• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODUL DASAR TATA RIAS BERBASIS METAKOGNISI DI JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN MODUL DASAR TATA RIAS BERBASIS METAKOGNISI DI JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

ABSTRAK

Ima Pinensi Tarigan,NIM 8146121019: Pengembangan Modul Dasar Tata Rias Berbasis Metakognisi Di Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Universitas Negeri Medan

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan modul berbasis metakognisi pada Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Universitas Negeri Medan dengan materi pokok koreksi wajah. Penelitian pengembangan ini merujuk pada langkah-langkah penelitian pengembangan model Borg and Gall, pengembangan modul merujuk pada model Dick and Carey.

Langkah-langkah yang di lakukan dalam pengembangan model Borg and Gall adalah : (1) tahap analisis kebutuhan, (2) tahap perancangan modul, (3) tahap validasi (4) tahap uji coba perorangan, (5) tahap uji coba kelompok kecil, (6) tahap uji coba lapangan dan (7)produk akhir

Pengumpulan data evaluasi validasi dilakukan dengan menggunakan instrumen penilaian yang diberikan kepada subjek uji coba yang berjumlah 58 orang antara lain: 2 Ahli Materi Pembelajaran, 2 Ahli Desain Instruksional, 2 Ahli Media Pembelajaran, 3 orang siswa uji coba satu-satu, 9 orang siswa uji kelompok kecil,32 orang siswa uji lapangan.

(5)

ABSTRACT

IMA Pinensi Tarigan, NIM 8146121019: Development of Basic Module-Based Makeup Metacognition in the Department of Family Welfare Education State University of Medan.

This research aims to develop a module-based metacognition on family welfare Education Department State University of Medan with subject matter of face correction. Research development refers to research measures the development model of the Borg and Gall, module development refers to the Dick and Carey model.

Steps in doing in the development model of the Borg and Gall are: (1) the needs analysis phase, (2) the stage of drafting module, (3) validation phase (4) individual trial stage, (5) small group testing stage, (6) stage of field trials and (7) the final product

The evaluation data collection validation is done using the assessment instrument provided to the subject of the trial amounted to 58 people, among others: 2 Expert Material learning, 2 Instructional Design Experts, 2 Learning Media expert, 3 students test one-one, 9 students test the small group of , 32 students field test.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Pengembangan Modul Dasar Tata Rias Berbasis Metakognisi Di Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Universitas Negeri

Medan”. Tesis ini merupakan satu syarat bagi mahasiswa program pasca sarjana untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada program studi Teknologi Pendidikan Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini banyak kendala dan hambatan yang dihadapi, namun dengan bantuan, dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak akhirnya penyusun dapat menyelesaikannya. Penulis mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu penyusunan tesis ini, dan penulis berharap semoga tesis ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pembacanya.

Pada kesempatan ini izinkan penulis dengan segala kerendahan hati dan tulus menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Dosen Pembimbing, yakni Bapak Prof. Dr .Sahat Siagian M.Pd. selaku pembimbing 1 dan. Prof. Dr. Harun Sitompul, M.Pd. selaku pembimbing 2 saya, yang telah tulus dan sabar membimbing penulis hingga akhirnya tesis ini dapat diselesaikan.

2. Rektor Universitas Negeri Medan, Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd., beserta para pejabat di jajaran civitas akademik Universitas Negeri Medan.

3. Direktur Pascasarjana Unimed, Bapak Prof.Dr.Bornok Sinaga, MPd

(7)

5. Para narasumber dan penguji yang dengan tulus dan sabar memberikan masukan kepada penulis hingga akhirnya tesis ini dapat diselesaikan.

6. Seluruh tim validator ( Validasi ahli Materi, Validasi ahli Media, Validasi ahli Desain Pembelajaran ) yang telah memberikan tanggapan dan masukan mengenai pembuatan produk modul yang penulis kembangkan sehingga pada akhirnya layak untuk digunakan.

7. Keluarga besar Fakultas Teknik Unimed, yang telah mengijinkan saya untuk melakukan penelitian di lingkungan ini

8. Ibu Marnala Tobing, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Dasar Rias/Grooming yang telah memberikan ijin kepada saya untuk melakukan penelitian di kelas yang diampu

9. Bapak / Ibu seluruh Dosen Tim Pengajar di Pacasarjana Unimed, khususnya di Program studi Teknologi Pendidikan yang telah membagikan ilmu yang dimiliki kepada penulis selama menempuh mata kuliah di di Program studi Teknologi Pendidikan, Pacasarjana Unimed

10.Seluruh keluarga besar saya yang selalu memberikan dukungan, dan motivasi bagi saya untuk menyelesaikan pendidikan di Pacasarjana Unimed, terkhusus bagi Suami saya Railwais Sinulaki dan putri kecil saya Cristine Nathania Sinulaki yang luar biasa memberikan semangat bagi saya untuk terus belajar dan tidak mudah menyerah 11.Seluruh rekan mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Medan khususnya

(8)

12.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu penulis selama penyelesaian studi ini.

Dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca demi penyempurnaan tesis ini.

Medan, Juni 2016 Penulis,

Ima Pinensi Tarigan 8146121019

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 13

C. Pembatasan Masalah ... 14

D. Perumusan Masalah ... 14

E. Tujuan Penelitian ... 15

F. Manfaat Penelitian ... 15

BAB II KAJIAN TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Kerangka Teoretis ...………..….……. 17

1. Hakikat Pembelajaran Dasar Tata Rias……….…...……... 17

2. Hakikat Metakognisi …..……….…………... 23

(10)

b. Komponen metakognisi……….. ...……….. 30

c. Peranan metakognisi terhadap keberhasilan belajar………. 33

3. Hakikat pengembangan modul pembelajaran ....………... 36

A. Pengertian modul pembelajaran……… 36

B. Pengembangan modul pembelajaran……… 43

C. Penelitian yang Relevan ...……….………. 48

D. Kerangka Berpikir ..………..……….. 50

E. Perumusan Hipotesis …..………..……..……….. 52

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 53.

B. Prosedur Pengembangan ... 53

C. Tahapan Uji Coba Produk ... 56

1. Desain Uji Coba Produk ... 58

2. Subjek Uji Coba ... 58

3. Pelaksanaan Uji Coba ... 58

4. Jenis Data ... 61

5. Instrumen Pengumpulan Data ... 63

D. Teknik Analisis Data ... 72

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pengembangan Produk ... 73

1. Deskripsi Awal ... 73

2. Deskripsi Data Hasil Uji Coba ... 89

(11)

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 102

C. Keterbatasan Penelitian ... 104

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan ... 106

B. Implikasi ... 110

C. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA……… ... 112

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1. Rubrik Komponen Metakognisi pada Modul 56

Tabel.3.2 Pemenuhan Persyaratan Modul Oleh Ahli Materi Pembelajaran 64

Tabel 3.3 Validasi modul oleh ahli media 68

Tabel 3.4 Validasi modul oleh ahli desain pembelajaran 69

Tabel 3.5. Kriteria Penilaian analisis data 72

Tabel 4.1. Data Analisis Kebutuhan Produk 73

Tabel 4.2. Data Analisis Kebutuhan Produk 75

Tabel 4.3. Skor Penilaian oleh Ahli Materi Tentang “ Kesesuaian Uraian Materi “ 81

Tabel 4.4. Skor Penilaian oleh Ahli Materi Tentang “ Keakuratan Materi 81 Tabel 4.5. Skor Penilaian oleh Ahli Materi Tentang “Materi Pendukung Pembelajaran“ 82

Tabel 4.6. Skor Penilaian oleh Ahli Materi Tentang “Teknik Penyajian“ 82

Tabel 4.7. Skor Penilaian oleh Ahli Materi Tentang “Kelengkapan Penyajian 83 Tabel 4.8. Tingkat Kecenderungan Penilaian Ahli Materi Terhadap Kualitas Materi Pembelajaran 84

Tabel 4.9. Ikhtisar Data Hasil Kajian Terhadap Modul Pembelajaran Dasar Rias Berbasis Metakognisi oleh Ahli Materi. 84

(13)

Tabel 4.11. Tingkat Kecenderungan Penilaian Ahli Desain Pembelajaran

Terhadap Kualitas Modul 86

Tabel 4.12. Ikhtisar Data Hasil Kajian Terhadap Modul Pembelajaran

oleh Ahli Desain Pembelajaran 87

Tabel 4.13. Skor Penilaian Modul oleh Ahli Media Tentang “Aspek

Desain Kulit Modul(Cover) 87

Tabel 4.14. Penilaian Ahli Media Tentang “ Desain Isi Modul “ 88 Tabel 4.15. Tingkat Kecenderungan Penilaian Ahli Media

Terhadap Kualitas Teknis/Tampilan 87

Tabel 4.16. Ikhtisar Data Hasil Kajian Terhadap Modul oleh Ahli Media 89 Tabel 4.17. Skor Penilaian Modul Pembelajaran Dasar Rias Berbasis

Metakognisi pada Uji Coba Perorangan 90 Tabel 4.18. Tingkat Kecenderungan Penilaian Terhadap Aspek Kualitas

Materi Pembelajaran Modul 91

Tabel 4.19. Skor Penilaian Modul pada Uji Coba kelompok Kecil

Tentang Kualitas Materi Pembelajaran 92 Tabel 4.20. Tingkat Kecenderungan Penilaian Terhadap Aspek Kualitas

Materi Modul Pembelajaran Dasar Rias Berbasis Metakognisi

pada Uji Coba Kelompok Kecil di Jurusan PKK 93 Tabel 4.21. Ikhtisar Data Hasil Kajian Terhadap Modul pada Uji

Coba Kelompok Kecil 93

(14)

Tabel 4.23. Tingkat Kecenderungan Penilaian Terhadap Aspek Kualitas

Materi Modul pada Uji Coba Lapangan di Jurusan PKK, 95 Tabel 4.24. Persentase Rata-Rata Hasil Penilaian Terhadap Modul

Pembelajaran Oleh Ahli Materi 96

Tabel 4.25. Analisis dari Permasalahan yang Dikemukakan Ahli Materi 97 Tabel 4.26. Persentase Rata-Rata Hasil Penilaian Terhadap Modul Oleh

Ahli Desain Pembelajaran 98

Tabel 4.27. Analisis dari Permasalahan yang Dikemukakan oleh Ahli

Desain Pembelajaran 99

Tabel 4.28. Persentase Rata-Rata Hasil Penilaian Terhadap Modul

Oleh Ahli Media 99

Tabel 4.29. Analisis Permasalahan yang Dikemukakan oleh Ahli Media 100 Tabel 4.30. Rangkuman Persentase Rata-Rata Hasil Penilaian Terhadap

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1.1 Langkah pengembangan modul 60

(16)

i

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Silabus Lampiran 2 RPKPS

Lampiran 3 Surat pengantar Analisis Kebutuhan Dosen dan Mahasiswa Lampiran 4 Instrumen Analisis Kebutuhan Dosen dan Mahasiswa Lampiran 5 Surat pengantar validasi ahli materi

Lampiran 6 Angket penilaian validasi ahli materi

Lampiran 7 Surat pengantar validasi ahli desain pembelajaran Lampiran 8 Angket penilaian validasi ahli desain pembelajaran Lampiran 9 Surat pengantar validasi ahli media

Lampiran 10 Angket penilaian validasi ahli media Lampiran 11 Surat pengantar uji coba perorangan Lampiran 12 Angket penilaian uji coba perorangan Lampiran 13 Surat pengantar uji coba kelompok kecil Lampiran 14 Angket penilaian uji coba kelompok kecil Lampiran 15 Surat pengantar uji coba lapangan

Lampiran 16 Angket penilaian uji coba lapangan Lampiran 17 Dokumentasi Penelitian

(17)
(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Kualitas pendidikan, sebagai salah satu pilar pengembangan sumberdaya

manusia yang bermakna, sangat penting bagi pembangunan nasional. Dalam

proses belajar mengajar, tenaga pendidiklah yang menyampaikan pelajaran,

memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam kelas, membuat evaluasi

belajar siswa, baik sebelum, sedang maupun sesudah pelajaran berlangsung.

Tenaga pendidik yang berkualitas adalah tenaga pendidik/dosen yang sanggup,

dan terampil dalam melaksanakan tugasnya.Combs(1984). Tugas utama seorang

tenaga pendidik adalah bertanggung jawab membantu anak didik dalam hal

belajar.

Universitas Negeri Medan adalah salah satu lembaga pendidikan

perguruan tinggi yang terdapat di Propinsi Sumatera Utara, tepatnya di kota

Medan. Di dalamnya terdapat berbagai fakultas, yang salah satunya adalah

Fakultas Teknik. Di dalam Fakultas Teknik terdapat Jurusan Pendidikan

Kesejahteraan Keluarga yang terbagi atas 3 program studi, yakni Pendidikan Tata

Rias, Pendidikan Tata Busana dan Pendidikan Tata Boga. Seluruh program studi

yang terdapat di Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga memiliki mata

kuliah dasar dari setiap prodi yang harus juga di pelajari dan di kuasai oleh prodi

lainnya, seperti mata kuliah Dasar Boga, mata kuliah Dasar Busana wajib

dipelajari oleh prodi Pendidikan Tata Rias, dan sebaliknya mata kuliah Dasar Rias

(19)

2

Busana dan Pendidikan Tata Boga, yang mengharuskan mahasiswa tersebut untuk

memahami dasar-dasar dalam tata rias. Mata kuliah dasar rias ini mencakup

mengenai bagaimana ruang lingkup tata rias yang dipandang secara mendasar, dan

bagaimana menerapkan tata rias dalam kehidupan sehari-hari. Keberhasilan

seorang mahasiswa dalam menyelesaikan tugas tata rias dapat bergantung pada

kesadaranya tentang apa yang ia ketahui dan bagaimana ia menerapkanya atau ber

metakognisi. Dapat juga dijelaskan bahwa metakognisi adalah suatu kata yang

berkaitan dengan apa yang dia ketahui sebagai individu yang belajar dan

bagaimana ia mengontrol serta menyesuaikan perilakunya.

Anderson & Krathwohl (2011:29) merevisi Taksonomi Bloom tentang

aspek kogitif menjadi dua dimensi, yatu 1) dimensi proses kognitif dan 2)

dimensi pengetahuan. Hasil revisi yang menonjol tentang dimensi proses kognitif

adalah ditiadakanya aspek sintesis yang di antara aspek analisis dengan

ditambahkanya aspek kreativitas sesudah aspek evaluasi. Sedangkan aspek-aspek

dari dimensi pengetahuan yang dikemukakan adalah (1) pengetahuan faktual

(factual knowledge), (2) pengetahuan konseptual (conceptual knowledge), (3)

pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan (4) pengetahuan

metakognitif (metakognitive knoelwdge).

Salah satu dimensi pengetahuan yang menarik untuk dikaji lebih

mendalam, adalah aspek metakognisi. Beberapa hal yang menjadi dasar

pertimbanganya antara lain (1) aspek metakognitif merupakan aspek yang paling

kompleks dan paling tinggi tingkatanya dalam taksonomi tersebut, sehingga perlu

dilakukan pengkajian yang seksama untuk penerapanya dalam pembelajaran dasar

(20)

3

langsung pembelajaran dasar tata rias yang selama ini kurang mendapat perhatian

dari guru/dosen maupun mahasiswa, (3) kecendrungan pembelajaran dasar tata

rias saat ini yang tidak hanya menilai hasil, melainkan juga menilai proses.

Anderson & Krathwohl (2011:32) memasukkan metakognisi dalam

high-level proses kognitif yang merupakan tujuan akhir dari pembelajaran. Tujuan

akhir dari pembelajaran adalah menyampaikan pengetahuan, meningkatkan

kemampuan mahasiswa untuk merencanakan dan memonitor, bahkan

mereorganisasi strategi pembelajaran sendiri ( Shen & Liu, 2011 140). Dengan

kata lain, tujuan pembelajaran adalah menciptakan manusia yang kreatif, mandiri,

mampu menyusun konsep dan pengetahuanya sendiri. Hal ini sesuai dengan

tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

tahun 2003 yang menyatakan bahwa pendidikan Nasional bertujuan untuk

mengembangkan potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung

jawab. Pentingnya metakognisi dalam pembelajaran didukung pula dengan

Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 Tentang standar proses yang menyatakan

bahwa dalam kegiatan pembelajaran, guru/dosen memberikan kesempatan kepada

siswa untuk memahami, merancang, memecahkan masalah, mengetahui

bagaimana cara dan mengapa melakukan hal tersebut, menganalisis, memonitor,

mengevaluasi dan mengembangkan konsepnya. Seluruh rangkaian di atas

merupakan bagian dari metakognisi.

Sejak tahun 2002, pendidikan mengenai dasar tata rias berfokus

(21)

4

yang dimilikinya dan mengaplikasikannya ke dalam bentuk riasan yang nyata,

Kusantati (2006). Salah satu faktor yang konstruksi pengetahuan adalah

metakognisi. Metakognisi diakui merupakan salah satu variabel yang penting

untuk pembelajaran, Desote (2007:708). Kemampuan metakognisi dapat

meningkatkan kapasitas belajar yang penuh makna, membentuk serta

mempengaruhi konstruksi pemahaman mahasiswa, Anderson (2006:299).

Bersdasarkan pengkajian terhadap 179 penelitian tentang prestasi belajar, Shen &

Liu (2001:140) mengemukakan bahwa metakognisi menduduki peringkat pertama

dari 200 faktor yang mempengaruhi hasil pendidikan. Mereka menunjukkan

bahwa metakognisi adalah kemampuan untuk mengaitkan pesan penting dengan

kemampuan sebelumnya, menarik kesimpulan dan memantau atau menilai kinerja

pribadi yang ditunjukkan ketika proses belajar. Selain itu, pembelajaran berbasis

metakognisi membantu penyelesaian masalah secara efektif dan membantu

konsep yang tepat , Georhiades (2000:127).

Seiring dengan perkembangan psikologi kognitif, maka berkembang pula

cara guru/dosen dalam mengevaluasi pencapaian hasil belajar, terutama untuk

domain kognitif. Akan tetapi, saat ini dalam mengevaluasi pencapaian hasil

belajar, guru/dosen hanya memberikan penekanan pada tujuan kognitif tanpa

memperhatikan dimensi proses kognitif, khususnya pengetahuan dan pengalaman

metakognitif, Mulbar (2008:2). Akibatnya pembelajaran di kelas terfokus pada

penguasaan kognisi mahasiswa dan cenderung mengabaikan upaya-upaya

memperkenalkan metakognisi kepada mahasiswa. Padahal, kemampuan

metakognisi sangat penting untuk proses belajar mahasiswa terutama dalam

(22)

5

Dewasa ini dunia kecantikan sangat berkembang, baik kecantikan rambut

maupun kecantikan kulit. Setiap orang khususnya kaum wanita ingin menjaga

penampilan pada setiap kesempatan, bagi kaum wanita yang bekerja atau pun ibu

rumah tangga ingin menjaga kecantikannya baik dari dalam atau pun dari luar.

Pada dasarnya semua wanita itu cantik dan unik, dan kecantikan yang terpancar

itu meliputi kecantikan dari luar dan dari dalam. Kecantikan dari luar di tunjang

oleh penampilan fisik, sedangkan kecantikan dari dalam terpancar apabila kondisi

psikis sehat dan budi pekertinya (Rostamailis, 2008:14). dari penampilan

seseorang khususnya kecantikan pada wajah.

Untuk menunjang penampilan luar seseorang, tata rias wajah sangat

berperan penting dalam menampilkan kecantikan fisik. Karena pada dasarnya

tujuan dari merias wajah adalah mempercantik diri sehingga membangkitkan rasa

percaya diri. Seni merias wajah merupakan kombinasi dari 2 unsur yaitu: pertama,

untuk mempercantik wajah dengan cara menonjolkan bagian – bagian dari wajah

yang sudah indah, dan yang kedua adalah menyamarkan atau menutupi

kekurangan yang ditemukan pada wajah (Kusantati, 2008:6). Ketidaksempurnaan

pada wajah yang dapat menjadi hambatan dalam merias wajah antara lain seperti

: bentuk wajah, bentuk mata, bentuk hidung, bentuk alis, bentuk bibir, dan bentuk

dagu. Akibatnya banyak wanita merasa terhambat dalam mengembangkan riasan

dirinya secara optimal. Maka dari itu setiap wanita harus mengenali wajahnya

sehingga dapat melakukan koreksi wajah. Dengan koreksi wajah membantu

mempermudah melakukan riasan wajah sehingga wajah kelihatan ideal dan

(23)

6

Tata rias wajah (bahasa Inggris: make up) adalah kegiatan mengubah

penampilan dari bentuk asli sebenarnya dengan bantuan bahan dan alat kosmetik.

Namun banyak orang khususnya wanita tidak mengetahui bagaimana cara

mengoreksi bagian – bagian wajah dengan baik sehingga harus mempunyai

pengetahuan yang cukup. Seluruh upaya koreksi wajah dengan riasan harus

berpedoman pada pengetahuan tentang koreksi wajah (Kusantati, 2006:14).

Sehingga dengan pengetahuan yang cukup, koreksi wajah dapat dilakukan dengan

baik dan menghasilkan hasil riasan yang baik. Tata rias wajah koreksi pada

prinsipnya adalah bagian- bagian wajah yang kurang sempurna dapat di ubah

menjadi bentuk yang ideal, sehingga penampilan lebih baik.

Bentuk wajah yang dianggap sempurna adalah bentuk wajah oval/lonjong.

Bentuk wajah ini yang paling ideal dan bersifat photogenic (Kusantati, 2008:15).

Maka wajah yang berbentuk bulat, persegi, panjang, segi tiga terbalik, dan

sebagainya di koreksi untuk mendapatkan tampilan yang oval/lonjong. Setiap

orang memiliki bentuk wajah yang unik dan berbeda. Secara umum terdapat

beberapa tipe bentuk wajah, bentuk wajah oval dipandang sebagai bentuk wajah

yang paling ideal. Tipe bentuk wajah ditentukan oleh kedudukan dan menonjolnya

tulang-tulang muka. Dalam suatu riasan bentuk wajah adalah bagian yang sangat

terlihat dari keseluruhan hasil riasan dan bagian mata merupakan titik fokus dalam

suatu riasan karena jika di lihat penampilan seseorang maka bagian yang pertama

di lihat adalah bagian mata. Koreksi bentuk wajah dapat dihasilkan dengan

berbagai cara dan dengan kosmetik yang di gunakan. Sedangkan koreksi mata

dapat juga dihasilkan dengan berbagai cara dan ketelitian yang lebih dibandingkan

(24)

7

(Kusantati, 2008:17). Untuk mendapatkan cara koreksi bentuk wajah dan mata

yang tepat, sehingga menghasilkan riasan yang sempurna diperlukan pengetahuan

dan ketrampilan tentang koreksi bentuk wajah dan mata yang dapat dipelajari dan

dipahami melalui pendidikan.

Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga memiliki tujuan, yaitu

menyiapkan mahasiswa untuk memasuki lapangan kerja yang memiliki

kompetensi dan dapat mengembangkan diri secara profesionalime serta

meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Demi terwujudnya tujuan

hal tersebut, Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga membangun visi, yaitu

mewujudkan lembaga diklat yang unggul dalam menghasilkan tamatan berstandar

nasional dan internasional. Dalam hal ini tamatan memiliki

kemampuan/ketrampilan sesuai program keahliannya dengan acuan kompetensi

berstandar nasional maupun internasional

Upaya Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga untuk mewujudkan

visi tersebut adalah menyiapkan SDM yang terampil, kreatif dan berwawasan luas

dalam bidang keahliannya dan senantiasa berorientasi mutu pada setiap

kegiatannya. Selain itu juga dikembangkan iklim belajar dan bekerja secara

kreatif, tulus dengan pemberdayaan potensi sekolah meliputi guru, siswa dan

masyarakat dengan landasan moral adalah kejujuran dan kedisiplinan. Kurikulum

yang diajarkan kepada mahasiswa merupakan materi – materi yang bersifat teori

maupun praktek dengan tujuan melalui materi yang disampaikan dapat

memberikan pengetahuan dan ketrampilan. Salah satu pelajaran yang

berhubungan dengan koreksi wajah yaitu mata kuliah Dasar Rias, dimana setiap

(25)

8

rias wajah yang dilakukan siswa baik dan sesuai dengan kondisi wajah model.

Koreksi wajah sangat membantu dalam melakukan tata rias wajah, dengan koreski

wajah seorang perias akan lebih mudah dalam menghasilkan riasan yang ideal dan

sesuai dengan wajah model. Maka dari itu siswa diharuskan untuk menguasai

teori koreksi wajah agar pada saat melakukan praktek rias wajah dapat

diaplikasikan dengan baik.

Dengan pendidikan diharapkan meningkatkan kemampuan dan

keterampilan yang berkualitas bagi setiap individu baik secara teori maupun

praktek dan menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

mampu menciptakan lapangan kerja dengan manajemen berwirausaha yang baik.

Namun kenyataanya banyak mahasiswa Jurusan PKK yang belum mampu

menguasai koreksi wajah sehingga hasil riasan wajah kurang tepat. Penguasaan

teori adalah pemahaman seseorang untuk menggunakan pengetahuan dalam

memahami dan melakukan sesuatu. Penguasaan teori koreksi wajah merupakan

pemahaman dalam menghasilkan suatu riasan wajah yang bertujuan untuk

merubah bentuk – bentuk bagian wajah menjadi bentuk yang ideal dengan

menggunakan teknik – teknik koreksi wajah yang tepat. Koreksi wajah merupakan

tindakan yang sangat diperlukan dalam melakukan suatu riasan wajah yang baik.

Koreksi wajah merupakan suatu bentuk usaha dalam tata rias yang bersifat

menyempurnakan (koreksi). Hasil praktek setiap jenis kegiatan belajar yang

menghasilkan suatu perubahan yang khas yaitu hasil belajar merupakan perilaku

akibat dari proses mengajar yang diukur melalui kegiatan penilaian. Hasil praktek

yaitu perubahan tingkah laku peserta didik yang meliputi penguasaan,

(26)

9

dapat mengoreksi bagian – bagian wajah sehingga kekurangan pada bagian wajah

dapat tertutupi serta menonjolkan kelebihan dari wajah sehingga hasil riasan

terlihat baik dan menunjukkan bentuk yang ideal.

Menurut hasil pengamatan yang dilakukan peneliti melalui observasi kelas

dan wawancara dengan dosen pengampu mata kuliah Dasar Rias di Jurusan

Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Universitas Negeri Medan menunjukkan

bahwa pada umumnya mahasiswa hanya menunggu instruksi yang datang dari

dosen pengampu mata kuliah sehingga menyebabkan (1) mahasiswa tidak

memiliki budaya belajar mandiri, hanya bergantung kepada pembelajaran yang

diperoleh didalam kelas, (2) mahasiswa cenderung kurang aktif dalam proses

pembelajaran (3) mahasiswa sulit memahami materi yang diajarkan karena setiap

pertemuan materi akan selalu berlanjut ke tahap berikutnya.

Untuk melihat ukuran pengetahuan mahasiswa dalam menguasai mata

kuliah dasar rias tersebut, peneliti telah melakukan sebuah tes awal terhadap 68

orang mahasiswa yang saat ini sedang aktif mengikuti mata mata kuliah tersebut,

dan hasilnya menunjukkan bahwa lebih dari 50% dari jumlah tersebut belum

mampu melampaui angka kelulusan yang ditetapkan. Berdasarkan tes awal yang

dilakukan oleh peneliti, terlihat bahwa nilai tes mahasiswa pada mata kuliah dasar

rias cenderung rendah, belum mencapai nilai yang maksimal.

Hal tersebut juga diperkuat dengan arsip nilai asli ujian harian yang dilakukan

oleh dosen pengampu mata kuliah dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, yang

(27)

10

Tabel1.1 : Daftar nilai Dasar rias selama kurun waktu 3 tahun terakhir

No Tahun

Sumber : Arsip Dosen Pengampu Mata Kuliah Dasar Rias

Mahasiswa sebagian besar belum mampu dengan tepat dalam

menghubungkan materi teori koreksi bentuk wajah kedalam aplikasi praktek rias

wajah secara langsung sehingga menyebabkan hasil praktek rias wajah kurang

maksimal dan hal tersebut tentu saja berkesinambungan dengan nilai yang

diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah. Berdasarkan wawancara yang

dilakukan peneliti secara acak terhadap mahasiswa program studi Tata Boga, Tata

Busana dan Tata Rias di jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga , diketahui

bahwa selama ini mahasiswa terfokus kepada langkah-langkah dalam merias

wajah, dan mengalami kesulitan dalam mengingat bagaimana membuat riasan

ideal sesuai analisis wajah yang akan di rias. Ketika dihadapkan dengan bentuk

wajah yang tiak berbentuk ideal (oval), sulit bagi mereka menerapkan riasan yang

tepat sesuai dengan koreksi bentuk wajahnya.

Menurut dosen, metakognisi sesungguhnya merupakan hal yang sulit

untuk diakses walaupun diakui sangat penting keberadaannya. Hal ini disebabkan

(28)

11

mahasiswa mencapai target ketuntasan materi dasar rias, sedangkan waktu atau

kegitan tatap muka di dalam kelas sangatlah terbatas. Sehingga, fokus kegiatan

pembelajaran seringkali didominasi informasi sebanyak-banyaknya tanpa

memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengkonstruksikan

pengetahuannya sendiri. Joyce & Marsha (1996:51) menyebukan bahwa dalam

metakognisi ada proses ”letting the student in on the secret” sehingga siswa dapat

membangun sendiri pengetahuan dan kemampuan mereka, memutuskan strategi

belajar apa yang digunakan, pemecahan masalah dan menemukan sendiri ilmu

yang akan dipelajari.

Berdasarkan analisis dari berbagai permasalahan di atas , menurut peneliti

bahwa mahasiswa dan dosen di jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga

Universitas Negeri Medan membutuhkan sebuah media pembelajaran berbasis

metakognisi untuk mengatasi keterbatasan penerapan metakognisi dalam kegitan

pembelajaran. Modul pembelajaran tersebut harus mampu digunakan secara

mandiri oleh mahasiswa sehingga tanpa adanya dosen pun mereka dapat belajar

secara mandiri, yang artinya mahasiswa dapat melakukan kegiatan pembelajaran

kapanpun dan dimanapun denga cara mengaktifkan metakognisinya.Dengan

demikian intensitas penggunaan metakognisiakan meningkat dan teraktifkan

setiap kali mahasiswa melakukan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu,

pengembangan modul merupakan salah satu media yang sesuai untuk mendukung

pembelajaran dasar rias karena perlu adanya buku panduan yang mempermudah

pemahaman mahasiswa dalam mempelajari materi.

Modul pembelajaran merupakan satuan program belajar mengajar yang

(29)

12

siswa kepada dirinya sendiri (self-instructional) (Winkel, 2009:472). Modul

pembelajaran juga adalah bahan ajar yang di susun secara sistematis dan menarik

yang mencakup isi materi, metode dan evaluasi yang dapat digunakan secara

mandiri untuk mencapai kompetensi yang diharapkan (Anwar, 2010). Belajar

menggunakan modul sangat banyak manfaatnya, siswa dapat bertanggung jawab

terhadap kegiatan belajarnya sendiri, pembelajaran dengan modul sangat

menghargai perbedaan individu, sehingga siswa dapat belajar sesuai dengan

tingkat kemampuannya, maka pembelajaran semakin efektif dan efisien. Modul

berbasis metakognisi dapat digunakan sebagai alternatif media belajar berbasis

metakognisi yang mampu mengtasi keterbatasan ruang dan waktu belajar. Akan

tetapi dosen di jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Universitas Negeri

Medan belum pernah mengembangkan modul tata riasberbasis metakognisi.

Tinjauan materi, fasilitas serta sarana dan prasarana yang dimiliki oleh

jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Universitas Negeri Medan dapat

disimpulkan bahwa pembahasan materi analisis koreksi wajah merupakn maeri

dasar rias yang sangat potensial jika diterapkan dengan metakognisi. Hal ini

dikernakan oleh beberapa faktor terkait karakteristik materi dan minat mahasiswa

terhadap materi. Banyak aplikasi dalam kehidupan sehari-hari yang juga dapat

digali dari materi ini, sehingga nantinya mahasiswa akan lebih mudah

mengidentifikasi dan membentuk pengetahuannya sendiri dari peristiwa yang

dialami dalam kehidupannya sehari-hari yang tentu saja selalu berkaitan dengan

wajah.

Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian di atas adalah perlunya

(30)

13

analisis koreksi wajah , yang dimaksudkan untuk membantu mahasiswa dalam

menerapkan metakognisi pada kegiatan pembelajaran, mengatasi ruang dan waktu

belajar, serta membantu mengasah metakognisi mahasiswa sesuai dengan

kecepatan belajar masing-masing

Berdasarkan hal yang dikemukakan tersebut, penulis tertarik untuk

melalkukan penelitian tentang pengembangan modul berbasis metakognisi pada

mata kuliah dasar rias dengan judul “ Pengembangan Modul Dasar Tata Rias

Berbasis Metakognisi Di Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga

Universitas Negeri Medan”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasi

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mahasiswa belum memiliki budaya belajar mandiri, selalu

bergantung kepada dosen, tanpa diterangkan oleh dosen mahasiswa

tidak mau belajar sendiri

2. Kurangnya sumber belajar, sehingga mahasiswa tidak memiliki

kesempatan untuk mengetahui lebih dahulu materi yang akan

dibahas

3. Pembelajaran di kelas masih dilakukan secara konvensional,

sedangkan pembelajaran individual akan dapat membuat

mahasiswa untuk belajar sendiri

4. Dosen dituntut untuk mampu membawa seluruh mahasiswa

(31)

14

pertemuan/tatap muka mata kuliah didalam kelas sangatlah terbatas

sehingga diperlukannya media pembelajaran mandiri agar seluruh

materi dasar rias dapat tercapai target ketuntasannya

5. Diperlukan media belajar yang berbasis metakognisi untuk

membantu mahasiswa mengaktifkan metakognisinya

6. Pemberian modul dasar tata rias berbasis metakognisi diharapkan

mapu meningkatkan peran mahasiswa dalam proses pembelajaran

7. Metakognisi sangat potensial diterapkan pada materi koreksi wajah

C. Batasan Masalah

Permasalahan yang berkaitan dengan judul sangat luas, sehingga

tidak mungkin permasalahan yang ada dapat terjangkau dan terselesaikan

semua. Oleh karena itu, perlu adanya pembatasan dan pemfokusan

masalah sehingga yang diteliti lebih jelas dan kesalahpahaman dapat

dihindari. Untuk itu perlu dibatasi ruang lingkup dan fokus masalah yang

diteliti adalah terbatas pada kelayakan modul Dasar Tata Rias berbasis

metakognisi sebagai media pembelajaran pada materi pokok koreksi

wajah.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang dan batasan masalah di atas,

dapat dirumuskan masalah penelitian ini secara umum adalah : Apakah

(32)

15

koreksi wajah layak digunakan di jurusan Pendidikan Kesejahteraan

Keluarga Universitas Negeri Medan ?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditentukan, maka

tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk :

Mengembangkan modul pembelajaran Dasar Tata Rias berbasis

metakognisi pada materi koreksi wajah yang layak digunakan sebagai di

jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Universitas Negeri Medan

dan

F. Manfaat penelitian

Pentingnya pengembangan modul tata riasberbasis metakognisi

pada materi analisis bentuk wajah antara lain untuk :

1. Manfaat praktis

a) Mengungkap secara empirik kelayakan modul

pembelajaran Dasar Tata Rias berbasis metakognisi

b) Memberikan informasi kepada dosen tata rias tentang

faktor yang dapat meningkatkan hasil belajar

mahasiswa

c) Memberikan informasi kepada dosen tata rias tentang

pentingnya menggunakan modul berbasis metakognisi

(33)

16

2. Manfaat teoretis

a) Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam usaha

penelitian lanjutan dengan melibatkan lebih lengkap

komponen pembelajaran yang lain untuk mengungkap

dan membuktikan secara empirik bahwa modul tata

riasberbasis metakognisi dapat menjadi alternatif media

belaja untuk belajar dasar tata rias

b) Sebagai media belajar mandiri yang digunakan

mahasiswa dengan atau tanpa dosen sesuai dengan

kemampuan dan kecepatan belajar masing-masing

sebagai alternatif karena keterbatasan ruang dan waktu

pertemuan di dalam kelas

c) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

referensi bagi para peneliti pemula yang melakukan

(34)

106 BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan rumusan, tujuan, hasil, dan pembahasan penelitian pengembangan modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi yang dikemukakan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Dengan melaksanakan tahapan-tahapan penelitian pengembangan Borg & Gall, mulai dari penelitian pendahuluan, membuat desain, menciptakan produk modul. Modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi yang dihasilkan harus melewati beberapa tahapan mulai dari (a) validasi oleh ahli materi, (b) validasi oleh ahli desain pembelajaran, (c) validasi oleh ahli media, (d) uji coba perorangan, (e) uji coba kelompok kecil, sampai dengan (f) uji lapangan kepada peserta didik, produk modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi untuk materi koreksi wajah memiliki hasil sudah layak menjadi produk akhir yang dapat disebarluaskan dan diimplementasikan kepada para pengguna.

(35)

107

lisan kepada dosen mata kuliah Dasar Rias menyatakan bahwa pembelajaran Dasar Rias membutuhkan modul pembelajaran berbasis metakognisi untuk menunjang proses pembelajaran saat dalam ruang kelas maupun di luar ruangan kelas untuk memaksimallkan pemahaman mahasiswa mengenai materi koreksi wajah.

3. Hasil validasi ahli materi pembelajaran menunjukkan bahwa kualitas materi pembelajaran secara umum dinyatakan “Sangat Baik”

4. Hasil validasi ahli desain pembelajaran menunjukkan bahwa kualitas desain pembelajaran, kualitas desain susunan materi, kualitas sumber belajar, secara

umum dinyatakan “Sangat Baik”

5. Penilaian yang dilakukan 2 orang validasi ahli media terhadap kualitas teknis/tampilan berada pada kriteria “Sangat Baik”.

6. Tanggapan tiga orang mahasiswa pada uji coba perorangan di Jurusan PKK terhadap modul pembelajaran dari aspek kualitas materi pembelajaran dan secara keseluruhan dinyatakan dalam kriteria “Sangat Baik”.

7. Penilaian 9 orang mahasiswa pada aspek kualitas materi pelajaran untuk uji coba kelompok kecil di Jurusan PKK, Universitas Negeri Medan menunjukkan bahwa secara keseluruhan berada dalam kriteria “Sangat Baik” 8. Penilaian dari 32 orang mahasiswa pada aspek kualitas materi pelajaran untuk

uji coba lapangan di Jurusan PKK, Universitas Negeri Medan menunjukkan bahwa secara keseluruhan berada dalam kriteria “Sangat Baik”

(36)

108

pembelajaran yang menunjukkan persentase rata-rata penilaian masing-masing 91,73% pada aspek kualitas materi kesesuaian materi pembelajaran, 93,33% pada aspek keakuratan materi pembelajaran, dan 92,00% pada aspek materi pendukung pembelajaran , 93,33% pada aspek Teknik penyajian dan 86.66% pada aspek kelengkapan penyajian termasuk kategori sangat baik secara keseluruhan, yang berarti modul pembelajaran dasar rias berbasis

metakognisi dapat memenuhi kebutuhan pembelajaran.

10.Penilaian ahli desain pembelajaran terhadap aspek kualiatas desain pembelajaran menunjukkan persentase rata-rata 86,60% termasuk kategori

“Sangat Baik” yang berarti penampilan fisik modul pembelajaran dasar rias

berbasis metakognisi mata berfungsi dengan baik untuk peningkatan motivasi belajar mahasiswa dan disajikan dengan desain semenarik mungkin sehingga memotivasi mahasiswa untuk belajar. Hal ini berarti media metakognisi yang telah dikembangkan memiliki tampilan yang menarik sehingga mampu menimbulkan rasa ketertarikan mahasiswa untuk melakukan pembelajaran.

11.Penilaian ahli media terhadap aspek teknis tampilan sampul menunjukkan persentase rata-rata 89.66% termasuk kategori “Sangat Baik” yang berarti tampilan pada modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi berfungsi dengan baik bagi mahasiswa dalam memberikan kemudahan dalam mendapatkan informasi yang diinginkan. Penilaian ahli media

pembelajaran terhadap aspek desain kulit modul menunjukkan skor rata-rata

93,33% termasuk kategori “Sangat Baik”, yang berarti cover modul

(37)

109

mampu menciptakan kondisi yang mampu memfasilitasi proses pembelajaran bagi mahasiswa.

12.Nilai rata-rata yang diperoleh saat melakukan uji coba perorangan kepada 3 orang mahasiswa di peroleh skor rata-rata sebesar 98.3%”. Berdasarkan hasil penilaian pada modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi pada uji coba perorangan tidak terdapat saran perbaikan.

13.Nilai rata-rata yang diperoleh saat melakukan uji coba kelompok kecil kepada 9 orang mahasiswa di peroleh skor rata-rata sebesar 94.17%”. Berdasarkan hasil penilaian pada modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi pada uji coba perorangan tidak terdapat saran perbaikan.

(38)

110

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan dan temuan pada penelitian pengembangan modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi yang telah dilakukan, terlihat bahwa secara umum modul yang dikembangkan berada pada criteria yang layak untuk digunakan dan memiliki implikasi yang tinggi dibandingkan dengan metode ceramah yang selama ini digunakan .Adapun implikasi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisiakan memberikan sumbangan praktis terutama dalam pelaksanaan proses pembelajaran bagi dosen di mana modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi ini memberikan kemudahan dalam menyelenggarakan pembelajaran sehingga berdampak pada efektifitas proses pembelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan demikian modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi dosen dalam penyampaian materi koreksi wajah dan bidang materi tata rias lainnya dengan pertimbangan di mana mahasiswa memiliki ketertarikan dalam proses pembelajaran akan meningkatkan hasil belajarnya pula,

2. Penerapan modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisi memerlukan kesiapan mahasiswa untuk melaksanakan pembelajaran dengan bahan ajar secara mandiri sehingga siswa akan dapat memperoleh hasil belajar yang maksimal, bila menerapkan modul pembelajaran dasar rias berbasis metakognisisecara maksimal pula,

(39)

111

usaha mendalami pada materi koreksi wajah yang diberikan. Pada saat mahasiswa mengalami masalah dalam pendalaman materi, mahasiswa dapat menggali informasi dari dosen pengampu mata kuliah di kelas sehingga mahasiswa dapat belajar dengan lebih efektif.

C. Saran

Berdasarkan hasil yang telah diuraikan pada simpulan serta implikasi hasil penelitian, berikut ini diajukan beberapa saran, yaitu:

1. Mengingat selama ini proses pembelajaran masih menggunakan bahan ajar diktat saja maka disarankan agar dapat menambahkan bahan ajar berupa modul pembelajaran ini sebagai salah satu bahan ajar pembelajaran yang digunakan untuk proses pembelajaran, sehingga kegiatan pembelajaran lebih bervariasi, menarik, dan tidak membosankan.

2. Kepada dosen agar kiranya memberikan motivasi kepada peserta didik untuk dapat belajar dengan menggunakan modul, karena peserta didik dapat belajar mandiri dengan menggunakan modul serta dapat menjawab soal tes secara mandiri juga

(40)

112

DAFTAR PUSTAKA

Andiyanto dan Ayu Isni Karim (2003) The Make Over Rahasia Rias Wajah Sempurna, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Apsari, (1997). Tata Rias Dasar, Malang: IKIP Malang Depdikbud, (1999). Kurikulum SMK 1999 , Jakarta

Andi prastomo . (2011). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta : Diva Press

Bukit Masriam (2014). Strategi Dan Inovasi Pendidikan Kejuruan Dari Kompetensi Ke Kompetensi. Bandung : Alfabeta

Collins, N.D (1994) Metacognition and Reading to Learn . New York : ERIC Clearinghouse on information research Syracusa. NY

Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers Allin and Bacon, Inc. Boston

Desoete. A. L. 1998. Off-Line Metakognition In Children With Mathematics Learning Disabilities. Faculteit Psychologies en Pedagogische Wettenschappen.

Universiteit-Gent. Available.

Dharma, Surya. ( 2008). Penulisan Modul. Jakarta : Direktorat Tenaga Kependidikan, Dirjen PMPTK

Depdiknas. (2008) Teknik Penyusunan Modul . Jakarta : Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah , Departemen Pendidikan Nasional

http://lpmjogja.diknas.go.id/materi/fsb/2011-pembekalan pengawas, diunduh pada tanggal 5 Februari 2016

Dick, W. & Carey, L. 1996. The Systematics Design Of Instruction. New York : Longman Flavell, J. (1979). Metacognition and Cognitive Monitoring: A new Area of Cognitive Developmental Inquiry. American Psychologist, 34:906-911

(41)

113

Gok, T. 2010. The General Assessment. Of Problem Solving Proscesses and

Metacognition in Physics Education. Eurasian Journal Of Physics and Chemistry Education 2(2):110-122, 2010

Herni Kusantati Dkk. (2006).Tata Kecantikan Kulit Jilid 1.Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional

Herni Kusantati Dkk. (2007). Tata Kecantikan Kulit Jilid 2 Jakarta : Depdiknas

Herni Kusantati Dkk. (2008). Tata Kecantikan Kulit Jilid 3 Jakarta : Depdiknas

Isnaini Muhammad (2015) Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika Berbasis Metakognisi Di Kelas XI IPA SMA NEGERI 1 SUNGGAL.

Pascasarjana Universitas Negeri Medan

Miarso Yusufhadi (2013). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kecana Prenadamedia

Mulbar, Usman. (2008). Metakognisi Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika. FMIPA. UNM Makasar

Mulyani Sumantri & Johar Permana. (1999). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Depdiknas

Nurul anifah (2011). Pengembangan Modul Pembelajaran Untuk Pencapaian Kompetensi Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pada Program Keahlian Tata Busana Di

SMK N 4 Surakarta. FT UNY

Nasution, S. (2008). Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara

Oemar Hamalik. (1993). Metode dan Kesulitan Belajar. Jakarta : Bumi Aksara

Oemar Hamalik.(2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara

Pintrich, P. R. (2002). The Role of Metakognitive Knowledge In Learning, Teaching, Assesssin,Theory into Practice. VOL 41(4), 219-225

Program Studi Tata Rias (2009) Perawatan Muka dan Make – Up, Jakarta, FPTK IKIP Jakarta.

(42)

114 Gramedia Pustaka Utama

Rostamailis Dkk. Tata Kecantikan Rambut Jilid 1. Jakarta : Pusat Perbukuan Depdiknas

Rudi Susilana (2008). Media Pembelajaran. Jakarta : PT.Rineka Cipta.

Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kegiatan Belajar Mengajar Yang Efektif Jakarta: Depdiknas, 2003.

Sanjaya, Wina. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Jakarta : Kencana, 2005

Simanjuntak, M. P. (2012). Pengembangan Model Pembelajaran Fisika Dasar Berbasis Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan Metakognisi dan Pemahaman Konsep Mahasiswa. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia - Tesis

Slameto. (2003). Belajar Dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : PT Rineka Cipta

Sudjana. (2005). Belajar Metode Statistika. Bandung: Tarsito

Sugiyanto. (2009). Model – Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta : Yuma Pustaka

Suharsimi Arikunto, (2002) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik . Jakarta : PT. Rineka Cipta

Suharsimi Arikunto, dkk. (2005). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi aksara

Sumantri, 2005, Perkembangan Peserta Didik , Jakarta, Universitas Terbuka

Tilaar Martha Puspita.(2009).Beauty Preneurship. Jakarta : Pendidikan dan Pelatihan Manajemen

Gambar

Tabel 4.11.    Tingkat Kecenderungan Penilaian Ahli Desain Pembelajaran
Tabel 4.23.  Tingkat Kecenderungan Penilaian Terhadap Aspek  Kualitas
Gambar 3.1.1
Tabel1.1 : Daftar nilai Dasar rias selama kurun waktu  3 tahun terakhir

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Skrining Fitokimia, Kadar Total Fenol-Flavonoid dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Tanaman Galam Rawa Gambut ( Melaleuca Cajuputi

Variabel penelitian yang diamati terdiri atas: tinggi tanaman, berat kering tajuk dan akar, hasil panen, laju pertumbuhan tanaman, laju asimilasi bersih, indeks luas daun,

Hubungan antara Lamanya Ketuban Pecah Dini pada Persalinan Aterm dengan Tingkat Asfiksia Neonatorum. Andini

rendah karena tidak sesuai dengan standart kesehatan. 3) Tenaga medis. Jumlah tenaga medis yang sangat sedikit

Variabel Besar Pengaruh Langsung Tidak Langsung Tidak Langsung Melalui Total Motivasi Kerja 0.0676 0.1522 0.0221 Kepemimpinan 0.0363 Budaya Organisasi.. Hal ini

Elektron-elektron dalam atom berada dalam tingkat-tingkat energi tertentu yang disebut kulit atom. Setiap kulit diberi lambang sesuai dengan nomor kulitnya.. Elektron-elektron

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan dan Bunda Maria yang telah memberikan berkat, kekuatan dan tidak pernah meninggalkan penulis selama melakukan skripsi

Penelitian ini merupakan tahapan awal dari pembangunan sistem informasi donor darah dengan penerapan metode Extreme Programming (XP) (Pressman. 2010).Pemahaman pada alur