LAPORAN MINGGUAN PRAKTIKUM INDUSTRI III
MASTER PRODUCTION SCHEDULE &
ROUGHT CUT CAPACITY PLANNING
KELOMPOK 5.2:
FITRIA DIANI 2109036006
ZAHRA RAHNAVARD 2109036025
ZILA MAGHFIRAH 2109036036
RAFI RIZKY RAYA 2109036050
LABORATORIUM TEKNOLOGI INDUSTRI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTASTEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA
2023
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Master Production Schedule (MPS)
Menurut Lestari dan Winarno (2021), MPS (Master Production Schedule) adalah pernyataan atau penejelasan yang berisikan informasi mengenai persediaan akhir suatu perusahaan pada proses produksi dengan kualitas, kuantitas, dan tenggat waktu yang baik.
Selama penyusunan MPS, penting untuk mencatat perubahan yang mungkin terjadi selama produksi dan memasukkan informasi yang diperoleh sebelumnya ke dalam rencana produksi secara keseluruhan untuk membuat MPS setiap minggu atau harian atau secara teratur di lain waktu periode dengan kata lain MPS merupakan hasil dari pengelolaan pada master plan.
Menurut Suhara (2020), penerapan Master Production Schedule (MPS) sangat diperlukan dalam Perusahaan agar perusahaan dapat menjadwalkan rencana produksi, memaksimalkan keadaan atau kondisi pekerja, meminimalisir cost perusahaan dalam bidang produksi dan mengidentifikasi atau memeriksa bahan yang ada atau tersedia untuk dijadikan produk yang dapat menjadi permintaan dan untuk jadwal periode berikutnya.
Sistem kerja yang baik adalah sistem kerja yang memiliki nilai efisiensi dan produktivitas yang tinggi. Mengingat hal tersebut, maka peran serta teknik manajemen industri mutlak dibutuhkan dalam hal perancangan baru atau merancang kembali suatu sistem yang diusahakan dapat meningkatkan produksi dari sistem tersebut, sehingga sistem produksi tersebut adalah suatu aktivitas atau keterkaitan antara elemen-elemen yang saling berketergantungan untuk mencapai tujuan yang sama, sedangkan produksi adalah suatu kegiatan terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi yang mengolah bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Penetapan metode peramalan sangat diperlukan dalam menjalankan suatu perusahaan untuk dapat mengetahui peristiwa-peristiwa yang akan terjadi atau untuk mengetahui tingkat tingkat kemajuan perusahaan ke depan, agar perusahaan dapat menetapkan strategi-strategi.
2.3.1 Lead Time
Menurut Zahrotun dan Taufiq (2018) dalam Nurwulan dkk. (2021), lead time merupakan waktu yang akan dibutuhkan semenjak memesan hingga barang yang dipesan diterima.
Pada proses manufaktur, lead time yang panjang dapat menyebabkan pemborosan pada perusahaan dikarenakan meningkatnya biaya proses karena diperlukan rangkaian langkah - langkah yang sesuai untuk dicari tau lebih lanjut dan diatur sebagai panduan bagi perusahaan yang menerapkan lean manufacturing untuk memperbaiki sistem kerjanya berfokus pengurangan lead time.
Menurut Nurwulan dkk. (2021), cara untuk mengurangi lead time, harus lebih dulu mengetahui takt time dari proses produksi tersebut. Takt time berfungsi sebagai penyelaras tahap – tahap produksi dengan tahap – tahap penjualan sebagai proses utama sehingga waktu yang diharapkan bagi setiap produk dapat sesuai dengan permintaan konsumen. Takt time bisa juga dihitung dengan membagi waktu produksi dengan jumlah unit permintaan produk selama proses produksi. Proses produksi yang baik harus memiliki takt time yang lebih singkat dari waktu siklus. Apabila tidak demikian, berarti terdapat sesuatu yang salah dalam proses produksi yang perlu diperbaiki.
Menurut Zahrotun & Taufiq (2018) dalam Nurwulan dkk. (2021), upaya pengurangan lead time pada proses manufaktur bisa saja tidak berjalan sesuai rencana dikarenakan adanya tantangan dan hambatan seperti:
1. Kualitas, kuantitas, dan waktu yang tidak dapat diprediksi
2. Kurangnya kolaborasi, buruknya pertukaran informasi, dan miskomunikasi 3. Tingkat persediaan yang tinggi
4. Tidak diketahuinya jumlah operasi yang diperlukan dan tahapan proses dalam proses produksi
5. Kurangnya keahlian dari pegawai dalam peningkatan proses dan produk dalam proses
Umumnya, tantangan dan hambatan dalam mengurangi lead time menggunakan prinsip lean manufacturing adalah manajemen sumber daya, manajemen manusia.
2.4 Rough Cut Capacity Planning (RCCP)
Menurut Septriani dan Alfa (2021), Perencanaan kapasitas pemotongan kasar atau yang sering disebut dengan RCCP berfungsi untuk menyelesaikan permasalahan bisnis terkait kapasitas produksi. Rough Cut Capacity Planning (RCCP) menghitung kebutuhan kapasitas secara kasar dan membandingkannya dengan kapasitas yang tersedia. Terdapat penumpukan pada beberapa stasiun kerja yang diperoleh dari perhitungan kapasitas produksi dengan metode pendekatan RCCP yaitu lini produksi pra assembly mechanical pada bending machine, lini produksi assembly mechanical pada assembly rangka dan drilling machine, lini produksi coating pada coating treatment, lini produksi electornic mechanical pada punching cu machine, lini produksi electrical pada assembly cu dengan menggunakan perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) bisa diketahui kapasitas yang dibutuhkan untuk penambahan mesin-mesin produksi atau penambahan jumlah pekerja serta penambahan jam kerja (lembur).
Menurut Sinulingga (2009) dalam Septriani (2021), ketika ingin mengetahui kapasitas produksi pada perusahaan apakah tersedia tambahan waktu kerja (lembur) dan tambahan mesin untuk menyelesaikan proses produksi tepat waktu dengan menggunakan perhitungan perencanaan kasar pemotongan kapasitas perencanaan atau RCCP. Rough Cut Capacity Planning (RCCP). Rough Cut Capacity Planning (RCCP) menghitung kebutuhan kapasitas secara kasar dan membandingkannya dengan kapasitas yang tersedia. Perhitungan awal di atas tercermin dari dua karakteristik RCCP, yaitu kebutuhan kapasitas selalu berdasarkan kelompok produk, bukan berdasarkan produk, dan tidak memperhitungkan jumlah persediaan yang ada. Rough Cut Capacity Planning (RCCP) dapat digambarkan atau diartikan sebagai proses konversi dari rencana produksi atau MPS ke dalam kebutuhan kapasitas yang berkaitan dengan sumber-sumber daya kritis, seperti tenaga kerja, mesin dan peralatan, kapasitas gudang, kapabilitas pemasok material dan parts, dan sumber daya keuangan. Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) yang dilakukan dengan 2 metode yaitu metode Capacity Planning with Overall Factors (CPOF) dan Bill of Labor Approach (BOLA).
Menurut Sugiatna (2021), Rough Cut Capacity Planning (RCCP) merupakan metode yang digunakan untuk mengukur kapasitas stasiun kerja sehingga dapat diketahui apakah suatu jadwal produksi memerlukan kerja lembur, subkontraktor, ataupun strategi produksi lainnya, untuk memenuhi permintaan yang tepat waktu. Keberhasilan perencanaan manufakturing membutuhkan perencanaan kapasitas yang efektif agar mampu memenuhi jadwal produksi yang telah ditetapkan. Kekurangan kapasitas akan menyebabkan kegagalan memenuhi target produksi, keterlambatan pengiriman ke pelanggan dan kehilangan kepercayaan dalam sistem formal yang mengakibatkan reputasi perusahaan akan menurun bahkan hilang sama sekali. Rough Cut Capacity Planning (RCCP) menentukan apakah sumber daya yang direncanakan cukup untuk melaksanakan MPS. RCCP bertujuan menghitung beban untuk semua item yang dijadwalkan dan dalam periode waktu yang aktual. Jika proses RCCP mengindikasikan bahwa MPS layak dilaksanakan maka MPS akan diteruskan ke proses MRP guna menentukanbahan baku atau material, komponen dan subassemblies yang dibutuhkan.
Teknik Penerapan RCCP:
a. Capacity Planning Using Overall Factors (CPOF)
CPOF merupakan perencanaan yang relatif kasar, dengan input yang diperlukan seperti: MPS, waktu total pabrik yang diperlukan untuk memproduksi satu part tertentu dan proporsi historis yakni perbandingan antar stasiun kerja mengenai kapasitas produk pada waktu tertentu. Cara perhitungannya relatif mudah, dengan mengalikan proporsi historis dengan total kuantitas MPS pada periode tertentu untuk masing-masing stasiun kerja. Dari hasil perhitungan ini nantinya diperoleh waktu total yang diperlukan, total waktu ini kemudian dirata-ratakan dan dibandingkan dengan waktu kapasitas.
b. Bill of Labor Approach (BOLA)
Bill of Labor Approach didefinisikan sebagai suatu daftar yang berisi jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu item. Pendekatan dengan teknik ini menggunakan data yang rinci mengenai waktu baku setiap produk pada sumber- sumber utama. Ada masukan yang dibutuhkan untuk pendekatan BOLA.
c. Resources Profile Approach
Pendekatan ini juga menggunakan data waktu baku. Selain itu membutuhkan pula data lead time yang diperlukan pada stasiun-stasiun kerja tertentu.
Menurut Rizqi (2020), terdapat beberapa metode yang umum diterapkan dalam RCCP yaitu Capacity Planning Using Overall Factors (CPOF), Bill of Labor Approach (BOLA), dan Resource Profile Approach (RPA). Metode ini mengasumsikan bahwa waktu pemrosesan pada sistem adalah konstan. Tentunya waktu pengerjaannya berbeda- beda untuk setiap unit yang diproduksi (probabilitas). Salah satu metode yang mempunyai keunggulan karena menyelesaikan masalah dalam kondisi ketidakpastian adalah simulasi.
2.4.1 Metode Bill of Labor Approach (RCCP)
Menurut Rizqi (2020), metode Bill of Labor (BOLA) merupakan daftar yang berisi jumlah pekerja dan waktu standar mereka untuk memproduksi suatu barang. Metode BOLA bersifat deterministik sehingga tidak dapat memperhitungkan ketidakpastian waktu dalam proses produksi. Oleh karena itu, alternatifnya adalah dengan mengasumsikan bahwa waktu pemrosesan adalah konstan, dengan nilai yang dinyatakan sebagai waktu standar per WS. Saat ini banyak metode yang digunakan dalam RCCP salah satunya adalah Bill of Labor (BOLA). Akan tetapi, metode tersebut mengasumsikan sistem bekerja dalam keadaan konstan. Faktanya, sistem produksi pada dasarnya bersifat probabilistik. Metode simulasi memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan metode BOLA karena tidak hanya memperhitungkan waktu proses probabilistik tetapi juga waktu perpindahan barang antar stasiun kerja.
Menurut Meirizha dan Syukur (2019), Bill of labor atau tagihan tenaga kerja merupakan daftar jumlah tenaga kerja/waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah item:
a. MPS dan waktu standar dari masing-masing sumber yang dinyatakan sebagai tagihan tenaga kerja dimana waktu bakunya adalah waktu yang dibutuhkan rata-rata pekerja untuk memproduksi 1 unit dalam kondisi normal (termasuk kompensasi sebesar) b. Penghitungan kebutuhan daya dilakukan dengan mengalikan: jumlah total dalam
MPS x waktu yang diperlukan untuk setiap sumber daya atau stasiun kerja dalam daftar pekerjaan.
BAB V
Master Production Schedule (MPS) &
Rough Cut Capacity Planning (RCCP)
5.1 Pengumpulan Data (MPS)
PT Interio Living memproduksi meja lipat sebagai persediaan untuk memenuhi konsumen. Perusahaan melakukan penjadwalan induk produksi dalam periode 6 bulan terhitung dari bulan Oktober 2023 hingga Maret 2024 meliputi beberapa informasi terkait jumlah peramalan, order pelanggan, dan inventori yang dimiliki perusahaan. setelah dilakukan pembuatan MPS, perusahan perlu melakukan validasi atau perhitungan terhadap penjadwalan produksi agar kapasitas yang tersedia cukup dalam memproduksi dalam kurun waktu periode 6 bulan dengan membuat RCCP dengan metode Bill of Labor Approach (BOLA). Pada pengerjaan MPS dan RCCP terdapat beberapa data informasi sebagai berikut.
1. MPS
a. Lead time = 2 bulan b. PTF = 2 bulan
Tabel 5.1 Data forecast selama 6 periode
Periode 1 2 3 4 5 6 Total
Forecast 676 675 674 673 672 671 4041
5.2 Pengolahan Data (MPS)
Pada perusahaan PT Interio Living terdapat data lead time dengan klasifikasi material pembuatan produk yang menunjukkan lead time pada batang alumunium sebagai Planning Time Fence (PTF).
Tabel 5.2 Data lead time setiap material PT Interio Living
Material Waktu (bulan)
Papan 1.5
Papan HPL 1
Tabel 5.2 Data lead time setiap material PT Interio Living (lanjutan)
Material Waktu (bulan)
Hard HPL 1.5
Soft HPL 1.5
MDF 1
Stand Holder 1
Cup Holder 1
Kaki Meja 1.5
Batang Alumunium 2
Karet 1
Engsel 1
Kerangka Engsel 1.5
Baut 0.5
Sekrup 0.5
Kemudian dilakukan perhitungan untuk memperoleh nilai MPS, Projected Available Balance (PAB), dan planned order pada bulan Desember 2023 hingga bulan Maret 2024 dari data-data yang telah dicantumkan sebagai berikut.
1. MPS
Untuk mencari nilai MPS adalah dengan menggunakan data forecast tiap periode dimulai dari periode pertama hingga batas periode sebelum PTF, berarti nilai MPS dimulai dari periode selanjutnya sama dengan 0. Dari data yang telah diperoleh sebelumnya, dapat dilakukan perhitungan MAP dari bulan Oktober 2023 hingga bulan Maret 2024 sebagai berikut.
MPS bulan Oktober 2023 = 676 MPS bulan November 2023 = 675 MPS bulan Desember 2023 = 0 MPS bulan Januari 2024 = 0 MPS bulan Februari 2024 = 0 MPS bulan Maret 2024 = 0 2. Projected Available Balance (PAB)
Untuk mencari nilai Projected Available Balance (PAB) dengan cara menghitung PAB periode sebelumnya dan mengurangi dengan forecast pada periode PTF, lalu ditambahkan dengan MPS pada periode PTF. Rumus Projected Available Balance (PAB) dapat dilihat pada Persamaan 5.1 berikut ini.
PAB = PAB periode sebelumnya – forecast periode PTF + MPS periode PTF…. (5.1) PAB bulan Desember 2023 = 0 – 674 + 0
= -674
PAB bulan Januari 2024 = (-674) – 673 + 0
= -1347
PAB bulan Februari 2024 = (-1347) – 672 + 0
= -2019
PAB bulan Maret 2024 = (-2019) – 671 + 0
= -2690 3. Planned Order
Untuk mencari nilai planned order adalah dengan menggunakan data forecast tiap periode dimulai dari PTF atau periode ketiga hingga periode akhir. Dari data yang telah diperoleh sebelumnya, dapat dilakukan perhitungan planned order dari bulan Desember 2023 hingga bulan Maret 2024 sebagai berikut.
PO bulan Desember 2023 = 674 PO bulan Januari 2024 = 673 PO bulan Februari 2024 = 672 PO bulan Maret 2024 = 671
Berikut merupakan perhitungan dari MPS, Projected Available Balance (PAB), dan planned order pada bulan Desember 2023 hingga bulan Maret 2024. Dapat dilihat pada Tabel 5.3 di bawah ini.
Tabel 5.3 Hasil perhitungan MPS PTF
Periode 1 2 3 4 5 6
Forecast 676 675 674 673 672 671
Production Forecast 0 0 0 0 0 0
Actual Demand 0 0 0 0 0 0
MPS 676 675 0 0 0 0
Projected Available Balance 0 0 -674 -1347 -2019 -2690
Available To Promise 0 0 0 0 0 0
Planned Order 0 0 674 673 672 671
5.3 Pengumpulan Data (RCCP)
Setelah dilakukan perhitungan data pada PT Interio Living, maka dapat diperoleh nilai planned order sebagai data Master Production Schedule (MPS) yang akan diolah pada Rough Cut Capacity Planning (RCCP) sebagai berikut.
Tabel 5.4 Data forecast
Periode 1 2 3 4 5 6 Total
MPS 0 0 674 673 672 671 2690
Pada perhitungan selanjutnya dilakukan perhitungan RCCP untuk validasi data MPS dengan melakukan input data waktu per Stasiun Kerja dan perhitungan RCCP dengan metode Bill of Labor Approach (BOLA).
Tabel 5.5 Data waktu proses
No Stasiun Kerja Waktu Proses (Jam)
1 Perakitan Papan 0,17
2 Perakitan Kaki 0,23
3 Perakitan Engsel 0,08
4 Perakitan Meja Lipat 0,22
Total 0,70
5.4 Pengolahan data (RCCP)
Pada perhitungan RCCP dilakukan pada periode pertama dengan metode BOLA, adapun input dari RCCP meliputi kebutuhan stasiun kerja perakitan papan, perakitan kaki, perakitan engsel, dan perakitan meja lipat. Berikut merupakan perhitungan stasiun kerja setiap perakitan dari bulan Desember 2023 hingga bulan Maret 2024.
RCCP = Waktu proses (jam) × MPS ... (5.2)
Berikut merupakan perhitungan RCCP yang dilakukan meliputi kebutuhan stasiun kerja perakitan papan, perakitan kaki, perakitan engsel, dan perakitan meja lipat dengan menggunakan persamaan 5.2 di atas.
1. Kebutuhan Stasiun Kerja Perakitan Papan
Untuk mengetahui berapa jam kebutuhan stasiun kerja perakitan papan dari data yang telah diperoleh sebelumnya, dapat dilakukan perhitungan RCCP dengan Persamaan 5.2 dari bulan Oktober 2023 hingga bulan Maret 2024.
a. Stasiun Kerja Perakitan Papan Oktober 2023
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan papan pada bulan Oktober 2023 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Papan Oktober 2023 = 0,17 jam × 0 unit
= 0 jam b. Stasiun Kerja Perakitan Papan November 2023
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan papan pada bulan November 2023 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Papan November 2023 = 0,17 jam × 0 unit
= 0 jam c. Stasiun Kerja Perakitan Papan Desember 2023
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan papan pada bulan Desember 2023 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Papan Desember 2023 = 0,17 × 674
= 114,580 jam d. Stasiun Kerja Perakitan Papan Januari 2024
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan papan pada bulan Januari 2024 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Papan Januari 2024 = 0,17 × 673
= 114,410 jam e. Stasiun Kerja Perakitan Papan Februari 2024
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan papan pada bulan Februari 2024 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Papan Februari 2024 = 0,17 × 672
= 114,240 jam f. Stasiun Kerja Perakitan Papan Maret 2024
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan papan pada bulan Februari 2024 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Papan Maret 2024 = 0,17 × 671
= 114,070 jam
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada stasiun kerja perakitan papan, didapatkan nilai waktu yang dibutuhkan pada stasiun kerja perakitan papan bulan Oktober 2023 sebanyak 0 jam, pada November 2023 sebanyak 0 jam, pada Desember 2023 sebanyak 114,580 jam, pada Januari 2024 sebanyak 114,410 jam, pada Februari 2024 sebanyak 114,240 jam, dan pada Maret 2024 sebanyak 114,070 jam.
2. Kebutuhan Stasiun Kerja Perakitan Kaki
Untuk mengetahui berapa jam kebutuhan stasiun kerja perakitan kaki dari data yang telah diperoleh sebelumnya, dapat dilakukan perhitungan RCCP dengan Persamaan 5.2 dari bulan Desember 2023 hingga bulan Maret 2024.
a. Stasiun Kerja Perakitan Kaki Oktober 2023
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan kaki pada bulan Oktober 2023 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Kaki Oktober 2023 = 0,23 jam × 0 unit
= 0 jam b. Stasiun Kerja Perakitan Kaki November 2023
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan kaki pada bulan November 2023 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Kaki November 2023 = 0,23 jam × 0 unit
= 0 jam
c. Stasiun Kerja Perakitan Kaki Desember 2023
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan kaki pada bulan Desember 2023 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Kaki Desember 2023 = 0,23 × 674
=155,020 jam d. Stasiun Kerja Perakitan Kaki Januari 2024
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan kaki pada bulan Januari 2024 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Kaki Januari 2024 = 0,23 × 673
=154,790 jam e. Stasiun Kerja Perakitan Kaki Februari 2024
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan kaki pada bulan Februari 2024 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Kaki Februari 2024 = 0,23 × 672
= 154,560 jam f. Stasiun Kerja Perakitan Kaki Maret 2024
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan kaki pada bulan Maret 2024 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Kaki Maret 2024 = 0,23 × 671
= 154,330 jam
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada stasiun kerja perakitan kaki, didapatkan nilai waktu yang dibutuhkan pada stasiun kerja perakitan kaki bulan Oktober 2023 sebanyak 0 jam, pada November 2023 sebanyak 0 jam, pada Desember 2023 sebanyak 155,020 jam, pada Januari 2024 sebanyak 154,790 jam, pada Februari 2024 sebanyak 154,560 jam, dan pada Maret 2024 sebanyak 154,330 jam.
3. Kebutuhan Stasiun Kerja Perakitan Engsel
Untuk mengetahui berapa jam kebutuhan stasiun kerja perakitan engsel dari data yang telah diperoleh sebelumnya, dapat dilakukan perhitungan RCCP dengan Persamaan 5.2 dari bulan Desember 2023 hingga bulan Maret 2024.
a. Stasiun Kerja Perakitan Engsel Oktober 2023
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan engsel pada bulan Oktober 2023 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Engsel Oktober 2023 = 0,08 jam × 0 unit
= 0 jam b. Stasiun Kerja Perakitan Engsel November 2023
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan engsel pada bulan November 2023 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Engsel November 2023 = 0,08 jam × 0 unit
= 0 jam c. Stasiun Kerja Perakitan Engsel Desember 2023
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan engsel pada bulan Desember 2023 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Engsel Desember 2023 = 0,08 × 674
= 53,920 jam d. Stasiun Kerja Perakitan Engsel Januari 2024
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan engsel pada bulan Januari 2024 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Engsel Januari 2024 = 0,08 × 673
= 53,840 jam e. Stasiun Kerja Perakitan Engsel Februari 2024
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan engsel pada bulan Februari 2024 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Engsel Februari 2024 = 0,08 × 672
= 53,760 jam f. Stasiun Kerja Perakitan Engsel Maret 2024
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan engsel pada bulan Maret 2024 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Engsel Maret 2024 = 0,08 × 671
= 53,680 jam
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada stasiun kerja perakitan engsel, didapatkan nilai waktu yang dibutuhkan pada stasiun kerja perakitan engsel bulan Oktober 2023 sebanyak 0 jam, pada November 2023 sebanyak 0 jam, pada Desember 2023 sebanyak 53,920 jam, pada Januari 2024 sebanyak 53,840 jam, pada Februari 2024 sebanyak 53,760 jam, dan pada Maret 2024 sebanyak 53,680 jam.
4. Kebutuhan Stasiun Kerja Perakitan Meja Lipat
Untuk mengetahui berapa jam kebutuhan stasiun kerja perakitan meja lipat dari data yang telah diperoleh sebelumnya, dapat dilakukan perhitungan RCCP dengan Persamaan 5.2 dari bulan Desember 2023 hingga bulan Maret 2024.
a. Stasiun Kerja Perakitan Meja Lipat Oktober 2023
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan meja lipat pada bulan Oktober 2023 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Meja Lipat Oktober 2023 = 0,22 jam × 0 unit
= 0 jam b. Stasiun Kerja Perakitan Meja Lipat November 2023
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan meja lipat pada bulan November 2023 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Meja Lipat November 2023 = 0,22 jam × 0 unit
= 0 jam
c. Stasiun Kerja Perakitan Meja Lipat Desember 2023
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan meja lipat pada bulan Desember 2023 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Meja Lipat Desember 2023 = 0,22 × 674
= 148,280 jam d. Stasiun Kerja Perakitan Meja Lipat Januari 2024
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan meja lipat pada bulan Januari 2024 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Meja Lipat Januari 2024 = 0,22 × 673
= 148,060 jam e. Stasiun Kerja Perakitan Meja Lipat Februari 2024
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan meja lipat pada bulan Februari 2024 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Meja Lipat Februari 2024 = 0,22 × 672
= 147,840 jam f. Stasiun Kerja Perakitan Meja Lipat Maret 2024
Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada stasiun kerja perakitan meja lipat pada bulan Maret 2024 dapat dilakukan dengan cara mengalikan waktu proses dengan data MPS seperti pada Persamaan 5.2.
Stasiun Kerja Perakitan Meja Lipat Maret 2024 = 0,22 × 671
= 147,620 jam
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada stasiun kerja perakitan meja lipat, didapatkan waktu yang dibutuhkan stasiun kerja perakitan meja lipat bulan Oktober 2023 sebanyak 0 jam, pada November 2023 sebanyak 0 jam, pada Desember 2023 sebanyak 148,280 jam, pada Januari 2024 sebanyak 148,060 jam, pada Februari 2024 sebanyak 147,840 jam, dan pada Maret 2024 sebanyak 147,620 jam.
5. Total Kapasitas Waktu Proses Perakitan
Perhitungan total kapasitas waktu proses perakitan yang terpakai pada setiap periodenya didapat dengan mengalikan total waktu standar pada seluruh kegiatan perakitan dengan nilai MPS pada setiap periode.
a. Total Kapasitas Waktu Proses Perakitan Oktober 2023
Perhitungan total kapasitas waktu proses perakitan bulan Oktober 2023 dapat dihitung dengan menggunakan total waktu standar proses perakitan adalah 0,70 jam dan MPS pada periode Oktober 2023 sebanyak 0 unit.
Total Kapasitas Proses Perakitan Oktober 2023 = 0,70 jam × 0 unit
= 0 jam
b. Total Kapasitas Waktu Proses Perakitan November 2023
Perhitungan total kapasitas waktu proses perakitan bulan November 2023 dapat dicari dengan menggunakan total waktu standar proses perakitan adalah 0,70 jam dan MPS pada periode November 2023 sebanyak 0 unit.
Total Kapasitas Proses Perakitan November 2023 = 0,70 jam × 0 unit
= 0 jam
c. Total Kapasitas Waktu Proses Perakitan Desember 2023
Perhitungan total kapasitas waktu proses perakitan bulan Desember 2023 dapat dicari dengan menggunakan total waktu standar proses perakitan adalah 0,70 jam dan MPS pada periode Desember 2023 sebanyak 674 unit.
Total Kapasitas Proses Perakitan Desember 2023 = 0,70 jam × 674 unit
= 471,8 jam
d. Total Kapasitas Waktu Proses Perakitan Januari 2024
Perhitungan total kapasitas waktu proses perakitan bulan Januari 2024 dapat dicari dengan menggunakan total waktu standar proses perakitan adalah 0,70 jam dan MPS pada periode Januari 2024 sebanyak 673 unit.
Total Kapasitas Proses Perakitan Januari 2024 = 0,70 jam × 673 unit
= 471,1 jam
e. Total Kapasitas Waktu Proses Perakitan Februari 2024
Perhitungan total kapasitas waktu proses perakitan bulan Februari 2024 dapat dicari dengan menggunakan total waktu standar proses perakitan adalah 0,70 jam dan MPS pada periode Februari 2024 sebanyak 672 unit.
Total Kapasitas Proses Perakitan Februati 2024 = 0,70 jam × 672 unit
= 470,4 jam
f. Total Kapasitas Waktu Proses Perakitan Maret 2024
Perhitungan RCCP total kapasitas waktu proses perakitan Maret 2024 dapat dicari dengan menggunakan total waktu standar proses perakitan adalah 0,70 jam dan MPS pada periode Maret 2024 sebanyak 673 unit.
Total Kapasitas Proses Perakitan Maret 2024 = 0,70 jam × 673 unit
= 469,7 jam
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan untuk total kapasitas proses perakitan didapatkan total waktu yang dibutuhkan pada bulan Oktober 2023 sebanyak 0 jam, pada bulan November 2023 sebanyak 0 jam, pada bulan Desember 2023 sebanyak 471,8 jam, pada bulan Januari 2024 sebanyak 471,1 jam, pada bulan Februari 2024 sebanyak 470,4 jam, dan pada bulan Maret 2024 sebanyak 469,7 jam.
Berdasarkan perhitungan RCCP pada setiap kebutuhan stasiun kerja perakitan papan, perakitan kaki, perakitan engsel, perakitan meja lipat dari bulan Desember 2023 hingga bulan Maret 2024 dapat dilihat pada Tabel 5.6 berikut.
Tabel 5.6 Hasil perhitungan RCCP
MPS 0 0 674 673 672 671
Stasiun Kerja 1 2 3 4 5 6
Perakitan Papan 0 0 114,580 114,410 114,240 114,070 Perakitan Kaki 0 0 155,020 154,790 154,560 154,330 Perakitan Engsel 0 0 53,920 53,840 53,760 53,680 Perakitan Meja Lipat 0 0 148,060 148,060 147,840 147,620
Jumlah Kapasitas 0 0 471,8 471,1 470,4 469,7
Pada data di atas diperoleh jumlah kapasitas pada bulan Oktober 2023 hingga Maret 2024 dengan membandingkan jumlah kapasitas dengan kapasitas yang tersedia dengan masing- masing nilai dapat dilihat pada Tabel 5.8 di bawah ini.
Tabel 5.7 Kapasitas tersedia
Periode 1 2 3 4 5 6
Jumlah Kapasitas 0 0 471,8 471,1 470,4 469,7 Kapasitas Tersedia 550 550 475 550 475 450
Setelah diketahui jumlah kapasitas dan kapasitas tersedia untuk setiap periode, yaitu periode 1 hingga periode 6, maka dapat dibuat grafik Rough Cut Capacity Planning (RCCP) yang dapat dilihat pada Gambar 5.1 di bawah ini.
Gambar 5.1 Grafik RCCP
Pada grafik di atas telah diketahui bahwa perhitungan RCCP dan MPS dilakukan mulai dari bulan Oktober 2023 sampai dengan Maret 2024. Berdasarkan grafik RCCP di atas, diketahui bahwa pada periode 13 mempunyai jumlah kapasitas meja lipat sebesar 0 dengan kapasitas yang tersedia sebesar 550. Periode 14 mempunyai jumlah kapasitas meja lipat sebesar 0 dengan kapasitas yang tersedia sebesar 550. Periode 15 memiliki jumlah kapasitas meja lipat sebesar 471,8 dengan jumlah kapasitas tersedia sebesar 475.
Periode 16 mempunyai jumlah kapasitas meja lipat sebesar 471,1 dengan jumlah kapasitas tersedia sebesar 550. Periode 17 memiliki jumlah kapasitas meja lipat 470,4 dengan jumlah kapasitas tersedia sebesar 475. Periode 18 memiliki jumlah kapasitas meja lipat sebesar 469,7 dengan jumlah kapasitas tersedia sebesar 450.
0 0
471,8 471,1 470,4 469,7
550 550
475
550
475
450
0 100 200 300 400 500 600
1 2 3 4 5 6 7
Grafik RCCP
Jumlah Kapasitas Kapasitas Tersedia
5.5 Analisis dan Pembahasan
Pada analisis dan pembahasan akan dibahas hasil Master Production Schedule (MPS) mengenai planned order per-periode yang menjadi output MPS kemudian analisis pembahasan tentang validitas MPS dengan perhitungan RCCP, yaitu dengan cara manual menggunakan software Microsoft Excel sebagai berikut.
1. Planned Order
Untuk mencari nilai planned order dimulai dari PTF atau periode ketiga hingga periode akhir yaitu PO untuk bulan Desember 2023 adalah 674, untuk bulan Januari 2024 adalah 673, untuk bulan Februari 2024 adalah 672, dan untuk bulan Maret 2024 adalah 671. Pada periode 1 dengan forecast 676 mendapatkan hasil production forecast sebanyak 0, actual demand sebanyak 0, MPS sebanyak 676, projected available balance sebanyak 0, available to promise sebanyak 0, dan planned order 0.
Pada periode 2 dengan forecast 675 mendapatkan hasil production forecast sebanyak 0, actual demand sebanyak 0, MPS sebanyak 675, projected available balance sebanyak 0, available to promise sebanyak 0, dan planned order 0. Pada periode 3 dengan forecast 674 mendapatkan hasil production forecast sebanyak 0, actual demand sebanyak 0, MPS sebanyak 0, projected available balance sebanyak -674, available to promise sebanyak 0, dan planned order 674. Pada periode 4 dengan forecast 673 mendapatkan hasil production forecast sebanyak 0, actual demand sebanyak 0, MPS sebanyak 0, projected available balance sebanyak -1347, available to promise sebanyak 0, dan planned order 673. Pada periode 5 dengan forecast 672 mendapatkan hasil production forecast sebanyak 0, actual demand sebanyak 0, MPS sebanyak 0, projected available balance sebanyak -2019, available to promise sebanyak 0, dan planned order 672. Pada periode 6 dengan forecast 671 mendapatkan hasil production forecast sebanyak 0, actual demand sebanyak 0, MPS sebanyak 0, projected available balance sebanyak -2690, available to promise sebanyak 0, dan planned order 671.
2. Validitas MPS
Untuk memvaliditas MPS digunakan perhitungan RCCP. Pada stasiun kerja 1 dengan MPS 0 menghasilkan perakitan papan sebanyak 0, perakitan kaki sebanyak 0, perakitan engsel sebanyak 0, perakitan meja lipat sebanyak 0, dan dihasilkan jumlah
kapasitas untuk stasiun kerja 1 adalah 0. Pada stasiun kerja 2 dengan MPS 0 menghasilkan perakitan papan sebanyak 0, perakitan kaki sebanyak 0, perakitan engsel sebanyak 0, perakitan meja lipat sebanyak 0, dan dihasilkan jumlah kapasitas untuk stasiun kerja 2 adalah 0. Pada stasiun kerja 3 dengan MPS 674 menghasilkan perakitan papan sebanyak 114,580, perakitan kaki sebanyak 155,020, perakitan engsel sebanyak 53,920, perakitan meja lipat sebanyak 148,060, dan dihasilkan jumlah kapasitas untuk stasiun kerja 3 adalah 471,8. Pada stasiun kerja 4 dengan MPS 673 menghasilkan perakitan papan sebanyak 114,410, perakitan kaki sebanyak 154,790, perakitan engsel sebanyak 53,840, perakitan meja lipat sebanyak 148,060, dan dihasilkan jumlah kapasitas untuk stasiun kerja 4 adalah 471,1. Pada stasiun kerja 5 dengan MPS 672 menghasilkan perakitan papan sebanyak 114,240, perakitan kaki sebanyak 154,560, perakitan engsel sebanyak 53,760, perakitan meja lipat sebanyak 147,840, dan dihasilkan jumlah kapasitas untuk stasiun kerja 5 adalah 470,4. Pada stasiun kerja 6 dengan MPS 671 menghasilkan perakitan papan sebanyak 114,070, perakitan kaki sebanyak 154,330, perakitan engsel sebanyak 53,680, perakitan meja lipat sebanyak 147,620, dan dihasilkan jumlah kapasitas untuk stasiun kerja 5 adalah 469,7.
Berdasarkan pada periode 1 hingga 5, kapasitas yang tersedia lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah kapasitas yang ada, yaitu pada periode 1 sebanyak 0, periode 2 sebanyak 0, periode 3 sebanyak 471,8, periode 4 sebanyak 471,1, periode 5 sebanyak 470,4, dan periode 6 sebanyak 469,7. Sedangkan pada periode 3, kapasitas yang tersedia lebih sedikit dibanding dengan jumlah kapasitas. Maka dari itu, data MPS tidak dapat dikatakan valid dan masih memerlukan perubahan pada MPS.
5.6 Kesimpulan
Pada perhitungan metode Master Production Schedule (MPS) dan Rough-Cut Capacity Planning (RCCP), setelah dilakukan analisis dan pembahasan dengan menggunakan software Excel, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1. Master Production Schedule (MPS) adalah jadwal yang merinci rencana produksi untuk setiap barang, dan metodenya melibatkan perhitungan berdasarkan data klasifikasi material dan forecasting periode sebelum PTF. Di sisi lain, Rough-Cut Capacity Planning (RCCP) menggunakan metode BOLA (Bill Of Labour Approach)
untuk menghitung kebutuhan stasiun kerja dengan mengalikan waktu proses stasiun kerja dengan MPS. Kedua metode tersebut memberikan gambaran menyeluruh tentang produksi dan kapasitas stasiun kerja.
2. Proses pengolahan data Master Production Schedule (MPS) dimulai dengan mencari nilai MPS berdasarkan data klasifikasi material produk dan forecasting. Contohnya, untuk produk meja lipat, nilai MPS dihitung untuk beberapa bulan ke depan.
Selanjutnya, perhitungan Project Available Balance (PAB) dan planned order memberikan informasi penting tentang proyeksi inventory dan kebutuhan produksi yang menjadi dasar untuk perencanaan MRP.
3. Data Rough-Cut Capacity Planning (RCCP) diolah dengan metode BOLA (Bill Of Labour Approach) untuk menghitung kebutuhan stasiun kerja dengan mengalikan waktu proses stasiun kerja dengan MPS. Setiap stasiun kerja, seperti perakitan papan, kaki, engsel, dan meja lipat, memiliki perhitungan kebutuhan stasiun kerja pada setiap periode. Hasilnya memberikan detail tentang kebutuhan kapasitas stasiun kerja, memastikan bahwa produksi sesuai dengan rencana.
4. Dari analisis kapasitas produksi dan validitas Master Production Schedule (MPS), terlihat bahwa kapasitas produksi stasiun kerja dapat menampung kebutuhan produksi hanya sampai periode ke 5, namun kapasitas produksi tidak dapat menampung kebutuhan produksi pada periode ke 6. Hal ini dikarenakan kapasitas tersedia lebih kecil daripada kapasitas yang dibutuhkan. Dengan demikian, perlunya diadakan perubahan pada Master Production Schedule (MPS).
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhara, A., 2020, Penerapan Metoda Peramalan untuk Menetapkan MPS dan MRP pada Stripper Bushing, Jurnal Industri Xplore, vol. 5, no. 1.
2. Nurwulan, R. N., Teghsya, A. A., Astusi, D. E., Fitri, R. A., & Nisa, S. R. K., 2021, Pengurangan Lead Time dengan Lean Manufacturing : Kajian Literatur, Jurnal of Industrial and Manufacturing Engineering, vol. 5.
3. Septriani, A., Alfa, B. N., 2021, Penerapan Perencanaan Kapasitas Produksi dengan Perhitungan Metode Rough Cut Capacity Planning (RCCP) di Perusahaan Panel Listrik, Jurnal Penelitian dan Aplikasi Sistem & Teknik Indsutri, vol. 15, no. 1, 59-72
4. Sugiatna, A., 2021, Penerapan Perencanaan Kapasitas Produksi dengan Perhitungan Metode Rough Cut Capacity Planning (Rccp) Di Perusahaan Panel Listrik. Jurnal Ilmiah Nasional Bidang Ilmu Teknik, vol. 09, no. 02.
5. Rizqi, Z. U., 2020, Studi Komparatif Metode Simulasi dan Bill Of Labor (Bola) pada Analisis Kapasitas Produksi Berbasis Rough Cut Capacity Planning. Jurnal Teknik Industri UMS.
6. Meirizha, S. N. & Syukur, E., 2019, Kelayakan Kapasitas Produksi dengan Metode Rough Cut Capacity (RCCP) diseksi Ppm#6, PT Indah Kiat Pulp and Paper, Tbk.
Surya Teknika, vol. 6. no. 1.
7. Lestari, I. S., & Winarno, 2021, Analisis Penjadwalan Produksi dengan Metode MPS di PT. XYZ, Jurnal Teknik, vol. 10. no 2, 10-18