DI PT. PETROKIMA GRESIK
SKRIPSI
O
O
l
l
e
e
h
h
:
:
MURSYID
NPM.0732010132
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
penelitian
dengan judul “PERENCANAAN KAPASITAS
WAKTU
PRODUKSI DENGAN METODE ROUGHT CUT CAPACITY PLANNING
( RCCP ) DI PT. PETROKIMIA GRESIK”.
Penelitian ini merupakan tugas wajib dan sebagai syarat untuk
menyelesaikan program sarjana strata satu (S-1) di Jurusan Teknik Industri
Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur.
Dalam menyusun penelitian ini, penulis tidak lepas dari banyak pihak,
yang secara langsung maupun secara tidak langsung telah turut membimbing dan
mendukung penyelesaian tugas penelitian ini yang semuanya sangat besar artinya
bagi penulis. Oleh karena itu, tidak lupa penulis menyampaikan rasa hormat dan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.
Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP. Selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.
2.
Bapak Ir. Sutiyono, MS. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.
3.
Bapak Ir. MT. Safirin, MT. Selaku Kepala Jurusan Teknik Industri
4.
Bapak Drs. Pailan, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Industri, Universitas
5.
Bapak Ir. Rus Indianto, MT selaku dosen pembimbing I
6.
Ibu Ir. Nisa Masruroh, MT selaku dosen pembimbing II
7.
Bapak Agus Patmono selaku pembimbing lapangan
8.
Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Industri
yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.
9.
Kedua Orang Tua Penulis yang senantiasa dan selalu memberikan dukungan
baik materi maupun moriil.
10.
Eka Septika (honeyQ) yang selalu menemani dan memberikan doa demi
kelancaraan penyelesaian penelitian ini.
11.
MXq yang tidak pernah lelah menemaniq disa’at kul maupun touring
12.
Seluruh angkatan 2007 TI dari paralel A sampai D, Asslab Proses
Manufaktur dan Perancangan Sistem Manufaktur
13.
Seluruh angkatan 2007 TI khususnya paralel C tercinta, yang menemani
suka maupun duka disa’at menjalani kuliah yang tidak bisa disebutin satu
persatu,’Salam Satu Jiwa’.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan baik isi
maupun penyajiannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan
kritik yang membangun.
Akhir kata semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak yang berkepentingan dan semoga Tuhan memberikan balasan kepada semua
pihak yang telah membantu penulis.
Surabaya, Mei 2011
LEMBAR SAMPUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ………...
DAFTAR TABEL ………...
DAFTAR GAMBAR ………..
DAFTAR LAMPIRAN ……….
ABSTRAKSI ………..
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang ………..………... 1
1.2.
Perumusan Masalah …………..………... 2
1.3.
Batasan Masalah ..………….……….………... 3
1.4.
Asumsi - asumsi ..……….…………... 3
1.5.
Tujuan Penelitian ….……….…... 4
1.6.
Manfaat Penelitian ………... 4
ii
2.2. Pengukuran Waktu Kerja dengan Jam Henti
(Stop Watch ) ……… 8
2.2.1.Cara Pegukuran dan Pencatatan Waktu Kerja …..…... 10
2.2.2. Langkah – langkah dalam melaksanakan Pengukuran
Waktu Kerja ……... 12
2.2.3. Waktu Baku………...
14
2.2.4. Kelonggaran ………...
15
2.3. Faktor Penyesuaian ( Rating Performance) ………... 18
2.4. Perencanaan Produksi ………... 21
2.5. Perencanaan Produksi Agregat ……….………... 23
2.6. Perencanaan Kapasitas Produksi... 26
2.7. Waktu Produksi Tersedia …....………..………... 28
2.8. Jadwal Induk Produksi Master Production Schedule ………...
(MPS)…………....………... 29
2.9. Perencanaan Kapasitas Kasar Rought Cut Capacity
Planning (RCCP) ……….... 33
2.10. Teknik – Teknik Rought Cut Capacity Planning (RCCP).... 37
2.11. Peramalan
………... 40
2.12. Metode Peramalan ………...
42
2.15. Peneliti Terdahulu
Muhammad Novan (2007) & Septian Tri Boedianto (2007)
………... ……….. 49
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 53
3.2. Identifikasi Variabel dan definisi Operasional ……… 53
3.3. Metode Pengumpulan Data...………. 55
3.4. Metode Pengolahann dan Analisa Data...………... 56
3.5. Langkah – langkah Pemecah Masalah...…………... 61
BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengumpulan Data... 72
4.1.1. Data Jumlah Tenaga Kerja dan Mesin Produksi... 72
4.1.2. Data Perincian Jam Kerja dan Hari Kerja Karyawan... 73
4.1.3. Data Permintaan Produk Pupuk ZA (Januari 2009 –
Desember 2010)...
74
4.2. Pengukuran Waktu Kerja... 75
iv
4.4.1. Uji Keseragaman Data ……….80
4.4.2. Uji Kecukupan Data ………....81
4.4.3. Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku ………..82
4.5. Peramalan Permintaan Tahun 2011... 84
4.5.1. Membuat Plot Diagram Permintaan... 84
4.5.2. Penetapan Metode Peramalan... 85
4.5.3. Menghitung Masing-masing Kesalahan Peramalan... 85
4.5.4. Memilih Metode Dengan Nilai Kesalahan Peramalan
Terkecil... 85
4.5.5. Uji Verifikasi Data Dengan MRC
(Moving Range Chart)... 86
4.5.6. Hasil Peramalan Dengan Metode Yang Dipilih... 90
4.6. Jadwal Induk Produksi (JIP)... 91
4.7. Matrik Produksi ... 92
4.8. Matrik Waktu Baku ... 92
4.9. Rough Cut Capacity Planning (RCCP) ... 93
4.10.Perhitungan RCCP Pada Proses Reaksi & Kristalisasi …... 94
4.11. Waktu Produksi Tersedia (Rated Production Time) ... 95
4.12. Proses Proses Reaksi & Kristalisasi ………... 96
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 102
5.2. Saran ... 103
vi
Tabel 2.1.
Performance Rating dengan Sistem Westing House …….... 19
Tabel 4.1.
Jumlah Tenaga Kerja dan Jumlah Mesin ... 72
Tabel 4.2.
Data Perincian Jam dan Hari Kerja Karyawan ... 73
Tabel 4.3.
Data Permintaan PT. PETROKIMIA Gresik ... 74
Tabel 4.4.
Tabel Pengamatan Waktu Proses Reaksi dan Kristalisasi .... 75
Tabel 4.5.
Tabel Pengamatan Waktu Proses Pemisahan Kristal ... 75
Tabel 4.6.
Tabel Pengamatan Waktu Proses Pengeringan Produk ...76
Tabel 4.7.
Tabel Pengamatan Waktu Proses Pengepakan ...76
Tabel 4.8.
Faktor Penyesuaian dan Kelonggaran Pekerja Tiap Kegiatan
Kerja ... 77
Tabel 4.9.
Tabel Pengolahan Data Proses Reaksi dan Kristalisasi ...78
Tabel 4.10.
Hasil Uji Keseragaman Data ... 80
Tabel 4.11.
Hasil Uji Kecukupan Data ... 81
Tabel 4.12.
Perhitungan Waktu Normal, Waktu Siklus dan
Waktu Baku ... 83
Tabel 4.13.
Nilai Kesalahan Peramalan Dari Berbagai Metode
Peramalan ... 85
Tabel 4.14.
Perhitungan Moving Range ... 88
viii
Gambar 2.1. Proses Perencanaan dan Penjadwalan Produksi ... 24
Gambar 2.2. Prosedur Perencanaan Produksi Agregat ... 25
Gambar 2.3. Hubungan Aktivitas Perencanaan Kapasitas dengan
Perencanaan / Pengendalian Produksi ... 28
Gambar 2.4. Proses Penjadwalan Produksi Induk ... 31
Gambar 2.5. Peranan RCCP dalam Perencanaan dan Pengendalian
Kapasitas ... 36
Gambar 2.6. Moving Range Chart ... 49
Gambar 3.1. Flow Chart Pemecahan Masalah ... 62
Gambar 4.1. Grafik Uji Keseragaman Data Prose Reaksi dan Kristalisasi
LAMPIRAN I
: GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
LAMPIRAN II
: PENGUKURAN WAKTU KERJA
LAMPIRAN III : PERHITUNGAN PENYESUAIAN DAN
KELONGGGARAN
LAMPIRAN IV : HASIL PERAMALAN DENGAN SOFTWARE
WIN-QSB
LAMPIRAN V : PERHITUNGAN ROUGH CUT CAPACITY
PLANNING (RCCP)
LAMPIRAN VI : PERHITUNGAN WAKTU TERSEDIA
LAMPIRAN VII : TABEL ALLOWANCE
ABSTRAKSI
Dalam memasuki Era pasar bebas dimasa ini semua perusahaan yang
bergerak di bidang industri diharapkan pada suatu masalah yaitu adanya tingkat
persaingan yang kompetitif. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk
merencanakan kapasitas produksi agar dapat memenuhi permintaan pasar dengan
tepat waktu dan dengan jumlah yang sesuai, sehingga diharapkan keuntungan
perusahaan akan meningkat.. Dalam pemenuhan kebutuhan akan produk oleh
konsumen, perusahaan perlu memperhatikan Perencanaan kapasitas dan
pengendalian aktivitas produksi yang harus dilakukan dalam pemenuhan order di
pasar.
PT. PETROKIMIA Gresik adalah perusahaan yang bergerak dalam
industri pupuk., pupuk yang dihasilkan oleh PT. PETROKIMIA Gresik adalah
pupuk ZA,NPK,UREA,PHONSKA. PT.PETROKIMIA Gresik sendiri khususnya
dalam bagian ZA, terkadang mengalami perbedaan hasil produksi dengan
peramalan data sebelumnya, yang mengakibatkan proses produksinya terhenti
yang berakibat penambahan jam lembur atau tenaga sub kontrak, dan juga
berpengaruh pada banyaknya permintaan konsumen serta pemenuhan pupuk
bersubsidi ke pemerintah,. Maka kendala yang di hadapi adalah apakah kapasitas
waktu produksi sudah dapat memenuhi permintaan konsumen.
Rought Cut Capacity Planning merupakan “analisis untuk menguji
ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia didalam memenuhi jadwal
induk produksi (Master Production Schedule) yang telah ditetapkan” dengan
Teknik Bill Of Labor (BOL).
Dari hasil penelitian, Dari empat stasiun kerja di Pt. Petrokimia-Gresik
terdapat 2 stasiun kerja masih mengalami kekurangan kapasitas produksi yaitu
pada stasiun kerja Proses Reaksi dan Kristalisasi dengan rincian bulan Januari
sebesar
6197.76 Jam/Bulan,untuk bulan Feb sampai dengan Desember 2011
berturut-turut sebesar
6495.64Jam/Bulan untuk Proses Pengepakan dengan rincian
bulan Januari sebesar
7437.84 Jam/Bulan,untuk bulan Feb sampai dengan Desember
2011 berturut-turut sebesar
7521.06 Jam/Bulan. Sehingga perluadanya penambahan
mesin dan tenaga kerja di stasiun kerja proses reaksi dan kristalisasi dan proses
pengepakan produk
ABSTRACT
In entering free Era market a period of/to is all these of company which
active in industry expected at one particular problem of that is existence of
emulation storey;level which is kompetitif. This matter oblige company to plan
capacities produce so that/ to be can fulfill request of market punctually and with
appropriate amount, is so that expected by advantage of company will mount.. In
accomplishment of requirement of product will by consumer, company require to
pay attention Planning of capacities and operation of production activity which
must be conducted in accomplishment of order in market.
PT. PETROCHEMICAL [of] Gresik is peripatetic company in fertilizer
industry., manure yielded by PT. PETROCHEMICAL of Gresik is manure of
ZA,NPK,UREA,PHONSKA. PT.PETROKIMIA Gresik alone specially in part of
ZA, sometimes experience of difference of result produce with forecasting of
previous data, which result its production process is desisted causing addition of
overtime hour/clock or contract sub energy, as well as having an in with to the
number of request of consumer and also accomplishment of manure subsidize to
government,. Hence constraint which [in] facing is do time capacities produce
have earned to fulfill request of consumer.
Rought Cut Capacity Planning represent " analysis to test the availibility
of available production facility capacities in fulfilling production mains schedule (
Master of Production Schedule) which have been specified" with Technique of
Bill Of Labor ( BOL).
From result of research, From four station work in Pt. Petrokimia-Gresik
there are 2 station work still experience of lacking of capacities produce that is at
job station Process Reaction and of Kristalisasi with detail of January
month;moon equal to 6197.76 Hour / month;moon, for the month;moon of Feb up
to December 2011 successively equal to 6495.64 Hour / month;moon for the
Process of To packing with detail of January month;moon equal to 7437.84 Hour /
month;moon, for the month;moon of Feb up to December 2011 successively equal
to 7521.06 Hour/ month;moon. So that need the existence of addition of labour
and machine in job station process and reaction of kristalisasi process and packing
of product.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam memasuki Era pasar bebas dimasa ini semua perusahaan yang
bergerak di bidang industri diharapkan pada suatu masalah yaitu adanya tingkat
persaingan yang kompetitif. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk
merencanakan kapasitas produksi agar dapat memenuhi permintaan pasar dengan
tepat waktu dan dengan jumlah yang sesuai, sehingga diharapkan keuntungan
perusahaan akan meningkat.
Kapasitas adalah jumlah dari keluaran maksimum yang bisa dihasilkan
oleh suatu fasilitas dalam satu periode waktu tertentu dan dinyatakan dalam
jumlah keluaran per satuan waktu. Dalam pemenuhan kebutuhan akan produk
oleh konsumen, perusahaan perlu memperhatikan Perencanaan kapasitas dan
pengendalian aktivitas produksi yang harus dilakukan dalam pemenuhan order di
pasar. Karena tanpa adanya perencanaan kapasitas dan pengendalian aktivitas
produksi yang tepat maka bukan tidak mungkin akan terjadi over produksi
(produksi yang berlebihan) ataupun low produksi (kekurangan produksi) dalam
proses produksinya.
sendiri khususnya dalam bagian ZA, terkadang mengalami perbedaan hasil
produksi dengan peramalan data sebelumnya, dikarenakan adanya perbedaan
antara masing – masing stasiun kerja yang masih terdapat kekurangan jam kerja
produksi, dan juga berpengaruh pada banyaknya permintaan konsumen serta
pemenuhan pupuk bersubsidi ke pemerintah,. Maka kendala yang di hadapi adalah
apakah kapasitas waktu produksi sudah dapat memenuhi permintaan konsumen.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut diterapkan metode Rought
Cut Capacity Planning (RCCP).
Rought Cut Capacity Planning merupakan
“analisis untuk menguji ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia
didalam memenuhi jadwal induk produksi (Master Production Schedule) yang
telah ditetapkan”. Dengan kata lain, proses ini akan menghasilkan jadwal induk
produksi yang telah disesuaikan, karena telah memberikan gambaran tentang
ketersediaan kapasitas untuk memenuhi target produksi yang disusun dalam
jadwal induk produksi. Waktu produksi secara umum diukur dalam bentuk waktu
(jam/bulan) yang ditunjukkan berdasarkan kemampuam manusia Dengan
menggunakan metode Rought Cut Capaciy Planning tersebut diharapkan
perusahaan mampu membuat perencanaan produksi yang tepat sehingga dapat
memenuhi permintaan konsumen.
1.2
Perumusan Masalah
1.3
Batasan Masalah
Dengan tanpa mengurangi maksud dan tujuan penelitian serta untuk
menyederhanakan penelitian, maka penulis melakukan pembatasan masalah yaitu
sebagai berikut :
1.
Data permintaan produk Pupuk ZA yang diambil adalah periode bulan
Januari 2009 sampai dengan Desember 2010.
2.
Kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi yang dibahas hanya
perencanaan waktu produksi menggunakan Rought Cut Capacity Planning
(RCCP) berdasarkan Bill Of Labour (BOL).
3.
Jenis produk yang akan dibahas adalah produk Pupuk ZA dan pada
perusahaan ini tidak memperhitungkan biaya (financial yang terkait).
4.
Karena sudah menggunakan 3 shift maka tidak memungkinkan penambahan
jam lembur.
5.
Tidak memperhitungkan hasil output produksi.
1.4
Asumsi
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa asumsi yaitu sebagai berikut:
1.
Tidak adanya perubahan komposisi produk selama periode perencanaan.
2.
Material dan bahan – bahan penunjang lainnya selalu tersedia.
1.5
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis yaitu:
1.
Menentukan kapasitas waktu produksi Pupuk ZA di tiap – tiap stasiun kerja di
PT.PETROKIMIA Gresik .
2.
Merencanakan kapasitas waktu produksi yang optimal yang diperlukan untuk
memenuhi permintaan konsumen.
3.
Merencanakan dan meramalkan Jadwal Induk Produksi pada beberapa bulan
berikutnya.
1.6
Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1.
Penulis
Untuk menambah pengetahuan mengenai perencanaan kapasitas dan
pengendalian aktivitas produksi dengan menggunakan metode Rough Cut
Capacity Planning (RCCP) serta studi banding antara pengetahuan secara teori
dan kenyataan dilapangan.
2.
Perusahaan
Dapat mengetahui waktu produksi yang ada dalam perusahaan guna
mencukupi waktu produksi yang diperlukan berdasarkan hasil peramalan
permintaan konsumen pada masa mendatang dengan menggunakan metode
RCCP dengan teknik Bill Of Labour (BOL).
3.
Universitas
selanjutnya, khususnya mengenai perencanaan kapasitas dan pengendalian
aktivitas produksi dengan mengunakan metode RCCP
dengan teknik Bill Of
Labour (BOL) .
1.7
Sistematika Penulisan
Agar lebih mudah dalam memahami penelitian ini, maka berikut disajikan
sistem penulisan yang akan dibahas pada bagian selanjutnya.
BAB I
PENDAHULUAN
Berisi gambaran umum masalah yang terdiri dari Latar Belakang,
Tujuan, Perumusan Masalah, Batasan Masalah, Asumsi, Manfaat
Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang landasan teori yang menjadi refrensi atau acuan
yang akan digunakan untuk melakukan pembahasan dan analisa
masalah nantinya, yang berisi teori metode RCCP serta
teori-teori pendukung lainnya.
BAB III METODE PENELITIAN
Mencakup lokasi pencarian data, metode pengumpulan data dan
pengolahan data.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini menyimpulkan dan memberikan saran dari hasil
penelitian dan pengolahan data tersebut.
2.1. Pengukuran Waktu Kerja
Pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan
manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Pengukuran
waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha – usaha menetapkan waktu baku
yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku ini sangat
diperlukan terutama sekali untuk :
a. Man Power Planning ( perencanaan kebutuhan tenaga kerja ).
b. Estimasi biaya – biaya untuk upah karyawan atau pekerja.
c. Penjadwalan produksi dan pengangguran.
d. Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan atau
pekerja yang berprestasi.
e. Indikasi keluaran ( output ) yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja.
Pada garis besarnya teknik – teknik pengukuran waktu kerja ini dapat
dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu pengukuran waktu secara langsung dan
pengukuran waktu secara tidak langsung. Cara pertama disebut demikian karena
pengukurannya dilaksanakan secara langsung yaitu di tempat dimana pekerjaan
yang diukur dijalankan. Dua cara termasuk didalamnya adalah cara pengukuran
kerja dengan menggunakan jam henti (stopwatch time-study) dan sampling kerja
melakukan perhitungan waktu kerja tanpa si pengamat harus di tempat pekerjaan
yang di ukur (Wignojosoebroto, 2003).
Tujuan utama dari aktivitas pengukuran kerja adalah waktu baku yang
harus dicapai oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Jadi
waktu baku pada dasarnya adalah waktu penyelesaian pekerjaan untuk suatu
sistem kerja yang dijalankan pada saat pengukuran berlangsung sehingga waktu
penyelesaian tersebut juga hanya berlaku untuk sistem kerja tersebut. Dari hal
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengukuran waktu kerja hendaknya
dilaksanakan apabila kondisi dan metoda kerja dari pekerjaan yang akan diukur
sudah baik. Jika belum maka, kondisi yang ada ini hendaknya diperbaiki dan
kemudian distandartkan terlebih dahulu. Mempelajari kondisi kerja dan cara /
metoda kerja kemudian memperbaiki serta membakukannya adalah sesuatu yang
dilakukan dalam langkah penelitian pendahluan yang harus dipersiapkan dalam
pengukuran waktu kerja (Wignojosoebroto, 2003).
2.2 Pengukuran Waktu Kerja Dengan Jam Henti ( Stop watch )
Pengukuran waktu kerja dengan jam henti (stop-watch time study) diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W.Taylor sekitar abad 19 yang lalu.
Metoda ini terutama sekali baik diaplikasikan untuk pekerjaan – pekerjaan yang
berlangsung singkat dan berulang – ulang (repetitive). Dari hasil pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan,
yang mana waktu ini akan dipergunakan sebagai standart penyelesaian pekerjaan
Menurut Wignojosoebroto (2003) Secara garis besar langkah – langkah untuk
pelaksanaan pengukuran waktu kerja dengan stop watch adalah :
1. Definisi pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan beritahukan
maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang dipilih untuk diamati
dan supervisor yang ada.
2. Mencatat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan
seperti lay out, karakteristik / spesifikasi mesin atau peralatan kerja lain yang digunakan.
3. Membagi operasi kerja dalam elemen – elemen kerja sedetail – detailnya tapi
masih dalam batas – batas kemudahan untuk pengukuran waktunya.
4. Mengamati, mengukur dan mencatat waktu yang dibutuhkan oleh operator
untuk menyelesaikan elemen – elemen kerja tersebut.
5. Menetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur dan dicatat. Meneliti
apakah jumlah siklus kerja yang dilaksanakan ini sudah memenuhi syarat atau
tidak. Dan kemudian menguji keseragaman data yang diperoleh.
6. Menetapkan rate of performance dari operator saat melaksanakan aktivitas kerja yang diukur dan dicatat waktunya tersebut. Rate of performance ini ditetapkan untuk setiap elemen kerja yang ada dan hanya ditujukan untuk
performance operator. Untuk elemen kerja yang secara penuh dilakukan oleh
mesin maka performance dianggap normal (100 %).
8. Menetapkan waktu longgar (allowance time) guna memberikan fleksibilitas.
Waktu longgar yang akan diberikan ini guna mengahadapi kondisi – kondisi
seperti kebutuhan personil yang besifat pribadi, faktor kelelahan,
keterlambatan material.
9. Menetapkan waktu kerja baku (standart time), yaitu jumlah total antara waktu normal dan waktu longgar.
2.2.1 Cara Pengukuran dan Pencatatan Waktu Kerja
Ada tiga metode umum yang dipakai untuk mengukur elemen – elemen
kerja dengan menggunakan jam henti (stop watch) yaitu pengukuran waktu secara terus menerus (continous timing), pengukuran waktu secara berulang – ulang (repetitive timing), dan pengukuran waktu secara penjumlahan (accumulative timing).
Adapun uraian cara pengukuran dan pencatatan waktu kerja adalah
sebagai berikut :
1. Pengukuran waktu kerja secara terus menerus (continous timing).
Pada pengukuran waktu secara terus menerus ini, pengamat kerja akan
menekan tombol stop watch pada saat elemen kerja pertama dimulai dan membiarkan jarum petunjuk stop watch berjalan secara terus menerus sampai
periode atau siklus kerja selesai berlangsung. Disini pengamat kerja terus
mengamati jalannya jarum stop watch dan mencatat pembacaan waktu yang
Waktu sebenarnya dari masing – masing elemen diperoleh dari pengurangan
pada saat pengukuran waktu selesai dilaksanakan.
2. Pengukuran waktu kerja secara berulang – ulang (repetitive timing).
Pada pengukuran ini kadang – kadang disebut snap back method. Disini jarum
penunjuk stop watch akan selalu di kembalikan (snap – back) lagi ke posisi nol pada setiap akhir dari elemen kerja yang diukur. Setelah dilihat dan dicatat
waktu kerja diukur kemudian tombol ditekan lagi dan segera jarum penunjuk
bergerak untuk mengukur elemen kerja berikutnya. Dengan cara demikian
maka data waktu untuk setiap elemen kerja yang diukur akan dapat dicatat
secara langsung tanpa ada pekerjaan tambahan untuk pengurangan seperti
yang dijumpai dalam metoda pengukuran secara terus menerus (continous timing).
3. Pengukuran waktu kerja akumulatif.
Pada metode pengukuran waktu secara akumulatif ini memungkinkan
pembaca membaca data secara langsung untuk masing – masing elemen kerja
yang ada. Dalam cara ini akan digunakan dua atau lebih stop watch yang akan
bekerja sama secara bergantian. Stop watch ini akan didekatkan sekaligus pada papan pengamatan dan dihubungkan dengan suatu tuas. Apabila stop watch pertama dijalankan, maka stop watch kedua dan ketiga berhenti dan jarum akan tetap pada posisi nol. Apabila elemen kerja sudah berakhir maka
tuas ditekan yang akan menghentikan gerakan jarum dari stop watch pertama dan menggerakkan stop kedua untuk mengukur elemen kerja berikutnya.
Metode akumulatif ini memberikan keuntungan didalam hal pembacaan akan
pada saat pembacaan data waktu dilaksanakan seperti halnya yang kita jumpai
untuk pengukuran kerja dengan menggunakan satu stop watch. ( Wignjosoebroto , 2003)
2.2.2. Langkah – langkah Dalam Melaksanakan Pengukuran Waktu Kerja
Untuk mendapatkan hasil yang baik dalam mengukur waktu kerja, maka
tidaklah cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan
menggunakan jam henti. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya
dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti
yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran dan jumlah
pengukuran. Menurut Sutalaksana (2005), langkah – langkah yang perlu
dilakukan dalam mengukur waktu kerja yaitu :
1. Menetapkan tujuan pengukuran
Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan
kegiatan harus ditetapkan dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal–hal penting
yang harus diperhatikan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, berapa
tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil
pengukuran.
2. Melakukan penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mempelajari sistem dan
kondisi kerja yang ada dengan maksud melakukan perbaikan jika diperlukan
3. Memilih operator
Operator yang melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang
begitu saja diambil dari pabrik. Operator ini haruslah mempunyai persyaratan
tertentu agar pengukuran dapat berjalan baik. Starat – syarat tersebut adalah
kemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama.
4. Melatih operator
Dalam keadaan ini operator harus dilatih terlebih dahulu, karena sebelum
diukur operator harus terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang telah
ditetapkan. Terutama bila kondisi dan cara kerja yang dipakai tidak sama
dengan yang biasa dijalankan operator.
5. Mengurai pekerjaan atas elemen pekerjaan
Disini pekerjaan dipecahkan menjadi elemen pekerjaan, yang merupakan
gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen – elemen inilah
yang diukur waktunya (waktu siklus). Adapun alasan yang menyebabkan
pentingnya melakukan penguraian pekerjaan atas elemen – elemenya yaitu
untuk menjelaskan catatan tentang tata cara kerja yang dibakukan, untuk
memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setiap elemen , untuk
memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku, dan
memungkinkan dikembangkannya data waktu standart atau tempat kerja yang
bersangkutan.
Setelah kelima langkah diatas dijalankan dengan baik, maka langkah
terakhir sebelum melakukan pengamatan yaitu menyiapkan alat – alat yang
diperlukan, yaitu :
a. Jam henti
b. Lembaran – lembaran pengamatan
c. Pena atau pensil
d. Papan pengamatan
2.2.3. Waktu Baku
Waktu baku digunakan untuk menunjukan kemampuan rata-rata satu
operator yang terlatih dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dalam keadaan
normal (Niebei, 1988). Jika pengukuran – pengukuran telah selesai,langkah
selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehinggga memberikan waktu baku.
Untuk mendapatkan waktu baku maka ditempuh langkah – langkah berikut:
a. Menghitung waktu siklus rata – rata setiap elemen kegiatan (Ws) :
Ws =
N Xij
( 2.9 )b. Menghitung waktu normal (Wn) :
Wn = Ws x p ( 2.10 )
Keterangan :
Wn = Waktu Normal
Ws = Waktu Siklus
P = Performence
∑ x = Jumlah waktu operasi pada pengamatan
Wb = Waktu Baku
dimana p adalah faktor penyesuaian. Faktor ini digunakan untuk menormalkan
dari pengamatan yang diperoleh jika operator bekerja dengan kecepatn tidak
wajar.
c. Menghitung waktu baku ( Wb ) :
Wb = Wn x
%allowance %100
% 100
( 2.11 )
2.2.4. Kelonggaran
Didalam praktek banyak terjadi penentuan waktu baku dilakukan hanya
dengan menjalankan beberapa kali pengukuran dan menghitung rata – ratanya.
Selain data yang seragam, jumlah pengukuran yang cukup dan penyesuaian satu
hal yang lain kerap kali terlupakan adalah menambah kelonggaran atas waktu
normal yang telah didapatkan.
Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi
(personil) menghilangkan rasa fatique, dan hambatan – hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal – hal yang secara nyata dibutuhkan
oleh pekerja, dan yang selama pengukuran ini tidak diamati, diukur, dicatat,
ataupun dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu
normal, kelonggaran perlu ditambahkan.( Sutalaksana, 2005 ).
Kelonggaran dapat meliputi tiga hal :
1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
Yang termasuk dalam kebutuhan pribadi disini adalah hal – hal seperti
cakap dengan teman sekerja sekedar untuk menhilangkan ketegangan
ataupunkejenuhan dalam bekerja.
Kebutuhan – kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak tidak
bisa, misalnya sesorang diharuskan terus bekerja dengan rasa dahaga, atau
melarang pekerja untuk sama sekali tidak bercakap – cakap sepanjang jam
kerja. Larangan demikian tidak sengaja merugikan pekerja ( karena
merupakan tuntutan psikologis dan fisiologis yang wajar ) tetapi juga
merugikan perusahaan karena dengan kondisi demikan pekerja tidak akan
dapat bekerja dengan baik bahkan hamper dapat dipastikan produktivitasnya
menurun.
Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti ini
berbeda – beda dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya karena setiap
pekerjaan mempunyai karakteristik sendiri – sendiri dengan tuntutan yang
berbeda – beda. Penelitian yang khusus perlu dilakukan untuk menentukan
besarnyakelonggaran ini secara tepat seperti dengan sampling pekerjaan
ataupun secara fisiologis.
Berdasarkan penelitian ternyata besarnya kelonggaran ini bagi pekerja pria
berbeda dengan pekerja wanita. Misalnya untuk pekerjaan – pekerjaan ringan
pada kondisi – kondisi kerja normal pria memerlukan 2 – 2,5 % dan wanita 5
%. persentase ini adalah (waktu normal). ( Sutalaksana, 2005 ).
2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique
Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik
jumlah maupun kualitas. Karenanya salah satu cara menentukan besarnya
dan mencatat ada saat – saat dimana hasil produksi menurun. Tetapi
masalahnya adalah kesulitan dalam menentukan pada saat – saat mana
menurunya hasil produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatique karena masih banyak kemungkinan lain yang dapat menyebabkannya.
Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk
menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerjja
lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique. Bila hal ini
berlangsung terus pada akhirnya akan terjadi fatique total yaitu jika anggita badan yang besangkutan sudah tidak dapat melakukan gerakan kerja sama
sekali walaupun sangat dikehendaki.
Hal demikian jarang terjadi karena berdasrkan pengalamannya, pekerja
dapat mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa, sehingga lambatnya
gearakan – gerakan kerja ditujukan untuk menghilangkan rasa fatique ini. ( Sutalaksana, 2005 )
3. Kelonggaran untuk hambatan – hambatan tak terhindarkan
Dalam melaksanakan pekerjaanya, pekerja tidaka akan lepas dari berbagai
“ hambatan “. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang
berlebihan dan mengaggur dengan sengaja. Adapula hambatan yang tidak
terhindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk
mengendalikannya.
Bagi hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan selain
menghilangkannya, sedangkan bagi hambatan yang kedua walaupun harus
diusahakan serendah mungkin, hambatan akan tetap ada dan karenanya harus
Beberapa contoh yang termasuk dalam hambatan tak terhindarkan adalah :
1. Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.
2. Melakukan penyesuaian – penyesuaian mesin.
3. Menperbaiki kemacetan – kemacetan singkat seperti mengganti alat
potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya.
4. Mengasah peralatan potong.
5. Mengambil alat – alat khusus atau bahan – bahan khusus dari gudang.
6. Hambatan – hambatan karena kesalahan pemakaian alat ataupun
bahan.
7. Mesin berhenti karena matinya aliran listrik.
Besarnya hambatan untuk kejadian – kejadian seperti ini sangat bervariasi
dari satu pekerjaan lain bahkan stasiun kerja kestasiun kerja lain karena
banyaknya penyebab seperti mesin, kondisi mesin, prosedur kerja, ketelitian
suplay alat dan bahan, dan sebagainya. ( Sutalaksana, 2005 )
2.3 Faktor Penyesuaian ( Rating Performance )
Aktivitas untuk menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja operator ini
dikenal sebagai “ Rating Performance “. Dengan melakukan rating ini diharapkan waktu kerja yang diukur bisa “ dinormalkan “ kembali. Ketidak-normalan dari
waktu kerja ini diakibatkan oleh operator yang bekerja secara kurang wajar yaitu
bekerja dalam tempo atau kecepatan yang tidak sebagaimana mestinya. Rating adalah suatu persoalan penilaian merupakan bagian dari aktivitas pengukuran
kerja dan untuk menetapkan waktu baku penyelesaian kerja tidak bisa tidak faktor
Westing House System’s Rating adalah sistem untuk memberikan rating performance yang umumnya diaplikasikan di dalam aktivitas pengukuran kerja.
[image:33.612.128.489.281.656.2]Selain kecakapan (skill) dan usaha (effort) sebagai faktor yang mempengaruhi performance manusia, maka Westing House menambahkan lagi dengan kondisi kerja (working condition) dan consistency dari operator dalam melakukan kerja. Untuk table Performance Rating Westing House dpat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1.
Performance Rating dengan Sistem Westing House
SKILL EFFORT
+ 0,15 A1 Superskill
+ 0,13 A2
+ 0,11 B1 Excellent
+ 0,08 B2
+ 0,06 C1 Good
+ 0,03 C2
0,00 D Average
+ 0,05 E1 Fair
+ 0,010 E2
+ 0,16 F1 Poor
+ 0,022 F2
+ 0,13 A1 Superskill
+ 0,12 A2
+ 0,10 B1 Excellent
+ 0,08 B2
+ 0,05 C1 Good
+ 0,02 C2
0,00 D Average
+ 0,04 E1 Fair
+ 0,08 E2
+ 0,012 F1 Poor
+ 0,17 F2
CONDITION CONSISTENCY
+ 0,06 A Ideal
+ 0,04 B Excellent
+ 0,02 C Good
0,00 D Average
- 0,33 E Fair
- 0,07 F Poor
+ 0,04 A Ideal
+ 0,03 B Excellent
+ 0,01 C Good
0,00 D Average
- 0,02 E Fair
- 0,04 F Poor
Sumber Wignojosoebroto (2003 )
1. Keterampilan ( skill ) adalah “ Kecakapan atau kemampuan dalam mengerjakan suatu metode yang diberikan “. Selanjutnya berhubungan dengan pengalaman,
ditunjukkan dengan koordinasi yang baik antara pikiran dan tangan.
2. Usaha ( effort ) adalah “ Kesungguhan yang ditujukkan atau diberikan oleh seorang operator saat melaksanakan pekerjaanya”. Usaha ditunjukkan oleh
kecepatan pada tingkat kemampuan yang dimiliki dan dapat dikontrol pada
tingkat yang tertinggi oleh operator.
3. Kondisi ( condition ) adalah “ Kondisi fisik lingkungan di tempat kerja “, yang meliputi keadaan pencahayaan, temperature dan kebisingan ruangan. Kondisi
merupakan suatu prosedur performance rating yang berpengaruh pada operator
dan bukan pada operasi.
4. Konsistensi ( consistency ) adalah “ Suatu keadaan yang stabil dari operator dalam melaksanakan pekerjaanya”. Faktor konsistensi ini perlu diperhatikan,
karena pada kenyataanya setiap pengukuran tidak pernah terjadi angka yang
sama pada pencatatan, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu
berubah dari satu siklus ke siklus yang lain. Konsistensi dikatakan sempurna ( perfect ) jika waktu penyelesaianya selalu sama setiap saat.
2.4 Perencanaan Produksi
Perencanaan produksi merupakan kegiatan yang bertujuan arah awal dari
tindakan – tindakan yang harus dilakukan dimasa mendatang, apa yang harus
dilakukan, berapa banyak melakukannya dan kapan harus melakukan. Oleh
karena itu perencanaan tidak akan selalu memberikan hasil sebagaimana yang
diharapkan dalam rencana tersebut, sehingga setiap perencanaan yang dibuat
harus dievaluasi secara berkala dengan jalan melakukan pengendalian.
Pekerjaan pengendalian produksi akan sangat bergantung pada ada
tidaknya penyimpangan dalam pelaksanan produksi terhadap rencana produksi
yang telah dibuat sebelumnya. Bila penyimpangan yang terjadi cukup besar, maka
perlu diadakan tindakan – tindakan penyesuaian untuk membenahi penyimpangan
yang terjadi. Hasil penyesuaian yang dilakukan ini akan menjadikan dasar dalam
menyusun rencana produksi selanjutnya.
Dengan mempersiapkan rencana produksi, kita harus memikirkan bahwa
jika ada permintaan yang harus dipenuhi, menurut Nasution (2006) terdapat tiga
macam sumber yang dapat digunakan dalam mempersiakan rencana produksi
yaitu :
1. Persediaan yang ada atau yang sedang dilakukan.
2. Persediaan yang ada atau yang masih digudang.
3. Produksi dan persediaan yang masih ada.
Peranan perencanaan produksi adalah mengkoordinasikan kegiatan dari
bagian – bagian yang langsung dan tidak langsung menjadwalkan, dan
output yang dihasilkan sehingga perusahaan betul – betul dapat menghasilkan
barang dan jasa dengan efektif dan efisien.
Dalam menjadwalkan kegiatan produksi tersebut maka tahap perencanaanya
harus mempunyai sifat berjangka waktu, berjenjang, terpadu, terukur,
berkelanjutan, realistis, akurat, dan menantang. ( Nasution, 2006 )
Dalam perencanaan produksi terdapat tiga jenis perencanaan berdasarkan
periode waktu yang dicakup perencanaan produksi tersebut, yaitu :
1. Perencanaan produksi jangka panjang
Perencanaan biasanya melihat 5 tahun atau lebih kedepan. Dalam artian
perencanaan produksi jangka panjang berhubungan dengan efek apa yang
muncul dimasa mendatang terhadap tujuan sistem dan tindakan apa yang
diperlukan dalam menyesuaikan terhadap perubahan tersebut.
2. Perencanaan produksi jangka menengah
Perencanaan produksi jangka menengah mempunyai horizon antara 1
sampai 12 bulan, dan dikembangkan berdasarkan kerangka yang telah
ditetapkan pada perencanaan produksi jangka panjang. Perencanaan ini
didasarkan pada peramalan permintaan tahunan dari bulan dan sumber daya
produktif yang ada ( jumlah tenaga kerja, tingkat persediaan, biaya produksi,
jumlah supplier, dan subkontraktor ), dengan asumsi kapasitas produksi relatif
tetap.
3. Perencanaan produksi jangka pendek
Perencanaan produksi jangka pendek mempunyai horizon perencanaan
kurang dari 1 bulan, dan bentuk perencanaanya adalah berupa jadwal produksi.
yang dinyatakan dengan jumlah pesanan yang diterima ) dengan sumber daya
yang tersedia ( jumlah departemen, waktu shift yang tersedia, banyaknya
operator, tingkat persediaan yang dimiliki dan peralatan yang ada ),sesuai
batasan–batasan yang ditetapkan pada perencanaan agregat.( Nasution, 2006 ).
2.5 Perencanaan produksi agregat
Dalam lingkungan industri, pertimbangan perencanaan agregat mencakup
persediaan, penjadwalan kapasitas, dan sumber daya. Semakin besar fasilitas
industry, masalah perencanaan dan pengendalian menjadi semakin sukar. Bagian
perencanaan dan pengendalian produksi harus menjadwalkan produksi untuk
memenuhi permintaan berbagai produk yang berbeda, sehingga jadwal induk yang
memenuhi kebijaksanaan operasi dan pelayanan konsumen perusahaan harus
dicari (Kusuma, 2004).
Perencanaan produksi agregat merupakan produksi jangka menengah.
Perencanaanya berkisar antara 1 sampai 24 bulan atau bisa bervariasi dari 1
sampai 3 tahun. Perencanaan tersebut tergantung pada karakteristik produk dan
jangka waktu produksi. Tujuan dari perencanaan agregat ini adalah menyusun
suatu rencana produksi untuk memenuhi permintaan pada waktu yang tepat
dengan menggunakan sumber – sumber atau alternative – alternative yang tersedia
dengan biaya yang paling minimum keseluruhan produk. Perencanaan agregat ini
merupakan langkah awal aktivitas perencanaan produksi yang dipakai untuk
Secara umum perencanaan produksi agregat dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar. 2.1.
Proses Perencanaan dan Penjadwalan Produksi
( Nasution, 2006 )
Sedang yang dimaksud dengan perencanaan produksi yaitu bagaimana
mengolah data yang ada, mulai dari meramalkan permintaan konsumen,
menentukan kapasitas dan fasilitas produksi yang digunakan dan terakhir
mengalokasikan permintaan yang ada pada alternative produksi yang dapat
digunakan. Sehingga secara lebih sederhana pembuatan rencana produksi Agregat
dapat dilihat pada gambar dibawah ini. ( Nasution, 2006 ). Kebutuhan Gudang
Peramalan
Kebutuhan Komponen dan Pemeliharaan
Estimasi Permintaan Penyesuian
Persediaan Pesanan - pesanan
Perencanaan Produksi Agregat
PERIODIK
[image:39.612.124.552.86.515.2]
Gambar 2.2.
Prosedur Perencanaan Produksi Agregat ( Nasution, 2006 )
Setelah perencanaan agregat dibuat, maka hasilnya akan di disagregatkan
kedalam kebutuhan – kebutuhan tahapan waktu untuk masing – masing jenis
produksi ( individual product ). Perencanaan disagregat ini disebut Jadwal Induk Produksi ( master production schedule, MPS ). Jadwal induk produksi ini biasanya menunjukkan kebutuhan produksi mingguan selam periode waktu antara
6 sampai 12 bulan. Jadwal induk produksi ( MPS ) bukanlah merupakan
peramalan, tetapi lebih merupakan suatu jadwal yang berisi tentang “ kapan “ PHASE 1
Peramalan Permintaaan Agregat
Time Series With Seasionals PHASE 4 Alokasi Pemintaan PadaPeriode Produksi Inventory Moving Average Exponential Smoothing Yang Lain Penetapan Tenaga Kerja : -Over time -Undertime Harga Promosi Waktu Pengiriman yang Fleksibel Produk Komplementer PHASE 2 Smooth Utilisasi Kapasitas PHASE 3 Penentuan Alternatif Produksi yang Layak
Variabel Tenaga Kerja : -Penyewaan -Pemberhentian Backorder Subkontrak Biaya Linier Trial and Error Heuristik dan Penentuan Model (cocok untuk semua
tipe biaya) Linear Decision Rute Biaya Non Linear
produksi harus diselesaikan MPS semakin berperan dalam sistem manufaktur
yang besar.
2.6 Perencanaan Kapasitas Produksi
Kapasitas didefinisikan sebagai jumlah output ( produk ) maksimum yang
dapat menghasilkan suatu fasilitas produksi dalam selang waktu tertentu. Dari
definisi tersebut, kapasitas terbagi atas tiga perspektif yaitu :
a. Kapasitas Desain
Kapasitas ini menunjukkan output maksimum pada kondisi ideal di mana
tidak terdapat konflik penjadwalan, tidak ada produk yang rusak atau
cacat, dan perawatan hanya yang rutin.
b. Kapasitas Efektif
Kapasitas ini menunjukkan output maksimum pada tingkat operasi
tertentu. Pada umumnya kapasitas efektif lebih rendah dari pada kapasitas
desain.
c. Kapasitas Aktual
Kapasitas ini menunjukkan output nyata yang dapat dihasilkan oleh
fasilitas produksi. Kapasitas actual sedapat mungkin harus diusahakan
sama dengan kapasitas efektif.
Perencanaan kapasitas berusaha untuk mengintegrasikan faktor – faktor
produksi untuk meminimasi ongkos fasilitas produksi. Dengan kata lain,
keputusa – keputusan yang menyangkut kapasitas produksi harus
mempertimbangkan faktor – faktor ekonomis fasilitas produksi tersebut,
mempengaruhi pembentukan kapasitas efektif ialah rancangan produk, kualitas
bahan yang digunakan, sikap dan motifasi tenaga kerja, perawatan mesin /
fasilitas, serta rancangan pekerjaan. Untuk perencanaan kapasitas dapat meliputi :
1. Perencanaan Kapasitas Jangka Pendek
Dalam jangka pendek perencanaan kapasitas digunakan untuk
pengendalian produksi, yaitu untuk melihat apakah pelaksanaan produksi telah
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Perencanaan kapasitas jangka
pendek ini dilakukan dalam jangka waktu harian sampai dengan satu bulan
kedepan.(Kusuma, 2004)
2. Perencanaan Kapasitas Jangka Menengah
Dalam jangka menengah, perencanaan kapasitas digunakan untuk melihat
apakah fasilitas produksi akan mampu merealisasikan jadwal induk produksi yang
telah ditetapkan. Proses disagregasi telah menghasilkan suatu jadwal induk
produksi yang “ kasar “. Dengan menggunakan teknik perhitungan kapasitas,
maka jadwal tersebut dievaluasi sehingga diperoleh jadwal induk produksi yang
lebih realistis.
Kurun waktu perencanaan kapasitas produksi yang dicakup ialah satu
bulan sampai dengan satu tahun kedepan. Perencanaan dalam tahap jangka
menengah ini diperlukan tambahan tools, waktu lembur, waktu shift kerja tambahan, dilakukannya subkontrak, atau penjadwalan yang lebih ketat. (
Kusuma, 2004 ).
3. Perencanaan Kapasitas Jangka Panjang
Dalam jangka panjang ( dengan kurun satu sampai dengan lima tahun ke
fasilitas produksi. Hal yang terpentik dalam perencanaan kapasitas jangka panjang
ini ialah fasilitas yang akan dibangun, jenis mesin yang akan dibeli, atau produk –
produk baru yang akan dibuat. Adapun hubungan aktivitas Perencanaan Kapasitas
Produksi dengan Perencanaan dan Pengendalian Produksi dapat dilihat pada
bagan berikut ini : ( Kusuma, 2004 )
Perencanaan Produksi
Gambar. 2.3.
Hubungan Aktivitas Perencanaan Kapasitas dengan Perencanaan / Pengendalian Produksi
2.7 Waktu Produksi Tersedia
Waktu Produksi tersedia adalah waktu yang disediakan untuk melakukan
proses produksi. Rated Capacity merupakan tingkat keluaran persatuan waktu yang menunjukkan bahwa fasilitas secara teoritik mempunyai kemampuan untuk
memproduksinya. Menurut Handoko (2004) Rated Capacity dapat dihitung dengan rumus :
Jangka Panjang
Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya
Perencanaan Kebutuhan Kapasitas
Pengendalian input / output Jangka Menengah Perencanaan Kapasitas
Rought - Cut
Pengendalian Aktivitas Produksi Perencanaan Kebutuhan Bahan
Penjadwalan Produksi Jangka Pendek
Perencanaan Produksi
Jadwal Induk Produksi
Peramalan
Rated Capacity = Jumlah mesin x Jam kerja x Utilisasi x Efisiensi mesin ( 2.12 )
Jam kerja / bulan = Jam kerja / hari x Hari / minggu x Minggu / bulan
Dimana untuk menghitung utilisasi dan efisiensi adalah sebagai berikut :
Utilisasi =
Efisiensi =
2.8 Jadwal Induk Produksi Master Production Schedule ( MPS )
Perencanaan produksi menyatakan ukuran agregat dan output manufaktur
suatu perusahaan. Setelah perencanaan agregat dibuat, maka hasilnya akan
di-desagregasikan kedalam kebutuhan – kebutuhan berdasarkan tahapan waktu untuk
masing –masing jenis produk. Perencanaan ini disebut jadwal induk produksi. (
Master Production Schedule, MPS ). Master Production Schedule biasanya menunjukkan kebutuhan produksi mingguan selam periode waktu antara 6
sampai 12 bulan. MPS bukan merupakan peramalan, tetapi lebih merupakan suatu
jadwal yang berisikan informasi tentang “ kapan “ produksi harus dielesaikan.
( Nasution, 2006 )
Pada dasarnya jadwal induk produksi ( MPS ) merupakan suatu pernyataan
tentang produk akhir dari suatu perusahaan industry manufaktur yang
merencanakan memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode
waktu. Aktivitas penjadwalan induk produksi ( Master Production Schedulling ) pada dasarnya berkaitan dengan bagaimana menyusun dan perperbaharui jadwal
Jam aktual yang digunakan untuk produksi
Jam yang tersedia menurut produksi
induk produksi,memproses transaksi dari MPS, memelihara catatan MPS,
memelihata aktivitas dari MPS, dan memberikan laporan evaluasi dalam periode
waktu yang teratur untuk keperluan umpan balik dan tinjauan ulang. MPS
berkaitan dengan pernyataan tentang produksi dan bukan pernyataan tentang
pasar. MPS membentuk jalinan komunikasi antara bagian pemasaran dan bagian
manufacturing sehingga seyogianya sebagian pemasaran juga mengetahui
informasi yang ada pada MPS.
Penjadwalan induk produksi berkaitan dengan aktivitas melakukan empat
fungsi utama yaitu sebagai berikut :
1. Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan kebutuhan material dan kapasitas material.
2. Menjadwalkan pesanan – pesanan produksi dan pembelian ( production and purcahase order ) untuk item – item MPS.
3. Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan
kapasitas.
4. Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk.
Sebagai suatu aktivitas proses, penjadwalan produksi induk ( MPS )
Gambar. 2.4. Proses Penjadwalan Produksi Induk
Keterangan :
1. Data permintaan total merupakan salah satu sumber data bagi proses
penjadwalan bagi proses penjadwalan produksi induk. Data permintaan total
berkaitan dengan ramalan penjualan dan pemesanan pesanan.
2. Status Inventory berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory, pemesanan – pesanan produksi dan pembelian yang dikeluarkan, dan firm planned orders. MPS harus mengetahui secara akurat berapa banyak inventory yang tersedia dan menentukan berapa banyak yang harus dipesan.
3. Rencana Produksi memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS harus
menjumlahkannya untuk menentukan tingkat produksi, inventory, dan
sumber –sumber daya lain.
4. Data perencanaan berkaitan dengan Lost sizing yang digunakan, Shrinkage factor, safety stock, lead time dari masing –masing item.
5. Informasi dari RCCP berupa kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS menjadi salah satu input bagi MPS. Pada dasarnya
Rougt Cut Capacity Planning ( RCCP )
PROSES :
Penjadwalan Produksi Induk
( MPS ) INPUT :
1.Data Permintaan Total 2.Status Inventory 3.Rencana Produksi 4.Data Perencanaan 5.Informasi Data RCCP
OUTPUT :
Jadwal Produksi Induk ( MPS )
MPS merupakan aktivitas perencanaan yang berada pada level yang sama dalam
hierarki perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas MRP. RCCP menentukan kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS, menguji
kelayakan dari MPS, dan memberikan umpan balik kepada perencana atau
penyusun jadwal produksi induk ( Master Scheduler ) untuk mengambil tindakan perbaikan apabila ditemukan ketidak sesuaian antara penjadwalan produksi induk
dan kapasitas tersedia.
Jadwal Induk Produksi ( JIP ) adalah suatu rencana produksi jangka
pendek yang menggambarkan hubungan antara kuantitas tiap jenis produk akhir
yang diinginkan dengan waktu penyediaanya. Secara garis besar pembuatan suatu
JIP biasanya dilakukan atas tahapan – tahapan sebagai berikut :
Identifikasi sumber permintaan dan jumlahnya, sehingga dapat diketahui
besarnya permintaan produk tiap akhir periodenya.
Menentukan besarnya kapasitas produksi yang diperlukan untuk
memenuhi
permintaan yang telah diidentifikasikan. Perencanaan ini biasanya
dilakukan pada tingkat agregat, sehingga masih merupakan perencanaan
global. Dalam tahapan ini diidentifikasi kemampuan dari setiap sumber
daya yang dimiliki untuk menentukan kesanggupan berproduksi.
Menyusun rencana rinci dari setiap produk akhir yang akan dibuat. Tahap
ini merupakan penjabaran ( disagregasi ) dari rencana agregat sehingga
akan dibuat dan periode waktu pembuatannya. Selain itu juga dijadwalkan
2.9 Perencanaan Kapasitas Kasar Rought Cut Capacity Planning
( RCCP)
Rought Cut Capacity Planning ( RCCP ) digunakan untuk memverifikasi kapasitas yang diperlukan untuk membuat MPS ( Jadwal Induk Produksi ). Jangka
waktu perencanaan RCCP ini sama dengan MPS, biasanya 1 – 3 tahun kedepan.
Sama seperti MPS, RCCP mendapatkan laporan yang dirubah pada saat
produksi. Bagaimanapun, RCCP tidak mendapatkan komponen persediaan yang
sudah diproduksi dan disimpan atau pada saat diproses, sehingga kapasitas yang
dibutuhkan untuk proyek jangka pendek akan bermasalah. Sumber lain yang
berpotensial untuk menjadi masalah adalah jika jadwal induk produksi tidak
mengandung informasi tentang perencanaan pemesanan. Rought Cut Capacity Planning digunakan untuk membuat keputusan dalam mengatur kapasitas pada jangka waktu tertentu. Keputusan mungkin akan meliputi standart mesin dan
subkontrak. ( Smith, 1989 )
Dalam jangka panjang, perhitungan dan perencanaan kebutuhan kapasitas
dilakukan dengan metode Rougt Cut Capacity Planning. Analisis ini dilakukan untuk menguji ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia di dalam
memenuhi jadwal induk produksi ( MPS ) yang telah ditetapkan. Dengan kata
lain, proses ini akan menghasilkan jadwal induk produksi yang telah disesuaikan.,
karena telah memberikan gambaran tentang ketersediaan kapasitas untuk
memenuhi target produksi yang disusun dalam jadwal induk produksi. Hali ini
dilakukan mengingat rencana induk produksi diturunkan dari optimasi ongkos –
sebenarnya. Pada kenyataanya, keputusan – keputusan penambahan fasilitas baru,
lembur atau subkontrak pada hakikatnya dihasilkan pada tahap ini. Jadi tujuan
MPS adalah mewujudkan perencanaan agregat menjadi suatu perencanaan
terpisah untuk masing – masing item individu . selain itu MPS juga dapat
mengevaluasi jadwal – jadwal alternative dalam hal kebutuhan kapasitas,
menyediakan input sistem dan membantu manajer produksi untuk mengahasilakn
prioritas – prioritas untuk penjadwalan produksi.
Untuk melakukan perhitungan kebutuhan kapasitas dengan menggunakan
metode Rought Cut Capacity Planning ( RCCP ) dibutuhkan masukan berupa :
Ramalan permintaan dan rencana produksi yang dihasilkan dari proses
peramalan, perencanaan agregat, serta proses diisagregasi.
Struktur produk dan bill of material-nya.
Waktu Set Up dan waktu proses suatu produk di suatu departemen.
Jumlah produksi yang ekonomis dari produk tersebut ( EPQ : Economic
Production Quantity ).
Keempat macam data tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung
kebutuhan kapasitas periode per periode. Tahapan perhitungan kapasitas dengan
menggunakan metode Rought Cut Capacity Planning ialah sebagai sebagai berikut :
Step 1 : Menentukan rencana produksi melalui proses peramalan dan proses
perencanaan produksi.
Step 2 : Membuat struktur produk dan bill of material produk.
Step 3 : Menghitung standart waktu kerja ( Standart Run Hours : SRH )
RunTime
EPQ SetupTime
SRH
Keterangan : SRH : Menghitung standart waktu kerja
EPQ : Jumlah produksi yang paling ekonomis ( dalam
satuan waktu per menit ).
SRH ini menunjukkan total waktu yang dibutuhkan untuk membuat
satu unit produk pada suatu kelompok mesin.
Step 4 : Menghitung kebutuhan sumber daya ( Bill of Resource ). Step 5 : Menghitung kebutuhan kasar kapasitas. ( Kusuma, 2004 )
RCCP merupakan urutan kedua dari hierarki perencanaan prioritas
kapasitas yang berperan dalam mengembangkan MPS. RCCP melakukan validasi
terhadap MPS yang juga menempati urutan kedua dalam herarki perencanaan
prioritas produksi. Guna menetapkan sumber – sumber spesifik tertentu
khususnya yang diperkirakan akan menjadi hambatan potensial ( potensial bottleneck ) adalah untuk melaksanakan MPS. Dengan demikian kita dapat membantu manajemen untuk melaksanakan RCCP, dengan memberikan informasi
tentang tingkat produksi di masa mendatang yang akan memenuhi permintaan
total itu.
Jadi penyesuaian MPS akan dilakukan berdasarkan hasil dari analisa
RCCP ini. Salah satu teknik pada proses RCCP adalah perencanaan kapasitas
dengan menggunakan faktor – faktor keseluruhan. Teknik ini mengalokasikan
kebutuhan – kebutuhan kapasitas untuk departemen – departemen, individu atau
mencakup periode waktu 3 bulanan.
Apabila permintaan konsumen melebihi kapasitas produksi yang ada maka
Material terlanjur dibeli dan dibawa ke shop kemudian dikerjakan atau
diproses.
Terjadi antrian.
Lead time tinggi ( waktu menyelesaikan produk ).
Peranan RCCP dalam perencanaan dan pengendalian kapasitas dapat
dilihat pada gambar berikut ini :
[image:50.612.160.574.241.515.2]Production planning Material requirements planning Master production schedule Production activity control Demand management Final assembly scheduling Resource requirement planning Rough cut capacity planning Capacity requirement planning Input/output control Long range Medium range Short range Capacity management techniques
Gambar 2.5. Peranan RCCP dalam perencanaan dan pengendalian
kapasitas
Referensi : Chapter 12 Fogarthy D.W., Blackstone J.H., Hoffmann T.R., Production and Inventory
2.10 Teknik – Teknik Rought Cut Capacity Planning ( RCCP )
Ada 3 teknik yang dipakai untuk mengembangkan laporan pembebanan
mesin dalam menentukan kapasitas yang diperlukan, adalah :
1. Perencanaan Kapasitas mengganti seluruh factor ( Capacity Planning
Using Overall Factor, CPOF )
Data yang diperlukan:
o MPS
o Waktu yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk o Proporsi waktu yang digunakan untuk setiap sumber daya
Total Waktu Produksi = typical time x jumlah produksi ( MPS ) Waktu produksi pada tiap mesin atau sumber daya kunci.
= total waktu produksi x proporsi
WaktuTotal WaktuMesin
( 2.27 )
2. Bill of Labor
Yaitu daftar waktu penyelesaian suatu produk pada setiap work center. - Data yang diperlukan:
o MPS
o Waktu yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk o Proporsi waktu yang digunakan untuk setiap sumber daya
- Jika ada n produk, maka: Kapasitas yang diperlukan = untuk seluruh i,j
- Dimana:
aik = waktu yang diperlukan produk k di stasiun kerja i
bkj = jumlah produk k yang akan diproduksi pada periode j
mounth
product
Berikut ini adalah tabel matrik pendekatan Rought Cut Capacity Planning ( RCCP ) dan Boll of Labour ( BOL ) :
( Smith, 1989 )
Matrik Waktu
1 2 3 . .
a11
a12
a13
.
.
Matrik Produksi
J P M A M J J A S O N D
P1 b11 b12 b13 b14 b15 b16 b17 b18 b19 b20 b21 b22
Contoh Bill of Labour : 2 Produk, 2 bulan, 2 work center.
BILL OF LABOR
P1 P2
WC1 a11 a12
WC2 a21 a22
MPS
M1 M2
P1 b11 b12
P2 b21 b22
WC
Produk
P
Produk Bulan
Produk
RCCP
c11 = a11 . b11 + a12 . b21
c12 = a11 . b12 + a12 . b22
c21 = a22 . b11 + a22 . b21
c22 = a21 . b12+ a22 . b22 ( 2.29 )
dimana :
Cij = kapasitas yang diperlukan untuk seluruh k periode j.
Aik = waktu yang diperlukan produk k di stasiun kerja i.
Bkj = jumlah produk k yang akan diproduksi pada periode j.
www.ti.itb.ac.id/.../(pak%20oyo)%20RCCP%20BARU%202008.ppt
3. Resource profile approach (RPA)
Metode perhitungan mirip BOL + mempertimbangkan lead-time offset Data yang diperlukan :
- Master product schedule ( jadwal induk produksi )
- Resource profile
Pemilihan metoda RCCP
M1 M2
WC1 c11 c12
WC2 c21 c22
n
k kj ik ij a b
c
1
mounth
WC
Re source Profile Maste r sche dule RCCP
Month
2 1 0 M1 M2 M3 Work M1 M2 M3
Product Product Center
p1 p1 WC1
p2 a212 a212 a210 p2 b21 b22 b23 WC2 c21 c22 c23
2 1 0
b12 b13 c11 c12 c13
p1 a122 a121 a120 a110
Work Ce nte r 1
Month
b11 Time to
Due Date
a112 a111
1. Ukuran lot diasumsikan lot-for-lot
2. Metoda BOL lebih direkomndasikan dari pada Metoda CPOF
3. Resource profile approach produk yang manufacture leadtime lama (contoh : airplane, machine tools).
2.11. Peramalan
Peramalan adalah proses untuk memperkirakan beberapa kebutuhan
dimasa datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu
dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan ataupun jasa.
Peramalan akan menunjukkan kecenderungan – kecenderungan dalam
kebutuhan manufaktur dikemudian hari. Kebijakan – kebijakan pergantian regu
kerja, rencana untuk peningkatan atau penurunan aktivitas manufaktur, atau
kemungkinan perluasan pabrik sering dapat didasarkan pada ramalan – ramalan
tersebut. Setiap kebijakan perusahaan tidak akan terlepas dari usaha untuk
meningkatkan kesejateraan masyarakat atau meningkatkan keberhasilan
perusahaan untuk mencapai tujuannya pada masa akan datang. ( Nasution, 2006 ).
Dalam hubungannya dengan waktu peramalan, maka peramalan bisa
diklasifikasikan kedalam tiga kelompok yaitu :
1. Peramalan jangka panjang
Peramalan ini umumnya 2 sampai 10 tahun. Peramalan ini digunakan
untuk merencanakan produk dan perencanaan sumber – sumber daya.
2. Peramalan jangka menengah
Peramalan ini umumnya 1 sampai 24 bulan. Peramalan ini lebih
untuk menentukan aliran kas, perencanaan peroduksi, dan penentuan
anggran.
3. Peramalan jangka pendek
Peramalan ini umumnya 1 sampai 5 tahun minggu. Peramalan ini
digunakan untuk mengambil keputusan dalam hal perlu tidaknya lembur,
penjadwalan kerja, dan lain – lain keputusan kontrol jarak pendek.
Apabila dilihat dari sifat penyusunan maka peramalan dapat dibedakan
atas 2 macam yaitu :
1. Peramalan subjektif
Merupakan peramalan yang lebih menekankan pada keputusan –
keputusan hasil diskusi, pendapat pribadi dan intuisi seseorang yang
melakukannya.
2. Peramalan objektif
Merupakan peramalan yang didasrkan atas data yang relevan dengan
masalah , dengan mengunakan teknik dan penganalisaan data tersebut.
Untuk lebih memastikan bahwa peramalan yang dilakukan dapat mencapai
taraf ketepatan yang optimal, maka beberapa prosedur yang yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Menganalisa data masa lalu, yang dilakukan dengan cara mmbuat
tabulasi dari data masa lalu. Dari tabulasi data, maka dapat diketahui
pola dari data tersebut.
2. Menentukan metode yang digunakan. Metode peramalan yang baik
adalah metode yang menghasilkan penyimpangan antara hasil
3. Memproyeksikan data masa lalu dengan menggunakan metode yang
dipergunakan, mempertimbangkan beberapa faktor.faktor – faktor
perubahan tersebut antara lain terdiri dari perubahan kebijakan –
kebijakan yang mungkin terjadi, termasuk perubahan kebijakan
pemerintah, perkembangan teknologi dan penemuan – penemuan baru
dan perbedaan dengan hasil ramalan yang ada dengan kenyataanya.
( Nasution, 2006 )
2.12. Metode Peramalan
Untuk membuat peramalan permintaan, harus menggunakan suatu metode
tertentu. Pada dasarnya, semua metode peramalan memiliki ide sama, yaitu
menggunakan data masa lalu untuk memperkirakan atau memproyeksikan data
dimasa akan datang. ( Baroto Teguh, 2004 )
Metode peramalan adalah cara memperkirakan secara kuantitatif apa yang
terjadi pada masa yang akan datang, berdasarkan data yang relevan pada masa
lalu. Keberhasilan dari suatu peramalan sangat ditentukan oleh :
1. Pengetahuan teknik tentang informasi data masa lalu yang dibutuhkan,
informasi ini berisikan data kuantitatif.
2. Teknik dan metode peramalan.
Baik tidanya suatu peramalan yang disusun, disamping ditentukan oleh
metode yang dipergunakan, juga ditentukan oleh baik tidaknya
informasi kuantitatif yang dipergunakan. Selama informasi yang
dipergunakan tidak dapat meyakinkan, maka hasil peramalan sukar
Adapun kegunaan dari metode peramalan adalah sebagai berikut :
1. Untuk menentukan kebijaksanaan dalam penyusunan anggaran.
2. Untuk mengendalikan persediaan bahan baku.
3. Untuk membantu kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi
4. Untuk mengadakan rencana perluasan perusahaan
5. U