u r c e P r o file M a s t e r s c h e d u le R C C P M o n th

2 1 0 M 1 M 2 M 3 W o r k M1 M2 M3

P r o d u c t P r o d u c t C e n te r

p1 p1 W C1

p2 a2 1 2 a2 1 2 a2 1 0 p2 b 2 1 b 2 2 b 2 3 W C2 c2 1 c2 2 c2 3 b 1 2 b 1 3 c1 1 c1 2 c1 3 a1 1 0

W o r k C e n t e r 1

M o n t h

b 1 1 T im e t o

D u e D a te

a1 1 2 a1 1 1

b a b a b a b a c b a b a b a b a b a b a

c11 110 11 111 12 112 13 210 21 211 22 212 23

(52)

• Pemilihan metoda RCCP

1. Ukuran lot diasumsikan lot-for-lot

2. Metoda BOL lebih direkomndasikan dari pada Metoda CPOF

3. Resource profile approach produk yang manufacture leadtime lama (contoh : airplane, machine tools).

2.13 Per amalan

Peramalan adalah proses untuk memperkirakan beberapa kebutuhan dimasa datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan ataupun jasa. Peramalan akan menunjukkan kecenderungan – kecenderungan dalam kebutuhan manufaktur dikemudian hari. Kebijakan – kebijakan pergantian regu kerja, rencana untuk peningkatan atau penurunan aktivitas manufaktur, atau kemungkinan perluasan pabrik sering dapat didasarkan pada ramalan – ramalan tersebut. Setiap kebijakan perusahaan tidak akan terlepas dari usaha untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat atau meningkatkan keberhasilan perusahaan untuk mencapai tujuannya pada masa akan datang. ( Nasution, 2006 ).

Dalam hubungannya dengan waktu peramalan, maka peramalan bisa diklasifikasikan kedalam tiga kelompok yaitu :

1. Peramalan jangka panjang

(53)

2. Peramalan jangka menengah

Peramalan ini umumnya 1 sampai 24 bulan. Peramalan ini lebih mengkhusus dibandingkan peramalan jangka panjang, biasanya digunakan untuk menentukan aliran kas, perencanaan peroduksi, dan penentuan anggran.

3. Peramalan jangka pendek

Peramalan ini umumnya 1 sampai 5 tahun minggu. Peramalan ini digunakan untuk mengambil keputusan dalam hal perlu tidaknya lembur, penjadwalan kerja, dan lain – lain keputusan kontrol jarak pendek.

Apabila dilihat dari sifat penyusunan maka peramalan dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :

1. Peramalan subjektif

Merupakan peramalan yang lebih menekankan pada keputusan – keputusan hasil diskusi, pendapat pribadi dan intuisi seseorang yang melakukannya.

2. Peramalan objektif

Merupakan peramalan yang didasrkan atas data yang relevan dengan masalah , dengan mengunakan teknik dan penganalisaan data tersebut. Untuk lebih memastikan bahwa peramalan yang dilakukan dapat mencapai taraf ketepatan yang optimal, maka beberapa prosedur yang yang perlu

diperhatikan adalah sebagai berikut :

(54)

2. Menentukan metode yang digunakan. Metode peramalan yang baik adalah metode yang menghasilkan penyimpangan antara hasil peramalan dengan nilai kenyataan yang sekecil mungkin.

3. Memproyeksikan data masa lalu dengan menggunakan metode yang dipergunakan, mempertimbangkan beberapa faktor.faktor – faktor perubahan tersebut antara lain terdiri dari perubahan kebijakan – kebijakan yang mungkin terjadi, termasuk perubahan kebijakan pemerintah, perkembangan teknologi dan penemuan – penemuan baru dan perbedaan dengan hasil ramalan yang ada dengan kenyataanya. ( Nasution, 2006 )

Untuk membuat peramalan permintaan, harus menggunakan suatu metode tertentu. Pada dasarnya, semua metode peramalan memiliki ide sama, yaitu menggunakan data massa lalu untuk memperkirakan atau memproyeksikan data di massa yang akan dating, Berdasarkan tekniknya, metode permalan dapat dikategorikan kedalam metode kualitatif dan metode kuantitatif. Berdasarkan tingkatan awal peramalan, meode peralaman dapat dibagi menjadi metode top-down,metode bottom-up dan metode interprestasi permintaan. (Baroto Teguh, 2002).

2.14 Metode Peramalan

(55)

Metode peramalan adalah cara memperkirakan secara kuantitatif apa yang terjadi pada masa yang akan datang, berdasarkan data yang relevan pada masa lalu. Keberhasilan dari suatu peramalan sangat ditentukan oleh :

1. Pengetahuan teknik tentang informasi data masa lalu yang dibutuhkan, informasi ini berisikan data kuantitatif.

2. Teknik dan metode peramalan.

Baik tidanya suatu peramalan yang disusun, disamping ditentukan oleh metode yang dipergunakan, juga ditentukan oleh baik tidaknya informasi kuantitatif yang dipergunakan. Selama informasi yang dipergunakan tidak dapat meyakinkan, maka hasil peramalan sukar dapat dipercaya ketepatanya.

Adapun kegunaan dari metode peramalan adalah sebagai berikut :

1. Untuk menentukan kebijaksanaan dalam penyusunan anggaran. 2. Untuk mengendalikan persediaan bahan baku.

3. Untuk membantu kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi 4. Untuk mengadakan rencana perluasan perusahaan

5. Untuk pengawasan atas pembelanjaan. ( Nasution Arman, 2006 ) Berdasarkan pola data yang diperoleh dari hasil penelitian, maka metode peramalan yang tepat untuk digunakan adalah :

1. Metode Double Exponential Smoothing With Linier Trend

Metode ini digunakan untuk memuluskan peramalan pada Exponential Smoothing With Linier Trend. Dimana rumus perhitungan untuk peramalan ini

sebagai berikut : m T S X

(56)

Dimana :

Ft+m : Nilai peramalan

Xt : nilai pengamatan pada periode t St : Faktor stationer pada saat t Tt : Faktor trend pada saat t

m : periode yang akan diramalkan 2. Metode pemulusan (Eksponensial)

Metode pemulusn eksponensial tunggal (Single Exponensial Smoothing) Metode eksponensial tunggl menmbahkan parameter α dalam modelnya untuk mengurangi factor kerandoman. Nilai peramalan yang dicari dengan menggunakan rumus berikut ini :

(

)

t t

t X F

F+1=α. + 1−α. Dimana :

t

X = Data permintaan pada periode t .

α

= Faktor/konstanta pemulusan.

1

+

t

F = Peramalan untuk periode t .

3. Linear Regression yang dapat membantu anda dalam memahami suatu trend dengan gambar layaknya sebuah kurva yang mengikuti perkembangan sebuah pergerakan harga. Dimana konsepnya hampir sama seperti ketika saat kita menggunakan Moving Average (MA).

(57)

oleh Gauss yang ahli dalam matematika pada tahun 1809. Lalu Gilbert Raff menggunakan prinsip ini dalam bertrading saham untuk pertama kalinya.

Konsep yang dipakai dalam menghitung suatu inflasi dimana pergerakan suatu harga kebutuhan pokok, ternyata dapat diterapkan dalam mengukur suatu trend harga berdasarkan grafik. Gilbert Raff mengatakan bahwa ia menggunakan Regression Channel untuk menghitung secara akurat pergerakan harga saham,

obligasi, reksadana dan komoditi.

Dimana rumus atau formula dari Linear Regression ialah sebagai berikut ; y = a + bx

a. 2 2

) ( ) )( ( X X N Y X XY N ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ b. N X b N Y ∑ − ∑

x = The current time period / Periode waktu saat ini n = The total number of time periods / Jumlah periode waktu Dalam perhitungan secara sederhana Linear Regression tersebut, Raff mengubahnya dalam bentuk hubungan dengan harga yakni : Linear Regression = Smooth Price = Moving Average (PRICE, Z)

Price = Harga saat ini

Z = Moving Average periode 1 Fungsi dar i Linear Regr ession

(58)

2.15 Ukuran Akurasi Hasil Per amalan

Ukuran statistik standart yang sering digunakan untuk pengukuran ketepatan metode peramalan dimana terdapat nilai pengamatan dan ramalan untuk n periode serta n buah kesalahan adalah :

• Kesalahan Rata – rata (ME) dan Kesalahan Rata – rata Kuadrat (MSE). Kesalahan rata – rata dapat dirumuskan sebagai berikut :

n F A ME

n

t

t t

− −

= 1

( 2.20 ) dimana :

At = permintaan actual pada periode t

Ft = ramalan permintaan untuk periode t

n = jumlah periode yang digunakan untuk peramalan

MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara matematis MSE dapat dirumuskan sebagai berikut :

(

)

=

1

2

n F A

MSE t t

(59)

rata-rata bergerak dapat diterapkan pada jenis data ataupun apapun juga. Apakah data sesuai dengan suatu kurva matematik atau tidak. (Handoko, 2000).

2.16 Uji Kondisi Diluar Kendali Moving Average Chart ( MRC )

Setelah didapat fungsi peramalan dengan deviasi standart kuadrat rata – rata kesalahan peramalan terkecil ( MSE terkecil ), kemudian perlu diadakan verifikasi apakah fungsi tersebut dapat diterapkan atau tidak, maka alat yang dipakai adalah MRC ( Moving Average Chart ).

Cara membuat MRC ( Moving Average Chart ) adalah sebagai berikut :

MR =         − −       − − − ∧ ∧ 1 1 t t t

t y y y

y

MR : Moving Range

t

y : Data hasil peramalan periode tertentu

t

y : Data permintaan periode tertentu

∧ −1 t

y : Data hasil peramalan 1 periode sebelumnya

1

t

y : Data permintaan 1 periode sebelumnya

Adapun rata – rata moving range didefinisikan sebagai berikut :

1 − =

n MR MR Dimana : −

MR : Rata – rata moving range

(60)

Garis tengah peta moving range adalah pada titik nol. Batas control atas dan bawah pada peta moving range a

Gambar

Tabel 2.1.
Gambar. 2.1.
Gambar 2.2. Prosedur Perencanaan Produksi Agregat
Gambar 2.5. Peranan RCCP dalam perencanaan dan pengendalian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan metode Rought Cut Capacity planning (RCCP), maka dapat diketahui rencana kapasitas produksi dari masing-masing

Perencanaan kapasitas produksi dengan menggunakan metode Rough Cut Capacity Planning untuk meningkatkan kapasitas produksi bisa dilakukan dengan 2 alternatif

Usulan alternatif keputusan terhadap kapasitas produksi dan rencana produksi untuk mengatasi kekurangan kapasitas pada WC V antara lain mengoreksi rencana produksi

Hal ini mengharuskan perusahaan untuk merencanakan kapasitas produksi agar dapat memenuhi permintaan pasar dengan tepat waktu dan dengan jumlah yang sesuai, sehingga

Rought Cut Capacity Planning merupakan “analisis untuk menguji ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia didalam memenuhi jadwal induk produksi (Master

Dalam memenuhi permintaan pada bulan Desember 2011 – Desember 2012 dengan menggunakan jam kerja 8 jam/shift, ternyata perusahaan masih mengalami kekurangan kapasitas waktu

Langkah-langkah yang diambil apabila terjadi kekurangan kapasitas tersedia dapat dilakukan dengan cara menambah jam kerja, penjadwalan ulang (rescheduling),

Maka dari itu, kapasitas produksi pada perusahaan ini harus diketahui terlebih dahulu agar dapat mengetahui apakah terdapat penambahan waktu kerja (lembur) dan