• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI DENGAN METODE ROUGHT CUT CAPACITY PLANNING ( RCCP ) DI PT. PETROKIMA GRESIK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI DENGAN METODE ROUGHT CUT CAPACITY PLANNING ( RCCP ) DI PT. PETROKIMA GRESIK."

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

DI PT. PETROKIMA GRESIK

SKRIPSI

O

O

l

l

e

e

h

h

:

:

MURSYID

NPM.0732010132

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,

taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

penelitian

dengan judul “PERENCANAAN KAPASITAS

WAKTU

PRODUKSI DENGAN METODE ROUGHT CUT CAPACITY PLANNING

( RCCP ) DI PT. PETROKIMIA GRESIK”.

Penelitian ini merupakan tugas wajib dan sebagai syarat untuk

menyelesaikan program sarjana strata satu (S-1) di Jurusan Teknik Industri

Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa

Timur.

Dalam menyusun penelitian ini, penulis tidak lepas dari banyak pihak,

yang secara langsung maupun secara tidak langsung telah turut membimbing dan

mendukung penyelesaian tugas penelitian ini yang semuanya sangat besar artinya

bagi penulis. Oleh karena itu, tidak lupa penulis menyampaikan rasa hormat dan

rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1.

Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP. Selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.

2.

Bapak Ir. Sutiyono, MS. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.

3.

Bapak Ir. MT. Safirin, MT. Selaku Kepala Jurusan Teknik Industri

4.

Bapak Drs. Pailan, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Industri, Universitas

(3)

5.

Bapak Ir. Rus Indianto, MT selaku dosen pembimbing I

6.

Ibu Ir. Nisa Masruroh, MT selaku dosen pembimbing II

7.

Bapak Agus Patmono selaku pembimbing lapangan

8.

Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Industri

yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

9.

Kedua Orang Tua Penulis yang senantiasa dan selalu memberikan dukungan

baik materi maupun moriil.

10.

Eka Septika (honeyQ) yang selalu menemani dan memberikan doa demi

kelancaraan penyelesaian penelitian ini.

11.

MXq yang tidak pernah lelah menemaniq disa’at kul maupun touring

12.

Seluruh angkatan 2007 TI dari paralel A sampai D, Asslab Proses

Manufaktur dan Perancangan Sistem Manufaktur

13.

Seluruh angkatan 2007 TI khususnya paralel C tercinta, yang menemani

suka maupun duka disa’at menjalani kuliah yang tidak bisa disebutin satu

persatu,’Salam Satu Jiwa’.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan baik isi

maupun penyajiannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan

kritik yang membangun.

Akhir kata semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua

pihak yang berkepentingan dan semoga Tuhan memberikan balasan kepada semua

pihak yang telah membantu penulis.

Surabaya, Mei 2011

(4)

LEMBAR SAMPUL

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ………...

DAFTAR TABEL ………...

DAFTAR GAMBAR ………..

DAFTAR LAMPIRAN ……….

ABSTRAKSI ………..

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang ………..………... 1

1.2.

Perumusan Masalah …………..………... 2

1.3.

Batasan Masalah ..………….……….………... 3

1.4.

Asumsi - asumsi ..……….…………... 3

1.5.

Tujuan Penelitian ….……….…... 4

1.6.

Manfaat Penelitian ………... 4

(5)

ii

2.2. Pengukuran Waktu Kerja dengan Jam Henti

(Stop Watch ) ……… 8

2.2.1.Cara Pegukuran dan Pencatatan Waktu Kerja …..…... 10

2.2.2. Langkah – langkah dalam melaksanakan Pengukuran

Waktu Kerja ……... 12

2.2.3. Waktu Baku………...

14

2.2.4. Kelonggaran ………...

15

2.3. Faktor Penyesuaian ( Rating Performance) ………... 18

2.4. Perencanaan Produksi ………... 21

2.5. Perencanaan Produksi Agregat ……….………... 23

2.6. Perencanaan Kapasitas Produksi... 26

2.7. Waktu Produksi Tersedia …....………..………... 28

2.8. Jadwal Induk Produksi Master Production Schedule ………...

(MPS)…………....………... 29

2.9. Perencanaan Kapasitas Kasar Rought Cut Capacity

Planning (RCCP) ……….... 33

2.10. Teknik – Teknik Rought Cut Capacity Planning (RCCP).... 37

2.11. Peramalan

………... 40

2.12. Metode Peramalan ………...

42

(6)

2.15. Peneliti Terdahulu

Muhammad Novan (2007) & Septian Tri Boedianto (2007)

………... ……….. 49

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 53

3.2. Identifikasi Variabel dan definisi Operasional ……… 53

3.3. Metode Pengumpulan Data...………. 55

3.4. Metode Pengolahann dan Analisa Data...………... 56

3.5. Langkah – langkah Pemecah Masalah...…………... 61

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengumpulan Data... 72

4.1.1. Data Jumlah Tenaga Kerja dan Mesin Produksi... 72

4.1.2. Data Perincian Jam Kerja dan Hari Kerja Karyawan... 73

4.1.3. Data Permintaan Produk Pupuk ZA (Januari 2009 –

Desember 2010)...

74

4.2. Pengukuran Waktu Kerja... 75

(7)

iv

4.4.1. Uji Keseragaman Data ……….80

4.4.2. Uji Kecukupan Data ………....81

4.4.3. Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku ………..82

4.5. Peramalan Permintaan Tahun 2011... 84

4.5.1. Membuat Plot Diagram Permintaan... 84

4.5.2. Penetapan Metode Peramalan... 85

4.5.3. Menghitung Masing-masing Kesalahan Peramalan... 85

4.5.4. Memilih Metode Dengan Nilai Kesalahan Peramalan

Terkecil... 85

4.5.5. Uji Verifikasi Data Dengan MRC

(Moving Range Chart)... 86

4.5.6. Hasil Peramalan Dengan Metode Yang Dipilih... 90

4.6. Jadwal Induk Produksi (JIP)... 91

4.7. Matrik Produksi ... 92

4.8. Matrik Waktu Baku ... 92

4.9. Rough Cut Capacity Planning (RCCP) ... 93

4.10.Perhitungan RCCP Pada Proses Reaksi & Kristalisasi …... 94

4.11. Waktu Produksi Tersedia (Rated Production Time) ... 95

4.12. Proses Proses Reaksi & Kristalisasi ………... 96

(8)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 102

5.2. Saran ... 103

(9)

vi

Tabel 2.1.

Performance Rating dengan Sistem Westing House …….... 19

Tabel 4.1.

Jumlah Tenaga Kerja dan Jumlah Mesin ... 72

Tabel 4.2.

Data Perincian Jam dan Hari Kerja Karyawan ... 73

Tabel 4.3.

Data Permintaan PT. PETROKIMIA Gresik ... 74

Tabel 4.4.

Tabel Pengamatan Waktu Proses Reaksi dan Kristalisasi .... 75

Tabel 4.5.

Tabel Pengamatan Waktu Proses Pemisahan Kristal ... 75

Tabel 4.6.

Tabel Pengamatan Waktu Proses Pengeringan Produk ...76

Tabel 4.7.

Tabel Pengamatan Waktu Proses Pengepakan ...76

Tabel 4.8.

Faktor Penyesuaian dan Kelonggaran Pekerja Tiap Kegiatan

Kerja ... 77

Tabel 4.9.

Tabel Pengolahan Data Proses Reaksi dan Kristalisasi ...78

Tabel 4.10.

Hasil Uji Keseragaman Data ... 80

Tabel 4.11.

Hasil Uji Kecukupan Data ... 81

Tabel 4.12.

Perhitungan Waktu Normal, Waktu Siklus dan

Waktu Baku ... 83

Tabel 4.13.

Nilai Kesalahan Peramalan Dari Berbagai Metode

Peramalan ... 85

Tabel 4.14.

Perhitungan Moving Range ... 88

(10)
(11)

viii

Gambar 2.1. Proses Perencanaan dan Penjadwalan Produksi ... 24

Gambar 2.2. Prosedur Perencanaan Produksi Agregat ... 25

Gambar 2.3. Hubungan Aktivitas Perencanaan Kapasitas dengan

Perencanaan / Pengendalian Produksi ... 28

Gambar 2.4. Proses Penjadwalan Produksi Induk ... 31

Gambar 2.5. Peranan RCCP dalam Perencanaan dan Pengendalian

Kapasitas ... 36

Gambar 2.6. Moving Range Chart ... 49

Gambar 3.1. Flow Chart Pemecahan Masalah ... 62

Gambar 4.1. Grafik Uji Keseragaman Data Prose Reaksi dan Kristalisasi

(12)

LAMPIRAN I

: GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

LAMPIRAN II

: PENGUKURAN WAKTU KERJA

LAMPIRAN III : PERHITUNGAN PENYESUAIAN DAN

KELONGGGARAN

LAMPIRAN IV : HASIL PERAMALAN DENGAN SOFTWARE

WIN-QSB

LAMPIRAN V : PERHITUNGAN ROUGH CUT CAPACITY

PLANNING (RCCP)

LAMPIRAN VI : PERHITUNGAN WAKTU TERSEDIA

LAMPIRAN VII : TABEL ALLOWANCE

(13)

ABSTRAKSI

Dalam memasuki Era pasar bebas dimasa ini semua perusahaan yang

bergerak di bidang industri diharapkan pada suatu masalah yaitu adanya tingkat

persaingan yang kompetitif. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk

merencanakan kapasitas produksi agar dapat memenuhi permintaan pasar dengan

tepat waktu dan dengan jumlah yang sesuai, sehingga diharapkan keuntungan

perusahaan akan meningkat.. Dalam pemenuhan kebutuhan akan produk oleh

konsumen, perusahaan perlu memperhatikan Perencanaan kapasitas dan

pengendalian aktivitas produksi yang harus dilakukan dalam pemenuhan order di

pasar.

PT. PETROKIMIA Gresik adalah perusahaan yang bergerak dalam

industri pupuk., pupuk yang dihasilkan oleh PT. PETROKIMIA Gresik adalah

pupuk ZA,NPK,UREA,PHONSKA. PT.PETROKIMIA Gresik sendiri khususnya

dalam bagian ZA, terkadang mengalami perbedaan hasil produksi dengan

peramalan data sebelumnya, yang mengakibatkan proses produksinya terhenti

yang berakibat penambahan jam lembur atau tenaga sub kontrak, dan juga

berpengaruh pada banyaknya permintaan konsumen serta pemenuhan pupuk

bersubsidi ke pemerintah,. Maka kendala yang di hadapi adalah apakah kapasitas

waktu produksi sudah dapat memenuhi permintaan konsumen.

Rought Cut Capacity Planning merupakan “analisis untuk menguji

ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia didalam memenuhi jadwal

induk produksi (Master Production Schedule) yang telah ditetapkan” dengan

Teknik Bill Of Labor (BOL).

Dari hasil penelitian, Dari empat stasiun kerja di Pt. Petrokimia-Gresik

terdapat 2 stasiun kerja masih mengalami kekurangan kapasitas produksi yaitu

pada stasiun kerja Proses Reaksi dan Kristalisasi dengan rincian bulan Januari

sebesar

6197.76 Jam/Bulan,

untuk bulan Feb sampai dengan Desember 2011

berturut-turut sebesar

6495.64

Jam/Bulan untuk Proses Pengepakan dengan rincian

bulan Januari sebesar

7437.84 Jam/Bulan,

untuk bulan Feb sampai dengan Desember

2011 berturut-turut sebesar

7521.06 Jam/Bulan. Sehingga perlu

adanya penambahan

mesin dan tenaga kerja di stasiun kerja proses reaksi dan kristalisasi dan proses

pengepakan produk

(14)

ABSTRACT

In entering free Era market a period of/to is all these of company which

active in industry expected at one particular problem of that is existence of

emulation storey;level which is kompetitif. This matter oblige company to plan

capacities produce so that/ to be can fulfill request of market punctually and with

appropriate amount, is so that expected by advantage of company will mount.. In

accomplishment of requirement of product will by consumer, company require to

pay attention Planning of capacities and operation of production activity which

must be conducted in accomplishment of order in market.

PT. PETROCHEMICAL [of] Gresik is peripatetic company in fertilizer

industry., manure yielded by PT. PETROCHEMICAL of Gresik is manure of

ZA,NPK,UREA,PHONSKA. PT.PETROKIMIA Gresik alone specially in part of

ZA, sometimes experience of difference of result produce with forecasting of

previous data, which result its production process is desisted causing addition of

overtime hour/clock or contract sub energy, as well as having an in with to the

number of request of consumer and also accomplishment of manure subsidize to

government,. Hence constraint which [in] facing is do time capacities produce

have earned to fulfill request of consumer.

Rought Cut Capacity Planning represent " analysis to test the availibility

of available production facility capacities in fulfilling production mains schedule (

Master of Production Schedule) which have been specified" with Technique of

Bill Of Labor ( BOL).

From result of research, From four station work in Pt. Petrokimia-Gresik

there are 2 station work still experience of lacking of capacities produce that is at

job station Process Reaction and of Kristalisasi with detail of January

month;moon equal to 6197.76 Hour / month;moon, for the month;moon of Feb up

to December 2011 successively equal to 6495.64 Hour / month;moon for the

Process of To packing with detail of January month;moon equal to 7437.84 Hour /

month;moon, for the month;moon of Feb up to December 2011 successively equal

to 7521.06 Hour/ month;moon. So that need the existence of addition of labour

and machine in job station process and reaction of kristalisasi process and packing

of product.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Dalam memasuki Era pasar bebas dimasa ini semua perusahaan yang

bergerak di bidang industri diharapkan pada suatu masalah yaitu adanya tingkat

persaingan yang kompetitif. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk

merencanakan kapasitas produksi agar dapat memenuhi permintaan pasar dengan

tepat waktu dan dengan jumlah yang sesuai, sehingga diharapkan keuntungan

perusahaan akan meningkat.

Kapasitas adalah jumlah dari keluaran maksimum yang bisa dihasilkan

oleh suatu fasilitas dalam satu periode waktu tertentu dan dinyatakan dalam

jumlah keluaran per satuan waktu. Dalam pemenuhan kebutuhan akan produk

oleh konsumen, perusahaan perlu memperhatikan Perencanaan kapasitas dan

pengendalian aktivitas produksi yang harus dilakukan dalam pemenuhan order di

pasar. Karena tanpa adanya perencanaan kapasitas dan pengendalian aktivitas

produksi yang tepat maka bukan tidak mungkin akan terjadi over produksi

(produksi yang berlebihan) ataupun low produksi (kekurangan produksi) dalam

proses produksinya.

(16)

sendiri khususnya dalam bagian ZA, terkadang mengalami perbedaan hasil

produksi dengan peramalan data sebelumnya, dikarenakan adanya perbedaan

antara masing – masing stasiun kerja yang masih terdapat kekurangan jam kerja

produksi, dan juga berpengaruh pada banyaknya permintaan konsumen serta

pemenuhan pupuk bersubsidi ke pemerintah,. Maka kendala yang di hadapi adalah

apakah kapasitas waktu produksi sudah dapat memenuhi permintaan konsumen.

Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut diterapkan metode Rought

Cut Capacity Planning (RCCP).

Rought Cut Capacity Planning merupakan

“analisis untuk menguji ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia

didalam memenuhi jadwal induk produksi (Master Production Schedule) yang

telah ditetapkan”. Dengan kata lain, proses ini akan menghasilkan jadwal induk

produksi yang telah disesuaikan, karena telah memberikan gambaran tentang

ketersediaan kapasitas untuk memenuhi target produksi yang disusun dalam

jadwal induk produksi. Waktu produksi secara umum diukur dalam bentuk waktu

(jam/bulan) yang ditunjukkan berdasarkan kemampuam manusia Dengan

menggunakan metode Rought Cut Capaciy Planning tersebut diharapkan

perusahaan mampu membuat perencanaan produksi yang tepat sehingga dapat

memenuhi permintaan konsumen.

1.2

Perumusan Masalah

(17)

1.3

Batasan Masalah

Dengan tanpa mengurangi maksud dan tujuan penelitian serta untuk

menyederhanakan penelitian, maka penulis melakukan pembatasan masalah yaitu

sebagai berikut :

1.

Data permintaan produk Pupuk ZA yang diambil adalah periode bulan

Januari 2009 sampai dengan Desember 2010.

2.

Kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi yang dibahas hanya

perencanaan waktu produksi menggunakan Rought Cut Capacity Planning

(RCCP) berdasarkan Bill Of Labour (BOL).

3.

Jenis produk yang akan dibahas adalah produk Pupuk ZA dan pada

perusahaan ini tidak memperhitungkan biaya (financial yang terkait).

4.

Karena sudah menggunakan 3 shift maka tidak memungkinkan penambahan

jam lembur.

5.

Tidak memperhitungkan hasil output produksi.

1.4

Asumsi

Dalam penelitian ini menggunakan beberapa asumsi yaitu sebagai berikut:

1.

Tidak adanya perubahan komposisi produk selama periode perencanaan.

2.

Material dan bahan – bahan penunjang lainnya selalu tersedia.

(18)

1.5

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulis yaitu:

1.

Menentukan kapasitas waktu produksi Pupuk ZA di tiap – tiap stasiun kerja di

PT.PETROKIMIA Gresik .

2.

Merencanakan kapasitas waktu produksi yang optimal yang diperlukan untuk

memenuhi permintaan konsumen.

3.

Merencanakan dan meramalkan Jadwal Induk Produksi pada beberapa bulan

berikutnya.

1.6

Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1.

Penulis

Untuk menambah pengetahuan mengenai perencanaan kapasitas dan

pengendalian aktivitas produksi dengan menggunakan metode Rough Cut

Capacity Planning (RCCP) serta studi banding antara pengetahuan secara teori

dan kenyataan dilapangan.

2.

Perusahaan

Dapat mengetahui waktu produksi yang ada dalam perusahaan guna

mencukupi waktu produksi yang diperlukan berdasarkan hasil peramalan

permintaan konsumen pada masa mendatang dengan menggunakan metode

RCCP dengan teknik Bill Of Labour (BOL).

3.

Universitas

(19)

selanjutnya, khususnya mengenai perencanaan kapasitas dan pengendalian

aktivitas produksi dengan mengunakan metode RCCP

dengan teknik Bill Of

Labour (BOL) .

1.7

Sistematika Penulisan

Agar lebih mudah dalam memahami penelitian ini, maka berikut disajikan

sistem penulisan yang akan dibahas pada bagian selanjutnya.

BAB I

PENDAHULUAN

Berisi gambaran umum masalah yang terdiri dari Latar Belakang,

Tujuan, Perumusan Masalah, Batasan Masalah, Asumsi, Manfaat

Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang landasan teori yang menjadi refrensi atau acuan

yang akan digunakan untuk melakukan pembahasan dan analisa

masalah nantinya, yang berisi teori metode RCCP serta

teori-teori pendukung lainnya.

BAB III METODE PENELITIAN

Mencakup lokasi pencarian data, metode pengumpulan data dan

pengolahan data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

(20)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini menyimpulkan dan memberikan saran dari hasil

penelitian dan pengolahan data tersebut.

(21)

2.1. Pengukuran Waktu Kerja

Pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan

manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Pengukuran

waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha – usaha menetapkan waktu baku

yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku ini sangat

diperlukan terutama sekali untuk :

a. Man Power Planning ( perencanaan kebutuhan tenaga kerja ).

b. Estimasi biaya – biaya untuk upah karyawan atau pekerja.

c. Penjadwalan produksi dan pengangguran.

d. Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan atau

pekerja yang berprestasi.

e. Indikasi keluaran ( output ) yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja.

Pada garis besarnya teknik – teknik pengukuran waktu kerja ini dapat

dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu pengukuran waktu secara langsung dan

pengukuran waktu secara tidak langsung. Cara pertama disebut demikian karena

pengukurannya dilaksanakan secara langsung yaitu di tempat dimana pekerjaan

yang diukur dijalankan. Dua cara termasuk didalamnya adalah cara pengukuran

kerja dengan menggunakan jam henti (stopwatch time-study) dan sampling kerja

(22)

melakukan perhitungan waktu kerja tanpa si pengamat harus di tempat pekerjaan

yang di ukur (Wignojosoebroto, 2003).

Tujuan utama dari aktivitas pengukuran kerja adalah waktu baku yang

harus dicapai oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Jadi

waktu baku pada dasarnya adalah waktu penyelesaian pekerjaan untuk suatu

sistem kerja yang dijalankan pada saat pengukuran berlangsung sehingga waktu

penyelesaian tersebut juga hanya berlaku untuk sistem kerja tersebut. Dari hal

tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengukuran waktu kerja hendaknya

dilaksanakan apabila kondisi dan metoda kerja dari pekerjaan yang akan diukur

sudah baik. Jika belum maka, kondisi yang ada ini hendaknya diperbaiki dan

kemudian distandartkan terlebih dahulu. Mempelajari kondisi kerja dan cara /

metoda kerja kemudian memperbaiki serta membakukannya adalah sesuatu yang

dilakukan dalam langkah penelitian pendahluan yang harus dipersiapkan dalam

pengukuran waktu kerja (Wignojosoebroto, 2003).

2.2 Pengukuran Waktu Kerja Dengan Jam Henti ( Stop watch )

Pengukuran waktu kerja dengan jam henti (stop-watch time study) diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W.Taylor sekitar abad 19 yang lalu.

Metoda ini terutama sekali baik diaplikasikan untuk pekerjaan – pekerjaan yang

berlangsung singkat dan berulang – ulang (repetitive). Dari hasil pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan,

yang mana waktu ini akan dipergunakan sebagai standart penyelesaian pekerjaan

(23)

Menurut Wignojosoebroto (2003) Secara garis besar langkah – langkah untuk

pelaksanaan pengukuran waktu kerja dengan stop watch adalah :

1. Definisi pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan beritahukan

maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang dipilih untuk diamati

dan supervisor yang ada.

2. Mencatat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan

seperti lay out, karakteristik / spesifikasi mesin atau peralatan kerja lain yang digunakan.

3. Membagi operasi kerja dalam elemen – elemen kerja sedetail – detailnya tapi

masih dalam batas – batas kemudahan untuk pengukuran waktunya.

4. Mengamati, mengukur dan mencatat waktu yang dibutuhkan oleh operator

untuk menyelesaikan elemen – elemen kerja tersebut.

5. Menetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur dan dicatat. Meneliti

apakah jumlah siklus kerja yang dilaksanakan ini sudah memenuhi syarat atau

tidak. Dan kemudian menguji keseragaman data yang diperoleh.

6. Menetapkan rate of performance dari operator saat melaksanakan aktivitas kerja yang diukur dan dicatat waktunya tersebut. Rate of performance ini ditetapkan untuk setiap elemen kerja yang ada dan hanya ditujukan untuk

performance operator. Untuk elemen kerja yang secara penuh dilakukan oleh

mesin maka performance dianggap normal (100 %).

(24)

8. Menetapkan waktu longgar (allowance time) guna memberikan fleksibilitas.

Waktu longgar yang akan diberikan ini guna mengahadapi kondisi – kondisi

seperti kebutuhan personil yang besifat pribadi, faktor kelelahan,

keterlambatan material.

9. Menetapkan waktu kerja baku (standart time), yaitu jumlah total antara waktu normal dan waktu longgar.

2.2.1 Cara Pengukuran dan Pencatatan Waktu Kerja

Ada tiga metode umum yang dipakai untuk mengukur elemen – elemen

kerja dengan menggunakan jam henti (stop watch) yaitu pengukuran waktu secara terus menerus (continous timing), pengukuran waktu secara berulang – ulang (repetitive timing), dan pengukuran waktu secara penjumlahan (accumulative timing).

Adapun uraian cara pengukuran dan pencatatan waktu kerja adalah

sebagai berikut :

1. Pengukuran waktu kerja secara terus menerus (continous timing).

Pada pengukuran waktu secara terus menerus ini, pengamat kerja akan

menekan tombol stop watch pada saat elemen kerja pertama dimulai dan membiarkan jarum petunjuk stop watch berjalan secara terus menerus sampai

periode atau siklus kerja selesai berlangsung. Disini pengamat kerja terus

mengamati jalannya jarum stop watch dan mencatat pembacaan waktu yang

(25)

Waktu sebenarnya dari masing – masing elemen diperoleh dari pengurangan

pada saat pengukuran waktu selesai dilaksanakan.

2. Pengukuran waktu kerja secara berulang – ulang (repetitive timing).

Pada pengukuran ini kadang – kadang disebut snap back method. Disini jarum

penunjuk stop watch akan selalu di kembalikan (snap – back) lagi ke posisi nol pada setiap akhir dari elemen kerja yang diukur. Setelah dilihat dan dicatat

waktu kerja diukur kemudian tombol ditekan lagi dan segera jarum penunjuk

bergerak untuk mengukur elemen kerja berikutnya. Dengan cara demikian

maka data waktu untuk setiap elemen kerja yang diukur akan dapat dicatat

secara langsung tanpa ada pekerjaan tambahan untuk pengurangan seperti

yang dijumpai dalam metoda pengukuran secara terus menerus (continous timing).

3. Pengukuran waktu kerja akumulatif.

Pada metode pengukuran waktu secara akumulatif ini memungkinkan

pembaca membaca data secara langsung untuk masing – masing elemen kerja

yang ada. Dalam cara ini akan digunakan dua atau lebih stop watch yang akan

bekerja sama secara bergantian. Stop watch ini akan didekatkan sekaligus pada papan pengamatan dan dihubungkan dengan suatu tuas. Apabila stop watch pertama dijalankan, maka stop watch kedua dan ketiga berhenti dan jarum akan tetap pada posisi nol. Apabila elemen kerja sudah berakhir maka

tuas ditekan yang akan menghentikan gerakan jarum dari stop watch pertama dan menggerakkan stop kedua untuk mengukur elemen kerja berikutnya.

Metode akumulatif ini memberikan keuntungan didalam hal pembacaan akan

(26)

pada saat pembacaan data waktu dilaksanakan seperti halnya yang kita jumpai

untuk pengukuran kerja dengan menggunakan satu stop watch. ( Wignjosoebroto , 2003)

2.2.2. Langkah – langkah Dalam Melaksanakan Pengukuran Waktu Kerja

Untuk mendapatkan hasil yang baik dalam mengukur waktu kerja, maka

tidaklah cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan

menggunakan jam henti. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya

dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti

yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran dan jumlah

pengukuran. Menurut Sutalaksana (2005), langkah – langkah yang perlu

dilakukan dalam mengukur waktu kerja yaitu :

1. Menetapkan tujuan pengukuran

Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan

kegiatan harus ditetapkan dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal–hal penting

yang harus diperhatikan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, berapa

tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil

pengukuran.

2. Melakukan penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mempelajari sistem dan

kondisi kerja yang ada dengan maksud melakukan perbaikan jika diperlukan

(27)

3. Memilih operator

Operator yang melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang

begitu saja diambil dari pabrik. Operator ini haruslah mempunyai persyaratan

tertentu agar pengukuran dapat berjalan baik. Starat – syarat tersebut adalah

kemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama.

4. Melatih operator

Dalam keadaan ini operator harus dilatih terlebih dahulu, karena sebelum

diukur operator harus terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang telah

ditetapkan. Terutama bila kondisi dan cara kerja yang dipakai tidak sama

dengan yang biasa dijalankan operator.

5. Mengurai pekerjaan atas elemen pekerjaan

Disini pekerjaan dipecahkan menjadi elemen pekerjaan, yang merupakan

gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen – elemen inilah

yang diukur waktunya (waktu siklus). Adapun alasan yang menyebabkan

pentingnya melakukan penguraian pekerjaan atas elemen – elemenya yaitu

untuk menjelaskan catatan tentang tata cara kerja yang dibakukan, untuk

memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setiap elemen , untuk

memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku, dan

memungkinkan dikembangkannya data waktu standart atau tempat kerja yang

bersangkutan.

(28)

Setelah kelima langkah diatas dijalankan dengan baik, maka langkah

terakhir sebelum melakukan pengamatan yaitu menyiapkan alat – alat yang

diperlukan, yaitu :

a. Jam henti

b. Lembaran – lembaran pengamatan

c. Pena atau pensil

d. Papan pengamatan

2.2.3. Waktu Baku

Waktu baku digunakan untuk menunjukan kemampuan rata-rata satu

operator yang terlatih dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dalam keadaan

normal (Niebei, 1988). Jika pengukuran – pengukuran telah selesai,langkah

selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehinggga memberikan waktu baku.

Untuk mendapatkan waktu baku maka ditempuh langkah – langkah berikut:

a. Menghitung waktu siklus rata – rata setiap elemen kegiatan (Ws) :

Ws =

N Xij

( 2.9 )

b. Menghitung waktu normal (Wn) :

Wn = Ws x p ( 2.10 )

Keterangan :

Wn = Waktu Normal

Ws = Waktu Siklus

P = Performence

∑ x = Jumlah waktu operasi pada pengamatan

(29)

Wb = Waktu Baku

dimana p adalah faktor penyesuaian. Faktor ini digunakan untuk menormalkan

dari pengamatan yang diperoleh jika operator bekerja dengan kecepatn tidak

wajar.

c. Menghitung waktu baku ( Wb ) :

Wb = Wn x

 

%allowance %

100

% 100

 ( 2.11 )

2.2.4. Kelonggaran

Didalam praktek banyak terjadi penentuan waktu baku dilakukan hanya

dengan menjalankan beberapa kali pengukuran dan menghitung rata – ratanya.

Selain data yang seragam, jumlah pengukuran yang cukup dan penyesuaian satu

hal yang lain kerap kali terlupakan adalah menambah kelonggaran atas waktu

normal yang telah didapatkan.

Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi

(personil) menghilangkan rasa fatique, dan hambatan – hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal – hal yang secara nyata dibutuhkan

oleh pekerja, dan yang selama pengukuran ini tidak diamati, diukur, dicatat,

ataupun dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu

normal, kelonggaran perlu ditambahkan.( Sutalaksana, 2005 ).

Kelonggaran dapat meliputi tiga hal :

1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi

Yang termasuk dalam kebutuhan pribadi disini adalah hal – hal seperti

(30)

cakap dengan teman sekerja sekedar untuk menhilangkan ketegangan

ataupunkejenuhan dalam bekerja.

Kebutuhan – kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak tidak

bisa, misalnya sesorang diharuskan terus bekerja dengan rasa dahaga, atau

melarang pekerja untuk sama sekali tidak bercakap – cakap sepanjang jam

kerja. Larangan demikian tidak sengaja merugikan pekerja ( karena

merupakan tuntutan psikologis dan fisiologis yang wajar ) tetapi juga

merugikan perusahaan karena dengan kondisi demikan pekerja tidak akan

dapat bekerja dengan baik bahkan hamper dapat dipastikan produktivitasnya

menurun.

Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti ini

berbeda – beda dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya karena setiap

pekerjaan mempunyai karakteristik sendiri – sendiri dengan tuntutan yang

berbeda – beda. Penelitian yang khusus perlu dilakukan untuk menentukan

besarnyakelonggaran ini secara tepat seperti dengan sampling pekerjaan

ataupun secara fisiologis.

Berdasarkan penelitian ternyata besarnya kelonggaran ini bagi pekerja pria

berbeda dengan pekerja wanita. Misalnya untuk pekerjaan – pekerjaan ringan

pada kondisi – kondisi kerja normal pria memerlukan 2 – 2,5 % dan wanita 5

%. persentase ini adalah (waktu normal). ( Sutalaksana, 2005 ).

2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique

Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik

jumlah maupun kualitas. Karenanya salah satu cara menentukan besarnya

(31)

dan mencatat ada saat – saat dimana hasil produksi menurun. Tetapi

masalahnya adalah kesulitan dalam menentukan pada saat – saat mana

menurunya hasil produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatique karena masih banyak kemungkinan lain yang dapat menyebabkannya.

Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk

menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerjja

lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique. Bila hal ini

berlangsung terus pada akhirnya akan terjadi fatique total yaitu jika anggita badan yang besangkutan sudah tidak dapat melakukan gerakan kerja sama

sekali walaupun sangat dikehendaki.

Hal demikian jarang terjadi karena berdasrkan pengalamannya, pekerja

dapat mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa, sehingga lambatnya

gearakan – gerakan kerja ditujukan untuk menghilangkan rasa fatique ini. ( Sutalaksana, 2005 )

3. Kelonggaran untuk hambatan – hambatan tak terhindarkan

Dalam melaksanakan pekerjaanya, pekerja tidaka akan lepas dari berbagai

“ hambatan “. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang

berlebihan dan mengaggur dengan sengaja. Adapula hambatan yang tidak

terhindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk

mengendalikannya.

Bagi hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan selain

menghilangkannya, sedangkan bagi hambatan yang kedua walaupun harus

diusahakan serendah mungkin, hambatan akan tetap ada dan karenanya harus

(32)

Beberapa contoh yang termasuk dalam hambatan tak terhindarkan adalah :

1. Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.

2. Melakukan penyesuaian – penyesuaian mesin.

3. Menperbaiki kemacetan – kemacetan singkat seperti mengganti alat

potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya.

4. Mengasah peralatan potong.

5. Mengambil alat – alat khusus atau bahan – bahan khusus dari gudang.

6. Hambatan – hambatan karena kesalahan pemakaian alat ataupun

bahan.

7. Mesin berhenti karena matinya aliran listrik.

Besarnya hambatan untuk kejadian – kejadian seperti ini sangat bervariasi

dari satu pekerjaan lain bahkan stasiun kerja kestasiun kerja lain karena

banyaknya penyebab seperti mesin, kondisi mesin, prosedur kerja, ketelitian

suplay alat dan bahan, dan sebagainya. ( Sutalaksana, 2005 )

2.3 Faktor Penyesuaian ( Rating Performance )

Aktivitas untuk menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja operator ini

dikenal sebagai “ Rating Performance “. Dengan melakukan rating ini diharapkan waktu kerja yang diukur bisa “ dinormalkan “ kembali. Ketidak-normalan dari

waktu kerja ini diakibatkan oleh operator yang bekerja secara kurang wajar yaitu

bekerja dalam tempo atau kecepatan yang tidak sebagaimana mestinya. Rating adalah suatu persoalan penilaian merupakan bagian dari aktivitas pengukuran

kerja dan untuk menetapkan waktu baku penyelesaian kerja tidak bisa tidak faktor

(33)

Westing House System’s Rating adalah sistem untuk memberikan rating performance yang umumnya diaplikasikan di dalam aktivitas pengukuran kerja.

[image:33.612.128.489.281.656.2]

Selain kecakapan (skill) dan usaha (effort) sebagai faktor yang mempengaruhi performance manusia, maka Westing House menambahkan lagi dengan kondisi kerja (working condition) dan consistency dari operator dalam melakukan kerja. Untuk table Performance Rating Westing House dpat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1.

Performance Rating dengan Sistem Westing House

SKILL EFFORT

+ 0,15 A1 Superskill

+ 0,13 A2

+ 0,11 B1 Excellent

+ 0,08 B2

+ 0,06 C1 Good

+ 0,03 C2

0,00 D Average

+ 0,05 E1 Fair

+ 0,010 E2

+ 0,16 F1 Poor

+ 0,022 F2

+ 0,13 A1 Superskill

+ 0,12 A2

+ 0,10 B1 Excellent

+ 0,08 B2

+ 0,05 C1 Good

+ 0,02 C2

0,00 D Average

+ 0,04 E1 Fair

+ 0,08 E2

+ 0,012 F1 Poor

+ 0,17 F2

CONDITION CONSISTENCY

+ 0,06 A Ideal

+ 0,04 B Excellent

+ 0,02 C Good

0,00 D Average

- 0,33 E Fair

- 0,07 F Poor

+ 0,04 A Ideal

+ 0,03 B Excellent

+ 0,01 C Good

0,00 D Average

- 0,02 E Fair

- 0,04 F Poor

Sumber Wignojosoebroto (2003 )

(34)

1. Keterampilan ( skill ) adalah “ Kecakapan atau kemampuan dalam mengerjakan suatu metode yang diberikan “. Selanjutnya berhubungan dengan pengalaman,

ditunjukkan dengan koordinasi yang baik antara pikiran dan tangan.

2. Usaha ( effort ) adalah “ Kesungguhan yang ditujukkan atau diberikan oleh seorang operator saat melaksanakan pekerjaanya”. Usaha ditunjukkan oleh

kecepatan pada tingkat kemampuan yang dimiliki dan dapat dikontrol pada

tingkat yang tertinggi oleh operator.

3. Kondisi ( condition ) adalah “ Kondisi fisik lingkungan di tempat kerja “, yang meliputi keadaan pencahayaan, temperature dan kebisingan ruangan. Kondisi

merupakan suatu prosedur performance rating yang berpengaruh pada operator

dan bukan pada operasi.

4. Konsistensi ( consistency ) adalah “ Suatu keadaan yang stabil dari operator dalam melaksanakan pekerjaanya”. Faktor konsistensi ini perlu diperhatikan,

karena pada kenyataanya setiap pengukuran tidak pernah terjadi angka yang

sama pada pencatatan, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu

berubah dari satu siklus ke siklus yang lain. Konsistensi dikatakan sempurna ( perfect ) jika waktu penyelesaianya selalu sama setiap saat.

(35)

2.4 Perencanaan Produksi

Perencanaan produksi merupakan kegiatan yang bertujuan arah awal dari

tindakan – tindakan yang harus dilakukan dimasa mendatang, apa yang harus

dilakukan, berapa banyak melakukannya dan kapan harus melakukan. Oleh

karena itu perencanaan tidak akan selalu memberikan hasil sebagaimana yang

diharapkan dalam rencana tersebut, sehingga setiap perencanaan yang dibuat

harus dievaluasi secara berkala dengan jalan melakukan pengendalian.

Pekerjaan pengendalian produksi akan sangat bergantung pada ada

tidaknya penyimpangan dalam pelaksanan produksi terhadap rencana produksi

yang telah dibuat sebelumnya. Bila penyimpangan yang terjadi cukup besar, maka

perlu diadakan tindakan – tindakan penyesuaian untuk membenahi penyimpangan

yang terjadi. Hasil penyesuaian yang dilakukan ini akan menjadikan dasar dalam

menyusun rencana produksi selanjutnya.

Dengan mempersiapkan rencana produksi, kita harus memikirkan bahwa

jika ada permintaan yang harus dipenuhi, menurut Nasution (2006) terdapat tiga

macam sumber yang dapat digunakan dalam mempersiakan rencana produksi

yaitu :

1. Persediaan yang ada atau yang sedang dilakukan.

2. Persediaan yang ada atau yang masih digudang.

3. Produksi dan persediaan yang masih ada.

Peranan perencanaan produksi adalah mengkoordinasikan kegiatan dari

bagian – bagian yang langsung dan tidak langsung menjadwalkan, dan

(36)

output yang dihasilkan sehingga perusahaan betul – betul dapat menghasilkan

barang dan jasa dengan efektif dan efisien.

Dalam menjadwalkan kegiatan produksi tersebut maka tahap perencanaanya

harus mempunyai sifat berjangka waktu, berjenjang, terpadu, terukur,

berkelanjutan, realistis, akurat, dan menantang. ( Nasution, 2006 )

Dalam perencanaan produksi terdapat tiga jenis perencanaan berdasarkan

periode waktu yang dicakup perencanaan produksi tersebut, yaitu :

1. Perencanaan produksi jangka panjang

Perencanaan biasanya melihat 5 tahun atau lebih kedepan. Dalam artian

perencanaan produksi jangka panjang berhubungan dengan efek apa yang

muncul dimasa mendatang terhadap tujuan sistem dan tindakan apa yang

diperlukan dalam menyesuaikan terhadap perubahan tersebut.

2. Perencanaan produksi jangka menengah

Perencanaan produksi jangka menengah mempunyai horizon antara 1

sampai 12 bulan, dan dikembangkan berdasarkan kerangka yang telah

ditetapkan pada perencanaan produksi jangka panjang. Perencanaan ini

didasarkan pada peramalan permintaan tahunan dari bulan dan sumber daya

produktif yang ada ( jumlah tenaga kerja, tingkat persediaan, biaya produksi,

jumlah supplier, dan subkontraktor ), dengan asumsi kapasitas produksi relatif

tetap.

3. Perencanaan produksi jangka pendek

Perencanaan produksi jangka pendek mempunyai horizon perencanaan

kurang dari 1 bulan, dan bentuk perencanaanya adalah berupa jadwal produksi.

(37)

yang dinyatakan dengan jumlah pesanan yang diterima ) dengan sumber daya

yang tersedia ( jumlah departemen, waktu shift yang tersedia, banyaknya

operator, tingkat persediaan yang dimiliki dan peralatan yang ada ),sesuai

batasan–batasan yang ditetapkan pada perencanaan agregat.( Nasution, 2006 ).

2.5 Perencanaan produksi agregat

Dalam lingkungan industri, pertimbangan perencanaan agregat mencakup

persediaan, penjadwalan kapasitas, dan sumber daya. Semakin besar fasilitas

industry, masalah perencanaan dan pengendalian menjadi semakin sukar. Bagian

perencanaan dan pengendalian produksi harus menjadwalkan produksi untuk

memenuhi permintaan berbagai produk yang berbeda, sehingga jadwal induk yang

memenuhi kebijaksanaan operasi dan pelayanan konsumen perusahaan harus

dicari (Kusuma, 2004).

Perencanaan produksi agregat merupakan produksi jangka menengah.

Perencanaanya berkisar antara 1 sampai 24 bulan atau bisa bervariasi dari 1

sampai 3 tahun. Perencanaan tersebut tergantung pada karakteristik produk dan

jangka waktu produksi. Tujuan dari perencanaan agregat ini adalah menyusun

suatu rencana produksi untuk memenuhi permintaan pada waktu yang tepat

dengan menggunakan sumber – sumber atau alternative – alternative yang tersedia

dengan biaya yang paling minimum keseluruhan produk. Perencanaan agregat ini

merupakan langkah awal aktivitas perencanaan produksi yang dipakai untuk

(38)
[image:38.612.130.512.112.499.2]

Secara umum perencanaan produksi agregat dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar. 2.1.

Proses Perencanaan dan Penjadwalan Produksi

( Nasution, 2006 )

Sedang yang dimaksud dengan perencanaan produksi yaitu bagaimana

mengolah data yang ada, mulai dari meramalkan permintaan konsumen,

menentukan kapasitas dan fasilitas produksi yang digunakan dan terakhir

mengalokasikan permintaan yang ada pada alternative produksi yang dapat

digunakan. Sehingga secara lebih sederhana pembuatan rencana produksi Agregat

dapat dilihat pada gambar dibawah ini. ( Nasution, 2006 ). Kebutuhan Gudang

Peramalan

Kebutuhan Komponen dan Pemeliharaan

Estimasi Permintaan Penyesuian

Persediaan Pesanan - pesanan

Perencanaan Produksi Agregat

(39)

PERIODIK

[image:39.612.124.552.86.515.2]

Gambar 2.2.

Prosedur Perencanaan Produksi Agregat ( Nasution, 2006 )

Setelah perencanaan agregat dibuat, maka hasilnya akan di disagregatkan

kedalam kebutuhan – kebutuhan tahapan waktu untuk masing – masing jenis

produksi ( individual product ). Perencanaan disagregat ini disebut Jadwal Induk Produksi ( master production schedule, MPS ). Jadwal induk produksi ini biasanya menunjukkan kebutuhan produksi mingguan selam periode waktu antara

6 sampai 12 bulan. Jadwal induk produksi ( MPS ) bukanlah merupakan

peramalan, tetapi lebih merupakan suatu jadwal yang berisi tentang “ kapan “ PHASE 1

Peramalan Permintaaan Agregat

Time Series With Seasionals PHASE 4 Alokasi Pemintaan PadaPeriode Produksi Inventory Moving Average Exponential Smoothing Yang Lain Penetapan Tenaga Kerja : -Over time -Undertime Harga Promosi Waktu Pengiriman yang Fleksibel Produk Komplementer PHASE 2 Smooth Utilisasi Kapasitas PHASE 3 Penentuan Alternatif Produksi yang Layak

Variabel Tenaga Kerja : -Penyewaan -Pemberhentian Backorder Subkontrak Biaya Linier Trial and Error Heuristik dan Penentuan Model (cocok untuk semua

tipe biaya) Linear Decision Rute Biaya Non Linear

(40)

produksi harus diselesaikan MPS semakin berperan dalam sistem manufaktur

yang besar.

2.6 Perencanaan Kapasitas Produksi

Kapasitas didefinisikan sebagai jumlah output ( produk ) maksimum yang

dapat menghasilkan suatu fasilitas produksi dalam selang waktu tertentu. Dari

definisi tersebut, kapasitas terbagi atas tiga perspektif yaitu :

a. Kapasitas Desain

Kapasitas ini menunjukkan output maksimum pada kondisi ideal di mana

tidak terdapat konflik penjadwalan, tidak ada produk yang rusak atau

cacat, dan perawatan hanya yang rutin.

b. Kapasitas Efektif

Kapasitas ini menunjukkan output maksimum pada tingkat operasi

tertentu. Pada umumnya kapasitas efektif lebih rendah dari pada kapasitas

desain.

c. Kapasitas Aktual

Kapasitas ini menunjukkan output nyata yang dapat dihasilkan oleh

fasilitas produksi. Kapasitas actual sedapat mungkin harus diusahakan

sama dengan kapasitas efektif.

Perencanaan kapasitas berusaha untuk mengintegrasikan faktor – faktor

produksi untuk meminimasi ongkos fasilitas produksi. Dengan kata lain,

keputusa – keputusan yang menyangkut kapasitas produksi harus

mempertimbangkan faktor – faktor ekonomis fasilitas produksi tersebut,

(41)

mempengaruhi pembentukan kapasitas efektif ialah rancangan produk, kualitas

bahan yang digunakan, sikap dan motifasi tenaga kerja, perawatan mesin /

fasilitas, serta rancangan pekerjaan. Untuk perencanaan kapasitas dapat meliputi :

1. Perencanaan Kapasitas Jangka Pendek

Dalam jangka pendek perencanaan kapasitas digunakan untuk

pengendalian produksi, yaitu untuk melihat apakah pelaksanaan produksi telah

sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Perencanaan kapasitas jangka

pendek ini dilakukan dalam jangka waktu harian sampai dengan satu bulan

kedepan.(Kusuma, 2004)

2. Perencanaan Kapasitas Jangka Menengah

Dalam jangka menengah, perencanaan kapasitas digunakan untuk melihat

apakah fasilitas produksi akan mampu merealisasikan jadwal induk produksi yang

telah ditetapkan. Proses disagregasi telah menghasilkan suatu jadwal induk

produksi yang “ kasar “. Dengan menggunakan teknik perhitungan kapasitas,

maka jadwal tersebut dievaluasi sehingga diperoleh jadwal induk produksi yang

lebih realistis.

Kurun waktu perencanaan kapasitas produksi yang dicakup ialah satu

bulan sampai dengan satu tahun kedepan. Perencanaan dalam tahap jangka

menengah ini diperlukan tambahan tools, waktu lembur, waktu shift kerja tambahan, dilakukannya subkontrak, atau penjadwalan yang lebih ketat. (

Kusuma, 2004 ).

3. Perencanaan Kapasitas Jangka Panjang

Dalam jangka panjang ( dengan kurun satu sampai dengan lima tahun ke

(42)

fasilitas produksi. Hal yang terpentik dalam perencanaan kapasitas jangka panjang

ini ialah fasilitas yang akan dibangun, jenis mesin yang akan dibeli, atau produk –

produk baru yang akan dibuat. Adapun hubungan aktivitas Perencanaan Kapasitas

Produksi dengan Perencanaan dan Pengendalian Produksi dapat dilihat pada

bagan berikut ini : ( Kusuma, 2004 )

Perencanaan Produksi

Gambar. 2.3.

Hubungan Aktivitas Perencanaan Kapasitas dengan Perencanaan / Pengendalian Produksi

2.7 Waktu Produksi Tersedia

Waktu Produksi tersedia adalah waktu yang disediakan untuk melakukan

proses produksi. Rated Capacity merupakan tingkat keluaran persatuan waktu yang menunjukkan bahwa fasilitas secara teoritik mempunyai kemampuan untuk

memproduksinya. Menurut Handoko (2004) Rated Capacity dapat dihitung dengan rumus :

Jangka Panjang

Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya

Perencanaan Kebutuhan Kapasitas

Pengendalian input / output Jangka Menengah Perencanaan Kapasitas

Rought - Cut

Pengendalian Aktivitas Produksi Perencanaan Kebutuhan Bahan

Penjadwalan Produksi Jangka Pendek

Perencanaan Produksi

Jadwal Induk Produksi

Peramalan

(43)

Rated Capacity = Jumlah mesin x Jam kerja x Utilisasi x Efisiensi mesin ( 2.12 )

Jam kerja / bulan = Jam kerja / hari x Hari / minggu x Minggu / bulan

Dimana untuk menghitung utilisasi dan efisiensi adalah sebagai berikut :

Utilisasi =

Efisiensi =

2.8 Jadwal Induk Produksi Master Production Schedule ( MPS )

Perencanaan produksi menyatakan ukuran agregat dan output manufaktur

suatu perusahaan. Setelah perencanaan agregat dibuat, maka hasilnya akan

di-desagregasikan kedalam kebutuhan – kebutuhan berdasarkan tahapan waktu untuk

masing –masing jenis produk. Perencanaan ini disebut jadwal induk produksi. (

Master Production Schedule, MPS ). Master Production Schedule biasanya menunjukkan kebutuhan produksi mingguan selam periode waktu antara 6

sampai 12 bulan. MPS bukan merupakan peramalan, tetapi lebih merupakan suatu

jadwal yang berisikan informasi tentang “ kapan “ produksi harus dielesaikan.

( Nasution, 2006 )

Pada dasarnya jadwal induk produksi ( MPS ) merupakan suatu pernyataan

tentang produk akhir dari suatu perusahaan industry manufaktur yang

merencanakan memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode

waktu. Aktivitas penjadwalan induk produksi ( Master Production Schedulling ) pada dasarnya berkaitan dengan bagaimana menyusun dan perperbaharui jadwal

Jam aktual yang digunakan untuk produksi

Jam yang tersedia menurut produksi

(44)

induk produksi,memproses transaksi dari MPS, memelihara catatan MPS,

memelihata aktivitas dari MPS, dan memberikan laporan evaluasi dalam periode

waktu yang teratur untuk keperluan umpan balik dan tinjauan ulang. MPS

berkaitan dengan pernyataan tentang produksi dan bukan pernyataan tentang

pasar. MPS membentuk jalinan komunikasi antara bagian pemasaran dan bagian

manufacturing sehingga seyogianya sebagian pemasaran juga mengetahui

informasi yang ada pada MPS.

Penjadwalan induk produksi berkaitan dengan aktivitas melakukan empat

fungsi utama yaitu sebagai berikut :

1. Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan kebutuhan material dan kapasitas material.

2. Menjadwalkan pesanan – pesanan produksi dan pembelian ( production and purcahase order ) untuk item – item MPS.

3. Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan

kapasitas.

4. Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk.

Sebagai suatu aktivitas proses, penjadwalan produksi induk ( MPS )

(45)

Gambar. 2.4. Proses Penjadwalan Produksi Induk

Keterangan :

1. Data permintaan total merupakan salah satu sumber data bagi proses

penjadwalan bagi proses penjadwalan produksi induk. Data permintaan total

berkaitan dengan ramalan penjualan dan pemesanan pesanan.

2. Status Inventory berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory, pemesanan – pesanan produksi dan pembelian yang dikeluarkan, dan firm planned orders. MPS harus mengetahui secara akurat berapa banyak inventory yang tersedia dan menentukan berapa banyak yang harus dipesan.

3. Rencana Produksi memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS harus

menjumlahkannya untuk menentukan tingkat produksi, inventory, dan

sumber –sumber daya lain.

4. Data perencanaan berkaitan dengan Lost sizing yang digunakan, Shrinkage factor, safety stock, lead time dari masing –masing item.

5. Informasi dari RCCP berupa kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS menjadi salah satu input bagi MPS. Pada dasarnya

Rougt Cut Capacity Planning ( RCCP )

PROSES :

Penjadwalan Produksi Induk

( MPS ) INPUT :

1.Data Permintaan Total 2.Status Inventory 3.Rencana Produksi 4.Data Perencanaan 5.Informasi Data RCCP

OUTPUT :

Jadwal Produksi Induk ( MPS )

(46)

MPS merupakan aktivitas perencanaan yang berada pada level yang sama dalam

hierarki perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas MRP. RCCP menentukan kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS, menguji

kelayakan dari MPS, dan memberikan umpan balik kepada perencana atau

penyusun jadwal produksi induk ( Master Scheduler ) untuk mengambil tindakan perbaikan apabila ditemukan ketidak sesuaian antara penjadwalan produksi induk

dan kapasitas tersedia.

Jadwal Induk Produksi ( JIP ) adalah suatu rencana produksi jangka

pendek yang menggambarkan hubungan antara kuantitas tiap jenis produk akhir

yang diinginkan dengan waktu penyediaanya. Secara garis besar pembuatan suatu

JIP biasanya dilakukan atas tahapan – tahapan sebagai berikut :

 Identifikasi sumber permintaan dan jumlahnya, sehingga dapat diketahui

besarnya permintaan produk tiap akhir periodenya.

 Menentukan besarnya kapasitas produksi yang diperlukan untuk

memenuhi

 permintaan yang telah diidentifikasikan. Perencanaan ini biasanya

dilakukan pada tingkat agregat, sehingga masih merupakan perencanaan

global. Dalam tahapan ini diidentifikasi kemampuan dari setiap sumber

daya yang dimiliki untuk menentukan kesanggupan berproduksi.

 Menyusun rencana rinci dari setiap produk akhir yang akan dibuat. Tahap

ini merupakan penjabaran ( disagregasi ) dari rencana agregat sehingga

akan dibuat dan periode waktu pembuatannya. Selain itu juga dijadwalkan

(47)

2.9 Perencanaan Kapasitas Kasar Rought Cut Capacity Planning

( RCCP)

Rought Cut Capacity Planning ( RCCP ) digunakan untuk memverifikasi kapasitas yang diperlukan untuk membuat MPS ( Jadwal Induk Produksi ). Jangka

waktu perencanaan RCCP ini sama dengan MPS, biasanya 1 – 3 tahun kedepan.

Sama seperti MPS, RCCP mendapatkan laporan yang dirubah pada saat

produksi. Bagaimanapun, RCCP tidak mendapatkan komponen persediaan yang

sudah diproduksi dan disimpan atau pada saat diproses, sehingga kapasitas yang

dibutuhkan untuk proyek jangka pendek akan bermasalah. Sumber lain yang

berpotensial untuk menjadi masalah adalah jika jadwal induk produksi tidak

mengandung informasi tentang perencanaan pemesanan. Rought Cut Capacity Planning digunakan untuk membuat keputusan dalam mengatur kapasitas pada jangka waktu tertentu. Keputusan mungkin akan meliputi standart mesin dan

subkontrak. ( Smith, 1989 )

Dalam jangka panjang, perhitungan dan perencanaan kebutuhan kapasitas

dilakukan dengan metode Rougt Cut Capacity Planning. Analisis ini dilakukan untuk menguji ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia di dalam

memenuhi jadwal induk produksi ( MPS ) yang telah ditetapkan. Dengan kata

lain, proses ini akan menghasilkan jadwal induk produksi yang telah disesuaikan.,

karena telah memberikan gambaran tentang ketersediaan kapasitas untuk

memenuhi target produksi yang disusun dalam jadwal induk produksi. Hali ini

dilakukan mengingat rencana induk produksi diturunkan dari optimasi ongkos –

(48)

sebenarnya. Pada kenyataanya, keputusan – keputusan penambahan fasilitas baru,

lembur atau subkontrak pada hakikatnya dihasilkan pada tahap ini. Jadi tujuan

MPS adalah mewujudkan perencanaan agregat menjadi suatu perencanaan

terpisah untuk masing – masing item individu . selain itu MPS juga dapat

mengevaluasi jadwal – jadwal alternative dalam hal kebutuhan kapasitas,

menyediakan input sistem dan membantu manajer produksi untuk mengahasilakn

prioritas – prioritas untuk penjadwalan produksi.

Untuk melakukan perhitungan kebutuhan kapasitas dengan menggunakan

metode Rought Cut Capacity Planning ( RCCP ) dibutuhkan masukan berupa :

 Ramalan permintaan dan rencana produksi yang dihasilkan dari proses

peramalan, perencanaan agregat, serta proses diisagregasi.

 Struktur produk dan bill of material-nya.

 Waktu Set Up dan waktu proses suatu produk di suatu departemen.

 Jumlah produksi yang ekonomis dari produk tersebut ( EPQ : Economic

Production Quantity ).

Keempat macam data tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung

kebutuhan kapasitas periode per periode. Tahapan perhitungan kapasitas dengan

menggunakan metode Rought Cut Capacity Planning ialah sebagai sebagai berikut :

Step 1 : Menentukan rencana produksi melalui proses peramalan dan proses

perencanaan produksi.

Step 2 : Membuat struktur produk dan bill of material produk.

Step 3 : Menghitung standart waktu kerja ( Standart Run Hours : SRH )

(49)

RunTime

EPQ SetupTime

SRH  

Keterangan : SRH : Menghitung standart waktu kerja

EPQ : Jumlah produksi yang paling ekonomis ( dalam

satuan waktu per menit ).

SRH ini menunjukkan total waktu yang dibutuhkan untuk membuat

satu unit produk pada suatu kelompok mesin.

Step 4 : Menghitung kebutuhan sumber daya ( Bill of Resource ). Step 5 : Menghitung kebutuhan kasar kapasitas. ( Kusuma, 2004 )

RCCP merupakan urutan kedua dari hierarki perencanaan prioritas

kapasitas yang berperan dalam mengembangkan MPS. RCCP melakukan validasi

terhadap MPS yang juga menempati urutan kedua dalam herarki perencanaan

prioritas produksi. Guna menetapkan sumber – sumber spesifik tertentu

khususnya yang diperkirakan akan menjadi hambatan potensial ( potensial bottleneck ) adalah untuk melaksanakan MPS. Dengan demikian kita dapat membantu manajemen untuk melaksanakan RCCP, dengan memberikan informasi

tentang tingkat produksi di masa mendatang yang akan memenuhi permintaan

total itu.

Jadi penyesuaian MPS akan dilakukan berdasarkan hasil dari analisa

RCCP ini. Salah satu teknik pada proses RCCP adalah perencanaan kapasitas

dengan menggunakan faktor – faktor keseluruhan. Teknik ini mengalokasikan

kebutuhan – kebutuhan kapasitas untuk departemen – departemen, individu atau

mencakup periode waktu 3 bulanan.

Apabila permintaan konsumen melebihi kapasitas produksi yang ada maka

(50)

 Material terlanjur dibeli dan dibawa ke shop kemudian dikerjakan atau

diproses.

 Terjadi antrian.

Lead time tinggi ( waktu menyelesaikan produk ).

Peranan RCCP dalam perencanaan dan pengendalian kapasitas dapat

dilihat pada gambar berikut ini :

[image:50.612.160.574.241.515.2]

Production planning Material requirements planning Master production schedule Production activity control Demand management Final assembly scheduling Resource requirement planning Rough cut capacity planning Capacity requirement planning Input/output control Long range Medium range Short range Capacity management techniques  

Gambar 2.5. Peranan RCCP dalam perencanaan dan pengendalian

kapasitas

Referensi : Chapter 12 Fogarthy D.W.,  Blackstone J.H.,  Hoffmann T.R.,  Production and  Inventory 

(51)

2.10 Teknik – Teknik Rought Cut Capacity Planning ( RCCP )

Ada 3 teknik yang dipakai untuk mengembangkan laporan pembebanan

mesin dalam menentukan kapasitas yang diperlukan, adalah :

1. Perencanaan Kapasitas mengganti seluruh factor ( Capacity Planning

Using Overall Factor, CPOF )

Data yang diperlukan:

o MPS

o Waktu yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk o Proporsi waktu yang digunakan untuk setiap sumber daya

Total Waktu Produksi = typical time x jumlah produksi ( MPS ) Waktu produksi pada tiap mesin atau sumber daya kunci.

= total waktu produksi x proporsi

WaktuTotal WaktuMesin

( 2.27 )

2. Bill of Labor

Yaitu daftar waktu penyelesaian suatu produk pada setiap work center. - Data yang diperlukan:

o MPS

o Waktu yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk o Proporsi waktu yang digunakan untuk setiap sumber daya

- Jika ada n produk, maka: Kapasitas yang diperlukan = untuk seluruh i,j

- Dimana:

aik = waktu yang diperlukan produk k di stasiun kerja i

bkj = jumlah produk k yang akan diproduksi pada periode j

(52)

mounth

product

Berikut ini adalah tabel matrik pendekatan Rought Cut Capacity Planning ( RCCP ) dan Boll of Labour ( BOL ) :

( Smith, 1989 )

Matrik Waktu

1 2 3 . .

a11

a12

a13

.

.

Matrik Produksi

J P M A M J J A S O N D

P1 b11 b12 b13 b14 b15 b16 b17 b18 b19 b20 b21 b22

Contoh Bill of Labour : 2 Produk, 2 bulan, 2 work center.

BILL OF LABOR

P1 P2

WC1 a11 a12

WC2 a21 a22

MPS

M1 M2

P1 b11 b12

P2 b21 b22

WC

Produk

P

Produk Bulan

Produk

(53)

RCCP

c11 = a11 . b11 + a12 . b21

c12 = a11 . b12 + a12 . b22

c21 = a22 . b11 + a22 . b21

c22 = a21 . b12+ a22 . b22 ( 2.29 )

dimana :

Cij = kapasitas yang diperlukan untuk seluruh k periode j.

Aik = waktu yang diperlukan produk k di stasiun kerja i.

Bkj = jumlah produk k yang akan diproduksi pada periode j.

www.ti.itb.ac.id/.../(pak%20oyo)%20RCCP%20BARU%202008.ppt

3. Resource profile approach (RPA)

Metode perhitungan mirip BOL + mempertimbangkan lead-time offset Data yang diperlukan :

- Master product schedule ( jadwal induk produksi )

- Resource profile

 Pemilihan metoda RCCP

M1 M2

WC1 c11 c12

WC2 c21 c22

n

k kj ik ij a b

c

1

mounth

WC

Re source Profile Maste r sche dule RCCP

Month

2 1 0 M1 M2 M3 Work M1 M2 M3

Product Product Center

p1 p1 WC1

p2 a212 a212 a210 p2 b21 b22 b23 WC2 c21 c22 c23

2 1 0

b12 b13 c11 c12 c13

p1 a122 a121 a120 a110

Work Ce nte r 1

Month

b11 Time to

Due Date

a112 a111

(54)

1. Ukuran lot diasumsikan lot-for-lot

2. Metoda BOL lebih direkomndasikan dari pada Metoda CPOF

3. Resource profile approach  produk yang manufacture leadtime lama (contoh : airplane, machine tools).

2.11. Peramalan

Peramalan adalah proses untuk memperkirakan beberapa kebutuhan

dimasa datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu

dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan ataupun jasa.

Peramalan akan menunjukkan kecenderungan – kecenderungan dalam

kebutuhan manufaktur dikemudian hari. Kebijakan – kebijakan pergantian regu

kerja, rencana untuk peningkatan atau penurunan aktivitas manufaktur, atau

kemungkinan perluasan pabrik sering dapat didasarkan pada ramalan – ramalan

tersebut. Setiap kebijakan perusahaan tidak akan terlepas dari usaha untuk

meningkatkan kesejateraan masyarakat atau meningkatkan keberhasilan

perusahaan untuk mencapai tujuannya pada masa akan datang. ( Nasution, 2006 ).

Dalam hubungannya dengan waktu peramalan, maka peramalan bisa

diklasifikasikan kedalam tiga kelompok yaitu :

1. Peramalan jangka panjang

Peramalan ini umumnya 2 sampai 10 tahun. Peramalan ini digunakan

untuk merencanakan produk dan perencanaan sumber – sumber daya.

2. Peramalan jangka menengah

Peramalan ini umumnya 1 sampai 24 bulan. Peramalan ini lebih

(55)

untuk menentukan aliran kas, perencanaan peroduksi, dan penentuan

anggran.

3. Peramalan jangka pendek

Peramalan ini umumnya 1 sampai 5 tahun minggu. Peramalan ini

digunakan untuk mengambil keputusan dalam hal perlu tidaknya lembur,

penjadwalan kerja, dan lain – lain keputusan kontrol jarak pendek.

Apabila dilihat dari sifat penyusunan maka peramalan dapat dibedakan

atas 2 macam yaitu :

1. Peramalan subjektif

Merupakan peramalan yang lebih menekankan pada keputusan –

keputusan hasil diskusi, pendapat pribadi dan intuisi seseorang yang

melakukannya.

2. Peramalan objektif

Merupakan peramalan yang didasrkan atas data yang relevan dengan

masalah , dengan mengunakan teknik dan penganalisaan data tersebut.

Untuk lebih memastikan bahwa peramalan yang dilakukan dapat mencapai

taraf ketepatan yang optimal, maka beberapa prosedur yang yang perlu

diperhatikan adalah sebagai berikut :

1. Menganalisa data masa lalu, yang dilakukan dengan cara mmbuat

tabulasi dari data masa lalu. Dari tabulasi data, maka dapat diketahui

pola dari data tersebut.

2. Menentukan metode yang digunakan. Metode peramalan yang baik

adalah metode yang menghasilkan penyimpangan antara hasil

(56)

3. Memproyeksikan data masa lalu dengan menggunakan metode yang

dipergunakan, mempertimbangkan beberapa faktor.faktor – faktor

perubahan tersebut antara lain terdiri dari perubahan kebijakan –

kebijakan yang mungkin terjadi, termasuk perubahan kebijakan

pemerintah, perkembangan teknologi dan penemuan – penemuan baru

dan perbedaan dengan hasil ramalan yang ada dengan kenyataanya.

( Nasution, 2006 )

2.12. Metode Peramalan

Untuk membuat peramalan permintaan, harus menggunakan suatu metode

tertentu. Pada dasarnya, semua metode peramalan memiliki ide sama, yaitu

menggunakan data masa lalu untuk memperkirakan atau memproyeksikan data

dimasa akan datang. ( Baroto Teguh, 2004 )

Metode peramalan adalah cara memperkirakan secara kuantitatif apa yang

terjadi pada masa yang akan datang, berdasarkan data yang relevan pada masa

lalu. Keberhasilan dari suatu peramalan sangat ditentukan oleh :

1. Pengetahuan teknik tentang informasi data masa lalu yang dibutuhkan,

informasi ini berisikan data kuantitatif.

2. Teknik dan metode peramalan.

Baik tidanya suatu peramalan yang disusun, disamping ditentukan oleh

metode yang dipergunakan, juga ditentukan oleh baik tidaknya

informasi kuantitatif yang dipergunakan. Selama informasi yang

dipergunakan tidak dapat meyakinkan, maka hasil peramalan sukar

(57)

Adapun kegunaan dari metode peramalan adalah sebagai berikut :

1. Untuk menentukan kebijaksanaan dalam penyusunan anggaran.

2. Untuk mengendalikan persediaan bahan baku.

3. Untuk membantu kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi

4. Untuk mengadakan rencana perluasan perusahaan

5. U

Gambar

Tabel 4.20.
Tabel 2.1.
Gambar. 2.1.
Gambar 2.2.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil tersebut diketahui bahwa pada stasiun kerja proses pengukuran, pemotongan, penggosokan, perakitan dan finishing produk sudah memenuhi kebutuhan kapasitas

Setelah dilakukan perhitungan dan analisis perencanaan kapasitas waktu produksi, ternyata masih belum optimal, karena dalam enam stasiun kerja hanya dua stasiun kerja

jam/tahun belum memenuhi kebutuhan kapasitas produksi dikarenakan kapasitas waktu tersedia lebih kecil dari kapasitas waktu produksi RCCP sehingga terjadi kekurangan

Dari perbandingan kebutuhan kapasitas dengan kapasitas waktu tersedia diketahui bahwa pada stasiun kerja proses Bending dan Polishing sudah memenuhi kebutuhan kapasitas produksi

Perencanaan kapasitas produksi dengan menggunakan metode Rough Cut Capacity Planning untuk meningkatkan kapasitas produksi bisa dilakukan dengan 2 alternatif

Rought Cut Capacity Planning merupakan “analisis untuk menguji ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia didalam memenuhi jadwal induk produksi (Master

Stasiun Kerja Perakitan Papan Maret 2024 Perhitungan Rough Cut Capacity Planning RCCP pada stasiun kerja perakitan papan pada bulan Februari 2024 dapat dilakukan dengan cara mengalikan

Pupuk Kujang Dengan Metode Rough Cut Capacity Planning Rccp Tabel 24 Hasil Perhitungan Perbandingan Ketersediaan dan Kebutuhan Kapasitas Bulan Januari – Juni dengan Menggunakan